PENEGAKAN ASAS ITIKAD BAIK DAN KESEIMBANGAN …

16
PENEGAKAN ASAS ITIKAD BAIK DAN KESEIMBANGAN PELAKU USAHA DENGAN KONSUMEN TERHADAP TANGGUNG JAWAB PRODUK YANG MEMILIKI CACAT TERSEMBUNYI DITINJAU DARI HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN : STUDI KASUS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 265 K/Pdt. Sus-BPSK/2013 Naufaldi Tri Pambudi dan Heri Tjandrasari Program Kekhususan Tentang Kegiatan Ekonomi, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Universitas Indonesia, Kampus Universitas Indonesia, Depok, 16424, Indonesia Email: [email protected] Abstrak Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan Hukum Perlindungan Konsumen dalam kaitannya untuk menyeimbangkan kedudukan pelaku usaha dengan konsumen atas itikad baik dan sikap jujur pelaku usaha dalam menjalankan tanggung jawab usahanya, mengetahui bagaimana bentuk upaya tanggung jawab pelaku usaha yang dapat dilaksanakan kepada konsumen yang mengalami kerugian terhadap produk yang memiliki cacat tersembunyi dan mencari solusi terhadap bentuk tanggung jawab pelaku usaha yang seharusnya dalam penegakan asas keseimbangan pelaku usaha dan konsumen dikaitkan dengan Putusan Mahkamah Agung yang telah keluar dan berkekuatan hukum tetap. Metode penelitian yang digunakan adalah penilitan yang bersifat yuridis normatif dengan menggunakan data primer berupa wawancara dengan narasumber dan penggunaan data- data sekunder, antara lain peraturan perundang-undangan dan buku-buku. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa putusan Mahkamah Agung yang menguatkan putusan BPSK tersebut terdapat berbagai ketidak cermatan dalam pengambilan putusannya dimana banyak hak-hak pelaku usaha yang disimpangi. Kata Kunci : Perlindungan Konsumen, Penerapan Asas Itikad Baik, Keseimbangan Pelaku Usaha, Tanggung Jawab Produk, Cacat Tersembunyi. Penegakan asas itikad baik dan ..., Naufaldi Tri Pambudi, FH UI, 2014

Transcript of PENEGAKAN ASAS ITIKAD BAIK DAN KESEIMBANGAN …

Page 1: PENEGAKAN ASAS ITIKAD BAIK DAN KESEIMBANGAN …

PENEGAKAN ASAS ITIKAD BAIK DAN KESEIMBANGAN PELAKU

USAHA DENGAN KONSUMEN TERHADAP TANGGUNG JAWAB

PRODUK YANG MEMILIKI CACAT TERSEMBUNYI DITINJAU DARI

HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN : STUDI KASUS PUTUSAN

MAHKAMAH AGUNG NOMOR 265 K/Pdt. Sus-BPSK/2013

Naufaldi Tri Pambudi dan Heri Tjandrasari

Program Kekhususan Tentang Kegiatan Ekonomi, Fakultas Hukum Universitas Indonesia,

Universitas Indonesia, Kampus Universitas Indonesia, Depok, 16424, Indonesia

Email: [email protected]

Abstrak

Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan Hukum Perlindungan Konsumen dalam kaitannya untuk

menyeimbangkan kedudukan pelaku usaha dengan konsumen atas itikad baik dan sikap jujur pelaku usaha dalam

menjalankan tanggung jawab usahanya, mengetahui bagaimana bentuk upaya tanggung jawab pelaku usaha yang

dapat dilaksanakan kepada konsumen yang mengalami kerugian terhadap produk yang memiliki cacat

tersembunyi dan mencari solusi terhadap bentuk tanggung jawab pelaku usaha yang seharusnya dalam

penegakan asas keseimbangan pelaku usaha dan konsumen dikaitkan dengan Putusan Mahkamah Agung yang

telah keluar dan berkekuatan hukum tetap. Metode penelitian yang digunakan adalah penilitan yang bersifat

yuridis normatif dengan menggunakan data primer berupa wawancara dengan narasumber dan penggunaan data-

data sekunder, antara lain peraturan perundang-undangan dan buku-buku. Berdasarkan hasil penelitian dapat

disimpulkan bahwa putusan Mahkamah Agung yang menguatkan putusan BPSK tersebut terdapat berbagai

ketidak cermatan dalam pengambilan putusannya dimana banyak hak-hak pelaku usaha yang disimpangi.

Kata Kunci : Perlindungan Konsumen, Penerapan Asas Itikad Baik, Keseimbangan Pelaku Usaha, Tanggung

Jawab Produk, Cacat Tersembunyi.

Penegakan asas itikad baik dan ..., Naufaldi Tri Pambudi, FH UI, 2014

Page 2: PENEGAKAN ASAS ITIKAD BAIK DAN KESEIMBANGAN …

Abstract

This Mini Thesis aims for understanding the implementation of Consumer Protection Law in relation

with Balancing the position of Entrepreneur and Consumer on principle of good faith and the honesty to do its

liability, to know how the form of entrepreneur liability on the consumer loss which caused by product that has a

hidden defect and to find the best solution on entrepreneur liability to enforce the principle of balanced position

in associated with Supreme Court which has come out and legally binding. Research method has been used for

this mini-thesis is normative juridicial by using primary data which is informant interview and secondary data,

such as legislations and books. The conclusion based on the research that the Supreme Court verdict which

reinforce the BPSK verdict has lack of thorough in the decision making which result of many entrepreneur right

ignored. On this matter should the entrepreneur and consumer aware against the right and duty which has been

asigned by the agreement beetween them and the law.

