PENDIDIKAN YANG MEMBERDAYAKANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47537/1/03.5...

22
127 PENDIDIKAN YANG MEMBERDAYAKAN 1 Oleh Suwito 2 Prawacana Sudah menjadi kenyataan bahwa dunia pendidikan adalah dunia yang penuh kritik. Diakui oleh Mastuhu bahwa debat akademik mengenai masalah pendidikan tidak pernah selesai dan tidak terelakkan 3 . Menurutnya, hal ini disebabkan karena salah satu keunikan dalam kehidupan manusia tidak pernah sepi dari nilai-nilai luhur yang dicita-citakan. Sementara itu, manusia memang mampu membuat berbagai pertanyaan dan menciptakan berbagai jalan yang semakin lama semakin maju dan canggih. Akan tetapi ia juga mengakui bahwa manusia belum pernah memperoleh jawaban final yang memuaskan hidupnya. Manusia selalu berada dalam proses terus- menerus mencari jawaban. Sejalan dengan itu, A. Malik Fadjar berpendapat bahwa pendidikan dapat dipahami sebagai pemberi corak hitam-putihnya perjalanan hidup seseorang. Oleh karenanya pendidikan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan hidup dan kehidupan manusia. John Dewey, menurut penjelasannya, berpendapat bahwa pendidikan merupakan salah satu kebutuhan hidup, salah satu fungsi sosial, sebagai bimbingan, dan sebagai pertumbuhan yang mempersiapkan dan membukakan serta membentuk disiplin hidup. Fungsi pendidikan ini dapat dicapai melalui transmisi, baik dalam bentuk (pendidikan) formal maupun non formal. 4 Sehubungan dengan itu, dipastikan terdapat banyak masalah pendidikan yang sangat kompleks, sejalan dengan makin kompleksnya kehidupan masyarakat. Berbagai faktor saling berkaitan seperti ekonomi, politik, kebudayaan, dan lainnya. Oleh karenanya suatu masalah pendidikan tidak mungkin bisa dijelaskan apalagi diselesaikan oleh ilmu pendidikan itu 1 Pidato Pengukuhan sebagai Guru Besar dalam Bidang Sejarah Pemikiran dan Pendidikan Islam, Disampaikan di Hadapan Sidang Senat Terbuka IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 3 Januari 2002. Diterbitkan dalam buku Kaya Gagasan Miskin Kesulitan oleh Young Progressive Muslim (YPM) 20 Mei 2018. http://www.ypm- publishing.com 2 Pembantu Rektor I Bidang Akademik IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3 Baca orasinya dalam upacara pengukuhan sebagai Guru Besar pada tanggal 14 Mei 1992 yang berjudul Pendidikan Islam Indonesia dalam Perspektif Sosiologi. 4 A. Malik Fadjar, Reorientasi Pendidikan Islam, (Jakarta: Fajar Dunia: 1999), Cetakan I, h. 35.

Transcript of PENDIDIKAN YANG MEMBERDAYAKANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47537/1/03.5...

Page 1: PENDIDIKAN YANG MEMBERDAYAKANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47537/1/03.5 Pendidikan yang...kehidupan masyarakat. Berbagai faktor saling berkaitan seperti ekonomi,

127

PENDIDIKAN YANG MEMBERDAYAKAN1

Oleh Suwito2

Prawacana

Sudah menjadi kenyataan bahwa dunia pendidikan adalah dunia yang

penuh kritik. Diakui oleh Mastuhu bahwa debat akademik mengenai

masalah pendidikan tidak pernah selesai dan tidak terelakkan3. Menurutnya,

hal ini disebabkan karena salah satu keunikan dalam kehidupan manusia

tidak pernah sepi dari nilai-nilai luhur yang dicita-citakan. Sementara itu,

manusia memang mampu membuat berbagai pertanyaan dan menciptakan

berbagai jalan yang semakin lama semakin maju dan canggih. Akan tetapi ia

juga mengakui bahwa manusia belum pernah memperoleh jawaban final

yang memuaskan hidupnya. Manusia selalu berada dalam proses terus-

menerus mencari jawaban.

