PENERAPAN MANAJEMEN CAIRAN PADA PASIEN DEMAM …repository.poltekkes-kdi.ac.id/713/1/KTI Abdurrahman...
Transcript of PENERAPAN MANAJEMEN CAIRAN PADA PASIEN DEMAM …repository.poltekkes-kdi.ac.id/713/1/KTI Abdurrahman...
PENERAPAN MANAJEMEN CAIRAN PADA PASIEN DEMAMBERDARAH DENGUE (DBD) DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN
CAIRAN DAN ELEKTROLIT DI RUANG LAIKA WARAKARUMAH SAKIT UMUM BAHTERAHMAS
PROVINSI SULAWESI TENGGARA
KARYA TULIS ILMIAH
Diajukan Sebagai Salah Satu Persyaratan Menyelesaikan PendidikanProgram Diploma III Keperawatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Kendari
Jurusan Keperawatan
Oleh :
ABDURRAHMAN AT TINP00320015051
KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIAPOLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES KENDARI
JURUSAN KEPERAWATAN2018
v
RIWAYAT HIDUP
I. IDENTITAS
1. Nama Lengkap : Abdurrahman At Tin
2. Tempat/Tanggal Lahir : Sengkang/29 April 1996
3. Jenis Kelamin : Laki-Laki
4. Agama : Islam
5. Suku/Kebangsaan : Bugis/Indonesia
6. Alamat : Jln. H.E.A Mokodompit Lr. Bintang
7. No. Telp/Hp : 082399432259
II. PENDIDIKAN
1. Sekolah Dasar Negeri 08 Baruga Kendari
2. Sekolah Menengah Pertama Swasta Kartika Kendari
3. Sekolah Menengah Kejuruan Swasta Tunas Husada Kendari
4. Akademi Keperawatan Poltekkes Kemenkes Kendari Tahun 2015-2018
vi
MOTTO PENULIS
Kegagalan Itu Urusan Nanti
Yang Terpenting Berani Untuk Mencoba Dan Mencoba
Jangan Pernah Mengeluh Dengan Keadaan Yang Datang Hari Ini.
Apapun Yang Terjadi, Terimalah Dengan Lapang Dada
Tujuan Dari Hidup Adalah Menjadikan Hidup
Memiliki Tujuan, Arah Dan Visi Yang Matang Dan Jelas
YOU CAN DO IT BRO!!!
vii
KATA PENGANTAR
Puji Syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah
ini. Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan kita
nabi agung Muhammad SAW. yang telah membawa risalah Islam yang penuh
dengan ilmu pengetahuan, khususnya ilmu-ilmu keIslaman, sehingga dapat
menjadi bekal hidup kita baik di dunia maupun di akhirat kelak.
Bagi penulis, penyusunan laporan karya tulis ilmiah yang berjudul
“Penerapan Manajamen Cairan Pada Pasien Demam Berdarah Dengue (DBD)
Dalam Pemenuhan Kebutuhan Cairan Dan Elektrolit Diruang Laika Waraka RSU
Bahterahmas Provinsi Sulawesi Tenggara” ini merupakan tugas yang tidak ringan.
Penulis sadar banyak hambatan yang menghadang dalam proses penyusunan
laporan ini, dikarenakan keterbatasan kemampuan penulis sendiri. Kalaupun pada
akhirnya karya ini dapat terselesaikan tentulah karena beberapa pihak yang telah
membantu dalam penulisan skripsi ini. Oleh Karena itu penulis sampaikan banyak
terimakasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuannya, utamanya
kepada yang terhormat:
1. Ibu Askrening, S.K,M.,M.Kes. selaku Direktur Politeknik Kesehatan
Kendari dan para Wakil Direktur Politeknik Kesehatan Kendari.
2. Bapak Indriono Hadi, S.Kep.,Ns.,M.Kes. selaku ketua Jurusan
Keperawatan Politeknik Kesehatan Kendari.
viii
3. Bapak Muhaimin Saranani, S.Kep., Ns., M.Sc., selaku pembimbing I yang
telah berkenan meluangkan waktu, tenaga dan pikirannya untuk
memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan karya tulis
ilmiah ini.
4. Bapak Sahmad, S.Kep., Ns., M.Kep., selaku pembimbing II yang telah
berkenan meluangkan waktu, tenaga dan pikirannya untuk memberikan
bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini.
5. Bapak Indriono Hadi, S.Kep.,Ns.,M.Kes. selaku dosen penguji I, Ibu Reni
Devianti U., M.Kep., Sp.Kmb. selaku dosen penguji II dan Ibu Fitri
Wijayati, S.Kep.,Ns.,M.Kep selaku dosen penguji III, yang telah
memberikan masukan dan saran dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah.
6. Ibu/Bapak Staf Dosen Program Studi Keperawatan Politeknik Kesehatan
Kendari yang telah memberikan bekal ilmu untuk bekal peneliti.
7. Pihak RSU Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara yang telah banyak
membantu dalam usaha memperoleh data yang peniliti perlukan.
8. Terima kasih kepada Mama yang telah memberikan nasehat, motivasi dan
dukungan terhadap terselesaikannya karya tulis ilmiah ini.
9. Keluarga dan sahabat-sahabat yang telah memberikan motivasi dan
dukungan terhadap terselesaikannya karya tulis ilmiah ini.
10. Terima kasih kepada Muh. Arif Hasanuddin Amd. Kep, Mudzakiroh,
Amd. Kep, Putri Aningsi Amd. Kep, dan Nurul Aziizah, Amd. Kep. Yang
telah memberikan motivasi dan dukungan hingga terselesaikannya karya
tulis ilmiah ini.
ix
11. Tn. D dan keluarga yang telah berkerja sama sehingga terselesaikannya
karya tulis ilmiah ini.
12. Buat seseorang yang spesial Indar Asmarani, Amd. Kep. terimakasih atas
perhatian dan pengertiannya, yang tak pernah lelah mengajari,memberi
motivasi, semangat, dan support, mendengarkan keluh kesah selama
pembuatan Karya Tulis Ilmiah.
13. Terimah kasih kepada teman-teman Perawat Muda kelas B angkatan 2015
atas kebersamaan selama 3 tahun ini.
Tidak ada yang dapat penulis berikan kepada mereka selain iringan do’a
yang tulus dan ikhlas semoga amal baik mereka diterima dan mendapat balasan
yang lebih baik dari Allah SWT. Tidak lupa saran dan kritik yang konstruktif
sangat penulis harapkan dari pembaca demi kesempurnaan karya tulis ilmiah ini.
Akhirnya penulis berharap semoga karya tulis ilmiah ini bermanfaat bagi
penulis pada khususnya dan bagi pembaca pada umumnya. Amin.
Kendari, 2 Agustus 2018
Abdurrahman At Tin
x
ABSTRAK
PENERAPAN MANAJEMEN CAIRAN PADA PASIEN DEMAMBERDARAH DENGUE (DBD) DALAM PEMEBUHAN KEBUTUHAN
CAIRAN DAN ELEKTROLIT DIRUANG LAIKA WARAKA RSUBAHTERAHMAS PROVINSI SULAWESI TENGGARA
ABDURRAHMAN AT TIN (2018)
DIPLOMA III KEPERAWATAN POLTEKKES KEMENKES KENDARIMuhaimin Saranani, S.Kep., Ns., M.Sc. dan Sahmad, S.Kep., Ns., M.Kep.
Demam Berdarah dengue dapat menyebabkan kekurangan cairan hal inidisebabkan karena permaebilitas dari kapiler pembuluh darah, Demam BerdarahDengue dapat menyebabkan berbagai masalah keperawatan salah satunyakekurangan volume cairan. Tujuan penelitian ini menerapkan manajemen cairanpada pasien Demam Berdarah Dengue dalam pemenuhan kebutuhan cairan danelektrolit. Tindakan keperawatan yang dilakukan sesuai dengan NOC (NursingOutcomes Classification) fluid balance dan NIC (Nursing IntervensionClassfication) fluid management dengan aktivitas keperawatan monitor tanda-tanda vital, monitor status hidrasi, pertahankan catatan intake dan output cairan,dorong masukan oral, dan kolaborasi pemberian cairan intravena. Jenis penelitianini yaitu deksriptif dengan jumlah subyek 1 pasien dengan diagnose medisDemam Berdarah Dengue. Fokus studi kasus penerapan manajemen cairandengan pasien Demam Berdarah Dengue, penelitian ini dilakukan pada tanggal 19juli 2018 s/d 23 juli 2018 di ruang laika waraka RSU Bahterahmas ProvinsiSulawesi Tenggara. Teknik pengumpulan data yaitu wawancara dan observasi.Hasil penelitian didapatkan masalah keperawatan teratasi pada hari ke 5perawatan dengan kriteria hasil membran mukosa lembab, tidak ditemukanperdarahan dibawah kulit, turgor kulit elastis, denyut nadi radialis teraba kuatdengan frekuensi 80 kali per menit, serta tidak ditemukan kehausan yang berlebih.
Kata kunci : Demam Berdarah Dengue, kekurangan volume cairan,manajemen cairan
xi
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL...........................................................................................i
HALAMAN KEASLIAN PENELITIAN ...........................................................ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................iii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ...........................................................iv
HALAMAN RIWAYAT HIDUP .......................................................................v
HALAMAN MOTO ...........................................................................................vi
KATA PENGANTAR ........................................................................................vii
HALAMAN ABSTRAK.....................................................................................x
DAFTAR ISI.......................................................................................................xi
DAFTAR GAMBAR ..........................................................................................xiv
DAFTAR TABEL...............................................................................................xv
DAFTAR LAMPIRAN.......................................................................................xvi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ........................................................................................1
B. Rumusan Masalah ...................................................................................5
C. Tujuan Studi Kasus .................................................................................5
D. Manfaat Studi Kasus ...............................................................................6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Dasar Demam Berdarah Dengue (DBD)
1. Pengertian Demam Berdarah (DBD) ................................................7
xii
2. Etiologi..............................................................................................8
3. Manifestasi Klinis .............................................................................8
4. Penatalaksanaan ................................................................................10
5. Patofisiologi ......................................................................................11
B. Konsep Asuhan Keperawatan Secara Umum ....................................12
1. Pengkajian .........................................................................................12
2. Diagnosa Keperawatan......................................................................13
3. Intervensi Keperawatan.....................................................................16
4. Implementasi Keperawatan...............................................................17
5. Evaluasi Keperawatan.......................................................................18
C. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan DBD.........................................19
1. Pengkajian .........................................................................................19
2. Diagnosa Keperawatan......................................................................25
3. Intervensi Keperawatan.....................................................................25
4. Implementasi Keperawatan...............................................................28
5. Evaluasi Keperawatan.......................................................................28
D. Konsep Dasar Cairan Dan Elektrolit ..................................................29
1. Cairan dan Elektrolit Tubuh..............................................................29
2. Pergerakan Cairan dan Elektrolit Tubuh...........................................30
3. Pengaturan Keseimbangan Cairan ....................................................32
4. Regulasi Elektolit ..............................................................................35
5. Faktor yang Mempengaruhi Keseimbangan Cairan..........................38
6. Gangguan Keseimbangan Cairan dan Elektolit ................................40
E. Pengkajian Kebutuhan Cairan Dan Elektrolit ..................................48
1. Riwayat Keperawatan .......................................................................48
2. Pengukuran Klinis.............................................................................50
3. Pemeriksaan Fisik .............................................................................51
4. Pemeriksaan Laboratorium ...............................................................52
BAB III METODOLIGI PENELITIAN
A. Rancangan Studi Kasus...........................................................................54
B. Subyek Studi Kasus ................................................................................54
xiii
C. Fokus Studi Kasus...................................................................................55
D. Definisi Operasional................................................................................55
E. Tempat dan Waktu ..................................................................................56
F. Pengumpulan Data ..................................................................................56
G. Penyajian Data ........................................................................................56
H. Etika Studi Kasus ....................................................................................57
BAB IV HASIL STUDI KASUS DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian .......................................................................................59
B. Pembahasan.............................................................................................63
C. Keterbasatan Penelitian...........................................................................68
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan .............................................................................................70
B. Saran........................................................................................................71
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................72
LAMPIRAN.......................................................................................................
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Skema Pathway Demam Berdarah Dengue ...................................... 11
xv
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 : Jumlah cairan masuk melalui oral pada Tn. D....................................62
Tabel 4.2 : Status keseimbangan cairan Tn. D......................................................64
Tabal 4.3 : Derajat dehidrasi berdasarakan skor menurut WHO ..........................66
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Jadwal Kegiatan
Lampiran 2 Informasi & Pernyatan Persetujuan (Informed Consent)
Lampiran 3 Instrumen Studi Kasus
Lampiran 4 Surat Ijin Pengambilan Data Awal
Lampiran 5 Surat Ijin Penelitian Dari Jurusan
Lampiran 6 Surat Ijin Penelitian Dari Poltekkes Kemenkes Kendari
Lampiran 7 Surat Ijin Penelitian Dari Balitbang
Lampiran 8 Surat Ijin Penelitian Dari Bahterahmas
Lampiran 9 Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian
Lampiran 10 Surat Keterangan Bebas Administrasi
Lampiran 11 Surat Keterangan Bebas Pustaka
Lampiran 12 Bukti Proses Bimbingan
Lampiran 13 Foto Dokumentasi Penelitian
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan oleh
virus dengue yang tergolong Arthropod-Borne Virus, genus flavivirus, dan
family flaviviridae. DBD ditularkan melalui gigitan nyamuk dari genus
Aedes, terutama Aedes aegypti (infodatin, 2016). Penyakit DBD dapat
muncul sepanjang tahun dan dapat menyerang seluruh kelompok umur.
Munculnya penyakit ini berkaitan dengan kondisi lingkungan dan perilaku
masyarakat (Kemenkes RI, 2016).
Menurut data WHO (2014) Penyakit demam berdarah dengue pertama
kali dilaporkan di Asia Tenggara pada tahun 1954 yaitu di Filipina,
selanjutnya menyebar keberbagai negara. Sebelum tahun 1970, hanya 9
negara yang mengalami wabah DBD, namun sekarang DBD menjadi
penyakit endemik pada lebih dari 100 negara, diantaranya adalah Afrika,
Amerika, Mediterania Timur, Asia Tenggara dan Pasifik Barat memiliki
angka tertinggi terjadinya kasus DBD. Jumlah kasus di Amerika, Asia
Tenggara dan Pasifik Barat telah melewati 1,2 juta kasus ditahun 2008 dan
lebih dari 2,3 juta kasus di 2010. Pada tahun 2013 dilaporkan terdapat
sebanyak 2,35 juta kasus di Amerika, dimana 37.687 kasus merupakan DBD
berat. Perkembangan kasus DBD di tingkat global semakin meningkat, seperti
dilaporkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yakni dari 980 kasus di
hampir 100 negara tahun 1954-1959 menjadi 1.016.612 kasus di hampir 60
negara tahun 2000-2009 (WHO, 2014).
