PENENTUAN KOEFISIEN DIFUSI LARUTAN HCl MENGGUNAKAN INTERFEROMETER

15
1 PENENTUAN KOEFISIEN DIFUSI LARUTAN HCl MENGGUNAKAN INTERFEROMETER MICHELSON BERBASIS BORLAND DELPHI 7.0 Oleh: Ari Kuswanto Jurusan Fisika Universitas Negeri Malang ABSTRAK Telah dilakukan penelitian untuk menentukan besarnya koefisien difusi pada larutan HCl dengan menggunakan Interferometer Michelson. Penelitian ini menggunakan larutan transparan yang mampu ditembus oleh sinar laser. Larutan yang digunakan adalah HCl 3M, 6 M, dan 12 M. Penelitian ini menggunakan metode Borland Delphi 7.0 untuk menentukan koefisien difusi dan tampilan animasi gejala difusinya. Penggunaan metode ini dimaksudkan untuk menguji keakuratan dan kepraktisan dalam pengambilan dan pengolahan data. Hasil penelitian menunjukkan bahwa koefsien difusi dari masing-masing konsentrasi selama 12.720 detik antara lain: pada konsentrasi 3 M sebesar 3,44 x 10 -1 cm 2 /s, pada konsentrasi 6 M sebesar 3,33 x 10 -1 cm 2 /s, dan pada konsentrasi 12 M sebesar 9,12 x 10 -1 cm 2 /s. Dengan diketahuinya koefisien difusi tersebut maka penggunaan metode Borland Delphi membuktikan bahwa semakin besar konsentrasi larutan maka semakin kecil koefisien difusinya. Metode Borland Delphi memiliki dua keunggulan yaitu memudahkan pengambilan data, dan praktis untuk menghitung data yang dilengkapi dengan gambar gejala fenomena difusi larutan transparan melalui tampilan animasi. Kata kunci: koefisien difusi, interferometer michelson, borland Delphi. PENDAHULUAN Penelitian tentang penentuan nilai koefisien difusi larutan sudah beberapa kali dilakukan sebelumnya, salah satunya adalah dengan metode

Transcript of PENENTUAN KOEFISIEN DIFUSI LARUTAN HCl MENGGUNAKAN INTERFEROMETER

Page 1: PENENTUAN KOEFISIEN DIFUSI LARUTAN HCl MENGGUNAKAN INTERFEROMETER

1

PENENTUAN KOEFISIEN DIFUSI LARUTAN HCl MENGGUNAKAN

INTERFEROMETER MICHELSON BERBASIS BORLAND DELPHI 7.0

Oleh: Ari Kuswanto

Jurusan Fisika Universitas Negeri Malang

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian untuk menentukan besarnya koefisien difusi

pada larutan HCl dengan menggunakan Interferometer Michelson. Penelitian ini

menggunakan larutan transparan yang mampu ditembus oleh sinar laser. Larutan

yang digunakan adalah HCl 3M, 6 M, dan 12 M.

Penelitian ini menggunakan metode Borland Delphi 7.0 untuk menentukan

koefisien difusi dan tampilan animasi gejala difusinya. Penggunaan metode ini

dimaksudkan untuk menguji keakuratan dan kepraktisan dalam pengambilan dan

pengolahan data.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa koefsien difusi dari masing-masing

konsentrasi selama 12.720 detik antara lain: pada konsentrasi 3 M sebesar 3,44 x

10-1 cm2/s, pada konsentrasi 6 M sebesar 3,33 x 10-1cm2/s, dan pada konsentrasi

12 M sebesar 9,12 x 10-1 cm2/s. Dengan diketahuinya koefisien difusi tersebut

maka penggunaan metode Borland Delphi membuktikan bahwa semakin besar

konsentrasi larutan maka semakin kecil koefisien difusinya. Metode Borland

Delphi memiliki dua keunggulan yaitu memudahkan pengambilan data, dan

praktis untuk menghitung data yang dilengkapi dengan gambar gejala fenomena

difusi larutan transparan melalui tampilan animasi.

Kata kunci: koefisien difusi, interferometer michelson, borland Delphi.

