Pengantar S - sakip.pertanian.go.idsakip.pertanian.go.id/admin/tahunan/laporan tahuann 2011.pdf ·...

143
Inovasi Teknologi 2011 Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2011 1 Pengantar S ebagai institusi publik, Badan Litbang Pertanian dituntut untuk menghasilkan inovasi yang mampu mengatasi masalah yang dihadapi petani dalam berproduksi. Hal ini semakin penting mengingat beragam dan makin beratnya ancaman terhadap keberlanjutan sistem produksi pertanian dewasa ini. Perubahan iklim, misalnya, kini telah melanda berbagai negara di dunia. Kekeringan dan banjir yang datang silih berganti dengan intensitas yang makin sering akibat perubahan iklim telah merusak sebagian area pertanian, termasuk di Indonesia. Pengalaman empiris membuktikan, ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) diperlukan dalam mengatasi berbagai masalah yang terjadi. Pengalaman itu menguatkan keyakinan peneliti Badan Litbang Pertanian untuk terus bekerja menghasilkan inovasi teknologi untuk masyarakat pertanian. Dengan inovasi teknologi yang dihasilkan, Badan Litbang Pertanian telah memberikan kontribusi yang nyata dalam mengatasi berbagai masalah di lapangan. Ledakan hama wereng batang coklat (WBC) yang terjadi di beberapa sentra produksi padi akhir-akhir ini, misalnya, dapat diredam dengan menerapkan teknologi, antara lain pengembangan varietas Inpari 13 yang tahan terhadap WBC dan ditanam secara serempak. Melalui penelitian dari berbagai aspek, Badan Litbang Pertanian pada tahun 2011 juga telah menghasilkan berbagai inovasi teknologi yang diharapkan segera meluas pengembangan- nya untuk meningkatkan daya saing produk pertanian di pasar global. Untuk dapat diketahui dan dimanfaatkan oleh masyarakat pertanian, inovasi teknologi tersebut disosialisasikan melalui berbagai media diseminasi. Laporan tahunan ini memuat kinerja Badan Litbang Pertanian pada tahun 2011. Kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam penyusunan laporan ini disampaikan penghargaan dan terima kasih. Jakarta, Januari 2012 Kepala Badan, Dr. Haryono Pengantar

Transcript of Pengantar S - sakip.pertanian.go.idsakip.pertanian.go.id/admin/tahunan/laporan tahuann 2011.pdf ·...

Inovasi Teknologi 2011

Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 20111

Pengantar

Sebagai institusi publik, Badan Litbang Pertanian dituntut untuk

menghasilkan inovasi yang mampu mengatasi masalah yang

dihadapi petani dalam berproduksi. Hal ini semakin penting mengingat

beragam dan makin beratnya ancaman terhadap keberlanjutan sistem

produksi pertanian dewasa ini. Perubahan iklim, misalnya, kini telah

melanda berbagai negara di dunia. Kekeringan dan banjir yang datang

silih berganti dengan intensitas yang makin sering akibat perubahan

iklim telah merusak sebagian area pertanian, termasuk di Indonesia.

Pengalaman empiris membuktikan, ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) diperlukan

dalam mengatasi berbagai masalah yang terjadi. Pengalaman itu menguatkan keyakinan

peneliti Badan Litbang Pertanian untuk terus bekerja menghasilkan inovasi teknologi untuk

masyarakat pertanian.

Dengan inovasi teknologi yang dihasilkan, Badan Litbang Pertanian telah memberikan

kontribusi yang nyata dalam mengatasi berbagai masalah di lapangan. Ledakan hama wereng

batang coklat (WBC) yang terjadi di beberapa sentra produksi padi akhir-akhir ini, misalnya,

dapat diredam dengan menerapkan teknologi, antara lain pengembangan varietas Inpari 13

yang tahan terhadap WBC dan ditanam secara serempak.

Melalui penelitian dari berbagai aspek, Badan Litbang Pertanian pada tahun 2011 juga

telah menghasilkan berbagai inovasi teknologi yang diharapkan segera meluas pengembangan-

nya untuk meningkatkan daya saing produk pertanian di pasar global. Untuk dapat diketahui

dan dimanfaatkan oleh masyarakat pertanian, inovasi teknologi tersebut disosialisasikan melalui

berbagai media diseminasi.

Laporan tahunan ini memuat kinerja Badan Litbang Pertanian pada tahun 2011. Kepada

semua pihak yang telah berkontribusi dalam penyusunan laporan ini disampaikan penghargaan

dan terima kasih.

Jakarta, Januari 2012

Kepala Badan,

Dr. Haryono

Pengantar

Inovasi Teknologi 2011

Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 20112

Inovasi Teknologi 2011

Krisis ekonomi dunia tampaknya belum akan berakhir. Sebagian negara bahkan

terjebak dalam krisis yang makin berat dan beberapa di antaranya di ambang

kebangkrutan. Indonesia termasuk beruntung yang ditandai oleh pertumbuhan

ekonomi makro sebesar 6,5% pada tahun 2011. Hal ini tentu tidak terlepas dari

keyakinan dan kerja keras berbagai pihak.

Di Indonesia, sektor pertanian relatif tidak terpengaruh oleh krisis ekonomi dunia

dan menjadi tumpuan bagi jutaan penduduk di perdesaan. Oleh karena itu,

Kementerian Pertanian tetap optimistis untuk meraih “empat sukses” yang meliputi

(1) swasembada dan swasembada berkelanjutan; (2) peningkatan diversifikasi

pangan; (3) peningkatan nilai tambah, daya saing, dan ekspor; serta (4) peningkatan

kesejahteraan petani.

Hal mendasar yang tetap menjadi perhatian utama pemerintah adalah ketahanan

pangan nasional karena berdampak terhadap berbagai aspek kehidupan, terutama

sosial, ekonomi, dan bahkan politik. Untuk itu, Kementerian Pertanian senantiasa

berupaya meningkatkan produksi padi yang menjadi pangan utama sebagian besar

penduduk hingga mencapai 70,6 juta ton. Dalam lima tahun ke depan, pemerintah

menargetkan surplus beras 10 juta ton. Selain beras, pemerintah juga meng-

garisbawahi pentingnya melanjutkan swasembada jagung dan meraih swasembada

kedelai, daging, dan gula yang dibutuhkan oleh semua lapisan masyarakat.

Inovasi Teknologi 2011

Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 20113

Diversifikasi pangan, peningkatan nilai tambah, daya saing, dan ekspor produk

pertanian perlu pula direalisasikan dalam upaya mendorong pemanfaatan potensi

sumberdaya dan keberagaman pangan lokal serta peningkatan pendapatan petani.

Di sisi lain, sektor pertanian menghadapi berbagai tantangan yang makin berat.

Selain jumlah penduduk yang terus meningkat dengan laju yang masih tinggi,

perubahan iklim telah dan akan terus pula mengancam keberlanjutan usaha pertanian.

Perubahan iklim tidak hanya meningkatkan suhu udara yang mengancam kehidupan,

tetapi juga berdampak terhadap anomali iklim yang ditandai oleh seringnya terjadi

kemarau panjang yang menyebabkan tanaman terancam kekeringan dan tingginya

curah hujan yang tidak jarang merendam area pertanian, terutama di kawasan

pesisir. Perkembangan hama dan penyakit tanaman dalam beberapa tahun terakhir

juga tidak terlepas dari dampak perubahan iklim. Ledakan hama wereng batang

coklat di beberapa daerah akhir-akhir ini, misalnya, telah merusak sebagian

pertanaman padi yang tentu saja berdampak terhadap penurunan produksi.

Fragmentasi dan konversi lahan pertanian yang masih berlangsung di beberapa

daerah, lemahnya modal petani untuk operasionalisasi usaha, dan makin ketatnya

persaingan produk pertanian di pasar dunia juga merupakan masalah yang perlu

dicarikan upaya pemecahannya.

Pengalaman lebih dari tiga dekade terakhir membuktikan bahwa sebagian

masalah yang dihadapi petani dalam berproduksi dapat diatasi dengan penerapan

inovasi teknologi. Oleh karena itu, Badan Litbang Pertanian terus berupaya

menghasilkan inovasi dan terobosan peningkatan produksi dan kesejahteraan petani

yang menjadi basis pembangunan pertanian dewasa ini.

Inovasi Teknologi 2011

Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 20114

Didukung oleh segenap unit kerja penelitian dan pengkajian di hampir semua

provinsi di Indonesia, Badan Litbang Pertanian pada tahun 2011 telah menghasilkan

berbagai inovasi teknologi. Di beberapa daerah telah teridentifikasi potensi lahan

yang dapat dikembangkan untuk pertanian. Sejumlah varietas unggul baru padi,

jagung, dan kedelai yang dilepas oleh Menteri Pertanian dalam tahun 2011 diharap-

kan dapat mempercepat upaya peningkatan produksi pangan menuju swasembada

berkelanjutan.

Berbagai varietas unggul sayuran, buah-buahan, dan tanaman hias telah

dihasilkan dalam upaya meningkatkan daya saing di pasar global yang makin

kompetitif. Ketersediaan benih unggul hortikultura merupakan keharusan untuk

mengurangi bahkan menghilangkan ketergantungan pada pasokan benih dari luar

negeri.

Perkebunan yang memiliki peran strategis dalam pembangunan ekonomi nasional

terus pula dipacu daya saingnya melalui peningkatan produktivitas, mutu produk,

dan efisiensi usaha dengan tetap memerhatikan kelestarian lingkungan. Sejumlah

varietas unggul maupun teknologi proses yang dihasilkan diharapkan dapat segera

dimanfaatkan dalam upaya meningkatkan kontribusinya terhadap perekonomian

nasional maupun kesejahteraan para pelaku usaha.

Upaya mencapai swasembada daging sapi pada 2014 memerlukan komitmen

berbagai pihak terkait untuk membangun usaha peternakan yang efisien, produktif,

dan berbasis sumberdaya lokal. Dukungan kebijakan pemerintah menjadi bagian

penting dalam meraih swasembada daging dan meningkatkan kesejahteraan

peternak.

Inovasi Teknologi 2011

Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 20115

Badan Litbang Pertanian juga telah menghasilkan teknologi diversifikasi pangan,

peningkatan nilai tambah dan daya saing produk pertanian. Diversifikasi pangan

dengan memanfaatkan sumber pangan lokal menjadi pilar penting dalam

mempertahankan ketahanan pangan yang berkelanjutan. Pemanfaatan lahan

pekarangan untuk memproduksi berbagai bahan pangan keluarga juga ditingkatkan

melalui pengembangan Model Kawasan Rumah Pangan Lestari. Sejumlah inovasi

teknologi spesifik lokasi yang dihasilkan diharapkan pula dapat meningkatkan

produktivitas, pendapatan, dan kesejahteraan petani melalui pemberdayaan dalam

mengakses informasi, teknologi, dan modal untuk mengembangkan agribisnis dan

kemitraan dengan sektor swasta.

Agar dapat dimanfaatkan oleh masyarakat pertanian, inovasi hasil penelitian

disosialisasikan melalui kegiatan diseminasi dengan memanfaatkan berbagai media,

baik di tingkat pusat maupun daerah. Berkaitan dengan hal tersebut, Badan Litbang

Pertanian memanfaatkan spektrum diseminasi multichannel untuk mempercepat arus

penyampaian inovasi teknologi kepada pengguna, terutama petani.

Sumberdaya Lahan

Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 20116

Sumberdaya Lahan

Salah satu kegiatan utama Balai Besar Penelitian dan

Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian untuk men-

dukung Program Penciptaan Teknologi Varietas Unggul Berdaya

Saing adalah melakukan inventarisasi dan evaluasi potensi

sumberdaya lahan pertanian, meliputi pemetaan tanah

sistematis seperti pemetaan tinjau skala 1:250.000 di seluruh

wilayah Indonesia, dan pemetaan tematik seperti pemetaan

sumberdaya lahan untuk mendukung pengembangan

hortikultura dan P2BN di lokasi terpilih. Untuk meningkatkan

produktivitas dan efisiensi pemupukan, BBSDLP telah

menghasilkan formulasi pupuk dan pembenah tanah. Untuk

mengoptimalkan penggunaan air dan meminimalkan dampak

bencana alam terhadap sektor pertanian telah disusun strategi

antisipasi dan mitigasi. Melalui kerja sama dengan Pemda

setempat, telah dikembangkan sistem pertanian terpadu lahan

kering beriklim kering di Nusa Tenggara Timur dan Nusa

Tenggara Barat.

Sumberdaya Lahan

Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 20117

Informasi Spasial Sumberdaya

Lahan Pertanian

Pemetaan Sumberdaya Lahan di Gorontalodan Sulawesi Tengah

Pada tahun 2011 telah dilakukan pemetaan sumber-

daya lahan tingkat tinjau di sebagian wilayah

Gorontalo bagian barat dan Sulawesi Tengah bagian

utara. Dari kegiatan pemetaan ini telah dihasilkan:

(1) Peta sumberdaya tanah tingkat tinjau, skala 1:

250.000 wilayah Gorontalo dan Sulawesi Tengah; (2)

Peta arahan penggunaan lahan untuk pengembangan

pertanian (intensifikasi dan ekstensifikasi) skala

1:250.000; dan (3) informasi penggunaan lahan

sekarang (present landuse). Peta-peta tersebut dapat

digunakan untuk perencanaan tata ruang di tingkat

provinsi.

Berdasarkan hasil penelitian, daerah yang

disurvei mempunyai iklim bervariasi dari kering

sampai basah dengan curah hujan rata-rata tahunan

antara 760 mm (daerah lembah Palu) sampai 3.486

mm (daerah Marisa/Popayato), termasuk zona

agroklimat A, B1, C1, D1, E1, E2, dan E3. Daerah ini

didominasi oleh batuan tersier dan pratersier. Bahan

induk tanah berupa endapan aluvium, batuan intrusi,

batuan metamorfik, batuan sedimen, dan batuan

volkan tua. Berdasarkan bentuk wilayahnya, daerah

penelitian dibedakan menjadi datar sampai agak datar

dengan luas 418.815 ha (11,9%) dan berombak/agak

landai 64.105 ha (1,8%). Sebagian besar lahan

potensial telah dimanfaatkan untuk pertanian yang

relatif intensif, seperti sawah, tegalan/kebun tanaman

pangan dan sayuran, tanaman tahunan kakao,

kelapa, cengkih, kopi, dan buah-buahan, serta

tambak. Oleh karena itu, praktis hampir tidak tersedia

lahan untuk perluasan area, bahkan sebagian lahan

perbukitan berlereng curam sudah digarap untuk

pertanian.

Tanah di daerah ini terdiri atas ordo Histosols,

Entisols, Inceptisols, Mollisols, Ultisols, dan Alfisols.

Tanah terbentuk dari endapan aluvium, batuan sedi-

men, batuan volkan tua, batuan intrusi, dan batuan

metamorfik. Penampang tanah bervariasi dari dalam

sampai dangkal (berkerikil, berbatu), tekstur halus

sampai kasar, konsistensi gembur sampai teguh, dan

drainase baik sampai terhambat. Tanah bereaksi

masam sampai netral, kadar bahan organik rendah

sampai tinggi, kapasitas tukar kation tanah rendah

sampai sedang, dan kejenuhan basa sedang sampai

tinggi. Dari kegiatan pemetaan dihasilkan 94 satuan

peta tanah (SPT), yang terdiri atas grup aluvial 35

SPT, fluvio-marin dua SPT, marin empat SPT, karst

lima SPT, tektonik 28 SPT, volkan tua enam SPT,

intrusi volkan 12 SPT, dan lain-lain.

Hanya sebagian kecil lahan yang tergolong sesuai

(kelas S) dan sesuai bersyarat (CS) untuk pengem-

bangan tanaman pangan/semusim dan tanaman

tahunan/perkebunan. Sebagian besar lahan tidak

sesuai (N) dengan faktor penghambat lereng curam/

bahaya erosi dan retensi hara. Arahan penggunaan

lahan untuk intensifikasi pertanian adalah: (1) padi

sawah 76.989 ha; (2) tanaman pangan lahan kering/

sayuran 173.007 ha; (3) tanaman tahunan atau

perkebunan/buah-buahan 74.870 ha; dan (4) per-

ikanan tambak 6.690 ha. Arahan penggunaan lahan

untuk perluasan area pertanian adalah: (1) padi

Peta arahan penggunaan lahan untuk

pertanian daerah Gorontalo dan Sulawesi

Tengah.

Sumberdaya Lahan

Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 20118

Tabel 1. Arahan penggunaan lahan untuk pengembangan pertanian di Provinsi Gorontalo dan Sulawesi Tengah.

Kode UraianLuas

ha %

Lahan untuk intensifikasi

LB-i Tanaman pangan lahan basah (padi sawah) 76.989 2,19

LK-i Tanaman pangan lahan kering (palawija/sayuran) 173.007 4,92

TT1-i Tanaman tahunan (kebun campuran/buah-buahan) 3.822 0,11

TT2-i Tanaman perkebunan (kakao, kelapa, cengkih, kelapa sawit) 71.048 2,02

Lahan untuk ekstensifikasi

LB-e Tanaman pangan lahan basah (padi sawah) 34.536 0,98

LK-e Tanaman pangan lahan kering (palawija/sayuran) 140.075 3,98

TT2-e Tanaman perkebunan (kakao, kelapa, cengkih, kelapa sawit) 92.762 2,64

TB Tambak/perikanan air payau 6.690 0,19

Kawasan konservasi/hutan produksi

Kv Hutan konservasi/lahan tidak berpotensi untuk pertanian 650.426 18,48

HL Hutan lindung 674.876 19,18

HP Hutan produksi 191.258 5,43

HPK Hutan produksi konversi 17.454 0,50

HPT Hutan produksi terbatas 904.282 25,70

KSA+CA Hutan suaka alam, taman nasional, cagar alam, dan lain-lain 445.020 12,65

Penggunaan lain

X Pemukiman, tubuh air, bandar udara, pulau karang, dan lain-lain 40.493 1,18

sawah 34.536 ha; (2) tanaman pangan lahan kering

dan sayuran 140.075 ha; dan (3) tanaman tahunan/

perkebunan 92.762 ha (Tabel 1). Penerapan teknik

konservasi tanah diperlukan untuk mengurangi erosi/

longsor, sedangkan penerapan teknik pengelolaan

sumber air pengairan, bahan organik, dan pemupuk-

an penting untuk memperbaiki dan meningkatkan

produktivitas lahan.

Sumberdaya Lahan untuk PengembanganHortikultura di Sulawesi Utara

Identifikasi dan evaluasi sumberdaya lahan untuk

pengembangan hortikultura telah dilakukan di

kawasan Modasi, di lereng Pegunungan Ambang

(1.830 m dpl) – Tudutalong (1.680 m dpl) – Sinsingon

(1.424 m dpl) – Molibut (1.565 m dpl). Dari kegiatan

ini telah dihasilkan: (1) Peta wilayah potensial/sesuai

untuk pengembangan tanaman hortikultura di

Sulawesi Utara skala 1:50.000 sampai 1:100.000;

(2) Peta wilayah rawan erosi skala 1:50.000 sampai

1:100.000 di Sulawesi Utara, terutama wilayah sentra

produksi hortikultura; (3) data dan informasi sumber-

daya lahan Sulawesi Utara untuk pengembangan

tanaman hortikultura; dan (4) peta arahan/rekomen-

dasi pengembangan tanaman hortikultura secara

berkelanjutan di Sulawesi Utara.

Kawasan ini ideal untuk pengembangan kentang

dan sayuran dataran tinggi lainnya, seperti bawang

daun, wortel, kubis, sawi, cabai, dan tomat. Curah

hujan di atas 2.000 mm/tahun diperlukan tanaman

untuk tumbuh optimal. Namun, curah hujan dengan

intensitas yang tinggi berdampak terhadap tingginya

laju erosi di daerah berlereng, yang akan memper-

cepat penurunan produktivitas tanah.

Tanah di kawasan Modasi dengan ketinggian

tempat >700 m dpl didominasi oleh Andisols,

Inceptisols, dan Alfisols. Pada kawasan dengan

ketinggian di bawah 700 m dpl didominasi oleh

Inceptisols dan Alfisols. Sifat fisik tanah umumnya

baik, struktur remah sampai lepas, solum tebal (>75

Sumberdaya Lahan

Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 20119

cm), berdrainase baik, dan mempunyai porositas

yang tinggi. Kesuburan tanah umumnya cukup baik.

Hasil evaluasi kesesuaian lahan menunjukkan

kawasan Modasi cukup sesuai (kelas kesesuaian

lahan S2) untuk tanaman kentang, wortel, bawang

daun, cabai, sawi, dan kubis dengan luas area 1.628

ha dan faktor pembatas kandungan hara rendah dan

erosi. Lahan yang diindikasi sesuai marginal (kelas

kesesuaian lahan S3) seluas 10.958 ha.

Produktivitas kentang yang diusahakan petani di

kawasan tersebut berkisar antara 15-18 t/ha. Angka

ini masih dapat ditingkatkan menjadi 25 t/ha melalui

penerapan inovasi, pemupukan berimbang, dan

konservasi lahan.

Komoditas buah-buahan dan perkebunan yang

diusahakan petani di dataran tinggi (>700 m dpl)

antara lain adpokat, jeruk, markisa, apel, pisang,

pepaya, kopi, cengkih, aren, kelapa, kakao, dan jahe.

Selain bernilai ekonomi cukup tinggi, komoditas ini

dapat berfungsi sebagai konservasi lahan. Luas lahan

rawan erosi dengan tingkat kerawanan rendah (R),

sedang (S1), sedang - tinggi (S2), dan tinggi (T) di

kawasan ini berturut-turut adalah 4.012 ha (7,4%),

24.673 ha (36,4%), 16.489 ha (24,4%), dan 21.547

ha (31,8%).

Pengembangan Sistem Pertanian TerpaduLahan Kering Beriklim Kering

Badan Litbang Pertanian pada tahun 2009 telah

menginisiasi konsorsium pengembangan Sistem

Pertanian Terpadu Lahan Kering Beriklim Kering

(SPTLKIK). Kegiatan ini diimplementasikan pada tahun

2010 di Kebun Percobaan (KP) Naibonat, Balai

Pengkajian Teknologi Pertanian Nusa Tenggara Timur.

Kegiatan mencakup penerapan pola integrasi

tanaman - ternak (padi, jagung, kacang hijau, dan

Peta kesesuaian lahan untuk tanaman kentang daerah Modasi, Sulawesi Utara.

Sumberdaya Lahan

Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201110

tanaman pakan - sapi), optimalisasi pemanfaatan

lahan dan air (zero waste dan clean run-off) dengan

peningkatan daya tampung embung dan pemanfaatan

air tanah dan aliran permukaan, serta peningkatan

produktivitas lahan dan tanaman.

Penerapan model SPTLKIK mampu meningkatkan

pemanfaatan sumberdaya lahan dan air serta pro-

duktivitas tanaman, khususnya padi, jagung, dan

kacang hijau melalui peningkatan luas tanam, indeks

pertanaman, dan produktivitas tanaman, masing-

masing sebesar 300%, 200-300%, dan 120-150%.

Berdasarkan hasil penelitian superimpose, produkti-

vitas jagung masih dapat ditingkatkan sebesar 20%

dan efisiensi pemupukan 25% dengan pengelolaan

bahan organik secara in situ.

Pada tahun 2011 pengembangan SPTLKIK di NTT

meliputi: (1) peningkatan kapasitas dan pembuatan

Peta desain optimalisasi pengelolaan sumberdaya air dari mata air Oelbeba, Desa Oebola, NTT.

Ilustrasi bangunan intake dan bak penampung

air dari mata air Oelbeba, Desa Oebola, NTT.

Sumberdaya Lahan

Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201111

Klaster B : kawasan usaha tanaman pangan berbasis

konservasi

Klaster C: kawasan konservasi di daerah penyangga

dan resapan air (hulu)

Identifikasi dan Delineasi Lahan KawasanRumah Pangan Lestari di Pacitan, Jawa Timur

Untuk mendukung Model Pengembangan Kawasan

Rumah Pangan Lestari (M-KRPL) di lokasi percontoh-

an Dusun Jelok, Desa Kayen, Kecamatan Pacitan,

Jawa Timur, BBSDLP telah melakukan identifikasi dan

delineasi lahan di kawasan ini. Identifikasi dan deli-

neasi dilakukan secara detail menggunakan peta

dasar citra satelit ALOS, dilanjutkan dengan verifikasi

detail di lapangan. Posisi setiap obyek di lapangan

ditetapkan menggunakan GPS.

Hasil identifikasi dan delineasi berupa data

spasial. Di lokasi percontohan, telah diidentifikasi dan

embung baru bantuan Dinas PU NTT dan penambahan

ternak sesuai dengan daya dukung pakan in situ; (2)

replikasi SPTLKIK di Fatuleu, Kabupaten Kupang dan

identifikasi potensi sumberdaya lahan dan air untuk

mendukung penyusunan rancang bangun SPTLKIK di

lokasi baru; dan (3) pengembangan daerah rembesan

sebagai tindak lanjut komitmen Badan Litbang

Pertanian dengan Pemerintah Provinsi NTT dalam

pengembangan sistem perbenihan padi dan jagung

seluas 2.000 ha di lahan petani.

Pada tahun 2011 SPTLKIK mulai dikembangkan

di Lombok Timur, NTB. Kegiatan ini bersinergi dengan

program Pemerintah Provinsi NTB, antara lain prog-

ram PIJAR (sapi, jagung, dan rumput laut) dan

program Pemerintah Kabupaten Lombok Timur.

Rancangan disusun secara terpadu dengan tiga

klaster wilayah pengembangan, yaitu:

Klaster A: kawasan inti sistem usaha tani (SUT) ber-

basis lahan pekarangan dengan integrasi

ternak

Peta Kawasan Rumah Pangan Lestari di Desa Kayen, Pacitan, Jawa Timur.

Sumberdaya Lahan

Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201112

Si, dan formulasi pupuk organik untuk meningkatkan

produksi tanaman dan efisiensi pemupukan; (2)

pengembangan formula pembenah tanah berbahan

baku organik dan anorganik dengan dosis <1 t/ha;

dan (3) pengembangan dan validasi perangkat uji

(test kit) PUPO, PUTR, PUTS digital, dan perangkat

lunak teknologi pengelolaan lahan.

Hasil penelitian menunjukkan efektivitas pupuk

organik granul dan curah relatif sama. Namun, peng-

gunaan pupuk organik curah lebih menguntungkan

dibandingkan dengan pupuk organik granul yang

harganya lebih mahal karena proses granulasi dan

filler (pengisi). Perbedaan filler memengaruhi

kelarutan pupuk organik di dalam tanah. Filler liat

dan gipsum memberi daya rekat dan lebih kuat di-

bandingkan filler yang lain sehingga pupuk dapat

bertahan lebih lama di dalam tanah.

Formula pupuk NPK lepas lambat 1 dan 2 (NPK

SL-1 dan NPK SL-2) perlu disempurnakan karena NPK

15:10:10 yang diharapkan baru mencapai 10:10:10.

Bahan pelapis kitosan + zeolit pada NPK SL-1 lebih

baik dibandingkan dengan zeolit saja (NPK SL-2).

Pupuk NPK yang dilapisi kitosan + zeolit lebih lambat

melepas unsur hara dan lebih konstan dibandingkan

dengan yang dilapisi zeolit. Pemberian pupuk silika

meningkatkan pertumbuhan tanaman padi. Jika pupuk

silika diberikan, penggunaan pupuk N lebih efisien.

didelineasi tiga strata model. Strata 1 adalah rumah

penduduk yang mempunyai halaman sempit, halaman

ditanami sayuran dalam rak tanaman. Strata 2 adalah

rumah penduduk yang mempunyai halaman sedang

dan dapat ditanami dengan beberapa jenis tanaman.

Strata 3 adalah rumah penduduk dengan pekarangan

cukup luas, sehingga selain tanaman pangan/

hortikultura juga dapat dikembangkan ternak atau

ikan. Selain itu diidentifikasi penggunaan lain,

terutama infrastruktur yang mendukung pengem-

bangan model ini, di antaranya kebun bibit desa

(KBD), lumbung pangan, jalan desa, dan lahan

pesawahan.

Teknologi Pengelolaan Sumberdaya

Tanah dan Pupuk

Formulasi Pupuk dan Pembenah Tanah

Untuk meningkatkan produktivitas tanaman dan

efisiensi pemupukan, telah dilakukan penelitian: (1)

formulasi pupuk anorganik lengkap bersifat lepas

lambat, formulasi pupuk anorganik yang mengandung

Pupuk organik granul (POG) dan pupuk

organik curah (POCr) hasil formulasi.

POG Standar POG 1

POG 2 POG 3 POG A

POCr 1 POCr 2 POCr 3

Pupuk NPK lepas lambat dan pupuk silika.

NPK SL-1 NPK SL-2

15:10:10 15:10:10

NPK Si NPK Si SiO2 30%

15:10:10:10 15:10:10:5

Sumberdaya Lahan

Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201113

Penelitian di laboratorium menunjukkan formula

pembenah tanah berukuran < 100 µm mempunyai

kemampuan memegang air lebih tinggi dibandingkan

formula pembenah tanah melalui proses ballmill satu

kali dan dua kali. Pada pengujian di rumah kaca, peng-

gunaan formula pembenah tanah BetaHumat < 100

µm dan SP50Humat < 100 µm dengan dosis lebih

rendah (0,75-1,00 t/ha) mampu memperbaiki sifat

fisik tanah dan berpotensi meningkatkan hasil jagung.

Pengendalian Keracunan Besi denganPemberian Bahan Organik

Ekstensifikasi dan intensifikasi tanaman padi di lahan

rawa pasang surut belum optimal karena kendala

biofisik lahan dan produktivitas tanah yang rendah.

Lahan rawa pasang surut termasuk lahan suboptimal,

tanah bereaksi masam, miskin hara makro dan mikro,

dan mengandung zat beracun (Al, Fe, H2S). Keracun-

an besi (Fe) merupakan penyakit fisiologis tanaman

padi yang berasosiasi dengan kelebihan besi terlarut.

Bahan organik dapat mempertahankan suasana

reduktif dan menekan oksidasi pirit di tanah. Laju

reduksi bergantung pada kandungan bahan organik

tanah.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian

jerami 5 t/ha + purun tikus 5 t/ha lebih baik dibanding

perlakuan lainnya. Indeks bronzing daun dan skor

keracunan besi lebih baik dibandingkan dengan cara

petani dan pemberian dolomit 2 t/ha. Varietas Inpara

1 dan Inpara 2 menunjukkan indeks dan skor yang

lebih baik dibandingkan dengan IR64 (Gambar 1).

Pertumbuhan tanaman (tinggi tanaman, jumlah

anakan maksimum, dan bobot kering tanaman) lebih

baik dibanding perlakuan lainnya. Hasil gabah berbeda

Pertumbuhan tanaman padi dengan dan tanpa

pupuk NPK silika.

75% N

100% K, P, Si

NPK 100%

Gambar 1. Indeks bronzing daun dan skor keracunan besi tiga varietas padi pada lima kondisi bahan

amelioran (jerami, purun tikus, dolomit) pada tanah sulfat masam tipe luapan B,

Belandean, Barito Kuala, MK 2011.

Indeks bronzing

daun

Skor keracunan

besi

6

5

4

3

2

1

0Kontrol Dolomit Cara Jerami Jerami

2 t/ha petani 2,5 t/ha + 5 t/ha +

purun tikus purun tikus

2,5 t/ha 5 t/ha

Inpara 1

Inpara 2

IR64

Inpara 1

Inpara 2

IR64

0,8

0,6

0,4

0,2

0Kontrol Dolomit Cara Jerami Jerami

2 t/ha petani 2,5 t/ha + 5 t/ha +

purun tikus purun tikus

2,5 t/ha 5 t/ha

Sumberdaya Lahan

Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201114

sangat nyata dibandingkan dengan kontrol, perlakuan

petani, dan pemberian dolomit 2 t/ha (Tabel 1).

Antisipasi Perubahan Iklim

Strategi Antisipasi dan Mitigasi

Air merupakan faktor utama penentu kelangsungan

produksi pertanian. Namun, pengelolaannya meng-

hadapi banyak kendala dan bahkan memunculkan

masalah baru, seperti kelangkaan air dan banjir.

Kondisi ini diperparah oleh kompetisi penggunaan air

oleh sektor pertanian dengan sektor lain.

Dalam upaya mengoptimalkan penggunaan air

dan meminimalkan dampak bencana alam terhadap

sektor pertanian, diperlukan strategi antisipasi dan

mitigasi, antara lain melalui kegiatan: (1) pemetaan

daerah rawan banjir DAS Jeneberang, DAS Saddang,

dan DAS Walanae; (2) penelitian pengelolaan air pada

DAS mikro untuk meningkatkan produktivitas tanaman

di DAS mikro Selopamioro dan DAS Citanduy; dan

(3) pengembangan model pembagian air secara

optimal untuk keberlanjutan ketersediaan sumber

daya air di DAS Citarum, Jawa Barat. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa perubahan iklim di daerah tropis

diperkirakan akan meningkatkan dampak dari ke-

jadian iklim ekstrem, seperti banjir dan kekeringan.

Tabel 1. Pertumbuhan dan hasil tiga varietas padi pada lima kondisi bahan amelioran (jerami, purun tikus, dan dolomit) pada

tanah sulfat masam tipe luapan B, Belandean, Barito Kuala, MK 2011.

PerlakuanTinggi tanaman Anakan Bobot kering Hasil

(cm) maksimum jerami (g) (t/ha)

Bahan organik

Kontrol 77,68 13,99 20,93 2,95

Cara petani 82,87 16,09 25,44 3,73

Dolomit 2,0 t/ha 83,86 16,31 26,12 3,83

Jerami 2,5 t/ha + purun tikus 2,5 t/ha 88,81 17,38 29,45 4,34

Jerami 5,0 t/ha + purun tikus 5,0 t/ha 91,61 18,33 33,61 4,78

Varietas

Inpara 1 86,57 17,49 30,05 4,50

Inpara 2 90,73 16,77 28,48 4,34

IR64 77,59 15,00 22,80 2,93

Wilayah banjir DAS Jeneberang, Saddang, dan

Walanae didelineasi melalui dua pendekatan, yaitu

berdasarkan aplikasi model hidrodinamik HEC-RAS

dan analisis data citra radar ALOS PALSAR. Hasil

penelusuran menginformasikan ketersediaan data

citra radar ALOS PALSAR untuk perekaman 24 April

2008 yang merepresentasikan kejadian banjir pada

19 April 2008 dan perekaman 9 September 2008

untuk kondisi musim kemarau. Data citra yang terpilih

melingkupi lokasi banjir di DAS Saddang.

Profil melintang sungai diidentifikasi mengguna-

kan dua pendekatan, yaitu pengukuran elevasi

bantaran sungai dengan total station dan pengukuran

kedalaman sungai dengan river survey. Hasil analisis

periode ulang banjir menunjukkan bahwa debit

puncak Sungai Saddang untuk periode ulang 100

tahun mencapai 5,108 m3/detik. Pengukuran sesaat

debit sungai Saddang pada 2 Juli 2011 menggunakan

river survey menunjukkan debit 49,8 m3/detik. Pada

kondisi tersebut, perbedaan elevasi antara permuka-

an air dan tanggul alami Sungai Saddang pada titik

pengukuran profil melintang sungai mencapai 2,9 m.

Pengelolaan DAS mikro Progo menggunakan

basis sungai dan lahan. Pengelolaan DAS berbasis

sungai sudah cukup banyak dilakukan oleh pemerintah

maupun swasta, terutama berkaitan dengan sistem

panen air, pembuatan sumur resapan, dan pembuatan

Sumberdaya Lahan

Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201115

embung. Pengelolaan mengintegrasikan teknologi

konservasi tanah dan air pada lahan budi daya.

Teknologi ini sudah diterapkan oleh masyarakat di

daerah hulu, tengah, dan hilir, berupa penanaman

tanaman budi daya searah kontur disertai dengan

teras gulud yang dikombinasikan dengan tanaman

rumput gajah dan atau tanaman pohon penguat teras.

Persepsi masyarakat dalam pengelolaan DAS Progo

cenderung positif. Mereka berupaya untuk tetap

menjaga lingkungan DAS secara lestari. Hal ini

ditunjukkan oleh keterlibatannya secara aktif dalam

perbaikan lingkungan dan penerapan teknik konser-

vasi tanah dan tata guna air melalui konsep water

sharing dan kelembagaan pengelolaan air.

Penggunaan mulsa sebagai penutup tanah dapat

mengubah hidrologi dengan menurunkan debit

puncak, koefisien aliran permukaan, dan mem-

perpanjang waktu respons pada episode hujan kurang

dari 22 mm. Untuk episode hujan di atas 22 mm,

perubahan karakteristik hidrologi baru terlihat pada

penurunan nilai koefisien aliran permukaan. Dua

episode hujan terpilih tahun 2001-2002 dan 2010-

2011 yang memiliki curah hujan yang sama adalah

pasangan hujan 24 Oktober 2001 dengan 23 Mei 2010

dan 30 Januari 2002 dengan 8 Juni 2010. Pada dua

pasang episode hujan tersebut, debit puncak berturut-

turut menurun dari 88,3 menjadi 27,1 l/detik, dan

dari 91 menjadi 33,2 l/detik. Perpanjangan waktu

respons selama 6 menit hanya terjadi pada pasangan

hujan 24 Oktober 2001 dengan 23 Mei 2010. Nilai

koefisien aliran permukaan menurun dari 8,7% men-

jadi 2,3% dan dari 11,9% menjadi 3,3%.

DAS Citarum memiliki luas 1.739,97 km2. Debit

maksimum Sungai Citarum pada stasiun pengamatan

hidrologi Nanjung mencapai 329,9 m3/detik pada

periode ulang dua tahun dan 644,9 m3/detik pada

periode ulang 100 tahun. Potensi air tersedia DAS

Citarum pada musim hujan 53.304.804.892 m3/detik

dan pada musim kemarau 35.737.145.744 m3/detik.

Kebutuhan air DAS Citarum merupakan jumlah dari

proyeksi kebutuhan domestik, industri, dan pertanian

sebesar 19.904.421.950 m3/tahun. Proyeksi

kebutuhan pada tahun 2020 adalah 20.195.790.207

m3. Status neraca ketersediaan dan kebutuhan air

DAS Citarum menunjukkan bahwa neraca tahunan

surplus, kecuali Kota Cimahi. Secara umum, neraca

Rekontruksi jaringan hidrologi dan cakupan wilayah DAS Citarum hulu.

Sumberdaya Lahan

Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201116

ketersediaan dan kebutuhan air pada musim kemarau

positif, kecuali di Kabupaten Cianjur, Bandung,

Sumedang, Bekasi, dan Kota Cimahi.

Teknologi Remediasi Lahan PertanianTercemar

Penggunaan insektisida golongan organoklorin pada

tahun 1970-an masih meninggalkan residu dalam

tanah karena sifatnya yang persisten. Residu

organoklorin dapat terbawa dalam produk pertanian

sehingga berdampak negatif terhadap kesehatan

konsumen. Sebagian besar insektisida organoklorin

merupakan senyawa persistent organic pollutants

(POPs) yang masih ditemukan di lahan pertanian

sayuran dan padi. Indikasi cemaran residu beberapa

insektisida POPs di DAS Citarum telah dilaporkan,

namun masih bersifat spot. Peta residu insektisida

POPs di lahan pertanian di DAS Citarum dapat diguna-

kan sebagai acuan dalam penanggulangannya.

Bioremediasi dan biokemoremediasi merupakan

alternatif penanggulangan yang dapat dilakukan.

Penelitian pada Januari - Desember 2011 di Jawa

Barat dan Jawa Tengah menunjukkan bahwa

berdasarkan sifat fisik air (suhu, TDS, TSS) dan kimia

air (pH, DO, COD, DHL), air Sungai Citarum hulu dan

Citarum tengah sesuai untuk pengairan tanaman.

Beberapa lokasi air sungai dan air sawah DAS Citarum

hulu dan tengah memiliki konsentrasi aldrin, DDT, Pb,

dan Cd melebihi batas maksimum baku air minum.

Untuk pengairan tanaman, satu lokasi konsentrasi DDT

dan beberapa lokasi logam Pb melebihi batas

maksimum yang ditetapkan. Senyawa POPs

endosulfan terdeteksi di semua lokasi tanah sawah

DAS Citarum hulu dan tengah, sedangkan lindan, DDT,

dan aldrin terdeteksi di beberapa lokasi.

Upaya penanggulangan melalui bioremediasi

telah dilakukan. Telah ditemukan isolat bakteri

Pseudomonas mallei dan jamur Trichoderma sp. yang

mampu mendegradasi senyawa POPs. Aplikasi

teknologi bioremediasi dengan menggunakan cam-

puran bakteri P. mallei dan jamur Trichoderma sp.

dapat menurunkan residu POPs (DDT, heptaklor,

dieldrin, endosulfan) pada tanaman caisim sampai

di bawah batas maksimum residu (BMR) dan

memberikan hasil yang tinggi.

Upaya remediasi melalui teknologi pengkayaan

urea berlapis arang aktif dengan mikroba memper-

oleh tujuh isolat yang mampu mendegradasi senyawa

POPs. Lima isolat bersifat gram positif (BOB1, BOB2,

BOB3, BOB4, BOB5) dan efektif mendegradasi POPs

berbahan aktif lindan, heptaklor, DDT, dan dieldrin.

Dua isolat bersifat gram negatif (BOB6 dan BOB7),

efektif mendegradasi POPs berbahan aktif aldrin.

Teknologi pelapisan pupuk urea dengan arang aktif

yang diperkaya dengan mikroba pendegradasi

senyawa POPs (BOB1, BOB2, BOB3, BOB4, BOB5,

BOB6, dan BOB7) dapat meningkatkan efisiensi pupuk

N sebesar 24% dan menurunkan residu POPs. Urea

berlapis arang aktif tempurung kelapa + mikroba

menurunkan residu lindan hingga 94%. Urea berlapis

arang aktif tongkol jagung + mikroba menurunkan

residu heptaklor hingga 71% dan dieldrin 83%. Urea

berlapis arang aktif tongkol jagung menurunkan residu

aldrin 88% dan DDT 94%.

Dinamika Emisi Gas Rumah Kaca dari LahanPertanian

Ekstensifikasi dan pemupukan selain mendongkrak

produktivitas juga meningkatkan kapasitas rosot

karbon sehingga dapat memitigasi laju perubahan

iklim. Hasil penelitian perlakuan berbagai jenis ame-

lioran menunjukkan bahwa nilai Global Warming

Potential (GWP) tertinggi (8,124 kg CO2-C/ha) diper-

oleh dari perlakuan dolomit. Penurunan emisi tertinggi

terjadi pada perlakuan abu vulkan sebesar 45,9%.

Fungsi amelioran dalam mempertahankan stabilitas

tanah gambut adalah melalui penekanan laju

kehilangan karbon dalam bentuk CH4 dan CO

2.

Peningkatan stabilitas tanah gambut akan tercapai

melalui penurunan emisi CH4 karena berkaitan

dengan terbentuknya senyawa kompleks antara asam

organik dari tanah gambut dengan kation logam Fe3+

dari bahan amelioran.

Total kandungan karbon tertinggi terdapat pada

perlakuan pugam (5.557 kg C/ha). Selisih tertinggi

yang dihasilkan dari pengurangan total kandungan

Sumberdaya Lahan

Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201117

karbon dengan GWP (net karbon) terdapat pada

perlakuan kontrol, yaitu 3.785 kg C/ha. Perlakuan abu

vulkan menghasilkan net karbon -72 kg C/ha, yang

menunjukkan emisi GRK dapat diserap seluruhnya.

Ini berarti penggunaan abu vulkan pada tanaman padi

di tanah gambut mampu menyerap karbon lebih ba-

nyak dibandingkan dengan jumlah karbon yang dilepas

ke atmosfer sehingga mampu menekan emisi GRK.

Kandungan karbon organik terendah terdapat

pada perlakuan kontrol, baik dengan pengairan terus-

menerus maupun pada pengairan terputus, berturut-

turut sebesar 2.538,3 kg dan 2.285,4 kg C/ha. Nilai

GWP pada perlakuan pengairan terus-menerus lebih

tinggi dibanding pengairan terputus, berkisar antara

41-59%. Hal ini menunjukkan pengairan terus-

menerus memberikan kontribusi yang lebih besar

terhadap potensi pemanasan global. Meskipun

menghasilkan emisi GRK yang tinggi, pengairan terus-

menerus mampu menyerap emisi GRK kembali,

walaupun serapan karbon pada perlakuan tersebut

lebih rendah dibanding perlakuan pengairan terputus.

Serapan karbon tertinggi terdapat pada perlaku-

an pengairan terputus + 100% NPK + NI, yaitu 2.642,4

kg C/ha. Serapan karbon semakin tinggi dengan me-

ningkatnya takaran pupuk NPK. Perlakuan pengairan

terus-menerus menghasilkan rasio yang lebih tinggi

dibanding perlakuan pengairan terputus, berkisar

antara 36-50%. Rasio terendah terdapat pada

perlakuan pengairan terputus + 75% NPK. Perlakuan

pengairan terus-menerus dengan penambahan pupuk

menghasilkan gabah yang lebih tinggi (3,9-6,2 t/ha).

Jika dilihat dari upaya penurunan emisi GRK, perlakuan

pengairan terputus lebih ramah lingkungan dan lebih

efisien dalam penggunaan air.

Analisis emisi gas CH4, N

2O, dan CO

2 di laboratorium gas rumah kaca.

CG system dihubungkan oleh sebuah CBM

dengan komputer untuk interpretasi data

Perangkat komputer untuk

memperlihatkan puncak hasil

pembacaan

Puncak hasil pembacaan

Tanaman Pangan

Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201118

Tanaman Pangan

Ketersediaan pangan dalam jumlah yang cukup sepanjang

waktu merupakan suatu keniscayaan. Oleh sebab itu,

Kementerian Pertanian memberikan prioritas yang tinggi

terhadap upaya peningkatan produksi pangan, sebagaimana

tercermin dalam program pembangunan pertanian 2010-2014

yang dikenal dengan Empat Sukses Kementerian Pertanian.

Di satu sisi, kebutuhan pangan masyarakat yang terus

meningkat sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk

harus dipenuhi dari produksi dalam negeri. Di sisi lain, masalah

yang dihadapi petani dalam berproduksi makin berat dan

kompleks. Perubahan iklim global, misalnya, telah dan akan

terus mengancam keselamatan tanaman pangan. Dengan

sumberdaya yang dimiliki, Badan Litbang Pertanian senantiasa

berupaya menghasilkan inovasi demi inovasi untuk mencapai

ketahanan pangan dan kelestarian lingkungan.

Tanaman Pangan

Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201119

Varietas Unggul Baru

Selama ini keberhasilan upaya peningkatan produksi

sebagian terletak pada penggunaan varietas unggul

oleh petani. Mereka menyadari bahwa varietas

unggul merupakan komponen teknologi yang dapat

diandalkan dalam meningkatkan produksi karena

berdaya hasil tinggi, tahan terhadap hama penyakit

utama, dan toleran terhadap kondisi lingkungan

tertentu. Untuk mempercepat upaya peningkatan

produksi, Badan Litbang Pertanian pada tahun 2011

telah melepas sejumlah varietas unggul padi, jagung,

kedelai, kacang tanah, dan ubi jalar.

Dari 17 varietas unggul padi yang dilepas pada

tahun 2011, 11 di antaranya sesuai dikembangkan

pada lahan sawah irigasi yang masih menjadi tulang

punggung produksi padi nasional, tiga varietas untuk

lahan kering (gogo), dan tiga varietas sesuai untuk

lahan sawah tadah hujan (Tabel 1). Sebelas dari 17

varietas padi yang dilepas adalah jenis inbrida.

Pengembangan varietas unggul baru ini diharapkan

dapat mengatasi masalah yang terjadi di lapangan.

Varietas Inpari Sidenuk hasil dari konsorsium padi,

misalnya, agak tahan terhadap hama wereng batang

coklat biotipe 1, 2, dan 3 yang diharapkan dapat

menangkal perkembangan hama yang berbahaya itu.

Untuk memberikan banyak pilihan bagi petani, Badan

Litbang Pertanian juga melepas sembilan varietas

unggul baru padi hibrida dengan potensi hasil di atas

10 t/ha (Tabel 1).

Lima dari tujuh varietas jagung yang dilepas

adalah jenis hibrida, masing-masing bernama Bima

12 Q, Bima 13 Q, Bima 14 Batara, Bima 15 Sayang,

dan Bima 16. Dua lainnya adalah jenis bersari bebas,

masing-masing dilepas dengan nama Provit A1 dan

Provit A2.

Bima 12 Q dan Bima 13 Q memiliki mutu protein

yang lebih baik, tahan terhadap bercak daun, dan

potensi hasil berkisar antara 9,3-9,8 t/ha. Varietas

Bima 12 Q lebih genjah, dapat dipanen pada umur

98 hari. Bima 14 Batara dan Bima 15 Sayang berdaya

hasil lebih tinggi, masing-masing 12,9 dan 13,2 t/ha.

Varietas Bima 16 memiliki potensi hasil 12,4 t/ha dan

mampu beradaptasi pada lingkungan suboptimal.

Jagung bersari bebas Provit A1 dan Provit A2 lebih

genjah, dapat dipanen pada umur 96-98 hari dengan

potensi hasil 7,4-8,8 t/ha (Tabel 2).

Varietas unggul baru kedelai diberi nama Gema,

yang sebelumnya di lapangan diberi kode SHR/W-C-

60. Kedelai ini mampu berproduksi hingga 2,47 t/ha,

lebih tinggi daripada varietas Burangrang (3,06 t/ha)

dengan ukuran biji lebih besar (11,9 g/100 biji). Selain

untuk tempe, varietas Gema juga sesuai untuk bahan

Keragaan jagung Bima 14 Batara di lapangan,

potensi hasil 12,9 t/ha dan tahan bulai.

Keragaan padi varietas Inpari 19 di lapangan,

potensi hasil 9,5 t/ha dan tahan wereng

batang coklat.

Tanaman Pangan

Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201120

Tabel 1. Varietas unggul padi yang dilepas pada tahun 2011.

VarietasUmur Potensi hasil

Sifat penting lainnyaAgroekosistem

(hari) (t/ha) pengembangan

Inpari 14 Pakuan 113 8,2 Agak tahan HDB III, agak Lahan sawah tadah hujan

tahan blas ras 033 dan 133

Inpari 15 Parahyangan 117 7,5 Agak tahan WBC 1 Lahan sawah tadah hujan

Inpari 16 Pasundan 118 7,6 Tahan HDB III, tahan blas ras 033 Lahan sawah tadah hujan

Inpari 17 111 7,9 Tahan HDB III, IV, VIII, tahan Lahan sawah irigasi

blas ras 033 dan 133, agak

tahan WBC 1 dan 2

Inpari 18 120 9,5 Tahan WBC 1 dan 2 Lahan sawah irigasi dan

tadah hujan

Inpari 19 104 9,5 Tahan WBC 1 dan 2, tahan Lahan sawah irigasi dan

HDB III tadah hujan

Inpari 20 104 8,8 Tahan HDB III, agak tahan WBC 1 Lahan sawah irigasi

Inpari Sidenuk 103 9,1 Agak tahan WBC 1, 2, 3, agak Lahan sawah irigasi

tahan HDB III

Hipa 12 SBU 105 10,5 Agak tahan WBC 3, agak Lahan sawah irigasi

tahan HDB III

Hipa 13 105 10,5 Agak tahan WBC 2, agak Lahan sawah irigasi

tahan HDB III

Hipa 14 SBU 112 12,1 Agak tahan WBC 2, agak Lahan sawah irigasi

tahan HDB III

Hipa Jatim 1 119 10,0 Agak rentan WBC 1, 2 dan pulen Lahan sawah irigasi

Hipa Jatim 2 116 10,9 Agak rentan WBC 3, agak Lahan sawah irigasi

tahan HDB III

Hipa Jatim 3 117 10,7 Agak tahan HDB III Lahan sawah irigasi

Inpago 8 119 8,1 Tahan blas ras 033, 133, 073, Lahan kering

173, toleran kekeringan,

agak toleran Al

Inpago Unram 1 108 7,6 Tahan blas ras 033, 133, Lahan kering

agak toleran Al dan Fe Lahan kering

Inpago Unsoed 1 110 7,2 Tahan blas ras 133, toleran Fe,

agak toleran kekeringan

HDB III, IV, VIII = hawar daun bakteri strain III, IV, dan VIII

WBC 1, 2, 3 = wereng batang coklat biotipe 1, 2, dan 3

Al= aluminium; Fe = besi

baku tahu. Rendemen tahu dari 8 kg biji kedelai

varietas Gema mencapai 267%, lebih tinggi dibanding

kedelai impor yang hanya 235%, masing-masing

dengan kadar protein 39% dan 37%. Varietas Gema

berumur super genjah, sudah dapat dipanen pada

umur 73 hari.

