Abdurrahman Al Gafiqi

41
Kisah Tabi’in Abdurrahman Al- Ghafiqi http://islamicline.blogspot.com/2009/07/kisah-tabiin- abdurrahman-al-ghafiqi.html Islamic Line 01.32 Tabiin Suatu ketika Amirul Mukminin Umar bin Abdul Aziz melakukan evaluasi menyeluruh terhadap berbagai kebijakan khalifah sebelumnya, Sulaiman bin Abdul Malik. Ia meninjau ulang para Gubernurnya di berbagai daerah. Sebagian tetap pada kedudukannya, sebagian lagi diganti dengan pejabat baru. Orang pertama yang diangkat sebagai Gubernur adalah Samh bin Malik Al-Khaulani. Ia dipercaya untuk menangani berbagai daerah dan kota yang telah dibuka. Gubernur ini lantas mengunjungi Andalusia untuk mengecek kondisi penduduknya. Dalam kesempatan itu, ia menyempatkan diri mencari apakah masih hidup ulama dari kalangan Tabi’in. Ternyata masih ada, yaitu Abdurrahman Al-Ghafiqi. Gubernur Samh mendengar pengetahuan Al-Ghafiqi tentang Al-Qur’an, pemahamannya tentang hadits Rasulullah SAW, pengalamannya di berbagai medan pertempuran, kerinduannya untuk menjemput syahid, juga sikap zuhudnya terhadap gemerlap duniawi. Lebih dari itu, ia mendengar bahwa Al-Ghafiqi pernah bertemu dengan Khalifah Umar bin Khattab, bahkan sempat menimba ilmu dan akhlak darinya. Gubernur Samh lantas meminta Abdurrahman Al-Ghafiqi untuk datang menemuinya. Ia menyambut Al-Ghafiqi dengan penuh hormat, dan

description

immmmmm

Transcript of Abdurrahman Al Gafiqi

Page 1: Abdurrahman Al Gafiqi

Kisah Tabi’in Abdurrahman Al-Ghafiqi http://islamicline.blogspot.com/2009/07/kisah-tabiin-abdurrahman-al-ghafiqi.html

Islamic Line

01.32

Tabiin

Suatu ketika Amirul Mukminin Umar bin

Abdul Aziz melakukan evaluasi menyeluruh terhadap berbagai kebijakan khalifah

sebelumnya, Sulaiman bin Abdul Malik. Ia meninjau ulang para Gubernurnya di berbagai

daerah. Sebagian tetap pada kedudukannya, sebagian lagi diganti dengan pejabat baru.

Orang pertama yang diangkat sebagai Gubernur adalah Samh bin Malik Al-Khaulani. Ia

dipercaya untuk menangani berbagai daerah dan kota yang telah dibuka. Gubernur ini

lantas mengunjungi Andalusia untuk mengecek kondisi penduduknya. Dalam kesempatan

itu, ia menyempatkan diri mencari apakah masih hidup ulama dari kalangan Tabi’in.

Ternyata masih ada, yaitu Abdurrahman Al-Ghafiqi.

Gubernur Samh mendengar pengetahuan Al-Ghafiqi tentang Al-Qur’an, pemahamannya

tentang hadits Rasulullah SAW, pengalamannya di berbagai medan pertempuran,

kerinduannya untuk menjemput syahid, juga sikap zuhudnya terhadap gemerlap duniawi.

Lebih dari itu, ia mendengar bahwa Al-Ghafiqi pernah bertemu dengan Khalifah Umar bin

Khattab, bahkan sempat menimba ilmu dan akhlak darinya.

Gubernur Samh lantas meminta Abdurrahman Al-Ghafiqi untuk datang menemuinya. Ia

menyambut Al-Ghafiqi dengan penuh hormat, dan memintanya untuk duduk di dekatnya.

Samh menceritakan berbagai uneg-unegnya. Ghafiqi pun memberikan berbagai nasihat dan

saran, tak lupa ia menganjurkan agar sang Gubernur terus menunaikan tugasnya dengan

baik dan benar.

Menimbang nasihat dari Al-Ghafiqi itu, Samh menawarkan jabatan untuk menangani wilayah

Andalusia, kini masuk wilayah Spanyol.

Page 2: Abdurrahman Al Gafiqi

Tawaran itu dijawab oleh Al-Ghafiqi:

“Wahai Gubernur, aku hanyalah orang biasa, seperti yang lain. Aku datang ke daerah ini

hanya untuk mengetahui batas-batas daerah kaum muslimin dan batas-batas fartah musuh

mereka. Aku haya meniatkan diriku untuk mencari ridlo Allah yang Maha Agun, dan aku

membawa pedangku ini hanya untuk menegakkan kalimat Allah di muka bumi ini. Insya’allah

Gubernur akan melihatku selalu taat selama engkau menegakkan kebenaran. Aku akan

selalu mengikuti perintah Gubernur, selama anda taat pada perintah Allah dan Rasul-Nya,

walaupun aku tidak diberi kekuasaan dan perintah.”

Tak lama berselang setelah pertemuan itu, Gubernur Samh bin Malik, bertekad untuk

menaklukkan seluruh wilayah Prancis dan menyatukannya dengan wilayah Negara Islam.

Saat penyerangan itu, terjadilah peristiwa mengenaskan dan tragis, Samh bin Malik gugur

karena tertusuk panah. Seandainya tentara kaum muslimin tidak mendapatkan pertolongan

Allah dengan seorang jenius sebagai komandan perang, yang bernama Abdurrahman Al-

Ghafiqi, tentulah kaum muslimin akan menderita kekalahan yang sangat fatal.

Al-Ghafiqi tampil memimpin komando perjuangan, sehingga dapat menekan kerugian dan

derita kekalahan sekecil mungkin. Dia berhasil membawa tentara kaum muslimin pulang ke

Spanyol. Namun dalam hatinya ia tetap bertekad untuk mengulang serangan.

Berita besar yang dialami kaum muslimin di Prancis itu telah menggelisahkan dan

mengguncangkan hati sang Khalifah di Damaskus. Pertempuran dahsyat dan berani yang

diusung oleh Samh bin Malik telah membakar api keberanian pasukan kaum muslimin untuk

meneruskan perjuangan itu.

Abdurrahman Al-Ghafiqi akhirnya ditunjuk sebagai pemimpin untuk wilayah Andalusia.

Daerah-daerah Prancis dan sekitarnya yang berhasil dibebaskan disatukan di bawah

komandonya. Sepenuhnya dia ditugaskan oleh Khalifah Umar bin Abdul Aziz di Damaskus

untuk mengurus wilayah Prancis dan sekitarnya secara independent. Pemberian wewenang

ini menunjukkan betapa Abdurrahman Al-Ghafiqi adalah sosok yang dapat dipercaya,

amanah, kuat kemauan, gigih, taqwa, bersih dan bijaksana dalam memimpin dan

mengambil keputusan.

Page 3: Abdurrahman Al Gafiqi

Sejak awal kepemimpinannya, dia segera bekerja mengembalikan kepercayaan diri bala

tentaranya, membangkitkan semangat mereka. Yang paling penting dari itu adalah

menjelmakan tujuan dan cita-cita besarnya kepada tentara kaum muslimin di Andalusia,

yang telah dirintis oleh Musa bin Nusair dan Smah bin Malik Al-Khaulani.

Kaum muslimin bertekad meneruskan gerakan pembebasannya di wilayah Eropa. Mulai dari

Prancil hingga menembus dinding negeri Italia dan Jerman. Rencana selanjutnya adalah

membebaskan Konstantinopel, menyusul laut tengah.

Abdurrahman Al-Ghafiqi yakin sepenuhnya bahwa dalam mempersiapkan pertempuran

besar itu harus dimulai dari memperbaiki dan mensucikan jiwa (Tazkiyah an-Nafs). Ia juga

yakin, tidak ada satu umatpun yang dapat mewujudkan kemenagnan dan meraih cita-

citanya jika benteng jiwanya sudah rapuh, terkikis dari dalam.

Berpegang pada keyakinannya itu, Al-Ghafiqi mulai berkeliling Andalusia, meninjau

kekuatan daerah perdaerah. Selanjutnya ia memasang pengumuman yang berisi:

Barangsiapa yang mempunyai persoalan dan merasa dizalimi oleh Gubernur, hakim, atau

orang lain, ia harus melaporkannya kepada Gubernur, sebab kedudukan kaum muslimin

dengan non-muslim sama dalam hal ikatan perjanjian.

Selanjutnya, dia mulai memeriksa laporan-laporan yang masuk satu persatu. Jika dia

menemukan ketidakadilan, segera ia luruskan. Seperti menyelesaikan masalah tempat-

tempat ibadah dan tanahnya yang bersifat rampasan atau diperoleh melalui tekanan. Dalam

masalah ini, ia menyerahkan kepada pemilik aslinya sesuai dengan perjanjian,

menghancurkannya atau merelakannya dengan ganti rugi. Ia juga memeriksa para pejabat

satu persatu. Jika ada yang menyeleweng atau korupsi, ia tidak segan mencopotnya dan

menggantinya dengan orang yang dapat dipercaya dan bertanggungjawab, baik dalam

kebijakan maupun dalam mengambil keputusan.

Setiap kali mengunjungi daerah kekuasaan kaum muslimin, dia selalu mengajak orang-

orang untuk shalat berjemaah. Ia juga menganjurkan mereka untuk terus berjihad, dan

menyemangati mereka agar selalu mengharapkan ridlo Allah swt dan berbahagia dengan

pahalanya. Ucapan Abdurrahman Al-Ghafiqi selalu disertai dengan perbuatan. Jika ia

bercita-cita selalu disertai dengan usaha. Maka langkah pertama untuk memperkuat daerah

kekuasaannya adalah dengan mengadakan persiapan dan melengkapi persenjataan,

Page 4: Abdurrahman Al Gafiqi

memperbaiki kamp tentara yang berdekatan dengan daerah musuh, membangun benteng-

benteng, membangun jembatan. Diantara jembatan terbesar yang ia bangun adalah

jembatan Qurthubah (dalam literatur Inggris disebut Cordova), ibukota Andalusia (kini

Spanyol).

Jembatan itu ia bangun di atas sungai Cordova yang besar, agar masyarakat dan

tentaranya dapat menyebrang dengan mudah, selain dimaksudkan untuk menghindari

wilayah itu dari serangan banjir. Jembatan ini termasuk salah satu keajaiban dunia.

Panjangnya mencapai 80 hasta, tingginya 60 hasta, dengan 19 kaki tiang penyangga.

Jembatan tersebut kini terletak di daerah Spanyol dan sampai sekarang tetap berdiri tegak

sebagai bukti sejarah.

Salah satu gambaran perpaduan antara sikap perwira dan sikap rendah hati Al-Ghafiqi

selalu berkumpul dengan pasukan dan pemuka masyarakat di setiap daerah yang ia

bebaskan. Ia selalu mendengar dan memperhatikan perkataan orang-orang yang ada

disekitarnya. Mencatat semua kritik dan mengambil manfaat dari setiap nasehat mereka.

Dalam setiap pertemuan, ia lebih sering mendengarkan dan hanya seperlunya bicara, ini

sering dilakukan ketika mengadakan pertemuan dengan para tokoh muslim maupun dengan

para pembesar Ahlu Dzimmah. Dalam pertemuan itu, biasanya ia lebih banyak bertanya

kepada mereka tentang berbagai macam masalah yang terjadi di daerah mereka, juga

tentang unek-unek yang terkait dengan penguasa dan kepala pasukan mereka.

Suatu ketika, ia mengundang seorang pembesar Ahlu Dzimmah keturunan Prancis untuk

berbincang-bincang tentang berbagai persoalan. Al-Ghafiqi bertanya, “Bagaimana keadaan

Karel, Raja Besar engkau? Mengapa ia tidak menantang kami untuk berperang, tapi juga

tidak menyelamatkan daerah-daerah kekuasaannya yang telah kami bebaskan?”

Bangsawan Prancis itu menjawab dengan panjang lebar, “Wahai Gubernur! Engkau telah

memenuhi apa yang telah engkau janjikan. Hakmu atas kami adalah bahwa kami harus

menjawab jujur tentang apa saja yang engkau tanyakan. Panglima Besar anda, Musa bin

Nusair, telah menguasai seluruh Spanyol, dia terus bertekad untuk menguasai gunung

Pyrenia yang memisahkan daerah Andalusia dengan daerah kami yang indah ini.

