PENERAPAN ECONOMIC ORDER QUANTITY UNTUK ...
Transcript of PENERAPAN ECONOMIC ORDER QUANTITY UNTUK ...
387
PENERAPAN ECONOMIC ORDER QUANTITY UNTUK
PENGENDALIANPERSEDIAAN BAHAN BAKU
DAN EFISIENSI BIAYA PERSEDIAAN
DI UD KRISNO SIDOARJO
Nararia Nur Ani Dwi Rochyadi, Arief Rachman, Nova Retnowati
Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi, Universitas Bhayangkara Surabaya
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis volume bahan baku kayu jati
optimal yang dibutuhkan oleh UD Krisno untuk periode tahun 2016, total biaya
persediaan bahan baku kayu jati, kapan akan dilakukan pemesanan kembali, jumlah
persediaan pengaman yang harus disediakan, pengendalian persediaan bahan baku kayu
Jati. Data yang diperoleh adalah data primer dan data sekunder. Metode analisis yang
digunakan adalah metode “Economic Order Quantity”. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa Pembelian bahan baku optimal yang harus dilakukan tahun 2016 sebesar 4,448
m³. Kuantitas persediaan pengaman yang harus tersedia di gudang sebesar 0,24 m³ dan
titik pemesanan kembali menurut Economic Order Quantity yaitu pada saat persediaan
di gudang tinggal 0,603 m³.
Kata kunci : Persediaan, Bahan Baku, Economic Order Quantity
ABSTRACT
The objective of this research are analyze the optimum volume of raw materials
required by UD Krisno for 2016 period, the total cost of raw material supply Teak to be
incurred, time to re-ordering of raw materials Teak, the amount of safety stock Teak
timber must be provided, the inventory control of raw materials Teak wood. The data
obtained were primary data and secondary data. Analysis data based on “Economic
Order Quantity”. The results of the study showed that the optimal raw material
purchasing to do the company in 2016 amounted to 4,448 m³. The quantity of safety
stock that should be available in warehouse is 0,24 m³ and a order point according to
the Economic Order Quantity when 0, 603 m³ of wood was available in warehouse
inventory.
Key Words : Inventory, Material, Economic Order Quantity.
PENDAHULUAN
Perekonomian saat ini telah berkembang dengan pesat, seiring dengan pesatnya
perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) yang semakin canggih
sehingga persaingan antar perusahaan menjadi semakin ketat. Adanya persaingan yang
semakin ketat antar perusahaan mendorong setiap perusahaan untuk menetapkan
pengendalian terhadap persediaan bahan baku secara tepat, sehingga perusahaan dapat
tetap eksis untuk dapat mencapai tujuan yang diinginkannya. Perusahaan yang sudah
388
mapan dan maju biasanya sudah bisa mengatur pengendalian persediaan untuk
menunjang barang dan jasa yang mereka jual kepada konsumen. Kadang jika
perusahaan itu tidak bisa mengendalikan persediaannya, entah itu produk mereka
sendiri atau barang setengah jadi dan barang mentah, kadang berpotensi menghambat
proses dari pembuatan barang tersebut atau kadang juga bisa menghambat pelaksanaan
jasa yang ditawarkan oleh perusahaan. Inilah mengapa pengendalian persediaan itu
penting.
Indriyati, (2007) selain itu dengan adanya penerapan metode EOQ perusahaan
akan mampu mengurangi biaya penyimpanan, penghematan ruang, baik untuk ruangan
gudang dan ruangan kerja, menyelesaikan masalah-masalah yang timbul dari banyaknya
persediaan yang menumpuk sehingga mengurangi resiko yang dapat timbul karena
persediaan yang ada di gudang seperti kayu yang sangat rentan terhadap api.
Biaya penyimpanan di UD Krisno awalnya tidak ada sehingga mempengaruhi
efisiensi biaya persediaan bahan baku. Terkadang UD Krisno mengalami kelebihan
bahan baku yang menyebabkan pemborosan modal kerja yang tertanam dalam
persediaan bahan baku tersebut. Ini terjadi pada saat perusahaan melakukan pembelian
sebanyak 2,25 m³ tetapi bahan baku yang digunakan hanya sebanyak 2,15 m³. Jadi
bahan baku yang tersisa 0,10 m³ akan disimpan dalam gudang sebagai persediaan.
