PENELITIAN AKU

20
POTENSI ANTIJAMUR MINYAK DAUN CENGKEH DAN MINYAK LENGKUAS DALAM MENGHAMBAT PERTUMBUHAN JAMUR PERUSAK SALAK PONDOH (Salacca edulis) SELAMA PENYIMPANAN TESIS Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajad Sarjana S-2 Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan Jurusan Ilmu-ilmu Pertanian Diajukan Oleh : YOANITA ASTRID NOVIANTI (07/259471/PTP/890) Kepada PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2009

description

YA PENELITIANKU

Transcript of PENELITIAN AKU

Page 1: PENELITIAN AKU

POTENSI ANTIJAMUR MINYAK DAUN CENGKEH DAN MINYAK LENGKUAS DALAM MENGHAMBAT PERTUMBUHAN

JAMUR PERUSAK SALAK PONDOH (Salacca edulis) SELAMA PENYIMPANAN

TESIS

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajad Sarjana S-2

Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan Jurusan Ilmu-ilmu Pertanian

Diajukan Oleh :

YOANITA ASTRID NOVIANTI (07/259471/PTP/890)

Kepada

PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA 2009

 

Page 2: PENELITIAN AKU

ii

Page 3: PENELITIAN AKU

PERNYATAAN

Dengan ini menyatakan bahwa dalam Tesis ini tidak terdapat karya yang pernah

diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan

sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah

ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam

naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka

Yogyakarta, Juni 2009

Yoanita Astrid Novianti

iii

Page 4: PENELITIAN AKU

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan

hidayah-Nya serta kemudahan untuk menyelesaikan Tesis yang berjudul “Potensi

Antijamur Minyak Daun Cengkeh dan Minyak Lengkuas dalam Menghambat

Pertumbuhan Jamur Perusak Salak Pondoh (Salacca edulis) Selama

Penyimpanan.

Tesis ini disusun guna memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar

Magister S-2 pada jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi

Pertanian Universitas Gadjah Mada.

Tesis ini dapat terselesaikan dengan baik berkat bantuan dan dukungan

dari berbagai pihak. Oleh karenanya pada kesempatan ini penulis mengucapkan

terimakasih dan memberikan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:

1. Departemen Pertanian melalui Program Kerja Sama Kemitraan Penelitian

dengan Perguruan Tinggi (KKP3T) yang telah mendanai penelitian ini,

2. Dr.Ir. Djagal Wiseso Marseno, M.Agr. selaku dekan Fakultas Teknologi

Pertanian Universitas Gadjah Mada,

3. Dr.Ir. Pudji Hastuti, MS selaku Ketua Program Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gadjah Mada,

4. Dr.Ir. Supriyadi, MSc dan Dr.Ir. Sardjono, MS selaku dosen pembimbing

yang telah banyak memberikan bimbingan dan dorongan dalam penyusunan

Tesis ini,

5. Dr.Ir. Suparmo, MSc. dan Dr.Ir. Retno Indrati, MSc. selaku dosen penguji

yang telah memberikan banyak saran dan masukan sehingga Tesis ini dapat

menjadi lebih baik,

6. Segenap staff dan bagian pengajaran S-2 Fakultas Teknologi Pertanian,

7. Segenap teknisi Lab. Bioteknologi dan Lab. Rekayasa Fakultas Teknologi

Pertanian,

8. Ibu, bapak, Didit, dan Mas untuk semua doa dan dukungannya,

9. Teman-teman ITP 07 dan teman-teman Humaniora,

iv

Page 5: PENELITIAN AKU

10. Serta semua pihak yang secara langsung atau tidak langsung telah membantu

terselesaikannya Tesis ini.

Penulis menyadari bahwa Tesis ini masih jauh dari sempurna. Namun

demikian semoga tulisan ini dapat memberikan sedikit manfaat bagi kemajuan

ilmu pengetahuan dan teknologi. Kritik dan saran akan penulis terima untuk

penyempurnaan Tesis ini

25 Juni 2009 Penulis

v

Page 6: PENELITIAN AKU

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Judul.................................................................................................. i Halaman Pengesahan ....................................................................................... ii Halaman Pernyataan......................................................................................... iii Kata Pengantar ................................................................................................. iv Daftar Isi .......................................................................................................... vi Daftar Tabel ..................................................................................................... vii Daftar Gambar.................................................................................................. viii Daftar Lampiran............................................................................................... ix Intisari .............................................................................................................. x Abstract ............................................................................................................ xi

