PENGARUH GAYA HIDUP TERHADAP KEBIASAAN … · education-oriented lifestyle as soon as...
Transcript of PENGARUH GAYA HIDUP TERHADAP KEBIASAAN … · education-oriented lifestyle as soon as...
PENGARUH GAYA HIDUP
TERHADAP KEBIASAAN MAKAN MAHASISWA
ANITA SAUFIKA
DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Pengaruh
Gaya Hidup terhadap Kebiasaan Makan Mahasiswa” adalah karya saya dengan
arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun
kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Bogor, April 2012
Anita Saufika
NIM I24070058
ABSTRACT
ANITA SAUFIKA. Influence of Lifestyle toward Food Habits of College Student. Supervised by RETNANINGSIH and ALFIASARI. The research focused to analyze the influence of lifestyle toward college student’s food habits. This research used cross sectional study design, involved 120 samples, choosed by cluster random sampling method. In this study, descriptive, cluster, and logistic regression analysis were used. The research found that lifestyle was classified as two category, there are education-oriented lifestyle as soon as entertaintment and healthy-oriented lifestyle. Sex, father’s age, and reference group influenced student’s habits to eat three times a day. Breakfast habits was influenced by reference group. Dinner habits was influenced by sex, mother’s occupation and reference group. Meanwhile, snack habits was influenced by sex and reference group. However, this study didn’t found any influence variable toward lunch habits.
Keywords: food frequency, breakfast habits, lunch habits, dinner habits, snack habits
ABSTRAK
ANITA SAUFIKA. Pengaruh Gaya Hidup terhadap Kebiasaan Makan Mahasiswa. Dibimbing oleh RETNANINGSIH dan ALFIASARI
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh gaya hidup terhadap kebiasaan makan mahasiswa. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study dilakukan dengan 120 contoh yang dipilih secara acak. Data dalam penelitiaan ini dianalisis menggunakan uji deskriptif, analisis cluster, dan uji regresi logistik. Gaya hidup dalam penelitian ini terbagi menjadi dua kategori, yaitu gaya hidup berorientasi pendidikan serta gaya hidup berorientasi hiburan dan kesehatan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebiasaan makan tiga kali sehari dipengaruhi oleh jenis kelamin, usia ayah, dan kelompok acuan. Hanya ada satu variabel yang memengaruhi kebiasaan sarapan, yaitu kelompok acuan sedangkan kebiasaan makan malam dipengaruhi oleh jenis kelamin, pekerjaan ibu, dan kelompok acuan. Sementara itu, kebiasaan makan camilan dipengaruhi oleh jenis kelamin dan kelompok acuan. Akan tetapi hasil penelitian ini tidak menemukan satu pun variabel yang memengaruhi kebiasaan sarapan dan makan siang. Kata kunci: frekuensi makan, kebiasaan sarapan, kebiasaan makan siang,
kebiasaan makan malam, kebiasaan makan camilan
RINGKASAN
ANITA SAUFIKA. Pengaruh Gaya Hidup terhadap Kebiasaan Makan Mahasiswa. Dibimbing oleh RETNANINGSIH dan ALFIASARI.
Kebiasaan makan penting untuk diperhatikan karena akan memengaruhi keoptimalan fungsi sistem organ dan keoptimalan individu dalam menjalankan aktivitas. Gaya hidup serta perilaku yang tidak mendukung konsumsi makanan yang sehat dan bergizi menyebabkan individu kurang mengontrol makanan yang dikonsumsinya. Penelitian ini secara umum bertujuan untuk menganalisis pengaruh gaya hidup terhadap kebiasaan makan mahasiswa. Secara khusus, penelitian ini memiliki tujuan: 1) mengidentifikasi gaya hidup mahasiswa, 2) mengidentifikasi kebiasaan makan mahasiswa, 3) menganalisis pengaruh faktor internal dan faktor eksternal terhadap gaya hidup, dan 4) menganalisis pengaruh faktor internal, faktor eksternal, dan gaya hidup terhadap kebiasaan makan mahasiswa. Penelitian ini menggunakan metode survei. Institut Pertanian Bogor (IPB) dipilih secara purposive sebagai tempat penelitian dengan pertimbangan bahwa
IPB merupakan kampus yang memiliki mahasiswa terbanyak di Bogor. Pengambilan data berlangsung pada bulan September hingga Oktober 2011. Mahasiswa yang dilibatkan sebagai responden penelitian ini berjumlah 120 orang dan dipilih melalui metode cluster random sampling. Jenis data yang digunakan
dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer dikumpulkan melalui kuesioner yang sebelumnya sudah diuji coba terlebih dahulu. Jenis data primer yang dikumpulkan adalah: 1) faktor internal dan faktor eksternal mahasiswa, 2) gaya hidup, dan 3) kebiasaan makan mahasiswa (frekuensi makan dalam sehari; kebiasaan sarapan, makan siang, makan malam, dan makan camilan; tempat makan; makanan pantangan; pertimbangan dalam memilih makanan; cara memperoleh makanan; dan frekuensi makan berdasarkan kelompok makanan). Data sekunder diperoleh dari Direktorat Administrasi dan Pendidikan mengenai data jumlah mahasiswa IPB dan nilai Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) mahasiswa. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program Microsoft Office Excel dan SPSS. Data dan informasi yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan uji reliabilitas, analisis deskriptif, analisis cluster dan uji regresi logistik.
Faktor internal yang diukur dalam penelitian ini adalah usia, jenis kelamin, urutan kelahiran, lama kuliah, suku bangsa, agama, dan uang saku. Mahasiswa yang menjadi partisipan dalam penelitian ini adalah mahasiswa yang berada pada periode remaja dan dewasa awal dengan rentang usia 18-22 tahun. Proporsi terbesar mahasiswa adalah berjenis kelamin perempuan (58,3%). Dilihat dari lama kuliah (bulan), lama kuliah mahasiswa berkisar antara 14-27 bulan dengan rata-rata 26,5 bulan. Sebagian besar mahasiswa dalam penelitian ini juga berasal dari sekitar Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek), bersuku Jawa, dan menganut agama Islam. Rata-rata uang saku mahasiswa adalah sebesar Rp811.316,67 dengan sumber uang saku utama terbesar berasal dari orang tua dan uang saku tambahan berasal dari beasiswa. Karakteristik keluarga, pola asuh makan, dan kelompok acuan adalah faktor eksternal yang dilihat dalam penelitian ini. Berdasarkan karakteristik keluarga, hampir seluruh ayah dan ibu mahasiswa termasuk pada periode dewasa madya. Sebanyak 42,9 persen ayah mahasiswa menempuh pendidikan sampai tingkat perguruan tinggi dan 38,3 persen ibu mahasiswa menempuh pendidikan sampai SMA/sederajat. Sebesar 25,9 persen ayah bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS), sedangkan 59 persen ibu tidak bekerja. Rata-rata pendapatan keluarga mahasiswa setiap bulan adalah Rp3.525.432,00 dan rata-
rata jumlah anggota kelurga sebesar 4,8 orang. Proporsi terbesar pola asuh makan mahasiswa berada pada kategori sedang (59,2%). Selain itu, hasil penelitian juga menunjukkan bahwa kelompok acuan yang paling banyak dipilih oleh mahasiswa adalah teman (84,2%). Berdasarkan hasil analisis cluster, diperoleh dua tipe gaya hidup yang
terbagi menjadi gaya hidup berorientasi pendidikan serta gaya hidup berorientasi hiburan dan kesehatan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa gaya hidup berorientasi hiburan dan kesehatan memiliki proporsi lebih tinggi (64,2%) daripada gaya hidup berorientasi pendidikan (35,8%). Sekitar enam dari sepuluh mahasiswa memiliki frekuensi makan tiga kali sehari dengan rata-rata 3 kali sehari. Sementara itu, masih terdapat 33,3 persen mahasiswa yang tidak terbiasa melakukan sarapan, sedangkan kebiasaan makan yang paling tidak pernah dilewatkan oleh hampir seluruh mahasiswa adalah pada waktu makan siang dan makan malam. Selain itu, 67,5 persen mahasiswa juga terbiasa mengonsumsi makanan camilan setiap hari. Sementara tempat yang paling banyak dipilih oleh mahasiswa untuk mengonsumsi makanannya adalah kantin atau warung makan.
Berdasarkan hasil uji regresi logistik, diketahui bahwa variabel usia dan jumlah anggota keluarga berpengaruh positif terhadap gaya hidup. Usia mahasiswa yang lebih tinggi dan jumlah anggota keluarga yang lebih besar membuat peluang mahasiswa untuk memiliki gaya hidup berorientasi pendidikan pun akan lebih besar. Sementara itu, peluang untuk memiliki gaya hidup berorientasi hiburan dan kesehatan lebih besar pada mahasiswa yang lebih banyak memilih televisi sebagai kelompok acuannya.
Hasil analisis regresi logistik menunjukkan bahwa mahasiswa yang berjenis kelamin laki-laki memiliki peluang lebih tinggi untuk memiliki kebiasaan makan tiga kali sehari. Hal ini dimungkinkan terjadi karena laki-laki dewasa memiliki kebutuhan energi yang lebih tinggi dibandingkan dengan perempuan dewasa. Selain itu, mahasiwa dengan usia ayah dan skor kelompok acuan teman yang lebih tinggi akan memiliki peluang lebih besar untuk memiliki kebiasaan makan tiga kali sehari. Selain memengaruhi kebiasaan makan tiga kali sehari, kelompok acuan teman juga memengaruhi kebiasaan mahasiswa dalam melakukan sarapan. Hasil regresi logistik yang lain juga memerlihatkan bahwa mahasiswa berjenis kelamin laki-laki memiliki peluang lebih tinggi untuk melakukan kebiasaan makan malam, sedangkan mahasiswa berjenis kelamin perempuan memiliki peluang yang lebih tinggi untuk melakukan kebiasaan makan camilan. Ibu yang tidak bekerja juga membuat peluang mahasiswa lebih besar untuk melakukan kebiasaan makan malam daripada mahasiswa dengan ibu yang bekerja. Hal ini dimungkinkan terjadi karena ibu yang tidak bekerja memiliki lebih banyak waktu di rumah sehingga dapat lebih memerhatikan dan menyiapkan makanan untuk keluarganya. Sementara itu, mahasiswa yang menjadikan keluarga sebagai kelompok acuannya memiliki peluang yang lebih besar untuk memiliki kebiasaan makan tiga kali sehari, makan malam, dan makan camilan. Akan tetapi, hasil penelitian juga menunjukkan bahwa tidak ada satupun variabel dalam penelitian ini yang memengaruhi kebiasaan makan siang.
Penelitian selanjutnya diharapkan dapat mengukur gaya hidup dan kebiasaan makan pada periode perkembangan yang lain atau melihat pengaruh faktor-faktor lain yang mungkin dapat memengaruhi gaya hidup serta kebiasaan makan yang belum diukur dalam penelitian ini. Kata kunci: frekuensi makan, kebiasaan sarapan, kebiasaan makan siang,
kebiasaan makan malam, kebiasaan makan camilan.
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
PENGARUH GAYA HIDUP
TERHADAP KEBIASAAN MAKAN MAHASISWA
ANITA SAUFIKA
Skripsi
sebagai syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen Fakultas Ekologi Manusia
DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
Judul : Pengaruh Gaya Hidup terhadap Kebiasaan Makan Mahasiswa
Nama : Anita Saufika
NIM : I24070058
Disetujui,
Tanggal Lulus:
Diketahui,
Dr. Ir. Hartoyo, M.Sc. Ketua Depertemen Ilmu Keluarga dan Konsumen
Dr. Ir. Hartoyo, M.Sc
NIP. 19630714 198703 1 002
Ir. Retnaningsih, M.Si. Pembimbing I
Dr. Ir. Hartoyo, M.Sc
NIP. 19630714 198703 1 002
Alfiasari, S.P., M.Si. Pembimbing II
Dr. Ir. Hartoyo, M.Sc
NIP. 19630714 198703 1 002
PRAKATA
Segala puji serta syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat serta karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Gaya Hidup terhadap Kebiasaan Makan Mahasiswa”. Penulisan skripsi ini merupakan syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen.
Penulis menyampaikan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu penyelesaian skripsi ini, diantaranya:
1. Ir. Retnaningsih, M.Si. dan Alfiasari S.P., M.Si. selaku dosen pembimbing skripsi atas arahan, masukan, serta ilmu yang diberikan selama proses penyusunan skripsi ini.
2. Megawati Simanjuntak, S.P., M.Si. sebagai dosen pemandu seminar dan Ir. M. D. Djamaludin, M.Si. selaku dosen penguji atas saran serta masukan untuk penyempurnaan skripsi ini.
3. Dr. Ir. Herien Puspitawati M.Sc., M.Sc. atas bimbingan dan dorongan kepada penulis selama menjadi dosen pembimbing pendidikan.
4. Ketua Departemen beserta seluruh jajaran dosen dan staf Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen atas ilmu, pengetahuan, dan bimbingannya selama penulis menjalani masa perkuliahan.
5. Keluarga tercinta, mama, papa, dan adik atas limpahan doa, kasih sayang, serta dukungan yang tiada henti. Dede Juliandar atas doa dan motivasi yang selalu mengalir untuk penulis.
6. Teman-teman FMIPA khususnya Departemen Statistik, Biologi, Fisika, dan Biokimia atas kesediannya menjadi responden dalam penelitian ini. Diah, Putra, Arreza, Eki, Yanti, Taufik, Lilis, Riswan, Nugraha, Azmi, Nurul, dan Vino atas bantuannya selama penulis melakukan turun lapang.
7. Sahabat-sahabat tersayang, Winda Nur Aprianti, Anasril, Anik Nurhayati, Atik Nurwanda, Namira Andiani, dan Suci Dian Firani yang selalu memberikan motivasi dan menemani penulis, baik dalam suka maupun duka.
8. Ruri Setianti, Dini Aprilia, Restu Dwi Prihatina, Restystika Dianeswari, Husfani A, Putri, Cefti Lia, Nadia Nandana, Nadia Naomi, dan Agus Surachman untuk kebersamaan yang penuh dengan tawa, canda, dan semangat yang luar biasa.
9. Elmanora, Mustika Dewanggi, dan seluruh teman-teman IKK 44 atas kebersamaan dan kekompakan yang begitu terasa indah sejak bertemu di semester tiga. Tak lupa untuk seluruh keluarga besar IKK dan HIMAIKO yang telah menjadi bagian dari keluarga penulis selama berada di kampus.
10. Mrs. Medina Rahmawati, Miss Shely Septiana, Miss Dwi Anindita, Miss Lia Widyanti beserta seluruh staf Labschool Pendidikan Karakter IPB-ISFA dan teman-teman magang atas doa serta bimbingannya selama penulis berada di Labschool.
11. Pihak-pihak yang turut membantu proses penyelesaian skripsi ini namun tidak bisa penulis sebutkan satu per satu.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, walaupun demikian penulis tetap mengharapkan skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembacanya.
Bogor, April 2012
Penulis
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ............................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ ix
PENDAHULUAN ............................................................................................... 1
Latar Belakang ........................................................................................... 1 Perumusan Masalah .................................................................................. 4 Tujuan ........................................................................................................ 6 Kegunaan .................................................................................................. 6
TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................................... 7
Gaya Hidup ................................................................................................. 7 Gaya Hidup dalam Kajian Perilaku Konsumen ...................................... 7 Ruang Lingkup Gaya Hidup ................................................................... 8 Gaya Hidup dan Faktor-faktor Pembentuknya ....................................... 9 Kebiasaan Makan ......................................................................................10 Ruang Lingkup Kebiasaan Makan .........................................................10 Kebiasaan Makan dan Faktor-faktor Pembentuknya ..............................12
Kebiasaan Makan dalam Ruang Lingkup Perkembangan Remaja dan Dewasa Muda .................................................................................12
KERANGKA PENELITIAN ................................................................................15
METODE PENELITIAN .....................................................................................17
Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian ......................................................17
Teknik Pengambilan Contoh ......................................................................17
Jenis dan Cara Pengumpulan Data ............................................................18
Pengolahan dan Analisis Data ...................................................................23
Definisi Operasional ..................................................................................25
HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................................29
Hasil ...............................................................................................................29
Faktor Internal ............................................................................................29 Faktor Eksternal .........................................................................................32 Gaya hidup ................................................................................................39 Kebiasaan Makan ......................................................................................42 Faktor-faktor yang Memengaruhi Gaya Hidup ............................................57 Faktor-faktor yang Memengaruhi Kebiasaan Makan ..................................58
Pembahasan ..................................................................................................62
SIMPULAN DAN SARAN ..................................................................................69
Simpulan ........................................................................................................69 Saran ..............................................................................................................70
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................71
LAMPIRAN .......................................................................................................75
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Kategori AIO dari studi mengenai gaya hidup ......................................... 9
2 Jenis variabel yang dikumpulkan ............................................................ 20
3 Sebaran mahasiswa berdasarkan uang saku ......................................... 31
4 Sebaran mahasiswa berdasarkan sumber uang saku ............................. 32
5 Sebaran mahasiswa berdasarkan usia orang tua .................................... 33
6 Sebaran mahasiswa berdasarkan pendidikan orang tua ......................... 33
7 Sebaran mahasiswa berdasarkan pekerjaan orang tua ........................... 34
8 Sebaran mahasiswa berdasarkan pendapatan keluarga ......................... 34
9 Sebaran mahasiswa berdasarkan besar keluarga ................................... 35
10 Sebaran mahasiswa berdasarkan pernyataan pola asuh makan ............. 36
11 Sebaran mahasiswa berdasarkan karakteristik dengan pola asuh makan 37
12 Sebaran mahasiswa berdasarkan kelompok acuan yang paling banyak dipilih mahasiswa ....................................................................... 38
13 Sebaran mahasiswa berdasarkan kelompok acuan dalam setiap aspek proses perilaku konsumsi ............................................................. 39
14 Sebaran mahasiwa berdasarkan karakteristik dengan gaya hidup .......... 41
15 Sebaran mahasiswa berdasarkan gaya hidup dan nilai Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) .......................................................................... 41
16 Sebaran mahasiswa berdasarkan alasan frekuensi makan ..................... 43
17 Sebaran mahasiswa berdasarkan gaya hidup dan frekuensi makan ....... 43
18 Sebaran mahasiswa berdasarkan nilai indeks prestasi kumulatif (IPK) dan frekuensi makan ....................................................................... 44
19 Sebaran mahasiswa berdasarkan alasan kebiasaan melakukan sarapan, makan siang, dan makan malam .............................................. 45
20 Sebaran mahasiswa berdasarkan alasan kebiasaan tidak melakukan sarapan, makan siang, dan makan malam ............................ 46
21 Sebaran mahasiswa berdasarkan tempat sarapan, makan siang, dan makan malam .................................................................................. 46
22 Sebaran mahasiswa berdasarkan alasan pemilihan tempat sarapan, makan siang, dan makan malam .............................................. 47
23 Sebaran mahasiswa berdasarkan alasan kebiasaan melakukan makan camilan ........................................................................................ 48
24 Sebaran mahasiswa berdasarkan alasan kebiasaan tidak melakukan makan camilan ...................................................................... 49
25 Sebaran mahasiswa berdasarkan tempat makan camilan ...................... 49
26 Sebaran mahasiswa berdasarkan alasan pemilihan tempat makan camilan ................................................................................................... 49
27 Sebaran mahasiswa berdasarkan pertimbangan dalam memilih makanan ................................................................................................. 50
28 Sebaran mahasiswa berdasarkan alasan dan jenis makanan yang dipantang karena faktor agama ............................................................... 52
29 Sebaran mahasiswa berdasarkan alasan dan jenis makanan yang dipantang karena faktor kesehatan ......................................................... 52
30 Sebaran mahasiswa berdasarkan alasan dan jenis makanan yang dipantang karena faktor adat ................................................................... 53
31 Sebaran mahasiswa berdasarkan cara memperoleh makanan ................ 54
32 Rata-rata skor frekuensi konsumsi mahasiswa berdasarkan kelompok makanan ................................................................................. 56
33 Faktor yang berpengaruh terhadap gaya hidup ....................................... 58
34 Faktor yang berpengaruh terhadap kebiasaan makan tiga kali sehari ...................................................................................................... 59
35 Faktor yang berpengaruh terhadap kebiasaan sarapan .......................... 60
36 Faktor yang berpengaruh terhadap kebiasaan makan siang ................... 60
37 Faktor yang berpengaruh terhadap kebiasaan makan malam ................. 61
38 Faktor yang berpengaruh terhadap kebiasaan makan camilan ............... 62
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Karakteristik yang memengaruhi perilaku konsumen ............................... 7
2 Kerangka pemikiran penelitian “pengaruh gaya hidup terhadap kebiasaan makan mahasiswa” ................................................................. 16
3 Skema cara penarikan mahasiswa .......................................................... 18
4 Sebaran mahasiswa berdasarkan asal daerah ........................................ 30
5 Sebaran mahasiswa berdasarkan suku bangsa ..................................... 30
6 Sebaran mahasiswa berdasarkan agama ............................................... 31
7 Sebaran mahasiswa berdasarkan tingkat pola asuh makan ................... 37
8 Sebaran mahasiswa berdasarkan gaya hidup ........................................ 40
9 Sebaran mahasiswa berdasarkan frekuensi makan dalam sehari ........... 42
10 Sebaran mahasiswa berdasarkan kebiasaan sarapan, makan siang, dan makan malam ........................................................................ 44
11 Sebaran mahasiswa berdasarkan kebiasaan makan camilan ................. 48
12 Sebaran mahasiswa berdasarkan kebiasaan pantangan ........................ 51
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Riwayat hidup .......................................................................................... 77
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Salah satu kebutuhan pokok manusia adalah pangan. Dalam proses
pemenuhan kebutuhan pangan, salah satu aktivitas yang bersifat individual
adalah konsumsi pangan. Bagi individu, konsumsi pangan tidak hanya untuk
kebutuhan perkembangan tetapi juga untuk kebutuhan kesehatan dan
menambah nilai gengsi.
Kebutuhan makan menurut Teori Hierarki Kebutuhan Maslow merupakan
salah satu kebutuhan dasar manusia yang bersifat fisiologis. Sebagai akibat dari
rasa lapar atau tubuh merasa kehilangan zat-zat makanan tertentu akan
memotivasi manusia untuk berperilaku dengan tujuan untuk memenuhi
kebutuhan makan (Sumarwan 2004). Makanan atau susunan hidangan berfungsi
pula untuk memenuhi kebutuhan sosial manusia. Maslow mengemukakan
berbagai tingkat kebutuhan sosial manusia yang telah ada sejak manusia
dilahirkan akan berkembang seiring bertambahnya usia. Kebutuhan sosial yang
terbawa sejak lahir ini juga dapat disebut sebagai naluri atau instinct sosial, yaitu
naluri untuk hidup, naluri untuk perasaan aman, naluri untuk diakui kelompok,
naluri untuk gengsi, dan naluri untuk menonjolkan diri (Suhardjo 1989).
Makanan sehari-hari akan sangat menentukan kualitas kesehatan
seseorang. Oleh karena itu, sudah seharusnya setiap individu memperhatikan
apa yang dimakannya setiap hari. Kebutuhan makan juga bukan hanya untuk
menumbuhkan badan secara fisik tetapi juga memengaruhi kecerdasan serta
kondisi psikologis seseorang. Pola pemenuhan kebutuhan makan selanjutnya
menjadi perilaku yang bisa disebut dengan perilaku makan. Perilaku makan
merupakan tingkah laku yang dapat diamati dan dilakukan individu dalam rangka
memenuhi kebutuhan makan yang merupakan kebutuhan dasar individu dan
juga merupakan reaksi terhadap stimulus yang berasal dari dalam serta luar diri
individu.
