PENELITIAN AWAL GUNUNG API PURBA DI DAERAH …

17
1 PENELITIAN AWAL GUNUNG API PURBA DI DAERAH MANGGARAI BARAT, FLORES, NUSA TENGGARA BARAT, INDONESIA Oleh: Hill. Gendoet Hartono 1) , Partama Misdiyanta 1) , Djoko Purwanto 2) , Faidzil Chabib 3) , dan Ones Kambu 3) 1) Pengajar di Jurusan Teknik Geologi, STTNAS, Yogyakarta 2) Staf LP3M STTNAS, Yogyakarta 3) Mahasiswa Teknik Geologi STTNAS, Yogyakarta E-mail: [email protected] Abstrak Pulau Flores terletak di antara busur Sunda di bagian barat dan busur Banda di bagian timur serta di perbatasan antara cekungan Flores di utara dan cekungan Savu di selatan. Secara umum tataan geologi Pulau Flores bagian utara sangat rumit, tersusun oleh batuan berumur Tersier seperti batuan beku, klastika gunung api dan batuan sedimen, sedangkan bagian selatan terdapat gunung api aktif. Daerah penelitian terletak di Gololajang, Manggarai Barat tersusun sebagian besar oleh batuan gunung api yang membentuk bentang alam berelief kasar dan beberapa diantaranya memperlihatkan bentuk bulan sabit dengan batuan intrusi di bagian dalamnya. Genesis yang meliputi proses, umur, sumber material dan lingkungan pengendapan hingga saat ini masih diperdebatkan dan diteliti oleh para ahli kebumian. Stratigrafi yang ada mencerminkan kerumitan tersebut terlebih bila dikaitkan dengan pentarikhan umur absolut terhadap batuan beku dan batuan gunung api yang terletak berdekatan dengan batuan sedimen yang menjadi dasar penyatuan. Metode pendekatan yang dilakukan adalah pembelajaran geologi gunung api. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Formasi Kiro, Formasi Nangapanda dan Formasi Bari sebagai penyusun utama. Formasi Kiro dan Nangapanda umumnya disusun oleh material asal gunung api yang terdiri atas batuan intrusi, batuan gunung api produk lelehan dan letusan dengan berbagai variasi komposisinya. Berdasarkan analisis bentang alam dan stratigrafi gunung api maka daerah Gololajang dan sekitarnya disusun oleh satuan gunung api Khuluk Gololajang, Khuluk Tueng, Khuluk Mawe, yang berkembang di dalam Bregada Ruteng. Kata-kata kunci: Pulau Flores, gunung api, khuluk, bregada.

Transcript of PENELITIAN AWAL GUNUNG API PURBA DI DAERAH …

Page 1: PENELITIAN AWAL GUNUNG API PURBA DI DAERAH …

1

PENELITIAN AWAL GUNUNG API PURBA DI DAERAH MANGGARAI

BARAT, FLORES, NUSA TENGGARA BARAT, INDONESIA

Oleh:

Hill. Gendoet Hartono1), Partama Misdiyanta1), Djoko Purwanto2), Faidzil

Chabib3), dan Ones Kambu3) 1) Pengajar di Jurusan Teknik Geologi, STTNAS, Yogyakarta

2) Staf LP3M STTNAS, Yogyakarta 3) Mahasiswa Teknik Geologi STTNAS, Yogyakarta

E-mail: [email protected]

Abstrak

Pulau Flores terletak di antara busur Sunda di bagian barat dan busur

Banda di bagian timur serta di perbatasan antara cekungan Flores di utara dan

cekungan Savu di selatan. Secara umum tataan geologi Pulau Flores bagian utara

sangat rumit, tersusun oleh batuan berumur Tersier seperti batuan beku, klastika

gunung api dan batuan sedimen, sedangkan bagian selatan terdapat gunung api

aktif. Daerah penelitian terletak di Gololajang, Manggarai Barat tersusun sebagian

besar oleh batuan gunung api yang membentuk bentang alam berelief kasar dan

beberapa diantaranya memperlihatkan bentuk bulan sabit dengan batuan intrusi di

bagian dalamnya. Genesis yang meliputi proses, umur, sumber material dan

lingkungan pengendapan hingga saat ini masih diperdebatkan dan diteliti oleh

para ahli kebumian. Stratigrafi yang ada mencerminkan kerumitan tersebut

terlebih bila dikaitkan dengan pentarikhan umur absolut terhadap batuan beku dan

batuan gunung api yang terletak berdekatan dengan batuan sedimen yang menjadi

dasar penyatuan. Metode pendekatan yang dilakukan adalah pembelajaran geologi

gunung api. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Formasi Kiro, Formasi

Nangapanda dan Formasi Bari sebagai penyusun utama. Formasi Kiro dan

Nangapanda umumnya disusun oleh material asal gunung api yang terdiri atas

batuan intrusi, batuan gunung api produk lelehan dan letusan dengan berbagai

variasi komposisinya. Berdasarkan analisis bentang alam dan stratigrafi gunung

api maka daerah Gololajang dan sekitarnya disusun oleh satuan gunung api

Khuluk Gololajang, Khuluk Tueng, Khuluk Mawe, yang berkembang di dalam

Bregada Ruteng.

