Penentuan energi aktivasi reaksi ionik
description
Transcript of Penentuan energi aktivasi reaksi ionik
PENENTUAN ENERGI AKTIVASI REAKSI IONIK
TUJUAN
Pada eksperimen ini akan ditentukan tenaga pengaktifan reaksi ion persulat dengan ion
iodide
LANDASAN TEORI
Proses untuk mencapai keadaan transisi kompleks membutuhkan energi yang
disuplai dari luar sistem. Energi inilah yang disebut dengan energi aktivasi (dalam kimia,
disebut juga sebagai energi permulaan). Pada reaksi endoterm ataupun eksoterm, keduanya
memiliki energi aktivasi yang positif, karena keadaan transisi kompleks memiliki tingkat
energi yang lebih tinggi dari reaktan (Castellan, 1982).
Energi aktivasi adalah energi minimum yang dibutuhkan oleh suatu reaksi kimia agar
dapat berlangsung. Energi aktivasi memiliki simbol Ea dengan E menotasikan energi dan a
yang ditulis subscribe menotasikan aktivasi. Kata aktivasi memiliki makna bahwa suatu
reaksi kimia membutuhkan tambahan energi untuk dapat berlangsung (Vogel,1994).
Beberapa faktor yang mempengaruhi energi aktivasi adalah sebagai berikut :
Temperatur. Fraksi molekul-molekul mampu untuk bereaksi dua kali lipat dengan
peningkatan temperatur 10⁰C . Hal ini menyebabkan laju reaksi berlipat ganda.
Faktor frekuensi. Dalam persamaan ini kurang lebih konstan untuk perubahan
temperatur yang kecil.
Katalis. Katalis akan menyediakan rute agar reaksi berlangsung dengan energi
aktivasi yang lebih rendah (Castellan, 1982)
Dalam sistem tertutup, laju reaksi kimia didefinisikan secara sederhana sebagai laju
perubahan konsentrasi reaktan atau produk dalam satuan waktu. Konsentrasi diberikan
dalam jumlah unit tertentu tiap satuan volume, misal mol per liter atau mmol per mL
(Triyono, 1998).
Orde dari suatu reaksi menggambarkan bentuk matematik di mana hasil percobaan
dapat ditunjukkan. Orde reaksi hanya dapat dihitung secara eksperimen, dan hanya
diramalkan jika sutau mekanisme reaksi diketahui ke seluruh orde reaksi yang dapat
ditentukan sebagai jumlah dari eksponen untuk masing-masing reaktan, sedangkan harga
eksponen untuk masing-masing reaktan dikenal sebagai orde reaksi untuk komponen itu
(Dogra, 1990).
Reaksi-reaksi kinetika orde satu adalah reaksi yang lajunya berbanding langsung
dengan konsentrasi reaktan, yaitu apabila n=1, maka (Triyono, 1998):
Ketergantungan konstanta laju reaksi terhadap temperatur dapat dinyatakan dengan
persamaan Arrhenius (1889) (Chang, 2003):
Di mana Ea adalah energy aktivasi dari reaksi (dalam kJ/mol), R adalah konstanta gas
(8,314 J/K.mol), T adalah temperatur mutlak, dan e adalah basis dari skala logaritma natural.
Besaran A menyatakan frekuensi tumbukan dan dinamakan factor frekuensi. Factor ini
dianggap sebagai konstanta untuk system reaksi tertentu dalam kisaran temperatur yang
cukup lebar. Berdasarkan persamaan di atas diketahui bahwa konstanta laju (k) akan
menurun dengan peningkatan energy aktivasi dan meningkat dengan meningkatnya
temperatur. Persamaan ini dapat dinyatakan dalam bentuk logaritma yakni (Chang, 2003):
Persamaan di atas dapat diubah ke bentuk persamaan linear:
Y = m x + b
Jadi, plot ln k terhadap 1/T menghasilkan garis lurus yang kemiringannya m sama
dengan dan titik potong b dengan sumbu y adalan ln A (Chang, 2003).
Jika suatu reaksi orde 1 memiliki reaktan dengan konsentrasi awal adalah a, dan
konsentrasi pada waktu t adalah a-x, maka dapat ditulis dalam persamaan (Atkins, 1999):
Setelah reaksi berlangsung 1/n bagian dari sempurna, x=a/n, maka (Atkins, 1999):
ALAT DAN BAHAN
ALAT
Alat-alat yang diperlukan dalam percobaan ini meliputi 2 buah tabung 100
ml, gelas piala besar/thermostat, gelas beker, thermometer, gelas ukur, pipet ukur,
pipet pump, pipet tetes, corong gelas, pengaduk, dan stopwatch.
