Pengantar Ilmu Komunikasiwidyo.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/50649... · Web viewInformasi...

35
Pengantar Ilmu Komunikasi “Informasi, Pesan, dan Makna”

Transcript of Pengantar Ilmu Komunikasiwidyo.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/50649... · Web viewInformasi...

Page 1: Pengantar Ilmu Komunikasiwidyo.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/50649... · Web viewInformasi menjadi barang dagangan. Kalau memang hanya bermaksud menambah informasi, bukankah

Pengantar Ilmu Komunikasi“Informasi, Pesan, dan Makna”

Page 2: Pengantar Ilmu Komunikasiwidyo.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/50649... · Web viewInformasi menjadi barang dagangan. Kalau memang hanya bermaksud menambah informasi, bukankah

INFORMASI, PESAN, dan MAKNA

PENDAHULUAN

Dalam kehidupan sehari-hari sering kali orang menggunakan kata informasi. Surat

kabar, majalah, radio, televisi, dan juga orang lain sering disebut sebagai “sumber informasi”.

Mungkin karena itu, ketika seseorang ditanya mengenai manfaat dari membaca surat kabar,

mendengarkan radio, menonton televisi, atau bercakap-cakap dengan orang lain, dengan

mudah mereka menjawab “untuk menambah informasi”. Seseorang yang mengetahui

peristiwa-peristiwa yang terjadi di sekitarnya, sebut saja Pak Forman, ia sering pula dijuluki

“sumber informasi”, dan banyak orang yang datang kepadanya untuk “mencari atau meminta

informasi”. Tentu saja keberadaan Pak Forman menjadi penting karena dianggap mempunyai

“banyak informasi”, meskipun sekali waktu ia mengaku hanya mempunyai “sedikit

informasi” atau lain kali ia menjawab “tidak mempunyai informasi sama sekali”. Pada saat

yang lain, orang yang datang kepada Pak Forman mungkin menyebut informasi yang

diterimanya sebagai “informasi yang sudah basi” karena informasi yang diberikan Pak

Forman itu sudah lama beredar di masyarakat, sedangkan yang dibutuhkan adalah “informasi

baru” atau “informasi yang masih hangat”.

Untuk mendapatkan sebuah informasi, tak jarang orang berani membeli informasi,

sekalipun dengan harga yang mahal. Informasi menjadi barang dagangan. Kalau memang

hanya bermaksud menambah informasi, bukankah orang yang berlangganan surat kabar atau

majalah, itu berarti membeli informasi. Jika isi surat kabar atau majalah semuanya dianggap

informasi, tiada lain yang dilakukan oleh para pembuat surat kabar atau majalah adalah

menjual informasi.

Jika informasi bisa dicari, bisa diminta, bisa berkurang, bisa bertambah, dan dapat

diperjualbelikan, lalu apakah informasi itu?. Bagaimana bentuk informasi itu?. Apakah

informasi sama dengan berita-berita yang disajikan dalam surat kabar, majalah, radio, dan

televisi?. Apakah informasi harus disampaikan melalui tulisan saja, ataukah dapat pula

melalui kata-kata dan bahasa isyarat?. Hanya melalui media massa sajakah, atau bisa melalui

Page 3: Pengantar Ilmu Komunikasiwidyo.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/50649... · Web viewInformasi menjadi barang dagangan. Kalau memang hanya bermaksud menambah informasi, bukankah

segala macam media massa?. Apakah yang diambil orang informasi tersebut?. Apa pesan

atau makna yang dikandungnya?. Jika yang diambil pengertiannya, lantas apakah makna itu?.

Apakah pesan itu?.

Itulah serentetan pertanyaan yang hendak kami jawab pada modul ini. Pertama, kami

akan membahas pengertian-pengertian informasi, pesan, dan makna. Karena penyampaian

informasi, pesan, dan makna erat kaitannya dengan pemakaian bahasa, baik verbal maupun

nonverbal, pada modul ini pula akan dikupas peranan bahasa dalam komunikasi.

Page 4: Pengantar Ilmu Komunikasiwidyo.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/50649... · Web viewInformasi menjadi barang dagangan. Kalau memang hanya bermaksud menambah informasi, bukankah

Konsep dan Teori Informasi

A. Pandangan Tentang Informasi

Kendati pun semua orang setuju bahwa informasi merupakan unsur dasar dalam

komunikasi, tidak seluruhnya sepakat mengenai pengertian informasi itu sendiri. ada yang

mengaitkannya dengan hal-hal yang baru, misalnya seseorang yang membaca berita-

berita di surat kabar atau majalah. Ada pula yang menyamakan dengan ilmu pengetahuan,

misalnya informasi yang dikandung dalam sebuah buku ilmiah. Ada yang

mengidentikkan dengan data dan angka-angka hasil penelitian. Bahkan ada pula yang

menyebut isu yang tidak diketahui kebenarannya sebagai informasi.

Untuk memperjelas pemahaman mengenai konsep informasi, Fisher (1986)

mengelompokkan berbagai pandangan mengenai konsep informasi ke dalam tiga buah

variasi, yaitu :

Pertama, penggunaan istilah informasi untuk menunjukkan fakta atau data yang

dapat diperoleh selama tindakan komunikasi berlangsung. Manakala kita berbincang-

bincang dengan lawan bicara kita, pada saat membaca surat kaba, majalah, buku,

selebaran, spanduk, papan reklame atau pada saat kita mendengarkan radio atau

menonton televisi, ketika itulah sejumlah data dan fakta kita serap dan kita simpan dalam

ingatan. Pengumpulan data dan fakta seperti yang dilakukan wartawan dalam

menghimpun keterangan dan penjelasan dari sumber peristiwa berita, atau seorang

detektif mengumpulkan bukti tentang kejahatan, adalah contoh-contoh lainnya tentang

pencarian informasi. Dalam pandangan yang pertama ini, informasi dikonseptualisasikan

sebagai kuantitas fisik yang dapat dipindahkan dari satu titik ke titik lain, dari suatu

medium ke medium lain, dari satu orang ke orang lain. Dengan demikian informasi

identik dengan wujud material yang dapat dikirimkan dan diterima melalui berbagai

saluran, baik melalui media massa seperti surat kabar, radio dan televisi, media

komunikasi lainnya seperti telepon, faksimile, surat, telegram, kartu, gambar, buku

maupun komunikasi tatap muka, dan bahasa isyarat. Oleh karena itu, menurut pandangan

ini, kuantitas informasi dapat “dihitung”, dalam arti semakin banyak usaha seseorang

mengumpulkan data dan fakta, makin banyak informasi yang dimilikinya. Pelajar dan

Page 5: Pengantar Ilmu Komunikasiwidyo.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/50649... · Web viewInformasi menjadi barang dagangan. Kalau memang hanya bermaksud menambah informasi, bukankah

mahasiswa yang rajin mengikuti perkembangan berbagai informasi melalui segala bentuk

media komunikasi, tentu akan mempunyai lebih banyak informasi dibandingkan dengan

pelajar atau mahasiswa yang tidak mempunyai minat mengetahui perkembangan yang

terjadi disekitarnya.

