PENERAPAN TEKNOLOGI TERMAL UNTUK PENGOLAHAN · PDF filepengolahan limbah, ... • Degradasi...
Transcript of PENERAPAN TEKNOLOGI TERMAL UNTUK PENGOLAHAN · PDF filepengolahan limbah, ... • Degradasi...
PENERAPAN TEKNOLOGI TERMAL UNTUK
PENGOLAHAN SAMPAH (INSINERASI)
Oleh : Kardono
Bahan Diskusi Internal
Pusat Teknologi Lingkungan, BPPT
Serpong, 27 Juli 2016
Referensi
Alonso-Torres Beatriz et. al., 2010, Design of a Municipal Solid Waste Incinerator Based on Hierarchical Methodology, CHEMICAL ENGINEERING TRANSACTIONS Volume 21, 2010, ISBN 978-88-95608-05-1 ISSN 1974-9791.
María Margallo, et al., 2012, Best Available Techniques in Municipal Solid Waste Incineration: State of the Art in Spain and Portugal, CHEMICAL ENGINEERING TRANSACTIONS VOL. 29, 2012, ISBN 978-88-95608-20-4; ISSN 1974-9791.
WORLD BANK, 1999, Technical Guidance Report, Municipal Solid Waste Incineration , Washington, D.C. 20433, U.S.A.
UNIDO – UNITED, 1991, Audit And Reduction Manual For Industrial Emissions And Wastes, United Nations
Publication, Sales No. : 91-III-D6, ISBN 92-807-1303-5, Copyright © 1991 UNEP, First edition 1991.
LaGrega, M.D, et.al., 2001, Hazardous Waste Management (Chapter 12: Thermal Method), McGraw-Hill
International Edition.
Jerry W. Crowder, Jerry W, John R. Richards, Inspection of Gas Control Devices and Selected Industries, Student
Manual, APTI Course 455, Third Edition, USEPA, Office of Air, Noise and Radiation, Office of Air Quality
Planning and Standards, Research Triangle Park, NC 27711
Gerald T. Joseph, David S. Beachler, Control of Gaseous Emissions, Student Manual, APTI Course 415, USEPA,
Office of Air, Noise and Radiation, Office of Air Quality Planning and Standards, Research Triangle Park, NC
27711
Shammas, N. K. and L. K. Wang (2010), Incineration and Combustion of Hazardous Wastes, in Handbook of
Advanced Industrial and Hazardous Wastes Treatment (Editors: L. K. Wang, Yung-Tse Hung, N. K. Shammas),
CRC Press,Boca Raton, FL 33487-2742.
Walter R. Niessen (2002), Combustion and Incineration Processes, Third Edition, Marcel Dekker, Inc., 270
Madison Avenue, New York, NY 10016
Urutan Presentasi
I. APA ITU TEKNOLOGI TERMAL?
II. KELOMPOK SISTEM TERMAL UNTUK SAMPAH
III. SYARAT INSINERASI SAMPAH
• Proses Insinerasi
• Keuntungan/ Kerugian Insinerasi
• Faktor-faktor Penting Insinerasi
• Technical Plant Overview
• Lokasi Fasilitas: Isu dan Kriteria Kunci
IV. TEKNOLOGI INCINERATOR
• Isu Kunci/ Kriteria Kunci Teknologi
• Perbedaan 3 tipe Teknologi Insinerasi Sampah
V. TENTANG GRATE INCINERATOR
• Desain dan Layout
• Beberapa Contoh Data Operasi
Area/ lahan
Energi
Air
Emisi
Air Limbah
Residu
I. APA ITU TEKNOLOGI TERMAL?
Teknologi termal adalah proses termokimia untuk
menghasilkan energi (listrik, bahan bakar atau panas); misalnya pembakaran atau gasifikasi sampah (MSW).
Fasilitas termal sampah juga dikenal dengan istilah fasilitas “limbah-ke-energi” (“waste-to-energy /WTE”).