Maka para penguasa di berbagai daerah bagian itu lari berlindung kepada Raja kami. Kami

Page 5: Abdurrahman Al Gafiqi

juga telah mendengar rencana kaum muslimin. Kami khawatir mereka akan menyerang dari

ujung timur, sebab mereka kini telah berada di wilayah barat, bahkan mereka telah

menguasai seluruh Spanyol, mereka juga merampas semua yang ada di sana, baik bekal

maupun peralatan perang. Sekarang mereka telah naik ke puncak gunung yang menjadi

pemisah antara kita dengan mereka. Padahal jumlah mereka sangat sedikit dengan

persenjataan yang serba terbatas. Kebanyak dari mereka tidak mempunyai baju besi yang

dapat menangkis serangan pedang ataupun kendaraan yang dapat mereka kendarai

menuju medan perang.

Ketika itulah Raja (Prancis) berkata, “Aku telah lama memikirkan apa yang terbetik dalam

hati dan pikiranmu. Aku juga telah mengamatinya dengan seksama. Menurutku, saat ini kita

jangan menghadapi sepak terjang kaum musimin. Sebab mereka saat ini bagaikan air bah

yang mengalir deras dan dapat menelan apa saja yang merintangi jalannya, membawanya

dan melemparkannya kemana saja mereka sukai.

Aku sangat paham, mereka adalah kaum yang mempunyai akidah dan niat tulus yang tidak

membutuhkan banyak tentara, bekal maupun persiapan. Mereka mempunyai Iman dan

kejujuran, yang dapat menjadi benteng dan pengganti baju besi dan peralatan perang.

Hadapilah mereka secara pelan-pelan sampai tangan mereka penuh dengan harta

rampasan yang bisa membiayai pembangunan istana untuk mereka sendiri. Biarkan mereka

mengumpulkan budak dan buruh. Biarkan mereka berebut kekuasaan antara mereka

sendiri. Saat itulah kalian akan mampu mengalahkan mereka dengan mudah. Karena saat

itu semangat mereka telah mulai berkurang.”

Uraian panjang lebar itu membuat hati Al-Ghafiqi terketuk sepenuh kesedihan. Iapun

menutup pertemuan itu dengan ajakan shalat bersama, karena waktu shalat telah tiba.

Al-Ghafiqi mempersiapkan bekal peperangan selama dua tahun penuh. Ia mempersiapkan

pasukan bala tentara, membangkitkan dan mendorong semangat mereka, dia juga meminta

tambahan pasukan kepada Gubernur di Afrika. Ia mengirim utusan kepada Gubernur

Tsughur Utsman bin Abi Nus’ah untuk bersiap-siap menghadapi serangan musuh, dan agar

mengulkan bala tentara sebanyak-banyanya. Namun sayangnya Utsman menyimpan rasa iri

kepada setiap Gubernur yang mempunyai cita-cita tinggi dan kemauan keras, yang berani

melakukan perbuatan besar yang dapat mengangkat namanya di mata umat. Ia sangat

khawatir nama penguasa dan Gubernur lainnya tenggelam. Lagi pula Utsman berhasil

menikahi putrid Raja Aquitane, dalam sebuah penyerangan dengan Prancis. Nama putrid itu

adalah minin.

Page 6: Abdurrahman Al Gafiqi

Minin adalah yang masih remaja yang berparas sangat cantik, elok dan menarik. Utsman

terpikat oleh kecantikannya itu. Minin mempunyai tempat tersendiri di hati Utsman, tidak

seperti istri-istri yang lainnya.

Minin inilah yang mempunyai peran penting dalam mendamaikan ayahnya denga Utsman

agar berani melakukan perjanjian dengan ayah Minin. Isi perjanjian itu adalah melindungi

ayah Minin dari serangan kaum muslimin atas daerah kekuasaannya yang merupakan batas

antara Tsughur dan Andalusia.

Ketika permohonan Abdurrahman Al-Ghafiqi datang kepada Utsman untuk menyerang

daerah kekuasaan ayah Minin, ia merasa bingung dan tidak tahu apa yang harus dilakukan.

Di satu sisi ia harus mengamankan daerah itu, karena terikat perjanjian dengan ayah Minin,

tapi di sisi lain ia harus memenuhi permohonan Al-Ghafiqi. Akhirnya, pilihan pertamalah

yang diambl oleh Utsman. Ia segera menulis surat balasan kepada Al-Ghafiqi, ia beralasan

bahwa ia tidak dapat memenuhi perintah tersebut karena telah terikat perjanjian dengan

Raja Aquitane, dan ia tidak bisa merusak perjanjian dengannya sebelum masa perjanjian itu

habis.

Surat balasan itu membuat Abdurrahman Al-Ghafiqi geram. Iapun kemudian mengutus

seseorang untuk menyampaikan surat kepada Utsman. Dalam surat itu Al-Ghafiqi menekan

Utsman agar melaksanakan perintahnya tanpa ragu-ragu, karena perjanjian antara Utsman

dan Raja Perancis itu dibuat tanpa sepengetahuan Gubernur Muslim yang membawahi

Utsman.

Namun Utsman tetap tidak mau mematuhi perintah sang Gubernur, bahkan ia mengirim

utusan kepada ayah Minin untuk memberikan apa yang sedang terjadi dan memintanya

agar berhati-hati dan waspada dari serangan kaum muslimin.

Al-Ghafiqi tidak tinggal diam, mata-matanya terus mengikuti gerak-gerik Utsman. Mereka

datang melaporkan padanya tentang hubungan Utsman dengan pihak musuh.

Mendengar berita itu, Al-Ghafiqi segera mengirim bala tentaranya. Dengan perintah tegas,

Page 7: Abdurrahman Al Gafiqi

tangkap Utsman, hidup atau mati.

Pertempuran antara pasukan Utsman dengan pasukan Al-Ghafiqi pun meletus. Pasukan

Utsman terus terdesak sehingga ia melarikan diri ke gunung bersama istrinya, Minin dengan

beberapa orang pengikutnya. Bala tentara Al-Ghafiqi terus mengejar mereka dan

mengepungnya. Utsman membela diri dan istrinya mati-matian, namun akhirnya ia tewas.

Jenazah Utsman dan istrinya dibawa pada Al-Ghafiqi.

Berita sedih tentang kematian Utsman dan istrinya, telah sampai ke telinga Raja Aquitane.

Ia sadar genderang perang telah ditabuh. Ia yakin singa Islam, Al-Ghafiqi akan tiba di

daerahnya, kalau tidak pagi pasti sore. Dia mempersiapkan pertahanan yang kuat dan

berantai agar setiap jengkal tanah kekuasaannya tidak lepas begitu saja. Dia takut digiring

sebagai tawanan ke kota khalifah di Syam, sebagaimana putrinya telah digiring ke sana.

Dugaan Raja Aquitane tidak meleset, Abdurrahman Al-Ghafiqi berangkat dengan kekuatan

seribu tentara dari utara Andalusia. Mereka bergerak bagaikan angin puyuh dari arah

gunung Pyrenia, selatan Perancis.

Tentara Islam bergerak menuju jantung Kota Arel Orleans yang terletak di pinggir sungai

Rhone. Langkah itu sudah diperhitungkan. Sebab sebelumnya warga kota Arel Orleans

telah mengadakan perjanjian dengan umat Islam, dengan ketentuan penduduk Arel

membayar upeti kepada kaum muslimin. Tetapi setelah Samh bin Malik Al-Khaulani syahid

dalam pertempuran di Thulus (Toulouse) dan kaum muslimin pun kalah, penduduk Arel pun

tidak mau mematuhi perjanjian itu dan menolak membayar upeti.

Akhirnya bertemulah kedua pasukan itu, perang pun berkecamuk dahsyat. Abdurrahman Al-

Ghafiqi menginstruksikan bala tentaranya yang cinta syahid itu masuk dan menyerang ke

tengah-tengah musuh. Musuh akhirnya dapat dikalahkan. Ia berhasil memperoleh harta

rampasan yang tak terhitung jumlahnya. Sedangkan Raja Aquitane melirikan diri dengan

sisa-sisa tentaranya yang masih hidup. Ia berusaha mengumpulkan kekuatan untuk

bertempur kembali melawan tentara muslim.

Tentara Al-Ghafiqi terus bergerak menyeberangi Sungai Jarun. Bala tentaranya yang

pemberani itu terus menyelidiki dan berputar mengitari bagian Kota Aquitane.

Page 8: Abdurrahman Al Gafiqi

Kota demi kota, desa demi desa akhirnya jatuh di bawah pijakan kaki kudanya, bagaikan

dedaunan yang jatuh di musim gugur. Raja Aquitane sekali lagi berusaha menghadang

gerak maju tentara muslimin, sehingga peperangan dahsyat antara kedua pasukan itu

kembali terjadi. Namun kemenangan kembali diraih oleh kaum muslimin, Gubernurnya pun

tewas dalam pertempuran tersebut.

Jatuhnya kota Bordeaux ke tangan kaum muslimin merupakan batu loncatan bagi kejatuhan

kota-kota penting lainnya, antara lain, Lyons, Bourbonnais dan Cannes. Kota terakhir ini

terletak sekitar seratus mil dari Kota Paris. Seluruh kota terguncang atas jatuhnya sebagian

besar wilayah Prancis bagian selatan ke tangan Panglima Abdurrahman Al-Ghafiqi, hanya

dalam waktu beberapa bulan. Al-Ghafiqi bahkan dapat membebaskan beberapa daerah itu

hanya dalam satu gebrakan.

Kini, di setiap tempat di Eropa ramai terdengar seruan untuk menghentikan bahaya yang

datang dari timur itu. Seruan itu menghimbau seluruh penduduk Eropa untuk membendung

bahaya dari timur itu “dengan dada jika pedang telah jatuh”, dan “mwnutup jalan di

depannya dengan anggota badan ketika alat perang telah habis.” Seluruh Eropa memenuhi

seruan itu. Mereka berkumpul di bawah pimpinan Karel Martel

Pasukan Islam telah sampai di Kota Tolouse, Kota Perancis terkemuka dan paling banyak

penduduknya. Kota ini memiliki bangunan yang kuat dan mempunyai nilai sejarah yang

tinggi. Lebih dari itu kota ini juga merupakan kota kebanggaan di seluruh daratan Eropa.

Sebab di sana terdapat Gereja yang sangat megah dan luas serta menyimpan kekayaan

yang sangat berharga.

Tentara Muslimin mengepung kota itu dengan ketat. Untuk menaklukkan kota itu mereka

mengorbankan jiwa dan darah mereka. Tak lama kemudian kota tersebut akhirnya jatuh ke

tangan mereka.

Pada sepuluh hari terakhir bulan Sya’ban tahun 140 Hijriyah, Abdurrahman Al-Ghafiqi dan

bala tentaranya bergerak menuju Kota Poitiers. Di kota itulah ia bertemu dengan pasukan

jalan kaki tentara Eropa yang dipimpin oleh Karel Martel. Pertempuran hebat pun meletus.

Pertempuran ini dikenal dengan nama Balathu Asy-Syuhada.

Pada hari itu tentara Islam meraih kemanangan yang gemilang, sayang, punggung tentara

Page 9: Abdurrahman Al Gafiqi

Islam sarat dengan harta-harta rampasan yang terus menumpuk. Di tangan mereka harta itu

terus tertumpuk. Abdurrahman Al-Ghafiqi memandang harta kekayaan yang sangat banyak

ini dengan penuh kegelisahan dan kekhawatiran Dia khawatir kaum muslimin terlena

dengan harta tersebut, hatinya bimbang. Dia tidak yakin bahwa hati tentaranya akan

konsentrasi selama peperangan. Sebab hati mereka telah dipenuhi dengan pikiran akan

harta rampasan itu. Perhatian mereka terpecah pada usaha mengalahkan musuh dan

bagaimana menjaga harta rampasan yang telah berada dalam genggamannya.

