PENERAPAN ASAS KESEIMBANGAN BAGI PARA PIHAK …repository.ub.ac.id/3346/1/Retnani,...

103
PENERAPAN ASAS KESEIMBANGAN BAGI PARA PIHAK DALAM PERJANJIAN BAKU KREDIT KETAHANAN PANGAN DAN ENERGI (KKP-E) (StudiKasuspadaPerjanjian KKP-E Bank BRI dan Bank Jatim) SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat-Syarat Memperoleh Gelar Kesarjanaan Dalam Ilmu Hukum Oleh: TIKA RETNANI NIM. 105010101111012 KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS HUKUM MALANG 2017

Transcript of PENERAPAN ASAS KESEIMBANGAN BAGI PARA PIHAK …repository.ub.ac.id/3346/1/Retnani,...

Page 1: PENERAPAN ASAS KESEIMBANGAN BAGI PARA PIHAK …repository.ub.ac.id/3346/1/Retnani, Tika.pdfPerjanjian KKP-E seperti halnya perjanjian kredit bank pada umumnya menggunakan perjanjian

PENERAPAN ASAS KESEIMBANGAN BAGI PARA PIHAK DALAM

PERJANJIAN BAKU KREDIT KETAHANAN PANGAN DAN

ENERGI (KKP-E)

(StudiKasuspadaPerjanjian KKP-E Bank BRI dan Bank Jatim)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat-Syarat Memperoleh

Gelar Kesarjanaan Dalam Ilmu Hukum

Oleh:

TIKA RETNANI

NIM. 105010101111012

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

FAKULTAS HUKUM

MALANG

2017

Page 2: PENERAPAN ASAS KESEIMBANGAN BAGI PARA PIHAK …repository.ub.ac.id/3346/1/Retnani, Tika.pdfPerjanjian KKP-E seperti halnya perjanjian kredit bank pada umumnya menggunakan perjanjian

i

HALAMAN PERSETUJUAN

Judul Skripsi : PENERAPAN ASAS KESEIMBANGAN

BAGI PARA PIHAK DALAM

PERJANJIAN BAKU KREDIT

KETAHANAN PANGAN DAN ENERGI

(KKP-E) (STUDI KASUS PADA

PERJANJIAN KKP-E BANK BRI DAN

BANK JATIM)

Identitas Penulis :

Nama : Tika Retnani

Nim : 105010101111012

Konsentrasi : Hukum Perdata Ekonomi dan Bisnis

Jangka Waktu penelitian : 5 bulan

Disetujui pada tanggal : 31 Juli 2017

Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

Amelia Sri Kusuma Dewi, S.H., M.Kn. Ratih Dheviana Puru, S.H., LL.M.

NIP: 19811214 200801 2 010 NIP. 19790728 200502 2 001

Mengetahui,

Ketua Bagian Hukum Perdata

Dr. Budi Santoso, S.H., LL.M.

NIP. 19720622 200501 1 002

Page 3: PENERAPAN ASAS KESEIMBANGAN BAGI PARA PIHAK …repository.ub.ac.id/3346/1/Retnani, Tika.pdfPerjanjian KKP-E seperti halnya perjanjian kredit bank pada umumnya menggunakan perjanjian

ii

HALAMAN PENGESAHAN

PENERAPAN ASAS KESEIMBANGAN BAGI PARA PIHAK DALAM

PERJANJIAN BAKU KREDIT KETAHANAN PANGAN DAN

ENERGI (KKP-E)

(Studi Kasus pada Perjanjian KKP-E Bank BRI dan Bank Jatim)

Oleh:

TIKA RETNANI

NIM: 105010101111012

Skripsi ini telah disahkan oleh Majelis Penguji pada tanggal:

Ketua Majelis Penguji Sekretaris Majelis Penguji

Dr. Budi Santoso ,SH.LL.M Amelia Srikusuma Dewi, SH., M.Kn NIP. 19720622 200501 1 002 NIP. 19811214 200801 2 010

Anggota Anggota

Ratih Dheviana Puru, SH., LL.M Setiawan Wicaksono, SH., M.Kn NIP. 19790728 200502 2 001 NIK. 2011061812851001

Mengetahui,

Ketua Bagian Hukum Perdata, Dekan Fakultas Hukum

Universitas Brawijaya

Dr. Budi Santoso,SH., LLM Dr. Rachmad Safa’at, SH., M.Si.

NIP. 19720622 200501 1 002 NIP. 19620805 198802 1 001

Page 4: PENERAPAN ASAS KESEIMBANGAN BAGI PARA PIHAK …repository.ub.ac.id/3346/1/Retnani, Tika.pdfPerjanjian KKP-E seperti halnya perjanjian kredit bank pada umumnya menggunakan perjanjian

iii

DAFTAR ISI

Lembar Persetujuan .......................................................................................... i

Lembar Pengesahan ......................................................................................... ii

Daftar Isi........................................................................................................... iii

Daftar Tabel ..................................................................................................... v

Daftar Lampiran ............................................................................................... vi

Ringkasan ......................................................................................................... vii

Summary .......................................................................................................... viii

Kata Pengantar ................................................................................................. ix

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ..................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ................................................................................ 12

C. Tujuan Penelitian.................................................................................. 12

D. Manfaat Penelitian................................................................................ 13

E. Sistematika Penelitian .......................................................................... 14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian .................................................... 16

B. Tinjauan Umum Tentang Kredit dan Perjanjian Kredit ....................... 29

C. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian Kredit Ketahanan Pangan dan

Energi (KKP-E) .................................................................................... 35

BAB III METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian ..................................................................................... 39

B. Pendekatan Penelitian .......................................................................... 40

C. Jenis dan Sumber Bahan Hukum ......................................................... 40

D. Teknik Penelusuran Bahan Hukum ...................................................... 42

E. Teknik Analisis Bahan Hukum ............................................................ 43

F. Definisi Konseptual .............................................................................. 44

BAB IV PEMBAHASAN

A. Perjanjian KKP-E sebagai Suatu Perjanjian Baku ............................... 45

B. Asas Keseimbangan dalam Sebuah Perjanjian Baku ........................... 51

C. Asas Keseimbangan dalam Peraturan Perundang-undangan

tentang KKP-E ..................................................................................... 60

Page 5: PENERAPAN ASAS KESEIMBANGAN BAGI PARA PIHAK …repository.ub.ac.id/3346/1/Retnani, Tika.pdfPerjanjian KKP-E seperti halnya perjanjian kredit bank pada umumnya menggunakan perjanjian

iv

D. Kesesuaian Asas Keseimbangan dalam Perjanjian KKP-E ................. 65

1. Sistematika Perjanjian KKP-E ....................................................... 65

2. Tolak Ukur Keseimbangan Perjanjian KKP-E .............................. 70

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan .......................................................................................... 83

B. Saran ..................................................................................................... 84

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 86

LAMPIRAN .................................................................................................... 90

Page 6: PENERAPAN ASAS KESEIMBANGAN BAGI PARA PIHAK …repository.ub.ac.id/3346/1/Retnani, Tika.pdfPerjanjian KKP-E seperti halnya perjanjian kredit bank pada umumnya menggunakan perjanjian

v

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Tabel 1 Orisinalitas Penelitian ....................................................................

12

Page 7: PENERAPAN ASAS KESEIMBANGAN BAGI PARA PIHAK …repository.ub.ac.id/3346/1/Retnani, Tika.pdfPerjanjian KKP-E seperti halnya perjanjian kredit bank pada umumnya menggunakan perjanjian

vi

DAFTAR LAMPIRAN

A. SURAT- SURAT

1. Surat Penetapan Pembimbing Skripsi

2. Kartu Bimbingan Skripsi bagian Perdata

3. Surat Keterangan Deteksi Plagiasi

4. Surat Pernyataan Keaslian Skripsi

B. Perjanjian Baku KKP-E

1. Perjanjian KKP-E Bank Jatim

2. Perjanjian KKP-E Bank BRI

Page 8: PENERAPAN ASAS KESEIMBANGAN BAGI PARA PIHAK …repository.ub.ac.id/3346/1/Retnani, Tika.pdfPerjanjian KKP-E seperti halnya perjanjian kredit bank pada umumnya menggunakan perjanjian

vii

RINGKASAN

Tika Retnani, Hukum Perdata, Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Agustus

2017, PENERAPAN ASAS KESEIMBANGAN BAGI PARA PIHAK DALAM

PERJANJIAN BAKU KREDIT KETAHANAN PANGAN DAN ENERGI (KKP-

E) (STUDI KASUS PADA PERJANJIAN KKP-E BANK BRI DAN BANK

JATIM), Amelia Sri Kusuma Dewi, S.H., M.Kn., Ratih Dheviana Puru, S.H.,

LL.M.

Pada Skripsi ini, penulis mengangkat dan memfokuskan penerapan asas

keseimbangan dalam perjanjian kredit ketahanan pangan dan energi (KKP-E).

Perjanjian KKP-E seperti halnya perjanjian kredit bank pada umumnya

menggunakan perjanjian baku dalam pelaksanaannya. Dimana perjanjian baku

tersebut dibuat oleh Bank sebagai pelaksana dari KKP-E sendiri. Sehingga,

Klausul-klausul dalam perjanjian KKP-E tersebut dibuat berdasar keinginan pihak

bank semata.

Berdasarkan hal tersebut diatas, karya tulis ini mengangkat rumusan masalah

mengenai apakah perjanjian baku KKP-E telah sesuai dengan asas keseimbangan?

Kemudian, penulisan karya tulis ini menggunakan metode penelitian yuridis

normatif dengan metode pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan

pendekatan analitis (analytical approach). Bahan hukum primer, sekunder, dan

tersier yang diperoleh peneliti akan dianalisis secara kualitatif, yaitu analisis yang

dilakukan dengan memahami dan merangkai data yang telah diperoleh dan

disusun sistematis, kemudian ditarik kesimpulan. Kesimpulan diambil dengan

cara berpikir deduktif, yaitu dengan cara berpikir yang mendasar pada hal-hal

yang bersifat umum kemudian ditarik kesimpulan secara khusus

Perjanjian KKP-E merupakan perjanjian baku yang dalam pelaksanaannya telah

diperbolehkan oleh undang-undang. Dalam prakteknya, banyak perjanjian baku

yang dibuat dengan menguntungkan si pembuatnya dalam hal ini adalah bank.

Dalam suatu perjanjian baku seringkali adanya pengabaian proses negosiasi

diantara dua belah pihak yang akan terlibat dalam perjanjiannya. Sehingga, pihak

Debitur dalam hal perjanjian KKP-E ini hanya bisa menerima atau menolak secara

keseluruhan isi dari suatu perjanjian KKP-E. Dalam perjanjian KKP-E, klausula

yang telah ditentukan dan dibuat oleh Bank seringkali tidak memperhatikan asas

keseimbangan dalam perjanjian. Banyak klausula yang melanggar ketentuan

perundang-undangan sehingga menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan dalam

suatu perjanjian KKP-E.

Page 9: PENERAPAN ASAS KESEIMBANGAN BAGI PARA PIHAK …repository.ub.ac.id/3346/1/Retnani, Tika.pdfPerjanjian KKP-E seperti halnya perjanjian kredit bank pada umumnya menggunakan perjanjian

viii

SUMMARY

Tika Retnani, Civil Law, Faculty of Law, University of Brawijaya, August

2017,The Implementation of Principle of Balance for Parties Involved in the

Agreement of the Standard of Loan of Food and Energy Suistainability (LFES) (A

Case Study in the Agreement of LFES of Bank BRI and Bank Jatim), Amelia Sri

Kusuma Dewi, SH, M.Kn., Ratih Dheviana Puru, SH, LL.M.

In this thesis, the authors raised and focused on the application of the principle of

balance in credit agreements food and energy security (KKP-E). The KKP-E

Agreement as well as the credit agreement of a bank generally uses a standard

agreement in its implementation. Where the standard agreement is made by the

Bank as the executor of KKP-E itself. Thus, the clauses in the KKP-E agreement

are made based on the wishes of the bank alone.

Based on the above, this paper raises the issue of whether the standard agreement

of KKP-E is in accordance with the principle of equilibrium?

Then, the writing of this paper uses normative juridical research methods with

statute approach and analytical approach. The primary, secondary, and tertiary

legal materials obtained by the researcher will be analyzed qualitatively, the

analysis done by understanding and compiling the data that has been obtained

and systematically arranged, then drawn the conclusion. The conclusion is taken

by deductive thinking, that is by way of thinking that is fundamental to things that

are general and then drawn conclusions specifically

The KKP-E Agreement constitutes a standard agreement which in its

implementation has been permitted by law. In practice, many of the standard

agreements made in favor of the manufacturer in this case are the banks. In a

standard agreement there is often a neglect of the negotiation process between the

two parties who will be involved in the agreement. Thus, the Debtor in the case of

the KKP-E Agreement can only accept or reject the whole contents of a KKP-E

agreement. In the KKP-E agreement, clauses that have been determined and

made by the Bank often do not take into account the principle of equilibrium in

the agreement. Many clauses that violate the provisions of legislation that cause

an imbalance in an agreement of KKP-E.

Page 10: PENERAPAN ASAS KESEIMBANGAN BAGI PARA PIHAK …repository.ub.ac.id/3346/1/Retnani, Tika.pdfPerjanjian KKP-E seperti halnya perjanjian kredit bank pada umumnya menggunakan perjanjian

ix

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan

kemudahan, kelancaran, pertolongan sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi

ini. Penyusunan skripsi ini banyak mendapat masukan dan bimbingan serta

bantuan dari berbagai pihak, untuk itu perkenankan saya dengan segala

kerendahan hati mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Kepada Dosen yang telah membimbing penulis dalam penulisan skripsi ini.

Terima kasih Ibu Amelia Sri Kusuma Dewi SH., M.Kn dan Ibu Ratih

Dheviana Puru, SH., LL.M yang banyak sekali membantu selama

penyelesaian skripsi ini.

2. Dosen-dosen penguji, terima kasih kepada Bapak Dr. Budi Santoso, SH.,

LL.M dan Setiawan Wicaksono SH., M.Kn atas segala masukannya selama

sidang komprehensif.

3. Seluruh dosen di Fakultas Hukum Universitas Brawijaya yang sudah

mengajarkan banyak ilmu selama menempuh pendidikan di kampus ini.

Mohon maaf atas segala kesalahan-kesalahan yang sengaja maupun tidak

sengaja kepada Bapak Ibu dosen sekalian.

4. Kedua Orang tua penulis, Bapak Poeng Siswanto dan Ibu Tinuk Irawati

terima kasih untuk doa-doa, kesabaran, dan perhatian yang tidak terbatas,

untuk semua pengorbanan yang belum bisa terbalas.

5. Kedua kakak perempuan penulis, Titania Andriani & Tantien Hermawati.

Terima kasih atas doa-doa dan dukungan materi yang selama ini diberikan

kepada saya. Kita bertiga memang selalu tidak sepakat atas semua hal. We

Page 11: PENERAPAN ASAS KESEIMBANGAN BAGI PARA PIHAK …repository.ub.ac.id/3346/1/Retnani, Tika.pdfPerjanjian KKP-E seperti halnya perjanjian kredit bank pada umumnya menggunakan perjanjian

x

argue, we fight, and even stop talking to each other at times. But in the end,

family is family. The love will always be there.

6. Kedua kakak ipar penulis, Fanny Irawan & Ony Wijaya. Terima kasih doa-

doa dan dukungan materi yang selama ini diberikan. Ketiga keponakan,

Zhafran, Zivara, dan Ega yang sudah mulai besar dan menyebalkan. Meski

tidak membantu apa-apa tapi terima kasih sudah pernah kecil dan lucu.

7. Teman-teman Malam Pertama, Fanny, Ruby, Lidya, Bianda, Shaza, Rangga

Rio, Saghara, Cahyo, Zinda, Ivan, Taslim, Andika, Rangga PH terima kasih

atas waktu menyenangkannya selama 7 tahun terakhir, terima kasih untuk

selalu menanyakan kapan selesai skripsinya. Semoga kita selalu saling

mendukung dan bahagia selamanya.

8. Seluruh teman-teman Fakultas Hukum Universitas Brawijaya 2010 yang

kenal dan tahu penulis, terima kasih untuk tahun-tahun yang menyenangkan.

Semoga kesuksesan dan kebahagiaan selalu menyertai kita semua.

Akhir kata, atas segala bantuan semua pihak yang terlibat semoga

mendapat balasan yang berlipat ganda dari Allah SWT. Harapan peneliti semoga

karya kecil ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca dan semoga bermanfaat

bagi semua pihak.

Malang, 14 Agustus 2017

Tika Retnani

Page 12: PENERAPAN ASAS KESEIMBANGAN BAGI PARA PIHAK …repository.ub.ac.id/3346/1/Retnani, Tika.pdfPerjanjian KKP-E seperti halnya perjanjian kredit bank pada umumnya menggunakan perjanjian

11

Page 13: PENERAPAN ASAS KESEIMBANGAN BAGI PARA PIHAK …repository.ub.ac.id/3346/1/Retnani, Tika.pdfPerjanjian KKP-E seperti halnya perjanjian kredit bank pada umumnya menggunakan perjanjian

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan ilmu pengetahuan dari waktu ke waktu secara global sangat

pesat, tak terkecuali dalam aspek teknologi informasi, industri, energi, kesehatan,

biologi, transportasi, pangan dan lain sebagainya. Perkembangan ilmu pengetahuan

diperlukan guna memenuhi kebutuhan hidup manusia yang terus meningkat. Segala

upaya dilakukan manusia agar kebutuhan hidupnya dapat terpenuhi dan tidak

mengalami kekurangan. Saat ini, dengan kondisi jumlah penduduk dunia yang

mengalami pertambahan, harus berbanding lurus dengan kebutuhan akan pangan.

Tingkat pertumbuhan penduduk dan ketersediaan pangan memiliki

hubungan yang erat. Pertumbuhan penduduk dalam sebuah negara harus diimbangi

dengan meningkatnya jumlah ketersediaan pangan bagi para penduduknya.

Menurut Thomas Robert Malthus dalam edisi pertama essay on population tahun

1728 telah memprediksi bahwa dunia akan menghadapi ancaman karena

ketidakmampuan penyediaan pangan yang memadai bagi penduduknya.1 Hal ini

dikarenakan pertumbuhan penduduk dunia yang jauh lebih cepat dari ketersediaan

bahan makanan. Sehingga diperlukan suatu usaha yang maksimal untuk

menciptakan sebuah keseimbangan antara tingkat pertumbuhan penduduk dan

ketersediaan pangan di dunia.

1 Trisna Nurdiaman, 2016, Teori Kependudukan Thomas Robert Malthus (online),

http://science-galery.blogspot.co.id/2016/05/teori-kependudukan-thomas-robert-malthus.html, (20

Maret 2017)

Page 14: PENERAPAN ASAS KESEIMBANGAN BAGI PARA PIHAK …repository.ub.ac.id/3346/1/Retnani, Tika.pdfPerjanjian KKP-E seperti halnya perjanjian kredit bank pada umumnya menggunakan perjanjian

2

Pangan merupakan hal yang sangat penting karena merupakan kebutuhan

dasar manusia. Masalah pemenuhan kebutuhan akan pangan bagi seluruh penduduk

di suatu wilayah menjadi salah satu sasaran utama kebijakan pangan bagi

pemerintah suatu negara. Ada 3 alasan mengapa masalah ketahanan pangan sangat

perlu diperhatikan oleh suatu negara:2

1. Pangan adalah hak azasi manusia yang didasarkan atas empat hal

berikut:3

a. Universal Declaration of Human Rights (1948) dan The

International Convenant on Economic, Social, and Cultural Rights

(1966) yang menyebutkan bahwa “Everyone should have an

adequate standard of living,including adequate food, clothing, and

housing and that the fundamental right to freedom from hunger and

malnutrition”.

b. Rome Declaration on World Food Security and World Food Summit

(1996) yang ditandatangani oleh 112 kepala negara atau penjabat

tinggi dari 186 negara peserta, dimana Indonesia menjadi salah satu

di antara penandatangannya. Isinya adalah pemberian tekanan pada

human right adequate food (hak atas pemenuhan kebutuhan pangan

secara cukup).

c. Millenium Development Goals (MDGs) menegaskan bahwa tahun

2015 setiap negara termasuk Indonesia menyepakati menurunkan

kemiskinan dan kelaparan separuhnya.

2 Attina Balqin Izzah, 2014, Permasalahan Pangan dan Gizi (online),

https://www.scribd.com/document/348975113/Permasalahan-Pangan-Dan-GIzi, (20 Maret 2017) 3 Ibid

Page 15: PENERAPAN ASAS KESEIMBANGAN BAGI PARA PIHAK …repository.ub.ac.id/3346/1/Retnani, Tika.pdfPerjanjian KKP-E seperti halnya perjanjian kredit bank pada umumnya menggunakan perjanjian

3

2. Kondisi objektif Indonesia yang masih berkutat pada masalah gizi.

Masalah gizi tersebut berakar pada masalah ketersediaan,

pendistribusian, keterjangkauan pangan, kemiskinan, pendidikan dan

pengetahuan serta perilaku masyarakat. Sehingga, hal ini merupakan

masalah berbagai sektor dan menjadi tanggung jawab pemerintah serta

masyarakat.4

3. Perubahan kondisi global yang menuntut kemandirian. Perubahan ini

terlihat dari harga pangan internasional yang mengalami lonjakan drastis

dan tidak menentu. Adanya kecenderungan negara-negara yang bersikap

egois, mementingkan kebutuhannya sendiri, adanya kompetisi

penggunaan komoditas pertanian. Perubahan kondisi global tersebut

sangat berpotensi menjadi penyebab gizi lebih dari meningkatkan

ketergantungan impor.5

Berdasarkan hal tersebut, masalah pemenuhan kebutuhan akan pangan bagi

seluruh penduduk setiap saat di suatu wilayah menjadi sasaran utama kebijakan

pangan bagi pemerintah di suatu negara. Indonesia dengan jumlah penduduk

255.461.700 juta orang6, masalah pangan juga selalu menjadi isu yang sensitif.

Seringkali terjadi konflik akibat adanya kelangkaan dan kenaikan harga pangan.

Keadaan seperti ini menunjukkan bahwa ketahanan pangan merupakan salah satu

isu pokok dalam pembangunan di Indonesia serta salah satu hal yang harus menjadi

fokus pemerintah Indonesia dalam pembangunan secara keseluruhan.

4 Ibid 5 Ibid 6 Jumlah Penduduk Indonesia berdasarkan Proyeksi Penduduk yang dilakukan oleh Badan

Pusat Statistik Republik Indonesia Tahun 2015, diakses melalui

https://www.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/1274.

Page 16: PENERAPAN ASAS KESEIMBANGAN BAGI PARA PIHAK …repository.ub.ac.id/3346/1/Retnani, Tika.pdfPerjanjian KKP-E seperti halnya perjanjian kredit bank pada umumnya menggunakan perjanjian

4

Peraturan mengenai pangan sendiri di Indonesia diatur dalam Undang-

undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan. Dalam Pasal 1 angka 1 dijelaskan

definisi mengenai pangan adalah:

“Segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian,

perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, perairan, dan air, baik

yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan

atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan,

bahan baku pangan, dan bahan lainnya yang digunakan dalam proses

penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan makanan atau minuman”.7

Kemudian dalam undang-undang tersebut dijelaskan juga mengenai definisi

ketahanan pangan adalah:

“Kondisi terpenuhinya Pangan bagi negara sampai dengan perseorangan,

yang terjamin dari tersedianya Pangan yang cukup, baik jumlah maupun

mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak

bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat sehingga

aman untuk dikonsumsi”.8

Untuk mewujudkan tersedianya pangan yang cukup baik kualitas atau

kuantitasnya, aman untuk dikonsumsi, beragam (dalam hal ini dikarenakan adanya

perbedaan makanan pokok masyarakat di tanah air), bergizi, merata

pendistribusiannya, dan didapat dengan harga yang dijangkau oleh masyarakat,

diperlukan peran pemerintah yang sangat besar. Salah satu upaya pemerintah dalam

menggalakan ketahanan pangan adalah dengan adanya program Kredit Ketahanan

Pangan dan Energi yang selanjutnya dalam penelitian ini akan disingkat KKP-E.

