Penerapan Kesantunan Berbahasa dalam Kegiatan...

19
Penerapan Kesantunan Berbahasa dalam Kegiatan Pembelajaran Nuryani Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta [email protected] Abstrak Indonesia terkenal akan kebudayaannya yang adi luhung. Dalam bahasa Indonesia, meskipun termasuk dalam kategori bahasa yang egaliter namun di dalamnya tetap mencerminkan pola perilaku masyarakat yang santun. Kesantunan bahasa sangat perlu untuk diperlihatkan dan terus dipertahankan di masyarakat kita, karena itu akan menjadi ciri dan kekhasan masyarakat Indonesia. Kesantunan berbahasa perlu diterapkan dalam semua aspek kahidupan. Salah satu tempat yang penting untuk menerapkan kesantunan berbahasa adalah dalam kegiatan belajar mengajar (KBM). Dalam kegiatan ini sangat penting untuk memasukkan semua unsur yang positif. Hal tersebut penting karena KBM menjadi ujung tombak dalam penanaman nilai-nilai positif dari guru kepada siswa, siswa kepada guru, maupun siswa dengan siswa. Untuk itu, dalam kegiatan atau proses belajar mengajar hendaklah dapat berjalan dengan penuh kesantunan yang terwujud melalui bahasa yang digunakan. Kesantunan berbahasa dalam KBM akan membawa dampak positif pada pandangan siswa terhadap guru, guru terhadap siswa, maupun siswa dengan siswa. Kata kunci: kesantunan berbahasa, kegiatan pembelajaran Absract Indonesia is famous for its nice and good culture. In Indonesian , although included on the egalitarian languages category but it still reflects the behavior patterns of polite society. Politeness on language is very necessary to be shown and continues to be maintained in our society, because it will be the characteristics of Indonesian society. Politeness should be applied in all aspects of life. One of the places that are important to implement politeness is in teaching and learning activities (KBM). In this activity is very important to incorporate all the positive elements. That is important because KBM will be one of places to get of positive values from teacher to student, student to teacher, and student with student. To the end, the activities or the teaching and learning process can run fully let politeness manifested through the language used. Politeness in KBM will bring a positive impact on students' views on teachers, teachers’s view to student, and students view with student. Key word: politeness, teaching and learning activities

Transcript of Penerapan Kesantunan Berbahasa dalam Kegiatan...

Page 1: Penerapan Kesantunan Berbahasa dalam Kegiatan Pembelajaranrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31824/3/NURYANI... · Dalam bahasa Indonesia, ... One of the places that

Penerapan Kesantunan Berbahasa dalam Kegiatan Pembelajaran

Nuryani

Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan,

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

[email protected]

Abstrak

Indonesia terkenal akan kebudayaannya yang adi luhung. Dalam bahasa Indonesia,

meskipun termasuk dalam kategori bahasa yang egaliter namun di dalamnya tetap mencerminkan

pola perilaku masyarakat yang santun. Kesantunan bahasa sangat perlu untuk diperlihatkan dan

terus dipertahankan di masyarakat kita, karena itu akan menjadi ciri dan kekhasan masyarakat

Indonesia. Kesantunan berbahasa perlu diterapkan dalam semua aspek kahidupan. Salah satu

tempat yang penting untuk menerapkan kesantunan berbahasa adalah dalam kegiatan belajar

mengajar (KBM). Dalam kegiatan ini sangat penting untuk memasukkan semua unsur yang

positif. Hal tersebut penting karena KBM menjadi ujung tombak dalam penanaman nilai-nilai

positif dari guru kepada siswa, siswa kepada guru, maupun siswa dengan siswa. Untuk itu, dalam

kegiatan atau proses belajar mengajar hendaklah dapat berjalan dengan penuh kesantunan yang

terwujud melalui bahasa yang digunakan. Kesantunan berbahasa dalam KBM akan membawa

dampak positif pada pandangan siswa terhadap guru, guru terhadap siswa, maupun siswa dengan

siswa.

Kata kunci: kesantunan berbahasa, kegiatan pembelajaran

Absract

Indonesia is famous for its nice and good culture. In Indonesian , although included on

the egalitarian languages category but it still reflects the behavior patterns of polite society.

Politeness on language is very necessary to be shown and continues to be maintained in our

society, because it will be the characteristics of Indonesian society. Politeness should be applied

in all aspects of life. One of the places that are important to implement politeness is in teaching

and learning activities (KBM). In this activity is very important to incorporate all the positive

elements. That is important because KBM will be one of places to get of positive values from

teacher to student, student to teacher, and student with student. To the end, the activities or the

teaching and learning process can run fully let politeness manifested through the language used.

Politeness in KBM will bring a positive impact on students' views on teachers, teachers’s view to

student, and student’s view with student.

Key word: politeness, teaching and learning activities

Page 2: Penerapan Kesantunan Berbahasa dalam Kegiatan Pembelajaranrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31824/3/NURYANI... · Dalam bahasa Indonesia, ... One of the places that

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang telah terkenal memiliki adat istiadat

yang luhur. Hal itu terjadi sejak zaman dahulu dan akan terus dipertahankan oleh setiap generasi

sampai nanti. Keluhuran yang dimiliki oleh masyarakat Indonesia meliputi banyak aspek dan

mencakup hamper semua nilai-nilai dalam kehidupan. Untuk itulah tidak seharusnya bangsa

Indonesia dan seluruh masyarakatnya meninggalkan keluhuran tersebut.

Salah satu aspek nilai keluhuan kehidupan yang dimiliki oleh masyarakat Indonesia

adalah dalam penggunaan bahasa. Hampir semua suku yang ada di Indonesia memiliki bahasa

yang berbeda. Perbedaan tersebut telah diantisipasi oleh para pendiri bangsa dengan

mengemukakan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan. Dengan demikian, bahasa persatuan

inilah yang seharusnya mampu menyatukan kita dan mampu menjadi wakil dari pengenalan jati

diri bangsa.

Dalam kehidupan beragama juga banyak hal yang menjelaskan betapa pentingnya untuk

berkata dengan baik. Dalam salah satu hadis yang diriwayatkan oleh Bukhori dan Muslim

disampaikan juga tentang pentingnya bertutur kata yang baik. Adapun arti hadisnya sebagai

berikut. Dari Abu Huroiroh Radliyallahuanhu, dari Nabi SAW, beliau bersabda, “barang siapa

beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah dia berkata yang baik, atau hendaklah

diam saja” (Bukhori dan Muslim).

Dalam hadis di atas ditekankan pentingnya kita untuk berbicara dengan baik. Apabila hal

tersebut tidak dapat kita lakukan, akan lebih baik jika kita diam. Dengan mengikuti anjuran

tersebut, harapannya adalah tidak ada pihak yang merasa dirugikan ketika dalam kegiatan

bertutur. Akan tetapi, hal tersebut tidak berarti manusia harus lebih banyak diam, melainkan

manusia hendaknya lebih bijak dalam memilih bahasa dan kata-kata yang akan dituturkan.