Kata-kata kunci: Pulau Flores, gunung api, khuluk, bregada.

Page 2: PENELITIAN AWAL GUNUNG API PURBA DI DAERAH …

2

PENDAHULUAN

Pulau Flores terletak di antara busur Sunda di bagian barat dan busur

Banda di bagian timur serta di perbatasan antara cekungan Flores di utara dan

cekungan Savu di selatan (Gambar 1). Busur Banda terbentang dari Bali ke arah

timur melalui Sumbawa, Flores dan pulau-pulau kecil timur Flores serta

melengkung ke arah utara menyerupai bentuk sendok (Katili, 1975; Hamilton,

1978). Keberadaan Pulau Flores khususnya dan kepulauan Indonesia bagian timur

tidak terlepas dari peran gerak-gerak tektonik lempeng samudera dan lempeng

benua yang menyertainya.

Gambar 1. Peta yang memperlihatkan Pulau Flores yang terletak diantara busur

Sunda di bagian barat dan busur Banda di bagian timur (Wensink dan van Bergen,

1995).

Penelitian geologi telah banyak dilakukan, sebagai contoh Abbot dan

Chamalaun (1981); Katili dan Sudradjat (1989); Abdullah et al. (2000); dan

Soeria-Atmadja et al. (2001), namun penelitian tentang keberadaan gunung api

purba yang dikaitkan dengan genesis, lokasi sumber erupsinya belum banyak

dilakukan, terlebih bila dihubungkan dengan keberadaan mineralisasi primer.

Tujuan penelitian awal ini adalah untuk mengungkap keberadaan tubuh

gunung api purba dan suksesi pembentukan batuan gunung api di Daerah

Manggarai Barat, Flores berdasar litostratigrafi yang dilandasi pemahaman

volkanologi dan citra Landsat. Metode pendekatan yang dilakukan adalah

Page 3: PENELITIAN AWAL GUNUNG API PURBA DI DAERAH …

3

penelitian geologi permukaan, sedangkan untuk mengetahui keberadaan gunung

api purba dengan menerapkan prinsip geologi ”The present is the key to the past”

serta pemerian berbagai jenis batuan gunung api yang tersingkap di permukaan

bumi, dan kompilasi data sekunder yang terkait dengan topik bahasan.

Lokasi daerah yang menjadi fokus pembahasan adalah Desa Gololajang,

Desa Goloriwu, Kecamatan Macang Pacar dan sekitarnya, lebih kurang 30 km

sebelah baratlaut dari kota Ruteng, Manggarai Barat (Gambar 2). Lokasi ini

dipilih karena terkait dengan pekerjaan pemetaan mineral ekonomi mangan (Mn)

yang diberikan oleh pihak PT. GEORE bekerja sama dengan Jurusan Teknik

Geologi STTNAS. Pekerjaan lapangan berlangsung selama satu bulan pada bulan

Nopember tahun 2008.

Gambar 2. Lokasi daerah penelitian, daerah pemetaan mineral mangan PT.

GEORE (tanda kotak).

Daerah penelitian menjadi penting untuk studi magmatisme-volkanisme,

stratigrafi gunung api karena di bagian selatan dan tenggara dibangun oleh tubuh

gunung api berumur Kuarter yaitu G. Wae Sano dan G. Anak Ranakah, sedangkan

Page 4: PENELITIAN AWAL GUNUNG API PURBA DI DAERAH …

4

di bagian utara Pulau Flores dibangun oleh batuan asal gunung api berumur

Tersier. Sementara itu di bagian timulaut daerah penelitian tepatnya di Teluk Reo

dijumpai eksplorasi dan eksploitasi mineral ekonomi asal gunung api. Di sisi lain

penelitian ini diharapkan dapat berkontribusi terhadap tataan geologi gunung api

Pulau Flores bagian barat dan dapat menjadi konsep pendukung pencarian sumber

daya geologi asal gunung api.

DASAR TEORI

Secara sederhana magma didefinisikan sebagai material induk pembentuk

batuan beku atau disebut sebagai zat batuan yang mencair. Magma dicirikan oleh

komposisi yang didominasi silika (SiO2), bersuhu tinggi dan mempunyai

kemampuan untuk mengalir. Grove (2000) mendifinikasn magma sebagai batuan

pijar yang terdiri dari tiga atau lebih komponen lelehan cair silikat, kristal padat

dan gelembung gas. Magma yang membeku di dalam bumi akan menghasilkan

batuan intrusi atau batuan plutonik, sedangkan lava adalah magma yang membeku

di permukaan bumi. Di pihak lain, Condie (1982) menyebutkan bahwa

kebanyakan kemunculan magma dihasilkan di batas lempeng, kecuali pada sesar

transform yang bilamanapun ada dihasilkan magma dalam jumlah sedikit.

Lingkungan dimana magma dihasilkan dapat dikelompokkan ke dalam

lingkungan tepi lempeng (plate margin) dan bagian tengah lempeng (intraplate).