PENDAHULUAN

Penelitian tentang penentuan nilai koefisien difusi larutan sudah

beberapa kali dilakukan sebelumnya, salah satunya adalah dengan metode

Page 2: PENENTUAN KOEFISIEN DIFUSI LARUTAN HCl MENGGUNAKAN INTERFEROMETER

2

interferometri holografi dengan sistem difusi terner (Apsari R, 2008). Dalam

penelitiannya, sistem tersebut memiliki kelemahan yaitu kurang peka terhadap

cahaya. Metode tersebut masih membutuhkan kerja yang maksimal di

laboratorium untuk mendapatkan nilai koefisien difusi larutan transparan.

Selanjutnya, muncul penyempurnaan untuk metode interferometri holografi

dengan analisa rumbai secara digital dari rekonstruksi digital dengan bantuan

teknik pemfilteran (Apsari dan Rachmania, 2005). Sistem difusi yang digunakan

adalah sama-sama larutan encer, namun dalam perkembangannya dibutuhkan

suatu larutan encer yang lebih peka terhadap cahaya seperti ammonium

dihidrogen phosphate yang dipakai pada penelitian selanjutnya (Apsari R, 2008).

Metode yang digunakan oleh Apsari dalam menentukan koefisien

difusi adalah menggunakan sensor CCD dan interferometer Michelson. Metode

ini lebih baik dari pada penelitian yang dilakukan sebelumnya. Keinginan Apsari

mengukur jarak pergeseran frinjinya dengan mengkonversikan data yang berupa

foto JPEG ke dalam Microsoft Word agar mendapatkan luasan cm dan bukan lagi

pixels merupakan solusi yang cukup kreatif dalam metodenya. Akan tetapi dengan

metode yang telah dilakukan akan lebih praktis menggunakan bantuan bahasa

pemrograman untuk pengolahan data, sebab dengan menggunakan bahasa

pemrograman tidak perlu lagi mengkonversi data kedalam Microsoft word tetapi

cukup memasukkan data berupa gambar JPEG. Keunggulan lainnya adalah

metode pemrograman ini juga bisa diperlihatkan animasi proses bergesernya frinji

dari posisi awal sehingga mempermudah memahami gejala-gejala fisikanya.

Oleh karena itu, untuk menghindari terjadinya kekeliruan pencatatan data

ketika pengambilan data berlangsung agar dapat membuktikan perubahan atau

pergeseran frinji, maka perlu dilakukan bantuan pemrograman Borland Delphi.

KAJIAN PUSTAKA

Laser He-Ne merupakan jenis laser gas yang ditimbulkan oleh molekul dan

atom netral. Laser ini dapat berosilasi pada panjang gelombang 0,633 µm, 1,15

µm (laser gas yang pertama kali berosilasi), dan 3,39 µm.

Interferensi adalah penggabungan secara superposisi dua gelombang atau

lebih yang bertemu pada satu titik di ruang. Apabila dua gelombang yang

Page 3: PENENTUAN KOEFISIEN DIFUSI LARUTAN HCl MENGGUNAKAN INTERFEROMETER

3

berfrekuensi dan berpanjang gelombang sama tapi berbeda fase bergabung, maka

gelombang yang dihasilkan merupakan gelombang yang amplitudonya tergantung

pada beda fasenya (Tipler, 1991).

Hasil interferensi yang berupa pola-pola frinji dapat digunakan untuk

menentukan beberapa besaran fisis yang berkaitan dengan interferensi, misalnya

panjang gelombang suatu sumber cahaya, indeks bias dan ketebalan bahan. Bagan

dari Interferometer Michelson (Hecht, 1990). Untuk memperoleh pola-pola

interferensi cahaya haruslah bersifat koheren, yaitu gelombang-gelombang harus

berasal dari satu sumber cahaya yang sama (Tipler, 1991).

