penelitian2

download penelitian2

of 20

Transcript of penelitian2

  • 8/16/2019 penelitian2

    1/20

     

    DUKUNGAN TEMPAT KERJA TERHADAP HAK IBU DALAM

    MEMBERIKAN ASI EKSKLUSI1 

    Adhitya Kartika P, M. Fitrah Noor, Nisha Ramadina, Shara Nur Fitria.  

    Abstrak

    Penelitian ini mencoba mengetahui kebijakan perusahaan dalam melindungi

    hak menyusui pekerja perempuan pasca cuti melahirkan dan bagaimana

     penyediaan ruang laktasi di perusahaan. Penelitian ini penting untuk

    dilakukan untuk melihat apakah perusahaan sudah memberikan dukungan bagi

     para pekerja perempuan yang ingin memberikan ASI kepada bayinya. Data

    didapatkan dengan melakukan wawancara kepada tujuh orang informan yangterdiri dari dua perempuan yang sudah pernah melahirkan, seorang

     perempuan yang sedang mengandung, seorang office girl, seorang pegawai

    magang laki-laki dan dua orang karyawan bagian legal. Para informan ini

    berasal dari empat perusahaan yang berbeda untuk melihat variasi kebijakan

     perusahaan terkait hak menyusui. Selain wawancara, studi literature juga

    dilakukan untuk mendapatkan data mengenai berbagai peraturan yang terkait

    dengan hak menyusui. Penelitian ini menemukan bahwa cuti melahirkan sudah

    diberikan sesuai aturan yaitu tiga bulan yang waktu pengambilannya dapat

    dilakukan secara fleksibel sebelum atau ketika melahirkan. Akan tetapi terkait

    dengan proses pemberian ASI tidak semua perusahaan dalam penelitian ini

    telah memberi dukungan terhadap hak menyusui. Dua perusahaan belum

    menyediakan ruang laktasi sehingga pekerja perempuan yang ingin memerah

     ASI melakukannya di toilet atau musola. ASI yang diperah lalu disimpan di

    lemari pendingin pantry bercampur dengan makanan dan minuman lain. Hal

    ini berakibat pada tercemarnya ASI dengan bakteri sehingga para perempuan

    tersebut memilih tidak memerah ASI karena kuatir ASI-nya tercemar bakteri.

     Dua perusahaan lain sudah menyediakan ruang laktasi yang dirasa memadai

    oleh para informan. Pekerja perempuan di dua perusahaan ini juga diberi

    keleluasaan untuk memerah ASI kapan pun selama jam kerja.

    Kata kunci: hak menyusui, ASI eksklusif, affirmative action 

    I.  Latar Belakang

    Dalam era pembangunan saat ini dimana persaingan pasar semakin ketat,

     pengusaha berupaya meningkatkan efisiensi kerja para tenaga kerja, termasuk

    efisiensi tenaga kerja perempuan. Tidak dapat dipungkiri bahwa di setiap

     perusahaan sektor apapun pasti terdapat perempuan di dalamnya.

    1 Adhitya Kartika P, M. Fitrah Noor, Nisha Ramadina, Shara Nur Fitria.

  • 8/16/2019 penelitian2

    2/20

     

    Seorang perempuan sebagai tenaga kerja dapat mengalami pengalaman

    yang tidak dialami oleh laki-laki, yaitu hamil dan melahirkan. Di Undang-

    Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan telah diatur mengenaihak apa saja yang dapat diperoleh pekerja perempuan saat hamil dan

    melahirkan, di antaranya cuti. Dalam meneliti mengenai pekerja perempuan

     pada suatu perusahaan, peneliti tertarik untuk membahas khususnya mengenai

    keadaan pekerja perempuan pasca melahirkan seperti waktu cuti dan fasilitas

    ruang menyusui atau ruang laktasi pada perusahaan. Ruang menyusui ini

    menjadi sangat penting artinya bagi perempuan pekerja karena fungsi dari

    ruang menyusui atau laktasi ini adalah memberikan kenyamanan bagi sang ibu

     bekerja, supaya dapat tetap memberikan ASI ekslusif kepada bayinya. Ketika

    menyusui bayi atau ketika memompa air susu, ibu memerlukan ruangan yang

     bersih, nyaman, dan aman serta tenang. Penting bagi para pekerja perempuan

    sebagai ibu yang memiliki bayi tidak harus was-was dan malu ketika harusmengeluarkan air susunya saat berada di kantor.

    Penelitian telah menunjukkan bahwa jangka waktu menyusui dan

    menghentikan pemberian ASI (air susu ibu) dikaitkan dengan pengaruh

    lingkungan sosial dan budaya. Perempuan karir lebih cenderung berhenti

    menyusui sebelum enam bulan karena tidak tersedianya waktu yang

    dibutuhkan dalam memompa dan adanya tekanan masyarakat. Ada bukti yang

    menyatakan bahwa penekanan ini sangat mempengaruhi kurangnya pemberian

    ASI di tempat kerja.2 

    ASI (Air Susu Ibu) yang eksklusif diberikan oleh ibu kepada bayinya

     berdurasi selama kurang lebih enam bulan. Penting untuk diperhatikan bahwa

     pemberian ASI secara eksklusif ini sangat berpengaruh pada tumbuh kembang

    si bayi karena ASI memiliki semua kandungan yang dibutuhkan untuk tumbuh

    kembang anak. Berdasarkan hasil penelitian, anak ASI memiliki tingkat

    kecerdasan dan daya tahan tubuh yang kuat dibandingkan anak susu formula

    dan memiliki tingkat kedekatan emosi yang lebih dengan ibunya. Sesuai

    dengan kodratnya, pekerja perempuan akan mengalami haid, kehamilan,

    melahirkan dan menyusui bayi. Untuk meningkatkan kualitas sumber daya

    manusia khususnya di masa depan, dimulai sejak janin dalam kandungan, masa

     bayi, balita, anak-anak sampai dewasa, salah satunya dengan pemberian ASI

    eksklusif. Disebabkan oleh pentingnya kandungan dalam ASI, maka tempat

    untuk mengeluarkan ASI haruslah tempat yang higienis dan tidak mengandung banyak kuman, seperti kamar mandi atau  pantry misalnya. Dengan demikian

     perlu ada ruang tersendiri yang dikhususkan untuk seorang ibu dapat

    mengeluarkan ASI-nya.

    2 Arno J, Broermann D, Gleason E, Ward AM. Changes to support breastfeeding in the

    workplace. Amerika: NAEYC; 2010 diakses dari dari: , pada 27 November 2014.

  • 8/16/2019 penelitian2

    3/20

    II.  Pokok Permasalahan

    (1). Bagaimanakah kebijakan perusahaan dalam melindungi hakmenyusui Ibu yang baru melahirkan pasca cuti?

    (2). Bagaimanakah penyediaan ruang laktasi di perusahaan bagi pekerja perempuan yang masih menyusui?

    III.  Tujuan Penelitian

    (1). Mengetahui kebijakan perusahaan dalam melindungi hak menyusuiIbu yang baru melahirkan pasca cuti.

    (2). Mengetahui penyediaan ruang laktasi di perusahaan bagi pekerja

     perempuan yang masih menyusui.

    IV. 