Melihat hal di atas dapat tergambarkan betapa pentingnya memelihara kesantunan

berbahasa. Akan tetapi, kesantunan berbahasa saat ini dirasakan sudah mulai memudar. Di

lingkungan masyarakat, hal tersebut sudah terlihat sangat jelas, seperti kegiatan komunikasi

antara anak-orang tua, murid-guru, maupun antara orang yang satu dengan yang lain dalam

kegiatan komunikasi dengan orang yang tidak saling mengenal. Hal itu, cukup bertentangan

dengan budaya masyarakat Indonesia yang sangat menjunjung tinggi kesopanan dan kesantunan

Page 3: Penerapan Kesantunan Berbahasa dalam Kegiatan Pembelajaranrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31824/3/NURYANI... · Dalam bahasa Indonesia, ... One of the places that

dalam berbagai aspek. Untuk itulah, kesantunan ini perlu dihidupkan kembali dalam berbagai

bentuk dan sarana, salah satunya adalah bahasa atau kegiatan berbahasa.

Banyak cara yang dapat dilakukan untuk menghidupkan kembali pola-pola kesantunan

berbahasa. Salah satu caranya adalah melalui kegiatan belajar mengajar, yang di dalamnya

banyak terjadi interaksi. Interaksi yang mungkin ditemukan adalah interaksi antara guru dengan

siswa maupun siswa dengan siswa. Di dalam interaksi tersebut sangat dimungkinkan muncul

kegiatan berbahasa, karena hakikat bahasa dapat dikatakan sebagai alat untuk berinteraksi.

Berbahasa merupakan kegiatan yang dilakukan oleh manusia dalam upaya melakukan

komunikasi. Komunikasi yang berjalan antara petutur dengan penutur membutuhkan adanya

saling kesepahaman di antara keduanya. Di dalam proses tersebut terdapat interaksi antara

penutur dengan petutur. Interaksi merupakan kegiatan yang dapat disebut sebagai kegiatan

komunikasi resiprokal. Komunikasi resiprokal dapat berlangsung jika ada pertukaran informasi

antarpartisipan, sehingga partisipan saling berganti peran secara berkelanjutan dalam proses

interaksi yang berlangsung tersebut (Nuryani, 2009, 19). Pergantian peran yang berlangsung

antara penutur dan petutur yang dalam tulisan ini adalah siswa dengan guru seharusnya dapat

berlangsung dengan lancer dan tidak menimbulkan kesalahpahaman maupun rasa yang dinilai

kurang santun baik bagi guru maupun siswa. Untuk itulah, segala hal yang terkait dengan

ketatabahasaan baik yang tertulis maupun tidak sudah selayaknya dipahami antara guru dengan

siswa.

Dalam kehidupan di masyarakat banyak ditemukan berbagai bentuk tuturan dan pola

bertutur. Pola bertutur antara orang tua dengan anak akan berbeda dengan pola bertutur antara

anak dengan orang tua, demikian juga pola bertutur antara sesama orang tua maupun sesama

anak yang dipastikan akan berbeda pula. Pada proses komunikasi yang terjadi di lingkungan

sekolah akan berbeda pula dengan kegiatan berkomunikasi yang berlangsung di lingkungan

masyarakat. Dengan demikian, dapat dikatakan pula bahwa pola bertutur antara guru dengan

siswa juga berbeda dengan pola bertutur siswa dengan guru.

Pola bertutur yang mungkin terjadi antara guru dengan siswa dalam interaksi di kelas

biasanya satu arah. Artinya, pola tuturan yang berlangsung lebih didominasi oleh guru sebagai

pemberi materi, sementara siswa hanya memberikan tanggapan jika mereka merasa perlu. Hal

tersebut memunculkan pola tuturan yang tidak terlalu interaktif. Dalam proses pembelajaran

siswa lebih banyak ditemukan diam dan mendengarkan guru menyampaikan materi. Siswa

Page 4: Penerapan Kesantunan Berbahasa dalam Kegiatan Pembelajaranrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31824/3/NURYANI... · Dalam bahasa Indonesia, ... One of the places that

terlihat sesekali memberikan tanggapan tetapi dalam bentuk tuturan yang pendek. Meskipun hal

tersebut boleh, tetapi seharusnya tidak menjadi kebiasaan yang sedikit banyak akan

mempengaruhi kemampuan mereka dalam berkomunikasi. Akan tetapi, pada banyak kejadian

atau peristiwa hal tersebut telah banyak tidak ditemukan. Banyak faktor yang terjadi sehingga

pola tersebut banyak berubah. Salah satunya adalah faktor penggunaan kurikulum yang

diterapkan di sekolah.

Kurikulum yang diterapkan berimplikasi pada penggunaan metode dan media

pembelajaran. Hal tersebut akan berimplikasi pula pada peran guru yang tidak hanya sebagai

pusat pembelajaran. Dengan begitu, sedikit banyak akan tercipta pola tuturan yang sangat

interaktif dan komunikatif. Dalam kejadian yang demikian, akan terlihat kesantunan berbahasa

yang dimiliki dan digunakan oleh siswa dalam berinteraksi dengan guru. Proses komunikasi

yang terbuka secara idealnya harus mampu menjadi lahan bagi siswa untuk berkomunikasi

dengan tuturan yang bagus. Hal tersebut dapat terjadi karena siswa akan melihat contoh secara

langsung melalui tuturan guru. Guru hendaknya menjadi agen perubahan dan penanaman

karakter baik dalam diri siswa. Salah satu cara yang dapat dilakukan dalam fungsinya menjadi

agen perubahan adalah melalui penggunaan bahasa yang santun.

Siswa memiliki kecenderungan untuk meniru segala hal yang dilakukan oleh gurunya.

Terlebih lagi bagi siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) yang masih dalam usia-usia rentan

terhadap pengaruh. Guru selayaknya mampu menjandi contoh atau tauladan yang baik sehingga

siswa memiliki panduan atau tuntutan dalam kegiatan berkomunikasi. Ketika guru menggunakan

pola tuturan yang bagus dan pemiliki bahasa yang santun harapannya adalah siswa akan dapat

menirunya. Apabila penggunaan bahasa yang santun terus berulang oleh semua guru dan di

semua pelajaran maka tidak menutup kemungkinaa siswa akan dapat menirunya. Demikian juga

ketika guru menggunakan tindak bahasa yang dianggap kurang santun, tidak menutup

kemungkinan jika siswa akan cenderung meniru juga.

Beberapa hal di atas membawa dampak yang cukup serius dalam proses pembelajaran.

Interaksi yang cair dan terbuka antara guru dengan siswa menjadikan kedekatan yang tercipta

antara guru dengan siswa juga terbuka lebar. Hal tersebut membuahkan beberapa penemuan

yang terkait dengan kesantunan. Proses pendidikan atau pembelajaran yang idealnya menjadi

sarana pembentukan karakter baik dapat saja berubaha menjadi sebaliknya. Siswa dapat kita

ibaratkan sebagai teko yang diisi oleh air. Segala jenis air dapat kita masukkan, tetapi imbasnya

Page 5: Penerapan Kesantunan Berbahasa dalam Kegiatan Pembelajaranrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31824/3/NURYANI... · Dalam bahasa Indonesia, ... One of the places that

adalah input itu pula yang akan dikeluarkan. Hal yang sama dapat dialami oleh siswa. Guru

dapat melakukan komunikasi dengan menggunakan bahasa yang beragam, baik dilihat dari sisi

kesantunan maupun kepantasan, dan hal itulah yang akan diserap dan direkam oleh siswa.