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ................................................................................... 1 1.2. Tujuan Penelitian ............................................................................... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Salak Pondoh ..................................................................................... 5 2.2. Kerusakan Pasca Panen Salak Pondoh oleh Infeksi Mikoflora ......... 7 2.3. Agensia Antijamur ............................................................................. 14 2.4. Minyak Daun Cengkeh dan Minyak Lengkuas sebagai Antifungal Alami.................................................................................................. 16 2.5. Hipotesis ............................................................................................ 21

III. METODE PENELITIAN 3.1. Bahan ................................................................................................. 22 3.2. Alat..................................................................................................... 22 3.3. Jalannya Penelitian............................................................................. 22

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Isolasi dan Identifikasi Jamur Perusak Salak Pondoh........................ 30 4.2. Uji Potensi Antijamur Minyak Daun Cengkeh pada Medium Sintetis 33 4.3. Uji Potensi Minyak Lengkuas pada Medium Sintetis........................ 36 4.4. Aplikasi Minyak Daun Cengkeh dan Minyak Lengkuas pada Salak 43 4.5. Hasil Analisis Komposisi Minyak Daun Cengkeh & Lengkuas........ 46

V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ........................................................................................ 47 5.2. Saran .................................................................................................. 48

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 49 LAMPIRAN

vi

Page 7: PENELITIAN AKU

Daftar Tabel

Halaman

Tabel 1. Komposisi Kimia Daging Buah Salak Pondoh........................... ....... 7 Tabel 2. Komposisi Media Uji......................................................................... 25 Tabel 3. Hasil Isolasi dan Identifikasi Jamur Perusak Salak Pondoh .............. 31 Tabel 4. Indeks Antijamur Minyak Daun Cengkeh dan Minyak Lengkuas terhadap empat isolat uji pada hari ke 7 ........................ 38 Tabel 5. Awal Pertumbuhan Jamur pada Salak Pondoh yang Diberi Perlakuan Pencelupan dalam Minyak Daun Cengkeh dan Lengkuas................. 36

vii

Page 8: PENELITIAN AKU

Daftar Gambar

Halaman

Gambar 1. Skema tahap isolasi dan identifikasi jamur................................. 24 Gambar 2. Skema uji penghambatan laju pertumbuhan miselia jamur ........ 26 Gambar 3. Skema kerja aplikasi minyak daun cengkeh dan minyak lengkuas pada salak pondoh....................................................................... 28 Gambar 4. Pertumbuhan jamur Fusarium sp. pada berbagai konsentrasi minyak daun cengkeh.................................................................. 33 Gambar 5. Pertumbuhan jamur tak teridentifikasi isolat CII1 pada berbagai konsentrasi minyak daun cengkeh........................... 34 Gambar 6. Pertumbuhan jamur Aspergillus sp. isolat CII4 pada berbagai konsentrasi minyak daun cengkeh............................ 35 Gambar 7. Pertumbuhan jamur Fusarium sp. pada berbagai konsentrasi minyak lengkuas. ........................................................................ 36 Gambar 8. Pertumbuhan jamur isolat CII1 pada berbagai konsentrasi minyak lengkuas ......................................................................... 37 Gambar 9. Pertumbuhan jamur Aspergillus sp. isolat CII4 pada berbagai konsentrasi minyak lengkuas ..................................................... 37 Gambar 10. Uji penghambatan jamur Aspergillus sp. isolat CII4 oleh minyak daun cengkeh pada medium uji................................................... 42 Gambar 11. Kondisi salak yang diinfeksi spora jamur Fusarium isolat CI4 selama penyimpanan 6 hari......................................................... 45

viii

Page 9: PENELITIAN AKU

Daftar Lampiran

Lampiran 1. Kromatogram minyak daun cengkeh dan minyak lengkuas

Lampiran 2. Hasil enumerasi jamur perusak salak pondoh

Lampiran 3. Uji potensi antijamur minyak daun cengkeh pada media PDA agar

Lampiran 4. Uji potensi antijamur minyak lengkuas pada media PDA agar Lampiran 5. Perhitungan Indeks Antijamur Minyak Daun Cengkeh dan Minyak