Dua varietas unggul baru kacang tanah dilepas

masing-masing dengan nama Hypoma-1 dan Hypoma-

2. Hypoma-1 adaptif pada lingkungan optimal dengan

potensi hasil 3,70 t/ha polong kering, cukup tahan

terhadap penyakit bercak dan karat daun, dan agak

tahan penyakit layu bakteri (Ralstonia solanacearum).

Varietas Hypoma-2 mempunyai daya adaptasi yang

baik terutama di lingkungan tercekam kekeringan,

agak tahan terhadap penyakit bercak dan karat daun,

potensi hasil 3,50 t/ha polong kering.

Tanaman Pangan

Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201121

Hypoma-1 dan Hypoma-2 berumur 90-91 hari,

atau 4-5 hari lebih genjah dari varietas Jerapah dan

14-15 hari lebih genjah dari varietas Singa. Keduanya

potensial dikembangkan dalam pola tanam padi-padi-

kacang tanah pada lahan tadah hujan yang memiliki

bulan basah terbatas. Hasil Hypoma-1 dan Hypoma-

2 masing-masing 1,3% dan 36% lebih tinggi dari

varietas Jerapah (Gambar 1).

Tabel 2. Varietas unggul jagung yang dilepas pada tahun 2011.

VarietasPotensi hasil Umur Reaksi terhadap Reaksi terhadap

Keunggulan lainnya(t/ha) (hari) bulai bercak daun

Hibrida

Bima 12 Q 9,3 98 Peka Tahan Mutu protein lebih baik,

lisin 0,52%, triptofan 0,11%

Bima 13 Q 9,8 103 Agak peka Tahan Mutu protein lebih baik,

lisin 0,46%, triptofan 0,09%

Bima 14 Batara 12,9 95 Tahan -

Bima 15 Sayang 13,2 100 Agak tahan -

Bima 16 12,4 100 Tahan - Sesuai di lahan suboptimal

Bersari bebas

Provit A1 7,4 96 Peka - Kandungan beta karotin

0,081 ppm

Provit A2 8,8 98 Peka - Kandungan beta karotin

0,144 ppm

Kedelai varietas Gema, di lapangan diberi

kode SHR/W-60 dengan potensi hasil 3,06 t/

ha.

Dua varietas unggul ubi jalar yang dilepas

masing-masing diberi nama Antin-1 dan Antin-2.

Keduanya memiliki kandungan antosianin yang

tinggi. Dalam pengujian multilokasi, varietas Antin-1

mampu berproduksi 33,2 t/ha, toleran kekeringan,

dan kandungan antosianin 33,89 mg/100 g. Varietas

Antin-2 berpotensi hasil 27,3 t/ha dan memiliki

kandungan antosianin 156 mg/100 g umbi.

Gambar 1. Hasil polong kering kacang tanah

varietas Hypoma-1 dan Hypoma-2 dibanding

varietas Singa dan Jerapah.

2,5

2,0

1,5Hyp 1 Hyp 2 Singa Jerapah

Varietas

Polong kering

(t/ha)

Tanaman Pangan

Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201122

Tingkat Adopsi Varietas Unggul

Baru Padi

Survei di daerah pengembangan pengelolaan

tanaman terpadu (PTT) padi sawah irigasi pada tahun

2011 dilakukan di Kabupaten Landak dan Sambas,

Kalimantan Barat, Kabupaten Kutai Kartanegara dan

Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, dan

Kabupaten Pidie dan Aceh Jaya, Nanggroe Aceh

Darussalam. Di Kalimantan Barat, varietas Ciherang

masih ditanam oleh hampir 50% petani responden.

Varietas unggul yang mulai diadopsi adalah Inpara 1

dan Inpara 3 yang ditanam oleh 20% petani, sesuai

dengan kondisi lahan pertanian mereka berupa rawa

gambut. Di Kalimantan Timur, varietas Ciherang dan

IR64 ditanam masing-masing dengan proporsi 25%

dan 16%. Varietas Cibogo, Mekongga, Cigeulis, dan

Inpari 13 diusahakan oleh 10% petani. Di Aceh,

penggunaan varietas unggul baru belum bervariasi,

dalam tiga tahun terakhir masih menggunakan

varietas Ciherang dengan proporsi 70%. Beberapa

varietas lokal bahkan masih ditanam petani, terutama

di daerah pegunungan.

Di Kalimantan Barat, 71% petani telah meng-

gunakan benih bersertifikat. Di Kalimantan Timur

hanya 37% petani yang menanam benih bermutu,

sementara di Aceh 60% petani sudah menggunakan

benih bersertifikat.

Pemetaan Ketahanan Varietas Padi

terhadap Tungro

Tungro merupakan penyakit virus pada tanaman padi

yang ditularkan oleh hama wereng hijau. Penyakit ini

perlu terus diwaspadai karena pernah merusak

pertanaman padi dalam area yang luas, terutama di

Sulawesi Selatan, Jawa, Bali, Nusa Tenggara Barat,

dan Kalimantan Selatan dengan kerugian yang cukup

besar. Salah satu cara yang dianjurkan untuk

mengendalikan tungro adalah penggunaan varietas

tahan.

Varietas tahan tungro digolongkan menjadi

varietas tahan wereng hijau dan tahan tungro.

Varietas tahan virus tungro digolongkan pula menjadi:

V1 dengan tetua Utri Merah (varietas Tukad Petanu

dan Inpari 7 Lanrang); V2 dengan tetua tahan TKM6

(varietas Tukad Balian dan Kalimas); V3 dengan tetua

TKM6 + Gampai (varietas Bondoyudo, Inpari 8, dan

Inpari 9 Elo); dan V4 dengan tetua tahan Balimau

Putih (varietas Tukad Unda). Varietas tahan wereng

hijau digolongkan menjadi: T1 dengan gen tahan

tetua Glh1 (varietas IR20, 30, 26, 46, Citarum,

Serayu); T2 dengan gen tahan tetua Glh6 (varietas

IR32, 36, 38, 47, Semeru, Asahan, Ciliwung, Krueng

Aceh, Bengawan Solo); T3 dengan gen tahan tetua

Glh3 (varietas IR48, 50, 52, 54, 64); dan T4 dengan

gen tetua tahan Glh 4 (varietas IR66, 70, 72, 68, Klara,

dan Barumun).

Kemampuan penularan wereng hijau me-

nularkan virus bervariasi, begitu pula virulensi virus

tungro, sehingga perlu dilakukan uji kesesuaian

varietas terhadap populasi wereng hijau dan virus

tungro di berbagai daerah endemis tungro. Hingga

tahun 2011, pengujian kesesuaian varietas telah

dilakukan di 15 provinsi endemis tungro dengan uji

efisiensi penularan virus oleh wereng hijau pada

varietas tahan dan uji virulensi inokulum tungro

terhadap varietas tahan virus tungro.

Varietas tahan virus V1 agak tahan di Sulawesi

Tenggara dan tahan di DI Yogyakarta, Banten,

Kalimantan Selatan, Jawa Timur, Lampung, Sulawesi

Barat, Sulawesi Tengah, Papua, Jawa Tengah, Bali,

Nusa Tenggara Barat, Jawa Barat, dan Sulawesi

Ubi jalar ungu varietas Antin-2, potensi hasil

tinggi dan kaya antosianin.

Tanaman Pangan

Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201123

Selatan. Varietas V2 agak tahan di Jawa Barat,

Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, DI Yogyakarta,

dan tahan di Jawa Timur, Lampung, Sulawesi Barat,

Sulawesi Tengah, Papua, Jawa Tengah, dan Nusa

Tenggara Barat. Varietas V3 agak tahan di Bali, Nusa

Tenggara Barat, Jawa Barat, Sulawesi Tenggara,

Sulawesi Utara, Kalimantan Selatan dan tahan di

Sulawesi Utara, Jawa Timur, Lampung, Sulawesi

Barat, Sulawesi Tengah, Papua, dan Sulawesi Selatan.

Varietas V4 agak tahan di Sulawesi Tenggara,

Kalimantan Selatan, dan tahan di Sulawesi Utara,

Jawa Timur, Lampung, Sulawesi Barat, Sulawesi

Tenggara, Papua, Jawa Tengah, Bali, Nusa Tenggara

Barat, Jawa Barat, dan Sulawesi Selatan.

Varietas tahan wereng hijau T1 agak tahan di

Jawa Barat, Sulawesi Selatan, Jawa Timur, Lampung,

Sulawesi Barat, dan Sulawesi Tengah. Varietas T2

agak tahan di DI Yogyakarta, Jawa Timur, dan Papua.

Varietas T3 bereaksi peka di semua provinsi. Varietas

T4 agak tahan di Banten, Sulawesi Barat, Jawa Barat,

Jawa Tengah, Sulawesi Selatan dan tahan di Jawa

Timur, Lampung, Sulawesi Tengah, Papua, Sulawesi

Tenggara, Sulawesi Utara, DI Yogyakarta, dan

Kalimantan Selatan.

Pemetaan Strain Penyakit Hawar

Daun Bakteri di Sentra Produksi

Padi

Penelitian untuk mengetahui penyebaran dan

komposisi kelompok patotipe bakteri Xanthomonas

oryzae pv. oryzae (Xoo), penyebab penyakit hawar

daun bakteri (HDB) di sentra produksi padi telah

dilakukan di Kabupaten Maros, Bone, Sopeng, Wajo,

Sidrap, Barru, Pangkep, Pinrang, Luwu, dan Palopo,

Sulawesi Selatan, dan Kabupaten Deli Serdang, Binjai,

Langkat, Serdang Bedagi, Simalungun, Batubara,

Asahan, Tapanuli Utara, Tapanuli Tengah, dan Toba

Samosir, Sumatera Utara pada MT 2011. Daun padi

tertular HDB diisolasi untuk memperoleh isolat bakteri

Xoo, menggunakan metode pencucian.

Di Sulawesi Selatan, dari 210 sampel diperoleh

176 isolat bakteri Xoo dan ditemukan tiga kelompok

Xoo, yaitu strain III 50%, strain IV 23%, dan strain

VIII 19%. Di Sumatera Utara, dari 255 sampel

diperoleh 188 isolat bakteri Xoo dan ditemukan tiga

kelompok Xoo, yaitu strain III 59%, strain IV 32%,

dan strain VIII 9%. Dari data tersebut dibuat peta

penyebaran bakteri Xoo di kedua provinsi yang dapat

digunakan sebagai dasar rekomendasi dalam

penanaman varietas tahan HDB di daerah setempat.

Hingga saat ini, pengendalian penyakit HDB dengan

penggunaan varietas tahan merupakan cara yang

efektif dan ramah lingkungan.

Mutu Beras Beberapa Varietas Padi

Sebanyak 22 varietas dan 10 galur padi yang diperoleh

dari petani di Sumatera Utara, Sumatera Selatan,

Kalimantan Selatan, Jawa Barat, dan Jawa Timur,

serta dari BB Padi dipelajari karakteristik fisik,

fisikokimia, gizi, protein, dan nilai indeks glikemiknya.

Sampel gabah diproses menjadi beras giling yang

selanjutnya diamati karakter fisik (rendemen beras

giling, persentase beras kepala, beras patah, ukuran

dan bentuk, butir kapur, serta kebeningan beras); sifat

fisikokimia dan gizi beras (kadar amilosa, sifat

konsistensi gel, suhu gelatinisasi, dan kadar protein);

dan nilai indeks glikemik beras.

Hasil penelitian menunjukkan, seluruh varietas

dan galur padi yang diuji memiliki rendemen beras

giling relatif tinggi (62,4-71,5%), dengan persentase

beras kepala >70%, ukuran butiran berkisar dari

sedang (5,51-6,60 mm) hingga panjang (6,61-7,50

mm), bentuk beras medium (rasio P/L 2,1-3,0) dan

ramping (rasio P/L >3,0). Hampir semua varietas dan

galur memiliki tingkat kebeningan beras yang baik

dengan nilai >1,3%, dan memiliki butir kapur

rendah/kecil (0-10%). Tingkat kepulenan nasi semua

varietas/galur padi termasuk sedang sampai tinggi

dengan kadar amilosa 20,7-24,9%, tekstur nasi

beragam dari keras sampai lunak, suhu gel rendah

sampai tinggi (skor 1-7), dan kadar protein beras

7,3-9,6%.

Nilai indeks glikemik beras varietas Hipa 7, Inpari

12, dan Inpari 13 termasuk rendah, sedangkan beras

Tanaman Pangan

Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201124

varietas Hipa 6 dan Inpara 5 termasuk sedang. Beras

dengan nilai indeks glikemik rendah dapat disarankan

untuk dikonsumsi oleh penderita diabetes dalam

menjalankan program diet.

Tanam Legowo pada Jagung IP 400

Penelitian menggunakan jagung komposit (varietas

Sukmaraga dan Bisma) dan hibrida (varietas Bima 3

dan Bisi-2) yang ditanam dengan populasi 66.666

tanaman/ha (jarak tanam normal) dan 71.428

tanaman/ha (tanam legowo). Pada pertanaman I,

hasil varietas Bisma yang ditanam secara legowo

meningkat 7,6%, mencapai 10,63 t/ha, sementara

hasil varietas Sukmaraga 10,69 t/ha. Pada

pertanaman II, hasil kedua varietas menurun

dibanding pertanaman I. Hasil varietas Bisma yang

ditanam secara legowo hanya 9,19 t/ha dan hasil

varietas Sukmaraga 9,50 t/ha. Pada pertanaman I,

varietas Bima 3 yang ditanam secara legowo memberi

hasil 8,68 t/ha dan varietas Bisi-2 hanya memberi

hasil 8,39 t/ha. Pada pertanaman II, dengan cara

tanam yang sama dengan pertanaman I, hasil Bima

3 adalah 8,81 t/ha, sedangkan hasil Bisi-2 hanya 8,49

t/ha.

Pengelolaan Pengairan Pertanaman

Jagung

Pengairan tanaman jagung dengan interval 10 hari

sekali sebanyak enam kali selama masa pertumbuhan

tidak berbeda nyata dengan cara pengairan tanaman

berdasarkan titik layu (empat kali pengairan).

Pengairan pada setiap alur tanaman memberikan

hasil lebih tinggi dibanding pemberian air pada

setiap dua alur, baik yang ditanam dengan populasi

66.666 tanaman (jarak tanam normal) maupun

71.428 tanaman/ha (legowo). Pemberian air secara

terjadwal (enam kali selama pertumbuhan tanaman)

di setiap alur, hasil jagung yang ditanam secara

legowo adalah 7,26 t/ha dan yang ditanam dengan

jarak tanam normal 7,36 t/ha. Jika pengairan

tanaman dilakukan berdasar titik layu di setiap alur,

hasil jagung yang ditanam secara legowo 7,40 t/ha

dan yang ditanam dengan jarak tanam normal 7,54

t/ha. Dengan demikian, pengairan tanaman jagung

pada musim kemarau sebaiknya berdasarkan titik layu

untuk meningkatkan efisiensi pengairan tanaman.

Budi Daya Kedelai di Hutan Jati

Salah satu cara untuk mempercepat peningkatan

produksi kedelai menuju swasembada adalah

memperluas area tanam dengan memanfaatkan

lahan kosong di kawasan hutan. Melalui Gerakan

Peningkatan Produksi Pangan Berbasis Korporasi

(GP3K), Badan Litbang Pertanian mengembangkan

teknologi budi daya kedelai di kawasan hutan jati di

Ngawi, Jawa Timur, seluas 8,5 ha. Di kawasan

tersebut, tinggi tanaman jati pada saat itu berkisar

antara 2-3 m, jarak tanam 3 m x 4 m, dan tingkat

naungan sekitar 25%.

Selain mempercepat upaya peningkatan produksi

melalui perluasan area tanam, pengembangan

kedelai di lorong tanaman jati juga memberi

beberapa keuntungan: (1) optimalisasi pemanfaatan

lahan; (2) produk panen beragam; (3) lebih cepat

memperoleh tambahan penghasilan karena kedelai

sudah dapat dipanen pada umur 85-90 hari; (4)

memperbaiki kesuburan tanah karena tambahan

Kedelai yang dikembangkan di sela tanaman

jati di Ngawi, Jawa Timur, mampu

berproduksi di atas 2 t/ha.

Tanaman Pangan

Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201125

hara N dari Rhizobium dan bahan organik dari

serasah tanaman kacang-kacangan; (5) mencegah

erosi; dan (6) menyediakan pakan ternak.

Iletrisoy: Pupuk Hayati Kedelai di

Lahan Masam

Iletrisoy adalah pupuk hayati yang mampu meng-

gantikan pupuk urea untuk tanaman kedelai di lahan

masam. Dalam Iletrisoy terkandung bakteri Rhizobium

asal tanah masam yang efektif memacu pembentukan

bintil akar pada tanaman kedelai. Di tanah masam,

populasi bakteri Rhizobium di tanah umumnya sangat

rendah sehingga tanaman tidak mampu membentuk

bintil akar. Pada kondisi lingkungan tumbuh yang baik,

bintil akar kedelai dapat berfungsi sebagai penghasil

pupuk nitrogen alami yang mampu mencukupi

kebutuhan pupuk nitrogen lebih dari 75%. Oleh karena

itu, dalam budi daya kedelai di lahan masam, benihnya

perlu diinokulasi dengan Rhizobium toleran masam

agar tanaman mampu membentuk bintil akar dengan

baik dan memenuhi sebagian besar kebutuhan hara

nitrogennya.

Iletrisoy berisi tiga jenis bakteri Rhizobium yang

dikemas dalam bahan pembawa berkualitas dengan

populasi bakteri 108-109 sel/g bahan. Bakteri yang

digunakan berasal dari tanah masam dan telah diuji

toleransinya terhadap tanah dengan pH 4,5 dan

berkadar Fe dan Mn tinggi, serta keefektifannya di

lahan masam pada kejenuhan Al tanah di atas 20%.

Kenaikan hasil kedelai dengan perlakuan Iletrisoy pada

lahan masam Lampung Timur berkisar antara 63-

117% (Tabel 3).

Cara penggunaan Iletrisoy: benih kedelai

dimasukkan ke dalam wadah (ember), kemudian

dibasahi dengan air secukupnya. Inokulan ditaburkan

ke wadah benih dengan dosis 0,5 kg/50 kg benih/ha,

lalu diaduk sampai rata. Benih ditanam secara tunggal

dan ditutup dengan tanah atau pupuk organik.

Bioinsektisida Pengendali Hama

Daun dan Penggerek Polong Kedelai

Biopestisida ini berbahan aktif isolat JTM 97 C yang

berasal dari agens hayati Spodoptera litura Nuclear

Polyhedrosis Virus (Sl NPV), virus dari ulat grayak.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Sl NPV berpotensi

dikembangkan untuk mengendalikan ulat grayak,

Tabel 3. Hasil kedelai dengan dan tanpa penggunaan Iletrisoy di tanah masam, Lampung Timur.

Lokasi

Sifat tanah Hasil biji (t/ha)Kenaikan

pH Kejenuhan Al Tanpa Dengan (%)(%) Iletrisoy Iletrisoy

Sukadana 4,35 41,82 1,70 2,77 63

Bumi Ayu 5,25 11,52 0,72 1,56 117

Ponorogo 3,65 44,60 1,28 2,14 67

SlNPV yang dikemas dalam botol plastik.

Tanaman Pangan

Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201126

dapat diformulasikan dan diproduksi secara in vivo.

Isolat Sl NPV yang ditemukan di Banyuwangi (Sl NPV-

JTM 97C) memiliki potensi yang tinggi sebagai

biopestisida untuk mengendalikan ulat grayak pada

tanaman kedelai di lapangan. Aplikasi Sl NPV-JTM

97C dengan takaran 1,5 x 1011 PIBs/ha atau setara

dengan 500 g/ha menyebabkan kematian S. litura

80-100%.

Virus pada umumnya bersifat spesifik, yaitu pada

tingkat genus saja, tetapi strain JTM 97C selain dapat

mematikan ulat grayak juga dapat membunuh ulat

hama penggulung daun, ulat jengkal, perusak polong

kedelai, dan Maruca testulalis, perusak polong kacang

hijau. Penelitian ini membuktikan bahwa Sl NPV-JTM

97C mampu membunuh serangga sampai ke tingkat

ordo Lepidoptera. Keuntungan Sl NPV sebagai bio-

insektisida untuk mengendalikan ulat grayak adalah

bersifat spesifik dan selektif terhadap hama sasaran

sehingga aman bagi manusia, hewan, dan musuh

alami; persisten di alam, tidak menimbulkan residu

beracun; efektif terhadap inang yang sudah resisten

insektisida kimia; dan kompatibel dengan teknik

pengendalian lain.

Biopestisida untuk Pengendalian

Hama Utama Kedelai

Bio-Lec merupakan biopestisida yang diformulasi ke

dalam bentuk tepung, mengandung bahan aktif

konidia cendawan entomopatogen Lecanicillium

lecanii. Produk Bio-Lec dapat membunuh berbagai

jenis hama utama kedelai, terutama pengisap polong

(kepik coklat) Riptortus linearis. Kelebihan produk

Bio-Lec adalah mampu membunuh semua stadia

kepik coklat, mulai dari telur hingga nimfa maupun

imago. Mekanisme pengendalian hama kepik coklat

dengan aplikasi Bio-Lec adalah dengan menggagalkan

penetasan telur (ovicidal) hingga mencapai 80%.

Produk Bio-Lec juga toksik terhadap seluruh stadia

nimfa maupun imago kepik coklat.

Bio-Lec juga efektif mengendalikan kutu kebul

(Bemisia tabaci) yang juga merupakan hama penting

kedelai dalam lima tahun terakhir. B. tabaci

merupakan vektor cowpea mottle mozaic virus

(CMMV). Pengendalian dengan insektisida kimia

sering menimbulkan resistensi, resurjensi, dan

terbunuhnya serangga berguna sebagai pemangsa

B. tabaci, baik pada stadia telur, nimfa maupun

imago. Bahan aktif senyawa insektisida juga dapat

memicu hormon reproduksi serangga lebih aktif

sehingga dapat memproduksi telur dalam jumlah

yang lebih banyak pada waktu singkat. Bio-Lec yang

mengandung kumpulan konidia, jika dicampur dengan

air dan setelah berkecambah akan memproduksi

berbagai jenis toksin yang dapat menolak proses

peletakan telur serangga (deterent oviposition). Jenis

toksin yang dihasilkan Bio-Lec adalah dipicolinic acid,

hydroxycarboxylic acid, bassionalide, beauvericin, dan

cyclosporin.

Kelebihan lain dari cendawan L. lecanii adalah

mampu memparasitasi spora cendawan penyebab

penyakit karat Phakopsora pachyrhizi, downy mildew

Peronospora manshurica, dan powdery mildew

Microsphaera diffusa. Cendawan P. pachyrhizi, P.

manshurica, dan M. diffusa merupakan mikro-

organisme yang bersifat obligat dan termasuk penyakit

utama pada kedelai. Kemampuan L. lecanii dalam

menekan perkecambahan spora ketiga penyakit

tersebut masing-masing 29,6%; 36,4%; dan 21,4%.

Bio-Lec, biopestisida berbahan aktif konidia

cendawan entomopatogen Lecanicillium

lecanii.

Tanaman Pangan

Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201127

Bio-Lec dapat dikombinasikan dengan cara

pengendalian lain, antara lain predator. Aplikasi

cendawan L. lecanii pada kerapatan konidia hingga

1011/ml tidak menyebabkan kematian predator

hingga 30 hari setelah aplikasi (HSA). Oxyopes

javanus merupakan predator generalis yang banyak

ditemukan di pertanaman kedelai di Indonesia dengan

kemampuan mangsa 3-13 ekor. Bio-Lec juga dapat

dikombinasikan dengan pestisida nabati, terutama

serbuk biji srikaya dan serbuk biji jarak, untuk

meningkatkan efikasi pengendalian telur kepik coklat

di lapangan.

Produksi Benih Sumber

Padi

Selama musim tanam 2011, penyediaan benih

varietas unggul baru padi melalui kegiatan produksi

benih sumber untuk mendukung SL-PTT sebanyak

41,7 ton, yang terdiri atas 25,6 ton benih BS dan

16,1 ton benih FS. Di samping itu, juga telah

diproduksi 231,6 ton benih sumber, terdiri atas 27,0

ton benih BS dan 204,6 ton benih FS untuk

mendukung program SL-PTT di 18 provinsi di seluruh

Indonesia.

Jagung

Pada tahun 2011 telah diperbanyak benih sumber

jagung bersari bebas kelas penjenis (BS) dari varietas

Lamuru, Sukmaraga, Bisma, Srikandi Kuning-1,

Srikandi Putih-1, dan Anoman-1. Benih yang

dihasilkan dari kegiatan ini adalah 5.340 kg dengan

rincian Lamuru 890 kg, Sukmaraga 730 kg, Bisma

1.125 kg, Srikandi Kuning-1 865 kg, Srikandi Putih-1

830 kg, dan Anoman-1 900 kg. Jika benih sumber

kelas BS tersebut diperbanyak oleh penangkar

menjadi benih sumber kelas BP (benih pokok), maka

diperkirakan akan diperoleh benih kelas BP sebanyak

80.100 ton. Jumlah ini dapat memenuhi kebutuhan

area pertanaman jagung bersari bebas seluas lebih

dari 4,0 juta ha.

Perbanyakan benih sumber kelas BD juga

menggunakan varietas Lamuru, Sukmaraga, Bisma,

Srikandi Kuning-1, Srikandi Putih-1, dan Anoman.

Masing-masing varietas ditanam pada lahan 1,0 ha.

Empat dari enam varietas menghasilkan benih BD

sebanyak 8,7 ton.

Kacang-Kacangan dan Umbi-Umbian

Hasil pertanaman kedelai untuk penyediaan benih NS

hingga Oktober 2011 tercatat 756 kg yang meliputi

10 varietas (Grobogan, Burangrang, Detam 1, Detam

2, Kaba, Tanggamus, Anjasmoro, Argomulyo, Ijen,

dan Wilis). Pertanaman kacang tanah untuk

penyediaan benih NS dari delapan varietas (Tuban,

Bima, Domba, Jerapah, Gajah, Kelinci, Kancil, dan

Bison) menghasilkan 1.569 kg benih. Benih NS kacang

hijau telah dihasilkan pula sebanyak 344 kg dari

delapan varietas (Kutilang, Murai, Betet, Perkutut,

Sriti, Kenari, Vima 1, dan Walet).

Dari kegiatan penyediaan benih BS kacang tanah

(varietas Tuban, Bima, Domba, Jerapah, Gajah,

Kelinci, Kancil, dan Bison) diperoleh benih sebanyak

3.292 kg. Selain itu dihasilkan pula 4.144 kg benih

BS kacang hijau (varietas Kutilang, Murai, Betet,

Perkutut, Sriti, Kenari, Vima 1, dan Walet).

Hasil kedelai untuk penyediaan benih FS dari

varietas Grobogan, Burangrang, Kaba, Tanggamus,

Anjasmoro, Argomulyo, Sinabung, Wilis, dan

Panderman mencapai lebih dari 14 ton. Penyediaan

benih BS ubi kayu sedang diupayakan pula dari

varietas Darul Hidayah, Adira-1, Adira-4, Malang-1,

Malang-6, Malang-4, Uj-3, dan UJ-5.

Hortikultura

Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201128

Hortikultura

Upaya peningkatan daya saing, nilai tambah, dan pe-

ngembangan sistem usaha yang sesuai dengan kondisi

lingkungan ekstrem membutuhkan inovasi yang berkelanjutan

dengan memanfaatkan sumberdaya lokal, mengadaptasikan

dengan perubahan iklim, mengembangkan komoditas

unggulan dan potensi wilayah, serta memanfaatkan lahan

suboptimal. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura

beserta Balai Penelitian Tanaman Sayuran (Balitsa), Balai

Penelitian Tanaman Buah Tropika (Balitbu), Balai Penelitian

Tanaman Hias (Balithi), dan Balai Penelitian Tanaman Jeruk

dan Buah Subtropika (Balitjestro) telah menyediakan inovasi

teknologi yang bermanfaat bagi stakeholder. Penerapan inovasi

teknologi dalam pengembangan hortikultura diharapkan dapat

mewujudkan sistem usaha industrial unggul yang berkelanjutan

dan berbasis sumber daya lokal untuk meningkatkan

kemandirian pangan, daya saing, nilai tambah, ekspor, dan

kesejahteraan petani.

Hortikultura

Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201129

Varietas Unggul

Upaya meningkatkan daya saing komoditas

hortikultura sebagai syarat utama merebut pasar

global perlu di dukung dengan pengembangan

komoditas unggulan yang mampu berkompetisi

dengan produk serupa dari negara lain. Ketersediaan

varietas unggul dalam negeri diharapkan dapat

menandingi varietas serupa dari negara lain sehingga

dapat menghilangkan ketergantungan pada varietas

dan benih dari luar negeri. Berkaitan dengan hal

tersebut, Puslitbanghorti telah menghasilkan berbagai

varietas unggul sayuran, buah-buahan, dan tanaman

hias.

Kentang

Varietas kentang yang ditanam petani masih terbatas,

yaitu Granola dan Atlantik. Penggunaan varietas yang

sama secara terus-menerus dapat menyebabkan

terjadinya erosi genetik sehingga jika terjadi ledakan

hama atau penyakit akan berdampak buruk terhadap

mata rantai produksi kentang. Balitsa telah meng-

hasilkan tiga varietas unggul baru (VUB) kentang, yaitu

Andina, Kastanum, dan Vernei dengan daya hasil lebih

tinggi daripada varietas Granola. Varietas Andina dan

Kastanum cocok untuk bahan baku keripik kentang.

Masing-masing varietas tersebut dapat dipanen pada

umur 100-110 hari setelah tanam, beradaptasi

dengan baik di dataran tinggi (1.250-1.500 m dpl),

tahan terhadap penyakit busuk daun, berdaya hasil

tinggi, cocok untuk kentang olahan, dan toleran

terhadap suhu panas sehingga dapat menunjang

industri kentang olahan dan diversifikasi pangan.

Produktivitas varietas Kastanum berkisar antara

24,50-34,03 t/ha, Vernei 21,10-35,60 t/ha, dan

Andina 20,40-34,10 t/ha.

Cabai Merah

Produktivitas tanaman cabai sangat dipengaruhi oleh

musim. Serangan penyakit sangat dominan terjadi

pada musim hujan. Untuk mengatasi masalah tersebut

Balitsa telah menghasilkan tiga VUB cabai merah

besar dan keriting, yaitu Lingga, Ciko, dan Kencana.

Ketiganya beradaptasi dengan baik di dataran medium

(510-550 m dpl) pada musim hujan maupun kemarau

basah. Produktivitasnya tinggi, berkisar antara 13,40-

20,50 t/ha.

Buncis

Balitsa juga menghasilkan tiga VUB buncis tegak

Balitsa 1, Balitsa 2, dan Balitsa 3. Ketiganya berbunga

serempak, berumur genjah, dan beradaptasi baik di

dataran medium (400-500 m dpl). Varietas Balitsa 1

dan Balitsa 2 bersifat menyerbuk sendiri dan meru-

pakan hasil introduksi dari Perancis. Produktivitasnya

berkisar antara 20,0-23,8 t/ha. Varietas Balitsa 3 juga

menyerbuk sendiri dan merupakan hasil introduksi

dari Amerika dengan keunggulan produktivitas tinggi

(20-24 t/ha). Varietas baru buncis tegak Balitsa 1 dan

Balitsa 2 telah dilisensikan ke PT Fajar Seed untuk

pengembangannya.

Umbi varietas unggul baru kentang Andina (kiri), Kastanum (tengah), dan Vernei (kanan).

Hortikultura

Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201130

Bawang Merah

Empat varietas unggul baru bawang merah Pikatan,

Trisula, Pancasona, dan Mentes memiliki keunggulan

umur genjah dan beradaptasi dengan baik di dataran

rendah (6-85 m dpl). Varietas Pikatan merupakan

hasil persilangan antara B 2558 x B 3155 dengan

produktivitas 6,20-23,31 t/ha. Varietas Trisula adalah

hasil persilangan antara B 2558 x B 4127 dengan

keunggulan produktivitasnya tinggi (6,50-23,21 t/ha).

Varietas Pancasona merupakan hasil persilangan

antara B 2275 x B 4127 dengan produktivitas berkisar

antara 6,90-23,70 t/ha, sedangkan varietas Mentes

adalah hasil persilangan antara B 3117 x B 3155

dengan produktivitas tinggi (7,10-27,58 t/ha).

Tomat

Balitsa telah menghasilkan tiga varietas hibrida tomat

Tosca, Ruby, dan Topaz yang mempunyai keunggulan

umur genjah, daya simpan buah lama, buah lebat,

beradaptasi dengan baik di dataran tinggi (850-1.300

m dpl), dan produktivitasnya tinggi. Produktivitas

Tosca dan Ruby berkisar antara 30-40 t/ha,

sedangkan Topaz 40-50 t/ha.

Jamur

Jamur merupakan sayuran yang diminati konsumen

karena kandungan gizinya tinggi. Balitsa telah

menghasilkan tiga VUB jamur yang beradaptasi

dengan baik di dataran medium sampai tinggi (700-

1.250 m dpl) dan masa produksinya panjang (3,8

bulan). Produktivitas varietas Emas berkisar antara

54,33-91,08 t/ha, Ratu 54,22-81,94 t/ha, dan Zafira

50,48-78,70 t/ha.

Semangka dan Melon

Balitbu Tropika telah menghasilkan dua calon varietas

hibrida semangka dan melon unggul baru yang sta-

bil ditanam di semua lokasi dan diminati konsumen.

Varietas unggul baru sayuran (dari kiri ke kanan), cabai merah Lingga, Ciko, dan Kencana; buncis

tegak Balitsa 1, Balitsa 2, dan Balitsa 3; tomat Tosca, Ruby, dan Topaz; bawang merah Pikatan,

Trisula, Pancasona, dan Mentes; serta jamur Emas, Ratu, dan Zafira.

Hortikultura

Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201131

Calon varietas semangka BT1 dan BT2 memiliki

daging buah masir dan sangat manis. Daging buah

varietas BT1 merah menyala, bobot buah 7-8 kg, dan

umur tanaman 80-85 hari, sedangkan BT2 buahnya

berwarna kuning pekat dengan bobot buah 6,5-7,0

kg, dan umur tanaman 75-80 hari.

Calon varietas melon MB1 memiliki buah ber-

bentuk lonjong, tekstur daging buah renyah, rasa

manis, aroma buah sedang, dan bobot buah 1,8-2,0

kg. Melon MB2 disukai konsumen karena warna daging

buahnya oranye, aromanya sangat kuat, rasa manis,

dan bobot buah 1,6-1,8 kg. Kedua calon varietas

tersebut memiliki umur tanaman 55-60 hari.

Jeruk

Indonesia memiliki jeruk unggulan yaitu siam, keprok,

dan pamelo. Kualitas buahnya memuaskan, tetapi

bijinya cukup banyak sehingga sulit bersaing dengan

buah jeruk impor yang sebagian tanpa biji (seedless).

Upaya memperoleh buah jeruk tanpa biji melalui

penembakan sinar gama menghasilkan jeruk keprok

SoE, garut, dan pamelo nambangan tanpa biji. Pada

tahun 2011, Balitjestro menghasilkan calon VUB jeruk

keprok SoE dan jeruk pamelo tanpa biji, daya hasil

tinggi, rasa manis, dan warna kulit menarik.

Anggrek

Anggrek Dendrobium, Phalaenopsis, dan Vanda

memiliki nilai ekonomi tinggi. VUB anggrek sangat

diperlukan agar pengembangan varietas anggrek

Calon varietas semangka BT1 dan BT2.

Calon varietas melon MB1 dan MB2.

Buah jeruk keprok SoE (kiri) dan pamelo

(kanan) tanpa biji.

Hortikultura

Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201132

bermanfaat bagi produsen maupun konsumen.

Produsen akan mendapat manfaat dengan adanya

alternatif pilihan varietas anggrek unggul, sedangkan

konsumen dapat memperoleh benih yang terjamin

mutunya.

Perakitan varietas unggul anggrek Dendrobium,

Phalaenopsis, dan Vanda telah dilakukan Balithi

melalui persilangan konvensional. Hasil persilangan

kemudian diseleksi dan yang terpilih dilepas sebagai

varietas unggul, yang meliputi 10 varietas Den-

drobium, 10 varietas Phalaenopsis, dan dua calon

varietas Vanda.

Kesepuluh varietas Dendrobium memiliki

keunggulan warna bunga cerah dengan dasar warna

ungu dan kemerahan. Bunganya berbentuk setengah

bintang dan bentuk kelinci dengan ukuran sedang.

Sepuluh varietas Phalaenopsis terdiri atas satu

varietas Phalaenopsis standar, tujuh varietas

Phalaenopsis tipe multiflora, dan dua varietas

Phalaenopsis tipe novelti. Calon varietas Vanda

memiliki keunggulan bunganya beraroma wangi.

Calon varietas baru anggrek Vanda.

Varietas unggul baru anggrek Phalaenopsis.

Phal. Balithi MF001 Phal. Balithi MF002 Phal. Balithi ST005 Phal. Balithi MF003

Phal. Balithi MF004 Phal. Balithi MF005 Phal. Balithi MF006 Phal. Balithi MF007

Phal. Balithi NV001 Phal. Balithi NV002

Hortikultura

Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201133

Teknologi Produksi

Perbanyakan Benih Phalaenopsis

Perbanyakan cepat anggrek Phalaenopsis dapat

dilakukan melalui organogenesis. Eksplan yang

digunakan adalah irisan daun yang berasal dari mata

tunas tangkai bunga. Mata tunas akan membentuk

tunas berdaun selama 2-4 bulan, bergantung pada

genotipenya.

Perbanyakan Benih Dendrobium

Teknologi perbanyakan cepat Dendrobium dapat

melalui pembentukan protocorm like body (plb) pada

media cair Vacin dan Went. Mata tunas yang telah

diinisiasi akan membentuk plb dalam waktu 3-6

bulan, bergantung genotipenya. Regenerasi plb

membutuhkan waktu sekitar 6 bulan sampai akhirnya

planlet dapat diaklimatisasi.

Perbanyakan Benih Vanda

Perbanyakan anggrek Vanda adalah yang paling sulit

dibandingkan dengan Dendrobium dan Phalaenopsis.

Perbanyakannya dapat melalui organogenesis dan

embriogenesis. Eksplan yang paling sesuai adalah

irisan tangkai bunga yang masih muda. Pembentukan

Varietas unggul baru anggrek Dendrobium.

Mata tunas yang tumbuh dari tangkai bunga

pada perbanyakan anggrek Phalaenopsis: (a)

kultur mata tunas tangkai bunga dan (b)

perkembangan tunas setelah empat bulan

tanam.

kalus membutuhkan waktu 2-5 bulan, namun

proliferasi kalus cukup sulit karena sering terjadi

pencoklatan.

Efektivitas Formula Bakteri Antagonisterhadap Penyakit Busuk Lunak padaAnggrek

Gejala penyakit busuk lunak (PBL) atau Pecto-

bacterium carotovorum pv dapat muncul pada seluruh

bagian tanaman anggrek, tetapi umumnya pertama

Den. Balithi CF001-10 Den. Balithi CF001-31 Den. Balithi CF002-45 Den. Balithi CF003-21 Den. Balithi CF003-23

Den. Balithi CF003-27 Den. Balithi CF003-28 Den. Balithi CF003-58 Den. Balithi CF003-62 Den. Balithi PP001-374

Hortikultura

Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201134

Proses induksi kalus organogenik dan

embriogenik pada Vanda: (a) eksplan pada

awal kultur dan (b) kalus embriogenik yang

beregenerasi 2,5 bulan setelah kultur inisiasi.

kali terlihat pada daun. Pada awalnya, daun berwarna

hijau pucat dan kemudian berkembang menjadi

bercak basah berwarna hijau tua dan akhirnya

seluruh daun membusuk. Penyakit selanjutnya

berkembang ke arah batang. Daun dan batang yang

tertular berbau busuk karena bakteri PBL menyekresi-

kan enzim maupun isoenzim dalam jumlah banyak

sehingga mampu mendegradasi kompleksitas polimer

dinding sel tanaman.

Intensitas penularan PBL pada tanaman anggrek

Phalaenopsis bervariasi antara 0,82-92% dengan

waktu inkubasi satu hari. Pada pengamatan 1-7 hari

setelah inokulasi, perlakuan bakteri antagonis nomor

isolat 30 (B30) yang disuspensikan dalam air suling

dan diaplikasikan satu hari setelah inokulasi, dapat

menekan tingkat penularan PBL pada Phalaenopsis

hingga 41,6%. Hal ini berarti perlakuan tersebut

bersifat kuratif, dapat menekan penyakit pada

tanaman yang terinfeksi. Mekanisme penekanan

mikroba antagonis terhadap patogen dapat terjadi

melalui hiperparasitisme, kompetisi ruang dan hara,

antibiosis, dan lisis.

Efektivitas formulasi biopestisida berbahan aktif

bakteri antagonis nomor isolat B30 terhadap intensitas

penularan PBL pada tanaman anggrek Phalaenopsis

dipengaruhi oleh derajat kolonisasi bakteri antagonis

pada daun. Derajat kolonisasi pada tiga hari setelah

aplikasi paling tinggi dibandingkan sebelum aplikasi.

Populasi sebelum aplikasi sebanyak (7 + 2)102 cfu

meningkat menjadi (6 + 3)105 cfu/g daun pada tiga

hari setelah aplikasi.

Tahap pembentukan kalus dari daun pada

perbanyakan anggrek Phalaenopsis: (a) daun

yang telah dilukai dan (b) pembentukan plb di

dalam ruang cahaya.

Optimasi Kultur dan Bioreaktor padaProliferasi Embrio Somatik Dendrobium

Balithi memiliki beberapa informasi penting yang

terkait dengan pengembangan teknik somatik

embriogenesis (SE) pada perbanyakan klonal

beberapa klon harapan Dendrobium. Informasi

tersebut yaitu: (1) teknik sterilisasi mata tunas; (2)

sistem kultur dan media potensial untuk inisiasi tunas

pada media padat (TBN2); (3) jenis eksplan untuk

inisiasi kalus (mata tunas dan daun planlet); (4) teknik

dan media potensial untuk induksi dan regenerasi

kalus (PC1); (5) teknik dan media potensial untuk

proliferasi kalus (Pro-D5 dan D7); (6) teknik dan

media potensial untuk konversi kalus menjadi embrio

Gejala penyakit busuk lunak pada anggrek

Phalaenopsis.

Hortikultura

Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201135

Alur perbanyakan benih anggrek Dendrobium: (1) sumber eksplan tunas anakan, (2 dan 3) tunas yang

sudah dikupas, (4) sterilisasi menggunakan kloroks, (5) mata tunas samping dan ujung, (6) mata tunas

steril yang telah diiris, (7) inisiasi plb dari mata tunas pada media cair, (8 dan 9) plb yang telah

terbentuk, (10 dan 11) plb yang diregenerasi pada media padat, dan (12) planlet yang terbentuk.

somatik/plbs (PCB dan D1); (7) kepadatan eksplan

yang optimal untuk proliferasi kalus (2-3 g/25 ml

media); (8) periode subkultur yang sesuai untuk

masing-masing tahapan; (9) studi pendahuluan

penggunaan sistem kultur thin film of liquid; dan (10)

studi pendahuluan penggunaan sistem bioreaktor

(kepadatan eksplan 5-10 g, media 1/2 MS dan VW

dengan penambahan BA 0,5 mg/l, dan oksigen

terlarut 5-10 vvm). Hasil penelitian sebelumnya

memperlihatkan bahwa pengembangan teknologi SE

pada Dendrobium harus melalui beberapa tahap dan

diawali dengan pembentukan kalus. Saat ini beberapa

klon harapan Dendrobium dapat diinisiasi dan

diproliferasi kalusnya, yaitu klon NS001/10, NS001/

31, NS022/21, NS22/62, NS22/58, NS22/28, dan

NS009/45.

Hortikultura

Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201136

Eksplan dan Oksigen Terlarut pada SistemBioreaktor

Perbedaan kepadatan eksplan dan oksigen terlarut

memberikan respons yang bervariasi terhadap

pertumbuhan dan perkembangan plbs Dendrobium

klon NS022/62. Respons terbaik terdapat pada

perlakuan kepadatan inokulum 10 g/l yang di-

kombinasikan dengan oksigen terlarut 15 vvm (K2O

3).

Aplikasi bioreaktor untuk perbanyakan klonal plbs

Dendrobium tidak memberikan hasil yang signifikan

dalam proliferasi plbs karena plbs mengalami klorosis

dan akhirnya mati. Namun, penggunaan sistem ini

untuk perbanyakan klonal plbs Dendrobium Fatahilah

memberikan hasil yang signifikan. Kecepatan peng-

gandaan plbs mencapai dua kali lipat dalam waktu

15 hari, dengan pertumbuhan plbs yang vigor dan

tanpa klorosis.

Mikoparasit Penyakit Karat pada Krisan

Terdapat empat genus cendawan mikoparasit

penyakit karat (Puccinia horiana) yang ditemukan pada

tanaman krisan di Kabupaten Cianjur dan Bandung.

Dari 55 isolat mikoparasit, 92,7% merupakan genus

Cladosporium, selebihnya adalah genus Fusarium,

Trichoderma, dan Penicillium. Berdasarkan identifikasi

secara molekuler, isolat Cladosporium mempunyai

hubungan filogenetik terdekat dengan C. clado-

sporioides. Dari 20 isolat Cladosporium sp. yang diuji

efektivitasnya sebagai mikoparasit, hanya 11 isolat

yang mempunyai efektivitas > 50% dan signifikan

sebagai mikoparasit penyakit karat.

Teknologi Produksi Benih Bawang Merahuntuk Meningkatkan Pembuahan

Pembungaan dan hasil biji bawang merah antara lain

dipengaruhi oleh varietas, pemupukan, dan keber-

hasilan polinasi dan tanaman atraktan, yaitu caisim

dan tagetes. Untuk mengetahui pengaruh ketiga

faktor tersebut terhadap pembungaan dan hasil biji

bawang merah dilakukan penelitian menggunakan

varietas bawang merah Maja dan Bima yang diberi

pupuk P dan K, yaitu P2O

5 100 kg + K

2O 120 kg/ha

dan P2O

5 150 kg + K

2O 180 kg/ha. Hasilnya me-

nunjukkan bahwa varietas Bima yang mendapat pupuk

P2O

5 100 kg + K

2O 120 kg/ha menghasilkan jumlah

tanaman berbunga paling banyak (35,2%). Jumlah

umbel bunga paling banyak dihasilkan varietas Bima

yang dipupuk P2O

5 100 kg + K

2O 120 kg/ha dan

tanaman atraktan caisim, yaitu 301,15 umbel bunga

per petak (18 m2). Pembuahan paling banyak terdapat

pada varietas Bima dan tanaman atraktan caisim,

yang menghasilkan 22,77 buah per umbel bunga.

Jumlah biji paling banyak terdapat pada varietas Bima,

yaitu 71,21 biji per umbel bunga. Hasil biji bawang

merah terbanyak diperoleh varietas Bima dengan

pemupukan P2O

5 100 kg + K

2O 120 kg/ha, yaitu 28,65

g/18 m2 atau setara 15,92 kg/ha.

Mikroba Potensial untuk Pembuatan PupukMajemuk Hayati

Penggunaan pupuk kimia sintetis secara terus-

menerus pada suatu ekosistem memberi dampak

buruk bagi lingkungan. Residu pupuk akan mengalami

pencucian, penguapan, dan terikat oleh mineral

sehingga unsur hara tidak dapat dimanfaatkan oleh

tanaman. Salah satu cara memperbaiki tingkat

efisiensi penggunaan pupuk adalah dengan inokulasi

mikroba potensial.

Percobaan lapangan produksi benih bawang

merah melalui biji.

Hortikultura

Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201137

Seleksi mikroba potensial menghasilkan

beberapa isolat bakteri yang memiliki kemampuan

cukup baik sebagai pelarut fosfat, antara lain isolat

Cw-19, Cr-13, Br-14, dan Lg-10 dengan indeks

kemampuan melarutkan fosfat masing-masing 7,58;

5,83; 4,26; dan 4,26. Seleksi dengan menggunakan

dua media bebas nitrogen memperoleh 20 isolat yang

diduga termasuk ke dalam kelompok Azotobacter spp.

dan Azospirillum spp. Dari 20 isolat yang dikoleksi

terdapat kelompok yang menghambat pertumbuhan

tanaman dan kelompok yang memperbaiki per-

tumbuhan tanaman. Isolat-isolat mikroba yang

memberikan pengaruh baik terhadap pertumbuhan

kecambah adalah isolat nomor 7, 6, 12, 15, dan 18.

Isolat nomor 6, 7, 12, dan 18 memacu pertumbuhan

akar, sedangkan isolat nomor 15 merangsang

perakaran dan tinggi tanaman.

Pengendalian Hama Penggerek Buah ManggaMenggunakan Minyak Serai Wangi

Produksi mangga menempati peringkat nomor dua

setelah pisang, yaitu 180.840 ton/tahun. Namun,

kualitas buah relatif rendah sehingga mangga

Indonesia sulit bersaing dengan mangga negara lain.

Salah satu penyebabnya adalah serangan hama

penggerek buah mangga (Noorda albizonalis).

Pengendalian hama tersebut perlu mempertim-

bangkan keamanan lingkungan dan konsumen. Untuk

itu, dilakukan pengujian efektivitas pestisida botani

dalam mengendalikan hama N. dorsalis.

Koloni mikroba yang diseleksi pada media pelarut fosfat (kiri), isolat kelompok Azotobacter spp.

(tengah), dan Azospirillum spp. (kanan).

Serangan Noorda albizonalis pada buah

mangga.

Salah satu bahan alami yang memiliki potensi

sebagai pestisida botani adalah minyak serai wangi.

Pengendalian penggerek buah mangga dengan

minyak serai wangi konsentrasi 2, 4, dan 6 cc/l

dengan interval penyemprotan enam hari sekali

mampu menurunkan serangan hama N. albizonalis

pada mangga Arumanis antara 30-40%. N. albizonalis

menyerang semua fase pertumbuhan buah, termasuk

buah masak. Efektivitas minyak serai wangi dalam

menekan serangan N. albizonalis pada periode

pemasakan buah lebih rendah dibandingkan pada

fase buah muda.

Hortikultura

Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201138

Buah mangga gedong gincu setelah disimpan

dua hari (kiri) dan empat hari (kanan) setelah

dipetik.

Bahan Organik untuk Substitusi Pupuk NPK

Beberapa petani mangga mulai menggunakan pupuk

organik dan serasah daun dikombinasi dengan pupuk

NPK. Berkaitan dengan hal tersebut, Balitbu Tropika

telah meneliti kandungan nutrisi pupuk organik

tersebut dan kontribusi penggunaan pupuk organik

dalam menurunkan dosis pupuk NPK tanpa

mengurangi hasil dan kualitas buah. Hasil penelitian

menunjukkan penggunaan pupuk organik 50 kg/

tanaman dapat mengurangi penggunaan pupuk NPK

hingga 50% dari dosis yang biasa digunakan petani,

yaitu 5 kg/tanaman umur 10 tahun. Substitusi pupuk

sintetis dengan pupuk organik secara langsung dapat

mendukung program pengurangan emisi gas rumah

kaca akibat penggunaan pupuk sintetik sehingga

teknologi ini dapat mendukung program mengatasi

perubahan iklim.

Penentuan Saat Petik OptimumMangga Gedong Gincu

Berdasarkan karakter nutrisi, kadar air, dan rasa

manis, fase gedong gincu pada panen keempat

merupakan saat petik optimum untuk mangga gedong

gincu. Pada fase ini, mangga gedong gincu memiliki

karakter terbaik untuk kandungan vitamin C (> 70

mg/100 g), TSS (> 19° Brix), dan kadar air lebih

rendah dibanding saat petik lainnya (78-80%).

Namun, umumnya petani kurang menyukai panen

pada fase gedong gincu karena risikonya tinggi,

seperti pencurian, buah matang tidak serempak,

rawan rontok, serangan OPT, dan tambahan biaya.

Petani mangga di Cirebon dan daerah lain menyukai

panen pada fase gedong (panen pertama) karena

lebih menguntungkan. Hasil penelitian menunjukkan

saat petik optimum adalah fase gedong ditambah lima

hari (panen kedua) karena pada fase ini kandungan

vitamin C lebih tinggi dibanding pemetikan pada fase

gedong (panen pertama) dan fase gedong ditambah

10 hari (panen ketiga). Untuk karakter lain (TSS, total

asam, dan kadar air), ketiga fase gedong ini relatif

sama.

