PENGACARA KARENA RASI BINTANG - ftp.unpad.ac.id · kai profesi di kantor pengacara karena sering...

1
BAGI sebagian orang, politik ada- lah sesuatu yang me- narik. Tapi, hal itu tidak berlaku bagi runner-up Indone- sian Idol musim per- tama Delon Thamrin. Ia lebih memilih mengganti saluran televisinya jika berhadapan dengan berita politik. Nah! “Antara mengikuti dan tidak mengikuti juga soal berita politik. Saya mending ganti channel cari tontonan yang lebih menarik. Itu terlalu berat,” kata Delon, di Jakarta, kemarin. Meski demikian, ia menolak disebut benci politik. Menurut lelaki kelahiran Jakarta, 32 tahun lalu ini, politik menjadi urusan bagi politisi, sedangkan ia hanya ingin memfokuskan diri dalam urusan menyanyi. “Tidak terlalu sebal dan benci sama politik, cuma tidak suka mengikuti. Politik itu urusan sana. Saya konsen ke nyanyi saja, lah. Nyanyi saja masih berantak- an,” sahutnya. Politik, bagi pemilik album Bahagiaku ini, seperti tidak ada habisnya. Masalah yang timbul selalu berulang tan- pa ada pemecahan- nya yang jelas. Lalu, apa pendapatnya soal posisi Presiden Yudhoyono seka- rang jika dilihat dari situasi tersebut? “Kan sudah dipilih rakyat untuk jabatan sampai tahun 2014. Tiga tahun lagi ini. Kita tunggu saja lah,” jawab- nya sembari melempar senyum. (Din/M-1) KAMPANYE antipem- bajakan bagi musikus Oppie Andaresta masih sekadar paradigma. Aparat penegak hukum dinilai tidak melakukan sesuatu yang berarti untuk memberantas pembajakan. “Persoalan di musik dari dulu sama, dan saya yakin tetap sama hingga tahun depan. Soal pembajakan. Usaha (memberan- tas pembajakan) sudah banyak, tapi hanya sebatas paradigma,” ujar penyuka musik etnik ini ke- pada Media Indonesia di Jakarta, kemarin. Oppie mengaku geram dengan pembajakan yang tak pernah tun- tas. Menurut dia, pembajakan akan mengorbankan banyak perusahaan rekaman dan para pencipta lagu. Ujung-ujungnya, industri musik akan terimbas. “Kalau action dari pelaku in- dustri musik sudah banyak. Kita kampanye dan lain-lain. Saya sering diundang ke seminar dan workshop. Tapi, itu hampir tidak ada efek sama sekali,” keluhnya. Penyanyi berusia 40 tahun ini juga mengakui alternatif untuk meraup untung le- wat industri musik sangat sempit. Ring back tone (RBT) hanya menolong sedikit. Ia tetap merasa tak puas. “RBT itu cukup menolong. Tapi, seba- gai alternatif, itu tidak terlalu puas buat saya. Hanya 30 detik saja, kita bisa buat apa,” tan- dasnya. (Din/M-1) PENGACARA KARENA RASI BINTANG Baginya profesi pengacara dan wasit tak ada bedanya, semua ada aturan yang tegas. JIMMY NAPITUPULU THALATIE K YANI 5 KAMIS, 10 MARET 2011 | MEDIA INDONESIA S O SOK pir ditutup. “Mereka hancur semua. Kredit macet diambil Badan Penyehatan Perbankan Na- sional (BPPN) semua. Kita tidak ada perkara lagi kantor,” ujarnya. Tanpa dia sadari, hobinya bermain bola yang dilakukan juga saat ia masih bekerja di kantor pengacara ternyata mengubah jalan hidupnya. Dia masih ingat, pada 1995 iseng- iseng mendaftar sebagai wasit dengan mengambil lisensi wasit. Keisengannya itu juga atas bujukan temannya, Budi Supri- atno, yang mengajaknya. Dia tergiur dengan rayuan teman- nya itu bahwa menjadi seorang wasit bisa jalan-jalan ke berba- gai daerah dengan gratis. “Ya sudah, saya ikut, C3. Tahun 1996 saya naik C2 peng- prov. Nasional saya 1997. Se- telah krisis moneter 1997, se- mua bank bangkrut, bergabung semua,” ujarnya. “Tahun 1997 saya berhenti, banting setir jadi wasit. Saya waktu itu sudah wasit nasional,” cetusnya. Adil Ada alasan khusus yang di- sampaikan Jimmy untuk lebih menekuni profesi wasit, yang terbilang langka itu. Jimmy pun mengaku tidak terlalu menyu- kai profesi di kantor pengacara karena sering kali waktunya habis dan tersisa sedikit untuk keluarga. “Waktu itu saya jarang ber- kumpul dengan ketiga