Kedua, penggunaan informasi untuk menunjukkan makna data. Jadi, menurut

pandangan ini, informasi berbeda dari data. Informasi adalah arti, maksud dan makna

yang dikandung data. Dalam hal ini peran seseorang untuk memberikan maksud pada

data memegang posisi yang sangat penting. Suatu data baru dikatakan mempunyai nilai

informasi jika dianggap memiliki arti oleh penafsirnya. Misalnya, ketika Anda memasuki

gunung, lalu menemui tanda panah putih di suatu tempat. Pada tempat yang lain, tanda

panah itu ditulis secara ganda. Bagi Anda yang naik gunung secara bebas, tanda panah itu

mungkin ditafsirkan sebagai petunjuk jalan saja. Tetapi bagi rekan Anda yang mendaki

dengan mengikuti tanda-tanda, boleh jadi tanda panah satu artinya jalan biasa, sedangkan

dua tanda panah maksudnya berlari.

Perbedaan kemampuan memberikan makna juga bisa membuat orang hanya

memperoleh banyak data, tetapi sedikit informasi. Sebagai contoh, misalkan Anda

membaca sebuah tulisan dalam bahasa asing yang belum anda kuasai dengan baik. Di

sana Anda akan memperoleh banyak data, tetapi belum tentu memperoleh informasi yang

banyak. Kenapa? Karena mungkin kata atau ungkapan dalam tulisan itu yang kurang

Anda pahami dengan sempurna. Coba, jika tulisan itu disusun dalam bahasa yang anda

kuasai dengan baik, tentunya akan banyak informasi yang akan anda dapatkan, bahkan

boleh jadi lebih dari sekedar yang disajikan melalui tulisan itu karena mungkin Anda

mampu mengembangkan lebih jauh makna data yang ada dan menghubungkannya

dengan makna data yang pernah Anda peroleh sebelumnya di tempat lain.

Oleh karena konsep informasi yang satu ini berkaitan dengan soal penafsiran, akan

bisa jadi makna suatu data dapat berbeda antara satu orang dengan orang lainnya.

Umumnya masalah penafsiran erat kaitannya dengan tingkat pengetahuan seseorang

dengan objek yang hendak ditafsirkannya. Semakin banyak pengetahuan seseorang

terhadap sesuatu objek, semakin besar kemungkinannya memperoleh informasi dari objek

(data) tersebut. Bagi yang tidak mengerti statistik, tabel-tabel angka dalam sebuah buku

mungkin hany dianggap sebagai penghias halaman dan memusingkan. Tetapi bagi ahli

Page 6: Pengantar Ilmu Komunikasiwidyo.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/50649... · Web viewInformasi menjadi barang dagangan. Kalau memang hanya bermaksud menambah informasi, bukankah

statistik, tabel itu mengandung banyak sekali informasi, bahkan termasuk informasi yang

belum ditulis dalam bentuk kalimat-kalimat di dalam buku tersebut.

Latar belakang disiplin ilmu seseorang juga turut andil dalam pemberian makna.

Umpamanya makna air. Bagi ahli biologi atau pertanian, air merupakan zat yang sangat

diperlukan oleh setiap makhluk hidup. Sedangkan bagi ahli kimia, air berarti senyawa

H2O, dan bagi penduduk yang sering terkena banjir, bisa jadi air diartikan sebagai

ancaman yang membahayakan.

Pemahaman akan makna atau arti data juga berkaitan dengan nilai budaya. Dalam

khasanah budaya Indonesia banyak sekali perbedaan makna akibat faktor budaya ini.

Misalnya kata “cokot” dalam bahasa Sunda artinya ambil, tetapi dalam bahasa Jawa

artinya gigit. Dalam hubungan antarbangsa, hal demikian juga banyak ditemukan.

Contoh, acungan jempol bagi kebanyakan bangsa artinya baik atau bagus, tetapi hati-hati

Anda jangan mengacungkan jempol kepda orang India, kemungkinan Anda dikira

menantang berkelahi. Mengenai kaitan makna dan data ini, lebih lanjut dapat Anda baca

pada bagian pembahasan tentang konsep makna.

Ketiga, istilah informasi menurut teori informasi, yang menganggap informasi

sebagai jumlah ketidakpastian yang dapat diukur dengan cara mereduksikan sejumlah

alternatif pilihan yang tersedia. Menurut teori ini, informasi berkaitan erat dengan situasi

yang tidak pasti. Semakin tidak pasti suatu situasi, dan semakin banyak pula alternatif

pilihan (baca: informasi) yang dapat digunakan secara berturut-turut dan bertumpang

tindih (reduktif) untuk mengurangi ketidakpastian tersebut. Dengan kata lain, informasi

adalah sesuatu yang mengurangi ketidakpastian.

Untuk mengurangi ketidakpastian, dibutuhkan paling sedikit dua alternatif pilihan

informasi, sebab jika hanya satu informasi namanya sudah pasti. Karena itu menurut teori

ini, informasi bersifat memilih (selektif). Contoh sederhana, Anda sedang bermain

dengan mata uang logam, Anda ingin mengetahui apakah hasil setiap lemparan selalu

menunjukkan gambar? Anda dalam situasi yang tidak pasti, sebab boleh jadi yang selalu

muncul adalah angka. Tanda “gambar” dan “angka” tidak lain adalah alternatif pilihan

untuk mengurangi ketidakpastian Anda, karena setiap muncul salah satu alternatif berarti

ketidakpastian Anda sudah berkurang (hilang).

Page 7: Pengantar Ilmu Komunikasiwidyo.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/50649... · Web viewInformasi menjadi barang dagangan. Kalau memang hanya bermaksud menambah informasi, bukankah

Contoh lain, sewaktu Anda berjalan-jalan di taman, Anda menemukan sebuah

dompet berwarna cokelat, bermotif bunga melati, bermerek “Wang”, dan berisi uang.

Sebagai orang yang jujur Anda bermaksud mengembalikan dompet itu kepada

pemiliknya. Tetapi Anda tidak menemukan keterangan apa pun di sana, kecuali sebuah

pas foto yang diperkirakan adalah pemilik dari dompet tersebut. Dalam kasusu ini

sejumlah informasi telah Anda miliki, yakni berupa ciri-ciri dompet dan pas foto. Semua

informasi yang Anda miliki dapat digunakan untuk mengurangi ketidakpastian Anda

mengenai pamilik dompet tersebut.jika ada seseorang yang mengaku sebagai pemilik

dompet datang kepada Anda, dan sebagai orang yang suka berhati-hati tentu Anda akan

menyesuaikan informasi yang Anda miliki dengan keterangan yang disampaikan orang

itu. Pada saat menyesuaikan sejumlah informasi yang Anda miliki, Anda reduksi hingga

mencapai kepastian siapa pemilik dompet tersebut.