Saat ini trend yang terjadi di kalangan anak usia remaja dan dewasa
muda adalah lebih terbiasa mengonsumsi makanan cepat saji atau makanan
yang tidak dipersiapkan dari rumah. Perubahan pola makan menjurus ke sajian
siap santap yang tidak sehat dan tidak seimbang membawa konsekuensi
terhadap kejadian perubahan status gizi menuju gizi lebih yang secara umum
dikenal dengan obesitas. Hal ini disebabkan makanan tersebut mengandung
kalori, lemak, protein, dan garam tinggi tapi rendah serat pangan. Pada akhirnya
2
kebiasaan tersebut akan mengakibatkan meningkatnya resiko berkembangnya
penyakit degeneratif seperti jantung, diabetes mellitus, kanker, dan hipertensi
(Nurlita 20091).
Perilaku konsumsi individu dipengaruhi oleh berbagai faktor. Salah satu
faktor yang memengaruhi perilaku konsumsi seseorang adalah gaya hidup.
Penelitian yang dilakukan oleh Phujiyanti (2004) menemukan bahwa gaya hidup
thinker, experiencer, dan believer berhubungan dengan kebiasaan sarapan
mahasiswa. Hasil penelitian Jelinic, Nola, dan Matanic (2008) juga menyebutkan
bahwa tempat mengonsumsi makanan, frekuensi konsumsi daging, dan aktivitas
fisik memengaruhi gaya hidup dan kebiasaan makan. Sementara itu, gaya hidup
juga dapat memengaruhi status zat gizi, pola konsumsi, dan tingkat konsumsi zat
gizi remaja (Sundari 2003). Temuan-temuan tersebut menegaskan bahwa gaya
hidup memengaruhi perilaku konsumsi seseorang
Perubahan gaya hidup juga dapat membawa perubahan pada selera,
kebiasaan, dan perilaku pembelian. Menurut Engel, Blackwell, dan Miniard
(1994), gaya hidup merupakan konsep yang kontemporer, lebih komprehensif,
dan lebih berguna daripada kepribadian. Seperti yang dikemukakan oleh Kotler
dan Amstrong (2008), gaya hidup seseorang menunjukkan pola kehidupan orang
yang bersangkutan di dunia ini sebagaimana tercermin dalam kegiatan, minat,
dan pendapatnya. Lebih lanjut Kotler dan Amstrong (2008) juga mengatakan
bahwa gaya hidup mencerminkan keseluruhan orang tersebut dalam interaksinya
dengan lingkungannya. Interaksi seseorang dengan lingkungannya tak lepas dari
pengaruh orang-orang dan keadaan di sekitarnya.
Jenis kelamin, status pernikahan, pendapatan, dan tempat domisili
merupakan faktor-faktor yang memengaruhi gaya hidup konsumen di Thailand
(Suwanvijit & Promsa-ad 2009). Penelitian tersebut juga mengindikasikan bahwa
gaya hidup konsumen terbagi menjadi lima kelompok, yaitu gaya hidup yang
berorientasi pada pergaulan, ketergantungan dalam pengambilan keputusan,
kesadaran ekonomi, kebutuhan, dan kesempatan. Individu dengan orientasi gaya
hidup yang berbeda juga akan memiliki perilaku pembelian dan konsumsi yang
berbeda.
Gaya hidup setiap individu akan dapat berbeda-beda walaupun berasal
dari lingkungan keluarga dan budaya yang sama. Hal ini menunjukkan bahwa
1 Nurlita H. 2009. Diambil dari makalah berjudul “Mari Lakukan Pengendalian Penyakit
Jantung dan Pembuluh Darah Melalui Pola Makan Bergizi Seimbang”. Jakarta:
Direktorat Bina Gizi Masyarakat Depkes. Diakses melalui http//depkes.go.id.
3
gaya hidup dipengaruhi oleh berbagai faktor. Selain faktor-faktor yang ada dalam
dirinya (faktor internal), faktor-faktor lain di luar dirinya (faktor eksternal) pun turut
memengaruhi aktivitas, minat, dan pendapatnya dalam menjalani kehidupan
sehari-hari serta dalam berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya. Gaya hidup
individu dapat berubah dan menurut Schiffman dan Kanuk (2004), berubahnya
gaya hidup memainkan peran utama dalam menentukan manfaat produk yang
penting bagi konsumen. Pada periode dewasa, individu akan menetapkan gaya
hidup yang dijalaninya (Turner & Helms 1986).
Salah satu kelompok usia dalam masa perkembangan adalah periode
remaja dan dewasa muda. Periode remaja adalah saat-saat seseorang akan
mencari identitas dirinya. Pada periode berikutnya, yaitu dewasa muda, individu
sudah terlepas dari keluarganya atau sudah mengalami tahap launching. Pada
periode ini juga individu akan beradaptasi dengan keadaan dan lingkungan yang
baru. Kebiasaan-kebiasaan yang terbentuk dari lingkungan sebelumnya akan
memengaruhi perilakunya sehari-hari yang kemudian membentuk gaya hidupnya.
Dewasa muda juga dikatakan sebagai periode seseorang untuk bekerja
dan berprestasi baik fisik, mental, maupun intelektual secara maksimal. Oleh
karena itu, diperlukan gizi yang tepat dan cukup untuk dapat beraktivitas sesuai
dengan tugas perkembangannya. Idealnya, pada periode ini telah terbentuk ideal
eating habits dan ideal body weight pada masing-masing diri individu. Individu-
individu yang berada pada tahap usia dewasa muda memiliki aktivitas yang tinggi
sehingga asupan makanan yang dibutuhkannya pun berbeda. Sementara itu,
pada periode remaja gangguan-gangguan psikologis akibat gangguan makan,
seperti anoreksia nervosa dan bulimia, seringkali muncul.
Kebiasaan makan pada periode remaja dan dewasa muda ini penting
untuk diperhatikan karena akan memengaruhi keoptimalan fungsi sistem organ
selama proses penuaan. Gaya hidup serta perilaku yang tidak mendukung
konsumsi makanan yang sehat dan bergizi menyebabkan individu kurang
mengontrol makanan yang dikonsumsinya. Gaya hidup memengaruhi kebiasaan
makan seseorang atau sekelompok orang dan berdampak tertentu (positif atau
negatif) khususnya berkaitan dengan gizi (Suhardjo 1989).
Pada umumnya, mahasiswa merupakan sekelompok individu yang
termasuk dalam periode dewasa muda. Periode dewasa muda ini adalah periode
proses peralihan dari remaja menuju dewasa. Menurut Suhardjo (1989), pada
umumnya remaja mempunyai kebiasaan makan yang kurang baik. Beberapa
4
remaja khususnya remaja putri sering mengonsumsi makanan dalam jumlah
yang tidak seimbang dibandingkan dengan kebutuhannya karena takut
mengalami kegemukan. Penelitian Hurlock (1997) juga menunjukan bahwa
remaja suka sekali jajan makanan ringan, terutama kue-kue yang manis.
Sementara itu golongan sayur-sayuran dan buah-buahan yang mengandung
banyak vitamin dan mineral tidak populer dikalangan remaja. Remaja memliki
tingkat konsumsi yang rendah terhadap sayur dan buah-buahan (Sop et al. 2010).
Remaja seharusnya memiliki kebiasaan makan yang baik agar status gizinya
juga baik (Suhardjo 1989). Selain itu kebiasaan makan yang terbentuk saat di
akhir periode remaja juga akan memengaruhi kebiasaan makan seseorang saat
dewasa, karena kebiasaan makan terbentuk sejak dini dan akan terbawa sampai
waktu yang akan datang.
Hasil penelitian Jelinic, Nola, dan Matanic (2008) menyebutkan bahwa
tinggal sendiri atau indekos membuat mahasiswa lebih tidak terbiasa untuk
melakukan kebiasaan sarapan. Selain itu, mahasiswa yang tidak tinggal di rumah
juga lebih terbiasa untuk makan di kantin, sedangkan mahasiswa yang tinggal di
rumah lebih terbiasa untuk mengonsumsi makanan yang sudah disediakan
dirumah. Sarapan merupakan kebiasaan yang paling sering dilewatkan
mahasiswa, dibandingkan dengan kebiasaan makan siang dan makan malam
(Phujiyanti 2004). Penelitian Mustopa (2003) juga menemukan bahwa overweight
lebih banyak terjadi pada mahasiswa berjenis kelamin laki-laki, sedangkan tubuh
yang kurus lebih banyak dimiliki oleh mahasiswa berjenis kelamin perempuan.
Berdasarkan pemaparan di atas, gaya hidup dan kebiasaan makan mahasiswa
merupakan hal yang penting untuk diperhatikan. Oleh karena itu penelitian ini
bertujuan untuk melihat pengaruh gaya hidup terhadap kebiasaan makan
mahasiswa.
Perumusan Masalah
Salah satu periode pada dewasa muda adalah masa-masa mahasiswa.
Mahasiswa memiliki karakteristik dan berasal dari latar belakang keluarga serta
budaya yang beragam sehingga memiliki perilaku dan kebiasaan yang berbeda.
Banyak faktor yang memengaruhi perilaku konsumsinya, seperti aktivitas serta
pendapatan mereka. Tidak jarang perilaku konsumsi ini juga dipengaruhi oleh
gaya hidup yang dibawanya dari rumah masing-masing maupun gaya hidup yang
sudah dipengaruhi oleh lingkungan sekitar mereka yang baru.
5
Salah satu contoh, karena aktivitas yang seringkali dimulai sejak pagi hari,
banyak mahasiswa yang tidak membiasakan diri untuk makan pagi. Padahal
makan pagi atau sarapan sangat bermanfaat bagi setiap orang. Bagi orang
dewasa, makan pagi dapat memelihara ketahanan fisik, mempertahankan daya
tahan saat bekerja dan meningkatkan produktivitas kerja (Soekirman &
Atmawikarta 2011). Aktivitas yang tinggi juga membuat mahasiswa hanya
memiliki sedikit waktu untuk membuat perencanaan menu atau menyiapkan
makanan sendiri sehingga lebih sering mengonsumsi makanan yang telah diolah.
Selain itu, saat ini makanan yang dijual di sekitar lingkungan para
mahasiswa pun semakin beragam. Baik makanan pokok maupun makanan
jajanan diolah dan dikemas semenarik mungkin agar mendapat perhatian lebih.
Hal ini akan memengaruhi kebiasaan makan para mahasiswa. Makanan yang
dapat langsung dikonsumsi tersebut membuat mahasiswa semakin memilih
untuk makan di luar daripada di rumah atau indekos. Tidak jarang, makanan
yang dipilih untuk diolah sendiri pun adalah makanan instan atau menggunakan
bumbu yang siap pakai. Mie instan adalah salah satu contoh makanan favorit
bagi para mahasiswa yang tidak memiliki banyak waktu untuk mengolah
makanannya sendiri ataupun bagi mahasiswa yang memiliki uang saku dengan
jumlah terbatas. Selain dapat dimasak dengan cepat, harganya yang murah,
serta mudah diperoleh, mie instan juga dianggap dapat memenuhi kebutuhan
karbohidrat yang diperlukan tubuh. Tingkat kesehatan dan kebutuhan gizi
seringkali tidak menjadi perhatian utama dalam mengonsumsi makanan. Hal ini
dapat disebabkan karena berbagai faktor, diantaranya adalah waktu yang
tersedia untuk makan dan keterbatasan ekonomi. Berdasarkan hal-hal tersebut,
permasalahan yang akan dijawab dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana gaya hidup mahasiswa?
2. Bagaimana kebiasaan makan mahasiswa?
3. Bagaimana pengaruh faktor internal dan faktor eksternal terhadap gaya
hidup mahasiswa?
4. Bagaimana pengaruh faktor internal, faktor eksternal, dan gaya hidup
terhadap kebiasaan makan mahasiswa?
Tujuan Penelitian
Tujuan Umum
Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh gaya
hidup terhadap kebiasaan makan mahasiswa.
6
Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi gaya hidup mahasiswa.
2. Mengidentifikasi kebiasaan makan mahasiswa.
3. Menganalisis pengaruh faktor internal dan faktor eksternal terhadap gaya
hidup mahasiswa.
4. Menganalisis pengaruh faktor internal, faktor eksternal, dan gaya hidup
terhadap kebiasaan makan mahasiswa
Kegunaan Penelitian
Kegunaan penelitian ini diantaranya adalah:
1. Peneliti
Penelitian ini bermanfaat untuk menerapkan pengetahuan yang selama ini
diperoleh untuk menganalisis gaya hidup konsumen.
2. Konsumen
Mahasiswa sebagai konsumen diharapkan dapat memilih gaya hidup dan
kebiasaan makan yang lebih baik lagi setelah mendapatkan informasi dari
penelitian ini.
3. Institusi
Pihak institusi terkait dapat menggunakan penelitian ini sebagai informasi
mengenai gaya hidup dan kebiasaan makan mahasiswa.
4. Ilmu pengetahuan
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang gaya hidup
mahasiswa beserta pengaruhnya terhadap kebiasaan makan agar dapat
menjadi dasar bagi penelitian-penelitian selanjutnya yang terkait dengan
gaya hidup dan kebiasaan makan.
7
TINJAUAN PUSTAKA
Gaya Hidup
Gaya Hidup dalam Kajian Perilaku Konsumen
Engel, Blackwell, dan Miniard (1994) mengatakan bahwa perilaku
konsumen adalah tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan,
mengonsumsi, dan menghabiskan produk dan jasa, termasuk proses keputusan
yang mendahului dan menyusul tindakan tersebut yang dipengaruhi perbedaan
individu, proses psikologis dan pengaruh lingkungan. Perilaku konsumen ini
dapat dilhat dan diamati karena merupakan proses pengulangan yang terjadi dan
membentuk pola tersendiri. Selain itu, Sumarwan (2004) juga mengatakan
bahwa perilaku konsumen merupakan semua kegiatan, tindakan, serta proses
psikologis yang mendorong tindakan tersebut pada saat sebelum membeli, ketika
membeli, menggunakan, menghabiskan barang atau jasa.
Proses pengambilan keputusan konsumen juga dipengaruhi berbagai
faktor. Pembelian konsumen sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor kultural, sosial,
pribadi, dan psikologis. Faktor kultural meliputi budaya, subbudaya, dan kelas
sosial. Lalu faktor sosial meliputi kelompok acuan, keluarga, serta peran dan
status. Selanjutnya faktor pribadi terdiri dari usia dan tahap daur hidup, jabatan,
keadaan ekonomi, gaya hidup, kepribadian, dan konsep diri. Sedangkan di dalam
faktor psikologis meliputi motivasi, persepsi, pengetahuan, kepercayaan, dan
sikap (Kotler & Amstrong 2008). Gaya hidup termasuk dalam faktor pribadi yang
memengaruhi pembelian konsumen sehingga individu-individu yang memiliki
gaya hidup yang berbeda akan memiliki proses pengambilan keputusan yang
berbeda. Gambar 1 memerlihatkan karakteristik yang memengaruhi perilaku
konsumen.
Gambar 1 Karakteristik yang memengaruhi perilaku konsumen
Sumber: Kotler dan Amstrong (2008)
Kultural - kultural - sub kultur - kelas sosial
Sosial - kelompok acuan - keluarga - peran & status
Pribadi - usia & tahap daur
hidup - jabatan - keadaan ekonomi - gaya hidup - kepribadian - konsep diri
Psikologis - motivasi - persepsi - belajar - kepercayaan - sikap
Pembeli
8
Memahami gaya hidup konsumen akan sangat bermanfaat bagi pemasar.
Terdapat empat manfaat yang dapat diperoleh pemasar dari pemahaman gaya
hidup konsumen. Pertama, pemasar dapat menggunakan gaya hidup konsumen
untuk melakukan segmentasipasar sasaran. Kedua, pemahaman gaya hidup
konsumen juga akan membantu dalam memposisikan produk di pasar dengan
menggunakan iklan. Ketiga, jika gaya hidup telah diketahui, maka pemasar dapat
menempatkan iklan produknya pada media-media yang paling cocok. Keempat,
mengetahui gaya hidup konsumen, berarti pemasar dapat mengembangkan
produk sesuai dengan tuntutan gaya hidup mereka (Sutisna 2001).
Ruang Lingkup Gaya Hidup
Engel, Blackwell, dan Miniard (1994) menyatakan bahwa gaya hidup
didefinisikan sebagai pola dimana orang hidup dan menghabiskan waktu serta
uang. Kotler (2000) juga mengatakan bahwa gaya hidup merupakan pola hidup
seseorang yang dinyatakan dalam tiga hal, yakni cara menggunakan waktunya,
sikap, dan pendapatnya mengenai diri dan lingkungannya. Mowen dan Minor
(1998) mendefinisikan gaya hidup sebagai bagaimana orang-orang hidup,
menggunakan uangnya, dan mengalokasikan waktu mereka.
Gaya hidup seseorang menunjukkan pola kehidupan orang yang
bersangkutan di dunia ini sebagaimana tercermin dalam kegiatan, minat, dan
pendapatnya. Gaya hidup mencerminkan keseluruhan orang tersebut dalam
interaksinya dengan lingkungannya. Gaya hidup seseorang merangkum sesuatu
yang lebih daripada kelas sosial seseorang, kita dapat menduga beberapa hal
mengenai perilaku orang tersebut tetapi tidak banyak mengenai kegiatan, minat,
dan bakatnya. Gaya hidup menggambarkan seluruh pola seseorang dalam
beraksi dan berinteraksi di dunia (Kotler & Amstrong 2008).
Secara luas, gaya hidup didefinisikan sebagai cara hidup yang
diidentifikasikan oleh bagaimana orang menghabiskan waktu mereka (aktivitas),
apa yang mereka anggap penting dalam lingkungannya (ketertarikan), dan apa
yang mereka pikirkan tentang diri mereka sendiri (pendapat). Gaya hidup suatu
individu akan bergerak dinamis dari masa ke masa. Namun demikian, gaya hidup
tidak cepat berubah sehingga pada kurun waktu tertentu gaya hidup relatif
permanen (Sutisna 2001). Gaya hidup juga dapat menentukan bentuk pola
konsumsi pangan. Gaya hidup memengaruhi kebiasaan makan seseorang atau
9
sekelompok orang dan berdampak tertentu (positif atau negatif) khususnya
berkaitan dengan gizi (Suhardjo 1989).
Menurut Hawkins, Best, dan Coney (2001), gaya hidup biasanya diukur
menggunakan teknik psikografik. Teknik ini fokus mengukur kegiatan (activities),
minat (interest), dan opini (opinion) individu yang biasa disebut dengan AIO
inventories. Pernyataan AIO (activities, interest, opinion) di dalam AIO inventories
dapat bersifat umum atau spesifik. Dalam melakukan pengukuran AIO
inventories konsumen ditanya apakah mereka sangat setuju, setuju, netral, tidak
setuju, atau sangat tidak setuju (Engel, Blackwell, dan Miniard 1994). Kategori
AIO dari studi mengenai gaya hidup dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Kategori AIO dari studi mengenai gaya hidup
Activities (Kegiatan) Interest (Minat) Opinion (Opini) Demografi
Kerja Hobi Peristiwa sosial Liburan Hiburan Keanggotaan klub Komunitas Berbelanja Olahraga
Keluarga Rumah Pekerjaan Komunitas Rekreasi Mode Makanan Media Prestasi
Diri mereka sendiri Isu sosial Politik Bisnis Ekonomi Pendidikan Produk Masa depan Budaya
Usia Pendidikan Pendapatan Pekerjaan Ukuran keluarga Tempat tinggal Geografi Ukuran kota Tahap di dalam siklus kehidupan
Sumber: Plummer (1974) dalam Engel, Blackwell, dan Miniard (1994)
Gaya Hidup dan Faktor-faktor Pembentuknya
Orang menggunakan konsep seperti gaya hidup untuk menganalisis
peristiwa yang terjadi di sekitar diri mereka serta untuk menafsirkan dan
meramalkan suatu peristiwa. Orang-orang yang berasal dari sub budaya, kelas
sosial, dan pekerjaan yang sama dapat memiliki gaya hidup yang berbeda.
(Engel, Blackwell, dan Miniard 1994, Kotler 1985).
Faktor internal dan eksternal individu memengaruhi gaya hidup. Menurut
Hawkins, Best, dan Coney (2001), faktor-faktor yang memengaruhi gaya hidup
adalah budaya, nilai, karakteristik demografi, subbudaya, kelas sosial, kelompok
acuan, keluarga, motivasi, emosi, dan kepribadian. Lalu menurut hasil penelitian
Suwanvijit dan Promsa-ad (2009) yang dilakukan di Thailand, ditemukan bahwa
faktor-faktor yang memengaruhi gaya hidup adalah usia, jenis kelamin, status
pernikahan, agama, pekerjaan, pendapatan, dan besar keluarga.
Suhardjo (1989) mengatakan bahwa gaya hidup adalah hasil penyaringan
dari serentetan interaksi sosial, budaya, dan keadaan. Gaya hidup merupakan
10
hasil pengaruh beragam variabel bebas yang terjadi dalam keluarga atau rumah
tangga. Faktor-faktor yang merupakan masukan (input) bagi terbentuknya suatu
gaya hidup adalah penghasilan, pendidikan, lingkungan hidup (kota atau desa),
susunan keluarga, pekerjaan, suku bangsa, kepercayaan atau agama, pendapat
tentang kesehatan, pengetahuan gizi, produksi pangan, sistem distribusi, dan
banyak hal lagi faktor sosiopolitik yang bersangkutan.
Kebiasaan Makan
Ruang Lingkup Kebiasaan Makan
Kebiasaan makan ialah tingkah laku manusia atau sekelompok manusia
dalam memenuhi kebutuhannya akan makan yang meliputi sikap, kepercayaan,
dan pemilihan makanan. Kebiasaan makan dalam kelompok memberikan
dampak pada distribusi makanan antar anggota kelompok (Khumaidi 1988).
Kebutuhan makan tidak hanya bermanfaat untuk menumbuhkan badan secara
fisik tetapi juga memengaruhi kecerdasan serta kondisi psikologis seseorang.
Suhardjo (1989) mendefinisikan perilaku makan sebagai cara individu memilih
pangan dan mengonsumsinya sebagai reaksi terhadap pengaruh fisiologis,
psikologis, sosial, dan budaya.
Khumaidi (1988) juga menyatakan bahwa kebiasaan makan adalah
rakitan-rakitan dari bermacam-macam segi yang bersifat multidimensional.
Kebiasaan makan adalah berupa apa, oleh siapa, untuk siapa, kapan, dan
bagaimana makanan siap di atas meja untuk disantap. Cara seseorang atau
kelompok memilih dan memakannya sebagai tanggapan terhadap pengaruh
fisiologis, psikologis, budaya, dan sosial juga disebut kebiasaan makan (Suhardjo
et al. 1998).
Frekuensi makan yang baik adalah tiga kali dalam sehari yang terdiri dari
sarapan pagi, makan siang, dan makan malam. Menurut Khomsan (2003),
apabila kita makan hanya satu atau dua kali per hari, sulit secara kuantitas dan
kualitas untuk memenuhi kebutuhan gizi. Keterbatasan lambung menyebabkan
kita tidak bisa makan sekaligus dalam jumlah banyak. Berdasarkan waktu makan,
kebiasaan dibagi menjadi tiga, yaitu sarapan pagi, makan siang, dan makan
malam. Sarapan pagi ialah makan di waktu pagi dengan tujuan untuk persiapan
bekerja. Sarapan pagi biasanya lebih sedikit karena selera makan belum begitu
besar. Makan siang artinya makan di waktu siang dengan tujuan untuk
menghilangkan rasa lapar setelah beraktivitas. Makan siang biasanya paling
11
sering dilakukan sebab pada umumnya aktivitas sejak pagi membuat individu
merasa lapar sehingga selera makan sangat tinggi. Makan malam artinya makan
pada waktu malam dengan tujuan untuk mempersiapkan terjadinya proses
pembakaran untuk menghasilkan energi yang diperlukan pada saat tidur. Karena
dalam keadaan tidur energi tersebut dipergunakan untuk menggerakan paru-paru,
jantung, serta organ tubuh lainnya. Selain itu, terdapat juga kebiasaan makan
camilan, yaitu masakan yang dimakan sepanjang hari tidak terbatas pada waktu,
tempat, dan jumlah yang dimakan. Tujuannya ialah untuk pengurangan rasa
lapar walaupun tidak mutlak, menambah zat-zat yang tidak ada atau kurang
pada makanan utama dan lauk-pauknya, serta sebagai hiburan (Moertjipto,
Rumijah, & Astuti 1993).