    Teori dan konsep yang dipergunakan

    Dalam penelitian ini digunakan teori  feminist legal theory sebagai pisau

    analisis dan teori bivalen sebagai teori tambahan guna menguatkan. Pada

    dasarnya feminist legal theor y adalah sebuah falsafah hukum yang didasarkan

     pada perspektif akan pentingnya kesetaraan gender di bidang politik, ekonomi

    dan sosial. Alat analisis ini akan digunakan untuk menganalisis beberapa aspek

    yang berkaitan dengan topik penelitian seperti apakah kebijakan yang ada

    merefleksikan realitas dan pengalaman perempuan, apakah hukum atau

    kebijakan yang digunakan dalam perusahaan melindungi dan memberi benefit

    kepada pekerja perempuan berdasarkan realitas dan pengalaman perempuan.

    Komponen dari  feminist legal theor y adalah eksploitasi dan kritik pada

    tataran teoretik terhadap interaksi antara hukum dan gender serta penerapan

    analisis pada tataran praktis hukum (pidana, pornografi, kesehatan reproduksi).

    Tujuan dari analisis mempergunakan FLT adalah reformasi hukum demi

    hukum yang lebih berkeadilan gender.

    Hukum diciptakan untuk mencapai kondisi ideal dimana terjadi

    kesetaraan posisi antara semua anggota masyarakat dan tercapainya keadilan

    sosial yang hakiki. Namun dalam penerapannya seringkali terjadi masalah,

     bahkan sejak dari perumusan hukum itu sendiri. Hukum yang diniatkan untukmencapai kesetaraan seringkali terkesan tidak netral dan tidak obyektif bahkan

    sejak dari perumusannya (Irianto, 2014). Selain karena para pembuat hukum

    itu bisa saja membawa kepentingan masing-masing dalam kaitan dengan dunia

     politik, namun juga terdapat aspek psikologis dimana perumusan hukum yang

    mayoritas dilakukan oleh kaum laki-laki mempengaruhi isi dari hukum itu

    sendiri. Hukum seringkali bias gender dan menafikan keberadaan kaum

     perempuan dalam pasal-pasal peraturan yang disahkan. Sehingga prinsip

    netralitas dan obyektifitas dari hukum sendiri seringkali dipertanyakan (Irianto,

    2014).

    Keadilan yang hakiki dari penerapan hukum seringkali dipertanyakan

    ketika hukum diterapkan pada kasus-kasus terkait korban perempuan, yang

  • 8/16/2019 penelitian2

    4/20

     

    mana penerapan hukum ini seringkali memudahkan atau menguntungkan pihak

    laki-laki. Prof Sulistyowati Irianto mengatakan dalam tulisannya tentang

    Feminist Legal Theories,

    “Kenyataan menunjukkan bahwa hukum diinformasikan oleh laki-

    laki, dan bertujuan memperkokoh hubungan sosial yang

     patriarkhis. Hubungan yang dimaksud adalah yang didasarkan

     pada norma, pengalaman dan kekuasaan laki-laki, dan

    mengabaikan pengalaman perempuan. Hukum dipandang telah

    menyumbang kepada penindasan terhadap perempuan. Bagaimana

    cara membangun dan melancarkan argumentasi ? Caranya adalah

    dengan mengungkapkan ciri-ciri hukum yang tidak netral, dan

    bagaimana hukum tersebut diimplementasikan dan berdampak

    merugikan perempuan. Selanjutnya diharapkan akan dapatditemukan rekomendasi untuk mencapai perubahan dan

     perbaikan.”

    Feminist legal theory juga menolak konsep netralitas hukum yang

    mengandaikan imparsial (tidak memihak) pada satu pihak atau golongan.

    Dalam prakteknya konsep netarlitas dan objektivitas hukum justru terbukti

    membenarkan marginalisasi perempuan dan berbagai kelompok minoritas

    lainnya. Karena hukum hanya melegitimasi “kebenaran” patriarkhis tentang

    norma hubungan laki-laki dan perempuan yang berlaku di

    masyarakat.3 Obyektifitas hukum hanya bisa dicapai jika polaritas dan

    dikotomi maskulin feminin dihilangkan.

    Penolakan terhadap gagasan mengenai netralitas dan objektivitas hukum

    ini melahirkan adanya padangan mengenai konsep kesetaraan melalui

     persamaan atau pembedaan, apakah melalui “perlakuan setara” atau justru

    “perlakuan istimewa”. Sebagai contoh dalam pemberian cuti haid, cuti hamil

    dan cuti melahirkan bagi perempuan pekerja, sebagian menganggapnya sebagai

    “perlakuan setara” karena mempersamakan kondisi-kondisi biologis yang

    dialami perempuan tersebut sebagai “kondisi sakit” pada laki-laki. Sementara

    lainnya berpendapat bahwa tindakan tersebut bukan sebagai ”perlakuan setara”

    namun justru dipandang sebagai ”perlakuan istimewa”. Kekhususan biologis

    tersebut tidak boleh membuat perempuan dirugikan dan tempat kerja tidak boleh bersifat netral secara gender karena selama ini lingkungan kerja

    cenderung dibentuk dengan hanya menguntungkan pekerja laki-laki.

    Pandangan lain lagi muncul bahwa yang penting adalah bukan soal ”perlakuan

    setara” atau ”perlakuan istimewa” namun justru bagaimana menciptakan

    suasana sektor publik dan sektor privat (rumah tangga) yang tidak bersifat

    subordinasi dan ramah bagi perempuan maupun laki-laki.4 

    3Danardono, Donny, 2008b, Teori Hukum Feminis: Menolak Netralitas Hukum. Perempuan dan Hukum: MenujuHukum Yang Berperspektif Kesetaraan dan Keadilan, kedua ed., Irianto, Sulistyowati, Ed., Yayasan Obor Indonesia,Jakarta. Hlm. 25 

    4Lihat dalam Williams, Wendi W., 1993, Equality’s Riddle: Pregnancy and the Equal Treatment/Special TreatmentDebate. Feminist Legal Theory: Foundation, Weisberg, D. Kelly, Ed., temple University Press, Philadelphia. Hlm. 142-152;

    Kreiger, Linda J. and Patricia N. Cooney, ibid., The Miller-Wohl Controversy: Equal Treatment, Positive Action and TheMeaning of Women’s Equality. Temple University Press. Hlm. 156-168 

  • 8/16/2019 penelitian2

    5/20

    Pengkajian kritis hukum yang terkait dengan perspektif feminis

    memperhatikan lima hal sebagai berikut:

    (1).  Pengalaman perempuan. Pengalaman perempuan ini pentingsebagai dasar pertimbangan bagi penalaran hukum baru.

    (2).  Bias gender secara implisit. Hal ini terlihat melalui berbagai perundangan yang terkesan netral dan objektif, namun ternyata

    tidak demikian.

    (3).  Ikatan ganda dan dilema dari perbedaan. Tidak tersedianya pilihan bagi perempuan sehingga kemudian mau tidak mau harus

    mengambil pilihan yang sesungguhnya merugikan dan tidak adil

     baginya, contoh: perempuan korban KDRT, perempuan dalam

    dilemma antara karier dan pekerjaan rumah tangga.

    (4).  Reproduksi model dominasi laki-laki. Pembentuk undang-undangatau kebijakan seringkali mereproduksi peraturan yang seolah-olah berpihak pada perempuan, namun sesunggunya tidak lebih baik dan

    tidak sungguh-sungguh dimaksudkan untuk memperbaiki kondisi

     perempuan. Misalnya, perda tentang larangan perempuan keluar

    malam, alasannya untuk melindungi, tapi sesungguhnya lebih

    untuk mengontrol dan membatasi.