2
Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati urutan pertama
dalam jumlah penderita DBD setiap tahunnya. Sementara itu, terhitung sejak
tahun 1986 hingga 2009, WHO mencatat Negara Indonesia sebagai Negara
tertinggi di Asia Tenggara dan tertinggi nomor dua di dunia setelah Thailand
(Depkes RI,2010).
DBD banyak ditemukan di daerah tropis dan sub-tropis termasuk di
Indonesia, penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) dilaporkan pertama kali
di Surabaya pada tahun 1968 dimana sebanyak 58 orang terinfeksi dan 24
orang diantaranya meninggal dunia (Depkes RI, 2015). Kemenkes RI (2016)
mencatat di tahun 2015 pada bulan Oktober ada 3.219 kasus DBD dengan
kematian mencapai 32 jiwa, sementara November ada 2.921 kasus dengan 37
angka kematian, dan Desember 1.104 kasus dengan 31 kematian.
Dibandingkan dengan tahun 2014 pada Oktober tercatat 8.149 kasus dengan
81 kematian, November 7.877 kasus dengan 66 kematian, dan Desember
7.856 kasus dengan 50 kematian (Depkes RI, 2015).
Angka kesakitan DBD di Provinsi Sulawesi Tenggara dari tahun ke
tahun mengalami peningkatan. Tahun 2008 jumlah IR adalah 3,6/100.000
penduduk (353penderita), tahun 2009 sampai 2010 naik menjadi
8,79/100.000 penduduk (613 penderita) dan pada tahun 2011 meningkat
menjadi 9,39/100.000 penduduk dan pada tahun 2012 jumlah penderita DBD
sebanyak 373 kasus dengan CFR sebesar 0,54% sedangkan pada tahun 2013
angka kesakitan akibat DBD meningkat menjadi 447 kasus dengan CFR
sebesar 1,56% (Dinkes Prov. Sultra,2013)
3
Kasus DBD di kota Kendari pada tahun 2011 mengalami peningkatan
secara signifikan dari 33 kasus (2012) hingga menjadi 114 kasus (2013),
tanpa di temukan penderita meninggal, sedangkan pada tahun 2014 jumlah
kasus DBD mengalami peningkatan menjadi 134 kasus, dan pada tahun 2015
jumlah kasus DBD sebanyak 121 kasus. (Dinke kota Kendari,2015).
Sedangkan jumlah penderita Demam Berdarah Dengue (DBD)
berdasarkan data dari Instalasi Rekam Medik RSUD Bahterahmas Kota
Kendari Provinsi Sulawesi Tenggara. Pada tahun 2015 jumlah pasien
sebanyak 392 orang. Dan pengalami peningkatan yang signifikan pada tahun
2016 yaitu jumlah pasien sebanyak 707 orang. Kemudian mengalami
penurunan pada tahun 2017 yaitu jumlah pasien sebanyak 215 orang.
(Instalasi Rekam Medik RSUD Bahterahmas Kota Kendari Provinsi Sulawesi
Tenggara. 2018).
Tarwoto dan Wartonah (2009) menyatakan bahwa cairan dan elektrolit
merupakan kebutuhan hidup kedua setelah udara. Tubuh dikatakan seimbang
apabila jumlah keseluruhan dari air didalam tubuh dalam keadaan normal dan
relatif konstan. jika seseorang kehilangan cairan dalam jumlah yang cukup
besar, maka akan terjadi kelainan pada fungsi fisiologis yang cukup serius.
Perlunya mempertahankan jumlah cairan didalam tubuh secara konstan yaitu
karena cairan mempunyai banyak peran penting didalam tubuh. Cairan itu
sendiri merupakan zat pelarut utama bagi tubuh, salah satunya melarutkan zat
kimia didalam tubuh. Dalam hal ini menunjukan bahwa kebutuhan cairan dan
elektrolit merupakan salah satu proses dinamik dalam tubuh, karena
4
metabolisme tubuh membutuhkan perubahan yang tetap berespon terhadap
stressor fisiologis dan lingkungan.
Kekurangan volume cairan dan elektrolit dalam jumlah yang banyak
dapat menyebabkan terjadinya penurunan volume, tekanan darah, nadi cepat
dan kecil, peningkatan denyut jantung, penurunan kesadaran dan diakhiri
dengan syok, berat badan menurun, turgor kulit menurun, mata dan ubun-
ubun cekung, selaput lendir dan mulut serta kulit menjadi kering dan
penanganan kasus DHF yang terlambat akan mengakibatkan Dengue Syok
Sindrom (DSS) yang dapat menyebabkan kematian. Hal ini dikarenakan
penderita mengalami defisit volume cairan akibat dari meningkatnya
permeabilitas dari kapiler pembuluh darah sehingga seseorang yang
menderita DHF mengalami syok hipovolemik dan akhirnya meninggal
(Ngastiyah,2010).
Tidak ada terapi yang spesifik untuk DBD, prinsip utama adalah terapi
suportif. Dengan terapi suportif yang adekuat, angka kematian dapat
diturunkan hingga kurang dari 1%. Pemeliharaan volume cairan sirkulasi
merupakan tindakan yang paling penting dalam penanganan kasus DBD.
Asupan cairan pasien harus tetap dijaga, terutama cairan oral. Jika asupan
cairan oral pasien tidak mampu dipertahankan, maka dibutuhkan suplemen
cairan melalui intravena untuk mencegah dehidrasi dan hemokonsentrasi.
Pemberian cairan yang diberikan sesuai dengan ketentuan WHO berdasarkan
grade DBD yang dialami (Depkes RI, 2014).
Dari uraian dan penjelasan diatas, yang disertai dengan data-data yang
lengkap, penulis merasa tertarik dalam mengambil Karya Tulis Ilmiah yang
5
akan disusun sebagai proposal KaryaTulis Ilmiah yang berjudul “Penerapan
Manajemen Cairan Pada Pasien Demam Berdarah Dengue (DBD) Dalam
Pemenuhan kebutuhan Cairan dan Elektrolit di Ruang Laika Waraka RSUD
Bahterahmas.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana penerapan manajemen cairan pada pasien dewasa
Demam Berdarah Dengue (DBD) dalam pemenuhan kebutuhan cairan dan
elektrolit ?
C. Tujuan Studi Kasus
Tujuan penulisan di bagi atas dua bagian yaitu :
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penulisan ini adalah untuk
mendokumentasikan penerapan manajemen cairan pada pasien dewasa
Demam Berdarah Dengue (DBD) dalam pemenuhan kebutuhan cairan
dan elektrolit?
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus penulisan ini adalah untuk :
a. Menerapkan intervensi keperawatan pertahankan catatan intake dan
output yang akurat pada pasien Demam Berdarah Dengue dengan
gangguan pemenuhan cairan dan elektrolit.
b. Menerapkan intervensi keperawatan monitor status hidrasi pada
pasien Demam Berdarah Dengue dengan gangguan pemenuhan
cairan dan elektrolit.
6
c. Menerapkan intervensi keperawatan monitor vital sign pada pasien
Demam Berdarah Dengue dengan gangguan pemenuhan cairan dan
elektrolit.
d. Menerapkan intervensi keperawatan berikan cairan peroral pada
pasien Demam Berdarah Dengue dengan gangguan pemenuhan
cairan dan elektrolit.
e. Menerapkan intervensi kolaborasi pemberian cairan intra vena pada
pasien Demam Berdarah Dengue dengan gangguan pemenuhan
cairan dan elektrolit.
D. Manfaat Studi Kasus
Study kasus ini di harapkan memberikan manfaat bagi :
1. Bagi masyarakat:
Meningkatkan pengetahuan masyarakat dalam penanganan pasien
DBD dalam pemenuhan kebutuhan cairan dan elektrolit.
2. Bagi pengembangan Ilmu dan teknologi keperawatan:
Menambah keluasan ilmu dan teknologi terapan bidang
keperawatan dalam pemenuhan kebutuhan cairan dan elektrolit pada
pasien DBD.
3. Penulis :
Memperoleh pengalaman dalam mengaplikasikan hasil riset
keperawatan, khususnya studi kasus tentang penerapan manajemen
cairan pada pasien dewasa Demam Berdarah Dengue (DBD) dalam
pemenuhan kebutuhan cairan dan elektrolit.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Dasar Demam Berdarah Dengue (DBD)
1. Pengertian Demam Berdarah Dengue (DBD)
Demam berdarah dengue (DBD) adalah infeksi yang disebabkan
oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/atau
nyeri sendi yang disertai leucopenia, ruam, limfa Denopati,
trombositopenia dan ditesis hemoragik. Pada DBD terjadi pembesaran
plasma yang ditandai dengan hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit)
atau penumpukan cairan dirongga tubuh. Sindrom renjatan dengue
(dengue shock syndrome) adalah demam berdarah dengue yang ditandai
oleh renjatan/syok. (sudoyoAru,dkk 2009).
Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit infeksi yang
disebabkan oleh satu dari empat virus dengue berbeda dan ditularkan
melalui nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus yang ditemukan di
daerah tropis dan subtropics diantaranya kepulauan di Indonesia hingga
bagian utara Australia (vyas.2013).
Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit yang
disebabkan oleh virus Dengue yang ditularkan dari orang ke orang
melalui gigitan nyamuk Aedes. Aedes Aegypti merupakan vektor yang
paling utama, namun spesies lain seperti Aedes Albopictus juga dapat
menjadi vektor penular. Nyamuk penular dengue ini terdapat hampir
diseluruh pelosok Indonesia, kecuali ditempat yang memiliki ketinggian
lebih dari 1000 meter di atas permukaan laut. Penyakit DBD dijumpai
8
terutama di daerah tropis dan sering menimbulkan Kejadian Luar Biasa
(KLB) (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2015).
2. Etiologi
Virus dengue, termaksud genus flavivirus, keluarga flaviridae.
Terdapat empat serotip virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4.
Keempatnya ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 serotype terbanyak.
Infeksi salah satu serotype akan menimbulkan antibody terhadap serotipe
yang bersangkutan, sedangkan antibodi yang terbentuk terhadap serotipe
lain sangat kurang, sehingga tidak dapat memberikan perlindungan yang
memadai terhadap serotipe lain tersebut. Seseorang yang tinggal di
daerah endemis dengue dapat terinfeksi oleh tiga atau empat serotipe
selama hidupnya. Keempat serotipe virus dengue dapat ditemukan di
berbagai daerah di Indonesia (SudoyoAru dkk, 2009).
3. Manifestasi Klinis
a. Demam Dengue
Merupakan penyakit demam akut selama 2-7 hari, ditandai
dengan dua atau lebih manifestasi klinis sebagai berikut:
1) Nyeri kepala
2) Nyeri retro-orbital
3) Mialgia/artalgia
4) Ruam kulit
5) Manifestasi perdarahan (petekie atau uji bending pisitif)
6) Leucopenia
9
7) Pemeriksaan serologi dengue positif; atau ditemukan DD/DBD
yang sudah dikonfirmasi pada lokasi dan waktu yang sama
b. Demam Berdarah Dengue
Berdasarkan criteria WHO 1997 diagnosis DBD ditegakkan
bila semua hal dibawah ini dipenuhi :
1) Demam atau riwayat demam akut antara 2-7 hari, biasanya bersifat
bifasik.
2) Manifestasi perdarahan yang biasanya berupa :
a) Uji tourniquet positif
b) Petekie, ekimosis, atau purpura
c) Perdarahan mukosa (epistaksis, perdarahan gusi), saluran
cerna, tempat bekas suntikan
d) Hematemesis
3) Trombositopenia < 100.00/il
4) Kebocoran plasma yang ditandai :
a) Peningkatan nilai hematrokrit ≥ 20% dari nilai baku sesuai
umur dan jenis kelamin.
b) Penurunan nilai hematokrit ≥ 20% setelah pemberian cairan
yang adekuat.
5) Tanda kebocoran plasma seperti : hipoproteinemi, asites, efusi
pleura.
10
c. Sindrom Syok Dengue
Seluruh kriteria DBD diatas disertai dengan tanda kegagalan
sirkulasi yaitu :
1) Penurunan kesadaran, gelisah
2) Nadi cepat, lemah
3) Hipotensi
4) Tekanan darah turun ≤ 20 mmHg
4. Penatalaksanaan
Terapi DBD bersifat suportif yaitu meningkatkan daya tahan tubuh
dan menghilangkan gejala. Perlu mengganti kehilangan cairan akibat
kebocoran plasma karena virus Dengue menyerang dinding pembuluh
darah dan memberikan terapi substitusi komponen darah. Jika jumlah
trombosit sangat rendah dan timbul perdarahan, maka diberikan transfusi
trombosit. Dalam pemberian terapi cairan, perlu pemantauan pemberian
cairan. Proses kebocoran plasma dan terjadinya trombositopenia
umumnya terjadi hari ke-4 hingga ke-6 sejak demam. Dengan demikian,
perlu waspada bila merawat DBD di hari ke-4 hingga ke-6. Pada hari
tersebut pasien sering tidak mengeluh panas dan cenderung minta rawat
jalan. Hari ke-7 demam, proses kebocoran plasma akan berkurang dan
cairan kembali dari ruang interstitial ke intravascular. Pemberian
makanan dengan kandungan gizi seperti nasi biasa atau nasi lunak.
Diperlukan makanan yang tidak mengandung zat atau bumbu yang
mengiritasi saluaran cerna (Sofro, 2012).
11
5. Patofisiologi
Gambar 2.1 Skema Pathway Keperawatan Demam Berdarah Dengue (DBD)
Kekurangan volumecairan
Renjatan hipovolemikdan hipotensi
Kerusakan endotelpembuluh darah
Resiko syokhipovolemik
Permeabilitasmembrane meningkat
Peningkatan reabsorbsiNa+ dan H2O
Mengaktifkan sistemkomplemen
Infeksi virus dengueBeredar dalam alirandarah
Arbovirus (melaluinyamuk aedes aegypti)
Membentuk &melepaskan zat
C3a,C5a
PGE2 Hipotalamus
Resiko perfusi jaringantidak efektif
Resiko syok(hipovolemik
Asidosis metabolik Hipoksia jaringan
Resiko perdarahan Perdarahan
DICKebocoran plasma
Merangsang &mengaktivasi faktor
pembekuan
Trombositopeni
Agregasi trombositAgregasi trombosit
Hipertemi
12
B. Konsep Asuhan Keperawatan Secara Umum
Asuhan keperwatan adalah suatu proses atau rangkaian kegiatan
pada praktek keperawatan yang langsung diberikan kepada klien pada
berbagai tatanan pelayanan kesehatan, dalam upaya pemenuhan KDM,
dengan menggunakan metodologi proses keperawatan, berpedoman pada
standar keperawatan, dalam lingkup wewenang serta tanggung jawab
keperawatan (DPP PPNI,2012). Asuhan keperawatan dilaksanakan dalam
bentuk proses keperawatan yang meliputi tahap pengkajian, diagnose
keperawatan, perencanaan (intervensi), pelaksanaan (implementasi), dan
evaluasi.
1. Pengkajian
Pengkajian adalah langkah awal dari tahapan proses keperawatan.