Setiap orang dianjurkan makan makanan yang cukup mengandung energi,
agar dapat hidup dan melaksanakan kegiatan sehari-hari, seperti bekerja, belajar,
berolah raga, berekreasi, kegiatan sosial, dan kegiatan yang lain. Kebutuhan
energi dapat dipenuhi dengan mengonsumsi makanan sumber karbohidrat,
protein dan lemak (Soekirman & Atmawikarta 2011). Konsumsi makan yang baik
haruslah beraneka ragam dan terdiri dari sumber karbohidrat, protein (hewani
dan nabati), vitamin, dan mineral.
Dalam mengkaji kebiasaan makan, jenis makanan perlu diperhatikan
karena untuk memenuhi kebutuhan makanan individu, diperlukan pemenuhan
gizi yang seimbang. Makanan yang beragam, bergizi, dan berimbang merupakan
hal yang penting untuk diperhatikan oleh setiap individu dalam melakukan
kebiasaan makannya. Karena tubuh tidak hanya membutuhkan satu jenis
makanan saja. Makanan yang sehat harus mengandung unsur-unsur gizi yang
diperlukan oleh tubuh. Makanan yang beragam dijamin dapat member manfaat
yang lebih besar terhadap kesehatan (Khomsan & Anwar 2008). Pengelompokan
jenis makanan ini diantaranya adalah makanan pokok, lauk-pauk, sayuran, buah-
buahan, dan makanan jcamilan.
Pantangan ialah suatu larangan untuk mengonsumsi jenis makanan
tertentu, karena terdapat ancaman bahaya atau hukuman apabila dilanggar.
Pantangan berdasarkan larangan agama bersifat absolut dan tidak bisa ditawar
lagi oleh penganut agama tersebut. Selain pantangan karena agama, ada juga
pantangan yang sudah diwariskan dari leluhur melalui orang tua dan akan
berlanjut sampai generasi-generasi berikutnya. Individu yang menganut
pantangan ini biasanya percaya bahwa pantangan tersebut dilanggar akan
12
memberikan kerugian yang menurutnya sebagai suatu hukuman (Suhardjo 1989).
Keadaan (status) kesehatan juga sangat memengaruhi kebiasaan makan.
Individu dengan penyakit tertentu biasanya dianjurkan untuk menghindari
beberapa jenis makanan (Khumaidi 1988). Keadaan yang bersifat terpaksa ini
tidak jarang mengakibatkan menurunnya konsumsi zat gizi.
Kebiasaan Makan dan Faktor-faktor Pembentuknya
Kebiasaan makan mulai terbentuk sejak kecil, saat anak berada dalam
lingkungan keluarganya. Akan tetapi perilaku konsumsi tidak hanya dipengaruhi
oleh faktor lingkungan keluarga, masih ada faktor-faktor lain yang
memengaruhinya. Kebiasaan makan ini dapat dipengaruhi oleh faktor internal
dan faktor eksternal. Faktor internal dapat terdiri dari kondisi fisiologis dan
psikologis. Sedangkan faktor eksternal antara lain terdiri dari kondisi sosial
budaya, gaya hidup, perubahan sosial, faktor ekonomi, dan perubahan teknologi.
Setiap individu juga mengalami proses pembelajaran dalam perilaku konsumsi
makan. Hal inilah yang menyebabkan kebiasaan makan seseorang dapat
berubah karena semakin dewasa seseorang maka faktor-faktor yang
memengaruhinya pun semakin banyak dan kompleks.
Menurut Khumaidi (1988), pada dasarnya ada dua faktor yang
memengaruhi kebiasaan makan, yaitu faktor ekstrinsik dan faktor intrinsik.
Kebiasaan makan individu, kelarga, dan masyarakat dipengaruhi oleh faktor
budaya (cara-cara seseorang berfikir, berperasaan, dan berpandangan tentang
makanan), faktor lingkungan sosial (segi kependudukan dengan susunan, strata,
dan sifat-sifatnya), faktor lingkungan ekonomi (daya beli, ketersediaan uang),
lingkungan ekologi (kondisi tanah, iklim, lingkungan biologi, sistem usaha tani,
dan system pasar), faktor ketersediaan bahan makanan (kondisi-kondisi yang
bersifat hasil karya manusia), serta faktor pengembangan teknologi.
Kebiasaan Makan dalam Ruang Lingkup Perkembangan Remaja dan Dewasa Muda
Periode dewasa dikatakan sebagai periode terpanjang dalam siklus
kehidupan. Selama periode dewasa yang panjang ini, perubahan-perubahan fisik
dan psikologis terjadi pada waktu-waktu yang dapat diramalkan seperti masa
kanak-kanak dan masa remaja (Hurlock 1980). Periode dewasa muda
merupakan masa peralihan dari remaja menuju dewasa. Berbagai permasalahan
yang ada pada periode remaja juga dapat terbawa hingga periode dewasa muda
13
ini. Gangguan makan merupakan masalah yang seringkali terlihat pada individu
yang berada pada periode remaja. Gangguan makan adalah suatu hal yang
kompleks, melibatkan keturunan genetis, faktor fisiologis, kognitif, dan
pengalaman yang diperoleh dari lingkungan Tiga gangguan makan yang paling
menonjol adalah anoreksia nervosa, bulimia, dan obesitas (Santrock 2003).
Anoreksia nervosa adalah gangguan makan karenan adanya keinginan
yang keras untuk mendapatkan tubuh yang kurus dengan cara melaparkan diri.
Anoreksia nervosa terutama terjadi pada perempuan selama masa remaja dan
masa dewasa awal. Mereka terus membuat diri mereka kelaparan dan jumlah
lemak di dalam tubuh terus menurun sampai batas minimum, sehingga pada
kondisi ini menstruasi biasanya terhenti. Bulimia merupakan pola makan
berlebihan dan memuntahkannya kembali secara teratur. Faktor-faktor sosial,
psikologis, dan fisiologis diyakini menjadi penyebab gangguan makan ini.
Penderita bulimia terus makan dalam jumlah yang banyak dan kemudian
mengeluarkan dengan memuntahkannya kembali atau dengan menggunakan
obat pencahar. Pada umumnya penderita bulimia adalah perempuan. Penderita
anoreksia dapat mengendalikan diri dalam hal makan, sedangkan bulimia tidak.
Depresi adalah karakteristik yang umum dari penderita bulimia (Santrock 2003).
Obesitas pada remaja melibatkan pengaruh keturunan genetis,
mekanisme fisiologis, faktor kognitif, dan pengaruh lingkungan. Pengaruh pola
makan barat yang tinggi kalori dan rendah serat serta peningkatan teknologi
merubah gaya hidup yang tanpa perlu banyak aktivitas tubuh yang menjadi
penyebab masalah gizi lebih (Adiningsih 2003). Para pekerja medis dan psikolog
semakin memilik keprihatinan terhadap bahaya kesehatan yang diakibatkan oleh
obesitas. Pola makan yang terbentuk di masa kanak-kanak dan remaja sangat
berhubungan dengan obesitas di masa dewasa, sebesar 80 persen remaja yang
mengalami obesitas akan terus menjadi orang dewasa yang juga mengalami
obesitas (Santrock 2003). Hal ini menunjukkan bahwa gangguan-gangguan
makan yang terbentuk saat remaja akan terus berlanjut sampai dewasa dan akan
sulit untuk disembuhkan.
15
KERANGKA PEMIKIRAN
Gaya hidup merupakan aktivitas, minat, dan pendapat individu dalam
kehidupan sehari-hari yang diukur menggunakan teknik psikografik. Berbagai
faktor dapat memengaruhi terbentuknya gaya hidup seorang individu, baik faktor
internal maupun faktor eksternal. Fakor internal yang memengaruhi gaya hidup
berasal dari karakteristik individu itu sendiri, yaitu usia, jenis kelamin, urutan
kelahiran, suku bangsa, pendidikan, pendapatan, dan agama. Sementara itu
karakteristik keluarga, pola asuh makan, dan kelompok acuan adalah faktor
eksternal yang diteliti dalam penelitian ini. Karakteristik keluarga yang diteliti
meliputi pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, pendapatan orang tua, dan
besar keluarga.
Teori psikografik merupakan konsep yang digunakan untuk mengukur
gaya hidup. Aktivitas, minat, dan opini seorang individu dilihat untuk menentukan
gaya hidupnya. Selanjutnya gaya hidup tersebut akan memengaruhi kebiasaan
makan karena diduga aktivitas, minat, dan opini seseorang akan memengaruhi
frekuensi makan; kebiasaan sarapan, makan siang, makan malam, dan makan
camilan; tempat individu mengonsumsi makanannya; pertimbangan dalam
memillih makanan; makanan pantangan; cara memperoleh makanan; dan
frekuensi konsumsi individu berdasarkan kelompok makanan. Individu dengan
gaya hidup yang berbeda juga diduga memiliki kebiasaan makan yang berbeda
pula. Selain gaya hidup, faktor internal dan eksternal juga diduga akan
memengaruhi kebiasaan makan. Secara lengkap kerangka pemikiran pengaruh
gaya hidup terhadap kebiasaan makan mahasiswa dapat dilihat pada Gambar 2.
16
Gambar 2 Kerangka pemikiran penelitian “pengaruh gaya hidup terhadap kebiasaan makan mahasiswa”
Faktor Internal - usia - jenis kelamin - urutan kelahiran - lama kuliah - suku bangsa - agama - uang saku
Faktor Eksternal - karakteristik keluarga - pola asuh makan - kelompok rujukan
Gaya Hidup - aktivitas - minat
- opini
Kebiasaan Makan - Frekuensi makan - Kebiasaan sarapan, makan siang,
makan malam, dan makan camilan - Tempat makan - Makanan pantangan - Pertimbangan dalam memilih makanan - Cara memperoleh makanan - Frekuensi konsumsi berdasarkan
kelompok makanan
17
METODE PENELITIAN
Desain, Lokasi dan Waktu
Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study, yaitu penelitian
yang dilakukan pada kurun waktu tertentu dan tidak berkelanjutan. Institut
Pertanian Bogor (IPB) dipilih secara purposive sebagai tempat penelitian dengan
pertimbangan bahwa IPB merupakan kampus yang memiliki mahasiswa
terbanyak di Bogor. Pengambilan data berlangsung sejak akhir bulan September
hingga akhir bulan Oktober 2011.
Teknik Pengambilan Contoh
Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa mayor minor IPB Tahun
Ajaran 2011/2012 yang terdiri dari mahasiswa semester tiga, lima, dan tujuh.
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) terpilih sebagai
tempat dilakukannya penelitian dengan pengambilan contoh secara acak fakultas
yang ada di IPB. Selanjutnya empat departemen di FMIPA terpilih secara acak
dari delapan departemen yang ada dan terpilihlah Departemen Statistik, Biologi,
Fisika, dan Biokimia.
Jumlah contoh yang diambil untuk penelitian ini ditentukan dengan
menggunakan rumus Slovin seperti berikut (Umar 2000):
keterangan:
n = jumlah contoh yang diambil N = jumlah populasi e = taraf nyata 0,09
Perhitungan menggunakan rumus Slovin tersebut menghasilkan jumlah
mahasiswa yang menjadi contoh penelitian minimal sebesar 117 orang. Namun
dalam penelitian ini mahasiswa yang dilibatkan sebagai contoh penelitian
berjumlah 120 orang. Selanjutnya, pengambilan contoh dilakukan melalui metode
cluster random sampling dengan proporsi 30 contoh pada setiap departemen
yang terpilih. Contoh selanjutnya akan disebut dengan mahasiswa. Skema
pengambilan contoh pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3.
contoh
18
Gambar 3. Skema cara penarikan contoh
Jenis dan Cara Pengumpulan Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan
data sekunder. Data primer dikumpulkan melalui kuesioner yang terdiri dari
variabel-variabel penelitian sebagai berikut:
1. Faktor internal
Faktor internal contoh dalam penelitian ini meliputi usia, jenis kelamin,
urutan dalam keluarga, departemen, fakultas, lama kuliah, asal daerah, suku
bangsa, uang saku, dan sumber uang saku. Seluruh faktor internal ini
ditanyakan dalam bentuk pertanyaan terbuka, sehingga contoh dapat
mengisi langsung sesuai dengan karakteristiknya masing-masing.
2. Faktor eksternal
Faktor eksternal contoh dalam penellitian ini adalah karakteristik
keluarga, pola asuh makan, dan kelompok acuan. Karakteristik keluarga
yang dilihat adalah pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, pendapatan
orang tua, dan besar keluarga. Seperti halnya faktor internal, karakteristik
keluarga juga ditanyakan pada contoh melalui pertanyaan terbuka.
Pola asuh makan diukur melalui 15 pertanyaan yang berkaitan dengan
kebiasaan makan yang dilakukan ketika contoh berada di lingkungan
keluarga. Instrumen ini memiliki empat pilihan jawaban, yaitu tidak pernah
(skor 0), jarang (skor 1), sering (skor 2) dan selalu (skor 3). Hasil uji
reliabilitas menunjukkan bahwa intrumen pola asuh makan ini sudah dapat
dikatakan reliabel dengan nilai cronbach alpha sebesar 0,678.
Kelompok acuan diukur melalui sepuluh pernyataan terkait dengan
proses konsumsi contoh. Contoh diminta memilih kelompok acuan yang
IPB ( 12.832 orang )
FMIPA (1938 orang)
Statistika (278 orang)
Biologi (365 orang)
Fisika (202 orang)
Biokimia 263 orang)
n=30 n=30 n=30 n=30
acak sederhana
acak sederhana
cluster random sampling
19
paling dijadikan referensi pada setiap pernyataan yang diajukan. Contoh
juga boleh memilih lebih dari satu kelompok acuan dalam setiap pernyataan.
3. Gaya hidup
Gaya hidup contoh diukur menggunakan konsep psikografik,
berhubungan dengan sifat atau ciri pribadi (psyco) dan profil (graphics).
Pengukuran ini mengacu pada pengukuran kegiatan, minat, dan opini
(Activities, Interest, dan Opinion) yang biasa disebut dengan AIO inventories
(Engel, Blackwell, dan Miniard 1994). Instrumen yang digunakan merupakan
hasil pengembangan peneliti dari Mowen dan Minor (1998). Terdapat 44
pernyataan untuk mengukur gaya hidup ini yang terdiri dari 15 pernyataan
untuk activities, 14 pernyataan untuk interest, dan 15 pernyataan untuk
opinion. Jawaban untuk pernyataan dalam instrumen ini terdiri dari lima
pilihan jawaban, yaitu sangat tidak setuju (STS), tidak setuju (TS), cukup
setuju (CS), setuju (S), dan sangat setuju (SS). Skor yang diberikan untuk
masing-masing pilihan jawaban adalah satu untuk jawaban sangat tidak
setuju, dua untuk jawaban tidak setuju, tiga untuk jawaban cukup setuju,
empat untuk jawaban setuju, dan lima untuk jawaban sangat setuju. Nilai
cronbach alpha sebesar 0,623 diperoleh setelah dilakukan uji reliabilitas.
4. Kebiasaan makan
Kebiasaan makan yang diukur dalam penelitian ini adalah frekuensi
makan; kebiasaan sarapan, makan siang, makan malam, dan makan
camilan; tempat individu mengonsumsi makanannya; pertimbangan dalam
memillih makanan; makanan pantangan; cara memperoleh makanan; dan
frekuensi konsumsi individu berdasarkan kelompok makanan. Variabel-
variabel tersebut dikur dengan cara yang berbeda-beda.
Contoh diberi empat pilihan dalam menjawab frekuensi makan dalam
sehari. Pilihan tersebut adalah satu kali, dua kali, tiga kali, atau yang lainnya.
Pilihan lainnya diisi oleh contoh yang memiliki frekuensi makan yang tidak
tentu dalam sehari. Contoh juga diminta menyebutkan alasan sesuai dengan
frekuensi makannya dalam sehari.
Kebiasaan sarapan pagi, makan siang, makan malam, dan makan
camilan serta makanan pantangan diukur melalui pernyataan “ya rutin
dilakukan” dan “tidak rutin dilakukan”. Contoh diminta memilih pernyataan
yang sesuai dengan kebiasaan mereka beserta alasannya. Selain itu contoh
juga diminta menyebutkan tempat yang biasanya dipilih untuk melakukan
20
kebiasaan makannya sesuai waktu makan (sarapan, makan siang, makan
malam, dan makan camilan) beserta alasannya.
Pertimbangan dalam memilih makanan diukur melalui sepuluh
komponen. Pilihan jawaban untuk pertimbangan memilih makanan ini terdiri
dari tidak pernah (skor 0), jarang (skor 1), sering (skor 2), dan selalu (skor 3).
Nilai cronbach alpha sebesar 0,684 diperoleh setelah dilakukan uji reliabilitas.
Cara memperoleh makanan terbagi menjadi tiga, yaitu memasak sendiri,
masakan dari rumah, dan membeli matang. Jawaban untuk cara
memperoleh makanan terdiri dari tidak pernah, jarang, sering, dan selalu.
Contoh juga diminta menuliskan alasan terkait cara memperoleh
makanannya.
Frekuensi konsumsi berdasarkan kelompok makanan dilihat
berdasarkan kelompok makanan pokok, sayur-mayur, lauk-pauk, buah, dan
makanan camilan. Frekuensi yang dapat dipilih oleh contoh, yaitu tidak
pernah (skor 0), kurang dari satu kali seminggu (skor 1), kurang dari tiga kali
seminggu (skor 10), tiga kali seminggu (skor 15), satu kali sehari (skor 25),
dan lebih dari satu kali sehari (skor 50).
Data sekunder diperoleh dari direktorat Administrasi dan Pendidikan
mengenai data jumlah mahasiswa IPB dan nilai Indeks Prestasi Kumulatif
(IPK) contoh. Selain itu, digunakan juga literatur-literatur berupa buku, artikel,
jurnal, internet, yang dikeluarkan oleh lembaga-lembaga terkait serta bahan
pustaka yang diambil dari hasil penelitian sebelumnya. Jenis variabel yang
dikumpulkan dalam penelitian ini diperlihatkan pada Tabel 3.
Tabel 3 Jenis variabel yang dikumpulkan
Variabel Jenis data
mentah Dasar pengkategorian Pengkategorian
Faktor Internal Contoh
Usia Rasio Papalia, Olds, dan Feldman
(2008) Remaja (13-19 th) Dewasa muda (18-40 th)
Jenis kelamin Nominal - [0] Laki-laki [1] Perempuan
Urutan kelahiran
Ordinal
Data yang diperoleh merupakan urutan anak dalam keluarga, kemudian data tersebut dikelompokkan menjadi tiga kategori.
Anak sulung Anak bungsu Anak tunggal atau berada diantara anak sulung dan bungsu
Lama kuliah Rasio
Lama kuliah contoh diukur berdasarkan bulan dan dihitung sejak awal kuliah contoh hingga penelitian ini dilakukan.
14 dan15 bln (Semester 3) 26 dan 27 bln (Semester 5) 38 dan 39 bln (Semester 7)
21
Variabel Jenis data
mentah Dasar pengkategorian Pengkategorian
Suku bangsa
Nominal -
[1] Sunda [2] Jawa [3] Betawi [4] Batak [5] Minang [6] Melayu [7] Bali [8] Bima/Sasak/Rote [8] Bugis/Gorontalo [9] Lainnya
Uang saku Rasio
Data mentah jumlah uang saku berbentuk data rasio yang selanjutnya dikategorikan berdasarkan kelas interval dari rata-rata uang saku contoh.
[1] ≤Rp500.000,00 [2] Rp500.001,00-
Rp1.000.000,00 [3] ≥Rp1.000.001,00
Sumber uang saku
Nominal -
[1] Orang tua [2] Saudara [3] Beasiswa [4] Bekerja [5] Orang tua dan lainnya [6] Beasiswa dan lainnya
Faktor Eksternal Contoh
Usia orang tua Rasio Papalia, Olds, dan Feldman
(2008)
Dewasa muda (20-40) Dewasa madya (41-65) Dewasa lanjut (>65)
Pendidikan orang tua
Ordinal -
[1] Tidak tamat SD [2] SD [3] SMP [4] SMA [5] Diploma/Akademi [6] S1/S2/S3
Pekerjaan orang tua
Nominal -
[1] Tidak bekerja [2] PNS [3] Pegawai swasta [4] Wirausaha [5] Guru/dosen [6] TNI/ POLRI [7] Pedagang/buruh [8] Pensiunan [9] Lainnya
Pendapatan orang tua
Rasio
Data mentah jumlah pendapatan ayah dan ibu berbentuk data rasio yang kemudian dijumlahkan sehingga menjadi pundapatan keluarga. Selanjutnya, pendapatan orang tua dikategorikan berdasarkan kelas interval dari rata-rata pendapatan orang tua contoh.
[0] tidak memiliki pendapatan
[1] ≤ Rp2.900.000,00 [2] Rp2.900.001,00-
Rp5.800.000,00 [3] Rp5.800.001,00-
Rp8.700.000,00 [4] Rp8.700.001,00-
Rp11.600.000,00 [5] ≥ Rp11.600.001,00
Besar keluarga Rasio BKKBN (1980) [1] Keluarga kecil (≤4 org) [2] Keluarga sedang (5-7org) [3] Keluarga besar (≥8org)
Tabel 3 Jenis variabel yang dikumpulkan (Lanjutan)
22
Variabel Jenis data
mentah Dasar pengkategorian Pengkategorian
Kelompok acuan
Nominal -
[1] Teman [2] Keluarga [3] Iklan atau selebriti [4] Televisi [5] Internet [6] Media cetak [7] Ahli kesehatan/dosen [8] Lainnya
Pola asuh makan
Ordinal Ulfah dan Latifah (2007) [1] Kurang (<60%) [2] Sedang (60-80%) [3] Baik (>80%)
Gaya Hidup
Gaya hidup Ordinal
Gaya hidup contoh diperoleh dari hasil pengelompokan dari hasil uji analisis cluster yang kemudian diberi nama sesuai dengan cirri-ciri setiap cluster yang terbentuk.
[1] Gaya hidup berorientasi pendidikan
[2] Gaya hidup berorientasi hiburan dan kesehatan
Kebiasaan Makan Contoh
Frekuensi makan
Rasio
-
tidak tentu 1 kali 2 kali 3 kali
Kebiasaan sarapan, makan siang, makan malam, dan makan camilan
Nominal - [1] Ya, rutin dilakukan [0] Tidak rutin dilakukan
Tempat makan Nominal -
[1] Rumah [2] Indekos/kontrakan [3] Kantin/warung makan [4] Asrama
Pertimbangan dalam memilih makanan
Ordinal -
Tidak pernah Kadang-kadang Sering Selalu
Makanan pantangan
Nominal - Agama Kesehatan Adat
Cara memperoleh makanan
Nominal - Memasak sendiri Makanan dari rumah Membeli makanan matang
Frekuensi konsumsi berdasarkan kelompok makanan
Rasio Suhardjo (1989)
[skor 0] Tidak pernah [skor 1] < 1 kali seminggu [skor 10] < 3 kali seminggu [skor 15] 3 kali seminggu [skor 25] 1 kali sehari [skor 50] > 1 kali sehari
Tabel 3 Jenis variabel yang dikumpulkan (Lanjutan)
23
Pengolahan dan Analisis Data
Data yang diperoleh diolah melalui proses mengedit, mengodekan,
memasukkan ke dalam program, dan menganalisis. Pengolahan data dilakukan
dengan menggunakan program Microsoft Office Exel dan SPSS. Data dan
informasi yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif, uji
reliabilitas, analisis cluster dan uji regresi logistik.