B. Teori Informasi

Mengapa teori informasi memandang informasi sebagai ukuran kebebasan kita

memilih alternatif guna mengurangi ketidakpastian?. Pertanyaan ini dapat dijawab dengan

menelusuri asal mula timbulnya teori informasi.

Teori informasi muncul setelah Claude Shannon dan Werren Weaver membuat

model yang dipublikasikan pada tahun 1949 melalui bukunya yang berjudul The

Mathematical Theory of Communication. Model yang dibuat mereka terkenal dengan

nama model Shannon-Weaver.

Tentu Anda masih ingat dengan model tersebut. Salah satu ciri khas model Shannon-

Weaver adalah adanya unsur noise. Adanya faktor gangguan (noise) pada komunikasi,

Page 8: Pengantar Ilmu Komunikasiwidyo.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/50649... · Web viewInformasi menjadi barang dagangan. Kalau memang hanya bermaksud menambah informasi, bukankah

memungkinkan lahirnya entrophy, situasi yang tidak pasti atau tidak teratur. Entrophy

inilah yang kemudian melahirkan konsep informasi. Menurut teori informasi, pengertian

informasi sangat dekat dengan entrophy dalam ilmu pasti, yaitu ukuran tingkat

“keacakan” (Severin-Tankard, 1982). Oleh sebab itulah, informasi menurut teori

informasi adalah jumlah ketidakpastian yang dapat diukur dengan mengurangkannya

melalui pemakaian sejumlah alternatif pilihan yang tersedia.

Mengapa Severin-Tarkand menyinggung ilmu pasti? Karena kelahiran teori

informasi memang tidak bisa dilepaskan dari latar belakang pencetusnya. Shannon-

Weaver adalah dua ahli matematika dan bekerja di laboraturium Telepon Bell. Pada awal

pembentukannya, teori informasi ini dipakai secara sistematis. Setiap penggunaan

alternatif pilihan guna mengurangi ketidakpastian dihitung dengan angka-angka yang

rumit. Dari segi matematis ini, informasi diukur dengan satuan pokok informasi yang

disebut binary digit, yang populer disingkat bit. Pemakaian satu bit informasi setara

dengan pengurangan 5% dari keseluruhan alternatif yang tersedia. Misalnya, Anda

diminta menebak dengan menjawab ya atau tidak, kedua alternatif menjawab tersebut

bernilai satu bit. Sehingga bila misalnya Anda menjawab tidak, berarti alternatif yang

tersedia telah berkurang sebanyak 50%. Demikianlah awal mula penerapan teori

informasi, bersifat teknik sekali.

Dalam perkembangan selanjutnya, teori informasi lebih mengacu pada soal

komunikasi antarmanusia. Oleh karena itu, pengertian konsep-konsepnya juga bergeser,

terutama konsep entrophy dan noise. Jika pada awalnya entrophy dikaitkan dengan

ketidakpastian yang diakibatkan oleh noise terhadap mesin, maka sekarang kedua konsep

itu dihubungkan dengan tersedia atau tidaknya sejumlah alternatif pilihan guna

mengurangi ketidakpastian tersebut. Perkembangan lebih lanjut adalah diberlakukannya

ciri informasi yang harus bersifat memilih (selektif), karena jika tidak ada alternatif atau

hanya satu alternatif, berarti semuanya mengacu pada situasi yang tidak pasti.

C. Sifat Informasi: Ketidakpastian Dan Memilih

Seperti yang telah disebutkan, salah satu ciri khas model Shannon-Weaver adalah

adanya komponen noise menurut model ini, sumber noise ketika kita berkomunikasi itu

bermacam-macam, bisa terjadi pada pembicaraan, saluran, situasi maupun pesan. Pada

Page 9: Pengantar Ilmu Komunikasiwidyo.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/50649... · Web viewInformasi menjadi barang dagangan. Kalau memang hanya bermaksud menambah informasi, bukankah

pembicara (sumber), mungkin tidak jelas siapa yang berbicara sehingga si penerima

bertanya-tanya. Pada saluran, kemungkinan adanya kerusakan pada kabel telepon,

gelombang radio, gambar televisi, atau cetakan huruf yang kurang jelas. Pada situasi,

mungkin adanya suara berisik ketika pesan diterima. Pada pesan kemungkinan

terikutsertakannya tambahan pesan yang tidak mendukung pkok pembicaraan.

Suatu hal yang dapat dirasakan, jika kita sedang berkomunikasi lalu muncul

gangguan seperti komunkasi kita menjadi kurang lancar, pesan yang diterima tidak jelas.

Ketidakjelasan inilah yang menimbulkan tanda tanya mengenai pesan yang kita terima,

kita menjadi merasa serba tidak pasti. Dalam keadaan tidak pasti itu kita hanya menduga-

duga, dan sejumlah alternatif jawaban pun kita susun. Dengan kata lain, faktor noise

dapat menimbulkan ketidakpastian, sedangkan ketidakpastian mendorong tersediannya

alternatif pilihan, yang tiada lain adalah informasi itu sendiri. Jadi, sesuai dengan teori

informasi, makin banyak ganguan makin besar ketidakpastian dan makin melimpah

informasi.

Sebaliknya kita dapat merasakan suatu pesan yang disusun secara baik, dikirimkan

dalam suatu situasi yang tanpa gangguan, ketidakpastian pun menjadi tidak ada atau

menjadi serba pasti. Dalam keadaan demikian, informasi juga tidak ada, misalnya ketika

Anda dipersilakan boleh datang dan boleh tidak, Anda punya pilihan untuk mengurangi

ketidakpastian yang ada pada diri Anda, tetapi jika Anda diminta secara tegas harus

datang, Anda hanya punya satu pilihan, yaitu harus datang (kecuali Anda membantah atau

Tuhan menghendaki lain), dan itu berarti semuanya telah serba pasti. Jadi, faktor

gangguan (noise) telah melahirkan sifat-sifat informasi: ketidakpastian dan memilih. Ini

logis saja. Jika banyak gangguan, timbul ketidakpastian maka lahir sejumlah pilihan. Jika

tidak ada gangguan, keadaan pun menjadi serba pasti, alternatif pilihan juga tidak ada.

Hanya perlu ditegaskan bahwa dalam hal alternatif, seseorang tidak bertindak secara

serampangan, melainkan dengan cara tertentu untuk mengurangi jumlah alternatif yang

tersedia sampai mendapatkan alternatif yang benar-benar dapat menghilangkan

ketidakpastian. Umpamanya, Anda sedang tidak enak badan. Mungkin Anda bertanya,

penyakit apa yang menyerang. flu, stress, atau kelelahan. Dalam contoh ini Anda telah

mengurut-urutkan informasi yang Anda miliki (dalam ingatan Anda secara cepat) sampai

pada alternatif yang benar-benar menghilangkan ketidakpastian, dalam hal ini alternatif

terserang flu.