Dalam mengkaji, harus memerhatikan data dasar pasien. Informasi yang
didapat dari klien (sumber data primer), data yang didapat dari orang lain
(data sekunder), catatan kesehatan klien, informasi atau laporan
laboratorium, tes diagnostic, keluarga dan orang yang terdekat, atau
anggota tim kesehatan merupakan pengkajian data dasar. Pengumpulan
data menggunakan berbagai metode seperti observasi (data yang
dikumpulkan berasal dari pengamatan), wawancara (bertujuan
mendapatkan respons dari klien dengan cara tatap muka), konsultasi,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, ataupun pemeriksaan
tambahan. Manusia mempunyai respons terhadap masalah kesehatan yang
berbeda sehingga perawat harus mengkaji respons klien terhadap masalah
secara individual (A.Aziz Alimut Hidayat.2012).
13
Tahap ini mencakup tiga kegiatan yaitu :
a. Pengumpulan data
Tujuan :
Diperoleh data dan informasi mengenai masalah kesehatan
yang ada pada pasien sehingga dapat ditentukan tindakan yang harus
diambil untuk mengatasi masalah tersebut yang menyangkut aspek
fisik, mental, social, dan spiritual serta factor lingkungan yang
memperngaruhinya.Data tersebut harus akurat dan mudah di analisis.
Jenis data antara lain: Data Objektif, yaitu data yang
diperoleh melalui suatu pengukuran, pemeriksaan, dan pengamatan,
misalnya suhu tubuh, tekanan darah, serta warna kulit. Sedangkan
Data Subjektif yaitu data yang diperoleh dari keluhan yang dirasakan
pasien, atau dari keluarga pasien/saksi lain. Mengeluh kepala pusing,
nyeri dan mual.
Adapun focus dalam pengambilan data meliputi :
1) Status kesehatan sebelumnya dan sekarang
2) Pola koping sebelumnya dan sekarang
3) Fungsi status sebelumnya dan sekarang
4) Respon terhadap terapi medis dan tindakan keperawatan
5) Resiko untuk masalah potensial
6) Hal-hal yang menjadi dorongan atau kekuatan klien.
14
b. Analisa data
Analisa data adalah kemampuan dalam mengembangkan
kemampuan berfikir rasional sesuai dengan latar belakang ilmu
pengetahuan.
c. Perumusan masalah
Setelah analisis data dilakukan dapat dirumuskan beberapa
masalah kesehatan.Masalah kesehatan tersebut ada yang dapat
diintervensi dengan asuhan keperawatan (masalah keperawatan) tetapi
ada juga yang tidak dan lebih memerlukan tindakan medis.Selanjutnya
disusun diagnosis keperawatan sesuai dengan prioritas.Prioritas
masalah ditentukan berdasarkan kriteria penting dan segera. Penting
mencakup kegawatan dan apabila tidak diatasi akan menimbulkan
komplikasi, sedangkan segera mencakup waktu misalnya pada pasien
stroke yang tidak sadar maka tindakan harus segera dilakukan untuk
mencegah komplikasi yang lebih parah atau kematian. Prioritas
masalah juga dapat ditentukan berdasarkan hierarki kebutuhan
menurut maslow, yaitu : keadaan yang mengancamkehidupan,
keadaan yang mengancam kesehatan, persepsi tentang kesehatan dan
keperawatan.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah keputusan klinis mengenai
seseorang, keluarga, atau masyarakat sebagai akibat dari masalah
kesehatan atau proses kehidupan yang aktual atau potensial. Diagnosa
keperawatan memberikan dasar pemilihan intervensi yang menjadi
15
tanggung gugat perawat. Perumusan diagnosa adalah bagaimana diagnosa
keperawatan digunakan dalam proses pemecahan masalah. Melalui
identifikasi, dapat digambarkan berbagai masalah keperawatan yang
membutuhkan asuhan keperawatan.
Untuk memudahkan dalam mendokumentasikan proses
keperawatan, harus diketahui beberapa tipe diagnosa keperawatan. Tipe
diagnosa keperawatan meliputi tipe actual, resiko, kemungkinan, sehat
dan sejahtera, dan sindrom.
a. Diagnosa keperawatan aktual
Diagnosa keperawatan aktual menurut NANDA adalah
menyajikan keadaan klinis yang telah divalidasikan melalui batasan
karakteristik mayor yang diidentifikasi.
b. Diagnosa keperawatan risiko atau risiko tinggi
Menurut NANDA, diagnosa keperawatan risiko adalah
keputusan klinis tentang individu, keluarga, atau komunitas yang
sangat rentan untuk mengalami masalah disbanding individu atau
kelompok lain pada situasi yang sangat rentan untuk mengalami
masalah disbanding individu atau kelompok lain pada situasi yang
sama atau hampir sama.
c. Diagnosa keperawatan kemungkinan
Menurut NANDA, diagnosa keperawatan kemungkinan
adalah pernyataan tentang masalah yang diduga masih memerlukan
data tambahan dengan harapan masih diperlukan untuk memastikan
adanya tanda dan gejala utama adanya faktor resiko.
16
d. Diagnosa keperawatan sejahtera
Menurut Nanda, diagnosa keperawatan sejahtera adalah
ketentuan klinis mengenai individu, kelompok, atau masyarakat dalam
transisi dari tingkat kesehatan khusus ke tingkat kesehatan yang lebih
baik.
e. Diagnosa keperawatan sindrom
Menurut NANDA, diagnosa keperawatan sindrom adalah
diagnosa keperawatan yang terdiri dari sekelompok diagnosa
keperawatan aktual atau risiko tinggi yang diduga akan muncul karena
suatu kejadian atau situsai terntentu.
3. Intervensi Keperawatan
Intervensi adalah bagian dari fase pengorganisaian dalam proses
keperawatan yang meliputi tujuan perawatan, penetapan pemecahan
masalah, dan menentukan tujuan perencanaan untuk mengatasi masalah
pasien. Perawat dapat menggunakan strategi pemecahan masalah untuk
mengatasi masalah pasien melalui intervensi dan manajemen yang baik.
Rencana keperawatan memuat tujuan sebagai berikut :
a. Konsolidasi dan organisasi informasi pasien sebagai sumber
dokumentasi.
b. Sebagai alat komunikasi antara perawat dan klien.
c. Sebagai alat komunikasi antar anggota tim kesehatan.
d. Langkah dari proses keperawatan, (pengkajian, perencanaan,
pelaksanaan dan evaluasi) yang merupakan rangkaian yang tidak
dapat dipisahkan.
17
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan merupakan inisiatif dari rencana
tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik.Tahap pelaksanaan dimulai
setelah rencana tindakan disusun dan ditujukan pada nursing orders untuk
membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan.Oleh karena itu
rencana tindakan yang spesifik dilakasanakan untuk memodifikasi factor
yang mempengaruhi masalah kesehatan klien.
Implementasi adalah pelaksanaan keperawatan oleh perawat dan
pasien (keliat, 1994).Pelaksanaan rencana keperawatan merupakan
kegiatan yang diberikan kepada pasien.Kegiatan ini melihat pelaksanaan
secara medis, pada tahap ini perawata menetapkan pengetahuan dan
keterampilannya berdasarkan ilmu-ilmu keperawataan dan ilmu yang
terkait secara terintegrasi.
Pada waktu perawat memberikan pelayanan keperawatan, proses
pengumpulan dan analisa data berjalan terus-menerus, guna perubahan
atau penyesuaian tidakan keperawatan, pegorganisasian pekerjaan
perawat serta lingkungan fisik untuk pelayanan yang dilakukan.
Adapun tahap-tahap dalam tindakan keperawatan adalah sebagaiberikut:
a. Tahap 1 :
Persiapan tahap awal tindakan keperawatan ini menuntut
perawat untuk mengevaluasi yang di indentifikasi pada tahap
perencanaan.
18
b. Tahap 2 :
Intervensi Fokus tahap pelaksanaan tindakan perawatan adalah
kegiatan dan pelaksanaan tindakan dari perencanaan untuk
memenuhi kebutuhan fisik dan emosional. Pendekatan tindakan
keperawatan meliput itindakan : independen, depende, ,dan
interdependen.
c. Tahap 3 :
Dokumentasi pelaksanaan tindakan keperawatan harus diikuti
oleh pencatatan yang lengkap dan akurat terhadap suatu kejadian
dalam proses keperawatan.
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan catatan tentang indikasi kemajuan pasien
terhadap tujuan yang dicapai. Evaluasi bertujuan untuk menilai
keefktifan perawatan dan untuk mengkomukasikan status pasien dari
hasil tindakan keperawatan. Evaluasi memberikan informasi, sehingga
memungkinkan revisi perawatan.
Evaluasi adalah tahapann akhir dari proses keperawatan.
Evaluasi menyediakan nilai informasi mengenai pengaruh intervensi
yang telah direncanakan dan merupakan perbandingan dari hasil yang
diamati dengan kriteria hasil yang telah di buat pada tahap perencanaan.
Terdapat dua tipe evaluasi yaitu :
a. Evaluasi formatif yaitu, menyatakan evaluasi yang dilakukan pada
saat memberikan intervensi dengan respon segera.
19
b. Evaluasi sumatif yaitu, merupakan rekapitulasi dari hasil observasi
dan analisi status pasien pada waktu tertentu.
C. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Demam Berdarah Dengue (DBD)
Asuhan Keperawatan pada kasus DHF diberikan sesuai tahap-tahap
dalam proses keperawatan sebagai berikut :
1. Pengkajian
Adapun data yang dikumpulkan pada kasus DHF menurut
Dongoes, (1999) adalah :
a. Data Biografi
1) Biodata pasien dan Penanggung jawab
Identitas pasien, meliputi nama, umur, jenis kelamin ,
pendidikan, pekerjaan, tanggal atau jam masuk rumah sakit, nomor
register, diagnose, dan identitas penanggung jawab meliputi nama,
alamat, umur, pendidikan, pekerjaan, agama dan suku bangsa.
2) Keluhan Utama
Biasanya pasien dengan penderita DHF mengeluh Sakit
kepala, badan panas dan tidak ada nafsu makan.
3) Riwayat penyakit sekarang
Kapan mulai ada keluhan, sudah berapa lama, bagaimana
kejadiannya dan apa saja upaya untuk mengatasi penyakitnya.
4) Riwayat penyakit dahulu
Bagaimana kesehatan pasien sebelumnya, pasien apakah
pernah mengalami penyakit atau ada riwayat penyakit yang lain
dan jika ada, biasanya pergi berobat kemana.
20
5) Riwayat penyakit keluarga
Bagaimana kesehatan keluarganya, apakah ada diantara
anggota keluarganya ada yang mengalami penyakit yang sama
b. Riwayat bio-psiko-sosial-spiritual
Dalam pengkajian kebiasaan sehari –hari atau kebutuhan dasar,
penulis menggunakan konsep dasar menurut Virginia Handersoon
yaitu:
1) Kebutuhan respirasi
Pengumpulan data tentang pernapasan klien, apakah
mengalami gangguan pernapasan atau tidak
2) Kebutuhan nutrisi
Pada pola nutrisi yang akan ditanyakan adalah bagaiaman
nafsu makan klien, jumlah makan atau minum serta cairan yang
masuk, ada tidaknya mual dan muntah dan kerusakan pada saat
menelan.
3) Kebutuhan eliminasi
Pada pola eliminasi yang perlu ditanykan adalah jumlah
kebiasaan defekasi perhari, ada atau tidaknya konstipasi, diare,
kebiasaan berkemih, ada tidaknya disuria, hematuri, retensi dan
inkontenensia.
4) Kebutuhan istirahat tidur
Pada pola ini yang perlu ditanyakan adalah jumlah jam
tidur pada malam hari, pagi, dan siang hari. Apakah klien merasa
tenang sebelum tidur, masalah selama tidur, adanya insomnia.
21
5) Kebutuhan aktifitas
Pada pengumpulan data ini yang perlu ditanyakan adalah
kemampuan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari, apakah klien
mampu melakukannya sendiri secara mandiri atau di bantu oleh
keluarga maupun perawat.
6) Kebutuhan rasa aman dan nyaman
Biasanya ditanyakan bagaiman kenyamanan klien,
pengkajian nyeri dengan menggunakan PQRST. Dimana , P
(provokatif) yaitu penyebab nyeri yang biasanya disebabkan oleh
meningkatnya tekanan intra luminal sehingga suplai darah
terganggu dan mengakibatkan terjadinya hipoksia jaringan.Q
(kualitas) yaitu apakah kualitas nyeri ringan, sedang, berat, apakah
rasa nyeri seperti ditusuk-tusuk benda tajam atau trauma tumpul. R
(region) yaitu daerah terjadinya/ perjalanan nyeri (0-10) atau (0-5).
T (time) waktu klien merasakan nyari, apakah terus menerus atau
klien merasakn nyari pada waktu pagi hari, siang, sore, atau malam.
7) Pengaturan Suhu Tubuh
Harus mengetahui fisiologis panas dan bisa mendorong
kearah tercapainya keadaan panas maupun dingin dengan mengubah
temperatur, kelembapan atau pergerakan udara atau dengan
memotivasi klien untuk meningkatkan atau mengurangi
aktivitasnya.
22
8) Kebutuhan bekerja
Dalam perawatan maka dalam penilaian terhadap
interprestasi terhadap kebutuhan klien sangat penting, dimana sakit
bisa lebih ringan apabila seseorang dapat terrus bekerja.
9) Kebutuhan berpakaian
Bagaimna kebiasaan klien dalam dalam berpakaian dan
beberapa kali klien mengganti baju dalam sehari
10) Kebutuhan personal hygiene
Pada pemgumpulan data ini yang perlu ditanyakan adalah
berapa kali klien mandi,menyikat gigi,keramas dan memotong
kuku, perlu juga ditanyakan penggunaan sabun mandi, pasta gigi,
dan sampo. Namun hal tersebut tergantung keadaan klien dan gaya
hidup klien, tetapi pada umumnya kebutuhan personal hygiene
dapat terpengaruhi miskipun hanya bantuan keluarga.
11) Kebutuhan berkomunikasi dengan orang lain
Pada data ini yang perlu ditanyakan adalah bagaimana
hubungan klien dengan keluarga dan orang lain dan bagaimana cara
klien berkomunikasi dan bersosialisasi dengan orang lain.
12) Kebutuhan bermain dan rekreasi
Pada pengumpulan data ini biasanya klien ditanya
mengenai kebiasaan klien dalam menggunakan waktu senjang,
kebiasaan bermain atau berekreasi dan tempat yang dikunjungi.
Umumnya kebutuhan bermain dan berekreasi tidak bisa
dilaksanakan sebagaimana halnya orang sakit, bagi orang sakit
23
biasanya bermain/ berekreasi dengan membaca, berbincang-bincang
tetapi tergantung individu.
13) Kebutuhan sepiritual
Bagaimana keyakinan klien pada agamanya, bagaimana
cara klien mendekatkan diri kepada tuhan dan pantangan dalam
agama selama klien sakit.
