PENGANTAR PENERBIT - poedjihermawan6.files.wordpress.com · Sebagai penguat, kami ... dan apa yang...

Click here to load reader

Transcript of PENGANTAR PENERBIT - poedjihermawan6.files.wordpress.com · Sebagai penguat, kami ... dan apa yang...

PENGANTAR PENERBIT

Segala puji bagi Allah, yang memuliakan Islam dengan pertolongan-Nya. Yang menghinakan kesyirikan dengan keperkasaan-Nya. Mengatur semua urusan dengan ketetapan-Nya. Mengulur batas

waktu bagi orang-orang kafir dengan makar-Nya. Yang mempergilirkan hari-hari bagi manusia

dengan keadilan-Nya, dan menjadikan hasil akhir sebagai milik orang-orang bertakwa dengan keutamaan-Nya.

Shalawat dan salam terhatur selalu kepada Nabi Muhammad, manusia yang dengan pedangnya Allah tinggikan menara Islam.

Amma badu...

Sesungguhnya pemikiran dan kalimat-kalimat akan tetap seperti tubuh-tubuh yang tidak bergerak, hingga si empunya rela mati di tengah jalan memperjuangkannya. Hanya dengan itu

pemikiran dan kalimat-kalimat baru akan beranjak dan bergerak bagaikan hidup dan tetap eksis di tengah-tengah masyarakat.

Nah, inilah di antara tulisan yang benar-benar hidup karena telah ditebus dengan nyawa penulisnya sendiri.

Lebih dari setengah abad ia telah menyulut kesadaran dan menggerakkan gerbong kebangkitan,

menjelma menjadi bentuk-bentuk potensi yang terus bekerja dan berjuang, menemukan momentum di seluruh medan pertempuran antara haq dan batil, membela kehormatan dan cita-cita dalam

bingkai "Sesungguhnya, masuk dalam agama Islam bagaikan berjabat tangan dalam transaksi jual beli antara penjual dan pembeli . . . Allah sebagai pembelinya dan seorang mukmin sebagai

penjualnya. Ia adalah transaksi jual beli langsung dengan Allah. Setelah transaksi itu, tidak tersisa

sedikit pun sesuatu dalam diri seorang mukmin maupun dalam hartanya . . . Demi menjadikan kalimat Allah yang tertinggi dan seluruh agama hanya milik Alah. (Fi Zhilalil Qur'an (11/6171). Cetakan Dar Asy-Syuruq)"

Untuk tujuan yang sama buku ini kami hadirkan ke hadapan Anda. Sebagai penguat, kami

lampirkan catatan dari Syaikh Abdullah Azzam. "Imlaqul Fikr Al-Islami, Asy-Syahid Sayyid

Quthb."

Terakhir, kami menyatakan bahwa ungkapan penulis mengenai Ikhwanul Muslimin adalah

sebagaimana adanya sesuai keadaannya saat itu, sedangkan tentang Ikhwanul Muslimin setelah itu dan apa yang ada saat ini, kami mengikuti penilaian para ulama ahlu tsughur di zaman ini pula. Hal ini agar tidak disalahpahami!

Demikian, semoga buku ini menjadi amal shalih bagi penulis, penerjemah, dan siapa saja yang

memberikan kontribusi dalam penerbitan dan pendistribusiannya. Semoga pula kita semua bisa

mengambil manfaatnya. Allahu Akbar!

KATA PENGANTAR Oleh: Hisyam dan Muhammad 'Ali Hafizh

Kami berharap agar tak ada seorang pun yang beranggapan, bahwa dokumen yang ditulis

oleh Syahidul Islam Sayyid Quthb ini adalah dokumen yang lengkap dan tidak dikurangi.

Dokumen yang kami beri judul Limadza A'damuni (Mengapa Aku Dihukum Mati) ini telah berpindah-pindah melalui banyak tangan. Mulai dari tangan para penyidik maupun-selain penyidikyang melakukan penyiksaan terhadap Asy-Syahid Sayyid Quthb dan kawan-kawannya, sampai

kepada tangan-tangan para penanggung jawab (para eksekutif) pemerintah dan kaki tangan mereka.

Tidak diragukan lagi bahwa dokumen ini adalah tulisan tangan Asy-Syahid Sayyid Quthb. Namun perlu dicatat, bahwa dokumen ini ditulis atas permintaan para penyidik yang menginterogasi

beliau dan kawan-kawan beliau. Oleh karenanya, dokumen ini ditulis sebagai jawaban atas berbagai pertanyaan yang diajukan oleh para penyidik atau jawaban atas lontaran pertanyaan yang bersifat

umum.

Ketika majalah Al-Muslimun mempublikasikan dokumen ini secara berseridimulai dari edisi kedua, muncul berbagai tanggapan dari orang-orang yang bersimpati terhadap Asy-Syahid Sayyid

Quthb. Sebagian mereka ada yang mengatakan bahwa dokumen tersebut palsu, namun begitu, sebagian besar mereka tetaplah mengakui keaslian dokumen ini.

Adapun kini kami katakan, bahwa dokumen sekaligus kesaksian yang merupakan jawaban lengkap atas berbagai pertanyaan yang dilontarkan para penyidik ini, telah sampai kepada kami

dalam bentuk tulisan tangan Asy-Syahid Sayyid Quthb. Namun perlu kami tegaskan, dokumen ini

sampai ke tangan kamisudah dalam keadaan tidak lengkap, atau setidaknya telah dikurangi. Sebab kaki tangan penguasa thaghut berusaha menyembunyikannya di tempat yang tidak ada seorang pun yang mengetahuinya. Mereka berharap, hilangnya dokumen dan kesaksian yang tertulis dalam 'lembaran-lembaran hitam' tersebut dapat 'memutihkan muka' para penguasa tiran dan antek-

anteknya, serta orang-orang yang telah diketahui terlibat dalam penyiksaan terhadap Asy-Syahid dan

kawan-kawannya. Dimana tidak tersisa satu pun cara dan bentuk penyiksaan yang mereka ketahui, kecuali pasti telah mereka timpakan kepada Asy-Syahid Sayyid Quthb.

Akan tetapi, sanggupkah mereka menaklukkan hati dan jiwa beliau?

TIDAK...! Sama sekali tidak!! Mereka memang berhasil menguasai fisik beliau yang fana, namun

mereka takkan pernah mampu menguasai jiwa beliau selama-lamanya. Oleh karena itu, mereka

menjatuhkan hukuman mati kepada beliau.

Ya ... Karena itulah mereka menjatuhkan hukuman mati kepada beliau. Meskipun para ulama

dan para pemuka dunia Islam telah menyerukan agar mereka mencabut hukuman mati kepada beliau.

Akan tetapi, bagaimana mungkin mereka akan mencabut hukuman mati kepada beliau? Apakah mereka akan membiarkan keadaan fisik beliau menjadi saksi atas kebiadaban mereka?

Sebelum hukuman mati dijatuhkan, para ikhwan yang bersama Asy-Syahid di dalam penjara

menuturkan, bahwa mereka (para penyidik-ed.) telah menyiksa beliau dengan siksaan yang sangat keras. Mereka rusak wajah dan fisik beliau, agar dengannya mereka dapat melemahkan dan

menaklukkan jiwa beliau.

Akan tetapi, Allah tidak menghendaki mereka dapat menguasai jiwa beliau. Bukti yang paling

nyatadari kegagalan merekaadalah mereka menjatuhkan hukuman mati kepada sang penulis Fi Zhilalil Quran ini. Semoga rahmat Allah tercurah kepada Asy-Syahid Sayyid Quthb, dan semoga Allah melipat-gandakan

pahala beliau terhadap apa yang telah beliau persembahkan kepada Islam dan kaum muslimin.

Sesungguhnya kita adalah milik Allah, dan hanya kepada-Nyalah kita akan kembali.

BUKU I CATATAN DAN PENJELASAN

Sebuah Pengantar Singkat Sebelumnya aku telah menulis sebuah penjelasan secara global, yang mana banyak rincian yang

tidak aku cantumkan di dalamnya. Selain itu, ada banyak peristiwa dan penjelasan yang juga belum aku sertakan di sana. Sedangkan catatan tersebut telah menimbulkan kesalah-pahaman tentang

sikap dan motivasi yang mendorong diriku untuk menulis penjelasan semacam itu. Maka aku berharap, catatan baruku yang lebih rinci ini dapat memenuhi apa yang diinginkan dan dapat

memahamkan tentang sikapku yang sebenarnya.

Allah Mahatahu bahwa aku menulis catatan ini bukanlah untuk membersihkan diriku pribadi dari apa yang terdapat dari catatanku yang masih bersifat global tersebut.

Namun harus aku akui, bahwa tujuanku yang paling utama sebelum tujuan yang lainnya adalah aku tengah berusaha melindungi sekelompok pemuda yang telah berjuang bersamaku dalam harakah ini, semaksimal kemampuanku. Karena aku yakin, para pemuda tersebut adalah bagian dari orang-orang yang terbaik di muka bumi pada zaman ini. Mereka adalah 'amunisi' bagi Islam, dan mereka

adalah manusia yang haram hukumnya untuk dihancurkan dan dimusnahkan.

Aku yakin, bahwa kelak aku akan dimintai pertanggung-jawaban di hadapan Allah mengenai upayaku untuk menyelamatkan mereka. Sedangkan dalam catatanku yang terdahulu, tidak terdapat

berbagai rincian yang dapat aku ingat sekarang ini untuk meringankan beban tanggung jawab mereka, dan tentu saja untuk meringankan diriku juga.

Akan tetapi, Allah Mahatahu bahwa diriku ini tidaklah aku perhitungkan sama sekali, dan aku

telah siap memikul seluruh tanggung jawab sejak kata-kata pertama yang aku ucapkan. Dan aku katakan, "Telah tiba saatnya bagi seorang muslim untuk mempersembahkan kepalanya

sebagai harga untuk memproklamirkan atas tegaknya sebuah harakah Islamiyah (gerakan Islam) dan tanzhim (organisasi) yang tidak memproklamirkan diri, yang berdiri atas dasar bahwa ia merupakan pondasi bagi nizham Islami (sistem Islam), apa pun cara yang akan dia gunakan untuk itu. Dalam hukum produk bumi, semua ini dikenal sebagai tindak kriminal yang layak untuk dihukum mati!"

Perlu aku jelaskan pada pengantar yang singkat ini. bahwa aku menulis catatan pertama yang bersifat global tersebut dan dengan tujuan sebagaimana yang telah aku paparkan di atas, merupakan

kewajibanku sebagai seorang muslim. Karena seorang muslim yang tertawan oleh musuh, tidak pantas baginya memberitahukan keberadaan tentara Islam lainnya kepada musuh. Dan apalagi

membocorkan rahasia-rahasia yang dapat menghancurkan kaum Muslimin, semaksimal mungkin.

Telah aku tunaikan kewajiban itu sesuai pemahamanku terhadap Islam sebagai amalan yang aku persembahkan kepada Allah, tanpa aku hiraukan pandangan undang-undang dan lembaga-

lembaga buatan manusia.

Akan tetapi, sekarangdan ini telah aku jelaskan para pemuda tersebut telah membongkar

sendiri perannya masing-masing secara rinci, baik yang bersifat pribadi maupun yang bersifat umum.

Dan aku tidak sedikit pun menyinggung tentang data diri mereka. Dengan demikian, telah hilang ganjalan yang ada di dalam dadaku untuk menceritakan segalanya secara rinci, dan aku akan

berusaha semaksimal mungkin untuk menuturkannya sesuai dengan urutan peristiwa. Apabila nanti ada sebagian yang terlewat dari ingatanku, maka bisa ditanyakan atau bisa mengingatkanku dengan

pengakuan lima orang pemuda tersebut atau yang lainnya, karena pengakuan mereka memuat persoalan tersebut. Dan urutan waktu itu merupakan sarana yang paling baik bagiku dalam

membantu ingatan.

Juga harus aku katakan kepada para penanggung jawab yang menangani kasus ini, bahwa aku

tidak menulis kecuali dengan caraku sendiri yang khas... sebagai penulis yang telah menggeluti dunia tulis-menulis selama 40 tahun, dengan cara tertentu yang khas pula.

Dimana sebagian peristiwa harus aku beri komentar ketika menceritakannya, disertai dengan penjelasan mengenai sebab-sebabnya, hal-hal yang mendorong terjadinya, dan kondisi yang berada

di sekelilingnya. Sebagian lagi bisa dikisahkan tanpa aku beri komentar maupun catatan apa pun. Dan

hal ini terkadang membuat mereka kesal, karena sebenarnya, yang mereka inginkan hanyalah rangkaian kejadian, peristiwa, dan personel organisatorisnya.

Namun demikian, aku tidak akan memberikan catatan kecuali hal yang menurutku penting dan mendesak.