Sejalan dengan itu, A. Malik Fadjar berpendapat bahwa pendidikan

dapat dipahami sebagai pemberi corak hitam-putihnya perjalanan hidup

seseorang. Oleh karenanya pendidikan merupakan bagian yang tidak

terpisahkan dengan hidup dan kehidupan manusia. John Dewey, menurut

penjelasannya, berpendapat bahwa pendidikan merupakan salah satu

kebutuhan hidup, salah satu fungsi sosial, sebagai bimbingan, dan sebagai

pertumbuhan yang mempersiapkan dan membukakan serta membentuk

disiplin hidup. Fungsi pendidikan ini dapat dicapai melalui transmisi, baik

dalam bentuk (pendidikan) formal maupun non formal.4

Sehubungan dengan itu, dipastikan terdapat banyak masalah

pendidikan yang sangat kompleks, sejalan dengan makin kompleksnya

kehidupan masyarakat. Berbagai faktor saling berkaitan seperti ekonomi,

politik, kebudayaan, dan lainnya. Oleh karenanya suatu masalah pendidikan

tidak mungkin bisa dijelaskan apalagi diselesaikan oleh ilmu pendidikan itu

1Pidato Pengukuhan sebagai Guru Besar dalam Bidang Sejarah Pemikiran dan

Pendidikan Islam, Disampaikan di Hadapan Sidang Senat Terbuka IAIN Syarif

Hidayatullah Jakarta, 3 Januari 2002. Diterbitkan dalam buku Kaya Gagasan Miskin

Kesulitan oleh Young Progressive Muslim (YPM) 20 Mei 2018. http://www.ypm-

publishing.com 2Pembantu Rektor I Bidang Akademik IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3Baca orasinya dalam upacara pengukuhan sebagai Guru Besar pada tanggal 14 Mei

1992 yang berjudul Pendidikan Islam Indonesia dalam Perspektif Sosiologi. 4A. Malik Fadjar, Reorientasi Pendidikan Islam, (Jakarta: Fajar Dunia: 1999),

Cetakan I, h. 35.

Page 2: PENDIDIKAN YANG MEMBERDAYAKANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47537/1/03.5 Pendidikan yang...kehidupan masyarakat. Berbagai faktor saling berkaitan seperti ekonomi,

Pendidikan yang Memberdayakan

128

sendiri. Masalah-masalah pendidikan adalah masalah-masalah manusia yang

terikat oleh ruang dan waktu yang terjadi karena adanya interaksi dengan

bidang-bidang lainnya.

Namun demikian, masih diperlukan adanya beberapa pemikiran yang

dinilai dapat memberikan alternatif pemecahan masalah yang lebih

fundamental. Oleh karena itu, uraian berikut diharapkan dapat menemukan

jawaban yang dimaksud.

Beragam Kritik

Muhammad Abduh (1849-1905) dapat disebut sebagai tokoh yang

banyak melakukan kritik terhadap praktik pendidikan yang dilakukan oleh

umat Islam. Ia antara lain menilai bahwa metode pengajaran yang

digunakan para guru adalah salah. Ia mencontohkan, para guru memberikan

term-term tata Bahasa Arab dan hukum fikih untuk dihafal tanpa

menjelaskan arti term-term itu. Abduh secara keras mengkritik pengajaran

di al-Azhar Mesir5. Akhirnya ia dituduh sebagai tokoh yang akan

menghidupkan pemikiran-pemikiran Mu’ta-zilah6 oleh para ulama al-Azhar

seperti Syaikh Alaisy. Abduh secara tegas menyatakan bah-wa ‚Jika saya

meninggalkan taklid kepada Asy’ari, mengapa saya mesti taklid kepada

Mu’tazilah. Saya tidak mau taklid kepada siapapun. Yang saya utamakan

adalah argumen yang kuat‛.7

5Di antara kritik yang dimajukannya ketika itu ialah: kurikulum al-Azhar banyak

menekankan kepada perbedaan pendapat daripada mempelajari nilai argumentasinya,

perbedaan bahasa daripada arti dan tujuan gramatika bahasa, hukum-hukum fikih yang

timbul dalam saat tertentu daripada metode penilaian hukum-hukum tersebut untuk

dijadikan pedoman. Oleh karena itu Abduh mencari ilmu-ilmu yang disebut oleh Syaikh

Darwisy di luar al-Azhar. Ilmu-ilmu itu ia jumpai pada seorang ulama bernama Syaikh

Hasan Thawil yang mengetahui falsafat, logika, ilmu ukur, soal-soal dunia dan politik.