Keyword : Consumer Protection Law, Principle of Good Faith, Balancing the Entrepreneur Position,

Product Liability, Hidden Defect.

Pendahuluan

Konsumen pada era sekarang ini cenderung membeli produk sesuai dengan gaya hidup

yang biasanya berada di atas kemampuan daya beli konsumen. Perilaku tersebut mendasarkan

pada pertimbangan yang tidak baik, seperti :

1. Membeli barang hanya tertarik dengan iklannya;

2. Tertarik membeli barang hanya karena mereknya yang terkenal;

3. Membeli barang hanya karena obral atau untuk memperoleh bonus;

4. Hanya untuk pamer atau gengsi, bukan karena kebutuhan.

Kebutuhan tersebut tidak lagi hanya sebatas pada pada kebutuhan pokok seperti

sandang, pangan, dan papan, tetapi semakin berkembang menjadi salah satunya kebutuhan

akan sarana transportasi. Hanya saja dalam kehidupan di kota metropolitan seperti di ibukota

Jakarta, penggunaan kendaraan umum menjadi tidak efektif karena layanan tersebut dirasa

belum cukup memadai sehingga, Konsumen cenderung memiliki kendaraan pribadi sebagai

sarana transportasi utama, adapun, kepemilikan kendaraan pribadi tersebut digunakan oleh

Konsumen untuk meningkatkan rasa gengsi dengan membeli kendaraan pribadi merek

ternama, hal inilah yang mendasari pola perilaku konsumen yang irasional dalam pemilihan

akan barang atau produk tersebut, sehingga kemampuan finansial konsumen tidak memenuhi

kemampuan untuk membelinya.

Penegakan asas itikad baik dan ..., Naufaldi Tri Pambudi, FH UI, 2014

Page 3: PENEGAKAN ASAS ITIKAD BAIK DAN KESEIMBANGAN …

Dengan pembiayaan secara kredit melalui Bank, dengan memberikan kemudahan

seperti cicilan atau kredit ringan, tanpa uang muka, biaya administrasi ringan sampai bunga

sampai ke 0 persen, kemudahan kepemilikan mobil ini biasanya memakai instrument yang

dinamakan perjanjian pembiayaan (leasing) dengan jaminan Fidusia pada kendaraan yang di

perjualbelikan. Dengan kemudahan ini Konsumen semakin terburu-buru untuk mendapatkan

produk yang diinginkan tanpa mempertimbangkan latar belakang untuk memiliki produk yang

dijual tersebut.

Apabila terdapat suatu sengketa antara Konsumen dengan Pelaku Usaha maka

penyelesaiannya dapat melalui BPSK sebagai jalan pertama baik melalui mediasi, konsiliasi

ataupun arbitrase. Dengan adanya BPSK ini membuat Konsumen semakin lebih mudah dalam

menyelesaikan sengketanya hal ini juga sesuai dengan tujuan pembuatan UUPK yang ingin

menyeimbangkan kedudukan Konsumen dengan Pelaku Usaha. Salah satu problem yang

dihadapi adalah adanya kemungkinan konsumen-konsumen yang tidak beritikad baik untuk

menggunakaan hak nya untuk menuntut pelaku usaha yang beritikad baik dan jujur, juga

dalam kenyataannya beberapa konsumen menggunakan haknya dalam menuntut pelaku usaha

yang beritikad baik maupun jujur dengan sistem acara yang sudah ada saat ini. Adapun BPSK

pada prakteknya hampir kemungkinan besar memenangkan Konsumen terlepas dari kesalahan

yang dilakukan oleh Pelaku Usaha.

Dalam Hukum Perlindungan Konsumen disebutkan bahwa keseimbangan

perlindungan konsumen dapat dicapai dengan meningkatkan perlindungan terhadap

konsumen, karena posisi produsen yang selama ini lebih kuat daripada konsumen. Asas

tersebut bukan berarti bahwa Hukum Perlindungan Konsumen hanya melindungi kepentingan

konsumen semata, melainkan tujuannya yang hendak dicapai yaitu menyeimbangkan

kedudukan konsumen dengan produsen. Produsen atau yang lebih dikenal sebagai pelaku

usaha selama ini sering dianggap sebagai pihak yang licik dengan mengeruk keuntungan

sebanyak-banyaknya terhadap produk yang dijualnya, padahal, tidak jarang juga ditemukan

pelaku usaha yang menganut asas beritikad baik maupun jujur terhadap klaim atau tuntutan

yang diajukan oleh Konsumen. Setiap produk yang ditawarkan atau dijual kepada konsumen

pada dasarnya tidak semuanya sempurna, hal ini menuntut pelaku usaha untuk lebih hati-hati

dalam memilih produk yang dijual dan ditawarkannya (asas kehati-hatian).

Pada praktek jual beli kendaraan bermotor sering kali ditemukan cacat pada kendaraan

bermotor tersebut, terkadang cacat tersebut tidak terlihat atau tidak diketahui oleh pembeli

atau bahkan oleh pelaku usaha itu sendiri. Hal yang merugikan konsumen tersebut dikenal

sebagai cacat tersembunyi. Perlindungan hukum bagi konsumen terhadap produk yang

Penegakan asas itikad baik dan ..., Naufaldi Tri Pambudi, FH UI, 2014

Page 4: PENEGAKAN ASAS ITIKAD BAIK DAN KESEIMBANGAN …

memiliki cacat tersembunyi telah diatur dalam KUHPerdata dan diatur secara khusus dalam

UUPK, dimana mewajibkan pelaku usaha untuk mengganti kerugian konsumen akibat

menggunakan barang atau produk tersebut. Pelaku usaha yang mengetahui akan adanya cacat

tersembunyi tersebut namun tidak memberitahu kepada konsumen dalam KUHPerdata masuk

dalam unsur Pasal 1365 tentang Perbuatan Melawan Hukum, juga terhadap pelaku usaha yang

lalai.