Sebenarnya Al-Ghafiqi berniat memerintahkan tentaranya untuk melepaskan harta

rampasan yang sangat banyak dan melelahkan itu. Tapi ia khawatir, keputusannya itu tidak

mereka sukai. Ia tidak memperoleh jalan terbaik kecuali memerintahkan untuk

mengumpulkan harta-hata rampasan itu dalam kemah-kemah khusus. Kemah itu didirikan di

belakang kamp tentara sebelum perang berkecamuk.

Selama beberapa hari bala tentara kedua belah pihak tidak bergerak. Masing-masing saling

memperhatikan dengan diam, saling mengintai dengan tegang. Kedua kubu itu berdiri tegak

bagaikan deretan gunung. Satu sama lain sia menyerang. Kedua belah pihak dengan cemas

memperhatikan keberanian musuhnya dan berhitung seribu kali sebelum mulai menyerang.

Setelah keadaan tegang itu berlangsung cukup lama, Abdurrahman Al-Ghafiqi membuka

serangan maju dengan kudanya di tengah-tengah barisan pasukan Perancis bagikan singa

kelaparan yang mengamuk. Bala tentara kaum muslimin bagaikan gunung terjal yang

tumbang. Pertempuran di hari pertama berlalu, di mana kekuatan kedua belah pihak masih

seimbang.

Pada hari-hari berikutnya pertempuran berlangsung makin seru. Kaum muslimin

menggempur pasukan Perancis dengan ganas dan berani. Perang berlangsung selama

tujuh hari dengan dahsyat dan seru. Pada hari kedelapan kaum muslimin melancarkan

serangan mendadak sehingga mereka dapat melumpuhkan barisan tengah. Waktu itu, kaum

muslimin melihat cahaya kemenangan seperti cahaya subuh yang nampak di kegelapan.

Namun waktu itulah, sekelompok tentara Perancis menyerang gudang penyimpanan harta

rampasan kaum muslimin. Ketika kaum muslimin melihat harta rampasannya hanpir berada

di tangan musuh, banyak dari mereka yang kembali. Barisan tentara kaum muslimin menjadi

kocar kacir. Panglima Al-Ghafiqi memompa semangat pasukannya untuk terus menyerang

Page 10: Abdurrahman Al Gafiqi

dan menutup celah-celah yang dapat ditembus musuh.

Pelana kuda yang tadinya berwarna putih kini menjadi hitam karena banyaknya serangan

yang ia lancarkan. Ketika sedang bertempur itulah sebatang anak panah menancap ke

tubuhnya sehingga ia jatuh dari punggung kudanya, diam tak bergerak, menjadi syahid di

medan laga.

Melihat kejadian itu, ketakutan mulai merasuki jiwa pasukan muslimin. Mengetahui hal itu,

tentara musuh berubah menjadi ganas dan bertambah keberaniannya.

Ketika hari subuh, pasukan Islam telah menarik diri dari Kota Poitiers. Karel Martel tidak

berani mengejar tentara muslim yang mundur itu. Padahal seandainya ia terus melakukan

pengejaran tentara pasti muslim terancam kalah. Namun dia tidak melakukan hal itu, karena

khawatir bahwa panarikan pasukan itu merupakan jebakan untuk menyerang balik.

Hari Balathu Asy-Syuhada menjadi hari yang sangat berharga dalam sejarah. Hari itu kaum

muslimin telah menghapus salah satu cita-cita luhur dan kehilangan salah satu seorang

pahlawan besar. Duka di hari Perang Uhud terulang kembali. Pasukan Islam kalah karena

lebih mementingkan harta rampasan.

Bukan hanya kaum muslimin yang kecewa dengan kegagalan itu, sebagian cendikiawan

Perancis pun turut merasakan duka mendalam, sebab mereka melihat bahwa kemenangan

nenek moyang mereka atas tentara muslim di Poitiers merupakan bencana yang

menghancurkan kemanusiaan. Mendatangkan kerugian besar bagi Eropa dalam

membangun peradabannya.

Berikut pernyataan Henry de Syamboun, seorang cendikiawan Prancis, tentang

pertempuran Balathu Asy-Syuhada:

“Kalau tidak karena kemenangan Karel Martel yang biadab atas orang Islam Arab di

Perancis, niscaya negara kita tidak akan mengalami nasib buruk dan tidak banyak menelan

korban yang mendorong tumbuhnya rasa fanatik terhadap agama dan aliran. Kalau tidak

karena kemenangan ganas itu atas kaum muslimin, niscaya Spanyol sudah dapat menikmati

toleransi Islam dan selamat dari genggaman penguasa diktator. Perkembangan kebudayaan

kita tidak terlambat selama delapan abad, meski terdapat perbedaan perasaan dan

pendapat di sekitar kemenangan kita itu. Sebab kita memperoleh kebudayaan dan

peradaban yang terpuji dari kaum muslimin, baik dari segi ilmu, kesenian, maupun industri.

Page 11: Abdurrahman Al Gafiqi

Sebenarnya mereka mengajak kita untuk mengakui bahwa mereka itu mempunyai

kemanusiaan yang sempurna saat mana kita memiliki sifat-sifat biadab. Mereka membuat

kita mengakui pada hari ini bahwa masa lalu kita telah terulang kembali. Sedangkan kaum

muslimin telah sampai pada masa ini, sementara kita masih berada pada abad

pertengahan.”

(Sumber:www.sufiz.com)- See more at: http://islamicline.blogspot.com/2009/07/kisah-tabiin-abdurrahman-al-ghafiqi.html#sthash.vmgBTQNo.dpuf

Abdurrahman Al-Ghafiqi: Tombak yang Selalu Terhunus (1)by ADMIN on MAY 4, 2009

Suatu ketika Amirul Mukminin Umar bin Abdul Aziz melakukan evaluasi

menyeluruh terhadap berbagai kebijakan khalifah sebelumnya, Sulaiman bin

Abdul Malik. Ia meninjau ulang para Gubernurnya di berbagai daerah. Sebagian

tetap pada kedudukannya, sebagian lagi diganti dengan pejabat baru.

Orang pertama yang diangkat sebagai Gubernur adalah Samh bin Malik Al-

Khaulani. Ia dipercaya untuk menangani berbagai daerah dan kota yang telah

Page 12: Abdurrahman Al Gafiqi

dibuka. Gubernur ini lantas mengunjungi Andalusia untuk mengecek kondisi

penduduknya. Dalam kesempatan itu, ia menyempatkan diri mencari apakah

masih hidup ulama dari kalangan Tabi’in. Ternyata masih ada, yaitu

Abdurrahman Al-Ghafiqi.

Gubernur Samh mendengar pengetahuan Al-Ghafiqi tentang Al-Qur’an,

pemahamannya tentang hadits Rasulullah SAW, pengalamannya di berbagai

medan pertempuran, kerinduannya untuk menjemput syahid, juga sikap

zuhudnya terhadap gemerlap duniawi. Lebih dari itu, ia mendengar bahwa Al-

Ghafiqi pernah bertemu dengan Khalifah Umar bin Khattab, bahkan sempat

menimba ilmu dan akhlak darinya.

Gubernur Samh lantas meminta Abdurrahman Al-Ghafiqi untuk datang

menemuinya. Ia menyambut Al-Ghafiqi dengan penuh hormat, dan memintanya

untuk duduk di dekatnya. Samh menceritakan berbagai uneg-unegnya. Ghafiqi

pun memberikan berbagai nasihat dan saran, tak lupa ia menganjurkan agar

sang Gubernur terus menunaikan tugasnya dengan baik dan benar.

Menimbang nasihat dari Al-Ghafiqi itu, Samh menawarkan jabatan untuk

menangani wilayah Andalusia, kini masuk wilayah Spanyol.

Tawaran itu dijawab oleh Al-Ghafiqi:

“Wahai Gubernur, aku hanyalah orang biasa, seperti yang lain. Aku datang ke daerah ini

hanya untuk mengetahui batas-batas daerah kaum muslimin dan batas-batas fartah musuh

mereka. Aku haya meniatkan diriku untuk mencari ridlo Allah yang Maha Agun, dan aku

membawa pedangku ini hanya untuk menegakkan kalimat Allah di muka bumi ini. Insya’allah

Gubernur akan melihatku selalu taat selama engkau menegakkan kebenaran. Aku akan

selalu mengikuti perintah Gubernur, selama anda taat pada perintah Allah dan Rasul-Nya,

walaupun aku tidak diberi kekuasaan dan perintah.”

Tak lama berselang setelah pertemuan itu, Gubernur Samh bin Malik, bertekad

untuk menaklukkan seluruh wilayah Prancis dan menyatukannya dengan

wilayah Negara Islam. Saat penyerangan itu, terjadilah peristiwa mengenaskan

dan tragis, Samh bin Malik gugur karena tertusuk panah. Seandainya tentara

kaum muslimin tidak mendapatkan pertolongan Allah dengan seorang jenius

sebagai komandan perang, yang bernama Abdurrahman Al-Ghafiqi, tentulah

kaum muslimin akan menderita kekalahan yang sangat fatal.

Al-Ghafiqi tampil memimpin komando perjuangan, sehingga dapat menekan

kerugian dan derita kekalahan sekecil mungkin. Dia berhasil membawa tentara

Page 13: Abdurrahman Al Gafiqi

kaum muslimin pulang ke Spanyol. Namun dalam hatinya ia tetap bertekad

untuk mengulang serangan.

Berita besar yang dialami kaum muslimin di Prancis itu telah menggelisahkan

dan mengguncangkan hati sang Khalifah di Damaskus. Pertempuran dahsyat

dan berani yang diusung oleh Samh bin Malik telah membakar api keberanian

pasukan kaum muslimin untuk meneruskan perjuangan itu.

Abdurrahman Al-Ghafiqi akhirnya ditunjuk sebagai pemimpin untuk wilayah

Andalusia. Daerah-daerah Prancis dan sekitarnya yang berhasil dibebaskan

disatukan di bawah komandonya. Sepenuhnya dia ditugaskan oleh Khalifah

Umar bin Abdul Aziz di Damaskus untuk mengurus wilayah Prancis dan

sekitarnya secara independent. Pemberian wewenang ini menunjukkan betapa

Abdurrahman Al-Ghafiqi adalah sosok yang dapat dipercaya, amanah, kuat

kemauan, gigih, taqwa, bersih dan bijaksana dalam memimpin dan mengambil

keputusan.

Sejak awal kepemimpinannya, dia segera bekerja mengembalikan kepercayaan

diri bala tentaranya, membangkitkan semangat mereka. Yang paling penting

dari itu adalah menjelmakan tujuan dan cita-cita besarnya kepada tentara kaum

muslimin di Andalusia, yang telah dirintis oleh Musa bin Nusair dan Smah bin

Malik Al-Khaulani.

Kaum muslimin bertekad meneruskan gerakan pembebasannya di wilayah

Eropa. Mulai dari Prancil hingga menembus dinding negeri Italia dan Jerman.

Rencana selanjutnya adalah membebaskan Konstantinopel, menyusul laut

tengah.

Abdurrahman Al-Ghafiqi yakin sepenuhnya bahwa dalam mempersiapkan

pertempuran besar itu harus dimulai dari memperbaiki dan mensucikan jiwa

(Tazkiyah an-Nafs). Ia juga yakin, tidak ada satu umatpun yang dapat

mewujudkan kemenagnan dan meraih cita-citanya jika benteng jiwanya sudah

rapuh, terkikis dari dalam.

Berpegang pada keyakinannya itu, Al-Ghafiqi mulai berkeliling Andalusia,

meninjau kekuatan daerah perdaerah. Selanjutnya ia memasang pengumuman

yang berisi: Barangsiapa yang mempunyai persoalan dan merasa dizalimi oleh

Gubernur, hakim, atau orang lain, ia harus melaporkannya kepada Gubernur,

sebab kedudukan kaum muslimin dengan non-muslim sama dalam hal ikatan

perjanjian.

Page 14: Abdurrahman Al Gafiqi

Selanjutnya, dia mulai memeriksa laporan-laporan yang masuk satu persatu.

Jika dia menemukan ketidakadilan, segera ia luruskan. Seperti menyelesaikan

masalah tempat-tempat ibadah dan tanahnya yang bersifat rampasan atau

diperoleh melalui tekanan. Dalam masalah ini, ia menyerahkan kepada pemilik

aslinya sesuai dengan perjanjian, menghancurkannya atau merelakannya

dengan ganti rugi. Ia juga memeriksa para pejabat satu persatu. Jika ada yang

menyeleweng atau korupsi, ia tidak segan mencopotnya dan menggantinya

dengan orang yang dapat dipercaya dan bertanggungjawab, baik dalam

kebijakan maupun dalam mengambil keputusan.

