pendukung 2 presentasi

8
Transportasi dan pengendapan dari besi dikontrol oleh kondisi Eh dan pH. Diagram pH dan eH (gambar bawah) menjelaskan kontrol pH dan Eh terhadap pengendapan mienral mineral besi. Sebagai contoh hematit (Fe2O3) dipresipitasikan pada kondisi oksidasi, sementara siderit (FeCO3) diendapkan pada kondisi reduksi (agak moderat), dan pirit terpresipitasi pada moderat sampai kondisi reduksi yang kuat, adapun magnetit dipresipitasikan pada pH tinggi (sangat basa) dimana menruut Raymond (2002) diendapkan pada kondisi larutan jenuh dengan silika. stabilitas Eh-pH (gambar kiri) dan hubungan kadar oksigen di atmosfer (gambar kanan) terhadap pembentukan formasi besi.

description

hbhbh

Transcript of pendukung 2 presentasi

Page 1: pendukung 2 presentasi

Transportasi dan pengendapan dari besi dikontrol oleh kondisi Eh dan pH.

Diagram pH dan eH (gambar bawah) menjelaskan kontrol pH dan Eh

terhadap pengendapan mienral mineral besi. Sebagai contoh hematit

(Fe2O3) dipresipitasikan pada kondisi oksidasi, sementara siderit (FeCO3)

diendapkan pada kondisi reduksi (agak moderat), dan pirit terpresipitasi

pada moderat sampai kondisi reduksi yang kuat, adapun magnetit

dipresipitasikan pada pH tinggi (sangat basa) dimana menruut Raymond

(2002) diendapkan pada kondisi larutan jenuh dengan silika.

stabilitas Eh-pH (gambar kiri) dan hubungan kadar oksigen di atmosfer (gambar kanan) terhadap pembentukan

formasi besi.

Page 2: pendukung 2 presentasi

Karena kompleksnya sistem yang ada di alam untuk geokimia besi ini maka

penyederhanaan oleh diagram diatas (oleh Garrels dkk 1965), maka

diagram diatas hanya digunakan untuk interpretasi lingkungan

pengendapan besi di daerah tertentu saja (or tidak bisa diterapkan secara

umum untuk semua lingkungan misalnya berdasarkan faktor faktor kontrol

asam diatas bisa saja magnetit terbentuk pada pH rendah dan sebagainya).

Banyak peneliti yang beranggapan bahwa besi bersal dari pelapukan dari

batuan yang mengandung mineral mineral silikat besi di subaerial (darat),

tapi source dan daratan yang dimaksud (source rocknya) menjadi masalah

disini. Besi dalam kondisi oksida atau ferric (Fe3+) kurang bisa larut

dibandingkan besi dalam kondisi reduksi atau ferrous (Fe2+). Besi ferric

hanya akan larut dalam pH kurang dari 4 lihat gambar B diatas, maka pada

kondisi oksidasi (pelapukan ) kehadiran besi akan cenderung terpresipitasi

dibandingin dengan berada dalam larutan (terlarut). Dan maslah muncul

ketika membayangkan bagaimana bisa pelapukan subaerial terjadi pada

kondisi oksidasi dan ditransportasikan oleh arus atau sungai sehingga bisa

mengendapkan formasi besi begitu banyak?

Garrels (1987 dalam raymond, 2002) menyebutkan bahwa kontroversi dari

origin banded iron formation dan lingkungan pengendapannya menuai

banyak kontroversi tapi hal ini terjadi karena begitu beragamnya

lingkungan pengendapan besi ini. Lingkungan pengendapannya bisa di

playa lake (Eigster dan Chou, 1973), Supratidal sampai subtidal (Lougheed,

1983), shelf (Ewers dan Morris, 1981), sementara Garrels (1987) sendiri

menyebutkan bahwa lingkungan pengendapan sedimen kaya besi adalah

pada lingkungan yang restrict area (oksidasi tidak banyak terjadi).

Beberapa peneliti (Lepp dan Goldich 1964, Cloud, 1973 dan Lepp, 1987)

menyebutkan bahwa konsentrasi oksigen rendah di atmosfer, terjadi pada

periode prekambrian sehigga memudahkan terjadinya transportasi besi

yang besar dari land dalam laurtan (Fe2+) ke marine basin. Lepp (1987)

beranggapan bahwa transportasi ferrous iron diawail dengan

diendapkannya besi ini di daar air (bottom of water) untuk periode yang

lama hingga akhirnya terpresipitasi (jadi beda kayak karbonat yang bisa

ngendap di kolom air karena besi ini beraaaat boss….).