Interferometri adalah suatu metode atau teknik yang digunakan untuk

mengamati dan menginvestigasi fenomena gelombang optik dengan cara

membentuk pola interferensi dari gelombang cahaya. Peralatan atau set-up

peralatan untuk membentuk interferensi selanjutnya disebut interferometer. Salah

satu dari beberapa konfigurasi dari interferometer adalah interferometer

Michelson (Santoso, 2007). Interferometer dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu

interferometer pembagi muka gelombang (wavefront splitting interferometer) dan

interferometer pembagi amplitudo (amplitude splitting interferometer) (Soedojo,

2001). lnterferometer dapat digunakan mengukur selisih panjang gelombang

dengan menghitung banyaknya garis interferensi yang melalui medan pandangan

ketika cermin M2 digeser. Pengukuran panjang gelombang dengan cara ini akan

sangat teliti, jika jumlah garis yang dihitung sangat banyak. Syarat terang pada

interferensi:

nS (1)

Dimana n adalah jumlah perubahan cincin terang-gelap (gelap-terang),

adalah panjang gelombang laser dan 2'

22 MMS , 22 ' MM

nnn , M2

adalah posisi cermin, nM2 = jumlah perubahan cincin gelap-terang (terang-gelap)

saat posisi M2 sehingga 2'

22 MM =22 ' MM

nn . Jadi,

22

2'

2

'

2

MMnn

MM

(2)

Pola gelap – terang (frinji) inilah yang akan diamati untuk diperoleh

Page 4: PENENTUAN KOEFISIEN DIFUSI LARUTAN HCl MENGGUNAKAN INTERFEROMETER

4

besarnya pergeseran tiap waktu.

Apabila seberkas cahaya melalui suatu celah yang sempit, maka berkas

cahaya tersebut akan disebarkan dengan pola tertentu, sehingga bila diproyeksikan

pada layar akan terbentuk suatu pola terang-gelap yang beraturan, yang

dinamakan juga pola frinji (Muchiar, 2008).

Layar

Pola Gelap-Terang-Gelap-TerangPada Layar

A

B

Gambar 1 Pola Gelap-Terang-Gelap-Terang Frinji

Interferensi terjadi dengan syarat ada dua sumber gelombang yang saling

kohoren. Pada Gambar 1 sumber gelombang A dan B mengalami interferensi,

apabila di depan kedua sumber gelombang yang berinterferensi tersebut

diletakkan layar, maka akan terbentuk pola gelap-terang-gelap-terang pada layar,

yang ditunjukkan gambar di atas. Fenomena inilah yang nantinya kita lihat pada

percobaan Michelson.

Difusi adalah peristiwa di mana terjadi transfer materi melalui materi lain.

Transfer materi ini berlangsung karena atom atau partikel selalu bergerak oleh

agitasi thermal. Difusi merupakan proses irreversible. Pada fase gas dan cair,

peristiwa difusi mudah terjadi, dan pada fasa padat difusi juga terjadi walaupun

memerlukan waktu lebih lama (Haryanto, 2008).

= − (3)

Dengan F adalah fluks massa bahan terlarut, c konsenterasi bahan terlarut dan D

adalah koefisien difusi. Hukum fick adalah suatu pernyataan yang

mengkorelasikan fluks suatu massa dengan gradient konsenterasi (Haryanto,

2008).

Page 5: PENENTUAN KOEFISIEN DIFUSI LARUTAN HCl MENGGUNAKAN INTERFEROMETER

5

Dari hukum Fick II tentang difusi, diasumsikan difusi larutan encer 1

dimensi ke arah sumbu–z dengan konsentrasi C(x,t) memenuhi persamaan (Apsari

dkk, 2008):

∁( , ) = ∁( , ) (4)

Dengan D adalah koefisien difusi, C(z,t) adalah konsentrasi pada posisi z waktu t.

Menurut Crank (1970), dalam 1 D penyelesaian persamaan (4) untuk campuran

larutan biner mula-mula (t = 0) yang dipisahkan pada z = 0 dengan konsentrasi C1

dan C2 adalah:

∁( , ) = ∁ ∁ + (∁ ∁ )√ √ (5)

Dengan erf(u) sebagai fungsi ralat:

( ) = √ ∫ (− ) (6)

C1 dan C2 adalah konsentrasi mula-mula dua larutan, dan D diandaikan tetap.