Analisis deskriptif yang digunakan meliputi frekuensi distribusi, ukuran
sebaran serta grafik dan tabulasi silang. Analisis deskriptif ini digunakan untuk
mengidentifikasi faktor internal contoh (usia, jenis kelamin, urutan kelahiran
dalam keluarga, lama kuliah, asal daerah, suku bangsa, uang saku, dan sumber
uang saku), faktor eksternall contoh (karakteristik keluarga, pola asuh makan,
dan kelompok acuan), dan kebiasaan makan contoh (frekuensi makan;
kebiasaan sarapan, makan siang, makan malam, dan makan camilan; tempat
makan; pertimbangan dalam memilih makanan; makanan pantangan; cara
memperoleh makanan; dan frekuensi konsumsi berdasarkan kelompok
makanan).
Gaya hidup contoh dianalisis menggunakan analisis cluster yang
bertujuan untuk mengklasifikasikan objek-objek menjadi beberapa gerombol
berdasarkan ukuran kemiripan atau ciri-ciri umum antar objek, sehingga objek-
objek yang berada dalam gerombol yang sama memiliki kemiripan yang lebih
besar dibandingkan dengan objek pada gerombol yang berbeda. Analisis cluster
yang digunakan dalam penelitian ini adalah K-Mean Cluster, yaitu analisis
statistik yang berguna untuk mengelompokan sejumlah objek ke dalam jumlah
kelompok yang sudah ditentukan terlebih dahulu (Santoso 2010). Analisis ini
sangat efektif dan efisien jika digunakan untuk mengelompokkan objek yang
berjumlah besar. K-Mean Cluster ini digunakan untuk objek yang berjumlah lebih
dari 100 (Suseno 2009).
Pengaruh faktor internal dan eksternal terhadap gaya hidup serta
pengaruh faktor internal, faktor eksternal, dan gaya hidup terhadap kebiasaan
makan dianalisis menggunakan uji regresi logistik. Analisis regresi logistik adalah
salah satu bentuk analisis data dengan menggunakan teknik regresi yang dapat
diaplikasikan ketika akan mengetahui hubungan antara variabel dependen
dengan satu atau lebih variabel independen dan variabel dependen berbentuk
kategorikal. Dalam penelitian ini, terdapat dua model regresi logistik untuk gaya
24
hidup dan lima model untuk kebiasaan makan. Model regresi untuk pengaruh
faktor internal dan eksternal terhadap gaya hidup memiliki variabel independen
(xi) yang tetap dengan variabel dependen (y) yang tidak sama. Variabel
dependen tersebut (y) adalah 1= gaya hidup berorientasi pendidikan , 0= gaya
hidup berorientasi hiburan dan kesehatan
Keterangan:
p = Peluang untuk gaya hidup α = Konstanta β1-5 = Koefisien regresi
X1 = Usia (th)
X2 = Jumlah uang saku (Rp)
X3 = Usia ibu (th)
X4 = Jumlah anggota keluarga (org)
X5 = Pola asuh makan (skor %)
X6 = Kelompok acuan teman (skor)
X7 = Kelompok acuan televisi (skor)
γ1-3 = Koefisien dummy
D1 = Jenis kelamin (1= perempuan , 0=laki-laki)
D2 = Suku bangsa (1= Jawa , 0= lainnya)
D3 = Pekerjaan ibu (1= bekerja , 0= tidak bekerja)
ε = Error
Model regresi untuk kebiasaan makan juga memiliki variabel independen
(xi) yang tetap dengan variabel dependent (yi) yang tidak sama. Variabel
dependen yang pertama (y1) adalah frekuensi makan yang dilihat dari kebiasaan
makan tiga kali sehari (1= makan tiga kali sehari, 0= tidak makan tiga kali sehari).
Variabel dependen kedua (y2) adalah kebiasaan sarapan (1= rutin sarapan/
hampir setiap hari sarapan, 0= tidak rutin sarapan). Variabel ketiga (y3) adalah
kebiasaan makan siang (1= rutin makan siang, 0= tidak rutin makan siang).
Variabel keempat (y4) adalah kebiasaan makan malam (1= rutin makan malam,
0= tidak rutin makan malam). Variabel terakhir (y5) adalah kebiasaan makan
camilan (1= rutin makan camilan, 0= tidak rutin makan camilan).
= α + β1X1 + β2X2 + β3X3 + β4X4 + β5X5 + β6X6 +β7X7 + γ1D1 + γ2D2 +
γ3D3 + ε
= α + β1X1 + β2X2 + β3X3 + β4X4 + β5X5 + β6X6 +β8X8 + γ1D1+ γ2D2
+γ3D3 + ε
25
Keterangan:
p = Peluang untuk kebiasaan makan α = Konstanta β1-5 = Koefisien regresi
X1 = Usia (th)
X2 = Jumlah uang saku (Rp)
X3 = Usia ayah (th)
X4 = Pola asuh makan (skor %)
X5 = Kelompok acuan teman (skor)
X6 = Kelompok acuan keluarga (skor)
γ1-3 = Koefisien dummy
D1 = Jenis kelamin (1= perempuan , 0=laki-laki)
D2 = Pekerjaan ibu (1= bekerja , 0= tidak bekerja)
D3 = Gaya hidup (1= gaya hidup berorientasi pendidikan , 0= gaya hidup berorientasi
hiburan dan kesehatan) ε = Error
Definisi Operasional
Contoh adalah mahasiswa mayor-minor Institut Pertanian Bogor, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam yang masih aktif mulai dari
semester 3 sampai semester 7 pada tahun ajaran 2011/2012
Faktor internal adalah ciri-ciri yang berasal dari dalam diri mahasiswa yang
meliputi usia, jenis kelamin, urutan anak, departemen, fakultas, lama
kuliah, asal daerah, suku bangsa, uang saku, dan sumber uang saku
Usia adalah lama hidup mahasiswa yang dinyatakan dalam tahun.
Lama kuliah adalah lamanya studi yang sudah ditempuh mahasiswa
dan dinyatakan dalam bulan.
Urutan anak adalah urutan mahasiswa dalam keluarga, yaitu sebagai
anak sulung, bungsu, atau yang lainnya.
Suku bangsa adalah suku bangsa asal mahasiswa.
Uang saku adalah pendapatan yang diperoleh mahasiswa setiap
bulan yang terdiri dari uang saku utama dan uang saku tambahan.
Sumber uang saku adalah sumber yang memberikan pendapatan
untuk mahasiswa, baik uang saku utama maupun uang saku
tambahan. Sumber uang saku ini dapat berasal dari orang tua,
saudara, beasiswa, bekerja, dan sumber yang lainnya.
26
Faktor eksternal adalah ciri-ciri yang berasal dari luar diri mahasiswa yang
meliputi karakteristik keluarga, pola asuh makan, dan kelompok acuan.
Karakteristik keluarga terdiri dari pendidikan orang tua, pekerjaan
orang tua, dan besar keluarga mahasiswa.
Pendidikan orang tua tingkat pendidikan terakhir yang ditempuh oleh
orang tua mahasiswa. Tingkat pendidikan ini dikelompokkan mulai
dari tidak tamat SD sampai perguruan tinggi.
Pekerjaan orang tua adalah kegiatan atau aktivitas orang tua
mahasiswa yang dapat memberikan penghasilan bagi dirinya.
Pendapatan orang tua adalah jumlah uang yang diperoleh oleh orang
tua mahasiswa setiap bulan dari pekerjaan yang dilakukannya.
Besar keluarga adalah jumlah anggota keluarga mahasiswa yang
dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu keluarga kecil (≤ 4 orang),
keluarga sedang (5-7 orang), dan keluarga besar (≥ 8 orang).
Pola asuh makan adalah pola perilaku makan yang diterapkan atau
dibiasakan oleh keluarga mahasiswa ketika mahasiswa berada di
lingkungan keluarga.
Kelompok acuan adalah individu, sekelompok individu, atau media
yang dipercaya oleh mahasiswa untuk menjadi referensi ketika
mahasiswa akan melakukan suatu proses konsumsi. Kelompok
acuan ini dapat terdiri dari teman, keluarga, media, dan lain-lain.
Gaya hidup adalah kegiatan, minat, dan pendapat mahasiswa dalam kehidupan
sehari-hari yang diukur menggunakan teknik psikografik.
Kebiasaan makan adalah perilaku berulang-ulang yang meliputi frekuensi
makan; kebiasaan sarapan, makan siang, makan malam, dan maka
camilan; tempat individu mengonsumsi makanannya; pertimbangan
dalam memillih makanan; makanan pantangan; cara memperoleh
makanan; dan frekuensi konsumsi individu berdasarkan kelompok
makanan.
Frekuensi makan adalah jumlah berapa kali mahasiswa makan dalam
satu hari.
Tempat makan adalah tempat yang dipilih seseorang untuk
mengkonsumsi makanannya. Tempat makan ini dapat di rumah
atau indekos, kantin dalam kampus, warung makan, maupun
tempat lain.
27
Pertimbangan dalam memilih makanan adalah hal-hal yang
diperhatikan mahasiswa sebelum mengonsumsi makanan.
Makanan pantangan adalah makanan atau minuman yang tidak
dikonsumsi mahasiswa karena alasan, agama, kesehatan, dan adat.
Cara memperoleh makanan adalah cara seseorang untuk
mendapatkan makanan yang akan dikonsumsinya. Hal ini bisa
dilakukan dengan cara memasak sendiri, membeli di tempat lain,
atau cara lain yang biasanya dilakukan seseorang.
Frekuensi konsumsi berdasarkan kelompok makanan adalah
seberapa sering mahasiswa mengonsumsi makanan yang
dikelompokan menjadi makanan pokok, lauk-pauk, sayuran, buah-
buahan, dan camilan.
29
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Faktor Internal
Usia. Usia mahasiswa dalam penelitian ini berksar antara 18-22 tahun
Rata-rata usia mahasiswa sebesar 19,8 tahun dan standar deviasi sebesar 1,0
tahun. Rata-rata usia mahasiswa perempuan (19,7 ± 0,9 tahun) relatif lebih
rendah daripada rata-rata usia mahasiswa laki-laki (20,1 tahun ± 1,1 tahun). Usia
mahasiswa ini termasuk ke dalam periode remaja dan dewasa muda (Papalia,
Old, & Feldman 2008).
Jenis Kelamin. Pada penelitian ini, mahasiswa yang berjenis kelamin
perempuan (58,3%) lebih banyak daripada mahasiswa yang berjenis kelamin
laki-laki (41,7%). Hal ini sejalan dengan data jumlah mahasiswa IPB tahun 2011,
yaitu mahasiswa perempuan (60,2%) lebih banyak dibandingkan dengan laki-
laki (39,8%)
Urutan Kelahiran. Berdasarkan urutan kelahiran, mahasiswa dapat
dibedakan menjadi anak sulung, anak bungsu, dan lainnya. Mahasiswa yang
termasuk kategori lainnya adalah mahasiswa yang merupakan anak tunggal atau
berada pada urutan antara anak sulung dan anak bungsu. Pada penelitian ini,
proporsi terbesar mahasiswa ada pada urutan anak sulung, yaitu sebesar 45,8
persen, sedangkan proporsi terkecil berada pada urutan anak bungsu, yaitu
sebesar 18,3 persen.
Lama Kuliah. Dilihat dari lama kuliah (bulan), lama kuliah mahasiswa
berkisar antara 14-27 bulan. Rata-rata lama kuliah mahasiswa 26,5 bulan dan
standar deviasi sebesar 9,8 bulan.
Asal Daerah. Proporsi terbesar mahasiswa dalam penelitian ini berasal
dari daerah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek).
Sementara itu, sebesar 15,8 persen mahasiswa berasal dari kota yang berada di
Jawa Barat selain Bogor, Depok, dan Bekasi. Mahasiswa dalam penelitian ini
tidak hanya berasal dari Pulau Jawa, tetapi juga berasal dari daerah lain yang
ada di luar Pulau Jawa (Gambar 4). Hal ini membuktikan bahwa mahasiswa IPB
berasal dari berbagai daerah yang ada di Indonesia.
30
Gambar 4 Sebaran mahasiswa berdasarkan asal daerah
Suku Bangsa. Berdasarkan hasil penelitian, mahasiswa berasal dari
berbagai macam suku yang ada di Indonesia. Hal ini membuktikan bahwa
mahasiswa IPB memiliki latar belakang budaya yang sangat beragam. Jumlah
mahasiswa terbanyak dalam penelitian ini berasal dari suku Jawa dan Sunda.
Sekitar empat dari sepuluh mahasiswa berasal dari suku Jawa dan tiga dari
sepuluh mahasiswa berasal dari suku Sunda. Suku bangsa lainnya adalah
mahasiswa yang berasal dari suku campuran, seperti Bali-Etnis, Jawa-Sunda,
Jawa-Betawi, Melayu-Sunda, dan lain-lain.
Gambar 5 Sebaran mahasiswa berdasarkan suku bangsa
31
Agama. Hampir seluruh mahasiswa dalam penelitian ini menganut
agama Islam. Selain Islam, agama lain yang dianut oleh mahasiswa adalah
Kristen dan Hindu (Gambar 6).
Gambar 6 Sebaran mahasiswa berdasarkan agama
Uang Saku. Uang saku merupakan sumber pendapatan bagi mahasiswa.
Rata-rata uang saku mahasiswa setiap bulannya adalah Rp811.316,67 dengan
standar deviasi Rp293.283,29 dan berada pada rentang Rp250.000,00 sampai
Rp1.750.000,00. Tabel 3 menunjukkan bahwa proporsi terbesar mahasiswa
berada pada uang saku yang berkisar pada rentang Rp500.001,00-
Rp1.000.000,00 per bulan.
Uang saku mahasiswa terdiri dari uang saku utama dan uang saku
tambahan. Rata-rata uang saku utama mahasiswa setiap bulan adalah
Rp688.816,67 dengan standar deviasi Rp268.246.03 dan berada pada rentang
Rp250.000,00-Rp1.658.000,00. Uang saku tambahan berfungsi menambah uang
saku utama mahasiswa untuk memenuhi kebutuhannya. Tetapi tidak semua
mahasiswa memiliki uang saku tambahan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
separuh mahasiswa tidak memiliki uang saku tambahan dan memenuhi
kebutuhannya dengan menggunakan uang saku utama saja. Uang saku
tambahan mahasiswa berada pada rentang Rp50.000,00-Rp500.000,00 per
bulan. Rata-rata uang saku tambahan mahasiswa adalah Rp253.448,30 dengan
standar deviasi Rp123.460,70.
Tabel 3 Sebaran mahasiswa berdasarkan uang saku
Uang saku total (per bulan) n %
≤ Rp500.000 24 20,0 Rp500.001 – Rp1.000.000 77 64,2 ≥ Rp1.000.001 19 15,8
Total 120 100,0
32
Mahasiswa dalam penelitian ini mendapatkan uang saku dari sumber
yang beragam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar uang saku
utama mahasiswa berasal dari orang tua. Sumber yang lain berasal dari saudara,
beasiswa, dan bekerja. Walaupun sebagian besar mahasiswa mendapatkan
uang saku utama dari orang tua, ternyata ada satu orang mahasiswa yang
mendapatkan uang saku utama dari hasil bekerja (mengajar les).
Sama seperti uang saku utama, uang saku tambahan mahasiswa juga
berasal dari berbagai sumber. Sumber uang saku tambahan terbesar adalah
beasiswa. Sebanyak dua dari lima mahasiswa dalam penelitian ini mendapatkan
uang tambahan dari beasiswa yang diterimanya. Sumber uang saku tambahan
mahasiswa yang lain diantaranya adalah orang tua, bekerja, dan saudara. Selain
itu, Tabel 4 juga menunjukan bahwa terdapat mahasiswa yang memperoleh uang
saku utamanya lebih dari satu sumber, baik untuk uang saku utama maupun
uang saku tambahan.
Tabel 4 Sebaran mahasiswa berdasarkan sumber uang saku
Sumber uang saku Uang saku
utama Uang saku tambahan
n % n %
Orang tua 101 84,2 14 24,1 Saudara 2 1,7 6 10,3 Beasiswa 7 5,8 25 43,1 Bekerja 1 0,8 9 15,5 Orang tua dan lainnya 6 5,0 2 3,4 Beasiswa dan lainnya 3 2,5 2 3,4
Total 120 100,0 58 100,0
Faktor Eksternal
Karakteristik Keluarga. Usia orang tua mahasiswa secara keseluruhan
termasuk dalam kategori dewasa. Berdasarkan hasil penelitian, hampir seluruh
usia ayah maupun ibu mahasiswa termasuk pada kategori dewasa madya. Tidak
ada ibu yang termasuk pada usia dewasa lanjut, sedangkan ada satu orang ayah
mahasiswa termasuk pada kategori dewasa lanjut. Usia ayah mahasiswa berada
pada rentang 44-59 tahun dengan rata-rata 50,1 tahun dan standar deviasi 4,9
tahun. Usia ibu berada pada rentang 39-53 tahun dengan rata-rata 46,5 tahun
dan standar deviasi 4,1 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata usia ibu
mahasiswa lebih muda daripada usia ayah mahasiswa (Tabel 5).
33
Tabel 5 Sebaran mahasiswa berdasarkan usia orang tua Keterangan: *sebanyak delapan orang ayah mahasiswa telah meninggal dunia
Tingkat pendidikan orang tua yang diukur dalam penelitian ini adalah
tingkat pendidikan formal terakhir yang ditempuh oleh orang tua mahasiswa.
Pendidikan tertinggi yang ditempuh oleh orang tua mahasiswa adalah perguruan
tinggi (S1/S2/S3) dan tidak ada satu orang pun orang tua mahasiswa yang tidak
menamatkan pendidikannya dari Sekolah Dasar (SD). Proporsi terbesar
pendidikan ayah mahasiswa berada pada tingkat perguruan tinggi, sedangkan
proporsi terbesar pendidikan ibu mahasiswa berada pada tingkat SMA/sederajat.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendidikan orang tua mahasiswa dalam
penelitian ini sudah relatif baik (Tabel 6).
Tabel 6 Sebaran mahasiswa berdasarkan pendidikan orang tua
Pekerjaan yang dilakukan orang tua mahasiswa merupakan kegiatan
yang menjadi sumber pendapatan orang tua mahasiswa untuk memenuhi
kebutuhan hidup keluarganya. Pekerjaan ini beragam jenisnya, mulai dari
pegawai negeri, pegawai swasta, guru, dan pekerjaan lainnya. Pekerjaan ayah
mahasiswa lebih didominasi oleh Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan pegawai
swasta. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa hampir seluruh ayah
mahasiswa memiliki pekerjaan, akan tetapi ada tiga orang ayah mahasiswa tidak
memiliki pekerjaan karena terkendala oleh masalah kesehatan.
Kelompok Usia Orangtua (th) Ayah Ibu
n % n %
Dewasa muda (20-40) 3 2,7 9 7,5
Dewasa madya (41-65) 108 96,4 111 92,5
Dewasa lanjut (>65) 1 0,9 0 0
Total 112* 100,0 120 100,0
Pendidikan Ayah Ibu
n % n %
Tidak tamat SD 0 0 0 0 SD 5 4,5 18 15,0 SMP/sederajat 10 8,9 9 7,5 SMA/sederajat 39 34,8 46 38,3 Diploma/akademi 10 8,9 15 12,5 Perguruan tinggi (S1/S2/S3) 48 42,9 32 26,7
Total 112 100,0 120 100,0
34
Berbeda dengan pekerjaan ayah mahasiswa yang didominasi oleh PNS,
pekerjaan ibu mahasiswa lebih didominasi oleh ibu rumah tangga (tidak bekerja).
Pekerjaan lain yang dimiliki oleh ibu mahasiswa diantaranya adalah PNS, guru
atau dosen, dan pegawai swasta. Tabel 7 juga menunjukkan bahwa ada ibu
mahasiswa yang bekerja sebagai dokter/perawat/analis, tetapi tidak ada ibu
mahasiswa yang bekerja sebagai TNI/POLRI, pedagang/buruh, dan pensiunan.
Tabel 7 Sebaran mahasiswa berdasarkan pekerjaan orang tua
Pendapatan orang tua mahasiswa berkisar antara Rp500.000,00 hingga
Rp15.000.000,00. Tetapi ada pula dua keluarga mahasiswa yang sama sekali
tidak memiliki pendapatan. Hal ini dikarenakan oleh ayah mahasiswa yang sudah
meninggal dan ibu mahasiswa yang tidak bekerja. Rata-rata pendapatan orang
tua mahasiswa setiap bulan adalah Rp3.525.432,00 dengan standar deviasi
Rp2.451.786,00. Proporsi terbesar pendapatan orang tua mahasiswa berada
pada rentang kurang dari sama dengan Rp2.900.000,00 per bulan dan hanya
ada satu keluarga mahasiswa yang memiliki pendapatan pada rentang lebih dari
Rp11.600.000,00 per bulan (Tabel 8). Pendapatan orang tua tertinggi ini dimiliki
oleh mahasiswa dengan ayah yang bekerja sebagai pegawai swasta dan ibu
tidak bekerja.
Tabel 8 Sebaran mahasiswa berdasarkan pendapatan orang tua
Jenis pekerjaan Ayah Ibu
n % n %
Tidak bekerja 3 2.7 71 59.2 PNS 29 25,9 21 17.5 Pegawai swasta 25 22.3 8 6.7 Wiraswasta 21 18.8 5 4.2 TNI/POLRI 5 4.5 0 0 Guru/Dosen 10 8.9 10 8.3 Dokter/perawat/analis 0 0 4 3.3 Pedagang/buruh 7 6.2 0 0 Pensiunan 7 6.2 0 0 Lainnya 5 4.5 1 0,8
Total 112 100.0 120 100,0
Pendapatan n %
Tidak memiliki pendapatan 2 1,7
≤ Rp2.900.000 57 47,5 Rp2.900.001 – Rp5.800.000 41 34,2 Rp5.800.001 – Rp8.700.000 16 13,3 Rp8.700.001 – Rp11.600.000 3 2,5 ≥ Rp11.600.001 1 0,8
Total 120 100.0
35
Rata-rata jumlah anggota keluarga mahasiswa adalah 5 orang dengan
rentang jumlah anggota keluarga sebesar 2-10 orang. Hasil penellitian
menunjukkan bahwa persentase terbesar besar keluarga mahasiswa berada
pada kategori keluarga kecil dengan jumlah keluarga kurang dari atau sama
dengan empat orang, sedangkan persentase terkecil besar keluarga mahasiswa
berada pada keluarga besar. Keluarga yang termasuk kategori keluarga besar ini
memiliki jumlah anak lebih dari 5 orang.
Tabel 9 Sebaran mahasiswa berdasarkan besar keluarga
Pola Asuh Makan. Pola asuh makan yang dilakukan mahasiswa saat
berada di lingkungan keluarganya berbeda-beda (Tabel 10). Sarapan ternyata
selalu menjadi hal yang penting bagi sebagian besar keluarga mahasiswa
(62,5%). Tidak ada satu orang mahasiswa pun yang tidak pernah dibiasakan
sejak dini untuk cuci tangan sebelum makan, meskipun kebiasaan ini ada yang
jarang melakukan sampai selalu melakukan. Sebanyak tujuh dari sepuluh
mahasiswa lebih memilih makanan yang dimasak di rumah saat mereka sedang
berkumpul dengan keluarga di rumah. Hal-hal yang selalu dilakukan mahasiswa
saat berada di rumah dengan persentase tertinggi selanjutnya adalah makan tiga
kali sehari, makan bersama keluarga, dan berdoa bersama sebelum makan.
