Penerapan Arsitektur Regionalisme pada Stasiun Kalamatra
Transcript of Penerapan Arsitektur Regionalisme pada Stasiun Kalamatra
Repository Jurnal Tugas Akhir Arsitektur © Jurusan Arsitektur Itenas | No.1 | Vol. III
ISSN: Juli 2018
Repository Jurnal Tugas Akhir Arsitektur – 1
Penerapan Arsitektur Regionalisme pada Stasiun
Kalamatra
Vina Idamatusilmy Ananto Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Itenas, Bandung
Email: [email protected]
ABSTRAK
Stasiun dalam konteks terminal pemberangkatan dan pemberhentian kereta api dalam kaitannya sebagai
angkutan manusia maupun barang. Selain memenuhi kebutuhan fungsi utama sebagai tempat naik atau
turunnya penumpang dan/atau bongkar muat barang, di stasiun dapat dilakukan kegiatan usaha
penunjang angkutan kereta api seperti usaha pertokoan, restoran, perkantoran, perhotelan. Kebijakan
ini mengundang timbulnya fungsi komersial dalam stasiun. Keberadaan stasiun sebagai tempat
penumpang naik dan turun berpindah dari angkutan jalan raya ke angkutan rel (kereta api) menuntut
sebuah stasiun untuk dapat mencukupi kebutuhan-kebutuhan dasar penggunanya. Selain itu didalamnya
terdapat fasilitas tambahan salah satunya adalah hotel transit. Hotel Transit merupakan hotel yang
sebagian besar dari tamunya adalah orang-orang yang akan melanjutkan perjalanan yang cukup jauh
(hotel ini hanya untuk tempat persinggahan sementara saja saat melakukan perjalanan). Tema besar
yang menjadi landasan perencanaan dan perancangan Stasiun Kereta Api dan Hotel transit adalah
Arsitektur Regionalisme yang merupakan salah satu aliran arsitektur yang memadukan antara arsitektur
modern (mewakili arsitektur masa kini) dengan arsitektur tradisional (mewakili arsitektur masa lalu)
dan memunculkan potensi local sebagai ciri utama. Dalam hal perencanaan dan perancangan bangunan
ini mengambil bentukan dasar yang terinspirasi dari bentuk “gunungan wayang” yaitu perpaduan
bentuk dasar segitiga dan persegi dan mengaplikasikan salah satu bentukan atap rumah khas sunda
yaitu atap jolopong.
Kata kunci : Stasiu Kereta Api, Hotel Transit, Arsitektur Regionalisme, Arsitektur Modern, Arsitektur
Tradisional.
ABSTRACT
The context of stations are terminals of departure and stoppage of trains in relation for human or goods
transportation. In addition to fulfill the needs of the main function as a place for going up or down of
passengers and / or loading and unloading of goods, at the station can be carried out business activities
which supporting rail transportation such as shops, restaurants, offices, hotels. This policy invites
commercial in-station functions. The existence of the station as a passenger going up and down then
moves from the highway to rail transport (railroad) requires a station to be able to meet the basic needs
of its user. In addition there are additional facilities which one is a transit hotel. Transit hotel is a hotel
which most of its guests are people who will continue the far-off journey (this hotel is only for temporary
stopover while traveling). The great theme that been a reason on planning and designing of the Railway
Station and Transit Hotel is the regionalism Architecture, which is one of the architectural flows that
combines modern architecture (representing contemporary architecture) with traditional architecture
(representing the past architecture) and generating local potential as the main characteristic . In terms
of planning and designing of this building take the basic form which is inspired from the form of
"gunungan wayang" which is a combination of triangular and square base form and apply one of the
roof formation typical of Sundanese house that is jolopong roof.
Keywords: Railway Station, Transit Hotel, Regionalism Architecture, Modern Architecture, Traditional
Architecture.
Vina Idamatusilmy Ananto
Repository Jurnal Tugas Akhir Arsitektur – 2
1. PENDAHULUAN
Salah satu permasalahan yang dihadapi Kota Bandung saat ini adalah kemacetan. Pada tahun 2013
tercatat terdapat 50 titik kemacetan di Kota Bandung. Kemacetan Kota Bandung berdampak pada
besarnya kontribusi emisi gas buang Kota Bandung. Untuk mengatasi permasalahan ini Kota Bandung
telah menyiapkan rencana pengembangan kawasan TOD (Transit Oriented Development), yaitu suatu
konsep pembangunan transportasi yang bersinergi dengan tata ruang guna mengakomodasi
pertumbuhan baru dengan memperkuat lingkungan tempat tinggal dan perluasan pilihan melalui
optimalisasi jaringan angkut umum massal seperti bus dan kereta api, sehingga mempermudah warga
untuk mengakses sumber daya kota.
