PENERAPAN KONTRAK BAKU PADA AKAD MUSYARAKAH DI...

103
PENERAPAN KONTRAK BAKU PADA AKAD MUSYARAKAH DI BPRS AMANAH INSANI KC MAWAR DAN BPRS PATRIOT BEKASI (ditinjau dari fatwa DSN MUI dan KUH Perdata) Skripsi Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Ekonomi Syariah (S.H.) Oleh : Yuanita Nindyas Rakhmawati 11140460000150 PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARI’AH FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1441 H / 2019 M

Transcript of PENERAPAN KONTRAK BAKU PADA AKAD MUSYARAKAH DI...

  • PENERAPAN KONTRAK BAKU PADA AKAD MUSYARAKAH DI BPRS

    AMANAH INSANI KC MAWAR DAN BPRS PATRIOT BEKASI

    (ditinjau dari fatwa DSN MUI dan KUH Perdata)

    Skripsi

    Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Salah Satu

    Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Ekonomi Syariah (S.H.)

    Oleh :

    Yuanita Nindyas Rakhmawati

    11140460000150

    PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARI’AH

    FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM

    UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

    SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

    1441 H / 2019 M

  • ABSTRAK

    Yuanita Nindyas Rakhmawati. NIM 11140460000150. PENERAPAN

    KONTRAK BAKU PADA AKAD MUSYARAKAH DI BPRS AMANAH

    INSANI KC MAWAR DAN BPRS PATRIOT BEKASI (ditinjau dari fatwa DSN

    MUI dan KUH Perdata). Program Studi Hukum Ekonomi Syariah, Fakultas

    Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 1440

    H/2019 M.

    Studi ini bertujuan untuk menganalisis kontrak baku pada pembiayaan

    akad musyarakah yang digunakan pada BPRS Amanah Insani dan Patriot.

    Peraturan yang digunakan yakni peraturan yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah

    Nasional yaitu Fatwa DSN-MUI No.08/DSN-MUI/IV/2000 tentang akad

    Musyarakah dan Pasal 1338 KUH Perdata mengenai asas kebebasan berkontrak.

    Dengan hal ini untuk dapat menganalisa penerapan perjanjian baku yang di

    terapkan pada BPRS dan untuk membatasi Lembaga Keuangan Syariah (LKS)

    dalam menentukan setiap isi kontrak perjanjian terhadap nasabah agar tidak di

    perlakukan sewenang-wenang oleh LKS sebagai pihak yang membuat perjanjian

    baku dengan nasabah.

    Penelitian ini menggunakan jenis penelitian yuridis normatif dengan

    metode library research untuk melakukan pengkajian terhadap peraturan

    perundang-undangan, fatwa DSN, buku-buku, dan jurnal-jurnal penelitian yang

    berkaitan dengan judul skripsi ini.

    Hasil penelitian menunjukan bahwa beberapa klausula dalam kontrak

    pembiyaaan akad musyarakah yang disediakan oleh BPRS Amanah Insani dan

    Patriot kepada nasabah masih terdapat ketidaksesuaian dengan fatwa DSN-MUI

    secara umum, maupun peraturan perundang-undangan lainnya yang secara khusus

    lebih mengatur mengenai permasalahan yang ada dalam klausula kontrak

    pembiayaan musyarakah tersebut.

    Kata Kunci: Kontrak, Akad Musyarakah, Perjanjian Baku, BPRS Amanah

    Insani, BPRS Patriot.

    Pembimbing : Dr. Muhammad Maksum., SH., MH., MDC

    Daftar Pustaka : 2000 s.d 2018

  • i

    KATA PENGANTAR

    Alhamdulillahi rabbil ‟aalamiin, Segala puji dan syukur kehadirat Allah

    Subhanahu wa Ta‟ala yang telah memberikan nikmat iman dan Islam serta

    melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada seluruh umatnya sehingga dapat

    terselesaikannya skripsi ini dengan sebaik-baiknya. Shalawat serta salam semoga

    selalu tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad Shallallahu „Alaihi

    wa Sallam, kepada keluarganya, sahabatnya, dan para pengikutnya.

    Tiada yang sempurna di dunia ini, begitu juga dalam hal penulisan skripsi

    ini yang mungkin tidak luput dari kesalahan dan kekurangan, tetapi harapan

    penulis, setidaknya skripsi ini dapat memberikan manfaat untuk siapapun

    membacanya, atau menjadi sumber inspirasi untuk penelitian-penelitian

    berikutnya.

    Tidak lupa juga ucapan terimakasih untuk semua pihak yang telah

    memberikan bantuan tanpa pamrih baik secara langsung maupun secara tidak

    langsung. Oleh karena itu, dengan penuh rasa hormat, ucapan terimakasih ingin

    penulis sampaikan kepada:

    1. Prof. Dr. Hj. Amany Lubis, M.A. selaku Rektor UIN Syarif Hidayatullah

    Jakarta.

    2. Dr. H. Ahmad Tholabi Kharlie, S,Ag., S.H., M.H., M.A. selaku Dekan

    Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

    3. AM. Hasan Ali, M.A. dan Dr. Abdurrauf, Lc., M.A. selaku Ketua

    Program Studi dan Sekretaris Program Studi Hukum Ekonomi Syariah

    Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

    4. Dr. Muhammad Maksum., SH., MA., MDC selaku dosen pembimbing

    skripsi. Terimakasih telah bersedia meluangkan waktunya untuk

    membimbing penulis, keikhlasan hati, kesabaran dan kontribusi dalam

    penyelesaian skripsi ini, atas kritik maupun saran sehingga dapat

    memotivasi penulis.

    5. Bapak Singgih Purbahantoro,S.E selaku pihak BPRS Amanah Insani Kc

    Mawar yang menjabat sebagai Assistant Manager yang telah bersedia

  • ii

    meluangkan waktunya dan memberikan informasi-informasi BPRS

    Amanah Insani Kc Mawar demi mendukung penyelesaian skripsi ini.

    6. Ibu Ima Rahmayanty, selaku pihak BPRS Patriot Bekasi yang menjabat

    sebagai SDI dan Umum yang telah bersedia meluangkan waktunya dan

    menerima penulis untuk melakukan penelitian di BPRS Patriot Bekasi ini.

    7. Seluruh Dosen Fakultas Syariah dan Hukum yang telah memberikan ilmu

    pengetahuan, arahan dan masukannya, serta bersedia memberikan segala

    datadata yang penulis perlukan, sehingga penulisan ini terselesaikan.

    8. Seluruh staff dan karyawan Perpustakaan Utama dan Perpustakaan

    Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta. Terimakasih banyak karena

    dengan kesediaannya penulis dapat mengambil berbagai macam referensi

    dari buku, jurnal, maupun informasi lainnya.

    9. Untuk kedua orang tua penulis Bapak Rakhmat dan Ibu Endang

    Suratiningsih, S.E yang sangat saya sayangi dan cintai, terimakasih selalu

    sabar dan selalu mensupport penulis dari dulu hingga sekarang sampai

    nanti. Terimakasih telah sabar mengahadapi penulis dan berusaha dengan

    jerih payah untuk menyekolahkan penulis sampai ke jenjang perguruan

    tinggi ini. Serta doa yang selalu diberikan kepada penulis sehingga dapat

    menyelesaikan skripsi ini. Semoga Allah selalu melindungi dan

    memberikan keberkahan hidup kepada kalian. Aamiin Yaa Rabbal

    „Alamin.

    10. Untuk seorang yang teristimewa dalam hidupku suami tercinta Guswana

    Akhbar, S.A.B yang turut memberi dukungan baik moril maupun materil

    sehingga sangat mendorong penulis untuk terus berusaha dalam

    menyelesaikan skripsi ini dan demi terwujudnya cita-cita untuk

    memperoleh gelar Sarjana Hukum.

    11. Kepada kakak penulis yaitu Yuliana Ningtyas Rakhmawati, S.H dan adik-

    adik penulis yaitu Yolanda Ningrum Rakhmawati dan Amanda Shafira

    Rakhmawati. Terimakasih atas kebaikannya telah memberikan dukungan

    moril dan menjadi penawar kesulitan penulis dalam mengerjakan skripsi

  • iii

    ini. Semoga Allah selalu memberikan kesuksesan dimanapun kalian

    berada. Aamiin Yaa Rabbal „Alamin.

    12. Kepada seluruh teman-teman, sahabat-sahabat yaitu Venny, Vesil, Opet,

    Ines, Bella, dan Tumi, serta pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-

    persatu, yang telah memberikan pikiran maupun tenaga sehingga skripsi

    ini dapat selesai dengan baik.

    Semoga doa, motivasi dan bantuan yang telah diberikan oleh berbagai pihak

    tersebut mendapat balasan pahala yang berlipat ganda dari Allah Subhanahu wa

    Ta‟ala, dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

    Jakarta, 22 Oktober 2019

    Penulis,

    Yuanita Nindyas Rakhmawati

  • iv

    DAFTAR ISI

    HALAMAN JUDUL

    HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING

    LEMBAR PENGESAHAN

    LEMBAR PERNYATAAN

    ABSTRAK

    KATA PENGANTAR .......................................................................................... i

    DAFTAR ISI……………………………………………………………………..iv

    BAB I PENDAHULUAN ..........................................................................1

    A. Latar Belakang .......................................................................... 1

    B. Identifikasi Masalah .................................................................. 7

    C. Pembatasan Masalah ................................................................. 7

    D. Rumusan Masalah ..................................................................... 7

    E. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................. 7

    F. Metode Penulisan Skripsi .......................................................... 8

    G. Metode Penelitian ……………………………………………. 8

    H. Kerangka Teori........................................................................ 11

    I. Sistematika Penulisan.............................................................. 14

    BAB II KAJIAN PUSTAKA.....................................................................16

    A. Hukum Kontrak ……………………………………………...16

    1. Pengertian ………………………………………………..16

    2. Asas Hukum Kontrak ...………………………………….21

    3. Syarat Sahnya Kontrak….………………………………..25

    4. Berakhirnya Kontrak....…………………………………..26

    5. Kontrak Baku ……………………………………………28

    B. Akad Musyarakah ...................................................................30

    1. Perngertian ………………………………………………30

  • v

    2. Landasan Hukum Musyarakah…………………………..31

    3. Jenis-jenis Musyarakah ………………………………….32

    4. Ketentuan Hukum dalam Syirkah ……………………….34

    5. Aplikas Musyarakah dalam Aplikasi Perbankan ………..36

    6. Berkahirnya Akad Musyarakah …………………………37

    C. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu………………………...37

    BAB III GAMBARAN UMUM TENTANG BPRS AMANAH INSANI

    KC MAWAR DAN BPRS PATRIOT BEKASI .......................43

    A. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) Amanah Insani Kc

    Mawar ……………………………………………………….43

    1. Sekilas Sejarah …………………………………………..43

    2. Visi Misi …………………………………………............43

    3. Struktur Organisasi ……………………………………... 44

    B. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) Partiot Bekasi ….44

    1. Sekilas Sejarah ………………………………………......44

    2. Visi Misi ………………………………………………...45

    3. Struktur Organisasi ……………………………………...46

    BAB IV ANALISA DAN TEMUAN ........................................................47

    A. Penerapan Kontrak Baku Akad Musyarakah di BPRS Amanah

    Insani Kc Mawar dan Kontrak Baku Akad Musyarakah di

    BPRS Patriot Bekasi ….……………………..........................47

    B. Kesesuaian Kontrak Baku pada BPRS Amanah Insani Kc

    Mawar dan Patriot Bekasi ditinjau dari Fatwa DSN-MUI No.