Page 10: Pengantar Ilmu Komunikasiwidyo.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/50649... · Web viewInformasi menjadi barang dagangan. Kalau memang hanya bermaksud menambah informasi, bukankah

Dalam memilih alternatif tersebut, pengalaman masa lalu, motif, nilai, kebutuhan,

dan tujuan masing-masing individu ikut menentukan pilihan (Schramm dan Kincaid,

1987). Sedangkan jika berbicara latar belakang, maka setiap orang mempunyai

pengalaman, motif, nilai, kebutuhan, tujuan yang relatif berbeda antara satu individu

dengan individu yang lainnya. Dalam contoh Anda terserang flu, itu buktinya adanya

pengalaman masa lalu (pengetahuan) yang Anda miliki tentang gejala flu sehingga Anda

menjatuhkan pilihan padanya.

Jika kita melanjutkan contoh mengenai flu ini, kalau memang Anda terserang flu,

Anda harus meminum tablet obat flu. Di sini latar belakang kebutuhan yang berbicara.

Tetapi merek apa? Karena banyak ragam obat flu yang beredar, menurut iklannya semua

mengaku pcepat menyembuhkan flu. Anda dalam keadaan tidak pasti, obat flu mana yang

harus diminum. Jadi, ketidakpastian baru menyusul timbul setelah Anda merasa pasti

bahwa Anda terserang flu. Untuk cepat menyembuhkan flu yang Anda derita, Anda

memutuskan untuk meminum tablet bermerek “manjur” misalnya, karena merek tersebut

Anda anggap mempunyai khasiat mujarab. Penilaian Anda yang positif terhadap obat

tersebut menyebabkan Anda memilih obat tersebut sebagai alternatif yang benar-benar

mengurangi ketidakpastian Anda. Tentu saja, Anda meminum obat merek tersebut karena

Anda mempunyai motivasi dan tujuan ingin lekas sembuh.

D. Mengatasi Ketidakpastian Dengan “REDUDANCY”

Tentunya Anda tidak merasa nyaman kalau selalu berada dalam ketidakpastian

(entrophy). Dengan demikian dibutuhkan cara untuk mengatasinya. Shannon-Weaver

mengeluarkan konsep redudancy sebagai lawan dari entrophy. Redudancy artinya

pengulangan, baik dengan kata yang sama ataupun kata yang artinya sama, dengan tujuan

agar pesan yang dikirimkan dipahami maksudnya oleh komunikan. Misalnya, di tengah-

tengah hiruk pikuknya pesta yang ditingkahi pula oleh berisiknya suara musik, Anda

bermaksud meminta secangkir teh hangat pada pelayan yang berdiri agak jauh dari Anda.

Ditambah dengan perhatian si pelayan yang lebih terpusat pada alunan lagu, suasana

ramai itu membuat permintaan Anda akan secangkir teh hangat dibalas dengan

pertanyaan: Angkat? Agar permintaan anda terkabul, mungkin Anda mengulangi kata

hangat itu, atau menggantinya dengan kata panas. Itulah redundancy.

Page 11: Pengantar Ilmu Komunikasiwidyo.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/50649... · Web viewInformasi menjadi barang dagangan. Kalau memang hanya bermaksud menambah informasi, bukankah

Ketidakpastian (entrophy) juga dapat diatasi dengan menambah tenaga (power)

penyampaian pesan. Dalam contoh di atas, Anda dapat menambah tenaga (power) dengan

memperkeras volume suara Anda, misalnya dengan cara berteriak. Tenaga (power) dapat

pula diperoleh dengan cara memberi pesan tambahan pada pesan utama. Umpamanya,

sambil menyebut teh hangat, Anda memperagakan orang minum dan menggerak-

gerakkan tangan agar pelayan menghampiri Anda. Selain itu, tenaga tambahan juga dapat

diperoleh dengan cara memberikan pesan secara langsung ke pesan utama, dan

dikirimkan secara jelas. Hal ini dapat dilakukan dengan cara (seolah-olah) mengeja kata-

kata pesan, misalnya teh hangat.

E. Jenis dan Kualitas Informasi

Dari fungsi informasi untuk mengurangi ketidakpastian, secara tersirat dapat dilihat

bahwa informasi sangat penting dalam proses pengambilan keputusan. Bukankah dalam

ketidakpastian berarti tiada atau belum adanya keputusan? Adapun sebuah keputusan

dapat menimbulkan ketidakpastian baru, itu akan menuntut diambilnya keputusan lain,

begitu seterusnya hingga diperoleh keputusan yang benar-benar mengurangi

(menghilangkan) ketidakpastian.

Jika demikian, jenis informasi apa yang kita butuhkan untuk mengurangi

ketidakpastian? Jawabannya kembali ke tingkat ketidakpastian itu sendiri. Ada tiga

bentuk ketidakpastian, yaitu :

1) Tidak pasti kepada objek tertentu (nama benda, musim, masa) atau lingkungan sekitar

lainnya. Misalnya, ketika melihat sebuah jejak kaki di tanah lumpur, kita menduga-

duga jejak kaki apa itu? Jejak kaki manusia atau binatang? Jika binatang, jenis

binatang apa? Ketidakpastian di sini sebatas sadar tahu (awareness).

2) Ketidakpastian pada hubungan antara satu alternatif pilihan dengan alternatif lainnya.

Dalam kasus jejak kaki itu, misalnya telah menetapkan bahwa jejak itu adalah jejak

orang yang berlari dan terjadi tadi malam. Kita juga mengambil kesimpulan bahwa

jejak itu adalah jejak orang asing, sebab tak mungkin warga kampung lewat melalui

jalan berlumpur itu, mereka sudah kenal betul medan kampungnya sendiri.

Page 12: Pengantar Ilmu Komunikasiwidyo.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/50649... · Web viewInformasi menjadi barang dagangan. Kalau memang hanya bermaksud menambah informasi, bukankah

3) Ketidakpastian pada penilaian, baik nilai objek maupun nilai hubungan. Jika kita

sudah menyimpulkan bahwa jejak kaki itu adalah jejak kaki orang asing, lalu

mengapa ia melewati jalan itu? Penilaian pun timbul, disimpulkan bahwa

kemungkinan besar ada orang yang bermaksud jahat (penilaian negatif) kepada warga

kampong.

Tiga jenis informasi yang terdapat dalam contoh tersebut merupakan rangkaian

informasi dari sebuah peristiwa. Akan tetapi masing-masing jenis dapat berdiri sendiri.

Siulan seseorang, berarti menunjuk ada seseorang yang sedang bergembira (bentuk

informasi objek dan lingkungannya), teriakan awas mengingatkan adanya bahaya yang

mengacam (bentuk informasi hubungan), pernyataan bersedia dari seseorang, berarti

seseorang itu menilai positif sebuah ajakan atau perintah (bentuk informasi menilai).