putri saya. “Jumpa anak cuma hari Minggu. Lagi jalan sama anak, dipanggil ke kantor, berangkat juga. Tidak ada kesenangan,” ujar Jimmy. Namun, bukan berarti Jimmy langsung menguasai lapangan hijau. Bersama tiga rekannya, Jimmy membuka kantor pe- ngacara hingga 1999. Sementara temannya sukses menjadi pe- ngacara, nasib tidak membawa- nya bersidang di meja hijau. “Kalau pengacara, kita ber- sidang di meja hijau. Kalau wasit, lapangan hijau. Sama juga, kita menegakkan aturan, hukumnya sudah ada, pasal- pasalnya ada,” ujarnya. Prinsip Jimmy yang tegas itu pada akhirnya menempat- kan dirinya sebagai salah satu wasit terbaik yang dimiliki Indonesia. Beberapa pertan- dingan nal pun dipercayakan PSSI kepadanya, seperti partai nal Piala Indonesia 2010 yang mempertemukan Arema Indo- nesia dengan Sriwijaya FC. Sosok Jimmy pernah men- jadi sorotan publik. Bukan karena keputusannya dan bu- kan pula karena kualitasnya saat memimpin partai nal itu pada Minggu 1 Agustus 2010 di Stadion Manahan Solo, Jawa tengah. Dia diminta diganti di tengah pertandingan oleh Kapolda Jawa Tengah yang menjadi kepala pengamanan nal, dengan alas- an Jimmy bisa mengakibatkan kerusuhan di stadion karena keputusan yang dinilai merugi- kan kubu Arema. Padahal, semua pihak ter- masuk Arema sendiri men- gakui kepemimpinan Jimmy sangat baik di pertandingan itu. Namun bagi Jimmy, itulah permainan sepak bola di Tanah Air yang masih belum fair play. Ketegasan dan kewibawaan serta daya tahannya ter- hadap berbagai tekanan saat memimpin pertandingan yang ditunjukkan Jimmy di lapangan ternyata belum mampu menyu- guhkan permainan sepak bola di Indonesia enak ditonton. Banyak faktor tentunya yang memengaruhi persepakbolaan nasional. (M-1) [email protected] H ANYA berdasar- kan rasi bintang, langkah seseorang ditentukan. Mung- kin Anda tidak percaya, tapi itu yang terjadi dalam hidup se- orang wasit sepak bola, Jimmy Napitupulu. Diawali kebingungan memi- lih jurusan apa ketika hendak masuk kuliah, Jimmy yang datang dari Pekanbaru, Riau, memutuskan masuk ke fakul- tas hukum berdasarkan rasi bintangnya, Libra. Libra yang digambarkan da- lam bentuk timbangan meng- ingatkan pada patung Dewi Keadilan yang membawa tim- bangan dengan mata tertutup. Siapa yang salah, timbangan- nya akan lebih berat. Hal seperti itulah yang men- dasarkan keisengan Jimmy, yang sebelumnya gagal pada ujian seleksi penerimaan ma- hasiswa baru (sipenmaru) pada waktu itu, di Fakultas Teknolo- gi Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB). Jimmy mencoba peruntung- annya di Fakultas Hukum Universitas Kristen Indonesia (UKI), Jakarta, karena malas kembali ke Pekanbaru. “Saya ikut gelombang tiga Fakultas Hukum UKI. Ke- napa fakultas hukum, karena bintang saya Libra dan ben- tuknya timbangan. Saya dari IPA, ambil fakultas hukum saja iseng-iseng,” ujar Jimmy memberikan alasan pilihan- nya itu. Tanpa dia duga, hasil sipen- maru memberi dia jalan untuk mencicip kuliah. “Saya ikutan gelombang ketiga dan lolos. Saya kuliah di Salemba sampai saya tamat,” kenangnya. Sejak dinyatakan lulus dan menyandang gelar sarjana hukum pada 1991, Jimmy yang mengambil jurusan hukum per- data langsung diterima bekerja di sebuah kantor pengacara di Jakarta hingga 1997. Tugasnya ialah melakukan eksekusi un- tuk hipotek bank yang menga- lami kredit macet. Perusahaan tempatnya ber- naung menangani 14 bank di seluruh Indonesia. Hari-hari Jimmy waktu itu boleh dibilang cukup sibuk. Namun di luar perkiraan- nya, krisis moneter melanda Indonesia pada 1997. Tanpa ampun, kantor pengacaranya mengalami kesulitan dan ham- Oppie Andaresta Delon Thamrin MI/M SOLEH ANTARA MI/SUSANTO Tidak Puas dengan RBT Ganti Channel Nonpolitik si ANTARA d MI/M SOLEH Tahun 1997 saya berhenti, banting setir jadi wasit. Saya waktu itu sudah wasit nasional.”