Akan tetapi, Abduh kurang puas dengan pelajaran yang diberikannya. Kepuasan dalam

mempelajari falsafat, matematika, teologi dan sebagainya ia peroleh dari Jamal al-Din al-

Afghani yang datang ke Mesir pada tahun 1870. 6Mu’tazailah merupakan salah satu aliran dalam teologi Islam yang dikenal sebagai

kelompok rasionalis Islam. 7Teks Arab pernyataan tersebut adalah اذا كنت أتسك تقليد األشعسى فلواذا أقلد الوعتزلي؟ اذا أتسك

Lihat Muhammad Rasyid Ridha, Tarikh al-Ustâz al-Imâm al-Syaikh الجويع وآخر بالدليلMuhammad Abduh, (Kairo: al-Manar, 1931), Jilid I, h. 134. Bandingkan dengan uraian

tentang Muhammad Abduh dalam Harun Nasution, Muhammad Abduh dan Teologi Rasional Mu’tazilah, (Jakarta: UI Press, 1987) dan Charles C. Adams, Islam and Modernism in Egypt¸(London: Oxford University Press, 1933) serta Muhammad al-Bahi,

Page 3: PENDIDIKAN YANG MEMBERDAYAKANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47537/1/03.5 Pendidikan yang...kehidupan masyarakat. Berbagai faktor saling berkaitan seperti ekonomi,

Ada karena Berubah

129

Abduh berpendapat bahwa pendidikan yang diamatinya cenderung

menghasilkan lulusan dan masyarakat yang jumu>d, membeku, statis, tidak

ada perubahan. Oleh karena paham jumu>d ini, maka umat Islam tidak

menghendaki perubahan, dan tidak mau menerima perubahan.8

Selain Abduh, Fadhil al-Jamali, seorang ilmuan muslim

berkebangsaan Irak yang hijrah ke Tunisia kemudian menjadi Guru Besar

dalam Ilmu Pendidikan di Universitas Tunis, juga tergolong orang yang

terpanggil untuk memberikan berbagai kritik terhadap pendidikan Islam. Ia

mengakui bahwa umat Islam mengalami keterbelakangan di bidang

pendidikan. Menurutnya, keterbelakangan di bidang pendidikan disebabkan

oleh berbagai kemunduran dan keterbelakangan bidang-bidang lain9

Seharusnya orang-orang yang bertugas di bidang pendidikan, menurutnya,

menyediakan obat penyembuh segala penyakit yang dilaporkan oleh

masyarakat. Akan tetapi kenyataannya justru sebaliknya, mereka sendiri

malah menjadi orang sakit. Jika demikian, benarlah pepatah Arab yang

menyatakan طبيب يدا الىاس مزيط : Seorang dokter yang mengobati

orang sakit padahal ia sendiri menderita sakit. Pada bagian lain, Fadhil al-

Jamali masih berharap agar pendidikan berperan besar bagi pengembangan

ilmu dan iman. Ilmu pengetahuan dalam Islam harus tunduk kepada iman.

Iman dalam Islam mendasari para ahli ilmu pengetahuan dengan getaran

hati nurani akhlaqi yang menyelamatkan orang lain. Menurutnya, ilmu

pengetahuan meliputi: 1) ilmu-ilmu pengukuran yang dibakukan, 2) ilmu

alam, dan 3) ilmu kemanusiaan.10

Yang pertama, meliputi ilmu matematika

Pemikiran Islam Modern, terjemahan dari al-Fikr al-Isla>mi> al-H{adi>th wa s{ilatuh bi al-Isti’ma>r al-Gharb>, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1986).

8Baca uraian Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam: Sejarah Pemikiran dan

Gerakan, (Jakarta: Bulan Bintang, 1975), h. 62. 9Bidang-bidang lain dimaksud adalah: 1) kemunduran di bidang agama, 2)

keterbelakangan dalam akhlak, 3) keterbelakangan di bidang ilmu pengetahuan, 4)

keterbelakangan dalam bidang teknologi, 5) keterbelakangan di bidang ekonomi, 6)

keterbelakangan di bidang sosial, 7) keterbelakangan di bidang kesehatan, 8)

keterbelakangan di bidang politik, dan 9) keterbelakangan di bidang manajemen. 10

Klasifikasi dan pembidangan ilmu versi al-Kindi, al-Farabi, Ibn Sina, Ikhwan al-

Shafa, hasil konferensi Internasional II tentang pendidikan Islam di Islamabad tahun 1980,

SK Menteri Agama No. 110 Tahun 1982, dan Komisi Disiplim Ilmu Agama Dirjen Dikti

Depdiknas dapat dibaca pada Suwito, Muhbib dkk pada Peta dan Wacana Studi Islam: Analisis Substansi dan Metodologi Tesis Peserta Program Pascasarjana IAIN Jakarta 1991-2000, (Jakarta: Lembaga Penelitian IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2001), h. 13-22.