Macdonald (1972) mendifinisikan gunung api sebagai tempat atau bukaan

yang menjadi titik awal bagi batuan pijar dan atau gas yang keluar ke permukaan

bumi dan bahan sebagai produk yang menumpuk di sekitar bukaan tersebut

membentuk bukit atau gunung. Tempat atau bukaan tersebut disebut kawah atau

kaldera, sedangkan batuan pijar dan gas adalah magma. Batuan atau endapan

gunung api adalah bahan padat berupa batuan atau endapan yang terbentuk

sebagai akibat kegiatan gunung api, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Hartono (2009, in press) menyebutkan bahwa bentuk tubuh gunung api

komposit yang dibangun oleh perselingan berbagai jenis batuan gunung api

(koheren lava dan piroklastika) membentuk suatu keteraturan-keteraturan sesuai

jarak pengendapan dari pusat erupsinya. Peneliti sebelumnya seperti Williams dan

MacBirney (1979) membagi sebuah kerucut gunung api komposit menjadi tiga

zona (Gambar 3), yakni Zona Pusat (Central Zone; di dalam sekitar 0,5 hingga 2

km dari zona pusat), Zona Proksi (Proximal Zone; di atas 5 hingga 15 km dari

zona pusat), dan Zona Distal (Distal Zone; lebih daripada 5 hingga 15 dari zona

pusat). (1) Zona Pusat disusun oleh batuan intrusi dan kubah lava; (2) Zona Proksi

disusun oleh aliran lava dan bahan piroklastika, serta perselingan antara lava dan

bahan piroklastika; (3) Zona Distal disusun oleh material hasil pengerjaan ulang

bahan asal gunung api.

TATAAN GEOLOGI

Indonesia merupakan tempat pertemuan, interaksi dan tumbukan tiga

lempeng kerak tektonik. Ketiga lempeng tektonik yang terlibat tersebut meliputi

Lempeng Pasifik, Lempeng Hindia-Australia, dan Lempeng Eropa-Asia serta

Page 5: PENELITIAN AWAL GUNUNG API PURBA DI DAERAH …

5

ketiganya bergerak dengan kecepatan yang tidak sama. Pergerakan lempeng-

lempeng itulah yang diperkirakan bertanggung jawab terhadap kehadiran ratusan

gunung api aktif dan tidak aktif di wilayah Indonesia (Katili, 1975).

Gambar 3. Penampang variasi fasies dasar batuan gunung api yang berkaitan

dengan pusat gunung api (modifikasi dari Williams dan MacBirney, 1979).

Pulau Flores sedikitnya terdapat 13 gunung api aktif yang berjajar di

bagian selatan berarah barat – timur dan terdapat sekurangnya 5 gunung api yang

merupakan lapangan panas bumi, sedangkan gunung api yang kegiatannya terjadi

pada masa prasejarah lebih kurang sejumlah 4 buah (van Padang, 1951). Di pihak

lain, Soeria-Atmadja et al. (2001) menyebutkan bahwa terdapat dua jalur

magmatik sejajar yang menyusun busur Sunda – Banda yaitu jalur magmatik

berumur Tersier Awal dan Tersier Akhir – Kuarter (Gambar 4). Hendaryono et al.

(2001) memperkirakan bahwa di Pulau Flores, Indonesia Timur mengalami dua

siklus kegiatan magmatisme yang didasarkan pada sistesa penampang stratigrafi

yang didukung pentharikan umur radiometri 40K-40Ar. Volkanisme pertama

berumur Oligosen Akhir hingga Miosen Atas. Kegiatan volkanisme tertua

menunjukkan umur 27,7 – 25 juta tahun lalu dan periode yang lebih muda

menunjukkan umur 16 – 8,4 juta tahun lalu. Volkanisme kedua terjadi pada akhir

Miosen hingga Plio-Kuarter yang menunjuk pada angka 6,7 hingga 1,2 juta tahun

lalu. Selain hal tersebut, peneliti ini juga memperlihatkan analisis unsure oksida

utama dengan kisaran kandungan silika antara 50 – 70 % berat dan kandungan

K2O umumnya kurang dari 1 % berat yang menunjuk pada tipe magma tholeiit

hingga kapur alkali normal.

Selain pernyataan yang disebutkan sebelumnya, Katili (1975) juga

menyatakan bahwa terdapat perbedaan tataan geologi antara sistem palung busur

Jawa dengan sistem palung busur Timor. Pada Gambar 5 memperlihatkan adanya

dua fase perkembangan busur Banda. Di dalam fase awal, lempeng samudera

Hindia-Australia menunjam di bawah lempeng samudera Banda, dan dalam fase

akhir diikuti oleh subduksi kerak benua Australia ke dalam zona subduksi busur

Page 6: PENELITIAN AWAL GUNUNG API PURBA DI DAERAH …

6

Banda sebagai pengapungan Australia yang menerus ke arah utara. Genrich et al.