Dengan begitu, ketika kita menemukan kasus siswa tidak bertutur dengan santun sangat

dimungkinkan karena input yang diterima memang yang seperti itu.

Dewasa ini telah banyak ditemukan kasus kesantunan berbahasa yang semakin menurun.

Siswa lebih banyak menggunakan bentuk-bentuk kalimat yang cenderung langsung. Apabila

akan menyampaikan sesuatu, siswa kecenderungannya adalah menggunakan bentuk imperatif

maupun bentuk-bentuk kalimat lain yang maksudnya adalah langsung. Seperti penelitian yang

dilakukan oleh Eka Rihan, bahwa mahasiswa cenderung menggunakan kalimat imperatif secara

langsung untuk menyampaikan perintah (Rihan, 2015: 98). Penelitian lain dilakukan oleh

Montolalu, dkk. mengenai kesantunan verbal dan nonverbal pada tuturan imperatif siswa SMP.

Penelitian yang berjudul “Kesantunan Verbal dan Nonverbal pada Tuturan Imperatif dalam

Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMP Pangudi Luhur Ambarawa Jawa Tengah” memberikan

beberapa simpulan (Montolulu, dkk, 2013). Simpulan yang diberikan adalah (1) terdapat

kesantunan bentuk tuturan imperatif secara verbal dan nonverbal pada proses pembelajaran, (2)

terdapat prinsip kesantunan tuturan imperatif secara verbal dan nonverbal pada proses

pembelajaran, dan (3) terdapat penyimpangan prinsip kesantunan verbal dan nonverbal pada

tuturan imperatif dalam proses pembelajaran.

Penelitian kesantunan berbahasa juga telah dilakukan oleh Rukni Setyawai dari Balai

Bahasa Jawa Tengah. Penelitian yang dilakukan berjudul “Kesantunan Berbahasa dalam

Pembelajaran di Kelas” (Setyawati, 2015). Catatan yang diberikan oleh Rukni dalam tulisannya

meliputi empat hal. Keempat catatan tersebut adalah (1) komunikasi merupakan hal yang pokok

dalam menyampaikan pesan, untuk dapat menyampaikan pesan dengan baik perlu dilakukan

secara santun, (2) proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru haruslah berdasarkan kaidah

dan tata cara penyampaian yang santun, baik isi, bahasa, cara menyampaikan, maupun mimic

dan gerak geriknya, (3) siswa dalam mengikuti pelajaran supaya menjaga sikap dengan baik, dan

tutur kata yang santun baik kepada sesame teman maupun kepada guru, dan (4) kunci kesuksesan

dalam pembelajaran adalah kesepahaman antara guru dan siswa dalam transaksi pembelajaran,

yakni dengan menggunakan sikap dan tutur kata yang santun.

Page 6: Penerapan Kesantunan Berbahasa dalam Kegiatan Pembelajaranrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31824/3/NURYANI... · Dalam bahasa Indonesia, ... One of the places that

Berdasarkan beberapa penelitian terdahulu tersebut dapat disampaikan beberapa temuan

yang terkait dengan tindakan kesantunan berbahasa dalam proses pembelajaran. Salah satu yang

dapat digarisbawahi adalah bahwa memang saat ini telah banyak ditemukan kecenderung

menurunnya kesantunan berbahasa terutama pada bentuk imperatif. Hal tersebut dipengaruhi

oleh banyak faktor. Input yang diterima maupun contoh yang ditemukan menjandi beberapa

faktor yang ikut mempengaruhi. Selain itu, faktor lingkungan dan media ikut menyumbang juga

adanya kecenderungan menurunnya tingkat kesantunan berbahasa.

Berdasarkan ulasan di atas maka dalam tulisan ini akan fokus membahas mengenai

penerapan kesantunan berbahasa dalam proses pembelajaran. Di dalam analisis disajikan contoh

data-data mengenai tuturan yang ditemukan selama proses pembelajaran berlangsung. Contoh

data yang diambil meliputi tuturan antara guru dengan siswa dan siswa dengan guru. Suasana

yang melatarbelakangi tuturan tentu akan digambarkan dalam konteks tuturan.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah bagaimanakah penerapan kesantunan berbahasa dalam kegiatan

pembelajaran di sekolah?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk

mendeskripsikan atau menggambarkan penerapan kesantunan berbahasa dalam kegiatan

pembelajaran di sekolah.

1.4 Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Data

dikumpulkan berupa kata-kata atau bahasa dalam kegiatan pertuturan di dalam pemebalajaran di

kelas. Untuk itulah, penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Sumber data dalam

penelitian ini adalah kegiatan pembelajaran di sekolah. Data yang dikumpulkan berupa tuturan

antara guru dan siswa dan tuturan yang terjadi dalam interaksi keduanya. Untuk mendapatkan

data tersebut, teknik yang digunakan oleh peneliti adalah berupa rekaman dan observasi. Peneliti

menggunakan rekaman untuk mendapatkan data pada saat proses pembelajaran berlangsung.

Dengan menggunakan rekaman data yang didapatkan akan bersifat langsung. Setelah

mendapatkan data berupa rekaman peneliti kemudian melanjutkan pengamatan terhadap hasil

rekaman tersebut dan kemudian data tuturan yang terdapat di dalamnya ditranskripsikan. Setelah

Page 7: Penerapan Kesantunan Berbahasa dalam Kegiatan Pembelajaranrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31824/3/NURYANI... · Dalam bahasa Indonesia, ... One of the places that

itu, peneliti melanjukan dengan melakukan observasi di dalam kelas. Teknik analisis data yang

digunakan meliputi display data, reduksi data, dan analisis data. Peneliti menyajikan data berupa

tuturan yang terjadi antara guru dengan siswa ataupun sebaliknya. Selanjutnya, peneliti memilah

data yang akan dianalisis dan dilanjutkan dengan membahas dengan menggunakan teori yang

disajikan.

2. KAJIAN TEORI

2.1 Kesantunan Berbahasa

Kesantunan berbahasa sangatlah penting untuk dimiliki dan diterapkan oleh siswa dan

guru. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mengartikan kata santun adalah halus dan baik

(budi bahasanya dan tingkah lakunya) (Depdikbud, 2008). Berdasar pada pengertian tersebut,

santun tidak hanya diartikan dari satu sisi, melainkan beberapa sisi, yakni bahasa dan tingkah

laku (verbal maupun nonverbal). Kesantunan berbahas dapat dipandang sebagai usaha untuk

menghindari konflik antara penutur dengan mitra tutur (Montolulu, 2013). Dengan demikian,

santun dan kesantunan merupakan anggapan yang muncul dari sisi petutur atau mitra tutur.