Lengkuas terhadap Isolat yang Diuji pada Hari ke-7

ix

Page 10: PENELITIAN AKU

POTENSI ANTIJAMUR MINYAK DAUN CENGKEH DAN MINYAK LENGKUAS DALAM MENGHAMBAT PERTUMBUHAN

JAMUR PERUSAK SALAK PONDOH (Salacca edulis) SELAMA PENYIMPANAN

(Antifungal Capacity of Clove Leaf- and Galangal-Oil on Reducing The

Growth of Spoilage Fungi during Storage of Salak Pondoh (Salacca edulis)

Yoanita Astrid Novianti

07/259471/PTP/890

Intisari

Potensi antijamur minyak daun cengkeh dan minyak lengkuas terhadap jamur perusak salak pondoh diuji menggunakan media sintetis dan aplikasi langsung pada salak. Isolasi jamur perusak dilakukan dengan metode direct plating. Isolat dominan diinokulasikan ke dalam media PDA yang mengandung minyak dengan konsentrasi 500-2000 ppm dengan metode giant colony. Pertumbuhan jamur diamati tiap hari dengan mengukur diameter koloni serta mengamati pembentukan konidianya secara visual. Kemampuan kedua minyak dalam menghambat pertumbuhan jamur dinyatakan dengan nilai indeks antijamur, yaitu rasio ukuran diameter koloni jamur yang ditumbuhkan pada media uji dan media kontrol (0 ppm minyak). Untuk aplikasi, buah yang telah dicelup dalam minyak diinokulasi dengan jamur perusak, disimpan pada wadah dengan RH 90% dan diamati pertumbuhan jamurnya.

Jamur perusak dominan pada salak pondoh berasal dari genera Fusarium mencapai 78% sampel yang diuji. Jamur yang paling resisten terhadap minyak daun cengkeh adalah Fusarium sp. isolat CII6 dengan indeks antijamur berturut-turut adalah 32,35; 41,67; 67,40; 86,76; dan 100 pada konsentrasi 500 ppm, 750 ppm, 1000 ppm, 1500 ppm dan 2000 ppm. Untuk minyak lengkuas, jamur yang paling resisten adalah Aspergillus sp. isolat CII4 dengan indeks antijamur berturut-turut adalah 13,03; 39,51; 44,17; 100; 100 pada konsentrasi 500 ppm, 750 ppm, 1000 ppm, 1500 ppm, 2000 ppm. Adapun jamur yang paling peka terhadap kedua minyak adalah isolat CII1 (tak teridentifikasi). Konsentrasi 500 ppm minyak menghasilkan indeks antijamur 23,18 untuk minyak daun cengkeh dan 100 untuk minyak lengkuas. Penggunaan minyak daun cengkeh sebesar 2000 ppm, mengakibatkan jamur tidak mampu tumbuh, sedangkan untuk minyak lengkuas cukup dengan konsentrasi 1500 ppm. Salak yang dicelup minyak lengkuas dan minyak daun cengkeh ditumbuhi jamur pada hari ke 6 dan hari ke 8, sedangkan salak yang tidak dicelup minyak ditumbuhi jamur pada hari ke 4.

Kata kunci : Fusarium, indeks antijamur, pertumbuhan jamur, salak pondoh

x

Page 11: PENELITIAN AKU

xi

ANTIFUNGAL CAPACITY OF CLOVE LEAF- AND GALANGAL-OIL ON REDUCING THE GROWTH OF SPOILAGE FUNGI

DURING STORAGE OF SALAK PONDOH (Salacca edulis)

(Potensi Antijamur Minyak Daun Cengkeh dan Minyak Lengkuas dalam Menghambat Pertumbuhan Jamur Perusak Salak Pondoh (Salacca edulis)

selama Penyimpanan)

ABSTRACT

The antifungal capacity of clove leaf- and galangal oil against salak Pondoh’s spoilage fungi were evaluated using synthetic media and direct application. The isolation of spoilage fungi was done by direct plating method. Dominant isolates were inoculated to PDA medium containing oils ranging from 500 to 2000 ppm using “giant colony” method. The growth of fungi was observed everyday by measuring the diameter of the colony and formation of conidia visually. The ability of both oil in preventing growth of fungi was determined as an antifungal index, which is ratio of the diameter colony grown on test media compared to one grown on control media. For applications, salak was soaked into oils for definite time followed by dipping in fungal spore suspension, and stored in the vessel with 90% humidity. The growth of spoilage fungi was observed visually.