Selama penyimpanan ini akan membutuhkan biaya-biaya yang harus dikeluarkan untuk
menjaga kualitas bahan baku tersebut. Namun, perusahaan tidak memperhitungkan
biaya penyimpanan tersebut sehingga perlu dilakukan perhitungan yang pas untuk
mengatasi biaya-biaya yang dikeluarkan diluar biaya proses produksi.
Hasil penelitian Darmawan (2015) menunjukkan bahwa biaya penyimpanan
akan lebih kecil jika dihitung dengan menggunakan metode EOQ dibandingkan dengan
biaya penyimpanan yang telah dikeluarkan oleh perusahaan. Wasis (1997:180) selain
menentukan EOQ, perusahaan juga perlu menentukan waktu pemesanan kembali bahan
baku yang akan digunakan atau Reorder Point (ROP) agar pembelian bahan baku yang
sudah ditetapkan dalam EOQ tidak mengganggu kelancaran kegiatan produksi. Yang
dimaksud dengan ROP adalah titik dimana jumlah persediaan menunjukkan waktunya
untuk mengadakan pesanan kembali. Namun berdasarkan observasi awal ternyata
persediaan bahan baku pada UD Krisno belum direncanakan dengan baik sehingga
persediaan bahan baku yang di perlukan kurang optimal dan proses produksi tidak dapat
389
berjalan dengan lancar. Hal ini disebabkan karena kurangnya persediaan bahan baku
yang ada di gudang. Hal tersebut terlihat pada saat UD Krisno mendapatkan pesanan
produk mebel, UD Krisno mendapat borongan untuk proyek yang membutuhkan bahan
baku sebesar 2,50 m³ tetapi bahan baku yang tersedia hanya 2,45 m³ sehingga
perusahaan tersebut masih harus melakukan pembelian bahan baku kembali sehingga
terjadi keterlambatan produksi yang disebabkan oleh bahan baku yang terlambat datang.
Dan terkadang semisal ketika ada borongan dari pembeli untuk pembelian jendela,
kusen, pintu dll dengan membutuhkan bahan baku sekitar 2,15 m³ pemilik UD Krisno
melakukan pemesanan kembali 2,25 m³ dengan kata lain dilebihkan untuk sisanya
disimpan di gudang sehingga terkadang stok persediaan bahan baku kayu jati di gudang
menjadi berlebihan. Untuk tiap pembelian yang dilakukan oleh pembeli, pemilik
membebankan uang muka 60% terhadap pembeli, sisanya dibayarkan setelah barang
diterima oleh pembeli.
Hasil penelitian Saputro (2013) menunjukkan didapat rencana pemesanan bahan
baku lebih sering dengan jumlah (lot) yang kecil dan dikirim tepat waktu sesuai jadwal
induk produksi. Kebutuhan bahan baku menurut Ahyari (2003:171) dipergunakan untuk
menunjang pelaksanaan proses produksi yang bersangkutan tersebut. Dengan demikian
maka besarnya persediaan bahan baku tersebut akan disesuaikan dengan kebutuhan
bahan baku tersebut untuk pelaksanaan proses produksi yang ada di dalam perusahaan.
Jadi untuk menentukan berapa banyak bahan baku yang akan dibeli oleh suatu
perusahaan pada suatu periode akan banyak bergantung kepada berapa besarnya
kebutuhan perusahaan tersebut akan masing-masing jenis bahan baku untuk keperluan
proses produksi yang dilaksanakan dalam perusahaan yang bersangkutan.