Sebenarnya incinerator – utamanya untuk penghancuran limbah (waste destruction).
Jika boiler and industrial furnaces (BIFs) – utamanya untuk pemulihan energi dan material (bahan baku).
Incinerator vs BIF
• Insinerator yang digunakan untuk mmembakar limbah B3
atau sampah tujuan utamanya untuk penghancuran/
pengolahan limbah, namun kadang-kadang sedikit energi atau
material dapat diperoleh.
• Jika dilakukan dengan benar, insinerasi dapat
menghancurkan senyawa organik beracun dan
mengurangi volume limbah.
• Oleh karena logam tidak terbakar, insinerator bukan cara
efektif untuk mengolah metal dalam limbah.
• BIF membakar limbah untuk pemulihan potensi energi
dan material, dengan manfaat sekundernya pengolahan
limbah.
II. KELOMPOK SISTEM TERMAL UNTUK
SAMPAH
A. Sistem pembakaran konvensional,
B. Sistem gasifikasi, dan
C.Memanfaatkan sampah (atau komponen
sampah) sebagai campuran bahan bakar
terhadap bahan bakar fosil.
A. Sistem Pembakaran Konvensional
(“transformation”)
Sistem pembakaran konvensional
membakar campuran sampah ( tanpa
diproses atau diproses minimal) dalam
insinerator.
B. Sistem Gasifikasi
Ada 3 tipe sistem gasifikasi: (1) gasifikasi konvensional, (2)
pirolisa dan (3) plasma arc.
1. Sistem gasifikasi konvensional
• membakar sampah padat dalam ruang bakar (kiln) dengan suhu
tinggi dalam kondisi oksigen berkurang yang menghasilkan
bahan bakar gas sintesis (syngas).
• Produk syngas: CO, H2, CH4 dan hidrokarbon ringan lainnya.
• Gasifikasi mungkin juga menghasilkan cairan dalam bentuk tar
atau minyak, padatan misal arang (char) dan abu.
B. Sistem Gasifikasi
2. Sistem pirolisa
• Degradasi limbah padat secara termal dalam kondisi tanpa O2
atau udara.
• Prosesnya mirip dengan gasifikasi konvensional tetapi
dioptimalkan untuk memproduksi bahan bakar cair atau minyak
pirolisa (kadang disebut “bio-oil”); juga menghasilkan produk gas
dan padatan (arang).
• Cairan pirolisa dapat digunakan langsung (sebagai bahan bakar
boiler dan mesin stasioner), atau disuling (refined) untuk
menghasilkan kualitas yang lebih tinggi (misal sebagai bahan bakar
motor, bahan kimia, adhesive, dll).
B. Sistem Gasifikasi
3. Gasifikasi plasma arc
• Menggunakan voltase listrik yang tinggi untuk
menciptakan medan listrik yang memanasi sampah
pada suhu yang sangat tinggi.
• Intensitas panas bisa memecah molekul organik
menjadi molekul gas yang sederhana misalnya H2, CO
dan CO2.
• Bagian anorganik dari MSW diubah (divitrifikasi)
menjadi residu mirip kaca yang dapat digunakan dalam
konstruksi atau bahan paving.
C. Sampah sebagai Bahan Bakar Campuran/
Alternatif
MSW atau tipe tertentu dari sampah yang
dipisahkan dapat digunakan sebagai bahan bakar
tambahan di beberapa fasilitas.
Misalnya, sampah ban digunakan sebagai bahan bakar
campuran di pabrik semen.
Potongan-potongan ranting kayu yang berasal dari
sampah kota juga dimanfaatkan sebagai bahan bakar.
Proses Termal MSW
Insinerasi
Gasifikasi
BBA
Power
Power
Bahan Kimia
Bahan Bakar
Steam
Syngas MSW
Power Padat
III. INSINERASI SAMPAH (MSW)
Proses Incinerasi
Proses pembakaran berdasarkan prinsip 3T:
1) Time (waktu);
2) Temperature;
3) Turbulence (kecepatan gas, pencampuran)
Dapat mengurangi MSW sekitar 90% volume atau 75% berat.