Banyak para pakar bahasa yang berbicara mengenai kesantunan. Di antara beberapa

pakar tersebut dapat kita sebutkan Lakof, Frases, Leech, dan Levinson (Sibarani, 2004: 174).

Fraser memberikan pengertian mengenai kesantunan dari sisi strategi, sementara Lakof

membedakan kesantunan berdasarkan kaidah. Bagi Fraser, kesantunan adalah property yang

diasosiasikan dengan ujaran dan dalam hal ini menurut si pendengar, penutur tidak melampaui

hak-haknya atau tidak mengingkari memenuhi kewajibannya (Sibarani, 2004: 176).

Sibarani menyampaikan bahwa kesantunan berbahasa sedikitnya dapat dilakukan dengan

lima cara (Sibarani, 2004: 192-194). Lima cara tersebut adalah, pertama, kita perlu menerapkan

prinsip kesopanan (politeness principle) dalam berbahasa, yakni sebuah prinsip yang berusaha

untuk memaksimalkan kesenangan atau kearifan, keuntungan, rasa salut atau rasa hormat,

maupun pujian kepada orang lain, dan sebaliknya meminimalkan hal-hal tersebut kepada diri

sendiri. Kedua, kesantunan berbahasa harus menghindarkan kata-kata tabu (taboo) dalam

berkomunikasi. Norma yang berlaku terkait dengan kata-kata tabu ini memang berbeda antara

satu daerah dengan daerah yang lain. Akan tetapi, pada beberapa contoh kasus ditemukan juga

kesamaannya. Sebagai contoh adalah pada kebanyakan masyarakat, kata-kata yang memiliki

asosiasi dengan seks atau kata-kata yang merujuk pada organ-organ tubuh yang ditutupi pakaian

biasanya dianggap sebagai kata-kata tabu. Selain itu, kata-kata yang merujuk pada suatu benda

Page 8: Penerapan Kesantunan Berbahasa dalam Kegiatan Pembelajaranrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31824/3/NURYANI... · Dalam bahasa Indonesia, ... One of the places that

yang menjijikkan, kata-kata kotor dan kasar, juga dianggap sebagai kata-kata tabu. Ketiga, dalam

upaya menghindari penggunaan kata-kata tabu, maka penggunaan eufimisme sangat disarankan.

Eufimisme merupakan ungkapan yang halus sebagai pengganti segala kata yang dianggap tabu.

Eufimisme dilakukan supaya bahasa tetap terjaga dan sopan. Keempat, kesantunan juga dapat

tercapai dengan menggunakan pilihan kata yang honorifik. Honorifik adalah ungkapan hormat

untuk berbicara dan menyapa orang lain. Penggunaan honorifik tentu saja dengan melihat unsur

efek kesantunan yang ditimbulkan. Kelimat, kesantunan juga dapat tercapai melalui penerapan

tindak tutur tidak langsung (indirect speech act). Tindak tutur ini merupakan jenis ujaran yang

disampaikan dengan menggunakan modus kalimat yang berbeda dari maksud kalimatnya. Modus

kalimat dibedakan atas kalimat berita (deklaratif), kalimat tanya (interogatif), dan kalimat

perintah (imperatif). Ketiga modus kalimat tersebut memiliki fungsi sesuai dengan jenisnya.

Kalimat berita digunakan untuk memberitahukan atau menginformasikan sesuatu. Kalimat tanya

digunakan untuk menanyakan sesuatu. Sementara itu, kalimat perintah digunakan untuk

memerintah, mengajak, maupun memohon.

2.2 Pembelajaran

Proses pembelajaran merupakan proses yang di dalamnya terdapat tujuan yang akan

dicapai. Secara sederhana Hamalik memberikan definisi mengenai belajar, yakni memodifikasi

atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman (Hamalik, 2009: 27). Dalam kegiatan

pembelajaran, tujuan memang merupakan sesuatu yang penting. Akan tetapi, terdapat hal yang

lebih penting lagi dari sekedar hasil, yakni proses pembelajaran itu sendiri. Dalam proses yang

berlangsung, akan dapat ditemukan banyak sekali pelajaran yang dapat diambil. Dalam proses itu

juga akan banyak contoh-contoh dan teladan yang bisa diteladani. Hampir dapat dipastikan

bahwa dalam proses pembelajaran guru menjadi sebuah peran yang sangat diharapkan dapat

memberikan keteladanan kepada siswa. Dengan begitu, hal-hal yang dilakukan oleh guru sudah

seharusnya merupakan hal-hal yang baik sehingga dapat dilihat dan dicontoh langsung oleh

siswa.

Hal yang dapat dilakukan oleh guru salah satunya adalah dengan menata bahasa yang

digunakan dalam proses pembelajaran. Guru seharusnya mampu memberikan contoh dan teladan

berupa penggunaan bahasa yang santun. Kesantunan berbahasa yang ditunjukkan oleh guru

dalam berinteraksi dengan siswa akan menimbulkan respon yang baik dari siswa sehingga terjadi

komunikasi yang baik. Komunikasi yang baik akan menunjang tercapainya tujuan pembelajaran

Page 9: Penerapan Kesantunan Berbahasa dalam Kegiatan Pembelajaranrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31824/3/NURYANI... · Dalam bahasa Indonesia, ... One of the places that

secara maksimal (Sibarani, 2004: 176). Akan tetapi, hal yang terjadi sekarang adalah banyak

sekali ditemukan penyimpangan-penyimpangan dalam tuturan guru kepada siswa. Guru sebagai

pusat perhatian di dalam kelas justru terkadang memunculkan keegoannya dan menunjukkannya

melalui bahasa yang digunakan.

3. PEMBAHASAN

Pembahasan yang dilakukan dalam tulisan ini akan mendasarkan pada teori yang telah

disajikan. Teori yang terkait dengan kesantunan yang akan digunakan sebagai alat analisis adalah

pembentukan kesantunan berbahasa yang disampaikan oleh Sibarani. Sementara itu, yang di

maksud dengan belajar adalah proses perubahan tingkah laku seseorang yang relative menetap

yang meliputi perubahan keterampilan, kebiasaan, sikap, pengetahuan, dan pemahaman berkat

adanya pengalaman, yaitu interaksi antara individu dengan lingkungan (Setyawati, 2015).

Proses pembelajaran berlangsung dan melibatkan beberapa pihak, yakni adanya guru dan

adannya siswa. Kedua pihak ini memiliki peran masing-masing yang tidak dapat dipisahkan.

Selain itu, peran keduanya juga tidak ada yang lebih mengungguli satu dengan yang lain. Rukni

Setyawati menyampaikan bahwa proses pembelajaran harus dapat memberikan pengalaman

belajar yang menyenangkan dan berguna bagi siswa (Setyawati, 2015). Berdasarkan hal-hal di

atas, maka yang di maksud dengan proses pembelajaran dalam tulisan ini adalah proses atau

kegiatan yang dilaksanakan di dalam kelas untuk tujuan tertentu dengan melibatkan guru dan

siswa sebagai individu yang melakukan interaksi secara bersama.