Page 3: pendukung 2 presentasi

Tapi hipotesis ini tidak dapat menjelaskan larutan dan transportasi besi

setelah periode prekambrian dan akhir dan faneorozoik dimana oksidasi di

atmosfer mulai tinggi. Beberapa peneliti bearanggapakn bahwa transportasi

ini terjadi dalam bentuk koloid (lebih kecil dari suspensi besi tadi) melalui

proses fisika dibandingkan dengan larutan sebeneranya (seperti dijelasin

tadi) atau beberapa besi diserap oleh organisme dan ditrasnportasikan oleh

substansi (organisme) ini. Tapi gak mungkin juga bila transportasi dari besi

dalam jumlah besar oleh proses ini (endapannya aja tebal gile kok bisa

dalam larutan yang kadarnya sedikit).

Beberapa peneliti mencoba menjelaskan kebingungan ini, Drever (1974)

Button et al (1982) menyebutkan bahwa iron ini tidak berasal dari subaerial

tapi di dalam cekungannya itu sendiri, dimana iron bearing minerals

dibentuk pada kondisi reduksi anoksik (oksigen rendah) di dasar laut

menghasilkan ferrous iron (Fe2+). Proses ini dikenal sebagai exhalation

(Gross, 1980, Simonson, 1985, Kimberley 1994).

Selain proses diatas reaksi yang terjadi di submarine antara lava dan

aktivitas hidrotermal darimata air panas di MOR dapat menyerap besi untuk

dilarutkan, fluida kaya besi ini kemudian akan terekhalasi melalui konveksi

(Kimberley 1994). Maka bisa bayangkan bahwa laut pada periode itu

(pengendapan besi banyak terjadi yaitu prekambrian tadi) air laut memiliki

layer kondisi kaya oksigen dan miskin oksigen (anoxic) tempat

diendapkannya banyak besi.

Di lingkungan laut ‘dalam’ di shelf beberapa postulate (oleh beberapa

peneliti) menyebutkan hal ini terjadi proses anoxic dimana air laut shelf

bertambah dalam karena: (1) upwelling (Button et al, 1982), (2) spreading

yang terjadi karena plume dari hihg-standing MOR (Isley 1995), (3) exhalasi

eksplosif (explosive exhalation) pada alut ke atmosfer dan hujan yang

terjadi kemudian dari dan presipitasi terjadi di shelf slope (Kimberley

1994). Tapi postulate ini tidak diketahui secara pasti kebenarannya. Sekali

waktu air kaya besi akan bergerak ke lingkungan upper slope-shelf, ferrous

iron (Fe2+) teroksidasi membentuk ferric iron (Fe3+) dan presipitasi

terjadi. Oksidasi dapat terjadi pada daerah kaya molekul oksigen, atau bisa

Page 4: pendukung 2 presentasi

juga melalui proses fortokimia disebabkan radiasi ultraviolet matahari.

(Braterman 1983).

Bila dianggap konsentrasi silika di air laut cukup besar dibandingkan

dengan air laut sekarang (sekitar 60 ppm oleh Siever, 1992), maka

bagaimana silika ini terpresipitasi? Kopresipitasi dengan besi (Ewers,

1983), biogenic inducement (LaBerge, Robbind, dan Han, 1987), atau

konstrasi dari material evaportive atau polimerasi karena perubahan

elektrolit (Morris, 1993) dapat terjadi, tapi hal ini masih kontroversial (:D),

evaporasi dari air di cekungan tertutup (Garrel , 1987), perubahan periodik

dari muka air laut yang  juga akan mempengaruhi interface antara bagian

dasar laurt yang kaya akan besi dan bagian atas air laut yang miskin besi

(Simonson dan Hassler, 1996), atau eksahalsi eksplosik periodik di air laut

melalui hujan presipitasi besi pada bagian akhirnya di shelf (Kimberley

1994) masih membingungkan.. ada juga yang menghubungkannya dengan

proses biogenik (yang dapat membentuk struktur strutkur yang khas

macam presipitasi ooid dan lain sebagainya) seprti karena presipitasi yang

dibantu alga sebagai bakteri katalis dan lain sebagainya hal ini masih

kontroversial. Intinya ngomongin genetik or origin dari endapan besi ini

masih kontroversial!