Hasil uji organoleptik menunjukkan, konsumen

memberi respons terbaik pada buah yang dipetik pada

fase gedong gincu dengan nilai rata-rata > 5,4 atau

termasuk kategori cukup suka hingga suka. Untuk

saat petik fase gedong, nilai respons konsumen relatif

sama. Untuk penerimaan konsumen terhadap buah,

nilai tertinggi dimiliki oleh buah yang dipetik pada fase

gedong ditambah lima hari. Bila parameter nutrisi

dan organoleptik digabungkan maka saat petik

optimum untuk mangga gedong gincu adalah fase

gedong ditambah lima hari. Untuk lama penyimpanan

terkait dengan kelayakan konsumsi, buah yang

disimpan dua dan empat hari setelah petik lebih

disukai konsumen dibanding buah yang disimpan

enam hari setelah petik.

Produksi Massal Benih Jeruk

Bebas Virus

Status Penyakit Jeruk Hasil SomatikEmbriogenesis

Pengujian status penyakit dimulai dengan pencarian

pohon induk positif yang akan diperbanyak dengan

teknik SE. Pada varietas jeruk yang bijinya berasal

dari induk yang positif terinfeksi penyakit

Huanglongbing (CVPD), semua varietas yang diuji

(Japanche Citroen/JC, keprok Batu 55, dan siem

Purworejo) tidak terinfeksi CVPD pada semua stadia

pertumbuhan (kalus, embrio, dan planlet) pada lama

perbanyakan 5-14 bulan.

Pada beberapa varietas jeruk yang bijinya berasal

dari induk yang terinfeksi citrus tristeza virus (CTV),

varietas keprok Kino, siem Kintamani, dan nipis

Hortikultura

Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201139

Tulungagung pada stadia kalus, embrio, dan planlet

bebas dari CTV, tetapi pada varietas JC dari Tlekung,

pada fase embrio 40% dari sampel masih terinfeksi

CTV. Oleh karena itu, biji sebagai bahan perbanyakan

dengan teknik SE harus berasal dari tanaman induk

yang bebas dari penyakit sistemik, terutama CTV.

Evaluasi Keragaan Benih Hasil SambungEmbrio dan Planlet

Untuk mengevaluasi pertumbuhan benih hasil

sambung embrio atau planlet pada batang bawah

JC, benih sambungan umur satu tahun ditanam di

lapang. Hasil pengamatan menunjukkan, sampai

umur empat bulan di lapangan, tanaman belum

berkembang ke fase generatif. Hal ini tampak dari

tanaman yang belum berbunga dan duri masih

tumbuh. Pertumbuhan vegetatif sampai empat bulan

sangat baik. Pertumbuhan jeruk kalamondin yang

disambung dengan batang bawah JC asal semaian

lebih baik dibandingkan dengan batang bawah JC asal

lainnya. Pada umur delapan bulan setelah tanam,

tanaman mulai berubah ke fase generatif, yang

ditandai dengan munculnya bunga. Secara umum

batang atas yang berasal dari planlet menghasilkan

bunga yang lebih banyak dibanding yang berasal dari

embrio. Dengan demikian, jeruk kalamondin yang

diperbanyak dengan teknik SE dapat berbunga pada

umur delapan bulan setelah benih sambungan

ditanam di lapangan.

Konsistensi Sifat Tanpa Biji, Daya

Hasil, dan Kualitas Jeruk Hasil

Mutasi

Karakter yang ingin dicapai pada pemuliaan jeruk

adalah vigor tanaman baik, buah tanpa biji, warna

menarik, rasa enak (TSS tinggi), dan tahan hama

penyakit utama. Sampai akhir 2011 telah dilakukan

karakterisasi buah pada 64 tanaman M1V2 keprok

yang ditanam di pot, 68 tanaman M1V2 keprok yang

ditanam di lapangan, dan 10 tanaman M1V2 pamelo.

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa karakter

tanpa biji (jumlah biji < 5) terdapat pada 28 aksesi

M1V2 keprok dan tujuh aksesi M1V2 pamelo. Melalui

observasi selama beberapa tahun, diperoleh

beberapa kandidat tanaman yang memiliki karakter

yang diinginkan. Namun untuk memenuhi persyaratan

pelepasan varietas, perlu dilakukan pengamatan

terhadap daya hasil, stabilitas karakter, kesesuaian

dengan beberapa batang bawah, dan ketahanannya

terhadap hama dan penyakit.

Sertifikasi Perbenihan Jeruk

Pada tahun 2011 telah dilakukan pembersihan 10

varietas jeruk dari penyakit sistemik dengan teknologi

penyambungan tunas pucuk pada varietas Kelele

Aceh, P. Kasua, P. Baco, lemon lokal tanpa biji,

Genensa Aceh, P. Pasaviki, Sanggul I, M. Komun,

Lebong, dan Fremon. Pembersihan varietas melalui

tahap STG, regrafting, indeksing, dan perbanyakan

pohon induk. Varietas yang selesai diindeksing dan

dinyatakan bebas penyakit kemudian diperbanyak

sebagai benih.

Indeksing pada pohon induk jeruk dilakukan

terhadap penyakit CTV dan CVPD, yaitu pada blok

fondasi 46 sampel, blok penggandaan mata tempel

(BPMT) 90 sampel, dan pohon induk 197 pohon.

Ditemukan 61 pohon induk yang positif CVPD dan 61

pohon induk yang tidak layak sebagai induk.

Pada tahun 2011, produksi benih sumber jeruk

kelas benih blok fondasi sebanyak 906 pohon dan

kelas benih BPMT 5.710 pohon. Benih tersebut telah

didistribusikan kepada pengguna, seperti Dinas

Pertanian Provinsi dan Kabupaten, Balai Benih

Hortikultura, kelompok tani, dan pihak swasta.

Kegiatan asistensi pengelolaan blok fondasi dan BPMT

telah dilakukan di Kecamatan Eban Kabupaten Timur

Tengah Utara, Nusa Tenggara Timur, di Mataram Nusa

Tenggara Barat, dan di Balai Benih Induk Lubuk

Minturun, Padang, Sumatera Barat.

Perkebunan

Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201140

Perkebunan

Perkebunan mempunyai peran cukup strategis dari aspek

ekonomis, ekologis, dan sosial budaya dalam pembangunan

nasional. Secara ekonomi, perkebunan berkontribusi terhadap

peningkatan kesejahteraan masyarakat dan penguatan ekonomi

wilayah melalui sumbangannya terhadap pendapatan petani,

wilayah maupun devisa negara. Secara ekologi, perkebunan

berfungsi dalam perbaikan konservasi tanah dan air, penyerap

karbon, penyedia oksigen dan penyangga kawasan lindung,

dan secara sosial budaya sebagai perekat dan pemersatu

bangsa. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan terus

berupaya untuk menghasilkan inovasi teknologi yang mudah

diterapkan, efektif, efisien, dan berdaya saing. Penelitian dan

pengembangan telah menghasilkan cukup banyak inovasi

teknologi yang terkait dengan upaya peningkatan biodiversitas

dan jumlah bahan tanaman, produktivitas dan mutu hasil, tek-

nologi pengolahan hasil, benih sumber, dan sintesis kebijakan.

Perkebunan

Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201141

Perakitan Varietas Unggul

Varietas Unggul Tanaman Perkebunan

Pada tahun 2011 telah dilepas 13 varietas unggul

untuk komoditas dan tanaman obat, masing-masing

satu varietas akar wangi, kunyit, sambiloto, pegagan,

kelapa, aren, dan jambu mete serta dua varietas

kemiri minyak dan empat varietas tembakau. Varietas

unggul kunyit dilepas dengan nama Curdonia 1.

Keunggulan varietas ini terletak pada kandungan

kurkumin (7,05%), minyak atsiri (4,77%), dan pati

(35,77%), selain agak tahan terhadap penyakit bercak

daun. Varietas ini beradaptasi baik pada dataran

menengah (ketinggian 425-484 m dpl).

Varietas sambiloto yang dihasilkan yaitu Sambina

1. Keunggulan varietas ini adalah produksi ternanya

tinggi 5,08-10,37 t/ha dan beradaptasi dengan baik

pada dataran rendah sampai medium (ketinggian

120-500 m dpl).

Varietas unggul akar wangi yang dilepas diberi

nama Verina 1 dan Verina 2. Verina 1 memiliki kadar

vetiverol tinggi (50,80% + 1,41%), produktivitas akar

basah 10,38 + 4,44 t/ha, dan produktivitas minyak

66,38 kg/ha. Verina 2 mempunyai kadar vetiverol

55,48% + 3,17% dengan produksi akar basah 10,64

+ 4,52 t/ha dan produktivitas minyak 60,46 kg/ha.

Keduanya beradaptasi baik pada dataran tinggi.

Kelapa Dalam unggul Adonara memiliki buah

berukuran sedang sampai besar, jumlah buah

berkisar antara 84-105 butir/pohon/tahun atau 8.400-

10.500 butir/ha, kadar minyak 66,83%, dan sabut

tipis. Tanaman toleran kekeringan sampai 5-7 bulan

berturut-turut sehingga sesuai dikembangkan pada

lahan kering dengan ketinggian tempat < 500 m dpl,

curah hujan < 1.000 mm/tahun dengan bulan kering

< 6 bulan.

Aren genjah yang dihasilkan yaitu Kutai Timur

dengan potensi produksi benih 4.000 butir/pohon dan

tahan terhadap hama dan penyakit. Wilayah pengem-

bangannya adalah daerah kering iklim basah, air tanah

dangkal, dan curah hujan 1.000-1.500 mm/tahun

dengan bulan kering < 6 bulan.

Keunggulan kemiri Sunan 1 dan Sunan 2 adalah

toleran terhadap hama daun (ulat kantung) dan tahan

Varietas unggul kunyit Curdonia 1 dengan kadar kurkumin 7,05%.

Perkebunan

Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201142

m dpl dengan tipe iklim B dan C. Kedua varietas ini

dapat diperbanyak melalui biji dan sambung. Empat

varietas unggul tembakau yang dihasilkan pada tahun

2011 yaitu tembakau bondowoso Maesan 1 dan

Maesan 2 serta tembakau probolinggo Paiton 1 dan

Paiton 2.

Tanaman, bunga, dan buah sambiloto unggul

Sambina 1.

Akar wangi varietas Verina 1 (atas) dan

Verina 2 (bawah).

Tanaman aren genjah Kutai Timur.

terhadap penyakit/tanaman pengganggu. Produksi biji

varietas Sunan 1 adalah 110,0 + 16,9 butir/pohon/

tahun dan Sunan 2 sebanyak 76,0 + 18,2 kg. Varietas

Sunan 1 dapat dikembangkan pada daerah dengan

ketinggian 500-700 m dpl dengan tipe iklim B,

sedangkan kemiri Sunan 2 pada ketinggian 50-400

Kelapa Dalam Adonara, buah berukuran

sedang hingga besar dengan produksi buah

84-105 butir/pohon/tahun.

Perkebunan

Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201143

Perakitan Varietas Tebu Toleran Iklim BasahIn Vitro

Kultur in vitro dapat dimanfaatkan untuk merakit

varietas unggul baru. Salah satu metode kultur in

vitro yang efektif dan efisien untuk merakit varietas

unggul adalah seleksi in vitro. Untuk mendapat

genotipe baru yang toleran iklim basah, populasi sel

somatik yang telah diiradiasi sinar gama atau diberi

mutagen kimia EMS dikulturkan pada kondisi in vitro

yang kelembapannya sangat tinggi. Kombinasi mutasi

fisik maupun kimiawi dengan seleksi in vitro dapat

meningkatkan keragaman genetik pada sel-sel

somatik. Regenerasi dari sel-sel somatik diharapkan

mempunyai sifat unggul toleran terhadap iklim basah.

Somaklon kemudian diuji di rumah kaca maupun di

lapangan sampai generasi M2 untuk mengetahui

karakter agronomi dan rendemen gulanya.

Perakitan varietas unggul tebu toleran iklim basah

melalui seleksi in vitro menunjukkan bahwa tingkat

pembentukan kalus dan regenerasi varietas PS 864

lebih besar dibandingkan dengan varietas Bululawang.

Induksi mutasi dengan iradiasi sinar gama dosis LD50

memperoleh kisaran dosis 20-30 Gy, sedangkan

persentase regenerasi kalus PS 864 setelah per-

lakuan iradiasi sinar gama dan perendaman dalam

media cair lebih besar dibandingkan dengan

Bululawang. Semakin tinggi dosis iradiasi sinar gama

dan waktu perendaman kalus dalam media cair, daya

regenerasi kalus dan jumlah tunas yang diperoleh

makin menurun. Induksi mutasi dengan perlakuan

EMS 1% dan waktu perendaman 5 jam memperlihat-

kan adanya peluang mendapatkan LD50. Kemampuan

hidup kalus dan beregenerasi membentuk tunas

setelah perlakuan EMS bervariasi.

Penambahan 2,4-D dalam media dapat meng-

induksi kalus dari eksplan daun muda tanaman tebu.

Peningkatan konsentrasi 2,4-D hingga 3 mg/l tanpa

penambahan ZPT lain cenderung menurunkan jumlah

eksplan berkalus. Penambahan kasein hidrolisat pada

media induksi kalus tidak memengaruhi jumlah kalus

yang dihasilkan, tetapi sangat berpengaruh terhadap

kualitas kalus. Regenerasi kalus menjadi planlet

memerlukan formulasi media yang berbeda untuk

masing-masing varietas. Penggunaan auksin (NAA dan

IBA) pada media perakaran dapat menginduksi pem-

bentukan akar. Metode perbanyakan ini telah diaplika-

sikan untuk memproduksi bibit tebu secara massal.

Keragaan kemiri Sunan 1 (kiri) dan Sunan 2 (kanan).

Perkebunan

Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201144

Pengujian Ketahanan Klon Tebu terhadapPenyakit Streak Mosaic

Streak mosaic adalah penyakit baru pada tanaman

tebu dengan tingkat sebaran yang cukup luas, khusus-

nya di Jawa. Penyakit ini disebabkan oleh sugarcane

streak mosaic virus (SCSMV). Rekomendasi

pengendaliannya masih terbatas pada penggunaan

bibit sehat dan pembatasan penanaman varietas PS

864 yang berdasarkan pengamatan di lapangan

terindikasi rentan. Penanaman varietas tahan me-

rupakan cara pengendalian yang efektif, namun

informasi tentang ketahanan varietas belum ada.

Pengujian ketahanan klon tebu terhadap penyakit

streak mosaic telah dilakukan di Kebun Percobaan

(KP) Bugul di Pasuruan. Sebanyak 30 klon tebu dari

varietas/klon unggul komersial, klon unggul

nonkomersial, dan klon harapan diuji ketahanannya

terhadap SCSMV. Hasil pengujian menunjukkan, dari

30 klon yang diuji tidak satupun yang tergolong

sangat tahan. Enam klon termasuk tahan, 11 klon

terklasifikasi sedang, delapan klon rentan, dan lima

klon sangat rentan. Klon yang tahan adalah PS 851,

BL, GMP 1, VMC 76-16, PS 04-526, dan PS 06-181.

Klon yang bereaksi sedang adalah PS 862, PS 882,

PSBM 901, Kidang Kencana, Kentung, PS 951, PSCO

902, PS 92-750, VMC 73-229, PS 05-130, dan PS 06-

155. Klon rentan adalah PS 863, PS 865, PS 881, PS

921, PSJT 941, GMP 2, PS 05-317, dan PS 06-346,

serta klon yang sangat rentan adalah PS 92-752, PS

05-382, PS 06-156, PS 06-196, dan PS 06-326.

Perakitan Sistem Genetik PembungaanKelapa Sawit

Dalam siklus pembungaan tanaman kelapa sawit,

proses diferensiasi seksual diawali dengan ter-

bentuknya primordia bunga dari jaringan meristem

bunga. Setelah itu terjadi diferensiasi seksual, yaitu

primordia bunga berkembang menjadi bunga jantan

atau betina, bergantung pada kondisi lingkungan.

Proses pembungaan hingga menjadi buah di-

kendalikan terutama oleh kelompok gen MADSBOX.

Pada banyak spesies tanaman, MADSBOX memiliki

struktur dan fungsi yang terkonservasi (highly

conserved). Setidaknya ada tiga gen MADSBOX yang

Visual kalus varietas tebu PS 864 setelah diiradiasi sinar gama dengan dosis (a) 50

Gy, (b) 40 Gy, (c) 30 Gy, (d) 20 Gy, dan (e) 10 Gy.

Perkebunan

Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201145

berperan dalam pembungaan kelapa sawit, yaitu

EgSQUA1, EgAG, dan EgAGL. Satu dari ketiga gen

tersebut diduga kuat berperan pula dalam proses

diferensiasi seksual pada pembungaan kelapa sawit.

Pada penelitian sebelumnya telah dirakit

konstruk genetik PEgAG2::GFP dan PEgAGL2::GFP

menggunakan teknologi Gateway (dari Invitrogen).

Selain itu telah diidentifikasi sumber-sumber bio-

regulator lokal yang berpotensi besar dapat me-

ningkatkan pertumbuhan vegetatif maupun generatif

kelapa sawit. Pada 2011 dilakukan konfirmasi

konstruk yang diperoleh sebelumnya dan regenerasi

kultur tanaman yang membawa konstruk

PEgAG2::GFP dan PEgAGL2::GFP serta inventarisasi

bioregulator penginduksi pembungaan tanaman,

dan yang paling mudah didapat dan digunakan.

Perakitan dan analisis sistem genetik memper-

oleh konstruk genetik PEgAG2::GFP dan

PEgAGL2::GFP dan telah berhasil disubkloning ke

Agrobacterium tumefaciens. Kedua konstruk tersebut

juga telah berhasil ditransformasi ke dalam eksplan

tanaman tembakau. Planlet yang membawa konstruk

tersebut berhasil diregenerasi. Pada media MS yang

diberi BAP 0,5 ppm dan sukrosa 30-40 g/l, planlet

yang beregenerasi menunjukkan struktur yang

berbeda dengan planlet yang tidak ditransformasi dan

diregenerasikan pada media baku. Fenomena ini

mengindikasikan bahwa kedua konstruk gen reporter

tersebut diekspresikan pada kondisi in vitro, atau

sistem genetik yang dirakit berfungsi dengan baik.

Pada percobaan rekonfirmasi pada padi gogo di

rumah kaca, bioregulator (bahan) alami mampu

meningkatkan pertumbuhan vegetatif dan jumlah

anakan sehingga meningkatkan produktivitas dan

kualitas hasil.

Klon Kakao Unggul dan PengelolaanPertanaman di Lahan Kering Iklim Kering

Produktivitas tanaman kakao di Nusa Tenggara Timur

tergolong rendah, hanya 526 kg/ha, bahkan menurut

data Direktorat Jenderal Perkebunan tahun 2009

hanya 228 kg/ha. Rendahnya produktivitas antara lain

disebabkan bahan tanaman yang digunakan ber-

kualitas rendah dan kondisi lahan yang marginal.

Curah hujan hanya sekitar 1.200 mm/tahun dengan

6-8 bulan kering (curah hujan <60 mm/bulan). Di

lain pihak, dewasa ini telah ditemukan klon baru

dengan potensi hasil 2,0-3,0 ton biji kering/ha, yaitu

ICCRI 03, ICCRI 04 serta klon Sulawesi 01, Sulawesi

02, dan Sca 6 dengan produktivitas 1,5 t/ha. Batang

bawah yang toleran cekaman lengas juga sudah

ditemukan, yakni Sca 6 dan Sca 12.

Puslitbangbun telah memperoleh teknologi budi

daya kakao lindak spesifik lahan kering iklim kering

di NTT serta klon unggul yang adaptif. Bahan tanaman

dalam bentuk tanaman hasil sambung pucuk di-

siapkan di Pusat Penelitian Kopi dan Kakao di Jember.

Pertumbuhan bibit sambungan yang dicerminkan oleh

tinggi tunas, diameter, jumlah daun, dan luas daun

tidak menunjukkan perbedaan antarklon.

Teknologi Budi Daya

Teknologi Perbanyakan Bibit Tebu

Salah satu teknologi yang potensial untuk memper-

banyak bibit secara cepat, dalam jumlah banyak, dan

seragam adalah teknologi kultur jaringan. Penyediaan

bibit tebu melalui kultur jaringan melalui empat

tahapan penting, yaitu induksi kalus, proliferasi kalus,

diferensiasi kalus, dan regenerasinya membentuk

planlet. Untuk itu dilakukan penelitian untuk mendapat

paket teknologi mikropropagasi dalam usaha

pengadaan bibit tebu unggul yang murah, cepat, dan

teruji dalam skala luas.

Hasil penelitian menunjukkan penggunaan media

untuk induksi kalus dengan penambahan 2,4-D dapat

menginduksi kalus dari eksplan daun muda tanaman

tebu. Peningkatan konsentrasi 2,4-D hingga 3 mg/l

dalam media tanpa penambahan ZPT lain cenderung

menurunkan jumlah eksplan berkalus. Penambahan

kasein hidrolisat pada media induksi kalus tidak

memengaruhi jumlah kalus yang dihasilkan, tetapi

sangat berpengaruh pada kualitas kalus. Regenerasi

kalus menjadi planlet memerlukan formulasi media

yang berbeda untuk masing-masing varietas. Peng-

gunaan auksin (NAA dan IBA) pada media perakaran

dapat menginduksi pembentukan akar. Metode

Perkebunan

Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201146

perbanyakan bibit tebu yang dihasilkan dari penelitian

ini telah diaplikasikan untuk memproduksi bibit tebu

secara massal. Benih tebu kultur jaringan yang

dihasilkan pada tahun 2011 mencapai 100 ribu planlet

yang berpotensi menghasilkan 2,8 juta budset G2

pada akhir 2012.

Teknologi Pengembangan Budi Daya Tebu-Ternak Terpadu

Tebu potensial diintegrasikan dengan ternak. Selain

menghasilkan gula, tebu juga berpotensi sebagai

sumber pakan. Produksi limbah tanaman berupa

batang dan daun cukup tinggi dan dapat dimanfaatkan

sebagai pakan. Limbah tanaman, limbah pengolahan

tebu, dan limbah ternak juga berpotensi sebagai

sumber energi baru dan terbarukan, berupa etanol

dan biogas, sehingga berpotensi menekan emisi gas

rumah kaca.

Pengembangan model perkebunan tebu-ternak

terpadu dilaksanakan di sentra tebu Desa Lambur,

Kecamatan Mrebet, Purbalingga, Jawa Tengah, pada

lahan tebu milik kelompok tani Mugilestari seluas 5

ha. Hasil pengamatan menunjukkan, pengawalan dan

aplikasi pupuk organik 5 t/ha, penerapan klentekan

dan rawis, dan pemeliharaan saluran meningkatkan

produktivitas lebih dari 100 t/ha. Estimasi produksi

pucuk, klentekan, dan rawis diperkirakan 28 t/ha yang

berpotensi sebagai pakan yang mengandung protein

tinggi. Dua unit instalasi biogas berkapasitas 5 m3

limbah ternak mampu memproduksi 2,16 m3 biogas

yang cukup untuk memenuhi kebutuhan memasak

bagi dua keluarga petani selama masing-masing 3

jam. Pengukuran emisi gas rumah kaca pada

pertanaman tebu umur satu bulan menunjukkan emisi

CO2 sebesar 0,66 t/ha/bulan dan emisi N

2O 3,63 t/

ha/bulan. Gas metana dari limbah 16 ekor sapi

mencapai 3,24 m3/hari atau 1.083 m3/tahun. Nilai tam-

bah dari emisi metana sebagai bahan bakar untuk

Penyediaan bibit tebu melalui kultur jaringan: induksi dan proliferasi kalus (1-2), diferensiasi/

regenerasi tunas (3-4), dan pembentukan planlet (5-6).

Perkebunan

Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201147

rumah tangga yang diperoleh dari dua instalasi

biogas diperkirakan Rp912.000/KK.

Peningkatan Efisiensi Pemupukan padaKelapa Sawit

Telah diperoleh beberapa isolat unggul yang aktif

menguraikan lignin, selulosa, dan mempunyai aktivitas

enzim lipase. Pembuatan kompos tandan kosong

kelapa sawit dengan formula dekomposer yang

mengandung isolat tersebut dapat meningkatkan

kualitas kompos.

Penggunaan formula pupuk hayati dapat me-

ningkatkan efisiensi penggunaan pupuk pada pem-

bibitan kelapa sawit. Pemberian bioamelioran

meningkatkan serapan hara N kelapa sawit pada

tanah berpasir, memperbaiki sifat fisik tanah dan

efisiensi pemupukan, dan meningkatkan hasil tandah

buah segar. Pemberian bioamelioran juga me-

ningkatkan efisiensi pemupukan dan hasil tandah

buah segar pada tanah gambut.

Pengendalian Terpadu Penyakit Jamur AkarPutih pada Karet

Penyakit jamur akar putih (JAP) yang disebabkan oleh

patogen Rigidoporus microporus merupakan penyakit

penting pada karet karena sering mengakibatkan

kematian tanaman dan biaya pengendaliannya mahal.

Oleh karena itu, teknologi pengendalian JAP yang

efektif dan murah sangat diperlukan.

Pengendalian penyakit JAP dapat dilakukan

melalui tindakan pencegahan sebelum terjadi

serangan dan pengobatan terhadap tanaman yang

terserang. Hasil penelitian menunjukkan, pencegahan

penyakit yang efektif adalah melalui pengurangan

sumber infeksi dengan mempercepat pelapukan

tunggul karet dengan pembakaran atau inokulasi

jamur pelapuk. Perlindungan tanaman sebelum

terserang penyakit dilakukan dengan menanam

tanaman antagonis lidah mertua di sekeliling pangkal

batang pada awal penanaman karet. Pengobatan

tanaman yang terserang JAP yang paling efisien dan

efektif adalah dengan aplikasi fungisida berbahan aktif

triadimefon.

Pengendalian OPT pada Tanaman Teh

Residu pestisida pada produk teh akibat penggunaan

pestisida perlu mendapat perhatian untuk meng-

amankan dan meningkatkan ekspor teh Indonesia.

Upaya untuk meminimalkan penggunaan pestisida dan

residu yang diakibatkannya dapat dilakukan melalui

tiga pendekatan, yaitu pengendalian nonkimiawi,

perbaikan lingkungan, dan penggunaan pestisida

secara bijaksana. Untuk mendukung upaya ini,

dilakukan penelitian untuk menghasilkan teknologi

pengendalian yang ramah lingkungan untuk OPT

utama teh, seperti tungau jingga (Brevipalpus

phoenicis), penyakit cacar (Exobasidium vexans),

Empoasca flavescens, dan gulma picisan (Polypodium

nummularifoliums).

Aplikasi fungisida kimia, biofungisida Trichoderma koningii + belerang, dan penanaman tumbuhan

antagonis lidah mertua untuk mengendalikan penyakit jamur akar putih pada karet.

Perkebunan

Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201148

Penggunaan jamur entomopatogenik Paecilo-

myces fumosoroseus efektif untuk mengendalikan

tungau jingga. Di laboratorium, P. fumosoroseus pada

konsentrasi 108 spora/ml efektif mengakibatkan

kematian tungau jingga mulai hari keempat setelah

aplikasi. Di lapangan, P. fumosoroseus pada medium

beras pada dosis 3 kg/ha efektif mengendalikan

tungau jingga setelah enam kali aplikasi. Empat jenis

compost tea, yaitu CT1 (pupuk kandang kambing

25%, hijauan 45%, bahan berkayu 30%); CT2 (pupuk

kandang sapi 25%, hijauan 45%, bahan berkayu

30%); CT3 (pupuk kandang kambing 25%, hijauan

30%, bahan berkayu 45%); dan CT4 (pupuk kandang

kambing 50%, hijauan Arachis pintoi 50%), potensial

mengendalikan penyakit cacar.

Formulasi insektisida nabati marigold efektif

terhadap E. flavescens. Di laboratorium, formulasi

marigold 15% lebih efektif dibandingkan dengan

formulasi 10%, dan dosis 1 l/ha lebih efektif dibanding

dosis 0,5 l/ha. Di lapangan, efektivitas formulasi

marigold 10% pada dosis 0,5 l/ha sama dengan

formulasi marigold 15% dosis 0,5 dan 1,0 l/ha, dan

sebanding dengan insektisida kimia.

Pemangkasan memengaruhi perkembangan

gulma picisan. Pangkasan bersih dan pangkasan

tengah bersih lebih efektif mengendalikan gulma

picisan dibandingkan dengan pangkasan meja.

Pengendalian gulma picisan dengan herbisida setara

dengan pengendalian secara manual, kecuali 2,4-D

murni. Kombinasi glifosat dan pikloram menghasilkan

jumlah tunas primer teh terbanyak.

Pengembangan Formula Pupuk

Hayati Berbasis Bakteri Endofit

Penggunaan pupuk buatan takaran tinggi dan dalam

waktu lama dapat menurunkan populasi mikroflora

tanah. Oleh karena itu, pemanfaatan pupuk hayati

sangat diperlukan.

Pupuk hayati yang berkembang umumnya

menggunakan bakteri endofit. Enam isolat bakteri

penambat N endofitik telah diuji daya hidupnya dalam

formula pupuk hayati dan diuji efikasinya pada

tanaman tebu. Hasilnya menunjukkan bahwa

formulasi pupuk hayati yang dibuat dengan campuran

blotong 50%, zeolit 30%, dan tanah lempung 20%,

jumlah bakteri endofit pada hari ke-0 sampai ke-15

sebesar 8-6 x 106. Pada bulan ketiga, jumlah bakteri

dalam pupuk mencapai 6,33 x 102. Setiap bakteri

endofit memiliki pola yang spesifik yang meng-

gambarkan keberadaan dan persistensinya dalam

jaringan tebu. Bakteri tersebut mampu bertahan

selama 3 bulan dalam jaringan tanaman. Dalam

jaringan daun tebu, bakteri endofit membentuk

mikrokoloni. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa

aplikasi bakteri endofit cenderung menurunkan

keragaan tebu.

Pelestarian Plasma Nutfah

Perakitan genotipe unggul karet sangat bergantung

pada ketersediaan plasma nutfah. Koleksi klon-klon

unggul karet merupakan sumber keanekaragaman

genetik yang sangat bermanfaat dalam program

pemuliaan karet. Indonesia memiliki sumber ke-

ragaman plasma nutfah karet yang penting, berupa

koleksi klon-klon unggul hasil introduksi maupun

perakitan di dalam negeri. Oleh karena itu, Kebun

Warna bakteri endofit yang telah berpenanda

gen gfp dilihat di bawah sinar ultraviolet.

Perkebunan

Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201149

koleksi klon-klon unggul karet perlu dibangun sebagai

kebun konservasi plasma nutfah, kebun induk benih,

dan kebun persilangan buatan untuk merakit klon

karet unggul.

Kebun koleksi karet telah dibangun di KP

Pakuwon, Sukabumi, Jawa Barat seluas 0,5 ha untuk

10 klon, yaitu AVROS 2037, GT 1, RRIC 100, BPM 1,

BPM 24, BPM 107, BPM 109, PB 260, IRR 5, dan IRR

104. Pembangunan kebun koleksi dimulai dengan

penyiapan bibit stum mata tidur di Balai Penelitian

Sungei Putih, Sumatera Utara, pembangunan pem-

bibitan stum mata tidur dalam polibeg di KP Pakuwon,

penyiapan lahan, dan penanaman di lapangan. Kebun

koleksi ditata secara blok klonal. Tiap plot terdiri atas

satu klon dengan jumlah tanaman 25 pohon sehingga

seluruhnya terdapat 10 plot. Penyiapan lahan dilaku-

kan secara mekanis dan penanaman mengacu kepada

standar manajemen pembangunan kebun karet.

Bahan tanaman berupa bibit satu payung daun dalam

polibeg. Deskripsi tiap klon didasarkan pada ciri-ciri

tanaman, yang meliputi helaian daun, anak tangkai

daun, tangkai daun, payung daun, mata tunas, kulit

batang, dan potensi hasil lateks.

Untuk plasma nutfah tanaman tebu, eksplorasi

di Jawa Tengah memperoleh 34 nomor koleksi (UBd

1 sampai UBd 34) dan di Jawa Timur mendapat 70

nomor koleksi (UBd 35 sampai UBd 105). Telah

dilakukan penanaman bagal mikro G1 tahap I dan II.

Varietas tebu yang dikoleksi memperlihatkan

keragaman genetik yang tinggi dan dapat digunakan

dalam perakitan varietas unggul baru.

Guna menunjang kebutuhan informasi dalam

pengembangan komoditas perkebunan, khususnya

kopi, kakao, karet, teh, tebu, dan kelapa sawit,

diciptakan sarana yang dapat memberikan informasi

mengenai deskripsi varietas/klon unggul. Ketersediaan

sarana tersebut diharapkan dapat membantu para

pemulia dalam memilih gen-gen yang dikehendaki

untuk mempercepat penemuan klon-klon unggul baru.

Sarana dilengkapi dengan informasi mengenai teknis

budi daya dan pascapanen agar pengguna dapat

memahami suatu komoditas secara lengkap. Sarana

tersebut dibuat dalam bentuk perangkat lunak dengan

pemrograman berbasis HTML (Hypertext Markup

Language) yang dipadukan dengan penggunaan

bahasa pemrograman PHP (Hypertext Preprocessor).

Data dan informasi yang tersedia pada pangkalan data

meliputi deskripsi morfologi 10 klon karet, lima varietas

kopi arabika, lima varietas/klon kopi robusta, lima

varietas/klon kakao, 16 klon teh, 23 varietas/klon

tebu, dan 13 varietas kelapa sawit serta data teknis

budi daya dan pascapanen komoditas karet, kopi,

kakao, teh, tebu, kina, dan kelapa sawit.

Pembibitan karet dengan naungan paranet.

Perkebunan

Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201150

Sintesis Kebijakan

Sistem Beli Putus Tebu

Salah satu bentuk kemitraan antara petani tebu rakyat

(PTR) dan pabrik gula (PG) adalah bagi hasil gula

yang didasarkan pada angka rendemen akhir tebu

petani. Di lapangan, masalah penetapan rendemen

sering menjadi potensi konflik karena PTR tidak

percaya dengan hasil yang diperoleh karena sangat

bergantung pada efisiensi dan kinerja PG. Sesuai

dengan rekomendasi Panja Gula Komisi VI DPR RI,

rendemen tebu petani harus diukur sebelum proses

pengolahan sehingga petani memperoleh rendemen

sesuai dengan mutu tebu yang dihasilkan.

Alternatif pola kemitraan antara petani dan PG

adalah sistem beli putus tebu sehingga petani tidak

menanggung risiko tingkat efisiensi pabrik dan

ketidaklancaran proses pengolahan. Untuk itu diperlu-

kan suatu rumus penetapan rendemen dan harga beli

tebu yang menguntungkan kedua belah pihak. Rumus

harga tebu ditetapkan berdasarkan bagi hasil,

rendemen tebu (R), HPP gula, bagi hasil tetes, dan

harga tetes (Tabel 1). Rumus tersebut secara umum

adalah:

Harga tebu/ton = 1.000 x {(gula bagian petani x R x

HPP gula) + ( tetes bagian petani x harga tetes)}.

Pengukuran rendemen dilakukan pada contoh tebu

yang diambil dengan alat yang mudah dioperasikan,

akurat, dan transparan, antara lain Core Sampler.

Keuntungan ekonomi sistem beli putus tebu ter-

hadap pendapatan petani adalah: (1) penilaian

Tabel 1. Proporsi bagi hasil gula dan tetes untuk petani.

Rendemen Bagian gula Bagian tetes

(%) petani (%) petani (%)

s/d 7 66,0 3,00

> 7-8 70,0 2,75

> 8-9 72,5 2,50

> 9 75,0 2,50

kualitas tebu secara individu memberi dampak positif

terhadap peningkatan produktivitas dan petani

menerima pembayaran harga tebu yang sesuai dan

optimal; (2) petani tidak dibebani dengan kondisi PG

yang kurang efisien; (3) pembayaran di muka akan

membantu petani untuk memenuhi kebutuhan primer

dan sekunder; dan (4) PG akan terdorong untuk me-

ningkatkan efisiensi pabrik.

Peluang Swasembada Gula 2014

Penerapan inovasi teknologi dalam peningkatan

produktivitas dan rendemen berperan penting dalam

mewujudkan swasembada gula 2014. Target produksi

gula tahun 2011 sebesar 2,73 juta ton diperkirakan

tidak akan tercapai karena rendemen turun dari rata-

rata 7,6% menjadi 7,4%. Permasalahan yang dihadapi

dari hulu hingga hilir untuk mencapai target swa-

sembada gula sangat sulit diatasi. Namun, dengan

adanya revisi target, perluasan lahan tidak perlu

dilakukan atau dapat dikurangi, tetapi dibarengi

dengan perbaikan varietas, budi daya, dan komitmen

dalam proses penggilingan tebu di pabrik gula.

Tabel 2 memperlihatkan simulasi produktivitas,

rendemen, dan produksi gula tanpa perluasan lahan

atau tetap dengan luas 437.000 ha. Jika alternatif ini

yang dijalankan maka varietas yang digunakan harus

yang mempunyai produktivitas 110 t/ha dengan

rendemen 12%. Apabila target diturunkan menjadi

3,6-4,3 juta ton maka produktivitas aktual tebu yang

diperlukan 90-100 t tebu/ha dengan rendemen 9-

10%.

Rata-rata produktivitas tebu pada Juni 2011 hanya

78 t/ha dengan rendemen 6,9%. Untuk meningkatkan

produksi sampai 3,7 juta ton pada 2014, Badan Litbang

Pertanian telah menghasilkan calon varietas unggul

dengan rendemen 9-12%, seperti PS 881, PS 882,

PS 862, dan VNC 766. Apabila benih ini diuji adaptasi

pada 2012 maka pada 2013 sudah dapat dikem-

bangkan. Calon varietas yang paling menjanjikan

adalah PS 89-20961 dan POJ 3016 serta varietas

introduksi dari Filipina dengan rendemen masing-

masing 9,5%, 14%, dan 16% dan produktivitas 140,

150, dan 150 t/tahun.

Perkebunan

Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201151

Tabel 2. Simulasi produktivitas, rendemen, dan produksi gula menunjang swasembada tanpa perluasan area tanam.

Penunjang swasembadaSimulasi

I II III IV V VI

Produktivitas (t/ha) 70 80 90 100 110 110

Rendemen (%) 7 8 9 10 11 12

Luas (000 ha) 437 437 437 437 437 437

Produksi gula nasional (000 t) 2.141,3 2.796,8 3.539,7 4.370 5.287,7 5.768,4

Untuk mengatasi senjang potensi hasil dan hasil

aktual, perlu perbaikan budi daya yang meliputi: (1)

penerapan program berbantuan bongkar ratun

seperti pada tahun 2004, dan ratun hanya bisa dipakai

sampai tiga tahun; (2) penggunaan komposisi varietas

masak awal, masak tengah, dan masak akhir; (3)

pemupukan berimbang antara pupuk organik dan

anorganik, seperti pupuk kandang 5 t/ha atau BBA

(blotong, bagas dan abu) 80 t/ha atau 40 t/ha kalau

sudah menjadi kompos; (4) aplikasi zat pengatur

tumbuh (etepon 400 mg/liter) pada tanaman tebu

umur lima bulan; (5) penerapan PHT terutama dengan

menggunakan varietas toleran/tahan; (6) pengelola-

an air dengan alur atau sprinkler sesuai dengan

kebutuhan tanaman; dan (7) sistem tanam yang

sesuai untuk bibit kultur jaringan.

Seluruh perlakuan budi daya disusun dalam

suatu demfarm (show window) di tiga lokasi

(Lampung, Jawa Tengah, dan Sulawesi Selatan) yang

akan menjadi lokasi pelaksanaan uji multilokasi calon

varietas POJ 3016 dan PS 86-10029 serta klon

introduksi dan klon unggul harapan. Melalui demfarm

ini akan dihasilkan standar operasional prosedur (SOP)

pengembangan tebu berbasis kultur jaringan serta

varietas unggul.

Peta jalan pencapaian swasembada gula 2014

diusulkan sebagai berikut: (1) pada tahun pertama

demfarm di tiga lokasi diharapkan mulai tanam pada

November 2011 dan dilakukan sosialisasi ke pihak-

pihak terkait seperti Dewan Gula Indonesia, Direktorat

Jenderal Perkebunan, pabrik gula, dan PTPN; (2) pada

tahun kedua, SOP yang dihasilkan pada tahun

pertama disosialisasikan dan mulai dikembangkan;

dan (3) pada tahun ketiga (2014) diharapkan semua

sentra produksi tebu sudah menerapkan SOP dan

menggunakan varietas unggul berproduksi tinggi.

Pengembangan tebu berbasis kultur jaringan

dengan dukungan teknologi budi daya memerlukan

kerja sama semua pihak yang terkait. Diasumsikan

di luar perlakuan yang diaplikasikan semua berjalan

optimal, seperti pengukuran rendemen dan efisiensi

pengolahan di PG.

Peternakan

Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201152

Peternakan

Dalam mewujudkan swasembada daging sapi 2014, Pusat

Penelitian dan Pengembangan Peternakan (Puslitbangnak)

beserta Unit Pelaksana Teknisnya berupaya menghasilkan

inovasi teknologi peternakan serta deteksi penyakit dan

pengendaliannya. Beberapa kegiatan yang dilakukan pada

tahun 2011 adalah analisis kebijakan pemanfaatan bungkil

inti sawit, keamanan pangan, dan penghentian ekspor sapi

dari Australia, vaksin bivalen avian influenza, uji diagnostik

cepat FELISA toksoplasma, bibit induk itik pedaging,

konsorsium sapi potong, hijauan pakan ternak, dan

biofermentasi limbah pengolahan tebu.

Peternakan

Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201153

Perspektif Pemanfaatan Bungkil Inti

Sawit

Salah satu kendala dalam, meningkatkan populasi,

produktivitas, dan daya saing peternakan adalah

terbatasnya lahan dan sumber pakan. Volume impor

bahan baku pakan mencapai lebih dari Rp10 triliun/

tahun sehingga menguras devisa negara dan tidak

kondusif bagi pengembangan usaha peternakan.

Bungkil inti sawit (BIS) berpotensi sebagai bahan

pakan, namun sebagian besar diekspor. Pabrik pakan

di dalam negeri masih enggan menggunakan BIS

karena berbagai alasan dan kendala dalam aspek

teknis maupun ekonomis. Produksi BIS diperkirakan

2,7 juta ton/tahun, 0,3 juta ton di antaranya digunakan

sebagai bahan baku pakan unggas dan 0,4 juta ton

untuk pakan pada usaha penggemukan sapi. Dengan

demikian, masih tersisa sekitar 2 juta ton yang belum

dimanfaatkan secara optimal. Pada tahun 2010,

ekspor BIS mencapai 2,5 juta ton dengan nilai USD

216,9 juta. Volume ekspor BIS pada kurun waktu

2006-2010 meningkat 13,9%.

Rencana pemerintah untuk menetapkan bea

keluar (BK) untuk ekspor BIS mendapat perhatian para

stakeholders. Kebijakan penetapan BK akan

berdampak terhadap area, produksi, konsumsi,

ekspor, impor, harga domestik, lapangan kerja, nilai

tambah, pendapatan petani, dan kesejahteraan

konsumen-produsen karena cukup besarnya

kontribusi penerimaan dari ekspor BIS. Memper-

timbangkan hal tersebut, pada 5 April 2011,

Puslitbangnak menyelenggarakan round table

discussion (RTD) untuk menelaah pemanfaatan BIS.

RTD dilaksanakan dengan mengundang beberapa

narasumber dan pakar di bidang perkebunan kelapa

sawit dan pakan ternak dari Kementerian Per-

dagangan, Kementerian Pertanian, pelaku usaha, dan

pengamat persawitan maupun peternakan.

Berdasakan penelaahan terhadap kekuatan,

kelemahan, peluang, dan tantangan maka langkah-

langkah pemanfaatan BIS meliputi:

a. Memantau perkembangan harga domestik dan

internasional produk kelapa sawit dan turun-

annya.

b. Melakukan exercise penerapan tarif secara

progresif maupun satuan unit terhadap seluruh

turunan produk kelapa sawit yang bermanfaat

sebagai pakan ternak.

c. Mengkaji daya saing dan efisiensi produk turunan

kelapa sawit.

d. Memutakhirkan analisis keputusan berkaitan

dengan adanya teknologi penggunaan turunan

produk kelapa sawit sebagai sumber pakan

ternak.

e. Mengkaji peraturan/kebijakan yang mampu

memberikan nilai tambah bagi setiap subsektor

lingkup pertanian maupun daya saing secara

nasional.

f. Melakukan road show ke sentra-sentra kelapa

sawit untuk menjaring opini dan membangun

sinergi penciptaan nilai tambah dengan semangat

nasionalisme.

g. Mendorong kegiatan penelitian konsorsium pe-

manfaatan turunan produk kelapa sawit sebagai

pakan ternak dan pembangunan pabrik pakan

konsentrat, terutama bagi ternak ruminansia. Dari

52 pabrik pakan di Indonesia, 80% adalah pabrik

pakan unggas yang sudah mapan, padahal peng-

gunaan BIS dalam ransum unggas baru 2-3%.Bungkil inti sawit potensial untuk pakan ternak.

Peternakan

Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201154

Rekomendasi kebijakan yang diusulkan:

a. Perlu sinkronisasi perolehan data dari instansi

terkait, dalam hal ini Badan Pusat Statistik.

b. Perlu adanya pemisahan kode Harmonized

Systems (HS) untuk produk BIS yang diekspor

dengan yang diimpor.

c. Perlu kajian lintas institusi dalam estimasi efisiensi

dan daya saing produk BIS sebagai pakan ternak.

d. Perlu dilakukan beberapa skenario analisis untuk

mensimulasi penerapan BK yang efektif dan

dampaknya bagi produsen, konsumen maupun

penerimaan pemerintah.

e. Perlu konsorsium penelitian untuk merumuskan

model integrasi yang ideal, selanjutnya diuji coba

di lapangan dengan mitra BUMN atau swasta

dengan memanfaatkan dana insentif riset dari

Kementerian Ristek.

Keamanan Pangan, Regulasi dan

Impor Daging Sapi dan Jeroan

Pada 28 April 2011 Puslitbangnak melaksanakan RTD

bersama para stakeholders yang berperan dalam

perumusan kebijakan, penelitian, keamanan pangan,

pemasukan dan penggunaan daging sapi dan jeroan.

Kesimpulan dari RTD tersebut sebagai berikut:

1. Kebutuhan bahan baku industri pengolahan

daging sudah memadai sehingga biaya produksi

dapat ditekan tanpa mengurangi nilai gizinya.

Jeroan (jantung) digunakan sebagai bahan baku

pangan olahan daging (bakso) pada industri

kecil, menengah maupun besar.

2. Berkaitan dengan impor daging, perlu dicermati

apakah produksi dalam negeri yang kurang

sehingga perlu impor atau impor yang berlebihan

sehingga produksi dalam negeri cenderung

menurun. Untuk meningkatkan produksi daging

dalam negeri perlu perbaikan manajemen budi

daya sehingga dapat menghasilkan sapi yang

berkualitas dengan persentase karkas yang

baik.

3. Rumah potong hewan (RPH) perlu diperbaiki

sehingga memenuhi standar internasional. Upaya

ini sedang ditempuh Pemerintah Provinsi Jawa

Timur bekerja sama dengan Asosiasi Distributor

Daging Indonesia.

4. Daging dan jeroan yang beredar di Indonesia

mengandung residu obat hewan, termasuk

trenbolon asetat (TBA) dan senyawa toksik

(pestisida, aflatoksin, dan logam berat), walau

masih di bawah batas maksimum residu (BMR).

Pemeriksaan terhadap residu hormon perlu

diperketat. Daging sapi, jeroan maupun sapi

bakalan yang mengandung hormon TBA dilarang

masuk ke Indonesia.

5. Kewenangan pemberian izin pemasukan daging

berada pada Menteri Perdagangan. Oleh karena

itu, Surat Persetujuan Pemasukan (SPP) akan

disempurnakan menjadi Rekomendasi Perse-

tujuan Pemasukan (RPP). Untuk meningkatkan

kualitas pengawasan pemasukan daging dan

jeroan dari luar negeri perlu dilakukan revisi

penggolongan jenis daging sehingga ada HS

number yang berbeda untuk masing-masing jenis

daging dan jeroan.

6. Pemasukan daging dan jeroan ke Indonesia harus

memenuhi syarat halal. Saat ini telah ada halal

approved establishment yang dapat menjadi

sumber daging halal bagi Indonesia dari Australia.

Kebijakan baru dari LP-POM MUI ini akan

memungkinkan adanya fully dedicated halal

establishment di luar negeri.

Posisi Industri Sapi Potong Dalam

Negeri Menghadapi Penghentian

Ekspor Sapi Hidup dari Australia

Kapasitas produksi daging sapi dalam negeri baru

mencapai 65% dari kebutuhan sehingga 35%

dipenuhi melalui impor. Pada tahun 2011, Indonesia

diperkirakan mengimpor sapi hidup 650 ribu ekor dari

Australia dan 72 ribu ton daging sapi beku (setara

dengan 220 ribu ekor sapi).

Peternakan

Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201155

Pada 30 Mei 2011, salah satu media elektronis

Australia menayangkan praktik pemotongan sapi di

beberapa RPH di Indonesia yang diduga tidak sejalan

dengan kaidah kesejahteraan hewan (animal

welfare). Selanjutnya, pada 8 Juni 2011 Pemerintah

Australia berencana menghentikan ekspor sapi hidup

ke Indonesia dalam jangka waktu enam bulan.

Puslitbangnak telah mengkaji permasalahan

tersebut dan menghasilkan tiga skenario kebijakan

sebagai respons dari keputusan Pemerintah Australia.

Rekomendasi kebijakan untuk masing-masing

skenario adalah sebagai berikut:

Skenario 1: Penghentian ekspor sementara (enam

bulan) tanpa kompensasi peningkatan volume ekspor

daging sapi beku.

a. Perlu diperhitungkan jumlah sapi yang telah

diekspor dan yang mendapat persetujuan dari

AQIS (health certificate) sehingga dapat diketahui

jumlah sapi yang tidak akan diekspor ke

Indonesia. Dengan demikian, kapasitas produksi

sapi potong dan komoditas penghasil daging

lainnya di dalam negeri perlu ditingkatkan untuk

mengkompensasi kekurangan tersebut.

b. Perlu peningkatan mobilitas pasokan sapi potong

dari sentra produksi ke wilayah konsumen. Hal

ini memerlukan kebijakan kemudahan trans-

portasi dan penghapusan sementara retribusi dan

pungutan (selama penghentian enam bulan) dari

pemerintah daerah yang wilayahnya dilalui

sarana transportasi sapi potong hidup.

c. Kebijakan pemasukan daging sapi beku ke

Indonesia tidak perlu direvisi dan harus tetap

sejalan dengan sasaran tahunan volume impor

daging beku, sesuai dengan Cetak Biru PSDS

2014 (72 ribu ton pada 2011).

d. Untuk mengantisipasi meningkatnya permintaan

daging sapi pada hari besar keagamaan, kebijak-

an pemenuhan kebutuhan daging sapi nasional

tetap menggunakan data skenario tahunan

sebagaimana tercantum dalam Cetak Biru PSDS

2014.

Skenario 2: Penghentian sementara (enam bulan)

dengan antisipasi pernyataan Menteri Perdagangan

dan Menteri Koordinator Perekonomian tentang tindak

lanjut penanganan impor daging sapi ke Indonesia.

a. Kewenangan Kementerian Pertanian dalam

pengaturan pemasukan hewan dan produk

hewan tetap didasarkan kepada UU No. 18/2009

tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan dan

UU No. 16/1992 tentang Karantina Hewan, Ikan,

dan Tumbuhan.

b. Seluruh kebijakan yang berkaitan dengan peng-

awasan pemasukan karkas, daging, dan jeroan

harus tetap dilaksanakan sesuai dengan

Permentan No. 20/2009 tentang Pemasukan dan

Pengawasan Peredaran Karkas Daging dan/atau

Jeroan dari Luar Negeri.