KKP-E merupakan program pemerintah yang bertujuan untuk membantu

petani, peternak, pekebun, nelayan, pembudidaya ikan dalam mengatasi

kekurangan akan modal dalam usahanya yang disalurkan melalui kelompok

ataupun koperasi. KKP-E ini ditetapkan oleh pemerintah yang dalam hal ini adalah

7 Pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 18 tahun 2012 tentang Pangan 8 Pasal 1 angka 4 Undang-undang Nomor 18 tahun 2012 tentang Pangan

Page 17: PENERAPAN ASAS KESEIMBANGAN BAGI PARA PIHAK …repository.ub.ac.id/3346/1/Retnani, Tika.pdfPerjanjian KKP-E seperti halnya perjanjian kredit bank pada umumnya menggunakan perjanjian

5

menteri keuangan melalui Peraturan Menteri Keuangan nomor 79/PMK.05/2007

tanggal 17 Juli 2007 yang kemudian dilakukan perubahan melalui Peraturan

Menteri Keuangan nomor 48/PMK.05/2009.9

KKP-E merupakan kredit modal kerja yang diberikan oleh beberapa bank

pelaksana yang telah ditunjuk oleh pemerintah. Skema kredit yang diterapkan

dalam penyaluran KKP-E ini diterapkan dengan pola executing, yang sumber

dananya 100% berasal dari bank pelaksana.10 Berdasarkan pasal 1 angka 4

Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia nomor 79/PMK.05/2007 tentang

Kredit Ketahanan Pangan dan Energi disebutkan bahwa:

“Kredit investasi dan/atau modal kerja yang diberikan oleh Bank

Pelaksana kepada petani, peternak, nelayan dan pembudidaya ikan,

kelompok (tani, peternak, nelayan, dan pembudidaya ikan) dalam rangka

pembiayaan intensifikasi padi, jagung, kedelai, ubi kayu, dan ubi jalar,

pengembangan budidaya tanaman tebu, peternakan sapi potong, ayam

buras, dan itik, usaha penangkapan dan budidaya ikan, serta kepada

koperasi dalam rangka pengadaan pangan berupa gabah, jagung, dan

kedelai”.11

Tujuan KKP-E adalah untuk meningkatkan ketahanan pangan nasional dan

meningkatkan pendapatan petani, peternak, nelayan, melalui penyediaan kredit

investasi dan/atau modal kerja dengan tingkat bunga yang tentunya terjangkau bagi

masyarakat tani dan membantu petani/peternak untuk dapat menerapkan teknologi

rekomendasi sehingga produktivitas dan pendapatan petani menjadi lebih baik.12

9 Kementerian Kelautan dan Perikanan (Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya), 2012,

Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKP-E) (online), http://www.djpb.kkp.go.id, (20 Maret

2017) 10 Pusat Pembiayaan Pertanian Sekretariat Jenderal Departemen Pertanian, 2008, Pedoman

Pelaksanaan Kredit Ketahanan Pangan dan Energi, Departemen Pertanian Direktorat Jenderal

Tanaman Pangan, Jakarta 11 Pasal 1 angka 4 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 79/PMK.05/2007 tentang KKP-E 12 Tim Peneliti Semeru, 2002, Pendanaan Usaha Tani Pasca KUT, Kredit Ketahanan

Pangan (KKT), Jurnal Lembaga Penelitian Semeru

Page 18: PENERAPAN ASAS KESEIMBANGAN BAGI PARA PIHAK …repository.ub.ac.id/3346/1/Retnani, Tika.pdfPerjanjian KKP-E seperti halnya perjanjian kredit bank pada umumnya menggunakan perjanjian

6

Dalam masyarakat kelompok tani/nelayan/pekebun/peternak sendiri telah

banyak yang memanfaatkan KKP-E sebagai jalan keluar untuk mendapatkan modal

dalam menjalankan usahanya. Hal ini terbukti dari besar total kredit yang

disalurkan pada tahun 2013. Penyaluran kredit didominasi oleh salah satu bank

BUMN terbesar di Indonesia yaitu PT. Bank Rakyat Indonesia Tbk dengan pangsa

pasarnya mencapai 65,61%, dengan total kredit yang telah disalurkan sebesar Rp.

2,9 Triliun.13

Peranan bank sebagai salah satu bagian yang memiliki wewenang untuk

menarik dana dari masyarakat dan kemudian menyalurkan dana dalam bentuk

kredit kepada masyarakat sangat penting. Hal ini mengingat bahwa terkadang kredit

merupakan jalan keluar bagi masyarakat untuk menjalankan usahanya.

Kredit itu merupakan salah satu dari pelaksanaan aturan hukum yang telah

tercantum dalam undang-undang perbankan dan telah memiliki aturan sendiri baik

aturan eksternal maupun internal sehingga menjadi rambu dalam penyaluran kredit

yang harus dipenuhi. Definisi kredit sendiri telah ada dalam pasal 1 angka 11

Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan yang berbunyi:

“Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan

dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam

antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam melunasi

utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga”.14

Jadi kredit dapat berupa uang atau tagihan yang nilainya diukur dengan

uang. Kemudian adanya kesepakatan antara bank sebagai kreditur dan nasabah

penerima kredit sebagai debitur. Dalam proses pemberian kredit ini biasanya

debitur dan kreditur mengikatkan diri dalam suatu perjanjian.

13 Kompas.com, Kamis 1 Agustus 2013, BRI Dominasi Penyaluran Kredit Ketahanan

Pangan Energi (online), http://bisniskeuangan.kompas.com (20 Maret 2017) 14 Pasal 1 angka 11 Undang-undang Nomor 10 tahun 1998 tentang Perbankan

Page 19: PENERAPAN ASAS KESEIMBANGAN BAGI PARA PIHAK …repository.ub.ac.id/3346/1/Retnani, Tika.pdfPerjanjian KKP-E seperti halnya perjanjian kredit bank pada umumnya menggunakan perjanjian

7

Perjanjian adalah hubungan hukum yang oleh hukum telah diatur dan

disahkan cara perhubungannya. Oleh karena itu berkaitan dengan syarat sahnya

perjanjian, perjanjian KKP-E sebagaimana halnya dengan perjanjian pada

umumnya diatur dan tunduk pada ketentuan buku ketiga Kitab Undang-undang

Hukum Perdata.15

Suatu perjanjian harus memenuhi syarat sahnya perjanjian, yaitu kata

sepakat, kecakapan, hal tertentu, dan suatu sebab yang halal. Keempat syarat sahnya

perjanjian ini telah ditentukan dalam pasal 1320 Kitab Undang-undang Hukum

Perdata. Syarat kesatu dan kedua adalah syarat subyektif yang apabila tidak

terpenuhi maka konsekuensinya perjanjian itu dapat dibatalkan. Sedang syarat

ketiga dan keempat adalah syarat obyektif yang apabila tidak terpenuhi maka

perjanjian tersebut batal demi hukum. Dan apabila empat syarat tersebut dipenuhi

secara otomatis perjanjian menjadi sah dan isi dari perjanjian ini mengikat secara

hukum bagi para pihak yang membuatnya.16

Selain syarat sahnya perjanjian yang tercantum dalam pasal 1320

KUHPerdata, dalam hukum Perjanjian juga dikenal asas-asas lain yaitu asas

kepribadian, asas kebebasan berkontrak, asas kepastian hukum, asas

keseimbangan.17 Asas-asas ini juga harus dipenuhi unsur-unsurnya didalam

perjanjian KKP-E.

Perjanjian KKP-E termasuk ke dalam perjanjian kredit dimana perjanjian

ini memiliki fungsi yang penting dalam hal pemberian, pengelolaan sehingga

15 Suharmoko, Hukum Perjanjian, Teori dan Analisa Kasus, Kencana Perdana Media

Group, Jakarta, 2007, hlm. 1 16 Ibid, hlm. 3 17 Titik Triwulan Tutik, Pengantar Hukum Perdata di Indonesia, Prestasi Pustaka

Publisher, Jakarta, 2006, hlm. 24

Page 20: PENERAPAN ASAS KESEIMBANGAN BAGI PARA PIHAK …repository.ub.ac.id/3346/1/Retnani, Tika.pdfPerjanjian KKP-E seperti halnya perjanjian kredit bank pada umumnya menggunakan perjanjian

8

diperlukan perhatian yang khusus oleh kedua belah pihak baik bank yang bertindak

sebagai kreditur dan nasabah sebagai kreditur. Perjanjian kredit ini berfungsi

sebagai perjanjian pokok. Artinya, perjanjian kredit merupakan sesuatu yang

menentukan batal atau tidaknya suatu perjanjian yang mengikutinya.

Perjanjian kredit merupakan suatu perantara pihak dalam kaitannya dengan

pihak yang mempunyai kelebihan dana (surplus of funds) dengan pihak yang

memerlukan dana (lack of funds).18 Pihak yang memiliki kelebihan dana dalam hal

ini adalah bank mengharapkan keuntungan dari penerima dananya dan pihak yang

kekurangan dana mengharapkan bahwa dengan dana yang diterima tersebut dapat

memenuhi kebutuhan. Sehingga, dalam perjanjian kredit masing-masing pihak

memiliki kepentingan. Tentunya tidaklah dibenarkan dalam perjanjian kredit

bahwa satu orang saja yang perlu diperhatikan keuntungannya.

Sekarang ini banyak perjanjian kredit yang terjadi bukan melalui negosiasi

dari beberapa pihak yang terlibat dalam suatu perjanjian. Namun perjanjian kredit

ini telah memiliki bentuk dan format yang sepenuhnya diserahkan kepada bank

yang bersangkutan. Biasanya hal ini kita kenal dengan perjanjian baku atau

perjanjian adhesi.19 Menurut Sutan Remy Sjahdeini, perjanjian baku adalah

perjanjian yang hampir seluruh klausula-klausulanya telah dibakukan oleh

pemakainya dan pada dasarnya pihak lain tidak mempunyai peluang untuk

merundingkan atau meminta perubahan.20

18 Ignatius Ridwan Widyadharma, Hukum Sekitar Perjanjian Kredit, Badan Penerbit

Universitas Diponegoro, 1997, hlm. 1 19 Sutan Remy Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang

bagi Para Pihak dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia, Institut Bankir Indonesia, Jakarta,

1993, hlm. 73-74 20 Ibid, hlm. 66

Page 21: PENERAPAN ASAS KESEIMBANGAN BAGI PARA PIHAK …repository.ub.ac.id/3346/1/Retnani, Tika.pdfPerjanjian KKP-E seperti halnya perjanjian kredit bank pada umumnya menggunakan perjanjian

9

Lebih lanjut Sutan Remy Sjahdeini mengungkapkan biasanya yang belum

dibakukan dalam suatu perjanjian kredit itu hanyalah beberapa hal seperti jenis,

harga, tempat, waktu dan beberapa hal yang spesifik dari objek yang diperjanjikan.

Dengan kata lain yang dibakukan bukan formulir perjanjiannya tetapi klausula-

klausulanya.21 Perjanjian baku ini secara umum memiliki ciri-ciri sebagai berikut:22

1. Isinya ditetapkan secara sepihak oleh kreditur yang posisinya relatif lebih kuat

dari debitur;

2. Debitur sama sekali tidak ikut menentukan isi perjanjian itu;

3. Terdorong oleh kebutuhannya debitur terpaksa menrima perjanjian itu;

4. Bentuknya tertulis;

5. Dipersiapkan dulu secara masal atau individual.

Mengenai penetapan klausula baku dalam perjanjian kredit memang tidak

sesuai dengan syarat sahnya perjanjian yang ada dalam KUHPerdata dan telah

diatur dalam Pasal 18 (1) Undang-undang nomor 8 tahun 1999 tentang

perlindungan konsumen. Penentuan klausula baku ini dipengaruhi oleh keleluasan

yang diberikan Bank Indonesia untuk menyusun dan menetapkan format baku

perjanjian kredit.23 Dengan adanya keleluasan tersebut bank-bank umum terkadang

menetapkan klausula baku yang tidak wajar dan tidak adil yang malah merugikan

pihak debitur. Penetapan klausula baku dewasa ini sah-sah saja untuk dilakukan

dalam kegiatan perjanjian kredit. Namun dalam menentukan klausula baku pihak

bank harus memperhatikan klausula baku tersebut tidak dilarang oleh undang-

21 Ibid, hlm. 74 22 Mariam Darus Badrulzaman, Perjanjian Baku dan Perkembangannya di Indonesia,

PT. Alumni, Bandung, 1980, hlm. 11 23 Djoni. S. Ghazali, Hukum Perbankan, Sinar Grafika, Jakarta, 2010, hlm. 328

Page 22: PENERAPAN ASAS KESEIMBANGAN BAGI PARA PIHAK …repository.ub.ac.id/3346/1/Retnani, Tika.pdfPerjanjian KKP-E seperti halnya perjanjian kredit bank pada umumnya menggunakan perjanjian

10

undang, tidak bertentangan dengan kesusilaan dalam masyarakat, dan layak untuk

dicantumkan dalam perjanjian.

Dalam perjanjian baku kredit biasanya terdapat keadaan dimana proses

negosiasi kurang atau diabaikan sama sekali oleh pihak kreditur. Dikarenakan

posisi para pihak yang tidak sama, posisi kreditur/bank berada diatas atau lebih kuat

daripada posisi debitur. Debitur hanya dapat menerima isi dari perjanjian kredit

tanpa dapat menyuarakan keinginannya karena tidak adanya proses negosiasi

tersebut. Hal seperti ini dapat mengakibatkan sesuatu yang tidak seimbang dalam

pelaksanaan perjanjian kredit untuk para pihak yang terlibat didalamnya.

Ketidakseimbangan ini dapat merugikan pihak debitur sebagai pihak lemah.

Keseimbangan dalam perjanjian kredit bank juga dapat dimaknai sebagai

adanya hubungan timbal balik yang harmonis dalam bentuk masing-masing pihak

melakukan prestasi (yang berimbang atau sepadan) terhadap pihak lain.24 Mariam

Darus Badrulzaman mengemukakan bahwa asas keseimbangan sebagai kelanjutan

asas persamaan25 memberikan hak kepada kreditur untuk menuntut pelunasan

prestasi melalui kekayaan debitur, dan juga memberikan kewajiban kepada kreditur

untuk memikul beban melaksanakan perjanjian itu dengan iktikad baik.26

Dengan perjanjian baku yang diterapkan bank pelaksana dalam memberikan

KKP-E ini terhadap petani, nelayan, dan pelaku usaha bidang pangan lainnya. Hal

ini menyebabkan rawan terjadinya ketidakseimbangan karena debitur dalam

perjanjian KKP-E ini berada pada posisi yang lemah sebagai pihak yang

24 Herlien Budiono, Op.Cit., hlm. 339 25 Asas Persamaan menempatkan para pihak di dalam kesamaan derajat dimana masing-

masing pihak wajib melihat adanya persamaan ini dan mengharuskan kedua pihak untuk

menghormati satu sama lain sebagai manusia ciptaan Tuhan. ( Mariam Darus Badrulzaman, Op.

Cit., hlm. 42) 26 Ibid, hlm. 43

Page 23: PENERAPAN ASAS KESEIMBANGAN BAGI PARA PIHAK …repository.ub.ac.id/3346/1/Retnani, Tika.pdfPerjanjian KKP-E seperti halnya perjanjian kredit bank pada umumnya menggunakan perjanjian

11

membutuhkan pinjaman dana. Ketidakseimbangan dalam isi perjanjian ini dapat

merugikan pihak bank sendiri apabila bank salah menentukan isi perjanjian baku.

Pihak kelompok tani/koperasi/perusahaan mitra yang tercatat sebagai pihak debitur

yang tidak memiliki posisi tawar yang menguntungkan. Atau juga

ketidakseimbangan akan hak yang akan diperoleh end user dalam hal ini adalah

petani/nelayan/peternak.

Berdasarkan uraian tersebut diatas kemudian penulis tertarik untuk

melakukan penelitian tentang klausula baku dalam Perjanjian KKP-E telah sesuai

dengan asas keseimbangan dan bagaimana konsep perjanjian KKP-E yang

memenuhi asas keseimbangan dengan judul “PENERAPAN ASAS

KESEIMBANGAN BAGI PARA PIHAK DALAM PERJANJIAN BAKU

KREDIT KETAHANAN PANGAN DAN ENERGI (Studi kasus pada Perjanjian

KKP-E Bank Rakyat Indonesia dan Bank Jatim)”.

Adapun dalam latar belakang ini penulis juga akan megemukakan penelitian

dengan tema serupa dengan peneliti, supaya jelas perbedaannya dan peneliti akan

mendeskripsikannya dalam bentuk tabel pada halaman selanjutnya.

Page 24: PENERAPAN ASAS KESEIMBANGAN BAGI PARA PIHAK …repository.ub.ac.id/3346/1/Retnani, Tika.pdfPerjanjian KKP-E seperti halnya perjanjian kredit bank pada umumnya menggunakan perjanjian

12

Tabel 1. Orisinalitas Penelitian

No

Nama peneliti,

asal Instansi,

dan tahun

Judul Penelitian Rumusan Masalah Pembeda

1 Dhenandra

Mahardika

Sukmana,

Universitas

Brawijaya,

2013

Tinjauan Yuridis

terhadap

Keseimbangan

kedudukan para

pihak dalam

perjanjian kredit

usaha mikro

Apakah perjanjian

kredit usaha mikro

antara bank dan

nasabah telah sesuai

dengan asas

keseimbangan

sebagaimana tersirat

dalam Kitab Undang-

undang Hukum

Perdata dan Pasal 18

ayat (1) Undang-

undang Perlindungan

Konsumen?

Bagaimanakah

model perjanjian

kredit usaha mikro

yang memiliki

kedudukan yang

seimbang bagi para

pihak yang terlibat

dalam perjanjian

tersebut?

Penelitian ini berfokus

pada keseimbangan

kedudukan para pihak

pada perjanjian baku

kredit usaha mikro

Sedangkan penelitian

yang dilakukan peneliti

berfokus pada

penerapan asas

keseimbangan pada

perjanjian baku kredit

ketahanan pangan dan

energi (KKP-E).

B. Rumusan Masalah

Apakah perjanjian baku Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKP-E) telah

sesuai dengan asas keseimbangan?

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan latar belakang yang telah diuraikan diatas, adapun

beberapa tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis, mendeskripskan, dan

Page 25: PENERAPAN ASAS KESEIMBANGAN BAGI PARA PIHAK …repository.ub.ac.id/3346/1/Retnani, Tika.pdfPerjanjian KKP-E seperti halnya perjanjian kredit bank pada umumnya menggunakan perjanjian

13

mengidentifikasi klausula perjanjian baku Kredit Ketahanan Pangan dan

Energi (KKP-E) telah sesuai dengan asas keseimbangan

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritik

Hasil Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi pengembangan ilmu

pengetahuan di Bidang Hukum Perdata Ekonomi dan Bisnis, khususnya

atas Hukum Perjanjian di Indonesia.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Pihak Bank

Sebagai bahan masukan atau sumbangan pemikiran kepada pihak bank

dalam menentukan klausula baku yang ada dalam perjanjian Kredit

Ketahanan Pangan dan Energi (KKP-E).

b. Bagi Pemerintah

Sebagai bahan masukan obyektif atau sumbangan pemikiran kepada

pemerintah dan seluruh penjabat negara yang menjalankan kegiatan di

bidang perbankan dalam menyelenggarakan roda perekonomian

Indonesia, sehingga tercipta iklim perekonomian yang sehat dan merata

khususnya bagi pengguna jasa perbankan.

c. Bagi Debitur

Untuk menambah pengetahuan mengenai Kredit Ketahanan Pangan

dan Energi (KKP-E) yang dapat berguna bagi masyarakat tani agar bisa

mengembangkan usahanya.

Page 26: PENERAPAN ASAS KESEIMBANGAN BAGI PARA PIHAK …repository.ub.ac.id/3346/1/Retnani, Tika.pdfPerjanjian KKP-E seperti halnya perjanjian kredit bank pada umumnya menggunakan perjanjian

14

E. Sistematika Penulisan

Sistematika Penulisan dalam penelitian ini adalah:

BAB I: PENDAHULUAN

Bagian pendahluan berisi uraian latar belakang masalah yang menjadi

isu hukum untuk meneliti Penerapan Asas Keseimbangan dalam Perjanjia

Baku KKP-E. Pada bab 1 ini juga meliputi rumusan masalah tujuan penulisan,

dan manfaat penulisan,

BAB II: TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisi telaah yang kritis terhadap kepustakaan atau bahan

bacaan yang berkaitan dengan masalah penelitian ini. Tinjauan dibagi menjadi

tiga sub-bab yaitu: tinjauan umum mengenai perjanjian dan perjanjian baku;

tinjauan umum mengenai kredit dan perjanjian kredit; dan tinjauan umum

tentang kredit ketahanan pangan dan energi (KKP-E)

BAB III: METODE PENELITIAN

Pada bab ini menguraikan tentang metode yang akan digunakan dalam

penelitian skripsi ini, sehingga nantinya akan memperoleh hasil penelitian yang

ilmiah. Berisi tentang jenis penelitian yang digunakan, metode pendekatan,

jenis dan sumber bahan hukum, teknik perolehan bahan hukum, teknik analisis

bahan hukum, dan definisi konseptual yang ada dalam penelitian.

Page 27: PENERAPAN ASAS KESEIMBANGAN BAGI PARA PIHAK …repository.ub.ac.id/3346/1/Retnani, Tika.pdfPerjanjian KKP-E seperti halnya perjanjian kredit bank pada umumnya menggunakan perjanjian

15

BAB IV: PEMBAHASAN

Pada bab ini berisi akan jawaban dari rumusan masalah, mengenai hasil

penelitian normatif yang dilakukan oleh penulis. Merupakan inti dari penulisan

yang akan membahas tentang hasil penelitian telah diperoleh, diolah, dan

dianalisis sehingga mendapatkan penyelesaian dari permasalahan yang dikaji

dalam penelitian. Bab ini berisi tentang kesesuaian asas keseimbangan yang

ada dalam peraturan perundangan-undangan terkait dengan perjanjian baku

KKP-E.

BAB V: PENUTUP

Penulisan skripsi ini diakhiri dengan bab 5 atau bab penutup. Dalam

bab lima disimpulkan jawaban terhadap permasalahan sekaligus diberikan

saran-saran yang diperlukan sebagai upaya pembaharuan aturan hukum yang

berkaitan dengan Penerapan Asas Keseimbangan dalam perjanjian Kredit

KKP-E.

Page 28: PENERAPAN ASAS KESEIMBANGAN BAGI PARA PIHAK …repository.ub.ac.id/3346/1/Retnani, Tika.pdfPerjanjian KKP-E seperti halnya perjanjian kredit bank pada umumnya menggunakan perjanjian

1

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum tentang Perjanjian

1. Pengertian Perjanjian

Definisi perjanjian telah diatur dalam Pasal 1313 KUHPerdata

bahwa perjanjian adalah “suatu perbuatan dengan mana satu orang atau

lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang yang lain atau lebih”.1

Menurut Rutten seperti yang dikutip Purwahid Patrik dalam bukunya,

rumusan perjanjian yang diatur dalam Pasal 1313 KUHPerdata tersebut

mengandung unsur kelemahan karena hanya mengatur perjanjian sepihak

dan juga sangat luas karena istilah perbuatan yang dipakai akan mencakup

juga perbuatan melawan hukum.2

Abdul Kadir Muhammad merumuskan kembali definisi Pasal

1313 KUH Perdata, bahwa yang disebut perjanjian adalah suatu

persetujuan dengan mana dua orang atau lebih saling mengikatkan diri

untuk melaksanakan sesuatu hal dalam lapangan harta kekayaan.3

Wirjono Prodjodikoro mengartikan perjanjian sebagai suatu hubungan

hukum mengenai harta benda antar kedua belah pihak dalam mana suatu

1 Mariam Darus Badrulzaman, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Buku III,

Tentang Hukum Perikatan Dengan Penjelasannya, Alumni, Bandung, 1996, hlm. 23 2 Purwahid Patrik, Dasar-Dasar Hukum Perikatan yang Lahir dari Perjanjian dan dari

Undang-undang, Mandar Maju, Bandung, 1994, hlm. 46 3 Abdul Kadir Muhammad, Hukum Perikatan, Citra Aditya Bakti, Jakarta, 1990, hlm. 61

Page 29: PENERAPAN ASAS KESEIMBANGAN BAGI PARA PIHAK …repository.ub.ac.id/3346/1/Retnani, Tika.pdfPerjanjian KKP-E seperti halnya perjanjian kredit bank pada umumnya menggunakan perjanjian

2

pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk melakukan sesuatu hal,

sedangkan pihak lain berhak untuk menuntut pelaksanaan janji itu.4

Menurut Sudikno Mertokusumo, perjanjian adalah hubungan

hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk

menimbulkan akibat hukum.5 Dua pihak tersebut sepakat untuk

menentukan peraturan hukum atau hak dan kewajiban yang mengikat

mereka untuk ditaati ataupun dijalankan.6 Sedangkan Setiawan

menganggap bahwa definisi mengenai perjanjian yang ada di dalam pasal

1313 KUHPerdata itu terlalu luas cakupannya dan tidak lengkap.7

Sehubungan dengan hal ini, menurut Setiawan perlu kiranya diadakan

perbaikan mengenai definisi tersebut:8

a. Perbuatan harus diartikan sebagai perbuatan hukum, yaitu perbuatan

yang bertujuan untuk menimbulkan akibat hukum;

b. Menambahkan perkataan “atau saling mengikatkan dirinya” dalam

pasal 1313BW;

c. Sehingga perumusannya menjadi, “perjanjian adalah perbuatan

hukum, dimana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya atau saling

mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.

Dari beberapa definisi perjanjian diatas dapat disimpulkan bahwa

perjanjian adalah suatu perbuatan hukum antara dua pihak atau lebih yang

4 Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Perjanjian, Mandar Maju, Bandung, 2000,

hlm. 22 5 Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Liberty, Yogyakarta,

2008, hlm. 95 6 Ibid, hlm. 96 7 Setiawan, Pokok-pokok Hukum Perikatan, Bina Cipta, Jakarta, 1994, hlm. 94 dalam

Agus Yudha Hernoko, Op. Cit., hlm. 16 8 Ibid, hlm. 17

Page 30: PENERAPAN ASAS KESEIMBANGAN BAGI PARA PIHAK …repository.ub.ac.id/3346/1/Retnani, Tika.pdfPerjanjian KKP-E seperti halnya perjanjian kredit bank pada umumnya menggunakan perjanjian

3

saling mengikatkan diri kemudian menimbulkan hak dan kewajiban untuk

masing-masing pihak.