14) Kebutuhan belajar
Bagaimana persepsi klien terhadap dirinya mengenai
masalah-masalah yang ada. Kebutuhan belajar ini biasanya
tergantung dari individu itu sendiri dan tergantung dari tingkat
pendidikan klien.
c. Pemeriksaan Fisik secara Persistem menurut Soemarno, (2007)
1) Sistem Pernapasan / Respirasi
Sesak, perdarahan melalui hidung (epistaksis), pernapasan
dangkal, tachypnea, pergerakan dada simetris, perkusi sonor, pada
auskultasi terdengar ronchi, effusi pleura (crackless).
2) Sistem Cardiovaskuler
a) Pada grade I : uji tourniquet positif, trombositipenia, perdarahan
spontan dan hemokonsentrasi.
b) Pada grade II disertai perdarahan spontan di kulit atau
perdarahan lain.
c) Pada grade III dapat terjadi kegagalan sirkulasi yaitu nadi cepat
dan lemah (tachycardia),tekanan nadi sempit, hipotensi,
cyanosis sekitar mulut, hidung dan jari-jari, kulit dingin dan
24
lembab.Pada grade IV nadi tidak teraba dan tekanan darah tak
dapat diukur.
3) Sistem Persyarafan / neurologi
Pada grade I dan II kesadaran compos mentis. Pada grade
III dan IV gelisah, rewel, cengeng → apatis → sopor → coma.
Grade 1 sampai dengan IV dapat terjadi kejang, nyeri kepala dan
nyeri di berbagai bagian tubuh, penglihatan fotopobia dan nyeri di
belakang bola mata.
4) Sistem perkemihan
Produksi urine menurun, kadang kurang dari 30 cc/jam
terutama pada grade III, akan mengungkapkan nyeri saat kencing,
kencing berwarna merah.
5) Sistem Pencernaan / Gastrointestinal
Perdarahan pada gusi, Selaput mukosa kering, kesulitan
menelan, nyeri tekan pada epigastrik, pembesarn limpa, pembesaran
pada hati (hepatomegali) disertai dengan nyeri tekan tanpa disertai
dengan ikterus, abdomen teregang, penurunan nafsu makan, mual,
muntah, nyeri saat menelan, dapat muntah darah (hematemesis),
berak darah (melena).
6) Sistem integument
Terjadi peningkatan suhu tubuh (Demam), kulit kering dan
ruam makulopapular
25
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang mungkin muncul (Amin&Hardhi, 2015, p. 175).
a. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan pindahnya cairan
intravaskuler ke ekstravaskuler.
3. Intervensi Keperawatan
a. Kekurangan volume cairan
Definisi : penurunan cairan intravaskuler, interstial, dan/atau intraseluler.
Ini mengacu pada dehidrasi, kehilangan cairan tanpa perubahaan
pada natrium.
1) Batasan karekteristik :
a) Perubahan status mental
b) Penurunan tekanan darah
c) Penurunan tekanan nadi
d) Penurunan volume nadi
e) Penurunan turgor kulit
f) Penurunan turgor lidah
g) Penurunan haluan urine
h) Penurunan pengisian vena
i) Membran mukosa kering
j) Kulit kering
k) Peningkatan hematokrit
l) Peningkatan suhu tubuh
m) Peningkatan frekuensi nadi
n) Peningkatan konsentrasi urine
26
o) Haus
p) Kelemahan
2) Faktor-faktor yang berhubungan :
a) Kehilangan cairan aktif
b) Kegagalan mekanisme regulasi
3) NOC :
a) Fluid balance
b) Hydration
c) Nutrion status : foof and fluid
4) Kriteria Hasil :
a) Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan BB, BJ urine
normal, HT normal.
b) Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal.
c) Tidak ada tanda-tanda dehidrasi, elastisitas turgor kulit baik,
membran mukosa lembab, tidak ada rasa haus yang berlebihan.
5) NIC
a) Fluid management
(1) Timbang popok/pembalut jika diperlukan
Rasional: mengetahui jumlah output cairan
(2) Pertahankan catatan intake dan output yang akurat.
Rasional: mengidentifikasi adanya gangguan keseimbangan cairan.
(3) Monitor status hidrasi (kelembaban membran mukosa, nadi
adekuat, tekanan darah ortostatik), jika diperlukan.
27
Rasional: Mengenal adanya tanda dan gejala gangguan
keseimbangan cairan.
(4) Monitor vital sign.
Rasional: vital sign membantu mengidentifikasi fluktuasi cairan
intravaskuler.
(5) Monitor masukan cairan/makanan dan hitung intake kalori harian.
Rasional: Memberikan pedoman untuk menggantikan cairan.
(6) Kolaborasikan pemberian cairan IV.
Rasional: Dapat meningkatkan jumlah cairan tubuh, untuk
mencegah terjadinya hipovolemic syok.
(7) Monitor status nutrisi
Rasional: Jika asupan makanan tidak seimbang, tubuh berusaha
memecah simpanan protein dengan terlebih dahulu memecah
simpanan lemak dan glikogen. Kondisi ini menyebabkan
penurunan kadar albumin.
(8) Berikan cairan IV pada suhu ruangan.
Rasional: suhu yang baik dapat menjaga kualitas cairan infus.
(9) Dorong masukan oral.
Rasional: Untuk memenuhi kabutuhan cairan tubuh peroral.
(10) Berikan penggantian nesogatrik, Sesuai output.
Rasional:
(11) Dorong keluarga untuk membantu pasien makan.
Rasional: agar kebutuhan nutrisi terpenuhi dengan baik
(12) Tawarkan snack (jus buah, buah segar).
28
Rasional: jus buah mengandung beragam vitamin dan mineral yang
baik bagi tubuh
(13) Kolaborasikan dengan dokter.
Rasional: kolaborasi dokter untuk memberikan terapi yang tepat.
(14) Atur kemungkinan transfusi.
Rasional: tranfusi darah penting untuk mengembalikan homeostasis
(15) Persiapan untuk tranfusi.
Rasional: transfusi darah meningkatkan jumlah sel darah merah
dan untuk mempertahankan kadar hemoglobin pada klien.
4. Implementasi Keperawatan
Tahap pelaksanaan atau implementasi adalah tahap
mengaplikasikan rencana keperawatan yang telah disusun dan
dilaksanakan sesuai dengan rencana yang telah diterapkan pada tinjauan
teori maupun tinjauan kasus dengan harapan asuhan keperawatan yang
dilakukan pada Tn " M" dapat dilaksanakan secara berkesinambungan dan
komprehensif (Nursalam,2006).
5. Evaluasi
Dalam tinjauan teori tindakan intelektual untuk melengkapi proses
keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnose keperawatan,
rencana tindakan, dan pelaksanaan yang sudah berhasil dicapai
(Nursalam, 2006). Tahap evaluasi merupakan tahap akhir dalam proses
keperawatan yang merupakan tahap perbandingan hasil yang diamati
dengan standar yang dibuat dalam perencanaan (Suprajitno, 2007).
Penulis menggunakan evaluasi formatif yaitu evaluasi yang dilakukan
29
setiap selesai melakukan tindakan dengan menggunakan format SOAP
yang terdiri dari tiga komponen yaitu:
a. S : Adalah hal-hal yang dikemukakan oleh klien secara subyektif
setelah dilakukan intervensi keperawatan
b. O: Adalah hal-hal yang ditemukan oleh perawat secara obyektif
setelah dilakukan intervensi keperawatan
c. A: Adalah analisis dari hasil yang telah dicapai dengan mengacu pada
tujuan keperawatan dan standar terkait dengan diagnosis, dan
d. P: Adalah perencanaan yang dilakukan berdasarkan hasil analisis.
D. Konsep Dasar Cairan Dan Elektrolit
1. Cairan dan Elektrolit Tubuh
Agar dapat mempertahankan kesehatan dan kehidupannya,
manusia membutuhkan cairan dan elektrolit dalam jumlah dan proporsi
yang tepat di berbagai jaringan tubuh. Hal tersebut dapat dicapai dengan
serangkaian maneuver fisika-kimia yang kompleks. Air menempati
proporsi yang besar dalam tubuh. Seseorang dengan berat badan 70 kg bisa
memiliki sekitar 50 liter air dalam tubuhnya. Air menyusun 75% berat
badan bayi, 70% berat badan pria dewasa, dan 55% tubuh pria usia lanjut.
Karena wanita memiliki simpanan lemak yang relatif lebih banyak (relatif
bebas-air), kandungan air dalam tubuh wanita 10% lebih sedikit
dibandingkan pria. Air tersimpan dalam dua komponen utama dalam tubuh,
yaitu:
30
a. Cairan intraseluler (CIS)
CIS adalah cairan yang terdapat dalam sel tubuh dan
menyusun sekitar 70% dari total cairan tubuh (total body water
[TBW]). CIS merupakan media tempat terjadinya aktivitas kimia sel.
Pada individu dewasa, CIS menyusun sekitar 40% berat tubuh atau
dari TBW. Sisanya, yaitu TBW atau 20% berat tubuh, berada di luar
sel yang disebut sebagai cairan ekstraseluler (CES).
b. Cairan ekstraseluler (CES)
CES merupakan cairan yang terdapat di luar sel dan menyusun
30% dari total cairan tubuh. CES meliputi cairan intravascular, cairan
interstisal, dan cairan transeluler. Cairan interstisal terdapat dalam
ruang antar sel, plasma darah, cairan serebrospinal, limfe, serta cairan
rongga serosa dan sendi. Akan tetapi, jumlahnya terlalu sedikit untuk
berperan dalam keseimbangan cairan. Guna mempertahankan
keseimbangan kimia dan elektrolit tubuh serta mempertahankan pH
yang normal, tubuh melakukan mekanisme pertukaran dua arah antara
CIS dan CES. Elektrolit yang berperan adalah: anion dan kation.
2. Pergerakan Cairan dan Elektrolit Tubuh
Regulasi cairan dalam tubuh meliputi hubungan timbal balik
antara sejumlah komponen, termaksud air dalam tubuh dan cairannya,
bagian-bagian cairan, ruang cairan, membran, sistem transport, enzim,
dan tonisitas. Serkulasi cairan dan elektrolit terjadi dalam tiga tahap.
Pertama, plasma darah bergerak diseluruh tubuh melalui sistem sirkulasi.
Kedua, cairan interstisal dan komponennya bergerak diantara kapiler
31
darah dan sel. Terakhir, cairan dan substansi bergerak dari cairan
interstisial ke dalam sel. Sedangkan mekanisme pergerakan cairan tubuh
berlangsung dalam tiga proses, yaitu:
a. Difusi
Difusi madalah perpindahan larutan dari area berkonsentrasi
tinggi menuju area berkonsektrasi rendah dengan melintasi membran
semipermiaber. Pada proses ini, cairan dan elektrolit masuk melintasi
membran yang memisahkan dua kompartemen sehingga konsentrasi
di kedua komparteen itu seimbang. Kecepatan difusi dipengaruhi oleh
tiga hal, yakni ukuran molekul, konsentrasi larutan, dan temperature
larutan.
Ukuran molekul. Molekul yang ukurannya lebih besar
cenderung bergerak lebih lambat dibandingkan molekul yang
ukurannya kecil.
Konsentrasi larutar. Larutan berkonsentrasi tinggi bergerak
lebih cepat dibandingkan larutan berkonsentrasi rendah.
Temperatur larutan. Semakin tinggi temperatur larutan,
semakin besar kecepatan difusinya.
b. Osmosis
Osmosis adalah perpindahan cairan melintasi membran semi-
permiabel dari area berkonsentrasi rendah menuju area yang
berkonsentrasi tinggi. Pada proses ini, cairan melintasi membran
untuk mengencerkan larutan yang berkonsentrasi tinggi sampai
diperoleh keseimbangan pada kedua sisi membran. Perbedaan osmotik
32
ini salah satunya dipengaruhi oleh distribusi protein yang tidak
merata. Karena ukuran molekulnya yang besar, protein tidak dapat
bebas melintasi membran plasma. Akibatnya, terjadi
ketidakseimbangan tekanan osmotik koloid (tekanan onkotik)
sehingga cairan tertarik ke dalam ruang intravascular.
c. Transport Aktif
Transport aktif adalah proses pengangkutan yang digunakan
oleh molekul untuk berpindah melintasi membran sel melawan
gradien konsentrasinya. Dengan kata lain, transport aktif adalah
gerakan pertikel dari konsentrasi satu ke konsentrasi lain tanpa
memandang tingkatannya. Proses ini membutuhkan energy dalam
bentuk adenosin trifosfat (ATP), ATP berguna untuk mempertahankan
konsentrasi ion natrium dan kalium dalam ruang ekstrasel dan intrasel
melalui suatu proses yang disebut pompa natrium-kalium.
3. Pengaturan Keseimbagan Cairan
Pengaturan keseimbangan cairan terjadi melalui mekanisme haus,
hormone anti-diuretik (ADH), hormone aldosteron, prostaglin, dan
glukokortikoid.
a. Rasa haus
Rasa haus adlah keinginan yang disadari terhadap kebutuhan
cairan. Rasa haus biasanya muncul apabila osmolalitas plasma
mencapai 295 mOsm/kg. osmoreseptor yang terletak di pusat rasa
haus hipotalamus sensitive terhadap perubahan osmolalitas pada
cairan ekstrasel. Bila osmolalitas meningkat, sel akan mengkerut dan
33
sensai rasa haus akan muncul akibat kondisi dehidrasi. Mekanismenya
adalah sebagai berikut:
1) Penurunan perfusi ginjal merangsang pelepasan rennin, yang
akhirnya menghasilkan angiotesin II. Angiotensin II merangsang
hipotalamus untuk melepaskan substrat neuron yang bertanggung
jawab meneruskan sensai haus.
2) Osmoreseptor di hipotalamus mendeteksi peningkatan tekanan
osmotik dan mengaktivasi jaringan saraf sehingga menghasilkan
sensasi haus.
3) Rasa haus dapat dapat diinduksi oleh kekeringan lokal pada mulut
untuk akibat status hiperosolar. Selain itu, rasa haus bisa juga
muncul untuk menghilangkan sensasi kering yang tidak nyaman
akibat penurunan saliva.
b. Hormon ADH
Hormon ini dibentuk di hipotalamus dan disimpan dalam
neurohipofisi pada hipofisi posterior. Stimulasi utama untuk sekresi
ADH adalah peningkatan osmolalitas dan penurunan cairan ekstrasel.
Selain itu, sekresi juga dapat terjadi pada kondisi stress, trauma,
pembedaha, nyeri, dan pada penggunaan beberapa jenis anestetik dan
obat-obatan. Hormon ini meningkatkan reabsorpsi air pada duktus
pengumpul sehingga dapat menahan air dan mempertahankan volume
cairan ekstrasel. ADH juga disebut sebagai vasopressin karena
mempunyai efek vasokontriksi minor pada arteroil yang dapat
meningkatkan tekanan darah.