AKTIVITASKU DI HARAKAH IKHWANUL MUSLIMIN DAN BERBAGAI PERISTIWA YANG TERJADI KETIKA ITU

Akan aku ringkas penjelasan mengenai aktivitasku sejak aku bergabung dengan jama'ah

Ikhwanul Muslimin pada tahun 1953 sampai tahun 1962 M, baru setelah itu akan aku perluas

penjelasannya. Karena pada masa-masa awal, tidak ada sesuatu pun yang aku nilai penting, karena masa-masa itu merupakan pengantar untuk masa-masa berikutnya. Selain itu, peristiwa-peristiwa

tersebut telah selesai urusannya, kecuali satu kasus yang sangat pentingyang seandainya itu benar, maka ia bisa mengubah sejarah hubungan antara pemerintah dan Ikhwanul Muslimin, serta

mengubah tragedi 1954 yang akan aku sampaikan dalam bentuk laporan peristiwa.

Sebelumnya aku tidak mengetahui tentang Ikhwanul Muslimin kecuali hanya sedikit saja. Hingga ketika aku pergi ke Amerika pada musim semi tahun 1948 sebagai utusan lembaga yang

ketika itu bernama Wizaratul Ma'arif (semacam departemen pendidikan-pent). Ketika aku tinggal di sana itulah, tepatnya pada tahun 1949 M, Asy-Syahid Hasan Al-Banna dibunuh. Pada waktu itu, aku

sangat tertarik dengan apa yang diberitakan di berbagai surat kabar Amerika dan surat kabar Inggris yang ada di Amerika, di mana mereka menaruh perhatian sangat besar terhadap Ikhwanul Muslimin.

Di sana dilontarkan berbagai cacian terhadap Ikhwanul Muslimin, dan luapan kegembiraan mereka

sangat nampak dengan dibubarkannya Ikhwanul Muslimin, serta dibunuhnya mursyid (pimpinan) jamaah mereka. Di sana juga digembar-gemborkan mengenai bahaya jamaah tersebut terhadap

kepentingan, kebudayaan, dan peradaban Barat di kawasan (Timur Tengah).

Pada tahun 1950 terbit berbagai buku yang membahas perihal yang serupa dengan hal ini.

Salah satunya yang aku ingat adalah sebuah buku yang ditulis oleh James Haward Dohn yang

berjudul Aliran-aliran Politik dan Agama di Mesir Modern. Semua ini menarik perhatianku, setidaknya itu menunjukkan, betapa pentingnya jamaah tersebut bagi kaum Zionis dan Kolonial Barat.

Dan pada waktu yang hampir bersamaan, terbit bukuku yang berjudul Al-Adalah Al-Ijtima'iyyah fil Islam (Keadilan Sosial Dalam Islam) pada tahun 1949. Pada halaman persembahannya, tertulis kata-kata sebagai berikut, "...kepada para pemuda yang terbersit dalam khayalanku, yang datang dengan membawa Islam kembali sebagaimana ia muncul pertama kali, yang berjihad di jalan Allah dan tidak takut dengan celaan orang-orang yang mencela..." Ikhwanul Muslimin Mesir mengira, bahwa yang aku maksud dalam halaman persembahan itu adalah mereka, padahal tidak demikian adanya. Akan tetapi, dari pihak mereka sendiri menjadikan buku tersebut sebagai buku panduan, dan

menganggap penulisnya sebagai orang yang tulus. Maka mulailah mereka memperhatikan buku tersebut.

Ketika aku kembali (ke Mesir-ed) pada tahun 1950, beberapa pemuda Ikhwanul Muslimin

mendatangiku dan membicarakan tentang isi buku itu. Akan tetapi, mereka tidak memiliki tempat, karena ketika itu jamaah Ikhwanul Muslimin masih diburu. Pada tahun 1951, aku terlibat perseteruan

hebat dengan kondisi pemerintahan yang adayaitu pemerintahan feodalisme dan kapitalisme melalui pena, ceramah, dan berbagai pertemuan. Mengenai masalah ini, aku menerbitkan dua buah

buku di samping juga menerbitkan ratusan makalah di berbagai surat kabar, antara lain: Al-Hizbul Wathani Al-Jadid (Partai Nasional Baru), Al-Hizbul Isytiraki (Partai Sosialis), majalah Ad-Da'wah yang diterbitkan oleh Ustadz Shalih Al-'Isymawi, majalah Ar-Risalah, dan berbagai majalah yang mau menerima dan mempublikasikan tulisanku. Ketika itu, aku tidak bergabung dengan satu partai apa pun. Keadaan seperti ini berjalan sampai terjadi revolusi 23 Juli 1952.

Sekali lagi aku berjuang bersama para aktivis revolusi, yakni sejak 23 Juli sampai bulan Februari 1953. Ketika pemikiranku mulai berseberangan dengan pemikiran mereka terkait soal Haiatut Tahrir (Lembaga Pembebasan)baik mengenai cara pembentukannya maupun mengenai masalah-masalah

lain yang terjadi ketika itu yang tidak perlu saya rinci di sini, hubunganku dengan Jamaah Ikhwanul Muslimin semakin menguat. Karena dalam pandanganku, Ikhwanul Muslimin merupakan ladang yang

cocok untuk memperjuangkan Islam secara lebih luas di seluruh kawasan (Timur Tengah), sebagai sebuah gerakan pembangunan dan kebangkitan yang universal. Ikhwanul Muslimin merupakan

harakah yang tidak ada pengganti yang setara dengannya dalam menghadang proyek Kolonial Zionis

dan Salibisyang mana aku telah banyak mengetahui tentang semua itu, khususnya ketika aku

berada di Amerika.

Semua alasan tersebut akhirnya mendorongku untuk bergabung dengan Jamaah Ikhwanul

Muslimin pada tahun 1953. Dan secara umum, mereka menyambut baik bergabungnya diriku dengan Jamaah mereka. Menurut mereka, medan perjuangan yang cocok untukku adalah dalam urusan-

urusan pemikiran pada bagian penyebaran dakwah, seperti mengajar pada hari Selasa, menjadi ketua

redaksi surat kabar di sana, dan menulis beberapa risalah bulanan sebagai tsaqafah islamiyah. Adapun pekerjaan-pekerjaan yang berkaitan dengan harakah, aku jauh darinya.

Kemudian pada peristiwa 1954, aku termasuk orang yang ditangkap pada bulan Januari, dan dibebaskan pada bulan Maret. Kemudian setelah itu, aku kembali ditangkap pada peristiwa Al-Mansyiah tanggal 26 Oktober. Aku didakwa terlibat dalam gerakan bawah tanah, dan bahkan dituduh sebagai ketua bagian selebaran pada gerakan tersebut. Namun, semua dakwaan itu tidaklah benar.

Perlu dicatat bahwa tidaklah aku bermaksud membersihkan diriku sendiri dari dakwaan yang

menyebabkan aku dipenjara selama 10 tahun. Apalagi kasus itu telah selesai, sehingga tak ada gunanya aku membersihkan diriku dari dakwaan tersebut saat ini. Namun bagi kami, ini adalah

gambaran kenyataan yang berpengaruh besar pada berbagai peristiwa baru yang terjadi kemudian, dan inilah yang terpenting dari semua ini. Maka di sinilah aku akan menceritakan satu peristiwa

terpenting di antara berbagai peristiwa yang terjadi pada tahun 1954 yang telah saya singgung di

depan. Yaitu peristiwa Al-Mansyiah disertai situasi yang mengitarinya. Aku harap, para penanggung jawab yang saat ini menangani kasus tersebut, bisa sejenak melapangkan dada mereka untuk

menyimak semua rincian dan berbagai situasi awal yang mengitari dan mendahuluinya, sesuai dengan apa yang aku ketahui dan aku pahami. Jangan sampai mereka beranggapan, bahwa kasus ini

berkaitan dengan sejarah yang telah terkubur, sehingga tidak ada gunanya membuang-buang waktu untuk membicarakannya. Sebab kasus ini sangat erat kaitannya dengan kasus baru yang terjadi

kemudian, baik dengan semua peristiwa maupun penyebabnya.

Pada tahun 1951, Menteri Kemasyarakatan dalam urusan Kementerian Utusan, Dr. Ahmad Husain, berangkat ke Amerika. Ketika dia kembali, dia mengajukan pengunduran diri dari jabatannya.

Meskipun An-Nuhas Basya telah menawarkan berbagai macam bujukan, namun dia tetap bersikeras dengan pengunduran dirinya. Kemudian setelah itu. dia membentuk Jam'iyyah Al-Fallah (Organisasi Petani), yang misi utamanya adalah mewujudkan keadilan sosial bagi para petani dan buruh, serta

memiliki berbagai program besar untuk mencapai misi ini. Surat kabar Amerika mempublikasikan organisasi ini dengan membuat image bahwa organisasi ini memiliki keterkaitan dengan strategi Amerika di kawasan Timur Tengah, Mereka mengunggul-unggulkan pemuda bernama Dr. Ahmad Husain iniyang seingatku, dia adalah orang yang sangat dihormati di kalangan para lulusan

Universitas Amerika.

Selain itu, banyak tokoh yang bergabung dengan organisasi yang dipimpin oleh Dr. Ahmad Husain ini. Padahal ketika itu, kebanyakan dari mereka lebih senior dan lebih terpandang daripada

pemuda ini. Di antara mereka ada Dr. Muhammad Shalahuddin Menteri Luar Negeri, Dr. Abdur Razzaq As-Sanhawi Menteri Pendidikan dan juga mantan ketua Dewan Pemerintahan, dan lain

sebagainya. Semuanya itu terlalu mencolok, sehingga menarik perhatian banyak kalangan. Apalagi ketika Syaikh Al-Baquri juga turut bergabung dengan organisasi ini. Inilah hal penting yang erat

kaitannya dengan perselisihan antara para aktivis revolusi dan Ikhwanul Muslimin.

Sementara itu, aku mengamati setiap perkembangan dari dekat, karena aku bekerja berdekatan dengan para aktivis Revolusi tersebut. Setiap hari, lebih dari 12 jam aku bersama mereka dan

bersama orang-orang yang ada di sekeliling mereka. Aku katakan: yang perlu dicatat lagi adalah Ustadz Fuad Jalaltelah meninggal, beliau dahulu menteri I pada masa Presiden Muhammad Najib

ikut menjadi salah seorang anggota Organisasi Petani, bahkan menjabat sebagai sekretarisnya. Aku

perhatikan dalam berbagai kesempatan, dia selalu berusaha memperuncing perselisihan antara aktivis Revolusi dan Ikhwanul Muslimin, serta membesar-besarkan ancaman dari keduanya. Dia

memanfaatkan kepercayaan Presiden Jamal Abdul Nashir kepadanya untuk menyebarluaskan pemikiran-pemikiran semacam ini. Hal itu tidak dia sembunyikan dariku, karena selama ini, dia

melihat diriku dekat dengan para aktivis Revolusi dari termasuk orang kepercayaan mereka. Selain

itu, mereka juga mempercayakan beberapa jabatan tinggi dan penting kepadaku, serta kami juga sering mengadakan musyawarah terbuka mengenai berbagai situasi yang terjadi ketika itu, misal

seperti persoalan kaum buruh, gerakan komunis yang merusak di tengah-tengah mereka, sampai masalah transportasi dan kendalanya, serta undang-undang tentangnya ... dan seterusnya.

Pendek kata, aku ketika itu menjadi sumbu penghubung antara langkah Ustadz Fuad dan

Organisasi Petani yang berkiblat ke Amerika, dengan upaya untuk menyulut api pertikaian di antara gerakan Revolusi dan Ikhwanul Muslimin. Ketika itu, aku berupaya semampuku untuk mencegah

benturan yang telah dapat aku lihat percikan-percikannya. Namun aku tak mampu, dan akhirnya ... terjadilah sesuatu yang tidak pernah aku harapkan.

Apa hubungan pengantar yang panjang ini dengan kasus Al-Mansyiyah dan dengan kasus baru?

Sejak meletusnya tragedi tersebutyang mana aku masih ragu jika peristiwa itu merupakan

skenario, karena aku tidak memiliki data yang kuat dan meyakinkan tentangnya. Akan tetapi,

berbagai situasi yang berkembang di sekelilingnya membuat hatiku ragu jika peristiwa itu terjadi secara alami. Firasat yang terbersit dalam benakku mengatakan, peristiwa tersebut merupakan

skenario yang bertujuan untuk melancarkan suatu misi yang berakhir dengan terjadinya clash (bentrok) besar-besaran antara gerakan Revolusi dan Ikhwanul Muslimin, untuk mewujudkan proyek

asing. Firasat itu lebih kuat berdasarkan pengamatanku terhadap berbagai peristiwa dan terhadap

langkah Ustadz Fuad Jalal, wakil Organisasi Petani yang berhaluan Amerika!

Ketika aku diinterogasi oleh Sayyid Shalah Dasuqi di sinidi Penjara Militer pada tahun 1954,

aku katakan dengan terang-terangan kepadanya bahwa peristiwa ini merupakan skenario. Ketika itu dia membantah dengan keras, "Apakah engkau sendiri dengan segala pengetahuanmu juga termasuk

mereka yang mengatakan bahwa peristiwa itu merupakan sandiwara?" Aku jawab. "Aku tidak mengatakan bahwa peristiwa itu sandiwara, Tetapi aku katakan bahwa peristiwa itu diskenario untuk

suatu tujuan tertentu, dan ada tangan asing' yang bermain dalam peristiwa itu."