Pembahasan akan dilakukan dengan mengacu pada pola pembentukan kesantunan

berbahasa seperti yang disampaikan oleh Sibarani, yakni setidaknya terdapat lima cara yang

dapat dilakukan untuk membentuk kesantunan berbahasa. Kelima landasan tersebut adalah

menerapkan prinsip kesopanan, menghindarkan kata-kata tabu, menggunakan eufimisme,

menggunakan pilihan honorifik yang tepat, dan menerapkan tindak tutur tidak langsung.

Pada kegiatan bertutur, penutur seharusnya menerapkan prinsip kesopanan (politeness

principle). Terdapat enam maksim dalam prinsip kesopanan, yakni maksim kebijaksanaan,

maksim penerimaan, maksim kemurahan, maksin kerendahan hati, maksim kecocokan, maksim

kesimpatikan1. Maksim kebijaksanaan mengutamakan kearifan bahasa, maksim penerimaan

1 Lebih lanjut baca Sibarani (2004), Leech (1983), dan Wijana (1996)

Page 10: Penerapan Kesantunan Berbahasa dalam Kegiatan Pembelajaranrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31824/3/NURYANI... · Dalam bahasa Indonesia, ... One of the places that

mengutamakan keuntungan untuk orang lain dan kerugian untuk diri sendiri. Makasim

kemurahan mengutamakan rasa hormat pada orang lain dan rasa kurang hormat pada diri sendiri,

maksim kerendahan mengutamakan pujian pada orang lain dan rasa rendah hati pada diri sendiri.

Maksim kecocokan mengutamakan kecocokan kepada orang lain, dan maksim kesimpatikan

mengutamakan rasa simpati pada orang lain.

Prinsip-prinsip di atas seharusnya juga dipertimbangkan dalam interaksi pada proses

pembelajaran di sekolah. Dalam proses interaksi, dapat menciptakan hubungan sosial tersendiri

bagi pelakunya. Geertz berasumsi “that social relations are determined by the interaction of

cultural, social structural, and personality system”2. Antara siswa dengan guru ataupun

sebaliknya memiliki peran dan posisi tersendiri dalam interaksi social. Keduanya dipisahkan oleh

usia, pendidikan, dan kategori social lain yang ikut berpengaruh dalam proses berbahasa.

Terlebih dalam interaksi dalam pembelajaran yang dapat dipastikan peran guru adalah menjadi

teladan bagi siswa.

Berdasarkan data yang disajikan di atas dapat dilihat adanya tuturan yang mematuhi

prinsip kesopanan namun juga terdapat beberapa tuturan yang tidak mematuhi prinsip tersebut.

Pada data yang dipaparkan di atas terlihat adanya upaya guru untuk menggunakan bahasa yang

santun.

Contoh tuturan 1.

1 Guru – Siswa Guru menyajikan wacana mengenai

hormat pada orang tua untuk

menjelaskan materi mengenai hak

dan kewajiban orang tua dan anak

pada mata pelajaran Agama.

a) “Semua masih pada punya

orang tua kan?”

Siswa – Guru b) “masih buuu”

Guru – Siswa c) “Tahu kan apa yang harus

kalian lakukan jika masih

punya orang tua?”

Siswa – Guru d) “Tau buuuu”

Pada tuturan di atas terlihat guru mencoba mematuhi prinsip kesopanan dengan cara

mematuhi beberapa prinsip kesopanan. Guru menggunakan pilihan bahasa yang cukup mampu

2 Lebih jelas baca Claudia Straus and Naomi Quinn, A Cognitive Theory Of Cultural Meaning, (Australia:

Cambridge University Press, 1997)

Page 11: Penerapan Kesantunan Berbahasa dalam Kegiatan Pembelajaranrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31824/3/NURYANI... · Dalam bahasa Indonesia, ... One of the places that

menunjukkan kearifan seorang guru dengan menanyakan kepada sisiwa tentang kondisi mereka,

masih memiliki orang tua atau tidak. Berdasarkan pertanyaan yang diajukan tersebut, sebenarnya

guru tidak hendak melakukan pendataan terhadap orang tua siswa melainkan ingin

menyampaikan bahwa mereka selayaknya menjaga dan berbakti kepada orang tua selagi mereka

masih memiliki orang tua. Berdasarkan itu pula dapat dikatakan bahwa guru memilih

menggunakan bentuk tuturan tidak langsung. Guru tidak hendak menyuruh siswa melakukan

perbuatan berbakti kepada orang tua dengan kalimat perintah secara langsung melainkan

menggunakan bentuk lain. Guru memilih menggunakan kalimat interogatif untuk menyampaikan

maksud yang sebenarnya adalah imperatif. Dalam upaya memerintah guru juga tidak terlihat

memaksakan segala yang menjadi keinginannya. Di dalam tuturan yang digunakan juga tidak

terlihat adanya upaya memaksa melainkan adanya upaya untuk mengajak siswa berpikir secara

analitis dan logis. Tuturan guru pada data 1 tidak ditemukan adanya penggunaan kata-kata tabu.

Kalimat yang dituturkan dapat dikatakan mencerminakn kesantunan berbahasa. Dengan

menggunakan kalimat-kalimat seperti yang dituturkan pada data 1, kegiatan berkomunikasi

menjadi sebuah kegiatan yang bebas dari unsur pemaksaan. Akan tetapi, menjadi memiliki

makna lain ketika unsur paralinguistic dalam konteks tuturan tersebut dianalisis dan menjadi

bahan pertimbangan. Upaya guru untuk mengajak siswa untuk berpikir analitis dan logi tidak

terlalu mendapatkan sambutan baik dari siswa. Hal tersebut terlihat dari jawaban yang diberikan

oleh siswa maupun cara dan ekspresi mereka ketika memberikan jawaban. Siswa terlihat

memberikan jawaban yang sekenanya dan dengan eskpresi yang terlihat malas. Penggunaan

jawaban “buuuu” dengan nada yang cukup panjang memberikan kesan bahwa mereka pada

dasarnya tidak suka diberikan pertanyaan yang demikian. Terlebih lagi untuk pertanyaan lanjutan

mengenai “tahu kana pa yang harus kalian lakukan jika masih punya orang tua?”Siswa

menjawab dengan nada panjang dan ekspresi kemalasan sehingga menimbulkan kesan

pertanyaan tersebut sebenarnya tidak perlu dijawab.

Page 12: Penerapan Kesantunan Berbahasa dalam Kegiatan Pembelajaranrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31824/3/NURYANI... · Dalam bahasa Indonesia, ... One of the places that

Contoh tuturan 2.

2 Guru - Siswa Guru meminta siswa untuk hadir

dalam upacara bendera memperingati

Hari Kemerdekaan RI

a) “Murid-murid sekarang tu

pada males-males, upacara

aja kalo gak dipaksa, gak

ditakut-takuti nilai, pada gak

mau datang, mau jadi apa

kalian nanti. (suasana kelas

hening sejenak, kemudian

guru melanjutkan)

b) “Bisa gak anak muda

sekarang berpersetasi kayak

pemuda-pemuda zaman dulu?

Banyak gak bisanya. Saya

yakin”.