Untuk difusi sel dengan variable konsentrasi yang rapat, maka indeks bias

berubah secara linear dengan konsentrasi seperti pada Gambar 2.

Gambar 2 Perubahan Indeks Bias terhadap Konsentrasi

Dimana n sebagai fungsi x untuk waktu yang berbeda–beda akan mempunyai

formulasi yang sama dengan persamaan (6). Perubahan indeks bias sebagai fungsi

z untuk interval waktu Δt adalah:

∆ ( , ∆ ) = ∁( , ) + (7)

Page 6: PENENTUAN KOEFISIEN DIFUSI LARUTAN HCl MENGGUNAKAN INTERFEROMETER

6

Dengan m adalah gradien kurva antara konsentrasi dan indeks bias berdasarkan

penambahan variasi konsentrasi yang ditambahkan pada sel, dan n0 adalah

konstan, fungsi itu ditampilkan pada Gambar 3.

Gambar 3 Variasi Indeks Bias terhadap Posisi

Gambar 4 Perubahan dalam Δn Tehadap Posisi

Plot tersebut menggunakan nilai konsentrasi yang digunakan pada

eksperimen ini yaitu ∁ = ∁ ∁ =1,546 gmol/l. Ada perubahan indeks bias pada

arah tegak lurus arah difusi terhdap waktu. Perubahan ini adalah perubahan indeks

bias untuk dua perbedaan waktu t1 dan t2 yang diberikan oleh persamaan:

Δ ( , , ) = ( , ) − ( , ) = ∁ ∁ − (8)

Page 7: PENENTUAN KOEFISIEN DIFUSI LARUTAN HCl MENGGUNAKAN INTERFEROMETER

7

Plot persamaan (8) ditunjukkan pada Gambar 2.9 untuk dua interval waktu 30 - 45

dan 30 - 360 menit, dan plot tersebut mempunyai dua nilai ekstrim masing-masing

zc1 dan zc2. Posisi ini dapat ditentukan dari kondisi:

∆ ( , , ) = 0 (9)

Dengan menggunakan persamaan (9), persamaan (8) dan persamaan (7) untuk

fungsi error dari nilai ekstrim dapat ditulis:

= ( ⁄ )( ⁄ ) ( ⁄ ) (10)

= − ( ⁄ )( ⁄ ) ( ⁄ ) (11)

Pengurangan Zc2 dari Zc1akan dipisahkan oleh dua nilai ekstrim d:

= ( ⁄ )( ⁄ ) ( ⁄ ) (12)

Kemudian koefisien difusi larutan didefinisikan sebagai:

= [( ⁄ ) ( ⁄ )]( ⁄ ) (13)

Dari Gambar 2, dapat dilihat setelah 150 menit proses difusi maka indeks

bias pada sel difusi adalah konstan sehingga sangat memungkinkan untuk

memunculkan pola intefernsi secara serentak. Perbedaan indeks bias yang datang

pada bidang yang berbeda pada sel dan cahaya yang melaluinya akan

menyebabkan adanya perbedaan jejak lintasan optis yang berbeda, dan diberikan

menurut persamaan (14):

∆ ( ) = ( ) ,∆ ( ) = ( ) (14)

Page 8: PENENTUAN KOEFISIEN DIFUSI LARUTAN HCl MENGGUNAKAN INTERFEROMETER

8

Dengan Δ adalah beda jejak lintasan optik antara dua sinar laser yang

melalui bidang sel pada z1, z2, … dan n1, n2,… adalah kebergantungan indeks bias

pada bidang sel, dan L adalah ketebalan sel. Sejak beda lintasan optis melalui

bidang yang berbeda, maka indeks bias akan berubah bergantung waktu. Pola

interferensi berupa rumbai yang terbentuk juga akan bergeser dengan waktu.