Kondisi yang demikian, terkadang menciptakan peluang bagi konsumen untuk

menggunakan hak menuntutnya kepada pelaku usaha sehingga pelaku usaha dapat mengalami

kerugian. Oleh karena itu, undang-undang perlindungan konsumen dimaksud menjadi

landasan hukum yang kuat bagi pelaku usaha maupun konsumen untuk memperkuat

kedudukannya di dalam transaksi bisnis atau jual beli di era modern saat ini.

Adapun, dalam putusan Mahkamah Agung No. 265 K/Pdt.Sus/BPSK/2013 yang

menguatkan Putusan majelis Arbiter di BPSK, telah bersifat tidak adil dan kurang berimbang

dengan tidak memberikan suatu kesempatan bagi Pelaku Usaha untuk melakukan pembelaan

dan juga membatalkan akta fidusia antara Konsumen dengan Bank, dimana merupakan suatu

ketidakwajaran karena Bank merupakan pihak ketiga di luar upaya hukum Arbitrase tersebut.

Bank berdasarkan asas itikad baik bukanlah merupakan suatu pihak dalam sengketa antara

konsumen dengan Pelaku Usaha.

Berdasarkan hal-hal tersebut, maka terdapat tiga hal yang menjadi permasalahan.

Pertama adalah Bagaimana perlindungan hukum bagi konsumen terhadap kendaraan bermotor

yang diketahui memiliki cacat tersembunyi apabila dikaitkan dengan KUHPerdata dan

UUPK, Kedua adalah Bagaimana Hukum Perlindungan Konsumen dalam penerapan product

liability dan strict liability sebagai tanggung jawab pelaku usaha dalam produk yang memiliki

cacat tersembunyi dengan memperhatikan itikad baik pelaku usaha terhadap konsumen, dan

ketiga adalah Bagaimana seharusnya Hukum Perlindungan Konsumen mengatur mengenai

Putusan yang dijatuhkan oleh hakim pada Putusan Mahkamah Agung Nomor 265 K/Pdt.Sus-

BPSK/2013 dengan mempertimbangkan itikad baik pelaku usaha dalam menyeimbangkan

kedudukan pelaku usaha dengan konsumen.

Tinjauan Teoritis

Terhadap tinjauan yuridis Putusan Mahkamah Agung No. 265 K/Pdt.Sus/BPSK/2013,

menggunakan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan konsumen serta hukum

perdata yaitu:

Penegakan asas itikad baik dan ..., Naufaldi Tri Pambudi, FH UI, 2014

Page 5: PENEGAKAN ASAS ITIKAD BAIK DAN KESEIMBANGAN …

1. KUHPerdata

Berdasarkan Pasal 1365 diatur mengenai Perbuatan Melawan Hukum dan Pasal 1507

KUHPerdata tentang Penilaian terhadap Cacat Tersembunyi.

2. Undang-undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

Berdasarkan Pasal 2 dan Pasal 6 huruf c yang mengatur mengenai penerapan asas

keseimbangan Pelaku Usaha dengan Konsumen serta Pasal 25 ayat (2) mengatur

mengenai penerapan asas itikad baik bagi Pelaku usaha yang telah melakukan

kewajiban purna jualnya, juga Pasal 19 ayat (2) mengenai bentuk ganti rugi Pelaku

Usaha kepada Konsumen dan Pasal 21 mengenai tanggung jawab Importir.

3. Undang-undang No. 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan

Berdasarkan Pasal 46 dan Pasal 45 yang mengatur mengenai tanggung jawab Importir

yang bertanggung jawab sepenuhnya terhadap barang yang diimpor.

4. Peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun 2008 Tentang Mediasi

Berdasarkan Pasal 19 ayat (1) dan ayat (2) bahwa segala pengakuan ataupun bukti-

bukti dalam upaya hukum mediasi tidak boleh digunakan di upaya hukum selanjutnya.

5. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 350/MPP/Kep/12/2001

tentang Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen

Berdasarkan Pasal 4, menyebutkan bahwa upaya hukum Mediasi, Konsiliasi maupun

Arbitrase merupakan upaya hukum Terpisah bukan suatu tingkatan atau berjenjang,

juga pada Pasal 1 angka 10 dan 11 disebutkan pengertian Mediasi dan Arbitrase

bahwa proses penyelesaian sengketa konsumen tersebut diserahkan sepenuhnya

kepada para pihak yang tunduk, dan untuk Arbitrase kepada BPSK.

Metode Penelitian

Metode Penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian

yuridis normatif, yaitu penelitian yang meneliti hukum sebagai norma positif dalam sistem

perundang-undangan. Penelitian ini bertujuan untuk membuat deskripsi, gambaran, atau

lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai adanya hubungan hukum positif serta

norma-norma yang berlaku dalam masyarakat.1 Dalam penelitian ini, penulis menggunakan

data primer dan data sekunder. Data primer dikumpulkan dengan melakukan wawancara

                                                                                                                         1Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan Singkat), Cet. 7.

(Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2003), hal. 13.