Kemasaman tanah disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain: bahan induk tanah yang

bereaksi masam, tingkat pelapukan, curah hujan, dan intensitas pengunaan lahan. Makin tinggi

tingkat pelapukan, makin tinggi curah hujan dan makin intensif penggunaan lahan pertanian,

maka makin besar kemungkinan berkembangnya tanah-tanah masam. Curah hujan yang melebihi

evapotraanspirasi mempunyai kemampuan bagi terjadinya perkolasi air ke dalam lapisan tanah

yang lebih dalam, sehingga terjadi pencucian kation-kation basa (alkali dan lakali tanah seperti

kalium, natrium, kalsium, dan magnesium). Tercucinya kation-kation basa dari kompleks jerapan

menyebabkan kation-kation H+ dan Al3+ menjadi dominan, sehingga tanah menjadi masam.

Dahulu orang beranggapan bahwa keamsaman tanah semata-mata disebabkan oleh ion H+,

kemudian terbukti selain ion H+ tersebut, kemasaman tanah disebabkan oleh oleh aktivitas ion

Al3+.

Reaksi hidrolisis Al3+ menghasilkanion H+ adalah sebagai berikut:

Page 5: pendukung 2 presentasi

Al3+ + H2O < ------ > Al(OH)2+ + H+

Al(OH)2+ + H2O < ------ > Al(OH)2+ + H+

Al(OH)2+ + H20 < ------ > Al(OH)3 + H+ (Tisdale & Nelson, 1975).

Oleh karena itu berdasarkan reaksi di atas, Al dapat ditukar (Al dd.) tanah merupakan indikator

kemasaman tanah.

Kegiatan biologi (tanaman dan mikroorgansime tanah) pada lapisan olah tanah dalam budidaya

tanaman, juga dapat menghasilkan ion-ion H+ yang dapat menyebabkan tanah menjadi makin

masam. Kemasaman tanah pada lapisan permukaan oleh kegiatan biologis dan kegiatan

pemupukan (seperti nitrifikasi N, oksidasi S dan sebagainya). Kation-kation dalam larutan akan

bergerak ke bawah dalam profil tanah, yang sekaligus dapat mengangkut anion-anion yang

mudah larut, seperti NO3-, SO4

=, Cl-, dan sebagainya. Ketidaksuburan tanah masam daerah tropis,

atau rendahnya produktivitas tanah masam daerah tropis, pada umumnya di samping oleh faktor

kemasaman tanah juga disebabkan karena P rendah dan daya fiksasi fosfor yang tinggi,

kemudian daya keracunan oleh ion Fe dan Al yang tinggi, KTK rendah, kejenuhan basa

(terutama Ca dan Mg) yang rendah, dan hasil pelapukan bahan organik tercuci. Keracunan

tanaman oleh ion Al merupakan penyebab utama ketidaksuburan tanah-tanah masam. Proses

seleksi alam telah menghasilkan jenis-jenis dan varietas-varietas tanaman yang mempunyai

toleransi genetis yang tinggi terhadap ketidaksuburan tanah masam. Jenis (varietas) tanaman

yang berkembang pada tanah masamdan miskin akan basa-basa, pada umumnya lebih toleran

terhadap kandungan Al dan Mn yang tinggi, disbanding dengan jenis (varietas) tanaman yang

berkembang pada tanah-tanah alkalis atau netral. Spesies-spesies Rhizobia yang memfiksasi N,

kurang lebih juga akan mengikuti pola seleksi alam yang serupa.

KTK tanah yang rendah disebabkan tercucinya kation-kation basa pada kompleks jerapan oleh

air perkolasi, kemudian kompleks jerapan ditempati oleh ion Al, Mn, Fe, dan H. Sebagaimana

kita ketahui bahwa sebagian besar tanah-tanah masam didominasi oleh Podsolik yang

penyebarannya sangat luas di luar Jawa (kurang lebih meliputi luasan 27 juta hektar).

