Penentu Baik Dan Buruknya Masa Depan Suatu Bangsa

download Penentu Baik Dan Buruknya Masa Depan Suatu Bangsa

of 8

description

Penentu Baik Dan Buruknya Masa Depan Suatu Bangsa

Transcript of Penentu Baik Dan Buruknya Masa Depan Suatu Bangsa

Penentu baik dan buruknya masa depan suatu Bangsa adalah berada ditangan anak muda, sebagaiamana yang diungkapkan oleh Bung Karno dalam sebuah pidatonya, mengatakan berilah aku sepuluh anak muda, maka aku akan menguasai dunia. Inilah ungkapan yang menandakan bahwa betapa pentingnya peran anak muda dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Di Dunia ini banyak sekali anak muda akan tetapi yang memiliki jiwa Intelektual sangat sedikit, khususnya Intelektual Islam. Dan hampir semuanya bergulat dipentas politik bahkan membawa politik Islam itu menyebar ke Negara-negara lain, bahkan ke Negara termaju didunia. Akan tetapi, ketika mereka berada dinegara termaju dunia yang kita tahu adalah negaranya orang-orang Barat yang sangat membenci Islam dan mereka saat sekarang sedang memikirkan bagaimana caranya supaya Islam ini hancur dan tidak pernah lagi muncul di pentas peradaban dunia. Banyak sekali para generasi Islam ini yang pergi mencari ilmu ataupun yang melanjutkan studinya dinegara-negara Barat, dan mereka menulis tesis ataupun disertasi yang membahas tentang Islam, yang pada akhirnya orang-orang Barat tahu kelmahan Islam ini seperti apa dan dan keadaan Islam saat sekarang bagaimana, yang ketika mereka pulang ke negara mereka masing-masing sudah membawa pandangan mengenai baiknya peradaban Barat dan bagusnya cara hidup mereka yang pada akhirnya dia juga ingin menerapkannya di Negara-nyaOrde Baru dapat dikelompokkan kedalam beberapa bentuk menurut teori kenegaraan yang pada prinsipnya tidak berbeda. Riswanda Imawan (1997: 33-36; Thaba, 1996: 53-69) membagi teori Negara Orde Baru kedalam beberapa istilah. Pertama, Negara Integralistik. Paham ini menekankan pada kekuasaan negara yang mutlak atau paham totalitarian, sebab kedaulatan negara diatas kedaulatan rakyat. Kedua, Beamstenstaat, berupaya untuk menyehatkan sistem demokrasi yang modern, efisien dan efektif dalam ramgka menjamin stabilitas politik sebagai prasyarat pembangunan ekonomi. Ketiga,Negara Pasca-Kolonial, yaitu bahwa negara bekas jajahan yang sesudah kemerdekaan berubah secara sosial, politik, dan ekonomi, terkooptasi kedalam bekas penjajahannya dalam hal yang sama. Keempat, Patrimonialisme Jawa. Kelima, Negara Otoriter birokratik rente yang ditandai dengan sifat sangat mengandalkan birokrasi sebagai alat mencapai tujuan, partisipasi masyarakat dibendung, pembangunan ekonomi dilakukan secara top down, ideologi yang digunakan bersifat teknokratis-birokratis. Keenam, Rent Capitalism State, Negara diandaikan sebagai sesuatu yang mandiri (otonom) yang didasarkan pada pertimbangan rasionalitas ekonomi dengan cara menekan kerugian untuk memperoleh keuntungan yang besar, termasuk dengan cara yang tidak demokratis.Ketujuh, Bureaucratic Polity, yaitu sistem politik dimana kekuasaan dan partisipasi politik dalam membuat keputusan terbatas, sepenuhnya pada penguasa negara, terutama para perwira militer dan pejabat tinggi birokrasi. Tidak ada partisipasi masyarakat, yang ada hanya mobilisasi massa untuk melaksanakan keputusan yang sudah diambil. Kedelapan, Bureaucratic Authoritarianism. Legitimasi politik rezim diletakkan pada basis-basis tertentu seperti ekonomi, militer, birokrasi, dan budaya. Kesembilan, Negara Birokratik Otoriter Korporatis. Negara dipimpin militer, perusahan besar mempunyai hubungan khusus dengan negara, massa dimobilisasi, adanya tindakan represif untuk mengendalikan oposisi, dan pembuat kebijakan adalah teknokrat-birokratKesepuluh, Negara Militer Rente. Negara berupaya dengan bantuan militer untuk mematikan kelompok oposan. Pusat-pusat birokrasu yang didukung militer sanggup mematahkan, memanipulasi, melawan atau kalau perlu memodifikasi dan membuat Undang-Undang yang baru, dimana pihak oposisi sangat kecil kemungkinannya untuk bisa mengajukan tuntutan. Kesebelas, Bureaucratic Capitalist State. Negara menjadi alat kelompok dominan untuk mempertahankan sumber daya ekonomi[footnoteRef:2][9]. [2: ]