Penegakan asas itikad baik dan ..., Naufaldi Tri Pambudi, FH UI, 2014

Page 6: PENEGAKAN ASAS ITIKAD BAIK DAN KESEIMBANGAN …

terhadap narasumber yang berhubungan dengan putusan yang diteliti yakni perumus undang-

undang Perlindungan Konsumen Bapak Az Nasution,Badan Penyelesaian Sengketa

Konsumen (BPSK) dan Kuasa Hukum PT. Maxindo Internasional Nusantara Indah sebagai

Pelaku Usaha. Yang mendasari diperlukannya wawancara dengan pihak-pihak tersebut

dikarenakan perlunya suatu dasar pertimbangan secara yuridis dan filosofis terhadap analisa

putusan BPSK yang dijatuhkan sehingga dapat mengurangi keseimbangan antara Pelaku

Usaha dengan Konsumen juga merugikan Bank sebagai pihak ketiga diluar perjanjian jual

beli Konsumen dengan Pelaku Usaha. Selanjutnya untuk data sekunder, Penulis

mengumpulkan dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier,

Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang mencakup ketentuan perundang-undangan

yang berlaku dan mempunyai kekuatan mengikat.2 Bahan hukum sekunder adalah bahan

hukum yang diperoleh dari penelusuran buku-buku dan artikel-artikel yang berkaitan dengan

penulisan skripsi ini, yang memberikan penjelasan yang mendalam mengenai bahan hukum

primer.3 Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun

penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.4

Hasil Penelitian

Hasil penelitian dari skripsi ini adalah berupa perlindungan konsumen terhadap

penerapan asas itikad baik dan keseimbangan antara pelaku usaha dengan konsumen ditinjau

dari undang-undang di Indonesia yang berkaitan dengan konsumen. Terdapat juga peraturan

yang berkaitan dengan Perbankan sebagai lembaga pemberi kredit di luar perjanjian jual beli

konsumen dengan pelaku usaha, serta proses hukum acara.

Pembahasan

Putusan Mahkamah Agung yang dibacakan pada hari Rabu, tanggal 28

Agustus 2013 yang pada intinya menguatkan pendapat pada persidangan Arbitrase dan tingkat

kasasi sebelumnya serta menolak permohonan kasasi oleh PT. MINI, dimana menurut

                                                                                                                         

2Ibid.., hal. 12.

3Ibid.

4Ibid.

Penegakan asas itikad baik dan ..., Naufaldi Tri Pambudi, FH UI, 2014

Page 7: PENEGAKAN ASAS ITIKAD BAIK DAN KESEIMBANGAN …

pendapat saya hal ini dianggap kurang tepat mengingat putusan pada proses Arbitrase ini

kurang cermat.

Terhadap putusan Arbitrase yang dijatuhkan pada tanggal 18 September 2012 yang pada

intinya berisi :

1. Mengabulkan gugatan Penggugat;

2. Menyatakan Tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum;

3. Menyatakan Tergugat sebagai Penjual yang tidak beritikad baik;

4. Menghukum Tergugat dengan mengganti seluruh kerugian Penggugat :

5. Pengembalian uang muka/DP sebesar Rp. 164.234.000,-

6. Pengembalian pemesanan kaca film Rp. 2.000.000,-

7. Pengembalian kekurangan pengurusan STNK Rp. 6.320.000,-

8. Penggantian kerugian berupa cicilan 3 (tiga) bulan Rp. 45.297.120,-

Berjalan ke OCBC NISP sebesar (3x Rp. 15.099.040)

Total Keseluruhan Rp. 217.851.120,-

Dengan pengembalian uang sejumlah tersebut penggugat wajib mengembalikan unit

kepada yang berhak;

9. Menyatakan unit MINI COOPER yang menjadi obyek jual beli dalam perkara ini

mengandung cacat tersembunyi;

10. Menyatakan Surat Perjanjian No. 02540 PKA 001543 dan Akte Jaminan Fidusia No.

380/AJF/AH/2012 keduanya tertanggal 21 Mei 2012 tidak mengikat bagi Penggugat.

Pada proses upaya hukum di luar pengadilan yang telah diamanatkan oleh UU

Perlindungan Konsumen yaitu BPSK, para pihak telah menempuh proses mediasi sebelumnya

dimana pada proses mediasi segala fakta telah disampaikan baik dari Konsumen maupun PT.

MINI. Proses mediasi tersebut pun ternyata gagal sehingga BPSK menyarankan agar para

pihak menempuh proses Arbitrase, namun sebagai catatan bahwa dalam Pasal 52 UUPK

huruf a yang berbunyi :

“Tugas dan wewenang BPSK meliputi :

a. Melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen

dengan cara melalui mediasi atau arbitrase atau konsiliasi;”

Lebih lanjut dalam Kepmerindag 350 Pasal 4 yang berbunyi sebagai berikut :

“(1) Penyelesaian sengketa konsumen oleh BPSK melalui cara

konsiliasi atau mediasi atau arbitrase sebagaimana dimaksud dalam

Penegakan asas itikad baik dan ..., Naufaldi Tri Pambudi, FH UI, 2014

Page 8: PENEGAKAN ASAS ITIKAD BAIK DAN KESEIMBANGAN …

pasal 3 huruf a, dilakukan atas dasar pilihan dan persetujuan para pihak

yang bersangkutan.

(2) Penyelesaian sengketa konsumen sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) bukan merupakan proses penyelesaian sengketa konsumen secara

berjenjang.”

Berdasarkan kedua pasal diatas dapat diketahui bahwa kedua proses mediasi maupun

arbitrase haruslah dikatakan sebagai kedua upaya hukum yang terpisah, dimana para pihak

haruslah sepakat untuk menempuh upaya hukum tersebut, sehingga apabila terjadi kegagalan

dalam proses mediasi bukan berarti BPSK menyarakan para pihak akan berlanjut kepada

proses konsiliasi ataupun arbitrase.