Ketika kemarahannya telah mereda, dia mengatakan kepadaku, "Baiklah, tetapi ada seorang anggota Ikhwanul Muslimin yang melakukan aksi pada saat itu!"

Kemudian aku lanjutkan cerita yang berkaitan dengan aktivitasku setelah tahun 1954. Firasatku terus mengatakan bahwa peristiwa Al-Mansyiyah itu merupakan skenario, sehingga aku pun terdorong untuk mengungkap hal yang sebenarnya. Akan tetapi, tidak ada seorang pun yang aku

jumpai di penjara Liman Turoh pada tahun 1955, yang dapat memberikan petunjuk kepadaku. Meskipun jumlah mereka banyaksebelum mereka dipindah ke penjara Al-Wahat, namun semua

yang aku tanyaidi antaranya adalah orang-orang yang sangat dekat dengan Mahmud Abdul Lathif, orang yang memuntahkan pelurunya (dalam tragedi tersebut-ed.) dan juga dari Handawi Duwairhanya bisa mengatakan. "Persoalannya terlalu rumit, dan tidak ada yang tahu apa sesungguhnya

yang tengah terjadi." Sebagian lagi mengatakan, 'Ada misteri dalam kasus ini, dan tidak mungkin diungkap sekarang...." Semua jawaban itu tidak memberi titik terang kepadaku tentang apa yang

sebenarnya terjadi.

Namun di sisi lain, semua ini semakin memperkuat firasatku, bahwa proyek Kolonial Zionis dan

Salibis tengah berupaya untuk mewujudkan kepentingan dan strategi mereka. Langkah mereka untuk melumpuhkan harakah Ikhwanul Muslimin di kawasan Timur Tengah telah berhasil... Maka dalam waktu yang sama, harus ada upaya untuk menghadang proyek tersebut dengan cara menghidupkan

kembali Harakah Islamiyahmeskipun dengan berbagai alasan, pemerintah tidak menyukainya. Karena pemerintah itu bisa salah dan bisa benar!

Di sisi lain, semua itu menumbuhkan empati pada diriku akan kezhaliman yang diderita oleh ribuan orang, ribuan keluarga, dan ribuan rumah yang dibangun atas peristiwa yang sangat jelas

merupakan skenario meskipun ketika itu belum diketahui, siapa yang berada di balik skenario

tersebut; juga dibangun di atas keinginan untuk menjaga pemerintah yang ada dari ancaman yang dibesar-besarkan oleh pihak yang jelas-jelas membawa misi Barat. Demikian juga dari buku-buku,

surat kabar-surat kabar, dan pernyataan-pernyataan mereka, terutama adalah pernyataan Jonson

tentang sungai Yordan. Dan firasat ini semakin menguat, terutama ketika aku menyaksikan dampak-dampak nyata dalam kehidupan masyarakat Mesir. Yaitu berupa berkembangnya pemikiran-pemikiran

kafir dan menyebar-luasnya kerusakan moral, sebagai akibat dari lumpuhnya harakah Ikhwanul Muslimin dan berhentinya kegiatan tarbiyah mereka. Seakan-akan keberadaan jamaah ini merupakan satu bendungan yang telah jebol, sehingga berhamburanlah aliran air bah.

Dulu, kondisi semacam ini aku dengar ketika aku berada dalam penjara. Namun ketika aku keluar dari sana, aku saksikan bahwa semua yang aku dengar di dalam penjara ternyata jauh lebih

ringan dibandingkan kenyataan yang sebenarnya. Sungguh, masyarakat ini telah menjadi rawa-rawa lumpur yang besar!

Realita sesungguhnya lebih parah daripada yang diterangkan oleh orang-orang yang melihat apa yang tengah terjadi dengan kacamata perkembangan. Semua itu berkaitan dengan strategi Kolonial

Zionis dan Salibis untuk menghancurkan pilar-pilar dasar sumber daya manusia di kawasan Timur

Tengah. Sehingga umat yang berjumlah jutaan itu hancur dan lumpuh, tidak berdaya melakukan perlawanan, meski di tangannya tergenggam senjata yang paling canggih sekalipun. Karena

manusialah yang menggerakkan senjata, dan bukan senjata yang menggerakkan manusia. Sehingga ketika masyarakat itu hancur aqidah dan akhlaknya, maka manusia yang berjumlah jutaan itu hanya

menjadi buih yang tidak akan sanggup membendung aliran tersebut.

Setiap orang akan dengan mudah melihat kaitan antara kerusakan ini dengan dilumpuhkannya harakah Ikhwanul Muslimin beserta seluaih aktivitasnya. Selain itu. orang juga akan dengan mudah menghubungkan penghancuran ini dengan proyek Kolonial Zionis dan Salibis. Khususnya terhadap Jamaah ini. dan khususnya lagi di kawasan Timur Tengah secara keseluruhan.

Inilah pandanganku terhadap kasus ini. Dan berpijak dari sinilah aku bertekad untuk membentuk sebuah Harakah Islamiyah sebagai pelanjut estafet dari harakah Ikhwanul Muslimin yang telah dibubarkan dan dibekukan, dengan tak lupa mengambil pelajaran dari pengalaman-pengalaman yang

telah lalu.

Antara tahun 1955 sampai 1962. aku berpikir mengenai manhaj harakah dan bagaimana memulainya?

Dari sinilah dimulai era baru. dimana terjadi berbagai peristiwa yang akan aku sampaikan secara

rinci.

Catatan:

Sekarang aku teringat dengan sebuah peristiwa lain sebagai tambahan untuk peristiwa Al-Mansyiyah dan berbagai kondisi yang terjadi antara tahun 1955 sampai 1957 Oleh karena itu, aku akan menunda pembicaraan mengenai usaha membentuk harakah pada tahun 1962 sebagaimana yang telah aku paparkan pada pembahasan sebelumnyauntuk membicarakan masalah peristiwa

yang baru aku ingat sekarang ini....

PEMBANTAIAN DI PENJARA LIMAN TUROH

Setelah berbagai mihnah (ujian) dialami oleh Ikhwanul Muslimin, setelah pecahnya tragedi Al-Mansyiyahyakni penangkapan ribuan orang anggotanya, berbagai macam penyiksaan yang berlangsung lama, dan sekitar 1000 orang dipenjarakan, serta rumah-rumah tempat tinggal mereka

dihancurkan. Anak-anak dan wanita yang tidak terlibat apa-apa dalam aktivitas Ikhwanul Muslimin diusir tanpa diberikan biaya apapun oleh pemerintah, meski hanya sekedar bantuan untuk keluarga

yang terputus sumber penghasilannya, atau untuk anak-anak dan kaum wanita yang tidak berdosa.

Setelah peristiwa itu semua, aku menyaksikan ada beberapa upaya untuk menciptakan

ketegangan dan kekacauan. Yang mana hal itu dapat dijadikan alasan untuk melakukan pembantaian

besar-besaran terhadap orang-orang yang ditahan dan dipenjara. Dengan dalih yang sama dengan yang digunakan pada peristiwa Al-Mansyiyah.

Sekitar bulan April dan Mei 1955, Ikhwanul Muslimin dibagi di tiga penjara: Penjara Liman Turoh; di sana kurang lebih 400 orang (aku tidak ingat). Penjara Mesir, di sana kira-kira sejumlah

itu juga. Dan Penjara Militer, di sana ada 2000 orang lebih yang belum diajukan ke persidangan

atau yang sudah divonis, akan tetapi tidak dieksekusi. Di penjara Liman Turoh, di antara mereka yang dipenjarakan di sana, ada sejumlah mantan polisi, yaitu: Fuad Jasir, Husain Hamudah, Abdul Karim

Athiyah, dan Jamal Rabi'... Sementara di penjara militer ada Ma'ruf Al-Khudhari, dan aku tidak ingat selain dia.

Yang perlu dicatat dalam kasus ini, bahwa Jamal Rabi' mengusulkan sebuah rencana. Inti dari rencananya adalah upaya bersama antara tahanan di tiga penjara tersebut untuk keluar dengan

menggunakan kekuatan setelah berhasil menguasai senjata para petugas di sana. Selanjutnya

mereka bergabung dengan anggota Ikhwanul Muslimin yang masih tersisa di luarsesuai dengan taktik militernya yang detail tidak begitu aku pahami, setelah berhasil menyeberang Sungai Nil

dalam usaha melakukan pemberontakan dan setelah melakukan kontak dengan regu-regu militer yang dia hubungi sendiri atau yang dia punya hubungan dengannya. (Aku tidak ingat betul karena

aku tidak memperhatikan secara serius ide ini).

Rencana inisebagaimana yang dia ceritakan kepadakutelah dia tawarkan kepada Fuad Jasir dan Husain Hamudah. Akan tetapi, keduanya tidak menyetujuinya. Kemudian dia tawarkan kepada

Ustadz Shalih Abu Rafiq. namun beliau marah dan menggertaknyasebagaimana yang selanjutnya diceritakan Ustadz Shalih kepadaku ... dan Jamal Rabi' pun menawarkan rencana ini kepadaku, dia

mengatakan. "Di Ikhwanul Muslimin ini tidak ada 50 orang yang memiliki hati besi untuk

melaksanakan rencananya." Meskipun aku tidak memiliki pengalaman tentang tak-tik militer, namun aku menganggap bahwa usaha ini adalah tindakan bunuh diri dan gila. Tidak boleh kita berpikir

seperti itu. Akan tetapi, dia merengek dan membujuk agar aku memikirkan dengan serius upaya kabur sesuai dengan rencananya, yang dia jamin akan sukses menurut pertimbangan strateginya.

Ketika itu aku berada di penjara Liman Turoh. Sementara aku belum divonis dan belum disidang, karena paru-paruku robek dan terjadi pendarahan hebat. Sehingga aku harus dipindahkan

dari penjara militer pada tanggal 25 Januari 1955 ke sanatorium Liman Turoh untuk berobat. Pada

bulan April kondisiku sedikit membaik, dan diputuskan agar aku dikembalikan ke penjara militer untuk diajukan ke pengadilan. Lalu Rabi' menemuiku dan mengatakan, "Sesungguhnya, merupakan rencana

Allah aku sekarang pergi ke penjara militer untuk menjumpai Ma'ruf Al-Khudhari di sana."

Di sana dia menyampaikan rincian rencananya dan menentukan waktu secara bersamaan untuk

mencapai kesepakatan. Sementara aku tidak bisa menerima atas keseriusan rencana semacam ini,

sebelum dia mengetahui dariku siapa yang memiliki ide ini? Tergesa-gesa dia mengatakan kepadaku, "Ini jebakan untuk skenario pembantaian besar-besaran terhadap seluruh anggota Ikhwanul Muslimin

yang berada di dalam penjara ataupun berada di luar." Kemudian dia baru bertanya kepadaku. "Siapa yang punya ide ini?" Aku jawab, "Jamal Rabi'!"

Sebelumnya aku telah mengetahui bahwa mereka berdua adalah sahabat karib, dan keduanya

ditangkap di rumah paman Jamal. Ketika itulah dia mengatakan kepadaku, "Jangan! Jangan kamu katakan kepadanya! Ini adalah usaha bunuh diri ... Jangan sekali-kali kita berpikir seperti itu!"

Aku pun diajukan ke pengadilan. Setelah aku kembali ke penjara Liman Turoh, aku sampaikan pendapat Ma'ruf kepadanya. Akan tetapisetahuku, dia tak henti-hentinya berupaya meyakinkan

Ikhwan mengenai pentingnya melaksanakan rencananya. Namun mereka tetap tidak mau menerima.

Pada waktu itu, pimpinan Ikhwan di Liman Turoh adalah Ilshagh 'Abdul Bashith Al-Banna. Aku pernah melihatnya mengunjungi sanatorium penjara Liman Turoh sebanyak tiga kali, dan dia

mengucapkan salam kepadakupadahal sebelumnya kami tidak saling mengenal. Dia berbicara kepadaku tentang pentingnya membebaskan ikhwan-ikhwan dari dalam penjara, karena mereka

benar-benar akan binasa. Khususnya mereka yang (dipekerjakan untuk-ed) membelah batu di Gunung Liman Turoh bersama gembong-gembong kriminal. Meskipun sepengetahuanku, dia tidak

pernah menjadi anggota Ikhwanul Muslimin semasa hidup saudaranya, Asy-Syahid Hasan Al-Banna,

aku bertanya kepadanya, "Bagaimana bisa begitu?" Dia menjawab, bahwa sebagai Pimpinan katibah (kesatuan setingkat pleton), dia menyerahkan dirinya dan persenjataan katibah dalam pantauan kami. Karena dia tidak kuasa melihat pemandangan Ikhwan berbaris di gunung.

