PENGANGKATAN PANGLIMA TINGGI MILITER DI INDONESIA...

88
PENGANGKATAN PANGLIMA TINGGI MILITER DI INDONESIA DAN AMERIKA SERIKAT: SEBUAH PERBANDINGAN Skripsi Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (SH) Oleh : Rifqi Razaqi Rajab NIM : 1112048000016 KONSENTRASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A 1438 H / 2016 M

Transcript of PENGANGKATAN PANGLIMA TINGGI MILITER DI INDONESIA...

Page 1: PENGANGKATAN PANGLIMA TINGGI MILITER DI INDONESIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33160/1/Rifqi... · AMERIKA SERIKAT: SEBUAH PERBANDINGAN . Skripsi . Diajukan

PENGANGKATAN PANGLIMA TINGGI MILITER DI INDONESIA DAN

AMERIKA SERIKAT: SEBUAH PERBANDINGAN

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum (SH)

Oleh :

Rifqi Razaqi Rajab

NIM : 1112048000016

KONSENTRASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

J A K A R T A

1438 H / 2016 M

Page 2: PENGANGKATAN PANGLIMA TINGGI MILITER DI INDONESIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33160/1/Rifqi... · AMERIKA SERIKAT: SEBUAH PERBANDINGAN . Skripsi . Diajukan
Page 3: PENGANGKATAN PANGLIMA TINGGI MILITER DI INDONESIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33160/1/Rifqi... · AMERIKA SERIKAT: SEBUAH PERBANDINGAN . Skripsi . Diajukan
Page 4: PENGANGKATAN PANGLIMA TINGGI MILITER DI INDONESIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33160/1/Rifqi... · AMERIKA SERIKAT: SEBUAH PERBANDINGAN . Skripsi . Diajukan
Page 5: PENGANGKATAN PANGLIMA TINGGI MILITER DI INDONESIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33160/1/Rifqi... · AMERIKA SERIKAT: SEBUAH PERBANDINGAN . Skripsi . Diajukan

iv

ABSTRAK

RIFQI RAZAQI RAJAB. NIM 1112048000016. PENGANGKATAN

PANGLIMA TINGGI MILITER DI INDONESIA DAN AMERIKA SERIKAT:

SEBUAH PERBANDINGAN. PROGRAM STUDI Ilmu Hukum, konsentrasi

Kelembagaan Negara, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta. 1437 H/ 2016 M. xi + 53 halaman + 4 halaman Daftar Pustaka+

18 Lampiran.

Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis bagaimana

persamaan, perbedaan, kekurangan dan kelebihan mekanisme pengangkatan panglima

tinggi militer di Indonesia dan Amerika Serikat berdasarkan hak prerogatif presiden

sistem presidensiil yang dianut kedua negara. Metode penelitian yang digunakan

dalam skripsi ini adalah yuridis normatif dengan menggunakan pendekatan

komparatif (Comparative Approach). Pendekatan komparatif dilakukan dengan

membandingkan undang-undang suatu negara, dengan undang-undang dari satu atau

lebih negara lain mengenai hal yang sama. Metode penelitian normatif-empiris

mengenai implementasi ketentuan hukum normatif (undang-undang) dalam aksinya

pada setiap peristiwa hukum tertentu yang terjadi dalam suatu masyarakat. Sumber

hukum yang digunakan penulis ada dua yaitu bahan hukum primer dan sekunder.

Hasil dari analisis dan penelitian ini mengungkap bahwa dalam implementasi

pengangkatan panglima tinggi militer di kedua negara memiliki persamaan dan

perbedaan negara sama-sama membutuhkan persetujuan lembaga legislatif, Presiden

Amerika Serikat meminta persetujuan Senat Amerika Serikat (Perwakilan Daerah),

sedangkan Presiden Indonesia meminta persetujuan DPR (Perwakilan Rakyat), serta

memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing seperti dalam masa jabatan,

wakil panglima, dan penggiliran jabatan dari setiap angkatan, yang tercantum dalam

Undang-Undang No.34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia dan The

United States Code dalam hal mekanisme pengangkatan panglima tinggi militer di

Indonesia dan Amerika Serikat. Skripsi ini diharapkan mampu memberikan manfaat

baik secara ilmiah yaitu dalam ranah kajian ilmu hukum, maupun secara praktis dan

akademis.

Kata Kunci: Panglima, Pengangkatan Panglima Tinggi Militer, Perbandingan di

Indonesia dan Amerika Serikat.

Page 6: PENGANGKATAN PANGLIMA TINGGI MILITER DI INDONESIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33160/1/Rifqi... · AMERIKA SERIKAT: SEBUAH PERBANDINGAN . Skripsi . Diajukan

v

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT Tuhan semesta

alam atas segala rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

berjudul “PENGANGKATAN PANGLIMA TINGGI MILITER DI INDONESIA

DAN AMERIKA SERIKAT: SEBUAH PERBANDINGAN” dengan lancar dan

baik. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kan pada baginda Nabi

Muhammad SAW beserta para keluarga, sahabat dan juga bagi kita selaku pengikut

setia beliau hingga akhir hayat.

Dan tidak lupa ucapan terima kasih dan cinta yang sedalam-dalamnya kepada

kedua orang tua tercinta ibunda Susilowati dan ayahanda Kuncoro,SH. Skripsi ini

merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Hukum pada Fakultas

Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam

penulisan skripsi ini banyak pihak yang telah membantu penulis baik secara materiil

maupun immaterial. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada:

1. Dr. Asep Saepudin Jahar, MA., Ph.D, selaku Dekan Fakultas Syariah dan

Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Page 7: PENGANGKATAN PANGLIMA TINGGI MILITER DI INDONESIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33160/1/Rifqi... · AMERIKA SERIKAT: SEBUAH PERBANDINGAN . Skripsi . Diajukan

vi

2. Drs. H. Asep Syarifuddin Hidayat, S.H., M.H. Ketua Program Studi Ilmu

Hukum dan Drs. Abu Thamrin, S.H., M.Hum. Sekretaris Program Studi Ilmu

Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3. Dr. Alfitra, S.H., M.Hum. Selaku dosen pembimbing yang telah banyak

meluangkan waktunya dan memberikan arahan serta bimbingannya dengan

sabar kepada penulis selama ini sampai penulis dapat menyelesaikan skripsi

ini dengan lancar.

4. Fitria., S.H., M.R. Selaku dosen pembimbing skripsi dan juga dosen

pembimbing akademik yang telah bersedia memberikan waktu dan arahan

serta masukan kepada penulis disela-sela kesibukan sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan benar.

5. Segenap Dosen serta staff Fakultas Syariah dan Hukum yang dengan ikhlas

mendidik dan membimbing penulis dari semester 1 hingga selesai penulisan

skripsi ini.

6. Kakak terhormat Yosseano Kuncahyo, S.H., M.H. dan adik-adik tercinta

Sandi Rahmat Saputra dan Rangga Kusuma Dewa yang telah memberikan

dukungan dan semangatnya serta yang telah menemani penulis sejak kecil

hingga selesainya penulisan skripsi ini.

7. Kekasih tercinta Nur Fadhillah Ramadhani Laia atas dukungan moril, cinta

dan kasih sayangnya kepada penulis selama ini dan tanpa lelah menemani

penulis sejak penyusunan skripsi hingga selesai.

Page 8: PENGANGKATAN PANGLIMA TINGGI MILITER DI INDONESIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33160/1/Rifqi... · AMERIKA SERIKAT: SEBUAH PERBANDINGAN . Skripsi . Diajukan

vii

8. Teman-teman dan sahabat-sahabat tercinta dari Ilmu Hukum Angkatan 2012

Muhammad Yusuf, Said Agung Sedayu, Muchtar Ramadhan, Muhammad

Ansyori, Muhammad Raziv, Agasti Prior, Putri Amalia dan teman-teman

lainnya terima kasih atas kebersamaan dan keceriaan kalian selama ini.

9. Rekan-rekan di Dota 2 Clinic Eko Pambudi, M Aditya Pratama, Alnovansi

Wicaksono, Anthony Abednego, Taufan Syahputra, Mochammad Farzha,

Muhammad Fahrul, Jeremia Tamunu, Moch Rialdy Permana dan rekan-rekan

lainnya yang mensuport saya selama ini.

10. Kelompok KKN GARUDA, Fajar Sugiarto, Hafizah Oktavia, Ayu Vera,

Septidi Age, Via Syafiqa, Khairiah Fajrin dan lainnya yang telah memberikan

kesan dan persahabatan kepada penulis.

11. Sahabat-sahabat tercinta Ruwanto Syahputra, Muhammad Didi Majdi Saleh,

Ridwan Setiadi, Randi Ranata, Ajib, Mochammad Farzha, Adiransyah Latief,

Wandy Pangestu, Dwiki Maxi Rianto, Dwiko Maxi Rianto, Juli Argani,

Rheza Wiguna, Ridho Abdul Majid dan yang lainnya terima kasih atas segala

waktu, kebersamaan, dan pelajaran yang bisa penulis petik dari kalian semoga

kita sukses bersama.

12. Dan seluruh pihak yang telah membantu penulis sejauh ini yang tidak dapat

penulis sebutkan satu persatu, semoga senantiasa dalam perlindungan dan

keberkahan dari Allah SWT.

Page 9: PENGANGKATAN PANGLIMA TINGGI MILITER DI INDONESIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33160/1/Rifqi... · AMERIKA SERIKAT: SEBUAH PERBANDINGAN . Skripsi . Diajukan

viii

Demikian penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya dan mohon

maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang terdapat dalam penulisan skripsi ini.

Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan bagi para pembaca

pada umumnya. Wassalamu’alaikumWr. Wb.

Jakarta, 28 September 2016

Penulis,

Rifqi Razaqi Rajab

Page 10: PENGANGKATAN PANGLIMA TINGGI MILITER DI INDONESIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33160/1/Rifqi... · AMERIKA SERIKAT: SEBUAH PERBANDINGAN . Skripsi . Diajukan

ix

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................................... i

LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI ............................................................ ii

LEMBAR PERNYATAAN .............................................................................. iii

ABSTRAK ......................................................................................................... iv

KATA PENGANTAR ....................................................................................... v

DAFTAR ISI ...................................................................................................... ix

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ......................................................... 1

B. Identifikasi Masalah ................................................................ 6

C. Pembatasan Masalah dan Rumusan Masalah ......................... 7

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................... 8

E. Metode Penelitian ................................................................... 9

F. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu ...................................... 13

G. Sistematika Penulisan ............................................................ 15

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKATAN PANGLIMA

TINGGI MILITER

A. Landasan Teori Sistem Presidensiil ........................................ 17

Page 11: PENGANGKATAN PANGLIMA TINGGI MILITER DI INDONESIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33160/1/Rifqi... · AMERIKA SERIKAT: SEBUAH PERBANDINGAN . Skripsi . Diajukan

x

B. Landasan Teori Pemisahan Kekuasaan

(Separation of Power) ............................................................. 21

C. Landasan Teori Check and Balances ...................................... 24

D. Check and Balances dalam Pengangkatan Panglima Tinggi

Militer ..................................................................................... 27

BAB III MEKANISME PENGANGKATAN PANGLIMA TINGGI MILITER

DI INDONESIA DAN AMERIKA SERIKAT

A. Tentara Nasional Indonesia .................................................... 29

B. The Joint Chiefs of Staff United States (Gabungan Kepala Staf

Amerika Serikat) ..................................................................... 32

C. Mekanisme Pengangkatan Panglima Tinggi Militer di

Indonesia ................................................................................. 34

D. Mekanisme Pengangkatan Panglima Tinggi Militer di Amerika

Serikat ..................................................................................... 37

BAB IV ANALISIS PENGANGKATAN PANGLIMA TINGGI MILITER DI

INDONESIA DAN AMERIKA SERIKAT

A. Implementasi Pengangkatan Panglima Tinggi Militer di Indonesia

dan Amerika Serikat ............................................................... 40

B. Perbedaan dan Persamaan antara Kedua Negara dalam Hal

Pengangkatan Panglima Tinggi Militer .................................. 42

Page 12: PENGANGKATAN PANGLIMA TINGGI MILITER DI INDONESIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33160/1/Rifqi... · AMERIKA SERIKAT: SEBUAH PERBANDINGAN . Skripsi . Diajukan

xi

C. Kekurangan dan Kelebihan antara Kedua Negara dalam Hal

Pengangkatan Panglima Tinggi Militer .................................. 44

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ............................................................................. 51

B. Saran ....................................................................................... 53

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Page 13: PENGANGKATAN PANGLIMA TINGGI MILITER DI INDONESIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33160/1/Rifqi... · AMERIKA SERIKAT: SEBUAH PERBANDINGAN . Skripsi . Diajukan

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam perkembangan sejarahnya, di Indonesia dikenal adanya tiga

lembaga yang menjalankan tiga kekuasaan yang berbeda sesuai dengan

amanat konstitusi yakni; kekuasaan eksekutif, kekuasaan legislatif, dan

kekuasaan yudikatif. Hal ini merupakan cerminan dari teori pemisahan

kekuasaan antar lembaga negara yang dipelopori oleh Montesquieu.1Cabang

kekuasaan eksekutif adalah cabang kekuasaan yang memegang kewenangan

penyelengaraan administrasi negara yang tertinggi. Dalam hubungan ini, di

dunia dikenal adanya sistem pemerintahan negara, yaitu: (i) Sistem

pemerintahan presidensiil, (ii) Sistem pemerintahan parlementer atau sistem

kabinet, dan (iii) sistem pemerintahan campuran.2

Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

(Selanjutnya disebut UUD 1945) menyebutkan bahwa Negara Indonesia

menganut sistem presidensil yang tertuang dalam Pasal 4 ayat 1 UUD 1945

yang berbunyi “Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan

pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar.”. Dalam sistem presidensiil,

1 Jazim Hamidi dan Mustafa Lutfi, Hukum Lembaga Kepresidenan Indonesia, (Bandung:

PT.Alumni, 2010), cet-ke 1, h. 3 2

Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, (Jakarta, PT. RajaGrafindo

Persada, 2011), h.323

Page 14: PENGANGKATAN PANGLIMA TINGGI MILITER DI INDONESIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33160/1/Rifqi... · AMERIKA SERIKAT: SEBUAH PERBANDINGAN . Skripsi . Diajukan

2

pemisahan antara kekuasaan eksekutif dengan kekuasaan legislatif di sini

diartikan bahwa kekuasaan eksekutif itu dipegang oleh suatu badan atau organ

yang dalam menjalankan tugas eksekutif itu tidak bertanggung jawab kepada

badan perwakilan rakyat.3 Namun, di Indonesia terdapat asas Check and

Balances antara Lembaga Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat

(selanjutnya disebut DPR) yang membuat kedua lembaga tersebut saling

mengawasi dan mengontrol.

Tentara Nasional Indonesia (selanjutnya disebut TNI) merupakan

pelaksana pertahanan negara dan keamanan negara sesuai dengan ketentuan

mengenai pertahanan dan keamanan negara yang tertuang dalam Pasal 30 ayat

3 UUD 1945 yang berbunyi "TNI terdiri atas Angkatan Darat, Angkatan Laut,

dan Angkatan Udara sebagai alat negara bertugas mempertahankan,

melindungi, dan memelihara keutuhan dan kedaulatan negara". TNI dipimpin

oleh seorang panglima TNI sebagai panglima tinggi militer, sedangkan

masing-masing angkatan dipimpin oleh seorang Kepala Staf Angkatan.

Sebagai salah satu bagian dari pertahanan dan keamanan negara, TNI

mempunyai hubungan dengan presiden sebagai pemegang kekuasaan atas

angkatan darat, laut dan udara yang diatur dalam Pasal 10 UUD 1945 yang

berbunyi “Presiden memegang kekuasaan yang tertinggi atas Angkatan Darat,

Angkatan Laut, dan Angkatan Udara.”. Ketentuan mengenai keamanan negara

3Ni'matul Huda, Ilmu Negara, (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), cet-ke 4, h. 253

Page 15: PENGANGKATAN PANGLIMA TINGGI MILITER DI INDONESIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33160/1/Rifqi... · AMERIKA SERIKAT: SEBUAH PERBANDINGAN . Skripsi . Diajukan

3

tersebut menunjukan jika presiden mempunyai peranan penting di dalamnya

untuk mewujudkan keutuhan negara kesatuan Republik Indonesia dari

serangan luar.4 Menurut Pasal 13 ayat 2 Undang-Undang Nomor 34 Tahun

2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (Selanjutnya disebut UU TNI),

panglima TNI diangkat dan diberhentikan oleh presiden setelah mendapat

persetujuan DPR.5 Dalam hal persetujuan ini, DPR yaitu melalui Komisi 1

berhak melakukan uji kepatutan dan kelayakan (fit and proper test) guna

menentukan layak atau tidaknya seorang jendral diangkat menjadi seorang

panglima.

Begitupun dengan negara demokrasi dengan sistem pemerintahan

presidensial tertua, yakni Amerika Serikat (AS) memiliki lembaga negara

yaitu, United States Senate6 (Selanjutnya disebut Senat Amerika Serikat) dan

United States House of Representatives7 (Selanjutnya disebut DPR Amerika

Serikat). Dalam Pasal 2 Ayat 2 Konstitusi Amerika Serikat (The Constitution

of the United States Article 2 Section 2) menyebutkan bahwa “The President

4Jazim Hamidi dan Mustafa Lutfi, Hukum Lembaga Kepresidenan Indonesia, (Bandung:

PT.Alumni, 2010), cet-ke 1h. 141 5Abdul Ghoffar, Perbandingan Kekuasaan Presiden Indonesia Setelah Perubahan UUD 1945

dengan Delapan Negara Maju, (Jakarta: Kencana, 2009), Cet-ke 1, h. 113

6 United States Senate (Senat Amerika Serikat) terdiri dari dua Senator dari setiap Negara

Bagian, yang dipilih oleh Badan Legislatif Negara Bagian tersebut, untuk enam tahun; dan masing

masing Senator akan memiliki satu suara.

