Penerapan Arsitektur Neo-Vernakular pada Stasiun ...
Transcript of Penerapan Arsitektur Neo-Vernakular pada Stasiun ...
Repository Jurnal Tugas Akhir Arsitektur © Jurusan Arsitektur Itenas | No.1 | Vol. III
ISSN: Januari 2017
Repository Jurnal Tugas Akhir Arsitektur – 1
Penerapan Arsitektur Neo-Vernakular pada
Stasiun Kiaracondong Bandung
Annisa Karmelia
Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan
Institut Teknologi Nasional, Bandung
Email: [email protected]
ABSTRAK
Stasiun Kiaracondong berada di Jalan Ibrahiem Adjie, Bandung, Jawa Barat. Kendati sebagai stasiun
terbesar kedua di Kota Bandung, Stasiun Kiaracondong memiliki jumlah pengunjung yang banyak
meskipun hanya melayani kelas Ekonomi. Pengunjung Stasiun Kiaracondong tidak hanya masyarakat
daerah sekitar Bandung tetapi juga luar Bandung, hal tersebut mengakibatkan meningkatnya kebutuhan
kapasitas stasiun. Oleh karena itu untuk menyelesaikan permasalahan tersebut salah satunya adalah
merancang ulang (re-design) stasiun kereta api Kiaracondong dengan rancangan yang diumpamakan
sebagai „Gerbang‟ kedatangan dari Arah Timur ke Kota Bandung, maka stasiun harus dirancang agar
memiliki “sense of place” yang dapat menimbulkan kesan kepada pengguna akan wilayah Bandung.
Salah satu faktor lingkungan yang penting diangkat adalah keberadaan Arsitektur Tradisional Jawa
Barat khususnya Bandung. Stasiun Kiaracondong menerapakan Tema Arsitektur Neo – Vernakular.
Tema ini menerapkan suatu elemen arsitektur yang telah ada, baik fisik (bentuk, Konstruksi) maupun
non-fisik (konsep, filosofi, tata ruang) dengan tujuan melestarikan unsur lokal yang kemudian mengalami
pembaruan menuju suatu karya yang lebih modern tanpa mengesampingkan nilai-nilai tradisi setempat.
Budaya Jawa Barat yang kaya dimanifestasikan dengan pengunaan atap khas Sunda „ Julang Ngapak‟,
filosofi Kepercayaan masyarakat Sunda pada pembagian kaki, badan, dan kepala (Tritangtu) memberi
kesan bangunan tidak „menapak bumi‟ (Pilotis) dan penerapan axis bangunan mengikuti kedua arah
jalur Kereta sebagai simbol „Gerbang‟ kedatangan bagi pengguna kereta.
Kata kunci: Stasiun, Kereta Api, Neo-Vernakular.
ABSTRACT
Kiaracondong Station is located at Jl. Ibrahiem Adjie, Bandung, West Java. Kiaracondong Stasion as the
2nd largest station in Bandung has lots of visitors even though it serves economy class only. The visitors
are not only from Bandung but also outside Bandung. That causes in increase of the capacity needs of the
station. In order to solve the problem, one of the solution is re-designing the station with a plan which is
called as "The Gate" for the train that come from the East of Bandung. Therefore the station should be
designed to have "sense of space" which can make an impression to the visitors of Bandung. One of the
environment factor and important to be discussed is the existence of West Java Traditional Architecture
especially in Bandung. Kiaracondong station applies a theme so called Neo Architecture - Vernacular.
This theme applies an architecture element which already existed in physical form (shape and
construction) or non-physical form (concept, philosophy, layout) to conserve local elements then
experience an update to a modern work/art without putting aside the values of local tradition. West Java's
rich culture is manifested by the use of typical sundanese roofs "Julang Ngapak", Sundanese people
believe on a philosophy of three division which contain legs, body and head (Tritangtu) and give the
impression of building is not „menapak bumi‟ (Pilotis), moreover the application of building axis follows
the two-way lane as a symbol of "the gate" as arrival sign for the train users.
Keywords: Station, Train, Neo-Vernacular.