Suhu pembakaran tinggi memastikan pembakaran sempurna untuk
menghilangan bau, menghasilkan produk gas dan abu yang tidak bahaya dan
beracun.
Stabilisasi limbah - Output dari insinerator lebih inert akibat oksidasi bahan
organiknya.
Pemulihan energi dari limbah - Energi yang dipulihkan untuk menghasilkan uap
yang digunakan sebagai pembangkit listrik atau energi panas.
Sterilisasi limbah - Untuk memastikan penghancuran patogen sebelum
pembuangan akhir.
Keuntungan Insinerasi
Volume dan berat limbah terkurangi.
Pengurangan limbah terjadi segera, tidak memerlukan waktu panjang.
Limbah dapat dibakar di dekat lokasi sumber tidak harus diangkut ke lokasi yang jauh.
Emisi udara dapat dikontrol secara efektif untuk mengurangi dampak lingkungan (atmosfer)
Residu abu insinerasi biasanya tidak akan membusuk atau lebih steril.
Tersedia teknologi terbaik (BAT) dan efektif.
Memerlukan TPA yang relatif kecil dibandingkan TPA sampah.
Dengan menggunakan teknik pemulihan panas/ energi, biaya operasi dapat ditekan.
Kerugian Insinerasi (1)
Menghasilkan abu terbang (fly ash) dan gas kontaminan sehingga
perlu perangkat kontrol polusi.
Biaya modal besar.
Butuh operator yang terampil
Tidak semua material limbah dapat dibakar (misal: material
konstruksi dan bongkaran).
Suplemen bahan bakar diperlukan untuk start dan untuk
mempertahankan proses pembakaran.
Kekhawatiran publik tentang pembakaran sampah kota (MSW)
yaitu potensi emisi dioksin dan furan.
Kerugian Insinerasi (2)
Residu padat yang tersisa di tungku (bottom ash) harus dikirim
ke TPA.
Dioksin terbentuk seperti dalam pembakaran limbah yang
mengadung klorin misal PCB dan PVC.
Dampak Kesehatan seperti
o Gangguan sistem saraf ;
o Gangguan tiroid;
o Kerusakan pada sistem kekebalan tubuh;
o Dll
Faktor-faktor Penting Insinerasi
1. Kadar air sampah
Tambah tinggi kadar air sampah, lebih banyak bahan bakar yang digunakan untuk
proses penghancurkan.
2. Nilai kalor
Tanpa nilai kalor yang signifikan, insinerasi tidak akan menjadi cara pengelolaan
sampah yang layak, terutama dalam kerangka WTE.
3. Garam anorganik
Sampah yang mengandung banyak anorganik, garam-garam alkalin akan
terakumulasi pada permukaan furnace, menghasilkan slag atau cake yang sangat
menurunkan kinerja insinerator.
4. Kandungan sulfur atau halogen yang tinggi
Adanya klorida atau sulfida dalam limbah umumnya membentuk senyawa asam
dalam gas emisi.
Technical Plant Overview (1)
Sistem insinerasi MSW terdiri dari beberapa sub-sistem sbb:
Registrasi dan kontrol sampah masuk.
Untuk tujuan pembayaran, monitoring, dan kontrol, sampah harus
disebutkan (declared), ditimbang dan dicatat setealh masuk pabrik.
Pengurangan ukuran, pemilahan dan inspeksi
sampah (opsional).
Tergantung pada tipe sampah dan asalnya, mungkin perlu
mengurangi ukurannya, memilah dan menginspeksi semua atau
bagian sampah yang diterima.
Technical Plant Overview (2)
• Penerimaan (unloading) dan hopper untuk sampah
Sampah diturunkan masuk ke penyimpanan (bunker) atau sistem hopper.