7 United States House of Representatives (Dewan Perwakilan Rakyat Amerika Serikat) terdiri

dari para anggota yang dipilih setiap tahun kedua oleh rakyat di beberapa Negara Bagian, dan para

pemilih di setiap Negara Bagian harus memenuhi persyaratan yang diperlukan untuk menjadi pemilih

bagi cabang dari Bagan Legislatif Negara Bagian yang terbanyak.

Page 16: PENGANGKATAN PANGLIMA TINGGI MILITER DI INDONESIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33160/1/Rifqi... · AMERIKA SERIKAT: SEBUAH PERBANDINGAN . Skripsi . Diajukan

4

shall be Commander in Chief of the Army and Navy of the United States, and

of the Militia of the several States” yang berarti Presiden Amerika Serikat

adalah panglima tertinggi Angkatan Darat dan Angkatan Laut Amerika

Serikat, Serta beberapa angkatan lainnya.

Di Amerika Serikat, Undang-undang Amerika Serikat memberi fungsi

unik kepada Senat Amerika Serikat dalam hal pengangkatan panglima

tingginya, agar ada keseimbangan kekuasaan dengan setiap unsur di bawah

pemerintah federal. Senat Amerika Serikat berfungsi meratifikasi setiap

perjanjian internasional yang dibuat oleh pemerintah federal dan juga

memberi “restu” (advice and consent) usulan presiden untuk pengangkatan

anggota kabinet, pejabat militer, serta pejabat federal lainnya yang

keputusannya berdampak bagi banyak orang dan kehidupan negara.

Dalam hal pengangkatan panglima tinggi militer secara resmi

didirikan di bawah judul II, bagian 211 dari Undang-Undang Keamanan

Nasional 1947 (The National Security Act of 1947) sebelum bagian 209-214

dari judul II itu dicabut oleh hukum dan memberlakukan Bab 10 dan Bab 32,

The United States Code (Act of August 10, 1956, 70A Stat. 676) pada tahun

1956 untuk menggantikan The National Security Act of 1947. Selanjutnya

diatur lebih jauh dalam Undang-Undang Amerika Serikat atau yang disebut

The Code of Laws of the United States of America (Disingkat Code of Laws of

Page 17: PENGANGKATAN PANGLIMA TINGGI MILITER DI INDONESIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33160/1/Rifqi... · AMERIKA SERIKAT: SEBUAH PERBANDINGAN . Skripsi . Diajukan

5

the United States, United States Code, U.S. Code, or U.S.C.) 8. United States

Code adalah kompilasi resmi dan kodifikasi umum dan juga tetap dari

Federal Statutes of the United States (Undang-Undang Federal Amerika

Serikat).9

Di dalam The United States Code Title 10 Section 152a(1) Chairman:

appointment; grade and rank10

menyebutkan bahwa:

There is a Chairman of the Joint Chiefs of Staff,

appointed by the President, by and with the advice and consent

of the Senate, from the officers of the regular components of the

armed forces. The Chairman serves at the pleasure of the

President for a term of two years, beginning on October 1 of

odd-numbered years. Subject to paragraph (3), an officer

serving as Chairman may be reappointed in the same manner

for two additional terms. However, in time of war there is no

limit on the number of reappointments.

Terdapat Ketua Kepala Staf Gabungan, diangkat oleh

Presiden, oleh dan dengan saran dan persetujuan dari Senat,

berdasarkan perwira tetap dari anggota angkatan bersenjata.

Ketua bertugas kepada Presiden untuk masa jabatan dua tahun,

dimulai pada tanggal 1 Oktober tahun ganjil. Bergantung atas

ayat (3), seorang petugas yang menjabat sebagai Ketua dapat

diangkat kembali dengan cara yang sama dengan dua

persyaratan tambahan. Namun, pada saat perang tidak ada

batasan pada jumlah pengangkatan kembali.

8 The United States Code mengandung 52 judul, edisi utama diterbitkan setiap enam tahun

dan tambahan kumulatif setiap tahunnya oleh The Office of the Law Revision Counsel (LRC) of the

U.S. House of Representatives yang berfungsi mempersiapkan dan menerbitkan The United States

Code yang merupakan konsolidasi dan kodifikasi oleh subjek hukum umum dan permanen di Amerika

Serikat.

9 Undang-Undang Federal Amerika Serikat berasal dari Konstitusi Amerika Serikat yang

memberikan Kongres (Congress) kekuasaan untuk memberlakukan undang-undang untuk beberapa

tujuan tertentu seperti mengatur perdagangan antar negara bagian. 10

Dibaca Bab 10 Ayat 152 Pasal A Butir 1 Undang-Undang Amerika Serikat tentang Ketua:

Pengangkatan, tingkat dan pangkat

Page 18: PENGANGKATAN PANGLIMA TINGGI MILITER DI INDONESIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33160/1/Rifqi... · AMERIKA SERIKAT: SEBUAH PERBANDINGAN . Skripsi . Diajukan

6

Bahwa dalam undang-undang tersebut disebutkan bahwa panglima

tinggi militer dipilih oleh presiden setiap 2 tahun sekali dengan persetujuan

dan saran dari Senat Amerika Serikat dan mengemban tugas sejak 1 Oktober

dan dapat di tunjuk untuk kedua kalinya.

UUD 1945 Negara Republik Indonesia tidak memberikan fungsi unik

ini, baik kepada Dewan Perwakilan Daerah (Selanjutnya disebut DPD)

maupun DPR, untuk persetujuan pengangkatan dan pemberhentian pejabat

eksekutif negara. Fungsi tersebut justru ada pada hukum di bawah konstitusi

yang salah satunya UU No.34/2004 dan memberikan fungsi tersebut kepada

DPR bukan DPD.

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas, penulis

tertarik untuk melakukan penelitian yang lebih mendalam mengenai

perbedaan dan perbandingan antara kedua negara penganut sistem presidensiil

Negara Indonesia dan Negara Amerika Serikat dalam hal pengangkatan

Panglima TNI dengan mengangkat judul skripsi tentang "Pengangkatan

Panglima Tinggi Militer di Indonesia dan Amerika Serikat: Sebuah

Perbandingan."

B. Identifikasi Masalah

Dengan keterlibatan DPR dalam hal pengangkatan panglima TNI di

Indonesia memiliki perbedaan dengan negara demokrasi yang menganut

Page 19: PENGANGKATAN PANGLIMA TINGGI MILITER DI INDONESIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33160/1/Rifqi... · AMERIKA SERIKAT: SEBUAH PERBANDINGAN . Skripsi . Diajukan

7

sistem pemerintahan presidensial tertua, yakni Amerika Serikat (AS) yang

memberikan fungsi tersebut kepada United States Senate atau DPD jika

diIndonesia. Hal ini membuat banyaknya perbandingan yang dapat diteliti dan

di kaji.

Dengan ini penulis ingin melakukan penelitian tentang “Pengangkatan

Panglima Tinggi Militer di Indonesia dan Amerika Serikat: Sebuah

Perbandingan.”

C. Pembatasan Masalah dan Rumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Mengingat luasnya cakupan masalah tentang pembahasan seputar

hak dan kewenangan yang dimiliki oleh presiden dalam pengangkatan

panglima tinggi militer dalam sistem presidensiil, maka ruang lingkup

permasalahan dalam penelitian ini dibatasi hanya melihat dari aspek

perbandingan antara kedua negara yang menganut sistem presidensiil

yaitu di Indonesia dan di Amerika Serikat. Pembatasan ini dilakukan agar

lebih fokus guna mempermudah penulis dalam penelitian, dan juga untuk

menghindari perluasan pembahasan yang tidak ada sangkut pautnya

dengan masalah yang akan diteliti.

Page 20: PENGANGKATAN PANGLIMA TINGGI MILITER DI INDONESIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33160/1/Rifqi... · AMERIKA SERIKAT: SEBUAH PERBANDINGAN . Skripsi . Diajukan

8

2. Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang dan pembasatan masalah di atas, dapat

diidentifikasi beberapa masalah yang selanjutnya dirumuskan sebagai

berikut:

a. Bagaimanakah mekanisme pengangkatan panglima tinggi militer

di Indonesia & Amerika Serikat berdasarkan peraturan perundang-

undangan di Indonesia dan Amerika Serikat?

b. Bagaimanakah implementasi pengangkatan panglima tinggi militer

di Indonesia dan Amerika Serikat?

c. Apakah persamaan dan perbedaan serta kelebihan dan kekurangan

pengangkatan panglima tinggi militer di Indonesia dan Amerika

Serikat?

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai penulis adalah sebagai berikut:

a. Untuk mengetahui peraturan perundang-undangan di Indonesia dan

Amerika Serikat dalam hal pengangkatan panglima tinggi militer.

Page 21: PENGANGKATAN PANGLIMA TINGGI MILITER DI INDONESIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33160/1/Rifqi... · AMERIKA SERIKAT: SEBUAH PERBANDINGAN . Skripsi . Diajukan

9

b. Untuk mengetahui implementasi pengangkatan panglima tinggi militer

di Indonesia dan Amerika Serikat.

c. Untuk mengetahui persamaan dan perbedaan serta kelebihan dan

kekurangan pengangkatan panglima tinggi militer di Indonesia dan

Amerika Serikat

2. Manfaat Penelitian

Penulis berharap supaya hasil penelitian ini tidak berhenti sampai

disni, namun penulis menaruh harapan besar agar penelitian ini bermanfaat

antara lain:

a. Manfaat teoritis:

1) Untuk lebih memperkaya khazanah ilmu pengetahuan baik

dibidang hukum pada umumnya maupun di bidang hukum

kelembagaan negara pada khususnya.

2) Untuk dapat memberikan sumbangan bagi perkembangan hukum

secara teoritis, khususnya bagi hukum tatanegara mengenai

pengangkatan panglima tinggi militer di Indonesia dan Amerika

Serikat.

Page 22: PENGANGKATAN PANGLIMA TINGGI MILITER DI INDONESIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33160/1/Rifqi... · AMERIKA SERIKAT: SEBUAH PERBANDINGAN . Skripsi . Diajukan

10

3) Untuk menjadi pedoman bagi pihak yang ingin mengetahui dan

mendalami tentang pengangkatan panglima tinggi militer di

Indonesia dan Amerika Serikat.

b. Manfaat Praktis

Penulis mengharapkan agar memberikan sumbangan pemikiran

mengenai aspek hukum tata negara, khususnya mengenai pengangkatan

panglima tinggi militer di Indonesia dan Amerika Serikat.

E. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian dan Pendekatan Penelitian

Dalam penelitian ini penulis menggunakan jenis penelitian hukum

yuridis normatif dan penelitian kualitatif yang tidak membutuhkan

populasi dan sampel. Penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum

kepustakaan.11

Penelitian hukum normatif didefinisikan sebagai penelitian

yang mengacu kepada norma-norma hukum yang terdapat dalam

peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan. Penelitian ini juga

dapat disebut sebagai penelitian hukum doktrinal yaitu penelitian hukum

yang menggunakan data sekunder.12

Sedangkan, Penelitian kualitatif

11

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat,

(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995), h.23 12

Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimentri, (Jakarta: Ghalia

Indonesia, 1998), h. 10

Page 23: PENGANGKATAN PANGLIMA TINGGI MILITER DI INDONESIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33160/1/Rifqi... · AMERIKA SERIKAT: SEBUAH PERBANDINGAN . Skripsi . Diajukan

11

bersifat deskriptif analitis, yang mengungkapkan peraturan perundang-

undangan yang berkaitan dengan teori-teori hukum yang menjadi objek

penelitian. Dengan juga hukum dalam pelaksanaannya di dalam

masyarakat yang berkenaan objek penelitian.13

Adapun dalam penelitian ini menggunakan pendekatan komparatif

(Comparative Approach) pendekatan komparatif dilakukan dengan

membandingkan undang-undang suatu negara, dengan undang-undang

dari satu atau lebih negara lain mengenai hal yang sama. Selain itu, dapat

juga diperbandingkan di samping undang-undang yaitu putusan

pengadilan di beberapa negara untuk kasus yang sama.14

2. Sumber Data

Sumber data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah bahan

hukum primer dan bahan sekunder, sedangkan yang dimaksud dengan

bahan hukum primer adalah merupakan bahan yang bersifat autoritatif,

artinya mempunyai otoritas. Bahan-bahan hukum primer terdiri dari

perundang-undangan, catatan resmi atau risalah dalam pembuatan

perundang-undangan dan putusan-putusan hakim. Juga data primer yang

diperoleh langsung dari sumber baik melalui wawancara, observasi

maupun laporan dalam bentuk dokumen tidak resmi.

13

Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2014), cet-ke 5, h. 105 14

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta : Kencana, 2011), cet-ke 11, h. 95

Page 24: PENGANGKATAN PANGLIMA TINGGI MILITER DI INDONESIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33160/1/Rifqi... · AMERIKA SERIKAT: SEBUAH PERBANDINGAN . Skripsi . Diajukan

12

Adapun bahan sekunder adalah berupa publikasi tentang hukum

yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi. Publikasi tentang

hukum meliputi buku-buku teks, kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal

hukum, dan komentar-komentar atas putusan pengadilan.15

Adapun yang termasuk dalam sumber data primer dan sekunder

dalam penelitian ini adalah:

a. Sumber Bahan Primer

i. Undang-Undang Dasar 1945

ii. The Constitution of the United States

iii. UU No. 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia.

iv. The United States Code (Act of August 10, 1956, 70A Stat. 676)

b. Sumber Bahan Sekunder

Bahan sekunder yaitu data yang diperoleh dari buku-buku

umum, buku-buku hukum, undang-undang dan literatur lainnya,

serta wawancara secara langsung terhadap ahli atau pakar yang

dapat dijadikan sebagai rujukan yang mengacu dan berhubungan

15

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum Edisi Revisi, (Jakarta: Kencana, 2006), cet-ke 6,

h. 181

Page 25: PENGANGKATAN PANGLIMA TINGGI MILITER DI INDONESIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33160/1/Rifqi... · AMERIKA SERIKAT: SEBUAH PERBANDINGAN . Skripsi . Diajukan

13

dengan bahasan yang sedang dikerjakan yang sesuai dengan

permasalahan yang akan dibahas oleh peneliti.

3. Tehnik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan untuk mendapatkan

data primer (data yang diperoleh langsung dari sumbernya) dan data

sekunder (data yang diperoleh tidak langsung dari sumbernya) adalah

studi kepustakaan. Studi kepustakaan adalah teknik pengumpulan data

sekunder dari berbagai buku, dokumen dan tulisan yang relevan untuk

menyusun konsep penelitian serta mengungkap objek penelitian. Studi

kepustakaan dilakukan dengan banyak melakukan telaah dan pengutipan

berbagai teori yang relevan utuk menyusun konsep penelitian. Studi

kepustakaan juga dilakukan untuk menggali berbagai informasi dan data

faktual yang terkait atau merepresentasikan masalah-masalah yang

dijadikan obyek penelitian, yaitu Pengangkatan Panglima Tinggi Militer

di Indonesia dan Amerika Serikat.

4. Tehnik Analisis Data

Berdasarkan sifat penelitian ini yang menggunakan metode

penelitian bersifat deskriptif analitis, analisis data yang dipergunakan

adalah pendekatan kualitatif terhadap data primer dan data sekunder.

Page 26: PENGANGKATAN PANGLIMA TINGGI MILITER DI INDONESIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33160/1/Rifqi... · AMERIKA SERIKAT: SEBUAH PERBANDINGAN . Skripsi . Diajukan

14

5. Teknik Penulisan

Ada pun teknik yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah

berpedoman pada Buku Pedoman Penulisan Skripsi yang diterbitkan oleh

Pusat Peningkatan dan Jaminan Mutu (PPJM) Fakultas Syariah dan

Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2012.

F. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu

Berdasarkan masalah yang dibahas merupakan masalah baru dalam

bidang hukum. Maka, dalam review kajian terdahulu ini akan memaparkan

penelitian yang sudah dilakukan, baik berupa skripsi, tesis, ataupun

penelitian-penelitian lainnya yang pernah membahas seputar Hak Prerogatif

yaitu:

1. “Hak Prerogatif Presiden Terhadap Kementerian Negara

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 Tentang

Kementerian Negara (Kajian Yuridis)”. Skripsi ini ditulis oleh Budi

Nugraha dari Fakultas Syariah dan Hukum Program Studi Ilmu Hukum

Konsentrasi Kelembagaan Negara. Dalam skripsi ini penulis menjelaskan

tentang Hak Prerogatif Presiden dalam hal pengangkatan Menteri-menteri

dibawah presiden.

2. “Persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Dalam Pengangkatan

Kepala Kepolisisan Republik Indonesia Menurut Undang-Undang

Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian”. Skripsi ini ditulis oleh

Page 27: PENGANGKATAN PANGLIMA TINGGI MILITER DI INDONESIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33160/1/Rifqi... · AMERIKA SERIKAT: SEBUAH PERBANDINGAN . Skripsi . Diajukan

15

Rizky Ramandhika dari Fakultas Syariah dan Hukum Program Studi Ilmu

Hukum Konsentrasi Kelembagaan Negara. Dalam skripsi ini penulis

menjelaskan tentang Peran Persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat dalam

pengangkatan Kepala Kepolisisan Republik Indonesia.