Walaupun tidak makan mie instan lebih dari tiga kali dalam seminggu sudah
dilakukan oleh empat dari sepuluh mahasiswa ketika berada di rumah, akan
tetapi mie instan seringkali masih menjadi alternatif pilihan makanan yang
disediakan di rumah. Hal ini ditunjukkan dari masih adanya 53,3 persen
mahasiswa yang mengaku bahwa tidak tersedianya mie instan di rumah adalah
sesuatu yang jarang. Fast food juga masih menjadi makanan yang dipilih oleh
mahasiswa dan keluarganya saat makan di luar rumah. Meskipun demikian,
sayur dan buah juga menjadi sesuatu yang seringkali tersedia dalam menu
makanan keluarga mahasiswa. Sementara itu, hal-hal yang jarang dilakukan oleh
mahasiswa dan keluarganya adalah berbicara ketika makan bersama, makan
dengan tertib di meja makan, menghindari minuman berwarna/ bersoda, dan
tidak makan lebih dari jam 9 malam.
Besar keluarga n %
Kecil (≤4 org) 58 48,3 Sedang (5-7 org) 54 45,0 Besar (≥8 org) 8 6,7
Total 120 100,0
36
Tabel 10 Sebaran mahasiswa berdasarkan pernyataan pola asuh makan
Pernyataan Selalu Sering Jarang
Tidak pernah
Total
n % n % n % n % n %
Makan teratur 3 kali sehari ketika berada di rumah.
63 52,5 32 26,7 23 19,2 2 1,7 120 100,0
Terbiasa makan bersama minimal satu kali dalam sehari dengan keluarga.
48 40,0 32 26,7 35 29,2 5 4,2 120 100,0
Sarapan adalah hal yang penting dalam keluarga.
75 62,5 29 24,2 13 10,8 3 2,5 120 100,0
Makan dengan tertib di meja makan bersama keluarga.
19 15,8 28 23,3 50 41,7 23 19,2 120 100,0
Sayur dan buah selalu tersedia dalam menu makanan keluarga.
36 30,0 58 48,3 25 20,8 1 0.8 120 100,0
Minuman berwarna/ bersoda adalah hal yang dihindari dalam keluarga.
27 22,5 34 28,3 55 45,8 4 3,3 120 100,0
Sudah dibiasakan sejak dini untuk mencuci tangan sebelum makan.
73 60,8 41 34,2 6 5,0 0 0 120 100,0
Tidak ada satupun anggota keluarga yang berbicara ketika makan bersama.
4 3,3 27 22,5 67 55,8 22 18,3 120 100,0
Fast food adalah makanan favorit keluarga ketika makan bersama di luar rumah,
42 35,0 62 51,7 11 9,2 5 4,2 120 100,0
Fast food adalah pilihan makanan pertama keluarga ketika ibu sedang tidak memasak di rumah.
46 38,3 55 45,8 14 11,7 5 4,2 120 100,0
Tidak makan malam lebih dari jam 9 malam.
27 22,5 40 33,3 44 36,7 9 7,5 120 100,0
Lebih memilih makanan yang dimasak di rumah daripada membeli masakan matang ketika sedang berkumpul di rumah.
72 60,0 32 26,7 14 11,7 2 1,7 120 100,0
Makanan instan tidak tersedia di rumah.
10 8,3 19 15,8 64 53,3 27 22,5 120 100,0
Tidak makan mie instan lebih dari 3 bungkus dalam seminggu ketika berada di rumah.
55 45,8 29 24,2 28 23,3 8 6,7 120 100,0
Berdoa bersama sebelum makan saat makan bersama keluarga.
39 32,5 36 30,0 36 30,0 9 7,5 120 100,0
Tingkat pola asuh makan dalam penelitian ini dibagi menjadi tiga kategori,
yaitu baik (>80%), sedang (60-80%), dan kurang (<60%) seperti pengkategorian
yang dilakukan oleh Ulfah dan Latifah (2007). Rata-rata skor mahasiswa untuk
pola asuh makannya adalah sebesar 64,8 persen dengan standar deviasi 11,8
persen. Gambar 7 menunjukkan bahwa hanya ada sembilan orang mahasiswa
yang berada pada kategori pola asuh makan yang baik, sedangkan sepertiga
37
mahasiswa berada pada kategori kurang. Sementara itu, proporsi terbesar pola
asuh makan mahasiswa berada pada kategori sedang.
Gambar 7 Sebaran mahasiswa berdasarkan tingkat pola asuh makan
Seperti yang tersaji pada Tabel 11, hasil penelitian menunjukkan bahwa
mahasiswa dengan usia yang berada pada periode remaja memiliki proporsi
lebih besar dalam pola asuh makan kurang, sedangkan mahasiswa yang berada
pada periode dewasa awal memiliki proporsi lebih besar pada pola asuh makan
sedang dan pola asuh makan baik. Berdasarkan jenis kelamin, persentase
mahasiswa perempuan lebih tinggi pada pola asuh makan sedang. Sementara
itu, mahasiswa laki-laki memiliki persentase lebih tinggi dalam pola asuh kurang
dan pola asuh makan baik. Pada hasil penelitian juga terlihat bahwa anak sulung
memiliki proporsi paling tinggi pada pola asuh sedang, sedangkan pada dua
kategori lainnya mahasiswa dengan urutan kelahiran selain anak sulung dan
anak bungsu memiliki persentase yang paling tinggi.
Tabel 11 Sebaran mahasiswa berdasarkan karakteristik dengan pola asuh makan
Karakteristik mahasiswa
Kategori pola asuh makan Total
Kurang Sedang Tinggi
% % % %
Usia Remaja Dewasa awal
42,9 26,8
51,9 64,8
6,1 8,5
100,0 100,0
Jenis kelamin Laki-laki Perempuan
34,0 32,9
58,0 60,0
8,0 7,1
100,0 100,0
Urutan kelahiran Sulung Bungsu Lainnya
27,3 31,8 41,9
67,3 63,6 46,5
5,5 4,5
11,6
100,0 100,0 100,0
38
Kelompok Acuan. Kelompok acuan (reference group) adalah seorang
individu atau sekelompok orang yang secara nyata memengaruhi perilaku
pembelian (Sumarwan 2004). Dalam penelitian ini mahasiswa dapat memilih
lebih dari satu kelompok acuan pada setiap pernyataan, akan tetapi dari hasil
penelitian ini diketahui bahwa selalu ada satu kelompok acuan yang paling
banyak dipilih oleh setiap mahasiswa. Berdasarkan Tabel 12, kelompok acuan
yang paling banyak dipilih oleh mahasiswa adalah teman, keluarga, dan televisi.
Teman menjadi kelompok acuan yang paling banyak dipilih dengan proporsi
terbesar. Sementara itu, keluarga juga menjadi kelompok acuan selanjutnya
yang paling banyak dipilih oleh sekitar satu dari sepuluh mahasiswa. Selain itu,
lima dari seratus mahasiswa menjadikan televisi sebagai kelompok acuan yang
dipilihnya. Televisi yang dimaksud dalam penelitian ini lebih kepada iklan atau
selebriti yang dilihat mahasiswa melalui televisi.
Tabel 12 Sebaran mahasiswa berdasarkan kelompok acuan yang paling banyak dipilih mahasiswa
Kelompok acuan n %
Teman 101 84,2 Keluarga 13 10,8 Televisi 6 5,0 Internet 0 0 Media cetak 0 0 Ahli kesehatan/ dosen 0 0 Lainnya 0 0
Total 120 100,0
Kelompok acuan yang dipilih oleh mahasiswa sangat beragam. Selain
menjadi kelompok acuan yang paling banyak dipilih, teman juga menjadi
kelompok acuan yang dipilih oleh mahasiswa dengan persentase tertinggi dalam
sepuluh pernyataan yang diajukan. Hal ini memperlihatkan bahwa teman adalah
kelompok acuan yang paling memengaruhi mahasiswa dalam melakukan proses
konsumsi. Tabel 13 memperlihatkan bahwa keluarga juga memiliki persentase
yang cukup besar dalam menentukan makanan mahasiswa dan paling dipercaya
oleh mahasiswa dalam memberikan pendapat. Selanjutnya proporsi terbesar
televisi dan internet berada pada kelompok acuan yang memberikan informasi
terbaru. Selain itu, media cetak juga menjadi salah satu kelompok acuan yang
dipilih mahasiswa dalam beberapa pernyataan. Media cetak yang dimaksud
dalam penelitian ini adalah artikel-artikel kesehatan yang tertera pada majalah.
39
Sebanyak tiga orang mahasiswa menyatakan bahwa media cetak menjadi
kelompok acuan mereka dalam memilih makanan. Beberapa mahasiswa
menjadikan ahli kesehatan atau dosen mereka sebagai kelompok acuan,
diantaranya adalah dalam bertanya saat kebingungan untuk membuat keputusan.
Sementara itu kelompok acuan lainnya terdiri dari pacar dan orang-orang yang
tidak dikenal oleh mahasiswa, seperti seseorang yang sedang makan di pinggir
jalan atau pedagang makanan.
Tabel 13 Sebaran mahasiswa berdasarkan kelompok acuan dalam setiap aspek proses perilaku konsumsi
Keterangan: *kelompok acuan yang dipilih pada masing-masing pernyataan boleh lebih dari satu **P1: memilih makanan
P2: menentukan menu makanan P3: informasi tentang jenis makanan baru P4: informasi tentang tempat makanan baru P5: mengonsumsi makanan baru P6: paling dipercaya dalam memberikan pendapat P7: paling sering memberikan informasi P8: membuat tertarik untuk mengonsumsi suatu produk P9: tempat bertanya saat kebingungan untuk membuat keputusan P10: memberikan suatu berita terbaru
Gaya Hidup
Gaya hidup adalah kegiatan, minat, dan pendapat yang menggambarkan
perilaku mahasiswa dalam kehidupan sehari-hari. Dalam penelitian ini gaya
hidup mahasiswa terbagi menjadi dua kategori, yaitu gaya hidup berorientasi
pendidikan dan gaya hidup berorientasi hiburan dan kesehatan. Gaya hidup
berorientasi pendidikan terdiri dari mahasiswa yang aktivitas, minat, dan
pendapatnya dalam kehidupan sehari-hari lebih tinggi pada kegiatan belajar.
Mereka lebih suka menghabiskan uang dan waktunya untuk membaca buku dan
mengerjakan tugas kuliah daripada untuk jalan-jalan atau hal-hal lain yang
berkaitan dengan hiburan. Mahasiswa dengan gaya hidup berorientasi
pendidikan ini juga memiliki perhatian lebih rendah terhadap hal-hal yang
berkaitan dengan kegiatan olahraga dan memiliki kebiasaan makan yang kurang
Kelompok acuan
P1 (%)
P2 (%)
P3 (%)
P4 (%)
P5 (%)
P6 (%)
P7 (%)
P8 (%)
P9 (%)
P10 (%)
Teman 66,7 49,2 73,3 86,7 75,8 67,5 80,0 65,8 84,2 60,0 Keluarga 30,8 38,3 11,7 5,8 19,2 38,3 10,0 8,3 32,5 6,7 Televisi 8,3 0,8 47,5 30,8 4,2 2,5 25,0 40,0 0,8 55,0 Internet 0,0 0,0 3,3 3,3 0,0 0,0 5,0 0,0 0,0 12,5 Media cetak 2,5 0,0 0,8 0,0 0,8 1,7 0,8 0,0 0,0 1,7 Ahli kesehatan/ dosen
0,0 0,0 0,8 0,0 1,7 1,7 0,0 0,0 0,8 0,0
Lainnya 2,5 0,8 0,8 0,8 0,0 0,8 0,8 0,0 0,8 2,5
40
baik, seperti tidak makan teratur tiga kali dalam sehari serta menyukai makanan
cepat saji dan makanan instan.
Mahasiswa yang termasuk pada kelompok gaya hidup berorientasi
hiburan dan kesehatan adalah seseorang yang lebih suka menghabiskan uang
dan waktunya dengan melakukan hal-hal terkait dengan hiburan atau jalan-jalan,
suka berolahraga dan memiliki perhatian lebih tinggi dalam hal kesehatan, aktif
dalam organisasi, serta lebih suka berakhir pekan bersama teman-teman
daripada bersama keluarga. Mahasiswa bergaya hidup berorientasi hiburan dan
kesehatan suka menjadi pusat perhatian karena mendapatkan penghargaan diri
dari lingkungan sekitar adalah hal yang penting baginya. Selain itu gaya hidup
berorientasi hiburan dan kesehatan juga terdiri dari mahasiswa yang menyukai
produk dengan merek terkenal karena menurutnya produk yang mahal pasti
berkualitas tinggi.
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa gaya hidup berorientasi
hiburan dan kesehatan merupakan gaya hidup lebih banyak dimiliki oleh
mahasiswa. Sementara itu, hanya sekitar sepertiga mahasiswa yang termasuk
pada kelompok gaya hidup berorientasi pendidikan.
Gambar 8 Sebaran mahasiswa berdasarkan gaya hidup
Hasil lain juga menunjukkan bahwa proporsi mahasiswa yang termasuk
pada periode dewasa awal hampir menyebar rata baik pada gaya hidup
berorientasi hiburan dan kesehatan maupun gaya hidup berorientasi pendidikan.
Mahasiswa yang berjenis kelamin laki-laki memiliki persentase yang lebih tinggi
pada gaya hidup berorientasi pendidikan, begitu pula dengan mahasiswa
berjenis kelamin perempuan. Selanjutnya, urutan kelahiran sulung dan bungsu
juga memiliki proporsi terbesar dalam gaya hidup berorientasi hiburan dan
kesehatan, sedangkan proporsi mahasiswa dengan urutan kelahiran lainnya
berada pada gaya hidup berorientasi pendidikan. Proporsi mahasiswa dengan
uang saku kurang dari atau sama dengan Rp500.000,00 hampir menyebar rata
pada gaya hidup berorientasi hiburan dan kesehatan dan gaya hidup berorientasi
41
pendidikan. Sementara itu, proporsi terbesar mahasiswa dengan uang saku
Rp500.001.00-Rp1.000.000,00 dan lebih dari atau sama dengan Rp1000.001,00
berada pada gaya hidup berorientasi hiburan dan kesehatan (Tabel 14).
Tabel 14 Sebaran mahasiwa berdasarkan karakteristik dan gaya hidup
Karakteristik mahasiswa
Kategori gaya hidup
Total Gaya hidup berorientasi hiburan dan kesehatan
Gaya hidup berorientasi pendidikan
% % %
Usia
Remaja 75,5 24,5 100,0
Dewasa muda 56,3 43,7 100,0
Jenis kelamin
Laki-laki 66,0 34,0 100,0
Perempuan 62,9 37,1 100,0
Urutan kelahiran
Sulung 69,1 30,9 100,0
Bungsu 81,8 18,2 100,0
Lainnya 48,8 51,2 100,0
Uang saku
≤ Rp500.000 58,3 41,7 100,0
Rp500.001–Rp1.000.000 66,2 33,8 100,0
≥ Rp1.000.001 63,2 36,8 100,0
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa nilai IPK mahasiswa dengan
dua gaya hidup yang berbeda ini menyebar dalam enam kisaran nilai. Akan
tetapi baik proporsi terbesar mahasiswa dengan gaya hidup berorientasi
pendidikan maupun hedonis berada pada rentang nilai IPK sebesar 2,76-3,00
(Tabel 15).
Tabel 15 Sebaran mahasiswa berdasarkan gaya hidup dan nilai Indeks Prestasi Kumulatif (IPK)
Gaya Hidup
IPK Total
≤ 2,50 2,51–2,75 2,76–3,00 3,01–3,25 3,26–3,50 ≥ 3,51
% % % % % % %
Gaya hidup berorientasi hiburan dan kesehatan
18,2 10,4 23,4 19,5 19,5 9,1 100,0
Gaya hidup berorientasi pendidikan
14,0 14,0 23,3 14,0 18,6 16,3 100,0
42
Kebiasaan Makan
Frekuensi Makan. Frekuensi makan yang baik adalah tiga kali dalam
sehari. Hal ini dianjurkan agar individu dapat memenuhi kebutuhan gizinya
dengan baik. Tidak hanya sekedar jumlah yang cukup, akan tetapi waktu makan
yang teratur juga penting agar makanan yang masuk dapat terserap gizinya
dengan baik. Dalam penelitian ini, frekuensi makan mahasiswa berkisar pada
rentang 1-3 kali sehari dengan rata-rata 3 kali sehari. Sekitar separuh mahasiswa
memiliki frekuensi makan sebanyak tiga kali sehari. Hasil penelitian juga
menunjukkan bahwa masih ada mahasiswa yang memiliki frekuensi makan
kurang dari tiga kali sehari, satu orang diantaranya memiliki kebiasaan makan
hanya satu kali dalam sehari (Gambar 9). Selain itu, terdapat juga mahasiswa
dengan memiliki frekuensi makan yang tidak tentu, yaitu antara 2-3 kali sehari.
Mereka mengaku lebih sering makan dua kali sehari, namun sesekali juga
mereka melakukan makan tiga kali sehari, tergantung situasi dan kondisi.
Gambar 9 Sebaran mahasiswa berdasarkan frekuensi makan dalam sehari
Mahasiswa memiliki alasan yang beragam dalam menentukan frekuensi
makannya dalam sehari. Alasan terbanyak yang melatarbelakangi mahasiswa
terbiasa makan tiga kali sehari adalah karena kebutuhan (Tabel 16). Kebutuhan
yang dimaksud oleh mahasiswa adalah untuk memenuhi kebutuhan energi
tubuhnya atau untuk menghilangkan rasa lapar. Sekitar sepertiga mahasiswa
yang terbiasa makan dua kali sehari memiliki alasan karena tidak biasa
melakukan sarapan, sehingga hanya terbiasa melakukan makan siang dan
makan malam saja. Mahasiswa yang mengaku hanya makan satu kali sehari
menyatakan alasan bahwa ia merasa takut gemuk jika makan terlalu banyak,
oleh karena itu ia hanya terbiasa melakukan makan siang saja setiap harinya.
Sementara itu, alasan terbanyak yang dikemukakan oleh mahasiswa yang
memiliki kebiasaan makan dengan frekuensi yang tidak tentu adalah karena
43
waktu. Aktivitas yang padat dan tidak menentu membuat jadwal makan mereka
pun seringkali terganggu.
Tabel 16 Sebaran mahasiswa berdasarkan alasan frekuensi makan
Alasan
Frekuensi makan
1 kali 2 kali 3 kali Tidak tentu
n % n % n % n %
Kebutuhan 0 0 6 12,0 28 43,0 1 12,5 Kebiasaan 0 0 5 10.9 13 20,0 0 0 Kesehatan 0 0 0 0 16 24,6 0 0 Tidak biasa sarapan 0 0 15 32,6 0 0 0 0 Waktu 0 0 8 17,4 3 4,6 3 37,5 Ekonomi 0 0 5 10,9 0 0 2 25,0 Malas makan 0 0 1 2,2 0 0 0 0 Diet 0 0 2 4,3 0 0 0 0 Takut gemuk 1 100,0 0 0 0 0 0 0 Lainnya 0 0 4 8,7 5 7,7 2 25,0
Total 1 100,0 46 100,0 65 100,0 8 100,0
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar mahasiswa dengan
gaya hidup berorientasi pendidikan serta gaya hidup berorientasi hiburan dan
kesehatan memiliki persentase tertinggi pada frekuensi makan tiga kali sehari,
Tidak ada satu pun mahasiswa dengan gaya hidup berorientasi hiburan dan
kesehatan yang memiliki frekuensi makan satu kali sehari, sedangkan pada gaya
hidup berorientasi pendidikan terdapat satu orang mahasiswa yang memiliki
kebiasaan makan satu kali dalam sehari (Tabel 17).
Tabel 17 Sebaran mahasiwa berdasarkan gaya hidup dan frekuensi makan
Gaya hidup
Frekuensi makan
Total 1 kali 2 kali 3 kali Tidak tentu
% % % % %
Gaya hidup berorientasi pendidikan 2,3 44,2 46,5 7,0 100,0
Gaya hidup berorientasi hiburan dan kesehatan
0,0 35,1 58,4 6,5 100,0
Hasil lain menunjukkan bahwa mahasiswa yang memiliki kebiasaan
makan satu kali sehari adalah mahasiswa dengan nilai IPK kurang dari sama
dengan 2,50. Proporsi terbesar pada frekuensi makan dua kali sehari adalah
mahasiswa dengan nilai IPK yang berkisar pada rentang 2,76-3,00. Pada
frekuensi makan tiga kali sehari, proporsi mahasiswa hampir tersebar merata
pada rentang nilai IPK antara 2,76-3,50. Sementara itu, mahasiswa yang
memiliki frekuensi makan yang tidak tentu memiliki persentase yang sama pada
nilai IPK yang berkisar antara 2,76-3,00 dan 3,26-3,50 (Tabel 18).
44
Tabel 18 Sebaran mahasiwa berdasarkan nilai Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) dan frekuensi makan
Frekuensi makan
IPK Total
≤ 2,50 2,51–2,75 2,76–3,00 3,01–3,25 3,26–3,50 ≥ 3,51
% % % % % % %
1 kali 100,0 0 0 0 0 0 100,0
2 kali 17,4 10,9 26,1 13,0 15,2 17,4 100,0
3 kali 16,9 12,3 20,0 21,5 20,0 9,2 100,0
Tidak tentu 0 12,5 37,5 12,5 37,5 0 100,0
Kebiasaan Sarapan, Makan Siang, dan Makan Malam. Kebiasaan
makan berdasarkan faktor waktu terbagi menjadi makan pagi, makan siang, dan
makan malam (Moertjipto, Rumijah, & Astuti 1993). Sarapan merupakan hal yang
penting untuk setiap individu karena sarapan memberikan energi di pagi hari saat
individu mulai beraktivitas. Sementara itu makan siang dan makan malam dapat
berfungsi untuk menggantikan energi yang telah hilang selama aktivitas
sepanjang hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dua per tiga mahasiswa
terbiasa melakukan sarapan. Selain itu, hampir seluruh mahasiswa memiliki
kebiasaan untuk melakukan makan siang. Gambar 10 juga menunjukkan bahwa
sebagian besar mahasiswa terbiasa melakukan makan malam. Sebanyak dua
orang mahasiswa dalam penelitian ini memiliki kebiasaan makan malam di sore
hari. Kedua mahasiswa tersebut juga tidak terbiasa melakukan makan siang
karena setiap harinya mahasiswa terbiasa makan dua kali sehari, yaitu hanya
sarapan dan makan sore. Berdasarkan hasil penelitian, dapat terlihat bahwa
sarapan memiliki persentase terendah dibandingkan dengan makan siang dan
makan malam. Masih terdapat sepertiga mahasiswa yang belum melakukan
kebiasaan sarapan.
Gambar 10 Sebaran mahasiswa berdasarkan kebiasaan sarapan, makan siang, dan makan malam
45
Setiap mahasiswa yang menjadikan sarapan, makan siang, dan makan
malam sebagai suatu kebiasaan juga memiliki alasan masing-masing. Akan
tetapi dari sekian banyak alasan yang dikemukakan oleh mahasiswa, alasan
sebagai kebutuhan merupakan alasan yang memiliki proporsi paling besar. Baik
untuk kebiasaan melakukan sarapan, makan siang, maupun makan malam.