Kapasitas penyimpanan harus memperhatian variasi harian atau
mingguan jumlah sampah dan untuk pencampuran sampah
(menghomogenkan) untuk diumpankan ke ruang bakar.
Feeding system
Sampah dimasukkan dari hopper ke dalam ruang bakar biasanya
menggunakan crane atas.
Furnace
Sampah pertama kali dikeringkan, kemudian dinyalakan, kemudian
dibakar sempurna dalam zona pembakaran yang tersusun secara seri
pada movable grate.
Gas emisi dibakar sempurna di ruang bakar 2 (after-burning chamber).
Technical Plant Overview (3)
Sistem Pemulihan Energi
Energi dipulihkan (recovered) sebagai power, panas atau uap (atau kombinasinya), tergantung pada kebutuhan pasarnya.
Sistem pengambilan abu dan clinker (slag)
Abu dan clinker dikumpulkan dan dibawa dengan conveyor atau sistem doorong.
Abu dan clinker dapat disaring, dipilah dan dimanfaatkan untuk pengerasan tanah/ jalan. Sisanya dikirim ke TPA.
Technical Plant Overview (4)
Sistem Kontrol Polusi Udara (APC system).
Tergantung tingkat kebersihan yang dinginkan–EP, baghouse filter, cyclone, scrubber, pembersih gas (SO2, NOx, dioxin/furan)
Cerobong
Emisi yang sudah ditreatmen akhirnya keluar ke atmosfer melalui cerobong.
Tinggi cerobong tergantung apada kondisi topografi dan kondisi meteoorologi.
Lokasi Fasilitas (1)
Isu-isu Kunci
Lokasi harus ditetapkan berdasarkan isu ekonomi dan lingkungan. Dampak
lingkungan dan kesehatan harus dikaji.
Fasilitas insinerasi sampah sebanding dengan industri menengah sampai berat
dalam kaitannya dengan dampak lingkungan, gangguan publik, keperluan
jaringan transportasi, dan infrastruktur lainnya.
Fasilitas insinerasi sampah akan menghasilkan energi (panas atau listrik), maka
sebanding dengan sistem pembangkit listrik fosil.
Fasilitas insinerasi sampah juga sebanding dengan PLTU batubara kaitannya
dengan polutan (emisi) dan residu padatan dari pembakaran dan operasi APC.
Oleh karena itu, fasilitas insinerasi ini sebaiknya dekat dengan pembangkit
energi fosil agar terjadi kerjasama yang saling menguntungkan terhadap
fasilitas layanan yang dibutuhkan.
Lokasi Fasilitas (2)
Kriteria kunci
: TPA tipe kontrol dan dioperasikan dengan baik (controlled
and well-operated landfill) harus tersedia untuk menimbun
residu.
: Dalam kaitannya dengan kualitas udara, lokasi dengan situasi
inversi dan asbut (smog) yang panjang kurang tepat.
: Fasilitas insinerasi sampah harus ditempatkan pada lokasi tata
guna lahan yang didedikasikan untuk industri menengah atau
berat.
: Fasilitas insinerasi sampah harus ditempatkan pada area
industri yang dekat dengan pembangkit energi.
Lokasi Fasilitas (3)
Kriteria kunci
: Harusnya tidak boleh > 1 jam transport sampah dari sumber ke fasilitas insinerator.
: Fasilitas insinerasi sampah harus berada 300–500 m dari permukiman.
: Fasilitas insinerasi sampah harus berlokasi dekat dengan konsumen energi jika tidak masuk dalam jaringan distribusi PLN.