Transcript of PENGACARA KARENA RASI BINTANG - ftp.unpad.ac.id · kai profesi di kantor pengacara karena sering...

Page 1: PENGACARA KARENA RASI BINTANG - ftp.unpad.ac.id · kai profesi di kantor pengacara karena sering kali waktunya habis dan tersisa sedikit untuk keluarga. “Waktu itu saya jarang ber-kumpul

BAGI sebagian orang, politik ada-lah sesuatu yang me-narik. Tapi, hal itu tidak berlaku bagi runner-up Indone-sian Idol musim per-tama Delon Thamrin. Ia lebih memilih mengganti saluran televisinya jika berhadapan dengan berita politik. Nah!

“Antara mengikuti dan tidak mengikuti juga soal berita politik. Saya mending ganti channel cari tontonan yang lebih menarik. Itu terlalu berat,” kata Delon, di Jakarta, kemarin. Meski demikian, ia menolak disebut benci politik. Menurut lelaki kelahiran Jakarta, 32 tahun lalu ini, politik menjadi urusan bagi politisi, sedangkan ia hanya ingin memfokuskan diri dalam urusan menyanyi.

“Tidak terlalu sebal dan benci sama politik, cuma tidak suka mengikuti. Politik itu urusan sana. Saya konsen ke nyanyi saja, lah.

Nyanyi saja masih berantak-an,” sahutnya.

P o l i t i k , b a g i p e m i l i k a l b u m

Bahagiaku ini, seperti tidak ada habisnya. Masalah yang timbul

selalu berulang tan-pa ada pemecahan-nya yang jelas. Lalu, apa pendapatnya soal posisi Presiden Yudhoyono seka-

rang jika dilihat dari situasi tersebut? “Kan sudah

dipilih rakyat untuk jabatan sampai tahun 2014. Tiga tahun lagi ini. Kita tunggu saja lah,” jawab-nya sembari melempar senyum. (Din/M-1)

KAMPANYE antipem-bajakan bagi musikus Oppie Andaresta masih sekadar paradigma. Aparat penegak hukum dinilai tidak melakukan sesuatu yang berarti untuk memberantas pembajakan.