Kawasan Stasiun KA Kiaracondong merupakan salah satu pusat transit yang cukup aktif di
bagian Timur Kota Bandung. Kawasan ini memiliki permasalahan aksesibilitas dan integrasi sebagai
suatu kawasan transit. Saat ini terjadi fragmentasi antara fungsi stasiun dengan fungsi transit
sekitarnya akibat tidak tersedianya jalur bagi pejalan kaki yang akan beralih moda dari kereta api
menuju angkutan kota atau sebaliknya. Kondisi ini mengakibatkan kawasan menjadi tidak nyaman dan
aman baik bagi pengguna transit ataupun pengguna lainnya. Permasalahan lain pada kawasan yaitu
terjadinya pendudukan pada lahan milik PT. KAI karena pertumbuhan permukiman dan perdagangan
yang tidak teratur di sekitar stasiun dan di pinggiran rel kereta api. Kondisi ini berpotensi
menimbulkan gangguan dan membahayakan operasional perkeretaapian.
2. EKSPLORASI DAN PROSES RANCANGAN
2.1 Tinjauan Teori
Stasiun dalam konteks terminal pemberangkatan dan pemberhentian kereta api dalam kaitannya
sebagai angkutan manusia maupun barang. [1]
Arsitektur Regionalisme merupakan salah satu aliran arsitektur modern yang berusaha
memadukan arsitektur modern yang dianggap mewakili arsitektur masa kini dan arsitektur tradisional
yang dianggap mewakili arsitektur masa lalu dan memunculkan potensi lokal sebagai ciri utama.
Dalam pendekatan regionalisme sebagai sistem budaya, budaya yang berkembang di suatu
tempat difahami sebagai sistem yang utuh yang meliputi berbagai aspek, di antaranya adalah arsitektur
yang merupakan perwujudan bendawi dari nilai-nilai budaya dan wadah bagi kebiasaan masyarakat
dalam budaya tersebut, sebagaimana diungkapkan Rapoport:
“My basic hypothesis, then, is that house form is not simply the result of physical forces or any
single casual factor, but is the consequence of a whole range of socio-cultural factors seen in their
broadest terms Amos” [2]
Gambar 1. Contoh Penerapan Arsitektur Regionalisme
Penerapan Arsitektur Regionalisme pada Stasiun Kereta Api Kalamatra
Repository Jurnal Tugas Akhir Arsitektur - 3
Kemungkinan-kemungkinan wujud arsitektur regionalisme dapat dilihat dalam beberapa
kecendrungan, yang disebutnya dengan penyatuan Asitektur Masa Lampau (AML) dan Arsitektur
Masa Kini (AMK) dengan kecendrungan sebagai berikut ini [3]: (1) Tempelan elemen AML pada
AMK; (2) Elemen fisik AML menyatu di dalam AMK; (3) Elemen fisik AML tidak terlihat jelas
dalam AMK; (4) Wujud AML mendominasi AMK; (5) Ekspresi ujud AML menyatu di dalam AML.
2.2 Studi Literatur
Proses rancangan mengacu pada beberapa literatur, diantaranya: (1) Pelayanan stasiun : Pedoman
Standarisasi Stasiun Kereta Api tahun 2012; (2) Perangkat stasiun : Pedoman Standarisasi Stasiun
Kereta Api tahun 2012; (3) Bangunan stasiun : Neufert Ernst. Jilid 1, Data Arsitek, Jakarta : Erlangga
dan Pedoman Standarisasi Stasiun Sereta Api tahun 2012; (4) Aspek teknis : Peraturan menteri
pekerjaan umum nomor 26 tahun 2008 dan Pedoman Standarisasi Fasilitas Toilet Umum di
Lingkungan Stasiun Kereta Api; (5) Hotel transit : Kep. Dirjen pariwisata nomor 14/u/1188 tanggal 25
Februari 1988.
2.3 Pemahaman dan Data Proyek
Proyek yang akan dibuat ini adalah stasiun dan hotel transit, dengan lokasi site seluas ± 232.500 m2
yang terletak di kawasan kota Bandung,Indonesia, 40274, Jawa Barat.
Gambar 4. Lokasi Tapak
Nama Proyek : Stasiun Kereta Api Kalamatra; Sifat Proyek : Semi-Fiktif; Owner : PT. KAI Indonesia;
Lokasi : Stasiun Kiaracondong, Kota Bandung, Jawa Barat; Luas Lahan : ± 232.500 m²; Luas
Bangunan : ± 622,5 m²; Kawasan : Industri dan pergudangan; Zona : SPU 5 (Pelayanan Umum bid
Transportasi); Kelas Jalan : Jl. Ibrahim Adjie (Kolektor Primer), Jl. Kebon Jayanti / Jl. Jembatan Opat
(Lokal Lingkungan); Regulasi : KDB 70% KLB 1,4 GSB ½ lebar jalan KDH 20% minimal.