Skenario 3: Penghentian sementara ekspor sapi

hidup ke Indonesia diduga dapat merugikan industri

sapi potong terutama di wilayah Northern Territory.

a. Kebijakan stabilisasi harga pangan, termasuk

pangan asal hewan, harus menciptakan iklim

usaha yang kondusif bagi para pelaku industri

peternakan penghasil daging nonsapi. Hal ini

dimaksudkan agar pelaku usaha tidak membuat

perencanaan produksi yang berlebihan sebagai

respons terhadap peningkatan permintaan daging

sapi sebelum diperoleh keputusan yang tetap.Impor sapi hidup sebagai salah satu sumber

pasokan daging dalam negeri.

Peternakan

Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201156

b. Kebijakan ini juga berlaku bagi para pelaku industri

hulu yang berkaitan dengan sistem budi daya

peternakan penghasil daging dan para pelaku

usaha di bidang industri pengolahan daging.

c. Pemerintah harus memiliki strategi untuk

meredam gejolak harga daging sapi di dalam

negeri sebagai akibat ulah para spekulan.

Kebijakan mendorong industri sapi potong dalam

negeri sebagai pemasok utama daging sapi nasional

memerlukan perencanaan jangka panjang yang

didukung oleh: (1) penyediaan dan produksi pakan

di dalam negeri, termasuk pembatasan ekspor bahan

baku pakan; (2) penyelamatan sapi betina produktif;

(3) penataan pola pengembangan peternakan sapi

rakyat; (4) perbaikan sistem IB untuk menyelamatkan

sumberdaya genetik lokal; dan (5) akselerasi kerja

sama dengan industri dan lintas sektor dalam

pemanfaatan sumberdaya alam (sistem integrasi).

Pemerintah pusat dan daerah agar memastikan

pelaksanaan pemotongan sesuai kaidah kesejah-

teraan hewan.

Pengembangan Kampung Domba

Terpadu

Pengembangan Kampung Domba Terpadu (KDT)

dimulai pada pertengahan 2009 untuk meng-

introduksikan teknologi budi daya domba unggul

komposit Sumatera dan Garut. Kegiatan dilaksanakan

di Kampung Cinyurup, Kelurahan Juhut, Kecamatan

Karang Tanjung, Pandeglang, Banten.

Kelurahan Juhut berbatasan dengan kawasan

hutan lindung Gunung Karang, terletak pada ketinggi-

an 250-700 m dpl. Luas wilayah Juhud 402,86 ha

dan sebagian besar bertopografi lereng. Sebagian

besar penduduk bermata pencaharian sebagai kuli

bangunan dan buruh tani.

Pengembangan KDT merupakan model pem-

berdayaan masyarakat dengan memanfaatkan

potensi sumberdaya lokal melalui integrasi domba

dan tanaman hortikultura sebagai sumber pendapatan

baru petani (diversifikasi usaha). Di samping itu, KDT

dapat mendukung pelestarian lingkungan karena

wilayah tersebut berbatasan dengan kawasan hutan

konservasi, serta sebagai show window pengem-

bangan ternak domba oleh pemerintah setempat

melalui model “replikasi” sesuai dengan kondisi agro-

ekosistem.

Penerapan teknologi budi daya ternak domba

unggul memperlihatkan hasil yang memuaskan bagi

masyarakat. Populasi domba meningkat dari 275 ekor

pada awal kegiatan menjadi lebih dari 1.500 ekor

pada September 2011 karena bertambahnya tingkat

kelahiran dan adanya bantuan ternak dari berbagai

instansi (lembaga pemerintah, swasta, perbankan)

yang menaruh kepercayaan pada kelompok peternak.

Masyarakat yang sebelumnya merambah hutan untuk

mencukupi kebutuhannya, berbalik menjadi

melestarikannya dengan adanya ternak. Masyarakat

memanfaatkan hijauan tanaman sebagai pakan

ternak dan kotoran sebagai pupuk organik.

Kampung domba terpadu di Kelurahan Juhut, Pandeglang, Banten.

Peternakan

Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201157

Seiring dengan pesatnya perkembangan KDT,

pada 23 Mei 2011 Kepala Badan Litbang Pertanian

mengunjungi lokasi KDT dan menetapkannya sebagai

laboratorium lapangan Badan Litbang Pertanian.

Keistimewaan laboratorium lapangan Juhut sebagai

media diseminasi multi-spektrum adalah: (1) terdapat

integrasi kelembagaan, komoditas, program, dan

profesi; (2) dapat menjadi tempat pelatihan budi

daya berbagai komoditas pertanian; (3) sebagai

laboratorium komoditas unggulan Badan Litbang

Pertanian seperti ternak, tanaman pangan, horti-

kultura, dan perkebunan; dan (4) dapat menjadi

acuan untuk mereplikasi kegiatan KDT ke daerah lain

sesuai potensi masing-masing daerah.

Vaksin Bivalen Avian Influenza

Isolat Lokal Terbaru

Avian influenza (AI) merupakan salah satu penyakit

yang mematikan pada unggas (ayam). Virus AI di

Indonesia terbagi menjadi tiga kelompok, yaitu: (1)

virus AI yang mirip dengan progeny virus tahun 2003;

(2) virus antigenic drift tahun 2006 dan beberapa virus

turunannya; dan (3) virus ekstensif antigenic drift

tahun 2007-2008. Master seed vaksin A/ck/Wj/Smi-

M6/2008 (H5N1) yang merupakan kelompok virus

ekstensif antigenic drift telah digunakan sebagai seed

vaksin. Vaksin tersebut mampu memberikan proteksi

90-100% dan menurunkan virus shedding berbagai

karakter genetik virus AI.

Vaksin inaktif komersial AI A/Ck/West Java/Pwt-

Wij/2006 serupa dengan virus antigenic drift dari

virus-virus AI subtipe H5N1 tahun 2010, namun tidak

mampu memberikan proteksi yang baik terhadap virus

ekstensif antigenic drift seperti A/ck/Wj/Smi-M6/

2008. Agar mampu memberikan proteksi tinggi

terhadap virus yang mempunyai antigenic drift dan

ekstensif antigenic drift, diperlukan vaksin inaktif

bivalen AI.

Untuk mengetahui efikasi vaksin inaktif bivalen

AI isolat lokal A/ck/Wj/Smi-M6/2008 (H5N1) yang

telah mengalami mutasi ekstensif antigenic drift dan

isolat lokal A/ck/Wj/PWT-D10-39/2010 (H5N1) yang

merupakan virus terbaru dan juga telah mengalami

mutasi antigenic drift, dilakukan uji efikasi di lapangan

di Sukabumi dan Cianjur, Jawa Barat. Hasilnya

memperlihatkan respons yang baik setelah vaksinasi

pada ayam ras petelur umur empat minggu, ayam

buras petelur (ayam arab) dewasa, ayam pelung

dewasa, dan ayam ras potong pejantan (Tabel 1).

Pada ayam buras umur empat minggu dan ayam ras

potong umur 10 hari, responsnya setelah vaksinasi

rendah. Respons titer antibodi yang baik dapat dicapai

pada ayam buras muda setelah vaksinasi ulang pada

umur delapan minggu.

Vaksin bivalen AI isolat lokal memberi perlindung-

an 100% pada ayam ras petelur terhadap berbagai

virus AI tantang, yaitu A/ck/WJ/Smi-Part/2006, A/ck/

WJ/Subang-JAPFA/2007, dan A/ck/WJ/Smi-Rahm2/

2011. Pada ayam ras potong pejantan, vaksin

memberi perlindungan 100% terhadap virus tantang

Tabel 1. Respons berbagai jenis ayam setelah empat minggu vaksinasi dengan vaksin bivalen AI isolat lokal.

Jenis ayam Umur vaksinasi

Respons titer antibodi (geometric mean titer)

Ag A/ck/WJ/Smi-M6/ 2008 Ag A/ck/WJ/PWT-D10-39/2010

Ras petelur 4 minggu 23,122 18,615

Buras arab dewasa 69,792 72,882

Buras pelung dewasa 71,202 60,677

Buras 4 minggu 8,915 7,025

Ras petelur jantan 4 minggu 28,715 30,643

Ras potong 10 hari 5,656 6,349

Peternakan

Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201158

Infeksi pada manusia dapat melalui berbagai

mekanisme, yang paling sering adalah tertelannya

ookista melalui makanan seperti buah dan sayur, serta

air minum yang terkontaminasi kotoran kucing

penderita toksoplasmosis. Infeksi juga bisa melalui

makanan (daging hewan) yang mengandung kista

(bradizoit) atau takizoit yang tidak dimasak secara

sempurna.

Toksoplasmosis pada manusia umumnya me-

nyebabkan keguguran pada ibu hamil atau bayi lahir

cacat (cacat kongenital). Kasus toksoplasmosis pada

manusia di Indonesia dilaporkan berkisar antara 43-

88%, kecuali di NTB hanya 28% pada 2003. Pada

hewan, khususnya sapi dan ayam, data terakhir

menunjukkan seroprevalensi toksoplasmosis pada

sapi di Garut, Sukabumi, dan Lembang masing masing

62%, 74%, dan 53,68%. Pada ayam buras di Jawa

kasusnya mencapai 24%.

Berbagai teknik diagnosis toksoplasmosis pada

manusia maupun hewan telah dikembangkan, baik

berbasis biosensor maupun molekuler. Teknik

diagnosis dengan isolasi dan identifikasi, khususnya

pada manusia dan hewan bukan bangsa kucing

(Felidae), kurang banyak membantu dan lebih banyak

negatif palsunya. Salah satu keunggulan diagnosis

biosensor dibanding molekuler adalah interpretasinya

cukup luas dengan akurasi yang sangat baik.

Balai Besar Penelitian Veteriner telah mengem-

bangkan perangkat diagnostik cepat yang disebut

FELISA (Field Enzyme-Linked Immunosorbent Assay,

Field ELISA). FELISA merupakan modifikasi dari ELISA

yang didesain untuk dapat diaplikasikan di lapangan

maupun laboratorium, dapat digunakan untuk

mendeteksi beberapa penyakit yang berbeda sekaligus

atau mendeteksi dua spesies yang berbeda untuk satu

penyakit yang sama dalam satu stik.

Penelitian dan pengembangan FELISA diarahkan

agar mampu mendeteksi beberapa penyakit secara

serologis (4-8 jenis penyakit) dalam satu perangkat

imunostik dengan waktu reaksi sekitar 23 menit, bila

menggunakan ELISA harus dikerjakan di laboratorium

yang membutuhkan waktu 3-4 jam. Kesesuaian

antara hasil uji ELISA dan FELISA berkisar antara

95-100%.

A/ck/WJ/Smi-Part/2006 dan A/ck/WJ/Smi-Rahm2/

2011, namun terhadap virus AI tantang A/ck/WJ/

Subang-JAPFA/2007 memberikan perlindungan 90%.

Hasil efikasi vaksin terhadap ayam ras potong kurang

baik, yaitu hanya 20% terhadap virus tantang A/ck/

WJ/Smi-Part/2006 dan 0% terhadap virus tantang

A/ck/WJ/Subang-JAPFA/2007 dan A/ck/WJ/Smi-

Rahm2/2011. Hal ini karena adanya pengaruh

maternal antibodi dan belum sempurnanya sistem

imun pada anak ayam. Hasil efikasi vaksin bivalen AI

isolat lokal terbaru mampu memberikan respons

setelah vaksinasi dan perlindungan dari berbagai

karakter genetik virus AI tantang pada ayam ras

petelur dan ayam potong pejantan, tetapi tidak

mampu memberikan respons setelah vaksinasi dan

perlindungan yang baik pada ayam ras potong dari

virus AI tantang.

Uji Diagnostik Cepat FELISA

Toksoplasmosis, Trypanosomiasis,

dan Fasciolosis

Toksoplasmosis merupakan penyakit parasit zoonosis

yang disebabkan oleh protozoa obligat intraseluler

(mutlak harus hidup dalam sel), yaitu Toxoplasma

gondii. Induk semang T. gondii adalah bangsa kucing

(Felidae), sedangkan induk semang antaranya cukup

luas, meliputi berbagai jenis hewan liar maupun

domestikasi (ternak dan piaraan) serta manusia.

Kasus flu burung pada ayam ras potong.

Peternakan

Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201159

Hasil uji validasi FELISA toksoplasmosis dengan

menggunakan sampel serum kambing terseleksi

memperoleh akurasi 100%. Hasil uji komparasi

FELISA toksoplasmosis dengan ELISA memperoleh

kesamaan uji 95,9-100,0%. Kekuatan kesesuaian

(strength of agreement) antara FELISA dengan ELISA

sangat baik (very good agreement), sedangkan LAT

dengan FELISA maupun ELISA hanya moderat. Biaya

deteksi penyakit dengan FELISA juga lebih murah

(Rp27.500-Rp27.900) dibanding dengan ELISA

(Rp22.500-Rp88.000) untuk mendeteksi satu sampai

delapan penyakit tiap kali uji.

Pembentukan Bibit Induk Itik

Pedaging untuk Bibit Niaga

Itik serati merupakan hasil persilangan antara entok

dengan berbagai jenis itik, namun belum ada upaya

untuk mengembangkan galur tertentu untuk meng-

hasilkan itik serati yang mantap. Salah satu jenis itik

yang dapat dikembangkan sebagai bibit induk itik

serati adalah itik mojosari putih. Itik mojosari putih

mampu menghasilkan telur rata-rata 224 butir/tahun,

dengan rata-rata botot telur 65 g. Hasil persilangan

antara itik peking dan itik mojosari putih (itik PM)

dapat dikembangkan sebagai galur bibit induk dengan

tingkat produksi yang cukup baik, yaitu produksi telur

setahun 51,85% + 13,18% dengan fertilitas 74,77%

dan daya tetas 51,26%. Hasil silang itik betina PM

dengan pejantan entok (EPM) memiliki pertambahan

bobot badan yang cukup tinggi sehingga berpotensi

dikembangkan sebagai itik potong. Keunggulan itik

serati EPM adalah anak banyak dengan warna bulu

dominan putih. Warna bulu putih sangat penting untuk

itik pedaging karena dapat memberikan warna kulit

karkas yang bersih.

Guna memantapkan bibit induk itik serati

dilakukan seleksi untuk meningkatkan produktivitas

dan menghasilkan itik berbulu putih polos. Setelah

melalui beberapa generasi seleksi diharapkan dapat

dihasilkan parent stock (PS) yang dapat digunakan

untuk produksi bibit niaga itik serati unggul. Silang

tiga bangsa untuk menghasilkan itik serati terbukti

cukup efektif.

Hasil perkawinan inter se itik PM, yang disebut

PMp, mempunyai bobot tetas yang cukup tinggi yaitu

48,3 g dan bobot badan umur 18 minggu di atas 2

kg. Produksi telur enam bulan itik PMp sebagai

populasi dasar seleksi adalah 68,0% + 21,9% pada

generasi P0 dan dari kelompok terseleksi (G0) 84,6%

+ 8,6%, sehingga memberikan diferensial seleksi

24,5%.

Seleksi yang diterapkan pada itik PMp sebagai

calon bibit induk itik pedaging adalah seleksi dalam

galur. Dengan potensi produksi itik PM dan PMp serta

penyebaran warna bulu putih, seleksi diharapkan

dapat memperbaiki kinerja dan meningkatkan

keseragamannya sebagai bibit induk. Proses seleksi

secara terarah selama beberapa generasi diharapkan

dapat meningkatkan konsistensi dan produktivitas

bibit induk.

Ditinjau dari respons seleksi pada generasi F1,

umur pertama bertelur menurun 5,4% dari 184,5 hari

menjadi 174,6 hari dan produksi telur enam bulan

Hasil uji dengan FELISA pada serum sapi; 1 =

seropositif toksoplasmosis, 2 = seropositif

IBR, 3 = seropositif trypanosomiasis, 4 =

seropositif fasciolosis.

Peternakan

Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201160

Itik peking (kiri), itik mojosari putih (tengah), dan itik silangan peking dan mojosari putih (kanan).

meningkat dari 68,0% menjadi 78,2%. Namun bobot

badan pertama bertelur menurun dari 2,14 kg menjadi

2,08 kg dan bobot telur pertama menurun dari 61,2

g menjadi 56,7 g. Namun, pada generasi selanjutnya

(F2), umur pertama bertelur meningkat 180,2 hari

akibat faktor lingkungan.

Produksi telur itik PMp bulan ke-1 sampai ke-6

lebih baik dari induknya (itik PM) maupun dari itik

PMp generasi P0. Itik PM memiliki rata-rata produksi

telur satu tahun 51,8% dengan kisaran 27,7-66,2%.

Rata-rata tertinggi produksi telur itik PMp adalah

82,6% dan cukup stabil sampai bulan ke-6 sehingga

Betina mojosari putih

Jantan/betina peking mojosari

Perkawinan inter se

Jantan/betina peking mojosari putih

(populasi dasar)

Seleksi hingga stabil

(5-6 generasi)

Peking mojosari

betinaX

Jantan peking X Betina mojosari putih

Entok jantan Serati

Program pemuliaan itik serati.

Peternakan

Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201161

pejantan unggul dan pengembangan wilayah pem-

bibitan serta terbangunnya wilayah breeding stock

sebagai penyedia sapi potong berkualitas.

Bentuk kerja sama antara Lolit Sapi dan PT

Berau Coal meliputi sistem pengembangan ternak sapi

di Kampung Birang dalam bentuk Integrated Village

Breeding Center, dengan kegiatan utama pemuliaan

untuk menghasilkan bibit sapi, pemeliharaan induk

secara semiintensif, dan perkawinan dengan sistem

close nucleus breeding system (CNBS) atau pejantan

khusus. Juga dilakukan pengolahan limbah ternak

menjadi pupuk organik cair, pupuk organik padat

bentuk granul sehingga mudah diaplikasikan, dan

sumber energi (biogas-listrik) serta penerapan

formulasi pakan sederhana dengan memanfaatkan

sumberdaya pakan lokal. Sampai 2011, telah ter-

laksana pemetaan potensi dan sosialisasi, pembuatan

sketsa landscape dan desain bangunan, pemantapan

lahan, pembangunan pusat hijauan makanan ternak

dan padang penggembalaan, serta kandang dan

bangunan penunjang. Kegiatan lainnya akan di-

laksanakan pada 2012, yang meliputi pengadaan

induk dan pejantan, pembentukan dan penguatan

Badan Usaha Milik Kampung (BUMK), dan pemeli-

haraan ternak.

Peningkatan Produksi dan Nilai

Nutrisi Hijauan Pakan

Hijauan rumput yang ditanam bercampur dengan

leguminosa dapat meningkatkan pengikatan nitrogen

dari udara oleh tanaman leguminosa. Produksi rumput

Panicum maximum, Setaria spachelata, dan

Paspalum macrophylum pada pertanaman campuran

dengan Arachis glabrata cv. florigraze lebih tinggi

dibandingkan yang ditanam secara monokultur.

Loka Penelitian Kambing Potong telah me-

laksanakan penelitian peningkatan produksi dan

kualitas padang penggembalaan melalui pertanaman

campuran rumput dan leguminosa. Spesies rumput

yang ditanam yaitu rumput bede (Brachiaria

decumbens) dan notatum (Paspalum notatum),

sedangkan spesies leguminosa adalah Arachis pintoi

itik PMp sangat potensial dikembangkan sebagai bibit

induk itik pedaging. Oleh karena itu, program seleksi

terhadap itik PMp bukan hanya untuk memperbaiki

produktivitas, tetapi juga untuk meningkatkan

konsistensi produksinya.

Rata-rata bobot bagian tubuh itik serati ber-

variasi dengan perlakuan ransum yang berbeda.

Umur potong (10 dan 12 minggu) dan tingkat nutrisi

ransum berpengaruh sangat nyata terhadap bobot

hidup, bobot karkas, dan bobot dada, tetapi tidak

berpengaruh nyata terhadap bobot paha atas dan

paha bawah. Bobot potong dan bobot karkas pada

umur 10 minggu masing-masing adalah 1,80 kg dan

1,04 kg, dan meningkat menjadi 2,17 kg dan 1,31 kg

pada umur 12 minggu. Namun, bobot potong pada

umur 12 minggu masih lebih rendah dibandingkan

dengan target bobot potong yang ingin dicapai, yaitu

3 kg pada umur 12 minggu. Hal ini berarti seleksi

perlu dilanjutkan untuk menghasilkan itik serati yang

pertumbuhannya cepat.

Birang Integrated Village Breeding

Centre

Loka Penelitian Sapi Potong (Lolit Sapi) mengadakan

kerja sama konsorsium sapi potong dengan PT Berau

Coal di Kalimantan Timur untuk memperbaiki mutu

genetik sapi bali melalui penyediaan bibit pejantan

unggul dan mengembangkan wilayah pembibitan sapi

potong. Kegiatan penelitian diharapkan juga dapat

menjadi pusat pembelajaran budi daya ternak sapi

secara terpadu dan pembentukan wilayah breeding

stock penghasil sapi potong (sapi bali).

Populasi sapi bali di PT Berau Coal mencapai

8.150 ekor yang dipelihara oleh 2.152 KK, sedangkan

populasi kerbau 139 ekor yang dipelihara 65 KK. Budi

daya sapi bali masih bersifat konvensional sehingga

mutu genetik sapi makin menurun. Melalui konsor-

sium ini diharapkan dapat terbentuk kelompok

peternak penghasil bibit dan penggemukan sapi bali

untuk mendukung program pemuliabiakan dan

produksi daging. Produktivitas sapi potong lokal

diharapkan juga meningkat melalui penyediaan

Peternakan

Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201162

Selain meningkatkan produksi, penanaman

campuran juga memperbaiki nilai nutrisi rumput.

Kandungan protein kasar rumput bede dan notatum

meningkat masing-masing 3,83% dan 3,52% pada

pertanaman campuran dengan S. guianensis.

Peningkatan yang lebih tinggi masing-masing 29,7%

dan 14,1% diperoleh pada pertanaman campuran

dengan A. pintoi.

Limbah Pengolahan Tebu sebagai

Pakan Basal Kambing

Salah satu alternatif pakan pengganti hijauan yaitu

limbah perkebunan tebu (ampas/bagase dan pucuk

tebu). Proporsi ampas dan pucuk tebu berkisar antara

40-45% dari bobot tanaman tebu segar. Jika

produktivitas tebu per hektare per tahun 50-60 ton,

dengan luas perkebunan tebu Indonesia 450 ribu

hektare pada 2009, maka jumlah bagase dan pucuk

tebu yang dihasilkan cukup besar. Limbah tebu belum

dimanfaatkan secara optimal, hanya dibiarkan

menumpuk di lokasi pengolahan tebu sehingga

mencemari lingkungan.

Limbah tanaman tebu cukup potensial sebagai

bahan pakan ternak ruminansia, termasuk kambing.

Bagase tebu mengandung protein kasar 3,1%, serat

kasar 34,9%, lemak kasar 1,5%, abu 8,8%, dan BETN

51,7%. Pucuk tebu mengandung protein kasar 5,6%,

serat kasar 29,0%, lemak kasar 2,4%, dan TDN

55,3%. Faktor pembatas penggunaan bagase dan

pucuk tebu sebagai pakan ternak ruminansia adalah

tingginya kandungan serat. Bagase tebu mengandung

serat kasar dan lignin masing-masing 46,5% dan

14,0%. Kandungan nutrisi kedua limbah pengolahan

tebu tersebut sebanding dengan rumput. Dengan

demikian, bagase dan pucuk tebu hanya mampu

memenuhi kebutuhan hidup pokok ternak. Untuk per-

tumbuhan, bunting dan laktasi, ternak memerlukan

pakan tambahan untuk memenuhi kebutuhan protein

dan energi.

Teknologi biokonversi dapat meningkatkan nilai

gizi limbah pengolahan tebu, aman bagi ternak dan

lingkungan, dan biaya relatif murah. Biokonversi

dan Stylosanthes guianensis. Rumput dan legum

ditanam secara monokultur maupun campuran

dengan jarak tanam 30 cm x 30 cm. Kombinasi

penanaman yaitu rumput bede + arachis, rumput

bede + stylosanthes, rumput notatum + arachis, dan

rumput notatum + stylosanthes.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara

umum terjadi penurunan tinggi tanaman, lebar daun,

dan panjang daun rumput yang ditanam campuran

dengan leguminosa dibanding monokultur. Hal ini

karena adanya persaingan dalam memperoleh hara

dan air.

Hasil rumput yang ditanam secara campuran

dengan leguminosa meningkat 13-60% dibanding

monokultur. Produksi segar rumput bede pada

monokultur 1,66 kg/m2/panen meningkat menjadi

1,88 kg/m2/panen jika ditanam secara campuran

dengan A. pintoi, sedangkan hasil rumput notatum

meningkat 60,3% pada pertanaman campuran

dengan S. guianensis. Peningkatan hasil rumput bede

maupun notatum lebih tinggi jika ditanam dengan

leguminosa S. guianensis.

Budi daya rumput unggul dengan tanaman

legum.

Peternakan

Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201163

tersebut dapat digunakan dalam biofermentasi bagase

dan pucuk tebu. Inokolum jamur tiram putih dapat

diperbanyak dengan menggunakan media serbuk

gergaji. Bagase dan pucuk tebu dicacah dengan mesin

pencacah kemudian ditambahkan inokulum jamur

tiram putih 25 g/kg dan difermentasi dalam ruang

inkubasi dengan suhu 22°C dan kelembapan 80%

selama 40 hari, dengan ketebalan tumpukan 20 cm.

Uji biologis bagase dan pucuk tebu yang telah

dibiokonversi dilakukan pada 20 ekor kambing jantan

Boerka fase pertumbuhan (umur 9-10 bulan) dengan

bobot badan 12-14 kg. Ternak secara acak

dikelompokkan ke dalam empat perlakuan pakan.

Masing-masing kelompok ternak mendapat pakan

konsentrat 60%, sedangkan 40% rumput lapangan

diganti dengan bagase dan pucuk tebu yang

dibiofermentasi dengan proporsi 0-30%. Hasil

penelitian menunjukkan, teknologi biofermentasi

menggunakan jamur tiram putih dapat meningkatkan

kandungan protein dan energi sekaligus menurunkan

kandungan serat bagase dan pucuk tebu. Berdasarkan

konsumsi bahan kering, pertambahan bobot hidup

dan efisiensi penggunaan pakan (Tabel 2), bagase

dan pucuk tebu yang dibiofermentasi dapat digunakan

sampai 30% sebagai pengganti rumput dalam pakan

kambing, sehingga dapat menjadi pakan alternatif

pada musim paceklik rumput.

Tabel 2. Rata-rata pertambahan bobot hidup kambing Boerka yang mendapat berbagai formula pakan.

Perlakuan pakan

Uraian

R0 R1 R2 R3

Bobot hidup awal (kg) 12,93 12,95 12,97 12,94

Bobot hidup akhir (kg) 17,58 17,33 17,01 16,82

Pertambahan bobot hidup (g/ekor/hari) 66,43 62,57 57,71 55,43

Efisiensi penggunaan pakan 0,13 0,12 0,11 0,11

R0 = konsentrat 60% + rumput 40%; R1 = konsentrat 60% + rumput 30% + bagase dan pucuk tebu

10%; R3 = konsentrat 60% + rumput 20% + bagase dan pucuk tebu 20%; R3 = konsentrat 60% +

rumput 10% + bagase dan pucuk tebu 30%.

adalah proses fermentasi oleh mikroba untuk me-

ningkatkan kandungan nutrisi bahan pakan (protein

dan energi), menurunkan kandungan serat terutama

lignin, meningkatkan palatabilitas, dan memper-

panjang daya simpan.

Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) termasuk

jamur pembusuk yang dapat mendegradasi lignin dan

meningkatkan kecernaan pakan sehingga jamur

Limbah tebu yang dibiofermentasi dengan

jamur tiram putih.

Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik

Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201164

Bioteknologi dan

Sumberdaya GenetikBioteknologi merupakan teknologi baru yang berkembang

pesat, mulai dari teknologi kultur jaringan, sekuensing, marka

molekuler, rekayasa genetik hingga teknologi nano.

Pemanfaatan teknologi ini diharapkan dapat mendukung upaya

penciptaan inovasi teknologi, khususnya dalam menghadapi

perubahan iklim dan mempertahankan ketahanan pangan.

Teknologi kultur jaringan dapat dimanfaatkan untuk

menghasilkan bibit tanaman dalam jumlah besar, cepat, dan

bebas penyakit serta untuk menghasilkan mutan atau klonal

tanaman yang tahan terhadap hama dan penyakit ataupun

toleran terhadap cekaman abiotik. Pemanfaatan teknologi

rekayasa genetik memberi peluang baru bagi pemulia untuk

memperbaiki sifat maupun kualitas tanaman. Konservasi dan

karakterisasi sumberdaya genetik sangat berguna dalam

pemanfaatan dan pengembangan sumber daya genetik.

Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik

Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201165

Rekayasa Genetik

Perakitan Kedelai Transgenik Umur Genjahdan Produktivitas Tinggi

Kedelai merupakan tanaman pangan penting ketiga

setelah padi dan jagung. Di Indonesia, kedelai

terutama digunakan sebagai bahan baku pembuatan

tahu dan tempe yang mencapai lebih dari 80% dari

kebutuhan total. Produksi kedelai nasional masih

belum mencukupi kebutuhan sehingga diperlukan

usaha untuk meningkatkan produktivitasnya.

Varietas kedelai yang ada umumnya berumur

80-95 hari. Perakitan varietas kedelai unggul berumur

genjah merupakan salah satu upaya untuk me-

ningkatkan produksi kedelai nasional. Varietas kedelai

umur genjah (< 75 hari) terutama ditujukan pada

pola tanam padi-padi-kedelai atau padi-padi-padi-

kedelai, di mana waktu yang tersedia untuk tanaman

kedelai relatif pendek.

Waktu pembungaan merupakan salah satu

karakter penting bagi tanaman untuk beradaptasi

terhadap pola tanam dan musim yang berbeda.

Beberapa studi genetik mengenai waktu pembungaan

telah dilakukan dan beberapa gen yang mengontrol

fotoperiodisitas telah diidentifikasi dan diisolasi dari

Arabidopsis. Salah satu gen yang berperan dalam

mengontrol fotoperiodisitas adalah gen CONSTANS

(AtCO). Gen ini dapat dimanfaatkan untuk merakit

tanaman kedelai dengan umur berbunga yang lebih

pendek.

Melalui interaksi simbiosis dengan bakteri

Rhizobium, tanaman kedelai membentuk bintil akar

yang berperan dalam proses penambatan nitrogen

dari biosfer. Nodulasi dan fiksasi nitrogen merupakan

faktor penting yang memengaruhi produktivitas

kedelai. Isolasi gen yang berkaitan dengan nodulasi

dan fiksasi nitrogen dari tanaman kedelai kemudian

mengover-ekspresikan gen tersebut memberi peluang

untuk meningkatkan produktivitas tanaman kedelai.

Salah satu gen yang berkaitan dengan nodulasi dan

fiksasi nitrogen adalah Gen GmNFR1a.

Hasil transformasi kedelai varietas Wilis dan

Anjasmoro secara in planta menggunakan gen AtCO

dan GmNFR1a melalui vektor A. tumefaciens

menghasilkan tanaman transforman (Tabel 1). Hasil

analisis molekuler terhadap transforman kedelai

Anjasmoro dengan gen AtCO menunjukkan terdapat

satu tanaman yang positif PCR, yaitu A-COIP-2,

sementara transforman Wilis tidak ada yang positif

PCR. Galur AiP-CO-2 menghasilkan 13 benih T1 dan

setelah di-PCR kembali menghasilkan enam galur

AiP-CO-2-T1 yang positif PCR. Analisis PCR terhadap

transforman dengan gen GmNFR1a pada Anjasmoro

maupun Wilis sedang dilakukan. Hasil pengamatan

fenotipik menunjukkan tanaman A-COIP-2 memiliki

umur lebih genjah (lebih cepat berbunga) dibanding

kedelai nontransgenik.

Tabel 1. Transformasi kedelai secara in planta dengan gen AtCO dan GmNFR1a

menggunakan vektor Agrobacterium tumefaciens.

VarietasGen yang Jumlah eksplan Jumlah transforman

digunakan yang ditransformasi diaklimatisasi

Anjasmoro AtCO 101 45 (44,6%)

GmNFR1a 96 15 (15,6%)

Wilis AtCO 88 33 (37,5%)

GmNFR1a 92 15 (16,3%)

Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik

Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201166

pada larutan EMS. Hasilnya menunjukkan adanya

variasi peningkatan kemampuan pelarutan fosfat,

aktivitas nitrogenase, dan produksi IAA setelah

dimutasi. Isolat mutan AzM1.7.2.12 dan AzM 3.7.1.14

dipilih untuk uji stabilitas dengan disubkultur selama

10 hari dibandingkan dengan isolat alam Aj Bandung

6.4.1.2. Berdasarkan pengukuran indeks P, kemam-

puan melarutkan fosfat, aktivitas nitrogenase, dan

produksi IAA, kedua mutan tersebut bersifat stabil

sampai hari ke-10 untuk ketiga sifat yang diuji.

Pada tahun 2011 dilakukan optimasi metode

transformasi isolat terpilih dengan elektroporasi,

pembentukan populasi mutan secara gene knockout

dengan menggunakan transposon EZ-Tn5<kan-

2>Tnp, dan pengujian pengaruh Azospirillum mutan

hasil tahun 2010 terhadap pertumbuhan vegetatif

tanaman padi. Hasil optimasi elektroporasi untuk

Azospirillum Aj Bandung 6.4.1.2 menunjukkan bahwa

pencucian dengan bufer gliserol 10% lebih baik

dibanding pencucian dengan air miliQ steril dilihat

dari viabilitas sel. Penggunaan kejutan listrik 3 volt/

cm pada proses elektroporasi lebih baik dibanding

voltase lain, yaitu 1,5; 3,0; 8,0; dan 15,0 volt/cm.

Pembentukan populasi mutan dengan EZ-Tn5<kan-

2>Tnp memperoleh 22 mutan dengan kemampuan

pelarutan fosfat yang bervariasi, yaitu tinggi (IP 2-

7), sama dengan tetua (IP = 2) atau lebih rendah

Rekayasa Genetik Azospirillum Unggul untukMenurunkan Penggunaan Pupuk N dan P padaPadi Sawah

Pertanian modern di Indonesia sangat bergantung

pada penggunaan pupuk kimia N, P, dan K. Peng-

gunaan Azospirillum sp. yang berfungsi ganda sebagai

penambat nitrogen dan pelarut fosfat akan sangat

membantu menurunkan penggunaan pupuk N dan P.

Oleh karena itu, penelitian peningkatan mutu genetik

Azospirillum yang memiliki sifat unggul dalam

penambatan nitrogen dan pelarutan fosfat sangat

diperlukan.

Penelitian pada tahun 2009 berhasil mengisolasi

dan menyeleksi 22 isolat Azospirillum yang berfungsi

ganda sebagai penambat nitrogen dan pelarut fosfat

berdasarkan aktivitas nitrogenase, produksi IAA

(indole acetic acid), dan kemampuan melarutkan

fosfat. Tiga isolat terpilih, yaitu Aj 18.3.1, Aj 5.2.5.1,

dan Aj Bandung 6.4.1.2 dengan kemampuan

melarutkan fosfat, aktivitas nitrogenase, dan produksi

IAA tertinggi dipantau kemampuannya dalam melarut-

kan fosfat secara kuantitatif, dan sedang diidentifikasi

secara molekuler dengan 16s rDNA. Pada tahun 2010

diperoleh 138 isolat mutan berdasarkan zona bening-

nya dan dilakukan penentuan killing curve dari isolat

terpilih terhadap konsentrasi EMS dan lama inkubasi

Hasil analisis PCR transforman kedelai Anjasmoro dengan primer AtCO;

M =1 Kb plus ladder (invitrogen). Sampel A-COIP-2 positif mengandung

gen AtCO (1.400 bp), sampel lainnya negatif (tidak mengandung gen

AtCO).

1.400 bp

A-CO

IP-1

A-CO

IP-2

A-CO

IP-3

A-CO

IP-4

A-CO

IP-5

A-CO

IP-6

A-CO

IP-7

A-CO

IP-8

A-CO

IP-9

A-CO

IP-1

0

A-CO

IP-1

1

A-CO

IP-1

2

A-CO

IP-1

3

Air

Plas

mid

M Anjasm

oro

Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik

Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201167

Kemampuan pelarutan fosfat Azospirillum hasil transformasi pada media

Pikovskaya; A1-A6, B1-B6, C1-C6, D1-D4 = mutan Azospirillum dengan berbagai

kemampuan pelarutan fosfat; A6, B3, B5, B6 = mutan yang kehilangan kemampuan

melarutkan fosfat; D5 = strain tetua (Azospirillum Aj Bandung 6.4.1.2); D6 =

kontrol negatif (air).

dari tetua (IP<2), serta mutan yang kehilangan

kemampuan melarutkan fosfat (gene knockout).

Populasi ini selanjutnya digunakan untuk identifikasi

gen pelarutan fosfat.

Inokulasi Azospirillum lokal Aj Bandung 6.4.1.2

dan isolat mutan AJM 3.7.1.14 pada tahap pembibitan

terhadap pertumbuhan dan hasil padi varietas

Ciherang menunjukkan tidak ada pengaruh nyata

antara pemberian inokulan mutan AjM 3.7.1.14

dibandingkan dengan kontrol (tanpa pemberian)

maupun pemberian Azospirillum tetua Aj Bandung

6.4.1.2 terhadap perkecambahan benih umur satu

minggu maupun dua minggu. Perbedaan nyata terlihat

pada fase generatif, yaitu pada jumlah malai per

rumpun, bobot gabah per rumpun, dan bobot gabah

kering per rumpun.

Inokulasi Azospirillum pada waktu tanaman

sudah dipindahkan ke pot umur satu minggu

menunjukkan perbedaan yang nyata pada rata-rata

tinggi tanaman dan jumlah anakan pada umur tiga

minggu. Perbedaan yang sangat nyata terdapat pada

tinggi tanaman umur sembilan minggu dan jumlah

anakan pada umur 6 dan 9 minggu. Pada fase

generatif, pemberian Azospirillum memberikan

pengaruh yang sangat nyata terhadap tinggi tanaman,

jumlah malai per rumpun, bobot kering gabah per

rumpun, bobot basah jerami, dan bobot kering akar.

Hasil pengamatan visual terhadap perakaran bibit padi

Ciherang umur satu minggu yang diinokulasi

Azospirillum Aj Bandung 6.4.1.2 maupun mutan AjM

3.7.1.14 menunjukkan bibit mempunyai akar yang

lebih banyak dan lebih panjang.

Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik

Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201168

Induksi Mutan Tanaman

Karakterisasi Agronomi dan Uji Daya HasilGalur Mutan Dihaploid Padi TurunanFatmawati

Fatmawati merupakan varietas unggul padi tipe baru

(VUTB) perdana yang dilepas pada akhir 2003.

Varietas ini memiliki tingkat pengisian biji yang

rendah sehingga persentase gabah hampa sangat

tinggi (25%). Namun, hasil Fatmawati tergolong tinggi

(6-9 t/ha, rata-rata 7,5 t/ha) karena jumlah bulir tiap

malainya banyak (200-300 butir) dan indeks bijinya

besar (bobot 1.000 butir 29 g). Varietas Fatmawati

agak tahan terhadap wereng batang coklat (WBC)

biotipe 2 dan 3, tahan hawar daun bakteri (HDB) strain

III dan agak tahan terhadap strain IV.

Untuk mendapatkan varietas baru Fatmawati

yang tahan penyakit blas dan berumur genjah

dilakukan perbaikan genetik melalui induksi mutasi

menggunakan sinar gama dosis 1.000-5.000 rad dan

diperoleh galur-galur mutan (galur M) yang tahan

blas daun. Selanjutnya teknik kultur antera diaplikasi-

kan untuk mempercepat perolehan galur homozigot

dari mutan-mutan tersebut. Sebanyak 119 galur

haploid ganda yang bersifat homozigot (galur MDH)

Pertumbuhan padi Ciherang dengan perlakuan inokulasi Azospirillum dan pupuk pada 6 dan 9 minggu

setelah inokulasi.

Pertumbuhan mutan Fatmawati pada fase generatif di Pusakanagara, Jawa Barat

(kiri), dan malai mutan Fatmawati dengan gabah hampa lebih sedikit (kanan).

Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik

Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201169

diregenerasikan melalui kultur antera dan galur-galur

yang hasilnya tinggi diuji daya hasilnya di lapangan.

Uji daya hasil pendahuluan di Sukabumi dan

Pusakanagara, Jawa Barat pada 2010 memperoleh

galur-galur yang hasilnya lebih tinggi dibanding

tetuanya dan varietas pembanding. Galur-galur

tersebut digunakan sebagai bahan untuk uji daya

hasil.

Delapan galur terpilih dan dua galur Fatmawati

hasil kultur antera dan varietas pembanding Ciherang

dan Inpari 13 dievaluasi karakter agronomi dan daya

hasilnya di Pusakanagara. Hasil penelitian menunjuk-

kan adanya karakter agronomi yang berubah, yaitu

jumlah anakan pada galur F-104 dan Fat 1, dengan

rata-rata jumlah anakan masing-masing 10,5 dan

10,2 serta panjang malai pada galur F-125, F-130,

F-133, dan F-151 yang berkisar antara 29,2-30,7 cm.

Galur-galur tersebut menghasilkan gabah isi lebih

banyak. Tiga galur menghasilkan gabah kering lebih

tinggi dibandingkan Fatmawati, yaitu F-130, F-133,

dan Fat-1, masing-masing 7,8, 8,4, dan 7,7 t/ha.

Galur-galur tahan blas daun dan berproduksi tinggi

perlu diuji ketahanannya terhadap HDB serta uji

adaptasi dan stabilitas hasil di berbagai lokasi.

Uji Daya Hasil dan Keragaman GenetikPatogen Blas pada Galur Padi Gogo

Penyakit blas (Pyricularia grisea) merupakan kendala

utama dalam produksi padi, terutama padi gogo. Oleh

karena itu, program pemuliaan padi gogo tahan blas

menjadi prioritas dalam upaya menanggulangi

penyakit tersebut. Penyakit blas bersifat dinamis,

mudah membentuk ras baru, sehingga program

pemuliaan harus melahirkan galur harapan yang

ketahanannya bertahan lama (durable), antara lain

dengan merakit galur multigenik tahan blas.

Dalam rangka mendukung program perakitan

padi gogo tahan blas, telah dilakukan pembentukan

populasi haploid ganda (HG) multigen (Pi1, Pi2, Pi33,

Pi9, Pir4, dan Pir7) yang berasal dari persilangan

CT13432 (japonica) dengan galur haploid ganda

turunan IR64 (indica)/Oryza rufipogon (spesies padi

liar, Acc.IRGC 105491), yaitu Bio 46. Penelitian tahun

2009 telah memperoleh beberapa galur dari populasi

CT13432/Bio 46 yang memiliki karakter agronomi

seperti galur harapan padi gogo dan memiliki 5-6

gen ketahanan terhadap penyakit blas. Pada tahun

2011 dilakukan uji daya hasil lanjutan dan penelitian

keragaman genetik patogen blas menggunakan

marka SSR.

Uji daya hasil lanjutan di Subang, Jawa Barat

menunjukkan, galur Bio 177-AC-Blas mempunyai

potensi hasil 5,55 t/ha, setara hasil Situ Bagendit

(5,25 t/ha) dan lebih tinggi dari Batutegi (4,79 t/ha),

tetapi lebih rendah dibanding Inpago 8 (6,02 t/ha).

Tiga galur lainnya, Bio 178-Ac-Blas, Bio 172-AC-Blas,

dan Bio 173-AC-Blas mempunyai potensi hasil masing-

masing 4,95, 4,93, dan 4,81 t/ha.

Di Banyumas, Jawa Tengah, dari 11 galur yang

diuji, satu galur mampu berproduksi 5,4 t/ha, yaitu

Bio 170-AC-Blas dan satu galur berdaya hasil 4,75 t/

ha yaitu Bio 171-AC-Blas, lebih tinggi dari Inpago 8

(3,38 t/ha), Situ Bagendit (2,96 t/ha), dan Batutegi

(4,30 t/ha). Lima galur (Bio 169-AC-Blas, Bio 172-

AC-Blas, Bio 173-AC-Blas, Bio 174-AC-Blas, dan Bio

163-AC-Blas) mempunyai hasil yang sepadan dengan

Inpago 8.

Keragaman patogen blas pada galur-galur multi-

genik sesuai dengan tipe introgresi sekuen gen-gen

ketahanan terhadap penyakit blas yang dimiliki galur-

Pertanaman galur padi gogo tahan blas di

Banyumas, Jawa Tengah.

Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik

Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201170

galur tersebut sebagai tanaman inang. Galur yang

memiliki introgresi indica - O. rufipogon - japonica

serta tahan terhadap isolat blas dengan genotipe

PH14-MAT1.1 atau CM28-MAT1.1 lebih cocok ditanam

di Sukabumi dan Banyumas. Galur-galur dengan

introgresi japonica - O. rufipogon serta tahan ter-

hadap isolat blas dengan genotipe CM28-MAT1.2 lebih

cocok ditanam di Lampung.

Konservasi, Karakterisasi, dan

Dokumentasi Sumberdaya Genetik

Sumberdaya Genetik Tanaman

Pada tahun 2010-2011, Bank Plasma Nutfah BB Biogen

mengoleksi 10.710 aksesi tanaman pangan, yaitu

4.274 aksesi padi, 754 aksesi jagung, 216 aksesi

sorgum, 800 aksesi kedelai, 65 aksesi gandum, 648

aksesi kacang tanah, 1.036 aksesi kacang hijau, 137

aksesi kacang potensial, 560 aksesi ubi kayu, 1.802

aksesi ubi jalar, dan 451 aksesi ubi potensial. Koleksi

plasma nutfah tersebut dikelola dan dipelihara dengan

baik sehingga berdaya guna bagi para pengguna.

Hasil pemantauan viabilitas benih 1.250 aksesi

plasma nutfah tanaman pangan (padi, jagung,

sorgum, gandum, kacang tanah, kacang hijau,

kedelai, dan kacang tunggak) yang disimpan dua

tahun menunjukkan bahwa 3-99% aksesi memiliki

daya kecambah < 85%. Plasma nutfah kacang hijau

memiliki daya kecambah yang tinggi, yaitu >97%.

Sebagian benih terinfeksi jamur Aspergillus sp.,

Penicillium sp., Xanthomonas sp., Pseudomonas sp.

atau Rhizopus sp. dengan intensitas 1-6%. Sebagian

kecil (1-8%) benih terserang hama gudang

Callosobruchus chinensis, Sitophilus oryzae, dan S.

zeamais yang menurunkan daya kecambah atau

menyebabkan kematian benih.

Karakterisasi telah dilakukan pada 400 aksesi

padi budi daya untuk karakter morfologi dan

agronomi, seperti persentase gabah hampa, jumlah

gabah isi, dan panjang malai. Dari 94 aksesi padi

liar, hanya 88 aksesi yang tumbuh baik. Lima aksesi

memiliki umur berbunga kurang dari 60 hari, yaitu

Oryza minuta (dua aksesi), O. nivara (satu aksesi),

dan O. punctata (dua aksesi).

Sebanyak 100 aksesi jagung telah diperbarui

benihnya dan dikarakterisasi 14 karakter morfologi

dan agronominya. Karakter agronomi penting meliputi

tinggi tanaman 76-175 cm, panjang tongkol 8,6-19,4

cm, diameter tongkol 2,0-4,3 cm, jumlah baris biji

per tongkol 9,3-15,6 baris, bobot biji 31,8-77,2 g/

300 biji, dan umur masak 80-102 hari. Delapan aksesi

berumur genjah (80 hari), yaitu Reg. 3793, Reg.

3810, Reg. 3818, Reg. 3819, Reg. 3836, Reg. 3838,

Reg. 3846, dan Reg. 3882. Rejuvenasi 200 aksesi

sorgum menghasilkan benih 489,3-2.627,5 g/aksesi.

Lima aksesi menghasilkan biji (benih) > 1 kg, yaitu

aksesi No. 8309/199026 (Reg. 13), M-3 (Reg. 728),

ICSV-LM-90541 (Reg. 759), ICSR 91026 (Reg. 861),

dan Red Ochuli (Reg. 878) (Tabel 2). Kelima aksesi

tersebut perlu dipelajari potensi hasilnya.

Tabel 2. Aksesi sorgum yang memiliki karakter unggul.

Karakter Aksesi

Tinggi tanaman < 85 cm Keris (Reg. 730), K.905 (Reg. 750), KSB II (Reg. 884), ICSV-LM-90502

(Reg. 758), ICSR 89028 (Reg. 881)

Umur berbunga < 40 HST 867.226 (Reg. 626), Keris (Reg. 730)

Umur panen genjah, Keris (Reg. 730), Keris M-3 (Reg. 731), 867.086 (Reg. 501), Badik (Reg. 732),

< 80 HST Hegari Genjah (Reg. 154), TU B7 (Reg. 875), RGV (Reg. 909), Demak 2 Gajah

(Reg. 886), Gadam Human (Reg. 737)

Bobot 100 butir > 3,5 g No. 14 Kaltim (Reg. 914), Entry 15 SDAC (Reg. 745), IS 23509 (Reg. 874),

ICSV 89102 (Reg. 775)

Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik

Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201171

Rejuvenasi 200 aksesi gandum menghasilkan

benih baru masing-masing 1 kg/9 m2 dari masing-

masing aksesi dan selanjutnya disimpan sebagai

koleksi aktif dan koleksi dasar. Delapan aksesi

berbunga genjah (<50 hari), yaitu Highrainfall 018,

Highrainfall 023, Highrainfall 085, Highrainfall 113,

V003, V009, V013, dan V090 serta empat aksesi

berbatang pendek (<50 cm), yaitu Madona, Kauz/

Rayon, Fanggo/Seki, dan Selayar.

Karakter kualitatif dan agronomi 233 aksesi

kedelai telah diperoleh. Rejuvenasi memperoleh benih

baru 20,0-601,3 g/aksesi. Terdapat 56 aksesi yang

menghasilkan bobot biji <100 g. Delapan aksesi

memiliki daya hasil relatif tinggi (>1,6 t/ha). Varietas

lokal Pasuruan memiliki hasil paling tinggi (950,4 g

atau 2,64 t/ha), yakni 31% lebih tinggi dari Wilis,

48% lebih tinggi dari Rajabasa, dan 62% lebih tinggi

dari Tanggamus. Sebanyak 66 aksesi kedelai

edamame dan enam populasi F4 (persilangan

edamame x kedelai budi daya), satu populasi F5

(kedelai budi daya x edamame), dan tiga populasi F5

(edamame x edamame) telah ditanam di KP Pacet,

Cianjur. Rejuvenasi memperoleh benih baru 40-495

g/aksesi. Aksesi kedelai China dan B10428

diidentifikasi sebagai aksesi terbaik dengan bobot 100

biji berturut-turut 31,0 dan 34,3 g serta bobot biji

per tanaman 9,33 dan 13,89 g.

Rejuvenasi 250 aksesi kacang tanah memperoleh

benih baru serta karakter morfologi dan agronomi.

Aksesi Mlg 7525 memiliki bobot polong tertinggi (44

g/tanaman). Sebanyak 18 aksesi menghasilkan

polong 700-860 g/3,6 m2 atau 1,94-2,39 t/ha, umur

berbunga 25-31 hari, tinggi tanaman 21-68 cm,

jumlah cabang 3-7 buah, jumlah polong isi 6-50

polong/tanaman, dan bobot polong 4-44 g/tanaman.

Tujuh aksesi memiliki polong banyak (>39 polong/

tanaman), yaitu Pop Y- 6, Pop Galur Gajah, Cinem,

RR 1, MLG 7511, MLG 7512, dan Ckp-11.

Sebanyak 227 nomor aksesi kacang hijau yang

memiliki daya tumbuh rendah (< 70%) diperbarui

benihnya. Aksesi VR 200 berpotensi hasil tinggi (2,2

t/ha) dan toleran terhadap lahan suboptimal. Sebelas

karakter morfologi dan agronomi juga telah diamati

dan 115 aksesi kacang tunggak telah direjuvenasi.

Rejuvenasi kacang potensial memperoleh enam

aksesi koro pedang (Vigna ensiformis), 11 aksesi

kacang bogor (Vigna subterranea), delapan aksesi

kacang gude (Cajanus cajan), delapan aksesi koro

benguk (Mucuna pruriens), dan tujuh aksesi kacang

komak (Dolichos lablab). Delapan karakter morfologi

dan agronominya telah diamati.

Sebanyak 1.820 aksesi ubi jalar telah dikonser-

vasi di lapangan dan 137 aksesi hasil koleksi terbaru

telah dikarakterisasi daun, batang, dan umbinya.