Saat itulah, aku teringat dengan rencana Jamal Rabi' dan terngiang di telingaku kata-kata Ma'ruf

Al-Khudhari yang dia sampaikan dengan gugup, "Ini adalah jebakan untuk skenario pembantaian

besar-besaran terhadap semua Ikhwanul Muslimin, baik yang di dalam penjara maupun yang di luar penjara." Aku katakan kepadanya. "Kami ucapkan terima kasih atas perhatianmu. Akan tetapi, kami

melihat bahwa kita telah menunaikan apa yang menjadi kewajiban kita. Dan tugas kita telah usai dengan masuknya kita ke dalam penjara, kita tidak mampu berbuat apa-apa. Namun jika ada selain

kita yang mau berbuat, silakan saja." Setelah itu, kunjungannya kepadaku terputus.

Setelah itu dia dipindahkan bersama beberapa Ikhwandi antara mereka adalah para petinggi

dan anggota dewan khusus sebagaimana yang aku dengar, atau mayoritasnyadan tidak ada yang tersisa dari petinggi Ikhwan selain Ustadz Munir Ad-Dallah. Jamal Rabi' juga termasuk mereka yang dipindah ke Al-Wahat Di sanasebagaimana yang aku dengar dari Ustadz Shalih Abu Rafiq, dia tak henti-hentinya menawarkan rencananya kepada Ikhwan di kemudian hari.

Usaha pembantaian besar-besaran pun gagal. Akan tetapi, ada usaha lain yang berhasil di

penjara Liman Turoh pada tahun 1957. Di sana ada seorang polisi berpangkat letnan satu bernama

Abdullah Mahir. Dia memiliki hubungan dengan 5 pemuda Yahudi yang dipenjara karena kasus mata-mata. Dia terang-terangan memberi bantuan kepada mereka, sampai-sampai dia membawakan

makanan mereka yang dikirimkan dari rumah mereka. Bagaimana pun ini merupakan perlakuan yang tidak wajar di penjara Liman Turoh. Salah seorang di antara mereka bahkan masuk dengan seorang

wanita yang ramah, seluruh tahanan dan para kriminal melihatnya ... dan seterusnya.

Polisi ini mulai memprovokasi ikhwan-ikhwan dengan terang-terangan. Sehingga sedikit demi sedikit, terciptalah hawa panas yang penuh ketegangan antara petugas penjara Liman Turoh dengan

Ikhwan. Lain hari, dia datang lagi bersama seorang polisi lain berpangkat mayor, yang namanya tidak aku ingat sekarang. Dia terlibat pertentangan dengan beberapa pemuda yang dikenal di kalangan

Ikhwan sebagai orang-orang serampangan. Anehnya, petugas penjara membiarkan mereka. Ketika itu Ustadz Munir telah bebas, sehingga tidak ada lagi di tengah para pemuda penghuni penjara Liman

Turoh itu, seorang pemimpin yang cerdas dan berpengalaman. Hingga terjadilah aksi saling pegang

tangan antara polisi tersebut dengan para pemuda itu. Akhirnya, kasus itu berujung dengan dihukumnya para Ikhwan tersebut.

Kegiatan provokasi dan menciptakan ketegangan yang dilakukan oleh Polisi Abdullah Mahir bersama Pimpinannya itu terus berlanjut. Hingga pada suatu hari, ikhwan-ikhwan yang dibawa ke gunung mencium adanya rencana untuk menyerang mereka dengan peluru di gunung, dengan dalih

mereka berusaha melakukan perlawanan untuk melarikan diri. Mereka pun berusaha menggagalkan rencana ini dengan cara menolak keluar dari dalam sel pada hari berikutnya. Dan mereka meminta

agar didatangkan perwakilan, supaya mereka dapat menyampaikan berita yang mereka dengar

tentang rencana penyerangan tersebut. Ketika itulah, para petugas diperintahkan untuk menembaki

mereka dengan peluru di dalam tahanan, bahkan banyak di antara mereka yang ditembak di dalam sel ... Sebanyak 21 orang terbunuh, dan yang terluka sekitar itu juga.

Padahal jelas, mereka bisa menggunakan cara lain selain menembaki para tahanan ketika para tahanan tersebut berada di dalam sel yang tertutup. Karena dalam situasi semacam itu. mereka bisa

mengunakan cara menarik mundur para sipir yang berjumlah lebih sedikit dari para tahanan, lalu

menggemboknya dari luar dan memutuskan aliran air selama 24 jam saja.

Dengan demikian, tiada pilihan lain bagi mereka kecuali menyerah, sekalipun mereka benar-

benar membangkang. Akan tetapi, perlakuan yang diambil dalam kondisi semacam itu, pada sebuah rangkaian kejadian tertentu jelas-jelas mengindikasikan bahwa peristiwa itu merupakan upaya

pembantaian yang di belakangnya ada 'tangan' yang bermain. Untuk saat ini, tidak penting bagiku menunjuk siapa 'tangan' tersebut, yang penting bagiku adalah bahwa tujuan dari rentetan peristiwa

ini merupakan sebuah misi yang direncanakan. Yaitu membasmi Ikhwanul Muslimin untuk

kepentingan asing.

Berbagai cara dan sarana telah digunakan untuk menghancurkan anggota-anggota Ikhwanul

Muslimin, dengan cara menyiksa, menyembelih, atau menghancurkan tempat tinggal mereka. Dan pada akhirnya adalah membasmi suatu aliran pemikiran sampai ke akar-akarnya.

Dan bisa jadi, bukan suatu kebetulan jika Sayyid Shalah Dasuqi bisa menjadi pengawas

penyidikan dalam kasus pembantaian di penjara Liman Turoh. Padahal yang beredar di kalangan Ikhwan ketika itu adalah mereka diinterogasi, yang pada awalnya mengarah kepada status mereka

sebagai pihak korban kejahatan. Namun setelah datang Sayyid Shalah dan seorang penyidik lain, penyidikan berubah mengarah kepada status mereka sebagai pihak yang berbuat kejahatan. Namun

sekarang ini tidak penting untuk menilai apa yang beredar ini. Akan tetapi, yang terpenting adalah mencermati perjalanan kasus ini, sehingga bisa berakhir seperti itu ... Dan kesan yang membekas di

dalam jiwa adalah adanya konspirasi terhadap Ikhwanul Muslimin, bukan oleh Ikhwanul Muslimin

sendiri!

HARAKAH ISLAMIYAH BERGERAK DARI DASAR

Sekarang saya akan menceritakan kembali peristiwa-peristiwa sesuai dengan urutan waktu ...

Dan akan mengarahkan pandangan kepada pentingnya ulasan-ulasan berikut, yang merupakan pondasi bagi sebuah tanzhim baru yang menjadi landasan terjadinya kasus-kasus baru.

Jiwaku telah dipenuhi keyakinan akan pentingnya keberadaan sebuah harakah Islamiyah, sebagaimana harakah Ikhwanul Muslimin di kawasan ini, dan betapa perlunya kita mencegah kemandegannya dalam keadaan bagaimanapun juga. Kolonial Zionis dan Salibis membenci harakah ini dan berupaya sekuat tenaga untuk menghancurkannya. Rencana-rencana itu terlihat jelas dari

buku-buku mereka, dari tindakan-tindakan mereka, dari lontaran-lontaran pernyataan mereka, dan

dari berbagai skenario mereka. Semuanya disusun untuk melemahkan aqidah Islam, menghapus akhlak Islam, dan mencegah agar Islam tidak dijadikan sebagai landasan hukum dan pemikiran.

Tujuan dari itu semua adalah menghancurkan aqidah dan akhlak, kemudian merobohkan pilar-pilar yang mendasar dalam masyarakat di negeri ini. Dengan begitu, akan mudah bagi mereka untuk

menjalankan rencana-rencana mereka. Dan dengan lumpuhnya aktivitas Ikhwanul Muslimin, mereka

telah berhasil merealisasikan rencana-rencana tersebut dan banyak menyebar-luaskan pemikiran-pemikiran sekuler dan kerusakan moral.

Untuk Ikhwanul Muslimin mereka buat skenario pembantaian dengan peristiwa Al-Mansyiyah dan Liman Turoh. Untuk Organisasi Petani melalui para anggotanya yang dekat dengan para aktivis Revolusi, memanas-manasi situasi dengan membuat ketegangan, ancaman, dan berupaya memperdalam jurang perbedaan. Penyiksaan, pembunuhan, dan pengusiran mereka timpakan

kepada ribuan orang yang taat beragama dan memegang akhlak, serta tulus lagi memegang amanah,

begitu juga terhadap rumah-rumah, anak-anak, dan istri-istri mereka ... serta yang lain berupa kondisi yang mengejutkan dan menyedihkan.

Inilah perlakuan terhadap Ikhwanul Muslimin yang aku ketahui antara tahun 1954 dan 1962. Namun, hal ini bukan berarti harakah Ikhwanul Muslimin tidak memiliki kesalahan sama sekali. Akan tetapi, jika dibandingkan dengan perlakuan tersebut, maka kesalahan-kesalahan tersebut sangatlah

kecil.

Sungguh, Harakah Islamiyah itu harus tetap eksis. karena menghancurkannya pada kondisi semacam ini termasuk tindakan yang sangat memilukan dan termasuk kategori kejahatan besar. Kesalahan-kesalahan harakah itu masih dapat dihindari dan dijadikan pelajaran untuk kemudian

dijauhi....

Setelah pembantaian di penjara Liman Turoh, tidak ada lagi anggota Ikhwan yang tersisa di sana selain Akh Muhammad Yusuf Hawwasy dan Muhammad Zuhdi Salman. Kedua orang ini tidak memiliki kemampuan untuk ikut memikirkan persoalan ini, lantaran wawasannya yang terbatas. Maka tidak ada lagi yang tersisa bersamaku selain Hawwasy.

Setelah melakukan evaluasi dan kajian yang mendalam terhadap harakah Ikhwanul Muslimin dan membandingkannya dengan harakah Islamiyah pertama dalam Islam, menjadi jelaslah dalam pandangankudan dalam pemikirannya juga, bahwa harakah Islamiyah pada hari ini menghadapi kondisi yang mirip dengan kondisi masyarakat ketika pertama kali Islam datang. Dipandang dari sisi kebodohan mereka terhadap hakikat aqidah Islam, jauhnya mereka dari nilai-nilai dan moral Islam

jadi bukan hanya sekadar jauh dari sistem dan syariat Islam.

Pada waktu yang bersamaan, pasukan-pasukan Kolonial Zionis dan Salibis dalam puncak

kekuatannya memerangi setiap usaha dakwah Islam dan berusaha menghancurkannya melalui

tangan sistem dan lembaga lokal, yakni dengan cara membuat konspirasi dan aliran-aliran pemikiran yang mendukung misi ini. Hal itu berlangsung ketika harakah-harakah Islam dalam banyak kesempatan tengah sibuk dan larut dengan aktivitas-aktivitas politik yang terbatas dan bersifat lokal. Seperti memerangi suatu perjanjian atau kesepakatan, memerangi suatu partai, atau berkomplot dengan

lawan partai tersebut ketika pemilu.

Selain itu juga sibuk menyampaikan tuntutan-tuntutan kepada pemerintah agar mereka

melaksanakan sistem Islam dan syariat Islam. Padahal di sisi lain. masyarakat sendiri secara keseluruhan telah jauh dari pemahaman hakikat aqidah Islam dan semangat memperjuangkannya,

serta jauh dari akhlak Islam ... Dengan demikian, Harakah Islam harus dimulai dari pondasinya, yaitu: menghidupkan hakikat aqidah Islam di dalam hati dan akal, serta men-tarbiyah orang yang menerima dakwah ini dengan tarbiyah Islamiyah yang benar. Tidak membuang-buang waktu dalam berbagai

aktivitas politik yang tengah berlangsung. Tidak melakukan upaya untuk memaksakan sistem Islam dengan cara menguasai pemerintahan sebelum terbentuk pondasi Islam di tengah-tengah

masyarakatyang mana merekalah nanti yang akan menuntut sistem Islam itu sendiri, jika mereka telah mengerti hakikatnya dan ingin diperintah berdasarkan sistem tersebut.

Dalam waktu yang sama, seiring dengan berjalannya agenda-agenda tarbiyah, harakah harus dilindungi dari berbagai serangan pihak luarbaik berupa penghancuran, pembekuan terhadap

kegiatan-kegiatannya, penyiksaan terhadap anggota-anggotanya, dan pengusiran terhadap keluarga

dan anak-anak mereka, yang dikendalikan oleh konspirasi-konspirasi dan skenario-skenario musuh. Sebagaimana hal itu pernah menimpa Ikhwanul Muslimin tahun 1948, tahun 1954, dan kemudian

tahun 1957. Juga sebagaimana yang kami dengar dan kami baca mengenai apa yang menimpa jamaah-jamaah lainnya, seperti Jamaah Islamiyah Pakistan. Ia berjalan di atas jalan yang sama dan

tumbuh dari skenario dan konspirasi internasional yang sama.

Penjagaan ini dapat dilakukan dengan membentuk regu-regu yang dilatih berkorban untuk menjadi tumbal setelah mendapatkan tarbiyah Islam. Mulai dari landasan aqidah sampai pada akhlak.