(1996) menyebutkan bahwa pengukuran geodetik sistem informasi geografis pada

30 lokasi di Indonesia (termasuk di Ruteng) dan 4 lokasi di Australia

menunjukkan bahwa daerah pinggir benua Australia tumbuh di busur kepulauan

Banda. Peristiwa ini memberikan gambaran adanya persentuhan kerak benua

Australia dengan kerak benua Eurasia, yang memberikan pengaruh perkembangan

struktur geologi, stratigrafi, geokimia, magmatisme dan volkanisme pada wilayah

Indonesia bagian timur (Carter et al. 1976; Elburg et al. ?; McCaffrey dan Abers,

1991; Macpherson dan Hall, 1999).

Gambar 4. Jalur gunung api Oligosen-Miosen dan Pliosen-Kuarter dalam Busur

Sunda-Banda (Sumatra-Flores) menurut Soeria-Atmadja et al. (2001).

Bacharudin (1988; dalam Katili dan Sudradjat, 1989) melakukan analisis

berdasarkan citra Landsat daerah Flores Barat. Hasil analisis memperlihatkan

adanya dominasi litologi berupa batuan sedimen berumur Miosen di bagian utara

dan batuan gunung api berumur Kuarter di bagian selatan, yang kedua batuan

tersebut memperlihatkan penyebaran barat – timur (Gambar 6). Namun, di pihak

lain (Koesoemadinata et al. 1994) menyatakan bahwa bagian utara terutama

disusun oleh batuan gunung api yang dimasukkan ke dalam kelompok Formasi

Kiro (Tmk) berumur Miosen Awal. Formasi Kiro merupakan batuan tertua di

Flores Barat terdiri dari breksi, lava, tuf dengan sisipan batupasir tuf yang

mempunyai kedudukan jurus tenggara hingga timurlaut dan kemiringan antara 10

o – 20o. Breksi dengan komponen pecahan andesit dan basal, dan di beberapa

Page 7: PENELITIAN AWAL GUNUNG API PURBA DI DAERAH …

7

tempat telah mengalami alterasi dan mineralisasi membentuk magnetit dan

mangan.

Gambar 5. Penampang utara-selatan yang memotong Timor-Flores (Katili, 1975),

memperlihatkan konfigurasi lempeng bawah permukaan dan perkiraan genesis

Pulau Timor dan Pulau Flores.

Gambar 6. Hasil interpretasi geologi Flores Barat dari citra Landsat (Bacharudin,

1988; dalam Katili dan Sudradjat, 1989).

Page 8: PENELITIAN AWAL GUNUNG API PURBA DI DAERAH …

8

Stratigrafi atau urut-urutan litologi yang menyusun Pulau Flores secara

umum dari tua ke muda (Gambar 7) menurut Koesoemadinata et al. (1994) adalah

Formasi Kiro (Tmk) berumur Miosen Awal, kemudian menumpang menjari di

atasnya Formasi Nangapanda (Tmn), Formasi Bari (Tmb), Formasi Tanahau

(Tmt) berumur Miosen Tengah, selanjutnya diterobos batuan granit (Tmg) dan

batuan diorit (Tmd) berumur Miosen Akhir. Setelah itu berkembang di atasnya

Formasi Waihekang (Tmpw) yang menjari dengan Formasi Laka (Tmpl) berumur

Pliosen, dan kemudian ditutupi oleh produk kegiatan gunung api tua (QTv)

berumur Pleistosen. Secara tidak selaras di atasnya diendapkan kelompok batuan

dan endapan paling muda atau sekarang masih berlangsung pembentukannya yang

diwakili oleh batuan gunung api muda (Qhv), undak pantai (Qct), batugamping

koral (Ql), dan aluvium (Qal).

Gambar 7. Stratigrafi Pulau Flores, Nusa Tenggara pada lembar Ruteng

(Koesoemadinata et al. 1994).

HASIL PENELITIAN

Kegiatan pemetaan lapangan geologi menghasilkan 202 lokasi pengamatan

geologi terpilih yang tersebar di daerah penelitian (Gambar 8). Dari hasil

pengamatan litologi dan pemerian megaskopis dapat dibagi ke dalam 4 kelompok

batuan segar yaitu batuan beku masif, batuan gunung api breksi piroklastik,

batuan gunung api tuf, dan batuan sedimen karbonat yaitu batugamping,

sedangkan kelompok yang lain terdiri dari 2 kelompok batuan terubah yaitu

batuan ubahan yang mengandung mangan dan tubuh bijih mangan (Mn). Hampir

setengah dari daerah penelitian terdapat batuan yang mengandung unsur mangan

(walaupun diperkirakan dalam kadar kecil) dan hanya sebagian kecil di daerah

Page 9: PENELITIAN AWAL GUNUNG API PURBA DI DAERAH …

9

tenggara yaitu di daerah Tueng kurang lebih satu kilometer persegi disusun oleh

tubuh bijih mangan (manganese ore body). Ciri fisik bijih mangan yaitu warna

hitam arang-mengkilat, dapat berupa abu hitam dan padat, berat, kenampakan

permukaan sering memperlihatkan bentuk membulat. Hasil analisis laboratorium

berupa petrografi, geokimia (AAS), dan analisis kadar mangan terhadap sampel

terpilih menjadi milik PT. GEORE dan tidak diperbolehkan untuk dipublikasi.