Sebagai bahan perbandingan baca juga Seyyed Hossein Nasr, Sains dan Peradaban di dalam Islam, terjemahan J. Mahyudin dari Science and Civilization in Islam, (Bandung: Pustaka,

Page 4: PENDIDIKAN YANG MEMBERDAYAKANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47537/1/03.5 Pendidikan yang...kehidupan masyarakat. Berbagai faktor saling berkaitan seperti ekonomi,

Pendidikan yang Memberdayakan

130

dan logika. Kedua, meliputi ilmu biologi (binatang, tumbuh-tumbuhan dan

manusia), juga mencakup benda-benda mati seperti kimia dan fisika, lapisan

bumi, geografi, ilmu alam, ilmu pasti dan ilmu falak. Yang ketiga, meliputi

ilmu agama, falsafat, ilmu jiwa, ilmu pendidikan, ilmu bahasa, sejarah,

antropologi, sosiologi, ekonomi, hukum, perundang-undangan dan

administrasi. Selain itu ada ilmu yang berkaitan dengan kehidupan manusia

dan kebudayaan. Ia menekankan bahwa Pendidikan Islam yang sebenarnya

adalah pendidikan yang mencakup semua ilmu pengetahuan tersebut. Dalam

memperkuat argumen ini Fadhil mensitir ayat 28 surat Fâthir sbb: إوما ...

hanya para ilmuanlah yang takut kepada Allah … : مه دبااي الاءما. ...يخش هللا

Swt …11

Lain halnya dengan A. Malik Fadjar. Ia antara lain berpendapat bahwa

dalam tataran normatif-filosofis, pendidikan Islam selalu berkutat pada

perdebatan semantik, apakah pendidikan Islam menggunakan peristilahan

tarbiyah, ta’di>b, atau ta’li>m. Dari segi muatan (content), menurutnya,

pendidikan Islam masih dihadapkan pada persoalan dualisme-dikotomi

antara ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu umum. Selain itu, pendidikan Islam,

dinilai masih belum menuntaskan konsep-konsep normatif yang

berhubungan dengan cita ideal manusia yang dihasilkan12

. Oleh karenanya

diperlukan reorien-tasi dan reformasi dalam pendidikan Islam.

Multipersoalan Pendidikan di Indonesia

Pendidikan secara umum di Indonesia juga memperoleh berbagai

kritikan, baik dengan menunjukkan hasil penelitian maupun sekedar melalui

hasil pengamatan. Di anta-ranya terlihat dalam uraian berikut.

Kantor Wilayah Pendidikan Nasional DKI Jakarta telah melakukan

penelitian tentang mutu dan kompetensi guru. Hasil penelitiannya sungguh

mengagetkan. Dalam uji pemahaman ilmu dan kurikulum terhadap 3.000

guru SMU di Jakarta, 421 di antaranya adalah guru fisika. Dari jumlah itu,

lebih dari 90% hanya mendapat nilai di bawah lima. Bahkan, dalam seminar

tentang rivalitas sumber daya manusia dalam upaya pemberdayaan

1997), mulai h. 42., dan C.A. Qadir, Filsafat dan Ilmu Pengetahuan dalam Islam,

terjemahan Hasan Basri dari Philosophy ans Science in the Islamic World, (Jakarta:

Yayasan Obor, 1988), mulai h. 5. 11

Lihat Fadhil al-Jamali, Menerabas Krisis Pendidikan Islam dierjemahkan Muzayin

Arifin, (Jakarta: Golden Terayon Press, 1988), h. mulai 95. 12

A. Malik Fadjar, op.cit., h. 79.

Page 5: PENDIDIKAN YANG MEMBERDAYAKANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47537/1/03.5 Pendidikan yang...kehidupan masyarakat. Berbagai faktor saling berkaitan seperti ekonomi,

Ada karena Berubah

131

madrasah di Jakarta, pertengahan September 2001, terungkap bahwa jumlah

guru madrasah yang berkualitas di Jakarta hanya 203.485 orang atau 53,2%.

Sisanya, 179.329 atau 46,8% dinilai tidak berkualitas13

.

Para ahli pendidikan Indonesia yang artikelnya dimuat dalam buku

Reorientasi Ilmu Pendidikan di Indonesia umum-nya merasakan kegelisahan

akan beberapa kekurangan yang ada pada dunia pendidikan. Aljufri B.