Konservasi di lapangan dan karakterisasi karakter

morfologi dan agronomi juga telah dilakukan pada

520 aksesi ubi kayu. Bobot umbi bervariasi antara

0,50-8,33 kg/tanaman. Aksesi BIC 00848 mempunyai

Pelestarian/rejuvenasi plasma nutfah kedelai di lapangan (kiri), konservasi plasma nutfah ubi kayu, ubi

jalar, dan talas secara in vitro (tengah), dan penyimpanan jangka pendek benih plasma nutfah

tanaman pangan (kanan).

Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik

Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201172

bobot umbi terbesar dan 23 aksesi lainnya mempunyai

berat umbi di atas 4,0 kg/tanaman, dengan jumlah

umbi 3,0 (BIC 00793) sampai 12,3 (BIC 00765).

Sebanyak 238 aksesi plasma nutfah ubi potensial

(dioscorea 106 aksesi, ganyong 67 aksesi, garut 30

aksesi, kentang hitam 9 aksesi, suweg 26 aksesi, dan

talas 220 aksesi) telah dikonservasi. Delapan aksesi

garut menghasilkan bobot umbi rata-rata di atas 1

kg, yaitu aksesi No. 625, 626, 667, 705, 705a, 773,

774, dan 787. Aksesi garut yang menghasilkan umbi

berukuran besar (10 umbi/rumpun) adalah No. 380,

667, 705, 772, 773, 774, dan 787.

Konservasi in vitro plasma nutfah umbi-umbian

mencakup sterilisasi dan penumbuhan pada media

pertumbuhan lambat. Diperoleh 25 aksesi ubi jalar

steril, 15 aksesi ubi kayu steril, dan 50 aksesi talas

steril yang ditanam dalam media pertumbuhan

lambat. Sebanyak 300 aksesi ubi jalar, ubi kayu, dan

talas dipelihara dan subkultur secara terus-menerus

dalam media pertumbuhan lambat.

Sampai Desember 2011, pangkalan data plasma

nutfah tanaman pangan telah menampung 10.449

record dengan 12-41 deskriptor/komoditas. Pada

tahun 2011, data baru plasma nutfah padi telah

dimasukkan ke dalam pangkalan data.

Sumberdaya Genetik Mikroba dan SpesimenSerangga Pertanian

Konservasi mikroba pertanian dalam jangka panjang

bertujuan untuk mengkoordinasi kultur koleksi BB-

Biogen dengan koleksi mikroba pertanian yang ada

di Indonesia, baik berupa patogen, pupuk hayati,

perombak, mikroba biokontrol, bioremediasi lahan

pertanian, dan agens bioindustri. Sebanyak 26 aksesi

mikroba entomopatogen dari kelompok fungi dan

bakteri telah dikoleksi dan disimpan untuk dikarak-

terisasi lebih lanjut. Beberapa isolat fungi telah

diidentifikasi berdasarkan struktur morfologi dan

sekuen ITS-nya. Dua isolat bakteri merah di-

identifikasi dengan amplifikasi gen 16s rRNA dan

tergolong ke dalam kelompok Seratia marcescens

yang efektif terhadap wereng batang coklat. Satu

isolat bakteri endofitik yang potensial (E 76)

diidentifikasi sebagai Burkholderia sp. yang efektif

terhadap fungi patogen padi (Rhizoctonia solani dan

Pyricularia oryzae). Tiga puluh aksesi mikroba

pertanian yang berupa agens biokontrol dan patogen

telah direjuvenasi dan diuji patogenisitasnya serta

disimpan dalam jangka pendek (agar miring) dan

jangka panjang (liofilisasi).

Prototipe database plasma nutfah mikroba

(bakteri, kapang, fungi, dan virus) dengan deskriptor-

nya telah memuat 500 record mikroba pertanian dan

data peralihan materi. Informasi mengenai koleksi

serangga hama pertanian disimpan dalam database

serangga hama pertanian.

Sebanyak 25 mikroba entomopatogen serangga

yang telah dikoleksi, terdiri atas 16 kelompok jamur

(Paecilomyces sp., Beauveria bassiana, Metarhizium

anisopliae, Hirsutella citriformis, dan Cordycep sp.).

Bakteri entomopatogen yang dikoleksi adalah Serratia

marcescens dan Bacillus thuringiensis. S. marcescens

bersifat patogenik terhadap wereng batang coklat.

Pigmen merah yang dihasilkan S. marcescens telah

diidentifikasi sebagai prodigiosin. Semua isolat B.

thuringiensis telah diidentifikasi dengan PCR dan diuji

patogenisitasnya terhadap Ostrinia furnacalis.

Potensi mikroba kitinolitik cukup besar dalam

mendegradasi kitin dan glukan sehingga dapat

menjadi pengendali hayati yang baik. Potensi ini dapat

diaplikasikan dalam bidang pertanian sebagai produk

fungisida hayati. Berdasarkan hasil uji karakteristik,

beberapa isolat mempunyai aktivitas kitinase dan

glukanase yang tinggi, yang ditunjukkan dengan

Hasil uji

glukanase.

Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik

Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201173

terbentuknya zona bening yang besar. Isolat yang

mempunyai aktivitas kitinase tinggi yaitu 11 UJ,

sedangkan yang mempunyai aktivitas glukanase

tinggi yaitu 11 UJ dan C1D. Isolat yang mempunyai

aktivitas kitinase maupun glukanase yang tinggi

dapat menghambat pertumbuhan jamur seperti

Pyricularia oryzae dan Ganoderma boninense. Isolat

yang sangat baik dalam menghambat jamur ini ada-

lah isolat C33C dan C1D.

Isolat E76 menghasilkan enzim kitinase yang

dapat menghambat pertumbuhan R. solani dan P.

oryzae. Rata-rata zona bening yang dibentuk isolat

E76 adalah 0,98 cm. Hasil sekuensing 16S rDNA

menunjukkan bahwa isolat E76 tergolong Burkholderia

sp. namun memiliki kekerabatan yang cukup jauh

dengan spesies Burkholderia lainnya, seperti

Burkholderia cepacia dan Burkholderia lata.

Hasil karakterisasi dan pemurnian enzim beta-

glukanase dari Burkhorderia sp. menunjukkan enzim

tersebut memiliki tiga isozim yang berbeda, tetapi

belum dapat dimurnikan secara optimal. Aktivitas

beta-glukanase menunjukkan optimal pada suhu 40°Cdan pH 5-11. Tiga isolat menghasilkan AIA terbanyak,

yaitu isolat 1.2 KM, 8 KM, dan 10 J.

Data koleksi mikroba pertanian yang telah

dikonservasi dan diampulkan dimasukkan ke database

untuk melengkapi koleksi yang ada. Tambahan koleksi

mikroba terutama berasal dari institusi lingkup Badan

Litbang Pertanian. Pada tahun 2011, jumlah koleksi

serangga bertambah 500 spesimen. Prototipe

database serangga masih perlu disempurnakan

sehingga dapat menampilkan informasi koleksi secara

lengkap dan detail serta mudah diakses pengguna.

Pascapanen

Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201174

Pascapanen

Aplikasi teknologi pascapanen untuk meningkatkan nilai tambah

dan daya saing produk pertanian sangat diperlukan dalam

meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Beberapa teknologi

pascapanen yang sangat penting dan strategis untuk

meningkatkan kesejahteraan masyarakat adalah teknologi

produksi beras jagung termodifikasi, teknologi penggunaan

air panas untuk menekan kerusakan buah mangga, teknologi

produksi susu fermentasi kering probiotik dan produksi keju

rendah lemak, serta teknologi produksi starter mikroba untuk

meningkatkan mutu biji kakao. Aplikasi teknologi pascapanen

di bidang agribisnis memberi peluang bagi peningkatan

kesejahteraan pelaku agribisnis, seperti petani dan pengusaha

agribisnis.

Pascapanen

Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201175

Pembuatan Beras Jagung

Termodifikasi

Jagung merupakan sumber kalori dan dapat menjadi

pengganti atau suplemen pangan pokok beras. Beras

jagung menjadi bahan makanan pokok bagi sebagian

masyarakat perdesaan, khususnya di Jawa Tengah,

Jawa Timur, Nusa Tenggara Timur, dan seluruh

provinsi di Sulawesi. Akhir-akhir ini, penderita penyakit

diabetes dianjurkan untuk mengonsumsi beras jagung

karena ada indikasi dapat menstabilkan glukosa dalam

darah.

Di pasar tradisional, jagung dijual dalam bentuk

pipilan dan grit (jagung pipilan yang sudah dipecah).

Hasil observasi di Gorontalo menunjukkan, konsumsi

beras jagung oleh masyarakat baru mencapai 30%.

Hal ini antara lain karena mengonsumsi beras jagung

dapat menimbulkan rasa sebah di perut.

Di Jawa Tengah, masyarakat membuat beras

jagung dengan cara merendam jagung grit dalam

air atau disebut fermentasi spontan. Perendaman

akan menyebabkan mikroba tumbuh secara spontan

dan tidak terkendali sehingga sering kali beras jagung

berasa asam. Untuk menghasilkan beras jagung

terstandar dengan mutu yang konsisten, Balai Besar

Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian

(BB Pascapanen) telah menghasilkan teknologi proses

beras jagung termodifikasi melalui fermentasi

menggunakan bakteri asam laktat (BAL). Beras jagung

grit hasil fermentasi tidak menyebabkan sebah, waktu

tanaknya lebih cepat, dan tidak berasa masam.

Keunggulan ini diharapkan dapat meningkatkan

konsumen beras jagung, terutama penderita

diabetes.

Jagung yang dapat diolah menjadi beras jagung

termodifikasi yaitu varietas Srikandi Putih, Anoman,

Bisi 2, lokal Tretep, lokal Kodok, lokal Tlogomulyo,

lokal Sili, dan Pulut. Isolasi mikroba dari rendaman

jagung selama 72 jam memperoleh 10 koloni kapang,

lima koloni khamir, dan lima jenis bakteri. Kapang

tersebut teridentifikasi sebagai Aspergillus, Mucor,

Fusarium, dan Rhizopus yang bersifat amilolitik,

sedangkan jenis khamir teridentifikasi sebagai

Torulopsis sp. dan Candida sp. Candida guilliermondii

adalah khamir yang sering berasosiasi dengan jagung.

Bakteri yang tumbuh selama perendaman jagung

didominasi oleh BAL, yang terdiri atas Bacillus cereus,

Pseudomonas flourescens, Staphylococcus sapro-

phyticus, Leifsonia aquatica, dan Staphylococcus

haemolyticus. Kelima BAL tersebut tidak bersifat

amilolitik. Starter terbaik adalah campuran dari semua

isolat tanpa Aspergillus niger.

Penggunaan starter terbaik menghasilkan beras

jagung dengan kadar air 3,38-6,05% atau sangat

kering, sehingga dapat mencegah pertumbuhan

mikroba dan aflatoksin dan memperpanjang umur

simpan beras jagung menjadi lebih dari satu tahun.

Kadar abu berkisar antara 0,29-0,45%, lemak 0,009-

0,011%, protein 5,18-9,60%, dan karbohidrat 84,73-

89,92%. Waktu tanak berkisar antara 15-20 menit.

Proses beras jagung termodifikasi dengan mikroba

dan perebusan awal mempercepat waktu tanak dari

2-3 jam menjadi hanya kurang dari 20 menit.

Jagung pipilan

Pemecahan dan penyosohan

Pengayakan dan penampian Dedak

Starter Perendaman

Pemasakan

Pendinginan

Pengeringan dan pengemasan

Beras jagung

Tahapan pembuatan beras jagung

termodifikasi.

Pascapanen

Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201176

Daya cerna pati beras jagung termodifikasi

berkisar antara 64,32-81,36%, sedangkan daya cerna

pati beras jagung tanpa modifikasi (fermentasi

spontan) 59,73-66,68%. Kandungan serat tak larut

5,02-6,60% dan kadar serat pangan larut menjadi

1,19-1,42%, terendah pada beras jagung Sili dan

tertinggi pada Bisi 2 dan lokal Tretep. Jagung yang

mengandung kadar serat terlarut rendah mempunyai

nilai daya cerna pati yang lebih tinggi. Dengan

demikian, jika bahan pangan mempunyai kadar serat

terlarut rendah maka daya cerna patinya akan tinggi.

Indeks glikemik beras jagung sangat rendah,

berkisar antara 28,66-41,74, tertinggi pada Srikandi

Putih. Namun, nilai tertinggi tersebut masih lebih

rendah dibandingkan dengan indeks glikemik pangan

sumber karbohidrat lain. Dengan demikian, beras

jagung sangat baik bagi penderita diabetes.

Proses fermentasi dapat menurunkan kandungan

aflatoksin dari 9,21-10,79 ppb menjadi kurang dari

0,5 ppb. Setelah penyimpanan 3 bulan, kandungan

aflatoksin beras jagung masih di bawah 0,5 ppb,

tetapi pada jagung tanpa proses fermentasi, aflatoksin

meningkat menjadi 12,59-26,36 ppb. Dengan

demikian, proses modifikasi dengan mikroba pada

pembuatan beras jagung dapat menekan kandungan

aflatoksin dan memperpanjang waktu simpan.

Keunggulan beras jagung termodifikasi adalah:

� Daya simpan lama, tidak mudah terkontaminasi

aflatoksin.

� Nilai cerna lebih tinggi sehingga tidak menimbul-

kan rasa sebah di perut.

� Indeks glikemik rendah sehingga baik bagi

penderita diabetes.

Beras jagung termodifikasi selama proses.

Jagung pipilan Jagung pecah kulit Perendaman jagung pecah kulit

Jagung sosoh pratanak varietas lokal dan Bisi 2

Pascapanen

Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201177

� Cita rasa tidak asam, sebagaimana yang sering

terjadi pada pengolahan beras jagung secara

konvensional.

� Waktu tanak lebih cepat, hanya 15 menit (dengan

penanak nasi) atau sama seperti beras, sehingga

bila memasaknya dicampur beras akan masak

secara bersamaan.

Bekerja sama dengan Dinas Pertanian dan

Perkebunan Provinsi Nusa Tenggara Timur, pada

tahun 2012 akan diadakan alat penyosoh jagung 10

unit dan sosialisasi di Kabupaten Timor Tengah

Selatan, Timor Tengah Utara, di Belu. Teknologi

produksi beras jagung termodifikasi sangat prospektif

dikembangkan karena sebagian besar masyarakat di

kabupaten tersebut mengonsumsi jagung sebagai

makanan pokok. BB Pascapanen juga melakukan

negosiasi kerja sama pengolahan tepung dan beras

jagung dengan PT Bombana Bumi Lestari di Konawe

Selatan, Sulawesi Tenggara.

Teknologi proses jagung sosoh pratanak membe-

rikan beberapa alternatif bagi pelaku bisnis, yaitu

industri jagung sosoh pratanak (rendemen 57,6%),

industri starter mikroba (ragi) untuk fermentasi beras

jagung, dan industri pakan ternak dengan bahan baku

limbah sosoh jagung (rendemen 34%). Harga bahan

pokok jagung berkisar antara Rp3.500-Rp7.000/kg

dan harga beras jagung di tingkat konsumen

Rp10.000/kg. Teknologi pembuatan starter dengan

bahan baku tepung jagung menghasilkan rendemen

92,34%. Produksi 1 kg starter memerlukan modal

Rp12.500 yang akan kembali menjadi Rp100.000.

Teknologi Iradiasi dan Air Panas

untuk Menekan Lalat Buah dan

Kerusakan Buah Mangga untuk

Ekspor

Mangga merupakan salah satu buah-buahan Indo-

nesia yang memiliki peluang ekspor cukup besar. Pada

tahun 2008 volume ekspor mangga mencapai 1.908

ton dengan nilai US$1.645.948. Pangsa pasar utama

mangga segar Indonesia adalah Timur Tengah, Hong-

kong, Singapura, Malaysia, dan Brunei Darussalam.

Pengiriman mangga ke negara tujuan ekspor

melalui transportasi laut lebih ekonomis, tetapi

memerlukan waktu lama (28-30 hari) sehingga

mangga banyak yang rusak atau busuk. Biaya

pengiriman dengan pesawat 10 kali lebih tinggi

dibanding biaya pengiriman melalui jalan darat atau

kapal laut. Hal ini menyebabkan harga jual mangga

Indonesia sulit bersaing dengan mangga dari negara

lain.

Selain itu, adanya kebijakan ekspor-impor

nontarif terkait dengan sanitary and phytosanitary

(SPS) menjadi kendala dalam ekspor mangga karena

mangga Indonesia belum terbebas dari permasalahan

lalat buah. Perlakuan buah dengan air panas telah

banyak digunakan untuk pengendalian hama dan

penyakit pascapanen setelah adanya pelarangan

Kerusakan buah mangga selama transportasi;

antraknosa (atas) dan busuk pangkal buah

(bawah).

Pascapanen

Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201178

penggunaan bahan kimia seperti dalam fumigasi.

Teknik ini dianggap aman dan efektif untuk

mengendalikan lalat buah dan penyakit seperti

antraknosa dan busuk pangkal buah, tanpa me-

nyebabkan kerusakan pada buah. Berkaitan dengan

hal tersebut telah dilakukan pengkajian perlakuan air

panas dan iradiasi pada berbagai buah mangga

Indonesia untuk mencapai tingkat mortalitas lalat buah

yang diinginkan tanpa menyebabkan kerusakan buah.

Perendaman buah mangga dalam air panas

(suhu 53°C selama 3-5 menit) dapat menunda

munculnya gejala antraknosa dan busuk pangkal buah

masing-masing 9,4 dan 9,2 hari lebih lama dibanding

tanpa perendaman. Perendaman buah mangga

varietas Irwin pada air panas (suhu 46,5°C) selama

30 menit efektif menekan serangan penyakit

antraknosa dan busuk pangkal, dengan masa

kesegaran hingga 21 hari pada suhu 13°C. Buah

mangga gedong dan arumanis yang direndam dalam

air panas (suhu 53°C selama 5 menit), kemudian

dikemas dalam kotak karton dan disimpan pada suhu

kamar (27-29°C), tetap segar setelah disimpan satu

minggu, sedangkan buah mangga gedong tanpa

perlakuan mulai terserang busuk pangkal dan

antraknosa.

Hasil uji coba statis ekspor buah mangga Gedong

dalam kontainer 20 feets menunjukkan, setelah

disimpan dua minggu pada suhu 9°C, buah mangga

gedong tetap segar, matang sempurna, dan tidak

terserang busuk pangkal maupun antraknosa. Buah

mangga juga aman dikonsumsi sehingga berpeluang

meningkatkan volume ekspor. Penelitian juga dilaku-

kan dengan menggunakan fasilitas pada laboratorium

di Balai Besar Peramalan Organisme Pengganggu

Tumbuhan untuk pengamatan lalat buah, sedangkan

untuk perlakuan iradiasi menggunakan fasilitas

komersial pada PT Rel-Ion (Cibitung, Bekasi).

Teknologi Produksi Susu Fermentasi

Kering Probiotik dan Keju Rendah

Lemak

Harga susu sapi segar ditentukan berdasarkan kadar

lemak, padatan tanpa lemak, dan total plate count

(TPC). Susu sapi dengan nilai TPC lebih dari 1 juta

cfu/ml termasuk berkualitas rendah sehingga

harganya pun rendah. Untuk meningkatkan nilai

jualnya, susu sapi berkualitas rendah dapat diolah

menjadi produk fungsional, seperti produk sumber

probiotik, protein, vitamin, dan mineral atau produk

rendah lemak. Dengan harga bahan baku yang

rendah, harga jual produk olahannya akan dapat

bersaing dengan produk yang ada di pasaran. Pada

prinsipnya, susu sapi berkualitas rendah tidak me-

Mangga gedong tanpa perlakuan (kiri) dan dengan perlakuan perendaman dalam air panas (kanan).

Pascapanen

Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201179

ngandung patogen karena patogen dapat dimatikan

dengan pemanasan.

Proses Pembuatan Susu Fermentasi KeringProbiotik

Untuk membuat susu fermentasi kering probiotik, susu

sapi segar dipasteurisasi pada suhu 72°C hingga

volumenya berkurang 25%. Susu pasteurisasi lalu

diinokulasi bakteri Streptococcus lactis 0,5% dan

bakteri probiotik pada suhu 37°C lalu dibiarkan

terfermentasi selama 24 jam (kadar asam 1%).

Selanjutnya, suhu susu fermentasi dinaikkan secara

bertahap setiap 10°C dan dipertahankan selama 10

menit hingga suhu akhir mencapai 80°C. Whey (air)

dibuang dengan penyaringan, lalu gumpalan susu

dipres agar air keluar sempurna. Gumpalan lalu diberi

cita rasa dan pemanis, dicetak dengan ketebalan ±1,5

cm kemudian dioven pada suhu ±50°C selama 39-41

jam. Susu fermentasi kering kemudian dikeringangin-

kan dan dikemas menggunakan aluminum foil atau

plastik polipropilen (PP).

Proses Pembuatan Keju Rendah Lemak

Untuk membuat keju rendah lemak, susu segar

diturunkan kandungan lemaknya atau lemak diganti

dengan lemak nabati, kemudian dipasteurisasi pada

suhu 72°C selama 2 menit agar patogen mati. Susu

pasteurisasi lalu ditambah 0,15% CaCl2 dan di-

inokulasi S. lactis pada suhu 37°C. Kemudian

ditambahkan 0,005% rennet dan dibiarkan 30 menit

hingga susu menggumpal. Gumpalan susu kemudian

dipotong-potong kecil agar airnya keluar lalu disaring

untuk membuang 80% air. Gumpalan ditambah 2-

4% garam, dicetak, dipres, dan dibiarkan ±15 jam.

Keju segar lalu dilayukan (aging) selama tujuh hari

pada suhu 5-10°C, kemudian dilapisi dengan

pengental yang sesuai, misalnya karagenan. Agar

teksturnya lebih keras, pelayuan dilanjutkan sampai

3, 6 atau 12 bulan untuk menghasilkan keju muda,

medium, dan keju tua. Keju segar juga dapat dikemas

dengan aluminum foil kemudian dilayukan.

Teknologi untuk memproduksi susu fermentasi

kering dan keju rendah lemak cukup mudah dan

Susu fermentasi kering.

Keju rendah lemak dalam kemasan dan dengan edible coating.

Pascapanen

Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201180

sederhana sehingga dapat diaplikasikan pada skala

rumah tangga dan usaha kecil menengah (UKM).

Susu fermentasi kering memiliki nilai fungsional

sebagai sumber probiotik, kaya kalsium dan fosfor.

Keju rendah lemak yang teruji secara in vivo (pada

tikus) dapat menyeimbangkan kadar kolesterol low

density lipids (LDL) darah sehingga dapat mencegah

penyakit degeneratif seperti stroke dan jantung.

Teknologi Produksi Starter Mikroba

untuk Meningkatkan Mutu Biji

Kakao

Biji kakao Indonesia sebagian besar (85-90%)

diekspor dalam bentuk biji kakao kering tanpa

fermentasi dan bermutu sangat rendah. Biji kakao

segar mempunyai bau dan rasa yang tidak

menyenangkan sehingga harus difermentasi,

dikeringkan, dan disangrai untuk mendapatkan

karakteristik aroma dan cita rasa kakao.

Waktu fermentasi yang relatif lama merupakan

salah satu alasan petani enggan melakukan

fermentasi biji kakao. Alasan lainnya, petani tidak

memperoleh tambahan harga yang memadai untuk

biji kakao fermentasi dan alasan yang paling penting

adalah ingin cepat memperoleh uang tunai. Peng-

olahan biji kakao nonfermentasi relatif singkat. Biji

berpulp cukup dijemur 3-4 hari dan bisa langsung

dijual ke pedagang pengumpul. Biji kakao non-

fermentasi tidak memiliki cita rasa, aroma, dan warna

yang diharapkan pada produk coklat olahannya.

Walaupun demikian, biji ini tetap laku karena di-

gunakan sebagai bahan campuran atau diolah

menjadi produk coklat bermutu rendah.

Fermentasi biji kakao dengan menambahkan ragi

Saccharomyces cerevisiae dapat meningkatkan kadar

lemak menjadi dua kalinya dibandingkan kondisi awal,

Diagram alir proses fermentasi biji kakao.

Penimbangan

biji kakao

Inokulasi starter Pengadukan biji kakao

Pemasukan ke dalam

kotak fermentasi

Inkubasi/fermentasi

Penjemuran Biji kakao kering

Pencucian biji kakao fermentasi

Pascapanen

Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201181

sedangkan komponen asam menurun cukup

signifikan. Biji kakao yang difermentasi alami (cara

petani) memiliki kadar lemak, gula reduksi, kafein,

dan mineral yang rendah.

Nilai pH selama proses fermentasi meningkat

pada hari pertama sampai hari kedua, kemudian

menurun pada hari ketiga sampai ketujuh. Kadar air

dan kadar abu biji kakao masing-masing berkisar

2,57% dan 4,00% meningkat menjadi 3,95% dan

4,50% setelah disangrai. Kadar lemak, protein, dan

gula pereduksi cenderung meningkat. Komponen

asam, yaitu asam laktat, asam asetat, dan asam sitrat

menurun, demikian juga kadar etanol. Komposisi

media kultur mikroba terbaik adalah fruktosa : glukosa

: sukrosa : asam sitrat pada perbandingan 61,99 :

41 : 32 : 22,49 dengan kandungan 2, 3, 5, 6 tetrametil

pirazin, 2,5 dimetil pirazin, dan teobromin masing-

masing 1,57; 6,34; dan 0,76 mg/g dan nilai

desirability 0,76.

Kemampuan mikroba dalam proses fermentasi

dapat dilihat dari kadar biomassa, etanol, gula

reduksi, gula total, asam asetat, dan asam laktat yang

dihasilkan. Jumlah biomassa meningkat seiring

bertambahnya jumlah mikroba dalam proses

fermentasi.

Aplikasi kultur mikroba dalam fermentasi biji

kakao menunjukkan bahwa komposisi starter,

substrat, dan lama fermentasi memengaruhi kadar

lemak dan protein. Hasil optimasi komposisi media

terbaik adalah starter 22,5 mg dan substrat 1.200

mg untuk fermentasi 3 kg biji kakao dengan lama

fermentasi lima hari. Kadar protein, lemak, air, abu,

gula reduksi, dan gula total masing-masing 16,28%,

48,10%, 3,95%, 4,10%, 6,52%, dan 5,13%. Dari hasil

tersebut, kadar terendah untuk protein adalah

14,13%, lemak 23,79%, air 1,81%, abu 2,36%, gula

reduksi 4,31%, dan gula total 1,68%, sedangkan

kadar tertingginya masing-masing adalah 18,43%,

72,41%, 6,09%, 5,84%, 8,73%, dan 8,58%.

Mutu biji kakao hasil fermentasi lebih baik di-

bandingkan biji kakao nonfermentasi. Dengan

demikian, teknologi fermentasi meningkatkan nilai jual

biji kakao 40-50%.

Mekanisasi

Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201182

Mekanisasi

Inovasi teknologi mekanisasi pertanian memiliki kontribusi

penting dalam peningkatan produktivitas, efisiensi, mutu, dan

nilai tambah produk pertanian. Berkaitan dengan hal tersebut,

Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian (BBPMP) telah

merekayasa dan mengembangkan alat dan mesin pertanian

yang sesuai dengan kebutuhan pengguna. Pengembangan alat

dan mesin pengolah bahan pangan skala rumah tangga di

kawasan rumah pangan lestari di Pacitan, misalnya, berperan

penting dalam meningkatkan pendapatan keluarga serta

mendorong upaya diversifikasi pangan. Demikian pula

pengembangan mesin grading kentang, mangga, dan benih

kedelai serta mesin fermentasi biji kakao dapat meningkatkan

produktivitas, efisiensi, serta nilai tambah dan daya saing

produk. Penerapan alat dan mesin pertanian secara luas akan

lebih meningkatkan kontribusinya dalam peningkatan

kesejahteraan para pelaku usaha.

Mekanisasi

Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201183

Penerapan Alat Mesin Pertanian

Mendukung Kawasan Rumah

Pangan Lestari di Pacitan

Untuk menggerakkan kembali budaya menanam di

lahan pekarangan, baik di perkotaan maupun di

perdesaan, Kementerian Pertanian menyusun konsep

Model Kawasan Rumah Pangan Lestari (M-KRPL).

Pada tahun 2011, M-KRPL dilaksanakan di Desa Kayen,

Kecamatan Pacitan, Kabupaten Pacitan. Melalui M-

KRPL diperkenalkan cara memanfaatkan pekarangan

untuk budi daya tanaman pangan, sayuran, buah-

buahan, tanaman obat, ternak, dan ikan sehingga

dapat mendukung penyediaan bahan pangan keluarga

secara lestari. Untuk menyediakan benih tanaman di

kebun bibit desa, BBPMP memberi dukungan dalam

tata air mikro berupa peralatan irigasi tetes dan

sprinkler mikro untuk bibit serta mesin penggiling dan

pencampur pupuk organik.

Selain budi daya tanaman pekarangan, petani

juga digerakkan untuk meningkatkan diversifikasi

pangan lokal dengan mengembangkan usaha

pengolahan hasil tanaman yang ada di sekitar

lingkungan rumah tangganya, antara lain pengolahan

tepung ubi kayu untuk mensubstitusi terigu, kedelai

menjadi tempe maupun susu kedelai, dan pisang

menjadi keripik pisang. Untuk mendukung diversifikasi

pangan dan industri rumah tangga petani di KRPL,

BBPMP menerapkan hasil perekayasaan alat dan

mesin pengolah bahan pangan skala rumah tangga,

meliputi alat dan mesin pengolah ubi kayu ter-

fermentasi menjadi tepung dan pengupas kulit ari

untuk industri tempe skala rumah tangga. Dalam

menerapkan alat dan mesin tersebut, petani

mendapat pendampingan dan pelatihan untuk

memproduksi tepung ubi kayu fermentasi, susu

kedelai, dan keripik pisang. Diharapkan upaya ini

dapat meningkatkan pendapatan petani dan menjadi

Ubi kayu dikupas Penyawutan

Penepungan

Fermentasi

PenirisanPengeringan

Alat dan mesin untuk pengolahan tepung ubi kayu fermentasi.

Mekanisasi

Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201184

rujukan model pengembangan KRPL di desa dan

provinsi lain.

Mesin Grading Kentang Berdasar

Diameter

Harga kentang selain ditentukan oleh mutunya juga

bergantung pada ukurannya. Oleh karena itu, kentang

perlu dikelompokkan berdasarkan ukurannya.

Umumnya grading dilakukan secara manual sehingga

memerlukan waktu lama dan tenaga kerja yang

banyak. Mesin grading kentang yang ada masih

diimpor dengan harga cukup mahal (di atas Rp300

juta) dan dioperasikan oleh delapan orang tenaga

kerja. Untuk mengatasi masalah tersebut, BBPMP

telah merekayasa mesin grading kentang berdasarkan

diameter.

Kentang varietas Granola mempunyai bentuk

yang tidak beraturan, namun umumnya mendekati

bulat. Oleh karena itu, grading kentang dapat

didasarkan pada diameternya. Mekanisme kerja mesin

ini adalah berdasarkan perbedaan jarak antara pipa-

pipa yang dipasang sesuai dengan kelas yang

disyaratkan. Kentang ditumpahkan pada pengumpan

(hopper) yang dibuat miring, kemudian akan turun

melalui pipa-pipa yang bergerak mengikuti putaran

sproket. Kentang akan jatuh dari sela-sela pipa sesuai

dengan ukuran diameternya ke wadah penampung.

Hasil pengujian di lapangan menunjukkan mesin

ini mampu mengelompokkan kentang ke dalam empat

kelas (AL, AB, C, dan D) dengan kapasitas 1,8 t/jam

dengan menggunakan tiga orang tenaga kerja. Tingkat

kesalahan kelas rata-rata 9-10%, lebih besar

dibanding mesin eks Belanda, yaitu kurang dari 5%.

Namun, mesin ini harganya kurang dari separuh

harga mesin impor tersebut.

Mesin Grading Buah Berdasar Berat

Proses awal penanganan buah segar yaitu pe-

ngelompokan berdasarkan mutu (sortasi) dan ukuran

(grading). Buah yang seragam ukurannya (diameter,

berat, bentuk) mempunyai harga yang lebih tinggi.

Buah yang akan diekspor harus memenuhi standar

ukuran yang mengacu pada Standar Nasional

Indonesia (SNI) atau yang ditetapkan negara peng-

impor. Pengkelasan buah biasanya dilakukan secara

manual dengan mengandalkan tenaga manusia.

Beberapa mesin pengkelas telah tersedia, namun

mempunyai kelemahan, antara lain kapasitasnya kecil

(kurang dari 1 t/hari), tingkat akurasinya rendah, dan

fleksibilitas terhadap jenis buah sangat terbatas.

Untuk mengatasi masalah tersebut, BBPMP

merekayasa mesin grading buah berdasar berat.

Mesin dapat digunakan untuk mengelompokkan

berbagai jenis dan bentuk buah. Mesin terdiri atas

tiga komponen, yaitu hopper, feeder, dan unit pe-

nimbang. Mekanisme kerjanya adalah penimbangan

secara mekanis otomatis. Buah ditumpahkan dalam

hopper yang dibuat miring sehingga akan meng-

gelinding masuk ke feeder. Dalam feeder tumpukan

Mesin grading kentang berdasarkan diameter.

Mekanisasi

Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201185

buah akan bergerak satu per satu mengikuti conveyor

ke ujung feeder, kemudian jatuh ke mangkuk. Tiap

mangkuk akan melewati timbangan yang telah diatur

sesuai berat masing-masing kategori kelas buah.

Apabila berat buah masuk dalam kelas timbangan 1

maka mangkuk akan menjatuhkan buah ke dalam

wadah kelas 1 dan seterusnya. Kelas buah dapat

diatur melalui beban timbangan.

Pengujian pada mangga gedong menghasilkan

kapasitas mesin 600 kg/jam. Persentase salah sortir

5,6% karena posisi mangga gedong yang tidak tepat

di titik pusat beratnya.

Pemanfaatan Alat dan Mesin pada

Industri Mocaf di Sumatera Barat

Pengembangan alat dan mesin pengolahan dan reka-

yasa kelembagaan merupakan alternatif pemecahan

masalah dan kendala pengembangan industri Mocaf

dari ubi kayu di Sumatera Barat. Berkaitan dengan

hal tersebut, BBPMP mengintroduksikan mesin

penyawut serta melakukan rekayasa kelembagaan

berupa klaster – inti. Kelompok tani penghasil ubi

kayu berperan sebagai klaster dan Koperasi Mocal

Subur Jaya sebagai inti. Koperasi melakukan

pengolahan lebih lanjut berupa penepungan, pe-

ngemasan, dan pemasaran. Hasil tepung Mocaf

dipasarkan ke CV Cakrawala Mandiri.

Hasil uji kinerja mesin penyawut menunjukkan

kapasitas kerja mesin 1.022 kg/jam pada putaran

poros pisau 450 rpm dan celah pisau 3,5 mm,

sedangkan kapasitas kerja mesin sawut lokal hanya

54 kg/jam. Pada pengolahan ubi kayu di Koperasi

Mocal Subur Jaya, mesin penyawut tersebut bekerja

dengan kapasitas 1 t/jam. Untuk tahap awal, klaster

(kelompok tani) berfungsi sebagai penghasil ubi kayu

kupas, sedangkan Koperasi Mocal Subur Jaya sebagai

inti yang melakukan penyawutan, pengeringan, pe-

nepungan, pengemasan, dan pemasaran. Hasil

Buah bergerak dari hopper

ke feeder

Buah berada dalam mangkuk

penimbang

Buah jatuh dalam wadah sesuai kelasnya

Mesin grading buah berdasarkan berat.

Mekanisasi

Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201186

analisis ekonomi memperlihatkan biaya operasional

mesin penyawut Rp19.305/jam atau Rp19,31/kg ubi

kayu, sedangkan biaya mesin penyawut lokal men-

capai Rp343,48/kg ubi kayu. Dengan demikian, selain

dapat meningkatkan produktivitas tenaga kerja, mesin

penyawut rekayasa BBPMP dapat menekan biaya

penyawutan sampai 1.679%. Kesepakatan telah

dibuat antara Koperasi Mocal Subur Jaya sebagai

produsen tepung Mocaf dengan CV Cakrawala Mandiri

untuk menampung tepung Mocaf sebanyak 2 t/

minggu.

Rekayasa Mesin Grading Benih

Kedelai

Kebutuhan benih kedelai nasional hingga 2014

mencapai 31.000 t/tahun. Penggunaan benih bermutu

di tingkat petani masih rendah, meskipun pemerintah

telah melepas lebih dari 20 varietas unggul kedelai.

Peningkatan produksi benih kedelai melalui pem-

binaan penangkar benih memiliki nilai strategis. Untuk

menjamin mutu benih sebar (daya tumbuh minimal

70%) dengan ukuran benih yang seragam, pemerintah

telah menetapkan standar mutu benih kedelai.

Untuk menjamin mutu benih kedelai, BBPMP telah

merekayasa mesin pemilah (grading) benih kedelai

bekerja sama dengan Balai Penelitian Kacang-

kacangan dan Umbi-umbian (Balitkabi). Mesin meng-

gunakan tipe saringan lonjong (ukuran lubang 6, 5,

dan 4 mm) dan tipe saringan bulat sebagai pem-

Alsin penyawut ubi kayu dan hasil sawutan.

Modifikasi alsin grading benih kedelai hasil

rekayasa BBPMP – Balitkabi dan mesin saat

beroperasi.

Mekanisasi

Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201187

banding (ukuran lubang 6, 5, dan 4 mm) sesuai sifat

fisik varietas unggul kedelai. Hasil uji fungsional

kinerja menunjukkan, mesin dengan tipe saringan

lonjong dapat meningkatkan kapasitas alat dan kelas

mutu benih (mayoritas dari satu grade menjadi dua

grade), baik untuk kedelai biji besar maupun sedang,

dibandingkan dengan menggunakan tipe saringan

bulat. Kapasitas mesin dengan tipe saringan lonjong

berkisar antara 437-656 kg/jam, atau dengan waktu

kerja 8 jam/hari, kapasitas rata-rata sebesar 4,372

t/hari. Tingkat keseragaman benih hasil grading di

atas 90% atau tergolong cukup tinggi dan daya tumbuh

benih lebih besar dari standar mutu benih sebar

(70%). Pada tingkat harga alat Rp16 juta/unit dan

upah dua orang operator Rp150.000/hari, biaya pokok

pengoperasian alat sebesar Rp54/kg, titik impas 107

t/tahun, dan nisbah keuntungan dengan biaya (B/C)

1,59. Keunggulan lain alsin pengkelas benih kedelai

adalah perbaikan sistem per pada mekanisme

pemisahan cukup baik dan mempunyai prospek cukup

besar diterapkan di tingkat penangkar benih.

Rekayasa Alat Mesin Semprot Semi-

Otomatis untuk Mengendalikan OPT

Jeruk secara Sistemik pada Batang

Pengendalian organisme pengganggu tanaman (OPT)

jeruk oleh petani umumnya menggunakan insektisida

dengan mengaplikasikan penyemprotan volume tinggi

(high volume spraying technique = HVST) dengan

knapsack sprayer maupun power sprayer. Kelemahan

alat semprot tersebut adalah boros insektisida, mes-

kipun cukup praktis dan mudah digunakan. Aplikasi

alsin semprot yang lebih efektif dan efisien dalam

penggunaan air dan tenaga serta kompatibel untuk

berbagai kondisi tanaman perlu dipertimbangkan.

BBPMP bekerja sama dengan Balai Penelitian

Tanaman Jeruk dan Buah Subtropika (Balitjestro)

telah merekayasa alat aplikasi pestisida sistemik

melalui batang untuk meningkatkan efisiensi

pengendalian OPT, selain aman bagi musuh alami

dan ramah lingkungan. Prototipe alat yang disebut

Bark Pesticide Applicator (BPA) telah diuji di

laboratorium BBPMP, Serpong dan di Balitjestro, Batu.

Hasil pengujian menunjukkan, aplikasi insektisida

secara sistemik pada batang tanaman jeruk dengan

menggunakan BPA lebih efisien dan efektif dalam

mengendalikan kutu loncat jeruk Diaphorina citri dan

kutu daun Toxoptera sp. Aplikasi insektisida 4 ml/

batang secara murni dengan BPA mampu me-

ngendalikan kutu loncat jeruk hingga 28 hari dan kutu

daun sampai 16 hari. Aplikasi insektisida dengan alat

semprot hanya mampu menekan kutu loncat dan kutu

daun selama enam hari. Aplikasi insektisida pada

pertanaman jeruk umur 5 tahun seluas 1 ha dengan

alat BPA memerlukan waktu 2 jam, sedangkan

dengan alat semprot 5 jam. Pengendalian OPT dengan

BPA bersifat ramah lingkungan karena populasi musuh

alami dari famili Coccinellidae lebih banyak

dibandingkan dengan aplikasi insektisida secara

semprot pada kanopi tanaman.

Alsin penyemprot insektisida

hasil rekayasa BBPMP –

Balitjestro.

Mekanisasi

Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201188

Pengujian prototipe nozzle dengan cairan insektisida pada batang tanaman jeruk.

Aplikasi insektisida secara sistemik pada batang

dapat menekan kehilangan cairan insektisida hingga

30% dan waktu aplikasinya lebih cepat sehingga

secara langsung menurunkan biaya produksi. BPA

digolongkan ke dalam alsin untuk pertanian presisi.

Alsin ini berpotensi untuk dipatenkan dengan harga

lebih murah Rp1 juta/unit.

Pengembangan Proses dan Mesin

Fermentasi Biji Kopi

Biji kopi Indonesia dikenal sebagai “kopi asalan”

karena mutunya rendah dan banyak biji cacat.

Fermentasi merupakan salah satu tahap pengolahan

biji kopi yang memengaruhi mutu dan cita rasa kopi.

Petani kopi biasanya melakukan fermentasi secara

alami dalam karung plastik selama 12 jam, sambil

menunggu penjemuran pada esok harinya. Proses

fermentasi kopi dalam perut luwak selama 4-6 jam

dapat menghasilkan biji kopi dengan mutu, aroma,

dan cita rasa yang sesuai dengan selera konsumen.

Oleh karena itu, perlu dilakukan rekayasa proses dan

mesin fermentasi biji kopi yang dapat menyerupai

proses fermentasi dalam perut luwak.

BBPMP bekerja sama dengan Pusat Penelitian

Kopi dan Kakao (Puslitkoka) telah merekayasa proses

dan mesin fermentasi biji kopi secara terkendali.

Prototipe mesin fermentasi berkapasitas 50 kg/batch.

Mesin terdiri atas empat komponen utama, yaitu

reaktor fermentasi berbentuk silinder, sumber

pemanas menggunakan elemen listrik, tenaga peng-

gerak dan sistem transmisi, dan kotak pengendali.

Tenaga penggerak menggunakan motor listrik, dan

kendali suhu menggunakan thermocontrol dan jam

kendali. Kendali putaran menggunakan jam kendali

karena jumlah putaran per satuan waktu telah diatur

pada rasio puli dan gigi reduksi.

Proses fermentasi kopi dalam fermentor dipacu

dengan menambahkan aktivator organik berupa

kotoran luwak dan Rhizopus sp. dan berlangsung pada

Prototipe mesin fermentasi biji kopi secara

terkendali dan uji coba mesin fermentasi kopi.

Mekanisasi

Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201189

Buah kopi hasil panen dan biji kopi HS hasil

proses pengupasan.

suhu 30-40°C. Melalui proses tersebut, waktu

fermentasi lebih singkat dan konsistensi mutu akhir

produk lebih baik dibandingkan dengan proses

fermentasi konvensional. Limbah cair yang dihasilkan

dapat terlokalisasi dan termanfaatkan dengan baik.

Fermentor kopi terkendali memiliki kinerja yang

baik dan dapat digunakan untuk fermentasi biji kopi

arabika. Penggunaan aktivator organik dapat mem-

percepat proses peluruhan lapisan lendir yang

menempel pada permukaan biji kopi. Suhu proses

fermentasi yang baik dengan menggunakan aktivator

kotoran luwak dan Rhizopus sp. adalah 30°C.

Model Pengembangan Pertanian

Pedesaan melalui Inovasi SITT

Sawit-Sapi

Pengembangan Model Pembangunan Pertanian

Pedesaan Melalui Inovasi (MP3MI) bertujuan untuk

mendapatkan model pembangunan pertanian

pedesaan yang komprehensif berbasis sumberdaya

lokal, inovasi pertanian, dan kemandirian masyarakat

serta dilaksanakan secara partisipatif dengan pe-

rencanaan bersama melalui musyawarah dan pem-

berdayaan masyarakat petani dan pemangku

kepentingan di daerah. Pemilihan komoditas dan

inovasi pertanian didasarkan pada kesepakatan

masyarakat, permasalahan, dan potensi pengem-

bangan. Pengembangan infrastruktur dan kelembaga-

an menjadi tanggung jawab pemerintah daerah/dinas

terkait/petani. Bantuan hanya diberikan pada tahap

awal penerapan inovasi teknologi sebagai modal

kelompok.

BBPMP bersama dengan BPTP Riau, Dinas

Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Riau, dan

Dinas Perkebunan Provinsi Riau telah menerapkan

konsep MP3MI pada sistem integrasi tanaman -

ternak (SITT) sawit dengan dukungan alat mesin

pertanian. Dalam kegiatan tersebut, BBPMP berperan

dalam menyediakan inovasi alat mesin pertanian

untuk mendukung subsistem pakan, pupuk organik,

dan energi limbah bio. Hasil-hasil kegiatan MP3MI

SITT sawit di Provinsi Riau diinformasikan melalui

“Diskusi Teknis dan Temu Lapang Inovasi dan Pem-

belajaran SITT Berbasis Mektan” yang diselenggara-

kan di Pekanbaru pada 5 Juli 2011. Pada kesempatan

tersebut diserahkan fasilitas pabrik pakan skala kecil

pendukung SITT sawit.

Serah terima paket alat mesin pengolah

pakan ternak berbasis sawit oleh Kepala

BBPMP kepada Ketua Koperasi Bhirawa Bhakti.

Sosial Ekonomi dan Kebijakan

Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201190

Sosial Ekonomi dan

Kebijakan

Pengembangan inovasi teknologi dan kelembagaan untuk

meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani

memerlukan modal usaha yang mudah diakses. Untuk itu,

pemerintah telah memberikan bantuan langsung kepada

masyarakat (BLM) melalui program Pengembangan Usaha

Agribisnis Perdesaan (PUAP). Selain mengkaji program dan

kinerja PUAP, Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

(PSE-KP) pada tahun 2011 juga telah meneliti dampak

pembangunan pertanian dan perdesaan melalui Panel Petani

Nasional (PATANAS), peluang swasembada daging sapi, dan

dampak pengembangan Model Kawasan Rumah Pangan Lestari

(M-KRPL) di Pacitan, Jawa Timur, serta pengembangan usaha

Diversifikasi Pangan.

Sosial Ekonomi dan Kebijakan

Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201191

Penentuan Desa Calon Lokasi PUAP

dan Evaluasi Pelaksanaannya

Petani umumnya menghadapi kendala dalam

penyediaan modal maupun akses ke lembaga

permodalan. Oleh karena itu, sejak tahun 2000

pemerintah memberikan bantuan modal finansial

dalam bentuk bantuan langsung masyarakat (BLM)

ke kelompok tani atau gabungan kelompok tani

(gapoktan). Sejak 2008, BLM diperkenalkan melalui

program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan

(PUAP). Untuk menyempurnakan pelaksanaan

program PUAP 2011, Badan Litbang Pertanian me-

lakukan identifikasi untuk menyusun calon penerima

BLM PUAP serta mengevaluasi program dan

kinerjanya. Evaluasi dilakukan di empat provinsi, yakni

Banten, Jawa Timur, Sumatera Utara, dan Nusa

Tenggara Barat, yang meliputi 32 desa/gapoktan yang

tersebar di delapan kabupaten.

Evaluasi difokuskan pada program secara

keseluruhan dan pengembangan agribisnis dalam

kaitannya dengan sumber permodalan mikro serta

mengusulkan alternatif model lembaga keuangan

mikro agribisnis (LKM-A) yang tepat untuk diterapkan

di desa penerima BLM PUAP. Untuk jangka pendek,

LKM-A dapat bekerja sama dengan lembaga yang

sudah memiliki badan hukum seperti koperasi, Bank

Perkreditan Rakyat (BPR), dan lembaga keuangan

mikro lainnya.

Penyusunan Calon Penerima PUAP

Dalam kurun waktu 2008-2010, Kementerian Per-

tanian telah merealisasikan pencairan dana BLM

PUAP untuk 29.013 gapoktan yang tersebar di 33

provinsi, yakni 10.542 gapoktan pada 2008, 9.884

gapoktan pada 2009, dan 8.587 gapoktan pada 2010.

Hingga November 2011, dari target 10.000 gapoktan,

Salah satu tahapan kegiatan dalam identifikasi calon penerima PUAP.

Sosial Ekonomi dan Kebijakan

Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201192

dana BLM PUAP mencakup 6.697 gapoktan dengan

nilai lebih dari Rp669 miliar. Hal ini berarti sampai

2011, dari seluruh desa di Indonesia (lebih dari 70.000

desa), separuhnya telah menerima dana BLM PUAP.

Sumber usulan calon penerima BLM PUAP adalah

pemerintah daerah, aspirasi masyarakat, dan unit

kerja eselon I lingkup Kementerian Pertanian.

Mekanisme pengusulannya selalu mengikuti

perubahan yang terjadi karena adanya penyesuaian

pelaksanaan PUAP. Demikian pula kriteria desa calon

penerima BLM PUAP, berubah karena berdasarkan

kondisi di lapangan, sulit untuk menemukan desa-

desa miskin karena sebagian besar telah memperoleh

BLM PUAP pada tahun sebelumnya.

Pada 2011, di Kementerian Pertanian juga ter-

jadi perubahan struktur organisasi. Ketua Pokja

Identifikasi Desa Tim PUAP Pusat yang awalnya

PSE-KP beralih ke Direktorat Pembiayaan Pertanian,

Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian. Oleh karena

itu, pada tahun 2011 PSE-KP hanya membantu

Direktorat Pembiayaan Pertanian dalam melak-

sanakan tugasnya.

Evaluasi Kinerja PUAP

Evaluasi terhadap aspek input menunjukkan, penyu-

sunan juklak dan juknis bervariasi, bergantung pada

kepentingan masing-masing pemerintah daerah.

Provinsi Sumatera Utara membuat juklak dan juknis

untuk menampung dana dari APBD, sedangkan

Kabupaten Lombok Barat, NTB, tidak menyusun juklak

dan juknis karena pedoman umum yang disusun Tim

PUAP Pusat telah sesuai dan mudah dipahami. Materi

pelatihan penyelia mitra tani (PMT) telah dilengkapi

praktik, namun sebagian materi praktik perlu di-

sempurnakan agar mudah diterapkan, yaitu e-form

dan kelembagaan petani.

Jumlah bantuan modal masih kurang dibanding-

kan dengan kebutuhan anggota, kelompok sasaran

kurang tepat, sosialisasi program kurang, namun

perencanaan sudah baik. Masalah atau kendala utama

dalam pelaksanaan program PUAP adalah dalam hal

sosialisasi, pemantauan, evaluasi, dan pelaporan.

Penyaluran dana BLM PUAP masih dilakukan oleh

pengurus gapoktan atau unit usaha di bawah

gapoktan. LKM-A masih jarang ditemui, kecuali di

Jawa Timur dan Kabupaten Karo, walaupun masih

berupa unit usaha di bawah gapoktan dan pengurus-

nya masih merangkap sebagai pengurus gapoktan.

Dana PUAP di masing-masing gapoktan umumnya

sudah disalurkan ke anggota, hanya 12,5-37,5%

yang belum menyalurkan dana awal ke anggota.

Perputaran dana PUAP rata-rata pada perputaran

kedua hingga keempat, meskipun masih ada ga-

poktan penerima BLM PUAP tahun 2009 di Banten

dan Jawa Timur baru pada putaran pertama.

Operasionalisasi kegiatan LKM-A membutuhkan

pembinaan kepengurusan dan supervisi untuk

kegiatan administrasi maupun usaha ekonomi

produkif.

Dana BLM PUAP umumnya digunakan untuk

kegiatan budi daya dan hanya sebagian kecil untuk

nonbudi daya. Dana BLM PUAP dapat mendukung

usaha agribisnis, yakni untuk pengadaan sarana

produksi pertanian, dan sebagian kecil untuk bibit

ternak.