Sebagaimana ungkapan yang dipaparkan oleh M. C Donald, dia mengatakan Selama rakyat diorganisir . . . seb. Karena massa, dalam kerangka waktu historis adalah kerumunan agai massa, mereka kehilangan identitas dan kualitas sebagai manusia didalam ruang: orang dalam jumlah besar yang tidak mampu mengekspresikan dirinya sebagai umat manusia karena mereka terikat satu sama lain bukan sebagai individu atau anggota masyarakat- sebenarnya mereka tidak terikat satu sama lain, kecuali untuk hubungan yang berjarak, abstrak, dan tidak manusiawi: sebuah pertandingan sepak bola atau pasar tradisional dalam kasus sebuah kerumunan, sebuah sistem produksi industrial, sebuah partai, atau negara bagian dalam kasus massa. Manusia adalah sebuah atom soliter, seragam, dan tidak bisa dibedakan dari ribuan maupun jutaan atom lain yang menyusun kerumunan kesepian yang David Reismen disebut sebagai masyarakat mereka. Namun demikian, rakyat atau orang-orang adalah sebuah komunitas, artinya sekelompok individu yang terkait satu sama lain dikarenakan kepentingan, pekerjaan, tradisi-tradisi, nilai-nilai, maupun sentimen-sentimen yang sama[footnoteRef:3][10]. [3: ]