Syarif, misalnya, cukup gelisah karena pembaharuan pendidikan di

Indonesia lebih banyak bersifat periferal dan bukan memecahkan masalah

yang fundamental. Selain itu, ia juga resah karena isu pemba-haruan

pendidikan hampir selalu datang dari para pengambil keputusan dan bukan

dari lapangan, anak didik dan guru. Zamroni menilai bahwa proses

pendidikan yang ada cenderung tidak demokratis. Ia berpendapat bahwa

proses pendidikan yang tidak demokratis akan menghasilkan lulusan yang

tidak memiliki kemandirian dan kreativitas Sementara itu, Mastuhu menilai

bahwa pendidikan yang telah berjalan sampai sekarang cenderung

mementingkan hasil akhir ketimbang proses dan dinamikanya. Hal tersebut,

menurutnya, diakibatkan oleh budaya akademik yang lemah.14

Selaku Menteri Pendidikan Nasional, A. Malik Fadjar ketika

melaporkan situasi umum pendidikan di Indonesia pada rapat Koordinasi

Kesejahteraan Rakyat tanggal 12 September 2001 pada intinya sepakat

dengan laporan The Jakarta Post edisi 3 September 2001. Laporan tersebut

menyebutkan hasil survai yang dilakukan oleh the Political and Economic

Risk Consultancy (PERC) yang berbasis di Hongkong. Hasil survai

menyimpulkan bahwa sistem pendidikan Indonesia berada di urutan ke-12

setelah Vietnam.15

13

http://www.gamma.co.id/artikel/31-3/pendidikan-GM10109-98. shtml 14

Selengkapnya dapat dibaca dalam Aljufri B. Syarif ‚Pendi-dikan Indonesia: Aspek

yang Terlupakan‛, Zamroni, ‚Menuju Praktik Pendidikan Egaliter Demokratis‛, dan

Mastuhu, ‚Pembaharuan Pendidikan Indonesia‛, dalam Reorientasi Ilmu Pendidikan di Indonesia, Jakarta: IKIP Muhammadiyah Press, 1996, h. 15, 117, dan 197-198.

15Tabel Skor kualitas sistem pendidikan pada 12 negara di Asia. Skor 0

menunjukkan kualitas sistem pendidikan tertinggi dan skor 10 mencerminkan kualitas

sistem pendidikan terendah.

Negara Skor Negara Skor

1. Korea Selatan 3.09 7. Malaysia 4.41

2. Singapore 3.19 8. Hongkong 4.72

3. Jepang 3.50 9. Philipina 5.47

4. Taiwan 3.96 10. Thailan 5.96

Page 6: PENDIDIKAN YANG MEMBERDAYAKANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47537/1/03.5 Pendidikan yang...kehidupan masyarakat. Berbagai faktor saling berkaitan seperti ekonomi,

Pendidikan yang Memberdayakan

132

Ketua Komite Reformasi Pendidikan (KRP) Prof. Suyanto, dalam

seminar Strategi Pembangunan Nasional di Yogyakarta menguraikan secara

panjang lebar bahwa dalam aspek mutu kinerja, sistem pendidikan kita saat

ini belum sesuai dengan harapan nasional, bahkan cenderung menurun.

Apalagi, jika dibandingkan dengan standar internasional, mutu pendidikan

nasional masih mengecewakan. Hal itu dikemukakan oleh Indikator

rendahnya mutu pendidikan nasional. Dalam skala internasional, menurut

Laporan Bank Dunia No 16369-IND, dari hasil studi di Asia Timur,

menunjukkan bahwa keterampilan membaca siswa kelas IV SD berada pada

tingkat terendah.16

Anak-anak kita hanya mampu menguasai 30% dari

materi bacaan. Mereka sulit sekali menjawab soal-soal berbentuk uraian

yang memerlukan kegiatan penalaran. Selain itu, hasil studi The Third

International Mathematics and Science Study, 1999, memperlihatkan

bahwa di antara 38 negara peserta, prestasi siswa kelas II SLTP Indonesia

berada pada urutan ke-32 untuk IPA dan ke-34 untuk matematika.