    (5).  Membuka pilihan-pilihan bagi perempuan. Hukum beranggapan bahwa pilihan yang dimiliki (dipilih oleh) perempuan berasal dari

    kenyataan biologisnya, khususnya kodrat alamiahnya yang

    akhirnya memotivasi perempuan untuk menjalankan kegiatan

    secara tradisional sehingga hukum menganggp perempuan bertanggungjawab atas hal tersebut. Pilihan yang dipilih perempuan

    tersebut seringkali dipengaruhi oleh kesempatan yang tersedian

    untuknya dan kultur dominan yang ada di antara mereka.

    Perempuan yang memilih mengembangkan karir dan meninggalkan

     pekerjaan domestik, dianggap sebagai ‘meninggalkan kodratnya.’5 

    Hak menyusui bagi perempuan adalah hak khusus yang tidak dimiliki

    oleh laki-laki karena perbedaan mendasar, yaitu jenis kelamin. Hak ini haruslah

    diperjuangkan demi memenuhi asas keadilan, karena implikasi dari pemenuhan

    hak tersebut tidak hanya bersifat biologis tetapi juga sosial – demi kepentingan

    terciptanya generasi sehat masa depan. Upaya untuk memperjuangkan

     pemenuhan hak yang hanya dimiliki oleh perempuan ini didasari oleh

    keinginan akan akses keadilan yang hakiki bagi perempuan. Kekhususan

     biologis perempuan tidak boleh membuat perempuan dirugikan dan tempat

    kerja tidak boleh bersifat netral secara gender karena selama ini lingkungan

    kerja cenderung dibentuk dengan hanya menguntungkan pekerja laki-laki.

    Menurut perspektif bivalent atau The Bivalent atau  Difference atau

    Special Treatment Feminism  perbedaan antara laki-laki dan perempuan

     bukanlah perbedaan budaya, tetapi psikologis yang berkaitan dengan

     perbedaan fisiologis. Hukum, menurutnya harus memperhitungkan perbedaan

    kualitas ini. Perencanaan sosial, politik dan institusional, dalam hal tertentu

    5Savitri, Niken, 2008 Hlm. 46-49 

  • 8/16/2019 penelitian2

    6/20

     

     bergantung kepada perbedaan jenis kelamin. Perempuan layak mendapatkan

     perlakuan khusus atau tunjangan khusus karena mereka berbeda dari laki-laki.

    Kekhususan biologis tersebut tidak boleh membuat perempuan dirugikan dantempat kerja tidak boleh bersifat netral secara gender karena selama ini

    lingkungan kerja cenderung dibentuk dengan hanya menguntungkan pekerja

    laki-laki.6  Perlakuan khusus ini bukanlah diskriminasi melainkan sebuah

     bentuk dukungan untuk menguatkan posisi perempuan yang masih rentan atau

    affirmative action.  Hal ini berkaitan dengan dibutuhkannya perlakukan dan

    tunjangan khusus bagi pekerja perempuan di perusahaan yang memiliki realitas

    dan pengalaman yang berbeda dari laki-laki dalam hal sebelum dan sesudah

    melahirkan. 

    Selain teori, di dalam tulisan ini juga dipergunakan beberapa konsep.

    Pertama, tentang apa yang dimaksud sebagai ASI atau Air Susu Ibu. ASI

    adalah cairan hidup yang mengandung sel-sel darah putih, imunoglobulin,enzim dan hormon, serta protein spesifik, dan zat-zat gizi lainnya yang

    diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan anak.7 

    Untuk mencapai manfaat optimal bagi anak, ASI harus diberikan secara

    ekslusif. Konsep kedua yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah ASI

    eksklusif. Maksud dari ASI eksklusif adalah adalah pemberian ASI saja kepada

     bayi sejak lahir tanpa makanan dan minuman tambahan lain kecuali vitamin,

    mineral, atau obat dalam bentuk tetes atau sirup sampai bayi berusia enam

     bulan.8 

    ASI selain diberikan secara langsung kepada bayi, juga dapat diberikan

    melalui botol dengan lebih dulu ibu melakukan prosedur memompa. Prosedur

    ini sering disebut juga sebagai breast pumping atau memerah ASI. Inti dari

     prosedur ini adalah upaya mengeluarkan ASI dari payudara ibu secara manual

    atau dengan menggunakan alat khusus.9 

    Pemberian ASI secara langsung atau  Breast feeding adalah istilah untuk

    menunjukkan kegiatan yang dilakukan seorang ibu dalam memberi makanan

    kepada bayinya. Bentuk pemberian ASI (Air Susu Ibu) secara langsung dari

     payudara Ibu. Dalam bahasa umum lebih dikenal dengan istilah menyusui.10 

    Tulisan ini secara khusus membahas tentang ibu yang bekerja, maka

     penting untuk menjelaskan apa itu yang dimaksud sebagai pekerja. Peneliti

    menggunakan konsep operasional berikut bahwa pekerja/buruh adalah setiap

    orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.

    11

     

    6Irianto, Sulistyowati, Teori Hukum Feminis. 

    7 Pasal 1 angka 1, Peraturan Bersama Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan,Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi dan Menteri Kesehatan No. 48/MEN.PP/XII/2008,

    PER.27/MEN/XII/2008 dan 1177/MENKES/ PB/XII/2008 tahun 2008 tentang PeningkatanPemberian Air Susu Ibu Selama Waktu Kerja di Tempat Kerja.

    8 http://midwifenana.blogspot.com/2012/01/asi-eksklusif-penting.html

    9 Peraturan Bersama Menteri, Op. Cit., Pasal 1 angka 3.10

      Yuniarini, “Pengikat Cinta Ibu dan Bayi”,http://nad.bkkbn.go.id/Lists/Artikel/DispForm.aspx?ID=1404

    11

     Indonesia, Undang-Undang tentang Ketenagakerjaan, Undang-Undang Nomor 13Tahun 2003, Pasal 1 angka 3.

  • 8/16/2019 penelitian2

    7/20

    Pekerja atau buruh ini dipekerjakan oleh sebuah perusahaan. Pengertian

     perusahaan adalah:12 

    (1).  setiap bentuk usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orang perseorangan, milik persekutuan, atau milik badan hukum, baik

    milik swasta maupun milik negara yang mempekerjakan

     pekerja/buruh dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk

    lain;

    (2).  usaha-usaha sosial dan usaha-usaha lain yang mempunyai pengurusdan mempekerjakan orang lain dengan membayar upah atau

    imbalan dalam bentuk lain.

    Dalam penelitian ini juga digunakan konsep kesehatan di mana

     pemberian ASI menurut penelitian sangat menunjang tumbuh kembang dan

    kesehatan bayi. Makna dari kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik,mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup

     produktif secara sosial dan ekonomis.13 

    Ruang laktasi adalah suatu tempat yang berada di area publik yang

    disediakan untuk perempuan yang menjadi ibu untuk menyusui atau

    mengumpulkan ASI (Air Susu Ibu) yang kemudian diberikan dan/atau

    disimpan untuk anaknya.

    Peneliti juga menyebutkan konsep gender di dalam tulisan ini. Gender

    adalah pembedaan perempuan dan laki-laki yang merupakan hasil konstruksi

    sosial budaya.14 

    V. 

    Metode Penelitian

    Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dalam pencarian datanya

    dan cara pencarian data yaitu dengan studi kepustakaan dan wawancara. Studi

    kepustakaan dilakukan dengan melakukan penelusuran literatur terkait seperti

     peraturan-peraturan yang mengatur tentang hak-hak perempuan, buku-buku

    yang berkaitan, makalah, artikel baik yang tercetak maupun yang terdapat di

    internet. Kemudian penulis melakukan analisis dari materi dan teori yang

    didapatkan dengan keadaan nyata yang didapatkan dari hasil data dan

     pengamatan yang didapat di lapangan.