    08/DSN-MUI/IV/2000 dan KUH Perdata pasal 1338 tentang

    Kebebasan Berkontrak …………………………………….. 58

  • vi

    BAB V PENUTUP ...................................................................................64

    A. Kesimpulan ………………………………………………….64

    B. Saran ………………………………………………………...64

    DAFTAR PUSTAKA

    LAMPIRAN-LAMPIRAN

  • LAMPIRAN-LAMPIRAN

    Lampiran 1: Kontrak Perjanjian Akad Musyarakah BPRS Amanah Insani

    Lampiran 2: Kontrak Perjanjian Akad Musyarakah BPRS Patriot

    Lampiran 3: Fatwa DSN-MUI No.08/DSN-MUI/IV/2000

    Lampiran 4: Surat Keterangan Wawancara di PT. Bank Pembiayaan Rakyat

    Syariah Patriot Bekasi

    Lampiran 5: Surat Keterangan Wawancara di PT. Bank Pembiayaan Rakyat

    Syariah Kc. Mawar

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Bank merupakan salah satu institusi yang beroprasi di sektor keuangan

    dan suatu lembaga yang memiliki dana dengan pihak-pihak yang memerlukan

    dana, serta sebagai lembaga yang berfungsi dalam lalu lintas pembayaran.

    Indonesia merupakan negara yang menerapkan sistem perbankan ganda atau

    dual banking system pada sistem perbankan yang terdiri dari sistem perbankan

    konvensional dan sistem perbankan syariah. Di Indonesia kehadiran bank

    yang berdasarkan syariah relatif baru yaitu pada awal 1990-an, Prakarsa untuk

    mendirikan Bank Syariah di Indonesia dilakukan oleh Majelis Ulama

    Indonesia (MUI) pada 18-19 Agustus 1990.1 Namun, diskusi tentang Bank

    Syariah sebagai basis ekonomi Islam sudah mulai dilakukan pada awal 1980.

    Sejak tahun 1992, Perkembangan perbankan syariah di Indonesia sampai saat

    ini mengalami kemajuan yang sangat pesat sebagai salah satu infrastruktur

    sistem perbankan nasional. Hal ini dipicu oleh UU No.10 tahun 1998 dan

    undang-undang terbaru mengenai perbankan syariah yaitu UU No. 21 tahun

    2008 adalah Bank Syariah yang melaksanakan kegiatan usahanya tidak

    memberikan jasa lalu lintas dalam pembayaraan.2 Bank Syariah adalah segala

    sesuatu yang menyangkut tentang Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah

    (UUS), mencakup kelembagaan, kegiatan usaha serta cara dan proses dalam

    melaksanakan kegiatan usahanya dengan tidak mengandalkan pada bunga3.

    Perbankan Syariah dapat menciptakan harmonisasi antara sektor

    keuangan dengan sektor riil yang tercermin dari fungsi pokok Bank Syariah

    sebagai penghimpun dana (funding), penyaluran dana (financing), dan

    1 Lihat dari https://muttaqinhasyim.wordpress.com/2009/05/15/konsep-dasar-bank-syariah/,

    pada 17 november 2018

    2 Rizal Yahya, Akuntansi Perbankan Syariah (BI, PAPS) Edisi 2,( Jakarta : Erlangga),

    2014, h. 20

    3 Zubairi Hasan, Undang-Undang Perbankan Syariah, (Jakarta: Rajawali Pers, Ed. 1,

    2009), h. 4

    https://muttaqinhasyim.wordpress.com/2009/05/15/konsep-dasar-bank-syariah/

  • 2

    pelayanan jasa (service).4 Fungsi penyaluran dana menjadikan bank syariah

    sebagai media intermediasi antara pihak yang mempunyai kelebihan dana

    (surplus) dengan pihak yang kekurangan dana (deficit) dengan cara

    menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali kepada

    masyarakat dalam bentuk pembiayaan melalui bank syariah.

    Perbankan syariah sebagai bentuk implementasi konsep ekonomi syariah

    yang mempunyai spirit keberpihakan kepada sektor riil terutama usaha

    menengah ke bawah atau Usaha kecil dan Mikro (UKM). Bank syariah

    memiliki tiga jenis kelembagaan yaitu Bank Umum Syariah (BUS), Bank

    umum yang memiliki Unit Usaha Syariah, dan Bank Pembiayaan Rakyat

    Syariah (BPRS). Demi memenuhi kebutuhan akan sistem perbankan syariah

    dalam perekonomian nasional yang dapat melayani seluruh lapisan

    masyarakat termasuk pengusaha menengah, kecil maupun mikro maka sesuai

    dengan peraturan Bank Indonesia Nomor 11/23/PBI/2009 di bentuklah Bank

    Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS). BPRS adalah perbankan yang beroperasi

    dalam skala mikro dan diperuntukan untuk Usaha kecil dan mikro (UKM)

    serta tidak diperkenankan melayani simpanan dalam bentuk rekening giro.

    BPRS beroprasi pada wilayah kabupaten ataupun kotamadya dengan

    jangkauan yang terbatas sebagaimana permodalannya yang relatif kecil.5

    Sebagian perbankan di Indonesia masih mengandalkan kredit sebagai

    pemasukan utama dalam membiayai kegiatan operasionalnya, salah satunya

    adalah BPRS. Istilah kredit yang dimaksud pada perbankan syariah adalah

    istilah pembiayaan. Penggunaan istilah pembiayaan didasarkan karena

    pembiayaan menggunakan prinsip-prinsip yang islami yakni mengutamakan

    kesepakatan, kejujuran dan transparansi dengan nasabah. Pembiayaan atau

    financing dapat di artikan dengan pendanaan yang diberikan oleh suatu pihak

    kepada pihak lain untuk mendukung investasi yang telah direncanakan, baik

    4 Andiwarman Karim, , Bank Islam: Analisis Fiqh dan Keuangan, (Jakarta: Raja Grafindo

    Persada, 2007), h. 97

    5 Saparuddin Siregar, “Performance Appraisal Pada BPRS”, Jurnal Manajemen bisnis,

    Volume 1, Nomor 1, (Januari 2008), h. 27

  • 3

    dilakukan sendiri maupun lembaga. Dengan kata lain pembiayaan adalah

    pendanaan yang dikeluarkan untuk mendukung investasi yang telah

    direncanakan.6

    Dalam BPRS terdapat salah satu produk perbankan syariah yaitu

    pembiayaan musyarakah, karena pembiayaan musyarakah mulai dikenal

    dengan skim pembiayaan yang cocok untuk investasi kolektif dalam

    kehidupan ekonomi modern namun dapatberpotensi besar pula dalam

    menciptakan keseimbangan sektor moneter dan syariah, karena produk ini

    melibatkan dua pihak yang sedang bergerak mengelola sektor usaha yang

    memberikan nilai tambah pada gerakan ekonomi secara langsung. Besar

    kecilnya rasio pembiayaan yang diberikan oleh perbankan syariah di

    Indonesia banyak dipengaruhi oleh kepentingan-kepentingan internal dan

    eksternal Dimana setiap kepentingan tersebut mengarahkan kepada tujuan

    utama perbankan syariah yaitu perolehan keuntungan yang pastinya halal

    menurut syariah dengan tingkat likuiditas yang baik sehingga kepercayaan

    yang terbangun di masyarakat tetap terjaga.

    Demi terwujudnya hal ini maka transaksi pembiayaan harus dibuat secara

    tertulis sebagaimana di dalam syariah Islam menganjurkan untuk mencatat

    setiap transaksi yang dilakukan secara tidak tunai. Sehingga di dalam transaksi

    pembiayaan dikenal dengan adanya “Kontrak Pembiayaan” yang mengatur

    segala hak dan kewajiban para pihak baik pihak penyedia dana maupun

    penerima dana. Kontrak tersebut akan menjadi dasar dan rujukan bagi para

    pihak untuk menyelesaikan perbedaan pendapat atau sengketa yang sewaktu-

    waktu akan terjadi di antara mereka. Dalam praktik setiap perbankan syariah

    di Indonesia, perjanjian pembiayaan yang dibuat baijk dengan akta notaris

    maupun akta di bawah tangan, pada umumnya dibuat dengan bentuk kontrak

    baku yang sebelumnya telah disiapkan isi atau klausul- klausulnya oleh bank

    dalam suatu formulir tercetak. Biasanya kontrak baku digunakan dengan

    tujuan agar perjanjian dapat dilakukan secara cepat dan praktis. Sehingga isi

    6 Veithzal Rivai, Islamic Banking, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2010), h. 681

  • 4

    kontraknya cenderung tidak seimbang atau berat sebelah, hak-hak bank

    sebagai penyedia dana lebih banyak daripada kewajiban-kewajibannya,

    sedangkan di lain pihak yang membutuhkan dana lebih banyak kewajiban-

    kewajibannya dari pada hak-haknya.

    Kebanyakan klausula baku digunakan dalam perjanjian antara produsen

    dengan konsumen, sehingga pengertiannya dapat dirujuk pada UU No. 8

    Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Pasal 1 angka 10 yaitu “Setiap

    aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan

    terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu

    dokumen dan/atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh

    konsumen”.7 Penggunaan kontrak baku ini salah satunya digunakan pada

    pembiayaan musyarakah, dimana bank dan nasabah sama-sama memiliki

    kontribusi dana dalam suatu usaha.8

    Musyarakah merupakan akad kerjasama atau percampuran antara dua

    pihak atau lebih untuk melakukan suatu usaha tertentu yang halal dan

    produktif dengan kesepakatan bahwa keuntungan akan dibagi sesuai nisbah

    yang disepakati dan risiko akan ditanggung sesuai porsi kerjasama.9

    Berdasarkan definisi ini Dewan Syariah Nasional (DSN) menetapkan bahwa

    “Kerugian harus dibagi antara para mitra secara proporsional menurut

    sahamnya masing-masing dalam modal” menurut Fatwa DSN-MUI No.

    08/DSN-MUI/IV/2000.10

    Dalam praktik perbankan, pembiayaan musyarakah

    digunakan apabila nasabah membutuhkan pembiayaan dari bank kurang dari

    100%. Artinya nasabah selain bertindak sebagai pelaku usaha, juga memiliki

    dana sendiri (self financing) dalam usaha yang dibiayai oleh bank. Sehingga

    adanya kontrak baku pada pembiayaan ini dirasa tidak wajar. Karena

    7 Gatot Supramono, Perjanjian Utang-Piutang, (Jakarta: Kencana, 2013), h. 20

    8 Sunarto Zulkifli, Panduan Praktis Transaksi Perbankan Syariah, (Jakarta: Zikrul Hakim,

    2003), h.76

    9 Sunarto Zulkifli, Panduan Praktis Transaksi Perbankan Syariah, (Jakarta: Zikrul Hakim,

    2003), h. 51

    10 Fatwa dewan Syariah nasional No. 08/DSN-MUI/IV/2000 tentang Musyarakah

  • 5

    bertentangan dengan konsep musyarakah itu sendiri apalagi sifat bank syariah

    yaitu mengedepankan prinsip keadilan dan kemitraan.

    Dalam hubungan pembiayaan antara bank dan nasabah yang dibiayai

    tidak diposisikan sebagai kreditur (pemberi pinjaman) dan debitur (penerima

    pinjaman), tetapi bank adalah mitra (partner) nasabah dalam bekerja sama

    untuk suatu usaha dan apabila diperoleh hasil dari usaha bersama tersebut,

    akan dibagi sesuai kesepakatan dengan porsi masing-masing pihak di dalam

    usaha.11

    Hubungan antara debiturkreditur secara konsep hanya diterapkan

    pada bank konvensional.12

    Dalam praktiknya setiap transaksi pembiayaan musyarakah selalu

    diterapkan kontrak baku. Kontrak tersebut telah disediakan oleh pihak bank

    untuk diisi dan ditandangani oleh nasabah. Sebelumnya nasabah diberi

    kesempatan untuk membaca kontrak tersebut. Pihak bank juga menjelaskan

    sekilas mengenai isi atau klausul-klausul kontrak yang berupa syarat-syarat

    atau ketentuan ketentuan dan kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi oleh

    nasabah dengan tujuan untuk membantu nasabah dalam memahami isi kontrak

    baku. Pihak nasabah diberi pilihan untuk menerima perjanjian kontrak tersebut

    atau menolaknya.