Selain karena kebutuhan, terdapat 5 dari 100 mahasiswa yang terbiasa
melakukan sarapan memiliki alasan agar dapat berkonsentrasi dalam melakukan
kegiatannya. Alasan kesehatan juga menjadi salah satu yang mendasari
mahasiswa untuk terbiasa melakukan makan. Sementara itu, terdapat juga
mahasiswa yang terbiasa melakukan makan malam dengan alasan agar dapat
tidur dengan nyenyak (Tabel 19).
Tabel 19 Sebaran mahasiswa berdasarkan alasan kebiasaan melakukan sarapan, makan siang, dan makan malam
Alasan Sarapan
Makan siang
Makan malam
n % n % n %
Kebutuhan 50 62,5 89 80,9 83 77,5 Kebiasaan 10 12,5 5 4,5 8 7,4 Kesehatan 9 11,2 8 7,3 8 7,4 Konsentrasi 4 5,0 0 0 0 0 Penting 5 6,2 0 0 0 0 Sudah waktunya makan 0 0 5 4,5 3 2,8 Agar tidur nyenyak 0 0 0 0 4 3,7 Lainnya 2 2,5 3 2,7 2 1,9
Total 80 100,0 110 100,0 108 100,0
Selain alasan kebiasaan melakukan sarapan, makan siang, dan makan
malam, mahasiswa yang tidak memiliki kebiasaan tersebut juga memiliki alasan
tersendiri. Alasan yang paling mendominasi tidak terbiasanya mahasiswa
melakukan sarapan dan makan siang adalah karena tidak sempat makan. Kuliah
yang seringkali dimulai sejak pagi dan terlalu padatnya aktivitas mahasiswa
membuat mahasiswa seringkali tidak memiliki waktu yang cukup untuk sarapan
maupun makan siang. Lain halnya dengan makan malam, berdasarkan hasil
penelitian dapat terlihat bahwa alasan karena sedang diet adalah alasan paling
banyak yang membuat mahasiswa memilih untuk tidak terbiasa melakukan
makan malam.
Tabel 20 juga menunjukkan bahwa terdapat satu orang mahasiswa yang
takut mengantuk saat sedang kuliah di pagi hari jika ia sarapan terlebih dahulu.
Alasan lain yang dikemukakan oleh mahasiswa yang tidak terbiasa makan siang
adalah karena tidak terbiasa sejak kecil, tidak merasa lapar saat siang hari, dan
46
untuk menghemat uangnya. Alasan karena kesehatan juga dinyatakan oleh salah
seorang mahasiswa yang tidak terbiasa makan malam, menurutnya makan
malam akan membuat pankreasnya terganggu.
Tabel 20 Sebaran mahasiswa berdasarkan alasan kebiasaan tidak melakukan sarapan, makan siang, dan makan malam
Alasan Sarapan
Makan siang
Makan malam
n % n % n %
Tidak terbiasa 5 12,5 2 20 2 16,7 Tidak sempat 24 60,0 4 40 0 0 Kesehatan 3 7,5 0 0 1 8,3 Malas 3 7,5 0 0 0 0 Tidak lapar 1 2,5 2 20 1 8,3 Mengantuk 1 2,5 0 0 0 0 Hemat uang 0 0 2 20 0 0 Diet 0 0 0 0 5 41,7 Biasa makan sore 0 0 0 0 2 16,7 Lainnya 3 7,5 0 0 1 8,3
Total 40 100,0 10 100,0 12 100,0
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa sebagian besar mahasiswa
melakukan sarapan, makan siang, dan makan malam di kantin atau warung
makan yang ada di sekitar kampus. Selain itu terdapat dua orang mahasiswa
yang terbiasa melakukan sarapan dan makan malam di asrama. Kedua
mahasiswa tersebut merupakan Senior Residence (SR) di asrama TPB. Tempat
lain yang dipilih mahasiswa untuk makan adalah rumah dan indekos atau
kontrakan. Mahasiswa yang terbiasa makan di rumah adalah mahasiswa yang
berasal dari Bogor atau sekitarnya dan pergi dan pulang ke rumah setiap hari
(Tabel 21).
Tabel 21 Sebaran mahasiswa berdasarkan tempat sarapan, makan siang, dan makan malam
Tempat Sarapan
Makan siang
Makan malam
n % n % n %
Rumah 15 18,75 4 3,6 14 12,9 Indekos/kontrakan 21 26,25 7 6,4 22 20,3 Kantin/warung makan 42 52,5 99 90,0 71 65,7 Asrama 2 2,5 0 0 2 1,8
Total 80 100 110 100,0 108 100,0
Jarak yang dekat menjadi salah satu alasan mahasiswa dalam memilih
tempat sarapan. Sekitar tiga dari sepuluh mahasiswa memilih tempat sarapan
karena dekat dengan tempat mahasiswa berada. Alasan lain yang membuat
mahasiswa memilih tempat sarapannya adalah karena tempat tersebut nyaman
47
untuk mahasiswa. Selain itu sebanyak 15 dari 100 mahasiswa mengatakan
bahwa mereka masih di rumah saat pagi hari sehingga mereka pun melakukan
sarapannya di rumah
Tabel 22 juga menunjukkan bahwa persentase terbesar alasan
mahasiswa menentukan tempat makan siangnya adalah karena dekat dari
tempatnya berada. Alasan bersih dan murah menjadi alasan lain yang juga
dikemukakan oleh mahasiswa. Selain itu ada pula dua orang mahasiswa yang
memilih tempat makan siangnya karena ingin makan bersema teman-teman.
Tabel 22 Sebaran mahasiswa berdasarkan alasan pemilihan tempat sarapan, makan siang, dan makan malam
Alasan Sarapan
Makan siang
Makan malam
n % n % n %
Dekat 22 27,5 48 43,6 34 31,5 Bersih 6 7,5 12 10,9 10 9,3 Murah 8 10 12 10,9 10 9,3 Nyaman 14 17,5 9 8,2 14 13,0 Ada di rumah (keberadaan) 12 15 0 0 16 14,8 Sedang di kampus 0 0 10 9,1 0 0,0 Makanannya enak 4 5 7 6,4 11 10,2 Masak sendiri 4 5 0 0 2 1,9 Praktis 5 6,25 6 5,5 7 6,5 Bersama teman-teman 0 0 2 1,8 0 0,0 Lainnya 5 6,25 4 3,6 5 4,6
Total 80 100 110 100,0 108 100,0
Alasan mahasiswa memilih tempat untuk menyantap makan malam pun
beragam. Alasan yang paling panyak dikemukakan oleh mahasiswa adalah
karena jarak yang dekat dengan tempat tinggal mahasiswa. Harga yang murah
juga menjadi alasan sekitar delapan dari seratus mahasiswa dalam menentukan
tempat makan malamnya. Alasan lain mahasiswa dalam memilih tempat makan
malam diantaranya yaitu karena sudah kembali berada di rumah atau indekos,
nyaman, bersih, dan makanan yang enak.
Kebiasaan Makan Camilan. Kebiasaan makan camilan dapat berfungsi
menambah asupan gizi untuk tubuh. Dalam penelitian ini, sekitar dua per tiga
mahasiswa memiliki kebiasaan untuk mengonsumsi makanan camilan setiap hari.
Akan tetapi mahasiswa lainnya tidak terbiasa untuk mengonsumsi makanan
camilan dan hanya mengandalkan asupan gizi dari makanan dalam menu
makanan utamanya saja (Gambar 11)
48
Gambar 11 Sebaran mahasiswa berdasarkan kebiasaan makan camilan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dua dari lima mahasiswa memiliki
kebiasaan untuk makan camilan karena hobi atau iseng. Sekitar sepertiga
mahasiswa yang lain menyebutkan bahwa makanan camilan digunakan untuk
mengisi perut saat waktu makan belum tiba ataupun saat mahasiswa sedang
tidak sempat makan berat. Selain itu terdapat pula mahasiswa yang memberikan
alasan terbiasa mengonsumsi makanan camilan untuk pengganti makan berat
dan karena memiliki penyakit maag sehingga lambungnya harus selalu terisi agar
tidak sakit (Tabel 23).
Tabel 23 Sebaran mahasiswa berdasarkan alasan kebiasaan melakukan makan camilan
Alasan n %
Mengisi perut 29 35,8 Hobi/iseng 35 43,3 Kebiasaan 8 9,9 Kesehatan (maag) 2 2,5 Konsentrasi 3 3,7 Pengganti makan 2 2,5 Lainnya 2 2,5
Total 81 100,0
Mahasiswa yang tidak biasa untuk melakukan makan camilan juga
memiliki alasan yang beragam. Alasan dengan persentase terbesar adalah
karena mahasiswa jarang mengonsumsi makanan camilan dan hanya
mengonsumsinya saat sedang ada waktu saja. Sebanyak 20 dari 100 mahasiswa
memiliki alasan tidak biasa mengonsumsi makanan camilan untuk menghemat
uangnya. Selain itu Tabel 24 menunjukkan bahwa sekitar satu dari delapan
mahasiswa merasa sudah cukup makan berat sehingga tidak perlu
mengonsumsi makana camilan.
49
Tabel 24 Sebaran mahasiswa berdasarkan alasan kebiasaan tidak melakukan makan camilan
Alasan n %
Jarang makan camilan 19 48,8 Cukup makan berat 5 12,8 Hemat uang 8 20,5 Malas 3 7,7 Takut gemuk 3 7,7 Banyak makanan yang tidak cocok 1 2,6
Total 39 100,0
Tempat makan camilan adalah tempat mahasiswa mengonsumsi atau
mendapatkan makanan camilannya. Berdasarkan Tabel 25, dapat diketahui
bahwa satu dari tiga mahasiswa memiliki tempat yang tidak tentu. Indekos atau
kontrakan menjadi pilihan tempat mahasiswa mengonsumsi makanan camilan
dengan persentase terbesar kedua. Tempat yang dipilih mahasiswa selanjutnya
adalah sekitar kampus, warung, sekitar daerah lingkar luar kampus, rumah,
minimarket, dan toko kue.
Tabel 25 Sebaran mahasiswa berdasarkan tempat makan camilan
Tempat makan camilan n %
Rumah 6 7,4 Indekos/ kontrakan 16 19,8 Minimarket 6 7,4 Toko kue 3 3,7 Warung 11 13,6 Daerahlingkar luar kampus 7 8,6 Sekitar kampus 11 13,6 Tidak tentu 24 29,6
Total 81 100,0
Salah satu alasan mahasiswa dalam memilih tempat diantaranya adalah
sesuai dengan keberadaan mahasiswa saat akan mengonsumsi makanan.
Kemudian sama halnya dengan alasan pemilihan tempat makan yang lain, jarak
yang dekat pun menjadi salah satu yang menjadi pertimbangan mahasiswa
dalam memilih tempat mengonsumsi makanan camilannya (Tabel 26).
Tabel 26 Sebaran mahasiswa berdasarkan alasan pemilihan tempat makan camilan
Alasan n %
Dekat 16 19,8 Bersih 5 6,2 Murah 5 6,2 Enak, nyaman 14 17,3 Tergantung keberadaan 25 30,9 Camilannya ada di rumah/indekos 4 4,9 Beragam/banyak pilihan 8 9,9 Praktis 2 2,5
50
Lainnya 5 6,2
Total 81 100,0
Pertimbangan dalam memilih makanan. Pada penelitian ini, terdapat
sepuluh pertimbangan yang diberikan pada mahasiswa untuk mengetahui hal-hal
yang diperhatikan mahasiswa sebelum mengonsumsi suatu makanan.
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa tanggal kadaluarsa selalu menjadi
pertimbangan dua per tiga mahasiswa sebelum memilih suatu makanan. Begitu
pun dengan kode halal, harga, dan kebersihan yang selalu menjadi
pertimbangan bagi lebih dari separuh mahasiswa dalam memilih makanan.
Sementara itu, jenis kemasan, tempat pembelian, manfaat makanan untuk
kesehatan, dan komponen makanan kesukaan memiliki persentase terbesar
dalam kategori sering (Tabel 27).
Tabel 27 Sebaran mahasiswa berdasarkan pertimbangan dalam memilih makanan
Komponen Tidak pernah Jarang Sering Selalu Total
n % n % n % n % n %
Tanggal kadaluarsa
1 0,8 15 12,5 14 11,7 90 75,0 120 100
Kode halal 6 5,0 18 15,0 29 24,2 67 55,8 120 100
Jenis kemasan 5 4,2 25 20,8 57 47,5 33 27,5 120 100
Harga 1 ,8 12 10,0 31 25,8 76 63,3 120 100
Tempat pembelian
2 1,7 19 15,8 51 42,5 48 40,0 120 100
Kebersihan 0 0 3 2,5 29 24,2 88 73,3 120 100
Cara pengolahan
6 5,0 51 42,5 41 34,2 22 18,3 120 100
Manfaat untuk kesehatan
0 0 28 23,3 47 39,2 45 37,5 120 100
Adanya pantangan
19 15,8 48 40,0 19 15,8 34 28,3 120 100
Makanan kesukaan
0 0 7 5,8 40 33,3 7 5,8 120 100
Selain itu, komponen yang paling jarang untuk dijadikan pertimbangan
dalam memilih makanan adalah cara pengolahan makanan dan adanya suatu
pantangan yang membuat mahasiswa menghindari makanan tertentu. Tabel 24
juga menunjukkan bahwa tidak ada seorang pun yang tidak pernah menjadikan
komponen kebersihan, manfaat makanan untuk kesehatan, dan makanan
kesukaan sebagai dasar pertimbangan mereka dalam memilih makanan.
Makanan pantangan. Makanan pantangan bagi individu dapat
disebabkan oleh beragam faktor. Beberapa diantaranya adalah karena faktor
agama, kesehatan, dan adat istiadat. Agama tertentu melarang para pemeluknya
51
untuk mengonsumsi suatu makanan atau minuman. Kondisi kesehatan
seseorang yang sedang menurun atau mengalami sakit tertentu juga dapat
menyebabkan penderita dianjurkan untuk tidak mengonsumsi makanan yang
dapat memengaruhi kondisi kesehatannya. Selain agama dan kesehatan, di
beberapa daerah tertentu pun menganjurkan warganya untuk menghindari jenis-
jenis makanan yang sudah ditentukan karena alasan adat istiadat dan biasanya
sebagian besar masyarakat mengikuti pantangan ini dengan alasan pamali.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa hampir seluruh mahasiswa memiliki
pantangan makanan karena faktor agama. Seluruh mahasiswa yang memiliki
pantangan ini beragama Islam, sedangkan mahasiswa yang beragama non-Islam
menyatakan bahwa mereka tidak memiliki pantangan makanan karena faktor
agama. Faktor kesehatan juga menjadi salah satu hal yang menyebabkan
mahasiswa menghindari makanan tertentu. dapat dilihat bahwa terdapat 60 dari
100 mahasiswa yang memiliki pantangan makanan karena faktor kesehatan.
Sementara itu hanya ada dua orang mahasiswa yang memiliki makanan
pantangan karena faktor adat (Gambar 12).
Gambar 12 Sebaran mahasiswa berdasarkan kebiasaan pantangan
Sebagian besar mahasiswa yang memiliki pantangan karena faktor
agama mengemukakan alasan karena diharamkan. Lalu ada pula dua orang
mahasiswa yang memiliki alasan karena banyaknya makanan dari luar negeri
sehingga meragukan kehalalannya. Makanan yang dipantang oleh mahasiswa
banyak macamnya, akan tetapi sebagian besar mahasiswa menyebutkan
makanan-makanan yang diharamkan dalam agama Islam, seperti daging babi,
anjing, hewah bertaring, darah, bangkai, dan lain sebagainya, sesuai dengan
yang tertera dalam Al-Qur’an Surat Al-An’am ayat 145. Tabel 28 memperlihatkan
bahwa mahasiswa yang memiliki pantangan agama lebih dikarenakan oleh
ketaatan mahasiswa terhadap agama. Hal ini terlihat dari seluruh mahasiswa
52
beragama Islam yang memiliki larangan untuk tidak mengonsumsi jenis makanan
atau minuman tertentu ternyata menaati larangan tersebut.
Tabel 28 Sebaran mahasiswa berdasarkan alasan dan jenis makanan yang dipantang karena faktor agama
Pantangan agama n %
Jenis makanan pantangan Makanan dan minuman yang diharamkan 108 97,3 Lainnya 2 1,8
Total 111 100,0 Alasan Haram 109 98,2 Makanan berasal dari luar negeri 2 1,8
Total 111 100,0
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak hanya mahasiswa yang
memiliki masalah dengan kesehatan yang memiliki pantangan makanan karena
faktor kesehatan, tetapi juga ada pula mahasiswa yang memiliki kepedulian atau
perhatian yang lebih terhadap kesehatannya sehingga menghindari suatu
makanan tertentu agar kesehatannya tetap terjaga. Jenis makanan yang
dipantang pun beragam, akan tetapi ikan dan makanan laut lainnya adalah
makanan yang paling dihindari oleh mahasiswa karena alasan alergi.
Mahasiswa yang lainnya memiliki makanan pantangan karena
bermasalah dengan kesehatan. Beberapa diantaranya memiliki masalah dengan
organ pencernaan seperti lambung dan tenggorokan. Sebanyak satu dari
sepuluh mahasiswa juga menghindari makanan yang mengandung lemak
berlebih. Hal ini dilakukan karena beberapa mahasiswa menghindari terjadinya
obesitas dan menghindari kolesterol. Selain itu, dan ada juga seorang
mahasiswa yang memiliki masalah dengan kesehatan jantungnya (Tabel 29).
Tabel 29 Sebaran mahasiswa berdasarkan alasan dan jenis makanan yang dipantang karena faktor kesehatan
Pantangan kesehatan n %
Jenis makanan Gorengan 2 4,3 Ikan dan makanan laut lainnya 14 29,8 Makanan pedas/asam 10 21,3 Mie instan 4 8,5 Daging/jeroan/makanan dengan lemak berlebih 5 10,6 Makanan yang terlalu manis 2 4,3 Makanan dengan bahan tambahan pangan berlebih 2 4,3 Minuman dingin/bersoda/beralkohol/berkafein 6 12,8 Buah (nanas,rambutan, nangka) 2 4,3
Total 47 100,0 Alasan Alergi 16 34,0
53
Ada masalah kesehatan 15 31,9 Tidak baik untuk kesehatan 11 23,4 Lainnya 5 10,6
Total 47 100,0
Dalam penelitian ini hanya ditemukan dua orang mahasiswa yang
memiliki pantangan karena faktor adat. Masing-masing mahasiswa pun memiliki
alasan dan jenis makanan yang berbeda. Tabel 30 menunjukkan bahwa
mahasiswa pertama menghindari untuk mengonsumsi makanan yang asam di
sore hari dengan alasan pamali. Sementara itu mahasiswa yang terakhir
menghindari untuk mengonsumsi ikan mpole karena dipercaya dapat membuat
gatal-gatal. Secara umum mahasiswa dalam penelitian ini tidak memiliki
makanan pantangan karena faktor adat.
Tabel 30 Sebaran mahasiswa berdasarkan pantangan beserta alasan dan jenis makanan yang dipantang karena faktor adat
Pantangan adat n %
Jenis makanan Makanan asam di sore hari 1 50,0 Ikan mpole 1 50,0
Total 2 100,0 Alasan Pamali 1 50,0 Membuat gatal-gatal 1 50,0
Total 2 100,0
Cara memperoleh makanan. Makanan yang dikonsumsi oleh setiap
individu dapat diperoleh dengan cara yang beragam. Kebiasaan memakan
makanan yang instan dapat membuat kebiasaan memasak makanan sendiri
menjadi hal yang jarang ditemukan, khususnya bagi mahasiswa yang memiliki
aktivitas yang padat. Semakin banyaknya penjual makanan matang membuat
individu lebih mudah mendapatkan makanan yang siap untuk disantap tanpa
perlu diolah lebih lanjut.
Tabel 31 menunjukkan bahwa sebagian mahasiswa tidak terbiasa untuk
memasak sendiri di waktu sarapan, makan siang, dan makan malam. Sementara
itu mahasiswa yang tidak terbiasa memasak sendiri untuk makanan camilan
menunjukkan persentase yang lebih besar. Walaupun demikian, masih terdapat
mahasiswa yang selalu memasak sendiri makanannya pada setiap waktu makan.
Alasan yang dikemukakan oleh mahasiswa sangat bervariasi. Akan tetapi alasan
yang paling banyak dikemukakan oleh mahasiswa yang tidak terbiasa memasak
sendiri adalah karena waktu yang tidak sempat, tidak adanya fasilitas untuk
memasak, dan tidak bisa memasak. Mahasiswa yang terbiasa memasak pun
54
memiliki alasan tersendiri. Beberapa diantaranya adalah karena untuk
menghemat uang saku, praktis, serta merasa lebih higienis dan sehat. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa hanya sedikit mahasiswa yang terbiasa
memasak sendiri makanan yang akan dikonsumsinya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar mahasiswa tidak
terbiasa mengonsumsi makanan yang berasal dari rumah. Hal ini disebabkan
oleh sebagian besar mahasiswa yang saat ini tinggal jauh dari rumah. Hanya
mahasiswa yang masih tinggal di rumah yang memiliki kebiasaan selalu
mengonsumsi makanan dari rumah, baik untuk sarapan, makan siang, makan
malam, maupun makanan camilan. Sama halnya dengan kebiasaan memasak
sendiri, alasan mahasiswa terkait kebiasaaan memperoleh makanan dari rumah
pun beragam. Akan tetapi alasan jauh dari rumah merupakan alasan sebagian
besar mahasiswa yang cenderung tidak terbiasa memperoleh makanannya dari
rumah. Sementara itu untuk mahasiswa yang lebih terbiasa mengonsumsi
makanan yang berasal dari rumah adalah karena sudah disediakan di rumah dan
merasa makanan yang dikonsumsinya lebih terjamin.
Tabel 31 Sebaran mahasiswa berdasarkan cara memperoleh makanan
Cara memperoleh Sarapan Siang Malam Camilan
n % n % n % n %
Memasak sendiri Tidak pernah 62 51,7 69 57,5 61 50,8 88 73,3 Ya 58 48,3 51 42,5 59 49,2 32 26,7
Total 120 100,0 120 100,0 120 100,0 120 100,0 Makanan dari rumah
Tidak pernah 93 77,5 97 80,8 91 75,8 84 70,0 Ya 27 22,6 23 19,2 29 24,2 36 30
Total 120 100,0 120 100,0 120 100,0 120 100,0 Membeli matang
Tidak pernah 27 22,5 6 5,0 8 6,7 9 7,5 Ya 93 77,5 114 95 112 93,4 111 92,5
Total 120 100,0 120 100,0 120 100,0 120 100,0
Selain memasak dan mendapatkan makanan dari rumah, cara lain yang
lebih disukai sebagian mahasiswa adalah dengan membeli makanan yang bisa
langsung dimakan. Sebagian besar mahasiswa lebih terbiasa membeli makanan
yang aan dikonsumsinya, baik saat sarapan, makan siang, makan malam,
maupun untuk makan camilan. Berdasarkan Tabel 31 dapat terlihat bahwa
jumlah mahasiswa yang cenderung terbiasa membeli matang makanannya lebih
besar pada waktu makan siang. Alasan yang dikemukakan mahasiswa yang
cenderung terbiasa membeli makanan yang dikonsumsi lebih didominasi karena
55
faktor kemudahan yang mereka peroleh (praktis). Selanjutnya alasan tidak
sempat memasak dan sedang berada di luar atau di kampus adalah alasan yang
juga melatarbelakangi mahasiswa untuk lebih memilih membeli makanan matang.
Sementara itu, alasan yang dikemukakan mahasiswa yang tidak terbiasa
membeli makanan matang lebih disebabkan oleh terbiasanya mahasiswa
memasak makanannya sendiri, sudah disediakan di rumah, dan merasa
makanan rumah lebih terjamin.