Kajian Kelaikan Lokasi
Dekat dengan pusat pembangkit energi
Masalah Traffic dan transportasi
Kualitas udara
Kebisingan
Dekat dengan Jaringan distribusi energi (jaringan listrik)
Utilitas
TPA (Landfill)
IV. INCINERATION
TECHNOLOGY
Incineration Technology - Key Issues
Inti fasilitas insinerasi adalah sistem pembakaran – dibedakan
dalam 2 kategori:
1) membakar sampah langsung seperti apa adanya (mass burning of “as-received”
and inhomogeneous waste), dan
2) membakar sampah yang sudah ditreatmen awal dan dihomogenkan (pretreated
and homogenized waste).
“Mass burning waste” sedikit atau tidak membutuhkan treatmen
awal.
Sistem mass burning biasanya menggunakan tipe grate (jeruji)
bergerak (moving grate).
Insinerasi tipe grate bergerak dapat memenuhi kinerja teknis
dan mengakomodasi tingginya variasi dari komposisi dan nilai
kalor sampah.
Incineration Technology - Key Issues
Alternatifnya dan kurang umum digunakan adalah rotary kiln.
Pembakaran limbah yang ditreatmen awal dan dihomogenkan
memerlukan pengecilan ukuran, pencacahan dan pemilahan manual,
sehingga jumlah tipe insinerasi ini terbatas.
Alternatif terhadap pembakaran limbah yang ditreatmen awal dan
dihomogenkan secara teoritis adalah fluidized bed.
Akan tetapi fluidized bed ini termasuk teknologi baru di dalam
insinerasi sampah sehingga sangat terbatas jumlah dan skalanya.
Incineration Technology – Key Criteria
Nilai kalor bawah (LCV) sampah minimal 6 MJ/kg (1434 Kcal/kg)
sepanjang waktu. Rata-rata tahunan LCV minimal 7 MJ/kg (1673
Kcal/kg).
Teknologinya berbasis mass burn technology dengan grate bergerak.
Lebih dari itu, supplier yang dipilih harus mempunyai referensi cukup
bahwa fasilitas tersebut beroperasi bagus beberapa tahun.
Ruang bakar (furnace) harus didesain untuk operasi yang stabil dan
kontinyu dan pembakaran pamungkas (sempurna) dari sampah dan
gas emisinya (CO<50 mg/Nm3, TOC<10 mg/Nm3?).
Jumlah sampah tahunan yang diinsinerasi tidak kurang dari 50.000
Ton, dan variasi mingguan penyediaan sampah untuk fasilitas
insinerasi tidak boleh lebih dari 20%.
Review Teknologi
Incineration Technology - Treatmen awal
limbah
Sorting
Homogenization
Moving Grate Incineration
Incineration Technology - Grate
Grate bergerak yang didesain dengan benar dapat membawa dan
mengaduk sampah serta mendistribuskan udara dengan merata.
Grate diletakkan dalam zona yang bisa secara individu diatur, dan udara
bakar biasanya dapat dipanasi awal (preheat) untuk mengakomodasi
variasi sampah dengan LCV.
Ada beberapa desain grate – bergerak ke depan, bergerak ke belakang,
bergerak ganda, rocking, dan roller.
Desain detil grate tergantung pada pembuatnya, dan penerapannya
harus dievaluasi dengan seksama untuk komposisi sampah aktual.
Yang penting juga, desain grate harus proven oleh pembuatnya
berdasarkan pengalaman dan referensi terkait.
Incineration Technology- Grate
Keuntungan
Tidak dibutuhkan sorting atau shredding.
Teknologi banyak digunakan dan sudah terbukti untuk insinerasi limbah
(sampah) dan memenuhi syarat kinerja teknis.
Dapat mengakomodasi variasi yang tinggi komposisi dan nilai kalor limbah
Memungkinkan tercapainya efisiensi termal sampai 85%.
Setiap furnace dapat dibuat sampai kapasitas 1,200 t/hari (50 t/jam).
Kerugian
Biaya modal dan operasi yang tinggi.
Incineration Technology – Rotary Kiln
Insinerator tipe rotary kiln terdiri dari lapisan sampah yang dibakar dalam silinder berputar
Material ditranspor melalui furnace dengan putaran dari silinder miring
Keuntungan
Tidak perlu sorting atau shredding.