Akhir-akhir ini sering kita dengar slogan Saatnya kaum muda memimpin, atau perlunya kepemimpinan orang muda atau ada yang agak ekstrim, kaum muda berkuasa kaum tua tersingkirkan. Wacana ini digelindingkan bak bola salju. Mulai dari dikusi, seminar, kajian, penelitian, debat sampai beberapa partai yang akan bertarung dalam kontes pemilu 2009 nanti pun mengusung tema ini.Wacana ini patut diapresiasi, anak-anak muda negeri ini mulai sadar, bangsa ini perlu pemikiran dan semangat segar. Historis bangsa ini lahir dan terbentuk dari peran kaum muda dan tuanya. Ini terlihat dari Gerakan Jong Ambon, Jong Sumatera, Jong Java, pada masa pra kemerdekaan, lalu disusul oleh Tan malaka, Moh. Syahril, Soekarno, Moh Hatta dsb. Fenomena bangsa yang sudah merdeka 63 tahun, 100 tahun kebangkitan Nasionalnya, 10 Tahun Reformasi, membuat agenda mengusung kepemimpinan kaum muda dapat dilihat dari dua sudut pandang.Pertama, Politik. Ketika pelaksanaan pemilu 2004, rakyat mengharapan SBY-JK, dapat membuat bangsa ini bisa menampilkan wajah aslinya sesuai skogan kelak, ia bisa mensejaterakan rakyatnya, membebaskan rakyatnya dari kemiskinan dan kebodohan. Supermasi hukum ditegakkan, pelanggaran HAM diadili. Penangkapan para koruptor kelas kakap, pembelian kembali asset-aset bangsa yang sempat tergadaikan bahkan dijual dengan harga murah, ibarat seperti kain bekas yang tidak layak pakai.Pembenahan sektor ekonomi, ketimpangan sosial, menjadi harapan baru untuk dapat di selesaikan. Memang ada sedikit persoalan yang coba mulai dibenahi oleh pemerintah, tetapi secara empiris, itu sebuah pengkiatan terhadap rakyat. Beberapa kebijakan pemerintah seperti menaikkan harga BBM dan harga sembako kian melambung. Daya beli masyarakat kecil menurun, biaya sekolah dan kesehatan yang terus mahal.Yang paling menyedihkan, DPR tercoreng dengan korupsi, Mahkamah Agung dengan isu suap serta yang paling menyita perhatian banyak khalayak terlibatnya dua menteri Kabinet SBY-JK yang namanya disebut masuk dalam daftar penerima dana BLBI. Hal ini jadi bola kristal terbangunnya image masyarakat yang tidak percaya lagi kepemimpinan bangsa kepada kaum tua.Kedua, dari sudut pandang budaya, watak kebudayaan nasional kita bagi suatu Negara pun menjadi cair. Dengan kencangnya transpormasi informasi. Akulturasi budaya yang didorong oleh kekutan global tersebut telah menjadi tatanan peradaban dan tradisi kehidupan Negara-negara ketiga.Dalam aspek sosial budaya, kepentingan individu menjadi aspek yang selalu harus diprioritaskan dalam segala hal. Kepentingan komunal menjadi hal kuno yang tidak digunakan lagi. Cara fakir ini pernah dikemukakan oleh Adam Smith dengan mengatakan, sikap altruis (mementingan kepentingan orang banyak) adalah bentuk kegagalan bagi suatu Negara.Ini luput dari kacamata kaum tua, sehingga akhir-akir ini setiap individu saling berkompetisi, tidak lagi mengidahkan norma, etika dan aturan yang berlaku. Sehingga dengan ketertutupan hati nurani yang dibungkus sikap tamak materi, maka porak-porandalah tatanan nilai-nilai kemanusiaan dan peradaban yang telah kita bangun selama ini.Prof. Dr. Syafii Maarif bilang, bangsa ini sudah di ambang kehancuran dan tuna keadaban yang tidak mengenal lagi nilai-nilai moralitas. Melihat dua fenomena dan potret bangsa tadi, sudah selayaknya bagi kita yang muda untuk mengusung dan memformulasikan kembali aras pemikiran dan menyatakan siap tampil dalam ranah kehidupan bangsa ini.Kegagalan masa lalu kita niatkan untuk tidak akan terulang bagi generasi yang akan datang. Walau untuk membenahi negara dan daerah yang multikrisis ini tidaklah semudah membalikkan telapak tangan, namun dengan langkah antisipatif dan mempersiapkan generasi muda yang lebih matang, akan relative membuka jalan bagi kebangkitan bangsa dan daerah ini kedepan. Bukankah kaum muda Indonesia telah menujukkan kiprahnya dalam menentang katidakadilan di negara ini? Maka sebagai kalangan muda, mau tidak mau sekarang kita harus mempersiapkan diri untuk menjadi ikon bangsa dan daerah ini ke depan.Kita persiapkan untuk agenda kepemimpinan kaum muda, Pertama, Jadilah generasi muda yang cakap ilmu dan kemantapan iman. Jika kedua unsur ini tidak lagi terbentuk dalam jiwa generasi muda sekarang, tentu dampak kehidupan masyarakat kedepan jauh akan lebih parah dari sekarang. Untuk meraih kemajuan banga ini, bukanlah dengan mengangan-angankannya saja, tapi dengan ilmu. Keunggulan ilmu tidak dapat dirasakan apabila tidak dilandasi dengan iman.Kedua, kedewasaan mental dan kearifan global. Ini bagian dari skill anak muda kita yang juga harus dapat diciptakan melalui budaya bangsa ini. Ini tercermin dari sikap mau berdialog, bersikap pluralistik, dan berlaku toleran sekaligus mampu menjalin kerjasama dengan berbagi pihak.Ketiga, melihat penduduk Indonesia yang mayoritas muslim, maka bagi kaum muda dituntut untuk memiliki penghayatan keagamaan yang substantive yang tidak mudah terjebak dalam aras formalistik dan simbolik. Karena kejumudan pikiran kian menjauhkan bangsa ini dari kemajuan. Pemahaman agama harus mampu diciptakan ke arah yang lebih toleran, progressive dan terbuka.Jadikan acuan kedepan untuk mepersiapkan kaum muda yang kuat dan layak jual di pentas nasional dan dunia, karena Islam mengajarkan pada umatnya, agar setiap manusia harus khawatir jika meninggalkan generasi muda yang lemah mentalnya, Karena hari esok bukanlah untuk generasi tua hari ini, melainkan buat generasi muda sekarang dan yang akan datang. Semangat kaum muda adalah semangat perubahan.Regenerasi dan pembeliaan perlu dilakukan. Maksud pembelian disini bukan terpaku pada umur saja, tetapi ia boleh tua asal memiliki progresivitas seperti anak muda. Kategori muda memiliki dua arti, yaitu, dari segi umur dan pemikiran meminjam Istilah Ridho Alhamdi muda tidak mesti anti tua.