    Penggunaan kontrak baku dalam pembiayaan musyarakah ini dinilai

    tidak fair, terutama bagi nasabah. Karena kontrak baku cenderung

    mengabaikan prinsip keadilan, kerelaan, dan kemitraan. Kontrak baku

    menganut prinsip take it or leave it, sehingga ada unsur keterpaksaan dari

    pihak mitra untuk menerimanya atau menolaknya, dimana pihak yang

    memiliki dominasi atau kedudukan lebih kuat yang menentukan isi kontrak,

    sedangkan pihak yang lebih lemah karena keadaan dan kebutuhan, terpaksa

    menerima isi kontrak tanpa diberi kesempatan untuk memahami ataupun

    bernegosiasi kontrak baku tersebut.

    11

    Yusak Laksmana, Tanya Jawab Cara Mudah Mendapatkan Pembiayaan di Bank

    Syariah,(Jakarta: elex Media komputindo, 2014), h. 11

    12 Gemala Dewi, Aspek-Aspek Hukum dalam Perbankan Perasuransian Syariah di

    Indonesia, Cetakan kedua, (Jakarta: Kencana, 2004), h. 64

  • 6

    Kontrak baku atau perjanjian baku dikatakan sebgai perjanjian yang tidak

    seimbang, yang selalu menempatkan pihak pelaku usaha dalam posisi yang

    lebih kuat. Seharusnya perjanjian kontrak harus memenuhi syarat sahnya

    perjanjian yaitu sepakat, kecakapan, hal tertentu dan suatu sebab yang halal,

    sebagaimana di tentukan dalam Pasal 1320 KUH Perdata. Dengan

    terpenuhinya empat syarat sahnya perjanjian tersebut maka suatu perjanjian

    menjadi sah dan mengikat secara hukum bagi pihak yang membuat perjanjian.

    Hal ini tentu bertentangan dengan prinsip syariah Islam. Dimana hal-hal

    yang perlu diperhatikan dalam kontrak syari‟ah adalah hal yang diperjanjikan

    dan objek transaksi harus halal menurut syari‟ah, tidak terdapat ketidakjelasan

    (gharar) dalam rumusan akad maupun prestasi yang diperjanjikan, para

    pihaknya tidak menzalimi dan tidak dizalimi, transaksi harus adil, transaksi

    tidak mengandung unsur perjudian (maysir), terdapat prinsip kehati-hatian,

    tidak membuat barang-barang yang tidak bermanfaat dalam Islam ataupun

    barang najis dan tidak mengandung riba.13

    Sehingga penerapan kontrak baku

    yang selama ini diterapkan di perbankan syariah khususnya di Pembiayaan

    musyarakah menjadi pro dan kontra di kalangan masyarakat terutama di

    kalangan para ahli hukum. Terkait dengan Surat Edaran Otoritas Jasa

    Keuangan (selanjutnya disingkat OJK) yakni SE OJK Nomor.

    13/SEOJK.07/2014 Tentang Perjanjian Baku, bank wajib menerapkan asas

    keseimbangan dalam kontrak pembiayaan. Asas keseimbangan adalah asas

    yang menghendaki kedua belah pihak memenuhi dan melaksanakan perjanjian

    yang telah disepakati.14

    Adanya kondisi diatas, maka akan dilakukan sebuah penelitian dengan

    judul ”Penerapan Kontrak Baku Pada Akad Musyarakah Di BPRS

    Amanah Insani Kc Mawar Dan BPRS Patriot Bekasi (Ditinjau Dari

    Fatwa DSN MUI dan KUH Perdata)”. Alasan lain melakukan penelitian ini

    13

    Gemala Dewi, Aspek-Aspek Hukum dalam Perbankan dan Perasuransian Syariah di

    Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), h. 207

    14 Ibnu Rusyidi, “Asas Kebebasan Berkontrak dalam Pembiayaan Mudharabah pada

    Perbankan Syariah”, Jurnal Manajemen bisnis, Volume 6, Nomor 1, (Maret 2018), h. 104

  • 7

    adalah untuk mengkomparasikan kontrak baku pembiayaan musyarakah pada

    Bank Pembiyaan Rakyat Syariah (BPRS) Harta Insan Karimah Bekasi dan

    Amanah Insani (Pusat) menurut Fatwa DSN-MUI No.08/DSN-MUI/IV/2000

    tentang akad Musyarakah.

    B. Identifikasi Masalah

    1. Adanya peluang ketidaksesuaian kontrak baku akad musyarakah dalam

    Fatwa DSN MUI No.08/DSN-MUI/IV/2000 dan pasal 1338 KUH Perdata

    mengenai perjanjian baku pada BPRS sehingga dapat mempengaruhi

    standarisasi pelaksanaan akad musyarakah.

    2. Adanya perumusan penulisan kontrak baku yang berbeda pada Bank

    Pembiayaan Rakyat Syariah.

    C. Pembatasan Masalah

    Agar penelitian ini terarah dan mencapai tujuan sesuai yang diharapkan,

    maka penulis membatasi permasalahan pada analisis kontrak baku akad

    musyarakah di BPRS Amanah Insani Kc Mawar Dan BPRS Patriot Bekasi.

    D. Rumusan Masalah

    1. Bagaimana penerapan kontrak baku pada akad musyarakah di BPRS

    Amanah Insani Kc Mawar dan kontrak baku akad musyarakah pada BPRS

    Patriot Bekasi?

    2. Bagaimana kontrak baku pada BPRS Amanah Insani Kc Mawar Dan

    BPRS Patriot Bekasi ditinjau dari Fatwa DSN-MUI No.08/DSN-

    MUI/IV/2000 dan KUH Perdata?

    E. Tujuan dan Manfaat Penelitian

    Tujuan penelitian yang dilakukan adalah :

    1. Untuk menganalisa dan mengetahui kontrak baku seperti apa yang

    digunakan dalam akad musyarakah pada BPRS Amanah Insani Kc Mawar

    Dan BPRS Patriot Bekasi.

    2. Untuk menganalisa dan mengetahui kesesuaian kontrak baku akad

    musyarakah menurut Fatwa DSN-MUI No.08/DSN-MUI/IV/2000.

  • 8

    Manfaat Penelitian:

    1. Bagi peneliti

    Manfaat penelitian bagi peneliti yaitu dapat mengetahui lebih dalam

    tentang kontrak baku pada pembiayaaan akad musyarakah di dalam BPRS,

    serta dapat menambah pengetahuan penulis mengenai Bank pembiayaan

    Rakyat Syariah di Indonesia.

    2. Bagi akademisi

    Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber referensi

    bagi penelitian sejenis dan dapat dijadikan bahan perbandingan penelitian

    yang telah ada maupun yang akan dilakukan. Penelitian ini juga dapat

    memperluas khasanah ilmu pengetahuan mahasiswa, khususnya

    mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tentang Bank Pembiayaan

    Rakyat Syariah.

    3. Bagi praktisi

    Dengan adanya penelitian ini diharapkan adanya tolak ukur dan acuan bagi

    para investor dalam melakukan investasi melalui akad musyarakah dilihat

    dari jenis dan tempat berinvestasi yang baik dengan procedure yang

    sesuai dengan Syariah.

    F. Metode Penulisan Skripsi

    Dalam penyusunan penelitian ini, peneliti mengacu kepada Buku

    Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif

    Hidayatullah Jakarta Tahun 2017.

    G. Metode Penelitian

    Peran metode penelitian sangat menentukan dalam upaya menghimpun

    data yang diperlukan dalam penelitian, dengan kata lain metode penelitian

    akan memberikan petunjuk dalam pelaksanaan atau petunjuk bagaimana

    penelitian ini dilakukan. Dalam metode penelitian ini dijelaskan mengenai

    cara, prosedur atau proses penelitian yang meliputi:

  • 9

    1. Pendekatan Penelitian

    Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan penelitian

    dengan jenis pendekatan yuridis normatif, yaitu penelitian yang dilakukan

    dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka,15

    dimana

    kajian yang dilakukan menyelaraskan masalah dengan hukum islam,

    Fatwa Dewan Syariah Nasional, hadits Rasulullah SAW, dan perundang-

    undangan.

    2. Jenis Penelitian

    Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

    penelitian kualitatif dengan analisis deskriptif yaitu dengan menguraikan,

    menggambarkan, menelaah, dan menjelaskan secara analitis bagaimana

    kesesuaian kontrak baku pada transaksi pembiayaan musyarakah di BPRS

    menurut hukum Islam. Tujuan peneliti menggunakan metode deskriptif ini

    adalah untuk memberi gambaran dalam menganalisa dan memecahkan

    permasalahan. Landasan teori dimanfaatkan sebagai pemandu agar fokus

    penelitian sesuai dengan fakta di lapangan.

    3. Sumber Data

    Ada dua macam sumber data yang penulis gunakan dalam penelitian

    ini untuk mendukung informasi atau data yang dignakan dalam penelitian,

    dua sumber data tersebut adalah:

    a. Sumber Data Primer

    Sumber data primer adalah data yang diperoleh langsung dari subyek

    penelitian dengan mengenakan alat pengukuran atau alat pengambilan

    data langsung pada subyek sebagai sumber informasi yang dicari. Data

    ini diperoleh langsung dari pihak Bank Pembiayaan Rakyat Syariah

    (BPRS) Harta Insan Karimah Bekasi dan Amanah Insani dengan

    teknik wawancara.

    15

    Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, (Jakarta: Rajawali

    Press, 2011), h. 13

  • 10

    b. Sumber Data Sekunder

    Sumber data sekunder adalah data yang diperoleh lewat pihak lain,

    tidak langsung diperoleh penulis dari subyek penelitiannya. seperti

    jurnal-jurnal, dokumen-dokumen, dan laporan penelitian terkait

    dengan kontrak buku pembiayaan akad musyarakah.

    4. Teknik Pengumpulan Data

    Untuk menjawab masalah penelitian, diperlukan data yang akurat di

    lapangan. Metode yang digunakan harus sesuai dengan obyek yang akan

    diteliti. Dalam penelitian lapangan ini penulis menggunakan beberapa

    metode:

    a. Metode Kepustakaan

    Metode Kepustakaan adalah teknik pengumpulan data dengan cara

    menghimpun informasi yang relevan dengan topik atau masalah yang

    menjadi objek penelitian. Informasi tersebut dapat diperoleh dari buku-

    buku, karya ilmiah, tesis dan sumber-sumber lainnya. Supaya apa yang

    diperoleh benar-benar memiliki landasan teori dan acuan yang jelas.

    b. Metode Observasi

    Metode Observasi adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan

    melalui suatu pengamatan, dengan disertai pencatatan-pencatatan

    terhadap keadaan atau perilaku obyek sasaran serta melakukan

    wawancara untuk mendapatkan data dengan menggunakan metode

    tanya jawab terhadap hal-hal yang menjadi kajian dalam penelitian ini.

    Penulis mengamati dokumen-dokumen yang dibutuhkan yang

    berhubungan dengan kontrak baku pada BPRS yang ditinjau dari fatwa

    DSN MUI dan UU. Observasi dilakukan untuk memperoleh gambaran

    kesesuaian kontrak baku pada akad musyarakah.

    5. Subjek Objek Penelitian

    Dalam penelitian ini yang menjadi objek penelitian penulis adalah

    Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) Amanah Insani Kc Mawar dan

    Patriot Bekasi mengenai kontrak baku menurut Fatwa DSN MUI dan UU.

  • 11

    Adapun teknik penarikan sampel yang penulis gunakan berupa sampel non

    random, dimana subjek dan objek penelitian sudah penulis tentukan.

