PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN

download PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN

of 18

description

PBL

Transcript of PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN

LAPORAN KEGIATAN

PENGALAMAN BELAJAR LAPANGANDOKTER MUDA PSIKIATRI

Oleh:

Ida Ayu Dhitayoni(1102005027)

Pembimbing:dr. Luh Nyoman Alit Aryani, Sp.KJDALAM RANGKA MENJALANI KEPANITERAAN KLINIK MADYA

BAGIAN/SMF PSIKIATRI FAKULTAS KEDOKTERAN UNUD/RSUP SANGLAH DENPASAR

2015

LAPORAN KEGIATAN PENGALAMAN BELAJAR LAPANGANKUNJUNGAN RUMAH

DOKTER MUDA PSIKIATRITanggal Kegiatan:Sabtu & Selasa, 21 & 24 Februari 2015Pembimbing:dr. Luh Nyoman Alit Aryani, Sp.KJDokter Muda:Ida Ayu DhitayoniI. IDENTITAS PASIEN

Nama:IMS

Jenis Kelamin:Laki - Laki

Tanggal Lahir/Umur:1 Januari 1973/42 tahun

Alamat:Jalan A Yani Gang IIA No. 14 Denpasar

Agama:Hindu

Suku/Etnis:Bali

Kebangsaan:Indonesia

Pendidikan Terakhir:S1 Manajemen

Status Pernikahan:Menikah

Pekerjaan:Koki

Nomor Rekam Medik:01234873

Kontrol Terakhir:18 Februari 2015

Diagnosis:Skizofrenia paranoid (F20.0)II. RIWAYAT PENYAKIT

Pasien datang ke poliklinik jiwa RSUP Sanglah pada hari Rabu siang tanggal 18 Februari 2015 bersama anaknya untuk kontrol rutin setiap bulan sejak Januari 2014. Pasien diwawancara dengan posisi duduk berhadapan di depan pemeriksa dan dipisahkan oleh sebuah meja. Ia mengenakan baju kaos berwarna abu abu, celana panjang jeans biru tua, dan menggunakan sandal. Perawakan sedang, kulit berwarna sawo matang, dan raut wajah terlihat sesuai usia. Sedangkan, anaknya duduk di sebelah pasien dan tampak sudah terbiasa dengan situasi di Poliklinik Jiwa. Sebelum memulai wawancara, pemeriksa menyapa pasien dan memperkenalkan diri terlebih dahulu, ia pun merespon dengan tersenyum dan mengangguk. Selama wawancara berlangsung pasien tampak tenang dan kooperatif. Semua pertanyaan dapat dijawab dengan suara jelas menggunakan bahasa Indonesia, dan dengan menatap mata pemeriksa. Sesekali menegur anaknya yang sempat agak nakal ketika wawancara berlangsung.

Pasien mampu menyebutkan nama dengan benar, begitu pula dengan waktu dan tempat dilakukannya pemeriksaan. Saat ditanya mengenai bagaimana keadaannya saat ini, pasien mengatakan bahwa keadaannya telah membaik dan sudah tidak mendengar suara suara aneh lagi, walaupun terkadang masih merasa curiga kepada orang orang sekitarnya. Perasaannya saat ini sudah lebih lega daripada sebelumnya. Pasien tidak memiliki ide untuk mengakhiri hidupnya. Keluhan lain yang masih dirasakan adalah ia kesulitan untuk tidur dengan nyenyak. Ia sering terbangun sekitar pukul 02.00 dan terkadang sulit memulai tidur kembali. Makan dan minum cukup setiap harinya, mandi 2 kali sehari dan tidak pernah mengamuk.

Untuk penatalaksanaan, pasien diberikan obat haloperidol dengan dosis 1 x 1,5 miligram yang harus diminum secara rutin selama rawat jalan dan disarankan kontrol pada tanggal 18 Maret 2015. KIE mengenai hal yang sebaiknya dilakukan dan tidak dilakukan dalam hal pengobatan pasien juga dilakukan.III. HASIL KUNJUNGAN RUMAH

Kunjungan rumah pertama dilakukan pada hari Sabtu, 21 Februari 2015 pukul 15.00 WITA. Sebelumnya saya selaku dokter muda meminta ijin kepada pasien dan keluarga untuk melakukan kunjungan rumah dengan tujuan melihat bagaimana perkembangan pasien, melihat aktivitas sehari-hari pasien di rumah, dan melihat lingkungan sosial dan keluarga pasien. Pasien dan ibunya selaku perwakilan dari keluarga memberikan izin kepada saya untuk melakukan kunjungan rumah. Saya juga meminta nomor telepon yang dapat dihubungi.