Frekuensi Konsumsi berdasarkan Kelompok Jenis Makanan.
Pengelompokan jenis makanan dalam penelitian ini dibagi ke dalam kelompok
makanan pokok, sayur-mayur, lauk-pauk, buah-buahan, makanan camilan.
Kelompok lauk-pauk dibedakan lagi menjadi kelompok lauk hewani dan lauk
nabati. Kelompok makanan camilan juga dibedakan menjadi makanan dan
minuman.
Makanan utama atau pokok ialah jenis-jenis masakan yang menjadi
bahan pokok untuk makanan sehari-hari dengan tujuan untuk mencukupi
kebutuhan badan dalam segala hal. Bahan pokok untuk makanan utama atau
makanan pokok tersebut biasanya bahan makanan yang mengandung tepung
karena tepung bersifat mengenyangkan. Sesuai bahannya, makanan pokok
terdiri dari makanan pokok bahan dari beras, ketela, dan jagung (Moertjipto,
Rumijah, & Astuti 1993).
Makanan pokok yang dikonsumsi mahasiswa dengan frekuensi paling
tinggi adalah nasi, mie, dan roti. Beras atau nasi masih menjadi makanan pokok
yang dipilih oleh seluruh mahasiswa untuk dikonsumsi sehari-hari. Rata-rata skor
untuk nasi adalah sebesar 48,1. Artinya, hampir seluruh mahasiswa memiliki
rata-rata konsumsi nasi sebanyak tiga kali sehari. Menurut Moertjipto, Rumijah, &
Astuti (1993), pada umumnya nasi dari beras dapat dikonsumsi oleh semua
lapisan masyarakat. Mie dan roti juga menjadi makanan pokok yang cukup sering
dikonsumsi oleh mahasiswa. Kedua makanan ini rata-rata dikonsumsi oleh
mahasiswa kurang dari tiga kali dalam seminggu dengan skor rata-rata 9.
Sayur memiliki banyak kandungan vitamin dan mineral. Sayur yang paling
sering dikonsumsi oleh mahasiswa adalah wortel. Mahasiswa rata-rata
mengonsumsi wortel tiga kali dalam seminggu dengan skor rata-rata sebesar
15,5. Sayur kol dan kangkung merupakan sayur selanjutnya yang dikonsumsi
mahasiswa dengan skor rata-rata tertinggi. Akan tetapi dalam penelitian ini juga
56
ditemukan mahasiswa yang tidak pernah mengonsumsi sayur-mayur. Hal ini
disebabkan oleh ketidaksukaan mahasiswa terhadap sayuran.
Lauk-pauk adalah sumber pangan hewani dan nabati yang memiliki
kandungan protein dan lemak yang dibutuhkan oleh tubuh. Telur ayam
merupakan sumber pangan hewani yang paling sering dikonsumsi oleh sebagian
besar mahasiswa sedangkan untuk sumber pangan nabati, sebagian besar
mahasiswa lebih sering memilih tempe untuk dikonsumsinya. Telur ayam
memiliki skor rata-rata 21,9 dan tempe memiliki skor rata-rata 26,3. Hal ini
menunjukkan bahwa frekuensi konsumsi mahasiswa terhadap lauk nabati lebih
tinggi daripada frekuensi konsumsi mahasiswa terhadap lauk hewani.
Tabel 32 Rata-rata skor frekuensi mahasiswa berdasarkan kelompok makanan
Kelompok makanan Rata-rata skor
Makanan pokok Nasi Mie Roti
48,1 9,1 8,7
Sayur-mayur Wortel Kol Kangkung
15,5 12,0 11,8
Lauk hewani Telur ayam Daging ayam Ikan segar
Lauk nabati Tempe Tahu
21,9 16,8 12,7
26,3 23,7
Buah Pepaya Jeruk Mangga
11,2 8,7 8,3
Camilan Gorengan Soto Coklat
Minuman Susu Teh Soft drink
14,5 8,2 8,1
18,9 16,7 8,1
Selain sayur, kelompok makanan yang kaya akan kandungan vitamin dan
mineral adalah buah-buahan. Buah-buahan sangat dibutuhkan untuk membantu
dalam proses metabolisme tubuh. Konsumsi mahasiswa terhadap buah-buahan
masih rendah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa skor rata-rata tertinggi
mahasiswa dalam mengonsumsi buah hanya sebesar 11,2, yaitu pada jenis buah
pepaya. Artinya, rata-rata frekuensi konsumsi buah pada mahasiswa tidak
57
sampai tiga kali dalam seminggu. Seringkali mahasiswa juga lebih memilih jus
sebagai alternatif cara untuk mengonsumsi buah. Hasil penelitian juga
menunjukkan bahwa jeruk dan mangga adalah buah selanjutnya yang paling
sering dikonsumsi oleh sebagian besar mahasiswa.
Makanan camilan merupakan sejenis makanan yang dalam
pengadaannya tidak harus ada. Akan tetapi, mengonsumsi makanan camilan
dapat bertujuan untuk mengurangi rasa lapar walaupun tidak mutlak, menambah
zat-zat yang tidak ada atau kurang pada makanan utama dan lauk-pauknya, dan
sebagai hiburan (Moertjipto, Rumijah, & Astuti 1993). Makanan camilan dalam
penelitian ini terdiri dari makanan ringan dan makanan berat. Konsumsi makanan
camilan mahasiswa pada penelitian ini masih cukup rendah. Padahal makanan
camilan ini memiliki peranan yang cukup tinggi untuk memberikan tambahan
asupan gizi bagi tubuh mahasiswa. Berdasarkan hasil penelitian makanan
camilan yang memiliki skor rata-rata yang paling tinggi adalah gorengan, yaitu
sebesar 14,5. Artinya, rata-rata frekuensi konsumsi mahahsiswa terhadap
gorengan adalah tiga kali seminggu.
Makanan camilan tidak hanya terdiri dari makanan ringan, makanan berat,
serta kue dan gorengan saja, tetapi minuman juga termasuk di dalamnya. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa susu, teh, dan soft drink adalah minuman yang
paling sering dikonsumsi oleh mahasiswa. Skor rata-rata minuman lebih tinggi
jika dibandingkan dengan rata-rata skor konsumsi mahasiswa terhadap makanan
camilan (Tabel 32).
Faktor-faktor yang Memengaruhi Gaya Hidup
Pengaruh faktor internal dan faktor eksternal terhadap gaya hidup
dianalisis dengan menggunakan regresi logistik. Variabel bebas yang termasuk
dalam model adalah usia, jenis kelamin, suku bangsa, jumlah uang saku, usia ibu,
pekerjan ibu, jumlah anggota keluarga, pola asuh makan, dan kelompok acuan.
Hasil regresi logistik untuk variabel yang memengaruhi gaya hidup
menghasilkan koefisien determinasi (nagelkerke R2) sebesar 0,140. Artinya, 14,0
persen varian gaya hidup sehari dapat dijelaskan oleh variabel yang ada dalam
model dan 85,6 persen sisanya dijelaskan oleh variabel lainnya. Berdasarkan
Tabel 33, diketahui bahwa variabel usia dan jumlah anggota keluarga
berpengaruh posiitif terhadap gaya hidup. Semakin tinggi usia mahasiswa maka
peluang mahasiswa untuk memiliki gaya hidup berorientasi pendidikan 1,433 kali
58
lebih tinggi. Mahasiswa yang memiliki jumlah anggota keluarga lebih besar juga
berpeluang untuk memiliki gaya hidup berorientasi pendidikan yang lebih tinggi
sebanyak 1,329 kali. Sementara itu, variabel kelompok acuan televisi
berpengaruh negatif terhadap gaya hidup. Semakin banyak mahasiswa memilih
televisi menjadi kelompok acuannya, maka peluang mahasiswa untuk memiliki
gaya hidup berorientasi hiburan dan kesehatan 0,804 kali lebih tinggi.
Tabel 33 Variabel yang berpengaruh terhadap gaya hidup
Variabel bebas
Gaya hidup (1=gaya hidup berorientasi pendidikan, 0=gaya hidup berorientasi hiburan dan
kesehatan)
B Sig. Exp(B)
Usia (tahun) 0,360 0,082* 1,433
Jenis kelamin (1=perempuan, 0=laki-laki) 0,350 0,405 1,419
Suku bangsa (1=Jawa, 0=lainnya) 0,327 0,442 1,387
Jumlah uang saku (rupiah) 0,000 0,433 1,000
Usia ibu (tahun) 0,048 0,351 1,049
Pekerjaan ibu (1=bekerja, 0=tidak bekerja) -0,379 0,366 0,684
Jumlah anggota keluarga (orang) 0,285 0,058* 1,329
Pola asuh makan (skor%) -0,008 0,633 0,992
Kelompok acuan teman (skor) -0,118 0,166 0,889
Kelompok acuan tv (skor) -0,218 0,079 0,804
Konstanta -9,314 0,059 0,000
Nagelkerke R Square 0,140
Chi-square 19,234
Sig. 0,227
Ket= **nyata pada p<0,05; *nyata pada p<0,1
Faktor-faktor yang Memengaruhi Kebiasaan Makan
Pengaruh faktor internal, faktor eksternal, dan gaya hidup terhadap
kebiasaan makan dianalisis dengan menggunakan regresi logistik. Variabel
bebas yang termasuk dalam model adalah usia, jenis kelamin, urutan kelahiran,
jumlah uang saku, usia ayah, jumlah anggota keluarga, pendapatan orang tua,
pola asuh makan, kelompok acuan, gaya hidup berorientasi hiburan dan
kesehatan serta gaya hidup berorientasi belajar. Kebiasaan makan tiga kali
sehari dalam model regresi ini merupakan variabel dummy (1= makan tiga kali
dalam sehari, 0= tidak makan tiga kali dalam sehari).
Hasil regresi logistik untuk faktor-faktor yang memengaruhi kebiasaan
makan tiga kali sehari menghasilkan koefisien determinasi (nagelkerke R2)
sebesar 0,224. Artinya, 22,4 persen varian kebiasaan makan tiga kali sehari
59
dapat dijelaskan oleh variabel yang ada dalam model. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa variabel yang memengaruhi kebiasaan makan tiga kali
sehari mahasiswa adalah variabel jenis kelamin, usia ayah, kelompok acuan
teman, dan kelompok acuan keluarga.
Mahasiswa berjenis kelamin perempuan memiliki peluang 0,425 kali lebih
rendah untuk memiliki kebiasaan makan tiga kali sehari. Semakin tinggi usia
ayah akan membuat mahasiswa berpeluang untuk memiliki kebiasaan makan
tiga kali sehari 1,097 lebih tinggi. Sementara itu, variabel teman dan keluarga
sebagai kelompok acuan memiliki pengaruh yang positif terhadap kebiasaan
makan tiga kali sehari. Hal ini berarti semakin banyak mahasiswa memilih teman
menjadi kelompok acuannya maka peluang mahasiswa untuk memiliki kebiasaan
makan tiga kali sehari akan 1,275 kali lebih tinggi. Selain itu, mahasiswa dengan
skor kelompok acuan keluarga yang lebih besar juga berpeluang 1,336 kali lebih
tinggi untuk memiliki kebiasaan makan malam (Tabel 34).
Tabel 34 Variabel yang berpengaruh terhadap kebiasaan makan tiga kali sehari
Variabel Bebas Kebiasaan makan tiga kali sehari
B Sig. Exp(B)
Usia (tahun) -0,224 0,317 0,799 Jenis kelamin (1= perempuan, 0= laki-laki) -0,856 0,050* 0,425 Jumlah uang saku (rupiah) 0,000 0,682 1,000 Usia ayah (tahun) 0,092 0,068* 1,097 Pekerjaan ibu (1= bekerja, 0= tidak bekerja) -0,317 0,467 0,729 Pola asuh makan (skor %) 0,024 0,201 1,024 Kelompok acuan teman (skor) 0,243 0,026** 1,275 Kelompok acuan keluarga (skor) 0,290 0,010** 1,336 Gaya hidup (1=gaya hidup berorientasi pendidikan, 0=gaya hidup berorientasi hiburan dan kesehatan)
-0,601 0,170 0,548
Konstanta -3,167 0,521 0,042 Nagelkerke R Square 0,224 Chi-square 20,540 Sig. 0,015
Ket= **nyata pada p<0,05; *nyata pada p<0,1
Hasil regresi logistik pada Tabel 35 menunjukkan bahwa model
persamaan regresi yang disusun memiliki koefisien determinasi (nagelkerke R2)
sebesar 0,141. Artinya, 14,1 persen varian kebiasaan sarapan dapat dijelaskan
oleh variabel yang ada dalam model. Akan tetapi dari sepuluh variabel bebas
yang terdapat pada model, hanya ada satu variabel yang berpengaruh terhadap
kebiasaan sarapan mahasiswa, yaitu kelompok acuan teman. Penelitian ini
menunjukkan bahwa mahasiswa dengan skor kelompok acuan teman yang lebih
60
besar memiliki peluang 1,188 kali lebih tinggi untuk memiliki kebiasaan
melakukan sarapan.
Tabel 35 Variabel yang berpengaruh terhadap kebiasaan sarapan
Variabel Bebas Kebiasaan makan sarapan
B Sig. Exp(B)
Usia (tahun) -0,259 0,259 0,772 Jenis kelamin (1= perempuan, 0= laki-laki) -0,742 0,103 0,476 Jumlah uang saku (rupiah) 0,000 0,443 1,000 Usia ayah (tahun) 0,027 0,567 1,027 Pekerjaan ibu (1= bekerja, 0= tidak bekerja) 0,569 0,217 1,766 Pola asuh makan (skor %) 0,020 0,288 1,020 Kelompok acuan teman (skor) 0,172 0,099* 1,188 Kelompok acuan keluarga (skor) 0,153 0,169 1,165 Gaya hidup (1=gaya hidup berorientasi pendidikan, 0=gaya hidup berorientasi hiburan dan kesehatan)
-0,246 0,579 0,782
Konstanta 1,624 0,748 5,074 Nagelkerke R Square 0,141 Chi-square 11,899 Sig. 0,219
Ket= **nyata pada p<0,05; *nyata pada p<0,1
Tabel 36 menunjukkan bahwa koefisien determinasi (nagelkerke R2)
model regresi ini adalah sebesar 0,077. Nilai tersebut menunjukkan 7,7 persen
varian kebiasaan makan siang dapat dijelaskan oleh variabel yang ada dalam
model. Hasil regresi juga menunjukkan bahwa tidak ada satu pun variabel bebas
yang diduga memiliki pengaruh terhadap kebiasaan makan siang mahasiswa.
Tabel 36 Variabel yang berpengaruh terhadap kebiasaan makan siang
Variabel Bebas Kebiasaan makan siang
B Sig. Exp(B)
Usia (tahun) -0,363 0,362 0,696 Jenis kelamin (1= perempuan, 0= laki-laki) -0,525 0,501 0,591 Jumlah uang saku (rupiah) 0,000 0,941 1,000 Usia ayah (tahun) 0,104 0,234 1,110 Pekerjaan ibu (1= bekerja, 0= tidak bekerja) 0,218 0,777 1,244 Pola asuh makan (skor %) 0,015 0,610 1,015 Kelompok acuan teman (skor) 0,064 0,716 1,066 Kelompok acuan keluarga (skor) 0,149 0,458 1,160 Gaya hidup (1=gaya hidup berorientasi pendidikan, 0=gaya hidup berorientasi hiburan dan kesehatan)
-0,237 0,743 0,789
Konstanta 3,310 0,701 27,398 Nagelkerke R Square 0,077 Chi-square 3,766 Sig. 0,926
Model persamaan regresi logistik selanjutnya memiliki koefisien
determinasi (nagelkerke R2) sebesar 0,393. Artinya, 39,3 persen varian
61
kebiasaan makan malam dapat dijelaskan oleh variabel yang ada dalam model,
sedangkan 68,7 persen sisanya dijelaskan oleh variabel lainnya.
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa variabel jenis kelamin dan
pekerjaan ibu berpengaruh negatif terhadap kebiasaan makan malam
mahasiswa. Hal ini berarti mahasiswa berjenis kelamin laki-laki berpeluang 0,065
kali lebih tinggi untuk memiliki kebiasaan makan malam dibandingkan dengan
mahasiswa yang berjenis kelamin perempuan. Sementara itu, mahasiswa
dengan ibu yang bekerja memiliki peluang 0,069 lebih rendah untuk terbiasa
melakukan makan malam. Akan tetapi, Tabel 37 juga menunjukkan bahwa
semakin banyak mahasiswa memilih keluarga sebagai kelompok acuannya,
maka peluang mahasiswa untuk memiliki kebiasaan makan malam akan 1,445
kali lebih tinggi.
Tabel 37 Variabel yang berpengaruh terhadap kebiasaan makan malam
Variabel Bebas Kebiasaan makan malam
B Sig. Exp(B)
Usia (tahun) 0,299 0,466 1,348 Jenis kelamin (1= perempuan, 0= laki-laki) -2,728 0,019** 0,065 Jumlah uang saku (rupiah) 0,000 0,631 1,000 Usia ayah (tahun) 0,122 0,204 1,130 Pekerjaan ibu (1= bekerja, 0= tidak bekerja) -2,671 0,003** 0,069 Pola asuh makan (skor %) 0,040 0,170 1,041 Kelompok acuan teman (skor) -0,014 0,942 0,986 Kelompok acuan keluarga (skor) 0,368 0,082* 1,445 Gaya hidup (1=gaya hidup berorientasi pendidikan, 0=gaya hidup berorientasi hiburan dan kesehatan)
-0,514 0,521 0,598
Konstanta -9,545 0,271 0,000 Nagelkerke R Square 0,393 Chi-square 24,168 Sig. 0,004
Ket= **nyata pada p<0,05; *nyata pada p<0,1
Hasil penelitian menunjukkan bahwa koefisien determinasi (nagelkerke
R2) adalah sebesar 0,198 (Tabel 38). Artinya, 19,8 persen varian kebiasaan
makan camilan dapat dijelaskan oleh variabel yang ada dalam model, sedangkan
80,2 persen sisanya dijelaskan oleh variabel lain yang tidak terdapat pada model.
Kebiasaan makan camilan pada penelitian ini dipengaruhi oleh variabel jenis
kelamin dan kelompok acuan keluarga. Kedua variabel ini berpengaruh positif
terhadap kebiasaan makan camilan mahasiswa. Artinya, mahasiswa dengan
jenis kelamin perempuan berpeluang 3,006 kali lebih tinggi untuk memiliki
kebiasaan makan camilan dibandingkan dengan mahasiswa yang berjenis
kelamin laki-laki. Selain itu, semakin tinggi skor keluarga yang dipilih mahasiswa
62
sebagai kelompok acuan maka peluang mahasiswa untuk memiliki kebiasaan
makan camilan pun akan 1,279 kali lebih tinggi.
Tabel 38 Variabel yang berpengaruh terhadap kebiasaan makan camilan
Variabel Bebas Kebiasaan makan camilan
B Sig. Exp(B)
Usia (tahun) -0,250 0,294 0,779 Jenis kelamin (1= perempuan, 0= laki-laki) 1,101 0,014** 3,006 Jumlah uang saku (rupiah) 0,000 0,765 1,000 Usia ayah (tahun) 0,069 0,152 1,072 Pekerjaan ibu (1= bekerja, 0= tidak bekerja) 0,673 0,151 1,961 Pola asuh makan (skor %) -0,013 0,487 0,987 Kelompok acuan teman (skor) 0,114 0,303 1,121 Kelompok acuan keluarga (skor) 0,246 0,044** 1,279 Gaya hidup (1=gaya hidup berorientasi pendidikan, 0=gaya hidup berorientasi hiburan dan kesehatan)
0,092 0,840 1,096
Konstanta 0,802 0,873 2,229 Nagelkerke R Square 0,198 Chi-square 17,057 Sig. 0,048
Ket= **nyata pada p<0,05; *nyata pada p<0,1
Pembahasan
Penelitian dilakukan pada mahasiswa semester tiga sampai tujuh dan
berusia 18-22 tahun. Mahasiswa berjenis kelamin perempuan dalam penelitian
ini lebih banyak daripada mahasiswa berjenis kelamin laki-laki Hal ini
dimungkinkan terjadi karena berdasarkan data tahun 2011, secara keseluruhan
jumlah mahasiswa IPB yang berjenis kelamin perempuan lebih banyak
dibandingkan dengan laki-laki. Hampir separuh mahasiswa dalam penelitian ini
juga berasal dari sekitar Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi
(Jabodetabek), tidak terlalu jauh dari tempat mahasiswa melanjutkan pendidikan.
Faktor eksternal yang diteliti selain karakteristik keluarga adalah pola
asuh makan dan kelompok acuan. Pola asuh makan yang diterima oleh
mahasiswa dalam penelitian ini pada dasarnya sudah cukup baik. Pola asuh
makan digunakan untuk melihat perilaku makan mahasiswa yang diterapkan oleh
lingkungan keluarganya sebab pengalaman mahasiswa saat berada di
lingkungan keluarga dapat memengaruhi perilaku makannya walaupun
mahasiswa sedang berada jauh dari keluarga.
Kelompok acuan adalah seorang individu atau sekelompok orang yang
secara nyata memengaruhi perilaku pembelian (Sumarwan 2004). Pada
penelitian ini, kelompok acuan yang paling dominan memengaruhi mahasiswa
63
dalam proses perilaku konsumsi adalah teman. Menurut Hurlock (1980), semakin
lama orang dewasa muda melanjutkan perguruan tinggi atau akademi, maka
semakin panjang periode pengaruh teman sebaya dan semakin lama mereka
berperilaku sesuai dengan standar teman kelompok sebayanya tersebut.
Media juga merupakan salah satu kelompok acuan yang memengaruhi
mahasiswa dalam penelitian ini. Media yang dimaksud adalah media televisi
(terutama iklan dan selebriti), internet, dan media cetak. Bahkan satu dari dua
puluh mahasiswa memilih media televisi dengan jumlah paling banyak
dibandingkan dengan kelompok acuan lainnya. Hal ini dapat terjadi karena
menurut Schiffman dan Kanuk (2004), kelompok acuan tidak hanya terdiri dari
kelompok acuan langsung tetapi juga kelompok acuan tidak langsung. Kelompok
acuan tidak langsung terdiri dari seseorang atau sekelompok orang yang tidak
memiliki kontak langsung seperti bintang film, pahlawan olahraga, tokoh politik,
tokoh dalam televisi, maupun orang yang terlihat menarik di pinggir jalan.
Gaya hidup menggambarkan seluruh pola seseorang dalam beraksi dan
berinteraksi di dunia (Kotler & Amstrong 2008). Dalam penelitian ini gaya hidup
mahasiswa terbagi menjadi dua kategori, yaitu gaya hidup berorientasi
pendidikan dan gaya hidup berorientasi hiburan dan kesehatan. Gaya hidup
berorientasi pendidikan terdiri dari mahasiswa yang aktivitas, minat, dan
pendapatnya dalam kehidupan sehari-hari lebih tinggi pada kegiatan belajar.
Mereka lebih suka menghabiskan uang dan waktunya untuk membaca buku dan
mengerjakan tugas kuliah daripada untuk jalan-jalan atau hal-hal lain yang
berkaitan dengan hiburan. Mahasiswa dengan gaya hidup berorientasi
pendidikan ini juga memiliki perhatian lebih rendah terhadap hal-hal yang
berkaitan dengan kegiatan olahraga dan memiliki kebiasaan makan yang kurang
baik, seperti tidak makan teratur tiga kali dalam sehari serta menyukai makanan
cepat saji dan makanan instan.