3. “Kewenangan Presiden Dalam Pembatalan Pengangkatan Budi

Gunawan Sebagai Kepala Kepolisian Republik Indonesia”. Skripsi ini

ditulis oleh Fany Fatwati Putri dari Fakultas Syariah dan Hukum Program

Studi Ilmu Hukum Konsentrasi Kelembagaan Negara. Dalam skripsi ini

penulis menjelaskan tentang Kewenangan Presiden untuk mengangkat

dan memberhentikan Kepala Kepolisian Republik Indonesia dangan

persetujuan DPR.

4. "Perbandingan Kekuasaan Presiden Indonesia Setelah Perubahan

UUD 1945 dengan Delapan Negara Maju". Buku ini adalah karya dari

Abdul Ghoffar, S.Pd.I., S.H., M.H. yang membahas tentang Kekuasaan

Presiden melalui perbandingan antara Indonesia dengan Amerika Serikat.

G. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan skripsiyang akan penulis sampaikan dalam

proposal inimeliputi beberapa bagian, yaitu:

BABI Bab ini berisikan tentang latar belakang masalah, identifikasi

masalah, pematasan masalah, rumusan malasah, tinjauan

Page 28: PENGANGKATAN PANGLIMA TINGGI MILITER DI INDONESIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33160/1/Rifqi... · AMERIKA SERIKAT: SEBUAH PERBANDINGAN . Skripsi . Diajukan

16

(Review) kajian terdahulu, tujuan dan manfaat penelitian,

metode penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II Bab ini berisikan tentang teori sistem presidensiil, teori

pemisahan kekuasaan (Separation of Power), teori Check and

Balances, Check and Balances dalam Pengangkatan Panglima

Tinggi Militer.

BAB III Bab ini berisikan tentang Tentara Nasional Indonesia, The

Joint Chiefs of Staff United States (Kepala Staf Gabungan

Amerika Serikat), mekanisme pengangkatan panglima TNI di

Indonesia dan di Amerika Serikat.

BAB IV Bab ini berisikan tentang analisis dan implementasi

pengangkatan panglima tinggi militer di kedua negara

(Indonesia dan Amerika Serikat), perbedaan dan persamaan

serta kelebihan dan kekurangan antara kedua negara terserbut.

BAB V Bab ini merupakan bab penutup yang terdiri dari kesimpulan

dan saran dari penulis.

Page 29: PENGANGKATAN PANGLIMA TINGGI MILITER DI INDONESIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33160/1/Rifqi... · AMERIKA SERIKAT: SEBUAH PERBANDINGAN . Skripsi . Diajukan

17

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKATAN PANGLIMA TINGGI

MILITER

A. Landasan Teori Sistem Presidensiil

Sistem pemerintahan sudah menjadi darah bagi suatu negara dalam

menjalankan pemerintahannya yang berguna untuk mencapai cita-cita bangsa

tersebut. Mahfud MD mengatakan bahwa di dalam studi ilmu negara dan ilmu

politik dikenal adanya tiga sistem pemerintahan negara yaitu presidensiil,

parlementer, dan refendum.1 Namun, kali ini penulis hanya membahas tentang

sistem presidensiil dikarenakan menjadi landasan utama dari judul skripsi ini.

Sistem pemerintahan presidensial adalah sistem pemerintahan yang

dikepalai oleh seorang presiden dan menteri-menteri bertanggung jawab

kepada presiden. Menurut Jimly Asshiddiqie, keuntungan sistem presidensial

adalah untuk menjamin stabilitas pemerintahan. Namun, sistem ini juga

mempunyai kelemahan yaitu cenderung menempatkan eksekutif sebagai

bagian kekuasaan yang sangat berpengaruh karena kekuasaannya besar. Untuk

itu, diperlukan pengaturan konstitusional untuk mengurangi dampak negatif

atau kelemahan yang di bawa sejak lahir oleh sistem presidensiil tersebut.2

1 Moh. Mahfud MD, Demokrasi dan Konstitusi di Indonesia; Studi tentang Interaksi Politik

dan Kehidupan Ketatanegaraan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), h. 74. 2 Jimmly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, (Jakarta: Sekretariat

Jendral dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, 2006), cet-ke 3, h.75.

Page 30: PENGANGKATAN PANGLIMA TINGGI MILITER DI INDONESIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33160/1/Rifqi... · AMERIKA SERIKAT: SEBUAH PERBANDINGAN . Skripsi . Diajukan

18

Kelebihan sistem presidensial menurut Arend Lijphart adalah sebagai

berikut:

1. Akan terjadi stabilitas eksekutif yang didasarkan pada masa jabatan

presiden. Stabilitas eksekutif ini berlawanan dengan instabilitas

eksekutif yang biasanya melahirkan suatu sistem parlementer dari

penggunaan kekuasaan legislaif untuk membentuk kabinet melalui

mosi tidak percaya atau sebagai akibat dari hilangnya dukungan

mayoritas terhadap cabinet di parelemen.

2. Pemilihan kepala pemerintahan oleh rakyat dapat dipandang lebih

demokratis dari pemilihan tak langsung (formal atau informal) dalam

sistem presidensiil. Memang dalam demokrasi tidak menuntut

pemilihan semua pejabat pemerintah oleh rakyat secara langsung.

Tetapi argumen bahwa kepala pemerintahan, yang merupakan

pemegang jabatan paling penting dan berkuasa di dalam pemerintahan

yang demokratis, harus dipilih secara langsung oleh rakyat

mengandung validitas yang tinggi.

3. Dalam sistem presidensiil telah terjadi pemisahan kekuasaan yang

berarti pemerintahan yang dibatasi sehingga jaminan atas perlindungan

kebebasan individu atas tirani pemerintah akan terminimalisasi.3

3 Abdul Hadi Anshary, Menuju Trias Politika dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia (Studi

Konstitusional tentang Pemnisahan Kekuasaan Negara), (Tesis, Program Magister Ilmu Hukum

Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, 2003), h. 122-123.

Page 31: PENGANGKATAN PANGLIMA TINGGI MILITER DI INDONESIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33160/1/Rifqi... · AMERIKA SERIKAT: SEBUAH PERBANDINGAN . Skripsi . Diajukan

19

Sementara itu, kelemahan dalam sistem presidensial menurut Arend

Liphart adalah sebagai berikut:4

1. Akan mudah terjadi kemandekan dalam hubungan eksekutif dan

legislatif. Inilah yang merupakan konsekuensi pertama dari sistem

presidensiil.

2. Dalam sistem ini terjadi kekakuan temporal. Kini terlihat dari masa

jabatan presiden yang pasti menguraikan periode-periode yang dibatasi

secara kaku dan tidak berkelanjutan, sehingga tidak memberikan

kesempatan untuk melakukan berbagai penyesuaian yang dikehendaki

oleh keadaan.

3. Sistem presidensiil dipandang mempunyai cacat bawaan karena sistem

ini berjalan atas dasar aturan "pemenang menguasai semuanya".

Sehingga politik demokrasi akan menjadi sebuah permainan dengan

semua potensi konfliknya.

Sistem presidensiil telah dianut oleh beberapa negara didunia ini

termasuk Amerika Serikat dan Indonesia. Amerika Serikat dianggap sebagai

negara penganut sistem presidensiil tertua didunia. Ciri-ciri model sistem

presidensiil Amerika Serikat yang disebut sebagai pencerminan sistem

pemerintahan presidensiil murni, menurut Bagir Manan adalah sebagai

berikut:

4 Abdul Ghoffar, Perbandingan Kekuasaan Presiden Indonesia Setelah Perubahan UUD

1945 Dengan Delapan Negara Maju, (Jakarta: Kencana, 2009), cet-ke 1, h. 52.

Page 32: PENGANGKATAN PANGLIMA TINGGI MILITER DI INDONESIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33160/1/Rifqi... · AMERIKA SERIKAT: SEBUAH PERBANDINGAN . Skripsi . Diajukan

20

1. Presiden adalah pemegang kekuasaan eksekutif tunggal.

2. Presiden adalah penyelenggara pemerintahan yang bertanggung

jawab, selain berbagai wewenang konstitusional yang bersifat

prerogatif dan biasanya melekat ada jabatan kepala negara (head of

state).

3. Presiden tidak bertanggung jawab kepada badan perwakilan

(conggress), karena itu tidak dapat dikenai mosi tidak percaya oleh

conggress.

4. Presiden tidak dipilih dan tidak diangkat oleh conggress. Dalam

praktiknya langsung dipilih oleh rakyat, walaupun secara formal

dipilih oleh badan pemilih (electoral college).

5. Presiden memangku jabatan empat tahun (fixed), dan hanya dapat

dipilih untuk dua kali masa jabatan berturut-turut (8 tahun). Dalam

hal mengganti jabatan yang berhalangan tetap, jabatan tersebut

paling lama 10 tahun berturut-turut.

6. Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatan melalui

“impeachment” karena melakukan pengkhianatan, menerima suap,

melakukan kejahatan berat, dan pelanggaran lainnya.5

5 Bagir Manan, Lembaga Kepresidenan, (Yogyakarta: FH-UII Press, 2003), cet-ke 2, h. 48-

49.

Page 33: PENGANGKATAN PANGLIMA TINGGI MILITER DI INDONESIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33160/1/Rifqi... · AMERIKA SERIKAT: SEBUAH PERBANDINGAN . Skripsi . Diajukan

21

B. Landasan Teori Pemisahan Kekuasaan (Separation of Power)

Teori pemisahan kekuasaan, yang oleh Immanuel Kant disebut sebagai

doktrin "Trias Politika" dikemukakan oleh Montesquieu dalam bukunya

L'esprit des Loi. Dasar pemikiran doktrin Trias Politika sudah pernah

dikemukakan oleh Aristoteles dan kemudian juga pernah dikembangkan oleh

John Locke. Dengan begitu, ajaran ini bukan ajaran yang baru bagi

Montesquieu.6

Montesquieu, dalam bukunya L'esprit des Loi (1748), membagi

kekuasaan negara dalam tiga cabang, yaitu: (1) kekuasaan legislatif sebagai

pembuat undang-undang, (2) kekuasaan eksekutif yang bertugas

melaksanakan undang-undang, dan (3) kekuasan yudikatif sebagai pengawas

undang-undang. Dari klasifikasi Montesquieu inilah dikenal pembagian

kekuasaan negara modern dalam tiga fungsi, yaitu legislatif (the legislative

function), eksekutif (the executive or administrative function) dan yudisial (the

yudcial function).7 Sebaliknya oleh Montesquieu, kekuasaan hubungan luar

negeri yang disebut oleh John Locke "federatif" dimasukan ke dalam

kekuasaan eksekutif.8

Filsuf Inggris, yakni John Locke, menjabarkan pemikirannya

mengenai seperations of power atau dikenal juga sebagai teori pemisahan

6 Abdul Ghoffar, Perbandingan Kekuasaan Presiden Indonesia Setelah Perubahan UUD

1945 Dengan Delapan Negara Maju, (Jakarta: Kencana, 2009), cet-ke 1, h. 11

7 Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), cet-

ke 1, h. 283.

8 Ismail Suny, Pembagian Kekuasaan Negara, (Jakarta: Aksara Baru, 1978), cet-ke 2, h. 6

Page 34: PENGANGKATAN PANGLIMA TINGGI MILITER DI INDONESIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33160/1/Rifqi... · AMERIKA SERIKAT: SEBUAH PERBANDINGAN . Skripsi . Diajukan

22

kekuasaan pada bukunya yang berjudul Two Treatises on Civil Government

yang diterbitkan tahun 1690 yang ditulis sebagai kritik pada kekuasaan

absolute raja Stuart dan membenarkan The Glorious Revolution yang

dimenangkan oleh parlemen Inggris.9 John Locke menyebutkan tiga lembaga

pemerintahan berdasarkan teori pemisahan kekuasaannya, yakni:

1. Lembaga eksekutif, yang berfungsi sebagai lembaga yang

menangani pembuatan peraturan dan perundang-undangan,

2. Lembaga legislatif, yang berfungsi sebagai lembaga yang

menjalankan peraturan dan perundang-undangan, termasuk lembaga

yang bekerja untuk mengadili pelanggaran peraturan dan

perundang-undangan, dan

3. Lembaga federatif, yang menjalankan fungsi dalam hubungan

diplomatik dengan negara lain, seperti mengumumkan perang dan

perdamaian terhadap negara-negara lain dan mengadakan

perjanjian.

Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim memaknai pembagian

kekuasaan berarti bahwa kekuasaan itu memang dibagi-bagi dalam beberapa

bagian (legislatif, eksekutif dan yudikatif), tetapi tidak dipisahkan. Hal ini

membawa konsekuensi bahwa diantara bagian-bagian itu dimungkinkan ada

9Miriam Budiarjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1997), h.

151.

Page 35: PENGANGKATAN PANGLIMA TINGGI MILITER DI INDONESIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33160/1/Rifqi... · AMERIKA SERIKAT: SEBUAH PERBANDINGAN . Skripsi . Diajukan

23

koordinasi atau kerjasama.10

Pendapat tersebut membuka celah bagi antara

cabang-cabang kekuasaan untuk menerapkan prinsip check and balances yang

berbeda dengan Toeri Trias Politica milik Montesquieu yang memisahkan

cabang-cabang kekuasaan secara tegas tanpa adanya hubungan kerjasama dan

koordinasi.

Jimly Asshiddiqie mengatakan, kalaupun istilah pemisahan kekuasaan

tadinya hendak dihindari, namun kita dapat saja menggunakan istilah

pemisahan kekuasaan (division of power) seperti yang dipakai oleh Athur

Mass, yaitu capital division of power untuk pengertian yang bersifat

horizontal, dan territorial division of power untuk pengertian yang bersifat

vertikal.11

Pada hakekatnya pembagian kekuasaan dapat dibagi ke dalam dua

cara, yaitu:12

1. Secara vertikal, yaitu pembagian kekuasaan menurut tingkatnya.

Maksudnya pembagian kekuasaan antara beberapa tingkat

pemerintahan, misalnya antara pemerintah pusat dengan dan

pemerintah daerah dalam negara kesatuan, atau antara pemerintah

federal dan pemerintah negara bagian dalam suatu suatu negara

federal.

10 Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia. (Jakarta : Pusat

Studi Tata Negara, Fakultas hukum Universitas Indonesia, 1981), h. 140.

11

Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, (Jakarta: Rajawali Pers, 2009),

cet-ke 1, h. 292.

12

Akhmad Rustandi dan Zul Afdi Ardian, Tata negara : kurikulum 1984/GBPP 1987,

(Bandung : Armico, 1992), h. 62.

Page 36: PENGANGKATAN PANGLIMA TINGGI MILITER DI INDONESIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33160/1/Rifqi... · AMERIKA SERIKAT: SEBUAH PERBANDINGAN . Skripsi . Diajukan

24

2. Secara horizontal, yaitu pembagian kekuasaan menurut fungsinya.

Dalam pembagian ini lebih menitikberatkan pada pembedaan antara

fungsi pemerintahan yang bersifat legislatif, eksekutif dan yudikatif.

C. Landasan Teori Check and Balances

Di dalam pemerintahan Negara Indonesia di kenal dengan adanya

sistem check and balances antara lembaga tinggi negara satu dengan lembaga

tinggi negara yang lainnya. Hal ini dikarenakan Indonesia tidak lagi menganut

paham Trias Politica Montesquieu secara mutlak, yang memisahkan antara

kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif secara tegas tanpa adanya

hubungan-hubungan saling mengawasi ataupun mengendalikan satu dengan

yang lain.

Istilah checks and balances menurut Black's Law Dictionary, diartikan

sebagai: arrangement of governmental power whereby power of one

govermental branch check or balance those of other brance.1314

Berdasarkan

pengertian yang dikemukakan dalam buku Black's Law Dictionary dapat

ditarik sebuah kesimpulan bahwa check and balances merupakan suatu

prinsip yang bertujuan untuk membatasi kekuasaan serta tindakan antara satu

kekuasaan dengan kekuasaan yang lainnya, seperti halnya kekuasaan legislatif

dan eksekutif di Indonesia yang sama-sama saling mengawasi setiap

kebijakan yang dibuatnya.

13 Henry Campbell Black, Black's Law Dictionary, (St. Paul Minn: West Publishing), h. 238.

14 Terjemahan: “Susunan pemerintahan yang kuat berdasarkan kekuatan suatu cabang

pemerintahan yang memeriksa dan menyeimbangkan cabang pemerintahan lainnya.”

Page 37: PENGANGKATAN PANGLIMA TINGGI MILITER DI INDONESIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33160/1/Rifqi... · AMERIKA SERIKAT: SEBUAH PERBANDINGAN . Skripsi . Diajukan

25

Di Amerika Serikat sebagai kiblat konsep checks and balances system,

dalam hal pelaksanaan fungsi kontrol kekuasaan eksekutif terhadap legislatif,

Presiden diberi kewenangan untuk memveto rancangan undang- undang yang

telah diterima oleh Congress (semacam MPR), akan tetapi veto tersebut dapat

dibatalkan oleh Congress dengan dukungan 2/3 suara dari House of

Representative (semacam DPR) dan Senate (semacam lembaga utusan negara

bagian).15

Berdasarkan pola hubungan antara legislatif, eksekutif dan yudikatif,

operasionalisasi dari teori checks and balances dilakukan melalui cara-cara

sebagai berikut :

1. Pemberian kewenangan terhadap suatu tindakan kepada lebih dari

satu cabang pemerintahan. Misalnya kewenangan pembuatan

undang-undang yang diberikan kepada pemerintah dan parlemen

sekaligus. Jadi terjadi overlapping yang dilegalkan terhadap

kewenangan pejabat negara antara satu cabang pemerintahan

dengan cabang pemerintahan lainnya.