Gambar 8. Lokasi pengamatan geologi dan pengambilan contoh setangan batuan

segar dan batuan yang diperkirakan mengandung mineral bijih mangan (Mn) di

daerah penelitian.

Berdasarkan pengamatan di lapangan dan analisis citra Landsat yang

dipandu oleh peta topografi, daerah penelitian berbentuk perbukitan

bergelombang kuat yang berelief kasar – sangat kasar berarah relatir barat – timur,

dan terdapat tonjolan-tonjolan bukit yang membentuk bentang alam anomali yaitu

relatif melingkar dan membuka ke suatu arah tertentu (Gambar 9). Pada Gambar

9B memperlihatkan adanya perbedaan pola kontur daerah penelitian bagian barat

dan bagian timur. Bentang alam bagian barat membentuk perbukitan

bergelombang lemah, berelief relatif landai dengan beda tinggi antara + 825 m

dpl. hingga + 625 m dpl. Bentang alam ini diwakili oleh Desa Gololajang dan

melandai ke arah bagian barat dan utara, sedangkan bentang alam bagian timur

Page 10: PENELITIAN AWAL GUNUNG API PURBA DI DAERAH …

10

bergelombang kasar – sangat kasar, berelief kuat dengan beda tinggi antara +

1000 m dpl. hingga + 275 m dpl. Bentang alam bagian timur diwakili oleh Desa

Goloriwu dan Desa Tueng. Kedua bentang alam utama tersebut dibatasi oleh

aliran sungai utama Wae Songkang yang arah alirannya ke utara hingga bermuara

di Teluk Reo (lihat Gambar 9A).

Pada Gambar 9C terdapat bentukan – bentukan yang relatif melingkar –

setengah melingkar menyerupai bulan sabit (half moon) atau menyerupai bentuk

tapal kuda (horseshoe shape). Daerah penelitian sedikitnya disusun oleh tiga

bentuk – bentuk bentang alam melingkar – setengah melingkar yaitu di bagian

timur diwakili oleh Desa Gololajang dan Desa Tueng, sedangkan di bagian barat

diwakili oleh Desa Golomawe. Tampak bagian dalam pada ketiga tinggian yang

membentuk bentang alam anomali ini terdapat bentuk tonjolan dan rendahan.

Bentuk tonjolan tersebut disusun oleh batuan terobosan (Gambar 10), sedangkan

bentuk rendahan disusun oleh batuan yang telah mengalami alterasi dan tererosi

sehingga membentuk cekungan. Bentuk lengkungan bagian luar yang lebih besar

disusun oleh perselingan breksi gunung api dan lava membentuk gawir terjal.

Gambar 9. Lokasi penelitian bagian dari wilayah Flores Barat: A) Tampak dari

citra Landsat; B) Tampak pola kontur dan pola aliran sungai, dan C) Tampak hasil

olahan tiga dimensi yang menunjukkan relief kasar melingkar-setengah melingkar

menyerupai bentuk bulan sabit.

Page 11: PENELITIAN AWAL GUNUNG API PURBA DI DAERAH …

11

Gambar 10. Batuan intrusi andesit yang memperlihatkan bentuk kerucut simetri di

Desa Gololajang. A) Tampak dekat, dan B) tampak jauh dengan latarbelakang

gawir terjal yang melingkupinya.

Tampak juga pada Gambar 9C bahwa daerah bukaan dikuasai oleh aliran

lava dan material gunung api lainnya, kecuali pada daerah bukaan yang

menempati bagian timurlaut. Pada daerah yang terakhir ini bentuk lengkungannya

paling besar dan mempunyai relief lebih rendah dibanding dua bentukan lainnya.

Pola pengaliran daerah penelitian dibangun oleh tiga sungai utama yaitu

Wai Songkang, Wai Pou – Wai Kodal, dan Wae Raeng. Ketiga sungai utama di

daerah penelitian ini kemudian menyatu di sebelah utara yaitu di Desa Kombo

pada aliran sungai utama Wai Ncuring yang arah alirannya ke timurlaut dan

membelok ke utara menuju Teluk Reo. Cabang – cabang sungai mengalir

mengikuti bentuk bentang alamnya yaitu berpola memusat dan kemudian menyatu

di daerah bukaan bilamana aliran tersebut di dalam daerah kawah, sedangkan

berpola menyebar menjauhi daerah sumber/ kawahnya.

Secara umum batuan yang menyusun daerah penelitian berupa batuan

beku, breksi andesit, breksi pumis tuf, dan batugamping (Gambar 11). Menurut

Koesoemadinata et al. (1994) batuan – batuan tersebut dikelompokkan ke dalam

Formasi Kiro, Formasi Nangapanda, dan Formasi Bari. Daerah penelitian dikuasai

oleh batuan beku, dan batuan gunung api (Gambar 12). Batuan beku di sini terdiri

dari batuan beku intrusi dalam (diorit), dan batuan beku intrusi dangkal (andesit)

atau koheren lava. Batuan intrusi ini dilingkupi perselingan breksi andesit, lava,

dan tuf. Di bagian barat laut daerah penelitian dijumpai breksi pumis yang

berselingan dengan tuf yang mempunyai kemiringan 15o ke arah baratlaut.