Tahap-tahap membuat perjanjian, antara lain :9

a. Tahap pra-contractual yaitu adanya penawaran dan penerimaan.

b. Tahap Contractual yaitu adanya persesuaian pernyataan kehendak para

pihak.

c. Tahap post-contractual yaitu pelaksanaan perjanjian termasuk

timbulnya akibat hukum.

2. Unsur-unsur Perjanjian

Dalam suatu perjanjian dikenal adanya tiga unsur, yaitu sebagai

berikut:10

a. Unsur Esensialia

Merupakan unsur yang harus ada dalam suatu kontrak karena tanpa

adanya kesepakatan tentang unsur esensialia ini maka tidak ada

kontrak. Sebagai contoh, dalam kontrak jual beli harus ada

kesepakatan mengenai barang dan harga karena tanpa kesepakatan

mengenai barang dan harga dalam kontrak jual beli, kontrak tersebut

batal demi hukum karena tidak ada hal tertentu yang diperjanjikan.

b. Unsur Naturalia

Merupakan unsur yang telah diatur dalam undang- undang sehingga

apabila tidak diatur oleh para pihak dalam kontrak, maka undang-

undang yang mengaturnya. Dengan demikian, unsur naturalia ini

9 Salim H.S, Hukum Kontrak Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, Sinar Grafika,

Jakarta, 2006, hlm. 16 10 R. Subekti, Hukum Perjanjian, PT. Intermasa, Jakarta, 1987, hlm. 31

Page 31: PENERAPAN ASAS KESEIMBANGAN BAGI PARA PIHAK …repository.ub.ac.id/3346/1/Retnani, Tika.pdfPerjanjian KKP-E seperti halnya perjanjian kredit bank pada umumnya menggunakan perjanjian

4

merupakan unsur yang selalu dianggap ada dalam kontrak. Contohnya

jika dalam perjanjian tidak diperjanjikan tentang cacat tersembunyi,

secara otomatis berlaku ketentuan dalam KUHPerdata bahwa penjual

yang harus menanggung cacat tersembunyi.

c. Unsur Aksidentalia

Merupakan unsur yang nanti ada atau mengikat para pihak jika para

pihak memperjanjikannya. Contohnya dalam perjanjian jual beli

dengan angsuran diperjanjikan bahwa pihak debitor lalai membayar

utangnya, dikenakan denda 2 (dua) persen perbulan keterlambatan,

dan apabila debitor lalai membayar selama 3 (tiga) bulan berturut-

turut, barang yang sudah dibeli dapat ditarik kembali oleh kreditor

tanpa melalui pengadilan. Demikian pula klausula-klausula lainnya

yang sering ditentukan dalam suatu kontrak, yang bukan merupakan

unsur esensial dalam kontrak tersebut.

3. Asas Perjanjian

a. Asas Kebebasan Berkontrak (Freedom of Contract)

Asas kebebasan berkontrak merupakan asas yang menduduki

posisi sentral di dalam hukum kontrak, meskipun asas ini tidak

dituangkan menjadi aturan hukum namun mempunyai pengaruh yang

sangat kuat dalam hubungan kontraktual para pihak.

Asas kebebasan berkontrak adalah suatu asas yang

memberikan kebebasan kepada para pihak untuk:11

1) Membuat atau tidak membuat perjanjian;

11 Salim H.S, Op. Cit., Hlm. 27

Page 32: PENERAPAN ASAS KESEIMBANGAN BAGI PARA PIHAK …repository.ub.ac.id/3346/1/Retnani, Tika.pdfPerjanjian KKP-E seperti halnya perjanjian kredit bank pada umumnya menggunakan perjanjian

5

2) Mengadakan perjanjian dengan siapapun;

3) Menentukan isi perjanjian, pelaksanaannya, dan persyaratannya;

4) Menentukan bentuknya perjanjian, yaitu tertulis atau lisan.

Tetapi meskipun memiliki kebebasan tetap ada batasan-

batasan yang jelas yaitu selama kebebasan itu tetap berada di dalam

batas-batas persyaratannya, serta tidak melanggar hukum (undang-

undang), kesusilaan, dan ketertiban umum. Menurut Sutan Remy

Sjahdeini asas kebebasan berkontrak sesuai dengan hukum perjanjian

Indonesia meliputi ruang lingkup sebagai berikut:12

1) Kebebasan untuk membuat atau tidak membuat perjanjian;

2) Kebebasan untuk memilih dengan pihak siapa ia ingin membuat

perjanjian;

3) Kebebasan untuk menentukan atau memilih kausa dari

perjanjian yang akan dibuatnya;

4) Kebebasan untuk menentukan objek perjanjian;

5) Kebebasan untuk menentukan bentuk suatu perjanjian;

6) Kebebasan untuk menerima atau menyimpangi ketentuan

undang-undang yang bersifat opsional.

Dalam perkembangannya asas ini semakin digerogoti. Memang asas

ini belum mati dalam arti sebenarnya, namun asas ini setidaknya sudah

tidak lagi tampil dalam bentuknya yang utuh.13

12 Sutan Remy Sjahdeini, Op.cit., hlm. 47 13 Setiawan, Aneka Masalah Hukum dan Hukum Acara Perdata, Alumni, Bandung,

1992, hlm. 179-180 dalam Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian (Asas Proporsionalitas

dalam Kontrak Komersial), Kencana Prenada Media Group, Jakarta, hlm. 114

Page 33: PENERAPAN ASAS KESEIMBANGAN BAGI PARA PIHAK …repository.ub.ac.id/3346/1/Retnani, Tika.pdfPerjanjian KKP-E seperti halnya perjanjian kredit bank pada umumnya menggunakan perjanjian

6

b. Asas Konsensualisme/ asas Kesepakatan

Asas konsensualisme ini berhubungan dengan saat lahirnya

suatu perjanjian yang mengandung arti bahwa perjanjian itu terjadi

sejak saat tercapainya kata sepakat antara pihak-pihak mengenai

pokok perjanjian, mengenai saat terjadinya kesepakatan dalam suatu

perjanjian.14 Asas konsensualisme ini tercantum dalam pasal 1320

KUHPerdata kesepakatan, dimana menurut asas ini perjanjian itu

telah lahir cukup dengan adanya kata sepakat.15 Yang ditekankan

dalam hal ini adalah adanya persesuaian kehendak sebagai inti dari

hukum kontrak. Pemahaman asas konsensualisme yang menekankan

pada “sepakat” para pihak ini, berangkat dari pemikiran bahwa yang

berhadapan dalam kontrak itu adalah orang yang menjunjung tinggi

komitmen dan tanggung jawab dalam lalu lintas hukum, orang yang

beriktikad baik.16

c. Asas Daya Mengikat Kontrak (Pacta Sunt Servanda)

Asas Kepastian Hukum ini diatur dalam Pasal 1338 ayat (1)

KUHPerdata bahwa “semua perjanjian yang dibuat secara sah

berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”.

Yang artinya para pihak yang membuat perjanjian tersebut wajib

malaksanakan dan mentaati isi perjanjian yang telah mereka sepakati.

Pengertian berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang

membuatnya menunjukkan bahwa undang-undang sendiri mengakui

14 Munir Fuady, Hukum Kontrak (Buku Kesatu), Citra Aditya Bakti, Bandung, 2015,

hlm. 24 15 Ibid, hlm. 25 16 Agus Yudha Hernoko, Op. Cit., hlm. 122

Page 34: PENERAPAN ASAS KESEIMBANGAN BAGI PARA PIHAK …repository.ub.ac.id/3346/1/Retnani, Tika.pdfPerjanjian KKP-E seperti halnya perjanjian kredit bank pada umumnya menggunakan perjanjian

7

dan menempatkan posisi para pihak dalam kontrak sejajar dengan

pembuat undang-undang.17.

d. Asas Iktikad Baik (Good Faith)

Itikad baik berarti keadaan batin para pihak dalam membuat

dan melaksanakan perjanjian tersebut harus jujur, terbuka, dan saling

percaya18. Keadaan batin para pihak itu tidak boleh dicemari oleh

maksud untuk melakukan tipu daya atau menutup-nutupi keadaan

yang sebenarnya. Dalam Simposium Hukum Perdata Nasional yang

diselenggarakan Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN), iktikad

baik hendaknya diartikan sebagai:19

1) Kejujuran pada waktu membuat kontrak;

2) Pada tahap pembuatan ditekankan, apabila kontrak dibuat

dihadapan pejabat, para pihak dianggap beriktikad baik

(meskipun ada juga pendapat yang menyatakan

keberatannya);

3) Sebagai kepatutan dalam tahap pelaksanaan, yaitu terkait

suatu penilaian baik terhadap perilaku para pihak dalam

melaksanakan hal yang telah disepakati dalam kontrak,

semata bertujuan untuk mencegah perilaku yang tidak patut

dalam pelaksanaan kontrak tersebut.

17 Ibid, hlm. 123-127 18 Munir Fuady, Op.Cit, hlm. 25 19 Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN), Simposium Hukum Perdata Nasional,

Kerjasama Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) – Fakultas Hukum Universitas Gadjah

Mada, Yogyakarta, 21-23 Desember 1981, dalam Agus Yudha Hernoko, Op. Cit, hlm. 141

Page 35: PENERAPAN ASAS KESEIMBANGAN BAGI PARA PIHAK …repository.ub.ac.id/3346/1/Retnani, Tika.pdfPerjanjian KKP-E seperti halnya perjanjian kredit bank pada umumnya menggunakan perjanjian

8

e. Asas Keseimbangan

1) Pengertian Asas Keseimbangan

Mariam Darus Badrulzaman mengemukakan bahwa

“asas keseimbangan sebagai kelanjutan dari asas persamaan

memberikan hak kepada kreditur untuk menuntut pelunasan

prestasi melalui kekayaan debitur, dan juga memberikan

kewajiban kepada kreditur untuk memikul beban melaksanakan

perjanjian itu dengan iktikad baik”.20 Herlien Budiono

berpendapat bahwa “keseimbangan dalam perjanjian kredit ini

juga dapat diartikan sebagai adanya hubungan timbal balik yang

harmonis dalam bentuk masing-masing pihak melakukan prestasi

(yang berimbang atau sepadan) terhadap pihak lain”.21 Agus

Yudha Hernoko memberikan pengertian bahwa asas

keseimbangan adalah “keadaan hening atau keselarasan karena

perbagai gaya yang bekerja tidak satupun mendominasi yang lain

atau karena tidak satu elemen menguasai lainnya”.22 Dalam

Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata “Keseimbangan” berarti

keadaan seimbang (seimbang sama berat, seimbang, sebanding,

setimpal); dalam ilmu fisika diartikan sebagai keadaan yang

terjadi bila semua gaya dan kecenderungan yang ada pada setiap

benda atau sistem persis dinetralkan atau dilawan oleh gaya atau

20 Mariam Darus Badrulzaman, Op. Cit., hlm. 43 21 Herlien Budiono, Op. Cit.,hlm. 339 22 Agus Yudhha Hernoko, Op. Cit., hlm. 5

Page 36: PENERAPAN ASAS KESEIMBANGAN BAGI PARA PIHAK …repository.ub.ac.id/3346/1/Retnani, Tika.pdfPerjanjian KKP-E seperti halnya perjanjian kredit bank pada umumnya menggunakan perjanjian

9

kecenderungan yang sama besar, tetapi mempunyai arah yang

berlawanan.23

Daya kerja asas keseimbangan yang optimal akan

menyeimbangkan kepentingan pihak-pihak, memberikan hukum

yang ideal bagi para pihak dan memberikan keadilan dalam

pelaksanaan perjanjian. Menurut Herlien Budiono, untuk

menguji apakah suatu perjanjian telah seimbang atau tidak dapat

dilakukan dengan memperhatikan 3 aspek penguji asas

keseimbangan, yaitu:24 a) Perbuatannya sendiri atau pelaku

individual; b) isi kontrak; c) Pelaksanaan dari apa yang telah

disepakati. Pandangan yang fair dan objektif atas penggunaan

istilah kesembangan dalam perjanjian itu harus diintepretasikan

secara luas, yaitu:25

a) Lebih mengarahkan pada keseimbangan posisi para pihak,

dimana para pihak diberi muatan keseimbangan;

b) Kesamaan pembagian hak dan kewajiban dalam hubungan

kontraktual seolah tanpa memperhatikan proses yang

berlangsung dalam penentuan hasil akhir pembagian

tersebut;

c) Keseimbangan seolah sekadar merupakan hasil akhir dari

sebuah proses;

23 Kamus Besar Bahasa Indonesia 24 Herlien Budiono, Op. Cit., hlm. 334 25 Agus Yudho Hernoko, Op. Cit., hlm. 83-84

Page 37: PENERAPAN ASAS KESEIMBANGAN BAGI PARA PIHAK …repository.ub.ac.id/3346/1/Retnani, Tika.pdfPerjanjian KKP-E seperti halnya perjanjian kredit bank pada umumnya menggunakan perjanjian

10

d) Intervensi negara merupakan instrumen memaksa dan

mengikat agar terwujud keseimbangan posisi para piahk;

e) Keseimbangan posisi para pihak hanya dapat dicapai pada

syarat dan kondisi yang sama (ceteris paribus).

2) Perbedaan Asas Keseimbangan dan Asas Proporsionalitas

Asas keseimbangan seringkali memiliki pemahaman

yang tumpang tindih dengan asas proporsionalitas, pada dasarnya

keduanya tidak dapat dipisahkan keberadaannya dalam hukum

kontrak.26 Daya kerja asas keseimbangan menekankan

keseimbangan posisi para pihak yang berkontrak. Asas

keseimbangan memiliki makna “equal-equilibrium” dimana akan

bekerja memberikan keseimbangan manakala posisi tawar para

pihak dalam menentukan kehendak menjadi tidak seimbang.27

Tujuan dari asas ini adalah hasil akhir yang menempatkan posisi

para pihak seimbang dalam penentuan hak dan kewajiban,

sehingga campur tangan pemerintah dibutuhkan.28

Sedangkan asas proporsionalitas bermakna sebagai asas

yang melandasi atau mendasari pertukaran hak dan kewajiban

para pihak sesuai proporsi atau bagiannya dalam seluruh proses

kontraktual.29 Ukuran proporsionalitas pertukaran hak dan

kewajiban ini didasari pada nilai kesetaraan, kebebasan distribusi,

26 Ibid, hlm. 79 27 Ibid, hlm. 80 28 Ibid, hlm. 81 29 Ibid, hlm. 87

Page 38: PENERAPAN ASAS KESEIMBANGAN BAGI PARA PIHAK …repository.ub.ac.id/3346/1/Retnani, Tika.pdfPerjanjian KKP-E seperti halnya perjanjian kredit bank pada umumnya menggunakan perjanjian

11

proposional, prinsip kecermatan, kelayakan, dan kepatutan.30 Asas

proporsionalitas tidak mempermasalahkan keseimbangan

(kesamaan) hasil secara matematis, namun lebih menekankan

proporsi pembagian hak dan kewajiban di antara para pihak yang

berlangsung secara layak dan patut (fair and reasonableness).31

4. Syarat Sah Perjanjian

Didalam KUHPerdata syarat sahnya perjanjian diatur dalam pasal

tersendiri yaitu pasal 1320 KUHPerdata, yaitu:32

a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya

Menurut Maris Feriyadi, sepakat adalah pertemuan dua kehendak

dimana kehendak pihak yang satu saling mengisi dengan kehendak

pihak yang lain dan kehendak tersebut harus diberitahukan oleh

pihak yang satu kepada pihak yang lain.33 Kesepakatan dalam hal ini

mengenai hal-hal yang penting dalam perjanjiannya, kata sepakat

dari pihak tersebut harus dinyatakan dalam keadaan bebas artinya

tidak adanya paksaan.

b. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian

Akibat hukum dari ketidakcakapan dalam membuat perjanjian

adalah bahwa perjanjian yang telah dibuat dapat dimintakan

pembatalannya kepada Hakim. Jika pembatalan tidak dimintakan

oleh pihak yang berkepentingan, sepanjang tidak dimungkiri oleh

30 Ibid, hlm. 88 31 Ibid, hlm. 89 32 R. Subekti, Op. cit., hlm. 13 33 M.Hariyanto, Op.cit,.

Page 39: PENERAPAN ASAS KESEIMBANGAN BAGI PARA PIHAK …repository.ub.ac.id/3346/1/Retnani, Tika.pdfPerjanjian KKP-E seperti halnya perjanjian kredit bank pada umumnya menggunakan perjanjian

12

pihak yang berkepentingan, perjanjian itu tetap berlaku bagi pihak-

pihak terkait.

c. Mengenai suatu hal tertentu

Dalam perjanjian, suatu hal tertentu merupakan objek dari

perjanjian, dimana suatu inti perjanjian diadakan. Di dalam suatu

perjanjian objek perjanjian harus tertentu atau setidak-tidaknya

dapat ditentukan atau harus jelas.

d. Suatu sebab yang halal

Pasal 1337 KUHPerdata telah menjelaskan bahwa klausa atau sebab

yang halal adalah apabila keadaan tersebut tidak dilarang oleh

undang-undang, tidak bertentangan dengan ketertiban umum atau

kesusilaan.

5. Perjanjian Baku

a. Pengertian Perjanjian Baku

Menurut Sutan Remy Sjahdeini, perjanjian baku adalah

perjanjian yang hampir seluruh klausul-klausulnya sudah dibakukan

oleh pemakainya dan pihak yang lain pada dasarnya tidak

mempunyai peluang untuk merundingkan atau meminta

perubahan.34

Menurut Munir Fuadi, kontrak baku adalah suatu kontrak

tertulis yang dibuat hanya oleh salah satu pihak dalam kontrak

tersebut bahkan seringkali kontrak tersebut sudah tercetak

(boilerplate) dalam bentuk formulir tertentu oleh salah pihak, yang

34 Sutan Remy Sjahdeini, Op. Cit., hlm. 66

Page 40: PENERAPAN ASAS KESEIMBANGAN BAGI PARA PIHAK …repository.ub.ac.id/3346/1/Retnani, Tika.pdfPerjanjian KKP-E seperti halnya perjanjian kredit bank pada umumnya menggunakan perjanjian

13

dalam hal ini ketika kontrak tersebut ditandatangani umumnya para

pihak hanya mengisidata informatif tertentu saja dengan sedikit atau

tanpa perubahan dalam klausulanya, dimana pihak lain dalam

kontrak tersebut tidak memiliki kesempatan atau hanya sedikit

kesempatan untuk negosiasi atau mengubah klausula yang telah

dibuat oleh salah satu pihak, sehingga biasanya kontrak baku sangat

berat sebelah.35

b. Ciri-ciri Perjanjian Baku

Sesuai dengan perkembangan akan kebutuhan masyarakat, maka

ciri-ciri perjanjian baku mengikuti dan menyesuaikan dengan

perkembangan tuntutan masyarakat. Ciri-ciri tersebut yaitu:36

1) Isinya ditetapkan secara sepihak oleh kreditur dengan posisi

ekonomi yang kuat;

2) Debitur sama sekali tidak ikut menentukan isi perjanjian

tersebut;

3) Bentuknya tertulis dan dipersiapkan lebih dulu secara masal;

4) Terdorong oleh kebutuhannya, debitur terpaksa menerima

perjanjian tersebut;

c. Jenis Perjanjian dengan Klausula Baku

Pada prakteknya perjanjian baku yang terdapat di masyarakat

dibedakan dalam beberapa jenis, yaitu:37

35 Munir Fuadi, Hukum Kontrak dari Sudut Pandang Hukum Bisnis, Buku Kedua,

Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003, hlm. 76 36 Mariam Darus Badrulzaman, Perjanjian Baku Perkembangannya di Indonesia,

Penerbit Alumni, Bandung, 1981, hlm. 105 37 Mariam Darus, Perlindungan Terhadap Konsumen Dilihat dari Sudut Perjanjian

Baku Standar,Bina Cipta, Bandung, 1986, hlm. 63

Page 41: PENERAPAN ASAS KESEIMBANGAN BAGI PARA PIHAK …repository.ub.ac.id/3346/1/Retnani, Tika.pdfPerjanjian KKP-E seperti halnya perjanjian kredit bank pada umumnya menggunakan perjanjian

14

1) Perjanjian baku sepihak, adalah perjanjian baku yang isinya

ditentukan oleh pihak yang kuat kedudukannya didalam

perjanjian. Pihak yang kuat ini lazimnya adalah kreditur yang

mempunyai posisi ekonomi kuat dibandingkan pihak debitur.

2) Perjanjian baku yang ditetapkan pemerintah adalah perjanjian

baku yang isinya ditentukan pemerintah terhadap perbuatan

hukum tertentu. Misalnya di dalam bidang agraria yaitu

perjanjian yang mempunyai obyek hak atas tanah.

3) Perjanjian baku yang ditentukan notaris atau advokat adalah

perjanjian baku yang konsepnya sejak semula sudah disediakan

untuk memenuhi permintaan dari anggota masyarakat yang

meminta bantuan notaris atau advokat.

B. Tinjauan Umum tentang Kredit dan Perjanjian Kredit

1. Pengertian Kredit

Secara etimologis, kata kredit berasal dari bahasa Romawi

“credere” yang artinya kepercayaan. Maka seseorang yang mendapatkan

kredit berarti orang tersebut telah mendapatkan kepercayaan dari

kreditur.38 Pengertian kredit yang diberikan oleh Undang-undang di

Indonesia ditemukan didalam Pasal 1 butir 1 angka 2 Undang-undang

Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan terhadap Undang-undang

Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan dikatakan sebagai berikut:

“Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat

dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau

kesepakatan pinjam-meminjam antara Bank dengan pihak lain

38 Djuhaendah Hasan, Lembaga Jaminan Kebendaan bagi Tanah dan Benda Lain yang

Melekat pada Tanah dalam Konsep Penerapan Asas Pemisahan Horisontal, Citra Aditya Bakti,

Bandung, 1996, hlm.140

Page 42: PENERAPAN ASAS KESEIMBANGAN BAGI PARA PIHAK …repository.ub.ac.id/3346/1/Retnani, Tika.pdfPerjanjian KKP-E seperti halnya perjanjian kredit bank pada umumnya menggunakan perjanjian

15

yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya

setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga”.39

Pemberian kredit oleh bank dimaksudkan sebagai salah satu usaha

bank untuk mendapatkan keuntungan, maka bank dapat meneruskan

simpanan masyarakat kepada nasabahnya dalam bentuk kredit, jika bank

benar-benar yakin bahwa debitur akan mengembalikan pinjaman yang

diterimanya sesuai dengan jangka waktu dan syarat-syarat yang disetujui

oleh bank.

2. Pengertian Perjanjian Kredit

Pengertian perjanjian kredit dikemukakan oleh O.P Simorangkir

dalam H.R. Daeng Naja yang mengartikan kredit sebagai pemberian

prestasi (misalnya uang, barang) dengan balas prestasi (kontra prestasi)

akan terjadi di waktu mendatang.40

Ciri khusus perjanjian kredit dapat dilihat dalam tindakan bank

yang memuat dalam perjanjian kreditnya klausul yang dinamakan

condition precedent sebagai peristiwa atau kejadian yang harus dipenuhi

atau terjadi terlebih dahulu setelah perjanjian ditandatangani oleh para

pihak sebelum penerima kredit dapat menggunaka kreditnya.41

3. Jenis-jenis Kredit

Dalam praktek saat ini, secara umum ada 2 jenis kredit yang

diberikan oleh bank kepada para nasabahnya, yaitu kredit yang ditinjau

39 Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan terhadap Undang-undang

Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, Pasal 1 butir 1 angka 2 40 H.R. Daeng Naja, Hukum Kredit dan Bank Garansi, Citra Aditya Bakti, Bandung,

2008, hlm. 123 41 Lukman Santoso AZ, Hak dan Kewajiban Hukum Nasabah Bank, Pustaka Yutisia,

Yogyakarta, 2011, hlm. 60

Page 43: PENERAPAN ASAS KESEIMBANGAN BAGI PARA PIHAK …repository.ub.ac.id/3346/1/Retnani, Tika.pdfPerjanjian KKP-E seperti halnya perjanjian kredit bank pada umumnya menggunakan perjanjian

16

dari segi tujuan penggunaannya dan kredit yang ditinjau dari segi jangka

waktunya. Jenis kredit ditinjau dari segi tujuan penggunaannya dapat

berupa:42

a. Kredit Produktif, yaitu kredit yang diberikan kepada usaha-usaha

yang menghasilkan barang dan jasa sebagai kontribusi dari usaha-

usahanya. Untuk kredit jenis ini terdapat dua kemungkinan, yaitu:

1) Kredit modal kerja, kredit yang diberikan untuk membiayai

kebutuhan usaha-usaha, termasuk guna menutupi biaya produksi

dalam rangka peningkatan produksi atau penjualan.