Pada kunjungan pertama, saya melakukan kunjungan rumah dengan ditemani oleh seorang teman dokter muda yang juga bertugas di bagian psikiatri. Dengan menggunakan aplikasi google maps, alamat pasien menjadi mudah untuk ditemukan. Saya berangkat melakukan kunjungan sepulang stase di poliklinik jiwa RSUP Sanglah pukul 14.00 WITA. Sekitar pukul 15.00 WITA saya tiba di rumah pasien. Saya memarkir motor di depan rumah tetangga pasien yang memiliki area lapang cukup luas.

Kedatangan kami disambut dengan ramah oleh ibu pasien yang sedang membuat banten upacara di ruang tamu. Lalu ibu pasien memanggil pasien untuk menemui kami. Kebetulan, saat itu pasien sedang mengambil libur kerja karena anaknya yang putri dikira akan gladi bersih pentas menari saat itu, namun acara tersebut ternyata batal. Pasien lalu turun dari lantai dua rumahnya dan menyambut kami dengan ramah dan terlihat antusias. Saya dan teman saya lalu dipersilahkan duduk di sofa ruang tamu. Ibu pasien menawarkan minum untuk kami, namun kami secara halus menolak agar tidak merepotkan. Saat melakukan kunjungan saya melakukan wawancara dengan pasien, istri, dan ibu pasien.

Karena ada data yang belum lengkap saat kunjungan pertama, saya melakukan kunjungan kedua dengan menelpon ke rumah pasien terlebih dahulu untuk meminta izin. Kali ini, saya datang sendiri ke rumah pasien pada pukul 19.30 WITA karena pasien baru pulang kerja pukul 18.00 WITA dan ada acara keluar bersama istri dan anak anaknya sampai pukul 20.00 WITA. Sesampainya di rumah pasien, saya mengobrol dengan ibu pasien terlebih dahulu, baru setelah pasien pulang saya mengobrol bersama dia dan istrinya.Autoanamnesis

Pada saat kunjungan rumah pertama dilakukan, pasien sudah tiga hari pulang dari kontrol di poliklinik jiwa RSUP Sanglah pada tanggal 18 Februari 2015. Pasien mengobrol dengan kami dalam posisi berhadapan dan duduk di kursi yang kira kira berada 1 meter di depan kami di ruang tamu pasien. Selain pasien, di ruangan tersebut juga ada anak dan keponakan pasien serta ibu pasien yang sedang bermain dan membuat banten. Ia mengenakan baju kaos berwarna biru dongker tanpa motif dengan garis putih di pinggirnya dan celana pendek selutut berbahan jeans. Rambutnya berwarna hitam, pendek, lurus, namun kurang rapi seperti belum disisir, serta raut wajahnya tampak tenang saat wawancara. Beberapa kali terlihat wajahnya seperti bengong dan menerawang. Selama pembicaraan berlangsung, pasien sangat kooperatif dan mau menjawab semua pertanyaan yang diajukan dalam bahasa Indonesia dan terkadang beberapa istilah bahasa Bali dan menatap pemeriksa. Pasien mengatakan senang dikunjungi, karena jika ada yang berkunjung dari rumah sakit, ia bisa berbagi tentang masalahnya dan menjadi lebih tenang.