Kebutuhan bahan baku di UD Krisno tidak menentu. Kadang banyak kadang
sedikit, tidak bisa diprediksikan sehingga perlu perhitungan yang pas untuk mengatasi
permasalahan tersebut. Harga pembelian menurut Henry Simamora (2002:74) harga
yang ditetapkan berdasarkan jumlah uang yang dibebankan atau dikeluarkan atas sebuah
produk atau jasa. Harga pembelian di UD Krisno bergantung pada jenis kayunya. Ada
beberapa jenis furniture yang dijual dengan berbahan baku sebagai berikut:
390
Tabel 1
Harga Furniture
Nomer Jenis Kayu Harga Furniture Mulai Dari
1 Kayu Jati Rp 2.000.000,-
2 Kayu Merbau Rp 1.800.000,-
3 Kayu Kamper Rp 1.200.000,-
4 Kayu Meranti Rp 900.000,-
Sumber: UD Krisno (2017)
Hasil penelitian Martini (2016) menunjukkan bahwa variabel harga mempunyai
pengaruh terhadap keputusan pembelian kendaraan bermotor merk Honda jenis
skutermatic pada masyarakat Kabupaten Kudus. Variabel kualitas mempunyai pengaruh
negative terhadap keputusan pembelian kendaraan bermotor merk Honda jenis
skutermatic pada masyarakat Kabupaten Kudus. Berdasarkan sejumlah hasil penelitian
tersebut maka direkomendasikan bahwa hendaknya perusahaan menganalisis faktor-
faktor yang mempengaruhi keputusan konsumen, terutama mengenai harga, kualitas,
dan desain serta memahami keputusan pembelian konsumen karena sangat penting bagi
setiap perusahaan agar suatu perusahaan dapat meraih competitive advantage di era
globalisasi.
Untuk itu penting bagi setiap jenis perusahaan mengadakan pengawasan atau
pengendalian atas persediaan karena kegiatan ini dapat membantu agar perusahaan
dapat memiliki persediaan yang seoptimal mungkin demi kelancaran operasi perusahaan
dalam jumlah, waktu, mutu yang tepat, serta dengan biaya yang serendah-rendahnya
sehingga akan tercapainya suatu tingkat efisiensi penggunaan dalam persediaan.
METODE PENELITIAN
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif.
Penelitian yang akan dilakukan meneliti elemen masalah saat ini dengan menghimpun
fakta dengan cara wawancara, mengumpulkan data, dan melakukan observasi dan
pemahaman. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini, meliputi data kualitatif dan
kuantitatif. Data kualitatif berupa gambaran umum unit usaha, gambaran aktivitas
pengelolaan bahan baku kayu jati termasuk perencanaan dan pengendalian persediaan
bahan baku kayu jati serta data lain yang terkait dalam penelitian ini. Sedangkan data
kuantitatif berupa harga persediaan (Rp) tahun 2016.
391
Sumber data terdiri dari data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari
hasil wawancara peneliti dengan pihak-pihak terkait, diantaranya pemilik unit usaha
dagang mebel UD Krisno di Sidoarjo. Sedangkan data sekunder diperoleh dari data
akuntansi perusahaan, serta literatur yang berhubungan dengan permasalahan. Dari cara
mengungkap unit analisis data yang berkaitan dengan kasus yang akan diteliti tersebut
maka peneliti menetapkan metode Economic Order Quantity pada fungsi produksi dan
fungsi pergudangan yang ada di mebel UD Krisno yang merupakan suatu kelompok
atau unit kerja yang akan diteliti. Teknik yang ditempuh dalam pengumpulan data
adalah survei pendahuluan, kepustakaan, studi lapangan (observasi), interview.
Berikut ini teknik analisis data yang telah disusun oleh peneliti adalah sebagai
berikut:
1. Mengumpulkan informasi yang berkaitan dengan proses produksi untuk
meningkatkan efisiensi.
2. Memilah, menganalisis kemudian menghitung biaya total selama tahun 2016,
kemudian akan diketahui biaya pemesanan, dan biaya penyimpanan selama tahun
2016 sehingga dapat dicari pemesanan yang optimal melalui perhitungan EOQ.
Kemudian juga akan bisa dicari kapan dilakukan pemesanan barang melalui titik
pemesanan ulang (ROP).
3. Menganalisis perbedaan yang terjadi dan pengaruhnya terhadap efisiensi biaya
persediaan serta memberikan rekomendasi untuk perbaikan di masa mendatang.
4. Kesimpulan dan saran
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
1. Pembelian Bahan Baku
Perusahaan melakukan pembelian bahan baku 1 (satu) kali per 3 (tiga) bulan, dengan
alasan persediaan dalam proses produksi dan untuk mengantisipasi adanya
kelangkaan bahan baku serta kenaikan harga bahan baku.