2. Pemberian kewenangan pengangkatan pejabat tertentu kepada lebih

dari satu cabang pemerintahan. Banyak pejabat tinggi negara

dimana dalam proses pengangkatannya melibatkan lebih dari satu

15 Moh. Mahfud MD, Perdebatan Hukum Tata Negara Pasca Amandemen Konstitusi,

(Jakarta: Rajawali Pers, 2010), h. 69.

Page 38: PENGANGKATAN PANGLIMA TINGGI MILITER DI INDONESIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33160/1/Rifqi... · AMERIKA SERIKAT: SEBUAH PERBANDINGAN . Skripsi . Diajukan

26

cabang pemerintahan, misalnya melibatkan pihak eksekutif maupun

legislatif.

3. Upaya hukum impeachment dari cabang pemerintahan yang satu

terhadap cabang pemerintahan yang lainnya.

4. Pengawasan langsung dari satu cabang pemerintahan terhadap

cabang pemerintahan lainnya, seperti pengawasan terhadap cabang

eksekutif oleh cabang legislatif dalam hal penggunaan budget

negara.

5. Pemberian kewenangan kepada pengadilan sebagai pemutus kata

terakhir (the last word) jika ada pertikaian kewenangan antara

badan eksekutif dengan legislatif.16

Penerapan teori checks and balances seperti tersebut di atas, telah

dipraktekkan oleh Amerika Serikat yang mengaku sebagai kiblat negara

demokrasi. Dalam UUD NRI 1945, pola hubungan yang menerapkan prinsip

checks and balances melibatkan lembaga-lembaga tinggi negara yang

memiliki kekuasaan di bidang legislatif, eksekutif dan yudikatif. Lembaga-

lembaga tinggi negara tersebut yakni DPR, DPD, Presiden, MA dan MK,

serta Komisi Yudisial (KY).

16 Munir Fuady, Teori Negara Hukum Modern, (Bandung : PT Refika Aditama, 2009), h.

124-125.

Page 39: PENGANGKATAN PANGLIMA TINGGI MILITER DI INDONESIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33160/1/Rifqi... · AMERIKA SERIKAT: SEBUAH PERBANDINGAN . Skripsi . Diajukan

27

D. Check and Balances dalam Pengangkatan Panglima Tinggi Militer

Prinsip check and balances antara lembaga eksekutif yakni presiden

dan lembaga legislatif yaitu Senat Amerika Serikat dalam pengangkatan

pejabat-pejabat eksekutif jelas tertulis dalam Konstitusi Amerika Serikat Pasal

2 Ayat 2 yang berbunyi:

He shall have Power, by and with the Advice and

Consent of the Senate, to make Treaties, provided two thirds of

the Senators present concur; and he shall nominate, and by and

with the Advice and Consent of the Senate, shall appoint

Ambassadors, other public Ministers and Consuls, Judges of the

supreme Court, and all other Officers of the United States,

whose Appointments are not herein otherwise provided for, and

which shall be established by Law.

Dia akan memiliki Wewenang, oleh dan dengan Nasihat

dan Persetujuan Senat, untuk membuat Perjanjian, dibutuhkan

dua pertiga persetujuan Senator yang hadir; dan ia akan

mencalonkan, dan oleh dan dengan Nasihat dan Persetujuan

Senat, akan menunjuk Duta, Menteri lain dan Konsul, Hakim

Mahkamah Agung, dan semua petugas lainnya dari Amerika

Serikat, yang Jabatannya tidak ada dalam dokumen ini

sebaliknya disediakan, dan yang harus ditetapkan dengan

Undang-Undang.

Yang artinya Presiden Amerika Serikat akan mempunyai

Wewenang, oleh dan dengan Nasihat dan Persetujuan Senat, untuk

membuat Perjanjian, asal dua pertiga anggota Senat yang hadir setuju;

dan ia akan mencalonkan, atas dan dengan Nasihat dan Persetujuan

Senat, mengangkat Duta Besar, Duta-Duta lain dan Konsul, Hakim

Makamah Agung, dan semua pejabat lain Amerika Serikat, yang

pengangkatannya belum disebut didalam ayat tersebut, yang akan

Page 40: PENGANGKATAN PANGLIMA TINGGI MILITER DI INDONESIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33160/1/Rifqi... · AMERIKA SERIKAT: SEBUAH PERBANDINGAN . Skripsi . Diajukan

28

ditentukan dengan Undang-Undang. Seperti pengangkatan panglima

tinggi militernya yaang dimuat dalam United States Code Bab 10 Ayat

152 butir a poin 1 tentang Ketua: Pengangkatan, Tingkat dan Pangkat.

Hal ini membuktikan bahwa dengan adanya persetujan maka

bertujuan untuk membatasi kekuasaan serta tindakan presiden agar

tidak terjadi abuse of power. Seperti halnya di Indonesia yang sama-

sama menerapkan prinsip check and balances dalam hal pengangkatan

panglima tinggi militernya. Di Indonesia sendiri, prinsip ini tidak

dituangkan secara eksplisit dalam konstitusi, namun dijelaskan dalam

peraturan perundang-undangan dibawahnya yaitu pada pasal 13 ayat 2

UU TNI.17

17

Pasal 13 Ayat 2 UU TNI berbunyi “Panglima sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

diangkat dan diberhentikan oleh Presiden setelah mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.”

Page 41: PENGANGKATAN PANGLIMA TINGGI MILITER DI INDONESIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33160/1/Rifqi... · AMERIKA SERIKAT: SEBUAH PERBANDINGAN . Skripsi . Diajukan

29

BAB III

MEKANISME PENGANGKATAN PANGLIMA TINGGI MILITER DI

INDONESIA DAN AMERIKA SERIKAT

A. Tentara Nasional Indonesia

TNI adalah angkatan bersenjata milik Negara Indonesia. TNI terdiri

dari tiga angkatan bersenjata, yaitu TNI Angkatan Darat, TNI Angkatan Laut,

dan TNI Angkatan Udara. TNI dipimpin oleh seorang Panglima TNI,

sedangkan masing-masing angkatan dipimpin oleh seorang Kepala Staf

Angkatan. Perubahan UUD 1945 mengenai TNI, sebagaimana tercantum

dalam Pasal 30. Dalam pasal ini ditentukan dengan jelas mengenai perbedaan

tugas dan kewenangan masing-masing untuk menjamin perwujudan

demokrasi dan tegaknya rule of law. Pasal ini berbunyi, “Tiap-tiap warga

negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan

negara.”

Adapun Pasal 30 ayat (2) menentukan bahwa “Usaha pertahanan dan

keamanan rakyat semesta oleh Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian

Negara Republik Indonesia, sebagai kekuatan utama, dan rakyat sebagai

kekuatan pendukung”.1 Sementara itu, dalam ayat (3) Pasal 30 berbunyi,

“Tentara Nasional Indonesia terdiri atas Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan

1

Jimly Asshiddiqie, Sengketa Kewenangan Konstitusional Lembaga Negara, (Jakarta :

Konstitusi Press, 2006), h. 120.

Page 42: PENGANGKATAN PANGLIMA TINGGI MILITER DI INDONESIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33160/1/Rifqi... · AMERIKA SERIKAT: SEBUAH PERBANDINGAN . Skripsi . Diajukan

29

BAB III

MEKANISME PENGANGKATAN PANGLIMA TINGGI MILITER DI

INDONESIA DAN AMERIKA SERIKAT

A. Tentara Nasional Indonesia

TNI adalah angkatan bersenjata milik Negara Indonesia. TNI terdiri

dari tiga angkatan bersenjata, yaitu TNI Angkatan Darat, TNI Angkatan Laut,

dan TNI Angkatan Udara. TNI dipimpin oleh seorang Panglima TNI,

sedangkan masing-masing angkatan dipimpin oleh seorang Kepala Staf

Angkatan. Perubahan UUD 1945 mengenai TNI, sebagaimana tercantum

dalam Pasal 30. Dalam pasal ini ditentukan dengan jelas mengenai perbedaan

tugas dan kewenangan masing-masing untuk menjamin perwujudan

demokrasi dan tegaknya rule of law. Pasal ini berbunyi, “Tiap-tiap warga

negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan

negara.”

Adapun Pasal 30 ayat (2) menentukan bahwa “Usaha pertahanan dan

keamanan rakyat semesta oleh Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian

Negara Republik Indonesia, sebagai kekuatan utama, dan rakyat sebagai

kekuatan pendukung”.1 Sementara itu, dalam ayat (3) Pasal 30 berbunyi,

“Tentara Nasional Indonesia terdiri atas Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan

1

Jimly Asshiddiqie, Sengketa Kewenangan Konstitusional Lembaga Negara, (Jakarta :

Konstitusi Press, 2006), h. 120.

Page 43: PENGANGKATAN PANGLIMA TINGGI MILITER DI INDONESIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33160/1/Rifqi... · AMERIKA SERIKAT: SEBUAH PERBANDINGAN . Skripsi . Diajukan

30

Angkatan Udara sebagai alat negara bertugas mempertahankan, melindungi,

dan memelihara keutuhan dan kedaulatan negara.”.2

Sesudah reformasi nasional, diadakan pemisahan yang tegas antara

kedudukan dan peran TNI dan Polisi Republik Indonesia (POLRI) sebagai

bagian dari ABRI ditiadakan. Pemisahan tersebut ditetapkan dengan

Ketetapan MPR No. VI/MPR/2000 tentang Pemisahan TNI dan POLRI, serta

Ketetapan MPR No. VII/MPR/2000 tentang Peran TNI dan Peran POLRI.

Berdasarkan hal itu, pada tahun 2002 diundangkan UU No. 2 Tahun 2002

tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan juga UU No. 3 Tahun

2002 tentang Pertahanan Negara.

Selanjutnya, pada tahun 2004 dibentuk pula UU TNI (UU No.34

Tahun 2004). Rancangan UU TNI itu disetujui bersama oleh DPR dan

Presiden dan pada rapat paripurna DPR 30 September 2004. Berdasarkan UU

TNI ini, jelas ditentukan bahwa TNI terdiri atas Angkatan Darat, Angkatan

Laut, dan Angkatan Udara. Masing-masing angkatan dipimpin oleh Kepala

Staf Angkatan.

Sesuai ketentuan Pasal 2 UU TNI tersebut, TNI adalah :

1. Tentara Rakyat, yaitu tentara yang anggotanya berasal dari

warga negara indonesia;

2. Tentara Pejuang, yaitu tentara yang berjuang menegakkan

Negara Kesatuan Republik Indonesia dan tidak mengenal

menyerah dalam melaksanakan dan menyelesaikan tugasnya;

2 Ni’Matul Huda, Hukum Tata Negara Indonesia Edisi Revisi, (Jakarta : Raja Grafindo

Persada, 2005), h. 252.

Page 44: PENGANGKATAN PANGLIMA TINGGI MILITER DI INDONESIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33160/1/Rifqi... · AMERIKA SERIKAT: SEBUAH PERBANDINGAN . Skripsi . Diajukan

31

3. Tentara Nasional, yaitu tentara kebangsaan indonesia yang

bertugas demi kepentingan negara di atas kepentingan

daerah, suku, ras, dan golongan agama;

4. Tentara Profesional, yaitu tentara yang terlatih, terdidik,

diperlengkapi secara baik, tidak berpolitik praktis, tidak

berbisnis, dan dijamin kesejahteraannya. serta mengikuti

kebijakan politik negara yang menganut prinsip demokrasi,

supremasi sipil, hak asasi manusia, ketentuan hukum

nasional, dan hukum internasional yang telah diratifikasi.3

Menurut UU TNI, dalam pengarahan dan penggunaan kekuatan

militer, TNI berkedudukan di bawah Presiden. Dalam kebijakan dan strategi

pertahanan serta dukungan administrasi, TNI dibawah koordinasi Departemen

Pertahanan.

TNI berperan sebagai alat negara di bidang pertahanan yang dalam

menjalankan tugasnya berdasarkan kebijakan dan keputusan politik negara.

Tugas pokok TNI sebagaimana disebutkan dalam Pasal 7 adalah menegakkan

kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah Negara Kesatuan

Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, serta

melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman

dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara.4

3

Jimly Asshiddiqie, Sengketa Kewenangan Konstitusional Lembaga Negara, (Jakarta :

Konstitusi Press, 2006), h. 122. 4

Jimly Asshiddiqie, Sengketa Kewenangan Konstitusional Lembaga Negara, (Jakarta :

Konstitusi Press, 2006), h. 254.

Page 45: PENGANGKATAN PANGLIMA TINGGI MILITER DI INDONESIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33160/1/Rifqi... · AMERIKA SERIKAT: SEBUAH PERBANDINGAN . Skripsi . Diajukan

32

B. The Joint Chiefs of Staff United States (Gabungan Kepala Staf Amerika

Serikat)

The Joint Chiefs of Staff (Gabungan Kepala Staf) atau biasa disingkat

JCS adalah badan pimpinan perwira militer senior di Departemen Pertahanan

Amerika Serikat yang menjadi penasihat Menteri Pertahanan, Dewan

Keamanan Dalam Negeri, Dewan Keamanan Nasional dan Presiden Amerika

Serikat pada masalah-masalah militer.

Komposisi Gabungan Kepala Staf ini diatur oleh Bab 10 Ayat 151

tentang Gabungan Kepala Staf: Komposisi dan Fungsi yang terdiri dari Ketua

Gabungan Kepala Staf5, Wakil Ketua Gabungan Kepala Staf

6 , Kepala Staf

Angkatan Darat, Kepala Staf Angkatan Laut, Kepala Staf Angkatan Udara,

Komandan Korps Marinir, dan Kepala Biro Garda Nasional. Semua anggota

tersebut ditunjuk oleh Presiden setelah mendapat konfirmasi dari Senat

Amerika Serikat. Komandan Penjaga Pantai tidak termasuk kedalam

Gabungan Kepala Staf karena Penjaga Pantai normalnya berada di bawah

Departemen Keamanan Dalam Negeri, sementara empat cabang angkatan

yang lain berada di bawah Departemen Pertahanan. Namun penjaga pantai

adalah salah satu kecabangan militer dari Angkatan Bersenjata Amerika dan

dapat beroperasi di bawah Departemen Angkatan Laut selama masa perang.

5 Ketua Gabungan Kepala Staf biasa disebut The Chairman of the Joint Chiefs of Staff (CJCS)

atau disingkat The Chairman. 6 Wakil Ketua Gabungan Kepala Staf biasa disebut The Vice Chairman of the Joint Chiefs of

Staff (VJCS)

Page 46: PENGANGKATAN PANGLIMA TINGGI MILITER DI INDONESIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33160/1/Rifqi... · AMERIKA SERIKAT: SEBUAH PERBANDINGAN . Skripsi . Diajukan

33

Namun Komandan Penjaga Pantai kadang-kadang diundang oleh ketua untuk

menghadiri pertemuan Gabungan Kepala Staf.7

Gabungan Kepala Staf Amerika Serikat memiliki tugas berdasarkan

The National Security Act of 1947 Ayat 211 Pasal 2, yaitu:

1. Untuk mempersiapkan rencana strategis dan menyediakan

arahan strategis untuk pasukan militer;

2. Untuk mempersiapkan rencana logistik dan menentukan

tanggung jawab logistik sesuai dengan rencana tersebut

kepada pasukan militer;

3. Untuk membangun komando terpadu di daerah yang strategis

ketika dibutuhkan dalam kepentingan keamanan nasional;

4. Merumuskan kebijakan untuk pelatihan bersama pasukan

militer;

5. Merumuskan kebijakan untuk mengkoordinasikan pendidikan

anggota pasukan militer;

6. Untuk meninjau kebutuhan materi dan personil dari pasukan

militer, sesuai dengan rencana strategis dan logistik; dan

7. Untuk memberikan Amerika Serikat representasi dari Komite

Staf Militer PBB sesuai dengan ketentuan Piagam PBB.

Gabungan Kepala Staf Amerika Serikat dipimpin oleh seorang Ketua

Gabungan Kepala Staf yang merupakan perwira militer tertinggi di Angkatan

Bersenjata Amerika. Ketua Gabungan Kepala Staf merupakan penasihat

militer utama Presiden Amerika Serikat, Dewan Keamanan Nasional, Dewan

Keamanan dalam Negeri, dan Menteri Pertahanan.8

Walaupun Ketua Kepala Staf Gabungan secara hirarki berada di atas

semua perwira lainnya, dia tidak memiliki kewenangan komando operasional

7 Dikutip dari Wikipedia

(https://id.wikipedia.org/wiki/Ketua_Kepala_Staf_Gabungan_Amerika_Serikat) yang diakses pada

tanggal 7 September 2016 8 Dikutip dari Wikipedia

(https://id.wikipedia.org/wiki/Ketua_Kepala_Staf_Gabungan_Amerika_Serikat) yang diakses pada

tanggal 7 September 2016.