    Untuk menggali informasi terkait penelitian maka penulis melakukanwawancara mendalam dengan beberapa informan. Informan terdiri dari

     beberapa pekerja perempuan dan pekerja laki-laki untuk membandingkan

     pendapat mereka sebagai berikut:

    12  Ibid. Pasal 1 angka 6.

    13 Indonesia, Undang-Undang tentang Kesehatan, Undang-Undang Nomor 36 Tahun2009, Pasal 1 angka 1.

    14  Rancangan Undang-Undang tentang Kesetaraan dan Keadilan Gender Pasal 1

    angka 1, http://www.koalisiperempuan.or.id/wp-content/uploads/2014/04/DRAF-RUU-KKG-Panja-9-desember-2013-ke-Baleg.pdf

  • 8/16/2019 penelitian2

    8/20

     

    (1).  Informan pertama adalah pekerja perempuan di PT AI berusia 26tahun, pertimbangan memilih informan ini adalah karena informan

    merupakan perempuan yang bekerja di suatu perusahaan. Ia telahmemiliki pengalaman melahirkan dan ia juga dapat mewakili teman

     pekerja perempuan lainnya yang telah memiliki pengalaman

    melahirkan. Diharapkan selain dapat memberi informasi yang

    dibutuhkan peneliti, ia juga dapat mewakili sesama pekerja

     perempuan di perusahaan tersebut untuk bercerita tentang

     pengalamannya.

    (2).  Informan kedua adalah seorang pekerja perempuan di Plaza M berusia 27 tahun. Pertimbangan memilih informan ini adalah

    karena informan merupakan pekerja perempuan yang sedang

    mengandung. Sebelumnya juga ia sudah pernah melahirkan.

    Menurut peneliti informan ini cocok untuk memberi informasikepada peneliti karena sebelumnya sudah mengalami pengalaman

    melahirkan dan saat ini akan melahirkan dan menyusui. Ia telah

    mengalami kebijakan perusahaannya saat pertama ia melahirkan.

    (3).  Informan ketiga adalah seorang pekerja perempuan di Bank IA berusia 42 tahun, pertimbangan memilih informan ini adalah

    karena informan ini sudah memiliki pengalaman melahirkan dan

    menyusui serta pertimbangan dari perbedaan usia yang berbeda

    dari informan sebelumnya.

    (4).  Informan keempat adalah SR seorang anak magang di PT RA, pertimbangan memilih informan ini adalah karena usianya yang

    masih muda dan belum berumah tangga sehingga peneliti ingin

    membandingkan bagaimana pemikiran laki-laki seusianya

    mengenai topik penelitian ini.

    (5).  Informan kelima adalah ND seorang karyawan bagian legal di PTRA, pertimbangan memilih informan ini adalah karena masa

     bekerja dia sudah lama di perusahaan tersebut sehingga tahu

    mengenai kebijakan perusahaan dan dia juga sudah menikah,

    sehingga peneliti ingin menggali informasi dan pandangan dia dai

    sudut pemikiran laki-laki.

    (6).  Informan keenam adalah IV seorang karyawati bagian legal di PT

    RA, pertimbangan memilih informan ini adalah karena masa bekerja dia sudah lama di perusahaan tersebut sehingga tahu

    mengenai kebijakan perusahaan dan informan ini belum lama

    melahirkan.

    (7).  Informan ketujuh adalah SA seorang office girl  di PT RA, pertimbangan memilih informan ini adalah karena dia mengetahui

    ruangan-ruangan di perusahaan, masih muda usianya dan belum

    menikah, serta berbeda tingkatan jabatan kerja dari informan

    lainnya, sehingga peneliti ingin mengetahui pemikiran dan

     pendapatnya terkait hak pekerja perempuan pasca melahirkan.

  • 8/16/2019 penelitian2

    9/20

    VI.  Analisis Data

    Peneliti menemukan bahwa ada beberapa variasi kebijakan perusahaanterkait dengan perlindungan atas hak menyusui ibu bekerja. Berikut ini

    dipaparkan variasi tersebut beserta pembahasannya.

    Hak Menyusui

    Setiap bayi yang dilahirkan ke dunia memiliki hak untuk mendapatkan

    ASI secara eksklusif selama enam bulan pertama kehidupannya. Sebagian

     perempuan/ seorang ibu yang kebetulan memilih profesi sebagai perempuan

     bekerja menemukan ‘tantangan’ berkaitan dengan kegiatan menyusui setelah

    cutinya berakhir. Tantangan tersebut adalah bagaimana menemukan metode

    yang tepat untuk tetap memberikan ASI kepada bayi meskipun ibu telah

    kembali bekerja. Salah satu cara yang dilakukan ibu bekerja untuk mengatasitantangan tersebut adalah dengan melakukan pemerahan ASI atau breast pump 

    dan kemudian menyimpan hasilnya di dalam botol yang akan diletakan dalam

    lemari pendingin supaya ketika pulang bekerja ASI tetap dapat diberikan

    kepada anak.

    Akan tetapi, metode ini juga tidak selalu berjalan mulus. Masih banyak

    tempat bekerja yang tidak memberikan waktu khusus untuk memerah ASI dan

    tidak memiliki ruang khusus yang layak untuk memerah ASI. Para ibu pekerja

    ini kerap berjibaku mencari celah agar dapat memerah ASI selama bekerja,

    misal dengan melakukannya di gudang, bahkan toilet.

    Sayangnya, strategi memerah ASI di toilet ternyata menghasilkan

    masalah baru. Toilet ataupun gudang, bukan ruangan bersih. Akibatnya, ASIyang diperah beresiko terkena virus atau kuman toilet padahal saat memerah

    susu harus berada pada kondisi yang bersih, steril dari berbagai penyakit.

    Sebenarnya hak menyusui itu bukan hanya merupakan fungsi biologis

     perseorangan tetapi juga merupakan fungsi sosial hal ini dikarenakan menyusui

    akan berpengaruh kepada kualitas generasi baru yang unggul, untuk kelanjutan

     pembangunan bangsa ke arah yang lebih baik. Pemberian air susu ibu (ASI)

    diakui sangat bermanfaat untuk meningkatkan kelangsungan hidup bayi,

    memperlebar jarak kehamilan, memberi keuntungan bagi kesehatan ibu dan

    anak, serta terjalinnya hubungan antara ibu dan anak (Budiarso, 1998). Air

    susu ibu sebagai makanan alamiah merupakan makanan yang terbaik bagi

     pertumbuhan dan kesehatan bayi, karena selain mengandung nilai gizi yang

    cukup tinggi, juga mengandung zat pembentuk kekebalan tubuh terhadap

     penyakit (Umniyati, 2005).

    Banyak penelitian yang telah dilakukan dan membuktikan bahwa ASI

    memang memiliki banyak kebaikan. Kramer (2003) melakukan sistematik

    review terhadap beberapa penelitian yang membandingkan pemberian ASI

    eksklusif selama tiga bulan dibandingkan enam bulan. Hasil penelitian tersebut

    membuktikan bahwa tidak ada perbedaan pertumbuhan di antara dua

    kelompok, tetapi bayi dengan ASI eksklusif selama enam bulan memiliki risiko

    lebih kecil untuk mengalami infeksi saluran cerna. Penelitian lain yang

  • 8/16/2019 penelitian2

    10/20

     

    dilakukan Arifeen (2001) di Dhaka juga membuktikan bahwa ASI eksklusif

    terbukti menurunkan risiko terjadinya ISPA dan kematian karena diare.