“Persoalan di musik dari dulu sama, dan saya yakin tetap sama hingga tahun depan. Soal pembajakan. Usaha (memberan-tas pembajakan) sudah banyak, tapi hanya sebatas paradigma,” ujar penyuka musik etnik ini ke-pada Media Indonesia di Jakarta, kemarin.

Oppie mengaku geram de ngan pembajakan yang tak pernah tun-tas. Menurut dia, pembajakan

akan mengorbankan banyak perusahaan rekaman dan para pencipta lagu. Ujung-ujungnya,

industri musik akan terimbas.“Kalau action dari pelaku in-

dustri musik sudah banyak. Kita kampanye dan lain-lain. Saya sering diundang ke seminar dan workshop. Tapi, itu hampir tidak ada efek sama sekali,” keluhnya.

Penyanyi berusia 40 tahun ini juga mengakui alternatif untuk meraup untung le-wat industri musik sangat sempit. Ring back tone (RBT) hanya menolong sedikit. Ia

tetap merasa tak puas.“ R B T i t u c u k u p

menolong. Tapi, seba-gai alternatif, itu tidak terlalu puas buat saya. Hanya 30 detik saja, kita bisa buat apa,” tan-

dasnya. (Din/M-1)

PENGACARA KARENA RASI BINTANGBaginya profesi pengacara dan wasit tak ada bedanya, semua ada aturan yang tegas.

J I M M Y N A P I T U P U L U

THALATIE K YANI

5KAMIS, 10 MARET 2011 | MEDIA INDONESIA SOSOK

pir ditutup.“Mereka hancur semua.

Kredit macet diambil Badan Penyehatan Perbankan Na-sional (BPPN) semua. Kita tidak ada perkara lagi kantor,” ujarnya.

Tanpa dia sadari, hobinya bermain bola yang dilakukan juga saat ia masih bekerja di kantor pengacara ternyata mengubah jalan hidupnya. Dia masih ingat, pada 1995 iseng-iseng mendaftar sebagai wasit dengan mengambil lisensi wasit.

Keisengannya itu juga atas bujukan temannya, Budi Supri-atno, yang mengajaknya. Dia tergiur dengan rayuan teman-nya itu bahwa menjadi seorang wasit bisa jalan-jalan ke berba-gai daerah dengan gratis.

“Ya sudah, saya ikut, C3. Tahun 1996 saya naik C2 peng-prov. Nasional saya 1997. Se-telah krisis moneter 1997, se-mua bank bangkrut, bergabung semua,” ujarnya. “Tahun 1997 saya berhenti, banting setir jadi wasit. Saya waktu itu sudah wasit nasional,” cetusnya.

AdilAda alasan khusus yang di-

sampaikan Jimmy untuk lebih menekuni profesi wasit, yang terbilang langka itu. Jimmy pun mengaku tidak terlalu menyu-kai profesi di kantor pengacara karena sering kali waktunya habis dan tersisa sedikit untuk keluarga.

“Waktu itu saya jarang ber-kumpul dengan ketiga putri saya. “Jumpa anak cuma hari Minggu. Lagi jalan sama anak, dipanggil ke kantor, berangkat juga. Tidak ada kesenangan,” ujar Jimmy.

Namun, bukan berarti Jimmy langsung menguasai lapangan hijau. Bersama tiga rekannya, Jimmy membuka kantor pe-ngacara hingga 1999. Sementara temannya sukses menjadi pe-ngacara, nasib tidak membawa-nya bersidang di meja hijau.

“Kalau pengacara, kita ber-sidang di meja hijau. Kalau wasit, lapangan hijau. Sama juga, kita menegakkan aturan, hukumnya sudah ada, pasal-pasalnya ada,” ujarnya.

Prinsip Jimmy yang tegas

itu pada akhirnya menempat-kan dirinya sebagai salah satu wasit terbaik yang dimiliki Indonesia. Beberapa pertan-dingan fi nal pun dipercayakan PSSI kepadanya, seperti partai fi nal Piala Indonesia 2010 yang mempertemukan Arema Indo-nesia dengan Sriwijaya FC.