Batuan beku intrusi yang tersingkap di Desa Gololajang berkomposisi dari

diorit dan andesit porfiri – andesit, sedangkan di Desa Tueng dan Desa Golomawe

berkomposisi andesit porfiri – andesit afanit. Breksi andesit disusun oleh

komponen bom dan blok gunung api, umumnya berkomposisi andesit. Singkapan

breksi andesit ini sering dijumpai berselingan dengan lava andesit dan batutuf.

Lava andesit sering memperlihatkan struktur permukaan kasar dan menyudut

(breksi autoklastika). Kelompok ini membentuk bentang alam tinggian berelief

kasar dan mempunyai kemiringan melandai menjauhi bentang alam intrusi.

Page 12: PENELITIAN AWAL GUNUNG API PURBA DI DAERAH …

12

Gambar 11. Berbagai ragam jenis batuan di daerah penelitian: A) batuan beku

andesit; B) breksi andesit; C) batutuf; D) batugamping; E) intrusi sill basal

diantara tuf; dan F) batuan beku andesit porfiri dengan struktur kolumnar.

Batugamping berkembang baik di bagian utara dan bagian timur daerah

penelitian, umumnya berlapis dan di beberapa lokasi dijumpai batugamping koral

atau reef dalam bentuk bongkah. Batugamping yang tersingkap di utara

menempati daerah dataran, sedangkan di timurlaut dan timur menempati daerah

dengan lereng terjal menempel di atas breksi gunung api.

Struktur geologi yang berkembang di daerah penelitian berupa kekar dan

sesar mendatar (diperkirakan) mengkiri memotong diagonal berarah baratlaut –

Page 13: PENELITIAN AWAL GUNUNG API PURBA DI DAERAH …

13

tenggara daerah penelitian. Struktur geologi yang lain berupa intrusi, perlapisan

batuan (radier), struktur melingkar, dan kekar pendinginan pada batuan beku.

Gambar 12. Peta geologi daerah penelitian yang didominasi batuan beku dan

batuan gunung api, dan sedikit batuan sedimen.

DISKUSI

Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya, genesis daerah penelitian dapat

disimpulkan berasosiasi dengan peran gerak-gerak lempeng tektonik, dan

magmatisme – volkanisme (misal: Katili, 1975 dan Soeria-Atmadja et al., 2001).

Namun demikian, penelitian awal ini menunjukkan bahwa distribusi produk

kegiatan gunung api mempunyai keteraturan-keteraturan yang signifikan, seperti

misalnya bentuk struktur setengah melingkar membuka ke suatu arah berasosiasi

dengan letusan gunung api sektoral; batuan intrusi dikungkungi atau dilingkupi

oleh perselingan batuan beku luar dan piroklastika artinya perselingan batuan ini

merupakan produk primer gunung api yang berasosiasi dengan endapan di sekitar

lubang kawah; kemiringan batuan gunung api fragmental berupa tuf dan lapili

hingga breksi halus berbentuk radier mengikuti bentuk kerucut gunung api,

Page 14: PENELITIAN AWAL GUNUNG API PURBA DI DAERAH …

14

kemiringan perlapisan batuan tersebut berasosiasi dengan kemiringan awal (initial

dip) yang dibangun oleh batuan hasil kegiatan erupsi gunung api.

Bentang alam perbukitan bergelombang kuat dan berelief kasar bukan

semata-mata merupakan produk akhir dari suatu kegiatan tektonik rejim

kompresif dan pelapukan batuan, melainkan kemungkinan berhubungan dengan

sisa tubuh gunung api (volcanic edifice) in situ dan resistensi batuan penyusun.

Artinya suatu gunung api membangun tubuhnya sendiri terkait dengan perilaku

magmanya. Misalkan magma dengan komposisi menengah hingga asam

mempunyai kecenderungan untuk membangun tubuhnya setinggi dan sebesar

mungkin, tetapi berbeda dengan magma berkomposisi basa hanya mampu

membangun tubuhnya kecil dan landai.

Berdasarkan pentharikan umur absolut (K-Ar) yang dilakukan oleh

Hendaryono et al. (2001) bahwa batuan intrusi tertua berumur 16 – 13 juta tahun

lalu (jtl.); 12 – 8 jtl., dan kemudian disusul intrusi yang menunjukkan umur 6,7 jtl.