Bersambung …

Sumber Gambar:

http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/e/e7/Steuben_-

_Bataille_de_Poitiers.png

Abdul Rahman Al-Ghafiqi – Putera Andalus

By mufias November 9, 2012 1 Comment

ABDUL RAHMAN AL GHAFIQI

Putera Andalus

Al Ghafiqi adalah bayangan Musa Bin Nusair dan Tariq Bin Ziyad yang terkenal

dengan semangat dan cita-cita yang tinggi [Ahli Sejarah] 

Al Samah Bin Malik al Khaulaani menawarkan jawatan penting di Andalus kepada

Al Ghafiqi namun dijawab Al Ghafiqi,

“Wahai Gabenor, saya ini rakyat biasa. Saya datang ke negeri ini untuk berada di

barisan hadapan tentera Islam. Saya telah mewakafkan diri saya ini untuk

mencari keredhaan Allah. Saya hunuskan pedang saya ini untuk menegakkan

kalimah Allah di muka bumi. Dengan izin Allah engkau akan mendapati saya

Page 15: Abdurrahman Al Gafiqi

sentiasa bersamamu selagi engkau berada di atas kebenaran. Saya adalah orang

yang paling mentaatimu , selagi engkay mentaati Allah dan RasulNya, kecuali

dalam soal yang membabitkan kuasa dan kedudukan.”

Al Samah berhasrat mahu meluaskan empayar Islam dengan meletakkan

Perancis di bawah naungan Islam. Ini kelak akan membuka laluan untuk

menakhluk negeri-negeri Balkan dan seterusnya Kota Konstantinople lantas

merealisasikan janji Rasulullah saw.

Peperangan getir berlaku di Kota Narbonne, Perancis. Ini dikhabarkan oleh

orientalis Perancis, Renault ;

“Ketika kemenangan hampir-hampir memihak kepada tentera Islam, Duke

Aquitania memerintahkan seluruh rakyat dan hamba dalam negerinya untuk

turut sama berperang. Dia juga menghantar utusan ke segenap penjuru Eropah

memberitahu seluruh raja dan pemerintah di Eropah akan ancaman yang

mereka hadapi. Negeri mereka hampir jatuh ke tangan musuh dan anak isteri

mereka bakal menjadi tawanan umat Islam.”

“Akhirnya seluruh Eropah menyahut seruan ini dan turut sama menghantar

barisan tentera mereka yang terkuat dan teramai dalam sejarah Eropah. Jumlah

tentera yang sebegitu besar ini belum pernah disaksikan oleh dunia. Malah

gerakan tentera ini menyebabkan debu yang berterbangan ke udara menutup

cahaya matahari di kota Rhone.”

“Apabila kedua-dua pihak berhadapan antara satu sama lain mereka kelihatan

ibarat gunung bertemu gunung. Akhirnya berlakulah     satu peperangan sengit

yang tiada tandingannya dalam sejarah manusia.”

Di medan inilah, Al Samah gugur. Lantas Al Ghafiqi mengetuai pengunduran

tentera Islam dan mereka berjaya kembali ke Bumi Andalus. Inilah kekalahan

pertama dan terbesar umat Islam semenjak mereka menjejakkan kaki di bumi

Eropah.

Berita kekalahan sampai kepada Khalifah di Bumi Damsyik. Al Ghafiqi dilantik

oleh Khalifah sebagai pentadbir seluruh bumi Andalus dan jajahan-jajahan

Perancis yang ditakhluknya. Khalifah kemudiannya memberi   kebenaran  

kepada   Abdul   Rahman   untuk   bertindak   menurut   kehendaknya.

Kebenaran  sebegini  tidak  memeranjatkan  kerana  al-Ghafiqi  adalah  seorang 

yang  tegas, bertakwa dan bijak.

Page 16: Abdurrahman Al Gafiqi

Semenjak dilantik mentadbir bumi Andalus Abdul Rahman berusaha keras untuk

mengembalikan keyakinan diri para tentera Islam dan menyemai jiwa mereka

supaya sentiasa merasa  bangga,  berkemampuan  dan  yakin.  Di  samping  itu, 

beliau  juga  berusaha  untuk mencapai matlamat agung yang dicita-citakan

oleh  para panglima agung Islam di Andalus semenjak zaman Musa bin Nusair1 

hinggalah ke zaman al-Samah bin  Malik al-Khaulaani. Kesemua para pahlawan

agung ini bercita-cita besar untuk mara ke Perancis kemudian  ke Itali dan

Jerman sebagai langkah awal untuk menakluk bumi Konstantinopal. Seterusnya

menjadikan Laut Mediteranean ibarat sebuah Lasik dalam sebuah negara Islam

dan diberi nama Laut Sham bagi menggantikan nama lamanya Laut Rom.

Namun demikian, Abdul Rahman al-Ghafiqi amat yakin persiapan untuk

menghadapi peperangan yang agung bermula dengan pemurnian jiwa. Beliau

amat yakin tiada satu bangsa pun  yang  dapat  merealisasikan  impian  mereka 

jika  benteng  mereka  sendiri  rapuh  dan diancam dari dalam. Oleh kerana itu,

beliau menjelajah ke seluruh bumi Andalus dari satu bandar ke satu bandar,

mengarahkan pengiringnya supaya mengisytiharkan:

“Sesiapa sahaja  yang dizalimi oleh mana-mana pemerintah atau hakim atau

oleh sesiapa sahaja, hendaklah membuat aduan kepada gabenor.” Dalam

usahanya ini, beliau tidak membezakan antara orang Islam dan ahli zimmi.

Beliau seterusnya meneliti setiap aduan satu persatu dan mengembalikan hak

yang dirampas kepada  orang yang lemah tanpa memihak kepada mereka yang

berkuasa. Beliau kemudiannya menghukum orang yang zalim bagi pihak mereka

yang dizalimi.

Masalah gereja-gereja yang telah dirampas dan yang baru dibina juga diteliti.

Gereja- gereja ini  dikembalikan semula kepada pemiliknya menurut perjanjian

yang sah manakala gereja-gereja yang ada kaitan dengan rasuah akan

dimusnahkan. 

Setelah itu beliau meninjau pula setiap pegawainya seorang demi seorang.

Mana- mana pegawai  yang didapati tidak amanah dan menyeleweng akan

dipecat dan tempatnya digantikan dengan pegawai yang diyakini kebijaksanaan

dan kelayakannya. 

Page 17: Abdurrahman Al Gafiqi

Setiap  kali  beliau  mengunjungi  sesebuah  kawasan,  beliau  mengajak  orang

ramai mendirikan  sembahyang  berjemaah.  Beliau  kemudiannya 

menyampaikan  ucapan.  Dalam ucapan ini beliau menaikkan  semangat jihad

dan merangsang mereka untuk mati syahid. Beliau turut mengajak mereka

supaya sentiasa mencari keredaan dan ganjaran Allah. Abdul  Rahman  benar-

benar  mengotakan  segala  kata-katanya  dan  merealisasikan segala 

impiannya. Semenjak awal pemerintahannya lagi, beliau sudah bersiap siaga

dan memperlengkapkan  segala  keperluan perang. Dia memperbaiki semua

benteng pertahanan dan membina kota-kota. 

Abdul Rahman juga turut membina jambatan dan empangan. Empangan dan

jambatan yang paling  besar pernah dibina olehnya ialah Empangan Qurtuba di

ibu negara Andalus. Empangan  ini  dibina  di   sungai  Qurtuba  bagi 

memudahkan  orang  ramai  dan  tentera menyeberanginya. Di samping itu,

empangan juga dibina bagi memelihara negara dan rakyat daripada ancaman

banjir. Empangan ini dianggap sebagai salah sebuah binaan ajaib di dunia.

Panjang empangan ini ialah 800 depa, tingginya 60 depa dan lebarnya 19 depa.

Empangan ini masih wujud dan digunakan oleh penduduk Sepanyol hingga ke

hari ini. 

Abdul  Rahman  al-Ghafiqi  biasanya  akan  membuat  perjumpaaan  dengan 

semua panglima  tentera dan pemimpin masyarakat di setiap kawasan yang

dikunjunginya. Beliau memberi sepenuh tumpuan  kepada setiap apa yang

mereka katakan. Beliau menulis setiap cadangan dan mencatatkan setiap

nasihat.  Dalam perjumpaan tersebut beliau mengambil sikap lebih banyak

mendengar daripada bercakap. Selain bertemu dengan tokoh-tokoh umat Islam 

beliau  turut  membuat  pertemuan  dengan  tokoh-tokoh  ahli   zimmi.  

Kebanyakan soalannya  berkisar  tentang  keadaan  negeri  yang  di  luar 

pengetahuannya.  Termasuklah berkenaan pemerintah dan ketua tentera yang

sentiasa menjadi tumpuannya. 

Suatu hari, beliau menjemput seorang tokoh ahli zimmi yang merupakan

penduduk asal Perancis. Perbualan mereka menyentuh banyak aspek. Beliau

kemudiannya menimbulkan  satu persoalan:“Mengapa raja kamu, Charles Martel

tidak cuba menyerang kami atau tidak cuba membantu pemerintah-pemerintah

wilayah untuk menyerang kami?!” 

Page 18: Abdurrahman Al Gafiqi

Dengan tenang ahli zimmi itu menjawab: “Wahai gabenor, oleh kerana engkau

telah tunaikan  segala   janjimu  kepada  kami,  kini  menjadi  tanggungjawab 

saya  pula  untuk memberikan jawapan yang jujur kepada soalan engkau itu.

Pemimpin kamu, Musa bin Nusair telah mengukuhkan cengkamannya di

Sepanyol,  kemudian dia mula mengalihkan tumpuan untuk menakluk

Pergunungan Pyrennes yang memisahkan antara  Andalus dan negeri kami yang

indah.” 

Ahli zimmi menyambung: “Apabila mengetahui hasrat tersebut, pemerintah

wilayah dan paderi mengadu kepada raja kami: Tuanku, telah sekian lama kami

dan anak cucu kami menanggung kesedihan?!  Semenjak sekian lama kami

dengar mengenai umat Islam. Kami bimbang mereka akan menyerang kami dari

arah timur tetapi kini mereka mara ke arah kami dari arah barat. Mereka telah

menakluk seluruh Sepanyol dan memiliki seluruh kelengkapan yang ada di sana.

Selepas itu mereka berjaya pula menakluk gunung yang memisahkan kami

dengan mereka. Sedangkan bilangan mereka kecil dan senjata mereka sedikit.

Kebanyakan mereka  tidak  mempunyai  perisai  untuk  mempertahankan  diri 

daripada  hayunan  pedang. Mereka juga tidak mempunyai kuda untuk

digunakan di medan perang. 

Raja  mereka  melepaskan  pandangannya jauh-jauh  lalu  berkata:  “Saya  telah 

teliti sedalam-dalamnya masalah yang kamu fikirkan itu dan saya telah berfikir

panjang. Saya berpendapat kita tidak boleh menyekat serangan mereka kali ini.

Mereka kini ibarat air bah yang menelan apa sahaja yang  menghalang arusnya.

Malah arus ini akan menghanyutkan segala-galanya.” 

“Saya   melihat   mereka   ini   adalah   manusia   yang   mempunyai  

pegangan   dan keikhlasan.  Dengan dua perkara ini mereka  tidak memerlukan

jumlah  yang ramai  atau senjata yang cukup. Mereka mempunyai keyakinan dan

kejujuran yang sudah cukup untuk menggantikan perisai dan kuda. Kita akan

tunggu hingga mereka mula mengaut kekayaan. Apabila mereka mula memiliki

rumah  dan istana. Apabila mereka mula bersaing memiliki amah dan khadam.

Apabila mereka mula berlumba untuk berebut kuasa. Ketika itu kita akan berjaya

kalahkan mereka dengan cara yang amat yang sangat mudah tanpa perlu

bersusah payah.” 