The result indicated that spoilage fungi consist of genera Fusarium, Aspergillus, Trichoderma, and Mucor, with the genera of Fusarium was the dominant, reaching 78% of the sample. The most resistant fungi against clove leaf oil is a Fusarium sp. isolate CII6 with antifungal index 32,35; 41,67; 67,40; 86,76; and 100 for the concentration of 500 ppm, 750 ppm, 1000 ppm, 1500 ppm, and 2000 ppm respectively. For galangal oil, the most resistant fungi is Aspergillus sp. isolate CII4 with antifungal index 13,03; 39,51; 44,17; 100; and 100 for the concentration of 500 ppm, 750 ppm, 1000 ppm, 1500 ppm, and 2000 ppm respectively. The most sensitive fungi to the both oil is unidentified isolat CII1. The minimum inhibitory concentration for clove leaf oil was 2000 ppm, while galangal oil was 1500 ppm. The aplication of galangal- and clove leaf-oil able to keep salak until 6 and 8 days respectively, while the Salak without dipping was spoilage on the day 4.

Keywords: Antifungal index, Clove leaf oil, Galangal oil, Salak Pondoh  

Page 12: PENELITIAN AKU

 

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Salak (Salacca edulis) merupakan salah satu buah eksotik Indonesia yang

mempunyai rasa khas dan bentuk yang unik. Salah satu varietas salak yang saat

ini banyak dibudidayakan di Indonesia adalah salak pondoh. Buah ini mempunyai

potensi yang besar untuk dipasarkan baik di dalam negeri maupun di luar negeri.

Salak pondoh yang kini menjadi komoditas unggulan perkebunan Kabupaten

Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), telah mampu menembus pasar

China. Ekspor salak pondoh ke China sudah dimulai sejak September 2008.

Hingga April 2009 sudah dilakukan 57 kali dengan total 194 ton salak pondoh.

Berdasarkan data yang disampaikan Dinas Petanian, pada 2008 jumlah rumpun

produktif salak pondoh sebanyak 4.565.793 rumpun di lahan seluas 2.000 hektare

dengan produksi sekitar 12,80 kg per rumpun atau sekitar 58.176,8 ton per tahun.

Salak termasuk buah yang bersifat perishable/mudah rusak. Tranggono

(1992) mengatakan bahwa salak pondoh yang telah dipetik dan disimpan pada

suhu kamar, pada hari ke 10 sudah menunjukkan tanda-tanda kebusukan dan tidak

layak dikonsumsi. Pangkal buah salak yang berbentuk meruncing sangat peka

terhadap beban mekanik yang menimpanya. Kerusakan fisik pada salak menjadi

titik awal infasi jamur perusak yang sudah mengkontaminasi buah sejak di

lapangan. Pertumbuhan dan kegiatan fisiologik jamur akan meningkatkan suhu

dalam tumpukan buah. Peningkatan suhu, memar pada buah dan serangan jamur,

akan mempercepat terjadinya kemunduran dan kerusakan buah. Kusumo dkk

Page 13: PENELITIAN AKU

 

(1995) menyatakan bahwa pembusukan buah salak disebabkan oleh tiga jenis

jamur yaitu Ceratocystis paradoxa, Fusarium sp., dan Aspergilus sp.

Upaya pengendalian penyakit pada buah yang disebabkan oleh jamur

selama pasca panen umumnya dilakukan menggunakan fungisida (Pantastico,

1975). Penanganan menggunakan bahan kimia masih dipandang sebagai metode

yang paling efektif dan murah dalam menghambat penyakit pasca panen.

Senyawa-senyawa seperti thiabendazole, imazilil, sodium ortho-phenylphenate

adalah komponen-komponen aktif dalam fungisida yang sering digunakan.

Namun demikian, penggunaan senyawa-senyawa ini secara terus-menerus

ternyata justru menyebabkan resistensi beberapa jenis jamur perusak terrhadap

fungisida ini (El-Goorani et al., 1984; Chapeland et al., 1999; Dave et al., 1989).

Peningkatan kesadaran masyarakat akan efek samping penggunaan fungisida

terhadap lingkungan maupun kesehatan karena residu toksisitasnya (Paster &

Bullerman, 1988) juga mendorong dilakukannya pengembangan senyawa-

senyawa antijamur yang aman dan ramah lingkungan (natural fungisida).