    6. Teknik Pengolahan Data

    Setelah data terkumpul baik data primer maupun data sekunder

    kemudian data tersebut di organisir sesuai dengan permasalahan yang ada,

    kemudian dilakukan analisa dengancara berikut:

    a. Editing, yaitu data yang diperoleh diperiksa dan diteliti kembali

    mengenai kelengkapannya, kejelasannya dan kebenarannya sehingga

    terhindar dari kekurangan dan kesalahan.

    b. Sistematisasi, yaitu melakukan penyusunan dan penempatan data pada

    tiap-tiap pokok pembahasan secara sistematis.

    7. Metode Analisis Data

    Analisis data penelitian ini menggunakan metode analisis kualitatif

    artinya menguraikan data yang diolah secara rinci kedalam bentuk

    kalimat-kalimat deskriptif, analisis yang dilakukan bertitik tolak dari

    analisis empiris yang dalam pendalamannya dilengkapi dengan analisis

    normatif. Berdasarkan hasil analisis ditarik kesimpulan secara dedukatif,

    yaitu cara berfikir yang didasarkan pada fakta-fakta yang bersifat umum

    untuk kemudian ditarik suatu kesimpulan bersifat khusus.

    H. Kerangka Teori

    Akad berasal dari kata Al-„aqd, yang berarti mengikat, menyambung atau

    menghubungkan (ar-rabth). akad adalah pernyataan ijab dan qabul sebagai

    pernyataan kehendak dua pihak atau lebih umtuk melahirkan suatu akibat

    hukum pada objeknya.16

    Jadi yang dimaksud akad oleh peneliti dalam

    penelitian ini adalah pertemuan ijab yang mempresentasikan kehendak dari

    satu pihak dan qabul yang menyatakan kehendak lain. Dengan adanya kad

    tersebut menimbulkan pindahnya, munculnya atau berakhirnya suatu hak dan

    kewajiban dari pihak nasabah dan BPRS sesuai dengan kontrak atau perjanjian

    hukum syariah.

    16

    Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian Syariah, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007),

    h. 68

  • 12

    Pembiayaan Musyarakah adalah penyediaan dana oleh Bank yang

    memenuhi sebagian modal usaha tertentu berdasarkan persetujuan atau

    kesepakatan dengan nasabah sebagai pihak yang harus melakukan setelmen

    atau penyelesaian transaksi atas investasi sesuai dengan ketentuan akad. Bank

    dan nasabah sama-sama menyediakan dana dan/atau barang untuk membiayai

    suatu kegiatan usaha tertentu.17

    Dewan Syariah Nasional MUI dan PSAK No.

    106 mendefinisikan Pembiayaan dengan jenis akad musyarakah merupakan

    suatu usaha atau proyek yang masing-masing pihak berkontribusi pada

    penyediaan dana dan bersepakat atas rasio keuntungan, apabila terjadi

    kerugian maka akan disesuaikan dengan porsi modal yang diberikan. Dewan

    Syariah Nasional (DSN) menetapkan beberapa rukun dan ketentuan untuk

    pembiayaan musyarakah berdasarkan fatwa DSN-MUI No:

    08/DSNMUI/IV/2000 Tentang Pembiayaan Musyarakah. Skema pembiayaan

    berdasarkan akad Musyarakah dapat dilihat pada Gambar.

    Skema pembiayaan akad Musyarakah

    Beberapa dalil yang menjelaskan tentang bolehnya akad musyarakah dari

    Al-Qur‟an dan Al-Hadis adalah sebagai berikut: Al-Qur‟an Surah Ash-Shad

    ayat 24 yang berbunyi:

    ٍَ اْنُخهَ ٌَّ َكثِيًشا ِي إِ َٔ ۖ ِّ ٰٗ ََِعاِج َك بُِسَؤاِل ََْعَجخَِك إِنَ ًَ طَاِء نَيَْبِغي قَاَل نَقَْذ ظَهَ

    ٍَّ َظ َٔ قَهِيٌم َيا ُْْى ۗ َٔ انَِحاِث هُٕا انصَّ ًِ َع َٔ ٍَ آَيُُٕا ٰٗ بَْعٍط إَِّلَّ انَِّزي بَْعُضُْٓى َعهَ

    أَََابَ َٔ َخشَّ َساِكًعا َٔ ُ ا فَخََُّاُِ فَاْسخَْغفََش َسبَّّ ًَ ُٔد أَََّ ُٔ ۩ َدا

    17

    Burhanuddin S, Aspek Hukum Lembaga Keuangan Syariah,(Jakarta: Graha Ilmu, 2010),

    h. 67

    https://www.google.co.id/imgres?imgurl=x-raw-image:///4f650937dceecb37b656a9bcbea2d4dee7d76e7ad13b95ac3efe6327379f9a9b&imgrefurl=http://economicvalueoftime.blogspot.com/2012/10/pengertian-skema-dan-contoh-musyarakah.html&docid=LejW2NbEqquGXM&tbnid=N8vu3DcJZU-KUM:&vet=10ahUKEwij1qK5hPTeAhWLMY8KHQ2DAIQQMwhMKBIwEg..i&w=446&h=222&hl=jw&safe=strict&bih=651&biw=1366&q=skema akad musyarakah&ved=0ahUKEwij1qK5hPTeAhWLMY8KHQ2DAIQQMwhMKBIwEg&iact=mrc&uact=8

  • 13

    Yang artinya: ”Daud berkata: "Sesungguhnya Dia telah berbuat

    zalim kepadamu dengan meminta kambingmu itu untuk ditambahkan

    kepada kambingnya. Dan Sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang

    yang berserikat itu sebahagian mereka berbuat zalim kepada sebahagian

    yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal

    yang saleh; dan Amat sedikitlah mereka ini". dan Daud mengetahui

    bahwa Kami mengujinya; Maka ia meminta ampun kepada Tuhannya

    lalu menyungkur sujud dan bertaubat”.

    Al-Qur‟an Surah Al-Maidah Ayat 1 yang berbunyi:

    ٍَ آَيُُٕ َا انَِّزي ٰٗ َعهَْيُكْى يَا أَيُّٓ ََْعاِو إَِّلَّ َيا يُْخهَ تُ اْْلَ ًَ ِٓي فُٕا بِاْنُعقُِٕد ۚ أُِحهَّْج نَُكْى بَ ْٔ ا أَ

    َ يَْحُكُى َيا يُِشيُذ۩ ٌَّ َّللاَّ َْخُْى ُحُشٌوۗ إِ أَ َٔ ْيِذ َغْيَش ُيِحهِّي انصَّ

    Yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, sempurnakanlah

    janjimu”.

    Adapun dari As-Sunnah, terdapat beberapa hadis yang mengatur tentang

    akad musyarakah. Di antaranya adalah hadis qudsi yang diriwayatkan dari

    shahabat Abu Hurairah Radhiyallahu „Anhu, yang redaksinya adalah:

    “Aku (Allah) adalah pihak ketiga dari dua orang yang berserikat,

    sepanjang salah seseorang dari keduanya tidak berkhianat terhadap lainnya.

    Apabila seseorang berkhianat terhadap lainnya maka aku akan keluar dari

    keduanya.” (HR Imam Abu Dawud dan Imam Al-Hakim).18

    Dalam menjalankan suatu akad tentu di sertai dengan adanya perjanjian,

    namun dalam perjanjian kontrak baku hanya dilibatkan oleh satu pihak dalam

    penulisannya sehingga dianggap meniadakan keadilan. Namun selama ini

    dalam penulisan perjanjian kontrak baku dipengaruhi oleh asas hukum bahwa

    siapa yang memiliki kedudukan ekonomi paling kuat maka ialah yang

    mengatur pihak lain.Hukum Islam mengenal kontrak baku dengan aturan-

    aturan dalam perjanjian seperti tidak boleh melakukan praktik kecurangan atau

    penipuan sehingga tidak ada pihak yang merasa disudutkan terlebih dengan

    adanya unsur keterpaksaan demi tercapainya prinsip keadilan dalam perjanjian

    yang sesuai dengan Syariat Islam. Maka dengan pembahasan ini peneliti ingin

    18

    Imam Abu Daud, Sunan Abi Daud, (beirut : Dar al-Fikr, 1994) Juz III, h. 226

  • 14

    menganalisa dan membandingkan kontrak baku pembiayaan akad Musyarakah

    pada BPRS Amanah Insani Kc Mawar Dan BPRS Patriot Bekasi apakah

    sudah sesuai dengan Fatwa DSN-MUI maupun hukum Islam lainnya.

    Kerangka Konseptual:

    I. Rancangan Sistematika Penulisan

    Dalam rangka memudahkan penelitian, maka pembahasan dibagi

    menjadi lima (5) bab. Adapun sistematika penelitian ini adalah sebagai

    berikut:

    KONTRAK BAKU

    Akad Musyarakah

    KUH Perdata pasal 1338

    tentang kebebasan

    berkontrak

    Fatwa DSN-MUI

    No.08/DSN-

    MUI/IV/2000

    Analisa Perbandingan

    BPRS Amanah

    Insani Kc Mawar

    Dan BPRS Patriot

    Bekasi.

    persamaan Perbedaan

    Hasil

  • 15

    BAB I PENDAHULUAN

    Bab ini mengemukakan dan menjelaskan tentang Latar

    Belakang Masalah, Identifikasi Masalah, Pembatasan

    Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat

    Penelitian, Metodologi Penelitian serta Sistematika

    Penulisan.

    BAB II KAJIAN PUSTAKA

    Bab ini membahas rivew studi terdahulu yang relevan

    dengan penelitian, hipotesis penelitian dan kerangka

    berfikir penelitian.

    BAB III GAMBARAN UMUM TENTANG BPRS AMANAH

    INSANI KC MAWAR DAN BPRS PATRIOT BEKASI

    Bab ini membahas tentang gambaran umum berupa

    definisi, desain dari penelitian, subyek atau tempat yang

    dijadikan penelitian, teknik pengumpulan data dan teknik

    analisis data.

    BAB IV ANALISA DAN TEMUAN

    Bab ini berisi deskripsi dari hasil penelitian. Berisi pula

    analisis data berserta alasan yang telah penulis peroleh dari

    hasil penelitian.

    BAB V PENUTUP

    Bab ini merupakan bagian penutup yang berisi tentang

    kesimpulan dan saran yang relevan untuk disampaikan.

  • 16

    BAB II

    KAJIAN PUSTAKA

    A. Hukum Kontrak

    1. Pengertian

    Istilah kontrak sendiri berasal dari bahasa Inggris, yaitu contract.

    Menurut Black‟s Law Dictionary, kontrak diartikan sebagai suatu

    perjanjian antara dua orang atau lebih yang menciptakan kewajiban untuk

    berbuat atau tidak berbuat sesautu hal yang khusus (contract is an

    agreement between two or more persons which creates an obligation to

    do or not to do a peculiar things).1 Subekti mengatakan, perjanjian

    adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang lain atau

    dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal.

    Sedangkan perikatan adalah perhubungan hukum antara dua orang atau

    dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu

    hal dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk

    memenuhi tuntutan tersebut.2

    Hukum Kontrak merupakan salah satu bidang kajian hukum yang

    selalu berkembang seirama dengan perkembangan masyarakat. Faktor

    penyebab tumbuh dan berkembangnya hukum kontrak adalah karena

    pesatnya kegiatan bisnis yang dilakukan dalam masyarakat modern dan

    pesatnya transkasi yang dilakukan oleh pemerintah dengan pihak lainnya

    baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.3 Faktor lain dari

    penyebab tumbuh dan berkembangnya hukum kontrak adalah karena

    adanya asas kebebasan berkontrak (party autonomy), sebagaimana yang

    diatur dalam Pasal 1338 KUH Perdata bahwa kebebasan itu yang

    1 Fathurrahman Djamil, Penerapan Hukum Perjanjian dalam Transaksi di Lembaga

    Keuangan Syariah, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013), h. 11-12.