Berikut iniTtabel jumlah pembelian dan penggunaan bahan baku tahun 2016 pada
UD. Krisno:
392
Tabel 2
Data Pembelian dan Penggunaan Bahan Baku Kayu Jati UD Krisno Tahun 2016
NO BULAN PEMBELIAN
(m³) PENGGUNAAN (m³) ⁺⁄⁻
1 Januari-Maret 2,40 2,45 -0,05
2 April-Juni 2,25 2,15 +0,10
3 Juli-September 2,15 2,25 -0,10
4 Oktober-Desember 2,45 2,50 -0,05
JUMLAH 9,25 9,35 -0,1
RATA-RATA 2,3125 2,3375 0,025
Sumber : UD Krisno (2017)
Keterangan : Tanda + menunjukkan kelebihan dan tanda – menunjukkan kekurangan
stok.
Dari Tabel 2 dapat disimpulkan bahwa penggunaan bahan baku Kayu Jati lebih
besar dari pada pembelian bahan baku tahun 2016. Penggunaan bahan baku Kayu Jati
bulan Juli meningkat dikarenakan permintaan meningkat pada waktu itu karena Hari
Raya Idul Fitri dan pada bulan Desember juga mengalami peningkatan dikarenakan
perayaan natal serta saat Tahun Baru. Penggunaan bahan baku tahun 2016 sebanyak
9,35 m³. Frekuensi pembelian selama tahun 2016 sebanyak 4 kali, karena setiap tiga
bulan sekali perusahaan membeli bahan baku. Untuk pembelian rata-rata Kayu Jati
selama tahun 2016 adalah sebesar 2,3375 m³.
2. Biaya Pemesanan
Biaya pemesanan yaitu biaya yang dikeluarkan berkenaan dengan diadakannya
pemesanan bahan baku dari supplier. Biaya pemesanan setiap kali dilakukan
pemesanan terdiri dari biaya telepon, biaya transportasi dan pembongkaran, dan
biaya administrasi.
Tabel 3
Biaya pemesanan Bahan Baku Kayu Jati UD Krisno Tahun 2016 NO Jenis Biaya (Rp)
1 Biaya Telepon 50.000
2 Biaya Transportasi dan Pembongkaran 800.000
3 Biaya Administrasi 10.000
Jumlah 860.000
Sumber : UD Krisno (2016)
393
Untuk biaya yang dikeluarkan perusahaan pada setiap kali pemesanan adalah
sebesar Rp 215.000,-.
3. Biaya Penyimpanan
Biaya penyimpanan adalah biaya-biaya yang dikeluarkan karena perusahaan
melakukan penyimpanan dalam persediaan bahan baku dalam jangka waktu tertentu.
Biaya penyimpanan yang dikeluarkan oleh UD Krisno yaitu biaya pemeliharaan dan
biaya kerusakan.
Tabel 4
Biaya Penyimpanan Per Unit Bahan Baku Kayu Jati UD Krisno Pada Tahun 2016 NO Jenis Biaya (Rp)
1 Biaya Pemeliharaan 400.000
2 Biaya Kerusakan 1.500.000
Jumlah 1.900.000
Rp / m³ 203.208,5
Sumber : UD Krisno (2016)
Terlihat pada tabel 3 bahwa terdapat dua jenis biaya penyimpanan, yaitu biaya
pemeliharaan dan biaya kerusakan. Untuk biaya penyimpanan per unit yang dikeluarkan
UD Krisno adalah sebesar Rp 203.208,5,-
Jumlah penggunaan bahan baku Kayu Jati, besarnya biaya pemesanan setiap
kali melakukan pemesanan dan besarnya biaya penyimpanan per unit (m³) pada UD
Krisno periode tahun 2016 dapat dilihat pada Tabel 5
Tabel 5
Penggunaan Bahan Baku Kayu Jati, Harga per Unit, Total Biaya Penggunaan,
Biaya Pemesanan, dan Biaya Penyimpanan per Periode Tahun 2016.