Introduksi inovasi teknologi dan rekayasa

kelembagaan lebih menekankan pada pendekatan

budaya material (bantuan dana, alsintan, sarana

produksi) dibanding nonmaterial (membangun sistem

nilai). Peran BPTP dalam menyediakan inovasi

teknologi cukup menonjol. Pembinaan kelembagaan

gapoktan dan LKM-A menggunakan pendekatan

kelompok, namun pendekatan partisipatif belum

dilakukan secara maksimal. Pengembangan

kelembagaan gapoktan dan LKM-A cenderung

menggunakan pendekatan struktural.

Secara umum dana PUAP berpengaruh terhadap

peningkatan pendapatan petani, meskipun relatif

kecil. Hal tersebut terlihat dari kemampuan untuk

mengembalikan pinjaman PUAP, memenuhi kebutuh-

an modal untuk musim tanam berikutnya maupun

kebutuhan rumah tangga, seperti pendidikan bagi

anggota keluarga. Sebelum PUAP, petani sering

menunda masa tanam karena kekurangan modal.

Di Kabupaten Karo, Sumatera Utara, BLM PUAP

telah meningkatkan serapan tenaga kerja. Dengan

Sosial Ekonomi dan Kebijakan

Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201193

lebih intensifnya petani dalam mengelola usaha tani,

seperti pemupukan dan pemberantasan hama

penyakit maka tenaga kerja yang dicurahkan pun lebih

banyak, baik yang bersumber dari dalam maupun

luar keluarga.

Unit usaha simpan pinjam pada gapoktan di

Kabupaten Karo sudah diberi nama LKM-A, hanya

belum sepenuhnya berfungsi sebagai lembaga

keuangan mikro agribisnis. Kepengurusan LKM-A

masih merangkap sebagai pengurus gapoktan.

Struktur organisasi pengelola LKM-A juga bervariasi.

Oleh karena itu, perlu dibuat standar baku struktur

organisasi LKM-A sehingga setiap daerah yang akan

membentuk LKM-A dapat menyesuaikannya dengan

kondisi dan situasi di daerah masing-masing.

Evaluasi Program PUAP

Kelembagaan pengelola Program PUAP merupakan

faktor pendorong keberhasilan program. Hal ini juga

memberikan indikasi pentingnya efisiensi lembaga

dengan perangkat administratifnya (peraturan,

pendanaan, dan pengelola/manajemen) untuk

mencapai keberhasilan program.

Komponen utama pendorong keberhasilan

program PUAP, yakni SDM dan fasilitasi usaha,

mempunyai tingkat kepentingan tertinggi dibanding

dua komponen lainnya, manajemen dan infrastruktur

dan dukungan finansial. Hal ini merupakan indikasi

yang cukup kuat untuk meningkatkan kinerja program

PUAP, dengan menata ulang kelembagaan yang

terlibat dalam penyelenggaraan kegiatan untuk

memperoleh manfaat yang optimal. Tiga unsur yang

perlu didorong dalam komponen utama adalah: (1)

keanggotaan gapoktan yang aktif dengan usaha

produktif; (2) pendampingan dalam kegiatan usaha

ekonomi; dan (3) penyediaan sarana dan prasarana

operasional kegiatan.

Transformasi kelembagaan gapoktan/LKM-A

agar lebih efektif melaksanakan kegiatannya

membutuhkan adanya: (1) kompatibilitas antara

struktur organisasi dengan peran dan fungsi yang

harus dijalankan; (2) aturan yang jelas dan

transparan; (3) keterampilan teknis dan kapabilitas

manajerial pengurus; (4) jiwa kewirausahaan

pengurus dan anggota; dan (5) jaringan kerja yang

semakin luas. Transformasi kelembagaan menjadi

kelembagaan hukum dapat berupa gapoktan dengan

akta notaris atau Badan Usaha Milik Petani. Unit usaha

simpan pinjam atau LKM-A dapat ditransformasi

menjadi koperasi simpan pinjam atau koperasi serba

usaha.

Panel Petani Nasional (PATANAS)

Untuk mengetahui hasil dan dampak pembangunan

pertanian, khususnya terhadap peningkatan

kesejahteraan petani, pemerintah membutuhkan

informasi dalam bentuk indikator-indikator pem-

bangunan ekonomi untuk mempertajam tujuan,

kebijakan, dan program pembangunan pertanian.

Dalam rangka menyediakan informasi tersebut, sejak

1983 PSE-KP melakukan penelitian Panel Petani

Nasional (PATANAS) secara periodik dalam interval

waktu tertentu pada lokasi (desa) dan rumah tangga

yang sama.

Pada tahun 2006, penelitian Patanas disem-

purnakan dari segi tipologi desa dan indikator

pembangunan yang dianalisis. Sebelum 2006, tipologi

desa lokasi penelitian Patanas adalah desa sawah

irigasi berbasis padi. Namun sejak 2007, tipologi desa

lokasi penelitian Patanas meliputi desa sawah irigasi

berbasis padi, desa lahan kering berbasis palawija

dan sayuran, dan desa lahan kering berbasis

perkebunan. Indikator pembangunan yang dianalisis

mencakup distribusi pemilikan/penguasaan lahan,

produktivitas tenaga kerja, produktivitas lahan,

struktur pengeluaran rumah tangga, dan distribusi

pendapatan. Selain indikator-indikator tersebut

ditambahkan indikator nilai tukar petani, persentase

penduduk miskin, dan kecukupan energi dan protein.

Pada tahun 2011, survei dilakukan pada rumah

tangga di agroekosistem lahan kering berbasis

sayuran dan palawija. Penelitian bertujuan untuk

menyajikan sejumlah indikator yang merefleksikan

dinamika hasil dan dampak pembangunan pertanian

dan perdesaan di wilayah tersebut, khususnya di

tingkat usaha tani dan rumah tangga.

Sosial Ekonomi dan Kebijakan

Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201194

Pada desa-desa lokasi penelitian, luas lahan

tegalan relatif tetap namun jumlah penduduk terus

meningkat sehingga tekanan penduduk terhadap

lahan pertanian pun makin berat, yang diindikasikan

oleh rata-rata luas lahan tegalan per rumah tangga

yang makin sempit. Konsekuensinya, daya serap

subsektor tanaman pangan terhadap pertambahan

tenaga kerja makin terbatas. Fenomena setengah

pengangguran dijumpai di desa-desa lokasi pe-

nelitian, yang diindikasikan terjadinya migrasi

penduduk yang memiliki tingkat pendidikan dan

keterampilan yang rendah serta tingkat dan laju

kenaikan upah tenaga kerja yang relatif rendah selama

2008-2010. Fenomena ini mengisyaratkan pemerintah

perlu segera membuka seluas-luasnya lapangan kerja

di sektor nonpertanian.

Kapasitas produksi usaha tani komoditas utama

masih berpotensi ditingkatkan melalui penggunaan

benih unggul berlabel dan pemupukan berimbang.

Dalam kaitan ini, pemerintah perlu memberikan

subsidi pupuk anorganik serta benih palawija dan

sayuran untuk mengurangi beban biaya usaha tani

yang harus ditanggung petani.

Diversifikasi sumber pendapatan perlu dilakukan

rumah tangga petani sebagai konsekuensi ter-

batasnya pendapatan dari usaha tani. Dengan meng-

gunakan pangsa pengeluaran pangan sebagai

petunjuk tingkat kesejahteraan, selama 2008-2011

secara agregat kesejahteraan rumah tangga petani

lahan kering berbasis palawija meningkat, yang

ditunjukkan oleh penurunan pangsa pengeluaran

untuk pangan dari 62% pada 2008 menjadi 57% pada

2011. Namun tingkat kesejahteraan rumah tangga

petani lahan kering berbasis sayuran menurun, yang

ditunjukkan oleh kenaikan pangsa pengeluaran untuk

pangan dari 47% pada 2008 menjadi hampir 57%

pada 2011.

Mengacu pada garis kemiskinan BPS 2010,

jumlah rumah tangga miskin di lokasi contoh menurun

selama periode 2008-2011. Namun bila dilihat dari

profitabilitas usaha tani cenderung menurun, demikian

halnya dengan tingkat dan laju upah tenaga kerja

pertanian relatif rendah. Oleh karena itu, program

raskin akan tetap bermanfaat untuk meringankan

beban pengeluaran, khususnya untuk pangan bagi

penduduk miskin, selektif sesuai sasaran.

Akselerasi Swasembada Daging

Sapi

Senjang permintaan dan penawaran daging sapi

terus melebar dan ketergantungan pada impor daging

sapi makin meningkat. Kondisi ini mendorong

pemerintah melakukan upaya terobosan untuk

berswasembada daging sapi dan kerbau melalui

Program Swasembada Daging Sapi (PSDS) 2014.

PSE-KP melakukan analisis terhadap konsep PSDS,

serta mengevaluasi implementasi dan dampaknya.

Penelitian dilakukan di DKI Jakarta, Nanggroe Aceh

Darussalam, Riau, Jawa Barat, dan Nusa Tenggara

Barat.

Penelitian PATANAS untuk memperoleh

informasi mengenai indikator-indikator

pembangunan ekonomi.

Sosial Ekonomi dan Kebijakan

Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201195

Dinamika dan Konsepsi PSDS

Secara umum konsep PSDS 2014 lebih baik dan lebih

lengkap dibanding konsep swasembada daging

sebelumnya, baik dari sisi instrumen kebijakan,

dukungan dana, maupun tata kelola program/

manajemen. Namun, dengan mempertimbangkan

tenggang waktu capaian swasembada, konsep PSDS

2014, dan ketidakberhasilan program swasembada

daging sebelumnya, perlu penajaman kegiatan yang

mencakup (1) pengembangan usaha pembiakan dan

penggemukan sapi lokal; (2) optimalisasi inseminasi

buatan (IB) dan intensifikasi kawin alam (INKA); (3)

penyediaan dan pengembangan pakan dan air; (4)

penanggulangan gangguan reproduksi dan

peningkatan pelayanan kesehatan hewan; (5)

penyelamatan sapi betina produktif (SPB); dan (6)

pengaturan stok sapi bakalan dan daging di antaranya

melalui pengendalian impor.

Implementasi Dasar Pendukung PSDS 2014

Kegiatan PSDS 2014 yang didanai Ditjen Peternakan

dan Kesehatan Hewan hanya sebagai pengungkit.

Dalam operasionalnya, PSDS 2014 mendapat

dukungan berbagai pihak lingkup Kementan,

kementerian lain, Pemda, dan pihak swasta. Di tingkat

pusat, peran Unit Manajemen dalam operasionalisasi

PSDS 2014 masih sangat lemah karena yang berpe-

ran dominan adalah masing-masing Direktorat dan

Sekretariat lingkup Ditjen Peternakan dan Kesehatan

Hewan. Di tingkat provinsi dan kabupaten, kegiatan

PSDS 2014 dilaksanakan oleh pejabat struktural

karena terbatasnya jumlah tenaga terampil. Program

PSDS 2014 didukung cetak biru sebagai pedoman

pelaksanaan kegiatan. Berdasarkan Permentan No.

19/2010, telah disusun pedoman umum, pedoman

teknis, dan petunjuk pelaksanaan, namun sosiali-

sasinya di berbagai daerah belum memadai.

Penyediaan Sapi Bakalan/Daging Sapi Lokal

Peningkatan populasi sapi potong tidak cukup dengan

merelokasi sapi dari sentra produksi ke daerah

pengembangan baru, tetapi juga perlu mendatangkan

sapi bibit impor. Sapi bibit impor disebar ke kelompok

yang berpengalaman atau ke usaha sapi potong skala

menengah. Peningkatan populasi dan produksi ternak

dan daging sapi berpengaruh positif terhadap

kelompok peternak. Namun demikian perlu juga ada

dorongan agar BUMN dan pihak swasta skala

menengah untuk dapat berinvestasi pada usaha

sapi potong.

Sebagian kelompok peternak dan sarjana

membangun desa (SMD) mengalami kesulitan dalam

menjalankan usaha ternak sapi karena kurangnya

pengalaman, sehingga perlu binaan Dinas dan kerja

sama dengan SMD maju. Pupuk organik dan biogas

sebagai produk samping usaha ternak belum

memberikan kontribusi yang signifikan terhadap

peningkatan pendapatan peternak.

Integrasi sawit-sapi berpotensi meningkatkan

populasi dan produksi ternak dan daging sapi. Riau

yang memiliki kebun sawit terluas di Indonesia dapat

menjadi daerah pertumbuhan baru industri sapi

potong melalui pola integrasi sawit-sapi.

Kondisi rumah potong hewan (RPH) di Indonesia,

terutama bangunan, fasilitas, higienitas, sanitasi, dan

jumlahnya masih jauh dari standar internasional.

Kondisi ini menyebabkan banyaknya praktik

pemotongan ternak di luar RPH pemerintah. Pem-

bangunan RPH berstandar internasional sulit dan

memerlukan biaya besar, namun secara bertahap

perlu dilakukan.

Integrasi sawit-sapi untuk meningkatkan

populasi dan produksi daging sapi.

Sosial Ekonomi dan Kebijakan

Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201196

Peningkatan Produktivitas danReproduktivitas Sapi Lokal

Pelaksanaan inseminasi buatan (IB) mengalami

berbagai hambatan. Service per conception (S/C) 2,7,

conception rate (CR) 38%, dan jarak beranak berkisar

18 bulan. Di tingkat peternak, masalah yang dijumpai

adalah rendahnya kemampuan dalam mendeteksi

berahi sehingga peternak terlambat melapor ke

petugas. Hal tersebut dipersulit oleh terbatasnya

tenaga dan sarana transportasi petugas. Faktor yang

tidak kalah pentingnya adalah rendahnya nutrisi

ternak. Dengan adanya kelemahan tersebut maka

perkawinan secara alami perlu dioptimalkan, ter-

utama pada daerah yang memiliki padang peng-

gembalaan, yang dibarengi dengan penyediaan

pejantan unggul.

Ketersediaan pakan murah, bergizi, dan mudah

didapat merupakan prasyarat untuk keberlanjutan

usaha peternak. Upaya tersebut dapat dilakukan

dengan introduksi teknologi pakan dari BPTP. Peran

pemerintah dan swasta sangat diperlukan untuk

menindaklanjuti teknologi tersebut agar dapat

diaplikasikan secara massal, sehingga harganya

terjangkau.

Gangguan reproduksi yang paling utama adalah

hypufungsi ovary dan repeat breeder. Pada sebagian

daerah juga terdapat gangguan penyakit bruselosis

dan cacingan yang dapat menurunkan produktivitas

dan reproduktivitas ternak. Pemberian pakan yang

berkualitas baik dapat menghindarkan ternak dari

gangguan penyakit tersebut.

Pencegahan Pemotongan Sapi BetinaProduktif

Pencegahan pemotongan sapi betina produktif (SPB)

memerlukan komitmen seluruh komponen terkait,

tidak saja peternak dan pedagang, tetapi juga petugas

pemerintah. Peternak menjual SPB karena tidak

mempunyai alternatif lain untuk memperoleh uang

tunai, sedangkan sebagian pedagang hanya memburu

keuntungan. Penegakan hukum yang dibarengi

dengan edukasi diharapkan dapat mengatasi masalah

tersebut secara bertahap.

Penyelamatan SPB dapat dilakukan dengan cara

membeli sapi dengan harga di bawah harga pasar

sebagai bantuan pinalti dan memberikan peringatan

keras kepada pedagang. Oleh karena itu, diperlukan

dana talangan untuk menyelamatkan SPB. Skim usaha

kelompok peternak penyelamat SPB perlu dievaluasi

dan diperbaiki agar hasilnya efektif.

Penyediaan Bibit Sapi

Pengembangan sapi dengan IB melalui produksi

semen beku pejantan unggul sudah tercapai sesuai

target. Agar efisien, fungsi BIB lebih diarahkan untuk

menjaring pejantan-pejantan unggul lokal.

Dalam mendukung PSDS 2014, Balai Pembibitan

Ternak Unggul (BPTU) diperkirakan hanya mampu

menghasilkan sekitar 2.500 ekor bibit sapi, jauh dari

target 17.745 ekor. Untuk mencapai target tersebut,

peran BPTU lebih diarahkan untuk membina Village

Breeding Center (VBC) bekerja sama dengan Disnak

setempat. Peran utama yang perlu ditingkatkan

adalah melakukan sertifikasi bibit jantan dan betina

dengan menggunakan kriteria bobot lahir, tinggi

gumba, panjang badan, lingkar dada, dan kondisi

eksterior lain.

Kegiatan VBC sebaiknya tidak dimasukkan dalam

kegiatan mendukung PSDS 2014. Dana yang ada dapat

digunakan untuk kegiatan lain yang memperkuat

usaha pengembangbiakan sapi. Kegiatan VBC hanya

dilakukan pada daerah-daerah yang memiliki sumber-

daya bibit sapi potensial dan mudah melakukan

pengawasan kegiatan pemurnian, seperti di

Kabupaten Aceh Besar untuk sapi aceh; di Bali, NTB

dan Kupang untuk sapi bali; di Sumba untuk sapi SO;

dan di Madura untuk sapi madura.

Realisasi KUPS untuk memperbanyak sapi bibit

menghadapi berbagai kendala terkait aturan

perbankan. Pada beberapa daerah, peran bank

daerah sangat positif sehingga ke depan dapat lebih

ditingkatkan. Realisasi KUPS harus memerhatikan

pengguna. Jika kredit lebih banyak dimanfaatkan

swasta besar tanpa melibatkan kelompok peternak

dikhawatirkan misi PSDS 2014 untuk mensejahterakan

peternak tidak dapat tercapai.

Sosial Ekonomi dan Kebijakan

Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201197

Pengaturan Stok Daging Sapi Dalam Negeri

Koordinasi penyusunan prognosa kebutuhan daging

sapi menjadi kunci penyempurnaan pengaturan stok

daging sapi di dalam negeri, disertai revitalisasi fungsi

Badan Karantina Pertanian guna meningkatkan

pendapatan peternak sapi lokal dan menjaga stabilitas

harga daging sapi di pasar domestik. Impor hanya

untuk menutupi kekurangan produksi dalam negeri.

Distribusi dan pemasaran sapi dan daging sapi

perlu memerhatikan aspek kesehatan ternak dan

masyarakat. Pencegahan penyakit menular dari

ternak ke ternak atau dari ternak ke manusia perlu

menjadi agenda semua pihak yang terlibat dalam

distribusi dan pemasaran. Kesadaran masyarakat

akan pentingnya memperoleh daging ASUH perlu

ditingkatkan. Pedagang perlu pula memerhatikan

aspek kesehatan ternak dalam mendistribusikan

ternak dari sentra produksi hingga ke RPH.

Pengembangan Usaha Diversifikasi

Pangan

Diversifikasi pangan merupakan salah satu strategi

untuk mencapai ketahanan pangan. Salah satu upaya

untuk meningkatkan diversifikasi pangan adalah

melalui percepatan penganekaragaman konsumsi

pangan pokok berbasis sumberdaya lokal. Dalam

upaya mendukung program percepatan diversifikasi

konsumsi pangan berbasis sumberdaya lokal. Badan

Litbang Pertanian menghasilkan inovasi teknologi

pengolahan makanan dan alat mesin. Upaya tersebut

sekaligus untuk meningkatkan substitusi aneka tepung

lokal terhadap terigu, seperti tepung kasava dan

Mocaf, tepung ubi jalar, dan tepung jagung.

Indonesia memiliki keanekaragaman pangan

yang sangat besar, baik dari kelompok umbi-umbian,

serealia, buah-buahan maupun pangan lainnya.

Berkaitan dengan hal tersebut, pengembangan

sumber pangan lokal didasarkan pada pertimbangan

berikut: (1) merupakan sumber karbohidrat, seperti

ubi jalar, padi, jagung, dan ubi kayu; (2) mempunyai

potensi produktivitas yang tinggi; (3) memiliki potensi

diversifikasi produk yang beragam; (4) memiliki

kandungan zat gizi yang beragam; dan (5) memiliki

potensi permintaan pasar lokal, regional, maupun

ekspor yang terus meningkat. PSE-KP telah melakukan

penelitian pengembangan diversifikasi konsumsi

pangan di tujuh lokasi, yaitu: (1) Jawa Barat (Badan

Ketahanan Pangan); (2) Kota Bogor (pusat penelitian,

balai penelitian, dan BB penelitian lingkup wilayah

Bogor); (3) Kabupaten Bandung (Dinas Pertanian

dan kelompok tani); (4) Kabupaten Bandung Barat

(kelompok tani); (5) Kabupaten Gunung Kidul, DI

Yogyakarta (BP2KP); (6) Kabupaten Malang (Balitkabi);

Distribusi dan pemasaran sapi dan daging sapi perlu memerhatikan kesehatan ternak dan masyarakat.

Sosial Ekonomi dan Kebijakan

Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201198

dan (7) Kabupaten Trenggalek (Badan Ketahanan

Pangan).

Preferensi Konsumen terhadap Pangan Pokokdan Kudapan

Dari 471 responden, 41,2% di antaranya memilih ubi

kayu sebagai bahan pangan pokok pengganti beras,

lainnya memilih ubi jalar (27,8%), kombinasi ubi kayu

dan ubi jalar (9,3%), serta sorgum dan hanjeli

masing-masing 6,6 dan 1,3%. Sorgum dan hanjeli

memiliki kandungan gizi yang lebih baik dibanding

ubi kayu dan ubi jalar.

Sebanyak 45,9% responden tidak terlalu

menuntut bentuk olahan, cukup direbus, dikukus atau

digoreng, tetapi sebagian (19-21%) mengharapkan

bentuk olahan berupa mi, beras sorgum, beras

jagung, dan beras singkong. Responden lebih banyak

yang memilih rasa asli (70,3%), sedangkan sebagian

lainnya memilih cita rasa pandan, stroberi, atau

kombinasi. Untuk kandungan gizi, responden

mengharapkan kandungannya minimal sama dengan

beras (39,3%), lebih baik dari beras (36,5%) atau

sesuai dengan pangan pokok yang digunakan

(22,3%). Untuk bahan pangan kudapan pengganti

terigu, responden cenderung memilih ubi kayu

(37,8%), ubi jalar (35,7%), sorgum (4,3%), dan

hanjeli (1,9%), sedangkan yang memilih kombinasi

hampir 16%. Dengan demikian, bahan kudapan dapat

menggunakan ubi kayu yang diubah menjadi tepung

ubi kayu atau Mocaf.

Permintaan Pasar

Berdasarkan kajian, jenis pangan pokok sebagai

pengganti beras yang disarankan adalah beras

sorgum, beras jagung, dan beras singkong (RaSi).

Jika program diversifikasi pangan dengan pola

mengganti pangan pokok beras dengan ketiga jenis

beras tersebut di Badan Litbang Pertanian, maka

diperlukan beras sorgum, jagung, dan beras singkong

masing-masing sebanyak 12 ton/tahun. Jika program

diversifikasi dilaksanakan di Bogor, diperlukan beras

sorgum, jagung, dan ubi kayu masing-masing 3.734

ton/tahun. Jenis pangan kudapan yang layak untuk

mengurangi penggunaan terigu adalah kue kering

almon, getuk, brownies, dan bolu kukus.

Model Pengembangan Diversifikasi Pangan

Model pengembangan diversifikasi pangan di wilayah

Bogor dengan konsumen karyawan Satuan Kerja

(Satker) Badan Libang Pertanian di wilayah Bogor

adalah model alternatif-I, yakni bahan baku,

pengolahan, teknologi, dan pemasaran ditangani oleh

Badan Litbang Pertanian. Alternatif-I membutuhkan

infrastruktur seperti: (1) lahan seluas 6,60 ha untuk

pengadaan bahan baku; (2) ruang kerja dan produksi;

(3) alat untuk menyediakan bahan baku, pengolahan,

dan transportasi; (4) modal awal untuk benih

penyediaan bahan baku dan pengolahan; (5)

kelembagaan pengelola; dan (6) instrumen berupa

law enforcement dan power enforcement. Dukungan

Beras jagung dan tepung mocaf untuk mendukung diversifikasi pangan.

Sosial Ekonomi dan Kebijakan

Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 201199

satker dan peranannya dalam pengembangan

program diversifikasi pangan adalah: (1) Badan

Litbang Pertanian sebagai penanggung jawab,

pengarah, dan pengawas; (2) BB Biogen dan Balittro

sebagai penyedia lahan 6,60 ha; (3) BBPMP sebagai

sumber teknologi alat pengolahan pangan; (4) BB

Pascapanen sebagai koordinator dan sumber

teknologi pengolahan pangan; (5) unit KP mem-

produksi bahan baku pangan (sorgum, jagung, dan

ubi kayu); (6) unit pengolah bahan baku mengeringkan

dan sebagian mengolah menjadi beras sorgum,

jagung, dan ubi kayu; (7) unit showroom menyimpan

produk bahan pangan dan pangan jadi dan men-

distribusikannya ke satker di sekitar Bogor; (8) seluruh

satker di wilayah Bogor selain memiliki peran utama

juga sebagai pasar untuk kegiatan rapat dan makan

siang; dan (9) outlet, SKPD, serta tempat wisata

sebagai alternatif pengembangan pasar.

Pada model alternatif-II, bahan baku dan

pengolahan ditangani oleh pihak swasta (pemasok),

sedangkan teknologi dan pemasaran ditangani oleh

Badan Litbang Pertanian. Alternatif-II memerlukan

dukungan infrastruktur seperti: (1) ruang kerja; (2)

alat dan sarana transportasi; (3) modal awal untuk

pembelian pangan jadi; (4) kelembagaan pengelola;

dan (5) instrumen berupa law enforcement dan

power enforcement. Dukungan satker dan peranan

utamanya dalam pengembangan program diversifi-

kasi pangan adalah: (1) Badan Litbang Pertanian

sebagai penanggung jawab, pengarah, dan

pengawas; (2) BBPMP sebagai sumber teknologi alat

pengolahan pangan; (3) BB Pascapanen sebagai

koordinator dan sumber teknologi pengolahan

pangan; (4) unit showroom berfungsi sebagai

pengadaan pangan, menyimpan produk bahan

pangan dan pangan jadi yang siap didistribusikan ke

satker di sekitar Bogor; (5) seluruh satker di wilayah

Bogor selain memiliki peran utama juga sebagai pasar

untuk kegiatan rapat dan makan siang; dan (6) outlet,

SKPD, serta tempat wisata sebagai alternatif

pengembangan pasar baru.

Untuk menjalankan model alternatif-II perlu ada

penekanan kegiatan, di antaranya: (1) pengawasan

dan kontrol secara rutin dari pimpinan pusat terhadap

pelaksanaan kegiatan tiap bulan, seperti yang

dilaksanakan oleh Sekwilda Jawa Barat; dan (2) perlu

ada pengelola khusus yang dibebaskan dari tugas

administrasi, terutama pada unit vital seperti unit

pengolahan, pemasaran, dan distribusi.

Dengan memerhatikan sifat produk yang

diprogramkan pada pengembangan diversifikasi

pangan, kedua model ini memungkinkan untuk

dilaksanakan. Titik kritis terletak pada penyediaan

lahan dan peralatan pengolahan bahan baku dan

pengolahan pangan itu sendiri.

Pengembangan Model Kawasan

Rumah Pangan Lestari

Luas lahan pekarangan Indonesia mencapai 10,3 juta

hektare atau 14% dari luas lahan pertanian. Lahan

pekarangan mempunyai berbagai fungsi, antara lain

melestarikan sumberdaya alam dan lingkungan,

mengonservasi plasma nutfah, serta fungsi ekonomi,

sosial, dan estetika. Namun, umumnya masyarakat

belum memanfaatkan lahan pekarangan secara

optimal. Pemanfaatan lahan pekarangan untuk

komoditas pangan lokal dan komoditas yang bernilai

ekonomi tinggi dapat mencukupi sebagian kebutuhan

pangan, menghemat pengeluaran, dan meningkatkan

pendapatan rumah tangga. Pada tahun 2011 Badan

Litbang Pertanian mengembangkan pemanfaatan

lahan pekarangan melalui Model Kawasan Rumah

Pangan Lestari (M-KRPL). Pengembangan M-KRPL

diinisiasi di Dusun Jelok, Desa Kayen, Kabupaten

Pacitan, Jawa Timur. Berkaitan dengan hal tersebut,

PSE-KP melakukan penelitian untuk mengevaluasi

dampak pengembangan M-KRPL terhadap kesejah-

teraan rumah tangga dan ekonomi di perdesaan.

Hasil evaluasi kinerja terhadap pelaksanaan M-

KRPL menunjukkan tahapan pengembangan M-KRPL

perlu melalui proses sosial yang matang. Kelem-

bagaan pengelola KRPL belum terbentuk sehingga

distribusi bantuan menggunakan kelembagaan

pemerintah di tingkat lokal (RT, RW/Kepala Dusun,

dan pamong desa). Pembinaan melalui pendekatan

individual dan kelompok perlu diperkuat dalam

meningkatkan partisipasi masyarakat. Introduksi lebih

mengarah melalui budaya material, menggunakan

Sosial Ekonomi dan Kebijakan

Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2011100

teknologi atau intensifikasi sebagai entry point, namun

masih lemah dalam pengembangan kelembagaan

dan pemberdayaan masyarakat secara partisipatif.

Kelembagaan pengelola M-KRPL harus segera

dikembangkan melalui kelembagaan lokal yang telah

ada. Kelembagaan pendukung perlu dikembangkan

dan mengintegrasikan M-KRPL dengan program-

program pembangunan pertanian dan pemberdayaan

masyarakat pada pemerintah daerah.

Dampak M-KRPL

Pengembangan M-KRPL memberikan dampak positif

terhadap pola konsumsi pangan dan pola pangan

harapan (PPH). Melalui M-KRPL, skor PPH meningkat

dari 65,6% menjadi 77,5% atau sudah di atas target

PPH Kabupaten Pacitan 2012-2014, namun masih di

bawah target 2015 sebesar 80,9%.

Kontribusi produksi yang bersumber dari lahan

pekarangan terhadap total konsumsi rumah tangga

berkisar antara 1-15% atau rata-rata 6,8%. Kontribusi

terbesar secara berturut-turut adalah dari sayuran,

umbi-umbian, ternak, dan buah-buahan. Penerapan

M-KRPL dapat mengurangi pengeluaran rumah tangga

untuk konsumsi pangan, berturut-turut untuk sayuran,

umbi-umbian, produk ternak (telur), dan ikan.

Dampak M-KRPL terhadap tingkat pendapatan

rumah tangga relatif masih kecil dan bervariasi sesuai

luas lahan pekarangan. Sumbangan lahan pekarang-

an terhadap total pendapatan rumah tangga setelah

menerapkan M-KRPL mencapai 6,8%. Untuk

pekarangan dengan luas < 100 m2, sumbangannya

terhadap pendapatan berkisar antara 1-4%. Peka-

rangan dengan luas 100-300 m2 memberi sumbangan

pendapatan 4-8%, dan yang luasnya lebih dari 300

m2 (kategori luas) berkisar antara 8-15%.

Dampak M-KRPL terhadap pengembangan

ekonomi produktif di perdesaan masih terbatas,

dalam bentuk usaha pembibitan, pengolahan hasil

pertanian, dan usaha dagang. Untuk meningkatkan

nilai tambah umbi-umbian, masyarakat telah me-

ngembangkan pengolahan tepung ubi kayu dan garut,

pembuatan keripik pisang, mbote, dan ubi kayu,

serta susu kedelai. Produksi cabai rawit dipasarkan

ke luar wilayah kabupaten, seperti Wonogiri, Gunung

Kidul, dan Ponorogo.

Pengembangan M-KRPL untuk mendukung penyediaan pangan keluarga secara lestari.

Sosial Ekonomi dan Kebijakan

Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2011101

Pengembangan M-KRPL

Ke depan, pengembangan M-KRPL dapat meng-

gunakan dua pola. Pola pertama, secara integratif

melibatkan beberapa kelembagaan, seperti gapoktan

untuk memasok sarana produksi (bibit, pupuk, dan

obat-obatan) dan pemasaran hasil, PKK dan

kelompok dasa wisma untuk mengelola M-KRPL,

serta kelembagaan pemerintah pusat, daerah,

maupun desa yang berfungsi dalam mediasi dan

fasilitatif. Pola kedua, kelembagaan secara terpadu

dari hulu hingga hilir dikelola PKK dan kelompok dasa

wisma, dengan melibatkan Koperasi Wanita

(KOPWAN) sebagai lembaga keuangan dan unit

pemasaran dari produk-produk yang dihasilkan oleh

petani peserta M-KRPL. Membangun kelembagaan

kemitraan usaha yang bersifat saling membutuhkan,

saling memperkuat dan saling menguntungkan antara

petani dan perusahaan pengolah hasil pertanian juga

sangat penting.

Inovasi Spesifik Lokasi

Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2011102

Inovasi Spesifik Lokasi

Inovasi pertanian spesifik lokasi merupakan salah satu

komponen penting dalam pembangunan pertanian. Adanya

respons terhadap perubahan strategi pembangunan pertanian

nasional, menuntut ketersediaan inovasi pertanian yang

semakin meningkat. Dengan demikian, Balai Besar Pengkajian

dan Pengembangan Teknologi Pertanian sebagai institusi yang

mendapat tugas untuk melaksanakan pengkajian dan

pengembangan teknologi pertanian, memiliki ruang yang besar

untuk berkiprah dalam mendukung pembangunan pertanian.

Kegiatan pengkajian dan pengembangan teknologi pertanian

tersebut dilaksanakan di 31 Balai Pengkajian Teknologi

Pertanian (BPTP) dan dua Loka Pengkajian Teknologi Pertanian

(LPTP) di Sulawesi Barat dan Kepulauan Riau, untuk mendukung

pencapaian empat target sukses Kementerian Pertanian.

Inovasi Spesifik Lokasi

Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2011103

Percepatan Adopsi Varietas Unggul

Baru Padi Sawah dan Padi Rawa

Pengganti IR64 dan Ciherang

Dalam rangka mendukung Program Peningkatan

Produksi Beras Nasional (P2BN), BPTP Bengkulu

melaksanakan pengkajian dan introduksi VUB padi

sehingga petani tidak lagi menanam varietas unggul

lama, varietas lokal, atau VUB secara terus-menerus,

seperti IR64 dan Ciherang. Mengingat karakteristik

petani yang beragam maka pemahaman terhadap

karakteristik mereka merupakan suatu keharusan

dalam mengintroduksikan inovasi teknologi. Kepu-

tusan petani dalam memilih teknologi yang akan

diterapkan, selain dipengaruhi pandangannya ter-

hadap risiko usaha, juga akan ditentukan oleh

ketersediaan sumberdaya petani dan kelembagaan

pendukung yang ada di perdesaan.

Pengkajian dilaksanakan di enam kabupaten

dengan jumlah responden 152 petani. Hasil peng-

kajian menunjukkan 118 petani (77,63%) telah

menggunakan VUB padi. Sebanyak 139 petani

(91,45%) memiliki persepsi yang baik terhadap VUB

padi. Hal ini berarti tidak semua petani yang memiliki

persepsi baik terhadap VUB menggunakan VUB di

lahan mereka. Kondisi ini dipengaruhi oleh pengalam-

an petani dalam berusaha tani padi, luas lahan, dan

intensitas ke lahan sawah. Faktor penghambat adopsi

adalah benih kurang tersedia (49,34% responden),

pemeliharaan VUB lebih sulit (42,11% responden),

dan harga benih lebih mahal dibanding benih lokal

(61,18% responden). Faktor-faktor yang mendorong

petani menggunakan VUB adalah penggunaan pupuk

lebih sedikit, umur tanaman lebih genjah, produk-

tivitas lebih tinggi, tahan terhadap OPT, penampakan

gabah lebih baik, dan daya adaptasi baik.

Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk

meningkatkan produktivitas dan produksi padi di

Bengkulu adalah penggunaan VUB yang memiliki

potensi hasil tinggi dan benihnya tersedia. Untuk

mempercepat adopsi VUB padi, kegiatan diseminasi

seperti demfarm, visitor plot, dan M-P3MI perlu

dikembangkan di setiap kabupaten, khususnya di

sentra produksi padi.

Pengembangan Varietas Unggul

Padi dengan Hasil Tinggi dari Ratun

Produktivitas padi di lahan pasang surut dapat

ditingkatkan antara lain dengan memanfaatkan

tanaman ratun, yaitu tunggul tanaman padi yang

Hamparan padi varietas unggul baru di lahan pasang surut

Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah.

Inovasi Spesifik Lokasi

Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2011104

tumbuh kembali setelah dipanen. Teknologi ini telah

dikenal masyarakat, khususnya di lahan pasang surut

pada usaha tani padi lokal. Namun, petani hanya

melakukannya seadanya dengan membiarkan

tanaman tumbuh kembali setelah dipanen dan

memanennya jika ratun telah siap dipanen. Perbaikan

teknologi budi daya ratun dengan menggunakan

varietas unggul, pemupukan, pengaturan tinggi

pemotongan, dan pemberian air dapat meningkatkan

hasil panen.

Hasil pengkajian di lahan pasang surut tipe B di

Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah dengan

menggunakan varietas IR42, Batanghari, Ciherang,

Intani-2, dan Batang Samo menunjukkan, varietas

Batang Samo yang dipupuk setengah dari dosis

tanaman utama menghasilkan gabah total dari ratun

tertinggi (rata-rata 127,11 butir/malai), meskipun

tidak berbeda dengan varietas Ciherang dan IR42.

Pemberian pupuk seperempat dosis tanaman utama

pada varietas Batang Samo menghasilkan gabah total

dan gabah isi terendah. Sebaliknya varietas Intani-2

yang dipupuk stengah dosis tanaman utama meng-

hasilkan gabah total dan gabah isi terendah, tetapi

bila dipupuk seperempat dosis tanaman utama,

menghasilkan gabah total dan gabah isi tertinggi. Hal

tersebut mengindikasikan ratun varietas Batang Samo

responsif terhadap takaran pemupukan lebih tinggi,

sedangkan ratun varietas Intani-2 lebih respons

terhadap dosis pemupukan rendah

Fase pertumbuhan tanaman ratun pada semua

varietas lebih pendek dibandingkan tanaman utama.

Rata-rata selisih antara umur berbunga dan umur

panen hanya 27,30 hari. Keluarnya tunas ratun sering

diikuti keluarnya bunga sehingga ratun hanya

mengalami dua fase pertumbuhan, yaitu fase

reproduktif dan pemasakan.

Usaha tani padi dengan sistem ratun melalui

pengelolaan pemupukan dan air layak diusahakan di

lahan pasang surut. Penerapan teknologi ini mampu

memberikan tambahan pendapatan Rp7.022.500/ha

untuk ratun yang diberi pupuk setengah dosis tanaman

utama dan Rp6.287.250/ha untuk ratun yang dipupuk

seperempat dosis tanaman utama, dengan nilai MBCR

masing-masing 11,4 dan 13,9.

Caplak Beroda untuk Pertanaman

Padi

Caplak yang biasa digunakan petani dalam menanam

padi belum optimal. Oleh karena itu, dirancang caplak

beroda untuk mempermudah dan mempercepat

pembuatan garis tanam padi pada lahan sawah

sehingga menghemat tenaga kerja. Ukuran diameter

roda 19,1 cm dan jarak antarroda 20 cm dan 40 cm,

yang akan membentuk pola garis tanam padi (20 cm

x 20 cm) x 40 cm sesuai rekomendasi pada

penanaman yang optimal. Tangkai caplak beroda

dapat digeser 10-12 cm sehingga sejajar dengan roda

untuk membentuk lorong.

Keunggulan caplak beroda dibandingkan dengan

caplak biasa yaitu: (1) menghemat tenaga kerja untuk

pembuatan pola garis tanam hingga 50%, seperti yang

diterapkan petani di Kabupaten Seluma; biaya mem-

buat garis tanam menurun dari Rp400.000 menjadi

Rp200.000 bila menggunakan caplak beroda; (2)

membentuk pola garis tanam padi untuk sistem

legowo 4:1 dengan jarak tanam dalam barisan

maupun antarbarisan yang lurus; (3) bidang tanam

tidak terinjak pada saat pembuatan garis tanam

sehingga mempermudah penanaman; (4) sesuai

digunakan pada petakan sawah yang luas maupun

sempit dan berkelok; dan (5) menggunakan sistem

Caplak beroda mempermudah dan

mempercepat pembuatan garis tanam pada

lahan sawah.

Inovasi Spesifik Lokasi

Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2011105

bongkar-pasang sehingga menghemat tempat

penyimpanan dan mudah dibawa. Penerapan tekno-

logi caplak beroda mempermudah dan mempercepat

petani untuk mengadopsi sistem tanam legowo 4:1

yang memiliki populasi tanaman optimal, sehingga

berpotensi meningkatkan hasil padi. Jarak tanam yang

tepat menjadikan pertanaman lebih teratur sehingga

mempermudah pembuatan petak ubinan guna

memperkirakan hasil padi.

Kontribusi SL-PTT Kedelai terhadap

Peningkatan Produksi

Program Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman

Terpadu (SL-PTT) kedelai sudah berjalan tiga tahun

dan terbukti mampu memacu peningkatan produk-

tivitas kedelai nasional. Namun, pelaksanaan SL-PTT

memerlukan kondisi dan persyaratan pendukung.

Unsur “bantuan” masih belum dapat dilepaskan dari

pendekatan ini, khususnya penyediaan sarana

produksi dan biaya pelatihan.

Hasil pengkajian di Jawa Tengah menunjukkan,

penerapan PTT meningkatkan produksi dan produk-

tivitas kedelai masing-masing 39% dan 30%, dengan

kontribusi SL-PTT terhadap produktivitas sebesar

569,65 kg/ha. Kenaikan produksi dan produktivitas di

Nusa Tenggara Barat (NTB) masing-masing 33,7%

dan 21,7%, dengan kontribusi SL-PTT 498,67 kg/ha.

Di Jawa Tengah, total biaya adopsi yang harus

dikeluarkan petani sekitar Rp1.174,54/kg sedangkan

di NTB Rp1.050,68/kg. PTT juga mampu memberikan

keuntungan usaha tani yang cukup menarik, yang

ditunjukkan oleh nilai B/C di Jawa Tengah dan NTB

berturut-turut 1,21 dan 1,34, serta MBCR masing-

masing 3,73 dan 4,55. Dengan demikian, usaha tani

kedelai dengan menerapkan PTT layak untuk di-

kembangkan.

Tingkat pengetahuan dan penerapan petani

terhadap komponen teknologi PTT tergolong tinggi,

khususnya pada komponen teknologi utama. Faktor

utama yang mendorong petani menerapkan PTT yaitu

teknologinya diyakini meningkatkan hasil, mudah

diterapkan, dan sudah tersedia. Tingkat adopsi PTT

SL-PTT kedelai di Nusa Tenggara Barat dengan peningkatan hasil 21,7% atau rata-rata 0,5 t/ha

dibanding non-SL-PTT.

Inovasi Spesifik Lokasi

Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2011106

berkaitan erat dengan karakteristik petani. Di Jawa

Tengah, variabel yang berpengaruh positif dan

signifikan terhadap adopsi semua komponen teknologi

PTT adalah tingkat pendidikan formal, sedangkan di

NTB adalah tingkat pendidikan formal, umur, dan

frekuensi mengikuti pembelajaran sekolah lapang.

Kelembagaan kelompok tani, penyuluh, dan pengamat

hama memiliki kontribusi terbesar dalam memper-

kenalkan dan mendorong petani menerapkan inovasi

PTT.

Penyelenggaraan SL-PTT di kedua lokasi cukup

baik dan memberi kontribusi terhadap peningkatan

produksi. Namun ke depan, berbagai upaya perbaikan

perlu dilakukan, yang meliputi: (1) pemilihan CP-CL

sebagai salah satu faktor kunci terselenggaranya

sekolah lapang harus dilakukan dengan baik; (2)

pembelajaran perlu dilakukan secara optimal dengan

pendampingan intensif dari penyuluh lapangan; (3)

adopsi PTT setelah selesai mengikuti sekolah lapang

perlu diungkap untuk mengetahui keberlanjutannya;

dan (4) pemahaman bahwa PTT merupakan

“program bagi-bagi bantuan” memengaruhi kemauan

petani dalam mengadopsi teknologi, khususnya

varietas unggul baru, pupuk, dan obat-obatan,

termasuk keberlanjutan adopsinya setelah sekolah

lapang berakhir.

Sistem Usaha Tani Kedelai pada

Lahan Kering dan Sawah

Salah satu wilayah pengembangan kedelai di

Indonesia adalah Provinsi Banten dengan potensi

lahan sawah 134.558 ha dan lahan kering 9.000 ha,

sedangkan yang baru dimanfaatkan 4.975 ha dengan

produktivitas 1,10-1,38 t/ha. Pengembangan kedelai

di lahan kering dihadapkan pada kondisi tanah yang

kurang subur, kemasaman tanah tinggi, kandungan

aluminium tinggi, bahan organik rendah, ketersediaan

hara N, P, K, Ca, dan Mg rendah, serta kemampuan

tanah mengikat air juga rendah. Masalah tersebut

dapat diatasi melalui penerapan teknologi ameliorasi

lahan, seperti penggunaan pupuk organik dan pupuk

hayati, pemupukan sesuai status hara tanah, dan

penggunaan kapur. Di lahan sawah setelah padi,

permasalahannya lebih kompleks terkait dengan

tingginya kejenuhan air, kepadatan tanah dan struktur

tanah, pengendalian lengas tanah, pengelolaan hara,

pengendalian OPT, dan penanganan pascapanen yang

harus tepat. Berdasarkan keadaan tersebut BPTP

Banten melakukan pengkajian untuk mengidentifikasi

kondisi biofisik lahan serta mengetahui daya adaptasi

dan produktivitas beberapa varietas unggul kedelai

Kedelai varietas Burangrang mampu berproduksi 1,7 t/ha di lahan kering.

Inovasi Spesifik Lokasi

Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2011107

pada lahan sawah dan lahan kering di Kabupaten

Lebak dan Serang.

Varietas unggul kedelai yang dikaji yaitu

Anjasmoro, Argomulyo, Grobogan, Burangrang, Wilis,

dan Detam-1. Setiap lokasi memiliki 24 petak

percobaan dengan ukuran plot 4 m x 5 m dan jarak

tanam 40 cm x 15 cm. Lahan diberi kapur 1,5 t, pupuk

organik 2 t, urea 50 kg, SP-36 75-100 kg, dan KCl

50-75 kg/ha.

Pertumbuhan tanaman dan hasil kedelai sangat

ditentukan oleh faktor agroklimat (tanah dan iklim),

genetik, dan pengelolaan tanaman. Kedelai akan

berproduksi optimal jika ditanam pada tanah yang

gembur, lapisan olah dalam, kandungan bahan

organik sedang-tinggi, hara makro dan mikro cukup,

pH 5,5-6,5, dan kelembapan tanah cukup. Lahan

kering di Kabupaten Lebak bersifat agak masam

dengan pH 4,3, sedangkan pada lokasi lainnya pH

berkisar antara 6,0-6,3. Kandungan N pada lahan

sawah dan lahan kering berkisar antara 0,12-0,13

mg/100 g, lebih tinggi dibandingkan dengan Kabu-

paten Serang yang hanya 0,03-0,07 mg/100 g.

Kandungan hara P lahan sawah 109-135 mg/100 g,

lebih tinggi dibandingkan dengan lahan kering (27-

31 mg/100 g). Hara K tertinggi terdapat pada lahan

sawah di Lebak, yakni 102 mg/100 g, sedangkan

lokasi lainnya relatif sama yaitu 31-42 mg/100 g.

Daya tumbuh benih kedelai di lahan sawah Lebak

berkisar antara 91,9-96,9%. Hasil tertinggi diper-

lihatkan oleh varietas Wilis dan terendah pada varietas

Anjasmoro. Di lahan sawah Serang, daya tumbuh

benih berkisar antara 82,8-91,7% dengan hasil

tertinggi pada varietas Wilis dan terendah pada

varietas Detam-1. Pada lahan kering di Lebak, daya

tumbuh benih berkisar antara 76,7-96,7%, dengan

hasil tertinggi pada varietas Wilis dan terendah pada

varietas Grobogan, sedangkan di Serang daya tumbuh

benih 76,4-87,4% dengan hasil tertinggi pada varietas

Anjasmoro dan terendah pada varietas Burangrang.

Pertumbuhan tanaman pada lahan sawah lebih

baik dibanding pada lahan kering. Tinggi tanaman

kedelai pada umur 42 hari setelah tanam (HST) di

lahan sawah Lebak berkisar antara 38-59 cm (rata-

rata 48,3 cm) dan pada lahan kering 33-61 cm (rata-

rata 40,1 cm). Produktivitas kedelai di lahan sawah

juga lebih tinggi dibandingkan dengan di lahan kering.

Rata-rata produktivitas varietas Anjasmoro di lahan

sawah adalah 2,79 t, Argomulyo 2,83 t, Grobogan

1,56 t, Burangrang 2,65 t, Detam-1 2,05 t, dan Wilis

2,88 t/ha. Pada lahan kering, varietas Anjasmoro

mampu berproduksi 1,60 t, Argomulyo 1,30 t,

Grobogan 0,76 t, Burangrang 1,70 t, Detam-1 1,26 t,

dan Wilis 2,14 t/ha. Secara keseluruhan, produktivitas

kedelai di lahan sawah berkisar antara 1,56-2,88 t/

ha (rata-rata 2,46 t/ha), sedangkan di lahan kering

0,76-2,14 t/ha (rata-rata 1,51 t/ha).

Inovasi Teknologi Pembuatan Cabai

Kopay Blok

Produksi cabai merah, termasuk cabai kopay di

Sumatera Barat terus meningkat dari 13.458 ton pada

tahun 2005 menjadi 41.243 ton pada 2010. Sebagian

besar cabai diperdagangkan di pasar dalam negeri

dalam bentuk cabai segar. Hal ini menyebabkan daya

saing komoditas cabai menjadi rendah. Dibandingkan

dengan produk segar, produk olahan cabai mampu

memberi nilai tambah hingga 80%. Beberapa bentuk

olahan cabai yaitu cabai giling dalam kemasan, cabai

tablet/blok, saos cabai, cabai kering, cabai bubuk,

dan manisan cabai.

Cabai blok dibuat dari cabai giling kering dengan

perlakuan tertentu dan ditambahkan beberapa jenis

bahan pengisi (filler) untuk menghasilkan tekstur yang

Cabai kopay blok dalam kemasan.

Inovasi Spesifik Lokasi

Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2011108

kompak. Beberapa jenis pengisi yang dimanfaatkan

dalam industri pengolahan pangan adalah gum arab,

CMC, maizena, dan tapioka. Maizena merupakan

bahan pengisi terbaik untuk pengolahan cabai kopay

blok. Untuk tekstur yang lebih padat, gum arab adalah

yang terbaik karena tekstur cabai blok lebih rekat dan

padat. Untuk kemudahan rehidrasi, maizena mem-

buat cabai kopay blok lebih mudah direhidrasi dan

terlarut.

Analisis ekonomi pengolahan cabai kopay blok

memperoleh nilai R/C 1,56, artinya pengolahan dapat

meningkatkan nilai tambah 56% dari penjualan cabai

segar. Dengan demikian, usaha cabai blok berpotensi

dikembangkan sebagai industri rumah tangga untuk

meningkatkan kesejahteraan masyarakat, khususnya

petani cabai.

Dukungan Program PUAP pada

Peremajaan Tanaman Kakao

Untuk meningkatkan produktivitas kakao, sejak tahun

2008 pemerintah melaksanakan Gernas Kakao melalui

tiga program utama. Pertama, melakukan peremaja-

an pertanaman kakao yang rusak dengan klon unggul

baru dengan bantuan dana Rp1 juta/ha untuk

penebangan dan pembongkaran tunggul pohon.

Kedua, melakukan rehabilitasi pertanaman yang

produktivitasnya rendah melalui sambung samping.

Untuk kegiatan ini, petani mendapat bantuan dana

Rp750 ribu/ha untuk pemangkasan dan penebangan

batang utama kakao bila tanaman sambung samping

sudah tumbuh baik. Ketiga, melakukan intensifikasi

pertanaman yang kurang produktif melalui penerapan

teknik budi daya standar dan bantuan langsung Rp1

juta/ha dalam bentuk saprodi dan benih tanaman

pangan untuk ditanam selama tanaman kakao masih

muda.

Di wilayah Kabupaten Kolaka, bantuan Program

Gernas Kakao hanya untuk sambung samping karena

sebagian besar tanaman kakao sudah tua, lebih dari

15 tahun. Dengan adanya Program Gernas Kakao dan

dukungan program PUAP, petani secara konsisten

menerapkan lima komponen teknologi, yaitu sambung

samping, entres klon unggul, penggunaan pohon

pelindung, pemupukan NPK, dan pengendalian OPT.