    2 R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, (ed.), Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Cetakan 9,

    (Jakarta: Pradnya Paramita, 2006), h. 338

    3 Salim H.S, Hukum Kontrak Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, (Jakarta: Sinar

    Grafika, 2003) h. 3

  • 17

    meliputi kebebasan untuk membuat perjanjian, mengadakan kontrak

    dengan siapapun, menentukan isi kontrak, pelaksanaan dan persyaratan

    serta menentukan bentuk kontrak yaitu lisan atau terrulis. Artinya hukum

    kontrak adalah aturan hukum yang berkaitan dengan pelaksanaan

    perjanjian atau persetujuan.4

    Hukum kontrak merupakan bagian dari hukum perikatan. Bahkan

    sebagian ahli hukum menempatkan sebagai bagian dari hukum perjanjian

    karena kontrak sendiri ditempatkan sebagai perjanjian kontrak tertulis.5

    Hukum kontrak merupakan terjemahan dari bahasa Inggris, yaitu

    contract of law, sedangkan dalam bahasa Belanda disebut dengan istilah

    overeenscomstrecht. Lawrence M. Friedman mengartikan hukum kontrak

    adalah perangkat hukum yang hanya mengatur aspek tertentu dari pasar

    dan mengatur jenis perjanjian tertentu.6 Menurut Munir Fuady, Hukum

    bisnis adalah suatu perangkat kaidah hukum (termasuk enforcement-nya)

    yang mengatur tentang tatacara pelaksanaan urusan atau kegiatan dagang,

    industri atau keuangan yang dihubungkan dengan produksi atau

    pertukaran barang atau jasa dengan menempatkan uang dari para

    entrepreneur dalam risiko tertentu dengan usaha tertentu dengan motif

    (dari entrepreneur tersebut) adalah untuk mendapatkan keuntungan.7

    Apabila dikaji dari aspek pasar, tentunya kita akan mengkaji dari

    berbagai aktivitas yang berkembang di dalam sebuah market maka akan

    menimbulkan berbagai macam kontrak yang dilakukan oleh para pelaku

    usaha muali dari mengadakan perjanjian jual-beli, sewa-menyewa, beli-

    sewa, leaisng, dan lain-lain. hukum kontrak merupakan mekanisme

    4 Salim H.S, Perkembangan Hukum Kontrak Di Luar KUH Perdata, (Jakarta: PT Raja

    Grafindo Persada, 2008) h. 10

    5 Miru ahmadi, hukum kontrak perancangan kontrak, (jakarta:PT Raja Grafindo Persada,

    2007), h.1

    6 Sinaga Niru Anita, Peranan Asas-asas Hukum Perjanjian Dalam Mewujudkan Tujuan

    Perjanjian, jurnal Bina Mulya Hukum, Volume 7, Nomor 2, (Desember 2018), h. 111

    7 Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis, Menata Bisnis Modern di Era Globalisasi, Edisi

    revisi, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2005), h. 2

  • 18

    hukum dalam masyarakat unutk melindungi harapan-harapan yang

    timbul dalam perbuatan persetujuan demi perubahan masa datang yang

    bervariasi kinerjanya seperti pengangkutan kekayaan yang nyata maupun

    tidak nyata, kinerja pelayanan, dan pembayaran dengan uang. Pendapat

    ini mengkaji hukum kontrak dari aspek mekanisme atau prosedur hukum

    dengan tujuan untuk melindungi keinginan/harapan yang timbul dalam

    perbuatan konsensus di antara para pihak, seperti dalam perjanjian,

    kekayaan, kinerja pelayanan, dan pembayaran dengan uang.

    Arti hukum kontrak menurut ensiklopedia adalah rangkaian kaidah-

    kaidah hukum yang mengatur berbagai persetujuan dan ikatan antara

    warga-warga hukum. Definisi hukum kontrak yang tercantum dalam

    Ensiklopedia Indonesia mengkajinya dari aspek ruang lingkup

    pengaturannya, yaitu persetujuan dan ikatan warga hukum. Tampaknya,

    definisi ini menyamakan pengertian antara kontrak (perjanjian) dengan

    persetujuan, padahal antara keduanya adalah berbeda. Kontrak

    (perjanjian) merupakan salah satu sumber perikatan, sedangkan

    persetujuan adalah salah satu syarat sahnya kontrak, sebagaimana yang

    diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata.8 Sedangkan pengertian perjanjian

    atau kontrak diatur dalam pasal 1313 KUH Perdata, perjanjian adalah

    suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya

    terhadap satu orang atau lebih.9

    Adapun yang dimaksud dengan istilah hukum kontrak menurut

    syar‟i adalah keseluruhan dari kaidah-kaidah hukum yang mengatur

    hubungan hukum di bidang mu‟amalah khususnya perilaku dalam

    menjalankan hubungan ekonomi antara dua pihak atau lebih berdasarkan

    kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum secara tertulis

    berdasarkan hukum Islam.10

    Kaidah-kaidah hukum yang berhubungan

    8 Salim H.S, Hukum Kontrak Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, (Jakarta: Sinar

    Grafika, 2003) h. 3-4

    9 Mariam Darus, kompilasi hukum perikatan, (Bandung: Citra Aditya bhakti, 2002), h.65

    10 Gemala Dewi dkk, Hukum Perikatan Islam di Indonesia, cetakan ke-2. (Jakarta: Kencana

    Prenada Media Group, 2006), h. 3

  • 19

    langsung dengan konsep hukum kontrak syari‟ah di sini, adalah yang

    bersumber dari Al Qur‟an dan Al Hadis maupun hasil interpretasi

    terhadap keduanya, serta kaidah-kaidah fiqih. Dalam hal ini dapat

    digunakan juga kaidah-kaidah hukum yang terdapat di dalam Qanun

    yaitu peraturan perundangundangan yang telah diundangkan oleh

    pemerintah baik pusat maupun daerah dan yurisprudensi, serta peraturan-

    peraturan hukum yang tidak bertentangan dengan hukum Islam. Tahap

    pracontractual dalam hukum kontrak syari‟ah adalah perbuatan sebelum

    terjadi kontrak yaitu tahap bertemunya ijab dan kabul, sedangkan tahap

    post contractual adalah pelaksanaan perjanjian termasuk timbulnya

    akibat hukum dari kontrak tersebut.

    Dengan adanya berbagai kelemahan dari definisi di atas maka

    definisi perlu dilengkapi dan disempurnakan. Bahwa hukum kontrak

    adalah keselurhan dari kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan

    hukum antara dua pihak atau lebh berdasarkan kata sepakat unutk

    menimbulkan akibat hukum. Dari berbagai definisi di atas, Dapat

    dikemukakan unsur-unsur yang tercantum dalam hukum kontrak sebagai

    berikut:

    1. Adanya kaidah hukum

    Kaidah dalam hukum kontrak dapat dibagi menjadi dua macam,

    yaitu tertulis dan tidak tertulis. Kaidah hukum tertulis adalah kaidah-

    kaidah hukum yang terdapat di dalam peraturan perundang-

    undangan, traktat, dan yurisprudensi. Sedangkan hukum kaidah yang

    tidak tertulis adalah kaidah-kaidah hukum yang timbul, tumbuh, dan

    hidup dalam masyarakat.

    2. Subjek hukum

    Istilah subjek hukum adalah rechtsrespon diartikan sebagai

    pendukung hak dan kewajiban. Yang menjadi subjek hukum dalam

    hukum kontrtak adalah kreditur dan debitur.

  • 20

    3. Adanya prestasi

    Prestasi adalah apa yang menjadi hak kreditur dan kewajiban

    debitur. Prestasi terdiri dari:

    a. Memberikan sesuatu

    b. Berbuat sesuatu, dan

    c. Tidak berbuat sesuatu

    4. Kata sepakat

    Di dalam Pasal 1320 KUH Perdata ditentukan empat syarat sahnya

    perjanjian salah satunya adalah kata sepakat (konsensus).

    Kesepakatan adalah persesuaian pernyataan kehendak antara pihak.

    5. Akibat hukum

    Setiap perrjanjian yang dbuat oleh para pihak akan menimbulkan

    akibat hukum. Akibat hukum adalah timbulnya hak dan kewajiban.11

    Sedangkan Ahmadi Miru dalam bukunya, menjelaskan lebih detail tentang

    unsur-unsur yang ada di dalam suatu kontrak, antara lain:12

    a. Unsur Esensiali, merupakan unsur yang harus ada dalam suatu kontrak

    karena tanpa adanya kesepakatan tentang unsur esensiali ini maka

    tidak ada kontrak. Contoh, dalam kontrak jual beli harus ada

    kesepakatan mengenai barang dan harga karena tanpa kesepakatan

    tersebut, maka kontrak dapat batal demi hukum sebab tidak ada hal

    tertentu yang diperjanjikan.

    b. Unsur Naturalia, merupakan unsur yang telah diatur dalam undang-

    undang sehingga apabila tidak diatur dalam kontrak, maka undang-

    undang yang mengaturnya. Dengan demikian, unsur ini merupakan

    unsur yang selalu dianggap ada dalam kontrak. Sebagai contoh, jika

    dalam kontrak tidak diperjanjikan tentang cacat tersembunyi, secara

    11

    Salim H.S, Hukum Kontrak Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, (Jakarta: Sinar

    Grafika, 2003) h. 5

    12 Ahmad Miru, Hukum Kontrak dan Perancangan Kontrak, (Jakarta: PT RajaGrafindo

    Persada, 2007), h. 31-32.

  • 21

    otomatis berlaku ketentuan dalam KUH Perdata bahwa penjual yang

    harus menanggung cacat tersembunyi.

    c. Unsur Aksidentalia, merupakan unsur yang nanti ada atau mengikat

    para pihak jika para pihak memperjanjikannya. Contoh, dalam kontrak

    jual beli dengan angsuran diperjanjikan bahwa apabila pihak debitur

    lalai membayar kewajibannya, maka akan dikenakan denda

    keterlambatan setiap bulannya, dan apabila debitur lalai membayar

    kewajibannya selama tiga bulan berturut-turut, objek jual beli dapat

    ditarik kembali oleh kreditur tanpa melalui proses pengadilan.

    Demikian pula klausul-klausul lainnya yang kerap ditentukan dalam

    suatu kontrak, yang bukan merupakan unsur esensial dalam kontrak

    tersebut.

    2. Asas Hukum Kontrak

    a. Asas kebebasan berkontrak

    Asas kebebasan berkontrak atau mabda‟ hurriyah at-ta‟aqud menurut

    Islam adalah memberikan kebebasan kepada para pihak untuk

    melakukan suatu perikatan. Bentuk dan isi perikatan tersebut

    ditentukan ditentukan oleh para pihak apabila telah disepakati bentuk

    dan isinya, maka perikatan tersebut mengikat para pihak yang

    menyepakatinya dan harus dilaksanakan segala hak dan kewajibannya.

    Namun asas kebebasan berkontrak dapat pula dianalisis dari ketentuan

    Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata, yang berbunyi: “semua perjanjian

    yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka

    yang membuatnya.”

    Asas kebebasan berkontrak adalah suatu asas yang memberikan

    kebebasan kepada para pihak untuk:

    1) membuat atau tidak membuat perjanjian.

    2) mengadakan perjanjian dengan siapa pun.

    3) menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya, serta

    4) menentukan bentuk perjanjiannya apakah tertulis atau lisan.

  • 22

    Menurut Faturrahman Djamil bahwa ”Syari‟ah Islam memberikan

    kebebasan kepada setiap orang yang melakukan akad sesuai dengan

    yang diinginkan, tetapi yang menentukan syarat sahnya adalah ajaran

    agama.”13

    b. Asas Konsensualisme

    Asas Konsensualisme di lihat dalam pasal 1320 ayat (1) KUH Perdata.