34
c. Hormon aldosteron
Hormon ini disekresi oleh kelenjar adrenal dan bekerja pada
tubulus ginjal untuk meningkatkan absorpsi natrium. Retensi natrium
mengakibatkan retensi air. Pelepasan aldosteron dirangsang oleh
perubahan konsentrasi kalium, kadar natrium serum, dan sistem
rennin-angiotensin.
d. Prostaglandin
Prostaglandin merupakan asam lemak alami yang terdapat
dibanyak jaringan dan berperan dalam respons radang, pengontrolan
tekanan darah, kontraksi uterus, dan motilitas gastrointestinal. Di
ginjal, prostaglandin berperan mengatur sirkulasi ginjal, resorpsi
natrium.
e. Glukokortikoid
Glukokortikoid meningkatkan resorpsi natrium dan air
sehingga memperbesar volume darah dan mengakibatkan retensi
natrium. Oleh karena itu, perubahan kadar glikokortikoid
mengakibatkan perubahan pada kesimbangan volume darah.
Asupan cairan pada individu dewasa berkisar 1500-3500
ml/hari. Sedangkan haluaran cairannya adalah 2300 ml/hari.
Pengeluaran cairan dapar terjadi melalui beberapa organ, yakni kulit,
peru-paru, pencernaan, dan ginjal.
a) Kulit. Pengeluaran cairan melalui kulit diatur oleh kerja saraf
simpatis yang merangsang asktivitas kelenjar otot, temperatur
lingkuan yang tinggi, dan kondisi demam. Pengeluaran cairan
35
melalui kulit dikenal dengan istilah insensible water loss (IWL).
Hal yang sama juga berlaku pada paru-paru. Sedangkan
pengeluaran cairan melalui kulit berkisar 15-20 ml/24jam atau
350-400 ml/hari.
b) Paru-paru. Meningkatnya jumlah cairan yang keluar melalui
paru-paru merupakan suatu bentuk respons terhadap perubahan
kecepatan dan kedalaman nafas karena pergerakan atau kondisi
demam. IWL untuk paru adalah 350-400 ml/hari.
c) Pencernaan. Dalam kondisi normal, jumlah cairan yang hilang
melalui sistem pencernaan setiap harinya berkisar 100-200 ml.
Perhitungan IWL secara keseluruhan adalah 10-15 ml/kg BB/24
jam, dengan penambahan 10% dari IWL normal setiap kenaikan
suhu 1oC.
d) Ginjal. Ginjal merupakan organ pengekskresi cairan yang utama
pada tubuh. Pada individu dewasa, ginjal mengekskresi sekitar
1500 ml/hari.
4. Regulasi Elektrolit
Elektrolit yang terbanyak di dalam tubuh adalah kation dan anion.
a. Kation
Kation yang terdapat dalam tubuh meliputi:
1) Natrium
Natrium merupakan kation utama dalam CES konsentrasi
normal natrium diatur oleh ADH dan aldosteron (di ekstrasel).
Natrium tidak hanya bergerak ke dalam dan keluar sel, tetapi juga
36
bergerak di antara dua kompartemen cairan utama. Natrium
berperan dalam pengaturan keseimbangan cairan, hantaran implus,
dan kontraksi otot. Fungsi utama natrium adalah untuk membantu
mempertahankan keseimbangan cairan, terutama intrasel dan
ektrasel, dengan menggunakan sistem “pompa natrium-kalium”.
Regulasi ion natrium dilakukan dengan asupan natrium, hormon
aldosteron, dan haluaran urine.
2) Kalium
Kalium merupakan kation utama yang terdapat dalam CIS.
Sumber kalium diperoleh dari pisang, brokoli, jeruk, dan kentang.
Kalium penting untuk mempertahankan keseimbangan cairan
intraseluler, mengatur keseimbangan asam basa, serta mengatur
transmisi impuls jantung dan kontraksi otot. Keseimbangan
kalium diatur oleh ginjal dengan perubahan dan penggantian
dengan ion kalium di tubulus ginjal.
3) Kalsium
Membentuk garam bersama dengan fosfat, carbonat,
flouride di dalam tulangdan gigi untuk membuatnya keras dan
kuat, meningkatkan fungsi syaraf dan muscle, meningkatkan
efektifitas proses pembekuan darah dengan proses pengaktifan
protrombin dan thrombin.
4) Magnesium
Magnesium merupakan kation kedua terbanyak di dalam
intrasel. Magnesium sangat penting untuk aktivitas enzim,
37
eksisibilitas neurokimia dan otot. Nilai normal magnesium adalah
1,5-2,5 mEq/lt.
b. Anion
1) Klorida
Klorida temasuk salah satu anion terbesar di cairan
ekstrasel. Klorida berfungsi mempertahankan tekanan osmotic
darah. Nilai normal klorida adalah 95-105 mEq/l.
2) Bikarbonat
Bikarbonat merupakan buffer kimia utama dalam tubuh
yang terdapat di cairan ekstrasel dan intrasel. Regulasi bikarbonat
dilakukan oleh ginjal. Nilai normal bikarbonat adalah 22-26
mEq/l.
3) Fosfat
Fosfat merupakan anion buffer dalam cairan intrasel dan
ekstrasel. Fosfat berfungsi membantu pertumbuhan tulang dan gigi
serta menjaga keutuhannya. Selain itu, fosfat juga membantu kerja
neuromuscular, metabolisme karbohidrat, dan pengaturan asam-
basa. Kerja fosfat ini diatur oleh hormon paratiroid dan diaktifkan
oleh vitamin D.
38
5. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keseimbangan Cairan Dan
Elektrolit
Faktor-faktor yang mempengaruhi keseimbangan cairan dan
elektrolit antara lain:
a. Usia
Asupan cairan individu bervariasi berdasarkan usia. Dalam hal
ini, usia berpengaruh terhadap proporsi tubuh, luas permukaan tubuh,
kebutuhan metabolik, serta berat badan. Bayi dan anak di masa
pertumbuhan memiliki proporsi cairan tubuh yang lebih besar
dibandingkan orang dewasa.Karenanya, jumlah cairan yang
diperlukan dan jumlah cairan yang hilang juga lebih besar
dibandingkan orang dewasa. Besarnya kebutuhan cairan pada bayi dan
anak-anak juga dipengaruhi oleh laju metabolik yang tinggi serta
kondisi ginjal mereka yang belum atur dibandingkan ginjal orang
dewasa. Kehilangan cairan dapat terjadi akibat pengeluaran cairan
yang besar dari kulit dan pernapasan. Pada individu lansia,
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit sering disebabkan oleh
masalah jantung atau gangguan ginjal.
b. Aktivitas
Aktivitas hidup seseorang sangat berpengaruh terhadap
kebutuhan cairan dan elektrolit. Aktivitas menyebabkan peningkatan
proses metabolisme dalam tubuh. Hal ini mengakibatkan penigkatan
haluaran cairan melalui keringat. Dengan demikian, jumlah cairan
yang dibutuhkan juga meningkat. Selain itu, kehilangan cairan yang
39
tidak disadari (insensible water loss) juga mengalami peningkatan laju
pernapasan dan aktivasi kelenjar keringat.
c. Temperatur lingkungan
Normalnya, individu yang tinggal di lingkungan yang iklimnya
tidak terlalu panas tidak akan mengalami pengeluaran cairan yang
ekstrem melalui kulit dan pernapasan. Dalam situasi ini, cairan yang
keluar umumnya tidak dapat disadari (insensible water loss, IWL).
Besarnya IWL pada tiap individu bervariasi, dipengaruhi oleh suhu
lingkungan, tingkat metabolisme,dan usia. Individu yang tinggal di
lingkungan yang bertsuhu tinggi atau di dearah deangan kelembapan
yang rendah akan lebih sering mengalami kehilangan cairandan
elektrolit. Demikian pula pada orang yang bekerja berat di
lingkungan yang bersuhu tinggi,mereka dapat kehilangan cairan
sebanyak lima litet sehaei melalui keringat. Umumnya, orang yang
biasa berada di lingkungan panas akan kehilangan cairan sebanyak
700 ml per jam saat berada ditempat yang panas, sedangkan orang
yang tidak biasa berada di lingkungan panas dapat kehilangan cairan
hingga dua liter per jam.
d. Diet
Diet seseorang berpengaruh juga terhadap asupan cairan dan
elektrolit. Jika asupan makanan tidak seimbang, tubuh berusaha
memcah simpanan protein dengan terlebih dahulu memecah
simpanan lemak dan glikogen. Kondisi ini menyebabkan penurunan
kadar albumin.
40
e. Kondisi stress
Kondisi stress berpengaruh pada kebutuhan cairan dan
elektrolit tubuh. Saat stress, tubuh mengalami peningkatan
metabolism seluler, peningkatan konsentrasi glukosa darah, dan
glikolisis otot. Mekanisme ini mengakibatkan retensi air dan
natrium.Disamping itu, stress juga menyebabkan peningkatan
produksi hormone anti deuritik yang dapat mengurangi produksi
urine.
f. Keadaan sakit
Kondisi sakit sangat berpengaruh terhadap kondisi
keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh Misalnya : Trauma seperti
luka bakar akan meningkatkan kehilangan air melalui IWL,penyakit
ginjal dan kardiovaskuler sangat mempengaruhi proses regulator
keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh
6. Gangguan Keseimbangan Cairan dan Elektolit
a. Ketidakseimbangan cairan
Hal ini dapat terjadi apabila mekanisme kompensasi tubuh
tidak mampu mempertahankan homeostatis. Gangguan keseimbangan
cairan dapat berupa defisit volume cairan atau sebaliknya.
1) Defisit volume cairan (fluid volume defisit [FVD])
Defisit volume cairan adalah suatu kondisi
ketidakseimbangan yang ditandai dengan defisiensi cairan dan
elektrolit di ruang ekstrasel, namun proporsi antara keduanya
(cairan dan elektrolit) mendekati normal. Kondisi ini dikenal juga
41
dengan istilah hipovolemia. Pada keadaan hipovolemia, tekanan
osmotik mengalami perubahan sehingga cairan interstisial menjadi
kosong dan cairan intrasel masuk ke ruang interstisial sehingga
mengganggu kehidupan sel. Secara umum, kondisi defisit volume
cairan (dehidrasi) terbagi menjadi tiga, yaitu :
a) Dehidrasi isotonik. Ini terjadi apabila jumlah cairan yang
hilang sebanding dengan jumlah elektrolit yang hilang. Kadar
Na+ dalam plasma 130-145 mEq/l.
b) Dehidrasi hipertonik. Ini terjadi jika jumlah cairan yang hilang
sebanding dengan jumlah elektrolit yang hilang. Kadar Na+
dalam plasma 130-150 mEq/l.
c) Dehidrasi hipotonik. Ini terjadi apabila jumlah cairan yang
hilang lebih sedikit daripada jumlah elektrolit yang hilang.
Kadar Na+ dalam plasma darah adalah 130 mEq/l.
Kehilangan cairan ekstrasel secara berlebihan dapat
menimbulkan beberapa perubahan. Di antaranya adalah
penurunan volume ekstrasel (hipovolemia) dan perubahan
hematokrit. Pada dasarnya, kondisi ini bisa disebabkan oleh
banyak faktor, seperti kurangnya asupan cairan, tingginya asupan
pelarut (mis., protein dan klorida atau natrium) yang dapat
menyebabkan eksresi urine berlebih, berkeringat banyak dalam
waktu yang lama, serta kelainan lain yang menyebabkan
pengeluaran urine berlebih. Lebih lanjut, kondisi dehidrasi dapat
digolongkan menurut derajat keparahan menjadi :
42
a) Dehidrasi ringan. Pada kondisi ini, kehilangan cairan
mencapai 5% dari berat tubuh atau sekitar 1,5-2 liter.
Kehilangan cairan sebesar 5% pada anak yang lebih besar dan
individu dewasa sudah dikategorikan sebagai dehidrasi berat.
Kehilangan cairan yang berlebih dapat berlangsung melalui
kulit, saluran pencernaan, perkemihan, paru-paru, atau
pembuluh darah.
b) Dehidrasi sedang. Kondisi ini terjadi apabila kehilangn
cairan mencapai 5-10% dari berat tubuh atau sekitar 2-4 liter.
Kaddar natrium serum berkisar 152-158 mEq/l. Salah satu
gejalanya adalah mata cekung.
c) Dehidrasi berat. Kondisi ini terjadi apabila kehilangan cairan
mencapai 4-6 liter. Kadar natrium serum berkisar 159-166
mEq/l. Pada kondisi ini penderita dapat mengalami hipotensi.
2) Volume cairan berlebih (fluid volume eccess[FVE]).
Volume cairan berlebih (overhidrasi) adalah kondisi
ketidakseimbangan yang ditandai dengan kelebihan (retensi)
cairan dan natrium di ruang ekstrasel. Kondisi ini dikenal juga
dengan istilah hipervolemia. Overhidrasi umumnya disebabkan
oleh gangguan pada fungsi ginjal. Manifestasi yang kerap muncul
terkait kondisi ini adalah peningkatan volume darah dan edema.
Edema terjadi akibat peningkatan tekanan hidrostatik dan
penurunan tekanan osmotic. Edema sering muncul di daerah mata,
jari, dan pergelangan kaki. Edema pitting adalah edema yang
43
muncul di daerah perifer. Jika area tersebut ditekan, akan
terbentuk cekungan yang tidak langsung hilang setelah tekanan
dilepaskan. Ini karena perpindahan cairan ke jaringan melalui titik
tekan edema pitting tidak menunjukkan kelebihan cairan yang
menyeluruh. Sebaliknya pada edema non-pitting, cairan di dalam
jaringan tidak dapat dialihkan ke area dengan penekanan jari. Ini
karena edema non-pitting tida menunjukkan kelebihan cairan
ekstrasel, melainkan kondisi infeksi dan trauma yang
menyebabkan pengumpulan dan pembekuan cairan di permukaan
jaringan. Kelebihan cairan vascular meningkatkan tekanan
hidrostatik dan tekanan cairan pada permukaan interstisial. Edema
anasarka adalah edema yang terdapat diseluruh tubuh. Manifestasi
edema paru antara lain penumpukan sputum, dispnea, batuk, dan
bunyi nafas ronkhi basah.
b. Ketidakseimbangan elektrolit
Gangguan keseimbangan elektrolit meliputi :
1) Hiponatremia dan hipernatremia.
Hiponatremia adalah kekurangan kadar natrium di cairan
ekstrasel yang menyebabkan perubahan tekanan osmotic.
Perubahan ini mengakibatkan pindahnya cairan dari ruang
ekstrasel ke intrasel sehingga sel menjadi bengkak. Hiponatremia
umumnya disebabkan oleh penyakit ginjal, penyakit Addison,
kehilangan natrium melalui pencernaan, pengeluaran keringat
berlebih, dieresis, serta asidosis metabolic. Penyebab lain yang
44
berkaitan dengan kelebihan cairan adalah sindrom ketidaktepatan
hormon antidiuretik (syndrome of inappropriate antidiuretic
hormon [SIADH]), peningkatan asupan cairan,
hiperaldosteronisme, ketoasidosis diabetes, oliguria, dan polidipsia
psikogenik. Tanda dan gejala hiponatremia meliputi cemas,
hipotensi postural, postural dizziness, mual, muntah, diare,
takikardi, kejang dan koma. Temuan laboratorium untuk kondisi
ini adalah kadar natrium serum <136 mEq/l dan berat jenis urine
<1,010. Hipernatremia adalah kelabihan kadar natrium di cairan
ekstrasel yang menyebabkan peningkatan tekanan osmotic
ekstrasel. Kondisi ini mengakibatkan berpindahnya cairan intrasel
keluar sel. Penyebab hipernatremia meliputi asupan natrium yang
berlebihan, kerusakan sensasi haus, disfagia, diare, kehilangan
cairan berlebih dari paru-paru, poliuria karena diabetes insipidus.