Terutama dalam bentuk menilai, setiap orang cenderung mempunyai informasi yang

berbeda-beda, tergantung si individu menafsirkan pesan yang diterimanya. Bagi

konglomerat, apalah artinya uang sebesar satu juta rupiah (bernilai rendah). Tapi untuk si

miskin uang sebesar itu menjadi dambaan (bernilai tinggi), karena dalam benak si miskin

sudah tersedia sejumlah alternatif pilihan, misalnya berangan-angan menjadikannya

sebagai uang muka kredit rumah sederhana.

Disamping dilihat dari jenisnya, kebutuhan seseorang akan informasi juga ditinjau

dari segi kualitasnya. Tinggi rendahnya kualitas informasi dapat dilihat dari tingkat

kegunaannya (usefull), nilainya (valuable), faktualitasnya (factual), keterandalannya

(reliable), ketepatannya (precision), dan kebenarannya (truth). Tentu saja makin tinggi

tingkat masing-masing ciri tersebut, makin tinggi kualitas informasi. Ciri-ciri kualitas ini

bisa terdapat dalam serangkaian informasi, misalnya dalam pidato atau ceramah, maupun

melekat pada satu objek atau peristiwa. Hal yang disebut terakhir ini contohnya informasi

mengenai alat kontrasepsi. Dari berbagai macam jenis alat, Nyonya Banna memutuskan

untuk menggunakan pil KB. Sepengetahuannya, pil KB mempunyai tingkat kegunaan

(usefull) yang lebih besar dari pada alat-alat yang lain, sehingga nilai positif (valuable)

pada kontrasepsi pil. Fakta-fakta (factual) yang lebih menunjukan keberhasilan pemakian

pil sehingga dapat diandalkan (reliable) karena dosis obatnya juga tepat (precise). Sebab

Page 13: Pengantar Ilmu Komunikasiwidyo.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/50649... · Web viewInformasi menjadi barang dagangan. Kalau memang hanya bermaksud menambah informasi, bukankah

itu bagi Nyonya Banna informasi mengenai pil KB dapat dipercaya karena dinilai

mengandung banyak kebenaran (true).

Hanya perlu diingat, seperti telah kita singgung, oleh karena informasi berkaitan

dengan proses kemaknaan yang dapat berbeda dari satu orang ke orang lain, maka tingkat

kualitas informasi pun bisa berbeda untuk masing-masing individu. Akan tetapi keenam

ciri itu akan selalu melekat pada setiap pilihan informasi, hanya tingkatannya berbeda.

Seperti dalam kasus nyonya Banna, mungkin pilihan informasi pil tak memenuhi

kebutuhan Nyonya Tina. Bagi Nyonya Tina boleh jadi yang lebih memenuhi pilihannya

adalah informasi mengenai alat kontrasepsi jenis suntikan.

Page 14: Pengantar Ilmu Komunikasiwidyo.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/50649... · Web viewInformasi menjadi barang dagangan. Kalau memang hanya bermaksud menambah informasi, bukankah

Pesan dan Makna: Antara Wadah dan Isi

Dari uraian pada bagian sebelumnya, secara implisit tampak bahwa pembahasan

informasi tidak dilepaskan dari pembicaraan mengenai makna. Data, makna, kata dan isyarat

bukanlah informasi jika tidak diberi makna oleh orang-orang yang mengindrainya. Jadi,

informasi tiada lain adalah makna dari simbol-simbol komunikasi, sedangkan jika kita ingat,

baik dalam model Shannon-Weaver maupun dalam model-model lainnya, yang tiada lain

data, makna, kata, simbol dan isyarat.

Dengan kata lain, informasi adalah makna pesan. Dikatakan bahwa makna, kata dan

isyarat tidak mengandung informasi jika tidak ditafsirkan oleh penerimanya, maka dapatlah

dikemukakan bahwa tidaklah mempunyai arti apa pun jika tidak diberi makna oleh

komunikasi. Sebaliknya pesanlah yang mengandung makna apabila pesan tersebut

ditafsirkan. Maka dengan rumusan sederhana, dapat kita katakan bahwa hubungan pesan dan

makna ibarat wadah dengan isinya. Seperti sebuah wadah kosong, suatu istilah dapat diisi

(diberi makna) apa pun menurut selera pemakainya. Hanya perlu diingat, tentu suatu istilah

tidak dapat diberi makna seenaknya oleh si pemakainya, karena kita mengenal makna yang

disepakati umum. Misalnya kata makan tentu saja maknanya berbeda dengan kata minum.

Demikian pula halnya setiap wadah (secara fisik) tidak dapat diisi secara sembarangan,

melainkan diisi dengan hal-hal yang pantas mengisinya. Kecuali terjadi situasi khusus dan

situasi itu menyebabkan patut, maka gelas selalu diisi air, piring diisi nasi, dan sebagainya.

Dari pengertian pesan tersebut, dapat pula diketahui bahwa wujud (bentu) informasi

adalah berupa pesan-pesan yang dikirimkan dan tentu diterima baik dalam bentuk kata,

simbol, atau isyarat. Tentu saja baru bisa disebut informasi jika diberi makna. Maka, jika

Anda menemukan stiker bertuliskan “Belajar Pangkal pandai”, itu adalah pesan. Makna atau

informasi yang Anda peroleh dari kalimat tersebut antara lain perlunya rajin belajar bila ingin

pandai. Belajar itu sendiri dapat berarti membaca, membuat ringkasan, mencari contoh,

mengerjakan soal latihan, dan membandingkan dengan sumber-sumber lainnya. Jika ada

seseorang berteriak, “Tolooong .….” pesan ini bermakna adanya orang yang terkena musibah

dan butuh bantuan. “Lampu merah menyala” adalah pesan. Maknanya, kendaraan harus

Page 15: Pengantar Ilmu Komunikasiwidyo.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/50649... · Web viewInformasi menjadi barang dagangan. Kalau memang hanya bermaksud menambah informasi, bukankah

berhenti. Jika ada seseorang yang mengedipkan sebelah matanya kepada Anda, itu isyarat

yang artinya orang itu ingin dekat dengan Anda.

Dari contoh-contoh di atas dapat diketahui, bahwa pesan tidak selalu berbentuk kata-

kata (pesan verbal) seperti kita titip pesan secara lisan ke tetangga sebelah rumah atau titip

pesan melalui telepon, melainkan pesan juga bisa berupa simbol dan isyarat (pesan non

verbal). Mengenai hal ini akan kita bahas lebih lanjut pada saat kita mengupas tentang peran

bahasa dalam komunikasi.