    Dalam pasal tersebut ditentukan bahwa salah satu syarat sahnya

    perjanjian yaitu adanya kesepakatan kedua belah pihak. Asas

    konsensualisme merupakan asas yang menyatakan bahwa perjanjian

    pada umumnya tidak diadakan secara formal, tetapi cukup dengan

    adanya kesepakatan kedua belah pihak, yang merupakan persesuaian

    antara kehendak dan pernyataan yang dibuat oleh kedua belah pihak.14

    Dasar dari asas ini adalah kalimat antaradhin minkum (saling rela

    diamtara kalian) sebagaiamana terdapat dalam surah An-nisa‟ (4) ayat

    29:

    ٌَ حَِجاَسةً ٌْ حَُكٕ انَُكْى بَْيَُُكْى بِاْنبَاِطِم إَِّلَّ أَ َٕ ٍَ آَيُُٕا ََّل حَأُْكهُٕا أَْي َا انَِّزي يَا أَيُّٓ

    ا۩ ًً ٌَ بُِكْى َسِحي َ َكا ٌَّ َّللاَّ َْفَُسُكْىۚ إِ ََّل حَْقخُهُٕا أَ َٔ ٍْ حََشاٍض ِيُْ ُكْى ۚ َع

    Yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling

    memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan

    jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara

    kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah

    adalah Maha Penyayang kepadamu”.

    Asas ini menyatakan bahwa segala transaksi yang dilakukan harus atas

    dasar kerelaan antara masing-masing pihak. Bentuk kerelaaan dari para

    pihak tersebut telah wujud pada saat terjadinya kata sepakat tanpa

    perlu dipenuhinya formalitas-formalitas tertentu.15

    13

    Faturrahman Djamil, Penenrapan Hukum Perjanjjian Dalam Transaksi di Lembaga

    Keuangan Syariah, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013) h. 15

    14 Salim H.S, Hukum Kontrak Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, (Jakarta: Sinar

    Grafika, 2013), h. 10.

    15 Faturrahman Djamil, Penenrapan Hukum Perjanjjian Dalam Transaksi di Lembaga

    Keuangan Syariah, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013) h. 22

  • 23

    c. Asas Kepastian Hukum (pacta sunt servanda)

    Asas kepastian hukum atau asas pacta sunt servanda disebut secara

    umum dalam kalimat terakhir QS. Bani Israil (17) ayat 15:

    ٰٗ ََْبَعَث َسُسٕلً ۩ ٍَ َحخَّ بِي َيا ُكَُّا ُيَعزِّ َٔ ۗ ٰٖ ِْٔصَس أُْخَش اِصَسةٌ َٔ ََّل حَِضُس َٔ

    Yang artinya: ”dan tidaklah Kami menjatuhkan hukuman kecuali

    setelah Kami mengutus seorang Rasul untuk menjelaskan (aturan

    dan ancaman) hukuman itu”. Selanjutnya di dalam QS.al-Maidah

    (5): 95.

    ُُْكْى ٍْ قَخَهَُّ ِي َي َٔ َْخُْى ُحُشٌوۚ أَ َٔ ْيَذ ٍَ آَيُُٕا ََّل حَْقخُهُٕا انصَّ َا انَِّزي يَا أَيُّٓ

    ُْكُ ْى َْْذيًا ا َعْذٍل ِي َٔ ِّ َر ٍَ انََُّعِى يَْحُكُى بِ ًذا فََجَضاٌء ِيْثُم َيا قَخََم ِي ًِّ ُيخََع

    نَِك ِصيَاًيا نِيَُزَٔق ْٔ َعْذُل َرٰ ٍَ أَ ْٔ َكفَّاَسةٌ طََعاُو َيَساِكي بَانَِغ اْنَكْعبَِت أَ

    ُ َعِضيٌض َّللاَّ َٔ ۗ ُُّْ ُ ِي ُْخَقُِى َّللاَّ ٍْ َعاَد فَيَ َي َٔ ا َسهََف ۚ ًَّ ُ َع ِِ ۗ َعفَا َّللاَّ بَاَل أَْيِش ََْٔخِقَاوٍ ۩ ُرٔ ا

    Yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu

    membunuh binatang buruan, ketika kamu sedang ihram.

    Barangsiapa di antara kamu membunuhnya dengan sengaja,

    maka dendanya ialah mengganti dengan binatang ternak

    seimbang dengan buruan yang dibunuhnya, menurut putusan dua

    orang yang adil di antara kamu sebagai had-yad yang dibawa

    sampai ke Ka'bah atau (dendanya) membayar kaffarat dengan

    memberi makan orang-orang miskin atau berpuasa seimbang

    dengan makanan yang dikeluarkan itu, supaya dia merasakan

    akibat buruk dari perbuatannya. Allah telah memaafkan apa yang

    telah lalu. Dan barangsiapa yang kembali mengerjakannya,

    niscaya Allah akan menyiksanya. Allah Maha Kuasa lagi

    mempunyai (kekuasaan untuk) menyiksa”.

    Dapat dipahami Allah mengampuni apa yang terjadi di

    masa lalu, dari kedua ayat tersebut di atas dapat disimpulkan

    bahwa asas kepastian hukum adalah tidak ada suatu perbuatanpun

    dapat dihukum kecuali atas kekuatan ketentuan peraturan

    perundang-undangan yang ada dan berlaku untuk perbuatan

    tersebut.16

    Asas ini berhubungan dengan akibat perjanjian. Asas

    16

    Mohammad Daud Ali, Asas-asas Hukum Islam, (Jakarta: Rajawali, 2000), h. 115.

  • 24

    pacta sunt servanda merupakan asas bahwa hakim atau pihak

    ketiga harus menghormati substansi kontrak yang dibuat oleh para

    pihak, sebagaimana layaknya sebuah undang-undang. Mereka

    tidak boleh melakukan intervensi terehadap subtansi kontrak yang

    dibuat oleh para pihak. Asas pacta sunt servanda dapat

    disimpulkan dalam pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata, yang

    berbunyi: “perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai

    undang-undang.”17

    d. Asas Iktikad Baik (Geode Trouw)

    Asas ini dapat disimpulkan dari pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata yang

    berbunyi, “Perjanjian harus dilaksanakan dengan iktikad baik”. Asas

    ini mengandung pengertian bahwa para pihak dalam suatu perjanjian

    harus melaksanakan substansi kontrak atau prestasi berdasarkan

    kepercayaan atau keyakinan yang teguh serta kemauan baik dari para

    pihak. Asas iktikad baik dibagi menjadi dua macam yaitu Itikad baik

    nisbi yaitu orang memperhatikan sikap dan tingkah laku yang nyata

    dari subjek. Dan Itikad baik mutlak yaitu penilainnya terletak pada akal

    sehat dan keadilan dibuat ukuran yang objektif untuk menilai keadaan

    (penilaian tidak memihak) menurut norma-norma yang objektif.18

    e. Asas Kepribadian (Personalitas)

    Asas kepribadian merupakan asas yang menentukan bahwa seseorang

    yang akan melakukan dan atau membuat kontrak hanya untuk

    kepentingan perseorangan. Hal ini dapat dipahami dari bunyi pasal

    1315 dan pasal 1340 KUH Perdata. Pasal 1315 KUH Perdata berbunyi:

    “Pada umumnya seseorang tidak dapat mengadakan perikatan atau

    perjanjian selain untuk dirinya sendiri”. Sedangkan pasal 1340 KUH

    Perdata berbunyi “Perjanjian hanya berlaku antara para pihak yang

    17

    Faturrahman Djamil, Penenrapan Hukum Perjanjjian Dalam Transaksi di Lembaga

    Keuangan Syariah, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013) h. 10

    18 Salim H.S, Hukum Kontrak Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, (Jakarta: Sinar

    Grafika, 2013), h. 10-11

  • 25

    membuatnya”. Namun ketentuan ini terdapat pengecualian

    sebagaimana yang diintrodusir dalam pasal 1317 KUH Perdata yang

    berbunyi: “Dapat pula perjanjian diadakan untuk kepentingan pihak

    ketiga, bila suatu perjanjian yang dibuat untuk diri sendiri atau suatu

    pemberian kepada orang lain mengandung suatu syarat semacam itu”.

    Pasal ini mengkonstruksikan bahwa seseorang dapat mengadakan

    perjanjian untuk kepentingan pihak ketiga dengan suatu syarat yang

    ditentukan. Sedangkan di dalam pasal 1318 KUH Perdata tidak hanya

    mengatur perjanjian untuk diri sendiri tetapi juga untuk kepentingan

    ahli warisnya dan untuk orang-orang yang memperoleh hak

    daripadanya.19

    3. Syarat Sahnya Kontrak

    Syarat sahnya kontrak dapat dikaji berdasarkan hokum kontrak

    yang terdapat di dalam pasal 1320 KUH Perdata (Civil Law) dan hokum

    kontrak Amerika.

    a. Menurut KUH Perdata (Civil Law)

    Pasal 1320 KUH Perdata menentukan empat syarat sanya perjanjian,

    yaitu:

    1) Adanya kesepakatan kedua belah pihak

    2) Kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum

    3) Adanya objek, dan

    4) Adanya kausa halal.20

    Syarat pertama dan kedua disebut syarat subjektif, karena menyangkut

    pihak-pihak yang mengadakan perjanjian. Adapun syarat ketiga dan

    keempat disebut syarat objektif, karena menyangkut objek perjanjian.

    Apabila sayarat pertama dan kedua tidak terpenuhi, maka perjanjian

    dapat dibatalkan. Artinya, salah satu pihak dapat mengajukan kepada

    19

    Salim H.S, Hukum Kontrak Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, (Jakarta: Sinar

    Grafika, 2013), h. 12

    20 Salim H.S dkk, perancangan kontrak dan memorandum of understanding (MOU),

    (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), h. 9

  • 26

    penadilan untuk membatalkan perjanjian yang telah disepakatinya.

    Akan tetapi, apabila para pihak tidak ada yang keberatan, maka

    perjanjian tetap dianggap sah. Apabila syarat ketiga dan keempat tidak

    terpenuhi, maka perjanjian itu batal demi hukum. Artinya, dari semula

    perjanjian itu dianggap tidak ada.21

    b. Menurut Hukum Kontrak Amerika (Law Of Contract)

    Di dalam hukum kontak Amerika, ditentukan empat syarat sahnya

    kontrak, yaitu:

    1) Adanya offer (penawaran) dan acceptance (penerimaan)

    2) Meeting of minds (persesuaian kehendak)

    3) Consideration (prestasi), dan

    4) Compotent parties dan legal subject matter (kemampuan hukum

    para piha dan pokok-pokok persoalan yang sah).

    c. Persyaratan lain dari syarat sahnya kontrak adalah adanya legal subject

    matter, yaitu pokok persoalan yang sah.syarat ini sama dengan kausan

    yang halal dalam sistem hukum kontinental. Suatu legal subject matter

    dikatakan sah apabila tidak bertentangan dengan kepentingan orang

    banyak (kepentingan umum). Apabila bertentangan dengan

    kepentingan umum, maka perjanjian itu tidak sah. Ada dua macam

    perjanjian yang tidak sah yaitu:

    1) Perjanjian yang melampaui suku bunga yang sah (riba), dan

    2) Perjanjian utang dalam perjudian.22

    4. Berakhirnya kontrak

    Berakhirnya kontrak merupakan selesai atau hapusnya sebuah

    kontrak yang dibuat antara dua pihak, yaitu pihak kreditur dan debitur

    tentang suatu hal, pihak kreditur adalah pihak atau orang yang berhak

    21

    Salim H.S dkk, perancangan kontrak dan memorandum of understanding (MOU),

    (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), h. 11

    22 Salim H.S dkk, perancangan kontrak dan memorandum of understanding (MOU),

    (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), h. 16

  • 27

    atas suatu prestasi, sedangkan debitur adalah pihak yang berkewajiban

    untuk memenuhi prestasi.