Page 47: PENGANGKATAN PANGLIMA TINGGI MILITER DI INDONESIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33160/1/Rifqi... · AMERIKA SERIKAT: SEBUAH PERBANDINGAN . Skripsi . Diajukan

34

atas angkatan bersenjata. Namun ketua gabungan dapat membantu Presiden

dan Menteri Pertahanan dalam melaksanakan fungsi komando mereka. 9

Ketua Gabungan Kepala Staf memimpin pertemuan dan

mengkoordinasikan upaya Kepala Staf Gabungan, yang terdiri dari ketua,

Wakil Ketua Kepala Staf Gabungan, Kepala Staf Angkatan Darat, Kepala Staf

Angkatan Laut, Kepala Staf Angkatan Udara, Komandan Korps Marinir, dan

Kepala Biro Garda Nasional. Gabungan Kepala Staf memiliki kantor di

Pentagon.

Semua cabang angkatan bekerja sama dalam operasi dan misi

gabungan, di bawah sebuah Komando Tempur Terpadu (Unified Combatant

Command), di bawah otoritas Menteri Pertahanan dengan pengecualian

Penjaga Pantai (The United States Coast Guard), yang berada di bawah

administrasi Departemen Keamanan Dalam Negeri dan menerima perintah

operasional dari Menteri Keamanan Dalam Negeri.10

C. Mekanisme Pengangkatan Panglima Tinggi Militer di Indonesia

Proses pengangkatan suatu jabatan dalam sebuah pemerintahan tidak

terlepas dari adanya mekanisme yang harus dijalani. Pengangkatan panglima

tinggi militer di Indonesia yang lebih dikenal dengan Panglima TNI memiliki

9 Dikutip dari Wikipedia

(https://id.wikipedia.org/wiki/Ketua_Kepala_Staf_Gabungan_Amerika_Serikat) yang diakses pada

tanggal 7 September 2016. 10

Dikutip dan ditranslate dari Wikipedia

(https://en.wikipedia.org/wiki/Joint_Chiefs_of_Staff) yang diakses pada tanggal 7 September 2016.

Page 48: PENGANGKATAN PANGLIMA TINGGI MILITER DI INDONESIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33160/1/Rifqi... · AMERIKA SERIKAT: SEBUAH PERBANDINGAN . Skripsi . Diajukan

35

alur yang sedikit rumit. Sesuai dengan pasal 13 ayat 2 UU TNI11

, DPR berhak

ikut andil dalam pengangkatan Panglima TNI sesuai dengan prinsip Check

and Balances yang di tuangkan dalam Pasal 71 Ayat b Undang-Undang

Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan

Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan

Rakyat Daerah (Undang-Undang Susduk) yaitu memberikan persetujuan atau

tidak memberikan persetujuan terhadap peraturan pemerintah pengganti

undang-undang yang diajukan oleh Presiden untuk menjadi undang-undang.

Sebelum mengangkat seorang panglima, presiden terlebih dahulu

mengusulkan satu orang calon panglima untuk mendapat persetujuan DPR.

Beni Sukadis menambahkan bahwa presiden memilih beberapa calon dari

setiap angkatan berdasarkan rekomendasi Dewan Kepangkatan dan Jabatan

Tinggi (Wanjakti) TNI yang dipertimbangkan sesuai kemampuan dan

kepentingan presiden.12

Calon panglima tinggi aktif adalah perwira tinggi

berbintang empat dengan pangkat Jenderal, Laksamana atau Marsekal yang

pernah atau sedang menjabat sebagai Kepala Staf Angkatan. Untuk lebih

mudahnya kita dapat melihat diagram dibawah:

11

Pasal 13 Ayat 2 UU TNI berbunyi “Panglima sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

diangkat dan diberhentikan oleh Presiden setelah mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.” 12

Wawancara penulis dengan Beni Sukadis, Koordinator Program LESPERSSI (Lembaga

Studi Pertahanan dan Studi Strategis Indonesia) pada tanggal 8 September 2016 Jam 15.00 WIB

dikantor LESPERSSI.

Page 49: PENGANGKATAN PANGLIMA TINGGI MILITER DI INDONESIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33160/1/Rifqi... · AMERIKA SERIKAT: SEBUAH PERBANDINGAN . Skripsi . Diajukan

36

Persetujuan DPR terhadap calon panglima yang dipilih oleh presiden,

disampaikan paling lambat 20 (dua puluh) hari tidak termasuk masa reses,

yang terhitung sejak permohonan persetujuan calon panglima diterima oleh

DPR. Selanjutnya Komisi I DPR mengadakan fit and proper test kepada calon

panglima yang diusulkan oleh presiden, setelah itu akan dibawa kedalam

sidang paripurna DPR, melalui aklamasi terhadap anggota sidang dan jika

disetujui maka akan diserahkan kembali ke presiden untuk dilantik.

Namun, jika DPR tidak menyetujui calon panglima yang diusulkan

oleh presiden, maka presiden mengusulkan satu orang calon lain sebagai

pengganti. Apabila DPR tidak menyetujui calon panglima yang diusulkan

oleh presiden, DPR memberikan alasan tertulis yang menjelaskan

ketidaksetujuannya. Jika dalam hal ini DPR tidak memberikan jawaban

mengenai ketidaksetujuannya atas calon usulan presiden, maka DPR dianggap

telah menyetujui, selanjutnya Presiden berwenang mengangkat panglima baru

dan memberhentikan panglima lama. Mengenai hal tersebut Beni Sukadis,

Page 50: PENGANGKATAN PANGLIMA TINGGI MILITER DI INDONESIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33160/1/Rifqi... · AMERIKA SERIKAT: SEBUAH PERBANDINGAN . Skripsi . Diajukan

37

Koordinator LESPERSSI berpendapat hingga saat ini tidak ada penolakan

terhadap usulan calon dari presiden oleh DPR, karena menurutnya fit and

proper test hanya sebatas formalitas dari DPR yang artinya pasti disetujui

oleh DPR.13

D. Mekanisme Pengangkatan Panglima Tinggi Militer di Amerika Serikat

Dalam mekanisme pengangkatan panglima tinggi militer di Amerika

Serikat, di atur dalam United States Code Bab 10 Ayat 152 butir a poin 1

tentang Ketua: Pengangkatan, Tingkat dan Pangkat yang berbunyi:

There is a Chairman of the Joint Chiefs of Staff,

appointed by the President, by and with the advice and consent

of the Senate, from the officers of the regular components of the

armed forces. The Chairman serves at the pleasure of the

President for a term of two years, beginning on October 1 of

odd-numbered years.

Terdapat Ketua Kepala Staf Gabungan, diangkat oleh

Presiden, oleh dan dengan saran dan persetujuan dari Senat,

berdasarkan perwira tetap dari anggota angkatan bersenjata.

Ketua bertugas kepada Presiden untuk masa jabatan dua tahun,

dimulai pada tanggal 1 Oktober tahun ganjil.

Bahwa dalam undang-undang tersebut disebutkan bahwa seorang

panglima tinggi militer dipilih oleh presiden setiap 2 tahun sekali dengan

persetujuan dan saran dari Senat Amerika Serikat dan mengemban tugas sejak

1 Oktober dan dapat di tunjuk untuk kedua kalinya.

13

Wawancara penulis dengan Beni Sukadis, Koordinator Program LESPERSSI (Lembaga

Studi Pertahanan dan Studi Strategis Indonesia) pada tanggal 8 September 2016 Jam 15.00 WIB

dikantor LESPERSSI.

Page 51: PENGANGKATAN PANGLIMA TINGGI MILITER DI INDONESIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33160/1/Rifqi... · AMERIKA SERIKAT: SEBUAH PERBANDINGAN . Skripsi . Diajukan

38

Berbeda dengan Indonesia yang menyerahkan wewenang kepada

“wakil rakyat”, di Amerika Serikat seorang panglima tinggi militer atau biasa

disebut Ketua Kepala Staf Gabungan Amerika Serikat (Chairman of the Joint

Chiefs of Staff) ditunjuk oleh presiden yang selanjutnya kepada “wakil

daerah” yaitu Senat Amerika Serikat (The United States Senate) untuk

memberikan saran dan persetujuan.

Ketua Kepala Staf Gabungan Amerika Serikat resmi menjabat sebagai

panglima tinggi militer ketika diangkat pada 1 Oktober tahun ganjil pada

periode Presiden menjabat. Seorang Ketua Kepala Staf Gabungan dapat

menjabat selama 6 tahun dan dapat diperpanjang selama 8 tahun serta dapat

diangkat kembali untuk kedua kalinya oleh presiden jika untuk kepentingan

nasional serta tidak ada batas periode ketika dalam keadaan perang.14

Jika seorang Ketua Kepala Staf Gabungan Amerika Serikat

meninggal, pensiun, mengundurkan diri sebelum habis masa jabatannya,

maka seorang yang menggantikan posisinya melanjutkan sisa masa

jabatannya sesuai dengan United States Code Bab 10 Ayat 152 butir a poin 2

tentang Ketua: Pengangkatan, Tingkat dan Pangkat.

Di Amerika Serikat, dalam memilih calon Ketua Kepala Staf

Gabungan, Presiden harus melihat beberapa kriteria-kriteria yang diatur dalam

14

Dikutip dan ditranslate dari Wikipedia

(https://en.wikipedia.org/wiki/Chairman_of_the_Joint_Chiefs_of_Staff) yang diakses pada tanggal 7

September 2016.

Page 52: PENGANGKATAN PANGLIMA TINGGI MILITER DI INDONESIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33160/1/Rifqi... · AMERIKA SERIKAT: SEBUAH PERBANDINGAN . Skripsi . Diajukan

39

United States Code Bab 10 Ayat 152 butir b poin 2 tentang Ketua:

Pengangkatan, Tingkat dan Pangkat, yaitu:

1. Diangkat karena sebelumnya menjabat sebagai Wakil Ketua Kepala

Staf Gabungan Amerika Serikat (Vice Chairman of the Joint Chiefs

of Staff), atau

2. Menjabat sebagai Kepala Staf Angkatan Darat, Kepala Operasi

Angkatan Laut, Kepala Staf Angkatan Udara, Komandan Korps

Marinir atau Komandan Tempur Khusus.

3. Memiliki pangkat bintang 4 atau biasa disebut Jenderal15

4. Ketua dan Wakil Ketua Staf Gabungan Amerika Serikat bukan dari

cabang angkatan bersenjata yang sama.16

15

Di Amerika Serikat penyebutan Jenderal di bagi 2 yaitu, General untuk United States Army,

United States Marine Corps, United States Air Force dan Admiral untuk United States Navy 16

Dikutip dan ditranslate dari Wikipedia

(https://en.wikipedia.org/wiki/Chairman_of_the_Joint_Chiefs_of_Staff) yang diakses pada tanggal 7

September 2016.

Page 53: PENGANGKATAN PANGLIMA TINGGI MILITER DI INDONESIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33160/1/Rifqi... · AMERIKA SERIKAT: SEBUAH PERBANDINGAN . Skripsi . Diajukan

40

BAB IV

ANALISIS PENGANGKATAN PANGLIMA TINGGI MILITER DI

INDONESIA DAN AMERIKA SERIKAT

A. Implementasi Pengangkatan Panglima Tinggi Militer di Indonesia dan

Amerika Serikat

Sesuai dengan apa yang dipaparkan pada Bab III tentang mekanisme

pengangkatan panglima tinggi militer di Indonesia dan Amerika Serikat,

prosedur pengangkatan panglima tinggi militer dikedua negara sudah sesuai

dengan apa yang diatur dalam undang-undang dimasing-masing negara.

Begitupun menurut Beni Sukadis selaku Koordinator Program LESPERSSI

(Lembaga Studi Pertahanan dan Studi Strategis Indonesia) berdasarkan

wawancara pada tanggal 8 September 2016, yaitu:

“Jika dilihat UU TNI pasal 13 tentang pengangkatan panglima

TNI, menurut saya sesuai dengan apa yang diundang-undang, masih

berjalan secara normal. Saya lihat belum melihat kekurangan, masalah

yang sebenarnya menurut saya di fit and proper test itu hanya sebatas

formalitas karena pertanyaan-pertanyaan yang diajukan ke calon

panglima belum ada yang kritis. Kalau bicara soal pemutaran panglima

TNI disetiap angkatan itu kembali lagi ke hak prerogatif presiden.

Menurut saya yang perlu dijelaskan secara eksplisit di dalam undang-

undang adalah mengenai pengalaman calon panglima TNI.”

Meskipun dalam beberapa hal, Implementasi pengangkatan panglima

tinggi militer di kedua negara dipengaruhi oleh hak prerogatif presiden yang

membuat mekanisme pengangkatan panglima tinggi militer keluar dari

prosedur yang tertulis diundang-undang, contohnya di Indonesia, pada tahun

Page 54: PENGANGKATAN PANGLIMA TINGGI MILITER DI INDONESIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33160/1/Rifqi... · AMERIKA SERIKAT: SEBUAH PERBANDINGAN . Skripsi . Diajukan

41

2015 Presiden Jokowi Dodo memilih Jenderal TNI Gatot Nurmantyo sebagai

Panglima TNI yang menggantikan Jendral Moeldoko.

Pada saat itu seharusnya adalah „jatah‟ Angkatan Udara. Dengan

diangkatnya Jendral Nurmantyo, Angkatan Udara sudah dua kali kehilangan

jatahnya menjadi Panglima TNI. Pertama ketika Panglima TNI Jendral Djoko

Santoso pensiun. Namun pada saat itu Presiden Yudhoyono memilih KASAD

(Kepala Staf Angkatan Darat) Jendral Moeldoko dari pada KSAU (Kepala

Staf Angkatan Udara) Marsekal Ida Bagus Putu Dunia untuk memimpin TNI

pada tahun 2013.1

Jika ditelisik berdasarkan Pasal 13 Ayat 4 UU TNI menyebutkan

bahwa “Jabatan Panglima sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dijabat

secara bergantian oleh Perwira Tinggi aktif dari tiap-tiap Angkatan yang

sedang atau pernah menjabat sebagai Kepala Staf Angkatan.”, Menurut

penulis presiden mengabaikan pasal tersebut dan bertentangan dengan pasal

tersebut. Namun, menurut Beni Sukadis hal ini tidak bertentangan dengan

undang-undang karena adanya kepentingan subyektif dari seorang presiden.2

1

Dikutip dari Indoprogress (http://indoprogress.com/2015/07/jokowi-dan-jenderal-

jenderalnya/) yang diakses pada tanggal 20 September 2016. 2 Wawancara penulis dengan Beni Sukadis, Koordinator Program LESPERSSI (Lembaga

Studi Pertahanan dan Studi Strategis Indonesia) pada pada tanggal 8 September 2016 Jam 15.00 WIB

dikantor LESPERSSI.

Page 55: PENGANGKATAN PANGLIMA TINGGI MILITER DI INDONESIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33160/1/Rifqi... · AMERIKA SERIKAT: SEBUAH PERBANDINGAN . Skripsi . Diajukan

42

Hal ini juga pernah beberapa kali diabaikan oleh Presiden Amerika

Serikat dalam memilih The Chairman of the Joint Chiefs of Staff (Ketua

Kepala Staf Gabungan) pada pengangkatan Jenderal Hugh Shelton yang

menggantikan Jenderal John Shalikashvili pada tahun 1997 di kepemimpinan

Bill Clinton, dimana saat itu Bill Clinton memilih dua kali Ketua Kepala Staf

Gabungan dari angkatan yang sama.3

Namun, di kedua negara belum pernah terjadi abuse of power dari

seorang presiden dalam hal pengangkatan panglima tinggi militernya

dikarenakan adanya prinsip check and balances antara lembaga eksekutif dan

legislatif, membuat presiden kedua negara tersebut harus meminta persetujuan

kepada badan legislatif.

B. Persamaan dan Perbedaan antara Kedua Negara dalam Hal

Pengangkatan Panglima Tinggi Militer

Indonesia dan Amerika Serikat merupakan negara dengan bentuk

pemerintahan republik yang sama-sama mengedepankan prinsip demokrasi,

namun dalam hal pengangkatan panglima tingginya memiliki masing-masing

cara dan mekanisme.

Setelah pembahasan di Bab III tentang mekanisme pengangkatan

panglima tinggi militer di kedua negara, Penulis melihat adanya kesamaan

3 Dikutip dan ditranslate dari Wikipedia

(https://en.wikipedia.org/wiki/Chairman_of_the_Joint_Chiefs_of_Staff) yang diakses pada tanggal 7

September 2016.

Page 56: PENGANGKATAN PANGLIMA TINGGI MILITER DI INDONESIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33160/1/Rifqi... · AMERIKA SERIKAT: SEBUAH PERBANDINGAN . Skripsi . Diajukan

43

dalam hal pengangkatan panglima tinggi militer antara Amerika Serikat dan

Indonesia, tapi memiliki juga beberapa aspek yang membedakan mekanisme

diantara kedua negara tersebut. Untuk memudahkan pembaca mengetahui

persamaan dan perbedaan sekaligus, maka dari itu penulis menuangkan

kedalam satu tabel, sebagai berikut:

Persamaan Perbedaan

Presiden kedua negara sama-sama

membutuhkan persetujuan lembaga

legislatif

Presiden Amerika Serikat meminta

persetujuan Senat Amerika Serikat

(Perwakilan Daerah), Sedangkan

Presiden Indonesia meminta

persetujuan DPR (Perwakilan

Rakyat)

Panglima tinggi militer kedua negara

dipilih karena pernah atau sedang

menjabat sebagai Kepala Staf

Angkatan

Masa jabatan Panglima Tinggi

Militer di Indonesia 3 tahun,

sedangkan di Amerika Serikat 1

Periode (2 Tahun) Dapat

diperpanjang sampai 6 tahun

Panglima tinggi militer kedua negara

merupakan perwira bintang 4

(Jendral)

Panglima tinggi militer Amerika

Serikat memiliki Wakil namun tidak

dengan Panglima tinggi militer

Indonesia

Panglima tinggi militer kedua negara

diangkat bergilir dari setiap Angkatan

Bersenjata4

Panglima tinggi militer Di Amerika

serikat dipillih berdasarkan 5

cabang Angkatan Bersenjata, di

Indonesia hanya dari 3 cabang

Angkatan Bersenjata

Dari persamaan dan perbedaan yang telah dipaparkan diatas, jika

dilihat lebih kedalam berdasarkan masing-masing peraturan yang berlaku di

4 Hal ini bisa diabaikan karena alasan hak prerogatif presiden dalam memilih panglimanya.

Page 57: PENGANGKATAN PANGLIMA TINGGI MILITER DI INDONESIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33160/1/Rifqi... · AMERIKA SERIKAT: SEBUAH PERBANDINGAN . Skripsi . Diajukan

44

kedua negara, Amerika Serikat lebih menjelaskan secara eksplisit mekanisme

pengangkatan panglima tinggi militer dalam United States Code dari pada

Indonesia yang menjelaskan secara singkat tentang pengangkatan

panglimanya dalam UU TNI. Hal ini terbukti pada tidak tercantumnya masa

jabatan dan kriteria Panglima TNI dalam UU TNI.