Abdul Rahman al-Ghafiqi tertunduk hiba mendengar kata-kata itu. Dia mengeluh

panjang lalu bangun: “Marilah kita sembahyang kerana waktu sudah hampir

tiba.” 

Page 19: Abdurrahman Al Gafiqi

Selama dua tahun Abdul Rahman al-Ghafiqi membuat persiapan untuk

melancarkan serangan   besar-besaran.  Beliau  membentuk  pasukan-pasukan 

tentera  dan  melatih  para tentera. Beliau  juga  berusaha  menaikkan semangat

dan menghidupkan hati para  tentera. Beliau  turut  memohon  bantuan  

daripada  gebenor  di  Afrika  yang  kemudiannya  telah menghantar bantuan

tentera yang terdiri daripada mereka yang cintakan jihad dan bercita-cita besar

untuk mati syahid. Setelah itu beliau menghantar utusan kepada Uthman bin

Abu Nus’ah, pemerintah di barisan hadapan tentera Islam supaya melancarkan

serangan secara berterusan ke atas musuh sementara menunggu

kedatangannya bersama angkatan tenteranya. 

Malangnya, Uthman bukanlah seorang yang berjiwa tinggi. Apabila dia

melakukan suatu perkara yang hebat dia akan mencanangkannya ke seluruh

manusia dan menyembunyikan jasa yang dimainkan oleh orang lain. Tambahan

pula, dalam salah satu peperangan  yang  dimenanginya  menentang  Perancis, 

dia  telah  berjaya  menawan  anak perempuan Duke Aquitania yang  bernama

Minin. Seorang gadis yang jelita dan berasal daripada keluarga diraja yang

dihormati. Kejelitaan  gadis ini memikat hati Uthman hingga seluruh hatinya

terpaut pada gadis ini. Gadis ini mendapat layanan istimewa lebih daripada

seorang isteri. 

Gadis  ini  berjaya  mempengaruhi  Uthman  supaya  berdamai  dengan 

bapanya  dan membuat perjanjian yang menjamin bahawa wilayahnya yang

terletak bersempadan dengan Andalus akan selamat daripada sebarang

serangan tentera Islam. Apabila arahan Abdul Rahman al-Ghafiqi supaya dia

melancarkan serangan ke atas wilayah bapa mertuanya, Duke Aquitania sampai

ke tangannya, dia terduduk. Gelisah tidak tahu apa yang patut dilakukannya. 

Namun dengan segera dia mengutus surat kepada al-Ghafiqi meminta supaya

beliau menarik   semula   arahannya.   Katanya   beliau   tidak   dapat  

melanggar   perjanjian   yang ditandatanganinya dengan  Duke Aquitania

sebelum tamat tempohnya. Alasan Uthman ini menimbulkan kemarahan Abdul

Rahman al-Ghafiqi. Beliau membalas: 

“Sebarang perjanjian yang ditandatangani dengan Frank tanpa pengetahuan

gabenor adalah tidak diterima pakai dan tidak terpakai pada tentera Islam.

Engkau perlu laksanakan segala arahan saya tanpa berlengah-lengah atau

Page 20: Abdurrahman Al Gafiqi

bertangguh.” Setelah gagal memujuk gabenor membatalkan hasratnya Uthman

bin Abu Nus’ah menghantar  utusan  kepada  bapa  mertuanya  memberitahu 

perkara  yang berlaku.  Uthman meminta bapa mertuanya supaya bersiap sedia.

Walau bagaimanapun, pengintip Abdul Rahman al-Ghafiqi telah mengintip setiap

gerakan Uthman bin Abu Nus’ah. Hubungan Uthman dengan musuh ini telah

disampaikan kepada gabenor. 

Al-Ghafiqi  mengambil  langkah  segera  dengan  membentuk  sebuah  pasukan 

khas terdiri  daripada   tentera  yang  gagah  perkasa.  Pasukan  ini  diketuai 

oleh  seorang  yang berpengalaman  lama  dalam  jihad.  Al-Ghafiqi 

mengarahkan  mereka  supaya  menangkap Uthman bin Abu Nus’ah, hidup atau

mati. Pasukan ini kemudiannya menyelinap masuk ke markas tentera Uthman

bin Abu Nus’ah  dan   hampir  berjaya  menangkapnya.  Walau  bagaimanapun, 

Uthman  menyedari serangan tersebut dan berjaya melarikan diri. Dia melarikan

diri ke kawasan gunung dengan diiringi  oleh  para  pengikutnya  bersama-sama 

isteri  jelitanya,  Minin  yang  tidak  pernah berpisah dengannya dan sentiasa di

sampingnya. 

Pasukan  yang dihantar  oleh  al-Ghafiqi  tadi  terus  mengejar  dan  akhirnya 

berjaya mengepung  Uthman. Uthman berjuang bermati-matian

mempertahankan diri dan isterinya hingga akhirnya dia gugur ke bumi. Terbujur

kaku dengan kecederaan yang tidak terhingga. Pasukan tentera  ini  memenggal

kepalanya  dan  kemudian menghantarnya  berserta isterinya kepada Abdul

Rahman al-Ghafiqi. Isteri  Uthman  dihadapkan  ke  hadapan  Abdul  Rahman. 

Sebaik  sahaja  melihat kejelitaan wanita ini, beliau memejamkan mata dan

mengalihkan mukanya.mKemudian  beliau  menghantar  wanita  ini  sebagai 

hadiah  kepada  istana  khalifah. Wanita Perancis  ini terpaksa menghabiskan

sisa hidupnya di istana khalifah Umayyah di Damsyik. 

Berita yang menyayat hati tentang menantunya, Uthman bin Abu Nus’ah

akhirnya sampai ke  pengetahuan Duke Aquitania. Lebih menyayatkan hatinya

ialah berita tentang nasib anaknya, Minin. Dia memahami kini gendang perang

telahpun dipalu. Dia turut yakin Singa Islam, Abdul Rahman al-Ghafiqi akan

menyerang negerinya pada bila-bila masa. 

Oleh itu, dia membuat persiapan untuk mempertahankan habis-habisan setiap

inci buminya. Dia  bersedia untuk mengorbankan jiwa dan segala harta yang

dimilikinya. Dia tidak mahu diheret ke istana Khalifah seperti yang berlaku

Page 21: Abdurrahman Al Gafiqi

kepada anaknya. Dia tidak manu kepalanya  menjadi  bahan  tontonan  di  

seluruh  Damsyik  seperti  yang  berlaku  kepada Luzarique, raja Sepanyol

sebelum ini. Ternyata sangkaan Duke tidak dihampakan oleh Abdul Rahman al-

Ghafiqi. Bersama- sama angkatan  tenteranya, Abdul Rahman al-Ghafiqi mara

dari arah Utara Andalus ibarat angin taufan yang melanda. Ibarat bah yang besar

melanda Selatan Perancis melalui puncak Pyrennes. 

Angkatan tenteranya berjumlah 100 ribu orang mujahid. Semuanya mara 

dengan berbekalkan semangat waja dan tekad yang tinggi menggunung.

Matlamat mereka kini ialah Kota Arles yang terletak di tebing Sungai Rhone. Kota

ini ada perhitungan  tersendiri dengan tentera  Islam. Kota Arles suatu ketika

dahulu pernah memeterai perjanjian dengan umat Islam apabila mereka

bersetuju untuk membayar jizyah. 

Ketika al-Samah bin Malik al-Khaulaani gugur syahid di medan Toulouse hingga

menyebabkan  tentera Islam tersungkur kalah, penduduk Arles mengkhianati

perjanjian dan enggan membayar jizyah. Ketika Abdul Rahman al-Ghafiqi tiba di

pingir kota, beliau mendapati Eudes, Duke Aquitania  telahpun membuat

persiapan rapi untuk mempertahankan kota ini. Eudes telah mengumpulkan 

tentera-tenteranya  di  sekeliling  kota  dan  bersiap  sedia  untuk  menyekat

kemaraan tentera Islam.

Tidak  berapa  lama  kemudian,  pertembungan  dua  pihak  pun  bermula. 

Berlakulah pertempuran yang hebat. Abdul Rahman al-Ghafiqi melancarkan

serangan daripada pasukan- pasukan  tentera  yang  berani  mati,  malah 

kecintaan  mereka  kepada  mati  lebih  daripada kecintaan musuh kepada

hidup. Akhirnya  mereka  berjaya memporak-perandakan kekuatan musuh dan

menggugatkan pertahanan mereka. Seluruh kota kini terlibat dalam

pertempuran ini. Musuh berjaya ditundukkan dan ramai yang terkorban. Harta

perang  yang diperolehi tidak terhitung banyaknya.

Duke Eudes pula berjaya melarikan diri bersama tentera-tenteranya yang masih

hidup. Mereka segera mengumpulkan semula kekuatan untuk bertemu semula

dengan tentera Islam. Bagi Eudes, peperangan di Arles adalah suatu permulaan

bukan suatu kesudahan.

Page 22: Abdurrahman Al Gafiqi

Selepas beroleh kemenangan di Arles, Abdul Rahman al-Ghafiqi bersama

angkatan tenteranya   menyeberangi  Sungai  Garonnes dan  mara  menjelajah 

ke  seluruh  kawasan Aquitania. Seluruh perkampungan dan kota yang dilalui

jatuh satu persatu ke tangan mereka ibarat daun kering yang gugur ke bumi

ditiup angin di musim luruh. Harta perolehan perang yang diperolehi oleh tentera

Islam semakin bertimbun. Mereka sendiri tidak pernah melihat atau mendengar

harta yang sebanyak ini.

Duke Eudes bertekad untuk menyekat kemaraan tentera ini sekali lagi. Jadi

berlakulah pertempuran yang amat sengit antara kedua-dua belah pihak. Namun

akhirnya tentera Islam berjaya memberikan kekalahan perit kepada musuh.

Tentera Islam berjaya memusnahkan dan memporak-perandakan kekuatan

musuh. Akhirnya ramai musuh yang berjaya dibunuh atau ditawan atau

melarikan diri.

Tentera Islam kemudiannya mara ke Kota Bordeaux, bandar terbesar di Perancis

ketika itu dan  ibu kota bagi Aquitania. Berlaku pertempuran yang tidak kurang

sengitnya dengan  peperangan  sebelum  ini.   Pihak  yang  menyerang  dan 

bertahan  masing-masing menunjukkan kehebatan  masing-masing  yang 

sungguh  mengkagumkan.  Namun  akhirnya nasib kota besar ini sama seperti

kota-kota lain, jatuh juga ke  tangan tentera Islam dan pemerintahnya turut

terkorban bersama-sama tenteranya.

Umat Islam sekali lagi memperolehi harta perolehan perang. Kali ini, jumlahnya

jauh lebih besar berbanding sebelum ini. Kejatuhan Kota Bordeaux ke tangan

umat Islam menjadi petanda kepada kejatuhan kota-kota lain yang sama besar

dan sama penting. Terutama kota Lyon, Besancon4 dan Sens. Kota Sens ini tidak

sampai 100 batu dari kota Paris.

Seluruh  Eropah  gempar  dengan  kejatuhan  separuh  daripada  Perancis 

Selatan  ke tangan Abdul Rahman al-Ghafiqi dalam tempoh beberapa bulan

sahaja. Rakyat Perancis mula membuka mata melihat bahaya yang bakal

dihadapi. Seruan bergema di seluruh Perancis mengarahkan  seluruh  rakyatnya 

baik  yang kuat  mahupun  yang lemah  supaya  menyekat bahaya yang sedang

mara dari timur ini. Seluruh rakyat Perancis dikerah supaya menyekat kemaraan

ini biarpun dengan dada mereka sekalipun. Mereka dikerah supaya

menggunakan tubuh mereka sebagai benteng jika mereka tidak memiliki

Page 23: Abdurrahman Al Gafiqi

sebarang senjata. Akhirnya seluruh Eropah  menyahut  seruan  ini.  Seluruh 

rakyat  bersatu  di  bawah  Charles  Martel  dengan bersenjatakan kayu, batu,

duri atau senjata.

Di ketika yang sama, tentera Islam telah sampai ke Kola Tours iaitu kota

Perancis yang paling padat penduduknya, paling kukuh dan paling bersejarah.

Apa yang lebih menarik ialah kota ini dianggap penting  berbanding kota-kota

lain kerana kota ini memiliki gereja yang indah, besar dan memiliki bahan

bersejarah serta suci.