Saya memulai perbincangan dengan menanyakan bagaimana kabar pasien saat ini, pasien menjawab bahwa ia sudah merasa lebih baik, walaupun kadang masih merasa curiga terhadap orang orang disekitarnya. Pasien menceritakan bahwa curiganya tidak spesifik kepada satu orang saja, namun ke semua orang di lingkungannya. Ia merasa semua orang disekelilingnya mengetahui isi pikirannya. Pikiran curiga ini biasanya muncul saat pasien sedang tidak ada pekerjaan atau bengong, saat itu dia akan memikirkan hal yang tidak tidak terhadap orang di dekatnya. Seringnya pikiran tersebut tentang orang di dekatnya memikirkan aneh aneh tentang dirinya dan tahu apa saja yang dia pikirkan sehingga ia merasa marah, kecewa, dan sedih. Saat ini, pasien sudah bisa mengatasi pikiran pikiran tersebut dengan mencoba berpikir positif dan mengingat kata kata dokter serta keluarganya, bahwa apa yang dipikirkannya itu tidak benar. Dulu ia mendengar suara suara yang menyebabkan ia berpikir seperti itu, kalau sekarang hanya merasa saja dan sudah tidak mendengar suara suara lagi. Gejala halusinasi tersebut hilang kira kira sudah lima tahun yang lalu. Ketika ditanya suara seperti apa yang didengar dulu, pasien mengatakan ia mendengar suara ribut - ribut, marah, tidak senang kepada dia, dan mengejek pasien namun tidak dengan kata kata spesifik yang membuat pasien menjadi down dan sedih. Biasanya muncul saat merokok dan bengong.

Awalnya pasien mengetahui dirinya memiliki keluhan gangguan jiwa adalah saat anaknya yang pertama masih berumur 1 atau 2 tahun. Saat itu sempat dibawa ke Sanglah oleh adik dan sepupu laki lakinya karena pikirannya hanya ingin mati dan sudah tidak kuat dengan kehidupan. Tidak ada percobaan bunuh diri yang dilakukan waktu itu, hanya ide ide saja. Pasien lupa siapa dokter yang pertama menanganinya. Setelah selesai dirawat inap, ia tidak rutin kontrol dan minum obat, sempat juga berobat ke psikiater namun tidak konsisten dan mencoba obat alternatif serta obat yang diberikan oleh saudara sepupunya yang berprofesi sebagai dokter di daerah Gianyar. Obat pertama yang diberikan padanya adalah risperidon 2 x 1 tablet, namun pasien tidak teratur meminumnya dan mengatur dosis obat sendiri karena takut akan efek samping obat dan takut ketergantungan terhadap obat. Ia juga sempat diberikan obat besar berwarna merah muda namun tidak mengetahui namanya. Menurut pasien, karena merasa tidak membaik juga, baru setahun terakhir ini pasien kembali kontrol lagi ke poliklinik jiwa RSUP Sanglah. Mulai setahun yang lalu pasien kontrol diberikan haloperidol 2 x 1,5 mg. Tetapi karena bekerja, pasien meminta hanya minum obat di malam hari saja, katanya kalau minum di pagi hari mata menjadi berkunang kunang dan mengganggu pekerjaan, sehingga setelah beberapa saat, dosis obat dirubah menjadi 1 x 1,5 mg tablet saja dan diminum saat malam hari sekitar pukul 19.00 WITA. Saat ini tidak ada keluhan seperti gemetar pada kedua tangan, lidah terasa kaku, suara seperti pelo, air liur menetes tidak bisa dikendalikan, kaku di leher ataupun keinginan untuk terus berjalan.

Pasien saat ini tidak bisa tidur terlelap, bisa memulai tidur tapi terbangun sekitar pukul 02.00 atau 03.00, tapi bisa tidur kembali. Mulai tidurnya kalau sekarang pukul 21.00 atau 22.00 sudah mulai tidur. Karena sering terbangun, maka saat bangun pagi sering kurang fit kalau kerja. Kerja pasien hanya mengambil shift pagi saja dari pukul 09.00 sampai 17.00. Dulu pernah bekerja dua shift, tapi kepalanya menjadi jadi sakit, dan saat pasien meminta berhenti bosnya tidak mengizinkan lalu berbaik hati memintanya bekerja satu shift saja. Di tempat kerja, hubungan kerja dengan atasan dan teman kerjanya baik. Pasien tidak diberi berhenti oleh atasannya karena pasien kalau bekerja ya bekerja dan tidak bisa diam, karena jika diam ia memikirkan yang tidak tidak. Sebelum di tempat kerja yang sekarang ia sempat bekerja di restoran Kemangi, namun sering kumat saat bekerja disana, kumatnya keras sehingga pasien sempat mengambil cuti lama sebanyak dua kali dan akhirnya berhenti. Saat ini, pasien bekerja di restoran di daerah Petitenget sebagai koki makanan Meksiko.