BAHAN
Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini meliputi larutan kalium
iodide (KI) 0,5 M, larutan kalium persulat (K₂S₂O₈) 0,01 M, larutan natrium thiosulfat
(Na₂S₂O₃) 0,01 M, larutan indicator amilum segar, dan akuades.
SKEMA ALAT
PROSEDUR KERJA
Gelas piala besar/thermostat yang
dipenuhi air dan es dan disesuaikan
dengan temperatur yang diinginkan
Tabung 100 ml I Tabung 100 ml II
20 mL larutan kalium
iodide 0,5 M
X mL larutan natrium
thiosulfat 0,01 M
20 mL larutan kalium
persulfat 0,01 M
5 tetes larutan
amilum segar
Digojok dengan kuat hingga
isi tabung mencapai sama
temperature termostat
Tabung 100 ml I Tabung 100 ml II
Tabung 100 ml II Tabung 100 ml I
Larutan diaduk dengan konstan
dan stopwatch dihidupkan
Stopwatch dimatikan saat larutan
berubah warna menjadi biru/ungu
HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN
HASIL PERCOBAAN
Penurunan Temperatur (298 K – 278 K)
Temperatur
(K)
Waktu (s)
298 K
293 K
288 K
283 K
278 K
30 s
47 s
69 s
96 s
154 s
Energi aktivasi = 54,049 kJ/mol
Factor frekuensi = 98475447,19
Kenaikan Temperatur (278 K – 298 K)
Temperatur
(K)
Waktu (s)
278 K
283 K
288 K
293 K
298 K
57 s
36 s
25 s
13 s
17,8 s
Energy aktivasi = 46,358 kJ/mol
Factor frekuensi = 10275960,65
PEMBAHASAN
Pada percobaan akan ditentukan besarnya energy aktivasi pada reaksi ion
persulat dengan ion iodide. Terdapat dua macam energy aktivasi yang akan
ditentukan, yakni untuk energy aktivasi untuk kenaikan temperatur pada reaksi
tersebut (pada percobaan ini temperatur dari 5-25⁰C) dan energy aktivasi untuk
penurunan temperatur pada reaksi tersebut (pada percobaan ini temperatur dari 25-
5⁰C).
Pada proses kenaikan temperatur, temperature pada thermostat dibuat
sesuai dengan temperature yang diinginkan (misalnya 5⁰C) dengan menambahkan es
batu dan garam. Adanya garam akan membantu es semakin dingin dan tidak mudah
mencair. Hal ini dikarenakan saat es ditaburi garam maka akan terbentuk lapisan
garam dan air. Titik beku air garam lebih rendah dari pada titik beku air pada
umumnya. Kegiatan tersebut juga dilakukan pada proses penurunan temperatur.
Thermostat pada percobaan ini berfungsi sebagai alat untuk mengatur
temperatur agar selalu tetap. Sehingga, temperatur yang telah diatur pada
thermostat akan terus dipertahankan (tidak mudah berubah). Hal ini jelas berbeda
jika digunakan baskom biasa yang dapat dengan berubah dalam temperature ruang.
Hal tersebut dapat terjadi karena bahan pada thermostat telah didesain untuk tidak
mudah menyerap panas dari temperatur ruang.
Kedua tabung yang telah diisi larutan (tabung 1 diisi larutan kalium iodide
dengan natrium thiosulfat, sedangkan tabung 2 diisi larutan kalium persulat dengan
indicator amilum) dimasukkan ke dalam thermostat dan akan secara otomatis
larutan pada tabung menyesuaikan dengan temperatur pada thermostat. Selama
proses penyesuaian tersebut thermostat perlu digojog cepat dan terus menerus agar
proses penyesuain temperatur dapat lebih cepat. Hal ini dikarenakan saat digojog
maka aliran air di dalam thermostat akan bergerak cepat sehingga dapat
memeratakan temperatur pada setiap bagian tabung.
Saat temperatur kedua tabung telah sesuai dengan temperature yang
diinginkan, maka larutan pada tabung pertama dituangkan ke dalam tabung kedua.
Saat larutan saling bercampur, maka akan terjadi reaksi antara ion iodide (I⁻) dari
kalium idodida dengan ion persulat (S₂O₈²⁻) dari kalium persulat. Reaksi
pencampuran terjadi sebagai reaksi redoks, di mana pada proses ini terdapat reaksi
oksidasi dan reduksi secara bersamaan.