Regu-regu ini bukan untuk memulai menyerang, bukan pula untuk menggulingkan pemerintahan, atau ikut serta dalam kegiatan-kegiatan politik lokal, tidak! Selama harakah dalam kondisi aman dan stabil dalam melaksanakan ta'lim, menanamkan pemahaman, tarbiyah. dan pengarahan. Selama dakwah tetap kuat dan tidak dihadang dengan kekuatan, tidak dihancurkan dengan kekerasan, dan

tidak pula mendapat siksaan, pengusiran, dan pembantaian, maka regu-regu ini tidak boleh campur

tangan dalam kegiatan-kegiatan yang sedang berlangsung. Akan tetapi, ia ikut campur tangan hanya ketika harakah, dakwah, dan jamaah diserang. Ketika itu. regu-regu ini harus melawan dengan cara menyerang pihak yang menyerang, sebatas agar harakah dapat terus berjalan. Sebab, keberhasilan dalam melaksanakan sistem Islam dan berhukum dengan syariat Islam itu bukanlah tujuan jangka

pendek. Karena hal itu tidak dapat terealisir kecuali setelah memindahkan masyarakat itu sendiri,

atau sejumlah orang yang mencukupi dari masyarakat itu yang memiliki nilai dan bobot dalam kehidupan umum. Kepada aqidah Islam yang benar kemudian kepada sistem Islam, dan kepada

tarbiyah Islamiyah yang benar di atas akhlak Islam. Meskipun hal itu akan memakan waktu yang lama dan melalui tahapan-tahapan yang lambat.

Gambaran Harakah Islamiyah semacam ini sudah sangat jelas dalam pikirankusebagaimana hal itu juga sudah sangat jelas pada pikiran Akh Hawwasy. Dan sekarang tinggal menyebarkannya di antara para personalia kelompok-kelompok lain di kalangan Ikhwanul Muslimin dengan berbagai cara.

untuk memulai Harakah dari dasar. Dan pada tahun 1962, Harakah benar-benar dimulai.

***

Bermula dari kedatangan ikhwan-ikhwan dalam penjarakebanyakan berasal dari penjara Al-Qanathir, hanya sedikit yang berasal dari penjara Al-Wahatuntuk berobat di rumah sakit penjara

Liman Turoh. Ada juga yang dari rumah sakit penjara Mesir, kemudian pindah ke penjara Liman

Turoh sesuai dengan sarana pengobatan yang ada di keduanya.

Meskipun komunikasi dengan mereka hanya dapat dilakukan ketika olah raga di halaman rumah

sakit atau ketika ada kesempatan. Meskipun hubungan itu hanya terbatas dan singkat ditinjau dari waktu hariannya dan waktu keberadaan mereka di rumah sakit. Untuk suatu operasi atau untuk

berobat yang berakhir dalam waktu yang terbatas. Kemudian mereka kembali ke penjara mereka

masing-masing, kecuali beberapa orang yang menetap dalam waktu yang lama. Nanti akan aku ceritakan hubunganku dengan mereka secara lebih de tail. Namun sebelum itu, ada baiknya aku

gambarkan situasi ketika berlangsungnya hubungan ini, yang mana ia aku manfaatkan untuk mensosialisasikan pemahamanku kepada setiap ikhwan yang datang.

Aku ketika itu, berada di tengah-tengah lautan anggota Ikhwanul Muslimin hanya sebagai

seorang ikhwan (saudara muslim). Memang, di hati mereka aku memiliki kedudukan dan posisi, karena mereka mengenalku sebagai seorang penulis dan pemikir Islam yang memiliki pengalaman

dan pemahaman di bidang-bidang umum. Selain itu, mereka juga tahu bahwa aku memiliki posisi di dunia Islam. Namun aku tidaklah memiliki kedudukan di dalam struktur Harakah, yang secara sah memiliki otoritas untuk menggariskan langkah-langkah Harakah atau mengarahkan Ikhwan kepada langkah-langkah tersebut. Karena otoritas ini hanya dimiliki oleh Maktab Al-Irsyad (Dewan Pimpinan) dan orang yang diberi hak untuk itu.

Kondisi ini tentunya mengharuskan diriku untuk menjelaskan kepada para pemuda, lalu aku melangkah dengan pelan dan hati-hati. Menjelaskan tentang pentingnya mengawali Harakah dengan pemahaman tentang aqidah Islam yang benar, sebelum nantinya membahas tentang rincian sistem dan hukum Islam. Serta pentingnya kita untuk tidak membuang-buang tenaga dalam agenda-agenda

politik lokal yang tengah berlangsung di negara-negara kaum Muslimin, supaya kita dapat meraih

hasil yang lebih maksimal dalam Tarbiyah Islamiyah yang benar. Dilanjutkan kemudian dengan menapaki tahap-tahap berikutnya secara alami setelah membina dan mendidik pondasi yang ada di

masyarakat. Karena masyarakat pada hari ini-termasuk masyarakat di negara-negara kaum Muslimintelah mencapai kondisi yang sangat mirip dengan kondisi masyarakat jahiliyyah ketika Islam datang. Maka mulailah dari penataan aqidah dan akhlak, bukan dari syariat dan sistem. Dan

hari ini pun Harakah dan dakwah juga harus dimulai dari titik yang sama ketika dulu Islam memulainya, dengan tetap memperhatikan beberapa kondisi yang berbeda.

Namun, masa yang mereka lalui belumlah cukup untuk membentuk sebuah pemahaman yang luas dan menyeluruh terhadap manhaj ini. Ia hanya sekadar membukakan jendela untuk berpikir kembali dan membaca buku-buku yang dapat membantunya untuk memahami. Di antara buku-buku yang aku sebutkan kepada mereka, sebagiannya ada padaku di penjara Liman Turoh dan di

perpustakaannya, sehingga mereka dapat membaca sebagiannya dan menyelesaikan sisanya setelah

dia kembali. Awalnya, ini hanya berjalan secara individu, namun tak berapa lama, di penjara Al-Qanathir terbentuk usrah-usrah (kelompok studi-ed) untuk mengkaji buku-buku tersebut, ditambah dengan buku-buku lain yang mereka pilih sendiri di sana.

Kelompok yang pertama kali aku dapat berbicara mengenai pamahaman semacam ini secara

luasseingatku pada tahun 1962terdiri dari Ikhwan: Musthafa Kamil, Sayyid Ied, dan Yusuf Kamal

dari penjara Al-Qanathir dalam waktu kurang dari satu minggu. Terlihat mereka begitu bersemangat menyambut pemahaman ini. Setelah itu mereka kembali, dan dengan semangat mereka

mendiskusikan pemahaman ini dengan beberapa ikhwan. Akibatnya, muncul reaksi yang keras di tengah-tengah mereka. Sebagian di antara mereka ada yang bersemangat menyambut pemikiran ini

dan meminta penjelasan tambahan. Sebagian lagi ada yang bersemangat menentangnya, dengan

alasan bertentangan dengan garis pergerakan yang ditempuh oleh Jamaah sebelumnya, dan mereka menyalahkan beberapa poinnya. Dari sisi lain, karena pemikiran ini muncul dari 'jalur yang tidak

resmi' bagi mereka.

Dalam rentang waktu antara tahun 1962 sampai tahun 1964, silih berganti kedatangan anggota

Ikhwanul Muslimin lainnya yang sebagiannya masih aku ingat, namun urutan waktunya aku sudah tidak ingat. Dan mudah saja jika ingin mengetahui semuanya, bisa melalui ikhwan-ikhwan yang ada

di penjara Al-Qanathir atau dari catatan-catatan data.

Yang aku ingat di antaranya adalah: Rif'at Ash-Shayyad, 'Abul Hamid Madli, Sa'id Mansi, Abduh Shalih, Fauzi Najm, H. 'Abdur Razzaq Amanuddin, Mushthafa Dayyab, Sa'id Dasuqi, Musa Jawisy,

Shabri 'Anbar, Mahmud Hamid, Rusydi 'Afifi, 'Abdus Salam 'Ammarah. 'Abdur Ra'uf Kamil, Sayyid ..., Rajab Sa'id 'Afifi, Hasan 'Abdul 'Adhim, Shalah Al-Anwar.

***

Catatan:

Mengingat nama-nama itu merupakan pekerjaan yang sangat berat bagiku dan memerlukan

waktu yang cukup lama. Sehingga aku tidak sempat untuk menceritakan peristiwa-peristiwa terbaru. Dalam mengingat-ingat nama ini, aku menghabiskan waktu sekitar 2 jam. Padahal sebenarnya, tidak

terlalu penting memaparkannya seperti ini. dan bisa dibantu dengan ingatan Akh Hawwasy atau dengan ingatan Akh Ath-Thukhi yang dia sendiri belum pernah datang. Akan tetapi, dia termasuk salah seorang mas'ul (penanggung jawab -ed.) Ikhwan yang berada di penjara Al-Qanathir, atau melalui siapa saja yang pernah datang. Hal itu supaya aku dapat menulis apa yang lebih penting, yaitu bagaimana hubunganku dengan masing-masing dari mereka, kemudian sikap mereka dan sikap

Ikhwan yang berseberangan dengan mereka.

Orang-orang yang datang dari penjara Al-Qanathir dan mendengar dariku apa yang seharusnya

menjadi manhaj (pedoman) Harakah Islamiyah dan mendengar pemahaman-pemahaman aqidah yang benar, serta sejauh mana masyarakat ini telah jauh dari pemahaman-pemahaman tersebut

termasuk masyarakat Islam tradisional sendiri, mereka semua tidak sebaya dan tidak memiliki

wawasan yang sama. Di antara mereka ada yang menjadi buruh, sebagian lagi ada yang menjadi pelajar dalam berbagai tingkatan dan kemampuan. Selain itu, di antara mereka ada yang selama

beberapa hari menemuiku hanya selama satu atau dua jam saja, namun ada yang tinggal selama beberapa minggu dan beberapa bulan lamanya. Oleh karena itu, apa yang mereka sampaikan kepada

ikhwan-ikhwan yang berada di penjara Al-Qanathir berbeda-beda dan bermacam-macam. Sebagian ada yang menyampaikan pemikiran tersebut secara buruk dan sepotong-sepotong, sebagian lagi ada yang secara lengkap dan benar. Hal ini menjadikan para mas'ul di penjara Al-Qanathiryang mereka pilih di antara mereka sendiri, kurang lebih berjumlah lima orang untuk mengatur urusan mereka selama beberapa waktu sampai mereka lelah, kemudian mereka memilih yang lainnyameminta

kepadaku judul-judul buku yang dijadikan referensi kajian Ikhwan. Karena buku itu dapat menyampaikan pemikiran secara lengkap dan benar.

Maka aku tulis sekitar 40 judul buku untuk mereka dan sebagiannya mereka pilih sendiri,

serta mereka menambah berberapa lagi yang lain. Semua itu mereka jadikan sebagai program tsaqafah (pemberian wawasan-ed.) yang dikaji oleh usrah-usrah di antara mereka sebatas yang diizinkan oleh petugas penjara. Usrah tersebut menurut perkiraanku adalah penghuni sel, namun aku tidak mengetahuinya secara rinci dan detail. Akan tetapi, semua ini tidak dapat meredam musykilah (problem-ed.) yang timbul dari penolakan sekelompok orang di antara mereka terhadap pemikiran-

pemikiran atau mengkaji program yang tidak datang dari 'jalur resmi' Jamaah. Sedangkan beberapa orang anggota Maktab Al-Irsyad (Dewan Pimpinan) bersamaku, yang masih di dalam penjara Al-Wahat.

Dan antara tahun 1962 sampai 1964, kondisi ikhwan yang ada di penjara Al-Qanathir

jumlahnya sekitar 100 orangterbagi menjadi beberapa kelompok berikut: Sekitar 35 orang yang

tekun dalam kajian, kemudian mereka memiliki pemahaman yang jelas terhadap aqidah Islam dan manhaj Harakah Islamiyah ... Sekitar 23 orang yang lain menentang sama sekali terhadap pemikiran ini, dan mereka tidak mau mendengar sama sekali kecuali dari Qiyadah Jamaah yang berada di Al-Wahat. Sementara itu, sekitar 50 orang lainnya ikut mempelajari fikrah (pemikiran-ed.) ini, namun mereka belum mencapai pemahaman yang jelas dan lengkap. Mereka tetap ikut dalam kajian, sampai masa tahanan mereka selesai pada tahun 1965.

Nama-nama yang menonjol dari mereka yang telah mempelajari dan memahami adalah:

Mushthafa Kamil, Rif'at Ash-Shayyad, Sayyid 'Ied, Fauzi Najm, Ath-Thukhi, Shabri Anbar, dan Abdul Majid Madhi. Aku tidak dapat mengingat nama-nama mereka semua, karena aku senantiasa

mengandalkan ingatan orang lain. Dan dalam hal ini, aku bisa memanfaatkan ingatan Akh Hawwasy atau Akh Ath-Thukhi atau Akh Fauzi Najm un t u k mengingatkanku tentang nama-nama mereka, karena mereka mengetahuinya.