Pergeseran rumbai akan equivalen dengan pergeseran titik – titik ekstrim, zc1 dan

zc2 (Gambar 4). Ketika proses difusi berjalan terhadap waktu, karakteristik titik-

titik ekstrim akan bergeser menjauh terhadap waktu sampai pola interferensi

kedua rumbai terbentuk. Penghitungan koefisien difusi larutan didasarkan pada

pengukuran jarak pergeseran rumbai antara pusat – pusat kedua pola rumbai pada

interferogram pada waktu t1 dan t2. Nilai d kemudian disubtitusikan pada

persamaan (13) untuk mendapatkan nilai koefisien difusi larutan (Apsari, 2008).

Borland Delphi merupakan program aplikasi database yang berbasis object

Pascal dari Borland. Selain itu, Borland Delphi juga memberikan fasilitas

pembuatan aplikasi visual. Borland Delphi memiliki komponen-komponen visual

maupun non visual berintegrasi yang akan menghemat penulisan program.

Terutama dalam hal perancangan antarmuka grafis (Graphical User Interface),

kemampuan Borland Delphi untuk menggunakan Windows API (Application

Programming Interface) ke dalam komponen-komponen visual menyebabkan

pemrograman Borland Delphi yang bekerja dalam lingkungan Windows menjadi

lebih mudah. Karena program dikembangkan berdasarkan bahasa Pascal yang

telah dikenal luas, maka untuk pengembangan program akan lebih mudah.

Borland Delphi juga mempunyai kemampuan bekerja untuk pengolahan gambar

dengan tersedianya unit GRAPHICS.

METODOLOGI PENELITIAN

Pengambilan data dalam peneltian ini adaalah mencari besarnya pergeseran

frinji d setelah meneteskan sampel pada aquades dan waktu t ketika pengambilan

gambar posisi frinji sebelum dan sesudah aquades ditetesi oleh sampel. Langkah

awalnya adalah meletakkan gelas kaca pada salah satu lengan interferometer yang

berisi aquades dengan volume 9,36 cm3. Kemudian pada tabung laser He-Ne

dikondisikan dalam keadaan On hingga cahaya dari Laser dijatuhkan pada cermin

Page 9: PENENTUAN KOEFISIEN DIFUSI LARUTAN HCl MENGGUNAKAN INTERFEROMETER

9

separuh mengkilat M (beam splitter) yang memiliki lapisan perak. Di M (beam-

splitter) cahaya terbagi menjadi dua bagian. Yang satu oleh refleksi menuju

cermin M1, yang lain oleh transmisi menuju ke M2. Oleh masing-masing cermin

kedua sinar ini direfleksikan kembali ke arah datangnya dan akhirnya masuk ke

mata. Lamanya waktu setiap perpindahan 0,1 cm dari posisi frinji sebelumnya

akan direkam oleh sensor CCD yang nantinya akan diolah oleh Borland delphi.

Kemudian dari seluruh data yang diperoleh dari masing-masing sampel akan

dimasukkan ke dalam tabel sebelum dilakukan analisis dan pembahasan.

( M/Beam-splitter)

Gambar 5 Skema Rangkaian Set Interferometer Michelson

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: set alat

Interferometer Michelson, gelas kaca dengan ukuran 2,4 cm x 1,3 cm x 7,6 cm,

gelas ukur (10 : 0,2 ml), pipet tetes, kertas berwarna hitam, pencil zaitic warna

hijau, penggaris berukuran panjang 30 cm : 0,1 cm, laptop, kamera digital SLR

merk Canon EOS 40 D, software Irfan View, dan stop watch.

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: larutan HCl

3M, larutan HCl 6M, larutan HCl 12M, Aquades 1 liter, dan Alkohol 96%.

Metode ini menggunakan beberapa langkah, antara lain:

1. Pengambilan gambar

Pengambilan gambar dimaksudkan untuk mengambil gambar sebagai data

penelitian dengan sebanyak mungkin pada layar pengamatan.

1. Pemotongan gambar

M1

Laser

Layar Pengamatan

M2

AquadesHCl

Page 10: PENENTUAN KOEFISIEN DIFUSI LARUTAN HCl MENGGUNAKAN INTERFEROMETER

10

Pada tahap ini dilakukan dengan menggunakan program Irfan View.