C. Kelebihan dan Kekurangan antara Kedua Negara Dalam Hal

Pengangkatan Panglima Tinggi Militer.

Berbicara kelebihan dan kekurangan antara kedua negara haruslah

menganalisis perbedaan mekanisme pengangkatan di dalam dua negara

tersebut berdasarkan perbedaan yang telah penulis paparkan di Bab IV poin

A.

Melihat bentuk negara Amerika Serikat yang merupakan negara

serikat (federasi) membuat perbedaan yang cukup jauh dengan Indonesia yang

merupakan bentuk negara kesatuan dari segi “check and balances”, dimana

Amerika Serikat dalam konstitusinya memberikan fungsi unik kepada Senat

Amerika Serikat (United States Senate) agar ada kesetimbangan kekuasaan

dengan setiap unsur di bawah pemerintah federal.

Berdasarkan Pasal 2 Ayat 2 Konstitusi Amerika Serikat, Senat

berfungsi meratifikasi setiap perjanjian internasional yang dibuat oleh

pemerintah federal dan juga memberi “restu” (advice and consent) usulan

presiden untuk pengangkatan anggota kabinet, pejabat militer, serta pejabat

Page 58: PENGANGKATAN PANGLIMA TINGGI MILITER DI INDONESIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33160/1/Rifqi... · AMERIKA SERIKAT: SEBUAH PERBANDINGAN . Skripsi . Diajukan

45

federal lainnya yang keputusannya berdampak bagi banyak orang dan

kehidupan negara.

Konstitusi AS tidak memberi fungsi unik ini kepada DPR Amerika

Serikat (The House of Representatives). Alasannya adalah untuk menjaga

kewibawaan sistem presidensiil. Senat Amerika Serikat beranggota 100 orang

dari 50 negara bagian. Setiap negara bagian diwakili oleh dua orang senator

berdasarkan Pasal 1 Ayat 3 Konstitusi Amerika Serikat yang berbunyi “Senat

Amerika Serikat akan terdiri dari dua Senator dari setiap Negara Bagian, yang

dipilih oleh Badan Legislatif Negara Bagian tersebut, untuk enam tahun; dan

masing masing Senator akan memiliki satu suara.”.

Sementara itu DPR beranggotakan 435 orang yang mewakili distrik-

distrik di wilayah AS.5 Berdasarkan hal tersebut Beni Sukadis berpendapat

bahwa, Di Amerika Serikat kewenangan Senat Amerika Serikat lebih kuat

dibandingkan kewenangan DPR Amerika Serikat dikarenakan Senat Amerika

Serikat merupakan Majelis Tinggi sedangkan DPR Amerika Serikat adalah

Majelis Rendah.6

Menurut kacamata penulis perwakilan distrik (yang merupakan wakil

dari partai politik) “hanya” dipilih berdasarkan popularitas. Berbeda dari

5

Dikutip dari Kompasiana (http://www.kompasiana.com/efrondp/pengangkatan-panglima-

tni-perlukah-persetujuan-dpr_54f903b8a33311ce308b4a63) yang diakses pada tanggal 20 September

2016. 6 Wawancara penulis dengan Beni Sukadis, Koordinator Program LESPERSSI (Lembaga

Studi Pertahanan dan Studi Strategis Indonesia) pada tanggal 8 September 2016 Jam 15.00 WIB

dikantor LESPERSSI.

Page 59: PENGANGKATAN PANGLIMA TINGGI MILITER DI INDONESIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33160/1/Rifqi... · AMERIKA SERIKAT: SEBUAH PERBANDINGAN . Skripsi . Diajukan

46

senator yang ditentukan dan dipilih hanya dua orang dengan cakupan wilayah

yang sangat luas, yakni negara bagian, yang membuat kompetisi para calon

senator sangat ketat, sehingga pemilihan anggota Senat Amerika Serikat dan

DPR Amerika Serikat sangat berbeda, perbedaan tersebutlah yang nantinya

mempengaruhi kualitas calon panglima militer yang terpilih.

Berbeda dengan Indonesia, yang menyerahkan fungsi tersebut ke DPR

bukan ke DPD, berdasarkan Pasal 5 Ayat 1 UUD 1945 yaitu “Presiden

memegang kekuasaan membentuk undang-undang dengan persetujuan Dewan

Perwakilan Rakyat.”. Jika di Amerika Serikat yang lebih kuat adalah Senat

Amerika Serikat dibandingkan DPR Amerika Serikat, justru di Indonesia

sebaliknya. DPR merupakan majelis tinggi yang sudah ada sejak 1950-an

sedangkan DPD baru lahir pada tahun 2004, hal itulah yang membuat

kewenangan DPR yang begitu besar dibandingkan DPD.

Seorang calon panglima tinggi militer menjalani fit and proper test di

DPR melalui Komisi I yang hanya berjumlah 52 orang.7 Namun begitu,

proses fit and proper test yang dilakukan di DPR berjalan sangat singkat,

contohnya pada saat pengujian Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo

berlangsung 5 jam pada pertengahan tahun 2015 berdasarkan berita Tempo8

7

Dikutip dari Website DPR (http://www.dpr.go.id/akd/index/id/Tentang-Komisi-I) yang

diakses pada tanggal 20 September 2016. 8

Sumber berita dari Tempo (https://m.tempo.co/read/news/2015/07/01/078680206/dpr-

setujui-jenderal-gatot-jadi-panglima-tni).

Page 60: PENGANGKATAN PANGLIMA TINGGI MILITER DI INDONESIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33160/1/Rifqi... · AMERIKA SERIKAT: SEBUAH PERBANDINGAN . Skripsi . Diajukan

47

dan Suara9. Berdasarkan penjelasan Koordinator LESPERSSI, bahwa dalam

fit and proper test berlangsung 2-3 jam yang diisi dengan tanya jwab visi dan

misi calon Panglima TNI, menurutnya proses fit and proper test hanya sebatas

formalitas dari DPR saja, dan belum ada sejarahnya calon Panglima TNI

ditolak DPR.10

Jadi, menurut penulis dengan penempatan kewenangan dalam

persetujuan pengangkatan panglima tinggi militer di Indonesia kurang tepat

jika dilakukan oleh DPR.

Selanjutnya, di Indonesia seorang panglima tinggi militer tidak

memiliki wakil panglima yang nantinya berimbas ketika seorang panglima

meninggal dunia, mengundurkan diri atau diberhentikan secara tidak hormat

jika melakukan tindak pidana berat maka tidak ada wakil yang menggantikan

masa jabatannya dan hal ini lah yang menjadi kekurangan dalam mekanisme

pengangkatan panglima TNI yang tidak diatur dalam UU TNI.

Di sisi lain, Indonesia hanya memiliki tiga angkatan bersenjata sesuai

dengan Pasal 4 Ayat 1 UU TNI yang berbunyi “TNI terdiri atas TNI

Angkatan Darat, TNI Angkatan Laut, dan TNI Angkatan Udara yang

melaksanakan tugasnya secara matra atau gabungan di bawah pimpinan

Panglima.”. Berbeda dengan Amerika Serikat yang pemilihan Ketua

9

Sumber berita dari Suara (http://www.suara.com/news/2015/07/01/223056/diuji-5-jam-

calon-panglima-tni-pertanyaan-komisi-i-menggigit). 10

Wawancara penulis dengan Beni Sukadis, Koordinator Program LESPERSSI (Lembaga

Studi Pertahanan dan Studi Strategis Indonesia) pada tanggal 8 September 2016 Jam 15.00 WIB

dikantor LESPERSSI.

Page 61: PENGANGKATAN PANGLIMA TINGGI MILITER DI INDONESIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33160/1/Rifqi... · AMERIKA SERIKAT: SEBUAH PERBANDINGAN . Skripsi . Diajukan

48

Gabungan Kepala Staf berdasarkan lima cabang angkatan bersenjata yaitu

Kepala Staf Angkatan Darat, Kepala Staf Angkatan Laut, Kepala Staf

Angkatan Udara, Komandan Korps Marinir, dan Kepala Biro Garda Nasional

berdasarkan United States Code Bab 10 Ayat 151 tentang Gabungan Kepala

Staf: Komposisi dan Fungsi. Menurut penulis, ini sebuah kelebihan untuk

Indonesia karena panglima tinggi militer dipilih hanya dari tiga jenis cabang

yang memudahkan presiden dalam menentukan calon panglimanya.

Dalam sejarah The Joint Chiefs of Staff (Gabungan Kepala Staf),

seorang Ketua Gabungan Kepala Staf memiliki masa jabatan paling sedikit 2

tahun dan paling lama 6 tahun.11

Sedangkan di Indonesia pada era reformasi

sudah melantik 7 kali jendral bintang 4 untuk menjadi Panglima TNI, selama

itu juga seorang Panglima TNI memiliki masa jabatan rata-rata 3 tahun.

Berikut tabel daftar Panglima TNI era reformasi:

Daftar Panglima TNI era reformasi 12

Nama Mulai

Menjabat

Berhenti

Menjabat Angkatan Masa Jabatan

Laksamana

TNI

Widodo Adi

Sutjipto

26

Oktober 1999 7 Juni 2002

TNI

Angkatan

Laut

±3 Tahun

11

Berdasarkan data yang diperoleh dari Website resmi The Joint Chiefs of Staff

(http://www.jcs.mil/About/The-Joint-Staff/Chairman/) 12

Dikutip dari Wikipedia

(https://id.wikipedia.org/wiki/Panglima_Tentara_Nasional_Indonesia) yang diakses pada tanggal 20

September 2016.

Page 62: PENGANGKATAN PANGLIMA TINGGI MILITER DI INDONESIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33160/1/Rifqi... · AMERIKA SERIKAT: SEBUAH PERBANDINGAN . Skripsi . Diajukan

49

Jenderal TNI

Endriartono

Sutarto

7 Juni 2002 13

Februari 2006

TNI

Angkatan

Darat

Seharusnya pensiun tahun 2002 lalu

mendapat perpanjangan dinas mulai 1

Mei2002 hingga 30

April 2007 berdasarkan surat keputusan

nomor 1999/II/2002

Marsekal TNI

Djoko

Suyanto

13 Februari

2006

28 Desember

2007

TNI

Angkatan

Udara

±2 Tahun

Jenderal TNI

Djoko

Santoso

28 Desember

2007

28 September

2010

TNI

Angkatan

Darat

±3 Tahun

Laksamana

TNI

Agus

Suhartono

28 September

2010

30

Agustus 2013

TNI

Angkatan

Laut

±3 Tahun

Jenderal TNI

Moeldoko

30

Agustus 2013 8 Juli 2015

TNI

Angkatan

Darat

±2 Tahun

Jenderal TNI

Gatot

Nurmantyo

8 Juli 2015 Sekarang

TNI

Angkatan

Darat

Masih Menjabat

Dari tabel diatas bisa dilihat bahwa Indonesia memberikan Panglima

TNI masa jabatan selama 3 tahun. Penulis melihat adanya kekurangan dalam

mekanisme pengangkatan panglima tinggi militer di Indonesia dalam hal masa

jabatan yang yang lagi-lagi tidak diatur secara eksplisit dalam UU TNI.

Seperti yang sudah dijelaskan di Bab III bahwa di Amerika Serikat,

seorang panglima tinggi militer dapat menjabat selama 6 tahun dan dapat

Page 63: PENGANGKATAN PANGLIMA TINGGI MILITER DI INDONESIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33160/1/Rifqi... · AMERIKA SERIKAT: SEBUAH PERBANDINGAN . Skripsi . Diajukan

50

diperpanjang selama 8 tahun serta dapat diangkat kembali untuk kedua

kalinya oleh presiden jika untuk kepentingan nasional serta tidak ada batas

periode ketika dalam keadaan perang.13

Dalam UU TNI tidak ada penjelasan

antisipasi bagi Indonesia untuk situasi saat perang atau kepentingan nasional.

Sehingga, membuat Panglima TNI tidak efektif bekerja karena masa jabatan

yang sangat singkat dan juga memasung kesempatan tentara hebat untuk

memimpin TNI.

13

Dikutip dan ditranslate dari Wikipedia

(https://en.wikipedia.org/wiki/Chairman_of_the_Joint_Chiefs_of_Staff) yang diakses pada tanggal 7

September 2016.

Page 64: PENGANGKATAN PANGLIMA TINGGI MILITER DI INDONESIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33160/1/Rifqi... · AMERIKA SERIKAT: SEBUAH PERBANDINGAN . Skripsi . Diajukan

51

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Pengangkatan panglima tinggi militer dikedua negara merupakan hak

prerogatif presiden dalam sistem presidensiil yang sama-sama

mengedepankan prinsip demokrasi. Dalam hal pengangkatan panglima

tinggi militernya, kedua negara tersebut mengaturnya dalam undang-

undang dibawah konstitusi.

Mekanisme pengangkatan Panglima TNI yang diterapkan di

Indonesia tercantum dalam Undang-Undang No. 34 Tahun 2004

tentang Tentara Nasional Indonesia, begitu juga dengan mekanisme

pengangkatan Ketua Gabungan Kepala Staf di Amerika Serikat yang

tertuang dalam The United States Code (Act of August 10, 1956, 70A

Stat. 676).

2. Implementasi pengangkatan panglima tinggi militer di Indonesiadan

Amerika Serikat sudah sesuai sebagaimana prosedur yang tersirat

dalam undang-undang di kedua negara tersebut, meskipun terlihat

masih ada kekurangan-kekurangan seperti dalam perintah undang-

undang di kedua negara bahwa setiap tahun harus menggilir panglima

dari setiap angkatan bersenjata, namun kenyataannya hal ini masih

Page 65: PENGANGKATAN PANGLIMA TINGGI MILITER DI INDONESIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33160/1/Rifqi... · AMERIKA SERIKAT: SEBUAH PERBANDINGAN . Skripsi . Diajukan

52

dapat diabaikan oleh presiden di kedua negara berdasarkan hak

prerogatifnya.

Berdasarkan doktrin "Trias Politika" di kedua negara, belum

pernah terjadi abuse of power dari seorang presiden dalam hal

pengangkatan panglima tinggi militernya dikarenakan adanya prinsip

check and balances antara lembaga eksekutif dan legislatif, membuat

presiden kedua negara tersebut harus meminta persetujuan kepada

badan legislatif.

3. Pengangkatan panglima tinggi militer, kedua negara memiliki

persamaan dan perbedaan seperti presiden kedua negara sama-sama

membutuhkan persetujuan lembaga legislatif, Presiden Amerika

Serikat meminta persetujuan Senat Amerika Serikat (Perwakilan

Daerah), sedangkan Presiden Indonesia meminta persetujuan DPR

(Perwakilan Rakyat).

Begitupun memiliki kelebihan dan kekurangan di beberapa

aspek seperti di Amerika Serikat memiliki kelebihan, seorang

panglima tinggi militer menjabat selama 2 tahun dapat diperpanjang

jabatannya selama 6 tahun, dibandingkan dengan di Indonesia yang

memiliki jabatan pasti 3 tahun, dan kekurangan seperti di Indonesia

seorang panglima TNI tidak memiliki wakil panglima, dimana

Amerika Serikat Ketua Gabungan Kepala Staf memiliki seorang wakil.

Page 66: PENGANGKATAN PANGLIMA TINGGI MILITER DI INDONESIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33160/1/Rifqi... · AMERIKA SERIKAT: SEBUAH PERBANDINGAN . Skripsi . Diajukan

53

B. Saran

Berdasarkan pembahasan yang sudah dipaparkan di Bab-bab

sebelumnya, bahwa kedua negara tersebut memiliki kekurangan dan kelebihan

atas sistem dan mekansime dalam hal pengangkatan panglima militer yang

mereka anut. Kekurangan tersebutlah yang menjadi landasan penulis untuk

menyarankan:

1. UU TNI harus direvisi dengan mempertegas pengangkatan

Panglima TNI dimana disana tidak dijelaskan secara eksplisit

mengenai masa jabatan, hal yang dapat memberhentikan

jabatan panglima, kriteria calon panglima, dan juga fit and

proper test yang dilaksanakan oleh DPR.

2. Penguatan kewenangan dan keikutsertaan dalam pengangkatan

panglima tinggi militer di DPR Amerika Serikat dan DPD di

Indonesia dimana mereka dimasing-masing negaranya menjadi

majelis rendah yang tidak ada andil dalam hal pengangkatan

panglima tinggi militernya.