Dalam pengelolaan tanah, reaksi tanah yang ditunjukkan oleh tingkat kemasaman atau pH sangat

menentukan keberhasilan budidaya tanaman pertanian. Ketersediaan hara tanaman erat kaitannya

dengan kemasaman tanah (pH). Umumnya tanaman memerlukan kisaran pH 6,0 – 7,0.

Page 6: pendukung 2 presentasi

Banyaknya kation yang teradsorpsi akan mengendalikan persentase kejenuhan basa dan dengan

demikian secara tidak langsung menentukan konsentrasi ion H+ larutan tanah. Karena itu

kenaikan pH dapat dicapai dengan menambahkan sejumlah ion basa yang lazim digunakan, yaitu

kalsium dan magnesium.

Pengapuran

 pada model pertama dijelaskan kondisi air penuh mengisi basin yang

dibatasi oleh suatu barier (penghalang) berupa sedimen hasil akumulasi

yang dibawa dari laut atau darat oleh Boggs dan Kendall diistilahkan

sebagai sill (sill ini bisa saja diis oleh gamping transisi macam di neagar

negara arab sono yang ada inner rampnya or rimmed platform or epeiric

sea). sill ini karena cukup tinggi maka bisa menjaga air dalam ‘laut tertutup’

yang tercipta ini dari air laut lepas yang ada dilaut (lihat gambar diatas).

dari mode pertama struktur evaporit yang terbentuk kemungkinan akan

berstruktur laminasi karena kondisi arus yang tenang dibagian dasar

seirirng dengan evaporasi berjalan yang meninggalkan presipitasi garam

evaporit. karena kedalaman kolom air (dan tingginya salinitas yo’i karena

do’i laut tertutup gak ada suplai air dari luar hingga ketika air nguap garam

yang tersisa di dalamnya kelewat jenuh) ditambah lagi dengan subsidence

(jika terjadi) akan semakin menambah tebal sikuen yang terbentuk.

pada model kedua dimana basin dari ‘laut tertutup’ yang terbetnuk lebih

dangkal karena sillnya pendek dan lingkungan morfologi ke arah landward

(darat) yang landai juga maka terbentuklah lingkungan ‘laut tertutup’ yang

dangkal disini arusnya kuat dan pengaruh dari overflow (limpahan) air laut

ke dalam cekungan ini bisa terjadi sehingga akan mempengaruhi salinitas

dari air asin yang ada didalamnya, tipikal daerah ini arusnya kuat dan

endapan evaporitnya berasosiasi dengan endapan arus tidal (pasang) ketika

air laut naik pada periode tertentu. dan meski lautnya dan cekungannya

dangkal bisa juga menghadirkan endapan evaporit yang tebal akibat

subsidence (ofcourse if occurs sob..)

model ketiga adalah shallow water-deep basin model, lebih jelasnya

silahkan liat ilustrasi diatas, cekungannya tebal tapi disi oleh air yang

sedikit. (teuing kumaha kok bisa begitu hahaha) pokoknya pada lingkungan

Page 7: pendukung 2 presentasi

ini tentu saja terjadi evaporasi (karena laut tertutup pokoknya syaratnya

laut ketutup aja). proses level air di basin jadi turun drastis ini akibat proses

yang disebut oleh boggs (2006) sebagai evaporative drawdown (evaporasi

yang sangat tinggi dan tidak sering terjadi arus pasang (tidal) akibatnya

tinggal menyisakan garam garam evaporit di dasar cekungan karena airnya

udah habis nguap, tapi air bisa aja ngisi basinnya melalui air ujan (kalo

sukur sukur ada ujan) dan melalui periodic overflow (pasang) serta seepage

inflow (rembesan air laut yang nerobos sill).

itu adalah gambaran cross section untuk lingkungan laut epeiric oleh

Kendal (1979, dalam Boggs, 2006), evaporit kan endapannya bukan cuma di

laut loh (seperti penjelasan penjelasan paragraf paragraf sebelumnya) kata

Om Raymond (2002) evaporit ini juga bisa di lingkungan danau daerah

kering (playa lake), diteluk yang tertutup dengan inflow dari air laut yang

masuk lewat celah pada barier yang  kecil, serta pada lingkunga sabkha dan

isolated barier (epheiric) seperti yang dijelasin boggs diatas.