Hasilnya didapatkan suatu gambar yang lebih fokus pada objek yang dituju.

Selain itu Irfan View juga mampu untuk mengubah bentuk file dalam bentuk JPG

menjadi file dalam bentuk bitmap (BMP). Pada program ini juga didapatkan

gambar hasil pemotongan sebagai berikut:

Gambar 6 Data sebelum di lakukan Gambar 7 Data setelah di lakukan

pemotongan pemotongan

2. Pencitraan

Tahapan ini dikerjakan dalam media Borland Delphi bertujuan untuk menentukan

nilai pergeseran frinji d (cm) pada gambar. Dengan besarnya selisih jarak antara

garis pada gambar pertama dengan garis pada gambar kedua maka diperoleh nilai

pergeseran frinji. Satuannya diubah dari pixel menjadi cm. Cara yang dilakukan

adalah mengalikan dengan 0,5 / 70. Angka perbandingan tersebut diperoleh dari

hasil uji pengukuran besarnya jarak kedua garis bantu pada permukaan layar

pengamatan sebelum penelitian dilakukan dan kemudian dikonversikan dalam

skala pixel pada Borlan Delphi. Berikut ini adalah dua gambar hasil pencitraan

yaitu, gambar yang diberikan tanda satu garis dan tanda dua garis:

Gambar 8 Gambar dengan Tanda Satu Gambar 9 Gambar dengan Tanda Dua

Garis Garis

3. Perhitungan koefisien difusi

Persamaan yang digunakan dalam perhitungan ini adalah persamaan (13)

dengan input tawal (detik), takhir (detik), dan d (cm).

4. Pengolahan tampilan animasi

Page 11: PENENTUAN KOEFISIEN DIFUSI LARUTAN HCl MENGGUNAKAN INTERFEROMETER

11

Penampilan animasi memiliki tujuan untuk mengolah gambar yang telah

diberi garis oleh pencitraan untuk ditayangkan dalam sebuah tampilan gerakan

pergeseran frinji seperti proses sebenarnya yang nampak pada layar pengamatan.

Sebelum menginputkan gambar yang akan dijadikan tampilan animasi terlebih

dahulu diberi 2 tanda garis yang menunjukkan adanya jarak pergeseran frinji.

Dalam pembuatan animasi ini dibutuhkan 2 gambar yang akan dijadikan pasangan

yakni gambar dengan keterangan alokasi waktu tawal dan takhir.

Berikut adalah salah satu gambar dari beberapa pasangan gambar yang

akan ditampilkan pada animasi.

Gambar 10 Gambar Pada Saat tawal Gambar 11 Gambar Pada Saat takhir

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Koefisien difusi adalah suatu kemampuan bahan terlarut yang melewati

suatu luasan tertentu tiap unit waktu yang sebanding dengan gradien konsenterasi

bahan terlarut pada arah tersebut (Haryanto, 2008). Larutan yang paling mudah

untuk diamati proses difusinya adalah larutan transparan karena mudah ditembus

oleh sinar laser. Peristiwa difusi ditunjukkan oleh pola-pola gelap - terang pada

layar pengamatan akibat adanya interferensi atau perpaduan dua gelombang yang

koheren. Dengan memperhatikan pergeseran rumbai terhadap fungsi waktu, maka

nilai koefisien difusi larutan transparan dapat ditentukan. Koefisien difusi larutan

didefinisikan sebagai:

= [( ⁄ ) ( ⁄ )]( ⁄ )

Penghitungan koefisien difusi larutan didasarkan pada pengukuran jarak

pergeseran rumbai antara pusat – pusat kedua pola rumbai pada interferogram

Page 12: PENENTUAN KOEFISIEN DIFUSI LARUTAN HCl MENGGUNAKAN INTERFEROMETER

12

pada waktu t1 dan t2. Nilai d kemudian disubtitusikan pada persamaan (13) untuk

mendapatkan nilai koefisien difusi larutan (Apsari, 2008).