Pada data berikutnya, yakni data tuturan 2 di atas konteksnya adalah guru sedang

meminta siswa untuk hadir dalam upacara bendera dalam rangka memperingati Hari

Kemerdekaan Republik Indonesia. Melihat konteks yang digambarkan sebenarnya dapat

dibayangkan bahwa guru cukup memberikan perintah menggunakan kalimat imperatif berupa

tuturan “Besok wajib menghadiri upacara bendara di Kecamatan!”. Akan tetapi, guru tidak

menggunakan tuturan langsung untuk memberikan beberapa efek kepada siswa. Guru lebih

memilih menggunakan tuturan yang “menunjukkan ancaman dan emosi”. Hal tersebut didasari

atas kenyataan dan pengalaman bahwa pada tahun-tahun sebelumnya, siswa lebih memilih tidak

menghadiri upacara karena tidak ada sanksi maupun reward yang mereka terima. Dalam kasus

yang demikian, dapat dikatakan bahwa budaya “menakuti-nakuti” atau budaya ingin “ditakut-

takuti” telah menjadi bagian dari diri siswa. Jangan sampai budaya tersebut terus berkembang

dan pada akhirnya menjadi sesuatu yang tertanam menjadi karakter siswa maupun guru. Karena

pada dasarnya bahasa menjadi cerminan pikiran manusia, sehingga dapat dikatakan bahwa jika

guru mengeluarkan bahasa yang demikian dapat dikatakan bahwa hal itu mencerminkan sikap

dan karakter guru itu juga (Nuryani dan Putra, 2013; 53). Dengan demikian, selayaknya guru

Page 13: Penerapan Kesantunan Berbahasa dalam Kegiatan Pembelajaranrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31824/3/NURYANI... · Dalam bahasa Indonesia, ... One of the places that

memberikan pilihan jawaban atau petunjuk lain yang lebih meningkatkan daya analitis dan

logika siswa. Untuk itu, guru memberikan analisis dan contoh yang menjadi pertimbangan siswa

untuk hadir dalam upacara bendera atau tidak.

Meskipun demikian, dalam tuturan tersebut sebenarnya secara tidak langsung guru telah

memiliki pemikiran yang “sedikit merendahkan” siswa. Dapat dilihat dalam bentuk tuturannya

yang menyatakan bahwa “mau jadi apa kalian nanti?’. Tuturan tersebut telah menimbulkan kesan

bahwa siswa tidak akan jadi apa-apa karena tidak memiliki daya juang. Terbukti dengan perilaku

mereka yang ketika menghadiri upacara bendera saja harus dengan ancaman nilai. Demikian

juga dengan tuturan selanjutnya, yang lebih memperlihatkan pandangan guru terhadap siswanya.

Guru menyampaikan “Bisa gak anak muda sekarang berprestasi kayak pemuda-pemuda zaman

dulu?”. Kalimat tersebut tergolong kalimat pertanyaan yang membutuhkan jawaban dan reaksi

dari siswa. Akan tetapi, guru memiliki jawaban sendiri yang mencerminkan pandangan dia

terhadap keadaan muridnya. Guru kemudian melanjutkan tuturannya dengan memberikan

jawaban “Banyak gak bisanya, saya yakin”. Berdasarkan prinsip kesopanan yang dipaparkan di

atas, tuturan tersebut dapat digolongkan telah melanggar maskim kecocokan, kemurahan,

penerimaan, dan maksim kesimpatikan. Dalam hal ini guru tidak menunjukkan rasa simpati atas

keadaan siswa, karena guru justru mengeluarkan tuturan yang merendahkan siswa. Sebenarnya

akan lebih bagus dan santun ketika guru menjawab pertanyaan yang dia sampaikan dengan

memberikan contoh-contoh yang dapat dianalisis siswa. Guru dapat memberikan perbandingan

mengenai keadaan pemuda zaman dulu dengan pemuda zaman sekarang dari berbagai sisi.

Dengan begitu, selain tidak terlalu langsung dalam memberikan pandangan terhadap siswanya

guru juga memberikan banyak pelang kepada siswanya untuk memberikan pandangan yang logis

dan analitis sehingga siswanya dapat memberikan simpulan atas keadaan mereka sekarang.

Page 14: Penerapan Kesantunan Berbahasa dalam Kegiatan Pembelajaranrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31824/3/NURYANI... · Dalam bahasa Indonesia, ... One of the places that

Contoh tuturan 3.

3 Siswa- - Guru Guru sedang menjelaskan materi dan

tiba-tiba salah seorang siswa

bersuara.

a) “Jamnya sudah habis buuu”

Guru - Siswa b) “trus, kalo habis kenapa?”

c) “tadi saya menjelaskan kalian

pada gak mau diem, ya resiko

kalian kalo harus melebih

jamnya” (guru menuturkan

dengan intonasi yang agak

tinggi, karena sebelumnya

siswa ramai dan guru

membiarkan saja)

Tuturan yang digambarkan pada data 3 merupakan tuturan yang disampaikan oleh siswa

kepada gurunya. Adapun konteks tuturan tersebut adalah siswa mengingatkan guru tentang jam

pelajaran yang telah usai dan sudah saatnya guru mengakhiri jam pelajarannya. Siswa

memberikan celetukan tuturan tersebut karena dia melihat waktu pelajaran sebenarnya telah usai

tetapi guru masih bersemangat dalam menjelaskan materi dan terlihat tidak memperhatikan

waktu pelajaran. Hal tersebut yang kemudian memunculkan tuturan siswa di atas. Dalam tuturan

tersebut siswa sebenarnya tidak menggunakan tuturan langsung, artinya dia memilih

menggunakan tindakn tutur tidak langsung. Akan tetapi, pilihan katanya yang dirasakan oleh

petutur yang dalam hal ini adalah guru, kurang sopan. Rasa atau anggapan itulah yang kemudian

memunculkan reaksi yang “negative” dari guru. Guru kemudian memberikan tanggapan dengan

memberikan pertanyaan balik “trus kalo habis kenapa?”. Pertanyaan balik yang disampaikan

oleh guru tersebut merupakan reaksi yang sebenarnay tidak diharapkan oleh siswa. Terlebih lagi

guru melanjutkan tuturannya yang menjadi dasar bagi guru untuk meneruskan jam pelajarannya

meskipun sebenarnya jam pelajarannya telah usai. Tuturan yang disampaikan oleh guru

selanjutnya juga justru memperlihatkan kondisi siswa yang kurang bagus. Adapun tuturan yang

disampaikan oleh guru adalah “Tadi saya menjelaskan kalian pada gak mau diem, ya resiko

kalian kalo harus melebihi jamnya”. Apabila dilihat dari penggunaan katanya tuturan guru

tersebut dapat dikategorikan dalam kalimat tuturan langsung. Guru langsung menyampaikan

Page 15: Penerapan Kesantunan Berbahasa dalam Kegiatan Pembelajaranrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31824/3/NURYANI... · Dalam bahasa Indonesia, ... One of the places that

alasannya tanpa memilih menggunakan perumpamaan atau pilihan kata yang menunjukkan

maksudnya. Dalam prinsip kesopanan hal tesebut dikategorikan melanggar maksim kerendahan.