Umat Islam melancarkan serangan bertalu-talu ke atas musuh dengan semangat

yang tinggi  dan  rela   mengorbankan  segala  nyawa  dan  tenaga  mereka 

untuk  memperoleh kemenangan. Akhirnya kota ini jatuh ke tangan umat Islam

dan berita kejatuhan ini sampai ke pengetahuan Charles Martel yang tidak

mampu melakukan apa-apa.

Pada  akhir  bulan  Sha’ban  tahun  ke-104  H,  Abdul  Rahman  al-Ghafiqi 

bersama tenteranya yang  gagah perkasa mara menuju ke Kota Poitiers. Di

sinilah mereka bertemu dengan angkatan tentera Eropah yang dipimpin oleh

Charles Martel. Berlakulah pertempuran sengit yang membuka lembaran baru

bukan  sahaja  dalam sejarah umat Islam atau Eropah malah sejarah manusia

seluruhnya. Peperangan ini dikenali  sebagai peperangan Balat al- Shuhada’.

Walaupun  ketika  itu,  tentera  Islam  berada  di  kemuncak  kemenangan  yang 

amat membanggakan. Namun bebanan yang ditanggung kini semakin berat

akibat harta perolehan perang yang mencurah-curah ibarat hujan, bertimbun di

tangan tentera Islam.

Abdul Rahman al-Ghafiqi melihat segala kejayaan melimpah ruah ini dengan

penuh kebimbangan dan takut. Abdul Rahman bimbang harta ini bakal

menggugat kekuatan umat Islam. Beliau bimbang harta ini akan mengganggu

hati mereka ketika bertemu musuh. Hati mereka mungkin berbelah bahagi jika

sesuatu keburukan menimpa mereka. Mereka mungkin melihat musuh dengan

sebelah mata sementara mata satu  lagi  sibuk melihat harta milik mereka.

Oleh itu, beliau berhasrat untuk mengarahkan tenteranya membuang sahaja

segala harta yang bertimbun ini tetapi beliau takut tindakan itu tidak dapat

diterima oleh mereka. Mereka mungkin tidak  bersedia untuk menyerahkan

Page 24: Abdurrahman Al Gafiqi

segala kekayaan ini. Jadi hanya satu sahaja pilihan yang terbaik iaitu 

mengumpulkan semua harta ini dalam satu khemah khas. Khemah ini

ditempatkan di bahagian belakang markas sebelum sesuatu peperangan

meletus.

Selama bebarapa hari, kedua-dua belah pihak angkatan ini saling berhadapan

dengan penuh tenang. Dalam diam-diam, masing-masing memerhati antara satu

sama lain ibarat dua banjaran saling berhadapan. Masing-masing merasa

dengan kekuatan lawan dan mengambil pelbagai perhitungan sebelum

memulakan serangan.

Keadaan  ini  berlangsung  beberapa  lama.  Akhirnya  melihat  kepada 

semangat tenteranya yang berkobar-kobar untuk mara, Abdul Rahman al-Ghafiqi

mengambil keputusan untuk memulakan dahulu serangan dengan bergantung

sepenuhnya kepada kelebihan yang dimiliki oleh tenteranya dan keyakinannya

bahawa kemenangan akan memihak kepadanya. Abdul Rahman al-Ghafiqi

bersama tentera berkudanya  lancarkan serangan ke barisan musuh ibarat singa

yang mengganas.  Perancis pula membalas serangan ini dengan semangat yang

ibarat gunung.

Hari pertama dalam peperangan ini tidak memihak kepada mana-mana pihak.

Hanya kegelapan  malam  sahaja yang mampu menghentikan peperangan hari

itu. Hari berikutnya, peperangan  kembali  meletus.  Umat  Tslam  melancarkan 

serangan  hebat  ke  atas  tentera Eropah. Namun mereka masih gagal untuk

mencapai matlamat mereka.

Peperangan  kini  berlanjutan  selama  tujuh  hari  dan  masa  terasa  bergerak 

terlalu lambat. Pada hari kelapan, umat Islam melancarkan serangan besar-

besaran ke atas musuh. Mereka  berjaya  membuka  ruang  yang besar  di 

pihak  musuh,  seolah-olah  mereka  dapat melihat  kemenangan  melalui  ruang 

ini  ibarat  cahaya  mentari  yang  mencelah  kegelapan subuh.

Namun  dalam  masa  yang  sama,  sekumpulan  pasukan  musuh  telah 

melancarkan serangan hendap ke atas khemah harta perolehan perang milik

tentera Islam. Apabila melihat harta mereka diserang dan hampir  jatuh ke

tangan musuh, kebanyakan tentera Islam mula berundur ke belakang untuk

Page 25: Abdurrahman Al Gafiqi

menyelamatkan harta masing-masing. Tindakan ini menyebabkan barisan

serangan mereka porak-peranda dan kekuatan mereka mula goyah.

Panglima  agung  tentera  ini,  kini  terpaksa  bertindak  pantas  untuk 

mengerahkan kembali tentera  yang berundur ini sambil terpaksa menahan

serangan musuh dan menutup ruang yang terbuka. Dalam  keadaan ini,

pahlawan Islam yang agung, Abdul Rahman al- Ghafiqi terpaksa memacu

kudanya ke hadapan  dan belakang. Ketika itulah beliau terkena panahan musuh

yang menyebabkannya rebah ke bumi ibarat helang yang gugur dari puncak

gunung. Rebah syahid di medan peperangan. Apabila melihat malapetaka ini,

umat Islam mula diserang rasa takut dan goyah. Ditambah pula  dengan

serangan hebat oleh musuh. Kegelapan malam sahaja yang mampu

menyelamatkan mereka.

Menjelang pagi, Charles Martel mendapati seluruh tentera Islam telahpun

berundur daripada  Poitiers.  Walau  bagaimanapun,  Charles  tidak  berani 

untuk  mengejar  mereka. Sedangkan, jika dia  mengejar, dia boleh

memusnahkan mereka. Charles sebenarnya takut pengunduran ini hanyalah

sebahagian  daripada taktik perang yang terancang. Jadi, Charles mengambil

keputusan untuk kekal sahaja dan berpuas hati dengan kemenangan besar yang

telah diperolehinya.

Peperangan Balat al-Shuhada’ ini merupakan hari penting dalam sejarah. Pada

hari tersebut, umat Islam gagal mencapai impian besar yang dicitakan selama

ini. Malah mereka kehilangan seorang pahlawan agung. Tragedi Uhud berulang

kembali. Inilah sunnah Allah di alam semesta ini dan sunnah ini tidak mungkin

dapat diubah.

Berita kekalahan di Balat al-Shuhada’ ini amat menyayat hati umat Islam di

setiap tempat. Tragedi  yang menimpa mereka ini amat  menggemparkan

mereka. Seluruh kota, kampung dan setiap rumah berkabung kesedihan

menerima berita ini. Malah luka yang amat pedih ini masih terasa hingga kini.

Luka ini tidak akan sembuh selamanya.

Sebenarnya, luka yang begitu mendalam ini bukan sahaja menggores hati umat

Islam. Malah luka ini turut dikongsi bersamah para cendekiawan Eropah. Bagi

mereka, kemenangan datuk nenek moyang mereka  mengalahkan umat Islam di

Page 26: Abdurrahman Al Gafiqi

Poitiers merupakan satu bencana yang merugikan seluruh bangsa manusia.

Suatu  kerugian   yang  terpaksa  ditanggung  oleh  Eropah.  Suatu  bencana  

yang memalapkan suatu tamadun.

Jika anda ingin melihat pandangan mereka mengenai malapetaka di Balat al-

Shuhada’ ini, silalah  dengar apa yang dikatakan akan oleh Henry De

Shamboone, pengarah majalah Rivi Barlmintier berbahasa Perancis. Dia pernah

menyebut:

“Jika Charles Martel tidak mencapai kemenangan ke atas umat Islam, sudah

tentu negara kita tidak terjerumus ke dalam zaman kegelapan di kurun

pertengahan. Jika Charles tidak menang, sudah tentu kita tidak akan merasai

kedahsyatan zaman itu. Sudah tentu tidak akan berlaku peperangan saudara

yang disebabkan oleh fanatik agama kemazhaban. Benar, jika tidak kerana

kemenangan barbarian ke atas umat Islam di Poitiers itu, sudah tentu Sepanyol

masih menikmati keadilan Islam. Sudah tentu Sepanyol akan selamat daripada

Mahkamah Taftish1.  Sudah tentu perjalanan tamadun manusia tidak akan

terbantut selama lapan kurun. Walau apa sekalipun perasaan kita terhadap

kemenangan ini, kita sebenarnya masih terhutang budi kepada umat Islam yang

telah banyak berjasa kepada tamadun ilmu, teknologi dan industri kita. Kita

perlu mengakui bahawa mereka adalah contoh manusia yang unggul. Dalam

masa yang sama kita adalah contoh manusia barbarian. Apa yang kita dakwa

hari ini bahawa zaman telah kembali berulang adalah suatu pembohongan.

Termasuklah juga dakwaan kita bahawa umat Islam di zaman ini sama seperti

keadaan kita di zaman pertengahan.”

Maraji’ – Dr. Abdul Rahman Ra’fat al-Basha, 37 Kisah Kehidupan Tabi’in, Pustaka

Salam

Abdurrahman al Ghafiqi, Tombak Jihad Yang Terhunus

Kesyahidannya Membuat Mujahidin Berduka, Kafir Dzimmi pun

Kehilangan

Page 27: Abdurrahman Al Gafiqi

Muslimdaily.net – Ketika Umar bin

Abdul Aziz mengemban amanah sebagai khalifah, orang pertama yang diangkat

menjadi gubernur adalah Samh bin Malik al Khaulani. Gubernur Samh

dipercaya untuk menangani berbagai daerah wilayah kekuasaan khalifah Islam

yang sebagiannya mencakup wilayah Prancis saat ini.

Gubernur Samh tergolong seorang gubernur / pemimpin yang bijak dan adil.

Ketika pertama kali dilantik sebagai gubernur maka ia mencari ulama pemuka

kaum muslimin dari kalangan tabi’in yang masih hidup. Hingga kemudian

bertemulah ia dengan seorang tabi’in bernama Abdurrahman al Ghafiqi.

Dikarenakan kesalehan, kecerdasan, dan keberanian al Ghafiqi, Gubernur Samh

pun menawarinya sebuah jabatan untuk menangani wilayah Andalusia

(Spanyol).

    Tawaran manis itu dijawab dengan jawaban yang sopan oleh al Ghafiqi,

“Wahai gubernur, Aku hanyalah orang biasa, seperti yang lain. Aku datang ke

daerah ini hanya untuk mengetahui batas-batas daerah kaum muslimin dan

batas-batas daerah musuh mereka. Aku hanya meniatkan diriku untuk

menegakkan kalimat Allah di muka bumi ini. Insya Allah, gubernur akan

mendapatiku selalu mengikuti engkau selama engkau menegakkan kebenaran.

Aku akan selalu mengikuti perintah, selama engkau taat pada perintah Allah

dan Rasul-Nya, walaupun aku tidak diberi kekuasaan dan perintah.”

Jawaban al Ghafiqi tersebut merupakan jawaban yang sangat bijak. Kondisi

tersebut sangat berbeda dengan para pemimpin dan politisi Indonesia baik dari

kalangan Islam maupun nasionalis. Koalisi-koalisi yang dibentuk lebih

mencerminkan aspek bagi-bagi kekuasaan. Koalisi tidak dibangun berdasarkan

semangat ketaatan pada perintah Allah dan Rasul-Nya dan bukan kepada

kebenaran. Jadi, ketika ada peserta koalisi yang berusaha menegakkan

Page 28: Abdurrahman Al Gafiqi

kebenaran justru disingkirkan karena dianggap berkhianat. Semangat inilah

yang tidak diusung oleh al Ghafiqi. “Selama pemimpin menegakkan kebenaran,

maka al Ghafiqi akan selalu taat, namun ketika pemimpin menginjak-injak

perintah Allah dan Rasul-Nya serta kebenaran, maka pedang telah ia siapkan

untuk meluruskannya kembali.” Sebuah koalisi yang dibangun berdasar

kebenaran, bukan kekuasaan.