Sementara yang menonjol d i antara mereka yang menentang dengan keras dan membuat keributan adalah: Amin Shidqi, 'Abdur Rahman Al-Banna. Luthfi Salim, 'Abdul Aziz Jalal, dan lain-lain.

Ath-Thukhi atau Fauzi Najm atau Musthafa Kamil ingat nama-nama mereka.

Di antara mereka ini ada yang menyampaikannya kepada Ustadz 'Abdul 'Aziz Athiyyah dan

lainnya yang berada di kelompok penjara Al-Wahat. dengan penyampaian yang dibesar-besarkan dan diperburuk tentang perpecahan yang terjadi di kelompok penjara Al-Qanathir. Mereka juga

menyampaikan tentang dasar pemikiran dan manhaj yang menimbulkan perselisihan. Informasi ini membuat mereka yang berada di penjara Al-Wahat sangat kaget, baik terhadap pemikiran tersebut

atau terhadap perpecahan yang terjadi.

Salah seorang dari mereka sempat datang sendiri untuk berobat ke rumah sakit penjara Liman Turoh, yakni Akh Abdurra'uf Abul Wafa. Dia menyampaikan kepadaku tentang keterkejutan mereka pada satu sisi, dan bahwa kelompok yang berada di penjara Al-Wahat memiliki pandangan mengkafirkan semua orang pada sisi yang lain!

Maka aku katakan kepadanya, "Kami tidak mengkafirkan semua orang, dan berita yang sampai kepada Anda ini adalah berita yang sudah diperburuk isinya. Kami hanya mengatakan bahwa

sesungguhnya mereka diliputi kebodohan terhadap hakikat aqidah dan tidak memiliki tashawwur (gambaran-ed.) tentang pemahaman aqidah yang benar. Mereka telah terjauhkan dari kehidupan Islam sampai pada kondisi yang mirip dengan kondisi masyarakat pada zaman jahiliyyah. Oleh karenanya, sudah semestinya bila gerakan ini tidak dimulai dari masalah menegakkan sistem Islam, tetapi dimulai dengan menanamkan kembali aqidah dan tarbiyah akhlak Islam. Maka sebenarnya,

permasalahannya lebih banyak berkaitan dengan manhaj Harakah Islamiyah daripada berkaitan dengan menghukumi orang"

Ketika dia kembali, dia menyampaikan kepada mereka dengan penyampaian yang benar sebatas

apa yang dia pahami dari fikrah tersebut. Akan tetapi, kelompok penentang yang berada di penjara Al-Qanathir tetap bersikeras mendesak para Qiyadah (pimpinan-ed.) untuk menghentikan aktivitas yang mereka sebut sebagai fitnah dalam barisan Jamaah tersebut. Begitulah keadaan terus berjalan, sampai kemudian Ustadz Abdul 'Aziz 'Athiyyah dan Ustadz Umar At-Tilmisani dari anggota Maktab Al-Irsyad (Dewan Pimpinan Jamaah) yang di penjara dipindahkan ke rumah sakit penjara Liman Turoh. Disana keduanya bertemu denganku, dan aku pun menjelaskan kepada keduanya tentang duduk permasalahan yang sebenarnya, sehingga keduanya menjadi tenang.

Ketika Amin Shidqi dan Abdur Rahman Al-Banna datang ke rumah sakit penjara Liman Turohketika itu aku telah bebas dengan pengampunan kesehatan, akibat memburuknya penyakit paru-paru

yang aku derita di penjara dan penyakit-penyakit lainnya, aku mendengar dari Akh Hawwasysetelah dia bebasbahwa dia ikut hadir dalam pertemuan anggota Maktab Al-Irsyad bersama dua orang pemuda yang datang dari penjara Al-Qanathlr. Mereka berusaha memberi pengertian kepada keduanya, bahwa permasalahannya tidak sebagaimana yang mereka pahami. Tetapi setelah kembali ke penjara Al-Qanathir, mereka berdua dan orang-orang yang bersama mereka tetap ngotot dengan

sikap mereka.

Setelah mereka semuanya bebas, mereka tetap seperti pembagian yang telah aku sebutkan di awal tadi.

Kelompok pertama yang merupakan dai-dai dengan pemahaman Islam yang benar, mayoritas mereka mengunjungiku setelah kebebasan mereka. Meskipun keberadaanku di Kairo teramat

singkatdimana waktu keseluruhan dari aku bebas sampai ditangkap lagi adalah 8 bulan tepat, sehingga kunjungan-kunjungan tersebut hanya berlangsung secara terbatas. Mushthafa Kamil aku

lihat hanya sekali, Rif'at Ash-Shayyad mungkin hanya lima atau enam kali, Sa'id 'Ied lebih dari

sepuluh kali, Fauzi Najm tiga kali, Ath-Thukhi tiga kali dan semuanya hanya sebentar, Sayyid Dasuqi mungkin tiga atau empat kali, sementara yang lainnya sekitar itu atau bahkan kurang. Ada pula di

antara mereka yang aku lihat hanya sekali saja. Sedang dari kelompok yang kedua punyang belum memiliki pemikiran yang matang, ada juga yang datang mengunjungiku, meski hanya sekali atau dua

kali.

Ketika itu, orang yang paling banyak berhubungan denganku adalah Akh Hawwasy, karena dialah orang yang hidup bersamaku sepanjang waktu 10 tahun. Kami berpikir tentang manhaj bersama, dan kami sepakat sepenuhnya dengan pemahaman tersebut. Dialah yang telah aku pilih

dalam jiwaku untuk meneruskan langkah penyadaranbaik kepada kelompok yang kedua maupun

kelompok yang pertama, setelah keluar dari penjara Al-Qanathir. Selain itu, aku juga memilihnya untuk melanjutkan perjuangan dengan tanzhim baru, namun hal itu tidak terlaksana.

Keinginanku untuk membuat tanzhim baru bersama ikhwan-ikhwan yang keluar dari penjara ternyata tidak kesampaian, sekalipun untuk kelompok pertama yang terdiri dari 25 pemuda. Hal ini

lantaran beberapa sebab:

1. Status mereka adalah sama dengan anggota Ikhwan yang lain, yakni sama-sama berada dalam kondisi vakum tanpa gerakan pada situasi saat itu. Tidak ada ikatan khusus yang dapat

menghubungkan aku dengan mereka selain persamaan pemikiran. Selain itu, aku tidak ingin masuk dalam pusaran kegaduhan sebagaimana yang dibesar-besarkan oleh kelompok yang

menentang di penjara Al-Qanathir.

2. Orang yang baru bebas setelah dipenjara selama 10 tahun, ibarat orang buta dalam melihat

kondisi masyarakat. Dia membutuh sedikit waktu untuk berbaur dengan masyarakat dan untuk

memperbaiki keadaan serta posisinya di tengah masyarakat. Terlebih lagi, setiap gerakannya masih dipantau secara ketat.

3. Situasi di luar tidak sama dengan situasi di dalam penjara. Di dalam penjara, kekuatan terbelenggu, terkonsentrasi, dan digiring dalam kasus yang menyebabkan seorang yang

beraqidah itu dipenjara. Adapun di luar, ia disibukkan dengan berbagai kesibukan,

permasalahan, dan pemikiran yang bermacam-macam. Maka mereka harus dibiarkan dalam beberapa waktu, agar terlihat siapa yang tenggelam dalam kehidupan duniawi, dan siapa yang

masih konsisten dengan aqidah dan dakwahnya?

Karena alasan-alasan itulah, maka pembicaraan tentang tanzhim terpaksa aku tunda. Meskipun ada di antara mereka yang mengajak bicara tentang itu, dan ada pula salah seorang dari 5 pemuda yang menjadi pemimpin tanzhim baruyang terbentuk ketika aku masih di penjaramenemuiku setelah aku bebas, dan menanyakannya kepadaku. Tanzhim baru inilah yang akan menjadi topik utama pada pembahasan berikutnya dalam tulisan ini. Yakni pada jawaban untuk pertanyaan: Apa pandanganmu terhadap si Fulan yang telah keluar dari penjara? Dan kenapa mereka tidak bergabung

semuanya ke dalam tanzhim kami?

Pernah sekali aku katakan kepada mereka, "Kita harus membiarkan mereka minimal selama 6

bulan, dan jika toh mereka kita buat tanzhim, itu pun harus tanzhim yang terpisah." Ketika itu aku berpikir, bahwa yang akan memimpin mereka adalah Akh Hawwasy dan hanya dia sajalah yang berhubungan dengan tanzhim yang baru ... Namun semua itu tidak terlaksana.

Untuk mengetahui kondisi mereka yang telah keluar, aku memanggil Akh Ath-Thukhi dan mengklasifikasikan mereka berdasarkan pemahaman dan kesadaran. Dia adalah orang lebih banyak

bertemu dengan mereka daripada aku, dan aku percaya dengan penilaiannya serta kejujurannya

dalam memberikan kesaksian.

Sekarang aku ingat, dialah orang yang berkunjung sebagaimana diceritakan oleh Akh Ali 'Isyawi, bahwa dia hadir ketika mereka berkumpul denganku. Ketika itu saudaraku Muhammad Quthb memanggilku, maka aku pun menemuinya. Setelah aku kembali, aku katakan kepada mereka: Aku

melakukan pertemuan secara singkat, supaya segera meninggalkanku, karena ketika itu dia berada di pusat bahaya atau sensitif. Aku tidak ingat, sebagaimana yang nampak dari kata-katanya. Ingatannya

dalam hal ini lebih kuat.

Sementara kondisi Akh Ath-Thukhi ketika itu, dia mendapat tugas di Al-Isma'iliyah, perkiraanku di Maktab At-Taukilat (Kantor Pendelegasian-ed.). Sementara itu, intel-intel Al-Isma'iliyah terus memantau gerakannya secara ketat. Mungkin karena dia pernah menjabat sebagai mas'ul Ikhwan di penjara Al-Qanathir dalam waktu yang lama, atau karena alasan lain yang aku tidak mengetahuinya.

Maka dia harus kembali ke Al-Isma'iliyah malam hari, supaya dia sampai di sana pagi hari.

Sebenarnya, dia sendiri tidak suka bila ada yang melihatnya berada bersamaku atau mengetahui

keberadaannya di Kairo. Ketika itu aku ada perlu dengannya untuk mengklasifikasikan ikhwan-ikhwan yang keluar dari penjara Al-Qanathir. Maka dia pun datang dengan tergesa-gesa, lalu dia bertanya kepadaku, "Apa yang kau inginkan?"

Aku sampaikan hal ini kepada lima orang yang berkumpul bersamaku, karena aku segera berdiri dan meninggalkan mereka hanya lantaran Muhammad Quthb, saudaraku, menyebutkan namanya di

telingaku dan bahwa dia ingin cepat melihatku. Aku memahami betul dengan kondisinya ini.

Catatan:

Kebiasaan yang berlaku di rumahku; apabila aku bersama tamu-tamuku, sementara itu

saudaraku atau keponakanku atau pembantu ingin memanggilku untuk urusan di dalam, atau karena

ada tamu di depan pintu, atau di ruang duduk lainnya, mereka akan membisikkan ke telingaku dan tidak memanggilku secara keras dan untuk apa. Ini adalah adab yang biasa di rumahku. Sementara

itu, saudaraku Muhammad tidak mengenal Akh Ath-Thukhi dan apa keperluannya? Dan mungkin dia sudah lupa peristiwa itu.

Selain menanyakan kepada Akh Ath-Thukhi mengenai kondisi ikhwan-ikhwan yang keluar dari penjara. Belum ada langkah apa pun yang kulakukan untuk menghimpun mereka dalam satu tanzhim secara terpisah atau dengan digabungkan dengan tanzhim baru. Akan tetapi aku tahu dari Akh Ath-Thukhi bahwa merekasebelum keluar penjaratelah diserahkan masing-masing kepada satu orang untuk tiga atau empat orang atau lebih, yang tidak tinggal secara berdekatan.

Supaya mereka senantiasa mengunjungi dan menanyakan keadaan mereka dengan tanpa sepengetahuan selain mereka dan tanpa mereka menyadari bahwa di belakang mereka ada sesuatu.

Hal itu hanya sekadar hubungantidak lebihdan untuk menunggu arahan selanjutnya untuk

mengatur mereka dalam tanzhim jika keadaan memungkinkan. Lalu aku katakan kepadanya: Ini cukup....

Dan tidak ada sesuatu yang lebih penting dari itu, khususnya yang berkaitan dengan ikhwan-ikhwan yang keluar dari penjara. Dan waktunya tidak mencukupi bagiku untuk mencari tahu, apakah kebijakan yang telah disepakati di penjara Al-Qanathir untuk ikhwan-ikhwan yang keluar dari penjara ini merupakan kebijakan lokal yang mereka putuskan sendiri? Atau ini bersifat umum yang dikeluarkan oleh Qiyadah mereka dari anggota Maktab' Al-Irsyad? Yang jelas bukan aku yang memerintahkan hal itu. Akan tetapi, secara pribadi aku lebih meyakini bahwa ini merupakan kebijakan dari diri mereka sendiri. Karena yang aku pahami, hal ini hanya berlaku untuk golongan

yang memiliki kesadaran dan tidak berlaku untuk seluruh ikhwan yang keluar dari penjara. Dan aku melihat, ini cukup pada saat ini. Karena membuat tanzhim untuk ikhwan-ikhwan yang keluar dari penjara itu adalah sesuatu yang tidak memungkinkan untuk dilakukan menurut perhitunganku.