2) Kredit investasi, kredit yang diberikan untuk pengadaan barang

modal maupun jasa yang dimaksudkan untuk menghasilkan suatu

barang dan ataupun jasa bagi usaha yang bersangkutan.

b. Kredit Konsumtif, yaitu kredit yang diberikan kepada orang-

perorangan untuk memenuhi kebutuhan konsumtif masyarakat

umummnya (sumber pengembaliannya dari fixed income debitur).

Sedangkan jenis kredit ditinjau dari segi jangka waktunya dapat berupa:43

a. Kredit Jangka Pendek, yaitu kredit yang diberikan dengan tidak

melebihi jangka waktu 1 tahun.

b. Kredit Jangka Menengah, yaitu kredit yang diberikan dengan jangka

waktu lebih dari 1 tahun tetapi tidak lebih dari 3 tahun.

42 H.R. Daeng Naja, Op. Cit.., hlm. 125 43 Ibid, hlm. 126

Page 44: PENERAPAN ASAS KESEIMBANGAN BAGI PARA PIHAK …repository.ub.ac.id/3346/1/Retnani, Tika.pdfPerjanjian KKP-E seperti halnya perjanjian kredit bank pada umumnya menggunakan perjanjian

17

c. Kredit Jangka Panjang, yaitu kredit yang diberikan dengan jangka

waktu lebih dari 3 tahun.

4. Tujuan Pemberian Kredit

a. Tujuan Umum

Sebagai sumber pembiayaan pembangunan nasional dan

sebagai suatu sumber dana yang dapat disalurkan kepada masyarakat

umum untuk digunakan dalam pembangunan nasional secara

menyeluruh dalam berbagai bidang kehidupan baik hukum, ekonomi,

sosial, budaya, melalui lembaga keuangan yang efisien dan dipercaya

oleh masyarakat serta makin dijangkau oleh setiap masyarakat di

seluruh tanah air dengan menciptakan iklim yang mendukung agar

mampu meningkatkan peran aktif masyarakat.

b. Tujuan Khusus

1) Mencari keuntungan, yaitu bertujuan memperoleh hasil dari

pemberian kredit, terutama dalam bentuk bunga yang diterima

oleh Bank sebagai balas jasa dan biaya administrasi kredit yang

dibebankan pada nasabah;

2) Membantu pemerintah, bagi pemerintah semakin banyak kredit

yang disalurkan oleh pihak Bank akan semakin baik. Hal ini

berarti adanya peningkatan di berbagai sektor. Keuntungan

pemerintah dari pemberian kredit ini adalah sektor penerimaan

pajak dari keuntungan yang diperoleh nasabah Bank.

Page 45: PENERAPAN ASAS KESEIMBANGAN BAGI PARA PIHAK …repository.ub.ac.id/3346/1/Retnani, Tika.pdfPerjanjian KKP-E seperti halnya perjanjian kredit bank pada umumnya menggunakan perjanjian

18

3) Membantu masyarakat, dalam memperoleh modal usaha maupun

pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Kompensasi berupa

pemberian bunga terhadap sejumlah kredit yang diterimanya;

4) Untuk pihak Bank bertujuan untuk memperoleh keuntungan yang

berupa bunga dari kredit yang diberikan.

5. Prinsip-prinsip Pemberian Kredit

Adapun prinsip-prinsip yang harus ada dalam pemberian kredit

sesuai dengan Surat Edaran Bank Indonesia tanggal 28 Pebruari 1991

nomor 23/6/KU adalah:44

a. Watak (Character)

Salah satu unsur yang harus diperhatikan oleh bank sebelum

memberikan kreditnya adalah penilaian atas karakter

kepribadian/watak dari calon debitur secara pribadi maupun dalam

lingkungan usahanya. Sebagai alat untuk memperoleh gambaran

tentang karakter dari calon debitur dapat ditempuh melalui upaya

sebagai berikut:

1) Meneliti riwayat hidup nasabah;

2) Meneliti reputasi nasabah di lingkungan usahanya;

3) Meminta informasi antar bank;

4) Mencari informasi kepada asosiasi usaha dimana nasabah berada.

b. Modal (Capital)

Capital adalah jumlah dana/modal sendiri yang dimiliki oleh

nasabah. Makin besar modal sendiri dalam perusahaan tentu makin

44 Rachmadi Usman, Aspek Hukum Perbankan di Indonesia, PT. Gramedia Pustaka

Utama, Jakarta, 2001, hlm. 246

Page 46: PENERAPAN ASAS KESEIMBANGAN BAGI PARA PIHAK …repository.ub.ac.id/3346/1/Retnani, Tika.pdfPerjanjian KKP-E seperti halnya perjanjian kredit bank pada umumnya menggunakan perjanjian

19

tinggi kesungguhan nasabah menjalankan usahanya dan bank akan

merasa lebih yakin memberikan kreditnya. Permodalan dari calon

debitur juga merupakan hal yang penting harus diketahui oleh bank.

Karena permodalan dan kemampuan keuangan dari calon debitur akan

mempunyai korelasi langsung dengan tingkat kemampuan bayar kredit.

c. Kapasitas (Capacity)

Kapasitas adalah kemampuan yang dimiliki nasabah dalam

menjalankan usahanya guna memperoleh laba yang diharapkan.

Sampai sejauh mana nasabah mampu untuk mengembalikan atau

melunasi hutangnya (ability to pay) secara tepat waktu dari kegiatan

usahanya.

d. Jaminan/Agunan (Collateral)

Fungsi agunan sangat penting dalam setiap pemberian kredit.

Undang-undang mensyaratkan bahwa agunan itu harus ada dalam

setiap pemberian kredit. Jaminan adalah barang-barang yang

diserahkan nasabah sebagai agunan kredit yang diterimanya. Jaminan

tersebut harus dinilai oleh bank untuk mengetahui sejauh mana risiko

kewajiban finansial nasabah kepada bank. Penelitian terhadap

jaminan ini antara lain jenis, lokasi, ukuran, bukti kepemilikan, status

hukum dan nilai barang jaminan.

e. Kemampuan Ekonomi (Condition of Economy)

Kondisi perekonomian secara mikro merupakan faktor penting

pula untuk dilakukan penelitian sebelum suatu kredit diberikan,

terutama yang berhubungan langsung dengan usaha calon debitur.

Page 47: PENERAPAN ASAS KESEIMBANGAN BAGI PARA PIHAK …repository.ub.ac.id/3346/1/Retnani, Tika.pdfPerjanjian KKP-E seperti halnya perjanjian kredit bank pada umumnya menggunakan perjanjian

20

Misalnya usaha calon debitur selama ini diproteksi atau hak monopoli,

akad pemberian kredit terhadap perusahaan tersebut mesti ekstra hati-

hati.

C. Tinjauan Umum tentang Kredit Ketahanan Pangan dan Energi

1. Sejarah Kredit Ketahanan Pangan dan Energi

Sejak tahun 1947 pertanian telah mendapatkan perhatian khusus

dari pemerintah karena Indonesia merupakan negara agraris. Sejumlah

program yang pro pertanian diluncurkan oleh pemerintah guna

peningkatan kualitas dan kuantitas hasil pertanian. Beberapa program

kredit pertanian yang diluncurkan pemerintah hingga menjadi KKP-E

yang kita kenal sekarang:

a. Program BIMAS45 (1964-1979)

Dalam rangka mencapai swasembada pangan, melalui

intensifikasi padi, pada tahun 1973 Pemerintah Republik Indonesia

membuat program Bimbingan Masal (BIMAS) berdasarkan Instruksi

Presiden No. 4/1973. Program ini didahului dengan uji coba di

Yogyakarta pada tahun 1969 lalu menjadi Bimas Nasional pada tahun

1970/1971 sebelum diberlakukan sebagai program nasional pada tahun

1973. Inti pendekatan BIMAS adalah program pelayanan dalam 4

(empat) bagian yang terdiri dari penyuluhan pertanian, kredit

bersubsidi, pasokan input, dan jasa pemasaran output. Program ini

45 Bintan Ulfatuz, Program Kredit Pertanian di Indonesia dan Peluang Skema Kredit

Pertanian Syariah, 2015, (Online), http://telminas2014.files.wordpress.com, diakses 21 Maret

2017

Page 48: PENERAPAN ASAS KESEIMBANGAN BAGI PARA PIHAK …repository.ub.ac.id/3346/1/Retnani, Tika.pdfPerjanjian KKP-E seperti halnya perjanjian kredit bank pada umumnya menggunakan perjanjian

21

diberhentikan secara resmi oleh pemerintah pada tahun 1985 karena

dianggap tidak mampu menjangkau petani miskin secara efektif.

b. Kredit Usaha Tani46 (1985-2000)

KUT pada dasarnya merupakan lanjutan dari program Bimas.

Perbedaannya, jika Bimas hanya disalurkan melalui Bank Rayat

Indonesia (BRI) yang sepenuhnya didukung oleh Kredit Likuiditas

Bank Indonesia (KLBI). KUT pertama kali dijalankan sebagai

kredit executing yaitu kredit dimana sebagian dananya berasal dari

pemerintah pada saat itu dan sebagian lagi berasal dari bank pelaksana

yang menjalankan KUT. Dengan demikian BRI sebagai Bank

pelaksana juga ikut merasakan resiko jika terjadi kegagalan atau kredit

macet terhadap KUT.

c. Kredit Ketahanan Pangan47 (2000-2007)

Mengacu pada UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia

dan LoI antara pemerintah Indonesia dan IMF, maka Bank Indonesia

tidak lagi menyalurkan kredit program, pola penyaluran kredit tidak

lagi melalui pola chanelling tetapi melalui pola executing, dan tingkat

suku bunga yang diberikan kepada petani adalah suku bunga pasar

(komersial). Sehingga pemerintah dalam hal ini Departemen Pertanian

membuat program baru guna mendorong sektor pertanian tapi tetap

sejalan dengan ketentuan yang ada, maka dibuatlah KKP. Meskipun

dalam KKP Bank bertindak sebagai executing agent, tetapi peran

46 Ibid 47 Hastuti, Pendanaan Usaha Tani Padi Paska KUT, Kredit Ketahanan Pangan,

SMERU, 2002, hlm. 2.

Page 49: PENERAPAN ASAS KESEIMBANGAN BAGI PARA PIHAK …repository.ub.ac.id/3346/1/Retnani, Tika.pdfPerjanjian KKP-E seperti halnya perjanjian kredit bank pada umumnya menggunakan perjanjian

22

pemerintah masih diperlukan dalam rangka transisi, terutama dalam

penyediaan subsidi bunga.

d. KKP-E (2007-Sekarang)

Dalam perkembangannya KKP mengalami penyempurnaan

yang sesuai dari tahun ke tahun. Pada akhir 2007 KKP disempurnakan

menjadi KKP-E. Hal ini mengadopsi upaya pemerintah terhadap

pengurangan ketergantungan energi yang berbahan baku fosil dan

perkembangan teknologi energi lain yang berbasis sumber energi nabati.

Energi alternatif dimaksud disini berbasis ubi kayu/singkong dan tebu

diintegrasikan dengan skim KKP yang telah ada sehingga berubah menjadi

skim Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKP-E).48 Pola penyaluran KKP-

E tetap sama seperti KKP yaitu pola executing.

2. Pengertian Kredit Ketahanan Pangan dan Energi

Kredit investasi dan/atau modal kerja yang diberikan oleh bank

pelaksana kepada petani, peternak, nelayan dan pembudidaya ikan, untuk

digunakan sebagai modal pengembangan usaha intensifikasi padi,

jagung, kedelai, ubi kayu, dan ubi jalar, pengembangan budidaya

tanaman tebu, peternakan sapi potong, ayam buras dan itik, usaha

penangkapan dan budidaya ikan, serta kepada koperasi dalam rangka

pengembangan usaha pangan berupa gabah, jagung, dan kedelai.49

3. Kegunaan Kredit Ketahanan Pangan dan Energi

KKP-E digunakan untuk:50

48 Direktorat Pembiayaan Pertanian, Pedoman Teknis Kredit Ketahanan Pangan dan

Energi, Kementerian Pertanian, Jakarta, 2015, hlm. 1 49 Ibid, hlm. 2 50 Ibid, hlm. 14

Page 50: PENERAPAN ASAS KESEIMBANGAN BAGI PARA PIHAK …repository.ub.ac.id/3346/1/Retnani, Tika.pdfPerjanjian KKP-E seperti halnya perjanjian kredit bank pada umumnya menggunakan perjanjian

23

a. Petani, dalam rangka pengembangan tanaman padi, jagung,

kedelai, ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah, kacang hijau, koro,

perbenihan, bawang merah, cabai, kentang, bawang putih, tomat,

buncis, sawi, kubis, jamur tiram, jahe, kunyit, manggis, mangga,

durian, apel dan/atau melinjo;

b. Petani, dalam rangka pengembangan perkebunan budidaya tebu,

pemeliharaan teh, kopi arabika, kopi robusta, lada dan/atau pala;

c. Peternak, dalam rangka pengembangan peternakan sapi potong,

sapi perah, kerbau, kambing/domba, ayam ras, ayam buras, itik,

burung puyuh, kelinci dan/atau babi;

d. Kelompok tani, gabungan kelompok tani dam koperasi, dalam

rangka pengadaan gabah, jagung dan kedelai;

e. Kelompok tani dalam rangka pengadaan/peremajaan alat dan

mesin untuk mendukung usaha tanaman pangan, hortikultura,

perkebunan dan peternakan.

4. Bank Pelaksana, Sumber Dana dan Risiko KKP-E

a. Bank Pelaksana KKP-E51

Bank Pelaksana KKP-E meliputi 22 Bank yaitu 8 Bank Umum yang

melakukan kegiatan perbankan di Indonesia, yaitu: BRI, Bank

Mandiri, BNI, Bank Bukopin, Bank CIMB, Bank Agroniaga, BCA,

51 Ibid, hlm. 12

Page 51: PENERAPAN ASAS KESEIMBANGAN BAGI PARA PIHAK …repository.ub.ac.id/3346/1/Retnani, Tika.pdfPerjanjian KKP-E seperti halnya perjanjian kredit bank pada umumnya menggunakan perjanjian

24

dan BII serta 14 Bank Pembangunan Daerah (BPD) seperti Bank

Sumatera Utara, Bank Jawa Barat, Bank Jawa Tengah, D.I.

Yogyakarta, Bank Jatim, Bank Bali, Bank Sulawesi Selatan,

Kalimantan Selatan, Bank Papua, Bank Riau, dan lain-lain.

b. Sumber Dana dan Risiko KKP-E52

1) Sumber dana KKP-E berasal dari bank pelaksana KKP-E;

2) KKP-E dilakukan dengan model executing;

3) Risiko akan kerugian KKP-E ditanggung sepenuhnya oleh bank

pelaksana KKP-E;

4) Peran Pemerintah antara lain menyediakan subsidi besarnya

bunga dan pembagian resiko antara bank dengan pemerintah

untuk beberapa komoditas seperti komoditas, jagung, kedelai;

5) Keputusan akhir kredit ada pada bank mengingat risiko kredit

sepenuhnya ditanggung bank.

52 Ibid, hlm. 13

Page 52: PENERAPAN ASAS KESEIMBANGAN BAGI PARA PIHAK …repository.ub.ac.id/3346/1/Retnani, Tika.pdfPerjanjian KKP-E seperti halnya perjanjian kredit bank pada umumnya menggunakan perjanjian

1

BAB III

METODE PENELITIAN

Metodologi penelitian adalah suatu pedoman penelitian yang digunakan

untuk mendapatkan bahan dan penjelasan terhadap rumusan masalah sehingga

dapat membahas dan menjawab rumusan masalah tersebut secara tepat dan akurat.

Pengertian metodologi penelitian adalah cara meluluskan sesuatu dengan

menggunakan pikiran secara seksama untuk mencapai suatu tujuan.1 Suatu metode

ialah cara kerja atau tata cara kerja untuk dapat memahami obyek yang menjadi

sasaran dari ilmu pengetahuan yang bersangkutan atau berkaitan satu sama lain.

Metode adalah pedoman cara seorang ilmuwan mempelajari dan memahami

langkah-langkah yang dihadapi.2 Sedangkan penelitian adalah rangkaian kegiatan

untuk mencari, mencatat, merumuskan dan menganalisis sampai menyusun laporan

hingga selesai.3

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis-

normatif. Penelitian yuridis-normatif adalah suatu prosedur ilmiah untuk

menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan dari sisi normatifnya yang

objeknya adalah hukum itu sendiri.4 Penelitian yuridis-normatif ini dilakukan

dengan cara menelaah bahan hukum baik itu primer, sekunder, maupun tersier

untuk menjawab permasalahan yang menjadi fokus penelitian.

1 Cholid Narbuko, Metodologi Penelitian. Bumi Pustaka, Jakarta, 1997, hlm. 1 2 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 2012, hlm. 6 3 Ibid, hlm. 7 4 Johny Ibrahim, 2011, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Bayumedia

Publishing, Malang, hlm. 57

Page 53: PENERAPAN ASAS KESEIMBANGAN BAGI PARA PIHAK …repository.ub.ac.id/3346/1/Retnani, Tika.pdfPerjanjian KKP-E seperti halnya perjanjian kredit bank pada umumnya menggunakan perjanjian

2

Penggunaan jenis penelitian yuridis-normatif dalam penelitian ini

bertujuan untuk menganalisis perjanjian baku KKP-E telah sesuai dengan asas

keseimbangan yang ada dalam peraturan perundang-undangan terkait dan tidak

memiliki klausula baku yang melanggar undang-undang serta hanya

menguntungkan salah satu pihak saja.

B. Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian yang digunakan dalam jenis penelitian ini adalah

pendekatan perundang-undang (statute-approach) dan pendekatan analitis

(analytical-approach).

Dalam penelitian ini pendekatan perundang-undangan (statute-

approach) digunakan untuk meneliti dan menelaah undang-undang dan seluruh

regulasi yang memiliki kaitan dengan isu hukum yang ada dalam penelitian ini

yaitu undang-undang dan seluruh regulasi yang berkaitan dengan asas

keseimbangan,

Pendekatan analitis (analytical-approach) digunakan untuk mengkaji

atau menganalisis peraturan undang-undang yang berkaitan dengan asas

keseimbangan dan penerapannya dalam suatu perjanjian KKP-E.

C. Jenis dan Sumber Bahan Hukum

Jenis bahan hukum dalam suatu penelitian hukum dapat dibedakan

menjadi tiga, yaitu: bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan

hukum tersier:5

5 Soerjono Soekanto, 2011, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, PT.

Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm. 13

Page 54: PENERAPAN ASAS KESEIMBANGAN BAGI PARA PIHAK …repository.ub.ac.id/3346/1/Retnani, Tika.pdfPerjanjian KKP-E seperti halnya perjanjian kredit bank pada umumnya menggunakan perjanjian

3

1. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum yang terdiri dari aturan hukum yang diatur dan berlaku

di Indonesia yang dapat dijadikan sebagai dasar acuan dan

pertimbangan hukum. Dalam hal ini aturan hukum yang digunakan

adalah:

a. Kitab Undang-undang Hukum Perdata;

b. Undang-undang Nomor 8 tahun 1999 Tentang Perlindungan

Konsumen;

c. Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan atas

Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan;

d. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 79/PMK.05/2007 tentang

Kredit Ketahanan Pangan dan Energi;

e. Perjanjian Kredit Ketahanan Pangan dan Energi Bank Jatim;

f. Perjanjian Kredit Ketahanan Pangan dan Energi Bank BRI;

g. Dan peraturan perundang-undangan yang terkait lainnya.

2. Bahan Hukum Sekunder

Bahan Hukum Sekunder adalah bahan hukum pendukung yang

dibutuhkan peneliti untuk menguatkan bahan hukum primer, yaitu:

a. Buku-buku ilmiah dibidang hukum;

b. Jurnal-jurnal hukum;

c. Pendapat para ahli hukum;

d. Artikel dari media cetak maupun elektronik tentang segala hal

yang berkaitan dengan penelitian ini.

Page 55: PENERAPAN ASAS KESEIMBANGAN BAGI PARA PIHAK …repository.ub.ac.id/3346/1/Retnani, Tika.pdfPerjanjian KKP-E seperti halnya perjanjian kredit bank pada umumnya menggunakan perjanjian

4

3. Bahan Hukum Tersier

Bahan Hukum Tersier adalah bahan hukum yang memberikan

petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan

hukum sekunder6 yang terdiri atas:

a. Kamus Hukum;

b. Kamus Besar Bahasa Indonesia;

c. Situs internet yang bekaitan dengan KKP-E dan Perjanjian Baku.

D. Teknik Memperoleh Bahan Hukum

Teknik memperoleh bahan hukum dimaksudkan untuk mengumpulkan

bahan hukum dalam penelitian. Teknik memperoleh bahan hukum yang

mendukung dan berkaitan dalam paparan penelitian ini adalah studi

kepustakaan (library research). Studi kepustakaan adalah suatu alat

pengumpulan bahan hukum yang dilakukan melalui bahan hukum tertulis

dengan menggunakan content analysis.7 Teknik ini berguna untuk

mendapatkan landasan teori dengan mengkaji dan mempelajari buku, peraturan

undang-undang, artikel, dokumen, arsip dan hasil penelitian lainnya baik cetak

maupun elektronik mengenai asas keseimbangan dalam hukum perjanjian,

perjanjian baku dan perjanjian KKP-E baik yang sifatnya vertikal maupun

horizontal.

6 Johnny Ibrahim,Op.Cit., hlm. 296 7 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta,

2011, hlm. 35

Page 56: PENERAPAN ASAS KESEIMBANGAN BAGI PARA PIHAK …repository.ub.ac.id/3346/1/Retnani, Tika.pdfPerjanjian KKP-E seperti halnya perjanjian kredit bank pada umumnya menggunakan perjanjian

5

E. Teknik Analisis Bahan Hukum

Penelitian ini menggunakan teknik analisis data deduktif yaitu

menjelaskan sesuatu hal yang bersifat umum untuk kemudian ditarik suatu

kesimpulan yang lebih bersifat khusus. Analisis dilakukan dengan melakukan

telaah terhadap peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan

penelitian ini. Untuk kemudian di inventarisasi dan di identifikasi peraturan

perundang-undangan yang berkaitan dengan asas keseimbangan dalam suatu

perjanjian dan yang berkaitan dengan KKP-E, lalu selanjutnya dilakukan

analisis terhadap perjanjian KKP-E yang menjadi bahan hukum primer dalam

penelitian ini apakah telah sesuai dengan asas keseimbangan yang telah diatur

dalam peraturan perundang-undangan terkait. Analisis tersebut menggunakan

interpretasi gramatikal dan intepretasi sistematis.

Interpretasi gramatikal adalah menafsirkan undang-undang dan

perjanjian KKP-E menurut arti perkataan atau istilah. Hal ini dikarenakan

adakalanya pembuat undang-undang/pembuat perjanjian melakukan pemilihan

kata yang sulit sehingga harus dicari padanan kata yang lebih mudah untuk

dipahami.8 Lalu interpretasi sistematis adalah menafsirkan undang-undang

sebagai bagian dari keseluruhan sistem perundang-undangan dengan jalan

menghubungkan dengan undang-undang lain.9 Hal ini dikarenakan pemerintah

dalam merumuskan suatu pasal yang mengatur tentang asas keseimbangan,

ketentuan perjanjian baku dan KKP-E dilakukan dalam banyak peraturan yang

saling terkait sehingga dibutuhkan interpretasi sistematis agar data yang

8 Yudha Bhakti Ardiwisastra, Penafsiran dan Kontstruksi Hukum, PT. Alumni,

Bandung, 2012, hlm. 12 9 Ibid, hlm. 11

Page 57: PENERAPAN ASAS KESEIMBANGAN BAGI PARA PIHAK …repository.ub.ac.id/3346/1/Retnani, Tika.pdfPerjanjian KKP-E seperti halnya perjanjian kredit bank pada umumnya menggunakan perjanjian

6

diperoleh dapat ditulis dengan kritis, logis, dan sistematis. Sehingga nantinya

dapat mengungkap suatu perjanjian KKP-E telah memenuhi asas

keseimbangan yang diatur dalam peraturan-peratura yang dibuat oleh

pemerintah atau tidak.

F. Definisi Konseptual

1. Penerapan: Perbuatan mempraktekkan suatu teori, metode, dan undang-

undang untuk mencapai tujuan tertentu dan untuk suatu kepentingan yang

diinginkan oleh peneliti yang telah terencana dan tersusun sebelumnya.

2. Asas Keseimbangan: Suatu asas dalam hukum perjanjian yang dimana

terjadinya keseimbangan kedudukan posisi tawar para pihak dalam

menentukan kehendaknya.

3. Para Pihak: Subyek hukum, baik menurut hukum perdata maupun hukum

publik. Dalam penelitian ini yang termasuk subyek hukum adalah debitur,

kreditur yang terlibat dalam perjanjian kredit ketahanan pangan dan energi

(KKP-E)

4. Kredit Ketahanan Pangan dan Energi: Kredit modal kerja yang

diberikan oleh Bank Pelaksana kepada petani, peternak, nelayan dan

pembudidaya ikan, kelompok (tani, peternak, nelayan dan pembudidaya

ikan) dalam rangka pembiayaan pengembangan usahanya.