Annisa Karmelia
Repository Jurnal Tugas Akhir Arsitektur – 2
1. PENDAHULUAN
Saat ini Bandung memiliki sarana transportasi cukup lengkap yaitu transportasi darat, dan
udara. Khusus angkutan umum darat, di Bandung sendiri terdapat beberapa moda transportasi seperti
Damri, BRT (Bus Rapid Transit), Taksi dan Angkot. Stasiun Kiaracondong berada di Jalan Babakan
Sari, Bandung, Jawa Barat. Kendati sebagai stasiun terbesar kedua di Kota Bandung, Stasiun
Kiaracondong berdasarkan data rekapitulasi Penumpang Stasiun Kiaracondong tahun 2016-2017
memiliki jumlah pengunjung yang terus meningkat meskipun hanya melayani kelas Ekonomi. Oleh
karena itu untuk memenuhi peningkatan kapasitas tersebut salah satunya adalah merancang ulang (re-
design) stasiun kereta api Kiaracondong dengan rancangan yang sesuai dengan kebutuhan.
Sebagai bagian dari penerapan system Transit Oriented Development sebagai cita-cita
pembangunan kota terpadu dengan proyek Bandung Urban Mobility Project bukan saja sekedar
pembangunan bangunan semata, namun dari tampilan dan fungsi bangunan, keberadaan Stasiun
Kiaracondong diumpamakan sebagai „gerbang‟ kedatangan dari Arah Timur ke Kota Bandung, maka
stasiun harus dibuat semenarik mungkin mungkin. Stasiun Kiaracondong akan dirancang memiliki
daya tarik yang dapat menjadi ciri khas Budaya Kota Bandung, yakni sebuah bangunan ikonik masa
kini dengan tetap menonjolkan khazanah tradisi dan budaya Bandung. Sehingga kelak bentuk
bangunan stasiun yang baru dapat tetap mengedepankan identitas Kota Bandung.
2. EKSPLORASI DAN PROSES RANCANGAN
2.1 Elaborasi Tema
Neo berasal dari Bahasa Yunani dan digunakan sebagai fonim yang berarti baru dan
Vernakular adalah sesuatu yang terbentuk dari proses yang berangsur lama dan berulang-ulang sesuai
dengan perilaku, kebiasaan, dan kebudayaan di tempat asalnya. [1]. Jadi Neo-Vernakular berarti
bahasa setempat yang diucapkan dengan cara baru, arsitektur Neo-Vernakular adalah suatu penerapan
elemen arsitektur yang telah ada, baik fisik (bentuk, konstruksi) maupun non-fisik (konsep, filosofi,
tata ruang)[2] dengan tujuan melestarikan unsur-unsur local yang telah terbentuk secara empiris oleh
sebuah tradisi yang kemudian sedikit atau banyaknya mengalami pembaruan menuju suatu karya yang
lebih modern atau maju tanpa mengesampingkan nilai-nilai tradisi setempat. [3]
Dari definisi tersebut, tujuan utama dari pengambilan tema ini yaitu menggabungkan antara
arsitektur dan budaya lokal atau lampau. Penggunaan tema arsitektur Arsitektur Neo-Vernakular ini
diharapkan dapat meningkatkan minat masyarakat terhadap budaya Jawa Barat khususnya Sunda.
Tabel 1. Penerapan Tema berdasarkan kriteria – kriteria Arsitektur Neo Vernakular menurut Charles
Jenks pada bangunan Stasiun Kiaracondong
No Elemen Kriteria Penerapan
1 Bentuk Fisik
Arsitektural
Penerapan unsur budaya,
lingkungan termasuk
iklim setempat
Tata Letak denah
Detail
Struktur
dan Ornamen
Penggunaan Atap „ Julang Ngapak‟ sebagai suatu bentuk
penyesuaian iklim Indonesia khususnya Bandung Jawa Barat
yang memiliki iklim tropis dan juga sebagai bentuk Pelestarian
Arsitektural Tradisional Jawa Barat
Bentuk bangunan disesuaikan dengan Pola Sirkulasi Stasiun yang
linier dan juga mengikuti axis kedua arah kedatangan kereta
sebagai simbol „Gerbang‟ penerima pengguna kereta yang datang
Penerapan Arsitektur Neo-Vernakular pada Stasiun Kiaracondong Bandung
Repository Jurnal Tugas Akhir Arsitektur - 3
ke Stasiun Kiaracondong
2 Bentuk
Non-Fisik
Arsitektural
Tidak hanya elemen fisik
yang diterapkan dalam
bentuk modern tetapi juga
elemen non fisik.