- 3,9 jtl. dan menerus hingga sekarang. Peneliti tersebut juga menyatakan bahwa

batuan intrusi tersebut menerobos seluruh batuan sedimen dan batuan gunung api

klastik yang ada. Pernyataan umur batuan intrusi ini menunjukkan bahwa telah

terjadi erupsi gunung api secara menerus di daerah Flores, NTT. Hal tersebut

dapat diinterpretasikan dengan terjadinya proses pengkayaan unsur di dalam

batuan yang mempunyai sifat ekonomi, karena batuan yang diterobos berulang-

ulang akan mengalami alterasi dan mungkin juga terjadi mineralisasi. Selain hal

tersebut, pentharikan umur juga mendukung terhadap pemahaman terjadinya

suksesi gunung api secara umum di daerah penelitian. Menurut hemat penulis

berdasarkan hasil analisis awal stratigrafi gunung api bahwa daerah penelitian

berkembang secara normal, artinya fase pembangunan membangun gunung api

komposit (Ruteng) hingga mencapai ketinggian maksimum, kemudian mengalami

fase penghancuran berupa letusan kuat yang diikuti pembentukan bregada

(kaldera), terbukti dengan adanya produk letusan berupa breksi pumis tuf dan

tersingkapnya batuan beku dalam berkomposisi diorit. Suksesi berikutnya

terbentuklah beberapa gunung api komposit (Khuluk Gololajang, Khuluk Tueng,

dan Khuluk Golomawe) di dalam kaldera. Suksesi gunung api berlanjut namun

kegiatannya terletak di sebelah selatan gunung api purbanya (misal: G. Anak

Ranakah, G. Mawe Sano, dan G. Todo). Hal ini berbeda dengan perkembangan

suksesi gunung api yang terjadi di Pulau Jawa yaitu terbalik, artinya gunung api

komposit Kuarter berkembang atau terjadi di sebelah utara gunung api purbanya.

Permasalahan ini kemungkinan berhubungan dengan penunjaman, yaitu di Pulau

Flores lempeng yang menunjam menjadi pendek dan terjal, sedangkan di Pulau

Jawa panjang dan sudut tunjamannya landai.

Berdasarkan kenampakan geomorfologi gunung api (Gambar 9C) Khuluk

Gololajang yang terletak di timurlaut memperlihatkan bentang alam berelief kasar

dan sudah rusak, bentuk kawah melebar sebagai akibat peran erosi lanjut. Hal

yang berbeda ditunjukkan oleh bentuk gunung api komposit Tueng dan

Golomawe yang masih cukup jelas yaitu struktur bukaan relatif masih sempit dan

bentuk aliran lava yang mengalir ke arah selatan menjauhi daerah sumber dan

mengisi daerah bukaan masih dapat diamati. Batuan intrusi dalam pada kedua

khuluk yang disebut terakhir ini tidak dijumpai. Oleh sebab itu, kenampakan

Page 15: PENELITIAN AWAL GUNUNG API PURBA DI DAERAH …

15

bentang alam di daerah penelitian dibangun oleh bentang alam gunung api berupa

produk erupsi lelehan dan produk erupsi letusan serta batuan intrusi, namun

kedudukan gunung apinya dikendalikan oleh keberadaan tataan tektoniknya.

Sehubungan dengan proses pelapukan lanjut dan erosi yang cukup intensif

di daerah penelitian terutama di bagian utara dan tengah, kemungkinan hal inilah

yang menjadi penyebab kenapa produk alterasi dan mineralisasi tidak dijumpai

secara ekonomis. Kemungkinan yang pertama adalah produk akhir alterasi dan

mineralisasi telah tererosi dan tertransport secara alami dalam waktu yang panjang

ke tempat lain melalui sungai-sungai utama dan mengendap di daerah muara Reo,

sedangkan kemungkinan kedua yaitu proses magmatisme – volkanisme tidak

menghasilkan atau tidak terjadi pengkayaan bijih primer.

KESIMPULAN

Dari hasil analisis bentang alam, pemerian rinci batuan, dan hasil diskusi

dapat disimpulkan bahwa :

Bentuk bentang alam daerah penelitian dibangun oleh kegiatan gunung api

purba yaitu kegiatan intrusi, erupsi meleleh, dan erupsi letusan, serta proses

eksogenik yang sekarang masih berlangsung.

Daerah penelitian yang umumnya disusun oleh stratigrafi batuan beku

plutonik dan koheren lava (intrusi dangkal dan batuan gunung api) yang

tergabung dalam Formasi Kiro, Formasi Nangapanda dan Formasi Bari

membentuk Khuluk Gololajang, Khuluk Tueng, Khuluk Mawe, dan

merupakan bagian dari Bregada Ruteng.

Daerah penelitian merupakan bagian suksesi gunung api Bregada (Kaldera)

dan gunung api Khuluk.

UCAPAN TERIMAKASIH

Penulis mengucapkan terimakasih kepada panitia penyelenggara seminar

ReTII ke 4, STTNAS sehingga makalah ini dapat dipresentasikan dan

dipublikasikan, dan kepada pimpinan PT. GEORE yang telah memfasilitasi

selama observasi di lapangan serta Bapak Benny Padjo, kepala Dinas Kamar

Dagang dan Industri Labuan Bajo, Manggarai Barat atas kerjasamanya yang baik

selama kerja lapangan.

DAFTAR PUSTAKA

Abbot M.J, dan Chamalaun F.H. 1981. Geochronology of Some Banda Arc

Volcanics. The Geology and Tectonics of Eastern Indonesia, Geological

Research and Development Centre, Eds: Barber A.J. dan Wiryosujono.