Tanda dan gejalanya meliputi kulit kering, mukosa bibir kering,
pireksia, agitasi, kejang, oliguria, atau anuria. Temuan
laboratorium untuk kondisi ini kadar natrium serum >144 Meq/l,
berat jenis urine >11,30.
2) Hipokalemia dan hiperkalemia.
Hipokalemia adalah kekurangan kadar kalium di cairan
ekstrasel yang menyebabkan pindahnya kalium keluar sel.
Akibatnya, ion hydrogen dan kalium tertahan di dalam sel dan
menyebabkan gangguan atau perubahan pH plasma. Gejala
defisiensi kalium pertama kali terlihat pada otot, distensi usus,
45
penurunan bising usus, serta denyut nadi yang tidak teratur. Pada
pemeriksaan laboratorium ditemukan nilai kalium serum <3,0
mEq/l. hiperkalemia adalah kelebihan kadar kalium di cairan
ekstrasel. Kasus ini jarang sekali terjadi, kalaupun ada, tentu akan
sangat membahayakan kehidupan sebab akan menghambat
trasmisi impuls jantung dan menyebabkan serangan jantung. Saat
terjadi hiperkalemia, salah satu upaya yang dapat dilakukan
adalah memberikan insulin sebab insulin dapat membantu
mendorong kalium masuk ke dalam sel. Tanda dan gejala
hiperkalemia sendiri meliputi cemas, iritabilitas, irama jantung
ireguler, hipotensi, parastesia, dan kelemahan. Pada pemeriksaan
laboratorium ditemukan nilai kalium serum >5 mEq/l, sedangkan
pada pemeriksaan EKG didapat gelombang T memuncak, QRS
melebar, dan PR memanjang.
3) Hipokalsemia dan hiperkalsemia.
Hipokalsemia adalah kekurangan kadar kalsium di cairan
ekstrasel. Bila berlangsung lama, kondisi ini dapat menyebabkan
osteomalasia sebab tubuh akan berusaha memenuhi kebutuhan
kalsium dengan mengambilnya dari tulang. Tanda dan gejala
hipokalsemia meliputi spasme dan tetani, peningkatan motilitas
gastrointestinal, gangguan kardiovaskuler, dan osteoporosis.
Temuan laboratorium untuk kondisi ini meliputi kadar kalsium
serum <4,5 mEq/l atau 10 mg/100 ml serta memanjangnya interval
Q-T. Selain itu, hipokalsemia juga dapat dikaji dari tanda Trosseau
46
dan Chvostek positif. Hiperkalsemia adalah kelebihan kadar
kalsium pada cairan ekstrasel. Kondisi ini menyebabkan
penurunan eksitabilitas otot dan saraf yang pada akhirnya
menimbulkan flaksiditas. Tanda dan gejala hiperkalsemia meliputi
penurunan kemampuan otot, anoreksia, mual, muntah, kelemahan
dan letargi, nyeri punggung, dan serangan jantung. Temuan
laboratorium meliputi kadar kalsium serum >5,8 mEq/l atau 10
mg/100 ml dan peningkatan BUN akibat kekurangan cairan. Hasil
rontgen menunjukkan osteoporosis generalisata serta pembentukan
kavitas tulang yang menyebar.
4) Hipomagnesemia dan hipermagnesemia.
Hipomagnesemia terjadi apabila kadar magnesium serum
urang dari 1,5 mEq/l. Umumnya, kondisi ini disebabkan oleh
konsumsi alohol yang berlebih, malnutrisi, diabetes mellitus, gagal
hati, absorpsi usus yang buruk. Tanda dan gejalanya meliputi
tremor, refleks tendon profunda yang hiperaktif, konfusi,
disorientasi, halusinasi, kejang, takikardi, dan hipertensi. Temuan
laboratorium untuk kondisi ini meliputi kadar magnesium serum
<1,4 mEq/l. Hipermagnesemia adalah kondisi meningkatnya kadar
magnesium di dalam serum. Meski jarang ditemui, namun kondisi
ini dapat menimpa penderita gagal ginjal., terutama yang
mengkonsumsi antasida yang mengandung magnesium. Tanda dan
gejala hipermagnesemia meliputi aritmia jantung, depresi refleks
47
tendon profunda, depresi pernapasan. Temuan laboratorium untuk
kondisi ini meliputi kadar magnesium serum >3,4 mEq/l.
5) Hipokloremia dan hiperkloremia.
Hipokloremia adalah penurunan kadar ion klorida dalam
serum. Secara khusus, kondisi ini disebabkan oleh kehilangan
sekresi gastrointestinal yang berlebihan, seperti muntah, diare,
dieresis, serta pengisapan nasogastrik. Tanda dan gejala yang
muncul menyerupai alkalosis metabolic, yaitu apatis, kelemahan,
kekacauan mental, kram, dan pusing. Temuan laboratorium untuk
kondisi ini adalah nilai ion klorida >95 mEq/l. Hiperkloremia
adalah peningkatan kadar ion klorida serum. Kondisi ini kerap
dikaitkan dengan hipernatremia, khususnya saat terdapat dehidrasi
dan masalah ginjal. Kondisi hiperkloremia menyebabkan
penurunan bikarbonat sehingga menimbulkan ketidakseimbangan
asam-basa. Lebih lanjut, kondisi ini bisa menyebabkan kelemahan,
letargi, dan pernapasan Kussmaul. Temuan laboratoriumnya
adalah nilai ion klorida >105 mEq/l.
6) Hipofosfatemia dan hiperfosfatemia.
Hipofosfatemia adalah penurunan kadar fosfat di dalam
serum. Kondisi ini dapat muncul akibat penurunan absorpsi fosfat
di usus, peningkatan ekskresi fosfat, dan peningkatan ambilan
fosfat untuk tulang. Hipofosfatemia dapat terjadi akibat
alkoholisme, malnutrisi, ketoasidosis diabetes, dan
hipertiroidisme. Tanda dan gejalanya meliputi anoreksia, pusing,
48
parestesia, kelemahan otot, serta gejala neurologis yang tersamar.
Temuan laboratorium untuk kondisi ini adalah nilai ion fosfat <2,8
mEq/dl. Hiperfosfatemia adalah peningkatan kadar ion fosfat
dalam serum. Kondisi ini dapat muncul pada kasus gagal ginjal
atau saat kadar hormon paratiroid menurun. Selain itu,
hiperfosfatemia juga bisa terjadi akibat asupan fosfat berlebih atau
penyalahgunaan laksatif yang mengandung fosfat. Karena kadar
kalsium berbanding terbalik dengan fosfat, maka tanda dan gejala
hiperfosfatemia hampir sama dengan hipokalsemia yaitu
peningkatan eksibilitas sistem saraf pusat, spasme otot, konvulsi
dan tetani, peningkatan motilitas usus, masalah kardiovaskular
seperti penurunan kontraktilitas jantung/gejala gagal jantung, dan
osteoporosis. Temuan laboratoriumnya adalah nilai ion fosfat
>4,4 mg/dl atau 3,0 mEq/l.
E. Pengkajian Kebutuhan Cairan Dan Elektrolit
Pengkajian keperawatan difokuskan pada hal-hal seperti riwayat
keperawatan pengukuran klinis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
laboratorium.
1. Riwayat Keperawatan
Pengkajian riwayat keperawatan penting untuk mengetahui klien
yang beresiko mengalami gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.
Pengkajian tersebut meliputi :
a. Asupan cairan dan makanan (oral dan paranteral), haluaran cairan.
b. Tanda dan gejala gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.
49
c. Proses penyakit yang menyebabkan gangguan homeostatis cairan dan
elektrolit.
d. Pengobatan tertentu yang tengah dijalani yang dapat mengganggu
status cairan.
e. Status perkembangan (usia atau kondisi social).
f. Faktor psikologis (perilaku emosional).
Sedangkan menurut Metheny (2008), ada enam hal perlu
ditanyakan untuk menilai status cairan dan elektrolit pasien, yaitu:
a. Apakah saat ini ada penyakit atau cedera yang dapat mengacaukan
keseimbangan cairan dan elektrolit?
b. Apakah pasien mendapatkan terapi cairan paranteral atau pengobatan
lain yang dapat mengganggu keseimbangan cairan dan elektrolit?
Jika ya, bagaimana pengobatan itu bisa mengacaukan keseimbangan
cairan?
c. Apakah ada pengeluaran cairan tubuh yang abnormal? Jika ya, dari
mana? Apa tipe ketidakseimbangan yang biasanya menyertai
pengeluaran cairan itu?
d. Apakah ada pembatasan diet ( misalnya diet rendah garam)? Jika ya,
bagaimana hal itu bisa memengaruhi keseimbangan cairan?
e. Apakah pasien menerima air dan zat gizi lain melalui oral atau rute
lain dalam jumlah yang cukup? Jika tidak, sudah berapa lama pasien
menerima asupan yang tidak adekuat tersebut?
f. Bagaimana perbandingan antara asupan cairan total dengan haluaran
cairan totalnya?
50
2. Pengukuran Klinis
Pengukuran klinis sederhana yang dapat perawat lakukan tanpa instruktur
dari dokter adalah pengukuran tanda-tanda vital, penimbangan berat
badan, serta pengkuran asupan dan haluaran cairan.
a. Berat badan. Pengukuran berat badan dilakukan di saat yang sama
dengan menggunakan pakian yang beratnya sama. Peningkatan atau
penurunan 1kg berat badan setara dengan penambahan atau
pengeluaran 1 liter cairan.
b. Tanda-tanda vital. Perubahan tanda-tanda vital (suhu, nadi,
pernapasan, dan tekanan darah serta tingkat kesadaran) bisa
menandakan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.
c. Asupan cairan. Asupan cairan meliputi cairan oral (NGT dan oral),
cairan paranteral (obat-obatan intravena), makanan yang mengandung
air, irigasi kateter.
d. Haluaran cairan. Haluaran cairan meliputi urine (volume, kepekatan),
feses (jumlah,konsistensi), drainase, dan IWL.
e. Status hidrasi. Status hidrasi meliputi adanya edema, rasa haus yang
berlebihan, kekeringan pada membran mukosa.
f. Proses penyakit. Kondisi penyakit yang dapat mengganggu
keseimbangan cairan dan elektrolit ( misalnya diabetes melitus,
kanker, luka bakar, hematemesis, dll).
g. Riwayat pengobatan. Obat-obat atau terapi yang dapat mengganggu
keseimbangan cairan dan elektrolit (misalnya steroid, diuretic,
dialysis).
51
3. Pemeriksaan fisik
a. Integument : turgor kulit, edema, kelemahan otot, tetani, dan sensasi
rasa.
b. Kardiovaskular : distensi vena jugularis, tekanan darah, dan bunyi
jantung.
c. Mata : cekung, air mata kering.
d. Neurologi : refleks, gangguan motorik dan sensorik, tingkat
kesadaran.
e. Gastrointestinal : mukosa mulut, mulut, lidah, bising usus.
Parameter yang digunakan untuk mengetahui adanya gangguan
kesimbangan cairan dan elektrolit meliputi:
a. Tanda-tanda vital yang abnormal.
b. Asupan dan haluaran cairan yang tidak seimbang.
c. Volume dan konsistensi urine yang tidak normal.
d. Turgor kulit yang buruk.
e. Penurunan/peningkatan berat badan yang tiba-tiba (ringan; ±2%,
sedang; ±5%, berat; ±10%).
f. Temperatur tubuh yang sangat tinggi akibat kehilangan cairan
berlebihan.
g. Edema
h. Nilai tekanan vena sentral (CVP) yang abnormal (normalnya 7-15
mmHg_).
52
4. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan darah lengkap. Pemeriksaan ini meliputi jumlah sel
darah merah, hemoglobin (HB), dan hemotakrit (Ht).
1) Ht naik : adanya dehidrasi berat dan gejala syok.
2) Ht turun : adanya perdarahan akut, masih, dan reaksi
hemolitik
3) Hb naik : adanya hemokonsentrasi
4) Hb turun : adanya perdarahan hebat, reaksi hemolitik
b. Pemeriksaan elektrolit serum. Pemeriksaan ini dilakukan untuk
mengetahui kadar natrium, kalium, klorida, ion bikarbonat.
c. pH dan berat jenis urine. Berat jenis menunjukan kemampuan ginjal
untuk mengatur konsentrasi urine. Normalnya, pH urine adalah 4,5-8
dan berat jenisnya 1,003-1,030.
d. Analisa gas darah. Biasanya, yang diperiksa adalah pH, PO2, HCO3,
PCO2, dan saturasi O2. Nilai PCO2 normal: 35-40 mmHg; PO2 normal:
80-100 mmHg; HCO3 normal: 25-29 mEq/l. Sedangkan saturasi O2
adalah perbandingan oksigen dalam darah dengan jumlah oksigen
yang dapat dibawa oleh darah, normalnya di arteri (95%-98%) dan
vena (60%-85%).
Interprestasi :
1) Asidosis
a) CO2 naik : CO2 + H2O → H2CO3
b) HCO3 turun : HCO3 bersifat basa
54
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Rancangan Studi Kasus
Rancangan karya tulis ilmiah ini menggunakan desain studi kasus
deskriptif. Deskriptif adalah penelitian yang dilakukan untuk mengetahui nilai
variable mandiri, baik satu variabel atau lebih tanpa membuat perbandingan
atau menghubungkan dengan variabel yang lain (Sugyono, 2011).
B. Subyek Studi Kasus
Subyek dalam studi kasus ini adalah satu orang pasien dewasa dengan
penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) dengan kriteria sebagai berikut:
1. Kriteria inklusi
Kriteria inklusi adalah kriteria atau ciri-ciri yang harus dipenuhi
setiap masing-masing anggota populasi yang akan dijadikan sampel
(Notoatmodjo, 2010).
a. Pasien yang bersedia menjadi subyek.
b. Pasien dewasa dengan diagnosa medis Demam Berdarah Dengue
(DBD).
c. Pasien dengan diagnosa keperawatan kekurangan volume cairan.
d. Pasien yang menjalani rawat inap.
2. Kriteria eksklusi
Kriteria eksklusi adalah kriteria atau cirri-ciri anggota populasi
yang tidak bisa dijadikan sebagai sampel penelitian (Notoatmodjo, 2010).
a. Pasien yang tidak bersedia menjadi subyek.
55
b. Pasien yang tidak di diagnosa medis Demam Berdarah Dengue
(DBD).
C. Fokus Studi Kasus
1. Kebutuhan cairan dan elektrolit pada pasien Demam Berdarah Dengue
(DBD).
2. Penerapan manajemen cairan pada pasien Demam Berdarah Dengue
(DBD).
D. Definisi Operasional
Study kasus asuhan keperawatan :
1. Demam Berdarah Dengue adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh
nyamkuk aedes aegypti.