Maksim kerendahan menutut penutur untuk memaksimalkan pujian kepada orang lain dan

sebaliknya meminimalkan pujian untuk diri sendiri. Hal yang sebaliknya terjadi dalam tuturan

tersebut, yakni guru kemudian merendahkan petutur melalui tuturan yang mengungkapkan

kesalaha-kesalahan mereka sehingga menimbulkan konsekuensi yang harus ditanggung. Apabila

dilihat dari maksim kerendahan, sebenarnya guru dapat memilih menggunakan tuturan “Baik,

terima kasih kalian telah mengingatkan, tetapi kita masih harus tetap melanjutkan karena materi

yang hendak Ibu sampaikan belum tuntas karena adanya beberapa kendala, yang salah satunya

kalian tahu sendiri dan Ibu harap kalian menyadarinya”. Akan tetapi, yang perlu dipahami adalah

kondisi psikologis guru yang memang sudah dalam kondisi puncak kemarahan karena siswanya

tidak dapat diajak kerja sama. Guru merasa jika harus melebih jam pelajaran itu semua karena

siswa sendiri yang tidak kooperatif dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Dengan

begitu, karena siswa yang berbuat maka mereka pula harus bertanggung jawab dengan

mengorbankan waktu istirahatnya untuk tetap mendengarkan metari yang disampaikan oleh

guru.

Contoh tuturan 4 dan 5.

4 Siswa - Guru Guru menanyakan mengenai materi

yang sudah dijelaskan sebelumnya,

dan siswa lebih banyak yang

menjawab belum paham. Akan

tetapi, jawaban tersebut bukan berarti

siswa betul-betul tidak paham akan

materi yang disampaika, melainkan

sebagai upaya untuk mengindari

tugas yang biasa diberikan oleh guru

yang bersangkutan ketika telah

selesai menjelaskan materi.

a) “Belum paham semuanya bu”

(salah seorang siswa kemudian

melanjutkan)

b) “Ibu jelasin lagi dong!”

(kemudian disusul dengan beberapa

siswa lain yang ikut memberikan

dukungan)

c) “iya bu, Ibu harus jelasin lagi,

kami kan gak paham”

5 Siswa - Guru Guru mengumumkan akan

memberikan ulangan pada esok hari

“Nggak mau Bu, besok sudah ada

ulangan Matematika”

Page 16: Penerapan Kesantunan Berbahasa dalam Kegiatan Pembelajaranrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31824/3/NURYANI... · Dalam bahasa Indonesia, ... One of the places that

Data yang dipaparkan pada tuturan 4 dan 5 di atas memperlihatkan adanya pelanggaran

prinsip kesopanan. Selain itu, bentuk ketidaksantunan juga diperlihatkan melalui penggunaan

tuturan langsung yang berupa penolakan. Seperti terlihat dalam tuturan 4 yang konteksnya

adalah guru telah selesai memberikan penjelasan mengenai materi pelajaran, dan kemudian

menanyakn kepada siswa tentang pemahaman mereka akan materi yang baru saja disampaikan.

Siswa yang mengetahui kebiasaan guru tersebut maka memberikan jawaban yang menyatakan

bahwa mereka semua belum paham dan langsung meminta guru untuk menjelaskan ulang.

Adapun implikatur yang dimiliki oleh siswa adalah bahwa guru yang bersangkutan biasa

memberikan tugas setelah selesai menjelaskan materi. Apabila siswa telah dianggap memahami

materi yang diberikan guru akan langsung memberikan tugas yang menurut siswa dalam kategori

“terlalu banyak”. Dengan adanya implikatur tersebut siswa memberikan jawaban guna

menghindari tugas yang akan diberikan oleh guru yang bersangkutan. Implikatur tersebut yang

pada akhirnya memunculkan jawaban siswa “Belum paham Bu”. Tuturan yang berikutnya

muncul dari salah seorang siswa menjadi bentuk kepastian akan ketidaksantunan yang

diwujudkan dalam tuturan langsung. Siswa tesebut menyampaikan “Ibu jelasin lagi dong!”.

Sebenarnya akan lebih santyun jika dituturkan melalui penggunaan tuturan tidak langsung,

seperti “Ibu, kami mohon ddapat dijelaskan ulang pada bagian ini”, atau “Pada bagian ini kami

masih kesulitan memahami”. Dengan tuturan yang demikian, tanggapan atau reaksi guru akan

sedikit berbeda dibandingkan dengan bentuk tuturan langsung yang meminta atau “menyuruh”

gurunya untuk menjelaskan ulang. Terlebih lagi pada tuturan selenjutnya yang lebih

memperlihatkan adanya “paksaaan” dari siswa kepada gurunya. Tuturan berikutnya yang

menyatakan “Iya Bu, Ibu harus jelasin lagi, kami kan gak paham” memperlihatkan adanya

banyak usnur kesantunan yang dilanggar.

Ngusman Abdul Manaf dari Universitas Negeri Padang melakukan penelitian dengan

mengambil judul “Perilaku Santun dalam Berbahas Indonesia Melalui Peminimalan Paksaan”

(Manaf, 2010: 233-242). Dalam penelitian tersebut Manaf mengungkapkan bahwa hal yang

memicunya untuk melakukan penelitian tersebut adalah adanya anggapan dari salah seorang

dosen yang merasa didikte dan dipaksa oleh mahasiswanya melalui pesan singkat yang

dikirimkan. Hal tersebut menurut petutur, yang dalam hal ini adalah dosen yang bersangkuta,

dirasakan tidak santun. Sesuai dengan salah satu prinsip yang ditegaskan dalam kesantunan

berbahasa adalah meminimalkan paksaan dalam tuturan (Sibarani, 2004: 174). Hal tersebut juga

Page 17: Penerapan Kesantunan Berbahasa dalam Kegiatan Pembelajaranrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31824/3/NURYANI... · Dalam bahasa Indonesia, ... One of the places that

ditemukan dalam tuturan siswa kepada guru dalm data yang disajikan di atas. Siswa terlihat

memaksa gurunya untuk dapat menjelaskan lebih lanjut atau menjelaskan ulang materi yang

telah disampaikan. Dengan alasan bahwa mereka belum memahami materinya maka guru yang

bersangkutan “dipaksa” untuk menjelaskan ulang. Siswa tidak menyadari bahwa hal tersebut

dapat menimbulkan anggapan tersendiri dalam diri guru. Mungkin saja yang terjadi adalah betul

bahwa seluruh siswa belum memahami materi yang disampaikan, tetapi cara atau bahasa yang

digunakan siswa membuat guru berpikir ulang untuk menjelaskan kembali materi yang telah

disampaikan. Hal itulah yang membuat manusia harus berpikir ulang ketika akan mengeluarkan

atau menyampaikan pikirannya melalui bahasa yang diucapkan. Hal ini karena adanya anggapan

bahwa kegiatan berbahasa sama halnya dengan kegiatan lain seperti bernafas, makan, minum,

maupun tidur, sehingga kegiatan tersebut berlangsung hanya berdasarkan pada naluri tanpa

adanya pertimbangan lain (Nuryani dan Putra, 2013: 1).