Sedangkan di dunia pendidikan tinggi, dari data yang disajikan oleh Asia

Week menunjukkan bahwa empat universitas terbaik di Indonesia, ternyata

menempati peringkat ke-61, 68, 73, dan ke-75 dari 77 universitas yang

disurvei di Asia Pasifik. Suyanto menyebutkan, mutu pendidikan nasional

yang masih jauh dari harapan itu terkait dengan kualitas guru SD/MI yang

rendah.17

Aspek lain yang sangat perlu diperhatikan, lanjut Suyanto, adalah

5. India 4.24 11. Vietnam 6.21

6. Cina 4.27 12. Indonesia 6.56

16

Ia memberi contoh, dalam skala nasional, berdasarkan studi yang dilakukan

menunjukkan rata-rata nilai tes siswa SD kelas VI untuk tiga mata pelajaran pokok (bahasa

Indonesia, matematika, dan IPA) adalah 35, 33, dan 37 pada 1976, menjadi 27,7; 21,5; dan

24,2 pada 1989 dibandingkan dengan standar penguasaan (50%).Tabel nilai rata-rata

kemampuan membaca tingkat SD:

Negara Nilai Rata-rata

1. Hongkong 75,5

2. Singapura 74.0

3. Thailand 65.1

4. Filipina 52.6

5. Indonesia 51.7

17

Ia menyatakan: dari sekitar 1,2 juta guru SD/MI hanya 13,8% yang berpendidikan

Diploma II Kependidikan ke atas. Selain itu, dari 680.000 guru SLTP/MTs baru 38,8%

yang lulusan Diploma III Kependidikan ke atas. Di tingkat sekolah menengah, dari 337.503

Page 7: PENDIDIKAN YANG MEMBERDAYAKANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47537/1/03.5 Pendidikan yang...kehidupan masyarakat. Berbagai faktor saling berkaitan seperti ekonomi,

Ada karena Berubah

133

kemerosotan akhlak dan moral masyarakat Indonesia. Indikatornya, antara

lain, terjadinya praktik-praktik KKN, berbagai pelanggaran hukum dan

HAM, pengedaran narkoba, penyebaran HIV/ AIDS, dan banyaknya

tawuran di berbagai tempat.

Menyangkut relevansi pendidikan, Suyanto menga-takan bahwa

pendidikan di Indonesia juga masih meng-alami masalah relevansi dengan

tuntutan perkembangan kehidupan masyarakat. Hal ini terjadi karena belum

terjalin kerja sama yang serasi antara dunia usaha sebagai pengguna hasil

pendidikan dan lembaga pendidikan, serta kurangnya penekanan pada aspek

kreativitas dalam proses pembelajaran.18

Sementara itu, dalam lokakarya Kebijakan Nasional tentang Dewan

Sekolah di Padang, Deputi SDM Bappenas Lela Ratna Komala

mengungkapkan bahwa berdasarkan penelitian Human Development Index

(HDI-UNDP) tahun 2000, peringkat mutu pendidikan Indonesia berada di

urutan 10919

.

Keterkejutan muncul ketika nilai hasil tes calon mahasiswa yang

diterima di IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun akademik 2001/2002

untuk lima bidang studi (Bahasa Indonesia, Bahasa Arab, Bahasa Inggris,

Pengetahuan Agama, dan Pengetahuan Umum) ternyata tidak mencapai

angka rata-rata 6020

. Tidak mengherankan jika Institut Teknologi Bandung

(ITB) masih mewajibkan semua mahasiswa barunya mengambil mata kuliah

matri-kulasi pada ilmu-ilmu yang dinilai dasar bagi ITB.21

Dialog Pemberdayaan

Uraian di atas memberi pemahaman bahwa lembaga pendidikan

diharapkan berdaya dan memberda-yakan sehingga berbagai kritik akan

guru, hanya 57,8% yang memiliki pendidikan S1 ke atas. Dan, di tingkat pendidikan tinggi,

dari 181.544 dosen baru 18,56 yang bergelar S2 ke atas (3,48% berpendidikan S3). 18

Vietnam yang relatif baru berkembang justru lebih baik, yaitu di urutan 108. Cina

99, Sri Lanka 84, Filipina 77, Thailand 76, Malaysia 61, dan Singapura 24. Sedangkan

negara yang baik sistem pendidikannya adalah Kanada, berada di peringkat satu dunia.