Selanjutnya, dalam Perma Mediasi No. 1 Tahun 2008, disebutkan bahwa mediasi

merupakan proses perundingan yang tidak bersifat adjudikatif, mediator merupakan pihak

yang netral dan membantu para pihak dalam proses perundingan untuk mencari cara

penyelesaian sengketa tanpa adanya suatu cara memutus atau memaksakan sebuah

penyelesaian, sehingga pernyataan dan pengakuan para pihak tidak dapat digunakan sebagai

bukti proses perkara yang bersangkutan, juga catatan mediator haruslah dihapuskan apabila

para pihak gagal mencapai kesepakatan dalam mediasi.

Dalam kenyataannya, pada proses arbitrase PT. MINI hanya dipanggil ke BPSK

setelah proses Mediasi hanya dua kali saja, yaitu pada tanggal 19 Juli 2012 untuk

menyarankan Arbitrase dan melaksanakan sidang pemeriksaan pada saat itu juga, serta pada

tanggal 17 September 2012 dengan langsung dibacakannya putusan. Berdasarkan fakta inilah

dapat diketahui bahwa majelis hakim BPSK tidak memberikan kesempatan bagi PT. MINI

untuk mengajukan pembelaan, dimana majelis BPSK memanfaatkan catatan persidangan

mediasi yang seharusnya tidak boleh digunakan dalam upaya hukum lainnya.

Atas fakta tersebut, majelis BPSK telah melanggar salah satu asas dalam Hukum

Perlindungan Konsumen, yakni asas keadilan dan keseimbangan antara pelaku usaha dengan

konsumen, sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 6 huruf c:

“Hak Pelaku usaha adalah :

a. Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya

didalam penyelesaian sengketa konsumen.”

Selain itu, juga disebutkan dalam Pasal 2 UUPK penjelasan yang

berbunyi :

Penegakan asas itikad baik dan ..., Naufaldi Tri Pambudi, FH UI, 2014

Page 9: PENEGAKAN ASAS ITIKAD BAIK DAN KESEIMBANGAN …

“Dimana baik konsumen dan pelaku usaha

berkesempatan untuk memperoleh haknya dan

melaksankan kewajibannya secara adil”

Berdasarkan kedua pasal tersebut maka UUPK telah mengamanatkan agar kedudukan

pelaku usaha dengan konsumen seimbang, tidak meninggikan salah satu pihak dalam

berpekara, walaupun nama dari undang-undang ini terkesan hanya melindungi konsumen saja

tetapi undang-undang ini mengamanatkan keseimbangan bagi kedua belah pihak dalam

berpekara.

Dengan disimpanginya pemeriksaan dalam proses arbitrase oleh majelis BPSK, maka

tidak memberikan kesempatan bagi PT. MINI untuk melakukan pembelaan, jika majelis

BPSK pada saat itu memberikan kesempatan bagi PT. MINI untuk hadir proses pemeriksaan

dalam persidangan arbitrase, maka akan diketahui berbagai fakta-fakta yang ada.

Cacat tersembunyi yang terdapat dalam unit mobil tersebut hanya dinilai dari sudut

pandang konsumen saja, tidak melihat dari sisi otomotif atau kegunaannya, padahal dalam

Pasal 1507 KUHPerdata disebutkan bahwa cacat tersembunyi harus dinilai oleh orang

memiliki kualifikasi tersebut dan menjadi dasar pertimbangan hakim untuk memutuskan,

adapun majelis BPSK tidak memberikan kesempatan pemeriksaan dan pembelaan bagi pelaku

usaha sehingga penilaian adanya cacat tersembunyi tidak lah berdasarkan pasal 1507

KUHPerdata, melainkan berdasarkan keterangan dan catatan yang terdapat dalam proses

Mediasi saja maupun keterangan konsumen.

Terhadap tuduhan adanya itikad tidak baik dari PT. MINI masih merupakan pro dan

kontra, karena PT. MINI telah beritikad baik untuk melakukan kewajibannya dalam

menangani keluhan konsumen, seperti memberikan jawaban yang responsif kepada konsumen

dengan email yang dikirimkan pada tanggal 24 Mei dan 25 Mei 2012, yang berisikan

penjelasan mengenai problem yang dihadapi oleh konsumen serta dengan memberikan

pelayanan unit purna jual secara langsung dengan standar yang berlaku pada prinsipalnya

yaitu Grup BMW walaupun menurut keterangan konsumen prosedur pengembalian unit mobil

yang diperbaiki tersebut tidak sesuai standar yang ada yaitu dikembalikan bukan di tempat

yang semestinya, namun PT. MINI dalam proses mediasi menawarkan untuk mengganti unit

yang serupa namun konsumen tetap bersikeras untuk meminta pengembalian uang ganti

kerugian.

Dalam penilaian unsur melawan hukum pasal 1365 KUHPerdata, majelis arbiter tidak

menguraikan unsurnya secara komprehensif dan detail sehingga putusan yang menyatakan

PT. MINI telah melakukan perbutan melawan hukum terkesan tidak adil, maka dari itu unsur-

Penegakan asas itikad baik dan ..., Naufaldi Tri Pambudi, FH UI, 2014

Page 10: PENEGAKAN ASAS ITIKAD BAIK DAN KESEIMBANGAN …

unsur dari Pasal 1365 KUHPerdata akan diuraikan lebih lanjut yang terdiri sebagai berikut

dan langsung diuraikan pula berdasarkan fakta yang ada :

1. Adanya Perbuatan, yang dimaksud dengan perbuatan ini baik yang bersifat positif

maupun yang bersifat negatif, artinya setiap tingkah laku berbuat atau tidak berbuat,

mungkin maksud dari majelis hakim disini adalah tidak melakukan pemeriksaan yang

menyeluruh terhadap unit mobil yang dijual, namun pada faktanya PT. MINI bersama

Konsumen telah sama-sama melakukan pemeriksaan terhadap unit mobil yang dijual dan

juga melakukan test drive pada unit yang dijual tersebut, dimana pada akhirnya

konsumen menyapakati untuk membeli unit mobil yang telah diperiksa secara bersama

tersebut. Hal ini juga merupakan suatu keanehan bagi Bank mengingat kerugian yang

diderita oleh Bank berdasarkan adanya putusan majelis arbiter, dalam putusan tersebut

hanya penjelasan mengenai adanya perjanjian kredit dengan Konsumen saja.