Potensi beberapa ekstrak tanaman telah diteliti mampu mengendalikan

banyak jamur patogen. Beberapa di antaranya menunjukkan potensi yang sangat

besar. Ekstrak tanaman ini dapat menghambat perkecambahan spora, menghambat

pertumbuhan dan multiplikasi patogen, ataupun mematikan patogen (Hay &

Waterman, 1993). Banyak minyak esensial telah diuji aktivitas antijamurnya

(Northover & Scheider, 1993). Beberapa minyak esensial yang diperoleh dari

tanaman dilaporkan mampu menghambat jamur perusak seperti Penicillium sp.

(Caccioni & Guizzardi, 1994; Smid et al., 1995), Botrytis cinerea, dan Monilinia

Page 14: PENELITIAN AKU

 

fructicola (Wilson et al., 1987). Bahan-bahan alami seperti cengkeh dan lengkuas

telah lama dikenal mengandung senyawa-senyawa bioaktif yang bersifat

antimikrobia. Penelitian yang dihimpun menunjukkan bahwa kandungan minyak

atsiri kuncup bunga cengkeh dapat menghambat pertumbuhan jamur Aspergillus

flavus penyebab penyakit kulit dengan uji secara in vivo. Penelitian yang

dilakukan Amiri et al., (2008) menunjukkan bahwa minyak eugenol dari cengkeh

mempunyai sifat fungistatik terhadap jamur pathogen pada buah apel. Neri et al.,

(2006) melaporkan bahwa volatil eugenol pada konsentrasi 74 dan 984 µL/L

mampu menghambat pertumbuhan miselia dan germinasi spora pada Penicillium

expansum. Minyak esensial dari rimpang lengkuas juga dilaporkan mempunyai

aktivitas antimikrobia dalam menghambat bakteri, jamur, yeast dan parasit

(Farnsworth & Bunyapraphatsara, 1992). Menurut Janssen (1985), komponen

lengkuas yang bersifat antijamur adalah 1’ acetoxychavicol acetate (ACA) dan

(E)-8β, 17-epoxyblad-12-ene-15, 16 dial (Haraguchi, 1995). Selain kedua

senyawa di atas, senyawa α-pinene, β-pinene, limonene, 1,8-cinole, α-terpineol,

dan terpin-4-ol dapat menghambat bakteri gram +, yeast dan jamur (Janssen,

1985).

Hingga saat ini informasi mengenai penggunaan antifungal alami untuk

menghambat infeksi mikoflora pada salak pondoh belum dijumpai. Penelitian-

penelitian yang telah dilakukan lebih banyak membahas mengenai usaha-usaha

memperpanjang umur simpan salak dengan berbagai metode pengemasan. Oleh

karena itu, pada panelitian ini dikaji potensi minyak atisri daun cengkeh dan

Page 15: PENELITIAN AKU

 

minyak atsiri lengkuas untuk menghambat pertumbuhan jamur perusak salak

pondoh.

1.2. Tujuan Penelitian

1. Mengisolasi dan mengidentifikasi jamur perusak salak pondoh hingga

tingkat genera

2. Menguji potensi antijamur dari minyak daun cengkeh dan minyak

lengkuas pada media sintetis

3. Aplikasi minyak langsung pada salak pondoh dengan dasar penelitian

tahap 2

Page 16: PENELITIAN AKU

 

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Salak pondoh

Tanaman salak (Salacca edulis) termasuk ke dalam family Palmae yang

tumbuh berumpun dengan tinggi 4,5-7 meter (Kusumo dkk, 1999). Salak

merupakan tanaman asli daerah Asia Tenggara yang banyak dibudidayakan di

Indonesia. Buah salak termasuk buah non klimakterik sehingga hanya dapat

dipanen jika benar-benar telah masak di pohon, yang ditandai dengan sisik yang

telah jarang, warna kulit buah merah kehitaman atau kuning tua, bulu-bulu di kulit

telah hilang, bila dipetik mudah terlepas dari tangkai dan beraroma salak. Buah

salak yang masih muda umumnya mempunyai rasa sepet yang sangat menonjol.

Pada tingkat ketuaan optimum rasa sepetnya akan hilang dan berubah menjadi

manis dengan sedikit rasa asam serta mengeluarkan aroma yang harum (Anonim,

2002).