Budaya Pola Pikir
Kepercayaan.
Tata Letak yang
mengacu pada
makro kosmos
Dll
Masyarakat Sunda memiliki filosofi pendekatan ruang budaya
sunda yang diambil dari filosofi luhur handap dimana bangunan
tidak langsung menyentuh dengan tanah, pada masa modern
sendiri disebut dengan istilah pilotis
Filosofi Tritangtu juga menjadi pengembangan dari filosofi
sebelumnya „Luhur Handap‟ dimana adanya pembagian zonasi
vertical kaki, badan dan kepala sebagai wujud implementasi
konsep pilotis
Orientasi bangunan mengikuti axis kedua arah kedatangan kereta
tidak hanya sebagai bentuk implementasi dari „Gerbang‟
penerimaan pengguna kereta yang mengarah condong ke utara
(tangkuban Perahu) .
2.2 Konsep Tapak
Konsep tapak bangunan dibagi menjadi area publik tapak barat Stasiun Utara, area publik
tapak barat Stasiun Selatan, area publik tapak timur Stasiun Selatan, area privat, area Service dan area
Boarding . Berikut konsep zoning pada tapak.
Gambar 2.2. Konsep Zoning Tapak
Annisa Karmelia
Repository Jurnal Tugas Akhir Arsitektur – 4
2.3 Konsep Bangunan
Gubahan Massa dibentuk oleh bentuk tapak yang memanjang dan karakteristik dari sebuah
stasiun yang memiliki kecenderungan linier. Seluruh bentuk fasad adalah hasil dari analisa kebutuhan
orientasi pengguna terhadap visual bentuk ketika pertama kali melihat bangunan pada tapak. Terutama
pada entrance utama maupun entrance samping. Bentuk yang terdiri dari komposisi geometri yang
digubah dengan menyesuaikan sirkulasi, menghasilkan suatu konsep seperti yang terlihat pada gambar
dibawah ini.
Gambar 2.3. Transformasi Gubahan
2.4 Konsep Sirkulasi
Konsep sirkulasi bangunan disesuaikan dengan kedatangan dan keberangkatan pengguna dari
kereta seperti bagi pengguna yang akan berangkat harus memiliki sirkulasi yang jelas untuk
mengantisipasi waktu keberangkatan kereta dan bagi pegguna yang datang sirkulasi di buat lebih
memutari area public stasiun guna untuk meningkatkan nilai jual dari retail yang ada di stasiun
Kiaracondong.
Gambar 2.4. Konsep Sirkulasi Kedatangan dan Keberangkatan
2.4 Konsep Fasad Konsep Fasad menerapkan adanya permainan ornament dengan material kaca yang dominan
untuk mempermudah orientasi bagi pengguna kereta api di Stasiun Kiaracondong yang
ditransformasikan dari ornament khas Jawa Barat seperti batik dan anyaman. Penggunaan Glass Roof
juga diterapkan pada bagian peron Stasiun agar pengguna dapat melihat bagaimana kondisi atau
sirkulasi para pengguna lainnya di peron.
Penerapan Arsitektur Neo-Vernakular pada Stasiun Kiaracondong Bandung
Repository Jurnal Tugas Akhir Arsitektur - 5
Gambar 2.5. Konsep Sirkulasi Gubahan Massa dan Fasad
3. HASIL RANCANGAN
3.1 Rancangan Arsitektur
Tema Neo-Vernakular diterapkan pada setiap aspek didalam bangunan, baik pada bentuk,
sirkulasi, landscaping, dan area pendukung. Filosofi dari budaya Sunda diaplikasikan pada gubahan
bentukan geometri yang dikomposisikan. Konsep tersebut perlu didukung oleh konsep tambahan yang
dapat diaplikasikan pada bangunan yaitu konsep modern sebagai bagian dari Neo. Beberapa aspek
yang akan diambil dan diterapkan pada bangunan adalah pertimbangan aspek lingkungan, sosial, dan
ekonomi. Berikut hasil penerapan konsep ke dalam bentuk bangunan Stasiun Kiaracondong.