Banyak hal yang mendasari munculnya keberagaman tuturan siswa. Salah satunya adalah

ketidakpahaman siswa terhadap adanya kesantunan berbahasa yang harus dimiliki dan

dipraktikkan dalamkeseharian mereka. Selain itu, input yang biasa diterima dan dilihat oleh

siswa bisa saja sangat mempengaruhi kesantunan berbahasa yang mereka miliki. Dengan input

yang diterima semacam itu maka tidak mengherankan jika tuturan siswa juga dipengaruhi oleh

contoh-contoh yang mereka terima. Hal tersebut dapat dilihat dari contoh-contoh tuturan yang

dipaparkan pada data di atas. Guru dalam bertutur juga cenderung tidak memperlihatkan adanya

kesantunan berbahasa. Meskipun demikian, pada beberapa hal usaha untuk memperbaiki

kesantunan berbahasa ada. Akan tetapi, banyak hal juga yang membuat guru pada akhirnya

mengeluarkan tuturan yang “kurang atau tidak santun”. Kondisi psikologi dan beban kerja yang

dimiliki menjadi salah satu hal yang ikut mempengaruhi pemilihan bahasa oleh guru.

Pemahaman guru mengenai kesantunan berbahasa juga ikut berpengaruh dalam hal tersebut.

Dengan begitu, banyak tuturan yang pada akhirnya dikategorikan melanggar prinsip-prinsip

kesopanan.

Page 18: Penerapan Kesantunan Berbahasa dalam Kegiatan Pembelajaranrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31824/3/NURYANI... · Dalam bahasa Indonesia, ... One of the places that

4. SIMPULAN

Berdasarkan analisis yang telah diuraikan di atas maka dalam tulisan ini menyimpulkan

bahwa penerapan kesantunan berbahasa di dalam proses pembelajaran masih perlu ditingkatkan.

Hal tersebut dapat dilihat melalui banyaknya tuturan baik guru dengan siswa dan siswa dengan

guru yang memperlihatkan adanya ketidaksantunan dalam berbahasa. Terdapat beberapa hal

yang mempengaruhi kemunculan fenomena tersebut. Munculnya fenomena ketidaksantunan

dalam berbahasa dari sisi siswa lebih dipengaruhi unsur keteladanan baik dari guru maupun

lingkungan mereka. Sementara itu, dari sisi guru, adanya faktor kondisi psikologis dan beban

kerja yang dimiliki menjadi unsur yang kemudian memunculkan pola berbahasa yang “kurang

santun”. Sangat dipahami bahwa guru memiliki beban kerja yang lebih, yakni selain sekadar

menyampaikan materi sebenarnya guru juga memiliki kewajiban untuk menanamkan karakter

yang baik dalam diri siswa. Tugas ini menjadi sangat berat ketika banyak faktor lain di luar

sekolah yang tutur berperan. Akan tetapi, apapun kondisi yang dibebankan kepada guru, mereka

adalah pemimpin di kelas mereka. Terlebih dalam proses pembelajaran, gurulah yang menjadi

tolok ukur perkembangan siswa, baik dari sisi afektif, kognitif, maupun psikomotoriknya. Untuk

itulah, seberapun tingkat beban yang dipikul oleh guru sudah selayaknya kesantunan berbahasa

tetap dicerminkan.

Saran yang dapat disampaikan atas hasil temuan ini adalah perlu diadakan penyuluhan

kesantunan berbaha di sekolah-sekolah. Penyuluhan tidak hanya diberikan kepada siswa saja

melainkan semua pihak yang terlibat dalam proses pembelajaran. Hal tersebut penting guna

memberikan bekal pengetahuan dan pemahaman siswa mengenai adanya prinsip-prinsip

kesantunan berbahasa yang mereka ketahui. Dengan begitu, posisi sekolah dan lembaga

pendidikan sebagai pengubah perilaku menjadi lebih baik akan dapat terwujud. Selain itu, upaya

ini juga merupakan tindakan nyata dalam mengembalikan fitrah pendidikan sebagai alat untuk

menanamkan karakter yang baik dalam diri siswa sebagai bagian dari upaya membetuk generasi

muda yang andal dan unggul dengan nilai-nilai positif. Dengan demikian, tidak ada lagi

anggapan bahwa orang yang sekolah dengan yang tidak sekolah sama saja. Paling tidak, kita

akan dapat memberikan bukti bahwa orang yang berpendidikan atau sekolah dapat lebih

menggunakan bahasa dengan santun.

Page 19: Penerapan Kesantunan Berbahasa dalam Kegiatan Pembelajaranrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31824/3/NURYANI... · Dalam bahasa Indonesia, ... One of the places that

DAFTAR PUSTAKA

D.E. Montolalu, I N. Siandi, dan I M. Sutama, “Kesantunan Verbal dan Nonverbal pada Tuturan

Imperatif dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMP Pangudi Luhur Ambarawa Jawa

Tengah” memberikan beberapa simpulan” dalam e- Journal Program Pascasarjana

Universitas Pendidikan Ganesha Volume 2 Tahun 2013.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 2008, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta:

Depdikbud.

Ika Rihan K., “Kesantunan Pengungkapan Kalimat Perintah dalam Perkuliahan Bahasa

Indonesia Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Sultan Abdurrahman Tanjung Pinang,

Kepulauan Riau”, dalam Jurnal Dialektika: Jurnal Bahasa, Sastra, dan Pendidikan

Bahasa dan Sastra Indonesia Volume 2, No. 1 Juni 2015, ISSN 2407-506x

Indy G. Khakim, Mutiara Kearifan Jawa, (Blora: Pustaka Kaona, 2008), hlm. 9

Ngusman Abdul Manaf, 2010 “Perilaku Santun dalam Berbahasa Indonesia Melalui

Peminimalan Paksaan”, Proceedings The International Seminar on Multidisciplined

Linguistics di Padang, 18 Maret 2010.

Nuryani, 2009, “Interaksi Verbal Dalam Kegiatan Nonformal Sekolah Lapang (Sl) Kajian

Sosiopragmatik (Studi Kasus Di Kelurahan Gadingan Kabupaten Indramayu)”, Tesis S-2

FIB UGM ,Yogyakarta: UGM, tidak diterbitkan.

Nuryani dan Dona Aji Karunia Putra, 2013, Psikolinguistik, Jakarta: Mazhab Ciputat.

Oemar Hamalik, 2009, Psikologi Belajar dan Mengajar, Bandung: Bumi Aksara

Robert Sibarani, 2004, Antropolinguistik, Medan: Penerbit Moda.

Rukni Setyawati, “Kesantunan Berbahasa dalam Pembelajaran di Kelas”,

https://publikasiilmiah.ums.ac.id/bitstream/handle/11617/3428/8, diunduh pada Senin,

5 Oktober 2015, pukul 21.15

Straus, Claudia and Naomi Quinn, 1997, A Cognitive Theory Of Cultural Meaning, Australia:

Cambridge University Press.