Berikut adalah tabel hasil perhitungan koefisien difusi yang telah diperoleh

dari pengolahan Borland Delphi:

Tabel 1 Data Koefisien Difusi untuk Konsentrasi 3 M Menggunakan Borland

Delphi

No t1(s) t2(s) d(cm) D (cm2/s)

1 0,010002 20,01 0,457 3,43 x 10-1

2 20,01 600,01 0,2 3,71 x 10-4

3 600,01 12720,01 0,057 4,81 x 10-6

Tabel 2 Data Koefisien Difusi untuk Konsentrasi 6 M Menggunakan Borland

Delphi

No t1(s) t2(s) d(cm) D (cm2/s)

1 0,010002 360,01 0,52857 3,33 x 10-1

2 360,01 4440,01 0,157 3,55 x 10-5

3 4440,01 12720,01 0,171 4,86 x 10-6

Tabel 3 Data Koefisien Difusi untuk Konsentrasi 12 M Menggunakan

Borland Delphi

No t1(s) t2(s) d(cm) D (cm2/s)

1 0,010002 660,01 0,9 9,12 x 10-1

2 660,01 11820,01 0,0286 5,02 x 10-5

3 11820,01 12720,01 1,536 8,26 x 10-6

Berdasarkan data diatas dapat diketahui bahwa untuk mengukur koefisien

difusi larutan transparan menggunakan Borland Delphi lebih unggul daripada

metode sebelumnya karena metode tersebut dilakukan dengan cara yang lebih

praktis digunakan walaupun input dan data hasil penelitian dalam jumlah banyak

dan memiliki ketelitian hasil yang lebih akurat.

Hasil pada penelitian ini diperoleh data berbentuk gambar yang di

dalamnya terdapat garis-garis halus dengan jarak antar garisnya sebesar 0,1 cm.

Page 13: PENENTUAN KOEFISIEN DIFUSI LARUTAN HCl MENGGUNAKAN INTERFEROMETER

13

Saat pengambilan data berlangsung, celah atau jarak antar garis terlihat nampak

kecil dan sukar dilihat oleh mata secara langsung. Hasil gambar yang diperoleh

dapat diamati dengan jelas setelah diolah menggunakan pencitraan dengan

program Borland Delphi. Selain itu, Borland Delphi mampu menampilkan

animasi yang terlihat cukup jelas mengenai proses pergeseran frinji dari posisi

sebelumnya.

Maka total dari koefisien difusi selama 12720 detik pada masing-masing

konsentrasi di atas antara lain: pada konsentrasi 3 M sebesar 3,44 x 10-1 cm2/s,

pada konsentrasi 6 M sebesar 3,33 x 10-1cm2/s, dan pada konsentrasi 12 M sebesar

9,12 x 10-1 cm2/s. Di bawah ini adalah grafik hubungan antara koefsien difusi D

(cm2/s)dengan waktu difusi t (detik):

Gambar 12 Grafik Hubungan antara D (cm2/s) dengan t (detik)

Dengan melihat data pada grafik di atas maka terjadi penyimpangan

besarnya koefisien difusi pada konsentrasi 12 M yang disebabkan kesalahan pada

saat pengambilan data yang dilakukan secara tidak on-line. Karena setelah data

terkumpul akan dipilih gambar mana yang tidak berubah posisi/goyang, namun

pada saat pengambilan data pada penelitian ini banyak sekali terjadi perubahan

posisi/ bergoyang sehingga data yang benar-benar bisa diaplikasikan ke dalam

pencitraan hanya beberapa saja dan kurang bisa menunjukkan kronologis proses

difusi berlangsung.

Menurut penelitian sebelumnya hubungan antara koefisien difusi D dengan

konsentrasi adalah berbanding terbalik. Hal ini dibuktikan dari penelitian yang

menggunakan metode Borland Delphi yang menyebutkan bahwa semakin besar

konsenterasi maka semakin kecil nilai koefisien difusinya. Tetapi pada

-2,00E-01

0,00E+00

2,00E-01

4,00E-01

6,00E-01

8,00E-01

1,00E+00

-5000 0 5000 10000 15000

D (cm2/s)

t (detik)

3 M

6 M

12 M

Page 14: PENENTUAN KOEFISIEN DIFUSI LARUTAN HCl MENGGUNAKAN INTERFEROMETER

14

konsentrasi 12 M tepatnya pada waktu antara tawal = 11820,01 detik dan takhir =

12720,01 diperoleh nilai koefisien difusi D yang menyimpang yaitu 8,26 x 10-6

cm2/s sehingga menyebabkan sedikit kesalahan dengan teori yang ada dan

penelitian sebelumnya.