Yang perlu disadari adalah suatu pesan bisa mempunyai makna yang berbeda dari

satu individu lain, karena makna pesan berkaitan erat dengan masalah penafsiran yang

menerimanya. Mendung di langit merupakan pesan yang senangtiasa menggembirakan bagi

petani yang hendak memasuki musim tanam, tetapi bagi pegawai kantor kesan tersebut boleh

jadi merupakan pesan yang membebani karena berarti harus menyiapkan alat bantu yang

agak ekstra, misalnya payung, jas hujan. Dalam kehidupan sosial, rupanya masih ada

anggapan banyak anak banyak rezeki, sementara pandangan lainnya melihat banyak anak itu

membebani. Yang menjadi pertanyaan, mengapa terjadi perbedaan pemberian makna? Ini

akan dijelaskan pada pasal makna. Tetapi sebelumnya perlu ditambahkan bahwa terdapat

pandangan yang mengatakan, media adalah pesan (medium is message). Jadi, media sendiri

adalah pesan. Misalnya, kemana pun Anda pergi, Anda selalu membawa buku-buku tebal,

majalah berbahasa asing, dan surat kabar hari itu, maka semua media tersebut menunjukkan

(bermakna) bahwa Anda ingin tampil sebagai sosok pelajar (intelek). Jika Anda selalu tampil

rapi dengan memakai merek baju-baju terkenal, itu maknanya Anda ingin masuk pada

kalangan masyarakat kelas atas.

A. Makna Tentang Makna

Apa makna dari istilah makna? Studi tentang makna bukanlah khas disiplin

komunikasi, tetapi jika kita membicarakan komunikasi, kita harus membahas makna.

Persoalan makna kelak menarik perhatian para filsuf, ahli bahasa, psikologi, sosiologi,

dan antropologi, sejak 2000 tahun yang lalu. Sayangnya, setiap usaha untuk memberikan

jawaban apa arti makna secara langsung telah gagal (Fisher, 1986).

Page 16: Pengantar Ilmu Komunikasiwidyo.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/50649... · Web viewInformasi menjadi barang dagangan. Kalau memang hanya bermaksud menambah informasi, bukankah

Upaya untuk menjelaskan makna misalnya terlihat dari diterbitkannya dua buku

Meaning of Meaning dan Understanding-Understanding, tetapi isinya menurut Fisher

lebih sedikit dari apa yang ditawarkan judulnya. Uraian panjang lebar yang diberikan

lebih sering membingungkan daripada menjelaskan. Masalah makna memang persoalan

yang pelik. Untunglah Brodback (1963) seperti dikutip Fisher membantu merumuskan

tiga macam makna.

Pertama, makna referensial, yakni makna suatu istilah mengenai objek, pikiran, ideal,

atau konsep yang ditunjukkan oleh istilah itu. Makna itu lahir dari pikiran seseorang

ketika suatu istilah menunjuk pada suatu objek. Misalnya istilah “kendaraan” merujuk

pada mobil, motor, sepeda, bahkan kuda, artinya sesuatu yang dapat ditumpangi dan

membawa penumpangnya pada jarak tertentu. Istilah “baik” mengacu kepada penilaian

(pikiran) seseorang mengenai suatu hal, “keadilan” adalah istilah untuk sebuah konsep

mengenai kesesuaian antara sebab dan akibat.

Kedua, makna yang menunjukkan arti suatu istilah sejauh dihubungkan dengan

konsep-konsep lain. Misalnya, istilah Phlogiston yang dicontohkan Fisher. Kata itu dulu

digunakan untuk menjelaskan proses pembakaran. Suatu benda bisa terbakar jika ada

Phlogiston. Tetapi sejak ditemukannya istilah oksigen, Phlogiston tidak digunakan lagi

untuk menjelaskan proses pembakaran. Istilah perang dingin kini tidak dipakai lagi

setelah blok timur runtuh. Banyak istilah menjadi tidak berarti lagi setelah ditemukan

kesalahan pada konsep yang lama.

Ketiga, makna intensional, yakni arti suatu istilah atau lambang tergantung pada apa

yang dimaksudkan oleh si pemakai dengan arti lambang itu. Makna inilah yang

melahirkan makna individual, dari segi ini maka tak akan ada dua buah makna yang

dimaksudkan identik, walaupun makna-makna itu boleh saja sangat mirip. Ini merupakan

makna yang disebabkan oleh tindakan mental individu tanpa dipengaruhi orang lain.

Anda boleh menyebut jeruk Garut itu manis, mungkin manis yang dimaksud tanpa

campuran asam, tetapi untuk kawan Anda boleh jadi yang diartikan manis mengandung

sedikit rasa pahit. Manis bagi Anda adalah khas dari Anda, begitu pula dengan kawan

Anda, maka janganlah Anda langsung menafsirkan demokrasi menurut barat sama

maknanya dengan demokrasi di tempat lain. Masing-masing mempunyai pengalaman

yang khas dengan istilah itu, sehingga makna yang muncul pun berbeda-beda pula.

Page 17: Pengantar Ilmu Komunikasiwidyo.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/50649... · Web viewInformasi menjadi barang dagangan. Kalau memang hanya bermaksud menambah informasi, bukankah

B. Teori Makna

Dari tiga corak makna tersebut, yang menarik adalah proses terjadinya pemaknaan.

Kapankah makna itu muncul? Fiske (1980) menyatakan makna muncul ketika sebuah

sign yang mengacu pada suatu objek, dipakai oleh pengguna sign, saat itulah terjadi

proses pembentukkan makna di dalam benak si pemakai. Yang dimaksud sign di sini

dapat berupa kata, tulisan, simbol maupun isyarat. Sedangkan objek bisa mengacu pada

benda, ide atau konsep.

Beberapa ahli merumuskan ketiga hubungan antara sign, objek dan pemakai itu dalam

hubungan segitiga. Maka teori segitiga makna (triangle meaning theory) pun dibuat untuk

menjelaskan proses terjadinya makna. Salah seorang ahli yang menyusun teori segitiga

makna adalah Chales S. Pierce. Menurut Pierce, sebuah sign yang mengacu kepada

sesuatu di luar dirinya, yaitu objek akan mempunyai pengaruh pada pikiran pemakainya

karena adanya hubungan timbal balik antara ketiga elemen tersebut. Hasil hubungan

timbal balik itulah yang menghasilkan makna suatu objek, dan dilambangkan oleh

pemakainya dengan suatu symbol, antara lain kata-kata, gambar atau isyarat. Misalnya,

Anda mendengar orang menyebut kata permata. Di dalam benak Anda terpikirkan bahwa

permata adalah batu mulia untuk perhiasan yang mahal harganya. Kata “permata” adalah

sign (simbol), batu permata adalah objek rujukan, sedangkan sebagai pemakainya adalah

Anda sendiri. Makna yang muncul dari ketiga hubungan elemen tersebut adalah

kesimpulan Anda yang menyebut permata adalah batu mulia untuk perhiasan yang mahal

harganya.