Baca: Media Indonesia-Pendidikan dan Kebudayaan (05 Oktober 2001) 19

http://www.geocities.com/klipingddk/data2001/mar/Sistem_Pendidikan_Indonesia

_Terjelek_di_Dunia.htm. Media Indonesia - Pen- didikan dan Kebudayaan (29/03/2001) 20

Jika yang diterima nilai minimal 60 maka hanya akan terjaring 5% dari seluruh

pendaftar melalui tes masuk. 21

Informasi diperoleh dari Wakil Rektor bidang Akademik dan Kemahasiswaan, 12

Desember 2001

Page 8: PENDIDIKAN YANG MEMBERDAYAKANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47537/1/03.5 Pendidikan yang...kehidupan masyarakat. Berbagai faktor saling berkaitan seperti ekonomi,

Pendidikan yang Memberdayakan

134

berkurang. Uraian berikut bertujuan me-nemukan upaya lahirnya lembaga

pendidikan yang berdaya dan juga memberdayakan.

Dalam sejarahnya, hubungan pemerintah terhadap lembaga

pendidikan dapat berpengaruh besar terhadap keberdayaan suatu lembaga

pendidikan. Pesatnya perkem-bangan pendidikan di Indonesia yang baru

saja berlalu ternyata dapat dinilai cenderung menghasilkan pendidikan ke

arah sistem yang bersifat birokratis sentralistik. Berbagai kebijakan

pendidikan yang ditetapkan pemerintah pusat cenderung sebagai ‚sabda

pandita ratu‛ yang mesti harus dilaksanakan oleh daerah-daerah. Hal ini

dapat ditunjukkan antara lain sejak kemestian memakai pakaian seragam

sampai hal-hal yang menyangkut kurikulum. Sistem yang demikian

cenderung menjadikan ‚keseragaman‛ sebagai tujuan. Hasil kebijakan yang

demikian adalah manusia-manusia yang bermentalitas ‘juklak‛ dan ‚juknis‛

menunggu petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis. Akibat lebih jauhnya

akan melahirkan manu-sia yang memiliki mentalitas yang selalu dalam

bayang-bayang ketakutan dan kekhawatiran sehingga harus patuh dan

tunduk pada perintah yang ada, betapapun anehnya perintah tersebut.

Kebijakan yang demikian dapat diduga karena pemerintah ketika itu

cenderung berpendapat bahwa stabilitas nasional menjadi kunci

keberhasilan pembangunan. Stabilitas akan terwujud apabila pemerintah

kuat dan mampu mengontrol kekuatan dan perkembangan yang ada di

masyarakat. Diakui bahwa pertumbuhan ekonomi melalui kebijakan yang

birokra-tis sentralistik membuahkan hasil antara lain pertumbuhan ekonomi

yang cukup tinggi, pendapatan nasional meningkat, pembangunan berbagai

sarana dan prasarana terlihat dan dapat dinikmati.

Akan tetapi, pendidikan yang terlalu birokratis sentralistik di atas

dapat menimbulkan dampak negatif bagi proses pendidikan itu sendiri dan

bagi masyarakat umum. Dampak yang paling mencolok adalah

berkembangnya mentalitas ‚jalan pintas‛ dalam dunia pendidikan. Selain

itu, semakin lama semakin dirasakan bahwa praktik pendidikan cenderung

memunculkan generasi terdidik yang bersifat materialistik. Hal ini

sesungguhnya merupakan konsekuensi logis dari penerapan praktik

pendidikan yang mementingkan ekonomi. Mentalitas ‚jalan pintas‛, yakni

semangat dan kemauan untuk bisa mendapatkan hasil secepat mungkin

tanpa harus mengeluarkan pengorbanan yang setimpal, merupakan salah

satu hasil dunia pendidikan dengan kondisi politik dan sosial yang birokratis

Page 9: PENDIDIKAN YANG MEMBERDAYAKANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47537/1/03.5 Pendidikan yang...kehidupan masyarakat. Berbagai faktor saling berkaitan seperti ekonomi,

Ada karena Berubah

135

sentralistik. Faktor lain yang mendorong munculnya watak materialistik

dan jalan pintas tersebut adalah adanya tekanan kemiskinan, lebih-lebih

ketimpangan penda-patan dan ketidakadilan sosial-ekonomi.

Pendidikan di Indonesia masih diberlakukan sebagai lembaga yang

mencetak ‚tenaga kerja‛, dan bukan sebagai lembaga yang menghasilkan

manusia utuh. Sekolah atau kuliah dijalani seseorang agar mendapatkan

ijazah untuk bekerja22

. Proses sekolah/kuliahnya sendiri tidak pernah

dinikmati, kare-na tidak penting. Mental demikian dapat menjadi faktor

yang akan merusak kehidupan masyarakat.