Saat ditanya apakah ia mengidap penyakit lainnya, pasien menjawab ia memiliki Hepatitis C. Ia mengetahuinya karena diberi tahu saat melakukan donor darah satu tahun yang lalu. Pasien bercerita bahwa dulu sempat menggunakan obat obatan terlarang seperti sabu sabu dan juga menggunakan obat obatan namun lupa jenisnya menggunakan jarum suntik saat masa mudanya terutama saat kuliah, tapi tidak sampai candu hanya untuk bersenang senang dengan teman temannya. Saat ini pasien tidak menggunakan lagi obat obatan tersebut. Sekarang pasien merasa lebih cepat lelah. Sayangnya, ia tidak melakukan pengobatan terhadap penyakitnya ini karena harga pengobatannya mahal. Selain itu, saat melakukan pemeriksaan laboratorium dengan JKBM di Sanglah, dokter yang saat itu memeriksa mengatakan bahwa hasil laboratoriumnya baik dan karena kondisinya tidak mengganggu fungsi kerja pasien, maka dibiarkan saja sekarang. Ia juga pernah pergi ke rumah sakit karena mengalami sakit dada sebelah kanan seperti tertusuk tusuk yang tidak menjalar ke tangan, dan setelah di cek ke dokter ternyata tidak ada apa apa. Pasien takut terkena penyakit paru paru dan jantung, karena ia merokok.

Saat ditanya tentang bagaimana kehidupan sosialnya dulu, ia mengatakan sebelum mengalami gejala gangguan jiwa, ia suka kelayapan dan jalan jalan, serta sangat luwes dalam bergaul. Namun semenjak mendengar suara suara dan perasaan curiga berlebih, ia ingin menyendiri karena menjadi lebih tenang. Karena saat mengobrol dengan teman, terkadang pikiran tidak fokus dan curiga. Dulu juga sering minum minum dan merokok, namun sekarang minum minum sudah tidak lagi. Merokok sekarang masih dilakukan, kira kira 1 bungkus isi 16 untuk 2 hari bermerek U Mild yang menurut pasien murah harganya. Dulu sempat berhenti minum kopi karena kepala sempat sakit kepala, tapi setelah berhenti tetap pusing jadi tetap dilanjutkan sampai sekarang, namun tidak banyak, hanya 1 2 gelas per hari. Dan karena sering sakit kepala seperti ditekan tekan kepalanya, jadinya sering minum obat Paramex. Pasien merasa mungkin obatnya agak keras sehingga di sekitar mata dan wajah menjadi bengkak.

Dari keluarga pasien diketahui ibu pasien dan kakak perempuan dari ibu pasien juga pernah mengalami gangguan jiwa. Kakak dari ibu pasien sekarang sudah tidak ada. Dulu sempat bingung bingung dan berbicara sendiri, dan saat itu cepat ditangani. Saat ini, jika ada masalah pasien bercerita ke istrinya dan kadang kadang juga ke ibunya. Sebagian besar masalah yang diceritakan adalah tentang masalah pekerjaan dan teman kerjanya. Dulu saat sakit, pasien menjadi orang yang memendam masalah dan jarang bercerita, padahal sebelum sakit pasien merupakan orang yang ceria dan sering bercerita.

Saat ditanya mengenai perbedaan bola jeruk dan bola tenis pasien dapat menyebutkan persamaannya, yaitu sama - sama bulat dan perbedaannya adalah ada yang bisa dimakan dan ada yang tidak. Saat ditanya pengurangan, 100 7 pasien dapat menjawab 93, dikurangi 7 dapat menjawab 86, dikurangi lagi 7 dapat menjawab 69 saat seharusnya 79.

Pasien mengatakan kalau secara niskala, katanya pasien sempat dimasuki makhluk halus saat dulu bekerja di abian. Dari niskala juga dikatakan ia harus menjadi pemangku, namun tidak memikirkan itu sekarang, penanganan sekarang lebih fokus ke medis.

Dengan lingkungan sekitar dikatakan jarang bercengkarama. Hanya mengobrol seperlunya jika bertemu. Sampai saat ini tidak pernah mengalami masalah dengan keluarga di lingkungan sekitar. Pasien memiliki kebun di daerah A Yani namun tidak ada yang mau mengurusnya. Karena istri berasal dari tempat yang lebih dekat, menjadi lebih sering berkunjung ke kampung istri di Pegok, Sesetan. Pasien menjadi memiliki semangat untuk sembuh dan rajin berobat karena banyak support dari keluarga dan teman teman.