Pikiran atau Referensi

Page 18: Pengantar Ilmu Komunikasiwidyo.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/50649... · Web viewInformasi menjadi barang dagangan. Kalau memang hanya bermaksud menambah informasi, bukankah

Simbol Objek Sasaran

Teori segitiga makna juga dikembangkan oleh Ogden dan I.A. Richard, yang

menyatakan bahwa makna muncul tatkala suatu simbol yang mengacu pada suatu objek

mengenai pikiran seseorang. Sebetulnya mekanisme berpikirnya sama dengan Pierce.

Bedanya hanya terletak pada hubungan antara objek dengan simbol. Menurut model

Ogden dan Richard, hubungan antara simbol dan objek bersifat tidak langsung karena

simbol hanya mewakili objek, tanpa objek itu harus hadir. Jadi, ketika kita menyebut

istulah “hutan”, objek hutan yang dirujuk oleh istilah itu tidak selalu hadir di depan mata

pemakai istilah itu. Dari beberapa studi tentang makna dan teori makna, kemudian

Littlejhon menyimpulkan bahwa makna itu mempunyai tiga dimensi.

1) Dimensi Referential. Yang berarti bahwa secara jelas kata-kata dan simbol yang lain

dipakai untuk menunjukkan objek situasi, kondisi atau pernyataan. Kata “buku” untuk

menunjukkan objek benda semacam yang sedang Anda baca. Simbol “huruf S

disilang” menunjukkan larangan berhenti. Kata “gembira” untuk menunjukkan situasi

dan suasana hati yang riang. Kata “panas” untuk menunjukkan kondisi suatu benda

atau tempat yang panas.

2) Dimensi Eksperential. Artinya makna adalah bagian terbesar dari suatu pengalaman

objek. Tanpa kita mengenal objeknya, kita tidak dapat memberinya makna. Semakin

kita tahu tentang suatu objek, semakin banyak makna yang dapat kita peroleh. Bagi

yang belum pernah mendengar kata diktator, tentu saja tidak akan mengerti makna

dari kata itu.

3) Dimensi Purpossive. Yang maksudnya tujuannya seseorang bertatap muka atau

berkomunikasi (mengirim dan menerima simbol) adalah aspek penting dari makna.

Dengan kata lain, dipakainya suatu simbol karena ada tujuan yang hendak dicapai

oleh simbol itu. Hati-hatilah dengan kawan dekat Anda yang selalu mengucapkan

“sayang”, itu berarti ia mempunyai maksud tertentu kepada Anda, mungkin ingin

dekat. Kata “bagus” dipakai untuk menunjukkan maksud bahwa kita mempunyai

Page 19: Pengantar Ilmu Komunikasiwidyo.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/50649... · Web viewInformasi menjadi barang dagangan. Kalau memang hanya bermaksud menambah informasi, bukankah

penilaian yang baik pada sebuah lukisan, misalnya. Sebaliknya, kita katakan “jelek”

pada suatu lukisan untuk menunjukkan maksud kita mengenai lukisan yang buruk.

Jika dihubungkan secara segitiga makna, maka hubungan antara ketiga dimensi itu

dapat memperlihatkan bahwa pemakaian suatu simbol (referential) itu didasarkan

pengalaman atau pengetahuan, (experiential) pada objek yang dirujuk oleh simbol

tersebut, adalah untuk menunjukkan tujuan (purpossive) si pemakai. Misalnya, jika

seseorang mengatakan suka kepada temannya, ini didasarkan pada pengalamannya

mengenai objek yang dirujuk istilah duka, untuk memperlihatkan bahwa maksud si orang

tersebut adalah senang kepada temannya itu. Karena itu, hati-hatilah menggunakan

istilah. Orang bisa senang kepada kita karena istilah yang kita gunakan, orang juga bisa

marah besar pada kita karena pengunaan istilah juga.

Page 20: Pengantar Ilmu Komunikasiwidyo.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/50649... · Web viewInformasi menjadi barang dagangan. Kalau memang hanya bermaksud menambah informasi, bukankah

Masalah Bahasa dalam Komunikasi

Bahasa merupakan faktor yang paling penting dalam berkomunikasi. Tanpa bahasa,

kita tidak dapat berkomunikasi. Dua jenis bahasa dalam berkomunikasi, yaitu bahasa verbal

(lisan) dan bahasa nonverbal (tulisan, simbol, isyarat). Fungsi bahasa dalam berkomunikasi

adalah untuk mengirimkan pesan. Bila pesan itu dikirim dengan bahasa verbal, itu berarti kita

mengirimkan pesan secara verbal. Apabila pesan kita kirim melaluli bahasa nonverbal, maka

yang kita gunakan adalah bahasa-bahasa nonverbal.

Mengenai bahasa verbal, umumnya kita tidak pernah merasa kesulitan menggunakan

kata-kata. Setiap hari kita berbicara, baik secara tatap muka maupun melalui media. Kita

semua merasa telah terlatih sejak bayi untuk berbicara. Sejak kecil kita menggunakan

kosakata dan maknanya dari memori kita. Mula-mula seorang bayi belajar mengucapkan kata

“ma-ma” dengan sangat berat, dan begitu dewasa dengan cepat mengucapkan kata

“sesdalopbang” (singkatan dari kata Sekertaris Pengendalian Operasional Pembangunan).

Tetapi jarang kita menyadari bagaimana kita belajar berbahasa. Bahkan, mungkin kita

tidak pernah bertanya: Apakah bahasa itu?. Jalaludin Rakhmat (1988) menjelaskan, ada dua

cara untuk mendefinisikan bahasa.

Definisi fungsional yang melihat bahasa sebagai alat yang dimiliki bersama (socially

shared means) untuk mengungkapkan gagasan. Artinya bahasa hanya dapat dipahami

bila ada kesepakatan antara anggota-anggota kelompok sosial untuk memakainya.

Karena seperti kita ketahui, kata-kata diberi arti secara arbitrer (semaunya) oleh

kelompok-kelompok. Kita tidak pernah memusingkan mengapa bagian tubuh

organisme mulai batas leher ke atas disebut kepala, sedangkan dalam bahasa sehari-

hari kita mengenal pohon dan buah kelapa. Tentunya jauh sekali kaitan antara makna

dari kitab dan batik. Kalau itu muncul dan dipakai berdasarkan kesepakatan

masyarakatnya saja, tidak bisa dicarikan alasan logisnya.

Page 21: Pengantar Ilmu Komunikasiwidyo.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/50649... · Web viewInformasi menjadi barang dagangan. Kalau memang hanya bermaksud menambah informasi, bukankah

Definisi formal yang menyatakan bahwa bahasa merupakan semua kalimat yang

terbayangkan, yang dapat dibuat menurut perarturan tata bahasa. Misalnya kita

menemukan kata-kata: saya, harus, belajar, supaya, pandai. Agar ada maknanya, kata-

kata itu kita susun menurut tata bahasa yang berlaku, menjadi: Saya harus belajar

supaya pandai. Setiap bahasa memiliki peraturan penyusunan bahasa (grammar)

masing-masing. Bahasa Indonesia mempunyai tata bahasa yang berbeda dari bahasa

Inggris, Perancis, Jerman, Spanyol dan sebagainya. Jika kita ingin bisa menghasilkan

kalimat yang bermakna menurut suatu bahasa, maka kita harus menguasai tata bahasa

yang bersangkutan

Yang mengherankan adalah kemampuan orang berbahasa, terutama bahasa ibunya.