2. Perbuatan tersebut melanggar hukum, salah satu unsur dari melanggar hukum adalah

bertentangan dengan hak subyektif orang lain dimana mungkin menjadi dasar

pertimbangan hakim bahwa konsumen merasa dirugikan dengan perbuatan PT. MINI

yang lalai dengan ditemukan adanya cacat tersembunyi tersebut. Namun, dalam kasus ini

tidak ada suatu penjelasan apapun bagi Bank apakah melanggar hukum terhadap

pemberian kredit kepada konsumen.

3. Perbuatan tersebut membawa kerugian bagi penggugat, hal ini dapat dilihat dari tuntutan

yang diajukan oleh konsumen, namun kerugian tersebut tidaklah membawa kerugian fisik

dan moral secara signifikan yang ditemukan dalam unit mobil yang dijual tersebut

sehingga seharusnya majelis arbiter atau hakim mempertimbangkan unsur kerugian

tersebut sampai sejauh mana dalam menjatuhkan putusan, dalam putusan tersebut juga

tidak ada perbuatan yang membawa kerugian dari Bank, justru pemberian kredit tersebut

membuat Konsumen dapat memperoleh produk yang diinginkannya.

4. Adanya Kesalahan, mungkin yang dimaksud majelis arbiter disini adalah kelalaian

pengecekan oleh PT. MINI, tetapi tidak ada kesalahan oleh Bank yang seharusnya

dijelaskan dalam putusan tersebut.

5. Adanya hubungan sebab akibat antara perbuatan melawan hukum itu dengan kerugian,

untuk membuktikan adanya unsur kaulitas maka doktrin yang digunakan adalah teori

Von Kriess yaitu teori Adequat, dimana yang dilihat adalah sebab yang menimbulkan

akibat yang layak, apakah penilaian sebab yang paling layak tersebut adalah dari

cacatnya produk yang dibuat oleh produsen atau penjualan yang dilakukan oleh PT.

Penegakan asas itikad baik dan ..., Naufaldi Tri Pambudi, FH UI, 2014

Page 11: PENEGAKAN ASAS ITIKAD BAIK DAN KESEIMBANGAN …

MINI sebagai agen, yang pasti Bank bukanlah sebab kerugian yang dialami oleh

Konsumen.

Tidak disebutkannya unsur Perbuatan Melawan Hukum dalam putusan

arbitrase tersebut membuat secara jelas putusan arbitrase ini membingungkan bagi

konsumen, terlebih bagi PT. MINI dan juga Bank yang dirasakan adanya

ketidakadilan dalam jatuhnya putusan ini, seharusnya dengan dituliskannya uraian

yang pasti mengenai unsur Perbuatan Melawan Hukum maka dapat menjadi suatu

dasar pertimbangan bagi hakim dalam menjatuhkan putusan ganti rugi.

Terhadap putusan yang dijatuhkan dan juga mengenai ganti rugi tersebut dari

Sidang Arbitrase, terdapat suatu keanehan yaitu :

(1) Majelis Arbiter tidak mempertimbangkan adanya itikad baik dari PT. MINI

dalam menjalankan kewajibannya dan juga itikad baik dari PT. OCBC

NISP dalam memberikan kredit.

(2) Majelis Arbiter hanya melihat keluhan-keluhan konsumen saja tidak

memperhatikan dari sudut pandang pelaku usaha ataupun ahli otomotif

terhadap penilaian cacat tersembunyi yang berpengaruh pada penilaian

ganti kerugian.

(3) Majelis Arbiter tidak menegakkan asas keadilan dan keseimbangan sesuai

yang diamanatkan dalam UUPK, dimana dapat dilihat dalam fakta yang

ada bahwa majelis arbiter tidak memberikan suatu kesempatan bagi PT.

MINI untuk melakukan pembelaan dalam sidang pemeriksaan, majelis

arbiter hanya menggunakan cacatan mediasi saja dalam menguraikan fakta-

fakta yang ada.

(4) Hakim melampaui kewenangan dengan membatalkan perjanjian fidusia

antara konsumen dengan krediturnya, dimana seharusnya dalam Pasal 1

angka 1 undang-undang Arbitrase, hanya pihak yang telah sepakat untuk

tunduk pada arbitrase yang dapat dikenakan putusan arbitrase, sehingga

kreditur yaitu OCBC NISP tidaklah terikat dengan putusan arbitrase ini,

bahkan dengan adanya putusan yang membatalkan perjanjian fidusia ini

membawa kerugian kepada pihak diluar Arbitrase.