URAIAN 2016
Kuantitas (m³) 9,35
Harga (Rp/m³) 8.000.000
Biaya Total (Rp) 74.800.000
Biaya Pemesanan (setiap kali pesan) (Rp) 215.000
Biaya Penyimpanan (Rp/m³) 203.208,05
Sumber : UD Krisno (2016)
Dari Tabel 5 dapat dihitung kuantitas pembelian optimal:
Dimana :
Economic Order Quantity= Kuantitas pemesanan optimal (m³).
394
D= Annual demand in units for the inventory item (Kuantitas penggunaan per periode
(m³/tahun)).
S= Setup or ordering cost for each order (Biaya pemesanan untuk setiap pesanan)
H= Holding or carrying cost per unit per year (Biaya penyimpanan per unit per periode
(Rp/m³/tahun)).
Sehingga jumlah pembelian bahan baku Kayu Jati yang optimal setiap kali pesan
pada tahun 2016 sebesar 4,448 m³.
Analisis frekuensi pembelian digunakan untuk menghitung berapa kali
pemesanan yang dilakukan. Rumus di bawah ini digunakan untuk menghitung berapa
jumlah frekuensi pemesanan menggunakan acuan dari hasil perhitungan dari metode
EOQ.
I = D / EOQ
Keterangan:
I= Frekuensi pembelian
D= Annual demand in units for the inventory item (Kuantitas penggunaan per periode
(m³ / tahun)).
Economic Order Quantity (EOQ) = Jumlah pembelian optimal yang ekonomis
I= 9,35 / 4.448 = 2,1
Sehingga frekuensi pembelian bahan baku yang diperlukan UD Krisno adalah
sebanyak 2 kali.
Safety stock atau persediaan pengaman adalah persediaan untuk mengantisipasi
unsur ketidakpastian permintaan dan penyediaan. Apabila persediaan pengaman tidak
mampu mengantisipasi ketidakpastian tersebut, maka akan terjadi kekurangan
persediaan (stock out). Penentuan jumlah persediaan pengaman dapat dilakukan dengan
membandingkan permakaian bahan baku kemudian dicari berapa standar deviasinya.
Untuk perhitungan standar deviasi dapat dilihat pada tabel 6 berikut:
395
Tabel 6
Deviasi tahun 2016
NO Bulan Penggunaan (m³) Deviasi Kuadrat
X (X-X) (X-X)²
1 Jan-Mar 2,45 0,1125 0,01265625
2 Apr-Juni 2,15 -0,1875 0,03515625
3 Juli-Sept 2,25 -0,0875 0,00765625
4 Okt-Des 2,50 0,1625 0,02640625
Jumlah 9,35 0 0,081875
Rata-rata (X)
2,3375
Sumber : UD Krisno (2016)
Sehingga diperoleh besarnya kuantitas persediaan pengaman (Safety Stock)
optimal yang harus tersedia di gudang adalah sebesar 0,24 m³.
Saat pemesanan kembali atau Reorder Point (ROP) adalah saat dimana
perusahaan harus melakukan pemesanan bahan baku kembali sehingga penerimaan
bahan baku yang dipesan dapat tiba tepat waktu. Untuk menentukan kapan pemesanan
dilakukan, maka digunakan rumus sebagai berikut:
ROP = Safety Stock + (Lead Time x Q)
Dimana:
ROP= Titik pemesanan kembali
Lead time= Waktu tunggu (Hari)
Safety Stock= Persediaan pengaman (m³)
Q= Number of units per order (Penggunaan bahan baku rata-rata per hari (m³/hari)).
Diketahui bahwa selisih waktu antara pemesanan dengan penerimaan bahan baku
(lead time) adalah 14 hari, dan besarnya safety stock 0,24 m³, jumlah penggunaan bahan
baku adalah sebesar 9,35 m³, dan penggunaan bahan baku rata-rata per hari adalah
sebesar 0,363 m³.
Sehingga tahun 2016 UD Krisno melakukan pemesanan kembali pada saat
persediaan bahan baku di gudang sisa 0,603 m³.