Sosok Jimmy pernah men-jadi sorotan publik. Bukan karena keputusannya dan bu-kan pula karena kualitasnya saat memimpin partai fi nal itu pada Minggu 1 Agustus 2010 di Stadion Manahan Solo, Jawa tengah.

Dia diminta diganti di tengah pertandingan oleh Kapolda Jawa Tengah yang menjadi kepala pengamanan fi nal, de ngan alas-an Jimmy bisa mengakibatkan kerusuhan di stadion karena keputusan yang dinilai merugi-kan kubu Arema.

Padahal, semua pihak ter-masuk Arema sendiri men-gakui kepemimpinan Jimmy sangat baik di pertandingan itu. Namun bagi Jimmy, itulah permainan sepak bola di Tanah Air yang masih belum fair play. Ketegasan dan kewibawaan serta daya tahannya ter-hadap berbagai tekanan saat memimpin pertandingan yang ditunjukkan Jimmy di lapangan ternyata belum mampu menyu-guhkan permainan sepak bola di Indonesia enak ditonton. Banyak faktor tentunya yang memengaruhi persepakbolaan nasional. (M-1)

[email protected]

HANYA berdasar-kan rasi bintang, langkah seseorang ditentukan. Mung-

kin Anda tidak percaya, tapi itu yang terjadi dalam hidup se-orang wasit sepak bola, Jimmy Napitupulu.

Diawali kebingungan memi-lih jurusan apa ketika hendak masuk kuliah, Jimmy yang datang dari Pekanbaru, Riau, memutuskan masuk ke fakul-tas hukum berdasarkan rasi bintangnya, Libra.

Libra yang digambarkan da-lam bentuk timbangan meng-ingatkan pada patung Dewi Keadilan yang membawa tim-bangan dengan mata tertutup. Siapa yang salah, timbangan-nya akan lebih berat.

Hal seperti itulah yang men-dasarkan keisengan Jimmy, yang sebelumnya gagal pada ujian seleksi penerimaan ma-hasiswa baru (sipenmaru) pada waktu itu, di Fakultas Teknolo-gi Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB).

Jimmy mencoba peruntung-annya di Fakultas Hukum Universitas Kristen Indonesia (UKI), Jakarta, karena malas kembali ke Pekanbaru.

“Saya ikut gelombang tiga Fakultas Hukum UKI. Ke-napa fakultas hukum, karena bintang saya Libra dan ben-tuknya timbangan. Saya dari IPA, ambil fakultas hukum saja iseng-iseng,” ujar Jimmy memberikan alasan pilihan-nya itu.

Tanpa dia duga, hasil sipen-maru memberi dia jalan untuk mencicip kuliah. “Saya ikutan gelombang ketiga dan lolos. Saya kuliah di Salemba sampai saya tamat,” kenangnya.

Sejak dinyatakan lulus dan menyandang gelar sarjana hukum pada 1991, Jimmy yang mengambil jurusan hukum per-data langsung diterima bekerja di sebuah kantor pengacara di Jakarta hingga 1997. Tugasnya ialah melakukan eksekusi un-tuk hipotek bank yang menga-lami kredit macet.

Perusahaan tempatnya ber-naung menangani 14 bank di seluruh Indonesia. Hari-hari Jimmy waktu itu boleh dibilang cukup sibuk.

Namun di luar perkiraan-nya, krisis moneter melanda Indonesia pada 1997. Tanpa ampun, kantor pengacaranya mengalami kesulitan dan ham-

Oppie Andaresta

Delon Thamrin

MI/M SOLEH

ANTARA

MI/SUSANTO

Tidak Puas dengan RBT

Ganti Channel Nonpolitik

siANTARA

dMI/M SOLEH

Tahun 1997 saya berhenti, banting

setir jadi wasit. Saya waktu itu sudah wasit nasional.”