Pada suatu ketika, dalam sebuah pertempuran tentara Islam melawan tentara

Prancis, Gubernur Samh syahid tertusuk panah musuh. Abdurrahman al

Ghafiqi-lah yang kemudian secara reflek memimpin bala tentara Islam yang

mulai kehiangan arah. Dengan sigap di bawah kepemimpinannya, kaum

Mujahidin (tentara Islam) terhindar dari kekalahan yang lebih parah.

Sejak saat itulah, al Ghafiqi ditunjuk sebagai kepala wilayah daerah Andalusia.

Mulai sejak awal ia memerintah Andalusia, al Ghafiqi segera bekerja

mengembalikan keyakinan pasukannya, membangkitkan semangat kaum

Mujahidin. Satu hal yang dilakukan oleh al Ghafiqi dalam membangkitkan

semangat para mujahidin dan kaum muslimin secara umum adalah dengan

memperbaiki dan menyucikan jiwa (tazkiyatun nafs). Ia berprinsip bahwa

kesuksesan dan kemenangan mujahidin tidak bakal terjadi jika benteng jiwa

sudah rapuh.

Tindakan nyata yang menjadi keteladanan dari beliau adalah dengan

menyebarkan pengumuman di seluruh wilayah yang menjadi daerah

kekuasaannya yang berbunyi, “Barangsiapa yang mempunyai persoalan dan

merasa dizalimi oleh gubernur, hakim, atau seseorang yang lain. Ia harus

melaporkannya pada gubernur, sebab kedudukan kaum muslimin dan non-

muslimin sama dalam hal ikatan perjanjian.”

Selanjutnya ia mulai memeriksa laporan dan pengaduan kasus kezaliman-

kezaliman yang masuk. Semuanya ia luruskan dan selesaikan dengan baik

berdasar keadilan dan kebenaran. Para pejabat yang terindikasi bermasalah,

korupsi, dan berakhlak buruk tanpa segan-segan ia copot dari jabatan-

jabatannya.

Setiap kali mengunjungi wilayaj kekuasaan kaum muslimin, ia selalu mengajak

orang untuk sholat berjamaah, menganjurkan kaum muslimin untuk memburu

syahid, terus berjihad, dan menyemangati mereka tentang ridha Allah SWT.

Page 29: Abdurrahman Al Gafiqi

Salah satu gambaran sikap perwira dan rendah hati al Ghafiqi adalah seringnya

beliau berkumpul dengan kepala pasukan dan pemuka masyarakat di setiap

daerah yang ia taklukkan. Ia selalu mendengarkan dan memperhatikan

perkataan orang-orang yang ada di sekitarnya, mencatat semua kritik dan

mengambil manfaat dari mereka. Ia lebih banyak diam dan berbicara

seperlunya.

    Sebagai panglima perang dan komandan Mujahidin, beliau menghormati

orang-orang kafir dzimmi yang kebanyakan keturunan Prancis. Beliau sering

ngobrol-ngobrol bersama mereka tentang berbagai persoalan. Dan sering, al

Ghafiqi justru memperoleh inspirasi kekuatan sekaligus titik kelemahan umat

Islam dari hasil diskusi-diskusi dan obrolan-obrolan bersama para bangsawan

kafir dzimmi tersebut.

Dalam mempersiapkan sebuah perang suci, beliau menghabiskan waktu selama

2 tahun untuk membangun benteng jiwa kaum muslimin dan para mujahidin. Di

bawah kepemimpinannya, telah banyak daerah musuh Islam yang berhasil ia

taklukkan baik dengan damai maupun dengan jalan perang. Kota Uktaniyah

(Aquitane), Bordeaux, Lyon, Bourbonnais, Cannes, Thuluz (Toulouse), Arel

(Orleans), dan beberapa daerah yang kini menjadi wilayah Perancis dengan

cepat ia taklukkan bersama kaum mujahidin yang telah beliau siapkan jiwa dan

mental serta spiritualitas mereka selama kurang lebih 2 tahun.

Sebagai seorang komandan mujahidin yang memiliki keilmuan tinggi karena

dididik oleh para sahabat utama Rasulullah SAW, beliau tidak berkompromi

dengan pengkhianat. Sekalipun seorang muslim bahkan pemimpin umat Islam

sekalipun, jika ia berkhianat maka al Ghafiqi siap menghabisinya demi tegaknya

kebenaran Islam. Seorang gubernur Tsughur bernama Utsman bin Abi Nus’ah

adalah salah satu contoh pengkhianat yang akhirnya tewas oleh bala tentara al

Ghafiqi dikarenakan sikap Utsman yang melindungi musuh Islam, Raja

Aquitane, oleh karena Utsman merupakan menantu Raja Aquitane. Raja

Aquitane memiliki seorang anak perempuan cantik bernama Minin yang

diperistri oleh gubernur Utsman. Akhirnya keduanya pun tewas di tangan

tentara Islam.

    Pada kesempatan ini, kita belajar dari al Ghafiqi bahwa seorang pengkhianat

Islam meskipun yang bersangkutan seorang muslim dengan jabatan tinggi

sekalipun pada saat ia berkhianat, maka ia adalah musuh Islam. Hukuman

Page 30: Abdurrahman Al Gafiqi

terberatnya adalah yang bersangkutan boleh dibunuh. Sementara terhadap

orang-orang kafir sekalipun selama mereka menjadi ahlu dzimmah, maka

menjadi kewajiban pemimpin dan umat Islam untuk menjaga harta dan

darahnya. Sebuah sikap yang berdasar pada kebenaran!

Abdurrahman al Ghafiqi meninggal dunia sebagai syahid pada perang Balathu

asy-Syuhada saat beliau melawan pasukan Karel Martel. Beliau syahid di medan

pertempuran karena sebatang anak panah yang menancap ke tubuhnya

sehingga ia terjatuh dari punggung kudanya.

Ke-saat beliau melawan pasukan Karel Martel. Beliau syahid di medan

pertempuran karena sebatang anak panah yang menancap ke tubuhnya

sehingga ia terjatuh dari punggung kudanya.

Ke-syahid-an Abdurrahman al Ghafiqi mengulang kembali kejadian syahid

Hamzah pada perang Uhud dikarenakan pasukan Islam kala itu lebih

mementingkan harta rampasan di saat perang belum benar-benar usai. Umat

Islam kehilangan salah seorang Mujahid nya. Tak hanya umat Islam yang

kehilangan. Sebagian orang-orang kafir dzimmi Prancis dan cendekiawan

Prancis pun merasa kehilangan.

    Dalam sebuah ucapan, Henry de Syamboun, seorang cendekiawan Prancis

berujar, “Kalau tidak karena kemenangan Karel Martel yang biadab atas orang

Islam Arab di Prancis, niscaya Negara kita tidak mengalami kegelapan selama

delapan abad. Negara kita tak akan mengalami nasib buruk dan tidak banyak

menelan korban yang mendorong tumbuhnya rasa fanatic terhadap agama dan

aliran.”

Demikianlah secuil kisah tentang Abdurrahman al Ghafiqi, sang pahlawan

Islam. (zulfikri)

(dirangkum dari 101 Kisah Tabi’in Hepi Andi Bastoni, Pustaka al Kautsar)

NB: Jembatan Qurthubah (Cordova) adalah monument peninggalan yang Ia

bangun sebagai jalur transportasi demi keperluan dakwah dan militer.

Page 31: Abdurrahman Al Gafiqi

KISAH TABI’IN: ABDURRAHMAN AL-GHAFIQI, GUBERNUR ANDALUSIA KISAH ISLAM · DECEMBER 26, 2012

  7 1   1.6K   0

ABDURRAHMAN AL-GHAFIQI, GUBERNUR ANDALUSIA

Tabi’in – Sesudah khalifah Umar bin Abdil Aziz membersihkan tangannya usai

menghadiri pemakaman putra pamannya yakni khalifah Sulaiman bin Abdul

Malik, beliau mengadakan pergantian para gubernur dan pejabat secara besar-

besaran. Di antara pejabat baru yang dilantik adalah as-Samah bin Malik al-

Khaulani yang bertanggung jawab atas seluruh Andalusia (sekarang Spanyol dan

Portugal ed.) dan beberapa kota yang telah ditaklukkannya di Prancis.

Gubernur baru ini segera menempati tempat dinasnya di Spanyol. Kemudian

Page 32: Abdurrahman Al Gafiqi

mengamati situasi dan mencari sahabat-sahabat baik yang bisa membantunya.

Yang pertama kali beliau tanyakan adalah, “Masih adakah generasi tabi’in senior

di sini?” Orang-orang menjawab, “Masih, di sini masih ada seorang tabi’in utama

bernama Abdurrahman al-Ghafiqi.” Lalu mereka memuji ilmu dan keahlian tabi’in

tersebut tentang hadis-hadis Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, perannya dalam

jihad, kerinduannya akan syahadah fi sabillah dan zuhud terhadap kesenangan

dunia. Beliau juga berguru kepada sahabat utama, Abdullah bin Umar bin

Khaththab yang ilmu dan perilakunya sangat mirip dengan ayahnya.

Gubernur as-Samah bin Malik segera mengundang Abdurrahman al-Ghafiqi.

Kedatangan tokoh tabi’in tersebut disambut dengan penuh hormat, kemudian

keduanya duduk berdampingan itu akhirnya menyerah setelah selama empat

pekan bertahan dalam pertempuran dahsyat yang belum pernah disaksikan oleh

Eropa.

Target berikutnya adalah Toulouse, ibukota Octania. Tanpa membuang-buang

waktu, pasukan Islam segera memasang semacam ranjau-ranjau di berbagai

tempat, kemudian memulai serangan dengan senjata-senjata yang tidak dikenal

di Eropa. Nyaris saja kota ini menyerah, hanya saja terjadilah peristiwa yang

tidak terduga sebelumnya. Mari kita ikuti bagaimana seorang orientalis Prancis

bernama Rhino menggambarkan perang besar tersebut:

Kejayaan di pihak pasukan Islam sudah di ambang pintu. Ketika itu, raja Octania

bertolak ke Eropa untuk mencari bala bantuan. Dia menyebar utusan-utusan ke

seluruh negeri. Dia memprovokasi raja-raja Eropa dengan cara memperingatkan

akan bahaya ekspansi Islam yang akan merambat ke wilayah mereka juga.

Sehingga kaum wanita dan anak-anak mereka sebagai tawanan. Hasilnya, tak

satu negeri pun melainkan mengirimkan pasukan khususnya lengkap dengan

persenjataan yang menjadi andalan mereka.

Jumlah pasukan begitu besar, gemuruh suara para tentara dan lengkapnya

senjata perang belum pernah dilihat dunia sebelum itu. Hingga debu-debu

terbang menutupi kota Rhone dari sinar matahari, lantaran banyaknya kaki yang

menginjaknya.

Tatkala dua kubu telah berhadap-hadapan, terbayang oleh orang-orang seakan

gunung tengah berhadapan dengan gunung. Perang sengit tak terelakkan lagi.

Page 33: Abdurrahman Al Gafiqi

as-Samah bin Malik selalu di garis depan. Dia dijuluki Dzaama, bergerak dengan

tangkas ke sayap kanan dan sayap kiri tanpa mengenal lelah. Pada saat itulah

anak panah meluncur mengenai dirinya. Maka robohlah panglima tertinggi yang

perkasa itu dan syahid.

Begitu mengetahui panglimanya gugur, goncanglah pasukan Islam. Jatuhlah

mental juang mereka, lalu barisan pun mulai kocar-kacir. Mereka bergerak

mundur dan hampir dapat dipastikan bahwa pasukan Eropa berhasil

menghancurkan mereka kalau saja pada saat yang kritis itu tidak tampil sosok

yan cerdas dan tangguh yang selama ini telah disegani Eropa, yaitu

Abdurrahman al-Ghafiqi.

Di bawah komando panglima baru ini, pasukan Islam bergerak mundur tanpa

mengalami banyak kerugian. Mereka bergerak ke Spanyol dengan tekad kelak

akan menebus kekalahannya.