Persediaan maksimum diperlukan oleh perusahaan agar jumlah persediaan yang ada
di gudang tidak berlebihan sehingga tidak terjadi pemborosan modal kerja. Adapun
untuk mengetahui besarnya persediaan maksimum dapat digunakan rumus:
396
Maximum Inventory = Safety Stock + EOQ
Safety Stock= 0,24 m³
Economic Order Quantity (EOQ)= 4,448 m³
Persediaan Maksimum(Maximum Inventory) = 0,24 m³ + 4,448 m³ = 4,688 m³
Untuk mengetahui lebih jelas mengenai perhitungan persediaan bahan baku Kayu
Jati pada UD Krisno dengan menggunakan metode EOQ selama periode tahun 2016
dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7
Hasil Perhitungan Besarnya EOQ, Safety Stock, Reorder Point, dan Maximum
Inventory Bahan Baku Kayu Jati Periode tahun 2016.
No Uraian 2016
1 EOQ 4,448 m³
2 Safety Stock 0,24 m³
3 ROP 0,603 m³
4 Maximum Inventory 4,688 m³
Sumber : Peneliti (2017)
Untuk mengetahui total biaya persediaan bahan baku minimal yang diperlukan
perhitungan Economic Order Quantity (EOQ). Hal ini dilakukan untuk penghematan
biaya persediaan perusahaan. Untuk menghitung total biaya persediaan digunakan
rumus sebagai berikut:
TIC = √2.DSH
Dimana:
D= Annual demand in units for the inventory item (Kuantitas penggunaan per periode
(m³/tahun))
S= Setup or ordering cost for each order (Biaya per pesanan (Rp/tahun))
H= Holding or carrying cost per unit per year (Biaya penyimpanan per unit
(Rp/m³/tahun))
Total biaya persediaan yang dikeluarkan UD Krisno menurut metode Economic
Order Quantity pada tahun 2016 adalah sebesar Rp 903.880,-
397
Sedangkan untuk perhitungan total biaya persediaan menurut UD Krisno akan
dihitung menggunakan persediaan rata-rata yang ada di perusahaan dengan
menggunakan rumus sebagai berikut:
TIC= (Penggunaan rata-rata) (H) + (S) (F)
Dimana:
H= Holding or carrying cost per unit per year (Biaya penyimpanan per unit
(Rp/m³/tahun))
S= Setup or ordering cost for each order (Biaya pemesanan per pesanan (Rp/m³))
F= Frekuensi pembelian yang dilakukan perusahaan.
Sehingga diperoleh total biaya persediaan yang dikeluarkan UD Krisno pada tahun
2016 adalah sebesar Rp 1.335.000,-
Dari hasil perhitungan yang dilakukan maka dapat dilihat perbandingan
persediaan bahan baku antara kebijakan perusahaan dengan kebijaksanaan pembelian
dengan menggunakan metode EOQ, dapat dilihat dari jumlah pembelian optimal,
frekuensi pembelian, total biaya persediaan, persediaan pengaman dan kapan
seharusnya perusahaan memesan kembali bahan baku sehingga dapat mengetahui
metode mana yang lebih efisien dalam penyediaan bahan baku. Berikut ini
perbandingan antar penyediaan bahan baku menurut kebijakan perusahaan dan
penyediaan menurut perhitungan metode Economic Order Quantity.
Tabel 8
Perbandingan Persediaan Bahan Baku Antara Kebijakan Perusahaan dengan
Kebijaksanaan Pembelian dengan Menggunakan Metode EOQ. Hal Kebijaksanaan Perusahaan Metode EOQ
Kuantitas Pembelian 2,3375 m³ 4,448 m³
Frekuensi Pembelian 4 kali 2 kali
Persediaan Pengaman - 0,24 m³
Titik Pemesanan Kembali - 0,603 m³
Persediaan Maksimum - 4,688 m³
Total Biaya Persediaan Rp1.335.000,- Rp903.880,-
Sumber : Data perusahaan yang diolah tahun (2016)
Jadi dapat diketahui perbandingan antara kebijaksanaan yang digunakan
perusahaan dengan menggunakan metode Economic Order Quantity, yaitu pada tahun
2016 menunjukkan bahwa UD Krisno seharusnya melakukan pembelian bahan baku
398
Kayu Jati pada saat persediaan sebesar 0,603 m³. Dengan demikian pada saat bahan
baku diterima dengan lead time 14 hari, persediaan yang tersisa masih 0,24 m³
sedangkan untuk menghindari terjadinya kelebihan bahan baku, jumlah pembelian yang
harus dilakukan sebesar 4,448 m³, agar tidak melebihi maximum inventory sebesar
4,688 m³. Total biaya persediaan bahan baku menurut metode Economic Order
Quantity adalah sebesar Rp 903.880,- sedangkan total biaya persediaan bahan baku
menurut UD Krisno sebesar Rp 1.335.000,- jadi terdapat penghematan sebesar Rp
431.120,-
Dari hasil tersebut terdapat penghematan biaya total persediaan karena total biaya
yang dihitung menurut UD Krisno lebih besar dari total biaya yang dihitung menurut
Economic Order Quantity.