2.4 Konsep Rancangan
A. Konsep Zoning, Aksesibilitas dan Sirkulasi pada Tapak
Zoning di dalam tapak akan dibagi menjadi zona vegetasi, zona publik, zona parkir dan zona
servis. Peningkatan aksesibilitas bagi pejalan kaki khususnya pada akses masuk menuju
stasiun, penataan pelayanan transit untuk berbagai pilihan moda, pengembangan bangunan
vertikal untuk meningkatkan intensitas, serta penyediaan ruang terbuka sebagai waiting area
dan pusat aktifitas utama kawasan dekat stasiun.
Vina Idamatusilmy Ananto
Repository Jurnal Tugas Akhir Arsitektur – 4
Gambar 5. Zoning pada Tapak
Gambar 6. Akses dan Sirkulasi pada Tapak
B. Konsep Massa dan Fasade
Konsep gubahan massa bangunan stasiun dan hotel transit berbentuk geometri memanjang
atau linear mengikuti bentukan area site yang tersedia. Konsep gubahan massa yang berbentuk
pesegi panjang terdapat kaitannya dengan filosofi sunda yaitu masagi. Masagi berasal dari
bahasa sunda, berarti seimbang, kokoh menuju kesempurnaan.
Penerapan Arsitektur Regionalisme pada Stasiun Kereta Api Kalamatra
Repository Jurnal Tugas Akhir Arsitektur - 5
Gambar 7. Transformasi Massa
Bentukan massa segitiga merupakan morfologi dari bentuk gunungan wayang yang
menjadi simbol jagad raya. Puncaknya merupakan simbol keagungan, dengan harapan akan
adanya ketentraman dan lindungan dari Tuhan.
Gambar 7. Transformasi Massa
Penggunaan material kayu pada fasade serta warna yang di dominasi coklat seperti pada
bangunan khas nusantara. Unsur garis vertikal yang mendominasi fasad bangunan yang menimbulkan
kesan modern.
Vina Idamatusilmy Ananto
Repository Jurnal Tugas Akhir Arsitektur – 6
3. HASIL RANCANGAN
3.1 Zoning dan Aksesibilitas
Zoning dibuat menyesuaikan dengan kebutuhan dari desain dimana pada tapak terdapat zona publik,
zona privat dan zona servis.
Gambar 8. Zoning dalam Tapak
Bangunan terbagi menjadi tiga massa utama dengan fungsi yang berbeda yaitu stasiun, kantor
pengelola dan hotel transit. Bangunan stasiun tedapat dua lantai yang terhubung langsung melalui
akses sky bridge (pada lantai 2 stasiun) dengan bangunan kantor pengelola. Bangunan Hotel transit
berjumlah 6 lantai, terdiri dari lantai 1-2 berfungsi sebagai ruang parkir, lantai 3-4 komersial (retail
dan café) dan lantai 5-6 berfungsi sebagai kamar hotel.
Gambar 9. Blockplan
Penerapan Arsitektur Regionalisme pada Stasiun Kereta Api Kalamatra
Repository Jurnal Tugas Akhir Arsitektur - 7
Gambar 10. Aksesibilitas pada Tapak
3.2 Landscape dan Orientasi Massa Bangunan
Konsep landscape pada tapak berupa open space sebagai penerimaan utama yang di desain senyaman
mungkin untuk pejalan kaki. Ini merupakan salah satu upaya membuat kawasan stasiun menjadi
transit friendly (ramah transit). Tidak hanya untuk pengunjung stasiun dan hotel transit, open space ini
juga didesain untuk menjadi ruang komunal baru bagi masyarakat sekitar site.
Gambar 10. (A) Pola Landscape, (B) Orientasi Massa
Orientasi massa utama bangunan proyek Stasiun Kalamatra mengikuti aksis jalur lintasan kereta
api, mengahadap langsung ke Jalan Ibrahim Adjie.
3.3 Fasade
Kalamatra menerapkan konsep arsitektur regionalisme dan mengangkat kesederhanaan pada fasadnya.
Pada kedua bangunan baik stasiun maupun hotel terdapat unsur garis yang mendominasi fasad
bangunan yang menimbulkan kesan lebih modern.
Gambar 11. (A) Tampak Stasiun, (B) Tampak Hotel
Selain itu pada bagian fasad kedua bangunan terdapat kesinambungan lain berupa penggunaan
warna khas nusantara di dominasi dengan warna coklat yang dipadukan dengan warm color lainnya.
Kulit bangunan bermaterialkan Wood Composite Panel (WPC) dan Alumunium Composite Panel
(ACP), WPC merupakan kayu daur ulang yang di campur dengan plastik. WPC dan ACP memiliki
ketahanan yang baik terhadap berbagai cuaca di kawasan tropis.