2. Kebutuhan cairan dan elektrolit yang dimaksud dalam penelitian ini
adalah penerapan manajemen cairan pada pasien Demam Berdarah
Dengue (DBD) dengan kriteria obyektif:
a. Turgor kulit elastis.
b. Kelembaban membran mukosa.
c. Denyut nadi radialis.
d. Kehausan.
e. Dehidrasi jika : turgor kulit tidak elastis, membran mukosa kering,
denyut nadi radialis lemah, dan ditemukan keluhan haus.
f. Tidak dehidrasi jika : turgor kulit elastic, membran mukosa lembab,
denyut nadi radialis teraba kuat, dan tidak ada keluhan haus.
56
3. Manajemen cairan adalah mengatur keseimbangan cairan dan mencegah
komplikasi akibat jumlah cairan abnormal yang terdiri dari :
a. Pertahankan catatan intake dan output yang akurat, yaitu suatu
tindakan mengukur jumlah cairan yang masuk dan keluar dari dalam
tubuh yang bertujuan menentukan status kesimbangan cairan tubuh.
b. Monitor status hidrasi ( kelembaban membran mukosa, nadi adekuat,
tekanan darah ortostatik). Status hidrasi pasien dapat dinilai
berdasarkan vital sign, turgor kulit, distensi vena jugularis, bunyi
jantung, bunyi nafas, berat badan, nadi, dan membrane mukosa.
c. Monitor vital sign. Pemeriksaan tanda vital terdiri atas pemeriksaan
nadi, pernapasan, tekanan darah, dan suhu. Pemeriksaan ini
merupakan bagian penting dalam menilai fisiologis dari sistem tubuh
secara keseluruhan.
d. Kolaborasikan pemberian cairan IV. Pemberian cairan intravena
adalah pemberian sejumlah cairan ke dalam tubuh ke dalam pembuluh
vena untuk memperbaiki atau mencegah gangguan cairan dan
elektrolit,darah, maupun nutrisi (Perry & Potter, 2006)
e. Dorong masukan oral. Tindakan ini dilakukan pada klien yang
mengalami atau bereisiko mengalami kekurangan cairan. Dalam
pemberiannya, pasien umumnya mendapatkan cairan dengan
konsentrasi rendah, jika dapat ditoleransi selanjutnya pasien akan
mendapatkan minuman dengan jumlah dan konsentrasi yang lebih
tinggi hingga memenuhi kebutuhan yang diharapkan.
57
E. Tempat dan Waktu
Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Juni 2018 di RSU
BAHTRAMAS kota kendari.
F. Pengumpulan Data
1. Observasi
Observasi adalah alat pengumpulan data yang dilakukan dengan
cara mengamati dan mencatat secara sistematik gejala-gejala yang di
selidiki (Nerbuko&Achmadi, 2013). Yang akan diobservasi dalam
penelitian ini adalah tanda-tanda kekurangan cairan dan elektrolit dan
bagaimana proses pemulihan kebutuhan cairan dengan menggunakan
intervensi manajemen cairan.
2. Wawancara
Wawancara adalah suatu percakapan yang diarahkan pada suatu
masalah tertentu dan merupakan proses Tanya jawab lisan di mana dua
orang atau lebih berhadapan secara fisik (Gunawan, 2013).
G. Penyajian Data
Penyajian data pada karya tulis ilmiah ini disajikan dalam bentuk
tekstular/narasi. Penyajian data tekstual/narasi adalah penyajian data dalam
bentuk kalimat-kalimat atau tulisan untuk menerangkan kumpulan data yang
diperoleh.
58
H. Etika Studi Kasus
Etika penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Informed Concent (surat persetujuan)
Informed Concent yaitu lembar persetujuan yang diberikan oleh
peneliti kepada responden untuk menjalankan suatu kegiatan atau
tindakan yang berhubungan dengan penelitian.
2. Anonymity (tanpa nama)
Peneliti melindungi hak-hak dan privasi responden, nama tidak
digunakan serta menjaga kerahasiaan responden, peneliti hanya
menggunakan inisial sebagai identitas.
3. Confidentiality (kerahasiaan)
Semua informasi yang diberikan respon kepada peneliti akan tetap
dirahasiakan.
4. Bebas dari penderitaan
Penelitian ini dilaksanakan tanpa mengakibatkan penderitaan
kepada subyek khususnya jika menggunakan tindakan khusus.
5. Bebas dari ekspliotasi
Partisipasi subyek dalam penelitian, harus dihindarkan dari
keadaan yang tidak menguntungkan. Subyek harus di yakinkan bahwa
partisipasinya dalam penelitian tidak akan dipergunakan dalam hal-hal
yang dapat merugikan subyek dalam bentuk apapun.
6. Resiko
Peneliti harus hati-hari mempertimbangkan resiko dan keuntungan
yang berakibat kepada subyek pada setiap tindakan.
59
7. Right to self determination
Subyek penelitian tidak boleh dipaksa untuk menjadi responden
tanpa ada sanksi apapun. Subyek harus diperlakukan secara manusiawi.
Subyek mempunyai hak memutuskan apakah mereka bersedia menjadi
subyek ataupun tidak, tanpa adanya sanksi apapun atau akan berakibat
pada kesembuhannya.
8. Right to full disclosure
Subyek memiliki hak untuk mendapat jaminan dari perlakuan yang
diberikan. Peneliti harus memberikan penjelasan secara rinci dan
bertanggung jawab jika ada sesuatu yang terjadi pada subyek.
9. Right in fair treatment
Subyek harus diberlakukan secara adil baik sebelum, selama, dan
setelah keikut sertaannya dalam penelitian tanpa adanya diskriminasi apa
bila ternyata mereka tidak bersedia atau dikeluarkan dari penelitian.
10. Right in privacy (hak untuk dijaga kerahasiaannya)
Subyek mempunyai hak untuk meminta bahwa data yang diberikan
harus dirahasiakan, untuk itu perlu adanya tanpa nama dan rahasia
(Nursalam,2010).
60
BAB IV
HASIL STUDI KASUS DAN PEBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Pengkajian
Pasien D. Laki-laki berusia 36 tahun, dirawat di ruang rawat inap
laika waraka RSU Bahterahmas Prov. Sultra dengan diagnosa medis
Demam Berdarah Dengue. Tn. D masuk RSU Bahterahmas pada tanggal
18 juli 2018 melalui UGD dengan keluhan demam sejak 3 hari yang lalu,
mual dan muntah, perut terasa sakit, pusing dan sakit kepala. Suhu tubuh
400C, frekuensi napas 16x/m, nadi 130x/m, tekanan darah 110/90 mmHg.
Dari anamnese yang dilakukan pada tanggal 19 juli 2018 Tn. D
mengeluh demam, sakit kepala, mual dan muntah, perut terasa sakit,
pusing, dan sering merasa haus. Tn. D mengatakan demam muncul tiba-
tiba tanpa sebab yang jelas. Selama dirawat terdapat data penunjang
seperti pemeriksaan laboratorium. Tn. D juga mengatakan sebelumnya
tidak pernah dirawat di rumah sakit dengan penyakit yang sama.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum Tn. D lemah,
kesadaran compos mentis, terdapat ekimosis pada daerah lengan, mukosa
mulut kering, bibir kering dan pecah-pecah, konjungtiva anemis, mata
cekung, turgor kulit jelek. Tekanan darah 110/80 mmHG, suhu tubuh
39oC, frekuensi nadi 128x per menit, nadi lemah dan cepat, berat badan 50
kg dan tinggi badan 164 cm.
61
2. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan data-data di atas, di temukan masalah keperawatan
kekurangan volume cairan hal ini berdasarkan data yang didapatkan yaitu,
turgor kulit jelek, mukosa mulut kering, bibir kering dan pecah-pecah,
konjungtiva anemis, mata cekung. Tekanan darah 110/80 mmHG, suhu
tubuh 39oC, frekuensi nadi 128x per menit, nadi lemah dan cepat.
3. Intervensi Keperawatan
Rencana keperawatan sesuai dengan NIC manajemen cairan, yaitu
monitor status hidrasi ( kelembaban membran mukosa, nadi adekuat),
monitor vital sign, pertahankan catatan intake dan output yang akurat,
dorong masukan oral, dan kolaborasikan pemberian cairan IV. Karena
untuk dapat mempertahankan kesehatan dan kehidupannya, manusia
membutuhkan cairan dan elektrolit dalam jumlah dan proporsi yang tepat
di berbagai jaringan tubuh. Hal ini dapat dicapai dengan menetapkan
intervensi keperawatan NIC manajemen cairan.
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi hari pertama yang dilakukan tanggal 20 juli 2018
jam 19:00 WITA berdasarkan intervensi keperawatan NIC manajemen
cairan, memonitor vital sign hasil yang didapatkan tekanan darah 100/70
mmHg, nadi 126 kali per menit, suhu tubuh 39oC, dan pernapasan 20 kali
per menit. Memonitor status hidrasi didapatkan data membran mukosa
kering dan nadi teraba lemah dan cepat.
Dari catatan intake cairan didapatkan data cairan infus sebanyak
1500 cc, obat injeksi sebanyak 100 cc, air metabolisme sebanyak 250 cc,
62
cairan masuk melalui oral sebanyak 1440 cc jadi jumlah intake cairan Tn.
D sebanyak 3290 cc. Sedangkan output cairan didapatkan data muntah
sebanyak 300cc, urine sebanyak 1700 cc, IWL sebanyak 1350 cc, jadi
jumlah output cairan Tn D sebanyak 3350 cc.
Mendorong masukan oral berupa air putih 8 gelas per 24jam dan
kolaborasi pemberian cairan intravena ringger laktat 20 tetes per menit.
Setelah melakukan implementasi diatas penulis mengevaluasi respon Tn.
D mengeluhkan masih merasa pusing dan sakit kepala, nyeri perut sudah
berkurang, mual dan muntah berkurang, turgor kulit jelek dan sering
merasa haus. Tn. D nampak lemah tanpa adanya penurunan kesadaran.
Implementasi hari ke dua yang dilakukan tanggal 21 juli 2018 jam
20:00 WITA vital sign Tn. D didapatkan data, tekanan darah 110/70
mmHg, nadi 90 kali per menit, suhu tubuh 38oC, dan pernapasan 18 kali
per menit. Status hidrasi membran mukosa lembab dan nadi teraba kuat.
Meningkatkan masukan cairan oral 8 gelas per 24 jam,
Intake cairan infus 1500 cc, obat injeksi sebanyak 100 cc, air
metabolisme sebanyak 250 cc, cairan masuk melalui oral sebanyak 1920
cc, jadi jumlah intake cairan Tn.D sebanyak 3770 cc. Sedangkan output
didapatkan data muntah sebanyak 200cc, urine sebanyak 1700 cc, IWL
sebanyak 1150 cc, jadi jumlah output cairan Tn D sebanyak 2950 cc.
Kolaborasi pemberian cairan intravena ringger laktat 20 tetes per
menit. Setelah melakukan implementasi hari kedua penulis mengevaluasi
respon Tn. D mengatakan pusing dan sakit kepala berkurang, mual dan
63
muntah berkurang, nyeri perut tidak ada, masih sering merasa haus,
keadaan umum mulai membaik dan kesadaran compos mentis.
Implementasi hari ke tiga yang dilakukan tanggal 22 juli 2018 jam
16:00 WITA vital sign Tn. D tekanan darah 120/70 mmHg, nadi 82 kali
per menit, suhu tubuh 37oC, pernapasan 16 kali per menit. Status hidrasi
membran mukosa lembab dan nadi teraba kuat.
Intake cairan infus 1100 cc, obat injeksi sebanyak 100 cc, air
metabolisme sebanyak 250 cc, cairan masuk melalui oral sebanyak 1920
cc, jadi jumlah intake cairan Tn.D sebanyak 3370 cc. Sedangkan output
didapatkan data urine sebanyak 1700 cc, IWL sebanyak 750 cc, jadi
jumlah output cairan Tn D sebanyak 2650 cc.
Mendorong masukan oral Tn. D 8 gelas per hari. Kolaborasi
pemberian cairan intravena ringger langkat 16 tetes per menit. Setelah
melakukan implementasi hari ketiga penulis mengevaluasi respon Tn. D
mengatakan sudah tidak pusing dan sakit kepala, sudah tidak mual dan
muntah, nyeri perut tidak ada, tidak ada kehausan berlebih, keadaan umum
baik dan kesadaran compos mentis.
Tabel 4.1 : jumlah cairan masuk melalui oral pada Tn. D
HariJumlah cairan masuk melalui oral per jam
Jumlah06:00 08:00 10:00 12:00 14:00 16:00 18:00 20:00
Jumat 240 cc 120 cc 120 cc 240 cc 120 cc 240 cc 120 cc 240 cc 1440 cc
Sabtu 240 cc 240 cc 240 cc 240 cc 240 cc 240 cc 240 cc 240 cc 1920 cc
Minggu 240 cc 240 cc 240 cc 240 cc 240 cc 240 cc 240 cc 240 cc 1920 cc
64
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi dilakukan setiap hari selama Tn. D dirawat, pada hari ke
lima dirawat Tn. D menunjukkan tanda-tanda kekurangan volume cairan
teratasi, ditandai dengan membran mukosa lembab, tidak ditemukan
perdarahan dibawah kulit, turgor kulit elastis, denyut nadi radialis teraba
kuat dengan frekuensi 80 kali per menit, serta tidak ditemukan kehausan
yang berlebih.
Tabel 4.2 : status kesimbangan cairan Tn. D
NoManajemencairan hari
ke-
Keseimbangan Cairan
KesimpulanTurgor
kulit
Membran
mukosa
Nadi
radialisHaus
1Hari
pertama
Tidak
elastisKering Lemah Ada Dehidrasi
2 Hari keduaTidak
elastisLembab Kuat Ada Dehidrasi
3 Hari ketiga Elastis Lembab KuatTidak
ada
Tidak
dehidrasi
B. Pembahasan
Setelah penulis menerapkan manajemen cairan pada Tn. D dengan
gangguan pemenuhan kebutuhan cairan dan elektrolit di RSU Bahterahmas
Provinsi Sulawesi Tenggara. Maka pada BAB ini penulis akan
membandingkan antara teori dengan kasus yang ditemukan dilahan praktek.
Adapun pembahasan ini meliputi proses dari pengkajian, diagnosa
keperawatan, intervensi, implementasi dan evaluasi.
65
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan yang
dilakukan dimana penulis berusaha mengkaji secara menyeluruh melalui
aspek bio-psiko-sosial dan spiritual. Pengkajian yang dilakukan pada
penulisan ini berfokus pada pengkajian kebutuhan cairan dan elektrolit.