Berikut Grafik Model Persediaan Economic Order Quantity.
Gambar 1
Setelah menghitung EOQ maka kita dapat mengetahui TC persediaan tiap tahunnya.
Menurut Jay H. Dan Barry R. (2004:73), total biaya tahunan dapat dihitung dengan
rumus:
Biaya Tahunan Total = Biaya Pemesanan + Biaya Penyimpanan
Akan tetapi di UD Krisno belum menerapkan metode EOQ di dalam menentukan
biaya persediaan bahan baku kayu jati. Akan tetapi untuk mengetahui biaya persediaan
bahan baku kayu jati, pihak UD Krisno melakukan perhitungan dimana biaya
pemesanan sudah termasuk biaya persediaan kayu jati tersebut, untuk melihat berapa
efisiensi biaya persediaan kayu jati yang ada secara keseluruhan.
399
Oleh karena itu, pemanfaatan metode EOQ pada perencanaan dan pengendalian
biaya persediaan dapat membantu mengefisiensikan biaya persediaan bahan baku kayu
jati sebesar Rp431.120,- penghematan ini bisa digunakan oleh mebel untuk menambah
operasionalnya sehingga bisa menambah keuntungan bagi mebel.
Kemudian dengan adanya ROP juga bisa membantu mebel untuk menentukan kapan
waktu yang tepat untuk melakukan pemesanan kembali. Oleh karena itu, dengan adanya
informasi diatas pihak manajemen mebel bisa memantau pemasukan dan pengeluaran
persediaannya sehingga efisiensi biaya persediaan bisa dilakukan oleh mebel.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data pada bab-bab sebelumnya, maka
dapat disimpulkan bahwa kebijakan pengadaan persediaan bahan baku yang dilakukan
UD Krisno selama ini belum menunjukkan biaya yang minimum dalam arti biaya
persediaannya masih lebih besar dibandingkan apabila perusahaan menggunakan
metode Economic Order Quantity. Dalam hal ini dikemukakan kesimpulan sebagai
berikut:
a. Pembelian bahan baku optimal tiap kali pesan menurut metode Economic Order
Quantity adalah 4,448 m³ sedangkan menurut kebijakan perusahaan adalah 2,3375
m³, sedangkan persediaan maksimum (Maximum Inventory) yang harus disediakan
perusahaan menurut Economic Order Quantity adalah 4,448 m³ + safety stock 0,24
m³ = 4,688 m³, sedangkan menurut kebijakan perusahaan tidak ada persediaan
maksimum yang disediakan perusahaan.
b. Kuantitas persediaan pengaman (Safety Stock) yang dibutuhkan perusahaan menurut
metode Economic Order Quantity adalah 0,24 m³ sedangkan menurut kebijakan
perusahaan tidak ada kuantitas pengaman. Sedangkan waktu pemesanan kembali
(reorder point) waktu yang tepat menurut metode Economic Order Quantity adalah
pada saat persediaan bahan baku di dalam gudang masih 0,603 m³ sedangkan
menurut kebijakan perusahaan tidak ada waktu pemesanan kembali atau reorder
point. Frekuensi pembelian bahan baku optimal menurut metode Economic Order
Quantity adalah 2 kali dalam setahun, sedangkan menurut kebijakan perusahaan
adalah 4 kali.