Efisiensi termal bisa mencapai sampai 80%
Dapat mengakomodasi variasi yang besar komposisi dan nilai kalor sampah/limbah.
Kerugian
Teknologi kurang umum digunakan untuk insinerasi sampah.
Biaya kapitas dan operasi yang tinggi
Kapasitas maksimum furnace terbatas hanya sekitar 480 ton /hari (20 t/jam).
Incineration Technology – Fluidized Bed
Insinerasi unggun terfluida didasarkan pada prinsip dimana partikel bercampur
dengan bahan bakar diunggunkan oleh udara. Reaktor biasanya terdiri dari
tungku vertikal berisi material granular misalnya pasir silica, kapur atau material
ceramic.
Keuntungan
Relatif rendah biaya modal dan perawatan karena desain yang sederhana.
Efisiensi termal sampai 90%
Cocok untuk berbagai bahan bakar dan dapat untuk limbah padat dan cair
secara kombinasi atau sendiri-sendiri.
Kerugian
Sampai sekarang tidak umum atau belum terbukti secara teknolgi untuk sampah.
Relatif membutuhkan limbah dengan ukuran dan komposisi tertentu yang
biasanya memerlukan penanganan awal.
V. GRATE INCINERATOR
Desain dan Tata Letak Mass Burning
Incineration System – Grate (1)
Grate mempunyai 2 maksud utama: (1) untuk membawa, mencampur
dan mengukur bahan bakar (limbah), dan (2) untuk menyediakan dan
mendistribusikan udara bakar primer ke dalam lapisan limbah.
Insinerator tipe grate telah secara luas diterapkan untuk insinerasi
campuran sampah kota (MSW). Di Eropa 90% instalasi insinerator
MSW menggunakan tipe grate.
Insinerator tipe grate digunakan untuk limbah tidak homogen dan
bernilai kalor rendah.
Sistem grate meliputi:
o Reciprocating grates
o Roller grates
o Reversed feed grates
Desain dan Tata Letak Mass Burning
Incineration System – Grate (2)
Insinerator tipe grate biasanya mempunyai komponen sbb:
o Pengumpan limbah (waste feeder)
o Grate insinerasi
o Pengeluar abu dasar (bottom ash)
o Sistem pipa udara insinerasi
o Ruang (kiln) insinerasi
o Tungku (burner) tambahan
Desain dan Tata Letak Mass Burning
Incineration System – Grate (3)
Waktu tinggal limbah dalam grate insinerasi < 60 menit.
Suplai udara primer dan udara sekunder.
Waktu tinggal gas > 2 detik dan suhu gas > 850 °C.
Kesempurnaan pembakaran diindikasikan oleh kadar CO.
Biasanya tungku tambahan diperlukan untuk mencapai suhu
pembakaran yang ditetapkan.
Grate perlu didinginkan karena suhu tinggi dapat merusak grate.
Dua sistem pendingin grate: udara pendingin dan air pendingin.
Pemanfaatan produk panas melalui pembentukan uap sangat panas
tekanan tinggi dari penukaran panas antara flue gas dan sirkuit
air/steam dalam boiler.
Diagram alir massa proses
MSW incineration furnaces with reciprocating grate (left) and
roller grate (right)
Moving grate
Contoh WTE dengan insinerator grate bergerak
Data Operasi Proses berbasis Pengalaman (1)
Area
Fasilitas WTE perlu area yang cukup. Dari pengalaman yang ada , tanah yang
dibutuhkan berkisar: 0,1 -0,25 m2 per ton umpan/ tahun; 0,16-0,19 m2/t untuk
grate incinerators , dan 0.68 m2/t untuk fluidized bed.