Dan aku mencukupkan diri dengan tanzhim baru. Yang mana ketika aku keluar dari penjara, tanzhim itu telah terbentuk. Aku sibukkan diriku dengan tanzhim ini dan aku memberikan perhatian kepada perbaikan d a n pembentukan pemikiran, pemahaman, dan manhaj harakahnya, sebagaimana yang akan aku jelaskan secara lebih rinci. Ketika itu aku tidak memberitahukan sedikit pun mengenai

tanzhim baru ini kepada seorang pun. Dan selain Akh Hawwasy yang telah kuterangkan kepadanya secara umum dan tidak rinci, tidak ada seorang pun yang tahu mengenai tanzhim tersebut, baik mereka yang telah keluar dari penjara maupun ikhwan yang lain ataupun orang lain secara umum.

MENCARI SENJATA DAN DANA

Tanzhim Baru

Ketika aku bebas dari penjara, di dalam benakku telah tergambar secara jelas dan rinci mengenai bagaimana seharusnya sebuah Harakah Islamiyah eksis di tengah kondisi Internasional dan lokal saat ini. Juga mengenai gambaran langkah-langkah manhaj yang harus ditempuh. Hal ini telah kusebutkan sebelumnya, maka di sini saya ingin menyampaikannya kembali secara ringkas, sebelum

nanti membicarakannya secara rinci:

1. Umat pada hari ini telah terjauhkan dari pemahaman makna Islam itu sendiri, baik dari sisi akhlak

Islamiyah, sistem Islam, maupun Syariat Islam. Oleh karena itu, menjadi keharusan bagi setiap

Harakah Islamiyah untuk mengawali gerakannya dengan mengembalikan pemahaman manusia tentang makna Islam dan aqidah yang benar. Yaitu agar setiap ibadah ditujukan hanya kepada

Allah semata. Baik dalam berkeyakinan mengenai uluhiyah-Nya atau dalam menjalankan syi'ar-syi'ar ibadah kepada-Nya, atau untuk tunduk dan berhukum hanya kepada peraturan dan

syariat-Nya.

2. Orang-orang yang menyambut pemahaman ini dipilih dan kemudian di-tarbiyah dalam akhlak Islam serta dibekali dengan kajian Harakah Islamiyah dan sejarahnya. Dipahamkan mengenai perjalanan sejarah Islam dalam berinteraksi dengan berbagai kekuatan, masyarakat, dan berbagai rintangan yang dihadapinya di tengah jalan yang setiap hari makin meningkat dengan

kuat, khususnya dari kekuatan Kolonial Zionis dan Salibis.

3. Tidak memulai dengan membuat tanzhim apa pun, kecuali setelah semua anggotanya mencapai pemahaman aqidah yang benar dan berakhlak Islami dalam berinteraksi dan berperilaku, serta

memiliki bekal sebagaimana yang telah disebutkan di atas dalam tingkat pemahaman yang tinggi.

4. Titik tolak itu bukan dimulai dari menuntut ditegakkannya sebuah sistem Islam dan

pemberlakukan syariat Islam. Akan tetapi, titik tolak itu dimulai dari merubah masyarakat itu sendiribaik penguasa maupun rakyatdari kondisi yang telah diterangkan di atas kepada

pemahaman Islam yang benar dan membentuk pondasi yang kokoh. Meskipun tidak mencakup seluruh masyarakat, minimal mencakup unsur-unsur yang dapat mengarahkan atau memiliki

pengaruh untuk mengarahkan masyarakat secara keseluruhan. Agar mereka cinta dan berjuang untuk menegakkan sistem Islam dan menjalankan syariat Islam.

5. Selanjutnya, penegakan sistem Islam dan pemberlakuan syariat Islam tidak dapat dilakukan

dengan cara merebut kekuasaan yang datang dari lapisan atas. Akan tetapi, melalui perubahan masyarakat secara keseluruhanatau pemahaman beberapa kelompok masyarakat dalam

jumlah yang mencukupi untuk mengarahkan seluruh masyarakatpada pemikirannya, nilai-nilainya, akhlaknya, dan komitmennya dengan Islam. Sehingga tumbuh kesadaran dalam jiwa

mereka, bahwa menegakkan sistem dan syariat Islam itu merupakan sebuah kewajiban yang

harus dilaksanakan.

6. Pada waktu yang sama, harakah ini harus dilindungi ketika ia tengah menapaki tahap-tahap langkahnya. Sehingga apabila harakah ini diserang, serangan itu dapat dilawan. Akan tetapi, selama harakah tersebut tidak hendak menyerang atau menggunakan kekuatan untuk memaksakan sistem yang diyakini harus ditegakkannyaatas dasar apa yang telah disebutkan di

depan, dan setelah melalui proses pendahuluan yang telah disinggung di depan, dan yang mana keislaman manusia itu tidak akan beres kecuali dengan tegaknya sistem tersebut sebagaimana

yang Allah tetapkandengan kekuatan dari lapisan atas, maka harakah ini harus dibiarkan untuk melaksanakan kewajibannya dan tidak boleh diserang. Namun apabila harakah ini diserang, maka harakah wajib melawan serangan tersebut.

***

Inilah gambaran yang lengkap untuk sebuah harakah Islamiyah pada hari ini yang ada dalam benakku. Akan tetapi, setelah aku bebas dari penjara, terjadi interaksi secara berturut-turut antara diriku dengan para pemuda ada yang dari kalangan Ikhwanul Muslimin dan ada yang berasal dari

kalangan orang-orang yang memiliki pemikiran Islam di luar Ikhwanul Musliminyang namanya sebagai berikut: Abdul Fattah Ismail, Ali Al-'Isymawi, Ahmad Abdul Majid (nama panjangnya telah

kukenal di penjara militer), Majdi, dan Shabri. Setelah beberapa kali pertemuan, aku jadi mengetahui

bahwa mereka telah membentuk sebuah tanzhim yang telah bergerak selama 4 tahun atau lebih. Sebagian kecil mereka berasal dari kalangan Ikhwanul Muslimin yang pernah di penjara, sedang

mayoritasnya bukan dari Ikhwanul Muslimin dan belum pernah dipenjara. Tanzhim ini terbentuk setelah sebelumnya, masing-masing dari mereka memiliki pemikiran secara pribadi.

Pada waktu-waktu ini, pekerjaan yang paling mendesak adalah menghidupkan kembali Ikhwanul Muslimin dan tidak mencukupkan diri dengan kondisi Jamaah yang ada. Dimana di sana terjalin

beberapa kerjasama dan bantuan untuk menanggung keluarga-keluarga yang tidak memiliki sumber

penghasilan. Dimana di sana, di kalangan Ikhwan, yang ada adalah 'interaksi bisu', berpangku tangan, dan diam menunggu. Ketika mereka bergerak, masing-masing bergerak sesuai bentuknya

sendiri-sendiri.

Maka, untuk mengorganisir kembali anggota Ikhwanul Muslimin yang memiliki perhatian

terhadap harakah, mereka pun saling bertemu. Ada pula yang bergabung dan memberikan kepercayaan kepada kelompok yang sebelumnya dia ada di dalamnya, lalu mereka membentuk tanzhim baru ini. Dan merekasemuanya dari kalangan pemuda yang belum banyak mereguk pengalamanmasih mencari qiyadah (pemimpin) dari para petinggi Jamaah yang berpengalaman. Mereka pun menghubungi Ustadz Farid 'Abdul Khaliq dan juga ikhwan-ikhwan Al-Wahatyang mana mereka semua dekat dengan Ustadz Farid, sedangkan orang yang menghubungi Al-Wahat adalah Abdul Fattahdan yang lainnya.

Namun sampai sekarang, mereka belum menemukan qiyadah yang mereka harapkan. Mereka pun menginginkan diriku agar menjadi qiyadah mereka setelah aku bebas nanti. Hal itu setelah mereka membaca tulisan-tulisanku dan mendengar pembicaraanku bersama mereka. Sejak itu,

pemikiran mereka berubah, dan pandangan mereka meluas secara drastis. Sebelumnya mereka memikirkan bagaimana membuat tanzhim untuk kelompok fidaiyyah (berani berkorban) untuk merubah kondisi atau menghabisi orang-orang yang menyerang Jamaah Ikhwanul Muslimin dan

hendak menghentikan gerakannya. Mereka hendak membangun Jamaah dan menegakkan sistem Islam dengan cara seperti ini. Adapun sekarang, mereka telah memahami bahwa ternyata

persoalannya jauh lebih besar dari itu, jalan perjuangan ini masih panjang dan berliku. Perjuangan di tengah-tengah masyarakat itu harus didahului perjuangan di dalam sistem negara dan bahwa

pembentukan tanzhim harus didahului dengan pembentukan dan pembinaan personalnya ... dan seterusnya

Para pemuda tersebut mulai menyerap pemikiran seperti ini dalam batas-batas tertentu. Akan

tetapi, mereka membutuhkan qiyadah yang dapat memberikan perbekalan kepada mereka secara lebih dalam bergerak. Supaya mereka bisa menyebarkan pengaruhnya kepada orang-orang yang ada

di belakang mereka, memperluas pemahaman mereka, dan merubah arah pandangan mereka....

Ketika itu aku dihadapkan pada dua pilihan: Antara menolak ajakan mereka untuk beramal

bersama mereka ... karena bagaimanapun, mereka belum memiliki format sebagaimana yang aku

yakini. Anggota-anggota mereka belum mendapat tarbiyah dan pembekalan sebelum mereka membentuk sebuah tanzhim dan sebelum mereka melakukan berbagai latihan untuk aksi-aksi pengorbanan ... Atau aku terima ajakan mereka dengan terus mengupayakan perbaikan manhajyang sebelumnya telah tergambar dalam benakkuyang belum terlaksana. Dan dasar keyakinan

bahwa gerakan mereka itu bisa dikawal, sehingga tidak terjadi letupan yang tidak tepat, terutama

karena sebagian mereka memang benar-benar telah memiliki niat untuk itu. Sementara itu, pemikiran untuk menegakkan sistem Islam dari puncak kekuasaan telah mengalahkan pemahaman yang baru.

Dan juga telah menggeser pemahaman untuk memulai dari membangun aqidah, akhlak, dan pemikiran pada pondasi masyarakat... Lalu aku putuskan untuk mengambil pilihan kedua, yakni

beramal bersama mereka dan menjadi qiyadah mereka.

Akan tetapi, tulus aku katakan kepada mereka ketika itu. "Sebenarnya dalam kondisi sekarang

ini, Harakah Islamiyah harus memiliki pandangan yang luas dan pemahaman tentang Islam itu sendiri, sejarah gerakannya, dan terhadap kondisi internasional yang mengelilingi Islam ... dan

seterusnya. Sementara kalian katakan bahwa kalian belum mendapatkan qiyadah. sehingga kalian menginginkan agar diriku mengambil peran ini untuk kalian ... Akan tetapi, sebagaimana yang kalian

ketahui, aku adalah orang yang menderita penyakit berat dan tidak dapat disembuhkan sampai

sekarang.

Memang ajal itu di Tangan Allah. Akan tetapi, takdir Allah itu berjalan sesuai dengan sebab-

sebab yang Dia ciptakan ... Oleh karena itu, kalian harus bersandar kepada Allah dan berusaha agar kalian sendiri yang menjadi qiyadah. Sementara tugasku terhadap kalian yang sebenarnya adalah berusaha semaksimal mungkin untuk mendidik dan membentuk pemikiran kalian, supaya kalian menjadi qiyadah . . . Adapun dien (iman), akhlak, takwa, keikhlasan, dan interaksi kalian dengan Allah dapat aku lihat dan aku rasakan, alhamdulillah, semuanya baik...." Hal ini berulang-ulang aku katakan kepada mereka.

Ketika itu cara yang aku tempuh adalah berkumpul dengan mereka, kadang sekali sepekan atau

sekali dalam dua pekan ... Dan ketika masa-masa aku sibuk, sekali dalam tiga pekan atau dalam sebulan ... Aku memulai kajianku bersama mereka mengenai sejarah Harakah Islamiyah, beserta sikap tentara-tentara penyembah berhala, kafir, Zionis, dan Salibis, baik zaman dulu maupun zaman

sekarang terhadap Islam, serta sedikit menyinggung tentang situasi kawasan Islam dalam sejarah modern sejak agresi Prancis. Terkadang aku sisipkah, komentarku terhadap beberapa kasus, berita,

dan siaran untuk melatih mereka agar terbiasa mengikuti peristiwa. Aku perintahkan mereka agar memilih orang khusus di antara mereka untuk mengikuti setiap surat kabar internasional dan siaran

internasional. Dan jika memungkinkan ditambah dengan buku-buku yang terbit dalam bahasa Inggris dan Prancis, atau buku yang membahas tentang Islam di kawasan-kawasan Islam.