Demikianlah, perang besar Toulouse telah melahirkan panglima baru yang

tangkas dan berhasil menyelamatkan pasukan Islam dari timbulnya banyak

korban. Jika pasukan itu ibarat kafilah yang hampir mati kehausan di tengah

sahara, maka Abdurrahman al-Ghafiqi adalah orang yang menyuguhkan minum

kepada mereka. Beliau menjadi tumpuan para prajurit muslimin untuk

memulihkan kekuatan dan membimbing mereka menjauhi banyaknya korban

yang berjatuhan.

Tak berlebihan kiranya jika pertempuran Toulouse menorehkan luka pertama

yang teramat pedih pada diri pasukan Islam sejak menginjakkan kakinya di

benua Eropa. Kehadiran Abdurrahman al-Ghafiqi menjadi penawar luka tersebut

dan dengan tangannya yang penuh kasih dia merawat mereka sepenuh

perhatian.

Kabar kekalahan pasukan Islam tersebut akhirnya sampai ke telinga khalifah di

Damaskus dan menumbuhkan tekad yang membara untuk membalas gugurnya

as-Samah bin Malik al-Khaulani. Beliau memerintahkan agar seluruh prajurit

melakukan bai’at kepada Abdurrahman al-Ghafiqi. Kini beliau diangkat sebagai

pemimpin seluruh Spanyol dan daerah-daerah Prancis yang sudah berhasil

dikuasai. Dengan jabatan tersebut beliau mendapatkan otonomi untuk mengatur

strategi yang dikehendakinya.

Page 34: Abdurrahman Al Gafiqi

Keputusan itu bukanlah tindakan konyol, karena Abdurrahman al-Ghafiqi

memang seorang yang tangkas, tegas, jujur, bersih, bijaksana lagi pemberani.

Pemimpin baru Abdurrahman al-Ghafiqi tidak membuang-buang waktu. Beliau

segera membenahi kembali pasukan Islam, menempa tekad para prajurit,

mengembalikan kepercayaan diri, kehormatan, dan kekuatan mereka. Semua

ditujukan untuk melanjutkan obsesi tokoh-tokoh muslimin Spanyol sejak Zaman

Musa bin Nushair hingga as-Samah bin Malik, yaitu menguasa Prancis, Italia,

Jerman hingga Konstantinopel, serta menjadikan laut putih tengah sebagai

lautan Islam dan mengganti nama laut Romawi menjadi laut Syam.

Hal yang diyakini Abdurrahman al-Ghafiqi memeriksa dan menanggapi seluruh

pengaduan tersebut. Ditindaknya orang-orang yang berlaku aniaya dan

dikembalikannya hak-hak orang yang lemah. Beliau meneliti gereja-geraja yang

dirampas dan mengembalikannya kepada yang berhak, menghancurkan

bangunan-bangunan baru yang didirikan dari hasil suap. Kemudian memeriksa

para pejabatnya satu demi satu dan memecat para pejabat yang terbtukti

berkhianat atau menyeleweng. Lalu menggantinya dengan orang-orang yang

dapat dipercaya kemampuan dan akhlaknya. Setiap kali memasuki suatu

daerah, beliau menyeru kaumnya untuk shalat jamaah, kemudian berkhutbah

untuk memompa semangat jihad dan membangkitkan kerinduan mereka akan

syahadah dan mardhatillah.

Abdurrahman al-Ghafiqi tidak hanya pintar berbicara. Sejak memegang kendali

kekuasaan beliau juga sibuk mempersiapkan berbagai sarana dan prasarana

penting. Senjata-senjata diproduksi, latihan-latihan diselenggarakan, benteng-

benteng yang rusak dibenahi dan jembatan-jembatan dibangun. Satu di antara

jembatan bersejarah yang bisa disaksikan hingga kini adalah yang dibangun di

Cordova, ibukota Spanyol. Jembatan itu melintasi sungai besar yang bisa

dimanfaatkan untuk lalu lintas dan menjaga negeri itu dari bahaya banjir.

Jembatan itu merupakan salah satu keajaiban dunia. Panjangnya mencapai 800

ba (satu ba’ sepanjang dua kali tangan), tinggi 60 ba’, lebar 20 ba’ dengan 18

pintu air dan 19 pilar, hingga kini menjadi kebanggaan bangsa Spanyaol.

Setiap kali Abdurrahman mengunjungi masing-masing wilayah, tak lupa beliau

mengadakan pertemuan dengan para pimpinan angkatan bersenjata dan tokoh-

tokoh masyarakat. Beliau memperhatikan dan mencatat pandangan dan usul-

Page 35: Abdurrahman Al Gafiqi

usul mereka. Beliau lebih banyak mendengarkan tanggapan dalam pertemuan-

pertemuan itu daripada berbicara. Pertemuan serupa juga digelar untuk para

pemuka zhimmi yang terikat perjanjian dengan muslimin. Tak jarang dia

bertanya sampai mendetail hal ihwal negeri dan pimpinan mereka.

Abdurrahman al-Ghafiqi pernah mengundang seorang zhimmi keturunan Prancis

yang terikat perjanjian. Di antara isi perbincangan tersebut adalah sebagai

berikut. Abdurrahman bertanya, “Mengapa raja kalian, Syarl tidak turun untuk

membantu raja-raja lainnya yang berperang dengan kami?” Zhimmi itu

menjawab, “Wahai gubernur, Anda telah menepati janji-janji kepada kami. Anda

berhak kami percayai dan kami akan menjawab dengan jujur segala yang Anda

tanyakan. Sesungguhnya panglima besar Anda, Musa bin Nushair telah berhasil

menguasai seluruh Spanyol. Kemudian dia ingin melintasi pegunungan Pyrenees

yang memisahkan Spanyol dengan negeri kami yang indah. Maka raja-raja kecil

dan para rahib itu menghadap raja kami dan berkata: “Kehinaan apa yang akan

menimpa kita, wahai maha raja? Kami mendengar tentang kaum muslimin dan

mengira mereka akan datang dari arah Timur, namun ternyata mereka muncul

dari arah Barat dan langsung menguasai Spanyol. Padahal negeri ini memiliki

persenjataan dan pertahanan yang kuat. Kini mereka mulai merayap di gunung-

gunung yang membatasi Spanyol dengan negeri kita. Sebenarnya jumlah

mereka kecil, persenjataan sedikit dan kebanyakan tidak memiliki pakaian

perang yang bisa melindungi tubuh dari sabetan pedang atau kuda-kuda gagah

untuk ditunggangi di medan tempur.”

Kemudian maha raja berkata, “Masalah ini sudah saya pikirkan secara

mendalam dan saya mengira untuk saat ini kita tidak perlu menghadapi mereka

secara langsung. Mereka orang-orang bermental baja, bagaikan gelombang

besar yang menyapu semua penghalang dan mencampakkannya kemana dia

suka. Selain itu, mereka adalah kaum yang memiliki akidah yang kokoh sehingga

tak menghiraukan jumlah dan senjata. Mereka punya iman dan kejujuran yang

jauh lebih berharga dibandingkan senjata, pakaian perang atau kuda. Oleh

karena itu, lebih baik kita membiarkan mereka, kaum muslimin terus menumpuk

harta dan ghanimah, lalu membangun rumah dan gedung-gedung serta

melipatgandakan jumlah budak laki-laki dan perempuan dan lihatlah, mereka

pasti akan berebut kekuasaan. Pada saat itu kita bisa menaklukkan mereka

dengan mudah tanpa banyak pengorbanan..”

Page 36: Abdurrahman Al Gafiqi

Tersentaklah Abdurrahman al-Ghafiqi, sedih rasanya mendengar berita itu. Dia

menghela nafas dalam-dalam kemudian membubarkan majelis seiring dengan

masuknya waktu shalat.

Dua tahun penuh Abdurrahman al-Ghafiqi mempersiapkan diri untuk

menyongsong perang besar itu. Beliau membentuk kesatuan-kesatuan prajurit

dan tak henti-hentinya membakar gelora jihad mereka. Di samping itu, beliau

juga meminta bantuan kepada para pemimpin Islam di Afrika untuk mengirim

prajurit-prajurit mereka yang memiliki nyali jihad dan rindu syahid.

Setelah itu, beliau mengutus Utsman bin Abi Nus’ah amir penajga perbatasan

untuk menyibukkan musuh dengan serangan-serangan sporadis sambil

menunggu pasukan inti yang dipimpin oleh Abdurrahman al-Ghafiqi tiba di

medan perang.

Akan tetapi, ternyata pilihan Abdurrahman al-Ghafiqi keliru. Utsman bin Abi

Nus’ah adalah orang yang ambisius tetapi berwatak lemah. Jarak yang jauh dari

pemimpinnya membuka peluang baginya untuk melakukan langkah-langkah

yang bisa mengangkat namanya tanpa mempedulikan persoalan lainnya. Dia

bahkan menculik putri Duke Octania bernama Minin, seorang putri yang amat

jelita. Dalam dirinya terkumpul kecantikan, kebangsawanan, usia belia, dan

kekayaan sebagai penghuni istana. Tak hean bila Utsman bin Abi Nus’ah

akhirnya tergila-gila padanya dan memberikan perhatian berlebih dibanding

kepada seorang istri. Putri itu mengusulkan agar Utsman bin Abi Nus’ah

mengadakan perjanjian damai dengan Duke Octania disertai jaminan bahwa

ayah Minin itu aman dari serangan prajurit Islam.

Begitulah, tatkala tiba perintah Abdurrahman al-Ghafiqi untuk menyerbu wilayah

kekuasaan Duke Octania, rasa bimbang menyelimuti hati Ibnu Abi Nus’ah. Dia

tak tahu harus berbua apa, tapi kemudian dia membujuk agar Abdurrahman al-

Ghafiqi membatalkan perintahnya. Dia benar-benar tak sanggup mengkhianati

janjinya terhadap ayah mertuanya sebelum habis masanya.

Bukan main berangnya Abdurrahman al-Ghafiqi begitu mengetahui duduk

perkaranya. Melalui utusan, beliau berpesan kepada Utsman bin Abi Nus’ah.

“Perjanjian yang Anda lakukan tanpa seizin pemimpin adalah tidak sah, maka

Page 37: Abdurrahman Al Gafiqi

tak ada keharusan bagi prajurit Islam untuk mematuhinya. Sekarang laksanakan

perintahku segera, seranglah musuh sekarang juga!”

Ibnu Abi Nus’ah merasa putus asa karena gagal melunakkan sikap gubernurnya.

Dia bersegera mengirim utusan kepada ayah metuanya untuk memberitahukan

apa yang terjadi dan memperingatkan agar waspada terhadap pasukan kaum

muslimin.

Namun sayang, mata-mata Abdurrahman al-Ghafiqi yang selalu mengawasi

gerak-geriknya mengetahui hal itu dan melaporkan hubungan Utsman bin Abi

Nus’ah dengan musuh kepada Abdurrahman al-Ghafiqi. Segera setelah itu, al-

Ghafiqi mengirimkan pasukan khususnya yang tangguh di bawah komando

Mujahid untuk membawa Utsman bin Abi Nus’ah, hidup atau mati.

Serangan dilakukan secara mendadak. Operasi itu nyaris berhasil, namun

Utsman bin Abi Nus’ah berhasil meloloskan diri dari kepungan. Dia lari ke

gunung disertai beberapa orang, demikian pula dengan Minin, istri cantiknya

yang tak bisa lagi dipisahkan darinya.

Hal itu tidak membuat prajurit Islam patah arang. Mereka terus mengejar dan

akhirnya berhasil menyudutkan pengkhianat itu di suatu tempat. Akhirnya,

Utsman bin Abi Nus’ah mempertahankan diri habis-habisan. Dia tewas karena

banyaknya tusukan tombak dan sabetan pedang yang melukai tubuhnya.

Mayatnya segera dikirim kepada Abdurrahman al-Ghafiqi bersama istrinya.

Begitu melihat Minin, Abdurrahman al-Ghafiqi segera memalingkan wajahnya.

Wanita itu memang cantik luar biasa. Selanjutnya dia dikirim ke Damaskus untuk

diserahkan kepada khalifah. Maka tamatlah riwayat wanita Prancis itu di istana

Umawiyah di Damaskus.

Sumber: Mereka adalah Para Tabi’in, Dr. Abdurrahman Ra’at Basya, At-Tibyan,

Cetakan VIII, 2009

Artikel www.KisahMuslim.com