Pada pengkajian didapatkan data Tn. D demam sejak 3 hari yang lalu,
demam timbul secara tiba-tiba, disertai sakit kepala, mual dan muntah, perut
terasa sakit, pusing, terdapat ekimosis pada daerah lengan, tekanan darah
110/80 mmHg, nadi 128 kali per menit, nadi lemah dan cepat, dan suhu tubuh
39oC. Hal ini sesuai dengan teori tanda dan gejala Demam Berdarah Dengue
yang dikemukakan oleh Soegijanto (2010) gejala klinis Demam Berdarah
Dengue ditandai dengan demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas,
terdapat manifestasi perdarahan seperti peteki, ekimosis, perdarahan gusi,
hematemesis, dan melena. Prembesan plasma yang ditandai dengan renjatan
(ditandai dengan nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi,
hipotensi, kaki dan tangan dingin.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan data turgor kulit jelek, mukosa mulut
kering, bibir kering dan pecah-pecah, konjungtiva anemis, mata cekung.
Tekanan darah 110/80 mmHG, suhu tubuh 39oC, frekuensi nadi 128x per
menit, nadi lemah dan cepat. Hal ini menunjukkan tanda-tanda dehidrasi yang
dikemukakan oleh Sodikin (2011). Menurut Sodikin (2011) tanda-tanda
dehidrasi adalah ubun-ubun dan mata cekung, tonus otot berkurang, turgor
kulit jelek (elastisitas kulit menurun), membran mukosa kering.
66
Tabel 4.2 : Derajat dehidrasi berdasarakan skor menurut WHO
Yang DinilaiSkor
A B CKeadaan Umum Baik Lesu/haus Gelisa, cemas,
mengantuk,hingga syok
Mata Biasa Cekung Sangat cekungMulut Biasa Kering Sangat keringTurgor Kulit Baik Kurang Jelek
Catatan:
< 2 tanda dikolom B dan C : tanpa dehidrasi> 2 tanda dikolom B : dehidrasi sedang≥ 2 tanda dikolom C : dehidrasi berat
Berdasarkan tabel derajat dehidrasi berdasarkan skor menurut WHO
diatas menunjukkan bahwa derajat dehidrasi Tn. D masuk dalam kategori
dehidrasi sedang yang ditandai dengan data yang data didapatkan seperti
kehausan berlebih, mata cekung, membran mukosa kering dan turgor kulit
jelek.
Sesuai dengan pengkajian dan analisa yang penulis lakukan pada Tn. D
maka penulis menemukan masalah keperawatan kekurangan volume cairan
sesuai dengan batasan karakteristik diagnosa keperawatan kekurangan
volume cairan menurut NANDA (2015). Batasan karakteristik menurut
NANDA yaitu perubahan status mental, penurunan tekanan darah, penurunan
tekanan nadi, penurunan volume nadi, penurunan turgor kulit, penurunan
turgor lidah, penurunan haluan urine, penurunan pengisian vena, membran
mukosa kering, kulit kering, peningkatan hematokrit, peningkatan suhu
tubuh, peningkatan frekuensi nadi, peningkatan konsentrasi urine, haus, dan
kelemahan. Pada kasus Tn. D ditemukan data turgor kulit jelek, mukosa
mulut kering, bibir kering dan pecah-pecah, konjungtiva anemis, mata
67
cekung. Tekanan darah 110/80 mmHG, suhu tubuh 39oC, frekuensi nadi 128x
per menit, nadi lemah dan cepat. Hal ini menunjukkan kesaamaan data kasus
dengan teori.
Setelah diagnose keperawatan dapat ditegakan, maka perlu penetapan
rencana keperawatan untuk mengatasi masalah keperawatan tersebut. Dalam
perencanaan ini penulis berfokus pada lima intervesi menurut NANDA NIC
manajament cairan yaitu monitor status hidrasi untuk menganal tanda dan
gejala kekurangan cairan, monitor vital sign untuk membantu
mengidentifikasi fluktuasai cairan intravaskuler, pertahankan catatan intake
dan output yang akurat untuk mengidentifikasi adanya gangguan
keseimbangan cairan, dorong masukan oral untuk untuk membantu
memenuhi kebutuhan cairan tubuh, dan kolaborasikan pemberian cairan IV
untuk meningkatkan jumlah cairan tubuh dan mencegah terjadinya syok
hipovolemik.
Terapi DBD bersifat suportif yaitu meningkatkan daya tahan tubuh dan
menghilangkan gejala. Perlu mengganti kehilangan cairan akibat kebocoran
plasma karena virus Dengue menyerang dinding pembuluh darah dan
memberikan terapi substitusi komponen darah (Sofro, 2012). Hal ini sesuai
dengan teori dimana terapi cairan adalah cara yang tepat untung pananganan
Demam Berdarah Dengue.
Dalam tahap pelaksanaan penulis dapat melaksanakan semua rencana
keperawatan sesuai dengan perencanaan yang telah dibuat. Tindakan
keperawatan yang dilakukan memonitor vital sign. Menurut anas (2009)
68
perubahan tanda vital mungkin mengindikasikan adanya ketidakseimbangan
cairan, elektrolit, dan asam basa, atau sebagai upaya kompensasi dalam
mempertahankan keseimbangan dalam tubuh. Peningkatan suhu tubuh
mungkin menunjukkan kondisi dehidrasi, sedangkan takikardia merupakan
tanda pertama yang menunjukkan adanya hipovolemia akibat kekurangan
cairan. Denyut nadi cenderung menguat pada kondisi kelebihan volume
cairan dan melemah pada kekurangan volume cairan. Tekanan darah
cenderung meningkat pada kelebihan cairan dan menurun pada kekurangan
cairan. Menurut penulis memonitor tanda vital sama dengan teori, karena
tanda vital mengidentifikasi fluktuasai cairan intravaskuler.
Tindakan keperawatan monitor status hidrasi ( kelembaban membran
mukosa, nadi adekuat). Pertahankan catatan intake dan output yang akurat,
dorong masukan oral 2 liter per hari, dan kolaborasikan pemberian cairan IV (
RL 28 tetes per menit). Menurut penelitian Andriani, dkk (2014),
penatalaksanaan terapi DBD terdiri dari 2 terapi yaitu terapi suportif dan
terapi simptomatik. Terapi suportif pada penderita DBD berupa pergantian
cairan intravena akibat terjadinya dehidrasi. Data terapi suportif terbanyak
ialah pemberian cairan kristaloid sebanyak 62 penderita (83.78%). Pada terapi
DBD derajat I dan II jenis cairan yang diberikan ialah kristaloid berupa
RL/Asering/NaCl 0,9%. Sedangkan untuk terapi simptomatik ada beberapa
jenis yang diberikan salah satunya terapi antipiretik. Pada terapi antipiretik,
data hasil penulisan menunjukkan terapi terbanyak ialah pemberian
parasetamol sebanyak 58 penderita (78.38%).
69
Menurut penulis tindakan keperawatan dorong masukan dan pemberian
cairan IV sesuai dengan teori karena tujuan terapi cairan adalah untuk
mengganti kehilangan cairan di ruang intravaskuler.
Pada tahap evaluasi merupakan tahap akhir dan alat ukur untuk
memulai keberhasilan pemberian asuhan keperawatan, apakah tujuan
keperawatan berhasil. Evaluasi dilakukan sesuai dengan konsep.
Evaluasi keperawatan pada Tn. D dapat teratasi pada hari ke lima
rawatan dengan kriteria hasil membran mukosa lembab, tidak ditemukan
perdarahan dibawah kulit, turgor kulit elastis, denyut nadi radialis teraba kuat
dengan frekuensi 80 kali per menit, serta tidak ditemukan kehausan yang
berlebih.
Menurut NIC (2015) kriteria hasil tercapai pada diagnosis kekurangan
volume cairan turgor kulit elastis, kelembaban membran mukosa. denyut nadi
radialis dan tidak ada kehausan. Menurut soedjas (2011) mengatakan bahwa
fase penyembuhan yang terjadi pada hari ke-6-8, ditunjukkan adanya keadaan
umum membaik dan demam sudah turun sebagai bagian dari rekasi tahap ini.
Menurut peniliti kriteria hasil dari diagnosis kekurangan volume cairan
sesuai dengan teori karena pada Tn. D menunjukkan bahwa tanda-tanda
kekurangan volume cairan sudah tidak ditemukan pada hari ke lima rawatan (
hari ke 8 demam).
70
C. Keterbasatasan Penulisan
Penelitian ini telah diusahakan dan dilaksanakan sesuai dengan prosedur
ilmiah, namun demikian masih memiliki keterbatasan yaitu:
1. Jumlah subyek yang langka menyebabkan penulisan ini membutuhkan
waktu yang lama untuk melakukan penulisan.
2. Penulis tidak dapat mengontrol subyek selama 24 jam karena
keterbatasan tenaga dan waktu penulis.
.
71
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Setelah melakukan penelitian tentang penerapan manajemen cairan
pada Tn. D dalam pemenuhan kebutuhan cairan dan elektrolit diruang laika
waraka RSU Bahterahmas Provinsi Sulawesi Tenggara. Penulis menarik
kesimpulan sebagai berikut :
1. Dari hasil pengumpulan data ditemukan data turgor kulit jelek, mukosa
mulut kering, bibir kering dan pecah-pecah, konjungtiva anemis, mata
cekung. Tekanan darah 110/80 mmHG, suhu tubuh 39oC, frekuensi nadi
128x per menit, nadi lemah dan cepat. Hal ini menunjukkan tanda-tanda
dehidrasi sedang menurut derajat dehidrasi WHO.
2. Sesuai dengan pengkajian dan analisa yang penulis lakukan pada Tn. D
maka penulis menemukan masalah keperawatan kekurangan volume
cairan sesuai dengan batasan karakteristik diagnosa keperawatan
kekurangan volume cairan menurut NANDA (2015).
3. Dalam perencanaan ini penulis berfokus pada lima intervesi menurut
NANDA NIC manajament cairan yaitu monitor status hidrasi, monitor
vital sign, pertahankan catatan intake dan output yang akurat, dorong
masukan oral, dan kolaborasikan pemberian cairan IV.
4. Dalam tahap pelaksanaan yang dilakukan selama tiga hari penulis dapat
melaksanakan semua rencana keperawatan sesuai dengan perencanaan
yang telah dibuat.
72
5. Evaluasi keperawatan pada Tn. D dapat teratasi pada hari ke lima
rawatan dengan kriteria hasil membran mukosa lembab, tidak ditemukan
perdarahan dibawah kulit, turgor kulit elastis, denyut nadi radialis teraba
kuat dengan frekuensi 80 kali per menit, serta tidak ditemukan kehausan
yang berlebih.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan penelitian, maka penulis merekomendasikan
berupa saran-saran sebagai berikut :
1. Bagi masyarakat :
Diharapkan agar masyarakat meningkatkan pengetahuan tentang
pencegahan dan penanganan penyakit Demam Berdarah Dengue
khususnya dalam pemenuhan kebutuhan cairan dan elektrolit melalui
penyuluhan-penyuluhan kesehatan.
2. Bagi pengembangan ilmu dan teknologi keperawatan :
Diharapkan bagi institusi pengembangan ilmu dan teknologi
memberikan pengetahuan baru tentang penanganan penyakit Demam
Berdarah Dengue agar dapat menyesuaikan pemberian asuhan
keperawatan saat ini yang mungkin berbeda dengan kondisi terdahulu.
3. Bagi peneli selanjutnya
Diharapkan hasil penelitian ini dijadikan sebagai data pembanding
dalam penerapan manajamen cairan lainnya.
73
DAFTAR PUSTAKA
Asmadi. (2008). Teknik Prosedural Keperawatan: Konsep dan Aplikasi
Kebutuhan Dasar Klien. Jakarta : Salemba Medika.
Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara Kendari.
Gloria M.B. dkk (2013) Nursing Intervensions classification. Edisi Bahasa
Indonesia. Indonesia: ELSEVIER.
Hak, Zainul. (2012). Asuhan Keperawatan Pada Tn”M” Dengan Diagnosa Medis
Dengue Hemoragic Fever Di Wilayah Kerja Puskesmas Ampenan.
Diakses tanggal 17 Maret,2018,http://KTIDHF%20%20KTI%20DHF.htm.
Hidayat, A. Azis. ALlimun. (2009). Kebutuhan Dasar Manusia, Aplikasi Konsep
dan Proses Keprawatan, (p 2-21). Jakarta : Salemba Medika.
____________________. (2011). Pengantar Dokumentasi Keperawatan. Jakarta :
EGC
____________________. (2012). Keperwatan Dasar Manusia Buku 1. Jakarta :
Salemba Medika.
Kusuma, Adhitya. (2014). Dengue Haemorrhagic Fever On Pediatric Patient, 2.
Diakses tanggal 4 April, 2018,
http://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/medula/article/download/323/
324.
Mandal, B.K. dkk. (2008) Penyakit Infeksi. Edisi Keenam. Jakarta : Erlangga
Mubarak, Wahid Iqbal, Chayatin, Nurul. (2007). Kebutuhan Dasar Manusia :
Teori dan Aplikasi Praktik. Jakarta : EGC.
Ngastiyah. (2010). Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC
74
Nurarif, Amin Huda, & Kusuma, Hardhi. (2015). Aplikasi Asuhan Keperwatan
Berdesakan Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc Jilid 1. Jogjakarta.
Mediaction Jogja.
Pusat Data & Informasi Infodat. (2016). Situasi DBD Di Indonesia. Jakarta
: Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI. Retrived maret
16,2018,http://www.depkes.go.id/resources/download /pusdatin/ infodatin/
infodatin-dbd-2016.pdf.
Rekam Medik BLUD RSUD Bahteramas. (2018). Profil BLUD RSUD
Sudoyo, Aru W. dkk. (2009). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid 3. Edisi
Keempat. Jakarta : InternaPublishing.
Suriadi, Yuliani, Rita. (2010). Asuhan Keperawatan Pada Anak. Jakarta : CV.
Sagung Seto.
Tarwoto, Wartonah. (2009). Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan.
Jakarta: Salemba
Lampiran 1 : Jadwal Kegiatan
JADWAL KEGIATAN
A. Alat dan Bahan
Alat penelitian yang di gunakan yaitu alat tulis, alat perekam dan kamera.
Sedangkan bahan penelitian yang digunakan lembar pedoman wawancara.
B. Cara Kerja
1. Tahap persiapan
Tahap ini dilakukan penyusunan proposal dan mengurus surat izin
atau pengantar dari Politeknik Kesehatan Kendari Jurusan Keperawatan yang
ditunjukan oleh pihak Rumah Sakit Umum Daerah Bahteramas Provinsi
Sulawesi Tenggara untuk mendapatkan izin penelitian ditempat tersebut.
2. Tahap Penelitian
a. Melakukan peninjauan langsung ke objek penelitian
b. Memberikan informend consent untuk ditanda tangan oleh subyek yang
akan di teliti
c. Menerapkan manajemen cairan kepada pasien deman berdarah dengue
dengan diagnosa keperawatan kekurangan volume cairan diruang
Laikawaraka Rumah Sakit Umum Daerah Bahteramas Provinsi Sulawesi
Tenggara.
3. Tahap pengolahan data
Melakukan analisa berdasarkan data yang telah dikumpulkan. Kemudian
menyajikan data tersebut untuk memberikan penerapan tentang manajemen
cairan pada pasien demam berdarah dengue dalam pemenuhan kebutuhan
cairan dan elektrolit.