    Selain melindungi terhadap penyakit infeksi, ASI juga terbuktimelindungi anak terhadap obesitas. Sistematik review yang dilakukan Arenz

    (2001) terhadap penelitian yang meneliti pengaruh ASI terhadap obesitas

    memperlihatkan adanya hasil yang konsisten bahwa ASI terbukti menurunkan

    risiko kejadian obesitas.

    ASI juga terbukti mengurangi kejadian dermatitis atopik. Astuti (2007)

    melakukan penelitian pada bayi yang memiliki risiko tinggi atopik dan

    mendapatkan hasil bahwa bayi yang tidak mendapatkan ASI eksklusif

    memiliki risiko 3,72 kali lebih besar untuk mendapatkan dermatitis atopik

    dibandingkan kelompok bayi yang mendapat ASI eksklusif enam bulan.

    Perkembangan kognitif anak yang diberi ASI juga terbukti lebih baik daripada

    mereka yang mendapat susu formula atau terlalu dini mendapat makanantambahan. Penelitian Howoord (2001) pada anak usia 7-8 tahun membuktikan

     bahwa kelompok anak yang mendapat ASI minimal delapan bulan memiliki IQ

    verbal rata-rata 6 point lebih tinggi dibandingkan yang mendapat susu formula.

    Dari hasil penelitian-penelitian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa hak

    menyusui ibu haruslah dilindungi. Artinya menjadi kewajiban bersama seluruh

    masyarakat untuk ikut melindungi hak tersebut karena menyusui dapat

     berpengaruh kepada generasi penerus. Inilah yang dimaksud dengan

     pernyataan peneliti bahwa hak menyusui bukan hanya mengandung fungsi

     biologis, tetapi juga mengandung fungsi sosial.

    Dalam rangka menjamin agar hak ibu menyusui terlaksana, penting

     bahwa setiap elemen masyarakat – termasuk pengusaha agar mendukung ibu

    yang sedang menyusui. Bentuk dukungan tersebut dengan memberikan waktu

    dan fasilitas yang layak bagi ibu untuk menyusui bayinya. Berbagai fasilitas

    umum, sarana kesehatan maupun perkantoran diwajibkan untuk menyediakan

    ruang menyusui, sebagaimana ditetapkan berdasarkan peraturan perundangan

     berikut:

    Pasal 22 Undang-undang No. 23/2002 tentang Perlindungan Anak

    “Negara & pemerintah berkewajiban dan bertanggung jawab

    memberikan dukungan sarana dan prasarana dalam penyelenggaraan perlindungan anak“. Dalam penjelasan pasal

    disebutkan bahwa sarana dan prasarana itu salah satunya adalah

    ruang menyusui,

    Pasal 128 UU Kesehatan:

    (2)  selama pemberian air susu ibu, pihak keluarga, pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat harus mendukung ibu bayi

    secara penuh dengan penyediaan waktu dan fasilitas khusus.

    (3)   penyediaan fasilitas khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2)diadakan di tempat kerja dan di tempat sarana umum

  • 8/16/2019 penelitian2

    11/20

     Negara menyatakan bahwa ibu bekerja dapat terus memberikan ASI kepada

    anaknya dengan memerah dan menyusui selama jam kerja. Lebih lengkapnya

     berikut adalah berbagai peraturan perundangan yang mengatur hal tersebut:

    Pasal 83 Undang-undang No.13/2003 tentang Ketenagakerjaan

    “Pekerja/buruh perempuan yang anaknya masih menyusu harus

    diberi kesempatan sepatutnya untuk menyusui anaknya jika hal itu

    harus dilakukan selama waktu kerja”

    Pasal 128 UU Kesehatan

    (1)  setiap bayi berhak mendapatkan air susu ibu eksklusif sejakdilahirkan selama 6 (enam) bulan, kecuali atas indikasi medis

    (2)  selama pemberian air susu ibu, pihak keluarga, pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat harus mendukung ibu bayi

    secara penuh dengan penyediaan waktu dan fasilitas khusus

    (3)   penyediaan fasilitas khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2)diadakan di tempat kerja dan di tempat sarana umum

    Pasal 2 Peraturan Bersama Menteri Negara Pemberdayaan

    Perempuan, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi dan Menteri

    Kesehatan No. 48/MEN.PP/XII/2008, PER.27/MEN/XII/2008 dan1177/MENKES/ PB/XII/2008 tahun 2008 tentang Peningkatan

    Pemberian Air Susu Ibu Selama Waktu Kerja di Tempat Kerja

    Tujuan peraturan bersama ini

    (1)  memberi kesempatan kepada pekerja/buruh perempuan untuk

    memberikan atau memerah ASI selama waktu kerja dan menyimpan

    ASI perah untuk diberikan kepada anaknya

    (2)  memenuhi hak pekerja/buruh perempuan untuk meningkatkan

    kesehatan ibu dan anaknya

    (3)  memenuhi hak anak untuk mendapatkan asi guna meningkatkan gizi

    dan kekebalan anak dan

    (4)  meningkatan kualitas sumber daya manusia sejak dini.

    Pasal 49 ayat (2) Undang-undang No. 39/1999 tentang Hak Asasi

     Manusia:

    “Perempuan berhak untuk mendapatkan perlindungan khusus

    dalam pelaksanaan pekerjaan atau profesinya terhadap hal-hal

     yang dapat mengancam keselamatan dan atau kesehatannya

    berkenaan dengan fungsi reproduksi perempuan.”

  • 8/16/2019 penelitian2

    12/20

     

    Penjelasan pasal ini menyebutkan bahwa yang disebut dengan “ perlindungan

    khusus terhadap fungsi reproduksi” adalah pelayanan kesehatan yang berkaitan

    dengan haid, hamil, melahirkan dan pemberian kesempatan untuk menyusuianak

    Diaturnya hak-hak ibu menyusui dalam berbagai peraturan

     perundangan di Indonesia menunjukkan bahwa pemerintah sebenarnya peduli

    dan menyadari akan pentingnya pemberian ASI untuk kebaikan generasi

     bangsa. Akan tetapi beberapa dari peraturan-peraturan tersebut belum

    tersosialisasikan dengan baik, dan ini adalah salah satu pekerjaan rumah

    selanjutnya bagi pemerintah. Sebagai elemen masyarakat, tidak ada salahnya

    kita turut membantu mensosialisasikan peraturan-peraturan tersebut, agar lebih

     banyak ibu menyusui yang mengetahui bahwa hak-haknya dilindungi oleh

     Negara, sehingga menguatkan tekad para ibu untuk memberikan ASI eksklusif

    selama 6 bulan dan pemberian ASI diteruskan hingga dua tahun atau lebih.

    Cuti Melahirkan

    Dukungan perusahaan bagi keberhasilan program ASI Eksklusif di

    antaranya dapat diberikan melalui pemberian cuti melahirkan kepada setiap

     pekerja perempuan. Di Indonesia, setiap perusahaan sejatinya mengikuti

    ketentuan UU Tenaga Kerja Nomor 13 tahun 2003 dengan memberikan hak

    cuti selama tiga bulan kepada karyawan yang melahirkan.