    Di dalam rancangan Undang-undang Kontrak telah ditentukan

    tentang berakhirnya kontrak. Pengakhiran kontrak dalam rancangan itu

    diatur dalam Pasal 7.3.1 sampai dengan Pasal 7.3.5. ada lima hal yang

    diatur dalam Pasal tersebut, yaitu :

    a. Hak untuk mengakhiri kontrak,

    b. Pemberitahuan pengakhiran,

    c. Ketidakpelaksanaan yang sudah diantipasi,

    d. Jaminan yang tidak memadai dari ketidakpelaksanaan tersebut, dan

    e. Pengaruh pengakhiran secara umum.

    Hak untuk mengakhiri kontrak diatur dalam Pasal 7.3.1 ayat 1 yang

    berbunyi: “suatu pihak dapat mengakhiri kontrak tersebut di mana

    kegagalan unutk melaksanakan suatu kewajiban sesuai dengan kontrak

    tersebut mencapai pada tingkat ketidakpelaksanaan yang mendasar”.23

    Disamping itu, dalam KUH Perdata juga telah diatur tentang berakhirnya

    perikatan. Berakhirnya perikatan diatur dalam Pasal 1381 KUH Perdata.

    Cara berakhirnya perikatan dibagi menjadi sepuluh cara, yaitu:

    a. Pembayaran.

    b. Konsignasi,

    c. Novasi (pembaruan utang),

    d. Kompensasi,

    e. Konfusio (percampuran utang),

    f. Pembebasan utang,

    g. Musnahnya barang terutang,

    h. Kebatalan atau pembatalan,

    i. Berlaku syarat batal,

    j. Daluarsa.

    23

    Salim H.S, Hukum Kontrak Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, (Jakarta: Sinar

    Grafika, 2013), h. 163

  • 28

    Disamping cara tersebut dalam praktik dikenal pula cara berakhirnya

    kontrak, yaitu:

    a. Jangka waktunya berakhir,

    b. Dilaksanakan objek perjanjian,

    c. Kesepakatan kedua belah piak,

    d. Pemutusan kontrak secara sepihak oleh salah satu pihak, dan

    e. Adanya putusan pengadilan.24

    5. Kontrak Baku

    Pengertian Kontrak baku adalah kontrak yang klausul-klausulnya

    telah ditetapkan atau dirancang oleh salah satu pihak.25

    Dalam

    pengertiannya menurut UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

    Konsumen, pasal 1 angka 10 menyebutkan klausul baku adalah setiap

    aturan atau ketentuan dari syarat yang telah di persipakan dan ditetapkan

    terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam

    suatu dokumen dan/atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi

    konsumen. Pada umumnya kontrak baku atau perjanjian baku sama

    halnya dengan perjanjian pada umumnya, perikatan sebagai ikatan yang

    menghubungkan dua pihak.26

    Sering pula dijumpai di masyarakat ketika para pihak membuat

    perjanjian tertulis salah satu pihak menyodorkan blangko atau formulir

    perjanjian kepada pihak lainnya. Blangko ini sudah berisi naskah

    perjanjian yang tinggal diisi kelengkapannya antara lain identitas dan

    tanda tangan para pihak saja. Klausul blangko suatu perjanjian dengan isi

    dan susunanya sudah baku, disebut klausul baku atau kontrak baku.

    Biasanya perjanjian dengan klausul baku digunakan oleh para pedagang

    atau perusahaan dengan tujuan dapat dilakukan secara cepat dan praktis.

    24

    Salim H.S, Hukum Kontrak Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, (Jakarta: Sinar

    Grafika, 2013), h. 165

    25 Miru ahmadi, hukum kontrak perancangan kontrak, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,

    2007), h. 39

    26 Soebekti, Hukum Perjanjian, (Jakarta: Intermasa, 2002), h. 1

  • 29

    Dari pengertian tersebut, tampak bahwa isi perjanjian dengan

    klausul baku ditetapkan secara sepihak oleh pelaku usaha (kreditur). Ini

    menunjukan hukum yang berlaku pada perjanjian itu adalah hukum

    kreditur. Sekaligus menunjukan pihak yang kedudukan sosial dan

    ekonominya kuat seolah-olah yang berwenang menentukan isi

    perjanjian.27

    Perjanjian baku merupakan bentuk yang lazim digunakan dalam

    perjanjian karena bersifat sederhana dan efektif akan tetapi tetap harus

    menggunakan prosedur yang tepat yang tidak melanggar hukum. Adapun

    klausula baku yang dilarang menurut Pasal 18 ayat (1) UUPK adalah:28

    a. Menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha;

    b. Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan

    kembali barang yang dibeli konsumen;

    c. Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan

    kembali uang yang dibayarkan atas barang dan/atau jasa yang dibeli

    oleh konsumen;

    d. Menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha

    baik secara langsung maupun tidak langsung untuk melakukan

    segala tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli

    oleh konsumen secara angsuran;

    e. Mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau

    pemanfaatan jasa yang dibeli ileh konsumen;

    f. Memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa

    atau mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjdi obyek jual

    beli jasa;

    g. Menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa

    aturan baru, tambahan, lanjutan dan/atau pengubahan lanjutan yang

    27

    Gatot Supramono, Perjanjian utang Piutang, (Jakarta: Kencana, 2013), h. 20

    28 Lihat Pasal 18 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan

    Konsumen

  • 30

    dibuat sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen

    memanfaatkan jasa yang dibelinya;

    h. Menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha

    untuk pembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan

    terhadap barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran

    Menurut Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor

    13/SEOJK.07/2014 pada bagian I Ketentuan Umum dijelaskan perjanjian

    baku adalah perjanjian tertulis yang ditetapkan secara sepihak oleh PUJK

    dan memuat klausula baku tetang isi, bentuk, maupun cara pembuatan,

    dan digunakan untuk menawarkan produk dan/atau layanan kepada

    konsumen secara massal.

    B. Akad Musyarakah

    1. Pengertian

    Musyarakah atau dikenal dengan sebutan Syirkah secara Bahasa

    berarti (ikhtilath), yaitu percampuran antara sesuatu dengan yang

    lainnya.29

    Secara terminologi Dewan Syariah nasional MUI dan PSAK

    No. 106 mendefinisikan musyarakah adalah akad kerja sama usaha

    antara dua pihak atau lebih unutk usaha tertentu di mana masing-masing

    pihak memberikan kontribusi dana (atau amal/expertise) dengan

    kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama

    dengan kesepakatan.30

    Pembiayaan musyarakah juga telah diatur dalam ketentun Fatwa

    DSN No. 08/DSN-MUI/IV/2000 tertanggal 13 April 2000. Disebutkan

    bahwa kebutuhan masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan dan

    usaha terkadang memerlukan dana dari pihak lain, antara lain melalui

    pembiayaan musyarakah yaitu pembiayaan berdasarkan akad kerjasama

    29

    Fathurrahman Djamil, Penerapan Hukum Perjanjian dalam Transaksi di Lembaga

    Keuangan Syariah, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013), h. 165

    30 M. Syafi‟i Antonio, Bank Syariah Dari Teori Ke Praktik, (Jakarta: Gema Insani, 2001),

    h. 90

  • 31

    antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu dimana masing-

    masing pihak memberikan kontribusi dana dengan ketentuan bahwa

    keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama.31

    2. Landasan Hukum Musyarakah

    Landasan hukum musyarakah dalam Alquran antara lain sebagai

    berikut:

    ٍَ اْنُخهَطَاِء نَيَْبِغي ٌَّ َكثِيًشا ِي إِ َٔ ۖ ِّ ٰٗ ََِعاِج َك بُِسَؤاِل ََْعَجخَِك إِنَ ًَ قَاَل نَقَْذ ظَهَ

    ٍَّ َظ َٔ قَهِيٌم َيا ُْْى ۗ َٔ انَِحاِث هُٕا انصَّ ًِ َع َٔ ٍَ آَيُُٕا ٰٗ بَْعٍط إَِّلَّ انَِّزي بَْعُضُْٓى َعهَ

    أَََاَب ۩ َٔ َخشَّ َساِكًعا َٔ ُ ا فَخََُّاُِ فَاْسخَْغفََش َسبَّّ ًَ ُٔد أَََّ ُٔ َدا

    Yang artinya: “Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang

    berserikat itu sebagian dari mereka berbuat dzolim kepada sebagian lain

    kecuali orang yang beriman dan mengerjakan amal shalih (QS. Shad (38):

    24).

    Pada ayat diatas menunjukan perkenan dan pengakuan Allah SWT

    akan adanya perserikatan dalam kepemilikan harta. Terdapat dalam surah

    An-Nisaa‟ ayat 12 perkongsian terjadi secara otomatis (jabr) karena

    waris, sedangkan dalam surah Shaad ayat 24 terjadi atas dasar akad

    (ikhtiyar).

    Menurut Hadist diantaramya sebagai berikut:

    Dari Abi Hurairah, Rasulullah saw berkata: “sesungguhnya Allah

    azza wajalla berfirman: Aku pihak ketiga dari orang yang bersyarikat

    selama salah satunya tidak mengkhianati lainnya.” (HR. Abu Daud).

    Menurut Ijma‟ Ibnu Qudamah dalam kitabnya, Al Mughni

    mengatakan bahwa “Kaum muslimin telah berkonsensus terhadap

    legitimasi musyarakah secara global walaupun terdapat perbedaan

    pendapat dari beberapa elemennya”.

    31

    Abdul Ghofur Anshori, Perbankan Syariah di Indonesia, (Yogyakarta : Gajah Mada

    University, 2009), h. 135

  • 32

    a. Rukun & Syarat Musyarakah

    Rukun musyarakah terdiri dari empat, yaitu:

    1) Ijab-Qabul, yaitu adanya kesepakatan antara kedua belah pihak

    yang bertransaksi;

    2) Dua pihak yang berakad dan memiliki kecakapan melakukan

    pengelolaan harta;

    3) Obyek akad, yang disebut juga ma'qud alaihi, yang mencakup

    modal atau pekerjaan;

    4) Usaha atau proyek;

    5) Nisbah keuntungan/bagi hasil.

    Sedangkan syarat-syarat dari musyarakah secara umum adalah:

    1) Jenis usaha fisikdapat diwakilkan kepada orang lain atau kepada

    mitra usahanya.

    2) Keuntungan yang didapat dari hasil usaha harus diketahui dengan

    jelas dan Keuntungan usaha dibagi sesuai kesepakatan, sedangan

    kemungkinan rugi dibagi sesuai dengan porsi modal masing-

    masing.

    3) Semua modal disatukan sebagai modal usaha dan dikelola

    bersama. Setiap pemilik modal mempunyai hak turut serta (sesuai

    dengan porsinya) dalam menetapkan kebijakan usaya yang

    dijalankan oleh pengelola proyek (customer).

    4) Adanya transparansi dan diketahui para pihak terhadap biaya yang

    timbul dalam pelaksanaan proyek serta jangka waktu proyek.

    5) Setelah pekerjaan (proyek) selesai, modal dikembalikan pada

    masing-masing pihak beserta sejumlah bagi hasil.