Page 58: PENERAPAN ASAS KESEIMBANGAN BAGI PARA PIHAK …repository.ub.ac.id/3346/1/Retnani, Tika.pdfPerjanjian KKP-E seperti halnya perjanjian kredit bank pada umumnya menggunakan perjanjian

1

BAB IV

PEMBAHASAN

A. Perjanjian Kredit Ketahanan Pangan dan Energi sebagai suatu Perjanjian

Baku

Dalam KUHPerdata tidak ada pasal khusus yang mengatur seperti apa

seharusnya bentuk suatu perjanjian, maksudnya disini bahwa suatu perjanjian

dapat dilakukan/dituangkan dalam bentuk perjanjian tertulis dan perjanjian yang

tidak tertulis.1 Ketentuan mengenai hal tersebut tentunya juga berlaku dalam

suatu perjanjian kredit. Karena dalam pasal 1 ayat 11 Undang-undang no. 10

tahun 1998 tentang Perbankan ditentukan bahwa pengertian kredit ini diberikan

berdasarkan persetujuan dan kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dan

pihak lain, namun tidak disebutkan lebih lanjut mengenai bagaimana bentuk

persetujuan pinjam-meminjam tersebut.2 Haruskah berbentuk secara tertulis atau

hanya sebatas perjanjian lisan saja perjanjian kredit tersebut dapat berjalan.

Yang dimaksud dengan kredit menurut pasal 1 ayat 11 Undang-undang

no. 10 tahun 1998 tentang perbankan adalah “penyediaan uang atau tagihan

yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau

kesepakatan pinjam-meminjam antara Bank dengan pihak lain yang

mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu

1 Djunaendah Hasan, Lembaga Jaminan Kebendaan Bagi Tanah dan Benda Lain yang

Melekat pada Tanah dalam Konsepsi Penerapan Asas Pemisahan Horizontal, Citra Aditya

Bakti, Bandung, 1996, hlm. 179 2 Sutan Remy Sjahdeini, Op. Cit., hlm. 180

Page 59: PENERAPAN ASAS KESEIMBANGAN BAGI PARA PIHAK …repository.ub.ac.id/3346/1/Retnani, Tika.pdfPerjanjian KKP-E seperti halnya perjanjian kredit bank pada umumnya menggunakan perjanjian

tertentu dengan pemberian bunga”.3 Pencatuman kata persetujuan atau

kesepakatan pinjam meminjam di dalam definisi kredit memiliki beberapa

maksud, sebagai berikut:4

a. Bahwa pembentuk undang-undang bermaksud untuk menegaskan bahwa

hubungan kredit bank adalah hubungan kontraktual antara bank dan debitur

yang berbentuk pinjam-meminjam. Dengan demikian bagi hubungan kredit

bank berlaku buku ketiga (tentang perikatan) pada umumnya dan bab 13

(tentang pinjam-meminjam) KUHPerdata khususnya.

b. Maksud yang lain dari pembentuk undang-undang yang dapat disimpulkan

dari bunyi pasal diatas adalah mengharuskan hubungan kredit Bank dibuat

berdasarkan perjanjian tertulis.

Jika semata hanya berpedoman kepada pasal tersebut diatas bahwa suatu

perjanjian kredit harus dilakukan secara tertulis sulit kiranya untuk dilaksanakan.

Maka tentunya dapat dikaitkan dengan beberapa peraturan mengenai perjanjian

kredit sebagai berikut:5

a. Instruksi Presidium Kabinet Nomor 15/EK/IN/10/1966 Pedoman Kebijakan

di Bidang Perkreditan tanggal 3 Oktober 1966 juncto Surat Edaran Bank

Negara Indonesia Unit I Nomor 2/539/UPK/Pemb. Tanggal 8 Oktober 1966,

Surat Edaran Bank Negara Indonesia Unit I Nomor 2/649/UPK/Pemb.

Tanggal 20 Oktober 1966 dan Instruksi Presidium Kabinet Ampera Nomor

10/EK/IN/2/1967 tanggal 6 Februari 1967, yang menyatakan bahwa bank

3 Pasal 1 ayat (11) Undang-undang nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan terhadap

Undang-undang nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan 4 Sutan Remy Sjahdeini, Op. Cit.., hlm.181 5 Rachmadi Usman,Aspek-aspek Hukum Perbankan di Indonesia, Gramedia Pustaka

Utama, Jakarta, 2001, hlm. 263-264

Page 60: PENERAPAN ASAS KESEIMBANGAN BAGI PARA PIHAK …repository.ub.ac.id/3346/1/Retnani, Tika.pdfPerjanjian KKP-E seperti halnya perjanjian kredit bank pada umumnya menggunakan perjanjian

dilarang melakukan pemberian kredit dalam bentuk apapun tanpa adanya

perjanjian kredit yang jelas antara bank dan nasabah atau bank sentral dan

bank-bank lainnya. Dari hal ini dapat ditarik sebuah kesimpulan yaitu

sebuah bank dalam memberikan kredit kepada nasabah wajib dibuatkan atau

dituangkan dalam perjanjian atau akad perjanjian agar jelas dan tidak

menimbulkan kerugian bagi Bank ataupun nasabah.

b. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 27/162/KEP/DIR/ dan

Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 27/7/UPPB tanggal 31 Maret 1995

tentang Kewajiban Penyusunan dan Pelaksanaan Kebijakan Perkreditan

Bank bagi bank Umum, yang menyatakan bahwa setiap kredit yang disetujui

dan disepakati pemohon kredit dapat dituangkan dalam perjanjian kredit

secara tertulis.

Sehingga dengan melihat ketentuan-ketentuan yang telah diuraikan

diatas bahwa bank yang melakukan segala kegiatan mengenai pemberian kredit

wajib membuat akad perjanjian kredit, maka telah ditafsirkan bahwa perjanjian

kredit bank harus dilaksanakan secara tertulis.

Dalam prakteknya perbankan di Indonesia itu melakukan kegiatan

pemberian kredit itu menggunakan dua bentuk atau cara dalam membuat

perjanjiannya, yaitu:6 a) Perjanjian kredit berupa akta dibawah tangan, b)

Perjanjian kredit berupa akta notaris. Kedua perjanjian tersebut umumnya dibuat

dengan konsep perjanjian baku. Perjanjian baku menurut Sutan Remy Sjahdeni

memiliki pengertian bahwa suatu perjanjian yang telah dibuat hampir seluruh

6 Sutan Remy Sjahdeini, Op. Cit., hlm. 182

Page 61: PENERAPAN ASAS KESEIMBANGAN BAGI PARA PIHAK …repository.ub.ac.id/3346/1/Retnani, Tika.pdfPerjanjian KKP-E seperti halnya perjanjian kredit bank pada umumnya menggunakan perjanjian

klausa-klausanya oleh pemakainya dan pihak lain pada dasarnya tidak memiliki

peluang untuk merundingkan atau meminta adanya perubahan.7 Jadi Perjanjian

kredit baku ini berarti bahwa kedua belah pihak baik itu pihak bank dan pihak

debitur, menandatangani suatu perjanjian yang telah disiapkan oleh pihak bank

klausula-klausulanya dalam suatu formulir yang telah dicetak. Jika berupa akta

notaris, maka notaris menyiapkan sebuah perjanjian yang telah memenuhi

pedoman perjanjian yang telah ditentukan oleh bank.8

Perjanjian baku ini sebenarnya tumbuh karena alasan praktis, cepat,

efisien, menghemat waktu, dan tidak bertele-tele karena sebagai akibat dari

perbuatan hukum yang terus berulang dan teratur yang melibatkan banyak pihak

sehingga membutuhkan waktu untuk menyiapkannya.9 Namun seiring

berjalannya waktu perjanjian baku seolah menjadi sebuah kesempatan bagi para

pelaku usaha dalam hal ini pemberi kredit/bank untuk menentukan isi perjanjian

seenaknya.

Berdasarkan uraian yang telah disebutkan diatas dapat disimpulkan

bahwa perjanjian KKP-E dalam penelitian ini dibuat antara pemilik dana dalam

hal ini adalah bank dengan peminjam dana yaitu petani/nelayan/peternak/dll

dilakukan secara tertulis baik menggunakan notaris ataupun akta dibawah tangan

karena merupakan suatu perjanjian kredit sesuai dengan peraturan pemerintah

dan undang-undang. Pembuatan perjanjian KKP-E yang tertulis ini pun

dilakukan secara baku karena hal itu tidak dilarang. Perjanjian KKP-E ini

7 Ibid., hlm. 66 8 Ibid., hlm. 183 9 Ronny Sautma Hotma Bako, Hubungan Bank dan Nasabah Terhadap Produk

Tabungan dan Deposito, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000, hlm. 27

Page 62: PENERAPAN ASAS KESEIMBANGAN BAGI PARA PIHAK …repository.ub.ac.id/3346/1/Retnani, Tika.pdfPerjanjian KKP-E seperti halnya perjanjian kredit bank pada umumnya menggunakan perjanjian

dilakukan secara tertulis karena untuk memudahkan pihak-pihak yang terlibat

untuk mengingat mengenai hal-hal tertentu yang harus dilakukan dan hal-hal

yang berhak mereka terima. Dan agar pihak bank diberikan kemudahan untuk

melakukan tugasnya dalam perencanaan, pelaksanaan, pengorganisasian,

perlindungan, dan pengawasan dana yang telah dipercayakan oleh masyarakat

kepada bank. Serta kedua belah pihak memiliki bukti bahwa telah melakukan

perjanjian KKP-E dan berkekuatan hukum yang lebih kuat.

Perjanjian KKP-E ini juga bentuknya perjanjian baku karena form

perjanjian telah dibuat oleh pihak bank dan petani/pekebun/nelayan/dll tinggal

menyetujui klausula-klausula dalam perjanjian tersebut. Perjanjian KKP-E yang

dibuat baku ini tentunya susah untuk ditawar jika dirasa terlalu berat untuk isi

klausulanya untuk peminjam dana. Sehingga peminjam dana KKP-E ini hanya

memiliki dua alternatif pilihan yaitu menerima isi perjanjian atau menolak isi

perjanjian secara keseluruhan10 karena posisinya yang lemah untuk menawar.

Sebagai perjanjian baku tentunya perjanjian KKP-E yang dibuat oleh bank

memiliki isi yang sama dengan perjanjian kredit baku lainnya yang dibuat oleh

bank yang bersangkutan. Hal yang dilakukan guna memudahkan pihak bank

dalam bekerja, namun bisa saja isinya merugikan pihak debitur. Sehingga tidak

dapat mencerminkan suatu perjanjian KKP-E yang seimbang untuk semua

pihak.

Perjanjian KKP-E yang merupakan produk dari pemerintah untuk

membantu petani/nelayan/pekebun/dll untuk mendapatkan modal. Tentu

10 Agus Yudha Hernoko, Op.Cit., hlm. 2

Page 63: PENERAPAN ASAS KESEIMBANGAN BAGI PARA PIHAK …repository.ub.ac.id/3346/1/Retnani, Tika.pdfPerjanjian KKP-E seperti halnya perjanjian kredit bank pada umumnya menggunakan perjanjian

memiliki peraturan untuk mengaturnya. Dasar hukum KKP-E ini telah

dicantumkan atau dibuat oleh pemerintah dalam bentuk Peraturan Menteri.

Beberapa peraturan menteri yang membahas mengenai KKP-E adalah:11

a. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 79/PMK.05/2007 jo Peraturan Menteri

Keuangan Nomor 48/PMK.05/2009 dan jis Peraturan Menteri Keuangan

Nomor 198/PMK.05/2010 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan

Menteri Keuangan Tentang Kredit Ketahanan Pangan dan Energi, yang

isinya antara lain menetapkan obyek pendanaan, sumber pendanaan,

mekanisme pendanaan, persyaratan kredit, suku bunga, subsidi bunga,

sanksi dan ketentuan peralihannya;

b. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 12/Permentan/OT.140/1/2013 tanggal

22 Januari 2013 Tentang Pedoman Pelaksanaan Kredit Ketahanan Pangan

dan Energi, antara lain menetapkan pengertian, komoditas yang dibiayai,

persyaratan dan kewajiban penerima KKP-E, persyaratan dan kewajiban

mitra usaha, plafon, kebutuhan indikatif, mekanisme pengajuan,

penyaluran, dan pengembalian, pembinaan, monitoring dan evaluasi serta

pelaporan;

c. Peraturan Menteri Perikanan dan Kelautan Nomor PER.03/MEN/2012

tentang Pelaksanaan Kredit Ketahanan Pangan dan Energi di Bidang

Kelautan dan Perikanan, yang didalamnya mengatur mengenai kegiatan

11 Saraswati, KPP-E dan Dasar Hukum Penyalurannya (online),

http://kttsaraswati.blogspot.co.id/2013/07/kkpe-dan-dasar-hukumnya-penyalurannya.html, diakses

21 Maret 2017

Page 64: PENERAPAN ASAS KESEIMBANGAN BAGI PARA PIHAK …repository.ub.ac.id/3346/1/Retnani, Tika.pdfPerjanjian KKP-E seperti halnya perjanjian kredit bank pada umumnya menggunakan perjanjian

usaha di bidang apa saja yang dapat diberikan dana melalui KKP-E yang

dapat dilakukan secara mandiri atau berkerja sama dengan mitra usaha lain.

Dasar Hukum KKP-E ini dibuat dalam bentuk peraturan kementerian dan

dibuat oleh beberapa kementrian terkait, serta masing-masing telah mengalami

perubahan agar lebih baik. Kementerian tersebut antaranya adalah kementerian

keuangan, pertanian, dan perikanan. Isi dari peraturan menteri tentang perjajian

KKP-E ini juga sesuai kapasitas masing-masing kementerian. Peraturan menteri

keuangan yang mengatur mengenai sumber, mekanisme, obyek, suku bunga, dan

lain-lain. Peraturan menteri pertanian dan perikanan berupa komoditas yang

dapat dibiayai dengan KKP-E, perikanan yang seperti apa yang dapat dibiayai

dengan KKP-E, dan lain-lain.

Sehingga berdasarkan yang diuraikan diatas menurut ketentuan-

ketentuan yang telah diatur dalam peraturan menteri terkait tersebut, KKP-E ini

memiliki dasar hukum yang baik dan kuat bagi siapa saja yang memenuhi

kriteria yang telah ditentukan oleh peraturan menteri tersebut diatas untuk

mengajukan dan melaksanakan KKP-E dalam bentuk suatu perjanjian tertulis

dengan format baku

B. Asas Keseimbangan dalam sebuah Perjanjian Baku

Dalam Bab 2 disebutkan Perjanjian baku menurut Sutan Remy

Sjahdeini adalah perjanjian yang seluruh klausul-klausulnya sudah dibakukan

oleh pemakainya dan pihak lain pada dasarnya tidak mempunyai peluang untuk

merundingkan atau meminta adanya perubahan.12 Sehingga dapat dikatakan

12 Sutan Remy Sjahdeini, Op. Cit., hlm. 66

Page 65: PENERAPAN ASAS KESEIMBANGAN BAGI PARA PIHAK …repository.ub.ac.id/3346/1/Retnani, Tika.pdfPerjanjian KKP-E seperti halnya perjanjian kredit bank pada umumnya menggunakan perjanjian

bahwa perjanjian baku ini dapat mengandung suatu klausula eksonerasi yang

dianggap sebagai klausula yang berat sebelah dan tidak adil pada satu pihak serta

dapat memberikan keuntunga pada pihak pembuat perjanjian baku. Secara

umum, suatu perjanjian baku yang mengandung klausula eksonerasi adalah

suatu perjanjian baku yang tidak seimbang. Namun, perlu adanya suatu analisis

lebih lanjut untuk dapat mengerti maksud dari para pihak yang membuat

perjanjian baku dalam mencamtumkan suatu klausula eksonerasi tersebut.

Perjanjian baku biasanya dibuat oleh suatu pihak yang memiliki

bargaining power yang kuat dalam suatu perjanjian. Sehingga dapat menjadikan

suatu hubungan dari para pihak yang melakukan suatu perjanjian dengan

menggunakan perjanjian baku ini menjadikan adanya ketentuan-ketentuan yang

ada dalam suatu perjanjian baku menjadi tidak patut, tidak adanya keadilan, dan

tidak layak. Ketidakpatutan yang terjadi pada suatu hubungan para pihak yang

tidak seimbang dinamakan undue influence, sedangkan ketidakpatutan yang

terjadi karena suatu keadaan yang tidak seimbang dinamakan

unconscionability.13 Karena kedua hal inilah kemudian muncul asas

keseimbangan.

Asas keseimbangan digunakan untuk dapat menyeimbangkan

kepentingan para pihak yang terlibat dalam suatu perjanjian baku. Dalam hal

untuk menyeimbangkan kepentingan para pihak ini, asas keseimbangan

memiliki arti adanya keadaan hening atau keselarasan karena dari perbagai gaya

yang bekerja tidak ada satupun yang mendominasi atau tidak ada satu elemenpun

13 Hardijan Rusli, Hukum Perjanjian Indonesia dan Common Law, Sinar Harapan,

Jakarta: 1996, hlm. 113

Page 66: PENERAPAN ASAS KESEIMBANGAN BAGI PARA PIHAK …repository.ub.ac.id/3346/1/Retnani, Tika.pdfPerjanjian KKP-E seperti halnya perjanjian kredit bank pada umumnya menggunakan perjanjian

yang menguasai yang lainnya.14 Apabila asas keseimbangan dalam suatu

perjanjian dapat bekerja secara maksimal maka akan dapat menyeimbangkan

kepentingan pihak yang terlibat dalam perjanjian. Serta dapat memberikan

hukum yang ideal bagi para pihak dan memberikan rasa adil dalam suatu

perjanjian. Dalam hal suatu perjanjian telah memiliki asas keseimbangan dalam

klausulanya atau tidak Herlien Boediono dalam disertasinya menyebutkan 3

aspek yang dapat dijadikan pedoman dalam menguji asas keseimbangan, yaitu:15

1) Perbuatannya sendiri, 2) Isi kontrak, 3) Pelaksanaan dari isi kontrak tersebut.

Keseimbangan dalam menyusun suatu perjanjian baku ini berkaitan erat

dengan kebebasan berkontrak para pihak dalam menetapkan suatu klausula

perjanjian. Kebebasan berkontrak ini berpangkal kepada kedudukan kedua belah

pihak yang sama kuatnya, sedang pada kenyataanya pada suatu perjanjian baku

tidaklah demikian.16 Seringkali kedudukan para pihak dalam suatu perjanjian

baku ini tidak sama kuat dimana pihak pembuat perjanjian baku pasti memiliki

keadaan yang lebih kuat sehingga hal ini telah mempengaruhi daya kerja asas

kebebasan berkontrak yang pada akhirnya menimbulkan ketidakadilan dalam

pengaturan kewajiban para pihak.17 Dalam asas kebebasan berkontrak, individu

diberikan kebebasan untuk membuat perjanjian yang seluas-luasnya sepanjang

tidak bertentangan dengan ketertiban umum.18 Jadi kebebasan berkontrak dalam

suatu perjanjian itu dapat dimaknai sebagai suatu kebebasan yang bertanggung

14 Agus Yudho Hernoko, Op. Cit., hlm. 5 15 Herlien Budiono, Op. Cit., hlm. 334 16 R. Subekti, Kumpulan Karangan Hukum Perikatan, Arbitrase, dan Peradilan,

Alumni, Bandung 1992, hlm. 5 17 Sutan Remy Sjahdeini, Op. Cit., hlm. 55 18 Ridwan Khairandy, Op. Cit., hlm. 91

Page 67: PENERAPAN ASAS KESEIMBANGAN BAGI PARA PIHAK …repository.ub.ac.id/3346/1/Retnani, Tika.pdfPerjanjian KKP-E seperti halnya perjanjian kredit bank pada umumnya menggunakan perjanjian

jawab sehingga tidak dapat merugikan pihak lainnya dan kewajiban untuk

menghormati suatu kepentingan pihak lain yang terikat pula dalam perjanjian.

Keseimbangan yang ada dalam suatu perjanjian itu tidak semata-mata

karena keseimbangan posisi kedudukan para pihak saja tapi harus ada iktikad

baik dari masing-masing pihak yang terlibat dalam perjanjian. Suatu perjanjian

baku yang dimana dibuat oleh pihak yang memiliki kedudukan lebih tinggi itu

tidak mutlak dikatakan berat sebalah dan merugikan pihak yang lemah apabila

tiap pihak yang terlibat dalam suatu perjanjian baku itu memiliki iktikad baik

dalam menaati klausula perjanjian baku yang telah disepakati. Iktikad baik yang

ada pada saat menyusun perjanjian akan menghindari adanya perbuatan

melawan hukum dalam sebuah perjanjian baku dan apabila iktikad baik

diterapkan dalam pelaksanaan klausula perjanjian akan menghindari suatu

wanprestasi yang dilakukan para pihak dalam suatu perjanjian.19

Iktikad baik pihak pembuat perjanjian baku itu dapat kita lihat dari

perbuatan pembuat perjanjian baku yang tidak seenaknya sendiri dalam

penentuan klausula baku. Sedangkan Iktikad baik dalam pelaksanaan suatu

perjanjian adalah suatu penilaian baik terhadap suatu tindak tanduk para pihak

dalam hal pelaksanaan dari apa yang telah diperjanjikan.20 Sebenarnya, iktikad

baik terletak pada hati manusia yang tercemin dari perbuatan yang nyata dari

pelaksanaan klausula perjanjian sehingga dapat memberikan ukuran yang

obyektif tentang adanya iktikad baik atau tidak dalam suatu perjanjian.21

19 Wirjono Projodikoro, Op. Cit., hlm. 49 20 R. Subekti, Op. Cit., hlm. 25 21 Djoni S, Gazali dan Rachmadi Usman, Op. Cit., hlm.. 343

Page 68: PENERAPAN ASAS KESEIMBANGAN BAGI PARA PIHAK …repository.ub.ac.id/3346/1/Retnani, Tika.pdfPerjanjian KKP-E seperti halnya perjanjian kredit bank pada umumnya menggunakan perjanjian

Apabila kedua belah pihak yang terikat dalam suatu perjanjian sama-

sama memiliki iktikad baik dalam pelaksanaannya perjanjian tersebut akan

berjalan dengan lancar dan begitu pula sebaliknya. Seorang pihak yang

melakukan perjanjian apabila memiliki iktikad yang tidak baik dalam

pelaksanaan perjanjian akan mengganggu keseimbangan dalam pelaksanaan

suatu perjanjian tersebut. Yang akan mengakibatkan hak dan kewajiban para

pihak tidak akan berjalan dengan baik sebagaimana seharusnya dan pelaksanaan

perjanjian tersebut tidak akan seimbang lagi.

Keseimbangan dalam perjanjian baku dapat dimaknai sebagai adanya

hubungan timbal balik yang harmonis dalam bentuk masing-masing pihak

melakukan prestasi (yang imbang atau sepadan) terhadap pihak lain yang terlibat

dalam perjanjian.22

Ketidakseimbangan kedudukan para pihak dalam menyusun klausula

baku dalam suatu perjanjian dikarenakan bargaining power yang lemah

menjadikan suatu kesepakatan yang nyata tidak terwujud dan apabila pada

akhirnya akan terjadi suatu kesepakatan itu lahir dikarenakan adanya unsur

keterpaksaan. Kesepakatan yang terjadi karena suatu keterpaksaan dapat

menyebabkan adanya ketidakseimbangan dalam pelaksanaan perjanjian.

Kesepakatan yang terpaksa itu bukanlah kesepakatan yang sesuai dengan apa

yang tercantum dalam pasal 1338 KUHPerdata, sebab telah dijelaskan dalam

pasal tersebut bahwa kesepakatan itu adalah perjumpaan dari kehendak dua

belah pihak yang terlibat dalam suatu perjanjian secara bebas dan leluasa.