    Di sejumlah negara, pekerja perempuan yang hamil dan menyusui

    memeroleh keistimewaan dari pemerintah dan perusahaan tempat mereka

     bekerja. Menyusui merupakan hak setiap ibu, termasuk ibu bekerja. DalamKonvensi Organisasi Pekerja Internasional tercantum bahwa cuti melahirkan

    selama 14 minggu dan penyediaan sarana pendukung ibu menyusui di tempat

    kerja wajib diadakan. Undang-Undang Perburuhan di Indonesia No.1 tahun

    1951 memberikan cuti melahirkan selama 12 minggu dan kesempatan

    menyusui 2 x 30 menit dalam jam kerja.

    Akan tetapi peraturan di atas tidak selalu dapat dilaksanakan oleh para

    ibu. Faktor-faktor yang menghambat keberhasilan menyusui pada ibu bekerja

    adalah pendeknya waktu cuti kerja, kurangnya dukungan tempat kerja,

     pendeknya waktu istirahat saat bekerja (tidak cukup waktu untuk memerah

    ASI), tidak adanya ruangan untuk memerah ASI, pertentangan keinginan ibu

    antara mempertahankan prestasi kerja dan produksi ASI15. Berdasarkan Pasal

    82 ayat (1) dan Pasal 84 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

    Ketenagakerjaan (“UU Ketenagakerjaan”), bahwa pekerja/buruh perempuan 

    (maksudnya, “karyawan perempuan” atau karyawati), berhak

    memperoleh istirahat  atau cuti hamil  selama 1,5 bulan (dalam arti, satu bulan

    dan lima belas hari) sebelum saatnya melahirkan anak, dancuti

    melahirkan selama 1,5 bulan (satu bulan dan 15 hari) sesudah melahirkan,

    menurut perhitungan dokter kandungan atau bidan. Kumulatif “cuti hamil dan

    15  Ikatan Dokter Anak Indonesia,” Sukses Menyusui Saat Bekerja”,diakses dari

    http://idai.or.id/public-articles/klinik/asi/sukses-menyusui-saat-bekerja-2.html, pada tanggal 9desember 2014 pukul 21.00

  • 8/16/2019 penelitian2

    13/20

    melahirkan” tersebut, adalah selama 3 (tiga) bulan berturut-turut dengan

     berhak -mendapat- upah penuh. Di samping itu, bagi suami karyawati yang

     bersangkutan (apabila sebagai -karyawan- pekerja/buruh di suatu perusahan), juga berhak memperoleh “hak cuti“ (hak tidak masuk bekerja dan ber upah)

    selama 2 (dua) hari jika -saat istrinya melahirkan- bersamaan dengan hari kerja.

    Demikian ketentuan Pasal 93 ayat (2) huruf c dan ayat (4) huruf e

    UU Ketenagakerjaan16.

    Hak menyusui seorang ibu juga dijamin dengan adanya konvensi

    CEDAW yang merupakan konvensi penghapusan diskriminasi terhadap

     perempuan yang diatur dalam pasal 12 bahwa Negara-negara peserta konvensi

    wajib menjamin bagi perempuan pelayanan yang tepat berkaitan dengan masa

    kehamilan, kelahiran dan pasca kelahiran17. Bentuk penjaminan Indonesia

    sendiri dalam meniadakan diskriminasi terhadap perempuan seperti yang

    dimaksudkan dalam CEDAW adalah dengan membuat peraturan mengenaikewajiban penyediaan fasilitas khusus selama pemberian ASI baik di saran

    umum maupun tempat kerja yang diatur dalam pasal 128 UU Kesehatan18.

    Selain itu Negara juga mengatur dalam pasal 49 ayat (2) UU No. 39 tahun

    1999 tentang Hak Asasi Manusia mengenai perlindungan khusus bagi

     perempuan dalam melaksanakan pekerjaannya dari ancaman kesehatan yang

     berkenaan dengan fungsi reproduksi perempuan19, yang kemudian dalam

     penjelasannya yang dimaksud fungsi reproduksi perempuan adalah haid, hamil,

    melahirkan dan pemberian kesempatan untuk menyusui anak.

    Bagaimana perusahaan menerjemahkan peraturan pemerintah dan

    kebijakan di atas? Dengan peraturan perundang-undangan yang ada serta

    kondisi dari banyaknya pekerja perempuan sekaligus seorang Ibu menyusui ini,

    seharusnya perusahaan-perusahaan tempat mereka bekerja mengeluarkan

    kebijakan-kebijakan yang melindungi hak pekerja perempuan nya dalam

     pemberian kesempatan untuk menjaga kesehatan reproduksinya mulai dari

    hamil sampai pasca melahirkan. Perusahaan selain wajib menyediakan fasilitas

    khusus selama pemberian ASI bagi ibu menyusui, juga wajib memberikan cuti

    selama 1,5 bulan sebelum melahirkan dan 1,5 bulan setelah melahirkan yang

    diatur dalam UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan20.

    Dari hasil penelitian, terdapat variasi atas penerapan peraturan tersebut.

    Ada perusahaan yang sudah menerapkan kedua kebijakan tersebut sekaligusdan ada juga yang hanya menerapkan salah satunya. Contohnya di PT. AI dan

    Bank IA, perempuan pekerja yang melahirkan sudah mendapat cuti selama tiga

     bulan yang dapat diatur sendiri jadwalnya (terlepas dari peraturan Undang-

     16

     Umar Kasim,”Keabsahan Pembatasan Hak Cuti Melahirkan Dalam Perjanjian Kerja”,diakses

    dari http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt514c220be90bc/keabsahan-pembatasan-hak-

    cuti-melahirkan-dalam-perjanjian-kerja, pada tanggal 9 Desember 2014 pukul 21.40

    17 Pasal 12 ayat 1, CEDAW convention 1981

    18 Pasal 128 UU Kesehatan19

     Pasal 49, ayat 2 UU No. 39 Tahun 199920 Pasal 82, ayat 1 UU No. 13 Tahun 2003

  • 8/16/2019 penelitian2

    14/20

     

    Undang yang mengatur harus 1,5 bulan sebelum melahirkan dan 1,5 bulan

     pasca melahirkan). Jadi, hak atas cuti melahirkan sudah diberikan baik oleh PT

    AI maupun Bank IA.Akan tetapi pada kedua badan tersebut tidak tersedia ruang laktasi pada

    masing-masing gedungnya. Banyak pekerja perempuan di kedua perusahaan

    tersebut yang memerah ASI di toilet atau mushollah perempuan dan

    menyimpannya di lemari pendingin  pantry  bersamaan dengan makanan dan

    minuman para pekerja lainnya. Informan dari PT. AI menyatakan bahwa

    terdapat salah satu pekerja perempuan yang bayinya terkena virus dan

    mengalami diare parah sebab ASI yang dipompanya terkena bakteri pada saat

    dikeluarkan di toilet. Dengan adanya kejadian ini, banyak pekerja perempuan

    PT. AI memutuskan untuk memberhentikan pemberian ASI ekslusif kepada

    anaknya dikarenakan adanya rasa takut bahwa ASI yang diperah tersebut dapat

    menularkan virus kepada anak akibat pemerahan ASI dilakukan di toilet perusahaan. Dampak dari tidak dikeluarkannya ASI oleh para ibu yang sedang

    menyusui ini, mereka mengalami sakit pada bagian payudara. Rasa sakit

    tersebut diikuti dengan pembengkakan payudara dan peningkatan suhu tubuh.