400
c. Total biaya persediaan optimal selama satu tahun menurut metode Economic Order
Quantity sebesar Rp 903.880,- sedangkan menurut kebijakan perusahaan sebesar Rp
1.335.000,- sehingga terjadi penghematan Rp 431.120,-
SARAN
Setelah mengadakan perhitungan dan menganalisis masalah yang dihadapi UD
Krisno maka peneliti mengajukan saran yang dapat dijadikan sebagai bahan
pertimbangan dalam kebijakan pengadaan bahan baku. Adapun saran-saran itu adalah
sebagai berikut:
a. Perusahaan perlu mengkaji kembali metode pengendalian yang diterapkan selama ini
karena berdasarkan hasil pengolahan dengan metode yang digunakan peneliti, total
biaya persediaan masih dapat diminimalkan. Dengan menggunakan metode
Economic Order Quantity dalam kebijakan pengadaan bahan baku perusahaan akan
mendapatkan kuantitas pembelian bahan baku yang optimal dengan biaya yang
minimum dibandingkan kebijakan perusahaan sebelumnya.
b. Perusahaan sebaiknya menentukan besarnya safety stock dan reorder point dalam
pengendalian persediaan bahan baku untuk melindungi atau menjaga kemungkinan
kekurangan bahan baku yang lebih besar dari perkiraan dan untuk menjaga
kemungkinan keterlambatan bahan baku yang dipesan. Karena pemesanan yang tidak
menentu saat hari-hari besar semisal lebaran, natal atau tahun baru kadang terjadi
lonjakan pesanan, UD Krisno tidak bisa melayani pesanan yang mendadak, dan saat
hari biasa hanya sedikit pesanan, sehingga persediaan bahan baku menumpuk di
gudang terlalu lama sehingga mempengaruhi kualitas bahan baku tersebut jika terlalu
lama disimpan, maka perusahaan seharusnya menggunakan metode Economic Order
Quantity sebagai solusi untuk permasalahan tersebut.
c. Dalam pengadaan bahan baku Kayu Jati UD Krisno sebaiknya melakukan pembelian
dalam jumlah yang besar dan dengan frekuensi yang rendah per periode produksi, hal
ini dilakukan untuk meminimalisir biaya persediaan.
401
DAFTAR PUSTAKA
Ahyari, Agus. 2002. Efisiensi Persediaan Bahan, Edisi Kedua. BPFE: Yogyakarta.
Gitosudarmo, Indriyo. 2002. Manajemen Operasi. Edisi 2. BPFE: Yogyakarta.
Hansen, D. R dan M. Mowen, 1997. Akuntansi Manajemen. Edisi 4.Jilid
1.Erlangga, Jakarta.
______. 2001. Akuntansi Manajemen. Edisi 7. Buku 1.Salemba Empat. Jakarta.
Heizer, Jay dan Barry Render. 2011. Operations Management, Buku 1 edisi ke
sembilan. Salemba empat: Jakarta.
Heizer dan Render. 2004. Profil Perusahaan Global.Edisi 7, pp: 258-26. Salemba
Empat. Jakarta.
Horngren, Charles T, et al. 2007. Akutansi Biaya, Penekanan Manajerial.
Terjemahan P.A. Lestari, S.E. 2008. Jakarta :Penerbit Erlangga.
Hongren. 2008. Sundem Sratton, Introduction To Management Accounting
International Edition. Tenth Edition. Pranctice Hall.
Jenis-Jenis Biaya Persediaan, Retrieved December 16, 2016.
From http://skripsi7.wordpress.com/2011/06/30/jenis-jenis-biaya-
persediaan/
Pengertian Pengendalian. Retrieved December 16, 2016.
From
http://carapedia.com/pengertian_definisi_pengendalian_info2135.html
_______. 2001. Akuntansi Manajemen: Struktur Pengendalian Manajemen. Edisi
Pertama. Penerbit BPFE. Yogyakarta.
Prawirosentono, 2005.Riset Operasi Dan Ekonomi fisika. Penerbit PT Bumi
Aksara: Jakarta.
Render, Barry and Jay Heizer 2008. Operations Management. Ninth Edition, USA
:Prentice Hall.
Ristono, Agus 2009.Manajemen Persediaan. Yogyakarta :Graha Ilmu.
Sugiyono 2008, Metode Penelitian Bisnis Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan
R&D, Alfabeta, Bandung.