Saat ditanya soal hubungan dengan ayah dan ibunya, pasien berkata bahwa dulu sering bertengkar hebat dengan ayahnya karena ia sempat ingin berhenti kuliah namun tidak diizinkan oleh ayahnya. Pasien dan ayahnya sama sama keras menurut pandangan pasien, namun tidak pernah terlalu melarang dia untuk melakukan suatu hal yang ia senangi. Dibandingkan ayah dan ibu, ia lebih dekat dengan ibu. Saat ayahnya meninggal, pasien sangat sedih karena merasa belum mampu memenuhi apa yang ayahnya inginkan. Ia berpikir, seandainya dulu mengikuti semua kata ayahnya maka sekarang keluarganya tak akan jatuh ke dalam kemiskinan.

Heteroanamnesis (Wawancara dengan Ibu dan Istri Pasien)

Saat ditanya bagaimana keadaan pasien sekarang dan riwayat kehidupannya dahulu, sang ibu bercerita bahwa anaknya menjadi kurang aktif. Sekarang walaupun dipanggil temannya ia tidak mau pergi keluar, terutama untuk minum minum. Pasien lahir di dokter di daerah Pekambingan dan sudah tinggal di Denpasar sejak kecil. Sekolahnya lancar dari SD sampai SMA. Kuliah selesai agak terlambat, sekitar 5,5 tahun dari yang seharusnya 4 tahun. Sebelum sakit kehidupan sosialnya normal. Ibunya berkata bahwa penyebabnya mungkin karena bertahun - tahun tidak bekerja tetap pada suatu tempat saat sudah menikah dan tidak ada ayahnya, sempat di laundry, di garmen, di restoran Kemangi, dan lain - lain. Saat itu ia menjadi sering bingung karena tidak ada pemasukan, lalu ibunya menyarankan untuk pergi ke Karangasem mencari daun jeruk untuk dijual, selain itu juga pergi ke Tabanan untuk mencari kelapa dan nangka. Selanjutnya hasil tersebut dijual oleh ibunya ke pasar. Mungkin anaknya drop karena capek. Saat dicoba dilihat secara niskala, di baas pipis diketahui bahwa anaknya ada yang merasuki, sampai akhirnya seperti orang step badannya kaku dan mulutnya caket dan dibawa ke Sanglah.

Mantu ibunya dari anak yang paling tua pernah berkata kok pasien tidak pernah bekerja tetap, dan pasien kebetulan mendengar sehingga itu dimasukan ke hati oleh pasien. Ibunya berkata anaknya ini lebih banyak malasnya, tapi ibunya tidak berani memarahi dan hanya memberi tahu secara halus karena anaknya sangat sensitif. Dari kecil sampai saat ini terbiasa mengandalkan ibunya, seperti untuk membersihkan rumah, memberi makan anak, mengurus anak, dan membantu mencari penghasilan juga masih mengandalkan ibunya. Sang ibu merasa seharusnya bukan dia yang mengerjakan hal tersebut dan di masa tuanya harusnya tenang tenang saja. Dulu kakak perempuan dari ibu terkena penyakit yang mirip seperti ini. Diduga karena ada yang mengguna-gunai. Ibunya sendiri juga pernah mengalami gangguan jiwa. Selain merasa bingung dan berbicara sendiri, ia juga merasa dirinya dipegang pegang oleh orang lain dan katanya diganggu oleh makhluk halus. Saat itu merasa ada orang yang ingin jahat kepadanya dan kakaknya. Ditangani oleh ahli pengobatan orang China selanjutnya juga dibawa ke psikiater dan ke balian untuk diobati. Namun saat ini semua gejala telah teratasi. Hal ini terjadi setelah bapak pasien meninggal. Sang ibu juga merasa hidupnya semenjak suaminya meninggal menjadi lebih berat.