Ada beberapa landasan dalam melakukan perubahan sosial: Pertama, Realitas. Realitas merupakan hal yang pertama sekali dalam melakukan suatu perubahan. Karena berangkat dari realitas inilah semua persoalan mampu dipetakan. Tanpa melakukan pembacaan terhadap realitas, kita akan kehilangan identitas dalam melakukan gerakan. Karena gerakan apapun yang kita desain dan bangun, harus berangkat dari realitas yang terjadi di tengah-tengah masyarakat. Paradigma ini sangat penting untuk dibangun, dumaknai dan diapresiasi, demi melihat sebuah perubahan yang responsif dan partisipatif.Oleh karena itu, A.N Whitehead menekankan sifat prosesual seluruh realitas: alam adalah struktur dari prosesyang berkembang. Realitas adalah proses. Perubahan senantiasa terjadi dialam semesta. Selanjutnya ia mengatakan: kehidupan manusia berubah dari hari ke hari; wujud lahiriahnya adalah sama. Perubahan adalah konstan, dan kadang-kadang kelihatan. Konstalasinya tak nampak berubah sama sekali, meskipun kita tahu bahwa konstalasinya itupun berubah. Apakah perubahan terjadi dalam satu menit ataukah dalam milyaran tahun, itu hanya lah persoalan pengukuran manusia belaka . . . perubahan adalah konstan, apakah kita ukur dengan menit atau milyaran tahun, kita sendiri adalah bagian dari perubahan itu.Pemikiran ini merupakan perlawanan dari determinisme yang menganggap bahwa alam yang terbentang adalah susunan dari benda yang mati. Padahal semua yang ada di alam akan mengalami perubahan, dan itu adalah pertanda bahwa alam itu berubah dan mengalami pergeseran. Karenanya ia mengatakan, bahwa manusia/individu merupakan bagian dari perubahan.Kedua, adalah Tindakan. Manusia melakukan aktivitas dan bertindak tentu akan melahirkan perubahan. Entah ia sadar atau tidak bahwa tindakan yang dia lakukan itu telah melahirkan perubahan. Seorang manusia, dalam melakukan aktifitas apapun, tentu akan melahirkan suatu perubahan entah dia sengaja atau tidak, akan tetap berimplikasi pada perubahan. Oleh sebab itu, setiap tindakan manusia tentu mendatangkan perubahan, baik dalam skala besar maupun kecil. Ia mewabah pada tindakan manusia, aktivitas, dan perilaku yang dilakukan oleh manusia. Sehingga setiap perubahan yang terjadi merupakan implikasi dari tindakan yang dilakukan oleh manusia itu sendiri- dan itu kembali memperkuat bahwa realitas manusia adalah bagian dari perubahan.Ketiga, ide baru yang muncul sebagai Determinisme dari teori yang ada. Ini merupakan bagian dari landasan perubahan sosial. Ide merupakan gagasan-gagasan brilian yang mendekonstruksi ide yang telah ada, atau sebagai antitesa dari konsep yang telah mapan, sehingga konsep yang ada tadi mengalami perubahan, bukan hanya secara konseptual tetapi juga paradigma. Jadi dalam melakukan perubahan perlu ada ide, di mana ia lahir sebagai antitesa dari ide yang ada. Misalnya, sekarang banyak pembongkaran terhadap teori-teori atau ide-ide lama yang dilakukan oleh banyak pakar, seperti pembongkaran Mansour Fakih terhadap dusta-nya pembangunan dinegara-negara dunia ketiga yang dilanggengkan oleh rezim-rezim politik yang berkuasa, pembongkaran yang dilakukan oleh Harun Yahya terhadap The Origin of Species yang ditulis oleh Charles Darwin, merupakan ide yang brilian yang ternyata mampu menyentakan alam bawah sadar masyarakat, bahwa hegemoni teori-teori barat kemudian mampu dibongkar kedustaannya. Disinilah terjadi perubahan paradigma karena adanya ide yang lahir sebagai antitesa dari ide yang telah ada sebelumnya.Keempat, dependensia. Yaitu ketergantungan antar berbagai pihak yang menyebabkan pihak yang tergantung itu harus menyikuti keinginan pihak yang menggantungnya. Teori dependensia ini sebenarnya di gunakan oleh Teotonia Dos Santos dalm melihat ketergantungan negara-negara dunia ketiga dalam menata perekonomian mereka terhadap negara-negara dunia pertama. Kenapa dependensia dapat melahirkan perubahan sosial? Kita secara praktis bisa berpikir, karena ketergantungan ini menyebabkan pihak yang bergantung harus ikut pad pola struktur minimal-meniru-pihak yang menggantungnya. Dalam perekonomian misalnya, Indonesia adalah negara yang menggantungkan diri pada negara-negara Barat, karena sekarang Barat sedang berada pada posisi diatas dalam hal pembangunan ekonomi, maka ia menjadikan negara-negar berkembang menggantungkan perekonomiannya pada mereka. Sehingga pembangunan perekonomian dinegara-negara berkembang merupakan copian dari negar-negar maju tersebut. Disini perubahan terjadi, tetapi bergantung pada rekayasa entitas lain, bukan murni lahir dari komunitas setempat. Oleh sebab itu, perubahan terjadi sangat tergantung pad kemurahan hati entitas yang menggantungnya tersebut, sehingga aktivitas ekonomi katakanlah mengalami semacam modifikasi.Kelima, adalah Dialektika, sebagaimana yang telah diajukan diatas, bahwa dialektika berpotensi melahirkan perubahan sosial. Bahkan melalui dialektika-lah, kemungkinan besar perubahan sosial itu akan terjadi. Apa yang terjadi dalam rentang sejarah kemanusiaan, perubahan senantiasa terjadi akibat dari proses dialektika. Jika bukan karena dialektika, tidak bisa mengecam manis dan pahitnya berIslam. Melalui Islam yang dikembangkan oleh Muhammad (Rasulullah) SAW kita mampu menemukan jati diri kemanusiaan kita[footnoteRef:4][13]. [4: ]