    Pada kasus PT AI ini terlihat bahwa tidak adanya ruang laktasi bagi ibu

    menyusui membuat para ibu mendapat hambatan untuk mengakses hak

    menyusui mereka. Belum ada affirmative action yang dilakukan oleh

     perusahaan tersebut guna melindungi hak menyusui pekerja perempuan,

     bahkan juga untuk dalam memperoleh perlindungan kesehatannya masing-

    masing.  Affirmative Action sendiri adalah kebijakan yang mensyaratkan

    dikenakanya kepada kelompok tertentu pemberian kompensasi dan

    keistimewaan dalam kasus-kasus tertentu guna mencapai keadilan dan

    kesetaraan yang proposional di suatu badan atau institusi. Salah satu sarana

    terpenting untuk menerapkannya adalah hukum, dimana jaminan

     pelaksanaannya harus ada dalam konstitusi dan Undang-Undang (We are

    Scolty, Vo. 2 Tahun 2002). Kebijakan ini sendiri merupakan semacam

    diskriminasi positif bagi para pekerja laki-laki karena adanya keistimewaan

    yang diberikan terhadap pekerja perempuan, namun hal ini akan mempercepat

    tercapainya keseimbangan hak yang didapat antara kedua jenis kelamin

    tersebut.

    Hal yang berbeda terjadi pada pekerja perempuan di Plaza M dan PT.

    RA yang menyatakan bahwa perusahaan mereka sudah memberikan fasilitasruang laktasi yang memuaskan selain cuti selama tiga bulan yang dapat diatur

     jadwalnya sendiri sebagai kebijakan perusahaan untuk melindungi hak

    menyusui pekerja perempuan. PT. RA menyediakan ruang laktasi bagi semua

    karyawan dari bagian apapun tanpa memandang kedudukan dan jabatan di

     perusahaan berhak atas penggunaan fasilitas ruang laktasi tersebut. Pekerja

     perempuan di Plaza M juga menyatakan bahwa mereka tidak pernah menuntut

    untuk menyediakan ruang laktasi karena dirasa sudah sangat cukup

    memuaskan dengan fasilitas yang ada. Di kedua perusahaan tersebut juga

    memberikan kesempatan bagi pekerja perempuan yang menyusui untuk

    memerah ASI kapan saja di waktu kerja. Para pekerja perempuan ini bebas

    memilih waktu untuk pergi ke ruang laktasi dalam rangka mengeluarkan

  • 8/16/2019 penelitian2

    15/20

    ASInya. Hal ini menunjukan bahwa kedua perusahaan tersebut sudah

    menerapkan Affirmative Action untuk mencapai keadilan dan kesetaraan dalam

    melindungi kesehatan para pekerjanya, baik perempuan dan laki-laki.Dengan ditinjaunya  Affirmative Action  pada penelitian rumusan

    masalah ini, maka hal ini juga berkenaan dengan The Bivalent atau Difference

    atau Special Treatment Feminism dimana, perempuan layak mendapatkan

     perlakuan khusus atau tunjangan khusus karena mereka berbeda dari laki-laki.

    Baik dari sisi  Affirmative Action atau The Bivalent Theory sama-sama

    menunjukkan bahwa bahwa hak menyusui bukan hanya mengandung fungsi

     biologis dimana ibu dan anak sehat tetapi juga mengandung fungsi sosial

    dimana masyarakat juga ikut bertanggung jawab atas terlaksananya hak

    tersebut karena akan berpengaruh terhadap kualitas generasi penerus. Fungsi

    sosial bertujuan untuk melindungi hak Ibu untuk menyusui. Perlindungan atas

    hak menyusui adalah kewajiban bersama seluruh masyarakat untuk ikutmelindungi hak tersebut termasuk perusahaan tempat para Ibu menyusui

     bekerja.

    Penyediaan ruang laktasi di perusahaan bagi pekerja perempuan yang

    masih menyusui

    Pasal 28 H ayat (2) UUD 1945 menyebutkan bahwa setiap orang

     berhak mendapatkan kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh

    kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan.21 

    Hal ini tentu masih berkaitan dengan penerapan  Affirmative Action yang

    dilakukan oleh suatu perusahaan. Kemudahan dan perlakuan khusus yang

    dimaksud adalah penyediaan ruang laktasi yang fasilitasnya memadai dalam

    hal tingkat higienis dan kelengkapannya. Suatu ruang laktasi dikategorikan

    memadai apabila di dalamnya terdapat

    -  lemari pendingin khusus untuk penyimpanan asi,

    -  sekat pemisah dimana di setiap sekat terdapat sofa sehingga membuat

    nyaman si ibu menyusui,

    -  wastafel dengan keran air yang mengalir dilengkapi sabun cuci tangan,

    -  rak yang berisi botol botol susu kosong dan bersih beserta alat

    sterilisasi botol,

    -   beberapa breast pumping atau alat pompa,

    -  alat pengatur suhu ruangan.

    Pada kedua perusahaan yakni Plaza M dan PT. RA hal ini sudah

    tersedia di gedung perusahaannya masing-masing. Menurut informan dari PT.

    21 Pasal 28 H, ayat 2 UUD 1945

  • 8/16/2019 penelitian2

    16/20

     

    RA sendiri ruang laktasi sangat penting, karena fasilitas ini mendukung

    tumbuh kembang bayi. Dari sisi pekerja perempuan sebagai ibu menyusui, ada

    kebutuhan untuk mengeluarkan ASI selain supaya dapat diberikan kepada bayi juga untuk mencegah ibu merasa sakit pada bagian payudaranya. Dengan

    demikian pengadaan ruang laktasi yang ada di PT. RA adalah salah satu

     pemenuhan kebutuhan bagi pekerja perempuan sekaligus Ibu menyusui yang

    memberikan rasa aman bagi pekerja perempuan. Penyediaan fasilitas tersebut

    membantu mereka untuk fokus terhadap pekerjaannya.

    Ruang laktasi di PT. RA letaknya terpisah dari gedung utama namun

    tetap nyaman, bersih dan higienis serta dilengkapi dengan lemari penyimpanan

    khusus ASI. Alat pompa ASI tidak disediakan perusahaan. Para ibu yang akan

    memerah ASI harus membawanya sendiri.

    Ruang laktasi di Plaza Mandiri juga tak kalah nyamannya. Ruangannya

     berisi kira-kira 12 sofa tunggal yang diletakkan di masing-masing sekat yang bertirai. Di dalam sekat tersebut juga disediakan lampu untuk menambah

    kenyamanan si Ibu menyusui. Perusahaan menyediakan botol-botol kosong

    untuk penyimpan ASI bagi pekerja perempuan yang kekurangan botol atau

    lupa membawa botol penyimpanan milik mereka. Tersedia juga alat pompa

    untuk digunakan bersama.

    Penyediaan ruang laktasi di perusahaan ini sangatlah penting menurut

    informan kami yang berjenis kelamin laki-laki yang bekerja di PT. RA. Beliau

     beranggapan penting untuk memberikan fasilitas menyusui kepada pekerja

     perempuan karena menyusui adalah anjuran pemerintah demi kesehatan anak,

    serta perlindungan hak anak terhadap ASI. Pekerja perempuan sebagai ibu juga

     butuh untuk mengeluarkan ASI tersebut dari tubuhnya, karena jika ASI

    ekslusif tidak dikeluarkan akan menyebabkan gangguan kesehatan bagi sang

    ibu. Sangat penting adanya fasilitas ruang laktasi untuk melindungi hak

    menyusui pekerja perempuan juga untuk melindungi kesehatan reproduksinya.

    VII. 

    Penutup

    1. 