Pada reaksi antara I⁻ dan S₂O₈²⁻, ion persulat pada kalium persulat berfungsi
sebagai oksidator dan ion iodide berperan sebagai reduktor. Reaksi saat ion persulat
(S₂O₈²⁻) bereaksi dengan ion iodide (I⁻) adalah sebagai berikut.
Oksidasi:
Reduksi:
I₂ yang dihasilkan dari reaksi di atas kemudian akan bereaksi dengan ion
thiosulfat (S₂O₃²⁻) dan membentuk kembali ion iodida (I⁻). Pada reaksi ini, iodium
bertindak berfungsi sebagai oksidator, sedangkan ion thiosulfat berfungsi sebagai
reduktor. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut.
Oksidasi:
Reduksi:
Pada reaksi di atas, tidak ada iodium yang dibebaskan sampai semua ion
thiosulfat telah habis bereaksi. Saat ion thiosulfat telah habis beraksi, maka ion I⁻ yang dihasilkan akan bereaksi dengan indicator amilum dan menghasilkan warna biru atau ungu pada larutan. Oleh sebab itu, ditambahkannya amilum bertujuan sebagai tanda/indicator saat ion I⁻ telah dibebaskan.
Munculnya warna biru yang dibentuk amilum tersebut dijadikan sebagai tanda waktu akhir reaksi. Sehingga dapat dikatakan, bahwa penambahan ion thiosulfat dapat menghentikan reaksi setelah reaksi mencapai 1/n bagian agar waktu dapat teramati.
Larutan indicator amilum yang digunakan harus dalam keadaan segar. Hal ini dikarenakan indicator ini mudah terurai oleh bakteri sehingga jika ingin membuat larutan indikator yang tahan lama hendaknya dilakukan sterilisasi atau penambahan suatu pengawet.
Saat larutan dari tabung pertama telah dituangkan ke tabung kedua, maka larutan perlu diaduk dengan konstan dalam prosesnya. Hal ini bertujuan agar larutan dapat tercampur sempurna sehingga menjadi homogen. Selain itu juga agar mempercepat reaksi yang terjadi. Selain itu, pencatatan waktu dimulai saat larutan mulai dituang (awal reaksi) sampai larutan menjadi biru/ungu (akhir reaksi).
Berdasarkan hasil percobaan diperoleh saat proses kenaikan temperature (5⁰C – 25⁰C), pada temperatur 5⁰C waktu yang dibutuhkan 57 s, pada temperatur 10⁰C waktunya 36 s, pada temperatur 15⁰C waktunya 25 s, pada temperatur 20⁰C waktunya 13 s, dan pada temperatur 25⁰C waktunya 17,8s. semantara itu saat proses penurunan temperature (25⁰C – 5⁰C), pada temperatur 25⁰C waktunya 30 s, pada temperatur 20⁰C waktunya 47 s, pada temperatur 15⁰C waktunya 69 s, pada temperatur 10⁰C waktunya 96 s, dan pada temperatur 5⁰C waktunya 154 s.
Data di atas menunjukkan bahwa semakin tinggi temperaturnya, maka waktu yang dibutuhkan untuk bereaksi akan semakin sedikit (semakan cepat), di mana diamati dengan perubahan warna larutan menjadi biru atau ungu yang semakin cepat. Peristiwa ini berhubungan dengan energy kinetic molekul di dalam larutan, di mana energy kinetic akan semakin besar jika temperature meningkat. Hal ini dikarenakan meningkatnya temperature akan menyebabkan tumbukan antar molekul akan lebih sering terjadi. Selain itu, temperature membantu agar reaktan mencapai produk dengan cara memberikan energy agar mencapai energy minimum yang diperlukan untuk bereaksi membentuk produk (energy aktivasi).
Namun, terdapat penyimpangan hasil pada proses kenaikan temperatur, yakni pada temperatur 20⁰C waktunya 13 s, sedangkan pada temperatur 25⁰C
waktunya 17,8 s. Padahal seharusnya waktu pada saat temperatur 25⁰C harus lebih rendah dibandingkan saat temperatur 20⁰C. Hal ini dimungkinkan karena saat mereaksikan natrium thiosulfat dan kalium persulat (menuangkan tabung pertama ke kedua) pada temperatur 25⁰C terjadi lebih lama sehingga tumbukan-tumbukan molekulnya juga lebih lambat sehingga memperlambat reaksi. Selain itu juga dimungkinkan kecepatan pengadukan pada percobaan yang tidak sama, sehingga juga dapat mempengaruhi cepat lambatnya reaksi berlangsung.