Salak pondoh merupakan salah satu varietas salak yang banyak

dibudidayakan di daerah Sleman, Yogyakarta. Tanaman salak pondoh mempunyai

batang pendek, berumah dua, berduri banyak, tumbuh tegak dengan ketinggian 3-

7 meter dari atas permukaan tanah, batang beruas banyak, perakaran dangkal dan

kuat, daun majemuk menyirip dengan ujung anak daun lebih lebar (Santosa,

1990). Salak pondoh mempunyai potensi yang besar untuk dikembangkan dan

dipasarkan baik di dalam negeri maupun luar negeri. Salak pondoh mulai

dikembangkan sekitar tahun 1980. Pada tahun 1999, produksi salak pondoh di

Yogyakarta mencapai 28.666 ton meningkat 100% dalam lima tahun. Salak

Page 17: PENELITIAN AKU

 

pondoh kini menjadi komoditas unggulan perkebunan Kabupaten Sleman, Daerah

Istimewa Yogyakarta (DIY) dan telah mampu menembus pasar China. Ekspor

salak pondoh ke China sudah dimulai sejak September 2008. Hingga April 2009

dah dilakukan 57 kali dengan total 194 ton salak pondoh Berdasarkan data yang

disampaikan Dinas Petanian, pada 2008 jumlah rumpun produktif salak pondoh

sebanyak 4.565.793 rumpun di lahan seluas 2.000 hektare dengan produksi sekitar

12,80 kg per rumpun atau sekitar 58.176,8 ton per tahun.

Buah salak pondoh pada umumnya lebih kecil daripada buah salak jenis

lain. Namun dewasa ini dikenal jenis salak pondoh ekspor yang ukurannya normal

seperti buah salak biasa. Warna kulit salak pondoh bervariasi mulai dari coklat

kehitaman, coklat kemrahan, kuning kemerahan, coklat kekuningan dan merah

gelap keitaman dengan rasa buahnya yang manis (Santosa, 1990).

Buah salak pondoh terdiri dari tiga bagian yaitu kulit buah, daging buah

yang dilapisi selaput tipis dan biji. Tiap butir salak dapat memiliki 1-3 biji yang

keras dan berwarna coklat kehitaman. Pada umumnya setiap butir salak tediri atas

2-3 juring yang saling menempel dan dipisahkan oleh selapur tipis. Ketebalan

lapisan daging buah pada setiap juring tidak sama. Semakin besar ukuran salak,

semakin besar juga bagian yang bisa dimakan (Subari, 1982). Salak pondoh

memiliki keistimewaan yang tidak dimiliki oleh salak varietas lain yaitu telah

manis ketika buah masih muda. Namun kelemahan dari buah ini adalah umur

simpannya setelah panen sangat singkat. Menurut Tranggono (1992), buah salak

pondoh yang telah dipetik dan disimpan pada suhu kamar, pada hari ke 10 sudah

menunjukkan tanda-tanda kebusukan dan tidak layak dikonsumsi.

Page 18: PENELITIAN AKU

Adapun komposisi kimia dari daging buah salak pondoh dalam setiap

100g dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi kimia daging buah salak pondoh

Sumber : Hartanto (1998); *Suhardi, dkk (1997)

Komposisi Kadar Energi (Kkal) Protein (g) Lemak (g) Karbohidrat (g) Serat kasar (g) Kadar abu (g) Kalsium (mg) Fosfor (mg) Besi (mg) Vitamin A (IU) Vitamin B1 (mg) Vitamin C (mg) Air (g) Tanin (g) Pektin (g) Asam sitrat (g) Asam malat (g)

77 0,40 (0,94*) 0,00 20,90 - 0,67 (0,63*) 28,00 18,00 4,2 0,00 0,04 2,00 (2,43*) 78,00 (82,81) 0,58 (0,63*) 0,94* 0,62* 2,04*

2.2. Kerusakan pasca panen salak pondoh oleh infeksi mikoflora

Di daerah tropis, kehilangan pasca panen pada buah dan sayuran segar

sangat besar. Kerusakan oleh mikrobia dianggap faktor utamanya (Eckert, 1978).