Sang istri berkata suami biasa bercerita kepadanya tentang masalah kerja dan jarang kumat. Sekarang lebih rileks dan kalau kumat paling sakit kepala. Istri pasien mengatakan gejala awalnya apabila pasien mulai kumat adalah tangan dan kakinya dingin lalu mulai keluar masuk rumah tanpa tujuan yang jelas. Biasanya diatasi dengan memijat pasien menggunakan minyak telon dan berendam di air hangat berisi garam. Saat kumat pasien lebih menunjukan gejala diam dan bengong. Kumat setiap tahun ada saja sekali dan biasanya pertengahan tahun, terakhir kumat ini tumben akhir tahun, yaitu pada akhir tahun 2013 sampai awal tahun 2014. Saat kumat biasanya pasien berhenti dari pekerjaannya atau rehat dari pekerjaannya selama 2 3 bulan. Pada pekerjaan terakhir sebenarnya ia mau resign namun tidak diberikan oleh bosnya dan hanya disuruh berobat dan mengambil cuti. Istri merasa tidak ada hal yang mencetus setiap kejadian kumat, dia mengatakan tiba tiba saja kumatnya. Setiap kumat hanya dimulai dari pikiran curiga suaminya saja terutama terhadap teman teman kerjanya. Istri mengatakan untuk mengatasinya mereka melakukan upaya dari sekala dan niskala. Sekalanya berobat ke dokter, dan niskalanya disuruh untuk membuat banten penebusan. Karena, menurut istri pasien, pasien sering kumat karena sering putus obat. Sekarang, suaminya juga sering tur melukat dan ke pura pura untuk menenangkan diri.

Pertama kali dibawa ke Sanglah sekitar tahun 2008 akhir atau 2009 awal. Itu merupakan rawat inap pertama dan terakhir sampai saat ini. Saat itu pasien dibawa ke Sanglah karena sejak beberapa hari sebelumnya tidak mau makan, minum, mandi, dan bicara, dan lagi saat itu pasien dikatakan caket atau mulutnya tidak mau terbuka dan tubuhnya kaku seperti orang kejang. Dibawa ke Sanglah oleh kakak iparnya dan adik adiknya serta sepupunya yang laki laki, sedangkan sang istri tidak bisa mengantar karena masih ada anaknya yang kecil berada di rumah dan harus bekerja. Saat itu dirawat kira kira seminggu lebih sedikit. Setelah itu rawat jalan di rumah, diawasi minum obatnya oleh istri, namun kontrolnya tidak rutin dan minum obatnya putus nyambung.

Saat ditanya bagaimana istri menghadapi keadaan suami, ia mengatakan bisa mengatasinya karena pasien tidak pernah berprilaku aneh - aneh seperti membawa senjata tajam dan mengancam. Ia juga mengaku sudah sangat mengenal suaminya sehingga bisa sabar menghadapinya. Saat dulu berbicara sendiri pasien juga bercerita dengan dirinya dan bertanya apakah ada suara atau tidak sebenarnya, dan ia juga bisa memberi masukan kepada suaminya. Dulu suaminya sempat tidak mau berobat namun dipaksa olehnya untuk kontrol supaya membaik, biasanya ia mengantar suaminya, hanya saja waktu kunjungan terakhir ia bekerja shift pagi sehingga tidak bisa mengantar. Istri pasien merasa senang dikunjungi, karena bisa mengontrol keadaan pasien di rumah dan mengerti perkembangan pasiennya.IV. LINGKUNGAN KELUARGA

Pasien merupakan anak kedua dari empat bersaudara. Ia berasal dari Tenganan, Karangasem namun jarang pergi ke kampung halaman, hanya kesana saat ada upacara adat dan kundangan. Saat ini pasien berusia 42 tahun. Pasien sudah menikah dan memiliki 2 orang anak. Saat ini tinggal bersama ibunya dan adik laki lakinya yang terakhir beserta keluarganya. Anak pertamanya berusia 8 tahun duduk di kelas 3 SD, dan anak kedua berusia 4 tahun belum bersekolah. Anak pertama pasien gemar menari dan mengikuti sanggar tari. Istri pasien anak ketiga dari tiga bersaudara dan memiliki dua kakak laki laki yang kembar dan sehat. Sudah mulai menjalin hubungan dengan pasien dari bulan Maret 1996 dan menikah pada tahun 2005 sampai sekarang. Saat ini bekerja sebagai karyawati di King Koil di Mall Bali Galleria lantai II.