Menurut Piotr Sztompka, perubahan sosial dapat dibedakan menjadi beberapa jenis, tergantung dair sudut pengamatan . apakah dari sudut aspek, fragmen, atau dimensi sistem sosialnya. Ini disebabkan karena keadaan sistem sosial itu tidak sederhana, tidak berdimensi tunggal, tetapi muncul sebagai kombinasi atau gabungan hasil keadaan berbagai komponen sebagai berikut ini: 1. Unsur-unsur pokok (misalnya, jumlah dan jenis individu, serta tindakan mereka)2. Hubungan antar unsur (misalnya, ikatan sosial, loyalitas,, ketergantungan, hubungan antar individu, integrasi)3. Berfungsinya unsur-unsur didalam sistem (misalnya, peran pekerjaan yang dimainkan oleh individu atau diperlukannya tindakan tertentu untuk melestarikan ketertiban sosial)4. Pemeliharaan batas (misalnya, kriteria untuk menentukan siapa saja yang termasuk anggota sistem, syarat penerimaan individu dalam kelompok, prinsip rekruitmen dalam organisasi, dan sebagainya)5. Subsistem (misalnya, jumlah dan jenis seksi, segmen atau divisi khusus yang dapat dibedakan)6. Lingkungan (misalnya, keadaan atau kondisi geopolitik)[footnoteRef:5][14]. [5: ]

Sedangkan untuk memberikan saran atau rekomendasi dalam karya tulis ini, maka ada beberapa saran yang dapat penulis ajukan dalam memperkuat peran dan generasi muda dalam kehidupan sosial politik dalam menjalankan kewajibannya sebagai generasi masa depan bangsa, yang akan melakukan berbagai hal yang akan menciptakan perubahan itu, yakni; 1. Untuk memperkuat peran generasi muda dalam ranah kehidupan sosial politik, maka generasi muda harus mampu membawa dirinya menjadi intelektual sejati, bukan intelektual-intelektualan, atau intelektual mainan.2. generasi muda harus mampu menafsirkan sifat kepemimpinan yang dicerminkan oleh mereka yang memimpin kepada masyarakat, supaya masyarakat tahu bahwa kepemimpinan dia ini begini dan lain sebagainya, bukan sebagai pelicin yang selalu menutupi sifat kepemimpinan pemimpin tersebut. 3. generasi muda harus mampu menciptakan perubahan sosial yang lebih baik, jika pemimpin memang sudah tidak layak untuk memimpin suatu bangsa, maka sebagaimana ungkapan yang selalu dilontarkan oleh sang aktifis yang tidak pernah takut terhadap semuanya (Prof. Dr. Ir. Sri Bintang Pamunkas).