Keterangan:
Annisa Karmelia
Repository Jurnal Tugas Akhir Arsitektur – 6
A. In Site Stasiun Utara
B. In & Out Stasiun Utara Service
C. Parkir Hotel
D. Parkir Motor
E. Parkir Mobil
F. Dropoff (Entrance Stasiun Utara)
G. Entrance Hotel
H. Out Site Stasiun Utara
I. Dropoff Angkutan Umum
J. Hotel
K. Stasiun Utara
L. Skybridge ( Area Keberangkatan)
M.Skybridge ( Area Kedatangan)
N. Stasiu Selatan
O. In & Out Site Barat Stasiun Selatan
P. In Site Timur Stasiun Selatan
Q. Parkir Motor Stasiun Selatan
R. Entrance Stasiun Selatan
S. Parkir Mobil Stasiun Selatan
T. Area Hijau
U. Out Site Timur Stasiun Selatan
V. Parkir Service
W. Bangunan Utilitas
Gambar 3.1 Block Plan
Gambar 3.2 Siteplan
3.2 Rancangan Bentuk dan Fasad Bangunan Gerbang merupakan sebuah tempat pembuka jalan dalam masuk keluarnya sesuatu, hal ini
juga sama dengan definisi dari sebuah Stasiun dimana sebuah Stasiun menjadi sebuah Gerbang dari
suatu tempat yang dituju oleh para penumpangnya. Kebangkitan budaya Jawa Barat menuju performa
kontemporer bersifat internasional (era kini ke-era depan) berbasis identitas lokal Jawa Barat. Spirit
rancangan ada pada era kekinian (present) kontemporer dengan latarbelakang identitas lokal yang
tradisional produk era masa lalu (past) untuk menuju kolaborasi masa depan Kota Bandung dan juga
per Kereta Api an berstandar Internasional (future). Bangunan dianalogikan membuka sebuah axis
dalam hal ini jalur dari Kereta Api itu sendiri dengan penggambaran dari “Gerbang” dimana pada
bagian tengah dari Stasiun ini difokuskan kepada Keberangkatan dan Kedatangan para penumpang
Kereta Api.
Gambar 3.3 Implementasi Filosofi Gerbang pada Bangunan Stasiun Kiaracondong
Penerapan Arsitektur Neo-Vernakular pada Stasiun Kiaracondong Bandung
Repository Jurnal Tugas Akhir Arsitektur - 7
’Gambar 3.4 Rancangan Site Stasiun Kiaracondong
Secara garis besar, fasad dan landscape yang menggunakan material khusus yaitu
penggunaan Spider Glass pada lobby Hotel. Fabricated Facade pada kamar Hotel dengan material
seperti finishing dinding white concrete, window frame finishing paint black, ornamen eksterior
railing wood, dan railing glass. Dan pada lansekap penggunaan material seperti paving block dengan
grass herringbone, paving block riverstone mortared, asphalt dengan finishing blacktop dan juga
rerumputan.
Gambar 3.5 Detail Rancangan Fasad Hotel dan Lansekap
3.3 Rancangan Bangunan secara Keseluruhan Budaya Jawa Barat yang sangat kaya dimanifestasikan dengan menggunakan atap khas Sunda
„Julang Ngapak‟ yang digunakan pada bangunan – bangunan khusus di Jawa Barat. Tema Neo -
Vernakular diterapkan pada bentuk dan elevasi pada bangunan. Pada bangunan 1 (Stasiun Utara) lantai
1 ke lantai 2 elevasi 6 meter (floor to floor) dan lantai 2 ke lantai atap elevasi 4.2 meter karena
pertimbangan tinggi kereta api yang membutuhkan ketinggian bersih 7m dari rel bangunan dibuat
lebih tinggi 1m dari permukaan tanah untuk mendapatkan kesan bangunan menapak bumi. Bangunan
mempresentasi tritangtu dari bangunan Sunda, dengan pembagian kaki, badan, dan kepala dari segi
Arsitektural bangunan akan pilotis.