Besarnya energy aktivasi dapat diketahui dengan membuat grafik hubungan antara ln vs . Grafik tersebut akan menghasilkan garis lurus dengan
gradient . Sehingga, berdasarkan hasil percobaan diperoleh nilai Ea
pada reaksi kenaikan temperatur yaitu 46,358 kJ/mol dengan factor frekuensi 10275960,65. Sementara itu nilai Ea pada reaksi penurunan temperatur yaitu 54,049 kJ/mol dengan factor frekuensi 98475447,19.
Pada hasil percobaan menunu njukka n ba hwa ada nya hu bu ngan antara fact or frekuensi, suhu dan konstanta laju reaksi terhadap energi aktivasi pada setiap reaksi, di mana energy aktivasi yang besar menandakan memiliki factor frekuensi yang besar pula. Sesuai dengan teorinya bahwa faktor frekuensi merupakan faktor tumbukan maka semakin besar nilainya, energi aktivasinya akan semakin besar pula. Hal ini sesuai dengan persamaan Arrhenius yang menyatakan bahwa energy aktivasi berbanding lurus dengan factor frekuensi.
KESIMPULAN Tenaga pengaktifan reaksi ion persulat dengan ion iodide pada keadaan kenaikan temperatur yaitu 46,358 kJ/mol, sedangkan pada keadaan penurunan temperatur yaitu 54,049 kJ/mol. DAFTAR PUSTAKA Atkins, P. W., 1990, Physical Chemistry, Second Edition, Oxford University Press, Oxford.
Castellan, G. W., 1982, Physical Chemistry, Third Edition, General Graphic Service, New York.
Chang, R., 2003, General Chemistry: The Essential Concepts, Third Edition, The McGraw-Hill
Companies, New York.
Dogra, S., 1990, Kimia Fisik dan Soal-Soal, (diterjemahkan oleh: Umar Mansyur), UI Press,
Jakarta.
Triyono, dkk., 1998, Buku Ajar Kinetika Kimia, Jurusan Kimia FMIPA UGM, Yogyakarta.
Vogel, 1991, Vogel’s Textbook Of Quantitative Inorganic Analysis Including Elementary
Instrumental Analysis, Longman Group UK, London.
MSDS
Natrium Thiosulfat Sifat-Sifat
o Bentuk : padat o Bau : tidak berbau o Rasa : saline o Berat molekul: 248,19 g/mol o Warna : tidak berwarna, putih o pH (1% solven/air): pH 5% larutan yakni 6,0 – 8,4 o Titik didih : >100°C (212°F) o Titik leleh : 48°C (118.4°F) o Gravitasi spesifik: 1,7 – 1,75 (air=1) o Kelarutan : larut dalam air dingin, air panas. o Kestabilan : stabil o Korosivitas : Non - korosif terhadap kaca
Tindakan Pertolongan Pertama o Pada mata: Segera basuh mata dengan banyak air selama minimal 15
menit, dapat digunakan air dingin. o Pada kulit: kulit dicuci dengan sabun dan air (dapat digunakan air dingin).
Tutupi kulit yang teriritasi dengan yg sesuatu yang lunak. o Terhirup: dipindahkan ke tempat dengan udara segar. Jika tidak bernapas,
diberikan pernapasan buatan. Jika sulit bernapas, berikan oksigen. o Tertelan: JANGAN memancing muntah kecuali diarahkan untuk
melakukannya oleh tenaga medis. Dilarang memberikan apapun melalui mulut kepada sadar orang. Pakaian ketat dikendurkan seperti kerah, dasi, ikat pinggang.
Penanganan dan Penyimpanan o Tindakan pencegahan: Jangan dihirup. Dipakai pakaian pelindung yang
sesuai. dipakai peralatan pernapasan yang sesuai. Jauhkan senyawa dari incompatibles seperti reduktor, asam, alkali.
o Penyimpanan: bersifat higroskopis. Jaga agar wadah tertutup rapat. Simpan wadah di tempat yang sejuk, berventilasi baik.