Penerapan teknologi tersebut meningkatkan produk-

tivitas tanaman kakao dari 250 kg menjadi 500-750

kg/ha. BLM PUAP dapat membantu petani dalam

penyediaan sarana produksi seperti pupuk dan

pestisida. Ini mengindikasikan BLM PUAP berperan

dalam adopsi teknologi pertanian, khususnya pada

tanaman kakao.

Perbaikan Manajemen Kandang

untuk Pembibitan Sapi Bali

Sapi bali memberi kontribusi cukup besar terhadap

industri sapi potong di Nusa Tenggara Barat dan

Peremajaan tanaman kakao dengan sambung samping.

Inovasi Spesifik Lokasi

Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2011109

kawasan timur Indonesia. Upaya meningkatkan

produktivitas sapi bali sangat penting dalam rangka

mendukung program swasembada daging sapi dan

meningkatkan pendapatan peternak. Sapi bali telah

beradaptasi dengan kondisi peternakan skala kecil di

kawasan timur Indonesia dan memberi kontribusi

nyata terhadap penghasilan peternak.

NTB merupakan salah satu dari empat daerah

sumber sapi bali. Keunggulan sapi bali asal NTB antara

lain adalah bebas penyakit strategis dan potensi

produktivitasnya tinggi. Permintaan bibit sapi bali asal

NTB terus meningkat, namun ketersediaan bibit

semakin terbatas.

Di Pulau Lombok terdapat 775 kandang kompleks

yang dapat dikembangkan menjadi basis produksi

bibit sapi bali. Penelitian kolaborasi antara ACIAR,

Fakultas Peternakan Universitas Mataram, dan BPTP

NTB bekerja sama dengan peneliti dari University of

Queensland, Department of Primary Industries dan

CSIRO Sustainable Ecosystems Australia pada 36

kandang kompleks di Kabupaten Lombok Tengah.

Penelitian kolaborasi ini telah menghasilkan teknologi

“Posyandu Sapi Bali”. Teknologi tersebut dapat

meningkatkan produktivitas sapi bali, antara lain

angka kelahiran 86,7%, bobot lahir 16 kg, bobot sapih

90 kg, tinggi gumba umur 12 bulan lebih dari 110

cm, dan pedet yang lahir sesuai dengan ciri-ciri sapi

Kelompok kandang kompleks Putri Bekekem di Lombok Tengah, NTB (kiri) dan kandang perkawinan

yang terletak di dalam kandang kelompok untuk pejantan sapi bali terseleksi (kanan).

Pejantan sapi bali terseleksi (kiri) dan pedet sapi bali hasil penerapan teknologi posyandu sapi bali

(kanan).

Inovasi Spesifik Lokasi

Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2011110

bali. Sapi bali dari NTB berpotensi untuk mencapai

standar SNI pada umur yang lebih muda. Sapi betina

umur 12 bulan memiliki tinggi gumba rata-rata 110

cm, lebih tinggi dari standar SNI untuk ternak betina

umur 18-24 bulan dengan tinggi gumba 105 cm. Untuk

mempercepat adopsi, digunakan slogan “3 S” (Satu

Induk, Satu Anak, Satu Tahun).

Selanjutnya BPTP NTB melakukan penelitian

perbaikan manajemen kelembagaan kandang

kompleks di Kabupaten Lombok Tengah dengan

melibatkan 235 peternak. Penelitian menghasilkan

inovasi manajemen kelembagaan kandang kompleks

untuk memproduksi bibit sapi bali, model perbibitan

sapi bali berbasis masyarakat, aktivitas kelompok yang

terkait dengan pembibitan sapi bali, data adopsi,

kinerja, dan dampak penerapan teknologi “Posyandu

Sapi Bali”.

Semua kelembagaan kandang kompleks telah

melakukan pencatatan tanggal perkawinan dan

penimbangan bobot lahir, yang merupakan aktivitas

dasar dalam pembibitan sapi bali. Semua peternak

mengadopsi teknologi “Posyandu Sapi Bali” dan

mendapat pedet setiap 12 bulan sehingga berpotensi

menjual sapi setiap tahun. Mereka sebelumnya

memperoleh pedet dua ekor dalam tiga tahun. Rata-

rata bobot lahir pedet 16,7 kg dan pedet mencirikan

khas sapi bali. Kelembagaan dipergunakan oleh Dinas

Peternakan Provinsi NTB untuk melaksanakan

program-programnya, seperti penyelamatan sapi

betina produktif. Pemerintah Provinsi NTB juga

menggunakan teknologi “Posyandu Sapi Bali” sebagai

komponen program NTB Bumi Sejuta Sapi (NTB-BSS).

Introduksi Tanaman Pakan Unggul

Pennisetum purpureum di Sentra

Sapi Potong

Di perdesaan Sulawesi Utara, hanya 30% vegetasi

pastura alam yang sesuai untuk pakan sapi,

selebihnya berupa gulma. Carrying capacity pastura

alam di Sulut hanya 1-2 unit ternak (UT) sapi per

hektare. Introduksi tanaman pakan unggul

Pennisetum purpureum Schum cv Mott (PpM) dapat

meningkatkan carrying capacity menjadi lebih dari

20 UT/ha. Oleh karena itu, BPTP Sulawesi Utara

melakukan pengkajian untuk memperluas penyebaran

PpM pada sentra produksi sapi, mempercepat adopsi

inovasi hijauan pakan berproduksi dan bermutu tinggi,

dan mengkaji adaptasi PpM di lingkungan baru.

Kegiatan dilaksanakan di Kabupaten Minahasa dan

Bolaang Mongondow pada empat lokasi di wilayah

padat populasi sapi.

Lahan untuk penanaman diolah sempurna dan

setek PpM dua buku ditanam dengan jarak 50 cm x

100 cm. Penyiangan sesuai kebutuhan, pemupukan

P dan K pada 14 HST dan 6 bulan kemudian dengan

dosis masing-masing 100 kg/ha. Pupuk urea 200 kg/

ha diberikan pada 30 dan 45 HST dan pada setiap

Pastura alam di bawah tegakan tanaman

kelapa (atas) dan penanaman rumput unggul

di bawah tegakan tanaman kelapa (bawah).

Inovasi Spesifik Lokasi

Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2011111

pemotongan. Pemotongan pertama pada 75 HST dan

selanjutnya dengan interval 45 hari. Tinggi pemotong-

an 5 cm dari permukaan tanah.

Keragaan PpM bervariasi antarlokasi pada panen

pertama. Pemotongan pertama pada umur 75 HST

menghasilkan pakan segar 4,69 kg/rumpun. Dengan

populasi 20.000 tanaman/ha dikurangi 20% tidak

efektif (menjadi hanya 16.000 tanaman), potensi hasil

pada panen pertama adalah 75.040 kg/ha. Dengan

jarak pemotongan 45 hari, dalam setahun rumput

dapat dipanen 8,3 kali sehingga hasil pakan segar

per tahun adalah 600.320 kg/ha. Jika ternak

mengonsumsi pakan segar 40 kg/ekor/hari maka

carrying capacity PpM per hektare pada lahan di

bawah tegakan kelapa adalah 41,11 ST.

Kombinasi pupuk Ponska 300 kg dan urea 100

kg/ha menghasilkan hijauan pakan 4,69 kg/rumpun

dengan carrying capacity 41,12 ST/ha. Kandungan

gizi bagian daun jauh lebih tinggi daripada bagian

batang, terutama protein dan energi.

Introduksi PpM dengan pendekatan agro-

ekosistem dan agribisnis telah memperluas penyebar-

an dan pengembangannya. Pemanfaatan PpM akan

mendorong agribisnis sapi potong di tingkat desa pada

kabupaten sentra produksi sapi. Introduksi PpM yang

diikuti dengan kegiatan temu lapang yang dihadiri

pengambil kebijakan, petani, dan penyuluh memper-

cepat adopsi inovasi hijauan pakan unggul. Pada

tahun 2011, teknologi ini diadopsi oleh Dinas Pe-

ternakan setempat pada lahan 25 ha sebagai kebun

rumput unggul. Adaptasi tanaman pakan PpM

terhadap lingkungan pengembangan baru di Sulut

cukup tinggi sehingga mampu meningkatkan carrying

capacity lahan penggembalaan dari hanya 2 ST

menjadi lebih dari 30 ST/ha.

Pengembangan Usaha Ternak Sapi

Terintegrasi dengan Kelapa Sawit

Pendekatan usaha tani secara terintegrasi antara

perkebunan kelapa sawit dan ternak merupakan salah

satu alternatif pengembangan usaha peternakan

dengan memanfaatkan limbah kelapa sawit sebagai

sumber pakan ternak. Produksi pelepah kelapa sawit

cukup melimpah, berkesinambungan, dan tidak

bersaing dengan kebutuhan manusia.

Pengkajian sistem integrasi sapi dengan kelapa

sawit (SISKA) dilaksanakan pada kelompok ternak

Ingin Jaya, Desa Alue Nyamuk Kecamatan Birem

Area kebun sawit yang dimanfaatkan untuk

pemeliharaan sapi (atas), pencacahan pelepah

sawit sebelum diberikan kepada ternak sapi

(tengah), dan pembuatan kompos dari sisa

pakan dan kotoran sapi (bawah).

Inovasi Spesifik Lokasi

Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2011112

Bayeum Kabupaten Aceh Timur dengan mengguna-

kan 20 ekor sapi bali jantan umur 1,5-2,0 tahun,

yaitu 10 ekor milik petani kooperator (menerapkan

model SISKA) dan 10 ekor milik petani nonkooperator.

Petani kooperator memelihara sapi di kandang,

sedangkan sapi petani nonkooperator dilepas di kebun

sawit. Sapi petani kooperator memperoleh pakan

konsentrat berupa bungkil kelapa 1 kg dikombinasikan

dengan dedak 2 kg/ekor/hari. Ternak juga mendapat

hijauan berupa pelepah sawit dan rumput alam 10%

dari bobot badan serta pakan suplemen berupa

mineral blok, vitamin, dan obat cacing.

Formula pakan konsentrat mengandung bahan

kering 90,53%, kadar abu 11,04%, lemak 16,12%,

protein kasar 12,00%, dan serat kasar 26,76%

sehingga memenuhi kebutuhan gizi sapi potong untuk

penggemukan. Penerapan model SISKA selama 90

hari pada sapi milik petani kooperator menghasilkan

rata-rata pertambahan bobot badan harian 0,74 kg/

ekor, lebih tinggi dari bobot badan sapi milik petani

nonkooperator yang hanya 0,3 kg/ekor/hari.

Di Sumatera Barat, guna meningkatkan pro-

duktivitas sapi potong, BPTP Sumatera Barat meng-

introduksikan pakan berbasis hasil ikutan (limbah)

perkebunan kelapa sawit, yaitu pelepah, bungkil inti

sawit (BIS), dan solid. Selain meningkatkan

produktivitas dan reproduksi sapi lokal, peternak juga

mendapat keuntungan dalam hal efisiensi biaya,

waktu, dan tenaga. Demonstrasi teknologi di Pasaman

Barat menunjukkan, pemberian 2 kg bungkil sawit, 2

kg pelepah sawit, dan rumput pada sapi lokal segar

menghasilkan pertambahan bobot badan 0,6 kg/ekor/

hari, jauh lebih tinggi dibanding yang hanya diberi

rumput (0,2 kg/ekor/hari) atau 2 kg bungkil sawit

dan rumput segar (0,4 kg/ekor/hari).

Satu hektare kebun sawit mampu menyediakan

pelepah 6-7 t/ha/tahun. Pelepah sawit dapat

menggantikan rumput 50% karena kandungan gizinya

hampir sama dengan rumput segar. Sebaiknya

pelepah sawit diberikan bersama bungkil inti sawit

atau lumpur sawit (solid).

Selain meningkatkan produktivitas, mengguna-

kan pelepah sawit sebagai pengganti hijauan lebih

efisien dari segi biaya serta menghemat waktu dan

tenaga untuk mencari hijauan, terutama bagi peternak

yang berada di daerah perkebunan kelapa sawit.

Pemanenan tandan buah sawit menyisakan pelepah

yang berserakan di lahan sehingga pemanfaatan

pelepah sebagai pakan sapi dapat mengurangi

masalah lingkungan.

Di Sumatera Barat, menggunakan BIS sebagai

pakan konsentrat lebih murah Rp500/kg dibanding

memakai dedak. BIS dapat dibeli dalam jumlah

banyak dan disimpan. Untuk penggunaan solid

sebagai pakan, peternak hanya perlu membayar upah

muat sekitar Rp40-100/kg kepada pabrik, dan pabrik

sangat terbantu dalam mengurangi limbahnya.

Penerapan Teknologi Usaha Tani

Nilam di Lahan Kering

Sistem usaha tani lahan kering di Nanggroe Aceh

Darussalam (NAD) masih belum tersentuh teknologi.

Keadaan ini diperburuk oleh kondisi lahan kering yang

memiliki tingkat kemasaman tinggi, miskin bahan

organik, didominasi tanah podsolik merah kuning, dan

curah hujan tinggi.

Varietas unggul nilam Sidikalang.

Inovasi Spesifik Lokasi

Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2011113

Pertanaman nilam umumnya diusahakan secara

tradisional hingga semiintensif sehingga produk-

tivitasnya rendah karena petani belum menggunakan

teknologi budi daya yang tepat. Produktivitas dapat

ditingkatkan dengan menggunakan varietas unggul,

penanaman pada daerah yang sesuai, pemupukan,

serta pengendalian hama dan penyakit. Berkaitan

dengan hal tersebut, BPTP NAD melakukan pengkajian

paket teknologi usaha tani nilam pola petani dan

teknologi introduksi.

Pengkajian dilaksanakan di lahan petani di Desa

Kuala Bakong, Kecamatan Sampoiniet, Kabupaten

Aceh dengan melibatkan 10 petani kooperator pada

lahan ± 1 ha, yaitu lima petani kooperator menerap-

kan pola petani dan lima petani kooperator dengan

pola introduksi. Paket teknologi pola introduksi

meliputi varietas unggul Sidikalang, pupuk organik/

kompos 5 t, dolomit 2 t, urea 280 kg, SP-36 100 kg,

KCl 150 kg, dan NPK 150 kg/ha. Pola petani meng-

gunakan varietas lokal, tanpa pupuk organik/kompos

dan dolomit, urea 200 kg, SP-36 50 kg, dan KCl 100

kg/ha.

Hasil pengkajian menunjukkan, pada umur dua

bulan setelah tanam (BST) tinggi tanaman pada pola

introduksi 25,75 cm, diameter kanopi 41,28 cm, dan

jumlah cabang 5,63 buah. Pada pola petani, tinggi

tanaman 23,30 cm, diameter kanopi 26,70 cm, dan

jumlah cabang 4,90 buah. Keragaan vegetatif tanaman

pada 4 BST untuk pola introduksi yaitu tinggi tanaman

40,48 cm, diameter kanopi 83,28 cm, dan jumlah

cabang 14,50 buah, sedangkan untuk pola petani,

tinggi tanaman 39,30 cm, diameter kanopi 64,70 cm,

dan jumlah cabang 10,90 buah.

Model Kawasan Rumah Pangan

Lestari dan Pengembangannya ke

Seluruh Provinsi di Indonesia

Luas lahan pekarangan secara nasional mencapai

10,3 juta ha atau 14% dari seluruh luas lahan per-

tanian. Lahan seluas itu merupakan sumberdaya yang

potensial untuk menyediakan bahan pangan yang

bergizi dan bernilai ekonomi tinggi. Namun, umumnya

lahan pekarangan belum dimanfaatkan untuk mem-

budidayakan aneka komoditas pertanian, khususnya

sumber bahan pangan.

Pemanfaatan lahan pekarangan untuk usaha

berbagai komoditas kebutuhan keluarga (tanaman,

ternak, dan ikan) telah berlangsung lama, khususnya

di daerah perdesaan, dan masih berkembang hingga

kini meski ada berbagai pergeseran. Komitmen

pemerintah untuk melibatkan rumah tangga dalam

mewujudkan kemandirian pangan dapat diaktualisasi

dengan menggerakkan kembali budaya menanam di

lahan pekarangan, baik di perkotaan maupun di

perdesaan.

Tanaman kangkung dan selada tumbuh baik ditanam di bambu yang ditata di pagar.

Inovasi Spesifik Lokasi

Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2011114

Pemanfaatan lahan pekarangan untuk tanaman

obat keluarga (toga), tanaman pangan, hortikultura,

ternak, ikan, dan lainnya selain dapat memenuhi

kebutuhan keluarga, juga berpeluang menambah

penghasilan rumah tangga apabila dirancang dan

direncanakan dengan baik.

Kementerian Pertanian pada akhir 2010 me-

nyusun suatu konsep yang disebut Kawasan Rumah

Pangan Lestari (KRPL). KRPL adalah suatu himpunan

rumah yang mampu mewujudkan kemandirian

pangan keluarga melalui pemanfaatan pekarangan.

Hal tersebut ditujukan agar masyarakat dapat

melakukan upaya diversifikasi pangan berbasis

sumberdaya lokal sekaligus melestarikan tanaman

pangan untuk masa depan, serta tercapai pula upaya

peningkatan kesejahteraan keluarga dan masyarakat.

Badan Litbang Pertanian mendapat mandat dari

Kementerian Pertanian untuk mengembangkan

M-KRPL tersebut serta memberikan dukungan inovasi

teknologi dan bimbingan teknis ke seluruh provinsi di

Indonesia.

Dalam menerapkan M-KRPL, perlu diperhatikan

pengelompokan atau strata luas lahan pekarangan,

penataan, pemilihan komoditas, dan pengembangan-

nya. Pengelompokan KRPL dibedakan atas pekarangan

perkotaan dan perdesaan, baik untuk menetapkan

komoditas, skala usaha, maupun cara menata

tanaman, ternak, dan ikan.

Pekarangan perkotaan dikelompokkan menjadi

empat, yaitu: (1) tanpa pekarangan (perumahan tipe

21 dengan total luas lahan sekitar 36 m2); (2)

pekarangan sempit (perumahan tipe 36, luas lahan

sekitar 72 m2); (3) pekarangan sedang (perumahan

tipe 45, luas lahan sekitar 90 m2); dan (4) pekarangan

luas (perumahan tipe 54 atau 60, luas lahan sekitar

120 m2). Pekarangan perdesaan juga dibagi menjadi

empat kelompok, yaitu: (1) pekarangan sangat

sempit (tanpa halaman); (2) pekarangan sempit

(<120 m2); (3) pekarangan sedang (120-400 m2);

dan (4) pekarangan luas (> 400 m2).

Pemilihan komoditas didasarkan pada kebutuhan

pangan dan gizi keluarga serta kemungkinan

pengembangannya secara komersial berbasis

kawasan. Komoditas yang dapat diusahakan di

pekarangan antara lain adalah sayuran, toga, dan

tanaman buah (pepaya, belimbing, jambu biji,

srikaya, sirsak). Pada pekarangan yang lebih luas

dapat ditambahkan kolam ikan dan ternak (unggas

maupun ruminansia kecil). Setiap KRPL harus me-

nentukan komoditas pilihan yang dapat dikembangkan

secara komersial, dilengkapi dengan kebun bibit untuk

menjamin keberlanjutannya.

Penerapan RPL Strata 1 di Dusun Nogosari, Kayen, Pacitan (kiri) dan KRPL di Kelurahan Talang

Keramat, Banyuasin, Sumatera Selatan (kanan).

Inovasi Spesifik Lokasi

Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2011115

M-KRPL dilaksanakan dengan melibatkan semua

elemen masyarakat dan instansi terkait di pusat

maupun di daerah. Ketersediaan bibit juga akan

menentukan keberlanjutan KRPL. Oleh karena itu,

perlu dibangun kebun bibit desa (KBD) di setiap

kawasan. Pengaturan pola dan rotasi tanaman,

termasuk sistem integrasi tanaman dan ternak serta

model diversifikasi juga perlu dirumuskan dengan

tepat sehingga dapat memenuhi pola pangan ha-

rapan dan memberikan kontribusi terhadap pen-

dapatan keluarga.

Unit percontohan M-KRPL dibangun di Dusun

Jelok, Desa Kayen, Kecamatan Pacitan, Kabupaten

Pacitan, Jawa Timur, yang dimulai pada Februari 2011.

Kelompok sasarannya dibagi menjadi tiga strata, yaitu

rumah tangga berpekarangan sempit (<100 m2),

sedang (200-300 m2), dan luas (> 300 m2). Pada

rumah tangga berpekarangan sempit, contoh

pengelolaan lahan pekarangan adalah dengan mena-

nam sayuran secara vertikultur. Untuk rumah tangga

berpekarangan sedang dapat menanam sayuran dan

toga pada bedengan atau secara vertikultur serta

membuat kandang ayam. Untuk pekarangan yang

luas, dapat dilengkapi kandang kambing, tanaman

umbi-umbian, dan tanaman naungan.

Awalnya program dikembangkan di Desa Kayen,

Pacitan, Jawa Timur dengan melibatkan 30 kepala

keluarga pada November 2010 lalu. Pada akhir 2011,

M-KRPL telah diterapkan lebih dari 750 kepala

keluarga yang tersebar di empat kecamatan pada

sembilan desa di Pacitan. Program M-KRPL di Jawa

Timur telah berkembang di Kabupaten Pasuruan,

Mojokerto, Jombang, Sidoarjo, Malang, dan Kota

Malang. Konsep kebun bibit desa telah memberikan

dampak yang luar biasa karena dapat menekan

pengeluaran rumah tangga petani berkisar antara

Rp195.000-Rp715.000/bulan serta meningkatkan

indeks Pola Pangan Harapan (PPH) dari 76,3%

menjadi 83,3%.

Penerapan M-KRPL diperluas ke seluruh provinsi.

Pada tahun 2011, setiap BPTP di seluruh provinsi

melaksanakan 1-2 unit M-KRPL. Pada tahun 2012,

pengembangan model tersebut akan diperluas ke

seluruh kabupaten/kota secara bertahap.

Diseminasi Inovasi

Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2011116

Diseminasi Inovasi

Badan Litbang Pertanian memanfaatkan spektrum diseminasi

multichannel (SDMC) untuk mengeliminasi permasalahan yang

menghambat percepatan arus penyampaian inovasi kepada

pengguna. Semua UK/UPT lingkup Badan Litbang Pertanian

memberdayakan sumberdaya diseminasi yang dimiliki untuk

menyebarluaskan inovasi yang dihasilkan. Berkaitan dengan

hal tersebut, berbagai kegiatan diseminasi pun dilaksanakan,

seperti pameran, gelar teknologi, penggunaan media massa

cetak dan elektronis, serta pendampingan dalam penerapan

inovasi teknologi di lapangan. Pengembangan perpustakaan

juga mendapat perhatian penting untuk memudahkan

pengguna dalam mengakses informasi. Pemberian lisensi

kepada mitra diharapkan pula dapat mempercepat pengem-

bangan inovasi oleh pengguna, dengan tetap melakukan

pengelolaan terhadap hak kekayaan intelektual terhadap inovasi

yang dihasilkan.

Diseminasi Inovasi

Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2011117

Penyelenggaraan Pameran dan

Gelar Teknologi

Sepanjang tahun 2011, Badan Litbang Pertanian

menyelenggarakan dan berpartisipasi dalam berbagai

pameran dalam upaya mempromosikan inovasi

teknologi kepada pengguna (Tabel 1). Selain

berpartisipasi pada pameran yang rutin digelar setiap

tahun, seperti Agrinex, Agro & Food Expo, Hari

Kebangkitan Teknologi Nasional, Hari Pangan Sedunia,

Pameran Teknologi Tepat Guna, dan Pekan Flori dan

Flora Nasional, Badan Litbang Pertanian menyeleng-

garakan kegiatan diseminasi berskala nasional,

seperti Pekan Pertanian Rawa Nasional dan Pekan

Pertanian Spesifik Lokasi. Badan Litbang Pertanian

juga tampil penuh pada acara akbar Pekan Nasional

(Penas) XIII Petani-Nelayan yang berlangsung pada

18-23 Juni 2011 di Tenggarong, Kutai Kartanegara,

Kalimantan Timur. Badan Litbang Pertanian juga

berpartisipasi dalam acara tahunan para penerbit

buku nasional dan internasional Indonesia Book Fair

serta Gerakan Perempuan Tanam dan Pelihara dengan

mengusung model rumah pangan lestari.

Pendampingan dalam pengembangan varietas unggul

di lapangan, seperti Inpari 13, terbukti dapat mem-

percepat penggunaan varietas tersebut oleh petani.

Menggelar Teknologi di Penas XIII

Lahan seluas 50-an hektare di sekitar stadion olah

raga di Tenggarong yang semula tidak produktif ber-

ubah menjadi area pertanian ijo royo-royo. Tanaman

padi, palawija, hortikultura, dan tanaman perkebunan

yang digelar di lokasi ini membuat banyak orang

berdecak kagum.

Pada Penas XIII tahun 2011, Badan Litbang

Pertanian dengan kekuatan penuh menurunkan

hampir seluruh inovasi hasil penelitian terbaru. Gelar

teknologi inovasi terbaru tersebut ditata dalam empat

klaster, yaitu swasembada dan swasembada ber-

kelanjutan, kemandirian pangan, diversifikasi pangan,

serta nilai tambah, daya saing dan ekspor.

Klaster pertama menyajikan area percontohan

padi gogo, padi rawa, padi sawah, dan ternak,

sedangkan klaster kemandirian pangan menampilkan

Rumah Pangan Lestari (RPL). Pada klaster diversifi-

kasi pangan dapat ditemukan inovasi teknologi ubi

kayu dan aneka ubi, sorgum, dan sagu, sedangkan

pada klaster kemandirian energi digelar inovasi

teknologi terbaru jarak pagar, kemiri Sunan, nyam-

plung, dan ubi kayu untuk produksi etanol. Bukan

hanya contoh tanaman maupun produk hasil olahan,

di saung gelar teknologi Badan Litbang Pertanian

Wakil Presiden Budiono

didampingi Menteri

Pertanian, Suswono saat

meninjau stan Badan

Litbang Pertanian.

Diseminasi Inovasi

Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2011118

petani dapat berkonsultasi tentang inovasi teknologi

pertanian yang dibutuhkan.

Varietas unggul baru padi, jagung, dan kedelai

yang digelar di lapangan menunjukkan keragaan yang

optimal. Padi lahan pasang surut varietas Inpara 4,

misalnya, berproduksi 6,7 t/ha. Selama penelitian,

Inpara 4 mampu bertahan dari rendaman hingga 14

hari. Kedelai varietas Anjasmoro memiliki daya

adaptasi yang luas, dapat dikembangkan pada lahan

pasang surut tipe C, dan hasilnya di area gelar tekno-

logi berkisar antara 2,5-3,0 t/ha. Jagung hibrida QPM

(protein tinggi) yang digelar mampu pula berproduksi

10 t/ha dan daunnya masih hijau pada saat dipanen

sehingga dapat menjadi pakan sapi dan sejenisnya.

Selain menggelar teknologi di lapangan, berbagai

produk inovatif juga dipamerkan di arena yang tak

jauh dari lokasi gelar teknologi. Materi yang

dipamerkan mendapat cukup banyak perhatian dari

pengunjung. Media cetak seperti buku dan liflet yang

disediakan secara cuma-cuma juga tak luput dari

perhatian pengunjung.

Penas XIII Petani-Nelayan yang dibuka oleh Wakil

Presiden, Prof. Dr. Budiono, pada 18 Juni 2011 dinilai

sukses oleh banyak pihak. Indikatornya, acara nasional

ini tidak hanya dikunjungi oleh 30 ribuan petani-

nelayan dari 33 provinsi di Indonesia, tetapi juga

tingginya apresiasi masyarakat. Penas menjadi

wahana bagi para investor pertanian, perikanan, dan

kehutanan. Dalam acara gelar agribisnis telah

disepakati pula beberapa kerja sama untuk berbagai

aspek, termasuk pengembangan inovasi teknologi

yang dihasilkan Badan Litbang Pertanian.

Indikator kesuksesan Penas XIII tentu tidak

terlepas dari keceriaan Presiden RI dalam acara

telekonferen Istana-Kutai Kartanegara pada 22 Juni

2011. Komunikasi interaktif antara Presiden dan

petani peserta Penas XIII berjalan lancar dan

mendapat aplus dari semua peserta telekonferen.

Tabel 1. Pameran/gelar teknologi yang diikuti/diselenggarakan Badan Litbang Pertanian, 2011.

Nama pameran Tempat dan waktu

Gebyar Pemuda Indonesia Bogor, Jawa Barat, 29-30 Januari 2011

Agrinex Expo Jakarta, 4-9 Maret 2011

Perubahan Iklim Jakarta, 26-29 Mei 2011

Agro & Food Expo Jakarta, 26-29 Mei 2011

Pekan Lingkungan Indonesia Jakarta, 1-5 Juni 2011

Penas XIII Tenggarong, Kutai Kartanegara, 18-23 Juni 2011

Pekan Pertanian Rawa Nasional Banjarbaru, Kalimantan Selatan, 12-15 Juli 2011

Hari Kebangkitan Teknologi Nasional Serpong, Banten, 10-12 Agustus 2011

Pameran pada Asean Ministerial Meeting on Agriculture Jakarta, 3-9 Oktober 2011

and Forestry (AMAF) ke-33

Pameran pada Munas II Masyarakat Perbenihan Jakarta, 3-9 Oktober 2011

dan Perbibitan Indonesia (MPPI)

Gelar Teknologi Tepat Guna XIII Kendari, Sulawesi Tenggara, 12-16 Oktober 2011

Expo Nasional Inovasi Perkebunan II Jakarta 14-16 Oktober 2011

Hari Pangan Sedunia Gorontalo, 20-23 Oktober 2011

Indonesian Disaster Preparedness and Responses Expo Jakarta, 27-30 Oktober 2011

and Conference (IDEC)

Pekan Pertanian Spesifik Lokasi Bogor, Jawa Barat, 17-21 November 2011

Indonesia Book Fair Jakarta, 24 November-4 Desember 2011

Gerakan Perempuan Tanam dan Pelihara Karawang, Jawa Barat, 2 Desember 2011

Pekan Flori dan Flora Nasional Bali, 19-22 Desember 2011

Diseminasi Inovasi

Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2011119

Hari Pangan se-Dunia 2011 di Gorontalo

Penduduk dunia kini sudah hampir 7 miliar dan pada

tahun 2050 diperkirakan akan bertambah menjadi 9

miliar orang. “Kita belum aman dalam hal penyediaan

pangan, ke depan kerawanan pangan akan terus

menghantui kita”, ujar Wakil Presiden RI, Prof. Dr.

Budiono dalam pembukaan Hari Pangan se-Dunia pada

20 Oktober 2011 di Bone Bolango, Gorontalo.

Kekhawatiran Wapres tentu mengingatkan

semua pihak untuk terus berupaya meningkatkan

produksi pangan. Di satu sisi, upaya peningkatan

produksi pangan dihadapkan kepada berbagai

masalah, termasuk perubahan iklim global. Di sisi lain,

kebutuhan pangan terus meningkat sejalan dengan

pertambahan jumlah penduduk. Oleh karena itu,

Wapres mengisyaratkan pentingnya penerapan

teknologi yang tepat dan pengelolaan sumberdaya

yang bijak untuk menghasilkan pangan yang cukup

bagi bangsa Indonesia. “Inilah cara yang dapat kita

lakukan untuk mengantisipasi ancaman kerawanan

pangan”, ujar Wapres.

Dalam kunjungannya ke lapangan, Wapres

kagum melihat keragaan varietas unggul yang ditanam

pada area gelar teknologi Badan Litbang Pertanian.

Kekaguman ini tercermin dari pemetikan polong

kedelai muda oleh Wapres dan mencicipinya untuk

membuktikan bernasnya biji kedelai yang digelar.

Tidak hanya itu, Wapres juga menyaksikan dari dekat

tanaman jagung hibrida bertongkol dua. Selama ini,

Panen perdana padi toleran rendaman varietas Inpara 4 oleh Menteri Pertanian, Suswono (depan,

kedua dari kanan), Gubernur Kalimantan Timur, Awang Faroek (depan, ketiga dari kanan), Bupati Kutai

Kartanegara (depan, kedua dari kiri), dan Prof. Dr. Jusuf, Staf Khusus Presiden RI untuk Bidang Pangan

dan Energi (depan kiri) di area gelar teknologi Penas XIII di Tenggarong, Kalimantan Timur. Pada lahan

rawa pasang surut di Kalimantan Timur, varietas unggul baru ini masih mampu berproduksi 6,7 t/ha

meski telah terendam hingga dua minggu.

Diseminasi Inovasi

Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2011120

Selain menggelar teknologi di lapangan, berbagai

produk inovatif juga dipamerkan di stan yang tak jauh

dari lokasi gelar teknologi. Pengunjung sangat

berantusias untuk memperoleh informasi mengenai

produk yang dipamerkan. Media cetak seperti buku

dan liflet yang disediakan secara cuma-cuma juga

tak luput dari perhatian pengunjung.

Pekan Pertanian Rawa Nasional

Pekan Pertanian Rawa Nasional (PPRN) I digelar di

Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa di Banjarbaru,

Kalimantan Selatan pada 12-15 Juli 2011. Acara yang

mengusung tema “Rawa Lumbung Pangan Meng-

hadapi Perubahan Iklim” ini terbilang sukses. Dibuka

secara resmi oleh Menteri Pertanian, Suswono, PPRN

I dihadiri oleh Gubernur Kalimantan Selatan dan 200-

an orang dari kalangan pemerintah, perguruan tinggi,

perusahaan swasta, BUMN, LSM, petani, pelajar,

mahasiswa, dan masyarakat umum.

Pada saat pembukaan, Mentan dalam sambutan-

nya menyampaikan pentingnya teknologi pertanian

lahan rawa yang merupakan salah satu peran Badan

Kepala Puslitbangtan, Dr. Hasil Sembiring,

menjelaskan kemajuan penelitian padi dan

palawija kepada Wakil Presiden di area gelar

teknologi Badan Litbang Pertanian pada

peringatan HPS di Gorontalo, 20 Oktober

2011.

tanaman jagung umumnya hanya memiliki tongkol

satu. Bagi Wapres dan bahkan bagi sebagian besar

masyarakat pertanian, tanaman jagung bertongkol

dua tentu menjadi sesuatu yang baru. Wapres juga

kagum melihat penampilan berbagai tanaman sayuran

dan biofarmaka di pekarangan Rumah Pangan Lestari

(RPL) yang dibangun di area gelar teknologi. Pada

peringatan HPS kali ini Badan Litbang Pertanian meng-

gelar berbagai inovasi teknologi di lapangan, yang

ditata ke dalam empat klaster, yaitu RPL, pangan

fungsional, swasembada pangan, dan tanaman obat

dan aromatik.

Kepala Balitsereal, Dr. M. Yasin (kedua dari

kiri), menjelaskan kemajuan penelitian jagung

hibrida yang memiliki dua tongkol per batang

kepada Wakil Presiden, Prof Dr. Budiono yang

didampingi oleh Menteri Pertanian, Dr.

Suswono (kanan).

Diseminasi Inovasi

Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2011121

Pekan Pertanian Spesifik Lokasi

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian sebagai ujung

tombak Badan Litbang Pertanian di provinsi telah

menghasilkan inovasi spesifik lokasi untuk mening-

katkan produktivitas, pendapatan, dan kesejahteraan

petani melalui pemberdayaan dalam mengakses

informasi, teknologi, dan modal untuk mengembang-

kan agribisnis dan kemitraan dengan sektor swasta.

Berdasarkan pemikiran tersebut dilaksanakan Pekan

Pertanian Spesifik Lokasi (PPSL) 2011 dengan

mengambil tema “Percepatan Transfer Inovasi

Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi untuk Pem-

berdayaan Petani Mendukung Ketahanan Pangan

Nasional”. Kegiatan dipusatkan di Kampus Penelitian

Pertanian Cimanggu, Bogor pada 17-21 November

2011. Tiga agenda kegiatan besar dilaksanakan,

yaitu: (1) percepatan transfer inovasi teknologi

pertanian spesifik lokasi, dengan kegiatan berupa

seminar, ekspose/pameran, konsultasi inovasi,

talkshow, bedah buku, dan open house UK/UPT

Kampus Pertanian Cimanggu; (2) pemberdayaan

petani, dengan kegiatan workshop PUAP, Penyiapan

Materi Diseminasi Partisipatif, dan konsolidasi FEATI,

temu teknologi, serta ekspose audio visual dan inovasi

pertanian spesifik lokasi; dan (3) dukungan teknologi

terhadap ketahanan pangan nasional, dengan kegi-

atan pencanangan gerakan M-KRPL oleh Menteri

Pertanian, displai M-KRPL di stan, workshop M-KRPL

dan P2BN, serta lomba olah pangan lokal.

PPSL 2011 dibuka oleh Wakil Menteri Pertanian

dan dihadiri oleh 400-an undangan dari instansi

pemerintah, mitra kerja sama, stakeholder, gapoktan

PUAP, dan perwakilan FMA FEATI. Wakil Menteri

Pertanian menekankan agar sedapat mungkin

teknologi yang dihasilkan Badan Litbang Pertanian,

khususnya teknologi spesifik lokasi, diselaraskan

dengan kebutuhan pengguna dan kegiatan serupa

PPSL ini diharapkan mampu menjembatani sinergi

antara peneliti, penyuluh, dan pengambil kebijakan

di pusat maupun di daerah. Pada acara pembukaan

dilaksanakan penandatanganan sembilan naskah

kerja sama antara BPTP dan mitra dari Pemda mau-

pun swasta, penyerahan buku 100 Inovasi Teknologi

Spesifik Lokasi oleh Kepala Badan Litbang Pertanian

Litbang Pertanian untuk menghasilkan teknologi

tersebut. Sementara itu Gubernur Kalimantan Selatan

memberikan apresiasi yang sangat besar atas

terselenggaranya PPRN I. Gubernur menyatakan

pertanian rawa/pasang surut secara historis telah

menjadi salah satu keahlian masyarakat Banjar.

Acara yang diselenggarakan pada PPRN I antara

lain gelar teknologi lahan rawa, kunjungan Mentan

ke Desa Kayu Abang Kabupaten Hulu Sungai Selatan,

kursus budi daya melon di lahan rawa, peluncuran

produk, pemecahan rekor MURI, bedah buku, serta

pameran produk dan teknologi pertanian. Produk yang

diluncurkan meliputi pupuk hayati Biotara dan Biosure,

pupuk organik Organorawa, pengendali tikus Ritel,

prototipe Sistem Informasi Lahan Rawa (SILAR),

perangkat uji tanah rawa (PUTR), dan buku State of

the Art dan Grand Design Pengembangan Lahan

Rawa. Acara PPRN I dirangkai dengan Seminar

Nasional Sumberdaya Lahan. Rekor MURI yang

berhasil dipecahkan adalah koleksi plasma nutfah padi

rawa sebanyak 130 aksesi dan penyajian kue talepuk

terbesar dengan ukuran 1 m x 10 m x 0,5 m. Kue

talepuk berbahan dasar biji teratai yang tumbuh di

lahan rawa. Ajang promosi inovasi pertanian lahan

rawa yang baru pertama kali digelar ini direncanakan

akan dilaksanakan 3-4 tahun sekali.

Menteri Pertanian dan Gubernur Kalimantan

Selatan melakukan panen semangka di kebun

percobaan Balittra.

Diseminasi Inovasi

Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2011122

Litbang Pertanian kepada Kepala BPPSDMP, penyerah-

an Anugerah Agro Inovasi, penyerahan materi

pengembangan M-KRPL oleh Menteri Pertanian

kepada Gubernur Jawa Barat, Walikota Bogor, Wakil

Walikota Padang, Bupati Pacitan, dan Bupati Suka-

bumi, serta pemberian penghargaan Gerakan dan

Inovasi KRPL oleh Menteri Pertanian kepada Bupati

Pacitan dan Kepala BPTP Jawa Timur.

Pengembangan Padi Unggul BaruVarietas Inpari 13

Perubahan iklim berdampak terhadap perkembangan

organisme pengganggu tanaman (OPT). Hama

wereng batang coklat (WBC), misalnya, merusak

pertanaman padi di Pantai Utara (Pantura) Jawa Barat

dan Jawa Tengah pada MT 2010, dengan kerugian

yang cukup besar. Di Sukamandi, Jawa Barat, saja

lebih dari 350 ha pertanaman padi berumur 15-30

hari harus dieradikasi dan ditanam ulang, dengan

kerugian mencapai Rp1,5 miliar. Varietas IR64 dan

Ciherang yang telah berkembang luas di petani tidak

luput dari sergapan WBC.

Untuk mengatasi masalah itu, Badan Litbang

Pertanian mengembangkan varietas Inpari 13 di

berbagai daerah, terutama di sentra produksi padi.

Dilepas pada 2010, Inpari 13 tahan terhadap WBC,

berumur sangat genjah (99-103 hari) dan berpotensi

hasil tinggi (8,0 t/ha), lebih tinggi daripada varietas

Menteri Pertanian melakukan peluncuran

Model Kawasan Rumah Pangan Lestari (M-

KRPL) .

kepada Wakil Menteri Pertanian, dan peluncuran PPSL

oleh Wakil Menteri Pertanian.

Acara Puncak PPSL dilaksanakan pada 21

November 2011 dan dihadiri oleh Menteri Pertanian,

Gubernur Jawa Barat, Bupati Pacitan, Walikota Bogor,

Wakil Walikota Padang, Kepala Dinas Pertanian

Provinsi Sumatera Barat, Bupati Sukabumi, dan

undangan lain dari pusat maupun daerah. Peluncuran

M-KRPL oleh Menteri Pertanian ditandai dengan

pelepasan balon udara dan burung merpati yang

dilanjutkan dengan pencanangan Taman Koleksi

Pangan Alternatif yang ditandai dengan penanaman

aneka varietas unggul ubi jalar. Pada acara puncak

PPSL 2011 ini juga dilakukan penyerahan materi

inovasi pertanian spesifik lokasi dari Kepala Badan

Menteri Pertanian di salah satu stan pameran

Pekan Pertanian Spesifik Lokasi.

Diseminasi Inovasi

Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2011123

Inpari 13 tahan WBC di Klaten, Jawa Tengah, didukung

oleh penyediaan benihnya oleh BB Padi sebanyak

20.100 kg. Pada 11 Agustus 2011, Gubernur Jawa

Tengah bersama Kepala Badan Litbang Pertanian,

Dirjen Tanaman Pangan, dan pejabat dari Kabupaten

Klaten melakukan panen Inpari 13 di kecamatan

Polanharjo, Klaten. Gubernur Jawa Tengah akan

menyebarkan Inpari 13 hasil panenan ini ke beberapa

Kabupaten di Jawa Tengah pada luas tanam 7.000

ha. Hasil panen ubinan Inpari 13 berkisar antara 6,7-

9,3 t/ha (GKP). Di Purwodadi dan Pekalongan,

produktivitas Inpari 13 mencapai 8,27 t/ha GKP.

Di Sumenep, Jawa Timur, hasil Inpari 13 berkisar

antara 6,72-7,84 t/ha (GKP), atau lebih tinggi 1,76 t/

ha dibandingkan dengan Ciherang dengah rata-rata

hasil 6,08 t/ha. Di Gorontalo, panen perdana Inpari

13 pada 30 Juni 2011 oleh Gubernur Gorontalo

memberikan hasil 8,2-8,6 t/ha (GKP). Hasil panenan

ini dibeli PT SHS untuk diperbanyak lebih lanjut.

Dodokan (5,0 t/ha) yang juga berumur sangat genjah

(100-105 hari). Selain itu, Inpari 13 juga tahan rebah

dengan tingkat kerontokan gabah sedang.

Di Jawa Barat dan Banten, panen perdana

varietas Inpari 13 dilakukan oleh Menteri Pertanian

dalam rangkaian Open House BB Padi pada Februari

2011 di Sukamandi. Selain menggunakan varietas

Inpari 13, keberhasilan panen padi di tengah

merebaknya hama WBC tidak terlepas dari tanam

serempak pada akhir November 2010. Diinisiasi oleh

BB Padi, tanam serempak juga dilakukan di tiga

kabupaten di Jalur Pantura (Subang, Purwakarta, dan

Karawang). Di Sukabumi, hasil varietas Inpari 13 yang

dipanen oleh Wakil Bupati Sukabumi pada 20 Agustus

2011 mencapai 8,7 t/ha (GKP), sedangkan Ciherang

hanya memberi hasil 6,9 t/ha (GKP).

Di Jawa Tengah, Gubernur berinisiatif dalam

sosialisasi penggunaan varietas Inpari 13 dan tanam

serempak kepada petani. Pengembangan varietas

Panen perdana Inpari 13 oleh Menteri Pertanian di Sukamandi, Jawa Barat, Februari 2011.

Diseminasi Inovasi

Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2011124

Pertemuan Tingkat Menteri dalam

Sidang Keempat Badan Pengatur

Sumberdaya Genetik untuk Pangan

dan Pertanian

Dalam upaya menghadapi perubahan iklim global

yang pengaruhnya sangat besar terhadap sistem

produksi pangan dan pertanian, diperlukan sumber-

daya genetik (SDG) sebagai bahan dasar dalam

perakitan varietas yang mampu beradaptasi terhadap

perubahan iklim. Perubahan iklim juga akan me-

mengaruhi dan mengancam keragaman hayati

dunia. Oleh karena itu, upaya utama yang harus

dilakukan adalah mengelola dan melestarikan SDG

secara tepat.

Indonesia memiliki komitmen dan keterikatan

dalam pelestarian dan pemanfaatan SDG serta meng-

aksesi International Treaty on Plant Genetic Resources

for Food and Agriculture (ITPGRFA). Pertemuan

Tingkat Menteri Negara Anggota ITPGRFA tentang

Keragaman Hayati, Ketahanan Pangan, dan Perubah-

an Iklim diselenggarakan pada 11 Maret 2011 di Nusa

Dua, Bali. Pertemuan tingkat menteri tersebut di-

lanjutkan dengan The Fourth Session of Governing

Body of International Treaty on Plant Genetic

Resources for Food and Agriculture (GB4-ITPGRFA)

di Bali pada 14-18 Maret 2011 dengan agenda ter-

penting membahas benefit sharing fund (BSF). Dana

BSF merupakan peluang bagi Indonesia untuk

pengelolaan, konservasi, dan penggunaan SDG secara

berkelanjutan, pertukaran informasi, transfer tekno-

logi, dan peningkatan kapasitas petani.

Kepala Badan Litbang Pertanian, Dr. Haryono, di

sela-sela pertemuan berlangsung menjelaskan bahwa

pengelolaan bersama SDG mampu menjamin

ketahanan pangan dunia. Terbentuknya kesepakatan

BSF merupakan peluang baru bagi petani dan

pertanian Indonesia.

Lebih jauh dijelaskan bahwa sidang menyepakati

perlunya sumber pendanaan jangka panjang untuk

mewujudkan sistem pembiayaan yang efektif, baik

melalui negara anggota, investasi maupun melalui

BSF. Kerja sama dengan lembaga-lembaga inter-

nasional, seperti UNDP dan IFAD, juga perlu dibangun,

Peluncuran Varietas Tanaman Hias

Industri tanaman hias terus berkembang mengikuti

selera konsumen yang bersifat dinamis. Berkaitan

dengan hal tersebut, Badan Litbang Pertanian

meluncurkan berbagai varietas unggul tanaman hias

pada 17 Oktober 2011. Selain 20 varietas unggul

anggrek yang telah dilepas, pada acara tersebut di-

luncurkan 47 varietas unggul baru tanaman hias

(enam varietas Dendrobium, enam varietas Phala-

enopsis tipe standar, tujuh varietas Phalaenopsis tipe

multiflora, dua varietas Vanda, 13 varietas krisan tipe

standar, dua varietas krisan tipe pot, empat varietas

gladiol, dua varietas mawar pot, dan lima varietas

anyelir). Pada kesempatan ini pula dilakukan uji

preferensi konsumen terhadap klon harapan anggrek

Dendrobium dan Phalaenopsis. Melalui uji preferensi

ini terpilih sembilan klon Phalaenopsis tipe standar

maupun multiflora dan empat klon Dendrobium yang

direncanakan akan diluncurkan pada tahun 2012.

Melalui interaksi antara pengunjung dan pemulia

pada peluncuran varietas ini dapat diketahui ke-

inginan pasar untuk masa yang akan datang. Pasar

menginginkan bunga mawar yang adaptif di dataran

rendah, Phalaenopsis tipe standar dengan warna

bunga putih bersih, kuntum bunga berukuran besar

dan petal tebal, serta Dendrobium yang berbunga

kuning atau putih.

Peluncuran varietas tanaman hias yang

dihasilkan Badan Litbang Pertanian pada 17

Oktober 2011.

Diseminasi Inovasi

Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2011125

seperti kerja sama penanganan kerawanan pangan

dan antisipasi perubahan iklim, sehingga keber-

adaannya bukan semata-mata memberi donasi. Kerja

sama juga dapat dibangun dengan sektor swasta dan

lembaga penyandang dana lainnya.

Menyangkut SDG, tantangan masyarakat dunia

saat ini adalah bagaimana mencapai ketahanan

pangan berkelanjutan di tengah pertumbuhan pen-

duduk yang cukup tinggi, perubahan peruntukan lahan

pertanian, degradasi sumberdaya alam, dan

perubahan iklim global. Kemampuan memelihara

ketahanan pangan serta meningkatkan produksi

pangan berkelanjutan dapat dibangun melalui

pemanfaatan SDG dalam perakitan varietas unggul

sehingga dapat merespons dinamika permintaan dan

perubahan lingkungan global.

Pertemuan tingkat menteri ini dihadiri oleh 17

menteri dan 111 peserta yang mewakili 48 negara

anggota ITPGRFA. Pertemuan menghasilkan Bali

Ministerial Declaration on the International Treaty on

Plant Genetic Resources for Food and Agriculture,

yang memuat pentingnya ITPGRFA dan implementasi

BSF dalam multilateral system (MLS). Ditekankan pula

pentingnya keterpaduan antara Convention on

Biological Diversity (CBD), ITPGRFA, dan Protokol

Nagoya dalam implementasinya.

Pelaksanaan Pertemuan Tingkat Tinggi

Menteri dalam sidang keempat ITPGRFA di

Bali.

Pemanfaatan Media Massa

Badan Litbang Pertanian mendayagunakan media

massa cetak dan elektronis untuk menyebarluaskan

informasi yang dihasilkan. Media elektronis seperti

siaran televisi dan radio maupun CD/VCD/DVD, serta

media cetak surat kabar, tabloid, majalah ilmiah dan

populer, petunjuk teknis informasi teknologi, liflet, dan

folder didayagunakan untuk menyebarkan informasi

teknologi pertanian.

Pada tahun 2011, Badan Litbang Pertanian me-

manfaatkan stasiun televisi nasional dan swasta untuk

menyebarluaskan informasi. Tiga topik yang men-

dapat perhatian khusus untuk ditayangkan adalah

penyelenggaraan GB4-ITPGRFA, Ekspo Nasional

Perkebunan (ENIP), KRPL, dan deversifikasi pangan

dalam rangka membangun ketahanan pangan ma-

syarakat. Selain melalui tayangan televisi, secara rutin

Badan Litbang Pertanian mengisi salah satu program

pada Radio Pertanian Ciawi, Bogor. Acara yang di-

siarkan mendapat tanggapan positif dari pendengar,

antara lain ditunjukkan melalui pertanyaan yang

disampaikan ke UK/UPT lingkup Badan Litbang

Pertanian.

CD/VCD/CD interaktif yang memuat informasi

hasil litbang juga diproduksi untuk melengkapi media

diseminasi yang telah ada. Media ini terutama

bermanfaat bagi penyuluh untuk menunjang kegiatan

penyuluhan.

Surat kabar nasional dan tabloid Sinar Tani juga

dimanfaatkan untuk menyebarluaskan informasi.

Sejak tahun 2007, Badan Litbang Pertanian mengelola

rubrik Agro Inovasi pada tabloid Sinar Tani untuk

menyampaikan informasi praktis hasil litbang kepada

masyarakat, terutama penyuluh. Konferensi pers dan

kunjungan wartawan juga penting untuk menyam-

paikan informasi kepada masyarakat luas.

Badan Litbang Pertanian menerbitkan majalah

ilmiah dan populer (Tabel 2), buku, prosiding, liflet,

folder, petunjuk teknis, dan sejenisnya untuk

menyebarluaskan informasi hasil litbang pertanian.

Majalah ilmiah berperan penting sebagai media

komunikasi bagi peneliti/ilmuwan, selain sarana untuk

Diseminasi Inovasi

Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2011126

Tabel 2. Publikasi berseri yang diterbitkan unit kerja lingkup Badan Litbang Pertanian.