Hal ini terjadi dikarenakan dalam pengambilan data masih belum

dilakukan secara on-line yaitu pengambilan gambar dilakukan secara bertahap,

serta posisi kamera pada saat pengambilan gambar sering goyang walaupun

sangat lemah. Hal tersebut mengakibatkan hasil gambar yang didapat menjadi

berubah posisinya dari pengambilan gambar sebelumnya sehingga mengakibatkan

ketaksamaan posisi dari gambar sebelumnya.

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan disimpulkan bahwa

penelitian ini menghasilkan nilai koefisien difusi yang telah sesuai teori yaitu

semakin besar konsentrasi larutan semakin kecil nilai koefisien. Metode Borland

Delphi merupakan suatu metode yang lebih baik dari segi ketelitian dan

kepraktisan sebagai cara untuk mengukur koefisien difusi jika dibandingkan

dengan metode sebelumnya yaitu metode penentuan koefisien difusi dengan cara

pengkonversian ke dalam Microsoft Word. Pada konsentrasi 12 M nilai koefisien

difusi menyimpang lebih besar.

B. Saran

Pengambilan data belum dilakukan secara on-line sehingga mengakibatkan

terjadinya kekeliruan ketika mencari waktu dan jarak pergeseran frinji. Oleh

karena itu, untuk penelitian selanjutnya agar memperbaiki pemrograman dengan

pengambilan data secara online sehingga lebih praktis dan tepat dalam

pengambilan data.

DAFTAR RUJUKAN

Carr, Joseph J. & John, M. Brown. 2010. Introduction to Biomedical Equipment Technology, Third Edition. New Jersey: Prentice Hall Inc., A Pearson Education Company, Upper Saddle River.

Harrison, George R., Lord, Richard R. & Loofbourow, John R. 1955.Practical

Page 15: PENENTUAN KOEFISIEN DIFUSI LARUTAN HCl MENGGUNAKAN INTERFEROMETER

15

Spectroscopy. USA: Prentice-Hall Inc.Laud, B.B. 1988. Laser dan Optik Non Linier. Jakarta: Universitas Indonesia.Pikata, Sugata. 1991. Laser. Surabaya: FT Ubaya. Wigajatri, R., Handoyo, A., Kurniawan, H & Prihatin, N. B. 2005. Dioda Laser

sebagai Sumber Cahaya pada Sensor Optik untuk Mengukur Konsentrasi Phytoplankton. Jurnal Instrumentasi, 29 (1): 29-37.

Halliday, R. dan Resnick, R.1990. Fisika, jilid 2, Edisi ke-3 (terjemahan). Jakarta: Erlangga.

Soedojo, P. 1992. Azas-Azas Ilmu Fisika Jilid 3 Optika. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Tipler, P. 1991. Fisika untuk Teknik dan Sains. Jakarta: Erlangga.Heacht, B. B. 1992. Optics. 2nd edition. Addison Wesley.Santoso Prajitno S. 2007. Interaksi getaran dengan interferometer Michelson.

PPI-KIM.Damunir. 2007. Aspek Kinetika Reaksi Kernel U3O8 dengan Gas H2. Akred-LIPI.Retna Apsari dkk. 2008. Pemanfaatan Sensor CCD dan Interferometer Michelson

untuk Menentukan Koefisien Difusi Larutan Transparan. Jurnal Fisika Dan Aplikasinya, 4 (8): 2-5.

Haryanto Budi. 2008. Pengaruh Pemilihan Kondisi Batas, Langkah Ruang, Langkah Waktu, dan Koefisien Difusi pada Model Difusi. Jurnal APLIKA, 4 (1): 2.