Kalium Iodida Sifat-Sifat
o Bentuk : padat (padatan kristal) o Bau : tidak berbau o Taste : pahit (garam kuat) o Berat molekul: 166 g/mol
o Warna : putih o Titik didih : 1330°C (2426°F) o Titik leleh : 681°C (1257.8°F) o Gravitasi spesifik: 3,1 (air=1) o Kelarutan : mudah larut dalam air dingin, air panas, larut dalam
methanol, secara parsial larut dalam aseton. o korosivitas : Korosif terhadap baja , aluminium , seng . Non - korosif terhadap
kaca , tembaga, stainless steel ( 304 ), dari stainless steel ( 316 ) . Tindakan Pertolongan Pertama
o Pada mata: membasuh mata dengan air selama 15 menit, dapat menggunakan air dingin.
o Pada kulit: dibersihkan dengan sabun dan air (air dingin), serta mengoleskan obat penahan rasa sakit (salep).
o Jika terhirup: mencari udara segar, jika tidak bernafas diberikan nafas buatan, jika sulit bernafas diberikan bantuan oksigen.
o Jika tertelan: tidak memancing muntah kecuali diarahkan untuk melakukannya oleh tenaga medis, tidak memberikan apapun melalui mulut kepada sadar orang, kendurkan pakaian ketat seperti kerah, dasi, ikat pinggang atau ikat pinggang.
Penanganan dan Penyimpanan o Tindakan pencegahan:
Tidak dihirup. Menggunakan pakaian pelindung yang sesuai. Jika merasa tidak sehat, meminta bantuan medis. Menjauhkan dari senyawa yang bertentangan, seperti oksidator, reduktor, logam, dan asam.
o Penyimpanan: Bersifat sensitive terhadap uap dan cahaya. Sehingga diletakkan pada tempat yang rapat dan tertutup dari cahaya. Tempat disimpan pada temperatur yang sejuk.
Kalium Persulat Sifat-Sifat
o Bentuk : padat o Berat molekul: 270,33 g/mol o Titik leleh : terdekomposisi (100°C or 212°F) o Gravitasi spesifik: 2,477 (air=1) o Kelarutan : larut secara parsial dalam air dingin. o Korosivitas : tidak korosif dalam adanya kaca
Tindakan Pertolongan Pertama o Pada mata: Segera basuh mata dengan air selama minimal 15 menit , dengan
kelopak mata terbuka, dapat digunakan air dingin. Penggunaan salep mata sangat tidak dianjurkan.
o Pada kulit: Segera dicuci dengan air yang banyak (dapat digunakan air dingin). Kulit yang terkontaminasi dicuci dengan hati-hati menggunakan sabun non - abrasif. Sangat berhati-hati untuk membersihkan lipatan , celah-
celah , lipatan dan pangkal paha. Kulit yang teriritasi dapat ditutup dengan sesuatu yang lunak. Pada kondisi kulit serius dapat dicuci dengan sabun desinfektan dan menutupi kulit terkontaminasi dengan krim anti – bakteri.
o Terhirup: korban dibiarkan untuk beristirahat di area yang berventilasi. Pada kondisi serius, korban dievakuasi ke daerah yang aman sesegera mungkin. pakaian ketat dikendurkan ketat seperti kerah, dasi, ikat pinggang atau ikat pinggang. Jika sulit bernapas, diberikan oksigen. Jika korban tidak bernafas, diberikan pernafasan buatan.
o Tertelan: Jangan memaksakan muntah. Pakaian ketat dikendurkan seperti seperti kerah, dasi, ikat pinggang atau ikat pinggang. Jika korban tidak bernafas, diberikan pernafasan buatan.
Penanganan dan Penyimpanan o Tindakan pencegahan:
Simpan pada wadah kering dan dijauhkan dari panas (sumber api). Dijauhkan dari bahan yang mudah terbakar. Tidak menghirupnya. Tidak pernah menambahkan air untuk produk ini Dalam hal ventilasi cukup, dipakai peralatan pernapasan yang sesuai. Menghindari kontak dengan kulit dan mata.
o Penyimpanan: Oksidator bahan harus disimpan dalam lemari penyimpanan aman terpisah atau dalam ruang tersendiri.
GRAFIK
Kenaikan Temperatur (278 K – 298 K)
Grafik di atas merupakan grafik hubungan ln vs pada kondisi
kenaikan temperature. Berdasarkan grafik tersebut diperoleh persamaan garis y=5576x-16,12. Persamaan garis tersebut menyatakan
. Sehingga, gradient garis menyatakan dan
diperoleh nilai Ea = 46,358 kJ/mol. Sedangkan factor fre kuensi (A) diperoleh 10275960,65.
Penurunan Temperatur (298 K – 273 K)
Grafik di atas merupakan grafik hubungan ln vs pada kondisi
penurunan temperature. Berdasarkan grafik tersebut diperoleh persamaan garis y=6501x-18,38. Persamaan garis tersebut menyatakan
. Sehingga, gradient garis menyatakan dan
diperoleh nilai Ea = 54,049 kJ/mol. Sedangkan factor frekuensi (A) diperoleh 98475447,19.