Infeksi oleh mikrobia yang terjadi melalui luka pada saat panen atau sesudahnya

merupakan kerugian utama yang menyebabkan pembusukan buah. Penyakit pasca

panen buah dan sayur dapat terjadi karena infeksi selama pertumbuhan dan

perkembangan buah di pohon, melalui luka mekanis selama dipanen atau melalui

kerusakan fisologis yang disebabkan kondisi lingkungan yang tidak

menguntungkan. Perkembangan selanjutnya setelah terjadi infeksi bergantung

pada kemampuan enzimatis patogen dan kondisi fisiologis jaringan inang yang 7 

 

Page 19: PENELITIAN AKU

 

meliputi kelembaban, kemudahan untuk diserang patogen, dan ketahanan jaringan

inang sebelum proses infeksi sempurna.

Serangan penyakit di kebun atau setelah panen menimbulkan kerugian

yang sangat berarti, yaitu berupa penurunan hasil serta penurunan kualitas buah

pada saat dipasarkan. Penyakit pasca panen seringkali merupakan kelanjutan dari

penyakit yang terjadi ketika buah masih di pohon / di kebun. Infeksi yang terjadi

di pohon seringkali tidak terlihat nyata pada saat penen tetapi kerusakan akan

berkembang cepat setelah buah dipanen.

Kebanyakan buah mempunyai pH yang rendah (<4,5). Ini berarti

kerusakan mikrobiologis yang mungkin timbul disebabkan oleh jamur perusak

pangan, karena pada pH rendah bakteri sulit tumbuh pada bahan pangan.

Berdasarkan daya perusaknya maka jamur perusak pangan dapat dikelompokkan

menjadi 2 yaitu, jamur yang merusak tanaman sebelum panen dan jamur yang

menyerang komoditas setelah panen. Sifat pertumbuhan yang khas dari jamur

adalah berbentuk kapas dan biasanya terlihat pada buah-buahan yang membusuk.

Pertumbuhannya dapat berwarna hitam, putih, atau berbagai macam warna. Jamur

bersifat aktif karena merupakan organisme saprofitik. Organisme seperti ini dapat

memecah bahan-bahan organik kompleks menjadi yang lebih sederhana. Beberapa

jamur dapat bersifat patogenik dan menyebabkan penyakit pada tanaman, seperti

penyakit pada ruas batang dan biji padi oleh Pyricularia oryzea, busuk daun, lanas

pada tembakau dll. Beberapa jenis lain selama proses pembusukan pangan atau

pertumbuhannya dalam bahan pangan dapat memproduksi racun yang dikenal

sebagai mikotoksin (Buckle et al., 1978). Jamur umumya mampu menghasilkan

Page 20: PENELITIAN AKU

 

enzim pektinolitik yang melunakkan dan merusak jaringan tanaman karena enzim

tersebut mendegradasi pektin pada jaringan tanaman sehingga menyebabkan

strukturnya rusak/lunak. Adanya jamur pada buah atau sayuran dapat

menimbulkan kerusakan yang sangat hebat hingga merusak jaringan tanaman

hingga menyerupai bubur (Hayes, 1995).

Pola pertumbuhan jamur dimulai dari proses germinasi yang diawali

dengan munculnya germtube dari permukaan spora (Robinson, 1978). Germ akan

tumbuh terus membentuk filamen yang panjang dan bercabang yang disebut hifa.

Hifa akan terus tumbuh menjadi panjang dan bertambah banyak membentuk

massa hifa yang disebut miselium (Fardiaz, 1992). Jamur berfilamen tumbuh

dengan membentuk filamen atau hifa yang memanjang dan membentuk koloni.

Bila koloni jamur tumbuh pada medium, maka hifa akan tumbuh dengan bentuk

radial dari inokulum dan koloni yang dihasilkan pada umumnya memiliki garis

tepi luar yang sirkular atau berbentuk ligkaran Ketika koloni menyebar di atas

medium padat, pertumbuhan akan tergantung dari bagian apikal hifa utama

(leader hyphae), subapikal dan cabang-cabang lateral (Robinson, 1978).

Laju pertumbuhan hifa berbeda-beda untuk jenis atau spesies yang berbeda

pula. Laju pertumbuhan hifa yang diukur menggunakan waktu versus

pertumbuhan, dalam keadaan normal akan konstan. Pengukuran pertumbuhan

jamur tidak bisa dihitung dengan metode enumerasi biasa seperti plate count atau

viable count. Enumerasi terhadap jamur benang lebih tepat dilakukan dengan

pengukuran biomassa. Meski tahap untuk mengukur pertumbuhan jamur tidak

dapat dilakukan dengan metode enumerasi biasa, namun jamur tetap memiliki unit