Ibu pasien sekarang berumur 60 tahun dan masih sehat walafiat dan merupakan anak ke-delapan dari sembilan bersaudara, dan sekarang yang hidup hanya tinggal berempat. Sekarang beliau tidak bekerja lagi. Dahulu sering berjualan di pasar, namun sekarang tidak berani karena sudah tidak ada modal lagi seperti dulu dari suaminya dan pasar lebih sepi sehingga lebih banyak lelahnya daripada keuntungannya. Bapak pasien meninggal pada tahun 1999 karena kanker nasofaring.

Kedua adik pasien hanya tamatan SMA. Adik - adik pasien sudah sempat berkuliah namun tidak menyelesaikan skripsinya dan satunya lagi di drop out. Sedangkan kakaknya yang perempuan bersekolah di Undiknas sampai tamat. Saat ini kakak pasien menikah ke daerah Kuta. Masing masing saudara pasien memiliki dua anak dan normal.

Silislah Keluarga :

Keterangan :

: Laki-laki

: Perempuan

: Meninggal Dunia

: Gangguan Jiwa

: Pasien

V. LINGKUNGAN RUMAH

Pasien saat ini tinggal di sebuah rumah yang dihuni oleh 9 orang, yakni pasien dan istri beserta dua anaknya, adik pasien dan istri beserta dua anaknya, dan juga ibu pasien. Rumah pasien berada di gang kecil sebelah kanan jalan yang dapat diakses dari jalan besar, yaitu Jalan A Yani bagian selatan. Cukup sulit untuk mencari gang rumah pasien terutama pada malam hari. Rumahnya berada hampir di ujung gang sekitar 200 meter dari jalan utama dengan jalan yang sempit dan hanya cukup dilewati motor serta curam. Sebagian besar rumah di jalan tersebut berada di bagian utara gang dan berjejer cukup padat dengan jarak antara rumah satu dan lainnya berdekatan, sedangkan bagian selatannya lebih banyak kebun yang dimiliki oleh penduduk lain dan sering digunakan sebagai tempat parkir dan menjemur pakaian oleh warga sekitar. Sepanjang jalan menuju rumah pasien banyak anjing berkeliaran. Lingkungan disekitar rumah terlihat cukup bersih dan sejuk dengan banyaknya pepohonan dan tanaman-tanaman di seberang rumah walaupun tidak beraturan tumbuhnya. Rumah tersebut bertingkat tiga dengan luas rumah 75 m2. Pada awalnya luas tanah 150 m2 selanjutnya dibagi dua dengan keluarga kakak ibu pasien yang tinggal di sebelah timur rumah pasien.

Saya meminta ijin untuk melihat keadaan rumah pasien. Terdapat tiga kamar di rumah tersebut dengan satu kamar berada di lantai 1 untuk keluarga kecil adik pasien, dan dua kamar berada di lantai 2 untuk ibu pasien dan keluarga kecil pasien. Hanya terdapat satu kamar mandi yang berada di bagian depan rumah dengan keadaaan yang bersih. Kamar kamar tidur nampak berantakan dan tidak dibereskan. Pada ruang tamu terdapat sebuah televisi dan sofa sebagai tempat duduk. Lantai tampak bersih, namun di bagian depan rumah sering ada air menggenang karena merupakan bagian paling rendah dari rumah tersebut sehingga sangat licin. Terdapat juga pelinggih yang berada di lantai tiga rumah pasien. Rumah tersebut menggunakan penerangan listrik dari PLN tapi bukan pulsa listrik dan air PDAM. Untuk ventilasi kamar tidak begitu baik sehingga terasa lembap. Tembok rumah pasien banyak terdapat coretan anak anak sehingga terlihat jorok. Penerangan rumah pasien kurang, seperti contohnya di tangga menuju ke lantai dua tidak ada lampu sehingga pada siang hari pun sulit untuk menaiki tangga. Dari keadaan rumah dan barang-barang yang ada di rumah tersebut, keluarga pasien tergolong ke dalam ekonomi menengah ke bawah.