Kesimpulan

Dari pembahasan bab sebelumnya mengenai tinjauan yuridis putusan Mahkamah

Agung 265 K/Pdt-Sus/BPSK/2013 mengenai penyimpangan dari asas keadilan dan

Penegakan asas itikad baik dan ..., Naufaldi Tri Pambudi, FH UI, 2014

Page 12: PENEGAKAN ASAS ITIKAD BAIK DAN KESEIMBANGAN …

keseimbangan antara pelaku usaha dengan konsumen sesuai yang diamanatkan oleh Undang-

undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, dapat ditarik berbagai

kesimpulan yang akan disebutkan sesuai dengan poin-poin berikut ini :

1. Penerapan product liability atau tanggung jawab produk dalam Hukum

Perlindungan Konsumen tidak terlepas dalam Pelaku Usaha yang membuat produk

tersebut atau yang disebut sebagai Produsen, juga berdasarkan pasal 21 ayat (1) UU

Perlindungan Konsumen bahwa importir barang yang merupakan agen atau

perwakilan dari produsen luar negeri tidaklah bertanggung jawab terhadap barang

yang diimpor. Hal ini menandakan adanya pembatasan tanggung jawab bagi Pelaku

Usaha lain atau Agen dalam kasus ini, serta dalam perdagangan produk yang

diedarkan atau dipasarkan tersebut tidak mengalami perubahan dari Agen tersebut.

Namun, dikarenakan menuntut Pelaku Usaha diluar negeri sangat memberatkan

konsumen maka klaim ganti rugi untuk menuntut melalui perwakilannya saja.

Selanjutnya, kerugian yang dialami oleh agennya tersebut dapat diselesaikan dengan

mekanisme sendiri antara Prinsipalnya dengan Agensinya, mengingat Prinsipalnya

yaitu BMW Group merupakan Merk Terkenal.

Terhadap penerapan strict liability tidak diatur dalam Undang-undang

Perlindungan Konsumen kita, namun mengatur mengenai Pembuktian Terbalik

dimana sesuai pasal 28 Undang-undang Perlindungan Konsumen mewajibkan beban

pembuktian kepada Pelaku Usaha terhadap ada tidaknya unsur Kesalahan, yang berarti

bahwa Hakim atau Majelis Arbiter, haruslah mendengarkan terlebih dahulu

pembuktian unsur kesalahan dari Pelaku Usaha sebelum menjatuhkan putusan. Hakim

ataupun majelis arbiter seharusnya mempertimbangkan adanya itikad baik pelaku

usaha, dimana berdasarkan Undang-undang Perlindungan Konsumen pada pasal 25

ayat (2) menyebutkan apabila Pelaku Usaha telah menyediakan fasilitas perbaikan

dalam kasus ini adalah Servis Reparasi sesuai dengan standar yang telah diperjanjikan

ataupun telah memenuhi standar garansi dari apa yang diperjanjikan kepada konsumen

maka seharusnya Pelaku Usaha terlepas dari tuntutan ganti rugi yang dimintakan oleh

Konsumen kepada Pelaku Usaha.

2. Terhadap Perjanjian Kredit antara Bank dengan Konsumen, tidaklah dapat

dibatalkan begitu saja karena putusan arbitrase hanya berlaku bagi para pihak yang

sama-sama menundukan diri dari awal proses Arbitrase, sehingga majelis Arbiter tidak

Penegakan asas itikad baik dan ..., Naufaldi Tri Pambudi, FH UI, 2014

Page 13: PENEGAKAN ASAS ITIKAD BAIK DAN KESEIMBANGAN …

dapat secara sepihak membatalkan perjanjian kredit konsumen dengan Bank.

Terhadap Unit mobil yang dikembalikan kepada PT. MINI juga merupakan suatu

tindakan yang kurang tepat, karena mobil tersebut belum secara lunas dibayarkan oleh

Konsumen dan mobil tersebut masih dijaminkan secara fidusia, sehingga terhadap

kesalahan yang dilakukan oleh PT. MINI seharusnya tidaklah mengikat kepada Bank

sebagai pihak ketiga diluar perjanjian jual beli unit mobil tersebut, Bank hanyalah

sebagai sarana bagi konsumen untuk mempermudah kepemilikan mobil tersebut.

3. Terhadap putusan hakim pada tingkat banding maupun kasasi yang dijatuhkan

kepada pelaku usaha dapat diketahui bahwa putusan tersebut kurang teliti, bahkan

hakim dalam tingkat banding hanya melihat dari judex juris nya saja tidak

mempertimbangkan fakta-fakta yang telah dikemukan oleh Pelaku Usaha. Bahwa

putusan yang telah dijatuhkan oleh majelis arbiter BPSK dianggap sudah tepat dan

benar, padahal dalam pertimbangan majelis arbiter BPSK tersebut terdapat

ketidakcermatan dalam menjatuhkan putusan tersebut.

Poin ketidakcermatan tersebut akan diurai dalam poin-poin berikut :

a. Majelis Arbiter tidak mempertimbangkan adanya itikad baik dari PT. MINI dalam

menjalankan kewajibannya bahkan itikad baik dari PT. OCBC NISP dalam

memberikan Kredit.

b. Majelis Arbiter tidak menjalankan asas Pembuktian Terbalik terhadap tidak

adanya sidang pemeriksaan bagi kesalahan Pelaku Usaha tersebut bagaimana

majelis arbiter dapat memutus putusan ganti rugi yang seharusnya apabila fakta-

fakta yang ada tidak dikemukan.

c. Majelis Arbiter tidak menegakkan asas keadilan dan keseimbangan sesuai yang

diamanatkan dalam UUPK dengan tidak melakukan sidang pemeriksaan.

d. Hakim melampaui kewenangan dengan membatalkan perjanjian fidusia antara

konsumen dengan krediturnya, sehingga merugikan PT. OCBC NISP.