Spec. Publ. No. 2. hal. 253-268.

Abdullah C.I., Rampnoux J.P., Bellon H., Maury R.C., dan Soeria-Atmadja R.

2000. The Evolution On Sumba Island (Indonesia) Revisited in The Light of

Page 16: PENELITIAN AWAL GUNUNG API PURBA DI DAERAH …

16

New Data On The Geochronology and Geochemistry of The Magmatic

Rocks. J. Asian Earth Sci., 18, hal. 533-546.

Carter D.J., Audley-Charles M.G., dan Barber A.J. 1976. Stratigraphical analysis

of island arc—continental margin collision in eastern Indonesia. Journal of

the Geological Society. Vol. 132. issue 2. hal. 179-198.

Condie, K.C., 1982. Plate Tectonics & Crustal Evolution, Pergamon Press. 2nd

Ed. 310 hal.

Elburg M.A., van Bergen M.J., dan Foden J.D. Subducted Upper and Lower

Continental Crust Contributes to Magmatism in The Collision Sector of The

Sunda-BandaArc, Indonesia. www.geophysics.rice.Edu/sota/papers/Elburg,

MarlinaElburgSOTA.pdf

Genrich J.F., Bock Y., McCaffrey R., Calais E., Stevens C.W., dan Subarya C.

1996. Accretion of The Southern Banda Arc to The Australian Plate Margin

Determined by Global Positioning System Meauserement, Tectonics, Vol. 2,

No. 15. hal. 288-295.

Grove T.L. 2000. Origin of Magma, in Sigurdsson, H., Houghton, B., McNutt,

S.R., Rymer, H., Stix, J., (Ed.), Encyclopedia of Volcanoes, Academic

Press., San Diego, hal. 133-147.

Hamilton W. 1979. Tectonics of The Indonesian Region, Geol. Surv. Prof. Pap.

1078. 345 hal.

Hartono, G., 2009. Petrologi Batuan Beku dan Gunung Api, UNPAD Press., 105

hal. In press.

Hendaryono, Rampnoux J.P., Bellon H., Maury R.C., Abdullah C.I., dan Soeria-

Atmadja R. 2001. New Data on The Geology and Geodynamic of Flores

Island, Eastern Indonesia. Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan ke 30 IAGI

dan ke 10 GEOSEA: Dedicating Geoscience to Regional Prosperity and

Conservation, IAGI, Yogyakarta, hal. 195-199.

Katili J.A. 1975. Volcanism and Plate Tectonics in The Indonesian Island Arcs.

Tectonophysics, 26. in Geotectonics of Indonesia: A Modern View. hal.

200-224.

Katili J.A., dan Sudradjat A. 1989. A Short Note on The Birth of a Volcano in

Flores Island. Geologi Indonesia. Majalah Ikatan Ahli Geologi Indonesia.

Volume Khusus 60 Tahun Prof. Dr. J.A. Katili. IAGI. Eds: Sudradjat A.,

Tjia H.D., Asikin S., dan Katili, A.N. Jakarta. hal.397-411.

Koesoemadinata S., Noya Y., dan Kadarisman, D. 1994. Peta Geologi Lembar

Ruteng, Nusa Tenggara, Skala 1:250.000, Pusat Penelitian dan

Pengembangan Geologi, Bandung.

Macdonald, A.G., 1972, Volcanoes, Prentice-Hall, Inc. Englewood Cliffs, New

Jersey, 510h.

Macpherson C.G., dan Hall R. 1999. Tectonic Control of Geochemical Evolution

in Arc Magmatism of SE Asia. Proceeding 4th PACRIM Congress,

Australian Institute of Mining and Metallurgy. hal. 359-368.

McCaffrey R., dan Abers G.A. 1991. Orogeny in Arc-Continent Collision: The

Banda Arc and Western New Guinea. Geology. Vol. 19. hal. 563-566.

Page 17: PENELITIAN AWAL GUNUNG API PURBA DI DAERAH …

17

Neumann van Padang M., 1951. Catalogue of The Active Volcanoes of The World

Including Solfatara Fields: Indonesia, Part 1. International Volcanological

Association. 271 hal.

Soeria-Atmadja R., Sunarya Y., Sutanto, dan Hendaryono, 2001. Epithermal

Gold-Copper Mineralization, Late Neogene Calc-Alkaline to Potassic Calc-

Alcaline Magmatism and Cristal Extensión in The Sunda-Banda Arc.

Indonesian Island Arcs: Magmatism. Mineralization, and Tectonic Setting.

Eds: R.P. Koesoemadinata dan D. Noeradi. Penerbit ITB. hal. 100-111.

Wensink H., dan van Bergen M.J. 1995. The Tectonic Emplacement of Sumba in

The Sunda – Banda Arc: Paleomagnetic and Geochemical Evidence From

The Early Miocene Jawila Volcanics, Tectonophysics, 250. hal. 15-30.

Williams dan Mac Birney. 1979. Volcanology, Freeman, Cooper & Co., San

Francisco. 397 hal.