Page 67: PENGANGKATAN PANGLIMA TINGGI MILITER DI INDONESIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33160/1/Rifqi... · AMERIKA SERIKAT: SEBUAH PERBANDINGAN . Skripsi . Diajukan

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Adyanto, Oksep. “Eksistensi Hak Prerogatif Presiden Pasca Amandemen UUD

1945".Jurnal FISIP UMRAH Vol. 2, No.2, 2011.

Ali, Zainuddin. Metode Penelitian Hukum. Jakarta: Sinar Grafika, 2014.

Asshiddiqie, Jimly.Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara. Jakarta, PT. RajaGrafindo

Persada, 2011.

__________ . Sengketa Kewenangan Konstitusional Lembaga Negara. Jakarta,

Konstitusi Press, 2006.

Budiarjo, Miriam. Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,

1997.

Campbell Black, Henry. Black's Law Dictionary, St. Paul Minn: West Publishing

Fuady, Munir. Teori Negara Hukum Modern, Bandung : PT Refika Aditama, 2009.

Ghoffar, Abdul.Perbandingan Kekuasaan Presiden Indonesia Setelah Perubahan

UUD 1945 dengan Delapan Negara Maju. Jakarta: Kencana, 2009.

Hamidi, Jazim dan Mustafa Lutfi.Hukum Lembaga Kepresidenan Indonesia.

Bandung: PT.Alumni, 2010.

Hanitijo Soemitro, Ronny.Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimentri. Jakarta:

Ghalia Indonesia, 1998.

Page 68: PENGANGKATAN PANGLIMA TINGGI MILITER DI INDONESIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33160/1/Rifqi... · AMERIKA SERIKAT: SEBUAH PERBANDINGAN . Skripsi . Diajukan

Huda, Ni'matul. Hukum Tata Negara Indonesia Edisi Revisi, Jakarta : Raja Grafindo

Persada, 2005.

__________ . Ilmu Negara. Jakarta: Rajawali Pers, 2012.

Kusnardi dan Harmaily Ibrahim. Pengantar hukum tata negara Indonesia. Jakarta :

Pusat Studi Tata Negara, Fakultas hukum Universitas Indonesia, 1981.

Mahfud MD, Moh. Perdebatan Hukum Tata Negara Pasca Amandemen Konstitusi,

Jakarta: Rajawali Pers, 2010.

Manan, Bagir. Lembaga Kepresidenan, Yogyakarta: FH-UII Press, 2003.

Marzuki, Peter Mahmud.Penelitian Hukum Edisi Revisi. Jakarta: Kencana, 2006.

__________. Penelitian Hukum.Jakarta : Kencana. 2011.

Rustandi, Akhmad dan Zul Afdi Ardian. Tata negara : kurikulum 1984/GBPP 1987,

Bandung : Armico, 1992.

Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji.Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan

Singkat. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995.

Suny, Ismail. Pembagian Kekuasaan Negara, Jakarta: Aksara Baru, 1978.

Perundang-undangan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 Tentang Tentara Nasional Indonesia

Page 69: PENGANGKATAN PANGLIMA TINGGI MILITER DI INDONESIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33160/1/Rifqi... · AMERIKA SERIKAT: SEBUAH PERBANDINGAN . Skripsi . Diajukan

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 Tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat,

Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan

Rakyat Daerah

Ketetapan MPR No. VI/MPR/2000

The Constitution of the United States

The National Security Act of 1947

The United States Code

Tesis

Abdul Hadi Anshary, Menuju Trias Politika dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia

(Studi Konstitusional tentang Pemnisahan Kekuasaan Negara), (Tesis, Program

Magister Ilmu Hukum Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, 2003)

Website

https://en.wikipedia.org/wiki/Chairman_of_the_Joint_Chiefs_of_Staff

https://id.wikipedia.org/wiki/Ketua_Kepala_Staf_Gabungan_Amerika_Serikat

https://en.wikipedia.org/wiki/Joint_Chiefs_of_Staff

http://indoprogress.com/2015/07/jokowi-dan-jenderal-jenderalnya/

http://www.kompasiana.com/efrondp/pengangkatan-panglima-tni-perlukah-

persetujuan-dpr_54f903b8a33311ce308b4a63

http://www.dpr.go.id/akd/index/id/Tentang-Komisi-I

https://m.tempo.co/read/news/2015/07/01/078680206/dpr-setujui-jenderal-gatot-jadi-

panglima-tni

Page 70: PENGANGKATAN PANGLIMA TINGGI MILITER DI INDONESIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33160/1/Rifqi... · AMERIKA SERIKAT: SEBUAH PERBANDINGAN . Skripsi . Diajukan

http://www.suara.com/news/2015/07/01/223056/diuji-5-jam-calon-panglima-tni-

pertanyaan-komisi-i-menggigit

https://id.wikipedia.org/wiki/Panglima_Tentara_Nasional_Indonesia

http://www.jcs.mil/About/The-Joint-Staff/Chairman/

Page 71: PENGANGKATAN PANGLIMA TINGGI MILITER DI INDONESIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33160/1/Rifqi... · AMERIKA SERIKAT: SEBUAH PERBANDINGAN . Skripsi . Diajukan

LAMPIRAN

TRANSKIP WAWANCARA

Q: Bagaimanakan mekanisme pengangkatan panglima TNI di Indonesia?

A: Di TNI ada Dewan Kepangkatan dan Jabatan Tinggi (Wanjakti) terdiri 10 perwira

tinggi yang mengadakan rapat koordinasi diantara mereka, dan disana setiap angkatan

memberikan usulan calon panglima yang sebelumnya sudah menjadi Kepala Staf

Angkatan. Setelah itu diajukan ke presiden yang digodok sendiri oleh presiden

berdasarkan Pengalaman Territorial (Lapangan), Pengalaman Manajemen dan

Pengalaman Pendidikan. Selanjutnya dipilih oleh presiden, namun pilihan presiden

selalu subjektif menurut kepentingan presiden. Setelah presiden mendapatkan nama

tersebut, presiden menyerahkan kepada DPR (Komisi I). Komisi I harus membahas

itu dalam waktu 20 hari dan dilakukan fit and proper test yang menurut saya hanya

sebatas formalitas yang sampai saat ini belum ada penolakan dari Komisi I terhadap

calon yang diusulkan presiden. Pengambilan keputusan terhadap panglima diambil

secara aklamasi. Selanjutnya dari Komisi I DPR dan setuju lalu dibawa ke sidang

paripurna dan disahkan hasil rapat dan fit and proper test Komisi I. Tidak ada

pengulangan pembahasan pada sidang paripurna DPR karena pada fit and proper test

yang dilakukan Komisi I, seorang panglima ditanyajawab dan membeberkan visi dan

misinya selama 2-3 jam. Setelah disetujui oleh DPR, dikembalikan ke presiden untuk

dilantik.

Q: Apakah pengangkatan Panglima TNI di Indonesia sudah sesuai dengan peraturan

yang berlaku?Apakah peraturan tentang mekanisme tersebut perlu diperbaiki

mengingat masih adanya kekurangan?

A: Jika dilihat UU TNI pasal 13 tentang pengangkatan panglima TNI, menurut saya

sesuai dengan apa yang diundang-undang, masih berjalan secara normal. Saya lihat

belum melihat kekurangan, masalah yang sebenarnya menurut saya di fit and proper

Page 72: PENGANGKATAN PANGLIMA TINGGI MILITER DI INDONESIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33160/1/Rifqi... · AMERIKA SERIKAT: SEBUAH PERBANDINGAN . Skripsi . Diajukan

test itu hanya sebatas formalitas karena pertanyaan-pertanyaan yang diajukan ke

calon panglima belum ada yang kritis. Kalau bicara soal pemutaran panglima TNI

disetiap angkatan itu kembali lagi ke hak prerogatif presiden. Menurut saya yang

perlu dijelaskan secara eksplisit di dalam undang-undang adalah mengenai

pengalaman calon panglima TNI.

Q: Mengapa hak prerogatif presiden mutlak masih dibatasi dengan adanya

persetujuan dari DPR?

A: Persetujuan dari DPR mutlak dalam Undang-Undang TNI, selama tidak ada

penolakan dari DPR maka tidak ada masalah. Ini adalah pembagian otoritas antara

eksekutif dan legislatif yaitu check and balances.

Q: Menurut yang saya pelajari bahwa di Amerika Serikat seorang presiden meminta

persetujuan kepada Senat yang mirip DPD di Indonesia. Mengapa di Indonesia tidak

meminta persetujuan kepada DPD dalam hal pengangkatan panglima TNI? Kenapa

ke DPR?

A: Senator memiliki wewenang yang lebih besar dibandingkan DPR (House of

Representatives) karena senator merupakan majelis tinggi dan DPR merupakan

majelis rendah. Sedangkan DPD di Indonesia tidak memiliki kewenangan apa-apa

hanya memberikan masukan. Dalam UUD 1945 jelas tertulis bahwa DPR lebih kuat

dibandingkan DPD

Q: Apakah dengan adanya ikut campur DPR sudah sesuai dengan prinsip check and

balances antara lembaga eksekutif dan legislatif?

A: Secara normatif sudah cukup baik, namun saya melihat lemahnya dalam fungsi

pengawasan yang dilakukan DPR setelah terpilihnya panglima TNI

Page 73: PENGANGKATAN PANGLIMA TINGGI MILITER DI INDONESIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33160/1/Rifqi... · AMERIKA SERIKAT: SEBUAH PERBANDINGAN . Skripsi . Diajukan

BUKTI WAWANCARA

Foto Penulis dengan Bapak Beni Sukadis selaku Koordinator Program

LESPERSSI (Lembaga Studi Pertahanan dan Studi Strategis Indonesia) pada tanggal

8 September 2016 Jam 15.00 WIB dikantor LESPERSSI Jl. Petogogan I/30, Blok A,

Kebayoran Baru, Jakarta.

Page 74: PENGANGKATAN PANGLIMA TINGGI MILITER DI INDONESIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33160/1/Rifqi... · AMERIKA SERIKAT: SEBUAH PERBANDINGAN . Skripsi . Diajukan

U.S. Codes

10 U.S. Code § 151 - Joint Chiefs of Staff: composition; functions

(a)COMPOSITION.—There are in the Department of Defense the Joint Chiefs of

Staff, headed by the Chairman of the Joint Chiefs of Staff. The Joint Chiefs of

Staff consist of the following:

(1) The Chairman.

(2) The Vice Chairman.

(3) The Chief of Staff of the Army.

(4) The Chief of Naval Operations.

(5) The Chief of Staff of the Air Force.

(6) The Commandant of the Marine Corps.

(7) The Chief of the National Guard Bureau.

(b)FUNCTION AS MILITARY ADVISERS.—

(1) The Chairman of the Joint Chiefs of Staff is the principal military

adviser to the President, the National Security Council, the Homeland

Security Council, and the Secretary of Defense.

(2) The other members of the Joint Chiefs of Staff are military advisers to

the President, the National Security Council, the Homeland Security Council,

and the Secretary of Defense as specified in subsections (d) and (e).

(c)CONSULTATION BY CHAIRMAN.—

(1)In carrying out his functions, duties, and responsibilities, the Chairman

shall, as he considers appropriate, consult with and seek the advice of—

(A) the other members of the Joint Chiefs of Staff; and

(B) the commanders of the unified and specified combatant commands.

(2)Subject to subsection (d), in presenting advice with respect to any matter

to the President, the National Security Council, the Homeland Security Council,

or the Secretary of Defense, the Chairman shall, as he considers appropriate,

inform the President, the National Security Council, the Homeland Security

Page 75: PENGANGKATAN PANGLIMA TINGGI MILITER DI INDONESIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33160/1/Rifqi... · AMERIKA SERIKAT: SEBUAH PERBANDINGAN . Skripsi . Diajukan

Council, or the Secretary of Defense, as the case may be, of the range of

military advice and opinion with respect to that matter.

(d)ADVICE AND OPINIONS OF MEMBERS OTHER THAN CHAIRMAN.—

(1)A member of the Joint Chiefs of Staff (other than the Chairman) may

submit to the Chairman advice or an opinion in disagreement with, or advice

or an opinion in addition to, the advice presented by the Chairman to the

President, the National Security Council, the Homeland Security Council, or the

Secretary of Defense. If a member submits such advice or opinion, the

Chairman shall present the advice or opinion of such member at the same

time he presents his own advice to the President, the National Security

Council, the Homeland Security Council, or the Secretary of Defense, as the

case may be.

(2)The Chairman shall establish procedures to ensure that the presentation of

his own advice to the President, the National Security Council, the Homeland

Security Council, or the Secretary of Defense is not unduly delayed by reason

of the submission of the individual advice or opinion of another member of the

Joint Chiefs of Staff.

(e)ADVICE ON REQUEST.—

The members of the Joint Chiefs of Staff, individually or collectively, in their

capacity as military advisers, shall provide advice to the President, the National

Security Council, the Homeland Security Council, or the Secretary of Defense on

a particular matter when the President, the National Security Council, the

Homeland Security Council, or the Secretary requests such advice.

(f)RECOMMENDATIONS TO CONGRESS.—

After first informing the Secretary of Defense, a member of the Joint Chiefs of

Staff may make such recommendations to Congress relating to the Department

of Defense as he considers appropriate.

(g)MEETINGS OF JCS.—

(1)The Chairman shall convene regular meetings of the Joint Chiefs of Staff.

(2)Subject to the authority, direction, and control of the President and the

Secretary of Defense, the Chairman shall—

(A) preside over the Joint Chiefs of Staff;

(B) provide agenda for the meetings of the Joint Chiefs of Staff (including,

as the Chairman considers appropriate, any subject for the agenda

recommended by any other member of the Joint Chiefs of Staff);

Page 76: PENGANGKATAN PANGLIMA TINGGI MILITER DI INDONESIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33160/1/Rifqi... · AMERIKA SERIKAT: SEBUAH PERBANDINGAN . Skripsi . Diajukan

(C) assist the Joint Chiefs of Staff in carrying on their business as promptly

as practicable; and

(D) determine when issues under consideration by the Joint Chiefs of Staff

shall be decided.

10 U.S. Code § 152 - Chairman: appointment; grade and rank

(a)APPOINTMENT; TERM OF OFFICE.—

(1)There is a Chairman of the Joint Chiefs of Staff, appointed by the

President, by and with the advice and consent of the Senate, from the officers

of the regular components of the armed forces. The Chairman serves at the

pleasure of the President for a term of two years, beginning on October 1 of

odd-numbered years. Subject to paragraph (3), an officer serving as Chairman

may be reappointed in the same manner for two additional terms. However, in

time of war there is no limit on the number of reappointments.

(2)In the event of the death, retirement, resignation, or reassignment of the

officer serving as Chairman before the end of the term for which the officer

was appointed, an officer appointed to fill the vacancy shall serve as Chairman

only for the remainder of the original term, but may be reappointed as

provided in paragraph (1).

(3)An officer may not serve as Chairman or Vice Chairman of the Joint Chiefs

of Staff if the combined period of service of such officer in such positions

exceeds six years. However, the President may extend to eight years the

combined period of service an officer may serve in such positions if he

determines such action is in the national interest. The limitations of this

paragraph do not apply in time of war.

(b)REQUIREMENT FOR APPOINTMENT.—

(1)The President may appoint an officer as Chairman of the Joint Chiefs of

Staff only if the officer has served as—

(A) the Vice Chairman of the Joint Chiefs of Staff;

(B) the Chief of Staff of the Army, the Chief of Naval Operations, the Chief

of Staff of the Air Force, or the Commandant of the Marine Corps; or

(C) the commander of a unified or specified combatant command.

(2)The President may waive paragraph (1) in the case of an officer if the

President determines such action is necessary in the national interest.

Page 77: PENGANGKATAN PANGLIMA TINGGI MILITER DI INDONESIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33160/1/Rifqi... · AMERIKA SERIKAT: SEBUAH PERBANDINGAN . Skripsi . Diajukan

(c)GRADE AND RANK.—

The Chairman, while so serving, holds the grade of general or, in the case of an

officer of the Navy, admiral and outranks all other officers of the armed forces.

However, he may not exercise military command over the Joint Chiefs of Staff or

any of the armed forces.

10 U.S. Code § 153 - Chairman: functions

(a)PLANNING; ADVICE; POLICY FORMULATION.—Subject to the authority, direction,

and control of the President and the Secretary of Defense, the Chairman of the

Joint Chiefs of Staff shall be responsible for the following:

(1)STRATEGIC DIRECTION.—

Assisting the President and the Secretary of Defense in providing for the

strategic direction of the armed forces.

(2)STRATEGIC PLANNING.—

(A) Preparing strategic plans, including plans which conform with resource

levels projected by the Secretary of Defense to be available for the period

of time for which the plans are to be effective.

(B) Preparing joint logistic and mobility plans to support those strategic

plans and recommending the assignment of logistic and mobility

responsibilities to the armed forces in accordance with those logistic and

mobility plans.

(C) Performing net assessments to determine the capabilities of the armed

forces of the United States and its allies as compared with those of their

potential adversaries.

(3)CONTINGENCY PLANNING; PREPAREDNESS.—

(A) Providing for the preparation and review of contingency plans which

conform to policy guidance from the President and the Secretary of

Defense.

(B) Preparing joint logistic and mobility plans to support those contingency

plans and recommending the assignment of logistic and mobility

responsibilities to the armed forces in accordance with those logistic and

mobility plans.