Kapankah Anda belajar bahasa ibu Anda sehingga bisa berbicara seperti sekarang ini?.

Tentunya Anda tidak pernah menghafal satu persatu kata dalam bahasa itu untuk mengetahui

maknanya. Psikologi menjelaskan kemampuan orang berbahasa dan teori belajar dari aliran

behaviorisme dan teori nativisme dari Noam, Chomsky.

Menurut teori belajar, anak-anak memperoleh pengetahuan bahasa melalui tiga

proses, yaitu: Asosiasi, Imitasi, dan Peneguhan. Asosiasi berarti melazimkan suatu bunyi

dengan objek tertentu. Imitasi berarti menirukan pengucapan dan struktur kalimat yang

didengarkannya. Peneguhan berarti ungkapan kegembiraan yang dinyatakan ketika anak

mengucapkan kata-kata dengan benar. Misalnya, ketika anak kecil mengucapkan kata u-u

(asosiasi), ibunya menganggap anak itu ingin minum, dan sang ibu memberinya minuman

segar sambil mengatakan “minum”. Sejak itu bila si anak ingin minum selalu mengatakan u-u

sebagai tiruan dari kata minum (imitasi). Si ibu gembira mendengar anaknya mampu

berbicara sehingga ia merangkul dan memeluknya (peneguhan). Demikianlah secara

perlahan-lahan si anak melafalkan kata demi kata dan memahami maknanya sehingga ribuan

kata dipahaminya.

Tetapi menurut Chomsky, jika seorang anak belajar bahasa seperti itu, maka

diperlukan waktu 30 tahun untuk menguasai 1.000 kata saja. Untuk itu Chomsky

mengeluarkan teori nativisme, bahwa setiap anak mampu menggunakan suatu bahasa karena

adanya pengetahuan bawaan yang telah diprogram secara genetik dalam otak kita. Ia

menyebutkan pengetahuan ini sebagai Language Asqusisition Device (LAD). LAD tidak

mengandung kata, arti, atau gagasan, tetapi hanyalah suatu sistem yang memungkinkan

manusia manggabungkan komponen-komponen bahasa. Sistem inilah yang memungkinkan si

Page 22: Pengantar Ilmu Komunikasiwidyo.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/50649... · Web viewInformasi menjadi barang dagangan. Kalau memang hanya bermaksud menambah informasi, bukankah

anak mengenal hubungan bentuk-bentuk yang terdapat dalam bahasa ibunya dengan bentuk-

bentuk terdapat dalam tata bahasa struktur yang sudah terdapat pada kepalanya.

A. Keterbatasan Pemakaian Bahasa Verbal

Selain peliknya masalah pemaknaan, kita juga mengenal keterbatasan bahasa itu

sendiri. Bahasa sangat terbatas dalam menggambarkan realita. Hal ini disebabkan oleh

tiga hal, yaitu:

Bahasa itu statis, sedangkan realita dinamis. Sejak balita hingga tua, seseorang

cenderung mempunyai nama tetap. Sedangkan dalam realita, nama Ana, Ani, Ina

yang berumur tujuh tahun pastilah berbeda dengan ketika mereka sudah berumur

tujuh belas tahun atau tujuh puluh tahun.

Bahasa itu terbatas, sedangkan realita relatif tidak terbatas. Dari segi jumlahnya saja,

bahasa sudah terbatas. Untuk menyebut kata padi, gabah, beras dan nasi pada

kosakata bahasa Inggris hanya ada satu kata, yaitu rice. Dari kemampuan

menggambarkan realita, bahasa pun terbatas. Misalnya, Anda menyebut dengan

sebuah istilah untuk angkat bahu, atau gelengan kepala.

Bahasa itu abstrak, sedangkan realita adalah sesuatu yang nyata. Abstrak yang

dimaksud adalah proses memilih beberapa detail lainnya. Kata kursi sebenarnya

hanyalah abstraksi dari benda yang mempunyai kaki, mempunyai tempat duduk, dan

memiliki sandaran; tiga ciri inilah yang dipilih. Sedangkan ciri lainnya, misalnya

terbuat dari kayu, plastik, bambu atau besi kita pilih, ketika kita hendak

mengabstraksikan sebuah benda sebagai kursi.

Oleh karena itu, supaya komunikasi kita berhasil, terdapat empat hal yang perlu

dihindari dalam pemakaian bahasa, yaitu:

1. Abstraksi Kaku

Orang cenderung memakai istilah-istilah dengan abstraksi yang tinggi, atau

rendah sekali. Abstraksi yang tinggi cenderung mengaburkan makna yang

Page 23: Pengantar Ilmu Komunikasiwidyo.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/50649... · Web viewInformasi menjadi barang dagangan. Kalau memang hanya bermaksud menambah informasi, bukankah

sebenarnya. Misalnya kita tidak pernah mengerti dengan baik apa arti dari kata

demokrasi, nasionalisme, kebijaksanaan atau wewenang, tapi kita menggunakan

istilah-istilah itu untuk berkomunikasi dengan orang lain.

2. Identifikasi yang Tidak Layak

Identifikasi yang tidak layak umumnya disebabkan oleh kesalahan dalam

menempatakan berbagai macam objek ke dalam satu kategori, atau disebut pula over-

generalization (generalisasi yang berlebihan). Misalnya, kata-kata “semua laki-laki itu

jahat”, “semua orang bule itu maju”, atau “barat itu demokrasi”

3. Penilaian dengan hanya Memakai Dua Nilai

Penggunaan dengan hanya menggunakan dua nilai, biasanya dilakukan untuk

mencari mudahnya saja dalam melukiskan keadaan. Misalnya, hitam-putih, baik-

buruk, benar-salah, pandai-bodoh, jauh-dekat, cantik-jelek. Padahal di antara dua

kategori itu, masih ada istilah-istilah atau kategori-kategori lain, misalnya dengan kata

sangat, agak, atau hampir.

4. Mengacaukan Kata dengan Rujukan

Hal ini umumnya disebabkan oleh kecenderungan seseorang memakai ukuran

menurut penilaiannya sendiri. Misalnya, Anda mengatakan “jeruk ini manis’.

Sebetulnya bukan jeruknya yang manis, tetapi perasaan Andalah yang menilai bahwa

jeruk itu manis. Bisa jadi bagi teman Anda, jeruk yang sama mungkin berasa asam,

dan bagi teman Anda yang lain mungkin rasanya asam-manis-pahit.