    6) Akad hendaknya dibuat selengkap mungkin, sehingga

    menghindarkan risiko yang tidak diinginkan di kemudian hari.32

    32

    Ascarya, Akad Dan Produk Bank Syari‟ah, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006), h. 52

  • 33

    3. Jenis-jenis Musyarakah

    Secara garis besar musyarakah dikategorikan menjadi dua jenis yaitu,

    perserikatan dalam kepemilikan (syirkah al amlak) dan perserikatan

    berdasaskan perjanjian (syirkah al „aqd). Musyarakah kepemilikan tercipta

    karena adanya warisan, wasiat atau kondisi lainnya yang mengakibatkan

    pemilikan satu aset oleh dua orang atau lebih. Sedangkan musyarakah

    akad tercipta dengan cara kesepakatan, dimana dua orang atau lebih setuju

    bahwa tiap orang mereka memberikan kontribusi modal musyarakah,

    mereka pun sepakat berbagi keuntungan dan kerugian. Akad musyarakah

    terbagi menjadi : syirkah al „inan, al mufawadhah, al a‟maal, dan syirkah

    al wujuh.33

    a. Syirkah Al-„Inan

    Merupakan kerjasama antara dua orang atau lebih dimana besarnya

    penyertaan modal dari masing-masing anggota tidak harus sama

    besarnya, masing-masing anggota mempunyai hak penuh untuk aktif

    dalam mengelola usaha, namun yang bersangkutan dapat

    menggugurkan hak tersebut, pembagian keuntungan dapat didasarkan

    atas presntase modal masing-masing atau dapat pula berdasarkan

    negosiasi/kesepakatan dan kerugian dibagi bersama sesuai pernyataan

    modal. Syirkah Al-„Inan merupakan bentuk perkongsian yang paling

    banyak digunakan antar lain dapat diterapkan dalam perseroan terbatas,

    Joint Venture, penyertaan saham, dan proyek khusus (special

    investment).34

    b. Syirkah Al Mufawadhah

    Merupakan kerja sama antara dua orang atau lebih di mana besarnya

    penyertaan modal ari masing-masing anggota sama, setiap anggota

    menjadi wakil dan penjamin (kafil) bagi partner lainnya, mempunyai

    33

    Muhammad Ridwan, Konstruksi Bank Syariah Indonesia, (Yogyakarta : Pustaka SM,

    2007), h. 39

    34 Fathurrahman Djamil, Penerapan Hukum Perjanjian dalam Transaksi di Lembaga

    Keuangan Syariah, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013), h. 167

  • 34

    hahk dan kewajiban yang sama dan pembagian keuntungan dapt

    didasarkan atas presentase modal masing-masing. Dengan kata lain,

    syarat utama dari jenis syirkah ini adalah kesamaan dari dana yang

    diberikan, kerja, tanggung jawab, dan beban utang dibagi oleh masing-

    masing pihak. Dalam Fiqh Sunnah, disebutkan kesamaan itu sampai

    pada persoalan agama. Syirkah ini akan menjadi syah, jika semua

    pihak telah memenuhi kewajibannya secara penuh. Pada dunia usaha,

    model syirkah ini dapat dijumpai dalam pembentukan koperasi. Karena

    porsi modalnya sama, maka baik keuntungan maupun kerugian juga

    ditanggung bersama para pihak yang berserikat.35

    c. Syirkah Al-„Amal/Abdan/Shina‟i

    Merupakan kerja sama dua orang seprofesi (atau tidak, menurut

    pendapat selain Syafi‟i) untuk menerima suatu perkerjaan secara

    kolektif/bersama dan berbagai keuntungan dari perkerjaan itu.

    Misalnya, kerja sama dua orang konsultan untuk mengerjakan sebuah

    proyek atau kerja sama dua orang penjahit untuk menerima order

    pembuatan seragam sebuah kantor. Pada syirkah ini yang terpenting

    dalah pembagian kerja atas keahlian masing-masing sesuai

    kesepakatan. Ketidakjelasan pembagian kerja dapat menimbulkan

    perselisihan di kemudian hari terutama dalam hal pembagian

    keuntungan.

    d. Syirkah Al-Wujuh

    Merupakan kerja sama antara dua orang atau lebih untuk membeli

    sesuatu tanpa modal, tetapi hanya modal kepercayaan dan keuntungan

    dibagi antara sesama mereka36

    misalnya kongsi antar pedagang yang

    tidak membeli secara tunai atas kepercayaan dan jaminan mitranya,

    kemudian menjualnya dengan tunai.

    35

    Muhammad Ridwan, Konstruksi Bank Syariah Indonesia, (Yogyakarta : Pustaka SM,

    2007), h. 40

    36 M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam ( Fiqh Muamalat ), (Jakarta : PT.

    Raja Grafindo Persada, 2003), h. 164

  • 35

    4. Ketentuan Khusus dalam Syirkah

    Dalam menjalankan musyarakah terdapat konsep wakalah, yaitu setiap

    pemegang saham (mitra) pada dasarnya mempunyai hak untuk mengelola

    usaha/aset syirkah tersebut dengan sendirirnya, tetapi bagi pihak-pihak yan

    tidak dapat meakukannya dapat memeberikan wakil kepada pemegang

    saham lain atau pihak lain, dengan syarat orangg yang diwakilkan tersebut

    berkompoten untuk menjadi wakil sesuai dengan hak dan kewenangan

    serta menjaga kepentingan yang memberi wakil, bukan untuk

    kepentingannya sendiri.

    Seorang mitra tidak bisa menjamin modal mitra lainnya. Prinsip ini

    didasarkan kepada al-ghurumu bil ghurumi, hak unutk mendapatkan

    keuntungan berbanding dengan resiko yang diterima. Akan tetapi, seorang

    mitra dapat meminta mitra yang lain untuk menyediakan jaminan atas

    kelalaian atau kesalahan yang disengaja.

    Keuntungan dalam syirkah harus dikuantifikasi atau dinilai jumlahnya.

    Setiap keuntungan mitra harus meruapakan bagian proposional dari

    seluruh keuntungan musyarakah Seorang mitra tidak dibenarkan untuk

    menentukan bagian keuntungannya sendiri pada awal kontrak, karena hal

    itu melemahkan dasar musyarakah dan melanggar prinsip keadilan.

    Namun seseorang mitra boleh mengusulkan bahwa jika keuntungan

    melebihi jumlah tertentu, kelebihan atau presentase tersebut diberikan

    kepadanya.

    Apabila dalam syirkah salah satu mitra akan menghentikan akad atau

    karena salah satu mitra meninggal, maka kedudukan hukumnya menurut

    mayoritas ulama adalah berhenti. Hal ini karena transaksi musyarakah

    merupakan salah satu bentuk transaksi yang jaiz (dibolehkan) bukan lazim

    (mengikat), sehingga setiap mitra berhak meghentikannya kapan saja ia

    inginkan, sama halnya akad perwakilan (al-wakalah). Untuk melanjutkan

    transaksi tersebut maka keluarga mitra yang meninggal dengan

    persetujuan ahli waris lainnya dapat mengantikan posisinya sebagai

    pengganti.

  • 36

    Setiap pemegang saham boleh memidahkan hak milik saham tersebut

    keapada pihak/orang lain. Dalam hal pemindahan hak milik saham ini,

    dapat dilakukan secara bertahap atau menurun dari modal yang

    dimilikinya, sehingga pada akhirnya berpindah hak kepemilikan tersebut.

    Bentuk pemindahan hak milik ini sering disebut dengan al-musyarakah al-

    muntahiyyah bittamlik atau musyarakah mutanaqisah.37

    5. Aplikasi Musyarakah Dalam Aplikasi Perbankan

    Musyarakah atau syirkah ini dapat digunakan oleh LKS antara lain dalam

    pembiayaan proyek dan modal ventura.

    a. Pembiayaan Proyek

    Digunakan untuk membiayai proyek-proyek dimana bank dan nasabah

    sama-sama menyediakan dana untuk membiayai proyek tersebut.

    Setelah proyek selesai, nasabah mengembalikan dana tersebut sebesar

    pokok investasi bank ditambah dengan bagi hasil sesuai dengan nisbah

    dan pendapatan atau keuntungan proyek.

    b. Modal Ventura

    Digunakan pada lembaga khusus yang diizinkan melakukan kegiatan

    usaha investasi pada perusahaan atau proyek khusus, Musyarkah

    sering diterapkan sebagai model modal ventura. Penanaman modal

    dilakukan dalam jangka waktu tertentu dan setelah selesai jangka

    waktunya, bank dapat menarik investasinya sekaligus atau bertahap

    sesuai dengan tahapan hasil usaha.38

    c. Manfaat dari pembiayaan secara musyarakah dapat diklasifikasikan

    sebagai berikut:

    1) Bank dapat menikmati peningkatan pendapatan seiring dengan

    naiknya pendapatan nasabah atau mitra.

    37

    Fathurrahman Djamil, Penerapan Hukum Perjanjian dalam Transaksi di Lembaga

    Keuangan Syariah, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013), h 169-170

    38 Muhammad Ridwan, Kontruksi Bank Syari‟ah Indonesia, (Yogyakarta :Pustaka SM,

    2007), h. 66

  • 37

    2) Bank tidak akan terbebani biaya dana tetap (fix cost of funds),

    tetapi hanya menanggung beban biaya bagi hasil atas dana dari

    nasabah penyimpan sesuai dengan pendapatan dari nasabah

    peminjam atau mitra musyarakah nya. Dengan demikian bank

    syari‟ah tidak akan mengalami kerugian karena biaya dana

    (negative spread).

    3) Nasabah akan merasa terbantu, karena tidak akan menanggung

    beban tetap. Bagi hasil baru bisa diketahui setelah ada pendapatan

    usaha dan bukan sebelum usaha dimulai. Nasabah tidak akan

    pernah menanggung beban biaya diatas pendapatan usahanya.

    4) Nasabah akan tetap mampu menjaga stabilitas cash flow

    perusahaannya, karena pengambilan cicilan pokok disesuaikan

    dengan jadwal cash flow yang disepakati bersama.

    5) Nasabah akan mendapatkan konsultasi usaha dari bank, karena

    skema musyarakah memungkinkan bank untuk melakukan

    pendampingan dan konsultasi usaha bagi nasabah dan mitra.

    6) Bank akan lebih lebih berhati-hati dalam menentukan investasinya,

    karena pendapatan bank sangat dipengaruhi oleh pendapatan usaha

    nasabah.

    7) Nasabah akan lebih mudah mendapatkan remisi jangka waktu dan

    beban bagi hasilnya, karena jika usahanya merugi bank syariah

    tidak akan menagih secara rigid, melainkan akan dilakukan

    evaluasi ulang terutama menyangkut penyebab kerugian dan

    kemungkinan prospek usaha selanjutnya.39

    6. Berakhirnya Akad Musyarakah

    Hal-hal yang menyebabkan berakhirnya suatu akad syirkah secara umum

    yaitu:

    a. Salah satu pihak membatalkannya meskipun tanpa persetujuan pihak

    yang lainnya (mengundurkan diri).

    39

    Muhammad Ridwan, Kontruksi Bank Syari‟ah Indonesia, (Yogyakarta :Pustaka SM,

    2007), h. 67

  • 38

    b. Salah satu pihak kehilangan kecakapan untuk ber-tasharruf (keahlian

    mengelola harta) baik karena gila maupun karena alasan lainnya.

    c. Salah satu pihak meninggal dunia, tetapi apabila anggota syirkah lebih

    dari dua orang, yang batal hanyalah yang meninggal saja.

    d. Salah satu pihak ditaruh dibawah pengampunan, baik karena boros

    yang terjadi pada waktu perjanjian syirkah tengah berjalan maupun

    sebab yang lain.

    e. Salah satu pihak jatuh bangkrut yang berakibat tidak berkuasa lagi atas

    harta yang menjadi saham syirkah.

    f. Modal para anggota syirkah lenyap sebelum dibelanjakan atas nama

    syirkah.40

    C. Tinjauan (Riview) Kajian Terdahulu

    Literatur review merupakan bagian penting dalam proses penelitian.

    Proses ini dimulai dengan menggali sumber data penelitian sebelumnya yang

    relevan dengan permasalahan yang akan dibahas. Selanjutnya peneliti ini akan

    menganalisa mengenai perbedaan dan persamaan dari penelitian yang sudah

    ada dengan tujuan agar tidak ada pembahasan yang sama yang saling

    bertentangan. Literatur review atau kajian pustaka dapat diambil dari berbagai

    jenis penelitian sebelumnya yang sudah pernah diteliti seperti jurnal

    penelitian, disertasi, tesis, skripsi, artikel, laporan hasil penelitian, makalah