Walhasil, sebanyak empat kali Ahmad Abdul Majid datang menemuiku dengan membawa hasil

pemantauan mereka terhadap berita-berita di surat kabar, baik lokal maupun internasionall, demikian pula siaran radio. Pada awalnya hasil pemantauan itu teramat polos dan sederhana. Akan tetapi, ini

penting sebagai langkah awal, dan dari situ aku dapat mengetahui sejauh mana pemikiran mereka secara umum. Sayangnya, pertemuanku dengan mereka sangat terbatas, lantaran waktu yang

mereka gunakan untuk menghubungiku pun singkat. Jika dipotong waktu-waktu sibukku atau ketika

aku sakit atau berada jauh dari Kairo, maka keseluruhannya tidak lebih dari 6 bulan. Kisaran pertemuannya sekitar 10 sampai 12 kali, sehingga hanya sedikit permasalahan yang sempat kita

bahas. Itu pun masih dikurangi untuk membahas beberapa persoalan lain. terutama berkaitan dengan status tanzhim dari ikhwan-ikhwan yang lain, serta masalah tadrib (latihan) dan persenjataan ... Juga mengenai strategi perlawanan jika ada serangan terhadap tanzhim dan kemungkinan terjadinya serangan terhadapnya, sebagaimana yang sering diberitakan dalam siaran ... Dan saya kira, inilah persoalan inti yang seharusnya lebih diperhatikan para penanggung jawab terhadap

persoalan ini daripada persoalan lainnya ... Akan tetapi, waktu itu aku ingin persoalan ini disampaikan secara lengkap, sehingga dapat membantu memahami persoalan ini dari semua sisinya.

***

Kami sepakat tidak akan menggunakan kekuatan untuk mengubah sistem negara atau untuk

menegakkan sistem Islam, namun kami juga siap mengerahkan kekuatan jika tanzhim ini diserang. Tanzhim ini akan berjalan sesuai manhaj pengajaran aqidah, tarbiyah. akhlak, dan pembentukan pondasi Islam di tengah-tengah masyarakat. Itu artinya, kita harus mencari tempat tadrib (latihan-ed) untuk regu yang akan mengemban tugas melindungi tanzhim dan melawan setiap serangan yang datang, berikut sumber persenjataan yang kita perlukan dalam misi ini, serta sumber dana yang kita

butuhkan. Mengenai tadrib, aku tahu, mereka telah melakukannya sebelum bertemu denganku. Akan tetapi, ketika itu tidak diperhatikan bahwa yang boleh ikut tadrib itu hanya ikhwan yang telah memahami aqidah dan telah matang kesadarannya. Maka aku meminta agar mereka pemegang

prinsip ini. Aku tanyakan kepada mereka berapa jumlah anggota yang telah memenuhi syarat-syarat tersebut. Setelah mereka melakukan evaluasi di antara ikhwan-ikhwan. mereka mengatakan bahwa jumlahnya sekitar 70 orang. Mereka memutuskan untuk segera melaksanakan tadrib, karena melihat

mulai menjalarnya rasa bosan di hati para pemuda jika mereka hanya berbekal kata-kata tanpa ada

tadrib dan i'dad (persiapan diri). Apalagi muncul alasan baru lainnya, yakni mulai tersebarnya isu penangkapan, dan bahkan kemudian beberapa ikhwan benar-benar ditangkap. Adapun mengenai senjata, persoalannya ada dua sisi:

Sisi pertama: Mereka memberitahukudan yang ditugaskan untuk menjelaskan persoalan ini kepadaku adalah Majdibahwa melihat susahnya mendapatkan senjatameskipun hanya sekadar

untuk tadrib, maka mereka mencoba membuat beberapa bahan peledak lokal. Percobaan ini terbilang sukses dan dapat menghasilkan beberapa buah granat, hanya saja butuh beberapa perbaikan.

Percobaan itu pun terus berlanjut.

Sisi kedua: 'Ali 'Isymawi mengunjungiku tanpa ada perjanjian sebelumnya. Dia menceritakan kepadaku bahwa kira-kira dua tahun sebelum kami bertemu, dia telah meminta sejumlah senjata kepada seorang ikhwan di sebuah negara Arab yang dia tentukan kepadanya secara terang-terangan. Kemudian dia tinggalkan pembicaraan itu sejak itu juga. Dan kini ada berita darinya, bahwa senjata-

senjata tersebut akan dikirim dalam jumlah yang besar, yakni sekitar satu kereta angkut. Senjata-senjata tersebut akan dikirim melalui Sudan dan diperkirakan akan sampai dalam waktu dua bulan.

Ini terjadi sesaat sebelum terjadi penangkapan-penangkapan, meski situasi tidak menunjukkan akan adanya bahaya dalam waktu dekat...

Karena datangnya berita itu sangat mendadak, kami tidak bisa memutuskan persoalan ini

sebelum kami membicarakannya dengan ikhwan-ikhwan yang lain. Maka kami pun sepakat bertemu untuk membahas masalah ini dengan yang lain. Keesokan harinya seingatku, sebelum tiba waktu

yang telah disepakati. Syaikh 'Abdul Fattah Isma'il datang kepadaku dan menyampaikan perkara itu. Tentu sebelumnya aku sudah tahu, bahwa dia mendengar perkara ini dari 'Ali. Tampaknya dia tidak

setuju, dan bahkan merasa khawatir. Dia mengatakan, "Keputusan masalah ini harus diundur sampai Shabri datang." Aku katakan kepadanya, "Kita akan berkumpul untuk membahasnya."

Pada pertemuan pertama yang telah disepakati seingatku Shabri belum datang, sehingga saat

itu tidak ada sesuatu pun yang dapat diputuskan. Kemudian pada pertemuan selanjutnya, kelima orang itu hadir semua dan diputuskan agar Ali menghentikan pengiriman senjata dari sana sampai

diketahui dari pihak yang hendak mengirim, dari mana sumber dana yang digunakan untuk membeli senjata-senjata tersebut. Jika dananya bukan dari ikhwan, maka ditolak. Dan perlu dijelaskan juga mengenai transaksi pembeliannya, apakah dibeli semua sekaligus ataukah sebagian-sebagian?

Bagaimana cara pengirimannya dan harus diyakinkan, apakah proyek ini telah tercium atau belum? Dan dikatakan kepada akh yang akan mengirim agar tidak mengirimnya, kecuali setelah diberi aba-aba untuk mengirim....

Setelah satu bulan berlaluseingatku, datang jawaban kepada Akh 'Ali. Di antara isinya yang masih aku ingat adalah: Bahwa senjata-senjata ini dibeli dengan harta Ikhwan dari harta pribadi mereka. Mereka berikan harta itu untuk membeli senjata tersebut, padahal mereka sendiri sebenarnya memerlukannya untuk keperluan hidup mereka. Hal itu lantaran mereka sangat tertarik

dengan apa yang disampaikan dari sini, dan bahwa senjata-senjata tersebut dibeli dan dikirim dengan cara yang aman....

Aku tidak ingat bahwa di antara isi jawaban itu atau jawaban setelahnya menyebutkan bahwa barang-barang tersebut telah dikirim dan tidak mungkin dihentikan. Mereka memikirkan jalur melalui

Libya selain jalur melalui Sudan, atau karena jalur Libya lebih mudah daripada jalur Sudan (aku tidak

ingat betul isi jawaban tersebut). Namun yang lebih meyakinkan, jawaban itu hanya sekali. Tatkala disebutkan Libya, aku katakan kepada mereka, "Jika mereka memikirkan jalur Libya, aku tahu orang-

orang yang dapat membantu kita mengirim barang-barang semacam ini." Ketika itu aku berpikir tentang dua ikhwan Libya yang aku kenal setelah aku bebas dari penjara, salah satunya adalah Ath-Thayyib Asy-Syin. Dulu dia belajar di Markazut Ta'lim Al-Asasi di Sarsullayan. Dia memiliki hubungan dengan para sopir angkutan yang melintasi padang pasir antara Libya dan Mesir. Satunya lagi adalah Al-Mabruk. Aku tidak ingat jika di depan namanya ada Muhammad atau tidak, karena aku

mengenalnya dengan satu nama. Pernah sekali waktu dia mengatakan kepadaku bahwa beberapa kerabatnya bekerja di kereta api antara Mesir dan Libya.

Namun, ketika itu aku tidak meminta penjelasan kepadanya mengenai kereta api tersebut.

Karena pembicaraan mengenai itu hanya selingan saja ketika aku menyampaikan padanya, bahwa aku punya kebutuhan yang tidak bisa aku dapatkan di Mesir, dan bisa didapatkan di Libya atau di luar

negeri. Dia mengatakan kepadaku. "Silakan minta saja. karena pengirimannya benar-benar aman, kerabat-kerabat saya bekerja di kereta api...." Aku juga tidak tahu secara pasti perdagangan apa

yang dia tekuni dan yang menyebabkan dia datang ke Mesir. Pernah dia berkata padaku, bahwa dia

mengimport burnus (peci panjang) yang dipakai di daerah Maghrib dari Iskandariyah, sedangkan burnus-burnus tersebut diproduksi di Mesir dan tidak diproduksi di Maghrib. Pernah juga dia bilang

padaku, bahwa dia membawa kargo yang berisi buku-buku. Akan tetapi, aku tetap tidak tahu persis apa pekerjaan yang dia tekuni.

Adapun mengenai dana, berulang kali ia dibahas dalam pertemuan-pertemuan kami atau dalam pembicaraan-pembicaraan mereka di berbagai tempat bersamaku. Setahuku Syaikh Abdul Fattah

memiliki sejumlah harta, namun beliau pernah mengatakan bahwa harta itu adalah amanah yang

dititipkan kepadanya supaya digunakan untuk keperluan tertentu. Oleh karena itu, dia tidak memiliki hak untuk menggunakannya, meskipun untuk membantu keluarga-keluarga (mereka yang dipenjara)

misalnya. Selain itu, dia tidak memiliki hak untuk menggunakannya kecuali setelah mendapatkan izin ... Inilah yang dikatakan Syaikh Abdul Fattah kepadaku.

Namun, ketika ditawarkan untuk proyek pembuatan bahan peledak dan menerima kiriman

senjata yang tidak mungkin dihentikan pengirimannya dan tidak mungkin pula untuk dibiarkan begitu saja, dia mengatakan kepadaku. "Harta itu tergantung Anda dalam penggunaannya." Dia pun

meminta izin kepadaku untuk persoalan ini, maka aku pun mengizinkannya. Dari situ aku paham, bahwa amanat harta itu adalah agar tidak dipergunakan kecuali atas izin qiyadah syar'iyah. Akan tetapi, aku tidak tahu dari mana asal dana itu dan berapa jumlahnya ... Semua itu jelas menunjukkan bahwa dana tersebut berasal dari ikhwan yang ada di luar, bukan dari pihak lain.

Inilah yang ingin aku perjelas dalam hubungan mereka sebelumnya. Sebabsebagaimana yang

telah aku katakan kepada mereka, aku tidak mengizinkan harakah Islamiyah minta bantuan kepada pihak luar, baik mengenai dana, senjata, maupun gerakan. Berapa jumlah dana itu aku tidak tahu,

namun aku perkirakan lebih dari seribu junaih (pound) ... Jumlah itu aku simpulkan dari beberapa kata dalam pemaparannya. Syaikh Abdul Fattah juga menyatakan bahwa harta itu sekarang berada di

tempat yang aman ... Namun aku tidak menanyakan kepadanya secara lebih rinci ... karena aku ingin

mencukupkan diri dengan data yang seminimal mungkin tentangnya. Demikian pula dengan setiap aktivitas mereka dalam rangka melaksanakan program, cukup bagiku mengetahui langkah-

langkahnya secara global. Adapun rinciannya aku serahkan kepada mereka, karena mereka lebih paham daripada aku. Akan tetapi, tentu saja risikonya tetap menyangkut diriku, karena secara global

rencananya dibuat atas persetujuanku.

Selain itu, aku juga menerima uang senilai 200 junaih (pound) dari seorang Ikhwan di Iraq, aku pun langsung menyerahkan kepada Akh Ali. Ketika itu dia pun ada, supaya uang itu menjadi tanggung jawab mereka dan diatur oleh mereka. Adapun rincian mengenai hubungan kami dengan Ikhwan Iraq, akan aku jelaskan nanti.

***

Rencana Perlawanan Terhadap Serangan yang Ditujukan Kepada Harakah Islamiyah

Sebagaimana telah kami sepakati bahwa prinsip kami adalah tidak mempergunakan kekuatan

untuk menggulingkan pemerintah dan tidak pula memaksakan hukum Islam dari atas. Selain itu kami juga sepakat bahwa karni akan melawan setiap serangan yang dil