Tidak terdapat halaman di rumah pasien. Mereka memanfaatkan bagian selatan rumah mereka yang merupakan kebun tak terurus untuk memarkir motor dan menjemur pakaian. VI. LINGKUNGAN SOSIAL

Saat melakukan kunjungan rumah, lingkungan sekitar rumah pasien cukup padat. Jarak antara rumah satu dan rumah lainnya hanya berbatas tembok. Sore itu tampak tetangga pasien banyak yang lalu lalang dan ada yang sekedar duduk duduk di depan rumahnya. Pasien, ibu dan istrinya mengaku jarang mengikuti kegiatan di banjar dan jarang berbincang bincang dengan tetangganya. Namun sampai saat ini tidak ada masalah dengan tetangga sekitar. Diketahui juga dari tetangga pasien, bahwa ada satu lagi pasien dengan gangguan jiwa di sekitar perumahan itu. Pasien hidup berdampingan dengan rumah saudara sepupunya tempat di sebelah timur rumah pasien. VII. DENAH RUMAHLantai 1

SHAPE \* MERGEFORMAT

Lantai 2

IV. KESIMPULAN

1. Perkembangan pasien secara umum membaik setelah rutin meminum obat yang diberikan dokter di Poliklinik Jiwa RSUP Sanglah. Keluhan yang masih dirasakan pasien saat ini adalah gangguan tidur tipe late karena masih sering terbangun di malam hari, gejala tought broadcasting karena sering merasa pikirannya diketahui oleh orang banyak, dan juga masih sedikit paranoid terhadap orang orang sekitarnya.2. Keluarga pasien memiliki harapan yang besar untuk kesembuhan pasien. Dukungan mereka sudah sangat baik dalam pengawasan penggunaan obat dan mengamati gejala gejala pasien sehingga penanganan bisa lebih cepat dilakukan bila ada masalah.3. Saat ini, pasien terlihat memiliki gangguan kepribadian paranoid yang sudah membaik karena masih ditemukan ciri ciri kepekaan berlebihan terhadap kegagalan dan penolakan, kecurigaan dan kecenderungan mendalam untuk mendistorsikan pengalaman dengan menyalah-artikan tindakan orang yang netral atau bersahabat sebagai suatu sikap permusuhan atau penghinaan, dan preokupasi dengan penjelasan penjelasan yang bersekongkol dan tidak substantive dari suatu peristiwa, baik yang menyangkut diri pasien sendiri maupun dunia pada umumnya.V. SARANAdapun saran yang bisa saya berikan kepada keluarga pasien adalah sebagai berikut :

1. Pengobatan untuk gangguan jiwa membutuhkan waktu yang lama, hendaknya pasien serta keluarganya agar terus bersabar dan telaten dalam menjalani program pengobatan, termasuk minum obat sesuai resep dokter dan menemani kontrol ke poliklinik jiwa RSUP Sanglah setiap bulannya.2. Pasien perlu bersikap lebih terbuka terhadap lingkungan sekitar dan mencoba untuk selalu berpikiran positif. Keluarga juga agar turut membantu pasien agar kembali menjadi sosok yang ceria dan supel seperti sebelumnya. Pertahankan hubungan suami istri yang baik antara pasien dan istrinya sehingga sharing yang dilakukan selama ini bisa terus berjalan.3. Disarankan untuk memeriksakan Hepatitis C nya kembali bersama dengan istri agak tidak menjadi masalah yang besar di kemudian hari.4. Jika ada gejala seperti mual, muntah, kaku, gerakan yang tidak diinginkan baik di wajah maupun anggota gerak, dan lain sebagainya yang mengarah ke efek samping obat, segera datang ke Rumah Sakit Sanglah.5. Pasien dan keluarga hendaknya selalu berdoa kepada Tuhan Yang Maha Esa untuk perkembangan pasien. Tetap lakukan upaya penyembuhan yang seimbang baik dari sekala maupun niskala.VI. DOKUMENTASI KUNJUNGANSaat akan mengambil foto ruangan, istri pasien tidak memberikan izin karena malu kamarnya dan beberapa ruangan masih terlihat kotor, sehingga hanya sedikit dapat mengambil foto.

Gambar 1. Dokter muda bersama pasien di lantai bawah rumah

Gambar 2. Lantai atas rumah pasien dan tangga di rumah pasien

5

4

3

2

1

Keterangan :

Teras Rumah

Kamar Mandi

Dapur

Kamar adik dan keluarga

Ruang tamu

1

2

3

4

Keterangan :

Bale dipan

Kamar ibu pasien

Kamar pasien dan keluarga

Jalan menuju ke sanggah di lantai 3.

17