Unit kerja Judul publikasi

Sekretariat Badan Informatika Pertanian

Pusat Perpustakaan dan Penyebaran Teknologi Pertanian Indonesian Journal of Agricultural Science

(PUSTAKA) Indonesian Journal of Agriculture

Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian

Pengembangan Inovasi Pertanian

Jurnal Perpustakaan Pertanian

Buletin Teknik Pertanian

Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian

Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan Jurnal Penelitian Pertanian Tanaman Pangan

(Puslitbangtan) Buletin Iptek Tanaman Pangan

Berita Puslitbangtan

Buletin Palawija

Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura Jurnal Hortikultura

(Puslitbanghorti)

Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan Jurnal Penelitian Tanaman Industri

(Puslitbangbun) Warta Puslitbang Tanaman Industri

Buletin Penelitian Tanaman Rempah dan Obat

Perkembangan Teknologi Tanaman Rempah

dan Obat

Perspektif

Infotek Perkebunan

Majalah Semi Populer Tree Tanaman Rempah

dan Industri

Buletin Rempah dan Industri

Buletin Palma

Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner

(Puslitbangnak) Wartazoa

Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Jurnal Agro Ekonomi

(PSE-KP) Forum Penelitian Agroekonomi

Jurnal Analisis Kebijakan Pertanian

Buletin Agro Ekonomi

Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Jurnal Tanah dan Iklim

Pertanian (BBSDLP) Jurnal Sumberdaya Lahan

Warta Sumberdaya Lahan

Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Jurnal Agro Biogen

Sumberdaya Genetik Pertanian (BB Biogen) Buletin Plasma Nutfah

Warta Biogen

Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian (BBPMP) Jurnal Enjiniring Pertanian

Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian

(BB Pascapanen) Buletin Teknologi Pascapanen Pertanian

Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Jurnal Pengkajian dan Pengembangan

(BB Pengkajian) Teknologi Pertanian

Diseminasi Inovasi

Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2011127

takaan unit kerja lingkup Ditjen Hortikultura, Badan

Pengembangan dan Penyuluhan SDM Pertanian, dan

Badan Karantina Pertanian. Dengan demikian sampai

2010 perpustakaan digital telah dibangun di 70 UK/

UPT lingkup Kementerian Pertanian.

Perpustakaan digital terus disempurnakan agar

mampu memberikan layanan yang prima kepada

pengguna. Berkaitan dengan itu, kapasitas SDM dalam

pengelolaan perpustakaan dan pemanfaatan TI terus

ditingkatkan melalui pelatihan, magang, lokakarya

maupun seminar. PUSTAKA juga melakukan pen-

dampingan dan menyiapkan berbagai pedoman

pengelolaan perpustakaan dalam upaya memberikan

pelayanan prima kepada pengguna.

Koleksi perpustakaan ditingkatkan dengan me-

langgan jurnal internasional tercetak, pangkalan data

on-line Pro-Quest dan Science Direct, serta pangkalan

data off-line (CD-ROM) TEEAL. Selain itu, juga diada-

kan bahan referensi dan bahan pustaka lain terbitan

dalam dan luar negeri, baik melalui pembelian mau-

pun pertukaran. Untuk memanfaatkan secara optimal

informasi dalam pangkalan data, Badan Litbang

Pertanian melalui PUSTAKA membuka akses bagi per-

pustakaan UK/UPT untuk memanfaatkan jurnal ilmiah

teks lengkap yang dimuat dalam Pro-Quest dan

Science Direct.

Ruang baca dan akses informasi

melalui on-line public accsess

catalogue.

memperoleh nilai kredit bagi kepentingan jabatan

fungsional. Penerbitan artikel pada majalah ilmiah

internasional penting pula sebagai salah satu upaya

meningkatkan citra Badan Litbang Pertanian di tingkat

internasional.

Pengembangan Perpustakaan

Badan Litbang Pertanian melalui Pusat Perpustakaan

dan Penyebaran Teknologi Pertanian (PUSTAKA) sejak

2006 mengembangkan perpustakaan berbasis

teknologi informasi. Prototipe perpustakaan digital,

yang dikenal dengan Perpustakaan Model, dicoba

diimplementasikan di BPTP Jawa Tengah dan Biro

Hukum dan Hubungan Masyarakat (sekarang Biro

Hukum dan Informasi Publik), Sekretariat Jenderal

Kementerian Pertanian. Prototipe tersebut kemudian

dikembangkan menjadi perpustakaan semidigital

pada tahun 2007 di lima unit pelaksana teknis (UPT)

lingkup Badan Litbang Pertanian, yaitu BPTP Sumatera

Utara, BPTP Sumatera Barat, BPTP Sulawesi Selatan,

BPTP Kalimantan Selatan, dan BPTP Jawa Timur.

Pada 2008, perpustakaan semidigital dikem-

bangkan menjadi perpustakaan digital di 54 UK/UPT.

Selanjutnya pada 2009 perpustakaan digital dibangun

di lima UPT Badan Litbang Pertanian dan di perpus-

Diseminasi Inovasi

Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2011128

untuk komoditas hortikultura, peternakan, tanaman

perkebunan, pascapanen, dan tanaman pangan, dan

satu kali temu bisnis bekerja sama dengan

Masyarakat Perbenihan Pertanian Indonesia. Industri

yang berminat mengembangkan teknologi tersebut

diarahkan untuk membuat kesepakatan (MOU)

perjanjian lisensi. Perjanjian alih teknologi melalui

lisensi berupa pemberian izin kepada lisensor untuk

mengembangkan, memproduksi, dan memasarkan

produk hasil teknologi, dan Badan Litbang Pertanian

sebagai pemberi lisensi akan mendapat royalti KI

sebagai imbalan atas pemberian lisensi tersebut.

Pada tahun 2011 dihasilkan 20 perjanjian lisensi,

terdiri atas 11 paten dan sembilan varietas tanaman

(Tabel 4). Satu dari teknologi tersebut, yaitu SMARt

(formula pupuk hayati untuk tanaman padi) dilisensi

oleh tiga perusahaan secara noneksklusif. Pada tahun

2010 jumlah lisensi hanya 11 judul sehingga terjadi

kenaikan hampir dua kali.

Kemajuan dan keberhasilan serta jaminan

akuntabilitas (tanggung gugat) pelaksanaan kinerja

suatu perjanjian lisensi perlu diukur melalui kegiatan

pemantauan. Verifikasi merupakan salah satu alat

manajemen yang dapat digunakan untuk memantau

tingkat keberhasilan suatu kegiatan perjanjian lisensi

yang sedang berjalan. Data hasil verifikasi dapat

dijadikan sebagai bahan evaluasi dan menghasilkan

rekomendasi untuk perbaikan pelaksanaan dan atau

perencanaan berikutnya. Pada tahun 2011 telah

Tabel 3. Permohonan paten, ciptaan, merek, dan hak perlindungan varietas tanaman (PVT) Badan Litbang Pertanian,

2006-2011.

TahunPendaftaran/permohonan Sertifikat

Paten Cipta Merek PVT Varietas Jumlah Paten Cipta Merek PVT Varietas Jumlah

< 2006 59 6 22 - - 87 9 2 3 - - 14

2006 16 7 1 3 14 41 - 7 - - 11 18

2007 2 - - 2 18 22 7 - - 1 18 26

2008 15 5 7 6 64 97 5 - - 2 57 64

2009 13 10 4 4 104 135 2 1 - 2 100 105

2010 28 5 2 5 80 120 5 9 8 - 80 102

2011 16 6 4 7 86 119 6 1 2 - 86 95

Jumlah 149 39 40 27 366 621 34 20 13 5 352 424

Pengelolaan Hak Kekayaan

Intelektual Pertanian

Hak kekayaan intelektual (HKI) adalah hak eksklusif

yang diberikan oleh negara kepada seseorang atau

kelompok orang berupa perlindungan atas invensi,

ciptaan di bidang ilmu, teknologi, seni dan sastra,

serta pemakaian simbol atau lambang dagang, yang

meliputi paten, hak cipta, merek, rahasia dagang,

desain industri, desain tata letak sirkuit terpadu, dan

varietas tanaman. Pengelolaan kekayaan intelektual

pertanian dipandang sangat perlu, bukan saja agar

proses sertifikasi HKI dapat dilakukan secara optimal

dan sertifikat HKI dapat diterima tepat waktu, tetapi

juga untuk merangsang inventor agar berlomba

mendaftarkan invensinya. Invensi Badan Litbang

Pertanian yang unggul dan komersial menjadi target

utama untuk dilindungi HKI-nya.

Sejak tahun 2006 sampai 2011, jumlah per-

mohonan KI mencapai 621, meliputi 149 paten, 39

ciptaan, 40 merek, 27 perlindungan varietas tanaman

(PVT), dan 366 varietas. Untuk tahun 2011 jumlah

pendaftaran KI/HKI meliputi 16 paten, enam ciptaan,

empat merek, tujuh PVT, dan 86 varietas (Tabel 3).

Untuk mempromosikan teknologi hasil penelitian

pertanian kepada pengguna (industri, pemerintah,

dan masyarakat) dilakukan round table meeting

(RTM). Pada tahun 2011 dilakukan enam kali RTM

Diseminasi Inovasi

Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2011129

Kepala Badan Litbang Pertanian

menandatangani kerja sama

lisensi inovasi kepada mitra.

Tabel 4. Invensi Badan Litbang Pertanian yang dilisensi swasta tahun 2011.

Nama teknologi UK/UPT Mitra kerja sama

Jagung hibrida Bima 7 Balitsereal PT Biogen Plantation

Minuman kesehatan dari kulit buah manggis BPTP Sumbar PT Zena Nirmala Sentosa

Bio aditif BBM Balittro PT Sinergi Alam Bersama

AWS Sistem Telemetri (alat perekam data stasiun cuaca otomatis) Balitklimat PT Indocommit Citra Mahardhika

Feromon Exi (formulasi feromon seks pemikat serangga jantan) BB Biogen PT Nusagri

SMARt (formula pupuk hayati untuk tanaman padi) Balittanah PT Bio Nusantara

SMARt (formula pupuk hayati untuk tanaman padi) Balittanah PT Petrosida Gresik

SMARt (formula pupuk hayati untuk tanaman padi) Balittanah PT Buana Agro Sejahtera

Proses penurunan indeks glikemik pada beras BB Pascapanen PT Petrokimia Gresik

Padi hibrida Hipa 12 BB Padi PT Saprotan Benih Utama

Padi hibrida Hipa 14 BB Padi PT Saprotan Benih Utama

Jagung QPM Balitsereal PT Berdikari

Krisan Puspita Nusantara Balithi PT Alam Indah Bunga Nusantara

Krisan Swarna Kencana Balithi PT Alam Indah Bunga Nusantara

Buncis Tegak 1 Balitsa Fajar Seed

Buncis Tegak 2 Balitsa Fajar Seed

Atraktan Balittro PT Sianindo Kurniasejati

Lem perangkap lalat buah Balittro PT Sianindo Kurniasejati

Kangkung Sutera Balitsa PT Sang Hyang Seri

SMARt (Formula pupuk hayati untuk tanaman padi) Plus Balittro PT Sapa Berkah Persada

dilakukan verifikasi invensi yang dilisensi swasta

sehingga diketahui potensi jumlah royalti dari KI yang

telah dilisensikan ke swasta.

Usulan pendaftaran HKI pada tahun 2011 me-

ningkat dibanding tahun sebelumnya, namun masih

banyak usulan yang belum memenuhi persyaratan.

Untuk keperluan tersebut diterbitkan tiga panduan

umum, yaitu kriteria penilaian suatu invensi (paten

dan PVT), panduan umum valuasi invensi, dan

panduan umum verifikasi.

Pengembangan Organisasi

Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2011130

Pengembangan

Organisasi

Badan Litbang Pertanian terus melakukan pengembangan

organisasi dan peningkatan kemampuan manajemen seiring

dengan perubahan lingkungan strategis penelitian pertanian.

Pengembangan organisasi mencakup penambahan kewe-

nangan, evaluasi rincian tugas, dan penyempurnaan

nomenklatur sesuai dengan fungsi organisasi; pengembangan

sumberdaya manusia untuk meningkatkan kompetensi,

kemampuan, dan keahlian melalui pendidikan dan pelatihan;

pengembangan sarana dan prasarana; penajaman program

dan pengelolaan anggaran; serta pengembangan kerja sama

dalam maupun luar negeri.

Pengembangan Organisasi

Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2011131

Pengembangan Kelembagaan

Berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian No. 61/2010

tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian

Pertanian, Badan Litbang Pertanian mempunyai tugas

melaksanakan penelitian dan pengembangan perta-

nian. Untuk melaksanakan tugas tersebut, Badan

Litbang Pertanian menyelenggarakan fungsi: (1)

penyusunan kebijakan teknis, rencana dan program

litbang pertanian; (2) pelaksanaan litbang pertanian;

(3) pemantauan, evaluasi, dan pelaporan pelaksanaan

litbang pertanian; dan (4) pelaksanaan administrasi.

Pada tahun 2011 Badan Litbang Pertanian

melakukan penataan Unit Pelaksana Teknis (UPT)

terkait dengan adanya perubahan lingkungan

strategis, antara lain: (1) perubahan organisasi pada

Lembaga Riset Perkebunan Indonesia yang melim-

pahkan mandat penelitian tujuh komoditas perke-

bunan (kopi, kakao, karet, tebu, teh, kina, dan kelapa

sawit) ke Badan Litbang Pertanian; (2) kebutuhan akan

pengembangan teknologi pertanian di dua provinsi

baru, yaitu Kepulauan Riau dan Sulawesi Barat; (3)

dukungan terhadap percepatan program swa-

sembada daging sapi; dan (4) antisipasi terhadap

serangan organisme pengganggu tanaman akibat

anomali iklim. Penyempurnaan organisasi meliputi

perubahan nomenklatur, peningkatan eselon,

penambahan mandat, dan pembentukan UPT baru,

yaitu:

a. Penambahan Eselon V pada Loka Penelitian

Penyakit Tungro, Loka Penelitian Kambing Potong,

dan Loka Penelitian Sapi Potong.

b. Penambahan mandat komoditas dan perubahan

nomenklatur UPT lingkup Puslitbangbun, yaitu

Balai Penelitian Tanaman Palma, Balai Penelitian

Tanaman Pemanis dan Serat, Balai Penelitian

Tanaman Rempah dan Obat, dan Balai Penelitian

Tanaman Industri dan Penyegar.

c. Penambahan Loka Pengkajian Teknologi Perta-

nian (LPTP) Provinsi Kepulauan Riau dan LPTP

Provinsi Sulawesi Barat.

Dengan adanya perubahan tersebut, organisasi Badan

Litbang Pertanian pada tahun 2011 terdiri atas

Sekretariat Badan, empat Puslitbang, dua Pusat,

tujuh Balai Besar, 15 Balai Penelitian, satu Balai

Pengelola Alih Teknologi Pertanian, 31 Balai

Pengkajian Teknologi Pertanian, dua Loka Pengkajian

Teknologi Pertanian, dan tiga Loka Penelitian. Struk-

tur organisasinya disajikan pada Gambar 1.

Sumberdaya Manusia

Pada tahun 2011 Badan Litbang Pertanian didukung

oleh 8.151 staf. Dari jumlah tersebut, 3.439 orang

(42,2%) adalah tenaga fungsional, yang terdiri atas

peneliti, perekayasa, pustakawan, pranata komputer,

arsiparis, teknisi litkayasa, statistisi, penyuluh, analis

kepegawaian, perencana, dan pranata humas

(Gambar 2).

Berdasarkan tingkat pendidikan, pegawai Badan

Litbang Pertanian yang berpendidikan di bawah S1

berjumlah 4.558 orang (55,9%), S1 2.076 orang

(25,5%), S2 1.133 orang (13,9%), dan S3 384 orang

(4,7%). Perkembangan komposisi pegawai menurut

tingkat pendidikan selama lima tahun terakhir

disajikan pada Tabel 1. Program pengembangan SDM

melalui pendidikan jangka panjang terus dilakukan

untuk meningkatkan jumlah pegawai berpendidikan

S2 dan S3 yang merupakan penggerak penelitian.

Selama lima tahun terakhir (2007-2011), Badan

Litbang Pertanian mengirim 467 petugas belajar ke

berbagai perguruan tinggi di luar dan dalam negeri,

yaitu program S3 228 orang, S2 212 orang, S1

delapan orang, D3 tujuh orang, dan D4 satu orang.

Berdasarkan sebaran usia, sebagian besar

pegawai berusia 46-55 tahun. Data tersebut

menunjukkan, dalam lima tahun ke depan cukup

banyak pegawai yang akan memasuki usia pensiun.

Upaya mengganti pegawai yang pensiun dilakukan

melalui rekruitmen pegawai baru.

Tenaga peneliti merupakan tenaga penggerak

utama dalam menghasilkan inovasi teknologi. Pada

tahun 2011 Badan Litbang Pertanian didukung oleh

1.644 orang peneliti, dan 441 peneliti nonkelas/calon

peneliti (Tabel 2). Jumlah peneliti pada tahun 2011

menurun 2,7% dibanding tahun 2010, yang mencapai

Pengembangan Organisasi

Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2011132

1.689 peneliti, karena sebagian memasuki masa

purna tugas. Jumlah peneliti Badan Litbang Pertanian

dirasakan masih kurang bagi suatu institusí penelitian.

Upaya memenuhi jumlah peneliti dilakukan melalui

rekruitmen tenaga baru serta pendidikan dan pelatih-

an (diklat) peneliti pertama yang diselenggarakan LIPI.

Pada tahun 2011, Badan Litbang Pertanian mengirim

81 orang untuk mengikuti diklat di LIPI. Badan Litbang

Pertanian mempunyai 94 orang Profesor Riset dari

berbagai disiplin ilmu, 15 di antaranya telah pensiun.

Anggaran

Pada tahun 2011, Badan Litbang Pertanian mengelola

anggaran Rp1,10 triliun, dan hibah luar negeri Rp21,95

miliar. Anggaran tersebut sekitar 6,3% dari total pagu

Gambar 2. Komposisi tenaga fungsional

Badan Litbang Pertanian, 2011.

0,12%

0,02%

0,02%0,00%

0,06%0,50%

10,54%0,22%

25,58%

0,42%

1,08%

57,81%

Peneliti

Pustakawan

Pranata Komputer

Arsiparis

Teknisi Litkayasa

Statistisi

Perekayasa

Penyuluh

Medik Veteriner

Pengawas Bibit Ternak

Analisis Kepegawaian

Perencana

Pranata Kehumasan

Administrasi

3,59%

0,02%

Gambar 1. Struktur organisasi Badan Litbang Pertanian, 2011.

Puslitbangtan Puslitbanghorti Puslitbangbun Puslitbangnak

BB Padi Bbalitvet BBSDLPBB

Pengkajian BB BiogenBB

PascapanenBBPMP

Badan LitbangPertanian

Sekretariat

LolitTungro

Balitkabi

BalitSereal

Balitsa

BalitbuTropika

Balithi

Balitjestro

Balittro

Balittas

Balitka

Balittri

Balitnak

Lolit Sapi

LolitKambing

Balittra

Balittanah

Balingtan

Balitklimat

Balai PATP

31 BPTP

PSE-KP PUSTAKA

2 LPTP

Pengembangan Organisasi

Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2011133

Sarana dan Prasarana

Laboratorium penelitian merupakan sumberdaya

penelitian yang sangat penting dalam menghasilkan

inovasi teknologi. Pada tahun 2011 Badan Litbang

Pertanian memiliki 153 laboratorium penelitian yang

tersebar pada UK/UPT di seluruh provinsi di Indonesia.

Jenis dan kemampuan laboratorium beragam

sehingga upaya meningkatkan kemampuan dan

kapasitasnya terus dilakukan.

Sebanyak 34 dari 153 laboratorium Badan Litbang

Pertanian sudah mendapat sertifikat ISO-17025-2000

dari Komite Akreditasi Nasional (KAN), yang berarti

telah mendapat pengakuan formal di tingkat nasional,

regional, dan internasional untuk melaksanakan

pengujian, 25 laboratorium dalam proses akreditasi,

dan 94 laboratorium belum terakreditasi. Dalam

jangka panjang, laboratorium Badan Litbang

Pertanian diharapkan dapat menjadi laboratorium

Tabel 1. Perkembangan pegawai Badan Litbang Pertanian menurut pendidikan,

2007-2011.

Pendidikan 2007 2008 2009 2010 2011

< S1 4.557 4.964 4.864 4.818 4.558

Sarjana (S1) 1.786 1.797 1.789 1.910 2.076

Master (S2) 1.104 1.093 1.099 1.098 1.133

Doktor (S3) 365 375 372 376 384

Jumlah 7.812 8.229 8.124 8.202 8.151

Tabel 2. Peneliti Badan Litbang Pertanian menurut jenjang peneliti dan usia, 2011.

Jenjang peneliti

Usia (tahun)

25-35 36-45 46-55 >55 Jumlah

Peneliti Utama 0 0 81 182 263

Peneliti Madya 0 37 343 150 530

Peneliti Muda 14 210 232 4 460

Peneliti Pertama 123 196 70 2 391

Peneliti Nonkelas 331 72 36 2 441

Jumlah 468 515 762 340 2.085

anggaran Kementerian Pertanian (Rp17,74 triliun),

dan naik Rp179,61 miliar (19,01%) dibanding tahun

2010.

Pengelolaan dan pemanfaatan anggaran

diklasifikasikan dalam tiga jenis belanja, yaitu belanja

pegawai, barang, dan modal. Belanja pegawai

Rp405,36 miliar (36,1%) digunakan untuk membiayai

kebutuhan gaji, tunjangan, uang makan, honor,

lembur, dan tunjangan kompensasi kerja. Belanja

barang Rp524,29 miliar (46,6%) untuk membiayai

program dan kegiatan utama litbang pertanian.

Belanja modal Rp194,54 miliar (17,3%) dimanfaatkan

untuk pemeliharaan aset dan pemupukan modal,

seperti pembangunan/renovasi gedung kantor,

laboratorium, dan revitalisasi kebun percobaan;

pengadaan perlengkapan sarana gedung kantor, alat

laboratorium, sarana kebun percobaan, serta jurnal

dan buku ilmiah, serta pemupukan modal nonfisik

lainnya untuk mendukung peningkatan kapasitas

litbang pertanian.

Pengembangan Organisasi

Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2011134

Tabel 3. Laboratorium UK/UPT Badan Litbang Pertanian yang sudah memperoleh akreditasi SNI

19-17025-2000.

Laboratorium Ruang lingkup uji

BBPMP Traktor, pompa air, dan alsin pascapanen biji-bijian

BB Padi Proksimat dan mutu benih UPBS ISO 9001:2008

BBSDLP/Balittanah Tanah, pupuk, dan air

BB Biogen GMO kualitatif dan RAPD

Bbalitvet Penyakit hewan, keamanan pangan, dan BSL3

BB Pascapanen Karakterisasi tepung

Balitbu Tropika Mutu benih

Balitsa Virus, tanah, tanaman, dan pupuk

Balittro Fisiologi dan ekofisiologi

Balithi Mutu benih

Balitnak Proksimat pakan

BPTP Sumatera Utara Tanah dan pupuk

BPTP Sumatera Barat Tanah dan pupuk

BPTP Yogyakarta Tanah dan pupuk

BPTP Jawa Timur Tanah dan pupuk

BPTP Nusa Tenggara Barat Tanah dan pupuk

BPTP Sulawesi Selatan Tanah dan pupuk

rujukan yang andal dan absah, tempat pelatihan dan

magang, serta sebagai pusat penelitian.

Pengelolaan laboratorium mengacu pada

Standar Nasional Indonesia (SNI) 19-17025-2000

yang merupakan adopsi dari ISO/IEC 17025:1999

dan SNI 19-9001:2001 untuk penerapan sistem

manajemen mutu. Pengelolaan laboratorium yang

sesuai dengan standar tersebut diharapkan meng-

hasilkan kinerja yang memiliki daya saing ilmiah dan

komersial.

Akreditasi laboratorium penelitian Badan Litbang

Pertanian telah dilaksanakan sejak 2002. Laborato-

rium pada 10 UK/UPT telah diakreditasi Komite

Akreditasi Nasional berdasarkan SNI 19-17025-2000,

yaitu laboratorium yang terdapat pada Balai Besar

Penelitian Veteriner, Balai Besar Pengembangan

Mekanisasi Pertanian, Balai Besar Penelitian Tanaman

Padi, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan

Sumberdaya Lahan Pertanian, Balai Besar Penelitian

dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya

Genetik Pertanian, Balai Penelitian Tanaman Sayuran,

Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik, Balai

Penelitian Tanaman Hias, Balai Pengkajian Teknologi

Pertanian (BPTP) Sumatera Utara, dan BPTP Sulawesi

Selatan (Tabel 3).

Kebun percobaan (KP) mempunyai fungsi utama

mendukung kegiatan litbang di lapangan, selain

sebagai tempat konservasi ex situ sumberdaya

genetik (SDG), produksi benih sumber, show window

inovasi teknologi, kebun produksi, pendukung

ketahanan pangan, media pendidikan, dan wahana

agrowidyawisata. Badan Litbang Pertanian memiliki

119 KP dengan luas total 5.853,46 ha, tersebar di 43

UPT. Kondisi KP bervariasi, baik luas, status lahan,

pemanfaatan maupun keragaannya, tersebar pada

kondisi agroklimat yang berbeda pada dataran rendah

sampai dataran tinggi. Kapasitas KP secara kontinu

ditingkatkan melalui peningkatan anggaran, SDM

serta sarana dan prasarana. Peningkatan kapasitas

SDM dilakukan melalui pelatihan dan lokakarya

pengelolaan KP. Sementara itu, peningkatan sarana

prasarana dilakukan melalui revitalisasi KP yang

dimulai pada tahun 2011.

Pengembangan Organisasi

Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2011135

Pemasukan dan Pengeluaran Benih/Bibit/Sumberdaya Genetik untuk Penelitian

Badan Litbang Pertanian mendapat wewenang untuk

memberi izin pemasukan dan pengeluaran sumber-

daya genetik (SDG) untuk penelitian berdasarkan

Permentan No. 37/2011 tentang Pelestarian dan

Pemanfaatan Sumberdaya Genetik Tanaman.

Kewenangan tersebut meliputi:

1. Izin eksplorasi SDG (pencarian dan pengumpulan,

yang diikuti dengan identifikasi, karakterisasi,

dokumentasi, dan evaluasi) 15 hari kerja.

2. Pemberian tanda daftar kebun koleksi (pengum-

pulan yang diikuti dengan penyimpanan dan

pemeliharaan SDG hasil ekplorasi dalam bentuk

materi maupun informasi SDG) 15 hari kerja.

3. Pemasukan SDG dari luar negeri ke dalam wilayah

RI untuk kepentingan penelitian dan/atau

pemuliaan, 10 hari kerja.

4. Pengeluaran SDG ke luar wilayah RI dalam bentuk

tukar-menukar untuk kepentingan penelitian dan/

atau pemuliaan, 10 hari kerja.

Pada tahun 2011 telah diterbitkan 103 izin, yang terdiri

atas 62 izin pemasukan, 40 izin pengeluaran, dan

satu izin pendaftaran kebun koleksi atau tempat

penyimpanan SDG.

Kerja Sama

Kerja sama penelitian dan pengembangan bermanfaat

untuk mengoptimalkan penggunaan sumberdaya,

menghindari tumpang-tindih penelitian, meningkatkan

kualitas penelitian, mengefektifkan diseminasi hasil

penelitian, dan yang paling penting adalah dapat

memberikan luaran yang nyata seperti HKI, jurnal/

publikasi ilmiah, dan paten serta manfaat bagi

stakeholders khususnya petani. Ketahanan pangan,

perubahan iklim, dan keanekaragaman hayati

merupakan poin-poin penting dalam menjalin kerja

sama penelitian.

Badan Litbang Pertanian memiliki kerja sama

yang cukup luas, baik nasional maupun internasional.

Secara nasional telah terjalin kerja sama penelitian

beberapa komoditas dan bidang masalah dengan

lembaga penelitian di bawah koordinasi Kementerian

Ristek, LIPI, BATAN, BPPT, dan beberapa perguruan

tinggi. Untuk mengefektifkan diseminasi telah

terbentuk pula kerja sama dengan pemerintah

daerah, pihak swasta, dan instansi pengambil

kebijakan dalam lingkup Kementerian maupun di luar

Kementerian Pertanian. Secara internasional, Badan

Litbang Pertanian juga termasuk dalam jejaring kerja

sama bilateral, multilateral maupun regional.

Kerja Sama Dalam Negeri

Kerja sama dalam negeri UK/UPT Badan Litbang

Pertanian dilakukan dengan mitra seperti pemerintah

daerah, perusahaan swasta, BUMN, lembaga

swadaya masyarakat, perguruan tinggi, dan lembaga

pemerintah lainnya. Kerja sama meliputi penelitian,

pengembangan, pengkajian, perekayasaan, peme-

taan, bimbingan teknologi, evaluasi/karakterisasi

sumberdaya pertanian, serta pertukaran dan

pemanfaatan informasi. Kerja sama dalam negeri

dituangkan dalam nota kesepahaman.

Kerja sama pada dasarnya bertujuan untuk: (1)

mempercepat pematangan teknologi, seperti uji

verifikasi, uji multilokasi, uji adaptasi, dan uji

kelayakan; (2) mempercepat diseminasi dan adopsi

teknologi; (3) mempercepat pencapaian tujuan

pembangunan pertanian; (4) meningkatkan capacity

building UK/UPT lingkup Badan Litbang Pertanian; (5)

mendapat umpan balik untuk penyempurnaan

teknologi; dan (6) menciptakan alternatif sumber

pembiayaan litbang. Pada tahun 2011 Badan Litbang

Pertanian mengelola 598 kerja sama dalam negeri,

terdiri atas kerja sama dengan Kementerian Ristek

melalui program insentif sebanyak 276 kerja sama

(46%), program KKP3T 131 kerja sama (23%),

pemerintah provinsi dan kabupaten 102 kerja sama

(17%), dan swasta 79 kerja sama (14%).

Kerja Sama Luar Negeri

Kerja sama luar negeri meliputi kerja sama dengan

lembaga penelitian asing, organisasi internasional,

Pengembangan Organisasi

Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2011136

Tabel 4. Jumlah kerja sama penelitian dalam dan luar

negeri, 2007-2011.

TahunJumlah kerja sama

Dalam negeri Luar negeri

2007 2591) 48

2008 2051) 77

2009 8882) 45

2010 5822) 41

2011 5982) 65

1)termasuk KKP3T2)termasuk KKP3T dan SINTA/insentif

perguruan tinggi asing, swasta asing, dan LSM asing.

Badan Litbang Pertanian melakukan kerja sama

penelitian dengan berbagai mitra, seperti ACIAR

(Australian Centre for International Agricultural

Research), CSIRO (Commonwealth Scientific and

Industrial Research Organisation), JICA (Japan

International Cooperation Agency), JIRCAS (Japan

International Research Center for Agricultural

Sciences), Amarta, Ansoft, RDA (Rural Development

Administration), AFACI (Asian Food and Agriculture

Cooperation Initiative), US Department of State,

CIMMYT (International Maize and Wheat Improvement

Center), CIRAD (Agricultural Research for

Development), IRRI (International Rice Research

Institute), FAO (Food and Agriculture Organization),

Yuan Longping Ltd, HORTIN II, AFACI (Asian Food

and Agriculture Cooperation Initiative), Gent

University, MAFF (Ministry of Agriculture, Forestry and

Fisheries) Japan, AMNET, ICRAF (The World

Agroforestry Centre), ICCTF (Indonesia Climate

Change Trust Fund), IDRC (International Development

Research Centre), IAEA (International Atomic Energy

Agency), CIP (International Potato Centre),

Biodiversity International, IPNI (International Plant

Names Index), IOM, Malaysian Rubber Research

Institute, UNDP (United Nations Development

Programme), GIZ, Murdoch University, IFPRI

(International Food Policy Research Institute),

University of Queensland, IPI (International Potash

Institute), REDD ALERT, dan World Bank.

Kerja sama luar negeri diarahkan untuk lebih

meningkatkan akses terhadap metode dan teknologi

yang relevan untuk mendukung kegiatan Badan

Litbang Pertanian, serta meningkatkan kompetensi

peneliti/perekayasa Badan Litbang Pertanian di dunia

internasional. Kerja sama dilakukan melalui

hubungan kelembagaan formal dengan didasarkan

atas persamaan kedudukan yang saling meng-

untungkan serta dilaksanakan dengan sistem

pengendalian yang ketat.

Kerja sama luar negeri dilaksanakan melalui

skema kerja sama bilateral, regional, dan multi-

lateral. Kerja sama bilateral merupakan kerja sama

yang dilaksanakan oleh dua negara melalui

government to government maupun private to private.

Kerja sama regional dilakukan oleh beberapa negara

yang berada dalam satu kawasan dan kepentingan

tertentu, seperti ASEAN dan APEC. Kerja sama

multilateral dilaksanakan oleh banyak negara,

misalnya FAO, WHO, dan CGIAR.

Pada tahun 2011 Badan Litbang Pertanian

mengelola 65 kerja sama luar negeri, terdiri atas 40

kerja sama bilateral dan 25 kerja sama multilateral.

ACIAR memberikan kontribusi terbanyak pada jumlah

kegiatan kerja sama bilateral (18 kerja sama) diikuti

oleh AFACI - Korea Selatan (lima kerja sama). IRRI

terbanyak memberikan kontribusi pada jumlah

kegiatan kerja sama multilateral (13 kerja sama).

Perkembangan jumlah kerja sama penelitian dalam

dan luar negeri tahun 2007-2011 disajikan pada Tabel

4.

Kerja Sama Kemitraan Penelitian Pertaniandengan Perguruan Tinggi (KKP3T)

Pada tahun 2011, jumlah proposal yang masuk

melalui KKP3T sebanyak 260 proposal yang berasal

dari 47 perguruan tinggi dengan jumlah usulan biaya

Rp 33,755 miliar. Dari jumlah tersebut, 131 proposal

dari 30 perguruan tinggi layak didanai dengan nilai

Rp10,613 miliar atau biaya rata-rata per proposal

Rp81.018.183. Dari jumlah tersebut, 33 proposal

merupakan proposal lanjutan dan 98 proposal adalah

proposal baru. Berdasarkan biaya yang disetujui,

bidang penelitian sumberdaya lahan dan lingkungan

pertanian dan tanaman pangan memiliki nilai biaya

Pengembangan Organisasi

Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2011137

terbesar, masing-masing Rp1,821 miliar dan Rp1,805

miliar. Bidang bioteknologi dan SDG memiliki rata-

rata biaya per proposal terbesar, yakni Rp94.051.714/

proposal. Untuk jumlah proposal yang lolos, Institut

Pertanian Bogor adalah yang terbanyak dengan 53

proposal (40,5%), diikuti Universitas Gadjah Mada

23 proposal (17,6%) serta Universitas Padjadjaran

enam proposal (4,6%).

Program Insentif Peningkatan KemampuanPeneliti dan Perekayasa

Program ini merupakan kerja sama Badan Litbang

Pertanian dengan Kementerian Ristek dan berlangsung

sejak tahun 2009. Pada awalnya program ini bernama

SINTA (Sinergi Penelitian dan Pengembangan

Pertanian) yang didanai oleh Direktorat Jenderal

Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan Nasional.

Mulai tahun 2010, program ini didanai Kementerian

Ristek. Pada tahun 2011, terdapat 394 proposal

dengan usulan biaya Rp82,4 miliar. Proposal yang

disetujui sebanyak 276 proposal dengan biaya Rp43,8

miliar. Fokus penelitian meliputi ketahanan pangan

(264 proposal), teknologi kesehatan dan obat (10

proposal), serta sains dan kemanusiaan (dua

proposal). Pengkajian teknologi pertanian mendapat

biaya terbesar, yaitu Rp18,9 miliar, sedangkan

penelitian mekanisasi pertanian, sosiologi, dan

ekonomi pertanian mendapat biaya rata-rata per

proposal tertinggi, yaitu Rp183.333.333.

139Unit Kerja Lingkup Badan Litbang Pertanian

Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2011

Unit Kerja Lingkup Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

Sekretariat Badan Penelitian danPengembangan Pertanian (Sekretariat Badan)Jalan Ragunan No. 29, PasarmingguJakarta 12540Telp. (021) 7505395, 7806202Faks. (021) 7800644E-mail : [email protected] : http://litbang.deptan.go.id

Pusat Penelitian dan Pengembangan TanamanPangan (Puslitbangtan)Jalan Merdeka No. 147, Bogor 16111Telp. (0251) 8334089, 8331718Faks. (0251) 8312755E-mail : [email protected] : http://puslittan.bogor.net

Pusat Penelitian dan PengembanganHortikultura (Puslitbanghorti)Jalan Ragunan No. 29A, PasarmingguJakarta 12540Telp. (021) 7805768, 7892205Faks. (021) 7805135E-mail : [email protected] : http://litbanghortikultura.go.id

Pusat Penelitian dan PengembanganPerkebunan (Puslitbangbun)Jalan Tentara Pelajar No. 1, Bogor 16111Telp. (0251) 8313083, 836194, 8329305Faks. (0251) 8336194E-mail : [email protected] : http://perkebunan.litbang.deptan.go.id

Pusat Penelitian dan PengembanganPeternakan (Puslitbangnak)Jalan Raya Pajajaran Kav. E-59, Bogor 16143Telp. (0251) 8322185, 8328383, 8322138Faks. (0251) 8328382E-mail : [email protected] : http://peternakan.litbang.deptan.go.id

Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian(PSE-KP)Jalan Ahmad Yani No. 70, Bogor 16161Telp. (0251) 8333964Faks. (0251) 8314496E-mail : [email protected] : http://pse.litbang.deptan.go.id

Pusat Perpustakaan dan Penyebaran TeknologiPertanian (PUSTAKA)Jalan Ir. H. Juanda No. 20, Bogor 16122Telp. (0251) 8321746Faks. (0251) 8326561E-mail : [email protected] : http://pustaka.litbang.deptan.go.id

Balai Besar Pengembangan MekanisasiPertanian (BBPMP)Situgadung, Legok, Tangerang, Kotak Pos 2,Serpong 15310Telp. (021) 5376787, 70936787Faks. (021) 71695497E-mail : [email protected] : http://mekanisasi.litbang.deptan.go.id

Balai Besar Penelitian dan PengembanganBioteknologi dan Sumberdaya GenetikPertanian (BB Biogen)Jalan Tentara Pelajar No. 3 A, Bogor 16111Telp. (0251) 8337975, 8339793Faks. (0251) 8338820E-mail : [email protected] : http://biogen.litbang.deptan.go.id

Balai Besar Penelitian dan PengembanganPascapanen Pertanian (BB Pascapanen)Jalan Tentara Pelajar No. 12, Bogor 16114Telp. (0251) 8321762, 8350920Faks. (0251) 8321762E-mail : [email protected] : http://pascapanen.litbang.deptan.go.id

Balai Besar Penelitian dan PengembanganSumberdaya Lahan Pertanian(BB SDLP)Jalan Tentara Pelajar No. 12, Bogor 16114Telp. (0251) 8323012, 8327215Faks. (0251) 8311256E-mail : [email protected] : http://bbsdlp.litbang.deptan.go.id

Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BB Padi)Jalan Raya No. 9, Sukamandi, Subang 41172Telp. (0260) 520157Faks. (0260) 520158E-mail : [email protected] : http://bbpadi.litbang.deptan.go.id

140Unit Kerja Lingkup Badan Litbang Pertanian

Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2011

Balai Besar Penelitian Veteriner (Bbalitvet)Jalan R.E. Martadinata No. 30, Kotak Pos 52Bogor 16114Telp. (0251) 8331048, 8334456Faks. (0251) 8336425E-mail : [email protected] : http://bbalitvet.litbang.deptan.go.id

Balai Besar Pengkajian dan PengembanganTeknologi Pertanian (BB Pengkajian)Jalan Tentara Pelajar No. 10, Bogor 16114Telp. (0251) 8351277Faks. (0251) 8350928E-mail : [email protected] : http://bbp2tp.litbang.deptan.go.id

Balai Pengelola Alih Teknologi Pertanian(Balai PATP)Jalan Salak No. 22, Bogor 16151Telp. (0251) 8382563, 8382567Faks. (025) 8382567E-mail : [email protected] : http://bpatp.litbang.deptan.go.id

Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan danUmbi-umbian (Balitkabi)Jalan Raya Kendal Payak, Kotak Pos 66Malang 65101Telp. (0341) 801468Faks. (0341) 801496E-mail : [email protected]

[email protected] : http://balitkabi.litbang.deptan.go.id

Balai Penelitian Tanaman Serealia (Balitsereal)Jalan Dr. Ratulangi, Kotak Pos 173 Maros 90514Telp. (0411) 371529Faks. (0411) 371961E-mail : [email protected] : http://balitsereal.litbang.deptan.go.id

Balai Penelitian Tanaman Sayuran (Balitsa)Jalan Tangkuban Perahu 517 LembangBandung 40391Telp. (022) 2786245Faks. (022) 2786416E-mail : [email protected] : http://balitsa.litbang.deptan.go.id

Balai Penelitian Tanaman Hias (Balithi)Jalan Raya Ciherang, Kotak Pos 8 SDLSegunung Pacet, Cianjur 43252Telp. (0263) 517056, 514138Faks. (0263) 514138E-mail : [email protected] : http://balithi.litbang.deptan.go.id

Balai Penelitian Tanaman Buah Tropika(Balitbu Tropika)Jalan Raya Solok Aripan km 8, Kotak Pos 5Solok 27301Telp. (0755) 20137Faks. (0755) 20592E-mail : [email protected] : http://balitbu.litbang.deptan.go.id

Balai Penelitian Tanaman Jeruk dan BuahSubtropika (Balitjestro)Jalan Raya Tlekung No. 1, Junrejo, Kota Batu 65301Telp. (0341) 592683Faks. (0341) 593047E-mail : [email protected] : http://balitjestro.litbang.deptan.go.id

Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat(Balittro)Jalan Tentara Pelajar No. 3, Bogor 16111Telp. (0251) 8321879Faks. (0251) 8327010E-mail : [email protected] : http://balittro.litbang.deptan.go.id

Balai Penelitian Tanaman Industri dan Penyegar(Balittri)Jalan Raya Pakuwon km 2, ParungkudaSukabumi 43357Telp. (0266) 7070941Faks. (0266) 6542087E-mail : [email protected]

[email protected] : http://balittri.litbang.deptan.go.id

Balai Penelitian Tanaman Palma (Balitka)Jalan Bethesda II, Mapanget, Kotak Pos 1004Manado 95001Telp. (0431) 812430Faks. (0431) 812017E-mail : [email protected] : http://balitka.litbang.deptan.go.id

Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat(Balittas)Jalan Raya Karangploso km 4, Kotak Pos 199Malang 65152Telp. (0341) 491447Faks. (0341) 485121E-mail : [email protected] : http://balittas.litbang.deptan.go.id

141Unit Kerja Lingkup Badan Litbang Pertanian

Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2011

Balai Penelitian Ternak (Balitnak)Jalan Banjarwaru, CiawiKotak Pos 221Bogor 16002Telp. (0251) 8240752Faks. (0251) 8240754E-mail : [email protected]

[email protected] : http://balitnak.litbang.deptan.go.id

Balai Penelitian Tanah (Balittanah)Jalan Tentara Pelajar No. 12, Bogor 16114Telp. (0251) 8336757Faks. (0251) 8321608E-mail : [email protected] : http://balittanah.litbang.deptan.go.id

Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi(Balitklimat)Jalan Tentara Pelajar No.1 A, Bogor 16111Telp. (0251) 8312760Faks. (0251) 8312760E-mail : [email protected] : http://balitklimat.litbang.deptan.go.id

Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa (Balittra)Jalan Kebun Karet Lok Tabat Utara, Kotak Pos 31Banjarbaru 70712Telp. (0511) 4772534Faks. (0511) 4773034E-mail : [email protected] : http://balittra.litbang.deptan.go.id

Balai Penelitian Lingkungan Pertanian(Balingtan)Jalan Raya Jakenan, Jaken km 5, Kotak Pos 5, JakenPati 59182Telp. (0295) 883927Faks. (0295) 883927E-mail : [email protected] : http://balingtan.litbang.deptan.go.id

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP)Nanggroe Aceh DarussalamJalan P. Nyak Makam No. 27, Kotak Pos 41,Lampineung, Banda Aceh 23125Telp. (0651) 7551811Faks. (0651) 7552077E-mail : [email protected]

[email protected] : http://nad.litbang.deptan.go.id

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP)Sumatera UtaraJalan Jend. A.H. Nasution No.1B, Kotak Pos 7 MDGJMedan 20143Telp. (061) 7870710Faks. (061) 7861020E-mail : [email protected] : http://sumut.litbang.deptan.go.id

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP)Sumatera BaratJalan Raya Padang-Solok, km 40, SukaramiSolok 27366Telp. (0755) 31122, 31564Faks. (0755) 731138E-mail : [email protected] : http://sumbar.litbang.deptan.go.id

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP)RiauJalan Kaharudin Nasution km 40Padang Marpoyan, Kotak Pos 1020Pekanbaru 10210Telp. (0761) 674206Faks. (0761) 674206E-mail : [email protected]

[email protected] : http://riau.litbang.deptan.go.id

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP)JambiJalan Samarinda KotabaruKotak Pos 118, Kotabaru 36128Jalan Jambi-Palembang km 16, Desa Pondok Meja,Kecamatan Mestong, Kabupaten Muaro JambiTelp. (0741) 7053525, 40174Faks. (0741) 40413E-mail : [email protected]

[email protected] : http://jambi.litbang.deptan.go.id

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP)Sumatera SelatanJalan Kolonel H. Barlian km 6Kotak Pos 1265, Palembang 30153Telp. (0711) 410155Faks. (0711) 411845E-mail : [email protected] : http://sumsel.litbang.deptan.go.id

142Unit Kerja Lingkup Badan Litbang Pertanian

Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2011

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP)Bangka BelitungJalan Mentok km 4, Pangkalpinang 33134Telp. (0717) 421797, 422858Faks. (0717) 421797E-mail : [email protected] : http://babel.litbang.deptan.go.id

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP)BengkuluJalan Irian km 6,5Kotak Pos 1010, Bengkulu 38119Telp. (0736) 23030Faks. (0736) 23030E-mail : [email protected] : http://bengkulu.litbang.dptan.go.id

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP)LampungJalan Z.A. Pagar Alam No. 1A RajabasaBandar Lampung 35145Telp. (0721) 781776, 701328Faks. (0721) 705273E-mail : [email protected] : http://lampung.litbang.deptan.go.id

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP)BantenJalan Raya Ciptayasa km 01, CiruasSerang 42182Telp. (0254) 280093, 281055Faks. (0254) 282507E-mail : [email protected]

[email protected] : http://banten.litbang.deptan.go.id

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP)Jawa BaratJalan Kayuambon No. 80, Kotak Pos 8495, LembangBandung 40391Telp. (022) 2786238Faks. (022) 2789846E-mail : [email protected]

[email protected] : http://jabar.litbang.deptan.go.id

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP)DKI JakartaJalan Ragunan No.30, PasarmingguKotak Pos 7321/JKSPM, Jakarta 12540Telp. (021) 78839949, 7815020Faks. (021) 7815020E-mail : [email protected]

[email protected] : http://jakarta.litbang.deptan.go.id

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP)Jawa TengahBukit Tegalepek, Sidomulyo,Kotak Pos 101 Ungaran 50501Telp. (024) 6924965, 6924967Faks. (024) 6924966E-mail : [email protected] : http://jateng.litbang.deptan.go.id

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP)YogyakartaRingroad Utara Jalan Karangsari Wedomartani,Ngemplak, Sleman, Kotak Pos 1013Yogyakarta 55010Telp. (0274) 884662Faks. (0274) 562935E-mail : [email protected]

[email protected] : http://yogya.litbang.deptan.go.id

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP)Jawa TimurJalan Raya Karangploso km 4, Kotak Pos 188Malang 65101Telp. (0341) 494052Faks. (0341) 471255E-mail : [email protected]

[email protected] : http://jatim.litbang.deptan.go.id

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP)BaliJalan By Pass Ngurah Rai, PasanggaranKotak Pos 3480, Denpasar 80222Telp. (0361) 720498Faks. (0361) 720498Email : [email protected]

[email protected] : http://bali.litbang.deptan.go.id

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP)Nusa Tenggara BaratJalan Raya Paninjauan NarmadaKotak Pos 1017, Mataram 83010Telp. (0370) 671312Faks. (0370) 671620E-mail : [email protected] : http://ntb.litbang.deptan.go.id

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP)Nusa Tenggara TimurJalan Timor Raya km 32, Kotak Pos 1022 Naibonat,Kupang 85362Telp. (0380) 833766Faks. (0380) 829537E-mail : [email protected] : http://ntt.litbang.deptan.go.id

143Unit Kerja Lingkup Badan Litbang Pertanian

Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2011

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP)Kalimantan BaratJalan Budi Utomo No. 45 Siantan Hulu,Kotak Pos 6150, Pontianak 78061Telp. (0561) 882069Faks. (0561) 883883E-mail : [email protected]

[email protected] : http://kalbar.litbang.deptan.go.id

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP)Kalimantan TengahJalan G. Obos km 5, Kotak Pos 122Palangkaraya 73111Telp. (0536) 3329662Faks. (0536) 3331416E-mail : [email protected]

[email protected] : http://[email protected]

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP)Kalimantan TimurJalan P.M. Noor, Sempaja,Kotak Pos 1237, Samarinda 75119Telp. (0541) 220857Faks. (0541) 220857E-mail : [email protected] : http://kaltim.litbang.deptan.go.id

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP)Kalimantan SelatanJalan Panglima Batur Barat No. 4Kotak Pos 1018 & 1032, Banjarbaru 70711Telp. (0511) 4772346Faks. (0511) 4781810E-mail : [email protected]

[email protected]@yahoo.com

Website : http://kalsel.litbang.deptan.go.id

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP)Sulawesi UtaraJalan Kampus Pertanian Kalasey, Kotak Pos 1345Manado 95013Telp. (0431) 836637Faks. (0431) 838808E-mail : [email protected]

[email protected] : http://sulut.litbang.deptan.go.id

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP)Sulawesi TengahJalan Lasoso No. 62, BiromaruKotak Pos 51 PaluTelp. (0451) 482546Faks. (0451) 482549E-mail : [email protected]

[email protected] : http://sulteng.litbang.deptan.go.id

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP)Sulawesi SelatanJalan Perintis Kemerdekaan km 17,5Kotak Pos 1234, Makassar 90242Telp. (0411) 556449Faks. (0411) 554522E-mail : [email protected] : http://sulsel.litbang.deptan.go.id

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP)Sulawesi TenggaraJalan Prof. Muh. Yamin No. 89, Kotak Pos 55Kendari 93114Telp. (0401) 312571Faks. (0401) 313180E-mail : [email protected] : http://sultra.litbang.deptan.go.id

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP)GorontaloJalan Kopi No. 270, Desa Iloheluma, KecamatanTilongkabila, Kabupaten Bone BolangoGorontalo 96183Telp. (0435) 827627Faks. (0435) 827627E-mail : [email protected] : http://gorontalo.litbang.deptan.go.id

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP)MalukuJalan Laksdya Leo Wattimena-WaiheruKotak Pos 204 Passo, Ambon 97232Telp. (0911) 3303865Faks. (0911) 322542E-mail : bptp-maluku@litbang. deptan.go.idWebsite : http://maluku.litbang. deptan.go.id

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP)Maluku UtaraKomplek Pertanian Kusu, Kecamatan Oba UtaraKota Tidore Kepulauan 97000Telp. (0921) 326350Faks. (0921) 326350E-mail : [email protected]

[email protected] : http://malut.litbang.deptan.go.id

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP)PapuaJalan Yahim No. 49, Sentani, Kotak Pos 256, SentaniJayapura 99352Telp. (0967) 592179Faks. (0967) 591235E-mail : [email protected] : http://papua.litbang.deptan.go.id

144Unit Kerja Lingkup Badan Litbang Pertanian

Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2011

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP)Papua BaratJalan Amban Pantai WaidemaKotak Pos 254, Manokwari 98314Telp. (0986) 213182, 211377Faks. (0986) 212052E-mail : [email protected] : http://papuabarat.litbang.deptan.go.id

Loka Pengkajian Teknologi PertanianKepulauan RiauJalan Pelabuhan Sungai Jang No. 38Tanjung PinangTelp. (0771) 22153Faks. (0771) 313299E-mail : [email protected]

Loka Pengkajian Teknologi Pertanian SulawesiBaratJalan Martadinata No. 16Mamuju, Sulawesi BaratTelp. (0426) 22547Faks. (0426) 22547E-mail : [email protected] : http://sulbar.litbang.deptan.go.id