Kesepakatan akan terwujud apabila ada kepercayaan diantara para pihak yang

22 Herlien Budiono, Op. Cit., hlm. 339

Page 69: PENERAPAN ASAS KESEIMBANGAN BAGI PARA PIHAK …repository.ub.ac.id/3346/1/Retnani, Tika.pdfPerjanjian KKP-E seperti halnya perjanjian kredit bank pada umumnya menggunakan perjanjian

melakukan suatu perjanjian terdapat kesungguhan untuk mengikatkan diri dalam

perjanjian, kejujuran, keterusterangan dan iktikad baik untuk memenuhi prestasi

yang telah disepakati dalam perjanjian secara optimal. Kesepakatan dalam suatu

perjanjian itu menimbulkan kekuatan yang mengikat sebagaimana layaknya

undang-undang bagi para pihak yang melakukan perjanjian.23

Terhadap kondisi ketidakseimbangan dalam suatu perjanjian baku, Sutan

Remy Sjahdeini berpendapat bahwa ketidakseimbangan bargaining position

sering melahirkan perjanjian yang berat sebelah atau timpang, tidak adil dan

melanggar aturan kepatutan, diperlukan campur tangan negara untuk melindungi

pihak yang lemah.24 Campur tangan negara untuk memberikan perlindungan

hukum yang seimbang dapat dilihat dari adanya Undang-undang Nomor 8 tahun

1999 tentang Perlindungan Konsumen (selanjutnya dalam penelitian ini disebut

dengan UUPK). Menurut Ahmadi Miru, ini dapat menunjukkan fungsi hukum

sebagaimana sarana yang dapat menyeimbangkan kepentingan-kepentingan

yang ada di dalam masyarakat.25

Pasal 18 UUPK tersebut secara tegas mengatur pelarangan klausula baku

yang tidak seimbang dalam suatu perjanjian, yaitu:26

1. Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang

ditujukan untuk diperdagangkan dilarang membuat atau

mencamtumkan klausula baku pada setiap dokumen dan/atau

perjanjian apabila:

a. Menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha;

b. Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak

penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen;

c. Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak

penyerahan kembali uang yang dibayarkan atas barang/atau

jasa yang dibeli oleh konsumen;

23 Sesuai dengan Pasal 1338 Kitab Undang-undang Hukum Perdata 24 Sutan Remy Sjahdeini, Op. Cit., hlm. 9 25 Ahmadi Miru, Op. Cit., hlm. 70 26 Pasal 18 Undang-undang nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

Page 70: PENERAPAN ASAS KESEIMBANGAN BAGI PARA PIHAK …repository.ub.ac.id/3346/1/Retnani, Tika.pdfPerjanjian KKP-E seperti halnya perjanjian kredit bank pada umumnya menggunakan perjanjian

d. Menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku

usaha baik secara langsung maupun tidak langsung untuk

melakukan segala tindakan sepihak yang berkaitan dengan

barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran;

e. Mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan

barang atau pemanfaatan jasa yang dibeli oleh konsumen;

f. Memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi

manfaat jasa atau mengurangi harta kekayaan konsumen

yang menjadi objek jual beli jasa;

g. Menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang

merupakan aturan baru, tambahan, lanjutan, dan/atau

pengubahan lanjutan yang dibuat sepihak oleh pelaku usaha

dalam masa konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya;

h. Menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku

usaha untuk pembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau

hak jaminan terhadap barang yang dibeli oleh konsumen

secara angsuran.

2. Pelaku usaha dilarang mencantumkan klausula baku yang letak atau

bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas, atau

pengungkapannya sulit dimengerti.

3. Setiap klausula baku yang telah ditetapkan oleh pelaku usaha pada

dokumen atau perjanjian yang mematuhi ketentuan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dinyatakan batal demi hukum.

4. Pelaku usaha wajib menyesuaikan klausula baku yang bertentangan

dengan undang-undang ini.

Adanya pengaturan tentang perlindungan konsumen terutama pada

peraturan yang berkaitan dengan klausula baku, sedikit banyak menyadarkan

masyarakat bahwa mereka sebagai pihak dalam perjanjian tentunya memiliki

hak yang sejajar dengan pihak lain yang ada dalam perjanjian tersebut.27 Selain

UUPK pengaturan mengenai pencantuman ketentuan klausula baku ini juga

terdapat pada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.07/2013 tentang

Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan. Otoritas Jasa Keuangan atau

yang biasa disingkat OJK sebagai suatu lembaga independen dan bebas dari

campur tangan pihak lain yang dibentuk berdasarkan UU Nomor 21 Tahun 2011

berfungsi menyelenggarakan system pengaturan dan pengawasan yang

27 Djoni S. Gazali dan Rachmadi Usman, Op. Cit., hlm. 358

Page 71: PENERAPAN ASAS KESEIMBANGAN BAGI PARA PIHAK …repository.ub.ac.id/3346/1/Retnani, Tika.pdfPerjanjian KKP-E seperti halnya perjanjian kredit bank pada umumnya menggunakan perjanjian

terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan.28

Sehingga OJK masih memiliki hak untuk mengatur mengenai ketentuan

perjanjian baku dalam sektor keuangan. Pasal 22 POJK nomor 1/POJK.07/2013

disebutkan bahwa:29

(1) Dalam hal Pelaku Usaha Jasa Keuangan menggunakan perjanjian

baku, perjanjian baku tersebut wajib disusun sesuai dengan

peraturan perundang-undangan.

(2) Perjanjian baku sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat

berbentuk digital atau elektronik untuk ditawarkan oleh Pelaku

Usaha Jasa Keuangan melalui media elektronik.

(2) Perjanjian baku sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang

digunakan oleh Pelaku Usaha Jasa Keuangan dilarang:

a. Menyatakan pengalihan tanggung jawab atau kewajiban Pelaku

Usaha Jasa Keuangan kepada Konsumen;

b. Menyatakan bahwa Pelaku Usaha Jasa Keuangan berhak

menolak pengembalian uang yang telah dibayar oleh Konsumen

atas produk dan/atau layanan yang dibeli;

c. Menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku

usaha jasa keuangan, baik secara langsung maupun tidak

langsung, untuk melakukan segala tindakan sepihak atas barang

yang diagunkan oleh Konsumen, kecuali tindakan tersebut

dilakukan berdasarkan peraturan perundang-undangan;

d. Mengatur tentang kewajiban pembuktian oleh konsumen, jika

pelaku usaha jasa keuangan bahwa hilangnya kegunaan produk

dan/atau layanan yang dibeli oleh konsumen, bukan merupakan

tanggung jawab pelaku usaha jasa keuangan;

e. Memberi hak kepada pelaku usaha jasa keuangan untuk

mengurangi kegunaan produk dan/atau layanan atau

mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi obyek

perjanjian produk dan layanan;

f. Menyatakan bahwa konsumen tunduk pada peraturan baru,

tambahan, lanjutan dan/atau perubahan yang dibuat secara

sepihak oleh pelaku usaha jasa keuangan dalam masa konsumen

memanfaatkan produk dan/atau layanan yang dibelinya;

dan/atau

g. Menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku

usaha jasa keuangan untuk pembebanan hak tanggungan, hak

28 Ardraviz, Fungsi Tujuan Tugas Otoritas Jasa Keuangan (OJK) (online),

https://ardra.biz/ekonomi/ekonomi-lembaga-keuangan/fungsi-tujuan-tugas-otoritas-jasa-

keuangan-ojk, (20 Juli 2017), 2016. 29 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan

Konsumen Sektor Jasa Keuangan.

Page 72: PENERAPAN ASAS KESEIMBANGAN BAGI PARA PIHAK …repository.ub.ac.id/3346/1/Retnani, Tika.pdfPerjanjian KKP-E seperti halnya perjanjian kredit bank pada umumnya menggunakan perjanjian

gadai, atau hak jaminan atas produk dan/atau layanan yang

dibeli oleh konsumen secara anguran.

Kehadiran peraturan-peraturan itu ditujukan untuk menyeimbangkan

kedudukan pelaku usaha dan konsumen dalam suatu hubungan perjanjian.

Dengan kedudukan antara kedua pihak yang terlibat dalam suatu perjanjian

tersebut seimbang, maka diharapkan mampu memberikan keadilan bagi kedua

pihak yang terlibat dalam suatu perjanjian.

Asas keseimbangan memiliki daya kerja yang bermaksud memaksa para

pihak agar tunduk dengan tujuan yang akan dicapai dalam keseimbangan hak

dan kewajiban dari para pihak.30 Kewajiban dalam memberikan perlindungan

dalam suatu perjanjian baku bukan hanya tanggung jawab pemerintah saja

sebagai pembuat kebijakan namun juga kewajiban pihak yang terlibat dalam

perjanjian. Pemberian suatu perlindungan dari pihak yang membuat suatu

perjanjian baku yang memiliki bargaining power yang kuat kepada pihak yang

lemah menunjukkan adanya iktikad baik dalam menyusun suatu perjanjian. Dan

berlaku sebaliknya pihak yang lemah apabila memberi perlindungan dalam suatu

perjanjian kepada pihak pembuat perjanjian baku hal ini dapat diartikan iktikad

baik dari pihak yang lemah. Pentingnya keseimbangan hak dan kewajiban setiap

pihak yang terlibat dalam suatu perjanjian tersebut menjadikan keseimbangan

tersebut sebagai asas hukum dalam suatu perjanjian baku.31

30 Agus Yudho Hernoko, Op. Cit., hlm. 82 31 Herlien Budion, Op. Cit., hlm. 76

Page 73: PENERAPAN ASAS KESEIMBANGAN BAGI PARA PIHAK …repository.ub.ac.id/3346/1/Retnani, Tika.pdfPerjanjian KKP-E seperti halnya perjanjian kredit bank pada umumnya menggunakan perjanjian

C. Asas Keseimbangan dalam Peraturan Perundang-undangan tentang

KKP-E

Sejak tahun 1947, dua tahun setelah kemerdekaan Indonesia sektor

pertanian mendapatkan perhatian yang khusus dari pemerintah saat itu

dikarenakan Indonesia yang merupakan negara agraris. Sejumlah program yang

sangat pro-pertanian dibuat oleh pemerintah guna mendukung adanya

peningkatan kuantitas dan kualitas hasil pertanian serta agar Indonesia dapat

mencapai swasembada pangan. Penyempurnaan dan inovasi terus dilakukan

oleh pemerintah dari tahun ke tahun. Pertama kali kita mengenal program

BIMAS (program bimbingan masal), kemudian Kredit Usaha Tani (KUT),

Kredit Ketahanan Pangan (KKP), dan Kredit Ketahanan Pangan dan Energi

(KKP-E).32 KKP-E yang ada dalam masyarakat sekarang ini telah mengalami

perluasan dalam sektor yang dapat dibiayai dan hal komoditas. Mulai dari

pengembangan bahan pokok makanan; peremajaan mesin pertanian, perikanan,

pertenakan; dan pengembangan tanaman bahan baku bakar nabati dapat

dibiayai.33

Penyelenggaraan KKP-E di Indonesia telah diatur secara khusus oleh

Menteri Keuangan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 79/PMK.05/2007

tentang KKP-E jo Peraturan Menteri Keuangan Nomor 48/PMK.05/2009

tentang Perubahan atas PMK Nomor 79/PMK.05/2007 tentang KKP-E jo PMK

Nomor 198 /PMK.05/2010 tentang Perubahan Kedua atas PMK Nomor

79/PMK.05/2007. Dari segi substansinya, kecuali mengenai segi-segi hukum

32 Bintan Ulfatuz, Program Kredit Pertanian di Indonesia dan Peluang Skema Kredit

Pertanian Syariah, 2015, (online), http://telminas2014.files.wordpress.com, diakses tanggal 21

Maret 2017 33 Direktorat Pembiayaan Pertanian, Op.Cit., hlm. 14

Page 74: PENERAPAN ASAS KESEIMBANGAN BAGI PARA PIHAK …repository.ub.ac.id/3346/1/Retnani, Tika.pdfPerjanjian KKP-E seperti halnya perjanjian kredit bank pada umumnya menggunakan perjanjian

kontrak peraturan ini telah cukup lengkap mengatur mengenai KKP-E. Dalam

PMK Nomor 79/PMK.05/2007 Pemerintah tidak secara langsung melakukan

pengaturan yang mendasar tentang harus memuat klausula apa saja dalam suatu

perjanjian KKP-E. Adanya peraturan yang mengatur secara khusus tentang

persyaratan kredit dalam hal bunga yang harus dibebankan kepada Debitur KKP-

E, terlihat pemerintah berusaha menyeimbangkan kedudukan Debitur dan Bank.

Dalam KKP-E ini sumber pendanaan berasal dari Bank pelaksana seperti

yang tercantum dalam Bab IV tentang Sumber Pendanaan pasal 5 ayat (1) yang

berbunyi: “Pendanaan KKP-E berasal dari Bank Pelaksana”. Sehingga, ketika

sumber dana yang keseluruhannya berasal dari Bank Pelaksana KKP-E

pemerintah berusaha turut campur dalam hal penentuan bunga. Hal ini tercantum

dalam Bab VI tentang persyaratan kredit Pasal 12 yang berbunyi sebagai

berikut:34

1) Tingkat bunga KKP-E ditetapkan sebesar tingkat bunga pasar yang

berlaku untuk kredit sejenis denga ketentuan:

a. Untuk KKP-E pengembangan tebu paling tinggi sebesar suku bunga

penjaminan simpanan pada Bank Umum yang ditetapkan oleh

Lembaga Penjamin Simpanan ditambah 5%; dan

b. Untuk KKP-E lainnya paling tinggi sebesar suku bunga penjaminan

simpanan pada Bank Umum yang ditetapkan oleh Lembaga Penjamin

Simpanan ditambah 6%.

2) Tingkat bunga KKP-E sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditinjau dan

ditetapkan kembali setiap 6 bulan pada tanggal 1 April dan 1 Oktober

berdasarkan kesepakatan bersama antara Pemerintah dan Bank

Pelaksana dengan mendengar pendapat Komite Kebijakan atas hasil

kajian komite teknis.

Bank dalam menjalankan salah satu tugasnyanya yaitu menyalurkan dana

yang diperoleh dari masyarakat dalam bentuk kredit KKP-E tentunya ketika

34 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 79/PMK.05/2007 Tentang Kredit Ketahanan

Pangan dan Energi

Page 75: PENERAPAN ASAS KESEIMBANGAN BAGI PARA PIHAK …repository.ub.ac.id/3346/1/Retnani, Tika.pdfPerjanjian KKP-E seperti halnya perjanjian kredit bank pada umumnya menggunakan perjanjian

pengembalian dana tersebut harus disertai bunga, imbalan, bagi hasil.35 Atas

pembebanan bunga dalam kredit tersebut seringkali bank mengenakan jumlah

bunga kredit yang merugikan debitur. Sehingga seringkali dalam perjalanan

kredit hingga lunas bunga yang harus dibayar kreditur jumlahnya cukup besar.

Sehingga dalam penentuan jumlah bunga yang harus dibayarkan debitur

KKP-E kepada bank ini ditentukan oleh pemerintah. Meskipun dana yang

dikeluarkan untuk kredit program KKP-E ini seluruhnya milik Bank dan Pada

Pasal 13 PMK 79/PMK.05/2007 tentang KKP-E dijelaskan bahwa seluruh resiko

yang terjadi atas KKP-E ini secara keseluruhan ditanggung oleh bank pelaksana.

Karena kedua hal inilah pemerintah berusaha mengatur bunga yang ditetapkan

untuk KKP-E. Karena apabila ketentuan bunga diserahkan kepada Bank, bisa

saja Bank akan menentukan bunga sesuai dengan keinginannya dan kapan saja

waktunya. Bunga bank selama ini kita kenal dalam kenyataannya selalu

mengalami kenaikan, tanpa pernah turun. Jadi dikhawatirkan dalam menentukan

jumlah bunga dalam kredit KKP-E ini bank akan selalu merubahnya setiap

waktu karena merasa memiliki kemampuan untuk hal tersebut. Serta, melihat

debitur dalam perjanjian ini adalah petani, nelayan, peternak, dan lain-lain yang

memiliki kedudukan lemah jadi pemerintah harus melakukan perlindungan salah

satunya dengan menentukan jumlah bunga yang harus dibayarkan debitur

kepada bank setiap bulannya dan guna menjaga keseimbangan yang seharusnya

ada dalam KKP-E.

Hal kedua yang perlu dilihat dalam Peraturan Menteri yang terkait KKP-

E ini adalah pemeriksaan dan pengawasan penyaluran KKP-E. Karena KKP-E

35 Johannes Ibrahim, Cross Default & Cross Collateral sebagai Upaya Penyelesaian

Kredit Bermasalah, Refika Aditama, Bandung, 2004, hlm. 26

Page 76: PENERAPAN ASAS KESEIMBANGAN BAGI PARA PIHAK …repository.ub.ac.id/3346/1/Retnani, Tika.pdfPerjanjian KKP-E seperti halnya perjanjian kredit bank pada umumnya menggunakan perjanjian

merupakan kredit modal kerja yang digunakan untuk petani, nelayan, peternak,

dan lain-lain dalam pemanfaatannya tentu dibutuhkan pengawasan. Peraturan

menteri teknis terkait KKP-E dalam hal ini Peraturan Menteri Kelautan dan

Perikanan; dan Peraturan Menteri Pertanian telah mengatur bagaimana

pemeriksaan dan pengawasan terhadap penyaluran KKP-E.

Dalam pasal 17 ayat (1) dan (2) Peraturan Menteri Kelautan dan

Perikanan Republik Indonesia Nomor PER.03/MEN/2012 tentang pelaksanaan

KKP-E di bidang kelautan dan Perikanan menyebutkan bahwa:36

(1) Pemantauan dan evaluasi terhadap penyaluran, pemanfaatan, dan

pengembalian KKP-E dilakukan secara berjenjang dari tingkat

kabupaten/kota, provinsi, dan pusat secara periodik.

(2) Pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dilakukan oleh tim pemantauan dan evaluasi yang dibentuk oleh

Menteri dengan melibatkan Pemerintah dan pemerintah daerah,

yang dalam pelaksanaannya berkoordinasi dengan bank pelaksana.

Peraturan Menteri Pertanian Nomor 12/Permentan/OT.140/1/2013

tentang Pedoman Pelaksanaan KKP-E tidak menyebutkan bagaimana

mekanisme pemantauan dan evaluasi dalam KKP-E. Namun, dalam Pedoman

Teknis KKP-E tahun 2015 yang dibuat Dirktorat Pembiayaan Pertanian

mengatur tentang monitoring dan evaluasi. Dalam Bab VI yang mengatur

tentang Pembinaan, Monitoring, dan Evaluasi serta Pelaporan mengatur

bahwa:37

1. Monitoring secara terencana dan teratur mulai dari aspek rencana

penyaluran, perkembangan penyaluran, kelompok sasaran, dan

pengembalian KKP-E dilakukan secara periodik berjenjang dari

tingkat kabupaten/kota, propinsi, dan pusat;

36 Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.03/MEN/2012 tentang

Pelaksanaan Kredit Ketahanan Pangan dan Energi di bidang kelautan dan perikanan 37 Direktorat Pembiayaan Pertanian, Pedoman Teknis KKP-E, Jakarta, Kementrian

Pertanian, 2015, hlm. 28

Page 77: PENERAPAN ASAS KESEIMBANGAN BAGI PARA PIHAK …repository.ub.ac.id/3346/1/Retnani, Tika.pdfPerjanjian KKP-E seperti halnya perjanjian kredit bank pada umumnya menggunakan perjanjian

2. Monitoring di tingkat pusat dilakukan pusat dilakukan oleh Tim

Monitoring dan Evaluasi KKP-E (Tim Monev KKP-E), dan di Tingkat

propinsi serta Kabupaten/kota dilakukan Tim Teknis

propinsi/kabupaten/kota yang dibentuk beranggotakan instansi terkait

dan Cabang Bank Pelaksana setempat.

Selain kedua hal yang tersebut diatas pemeriksaan dan monitoring

tentang penyaluran KKP-E juga diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan NO.

79/PMK.05/2007 tentang KKP-E, yang isinya adalah:38

(1) Menteri Keuangan dan/atau Menteri Teknis, sewaktu-waktu dapat

mengadakan pemeriksaan atas realisasi penyaluran KKP-E oleh

Bank Pelaksana dan penggunaannya oleh Peserta KKP-E.

(2) Dalam melakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat

(1), Menteri Keuangan dan/atau Menteri Teknis dapat meminta

bantuan apparat fungsional pemeriksa internal atau eksternal.

(3) Pemeriksaan atas realisasi penyaluran KKP-E oleh Bank Pelaksana

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberitahukan secara tertulis

kepada Bank Indonesia.

(4) Bank Pelaksana dan/atau Peserta KKP-E dan/atau Mitra Usaha

Berkewajiban:

a. Menyampaikan data dan dokumen terkait;

b. Memberikan tanggapan atau jawaban terhadap hal-hal yang

ditanyakan atau perlu penjelasan; dan

c. Bersikap kooperatif dalam pelaksanaan pemeriksaan.

Ketiga Peraturan yang telah diuraikan diatas telah menunjukkan

pengaturan mengenai pengawasan, monitoring, evaluasi terhadap penyaluran

KKP-E. Dimana peraturan tersebut dilakukan secara periodik dan dilakukan oleh

Tim Pemantauan dan evaluasi yang dibentuk oleh Menteri Teknis terkait dengan

KKP-E dengan melibatkan pemerintah daerah dan dalam pelaksanaannya

berkoordinasi dengan pihak bank. Dalam ketiga pasal ini terlihat peran

pemerintah yang tidak menyerahkan fungsi pengawasan dan evaluasi secara

keseluruhan kepada pihak bank. Meskipun, disini dana KKP-E seluruhnya

38 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 79/PMK.05/2007 Tentang Kredit Ketahanan

Pangan dan Energi

Page 78: PENERAPAN ASAS KESEIMBANGAN BAGI PARA PIHAK …repository.ub.ac.id/3346/1/Retnani, Tika.pdfPerjanjian KKP-E seperti halnya perjanjian kredit bank pada umumnya menggunakan perjanjian

berasal dari bank dan seluruh resiko akan kredit ditanggung oleh pihak bank

secara seluruhnya.

Pemerintah tidak membiarkan fungsi pengawasan terhadap KKP-E

seluruhnya kepada pihak bank tetapi hanya tetap berkoordinasi dengan pihak

bank. Apabila semua fungsi pengawasan, monitoring tersebut diserahkan kepada

bank dapat mencerminkan ketidakseimbangan dalam KKP-E ini. Karena Bank

bisa saja melakukan pemberhentian kredit apabila debitur/peserta KKP-E tidak

sesuai dengan kehendak yang diinginkan bank. Sehingga akibatnya adalah akan

terjadi ketidakseimbangan dalam kedudukan para pihak akan semakin tidak

seimbang. Peran pemerintah disini sangat penting, agar keseimbangan diantara

para pihak yang terlibat dalam KKP-E tetap terjaga.

D. Kesesuaian Asas Keseimbangan dalam Perjanjian KKP-E

1. Sistematika Perjanjian Kredit Ketahanan Pangan dan Energi

Dalam Peraturan yang mengatur mengenai KKP-E tidak ada aturan

yang khusus mengatur mengenai sistematika Perjanjian KKP-E. Seperti

yang dijelaskan dalam Sub-bab A Bab IV penelitian ini Perjanjian KKP-E

tersebut berbentuk perjanjian baku. Para Pihak dalam perjanjian KKP-E

adalah pihak bank dan debitur yang adalah petani, peternak, nelayan, dan

lain-lain yang membutuhkan modal untuk membiayai pelaksanaan program

ketahanan pangan. Karena ini merupakan perjanjian kredit antara bank dan

debitur sehingga secara otomatis pihak bank yang akan membuat perjanjian

baku tersebut. Hal ini dikarenakan posisi bargaining power bank lebih kuat

daripada posisi debitur.

Page 79: PENERAPAN ASAS KESEIMBANGAN BAGI PARA PIHAK …repository.ub.ac.id/3346/1/Retnani, Tika.pdfPerjanjian KKP-E seperti halnya perjanjian kredit bank pada umumnya menggunakan perjanjian

Kesempatan debitur untuk bernegosiasi akan isi perjanjian KKP-E

sangat kecil atau bahkan tidak ada kesempatan bernegosiasi sama sekali.

Sehingga Debitur hanya dapat setuju akan seluruh isi dari perjanjian KKP-

E tersebut ataupun tidak akan setuju dengan seluruh isi perjanjian KKP-E.

dalam keadaan yang tertekan karena membutuhkan modal dan tidak

memiliki kesempatan bernegosiasi hanya dapat mengatakan setuju terhadap

semua kebutuhan perjanjian KKP-E.

Dalam penelitian ini terdapat dua perjanjian KKP-E yang menjadi

bahan hukum primer penelitian ini. Perjanjian KKP-E Bank Jatim Cabang

Ponorogo (Yang selanjutnya dalam penelitian ini disebut perjanjian KKP-E

1) dan Perjanjian KKP-E BRI Tuban (Yang selanjutnya dalam penelitian ini

disebut perjanjian KKP-E 2). Berikut sistematika dari kedua perjanjian

KKP-E yang ada dalam penelitian ini, dapat dikelompokkan menjadi

klausul sebagai berikut:

1. Klausul Jenis, Jumlah kredit, Tujuan Penggunaan kredit, Jangka waktu

fasilitas Kredit

a. Untuk kepentingan pengambil kredit, maka Bank menyediakan

fasilitas kredit dengan jumlah maksimum sebesar…….bentuk

pinjaman kredit berupa KKP-E dengan maksimum kredit tetap.

b. Fasilitas kredit tersebut dipergunakan debitur untuk tujuan….

c. Kredit tersebut diberikan kepada Debitur untuk jangka waktu

selama……terhitung mulai hari ini yaitu tanggal……dan berakhir

pada…..

2. Klausul Cara Penarikan Kredit

a. Pencairan dan pengembalian kredit dilakukan sesuai dengan

Rencana Definitif Kebutuhan (RDK) dan/atau Rekapitulasi RDK.

Pencairan. Pencairan kredit tahap kedua harus dilampiri dengan

Laporan Pertanggungjawaban Penggunaan Kredit (PJPK) yang telah

dicairkan pada tahap pertama. Demikian pula untuk pencairan

selanjutnya.