A B
A B
Vina Idamatusilmy Ananto
Repository Jurnal Tugas Akhir Arsitektur – 8
Gambar 12. Perspektif Mata Burung
Gambar 13. Suasana Stasiun Kalamatra
Gambar 14. Perspektif Stasiun dari Entrance Utama
Penerapan Arsitektur Regionalisme pada Stasiun Kereta Api Kalamatra
Repository Jurnal Tugas Akhir Arsitektur - 9
Gambar 15. Perspektif Hotel Transit
3.4 Interior
Desain interior mengangkat kesederhanaan nusantara dengan sentuhan modern. Dengan atap tinggi
pada stasiun memberikan pengalaman ruang yang baru untuk pengunjung yang tidak pernah mereka
dapat sebelumnya.
Gambar 16. Suasana Interior Ruang Tunggu Stasiun
Pada Interior hotel, menerapkan clean minimalis modern dengan tambahan sentuhan aksen
kayu. Warna-warna cerah mendominasi untuk memberi kesan luas pada ruang.
Gambar 17. Suasana pada Peron
Vina Idamatusilmy Ananto
Repository Jurnal Tugas Akhir Arsitektur – 10
Gambar 18. Suasana Interior Lobby Hotel
Gambar 19. Suasana Interior Kamar Hotel
3.5 Struktural dan Utilitas
Pemilihan struktur di proyek ini menyesuaikan dengan kecepatan memasang, efektifitas serta
penerapan bahan yang mudah dan tidak memerlukan banyak maintenance. Baja dipilih karena
memiliki efektifitas dan kecepatan dalam proses pengerjaannya. Berikut beberapa ketetapan struktur
yang digunakan dalam proyek ini: (1) Pondasi bored pile; (2) Kolom berukuran 35 x 35cm dan 60 x
60cm; (3) Balok berukuran 35 x 40 cm; (4) Plat lantai berukuran 12cm.
Gambar 20. Isometri Struktur
Penerapan Arsitektur Regionalisme pada Stasiun Kereta Api Kalamatra
Repository Jurnal Tugas Akhir Arsitektur - 11
Skema 1. Sistem Distribusi Air Bersih
Skema 2. Sistem Distribusi Air Kotor
Skema 3. Sistem Distribusi Air Hujan
Skema 4. Sistem Distribusi Listrik
Vina Idamatusilmy Ananto
Repository Jurnal Tugas Akhir Arsitektur – 12
Penggunaan air bersih bersumber dari PDAM dengan 2 reservoir bawah dengan dimensi 6 x 6
x 1.5m dan reservoir atas yang disebar di beberapa titik dengan dimensi 2.4 x 2.4 x 1.5m. Titik
distribusi air bersih dengan pembuangan air kotor dipisah agar tidak terjadi kebocoran pipa yang dapat
mempengaruhi kualitas air. Air hujan akan di tamping pada sisten rainwater harvesting untuk
dimanfaatkan sebagai penyiraman tanaman, kebutuhan maintenance bangunan, dll. Untuk tenaga
listrik bersumber dari PLNselain itu terdapat juga genset sebagai sumber energy listrik alternatif
tersebar di site bagian utara dan selatan.
4. SIMPULAN
Keadaan eksisting stasiun kereta api Kiaracondong tidak mudah dicapai dan dilewati oleh pergerakan
pejalan. Hal ini menyebabkan aktifitas transit tidak berjalan dengan baik. Oleh karena itu, perlu
adanya perencanaan dan desain yang baik pada bangunan stasiun kereta api, agar dapat menjadi
pengintegrasi kawasan, beragam fungsi, dan sistem transportasi. Diharapkan dengan pengembangan
desain Stasiun Kiaracondong menjadi Stasiun Kalamatra dapat meningkatkan aksesibilitas bagi
pejalan kaki khususnya pada akses masuk menuju stasiun, penataan pelayanan transit untuk berbagai
pilihan moda, pengembangan bangunan vertikal untuk meningkatkan intensitas, serta penyediaan
ruang terbuka sebagai waiting area dan pusat aktifitas utama kawasan dekat stasiun.
DAFTAR PUSTAKA
[1] UU No.13 Tahun 1992 Pasal 19
[2] Wondoamiseno, Rachmat (1991). Regionalisme dalam Arsitektur Indonesia ; Sebuah Harapan ;
Yogyakarta : Yayasan Rupadatu.
[3] Amos rapoport (1969). House Form and Culture ; Englewood Cliffs, N.J. : Prentice Hall
Pedoman Standarisasi Stasiun Kereta Api (2012) : PTKAI
Neufert Ernst. Jilid 1, Data Arsitek, Jakarta : Erlangga