Page 78: PENGANGKATAN PANGLIMA TINGGI MILITER DI INDONESIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33160/1/Rifqi... · AMERIKA SERIKAT: SEBUAH PERBANDINGAN . Skripsi . Diajukan

(C) Identifying the support functions that are likely to require contractor

performance under those contingency plans, and the risks associated with

the assignment of such functions to contractors.

(D) Advising the Secretary on critical deficiencies and strengths in force

capabilities (including manpower, logistic, and mobility support) identified

during the preparation and review of contingency plans and assessing the

effect of such deficiencies and strengths on meeting national security

objectives and policy and on strategic plans.

(E) Establishing and maintaining, after consultation with the commanders

of the unified and specified combatant commands, a uniform system of

evaluating the preparedness of each such command to carry out missions

assigned to the command.

(F) In coordination with the Under Secretary of Defense for Acquisition,

Technology, and Logistics, the Secretaries of the military departments, the

heads of the Defense Agencies, and the commanders of the combatant

commands, determining the operational contract support requirements of

the armed forces and recommending the resources required to improve and

enhance operational contract support for the armed forces and planning for

such operational contract support.

(4)ADVICE ON REQUIREMENTS, PROGRAMS, AND BUDGET.—

(A) Advising the Secretary, under section 163(b)(2) of this title, on the

priorities of the requirements identified by the commanders of the unified

and specified combatant commands.

(B) Advising the Secretary on the extent to which the program

recommendations and budget proposals of the military departments and

other components of the Department of Defense for a fiscal year conform

with the priorities established in strategic plans and with the priorities

established for the requirements of the unified and specified combatant

commands.

(C) Submitting to the Secretary alternative program recommendations and

budget proposals, within projected resource levels and guidance provided

by the Secretary, in order to achieve greater conformance with the

priorities referred to in clause (B).

(D) Recommending to the Secretary, in accordance with section 166 of this

title, a budget proposal for activities of each unified and specified

combatant command.

(E) Advising the Secretary on the extent to which the major programs and

policies of the armed forces in the area of manpower and contractor

support conform with strategic plans.

Page 79: PENGANGKATAN PANGLIMA TINGGI MILITER DI INDONESIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33160/1/Rifqi... · AMERIKA SERIKAT: SEBUAH PERBANDINGAN . Skripsi . Diajukan

(F) Identifying, assessing, and approving military requirements (including

existing systems and equipment) to meet the National Military Strategy.

(G) Recommending to the Secretary appropriate trade-offs among life-

cycle cost, schedule, and performance objectives, and procurement

quantity objectives, to ensure that such trade-offs are made in the

acquisition of materiel and equipment to support the strategic and

contingency plans required by this subsection in the most effective and

efficient manner.

(5)JOINT FORCE DEVELOPMENT ACTIVITIES.—

(A) Developing doctrine for the joint employment of the armed forces.

(B) Formulating policies and technical standards, and executing actions, for

the joint training of the armed forces.

(C) Formulating policies for coordinating the military education of members

of the armed forces.

(D) Formulating policies for concept development and experimentation for

the joint employment of the armed forces.

(E) Formulating policies for gathering, developing, and disseminating joint

lessons learned for the armed forces.

(F) Advising the Secretary on development of joint command, control,

communications, and cyber capability, including integration and

interoperability of such capability, through requirements, integrated

architectures, data standards, and assessments.

(6)OTHER MATTERS.—

(A) Providing for representation of the United States on the Military Staff

Committee of the United Nations in accordance with the Charter of the

United Nations.

(B) Performing such other duties as may be prescribed by law or by the

President or the Secretary of Defense.

(b)NATIONAL MILITARY STRATEGY.—

(1)NATIONAL MILITARY STRATEGY.—

(A) The Chairman shall determine each even-numbered year whether to

prepare a new National Military Strategy in accordance with this

subparagraph or to update a strategy previously prepared in accordance

with this subsection. The Chairman shall complete preparation of the

National Military Strategy or update in time for transmittal to Congress

Page 80: PENGANGKATAN PANGLIMA TINGGI MILITER DI INDONESIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33160/1/Rifqi... · AMERIKA SERIKAT: SEBUAH PERBANDINGAN . Skripsi . Diajukan

pursuant to paragraph (3), including in time for inclusion of the report of

the Secretary of Defense, if any, under paragraph (4).

(B) Each National Military Strategy (or update) under this paragraph shall

be based on a comprehensive review conducted by the Chairman in

conjunction with the other members of the Joint Chiefs of Staff and the

commanders of the unified and specified combatant commands.

(C) Each National Military Strategy (or update) submitted under this

paragraph shall describe how the military will achieve the objectives of the

United States as articulated in—

(i) the most recent National Security Strategy prescribed by the

President pursuant to section 108 of the National Security Act of 1947

(50 U.S.C. 3043);

(ii) the most recent annual report of the Secretary of Defense submitted

to the President and Congress pursuant to section 113 of this title;

(iii) the most recent Quadrennial Defense Review conducted by the

Secretary of Defense pursuant tosection 118 of this title; and

(iv) any other national security or defense strategic guidance issued by

the President or the Secretary of Defense.

(D) Each National Military Strategy (or update) submitted under this

paragraph shall identify—

(i) the United States military objectives and the relationship of those

objectives to the strategic environment and to the threats required to be

described under subparagraph (E);

(ii) the operational concepts, missions, tasks, or activities necessary to

support the achievement of the objectives identified under clause (i);

(iii) the fiscal, budgetary, and resource environments and conditions

that, in the assessment of the Chairman, affect the strategy; and

(iv) the assumptions made with respect to each of clauses (i) through

(iii).

(E) Each National Military Strategy (or update) submitted under this

paragraph shall also include a description of—

(i) the strategic environment and the opportunities and challenges that

affect United States national interests and United States national

security;

Page 81: PENGANGKATAN PANGLIMA TINGGI MILITER DI INDONESIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33160/1/Rifqi... · AMERIKA SERIKAT: SEBUAH PERBANDINGAN . Skripsi . Diajukan

(ii) the threats, such as international, regional, transnational, hybrid,

terrorism, cyber attack, weapons of mass destruction, asymmetric

challenges, and any other categories of threats identified by the

Chairman, to the United States national security;

(iii) the implications of current force planning and sizing constructs for

the strategy;

(iv) the capacity, capabilities, and availability of United States forces

(including both the active and reserve components) to support the

execution of missions required by the strategy;

(v) areas in which the armed forces intends to engage and synchronize

with other departments and agencies of the United States Government

contributing to the execution of missions required by the strategy;

(vi) areas in which the armed forces could be augmented by

contributions from alliances (such as the North Atlantic Treaty

Organization), international allies, or other friendly nations in the

execution of missions required by the strategy;

(vii) the requirements for operational contractor support to the armed

forces for conducting security force assistance training, peacekeeping,

overseas contingency operations, and other major combat operations

under the strategy; and

(viii) the assumptions made with respect to each of clauses (i) through

(vii).

(F) Each update to a National Military Strategy under this paragraph shall

address only those parts of the most recent National Military Strategy for

which the Chairman determines, on the basis of a comprehensive review

conducted in conjunction with the other members of the Joint Chiefs of

Staff and the commanders of the combatant commands, that a modification

is needed.

(2)RISK ASSESSMENT.—

(A) The Chairman shall prepare each year an assessment of the risks

associated with the most current National Military Strategy (or update)

under paragraph (1). The risk assessment shall be known as the “Risk

Assessment of the Chairman of the Joint Chiefs of Staff”. The Chairman

shall complete preparation of the Risk Assessment in time for transmittal to

Congress pursuant to paragraph (3), including in time for inclusion of the

report of the Secretary of Defense, if any, under paragraph (4).

(B) The Risk Assessment shall do the following:

Page 82: PENGANGKATAN PANGLIMA TINGGI MILITER DI INDONESIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33160/1/Rifqi... · AMERIKA SERIKAT: SEBUAH PERBANDINGAN . Skripsi . Diajukan

(i) As the Chairman considers appropriate, update any changes to the

strategic environment, threats, objectives, force planning and sizing

constructs, assessments, and assumptions that informed the National

Military Strategy required by this section.

(ii) Identify and define the strategic risks to United States interests and

the military risks in executing the missions of the National Military

Strategy.

(iii) Identify and define levels of risk distinguishing between the

concepts of probability and consequences, including an identification of

what constitutes “significant” risk in the judgment of the Chairman.

(iv)

(I) Identify and assess risk in the National Military Strategy by

category and level and the ways in which risk might manifest itself,

including how risk is projected to increase, decrease, or remain stable

over time; and

(II) for each category of risk, assess the extent to which current or

future risk increases, decreases, or is stable as a result of budgetary

priorities, tradeoffs, or fiscal constraints or limitations as currently

estimated and applied in the most current future-years defense

program under section 221 of this title.

(v)Identify and assess risk associated with the assumptions or plans of

the National Military Strategy about the contributions or support of—

(I) other departments and agencies of the United States Government

(including their capabilities and availability);

(II) alliances, allies, and other friendly nations (including their

capabilities, availability, and interoperability); and

(III) contractors.

(vi) Identify and assess the critical deficiencies and strengths in force

capabilities (including manpower, logistics, intelligence, and mobility

support) identified during the preparation and review of the contingency

plans of each unified combatant command, and identify and assess the

effect of such deficiencies and strengths for the National Military

Strategy.

(3)SUBMITTAL OF NATIONAL MILITARY STRATEGY AND RISK ASSESSMENT TO

CONGRESS.—

Page 83: PENGANGKATAN PANGLIMA TINGGI MILITER DI INDONESIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33160/1/Rifqi... · AMERIKA SERIKAT: SEBUAH PERBANDINGAN . Skripsi . Diajukan

(A) Not later than February 15 of each even-numbered year, the Chairman

shall, through the Secretary of Defense, submit to the Committees on

Armed Services of the Senate and the House of Representatives the

National Military Strategy or update, if any, prepared under paragraph (1)

in such year.

(B) Not later than February 15 each year, the Chairman shall, through the

Secretary of Defense, submit to the Committees on Armed Services of the

Senate and the House of Representatives the Risk Assessment prepared

under paragraph (2) in such year.

(4)SECRETARY OF DEFENSE REPORTS TO CONGRESS.—

(A) In transmitting a National Military Strategy (or update) or Risk

Assessment to Congress pursuant to paragraph (3), the Secretary of

Defense shall include in the transmittal such comments of the Secretary

thereon, if any, as the Secretary considers appropriate.

(B) If the Risk Assessment transmitted under paragraph (3) in a year

includes an assessment that a risk or risks associated with the National

Military Strategy (or update) are significant, or that critical deficiencies in

force capabilities exist for a contingency plan described in paragraph

(2)(B)(vi), the Secretary shall include in the transmittal of the Risk

Assessment the plan of the Secretary for mitigating such risk or deficiency.

A plan for mitigating risk of deficiency under this subparagraph shall—

(i) address the risk assumed in the National Military Strategy (or

update) concerned, and the additional actions taken or planned to be

taken to address such risk using only current technology and force

structure capabilities; and

(ii) specify, for each risk addressed, the extent of, and a schedule for

expected mitigation of, such risk, and an assessment of the potential for

residual risk, if any, after mitigation.

(c)ANNUAL REPORT ON COMBATANT COMMAND REQUIREMENTS.—

(1) At or about the time that the budget is submitted to Congress for a fiscal

year under section 1105(a) of title 31, the Chairman shall submit to the

congressional defense committees a report on the requirements of the

combatant commands established under section 161 of this title.

(2) Each report under paragraph (1) shall contain the following:

(A) A consolidation of the integrated priority lists of requirements of the

combatant commands.

(B) The Chairman’s views on the consolidated lists.

Page 84: PENGANGKATAN PANGLIMA TINGGI MILITER DI INDONESIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33160/1/Rifqi... · AMERIKA SERIKAT: SEBUAH PERBANDINGAN . Skripsi . Diajukan

(C) A description of the extent to which the most recent future-years

defense program (under section 221 of this title) addresses the

requirements on the consolidated lists.

(D) A description of the funding proposed in the President’s budget for the

next fiscal year, and for the subsequent fiscal years covered by the most

recent future-years defense program, to address each deficiency in

readiness identified during the joint readiness review conducted

under section 117 of this titlefor the first quarter of the current fiscal year.

Page 85: PENGANGKATAN PANGLIMA TINGGI MILITER DI INDONESIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33160/1/Rifqi... · AMERIKA SERIKAT: SEBUAH PERBANDINGAN . Skripsi . Diajukan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2004 TENTANG TENTARA

NASIONAL INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Bagian Kedua

Organisasi

Pasal 12

(1) Organisasi TNI terdiri atas Markas Besar TNI yang membawahkan Markas Besar TNI Angkatan Darat, Markas Besar TNI Angkatan Laut, dan Markas Besar TNI Angkatan Udara.

(2) Markas Besar TNI terdiri atas unsur pimpinan, unsur pembantu pimpinan, unsur pelayanan, badan pelaksana pusat, dan Komando Utama Operasi.

(3) Markas Besar Angkatan terdiri atas unsur pimpinan, unsur pembantu pimpinan, unsur pelayanan, badan pelaksana pusat, dan Komando Utama Pembinaan.

(4) Susunan organisasi TNI sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden.

Pasal 13

(1) TNI dipimpin oleh seorang Panglima.

(2) Panglima sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat dan diberhentikan oleh Presiden setelah mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.

(3) Pengangkatan dan pemberhentian Panglima dilakukan berdasarkan kepentingan organisasi TNI.

(4) Jabatan Panglima sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dijabat secara bergantian oleh Perwira Tinggi aktif dari tiap-tiap Angkatan yang sedang atau pernah menjabat sebagai Kepala Staf Angkatan.

(5) Untuk mengangkat Panglima sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Presiden mengusulkan satu orang calon Panglima untuk mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.

(6) Persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat terhadap calon Panglima yang dipilih oleh Presiden, disampaikan paling lambat 20 (dua puluh) hari tidak termasuk masa reses, terhitung sejak permohonan persetujuan calon Panglima diterima oleh Dewan Perwakilan Rakyat.

(7) Dalam hal Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui calon Panglima yang diusulkan oleh Presiden sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan ayat (6), Presiden mengusulkan satu orang calon lain sebagai pengganti.

(8) Apabila Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui calon Panglima yang diusulkan oleh Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat memberikan alasan tertulis yang menjelaskan ketidaksetujuannya.

(9) Dalam hal Dewan Perwakilan Rakyat tidak memberikan jawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (7), dianggap telah menyetujui, selanjutnya Presiden berwenang mengangkat Panglima baru dan memberhentikan Panglima lama.

Page 86: PENGANGKATAN PANGLIMA TINGGI MILITER DI INDONESIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33160/1/Rifqi... · AMERIKA SERIKAT: SEBUAH PERBANDINGAN . Skripsi . Diajukan

(10) Tata cara pengangkatan dan pemberhentian Panglima sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), ayat (6), ayat (7), ayat (8), dan ayat (9), diatur lebih lanjut dengan keputusan Presiden.

Pasal 14

(1) Angkatan dipimpin oleh seorang Kepala Staf Angkatan dan berkedudukan di bawah Panglima serta bertanggung jawab kepada Panglima.

(2) Kepala Staf Angkatan diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul Panglima.

(3) Kepala Staf Angkatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diangkat dari Perwira Tinggi aktif dari angkatan yang bersangkutan dengan memperhatikan jenjang kepangkatan dan karier.

(4) Tata cara pengangkatan dan pemberhentian Kepala Staf Angkatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan keputusan Presiden.

Pasal 15

Tugas dan kewajiban Panglima adalah:

1. memimpin TNI;

2. melaksanakan kebijakan pertahanan negara;

3. menyelenggarakan strategi militer dan melaksanakan operasi militer;

4. mengembangkan doktrin TNI;

5. menyelenggarakan penggunaan kekuatan TNI bagi kepentingan operasi militer;

6. menyelenggarakan pembinaan kekuatan TNI serta memelihara kesiagaan operasional;

7. memberikan pertimbangan kepada Menteri Pertahanan dalam hal penetapan kebijakan pertahanan negara;

8. memberikan pertimbangan kepada Menteri Pertahanan dalam hal penetapan kebijakan pemenuhan kebutuhan TNI dan komponen pertahanan lainnya;

9. memberikan pertimbangan kepada Menteri Pertahanan dalam menyusun dan melaksanakan perencanaan strategis pengelolaan sumber daya nasional untuk kepentingan pertahanan negara;

10. menggunakan komponen cadangan setelah dimobilisasi bagi kepentingan operasi militer;

11. menggunakan komponen pendukung yang telah disiapkan bagi kepentingan operasi militer; serta

12. melaksanakan tugas dan kewajiban lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 16

Tugas dan kewajiban Kepala Staf Angkatan adalah:

1. memimpin Angkatan dalam pembinaan kekuatan dan kesiapan operasional Angkatan;

2. membantu Panglima dalam menyusun kebijakan tentang pengembangan postur, doktrin, dan strategi serta operasi militer sesuai dengan matra masing-masing;

Page 87: PENGANGKATAN PANGLIMA TINGGI MILITER DI INDONESIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33160/1/Rifqi... · AMERIKA SERIKAT: SEBUAH PERBANDINGAN . Skripsi . Diajukan

3. membantu Panglima dalam penggunaan komponen pertahanan negara sesuai dengan kebutuhan Angkatan; serta

4. melaksanakan tugas lain sesuai dengan matra masing-masing yang diberikan oleh Panglima.

Page 88: PENGANGKATAN PANGLIMA TINGGI MILITER DI INDONESIA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33160/1/Rifqi... · AMERIKA SERIKAT: SEBUAH PERBANDINGAN . Skripsi . Diajukan