Page 80: PENERAPAN ASAS KESEIMBANGAN BAGI PARA PIHAK …repository.ub.ac.id/3346/1/Retnani, Tika.pdfPerjanjian KKP-E seperti halnya perjanjian kredit bank pada umumnya menggunakan perjanjian

b. Debitur menyatakan telah menerima dengan penuh dan cukup uang

seperti jumlah tersebut diatas, dan untuk penerimaan akta ini berlaku

pula sebagai tanda penerimaan (kwitansi) nya yang sah.

3. Klausul yang mengatur mengenai Provisi dan Biaya Administrasi

a. Untuk penyediaan fasilitas kredit ini, Pengambil kredit, dibebaskan

membayar provisi dan biaya administrasi.

b. Bea materai, biaya percetakan, biaya notaris, biaya Pejabat Pembuat

Akta Tanah (PPAT) dan biaya lainnya yang timbul sehubungan

dengan pemberian pinjaman ini, merupakan beban dan harus dibayar

Pengambil kredit saat realisasi.

c. Pada saat penandatanganan akta ini, Debitur diwajibkan membayar

biaya administrasi sebesar…….biaya taksasi sebesar…….dan

biaya-biaya lain yang timbul karena perjanjian ini.

4. Klausul mengatur mengenai Cara Pembayaran

a. Pembayaran kembali hutang Debitur kepada Bank tersebut akan

dilakukan dengan cara mengangsur secara tiga bulanan, baik untuk

angsuran pokok maupun bunga sebagaimana tercantum dalam daftar

angsuran yang dibuat secara tersendiri yang merupakan bagian yang

tidak terpisahkan dari akta ini.

5. Klausul Kelalaian

a. Bilamana pelunasan kredit tersebut tidak dilakukan pada waktu dan

dengan cara serta tempat yang ditentukan dalam perjanjian kredit ini,

maka oleh karena itu saja sudah cukup terbukti bahwa debitur lalai,

tidak perlu diperingati dengan juru sita atau surat-surat lain semacam

itu.

b. Pengambil kredit memberi izin kepada bank untuk melakukan

pemanggilan/pengumuman tentang keadaan agunan kredit yang

diberikan oleh pengambil kredit melalui media massa apabila

pengambil kredit lalai memenuhi kewajiban membayar angsuran

atau hutang pada waktu-waktu yang telah ditentukan. Kelalaian

tersebut tidak perlu dibuktikan dengan surat juru sita atau surat

lainnya apapun juga, melainkan cukup dengan lewatnya waktu saja.

6. Klausul Jaminan Berakhir dan Diakhirinya Perjanjian

a. Kredit akan belangsung selama….dan dengan demikian perjanjian

kredit akan berakhir pada….

b. Menyimpang dari apa yang disebutkan dalam pasal 1 di atas, maka

hutang pokok ataupun sisanya manakala dari hutang tersebut telah

diangsur sebagian ditambah dengan segala sesuatu yang terhutang

oleh debitur kepada bank tersebut berdasarkan akta ini harus dibayar

Page 81: PENERAPAN ASAS KESEIMBANGAN BAGI PARA PIHAK …repository.ub.ac.id/3346/1/Retnani, Tika.pdfPerjanjian KKP-E seperti halnya perjanjian kredit bank pada umumnya menggunakan perjanjian

kembali seketika dan sekaligus seluruhnya kepada bank, tanpa

diperlukan lagi sesuatu surat teguran juru sita, yaitu didalam hal:

1) Debitur tidak tepat memenuhi salah satu ketentuan dari

perjanjian kredit atau salah syarat tentang pemberian jaminan,

2) Harta benda debitur atau barang jaminan yang diberikan kepada

bank dikenakan suatu sitaan atau tersangkut dalam suatu

perkara,

3) Nilai-nilai barang jaminan menjadi kurang sedemikian rupa

sehingga tidak lagi merupakan jaminan yang cukup bagi hutang-

hutang debitur kepada bank, satu dan lain menurut pertimbangan

bank,

4) Debitur dan/atau pemberi jaminan tidak bebas lagi untuk

mengurus sendiri harta kekayaannya,

5) Debitur mengehentikan usaha-usahanya yang utama

6) Debitur mengajukan permohonan untuk dinyatakan berada

dalam ataupun memperoleh keputusan sebagai berada dalam

keadaan pailit atau memperoleh penundaan pembayaran ataupun

ditaruh dibawah pengampuan

7) Debitur dan/atau pemilik jaminan bubar dan/atau meninggak

dunia

8) Debitur lalai untuk membayarkan setiap tagihan dari Bank, pada

waktu dan menurut cara yang ditentukan dalam perjanjian

hutang/kredit

9) Bilamana karena satu dan lain hal semata menurut pertimbangan

bank tindakan tersebut perlu dilakukan

7. Klausul tentang Asuransi

a. Selama kredit tersebut belum lunas, maka barang jaminan yang

dapat diasuransikan harus dipertanggungkan oleh debitur terhadap

bahaya kebakaran, kerusakan, kecurian, atau bahaya lainnya yang

dianggap perlu oleh bank pada perusahaan asuransi yang disetujui

oleh bank dengan nilai dan syarat-syarat yang dianggap baik oleh

bank, dengan ketentuan bahwa premi asuransi dan biaya lain yang

berkenaan dengan asuransi tersebut dipikul oleh pihak kedua dan

dalam polis asuransi bank ditunjuk sebagai pihak yang berhak

menerima segala pembayaran berdasarkan asuransi itu.

b. Pengambil kredit tidak wajib mempertanggungjawabkan atau

mengasuransikan selruh maupun sebagian barang-barang yang

dipergunakan sebagai jaminan dalam kredit ini baik, yang telah ada

maupun yang akan ada dikemudian hari.

8. Klausula Perubahan

Apabila diperlukan perpanjangan waktu kredit, rescheduling,

restructuring, reconditioning, suplesi kredit dan sebagainya akan

diatur kemudian atas dasar pertimbangan bank terhadap pengambil

kredit yang akan dituangkan dalam suatu bentuk perjanjian

Page 82: PENERAPAN ASAS KESEIMBANGAN BAGI PARA PIHAK …repository.ub.ac.id/3346/1/Retnani, Tika.pdfPerjanjian KKP-E seperti halnya perjanjian kredit bank pada umumnya menggunakan perjanjian

tambahan (addendum) yang merupakan satu kesatuan yang tidak

terpisahkan dari perjanjian ini.

9. Klausula yang mengatur mengenai Jaminan/Agunan Kredit

a. Untuk lebih menjamin dan menanggung terbayarnya dengan baik

segala sesuatu yang terhutang dan harus dibayar oleh debitur kepada

bank berdasarkan perjanjian kredit, makan debitur dan/atau pemilik

jaminan menyerahkan jaminan berupa……..

b. Guna menjamin pembayaran kembali kredit ini termasuk bunga,

denda bunga dan segala biaya lain yang dibebankan oleh bank

kepada pengambil kredit dan sebagai bagian yang tidak dapat

dipisahkan dari perjanjian kredit ini, maka dengan ini pengambil

kredit dengan ijin atau sepengetahuna pemilik agunan telah

memberikan/menyerahkan jaminan kepada bank sebagaimana

dibawah ini……

10. Klausula terhadap Penjaminan Pinjaman

Untuk kepentingan Bank, Bank dapat menjaminkan pinjaman ini kepada

perusahaan penjamin yang ditunjuk oleh Bank.

11. Klausula Publikasi

Pengambil kredit memberi izin kepada bank untuk memasang sticker

dan/atau papan pengumuman yang bertuliskan “Tanah/bangunan atau

barang ini dalam penguasaan/pengawasan Bank BRI” atau kalimat

sejenisnya pada tiap-tiap agunan kredit yang diserahkan pengambil

kredit kepada bank apabila bank merasa perlu untuk melakukannya.

Bank tidak perlu membuktikan kepada pengambil kredit atau pihak lain

terhadap kapan bank merasa perlu untuk melakukan pemasangan sticker

dan/atau papan pengumuman yang dimaksud.

12. Klausula Kewajiban lain Peminjam

Selama berlakunya perjanjian ini pengambil kredit wajib melaksanakan

hal-hal sebagai berikut:

a. Kredit dapat dipergunakan sesuai dengan tujuan pemberian kredit

dan tidak diperkenankan untuk tujuan lain.

b. Sekurang-kurangnya mempunyai pembukuan sederhana.

c. Menyerahkan kepada bank asli surat-surat bukti kepemilikan

kepemiliki agunan sebagaimana tersebut dalam pasal 7 perjanjian ini

untuk disimpan oleh bank sampai dengan kredit lunas.

d. Memiliki atau memenuhi izin-izin, syarat-syarat yang diperlukan

baik yang sekarang ada maupun yang timbul dikemudian hari, sesuai

dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku.

Page 83: PENERAPAN ASAS KESEIMBANGAN BAGI PARA PIHAK …repository.ub.ac.id/3346/1/Retnani, Tika.pdfPerjanjian KKP-E seperti halnya perjanjian kredit bank pada umumnya menggunakan perjanjian

e. Memperbaharui/memperpanjang izin-izin pengambil kredit yang

sudah tidak berlaku lagi dan timbul dikemudian hari sesuai dengan

peraturan yang berlaku.

f. Menyalurkan aktivitas keuangan sehubungan dengan kegiatan

usahanya melalui bank.

g. Menyelenggarakan administrasi pembukuan dengan tertib dan

benar.

h. Bersedia mengikuti petunjuk dan mematuhi ketentuan-ketentuan

sebagai peserta KKP-E.

i. Melakukan pengembalian dan menyetorkan kepada Bank sesuai

dengan jadwal yang ditetapkan serta bertanggungjawab penuh atas

pelunasan KKP-E.

13. Klausula Pemeriksaan dan Pengawasan

a. Bank berhak baik dilakukan sendiri atau dilakukan oleh pihak lain

yang ditunjuk bank, dan pengambil kredit wajib mematuhinya untuk

setiap waktu meminta keterangan dan melakukan pemeriksaan yang

diperlakukan bank kepada pengambil kredit dan/atau

perusahaannya, dengan ketentuan.

b. Pemerintah cq. Ditjen Perbendaharaan Departemen Keuangan

sewaktu-waktu baik sendiri maupun bersama-sama dengan Bank

dapat mengirimkan pejabatnya untuk melakukan pemeriksaan atas

penyaluran KKP-E ini.

14. Klausula mengenai pernyataan, kuasa, dan jaminan

a. Kuasa untuk melaksanakan pemasangan atau eksekusi jaminan tidak

dapat dicabut kembali dan tidak akan berakhir karena alasan apapun

juga yang disebutkan dalam pasal 1813 KUHPerdata Indonesia atau

sebab-sebab lainnya menurut hukum.

b. Kuasa-kuasa yang diberikan pengambil kredit kepada bank dalam

perjanjian ini diberikan dengan Hak Substitusi dan tidak dapat

ditarik kembali/diakhiri baik oleh ketentuan Undang-undang yang

mengakhiri pemberian kuasa sebagaimana ditentukan dalam pasal

1813 KUHPerdata maupun oleh sebab apapun juga, dan kuasa-kuasa

tersebut merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari

perjanjian kredit ini, yang tanpa adanya kuasa-kuasa tersebut

perjanjian ini tidak akan dibuat.

2. Tolok Ukur Keseimbangan Perjanjian Kredit Ketahanan Pangan dan

Energi

Seperti yang telah ditegaskan dalam sub-bab sebelumnya penelitian

ini, perjanjian KKP-E adalah perjanjian yang telah ditentukan oleh pihak

Page 84: PENERAPAN ASAS KESEIMBANGAN BAGI PARA PIHAK …repository.ub.ac.id/3346/1/Retnani, Tika.pdfPerjanjian KKP-E seperti halnya perjanjian kredit bank pada umumnya menggunakan perjanjian

bank. Pihak debitur hanya dapat menerima atau menolak untuk terikat dalam

suatu perjanjian karena penentuan klausul perjanjian telah dilakukan pihak

bank. Tidak terbuka ruang sedikit bagi debitur untuk melakukan perubahan

terhadap klausula baku yang disodorkan oleh pihak bank. Meskipun tidak

terbuka ruang untuk melakukan perubahan dalam klausula perjanjian baku,

perjanjian baku masih memiliki ruang untuk debitur terkait dengan

kebebasan untuk memilih dengan siapa debitur akan membuat perjanjian

dan menentukan apakah akan melakukan perjanjian KKP-E tersebut atau

tidak. Tidak terwujudnya asas kebebasan berkontrak secara sepenuhnya

pada suatu perjanjian dapat diartikan bahwa terjadi ketidakseimbangan

dalam perjanjian tersebut.

Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 13/SEOJK.07/2014

tentang Perjanjian Baku dimana surat edaran ini merupakan kelanjutan dari

Peraturan OJK Nomor 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen

Jasa keuangan menyebutkan bahwa “PUJK wajib memenuhi keseimbangan,

keadilan dan kewajaran dalam pembuatan perjanjian dengan konsumen”.39

Namun tidak dijelaskan secara lebih lanjut penerapan keseimbangan seperti

apa yang diharapkan. Dalam penjelasan sub-bab B&C Bab IV penelitian ini

telah dijelaskan peranan pemerintah dalam hal pembentukan peraturan

undang-undang untuk mencegah terjadinya ketidakseimbangan dalam

perjanjian KKP-E. Dalam UUPK, peraturan OJK tentang perlindungan

konsumen jasa keuangan, dan peraturan menteri terkait KKP-E.

39 Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 13/SEOJK.07/2014 tentang Perjanjian

Baku

Page 85: PENERAPAN ASAS KESEIMBANGAN BAGI PARA PIHAK …repository.ub.ac.id/3346/1/Retnani, Tika.pdfPerjanjian KKP-E seperti halnya perjanjian kredit bank pada umumnya menggunakan perjanjian

Setelah melihat perjanjian baku kedua perjanjian KKP-E tersebut

dapat disimpulkan ada beberapa klausula baku yang tidak sesuai dengan

asas keseimbangan. Berikut beberapa klausula baku yang belum sesuai

dengan asas keseimbangan dan penjelasannya:

1. Klausula tentang perubahan besaran kredit bunga.

Dalam perjanjian KKP-E 2 pasal 3 ayat (3) disebutkan “ketentuan

suku bunga kredit dapat ditinjau dan diterapkan kembali secara sepihak

oleh bank setiap saat dan terhadap perubahan suku bunga kredit

tersebut pihak bank cukup memberitahukannya secara tertulis dan

pemberitahuan tersebut mengikat pengambil kredit”.40 Kondisi

ekonomi suatu negara yang seringkali naik turun, membuat bank

menerapkan klausula ini karena dapat melindungi bank menderita

kerugian dan penarikan bunga seringkali sebagai usaha bank untuk

memperoleh keuntungan dalam usahanya menyalurkan dana kepada

masyarakat.

Apabila pihak bank akan melakukan perubahan terhadap bunga

bank yang merupakan bagian dari karakteristik produk bank, maka

pihak bank wajib memberitahukan perubahan suku bunga kepada

debitur yakni paling lambat 7 hari kerja sebelum perubahan,

penambahan dan/atau pengurangan pada bunga kredit bank. Hal ini

tersebut dalam ketentuan pasal 6 ayat (2) Peraturan Bank Indonesia

40 Dikutip dari Perjanjian Kredit Ketahanan Pangan dan Energi Bank Rakyat Indonesia

(BRI) cabang Tuban

Page 86: PENERAPAN ASAS KESEIMBANGAN BAGI PARA PIHAK …repository.ub.ac.id/3346/1/Retnani, Tika.pdfPerjanjian KKP-E seperti halnya perjanjian kredit bank pada umumnya menggunakan perjanjian

Nomor 7/6/PBI/2005 tentang Transparasi Informasi Produk dan

Penggunaan Data Nasabah yang lebih rinci bunyinya:

“Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib

disampaikan kepada setiap nasabah yang sedang memanfaatkan

produk bank paling lambat (7) hari kerja sebelum berlakunya

perubahan, penambahan dan pengurangan pada karakteristik

produk bank tersebut”41

Penetapan bunga juga diatur dalam KUHPerdata pasal 1767, yang

menyatakan:

“Ada bunga menurut undang-undang dan ada yang ditetapkan di

dalam perjanjian. Bunga menurut undang-undang ditetapkan

dalam undang-undang. Bunga yang ditetapkan dalam perjanjian

boleh melampaui bunga yang ditetapkan dalam undang-undang

segala tidak dilarang dalam undang-undang. Besarnya bunga

dalam perjanjian harus ditetapkan secara tertulis”42

Sehingga dapat dijelaskan bahwa perubahan bunga tersebut dapat

dilakukan oleh pihak bank sebagai penyelenggara kredit namun harus

dilakukan secara tertulis dan pemberitahuan tersebut diberitahukan

dalam waktu paling lambat 7 hari kerja untuk melakukan perubahan

terhadap besaran bunga kredit. Serta harus dengan persetujuan dari

pihak debitur. Karena persetujuan debitur akan pencantuman klausula

baku mengenai penetapan suku bunga ini penting karena hal ini seperti

tercantum dalam UUPK pasal 18 ayat (1) huruf g:

“Menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang

merupakan aturan baru, tambahan, lanjutan, dan/atau

pengubahan lanjutan yang dibuat sepihak oleh pelaku usaha

dalam masa konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya.”43

41 Pasal 6 ayat (2) Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/6/PBI/2005 tentang Transparansi

Informasi Produk Bank dan Penggunaan data pribadi nasabah 42 Pasal 1767 Kitab Undang-undang Hukum Perdata 43 Pasal 18 ayat (1) huruf g Undang-undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen

Page 87: PENERAPAN ASAS KESEIMBANGAN BAGI PARA PIHAK …repository.ub.ac.id/3346/1/Retnani, Tika.pdfPerjanjian KKP-E seperti halnya perjanjian kredit bank pada umumnya menggunakan perjanjian

Dan pasal 22 ayat (3) huruf f POJK Nomor 1/POJK.07/2013,

yang berbunyi:

“Menyatakan bahwa konsumen tunduk pada peraturan baru,

tambahan, lanjutan, dan/atau perubahan lanjutan yang dibuat

secara sepihak oleh pelaku usaha jasa keuangan dalam masa

konsumen memanfaatkan produk dan/atau layanan yang

dibelinya.”44

Klausul mengenai penentuan bunga yang dilakukan secara

sepihak oleh pihak menjadi masalah karena pada kenyataannya bank

tidak pernah melakukan penurunan tingkatan bunga. Jadi pencantuman

klausula mengenai kenaikan tingkat suku bunga tersebut adalah usaha

pihak bank untuk mendapatkan persetujuan debitur apabila bank

menaikkan suku bunga ditengah kredit berjalan karena keharusan bank

menaikkan suku bunga. Hal inilah yang menjadi alasan terjadinya

ketidakseimbangan dalam perjanjian kredit dalam klausula bank

mengenai tingkat perubahan bunga.

Namun dalam peraturan kementerian keuangan No.

79/PMK.05/2007 mengenai KKP-E dijelaskan bahwa:

“Tingkat bunga KKP-E sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

ditinjau dan ditetapkan kembali setiap enam bulan pada tanggal

1 April dan 1 Oktober berdasarkan kesepakatan bersama antara

Pemerintah dan Bank Pelaksana dengan mendengar pendapat

Komite Kebijakan atas hasil kajian Komite Teknis”.45

Penetapan besaran bunga kredit KKP-E yang dilakukan

pemerintah ini guna melindungi Debitur KKP-E dari tindakan bank

44 Pasal 22 ayat (3) huruf f Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.07/2013

tentang Perlindungan Konsumen sektor Jasa Keuangan. 45 Pasal 12 ayat (2) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 79/PMK.05/2007 tentang Kredit

Ketahanan Pangan dan Energi

Page 88: PENERAPAN ASAS KESEIMBANGAN BAGI PARA PIHAK …repository.ub.ac.id/3346/1/Retnani, Tika.pdfPerjanjian KKP-E seperti halnya perjanjian kredit bank pada umumnya menggunakan perjanjian

dalam menentukan tingkat suku bunga. Sehingga tingkatan suku bunga

ini tidak hanya dilakukan oleh pihak bank selaku penyelenggara KKP-

E tapi juga pemerintah. Peran pemerintah dalam menentukan besaran

bunga dalam KKP-E ini terkait dengan pemberian subsidi bunga dan

upaya perlindungan pemerintah terhadap debitur KKP-E.

Penetapan dan peninjauan akan besaran bunga yang dilakukan

setiap enam bulan sekali ini juga memudahkan debitur karena tidak

akan kaget apabila adanya kenaikkan terhadap bunga KKP-E. Dan

dapat diharpkan terjadinya keseimbangan dalam perjanjian KKP-E.

Sehingga dalam perjanjian KKP-E sebaiknya klausula mengenai

kenaikan akan bunga ini berbunyi:

“Ketentuan suku bunga KKP-E dapat ditinjau dan ditetapkan

kembali setiap 6 bulan sekali oleh pihak bank dan pemerintah terkait

KKP-E dan terhadap perubahan suku bunga kredit tersebut pihak bank

akan memberitahukannya secara tertulis kepada debitur paling lambat

7 hari kerja sebelum berlakunya perubahan suku bunga serta

pemberitahuan yang dimaksud mengeikat Debitur KKP-E”

2. Klausula Mengenai Asuransi atas Jaminan Kredit

Jika pada perjanjian kredit umumnya klausula asuransi atas

barang jaminan kredit selalu ada. Namun, pada perjanjian KKP-E

asuransi atas jaminan kredit tidak harus ada. Tetapi tetap dapat

ditemukan pada perjanjian KKP-E 1 pasal 11, yaitu:

“Selama kredit tersebut belum lunas, maka barang jaminan

yang dapat diasuransikan harus dipertanggungkan oleh debitur

terhadap bahaya kebakaran, kerusakan, kecurian, atau bahaya

lainnya yang dianggap perlu oleh bank pada perusahaan

asuransi yang disetujui oleh bank dengan nilai dan syarat-

syarat yang dianggap baik oleh bank, dengan ketentuan bahwa

premi asuransi dan biaya lain yang berkenaan dengan asuransi

tersebut dipikul oleh pihak kedua dan dalam polis asuransi bank

Page 89: PENERAPAN ASAS KESEIMBANGAN BAGI PARA PIHAK …repository.ub.ac.id/3346/1/Retnani, Tika.pdfPerjanjian KKP-E seperti halnya perjanjian kredit bank pada umumnya menggunakan perjanjian

ditunjuk sebagai pihak yang berhak menerima segala

pembayaran berdasarkan asuransi itu (Banker’s Clause)”.46

Adanya asuransi dianggap penting karena ini adalah bentuk

perlindungan terhadap suatu objek atas bahaya yang dapat saja terjadi.

Hal ini digunakan bank sebagai pengalihan resiko terhadap bencana

kepada perusahaan asuransi. Tapi disini terdapat ketidakseimbangan

pada hal pembayaran premi asuransi tersebut dilakukan oleh pihak

kedua yang mana adalah debitur KKP-E sedangkan penikmat dari hasil

asuransi tersebut adalah pihak Bank. Hal ini dirasa tidak seimbang

dimana dalam perjanjian KKP-E debitur adalah petani, nelayan,

peternak, dan lain-lain yang membutuhkan kredit modal kerja.

Sehingga dirasa tidak etis apabila debitur yang membutuhkan modal ini

juga dibebani dalam hal pembayaran premi asuransi dimana penikmat

dari hasil asuransi tersebut bukan mereka tetapi pihak bank.

3. Klausula Pemeriksaan dan Pengawasan

Perlu diingat lagi KKP-E adalah kredit modal kerja yang

diberikan oleh bank kapada petani, nelayan, peternak, dan lain-lain yang

membutuhkan modal usaha. Sehingga dalam hal ini pemeriksaan dan

pengawasan dibutuhkan dalam rangka penyaluran kredit. Dalam

Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan nomor PER.03/MEN/2012

tentang pelaksanaan KKP-E di bidang kelautan dan perikanan pada

pasal 17 ayat (2) menyebutkan:

“Pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dilakukan oleh tim pemantauan dan evaluasi yang dibentuk oleh

Menteri dengan melibatkan pemerintah dan pemerintah daerah,

46 Dikutip dari Perjanjian Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKP-E) Bank Jatim

cabang Ponorogo

Page 90: PENERAPAN ASAS KESEIMBANGAN BAGI PARA PIHAK …repository.ub.ac.id/3346/1/Retnani, Tika.pdfPerjanjian KKP-E seperti halnya perjanjian kredit bank pada umumnya menggunakan perjanjian

yang dalam pelaksanaannya berkoordinasi dengan bank

pelaksana”.

Peraturan Menteri Pertanian No. 12/Permentan/OT.140/1/2013

tentang Pedoman Pelaksanaan KKP-E tidak menyebutkan bagaimana

mekanisme pemantauan dan evaluasi dalam KKP-E. Namun, dalam

Pedoman Teknis KKP-E tahun 2015 yang dibuat Direktorat Pembiayaan

Pertanian mengatur tentang monitoring dan evaluasi. Dalam Bab VI yang

mengatur tentang Pembinaan, Monitoring, dan Evaluasi serta Pelaporan

mengatur bahwa:47

1. Monitoring secara terencana dan teratur mulai dari

aspek rencana penyaluran, perkembangan

penyaluran, kelompok sasaran, dan pengembalian

KKP-E dilakukan secara periodik berjenjang dari

tingkat kabupaten/kota, propinsi, dan pusat;

2. Monitoring di tingkat pusat dilakukan pusat dilakukan

oleh Tim Monitoring dan Evaluasi KKP-E (Tim Monev

KKP-E), dan di Tingkat propinsi serta Kabupaten/kota

dilakukan Tim Teknis propinsi/kabupaten/kota yang

dibentuk beranggotakan instansi terkait dan Cabang

Bank Pelaksana setempat.