Energi
Proses insinerasi perlu energi untuk operasi: pompa dan blower. Kebutuhannya
naik dari kegiatan:
o Sistem pre-treatment mekanikal: shredder dan alat pompa dan persiapan air.
o Pemanasan udara insinerasi
o Pemanasan kemabli gas emisi (misal untuk peralatantretamen gas )
o Operasi fasilitas evaporasi air limbah
o Sistem treatmn flue gas dengan kehilangan tekanan tinggi (misal sistem filtrasi).
o Penurunan nilai kalor limbah – perlu tambahan bahan bakar.
o Treatmen lumpur, misal pengeringan.
Data Operasi Proses berbasis Pengalaman (2)
European Commission (2006b), kebutuhan energi listrik 0,062-
0,257 MWh/ ton limbah, dan 0,021 – 0,935 MWh /ton limbah
diinsinerasi.
McDougal et al. (2002): konsumsi listrik spesifik: 70 kWh dan
0,23 Nm3 gas alam per ton limbah yang dibakar selama start
up.
Konsumsi energi dari instalasi juga bervariasi tergantung nilai
kalor limbah.
Kira-kira 400-700 kWh listrik dibangkitkan dengan 1 ton MSW
melalui insinerator.
Data Operasi Proses berbasis Pengalaman (3)
Air
Air digunakan dalam insinerasi limbah untuk berbagai
keperluan (flue gas treatment, steam production etc),
tetapi kebutuhan terbesar adalah untuk pembersih gas
emisi.
Umumnya laju keluaran di insinerasi MSW sekitar 250
kg/ton waste.
Laju konsumsi sampai 3,5 ton air/ton limbah.
Konsumsi air untukFGT sekitar 1-6 m3 / ton limbah
(European Commission, 2006b).
Indeks Lingkungan Proses (1)
Emisi Udara
Polutan yang signifikan diemisikan adalah gas-gas asam ( SO2, NOx), CO2, PM, dioxins/furans (PCDDs/PCDFs), VOC (VOC non-metana dan metana) dan logam-logam berat.
Emisi udara dari fasilitas WTE tergantung pada komposisi limbah masuk, tipe insinerator, kondisi pembakaran, dan tipe FGT system.
Indeks Lingkungan Proses (2)
Air Limbah
Air digunakan insinerasi sampah untuk berbagai maksud (FGT,
produksi steam, dsb).
Limbah cair yang dihasilkan: 0,15-0,3 m3/ ton limbah masuk
insinerator (European Commission, 2006b).
Limbah cair yang dihasilkan: 200-770 liter dari sistem FGT per
ton limbah yang dibakar (McDougall et al., 2002)
Limbah cair juga berasal dari beberapa sumber (kondensat
cerobong setelah wet scrubber, air pembersih, air boiler, air
hujan terkontaminasi, dan diestimasi sampai 10.000 m3/tahun.
Indeks Lingkungan Proses (3)
Residu
Residu padat dari fasilitas WTE timbul dari 2 sumber pembakaran (abu dasar dan abu terbang)
dan residu padat dari sistem pembersih bahan bakar gas.
Tipikal insinerasi MSW sistem mass burn menghasilkan 220-390 kg abu dasar/ ton waste
(Dougal et al. 2002, European Commission 2006b).
Jumlah abu dasar tergantung kadar abu dari masukan limbah.
Sistem pembersih gas kering menghasilkan sekitar 45-52 kg abu dan residu per ton limbah.
Sistem semi wet menghasilkan 40 kg abu, dan sistem wet menghasilkan 20-30 kg abu dan 2,5-12
kg residu lumpur per ton limbah (McDougal et al. 2002).
Laporan dengan hasil lebih tinggi, yaitu 32-80 kg residu /ton untuk sistem kering, 40-65 kg/ton
untuk sistem semi-dry and 30-50 kg/ton untuk sistem basah (European Commission, 2006b).
MSW mengandung polutan anorganik (logam berat) yang tidak terdestruksi selama insinerasi;
oleh karenanya lepas ke luar atau menjadi abu dasar dan fly ash.
SELESAI