Saran

Bagi Hakim maupun Majelis Arbiter disarankan sebagai berikut :

Hakim maupun Majelis Arbiter seharusnya mempertimbangkan adanya unsur

keseimbangan bagi pelaku usaha dengan konsumen terlepas dari adanya kesalahan yang telah

dilakukannya, dimana dengan tidak dikenalnya strict liability dalam UUPK Pelaku Usaha

seharusnya membuktikan adanya kesalahan terlebih dahulu dengan beban pembuktian

Penegakan asas itikad baik dan ..., Naufaldi Tri Pambudi, FH UI, 2014

Page 14: PENEGAKAN ASAS ITIKAD BAIK DAN KESEIMBANGAN …

terbalik. Bahwa bagi hakim dalam tingkat banding maupun kasasi lebih cermat dan teliti,

tidak selamanya apa yang telah diputuskan oleh majelis arbiter BPSK itu selalu benar, dimana

pada kenyataannya hampir 90% kemungkinan putusan majelis arbiter selalu dimenangkan

dalam tingkat banding dan kasasi5, tetapi pada kenyataannya pada kasus kali ini banyak

kekeliruan yang diputuskan oleh majelis Arbiter terutama dengan merugikan pihak ketiga

seperti Bank yang memberikan kredit dengan itikad baik.

Bagi Konsumen disarankan sebagai berikut :

Konsumen seharusnya tidaklah mengambil keuntungan dari adanya kerugian yang

dialaminya terlebih lagi membesar-besarkan kerugian yang seharusnya masih dapat diperbaiki

oleh Pelaku Usaha. Konsumen juga seharusnya lebih teliti dalam memilih unit yang akan

dibelinya mengingat konsumen telah diberikan waktu untuk mencoba kendaraan yang

dibelinya, sehingga mencegah adanya kerugian terhadap unit yang telah dibelinya dan

Konsumen kedepannya seharusnya membeli produk sesuai kemampuan finansialnya, tidak

sepenuhnya berharap kepada pembiayaan kredit.

Bagi Pelaku Usaha disarankan sebagai berikut :

Pelaku Usaha seharusnya lebih teliti dalam memeriksa produk yang akan

diedarkannya, sehingga pada prakteknya tidak lagi terjadi tuntutan konsumen dikemudian

hari. Terhadap gugatan ganti rugi ini, pelaku usaha dalam hal ini PT. MINI sebagai Agen atau

perwakilan dapat meminta suatu retur atas kerugian unit yang dijualnya kepada prinsipalnya,

hal ini juga seharusnya ada dalam perjanjian antara Prinsipal dengan Agen sehingga atas

akibat hukum yang diderita oleh Agen seharusnya menjadi tanggung jawab bagi Prinsipalnya

untuk menjaga nama baik Prinsipalnya yaitu BMW Group.

Bagi Bank disarankan sebagai berikut :

Menuntut PT. MINI selaku Pelaku Usaha terkait kerugian yang diderita oleh Bank

karena dengan perjanjian leasing, bank membiayai sepenuhnya unit mobil yang dibeli

konsumen dan membebankan konsumen dengan perjanjian pembiayaan kredit tersebut.

Namun, dengan adanya putusan tersebut membuat Bank rugi terlebih Majelis Arbiter berlaku

diluar kewenangannya.

                                                                                                                         5  Wawancara  dengan  Pak  Bambang  Sumantri  Majelis  Arbiter  BPSK,  tanggal  18  November  2014  Pukul  

15.00  WIB.  

Penegakan asas itikad baik dan ..., Naufaldi Tri Pambudi, FH UI, 2014

Page 15: PENEGAKAN ASAS ITIKAD BAIK DAN KESEIMBANGAN …

Daftar Referensi

Buku:

Agustina, Rosa. Perbuatan Melawan Hukum, Depok:Pasca Sarjana Fakultas Hukum

Universitas Indonesia, 2003.

Nasution, AZ. (2002). Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar, Cet. 2. Jakarta:

Diadit Media.

Miru, Ahmadi dan Sutarman Yodo (2004). Hukum Perlindungan Konsumen, Edisi 1, Cet. 2.

Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.

Dokumen Elektronik:

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/30272/3/Chapter%2011.pdf diakses pada

tanggal 8 September 2014.

www.insw.go.id/images/public/informasi_registrasi_importir.pdf, diakses pada tanggal 23

November 2014.

www.out-law.com.com/topics/commercial/supply-of-goods-and-services/product-liability-

under-the-consumer-protection-act/ diakses pada tanggal 10 Desember 2014.

Artikel Jurnal

Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman, Laporan Akhir Penelitian

Perlindungan Terhadap Konsumen atas Kelalaian Produsen, Jakarta: Badan Pembinaan

Hukum Nasional Departemen Kehakiman, 1992.

Badan Perlindungan Konsumen Nasional, Perlindungan Konsumen Indonesia, Jakarta:Badan

Perlindungan Konsumen Nasional, 2005, cet. 2.

Peraturan Perundang-Undangan:

Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen. UU Nomor 8 Tahun 1999 (1999).

Undang-Undang tentang Perdagangan. UU Nomor 7 Tahun 2014 (2014).

Penegakan asas itikad baik dan ..., Naufaldi Tri Pambudi, FH UI, 2014

Page 16: PENEGAKAN ASAS ITIKAD BAIK DAN KESEIMBANGAN …

Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, No.

1 Tahun 2008.

Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 350/MPP/Kep/12/2001 tentang

Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen.

Surat Keputusan Bersama Menteri Keuangan, Menteri Perindustrian dan Menteri

Perdagangan Nomor Kep-122/MK/IV/2/1974, Nomor 32/M/SK/2/1974 dan Nomor

30/Kpb/I/74 tentang Perizinan Usaha Leasing.

Penegakan asas itikad baik dan ..., Naufaldi Tri Pambudi, FH UI, 2014