Selain kedua hal yang tersebut diatas mengenai pemeriksaan dan

monitoring tentang penyaluran KKP-E juga diatur dalam Peraturan

Menteri Keuangan NO. 79/PMK.05/2007 tentang KKP-E pada pasal 21.

Lalu dalam pencantumannya di dalam perjanjian KKP-E, kedua

perjanjian yang menjadi sumber bahan hukum primer dalam penelitian,

hanya perjanjian KKP-E 2 yang mencantumkan mengenai klausula

47 Direktorat Pembiayaan Pertanian, Pedoman Teknis KKP-E, Jakarta, Kementrian

Pertanian, 2015, hlm. 28

Page 91: PENERAPAN ASAS KESEIMBANGAN BAGI PARA PIHAK …repository.ub.ac.id/3346/1/Retnani, Tika.pdfPerjanjian KKP-E seperti halnya perjanjian kredit bank pada umumnya menggunakan perjanjian

pemeriksaan dan pengawasan. Tercantum pada pasal 11 ayat (1) dan ayat

(2) , berbunyi:48

(1) Bank berhak baik dilakukan sendiri atau

dilakukan oleh pihak lain yang ditunjuk Bank, dan

pengambil kredit wajib mematuhi untuk setiap

waktu meminta keterangan dan melakukan

pemeriksaan yang diperlukan Bank kepada

pengambil kredit dan/atau perusahaannya,

dengan ketentuan

(2) Pemerintah cq. Ditjen Perbendaharaan

Departemen Keuangan sewaktu-waktu baik

sendiri ataupun bersama dengan bank dapat

mengirimkan pejabatnya untuk melakukan

periksaan atas penyaluran KKP-E ini.

Pencantuman klausula mengenai pemeriksaan dan pengawasan

terhadap penyaluran KKP-E di perjanjian baku yang dibuat pihak bank

pelaksana ini merupakan bentuk dari pelaksanaan dari usaha pemerintah

melakukan penyeimbangan dalam kredit KKP-E. Meski resiko akan

KKP-E ini seluruhnya ditanggung oleh pihak bank kecuali beberapa

komoditi seperti yang dicantum dalam PMK Nomor 79/PMK.05/2007

pemerintah melalui tim khusus yang dibentuk ikut turun langsung dalam

pengawasan KKP-E guna menghindari terjadinya penilaian yang tidak

sesuai yang dilakukan pihak bank. Karena apabila pengawasan tersebut

dilakukan sepenuhnya oleh pihak bank, maka pihak bank bisa saja

langsung menghentikan perjanjian kredit apabila tidak sesuai dengan

apa yang diharapkan oleh pihak bank

Mengenai pencantuman klausula pemeriksaan dan pengawasan

terhadap penyaluran KKP-E, alangkah baiknya jika klausula ini muncul

48 Dikutip dari Perjanjian KKP-E Bank BRI Cabang Tuban

Page 92: PENERAPAN ASAS KESEIMBANGAN BAGI PARA PIHAK …repository.ub.ac.id/3346/1/Retnani, Tika.pdfPerjanjian KKP-E seperti halnya perjanjian kredit bank pada umumnya menggunakan perjanjian

dalam perjanjian. Memang meskipun hal ini tidak muncul dalam

perjanjian KKP-E, pemeriksaan dan pengawasan akan KKP-E tetap

dilakukan. Tapi bisa saja debitur KKP-E tidak mengetahui akan

konsekuensi ini. Karena sebuah perjanjian kredit yang baik adalah harus

menjelaskan dan mencantumkan mengenai detail konsekuensi yang

akan terjadi apabila debitur jadi melakukan kredit ini. Hal ini sesuai

dengan apa yang tercantum dalam pasal 7 huruf b UUPK yang

menyebutkan bahwa: “Kewajiban pelaku usaha adalah memberikan

informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan

barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan,

perbaikan, dan pemeliharaan”49 Pencantuman klausa ini juga agar

memberi kesiapan laporan KKP-E debitur menghadapi pemeriksaan dan

pengawasan sewaktu-waktu

4. Klausula tentang percepatan pembayaran Utang Debitur

Pencantuman klausula ini dicantumkan pada perjanjian KKP-E 1

yang terdapat pada pasal 6, yang berbunyi:50

Menyimpang dari apa yang disebutkan dalam pasal 1 di atas,

maka hutang pokok ataupun sisanya manakala dari hutang

tersebut telah diangsur sebagian ditambah dengan segala

sesuatu yang terhutang oleh debitur kepada bank tersebut

berdasarkan akta ini harus dibayar kembali seketika dan

sekaligus seluruhnya kepada bank, tanpa diperlukan lagi sesuatu

surat teguran juru sita, yaitu didalam hal:

a. Debitur tidak tepat memenuhi salah satu ketentuan dari

perjanjian kredit atau salah syarat tentang pemberian

jaminan,

b. Harta benda debitur atau barang jaminan yang diberikan

kepada bank dikenakan suatu sitaan atau tersangkut dalam

suatu perkara,

49 Pasal 7 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen 50 Dikutip dari Perjanjian KKP-E Bank Jatim Cabang Ponorogo

Page 93: PENERAPAN ASAS KESEIMBANGAN BAGI PARA PIHAK …repository.ub.ac.id/3346/1/Retnani, Tika.pdfPerjanjian KKP-E seperti halnya perjanjian kredit bank pada umumnya menggunakan perjanjian

c. Nilai-nilai barang jaminan menjadi kurang sedemikian rupa

sehingga tidak lagi merupakan jaminan yang cukup bagi

hutang-hutang debitur kepada bank, satu dan lain menurut

pertimbangan bank,

d. Debitur dan/atau pemberi jaminan tidak bebas lagi untuk

mengurus sendiri harta kekayaannya,

e. Debitur mengehentikan usaha-usahanya yang utama

f. Debitur mengajukan permohonan untuk dinyatakan berada

dalam ataupun memperoleh keputusan sebagai berada dalam

keadaan pailit atau memperoleh penundaan pembayaran

ataupun ditaruh dibawah pengampuan

g. Debitur dan/atau pemilik jaminan bubar dan/atau meninggak

dunia

h. Debitur lalai untuk membayarkan setiap tagihan dari Bank,

pada waktu dan menurut cara yang ditentukan dalam

perjanjian hutang/kredit

i. Bilamana karena satu dan lain hal semata menurut

pertimbangan bank tindakan tersebut perlu dilakukan

Dalam hal pemberian kredit dihentikan seperti tersebut diatas,

maka Debitur harus segera membayar kembali semua hutang-

hutangnya kepada Bank.

Pasal yang tersebut diatas berisi mengenai hal-hal yang mengatur

bentuk peristiwa seperti apa yang secara sepihak dikategorikan oleh

pihak bank sebagai bentuk kelalaian. Kelalaian yang disebutkan diatas

merupakan alasan bagi pihak bank untuk meminta pembatalan secara

sepihak. Pasal 1266 KUHPerdata menyebutkan tiga syarat untuk

memutuskan perjanjian, adanya persetujuan timbal balik, adanya

kelalaian (wanprestasi dan putusan hakim). Tetapi keputusan bahwa

seorang debitur melakukan kelalaian itu berada di tangan hakim, bank

tidak dapat menentukan seseorang telah melakukan kelalaian atau tidak.

Keputusan hakim yang dapat memutuskan bahwa ingkar janji yang telah

dilakukan debitur cukup berat atau tidak sehingga dapat dimintakan

pembatalan terhadap suatu perjanjian kredit.

Page 94: PENERAPAN ASAS KESEIMBANGAN BAGI PARA PIHAK …repository.ub.ac.id/3346/1/Retnani, Tika.pdfPerjanjian KKP-E seperti halnya perjanjian kredit bank pada umumnya menggunakan perjanjian

5. Klausula tentang Perhitungan denda Bunga

Dalam perjanjian KKP-E 1 tercantum mengenai penetapan denda

bunga yang tercantum pada pasal 1, yang berbunyi:

“Terhadap keterlambatan membayar bunga lebih dari 7 hari

sejak akhir bulan maka Debitur dikenakan denda sebesar 50%

dari suku bunga yang berlaku dan dihitung secara harian

dikalikan dengan besarnya tunggakan pokok ditambah

tunggakan bunga dan dikenakan sejak saat menunggak”51

Pembebanan Bunga berganda/bunga majemuk52 sudah menjadi

kebiasaan dalam praktik perbankan di Indonesia. Mengenai hal ini tidak

selalu tercantum dalam perjanjian kredit di Indonesia, karena hal ini

dianggap telah menjadi kebiasaan, sehingga dianggap hal ini telah

diperjanjikan dalam suatu perjanjian kredit.53 Dalam KUHPerdata pasal

1251 menyebutkan bahwa penerapa bunga berganda ini sebenarnya tidak

dilarang, tapi dalam prakteknya dalam perjanjian KKP-E bank

memberlakukan hal yang jauh berbeda. Pasal 1251 KUHPerdata

menyebutkan:

“Bunga dari uang pokok yang dapat ditagih dapat pula

menghasilkan bunga, baik karena suatu permintaan di muka

pengadilan, maupun karena suatu persetujuan khusus, asal saja

permintaan atau persetujuan tersebut mengenai bunga yang

harus dibayar untuk satu tahun”54

Dalam pasal 1251 KUHPerdata tersebut jelas memperbolehkan

pencantuman bunga berganda dalam suatu perjanjian. Tetapi, hal ini

harus diperhatikan bahwa penetapan ini harus satu tahun dan bukan

51 Dikutip dari Perjanjian KKP-E Bank Jatim Cabang Ponorogo 52 Bunga Majemuk/bunga berganda adalah bunga yang dibebankan terhadap bunga yang

tertunggak, lihat Sutan Remy Sjahdeini, Op. Cit., hlm. 235 53 Sutan Remy Sjahdeini, Op., Cit, hlm. 236 54 Pasal 1251 Kitab Undang-undang Hukum Perdata

Page 95: PENERAPAN ASAS KESEIMBANGAN BAGI PARA PIHAK …repository.ub.ac.id/3346/1/Retnani, Tika.pdfPerjanjian KKP-E seperti halnya perjanjian kredit bank pada umumnya menggunakan perjanjian

bulanan atau bahkan harian. Sehingga dapat dikatakan bahwa

pencantuman pembebanan bunga terhadap bunga dalam perjanjian KKP-

E 1 ini menyalahi aturan dalam KUHPerdata. Dalam perjanjian KKP-E

1 pembebanan bunga ini diterapkan setelah 7 hari terlambat dari akhir

bulan melakukan pembayaran bunga dan besarnya denda bunga ini

dihitung secara harian.

Hal ini tentu saja dapat dikatakan telah tidak sesuai dengan

ketentuan pasal 1251 KUHPerdata. Pasal 1251 KUHPerdata ini menurut

pendapat Sutan Remy Sjahdeiny dalam bukunya bersifat tidak boleh

disimpangi dalam suatu perjanjian.55 Sehingga Bank dalam

mencantumkan klausula bunga dalam suatu perjanjian KKP-E

hendaknya mengatur secara tegas perhitungannya sesuai dengan pasal

1251 KUHPerdata agar tidak menjadi masalah bagi bank ketika

perjanjian KKP-E berjalan.

Berdasarkan uraian tersebut diatas kedua perjanjian KKP-E yang

tercantum menjadi bahan hukum primer dalam penelitian ini belum

sepenuhnya mencerminkan asas keseimbangan. Ketidakseimbangan

kedudukan antara pihak bank yang dalam hal ini menjadi pihak yang kuat

dan debitur KKP-E sebagai pihak yang lemah dalam suatu perjanjian

KKP-E. Hal ini memang menjadi konsekuensi dalam penggunaan

perjanjian baku dalam perjanjian kredit yang dalam hal ini adalah

perjanjian KKP-E.

55 Sutan Remy Sjahdeini, Op., Cit, hlm. 237

Page 96: PENERAPAN ASAS KESEIMBANGAN BAGI PARA PIHAK …repository.ub.ac.id/3346/1/Retnani, Tika.pdfPerjanjian KKP-E seperti halnya perjanjian kredit bank pada umumnya menggunakan perjanjian
Page 97: PENERAPAN ASAS KESEIMBANGAN BAGI PARA PIHAK …repository.ub.ac.id/3346/1/Retnani, Tika.pdfPerjanjian KKP-E seperti halnya perjanjian kredit bank pada umumnya menggunakan perjanjian

1

BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Suatu perjanjian kredit perbankan diperbolehkan menggunakan

format baku yang ketentuannya telah diatur dalam peraturan bank

Indonesia. Perjanjian KKP-E merupakan suatu program kredit yang

dibentuk oleh pemerintah terkait yang diberikan kepada petani, nelayan,

peternak, dan pelaku usaha di bidang ketahanan pangan lainnya melalui

bank sehingga dalam pelaksanaannya menggunakan perjanjian baku dimana

format perjanjian baku tersebut telah dibuat sebelumnya. Hal ini

dikarenakan posisi pemerintah dan bank yang lebih tinggi daripada debitur

dalam perjanjian KKP-E ini. Mengenai perjanjian KKP-E yang terdapat

dalam penelitian ini tentu belum sepenuhnya mencerminkan asas

keseimbangan. Dimana klausula-klausula di dalam perjanjian KKP-E

tersebut isinya memberatkan para debitur. Pelanggaran terhadap pasal 18

Undang-undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 mengenai

ketentuan klausula perjanjian baku, PMK. Nomor 79/PMK.05/2007, pasal-

pasal dalam KUHPerdata, dan peraturan yang mengatur terkait KKP-E,

serta peraturan otoritas jasa keuangan juga sering dilanggar oleh Bank

sebagai pemberi pinjaman, hal ini dikarenakan Bank ingin melindungi

dirinya dari masalah hukum yang bisa saja terjadi di masa depan. Dengan

mencantumkan klausula yang memberatkan debitur adalah satu-satunya

Page 98: PENERAPAN ASAS KESEIMBANGAN BAGI PARA PIHAK …repository.ub.ac.id/3346/1/Retnani, Tika.pdfPerjanjian KKP-E seperti halnya perjanjian kredit bank pada umumnya menggunakan perjanjian

2

cara karena ketika proses kredit berjalan bank hanya bergantung kepada

integritas debitur dalam mengembalikan kredit yang telah diberikan

kepadanya.

B. SARAN

1. Bank sebagai kreditur setidaknya harus lebih memperhatikan lagi

klausula yang tercantum dalam perjanjian KKP-E yang dibuatnya, agar

lebih berhati-hati agar tidak melanggar ketentuan pembuatan perjanjian

baku yang telah tercantum dalam undang-undang dan menciptakan

celah bagi debitur untuk meminta pengadilan membatalkan perjanjian

dengan alasan klausula perjajian telah melanggar ketentuan.

2. Ketika telah memberikan KKP-E kepada debitur dan ketika kredit

tersebut telah berjalan bank harus memantau dengan serius bagaimana

kredit tersebut disalurkan oleh debitur agar tidak terjadi penyalahgunaan

kredit dan menjadi masalah dikemudian hari.

3. Ketika Debitur melakukan perjanjian kredit dengan pihak Bank,

hendaknya Debitur membaca dengan seksama dan bertanya apabila

terjadi ketidakpahaman dengan isi perjanjian, agar hal ini tidak menjadi

masalah dikemudian hari.

4. Debitur yang dalam hal ini adalah kelompok Tani/koperasi/kelompok

nelayan/kelompok peternak seharusnya menggunakan dengan benar

kredit yang diberikan oleh Bank, melakukan usahanya dengan serius

agar bisa membayar kembali kredit sesuai dengan ketentuan yang telah

ada tentu saja hal ini dilakukan agar tidak timbul masalah seperti kredit

Page 99: PENERAPAN ASAS KESEIMBANGAN BAGI PARA PIHAK …repository.ub.ac.id/3346/1/Retnani, Tika.pdfPerjanjian KKP-E seperti halnya perjanjian kredit bank pada umumnya menggunakan perjanjian

3

macet yang mengakibatkan mereka kehilangan harta yang telah

dijadikan agunan.

5. Bagi pemerintah terkait hendaknya membenahi peraturan perundang-

undangan yang berkaitan dengan peraturan bank mengenai pemberian

kredit, perlindungan konsumen dalam hal ini nasabah debitur bank agar

mencari jalan tengah dan cara bagaimana suatu peraturan bisa berjalan

tanpa menyebabkan tumpang tindih satu dengan lainnya.

Page 100: PENERAPAN ASAS KESEIMBANGAN BAGI PARA PIHAK …repository.ub.ac.id/3346/1/Retnani, Tika.pdfPerjanjian KKP-E seperti halnya perjanjian kredit bank pada umumnya menggunakan perjanjian

DAFTAR PUSTAKA

BUKU:

Abdul Kadir Muhammad, Hukum Perikatan, Citra Aditya Bakti, Jakarta, 1990.

Agus Yudho Hernoko, Hukum Perjanjian Asas Proporsionalitas dalam Kontrak

Komersial, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2013.

Djuhaendah Hasan, Lembaga Jaminan Kebendaan bagi Tanah dan Benda lain yang

Melekat pada Tanah dalam Konsep Penerapan Asas Pemisahan Horisontal, Citra

Aditya Bakti, Bandung, 1996.

Djoni. S. Ghazali, Hukum Perbankan, Sinar Grafika, Jakarta, 2010.

Hardijan Rusli, Hukum Perjanjian Indonesia dan Common Law, Sinar Harapan, Jakarta,

1996.

Hamidi, Metode Penelitian dan Teori Komunikasi, Univeritas Muhammadiyah Malang,

Malang, 2007.

Herlien Budiono, Asas Keseimbangan bagi Hukum Perjanjian Indonesia (Hukum

Perjanjian berdasarkan Asas-asas Wigati di Indonesia), Citra Aditya Bakti,

Bandung, 2006.

H.R. Daeng Naja, Hukum Kredit dan Bank Garansi, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2008.

Ignatius Ridwan Widyadharma, Hukum Sekitar Perjanjian Kredit, Badan Penerbit

Universitas Diponegoro, Semarang, 1997.

Johannes Ibrahim, Cross Default & Cross Collateral sebagai Upaya Penyelesaian Kredit

Bermasalah, Refika Aditama, Bandung, 2004.

Johny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Bayumedia

Publishing, Malang, 2011.

Lukman Santoso AZ, Hak dan Kewajiban Hukum Nasabah Bank, Pustaka Yutisia,

Yogyakarta, 2011.

Mariam Darus Badrulzaman, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Buku III, Tentang

Hukum Perikatan Dengan Penjelasannya, Alumni, Bandung, 1996.

Mariam Darus Badrulzaman, Perjanjian Baku dan Perkembangannya di Indonesia, PT.

Alumni, Bandung, 1980.

Mariam Darus B, Perlindungan Terhadap Konsumen Dilihat dari Sudut Perjanjian

Baku Standar, Bandung Bina Cipta 1986.

Munir Fuadi, Hukum Kontrak dari Sudut Pandang Hukum Bisnis, Buku Kedua, PT.

Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003.

Page 101: PENERAPAN ASAS KESEIMBANGAN BAGI PARA PIHAK …repository.ub.ac.id/3346/1/Retnani, Tika.pdfPerjanjian KKP-E seperti halnya perjanjian kredit bank pada umumnya menggunakan perjanjian

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2011.

Purwahid Patrik, Dasar-dasar Hukum Perikatan yang Lahir dari Perjanjian dan dari

Undang-undang, Mandar Maju, Bandung, 1994.

R. Subekti, Hukum Perjanjian, PT. Intermasa, Jakarta, 1987.

R. Subekti, Kumpulan Karangan Hukum Perikatan, Arbitrase, dan Peradilan, Alumni,

Bandung 1992.

Rachmadi Usman, Aspek Hukum Perbankan di Indonesia, PT. Gramedia Pustaka Utama,

Jakarta, 2001.

Ronny Sautma Hotma Bako, Hubungan Bank dan Nasabah terhadap produk Tabungan

dan Deposito, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2012.

Salim H.S, Hukum Kontrak Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, Sinar Grafika,

Jakarta, 2006.

Setiawan, Pokok-Pokok Hukum Perikatan, Bina Cipta, Jakarta, 1994.

Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Liberty, Yogyakarta, 2008.

Suharmoko, Hukum Perjanjian, Teori dan Analisa Kasus, Kencana Perdana Media Group,

Jakarta, 2007.

Sutan Remy Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang bagi

Para Pihak dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia, Institut Bankir Indonesia,

Jakarta, 1993.

Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, PT. Raja

Grafindo Persada, Jakarta, 2011.

Taryana Soenandar, Prinsip-prinsip UNIDROIT sebagai Sumber Hukum Kontrak dan

Penyelesaian Bisnis Internasional, Sinar Grafika, Jakarta, 2004.

Titik Triwulan Tutik, Pengantar Hukum Perdata di Indonesia, Prestasi Pustaka Publisher,

Jakarta, 2006.

Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Perjanjian, Mandar Maju, Bandung, 2000.

Yudha Bhakti Ardiwisastra, Penafsiran dan Konstruksi Hukum, PT. Alumni, Bandung,

2012.

SKRIPSI, TESIS, DAN DISERTASI:

Page 102: PENERAPAN ASAS KESEIMBANGAN BAGI PARA PIHAK …repository.ub.ac.id/3346/1/Retnani, Tika.pdfPerjanjian KKP-E seperti halnya perjanjian kredit bank pada umumnya menggunakan perjanjian

Dhenandra Mahardika Sukmana, Tinjauan Yuridis terhadap Keseimbangan Kedudukan

Para Pihak dalam Perjanjian Kredit Usaha Mikro, Skripsi, Fakultas Hukum

Universitas Brawijaya, Malang, 2013.

UNDANG-UNDANG:

Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata)

Undang-undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan

Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan tentang Perubahan terhadap

Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan

Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 79/PMK.05/2007 tentang Kredit

Ketahanan Pangan dan Energi.

Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.03/MEN/2012 tentang Pelaksanaan

Kredit Ketahanan Pangan dan Energi di bidang kelautan dan perikanan

Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/6/PBI/2005 tentang Transparasi Informasi Produk Bank

dan Penggunaan data Pribadi Nasabah

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Republik Indonesia Nomor 1/POJK.07/2013 tentang

Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan

Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 13/SEOJK.07/2014 tentang Perjanjian Baku

JURNAL/ARTIKEL/MAJALAH:

Direktorat Pembiayaan Pertanian, Pedoman Teknis Kredit Ketahanan Pangan dan

Energi, 2015.

Hastuti, Pendanaan Usaha Tani Padi Paska KUT, Kredit Ketahanan Pangan, SMERU

2002.

Pusat Pembiayaan Pertanian Sekretariat Jenderal Departemen Pertanian, Pedoman

Pelaksanaan Kredit Ketahanan Pangan dan Energi, Departemen Pertanian

Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, 2002.

Tim Peneliti Semeru, Pendanaan Usaha Tani Pasca KUT, Kredit Ketahanan Pangan

(KKT), Jurnal Lembaga Penelitian Semeru, 2002.

INTERNET:

Page 103: PENERAPAN ASAS KESEIMBANGAN BAGI PARA PIHAK …repository.ub.ac.id/3346/1/Retnani, Tika.pdfPerjanjian KKP-E seperti halnya perjanjian kredit bank pada umumnya menggunakan perjanjian

Ardraviz, Fungsi Tujuan Tugas Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Online,

https://ardra.biz/ekonomi/ekonomi-lembaga-keuangan/fungsi-tujuan-tugas-otoritas-

jasa-keuangan-ojk/.

Attina Balqin Izzah, Permasalahan Pangan dan Gizi, Online,

https://www.scribd.com/document/348975113/Permasalahan-Pangan-Dan-GIzi.

Badan Pusat Statistik, Https://www.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/1274.

Bintan Ulfatuz, Program Kredit Pertanian di Indonesia dan Peluang Skema Kredit

Pertanian Syariah, Online, http://telminas2014.files.wordpress.com.

Kamus Bahasa Indonesia Online.

Kementerian Kelautan dan Perikanan (Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya), Kredit

Ketahanan Pangan dan Energi (KKP-E), Online,

http://www.djpb.kkp.go.id/download/Kredit%20Ketahanan%20Pangan%20dan%20E

nergi.pdf.

Kompas.com, BRI Dominasi Penyaluran Kredit Ketahanan Pangan-Energi, Online,

http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2013/08/01/1354573/BRI.Dominasi.Penyalur

an.Kredit.Ketahanan.Pangan-Energi.

Saraswati, KPP-E dan Dasar Hukum Penyalurannya, Online,

http://kttsaraswati.blogspot.co.id/2013/07/kkpe-dan-dasar-hukumnya-

penyalurannya.html.

Trisna Nurdiaman, Teori Kependudukan- Thomas Robert Malthus, Online, http://science-

galery.blogspot.co.id/2016/05/teori-kependudukan-thomas-robert-malthus.html.