    Kesimpulan

    Dari hasil penelitian sesuai data yang didapatkan dan analisis yang

    dilakukan, maka didapatkan kesimpulan sebagai berikut:

    1)  Kebijakan perusahaan dalam melindungi pekerja perempuan pascamelahirkan diantaranya ada dua yaitu pemberian cuti dan

     penyediaan ruang laktasi yang diperkuat dengan Undang-Undang

    Ketenagakerjaan, Undang-Undang Hak Asasi Manusia, CEDAW,

    dan peraturan menteri terkait penyediaan ruang laktasi serta aturan

    lain yang mengakomodir hak dai ibu dan bayi. Aturan mengenai

    cuti diberikan selama tiga bulan dengan pengaturan pembagian

    sebelum dan setelah melahirkan secara fleksibel untuk beberapa

     perusahaan. Perusahaan merasa bahwa cuti selama tiga bulan

    tersebut sudah cukup untuk memenuhi hak dari pekerja perempuan

  • 8/16/2019 penelitian2

    17/20

     pasca melahirkan. Hak menyusui setelah cuti diberikan dalam

     bentuk yang berbeda-beda di tiap perusahaan. 2) Terdapat

     perusahaan yang menyediakan ruang laktasi bagi pekerja perempuan, ada perusahaan yang mengijinkan pekerja perempuan

    untuk memerah ASI-nya saat jam kerja namun tidak disediakan

    ruang laktasi, ada pula yang memperpanjang waktu istirahat

     pekerja perempuan yang perlu untuk memerah ASI.

    3)  Penyediaan ruang laktasi bagi pekerja perempuan menyusui di perusahaan sudah cukup baik untuk beberapa perusahaan, namun

    masih ada beberapa perusahaan yang belum memenuhi fasilitas

     perusahaannya dengan ruang laktasi. Masih ada perusahaan yang

    hanya memberikan hak cuti dan tidak menyediakan tempat bagi

     pekerja perempuan ang menyusui untuk memerah ASI nya di

    ruangan khusus sehingga pekerja perempuan mencari sendiritempat-tempat yang menurut mereka cukup nyaman untuk

    memerah ASI seperti di mushola, kamar mandi, atau pantry.

    2.  Saran

    Saran yang dapat diberikan terkait dukungan perusahaan terhadap

    hak pekerja perempuan pasca melahirkan adalah:

    1)  Perusahaan yang belum menyediakan fasilitas ruang laktasisebaiknya segera menyediakan fasilitas tersebut karena penyediaan

    ruang khusus tersebut dapat memberi kenyamanan bagi pekerja perempuan dan cenderung akan meningkatkan produktivitas. Dari

    segi kesehatan, ibu menyusui yang tidak memerah ASI-nya dapat

     berisiko mengalami demam dan gangguan fisik yang berkaitan

    dengan kondisi tubuhnya. Adanya ruang khusus meningkatkan

    efisiensi kerja pekerja perempuan. Mereka tidak perlu berlama-

    lama untuk mencari tempat yang nyaman untuk memerah ASI-nya,

    sehingga waktu kerja menjadi efisien dan tidak banyak membuang

    waktu saat kerja.

    2)  Para pekerja perempuan di perusahaan harus lebih beranimengutarakan haknya dalam hal kebijakan cuti dan hak menyusui

     jika perusahaan masih kurang dalam memberikan hak tersebutkarena memang itu kewajiban dari perusahaan yang telah diatur

    oleh peraturan perundang-undangan untuk memberikan kekhususan

     bagi pekerja perempuan yang hamil dan melahirkan.

    3)  Pemerintah hendaknya lebih giat lagi menghimbau danmenggalakan penyediaan ruang laktasi di perusahaan karena

     peraturannya sudah ada dan pelaksanaannya lebih diawasi lagi

    untuk kepentingan pemenuhan hak pekerja perempuan, bahkan jika

     perlu bagi perusahaan yang kurang memenuhi hak pekerja

     perempuannya pasca melahirkan dapat diberikan teguran atau

     peringatan.

  • 8/16/2019 penelitian2

    18/20

     

  • 8/16/2019 penelitian2

    19/20

    Daftar Pustaka

    Buku

    Agnes, Widanti. Hukum Berkeadilan Jender. Jakarta: Penerbit Buku Kompas,

    2005.

    Arifia, Gadis. Filsafat Berperspektif Feminis. Jakarta: Yayasan Jurnal

    Perempuan, 2003.

    Danardono, Donny. Teori Hukum Feminis: Menolak Netralitas

     Hukum. Perempuan dan Hukum: Menuju Hukum Yang Berperspektif

    Kesetaraan dan Keadilan, kedua ed., Irianto, Sulistyowati, Ed. Jakarta:

    Yayasan Obor Indonesia, 2008.

    Kreiger, Linda J. and Patricia N. Cooney, ibid., The Miller-Wohl Controversy:

     Equal Treatment, Positive Action and The Meaning of Women’s

     Equality. Philadephia: Temple University Press.

    Rifkin, Janet. Toward a Theory of Law and Patriarchy. Feminist Legal Theory:

    Foundation, Weisberg, D. Kelly, Ed., Philadelphia: Temple University

    Press, 1993.

    Savitri, Niken. Feminist Legal Theory Dalam Teori hukum. Perempuan dan

     Hukum: Menuju Hukum yang Berperspektif Kesetaraan dan Keadilan,

    Irianto, Sulistyowati, Ed., Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2008.

    Taub, Nadine and Elizabeth M. Schneider, Women’s Subordination and Role of Law. Philadephia: Tempe University Press.

    Wendi, W.  Equality’s Riddle: Pregnancy and the Equal Treatment/Special

    Treatment Debate. Feminist Legal Theory: Foundation, Weisberg, D.

    Kelly, Ed., Philadelphia: Temple University Press, 1993.

    Artikel Ilmiah

    Irianto, Sulistyowati. Teori Hukum Feminis.

    Artikel Internet

    Arno J, Broermann D, Gleason E, Ward AM. Changes to support breastfeeding

    in the workplace. Amerika: NAEYC; 2010 diakses dari dari:

    http://www.naeyc.org/policy/federal/bill-law.

    Rancangan Undang-Undang tentang Kesetaraan dan Keadilan Gender Pasal 1

    angka 1, http://www.koalisiperempuan.or.id/wp-

    content/uploads/2014/04/DRAF-RUU-KKG-Panja-9-desember-2013-ke-

    Baleg.pdf

  • 8/16/2019 penelitian2

    20/20

     

    Yuniarini, “Pengikat Cinta Ibu dan Bayi”,

    http://nad.bkkbn.go.id/Lists/Artikel/DispForm.aspx?ID=1404

    Website

    Ikatan Dokter Anak Indonesia. “Breast Feeding Family”. 2013, diakses dari:

    http://idai.or.id/public-articles/klinik/asi/breastfeeding-family.html.

    http://midwifenana.blogspot.com/2012/01/asi-eksklusif-penting.html

    http://www.sdm.depkeu.go.id/manajemen.cfm?id=5

    Peraturan Perundang-undangan

    Konvensi CEDAW 1981.

    Peraturan Bersama Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan, Menteri Tenaga

    Kerja dan Transmigrasi dan Menteri Kesehatan No.

    48/MEN.PP/XII/2008, PER.27/MEN/XII/2008 dan 1177/MENKES/

    PB/XII/2008 tahun 2008 tentang Peningkatan Pemberian Air Susu Ibu

    Selama Waktu Kerja di Tempat Kerja.

    Undang-Undang Dasar 1945.

    Undang-Undang tentang Hak Asasi Manusia, Undang-Undang Nomor 39

    Tahun 1999.

    Undang-Undang tentang Ketenagakerjaan, Undang-Undang Nomor 13 Tahun

    2003.

    Undang-Undang tentang Kesehatan, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009.