Mahasiswa yang termasuk pada kelompok gaya hidup berorientasi
hiburan dan kesehatan adalah seseorang yang lebih suka menghabiskan uang
dan waktunya dengan melakukan hal-hal terkait dengan hiburan atau jalan-jalan,
suka berolahraga dan memiliki perhatian lebih tinggi dalam hal kesehatan, aktif
dalam organisasi, serta lebih suka berakhir pekan bersama teman-teman
daripada bersama keluarga. Mahasiswa bergaya hidup berorientasi hiburan dan
kesehatan suka menjadi pusat perhatian karena mendapatkan penghargaan diri
dari lingkungan sekitar adalah hal yang penting baginya. Selain itu gaya hidup
64
berorientasi hiburan dan kesehatan juga terdiri dari mahasiswa yang menyukai
produk dengan merek terkenal karena menurutnya produk yang mahal pasti
berkualitas tinggi.
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa gaya hidup berorientasi
hiburan dan kesehatan merupakan gaya hidup lebih banyak dimiliki oleh
mahasiswa. Sementara itu, hanya sekitar sepertiga mahasiswa yang termasuk
pada kelompok gaya hidup berorientasi pendidikan. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa proporsi mahasiswa yang memiliki memiliki perhatian lebih
tinggi pada kegiatan yang berkaitan dengan kuliah lebih rendah, padahal
mahasiswa yang menjadi responden dalam penelitian ini merupakan mahasiswa
yang masih aktif. Pengaruh globalisasi dan berkembangnya teknologi adalah dua
kemungkinan yang dapat menyebabkan pergeseran gaya hidup mahasiswa ini.
Kebiasaan makan adalah suatu pola perilaku konsumsi pangan yang
diperoleh karena terjadi secara berulang-ulang. Sekitar separuh mahasiswa pada
penelitian ini memiliki frekuensi makan sebanyak tiga kali sehari. Akan tetapi
masih terdapat mahasiswa yang hanya makan sekali dalam sehari. Hal ini tentu
kurang baik untuk tubuh mahasiswa, karena setiap orang dianjurkan untuk
mengonsumsi makanan yang cukup mengandung energi agar dapat hidup dan
melaksanakan kegiatan sehari-hari (Soekirman & Atmawikarta 2011). Alasan
mahasiswa yang hanya memiliki frekuensi makan satu kali sehari adalah karena
takut gemuk.
Masih terdapat sepertiga mahasiswa yang melewatkan sarapan, padahal
sarapan sangat bermanfaat bagi setiap orang. Bagi orang dewasa, sarapan
dapat memelihara ketahanan fisik, mempertahankan daya tahan tubuh saat
bekerja, dan meningkatkan produktivitas kerja. Kebiasaan sarapan juga
membantu seseorang untuk memenuhi kecukupan gizi sehari-hari (Khomsan &
Anwar 2008). Pedoman Umum Gizi Seimbang (PUGS) Indonesia juga
menganjurkan agar setiap individu membiasakan diri untuk sarapan. Hasil
penelitian ini mendukung berbagai penelitian yang menunjukkan bahwa sarapan
merupakan kebiasaan yang paling sering dilewatkan pada beberapa kelompok
usia. Dalam penelitian ini alasan terbesar yang membuat mahasiswa tidak biasa
melakukan sarapan adalah karena banyaknya kuliah yang dimulai di pagi hari
sehingga membuat mereka tidak sempat sarapan.
Sementara itu, hampir seluruh mahasiswa sudah terbiasa untuk selalu
melakukan makan siang. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Jelinic, Nola, dan
65
Matanic (2008) yang menunjukkan bahwa makan siang adalah waktu makan
yang paling jarang dilewati oleh mahasiswa. Alasan terbesar mahasiswa
melakukan makan siang adalah karena untuk mencukupi kebutuhan energi atau
menghilangkan rasa laparnya.
Sebagian besar mahasiswa juga terbiasa makan malam dengan teratur.
Menurut Moertjipto, Rumijah, & Astuti (1993), makan malam bertujuan untuk
mempersiapkan terjadinya proses pembakaran untuk menghasilkan energi yang
diperlukan pada saat tidur yang digunakan untuk menggerakan paru-paru,
jantung, serta organ tubuh lainnya. Sama seperti alasan makan siang,
mahasiswa juga melakukan makan malam untuk mencukupi kebutuhannya.
Makan camilan juga dapat berfungsi untuk menambah zat-zat yang tidak
ada atau kurang pada makanan utama dan lauk-pauknya. Selain itu, makanan
camilan juga dapat dikonsumsi sebagai makanan pengganti makanan utama dan
sebagai hiburan. Makanan yang dapat berfungsi sebagai hiburan ini sebagian
besar berupa makanan kecil atau makanan ringan, sebab dapat dikonsumsi
sebagai teman santai bersama keluarga atau teman (Moertjipto, Rumijah, &
Astuti 1993). Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar mahasiswa
memiliki kebiasaan makan camilan.
Penelitian ini menunjukkan bahwa semakin tinggi usia mahasiswa dan
semakin besar jumlah anggota keluarga, maka semakin besar pula peluang
mahasiswa untuk memiliki gaya hidup berorientasi pendidikan. Akan tetapi,
semakin rendah usia mahasiswa dan semakin kecil jumlah anggota keluarga,
maka mahasiswa akan berpeluang lebih besar untuk memiliki gaya hidup
berorientasi hiburan dan kesehatan. Hal ini sesuai dengan penelitian Suwanvijit
dan Promsa-ad (2009) yang menemukan bahwa faktor-faktor yang memengaruhi
gaya hidup konsumen di Thailand adalah usia, jenis kelamin, status pernikahan,
dan pendapatan. Sementara itu, mahasiswa yang lebih banyak memilih televisi
menjadi kelompok acuannya akan semakin berpeluang untuk memiliki gaya
hidup berorientasi hiburan dan kesehatan.
Mahasiswa yang berjenis kelamin laki-laki memiliki peluang lebih tinggi
untuk memiliki kebiasaan makan tiga kali sehari. Hal ini dimungkinkan terjadi
karena laki-laki dewasa memiliki kebutuhan energi yang lebih tinggi dibandingkan
dengan perempuan dewasa. Menurut Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi
2004, pria dewasa yang berusia 19 sampai 29 tahun membutuhkan asupan
energi sebesar 2550 kkal dan protein sebesar 60 gram per hari sedangkan
66
wanita usia dewasa membutuhkan asupan energi sebesar 1900 kkal dan protein
sebesar 50 gram per hari. Selain itu, mahasiwa dengan usia ayah lebih tinggi
akan memiliki peluang lebih besar untuk memiliki kebiasaan makan tiga kali
sehari. Hasi penelitian juga menunjukkan bahwa semakin tinggi skor kelompok
acuan teman maka peluang mahasiswa untuk memiliki kebiasaan makan tiga kali
sehari pun akan semakin besar. Menurut Arisman (2004) teman sebaya
berpengaruh besar terhadap kebiasaan makan.
Berdasarkan hasil uji regresi logistik, hanya satu variabel dalam penelitian
ini yang dapat memengaruhi kebiasaan sarapan, yaitu kelompok acuan teman.
Selain memengaruhi kebiasaan makan tiga kali sehari, kelompok acuan teman
juga memengaruhi kebiasaan mahasiswa dalam melakukan sarapan. Kebiasaan
sarapan ini juga dapat dipengaruhi faktor-faktor lain yang tidak diukur dalam
penelitian ini. Kebiasaan sarapan mahasiswa kemungkinan dapat dipengaruhi
oleh ketersediaan waktu di pagi hari sebelum memulai aktivitas karena menurut
hasil penelitian ini, sebagian besar mahasiswa yang tidak terbiasa melakukan
sarapan memiliki alasan karena tidak memiki cukup waktu sehingga tidak sempat
untuk melakukan sarapan. Selain itu, pengetahuan tentang pentingnya sarapan
juga dapat memengaruhi mahasiswa untuk terbiasa melakukan sarapan.
Mahasiswa berjenis kelamin laki-laki memiliki peluang lebih tinggi untuk
melakukan kebiasaan makan malam, sedangkan mahasiswa berjenis kelamin
perempuan memiliki peluang yang lebih tinggi untuk melakukan kebiasaan
makan camilan. Hal ini mendukung hasil penelitian Przystawski et al. (2011)
bahwa remaja putri sangat menyukai makanan camilan dan mengonsumsinya
setiap hari disamping mengonsumsi makanan utama. Ibu yang tidak bekerja juga
membuat peluang mahasiswa lebih besar untuk melakukan kebiasaan makan
malam daripada mahasiswa dengan ibu yang bekerja. Hal ini dimungkinkan
terjadi karena ibu yang tidak bekerja memiliki lebih banyak waktu di rumah
sehingga dapat lebih memerhatikan dan menyiapkan makanan untuk
keluarganya.
Sementara itu, mahasiswa yang menjadikan keluarga sebagai kelompok
acuannya memiliki peluang yang lebih besar untuk memiliki kebiasaan makan
tiga kali sehari, makan malam, dan makan camilan. Suhardjo (1989) menyatakan
bahwa keluarga merupakan faktor utama dalam pembentukan pola perilaku
makan dan juga dalam pembinaan kesehatan keluarga. Hal ini juga membuktikan
bahwa keluarga tetap menjadi gatekeeper (penjaga pintu) yaitu seseorang yang
67
memiliki peranan dalam mengendalikan kebiasaan makan mahasiswa sesuai
dengan teori saluran menurut Lewin yang tertera dalam Khumaidi (1988).
Penelitian ini juga tidak menemukan satu pun variabel bebas yang
memengaruhi kebiasaan makan siang. Hal ini kemungkinan dapat terjadi karena
makan siang dianggap sebagai kebutuhan yang harus selalu dipenuhi oleh
mahasiswa setiap harinya dalam kondisi apapun. Karena di siang hari
mahasiswa membutuhkan asupan energi untuk menggantikan energi yang telah
dikeluarkannya di pagi hari dan untuk melanjutkan aktivitasnya lagi.
Keterbatasan dalam penelitian ini adalah hanya berfokus pada salah satu
faktor yang memengaruhi kebiasaan makan, yaitu gaya hidup. Masih banyak
faktor-faktor lain yang mungkin berpengaruh terhadap kebiasaan makan dan
dapat menjadi pertimbangan dalam penelitian selanjutnya, seperti lingkungan
sosial budaya, ketersediaan pangan, dan keadaan psikologis (Khumaidi 1988).
Aktivitas fisik juga dapat menjadi salah satu faktor yang memengaruhi kebiasaan
makan sesuai dengan penelitian yang dilakukan Sop et al. (2010). Selain itu,
menurut Suhardjo (1989) pengetahun gizi juga menjadi salah satu hal yang
penting dalam menentukan kebiasaan makan seseorang. Studi lebih lanjut dapat
mengkaji tentang gaya hidup dan kebiasaan makan dengan variabel-variabel
lain yang belum diteliti dalam penelitian ini.
69
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian, proporsi terbesar mahasiswa berada pada
gaya hidup berorientasi hiburan dan kesehatan, sedangkan sisanya termasuk
pada gaya hidup berorientasi pendidikan. Hal ini menunjukkan bahwa mahasiswa
dalam penelitian ini lebih memfokuskan aktivitas, minat, dan opini dalam
kehidupan sehari-harinya pada hal-hal yang berhubungan dengan hiburan,
olahraga, kesehatan, dan organisasi dibandingkan dengan hal-hal yang
berhubungan dengan kegiatan perkuliahan.
Kebiasaan mahasiswa pada penelitian ini sudah cukup baik. Hal ini
terlihat dari sekitar separuh mahasiswa yang memiliki frekuensi makan tiga kali
sehari. Sebagian besar mahasiswa memiliki kebiasaan sarapan akan tetapi
masih terdapat satu dari tiga mahasiswa yang belum terbiasa melakukan
sarapan setiap hari. Sementara itu, kebiasaan yang paling tidak pernah
dilewatkan oleh mahasiswa adalah kebiasaan makan siang dan makan malam.
Makanan yang dikonsumsi mahasiswa juga sudah cukup beragam, namun
frekuensinya masih cukup rendah.
Berdasarkan hasil uji regresi logistik, diketahui bahwa variabel usia dan
jumlah anggota keluarga berpengaruh positif terhadap gaya hidup. Usia
mahasiswa yang lebih tinggi dan jumlah anggota keluarga yang lebih besar
membuat peluang mahasiswa untuk memiliki gaya hidup berorientasi pendidikan
pun akan lebih besar. Sementara itu, peluang untuk memiliki gaya hidup
berorientasi hiburan dan kesehatan lebih besar pada mahasiswa yang lebih
banyak memilih televisi sebagai kelompok acuannya.
Hasil uji regresi logistik juga menunjukkan bahwa mahasiswa laki-laki
memiliki peluang lebih tinggi untuk memiliki kebiasaan makan tiga kali sehari. Hal
ini dimungkinkan terjadi karena laki-laki dewasa memiliki kebutuhan energi yang
lebih tinggi dibandingkan dengan perempuan dewasa. Selain itu, mahasiwa
dengan usia ayah lebih tinggi akan memiliki peluang lebih besar untuk memiliki
kebiasaan makan tiga kali sehari. Hasi penelitian juga menunjukkan bahwa
semakin tinggi skor kelompok acuan teman dan keluarga maka peluang
mahasiswa untuk memiliki kebiasaan makan tiga kali sehari pun akan semakin
70
besar. Selain memengaruhi kebiasaan makan tiga kali sehari, kelompok acuan
teman juga memengaruhi kebiasaan mahasiswa dalam melakukan sarapan.
Mahasiswa berjenis kelamin laki-laki memiliki peluang lebih tinggi untuk
melakukan kebiasaan makan malam, sedangkan mahasiswa berjenis kelamin
perempuan memiliki peluang yang lebih tinggi untuk melakukan kebiasaan
makan camilan. Ibu yang tidak bekerja juga membuat peluang mahasiswa lebih
besar untuk melakukan kebiasaan makan malam daripada mahasiswa dengan
ibu yang bekerja. Hal ini dimungkinkan terjadi karena ibu yang tidak bekerja
memiliki lebih banyak waktu di rumah sehingga dapat lebih memerhatikan dan
menyiapkan makanan untuk keluarganya. Sementara itu, mahasiswa yang
menjadikan keluarga sebagai kelompok acuannya memiliki peluang yang lebih
besar untuk memiliki kebiasaan makan tiga kali sehari, makan malam, dan
makan camilan. Akan tetapi, hasil penelitian juga menunjukkan bahwa tidak ada
satupun variabel dalam penelitian ini yang memengaruhi kebiasaan makan siang.
Sementara itu, hasil penelitian tidak menemukan satupun variabel yang
memengaruhi kebiasaan makan siang.
Saran
Keluarga, teman, dan televisi adalah kelompok acuan yang paling
memberikan pengaruh kepada mahasiswa. Oleh karena itu, pemerintah
sebaiknya membina keluarga yang ada di Indonesia agar memiliki kebiasaan
makan yang baik. IPB sebagai institusi pendidikan juga dapat melakukan
pembinaan lebih baik kepada mahasiswanya, seperti melalui organisasi
kemahasiswaan, agar para mahasiswa dapat saling memengaruhi untuk memiliki
kebiasaan makan yang baik. Pihak IPB juga diharapkan dapat lebih memantau
tempat-tempat makan seperti kantin atau warung makan yang berada di sekitar
kampus, terutama dalam hal higienitas.
Keterbatasan penelitian ini adalah hanya melihat salah satu faktor yang
memengaruhi kebiasaan makan. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat
mengukur gaya hidup dan kebiasaan makan pada periode perkembangan yang
lain atau melihat pengaruh faktor-faktor lain yang mungkin dapat memengaruhi
gaya hidup serta kebiasaan makan yang belum diukur dalam penelitian ini.
Penelitian ini juga menghasilkan dua kategori gaya hidup yang merupakan potret
mahasiswa saat ini sehingga menarik untuk dikaji dalam lima atau sepuluh tahun
mendatang apakah terjadi pergeseran pada gaya hidup mahasiswa. Selain itu,
71
penelitian selanjutnya dapat melihat pengaruh gaya hidup terhadap variabel-
variabel lain penelitian, seperti kualitas pendidikan atau kualitas gizi mahasiswa.
72
DAFTAR PUSTAKA
Andiyani SF. 2007. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Gaya Hidup dan Coping Mechanism Guru SD Negeri dan Swasta (Kasus di Kecamatan
Purwakarta, Kota Cilegon, Propinsi Banten) [skripsi]. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Arisman. 2004. Gizi dalam Daur Kehidupan. Jakarta: Penerbit buku kedokteran
EGC.
Astawan M. 1996. Pemanfaatan Lahan Pekarangan. Majalah Selera, 8 (16), halaman 39-42.
Engel JF, Blackwell RD, & Miniard PW. 1995. Perilaku Konsumen Jilid 2. Jakarta:
Binarupa Aksara.
Hafitri V. 2003. Studi tentang Kebiasaan Makan Remaja SMU di Wilayah Kota Bogor Tengah [skripsi]. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Hawkins DI, Best RJ, Coney KA. 2001. Consumer Behavior: Building Marketing Strategy: 8th Edition. Boston. MA: Irwin-McGraw-Hill.
Hurlock E. 1980. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta (ID): Erlangga.
Jelinic JD, Nola IA, Matanic D. 2008. Living or Away from Home-Impact on Student’s Eating Habits. Materia Socio Medica. 20(4): 204-208.
Khomsan A. 2002. Pangan dan Gizi untuk Kesehatan. Rajagrafindo Persada:
Jakarta.
_______, Anwar F. 2008. Sehat Itu Mudah, Wujudkan Hidup Sehat dengan Makanan Tepat. Jakarta: PT Mizan Publika.
Khumaidi M. 1988. Gizi Masyarakat. Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.
Kim DJ, Cho B, Rao HR. 1999. Effects of Consumer Lifestyles on Purchasing Behavior on the Internet: A Conceptual Framework and Empirical Validation. p. 688-695.
Kotler P. 1985. Manajemen Pemasaran, Marketing Management, Analisis, Perencanaan, dan Pengendalian. Edisi keempat. Jakarta: Erlangga.
_______, Amstrong G. 2008. Prinsip-prinsip Pemasaran: Edisi 12. Jilid 1. Jakarta: Erlangga.
Kucukemiroglu O. 1997. Market Segmentation by using Consumer Lifestyle Dimensions and Ethnocentrism: An Empirical Study. European Journal of Marketing. Vol 33:470-487.
Meyer LH. 1982. Food Chemistry 4th edition. The AVI Plubishing Company
Weatpon Connectitut.
Mowen JC. & Minor M. 1998. Consumer Behavior. 4th Edition. New Jersey: Prantice Hall.
Moertjipto, Rumijah SJ, Astuti J. 1993. Makanan: Wujud, Variasi dan Fungsinya, serta Cara Penyajiannya pada Orang Jawa Daerah Istimewa Yogyakarta.
Yogyakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
73
Mustopa N. 2003. Studi tentang Gaya Hidup, Pola Konsumsi Pangan, dan Status Gizi Mahasiswa Universitas Pakuan [skripsi]. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Papalia DE, Olds SW, & Feldman RD. 2008. Human Development: Tenth Edition.
New York (US): McGraw Hill Companies, Inc.
Phujiyanti Y. 2004. Identifikasi Gaya Hidup dan Kebiasaan Makan Mahasiswa IPB [skripsi]. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Przystawski J, Stelmach M, Grygiel-Gorniac B, Mardas M, Walkowiak J. 2011. Dietary Habits and Nutritional Status of Female Adolescents from the Great Poland Region. Polish Journal of. Food and Nutrition Science. 61 (1): 73-78
Purwaningrum NF. 2008. Hubungan Antara Citra Raga dengan Perilaku Makan pada Remaja Putri [skripsi]. Fakultas Psikologi, Universitas Muhammadiyah Semarang.
Santoso S. 2010. Statistik Multivariat: Konsep dan Aplikasi dengan SPSS.
Jakarta: PT Elex Media.
Santrock JW. 2003. Adolesecence: Perkembangan Remaja. Jakarta: Erlangga.
Shiffman L.G. & Kanuk LL. 2004. Consumer Behavoir: Eight Edition. New
Jersey : Pearson Prantice Hall
Soekirman, Atmawikarta A. 2011. Buku Panduan 12 Pesan Dasar Gizi Seimbang. http://depkes.go.id. [7 Mei 2011]
Sop MMK, Gouado I, Tetanye E, dan Zollo PHA. 2010. Nutritional Status, Food Habits, and Energi Profile of Young Adult Cameroonian University Students. African Journal of Food Science. 4(12): 748-753.
Suhardjo. 1989. Sosio Budaya Gizi. Bogor: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi, Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, IPB.
_______. 2003. Berbagai Cara Pendidikan Gizi. Bogor: Bumi Aksara
bekerjasama dengan Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi IPB.
Sumarwan U. 2004. Perilaku Konsumen Teori dan Penerapannya dalam Pemasaran. Jakarta: Ghalia Indonesia dengan MMA IPB.
Sundari A. 2003. Studi tentang Gaya Hidup, Pola Konsumsi Pangan, dan Status Gizi Siswa SMU Negeri 3 Bogor [skripsi]. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Sutisna. 2001. Perilaku Konsumen dan Komunikasi Pemasaran. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.
Suwanvijit W, Promsa-ad S. 2009.The Insight Study of Consumer Life-style and Purchasing Behaviors in Songkla Province, Thailand. International Journal of Marketing Studies. 1(2): 66-73.
Turner JS, Helms DB. 1986. Contemporary Adulthood: Third Edition. Kanada:
CBS College Publishing
Umar H. 2000. Riset Pemasaran dan Perilaku Konsumen. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama.
74
Ulfah M, Latifah M. 2007. Hubungan Pola Asuh Makan, Pengetahuan Gizi, Persepsi, dengan Kebiasaan Makan Sayuran Ibu Rumah Tangga di Perkotaan dan Pedesaan Bogor. Jurnal Media Gizi dan Keluarga. 31(1): 30-41.
Waluya A. 2007. Perubahan Konsumsi Pangan pada Mahasiswi Peserta Program Pemberian Makanan Tambahan di IPB, Bogor [skripsi]. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
78
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 3 Januari
1989. Penulis merupakan anak pertama dari dua
bersaudara pasangan Drs. Tatang Maulana dan Ike Silvia.
Penulis juga memiliki seorang adik perempuan yang
bernama Dara Ninggar. Pada Tahun 2007, penulis
menamatkan sekolah menengah atas di SMA Negeri 5
Bogor. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan strata satu
melalui Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) dan diterima di mayor
Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen dengan minor Gizi Masyarakat,
Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.
Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam organisasi
kemahasiswaan Himpunan Mahasiswa Ilmu Keluarga dan Konsumen (HIMAIKO)
sebagai Bendahara Umum selama dua tahun berturut-turut, yaitu periode
2008/2009 dan 2009/2010. Selain itu penulis aktif mengikuti berbagai kegiatan
kepanitiaan seperti Open House IPB 2008, Family and Consumer Day, Be Good
in Jurnalistic (BOUNJOUR), Conference of Human Ecology Student of Indonesia
(COHESI), Masa Perkenalan Fakultas (SPECTACULARS ’45), Masa Perkenalan
Departemen (SOULMATE ’45), Penglepasan Sarjana Fakultas Ekologi Manusia,
Sosialisasi IPB Bogor - Depok dan berbagai kegiatan lainnya.
Selama menjalani kegiatan perkuliahan, penulis pernah menerima beasiswa
Bantuan Belajar Mahasiswa (BBM) pada tahun 2009 dan beasiwa Peningkatan
Prestasi Pendidikan (PPA) pada tahun 2010. Selain itu, penulis juga pernah
bergabung menjadi Asisten Praktikum Dasar-dasar Komunikasi dan menjadi
Asisten Guru di Labschool Pendidikan Karakter IPB-ISFA pada tahun 2011.