Annisa Karmelia
Repository Jurnal Tugas Akhir Arsitektur – 8
Gambar 3.7 Penerapan Filosofi Tritangtu pada bentuk bangunan
Rancangan dari Interior Hall Stasiun Kiaracondong dan juga Hotel dibuat melompong (tanpa
seka) untuk memberikan kesan luas dan penggunaan dinding roster pada Hall dan kaca pada Lobby
Hotel guna agar penumpang bertiket yang dapat mengakses area peron namun masih tetap terlihat dari
bagian dalam baik stasiun maupun Hotel.
Gambar 3.8 View Hall Stasiun dan Lobby Hotel
Rancangan dari Interior dari ruang tunggu Stasiun Kiaracondong juga dibuat melompong
(tanpa seka) untuk memberikan kesan luas dan penggunaan Sunda Plafond untuk menambahkan kesan
tradisional Sunda.
Gambar 3.9 View Ruang Tunggu Stasiun
Stasiun Kiaracondong memiliki Axis mingikuti dari Kedua Arah Jalur Kereta memiliki satu
axis yang menghubungkan site dari Utara ke Selatan. hal ini menjadi kan peron sebagai penghubung
antara Stasiun Utara dan Selatan yang terpisah oleh jalur Kereta, maka didesain sebuah Skybridge
sebagai penghubung axis dan juga akses pengunjung menuju kereta tersebut. Stasiun Kiaracondong
juga dilengkapi dengan Fasilitas – Fasilitas penunjang seperti Tenant, Ruang Publik dan juga Hotel
Transit.
Penerapan Arsitektur Neo-Vernakular pada Stasiun Kiaracondong Bandung
Repository Jurnal Tugas Akhir Arsitektur - 9
Gambar 3.10 View Peron dan Perspektif dari Arah Jalan Stasiun Lama
Gambar 3.11 Interior Lounge Hotel dan Interior Kamar Hotel
4. SIMPULAN
Stasiun Kereta Api Kiaracondong terletak di Jalan Ibrahiem Adjie merupakan Stasiun kedua
terbesar di Bandung dirancang ulang dengan mengambil tema penerapan Arsitektur Neo-Vernakular.
Penerapan Tema Neo-Vernakular ini mempertimbangkan elemen arsitektur yang telah ada, baik fisik
(bentuk, konstruksi) maupun non-fisik (konsep, filosofi, tata ruang) dengan tujuan melestarikan unsur-
unsur local Jawa Barat khususnya Sunda. Gubahan Massa dibentuk oleh bentuk tapak yang
memanjang dan karakteristik dari sebuah stasiun yang memiliki kecenderungan linier, penerapan pola
sirkulasi dan fasad yang memudahkan orientasi pengguna. Budaya Jawa Barat yang sangat kaya
dimanifestasikan dengan menggunakan atap khas Sunda „Julang Ngapak‟, Bangunan mempresentasi
„Tritangtu‟ dari bangunan Sunda, dengan pembagian kaki, badan, dan kepala dari segi Arsitektural
bangunan akan pilotis dan orientasi bangunan mengikuti axis kedua arah kedatangan kereta sebagai
bentuk implementasi dari „Gerbang‟.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah membantu dan memberikan
dukungan dalam penulisan jurnal ini. Dalam pelaksanaannya penulis juga mengucapkan terima kasih
kepada manajemen dan seluruh pihak dari Daerah Operasional (DAOP) II Bandung atas segala
kebaikan, arahan, dan data serta informasi yang telah diberikan kepada penulis.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Charles A., Jenks., (1977)."Languange of Post Moderm Architecture".
[2] Pradnya Putra, Tjok., (1997). “Pengertian Arsitektur Neo-Vernakular,” Journal, Indonesia
[3] Erdiono, Deddy., (2011). Arsitektur „Modern‟ (Neo) Vernakular di Indoneisa, Jurnal Sabua Vol.3
no.3,32-39.