A. Malik Fadjar - sebelum menjadi Mendiknas - dan Ki Supriyoko

dalam seminar pendidikan oleh Majelis Pendidikan Kristen (MPK) di

Indonesia, Selasa 5 Juni 200123

, di Jakarta menyatakan bahwa Perguruan

swasta di bawah Muhammadiyah, Taman Siswa, ataupun lembaga agama

Kristen (dan swasta lainnya – pen) lebih baik membebaskan dirinya dari

pemikiran pemerintah. Pasalnya, keberadaan perguruan swasta merupakan

cikal-bakal pelopor pendidikan di Tanah Air yang sudah sejak lama

independen. Peran pemerintah bagi perguruan swasta sebaiknya hanya

menjadi mitra dalam konteks akademik dan mengurusi hal-hal lebih teknis.

Menurut A. Malik Fadjar, kekuatan perguruan swasta justru pada

kepeloporan dan kemandiriannya, sedangkan peran pemerintah hanya

begitu-begitu saja. Pemerintah lebih banyak mengurusi administrasi,

menerima setoran, dan memperbanyak buku.

Ki Supriyoko juga menyatakan, eksistensi perguruan swasta tak

bergantung pada siapa-siapa, tetapi kepada diri sendiri. Karena itu, lupakan

saja pemerintah kalau tak memper-baiki kinerjanya atas perguruan swasta.

A. Malik Fadjar mengingatkan agar perguruan swasta selalu

menyegarkan dan menghidupkan filosofi, input, proses, dan keluaran dari

sebuah proses pendidikan. Menurutnya, filosofi menjadi energi kita, oleh

karena itu ia harus terus-menerus menyala. Dalam proses pendidikan, ia

cenderung membiarkan swasta melakukannya dengan kekuatan dan ciri

sendiri, serta tidak melakukan sesuatu secara rutin. Pelajaran agama pun

hendaknya bisa mem-bawa wacana hidup yang segar, bukan sekadar

22

Baca artikel Aji Setiawan Ada Uang, Bayar, Bawa Gelar: Banyak yang merelakan jutaan rupiah hanya untuk selembar bukti gelar. Demi gengsi? Lihat

http://himmah.kampuskita.com/pddk.shtml 23Kompas, 6 Juni 2001.

Page 10: PENDIDIKAN YANG MEMBERDAYAKANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47537/1/03.5 Pendidikan yang...kehidupan masyarakat. Berbagai faktor saling berkaitan seperti ekonomi,

Pendidikan yang Memberdayakan

136

menakut-nakuti. Adapun out put pendi-dikan merupakan cermin dari potret

lulusan yang punya prototipe sendiri. Itu sebabnya, A. Malik Fadjar

mengusulkan pembubaran ulangan umum bersama (UUB), ebtanas, dan

ujian masuk perguruan tinggi negeri (UMPTN). Sebab, menurutnya,

masing-masing perguruan punya standar. Sebagai gantinya diadakan saja

standar akreditasi. Perguruan tinggi biarkan membuat tes masuk sendiri

sehingga ada kompetisi kualitas, bukan hanya melihat dari nilai ebtanas

murni (NEM).

Agaknya beberapa pendapat A. Malik Fadjar sebelum menjadi

Mendiknas betul diwujudkan. Melalui SK No. 178/U/ 2001 tertanggal 21

November 2001 misalnya, ia memberikan kelonggaran kepada perguruan

tinggi untuk mengusulkan jenis gelar yang sesuai dengan bidang keahlian

Program Studi yang diselenggarakan. SK ini tentunya membuat perasaan

lega terutama mahasiswa IAIN/STAIN dan PTAIS serta Perguruan Tinggi

Agama non Islam yang selama ini menggunakan gelar Sarjana Agama

dan/atau Magister Agama yang banyak digugat oleh para mahasiswa24

.

Selain itu, SK No. 184/U/2001 tertanggal 23 Nopember 2001, Mendiknas

banyak memberi tanggung jawab secara mandiri lembaga perguruan tinggi

swasta. Ujian negara dan legalisasi ijazah ditiadakan. Penerimaan

mahasiswa baru diserahkan sepenuhnya kepada masing-masing sekolah/

perguruan tinggi. Oleh karena itu UMPTN, Ebtanas atau sebangsanya yang

ada selama ini tidak diperlukan.25

Dengan berlakunya beberapa kebijakan

baru ini diharapkan tahun-tahun mendatang lembaga pendidikan dapat lebih

berdaya dan memberdayakan.

Kasus Mihnah (inkuisisi)26

pada masa pemerintahan al-Makmun (814-

833) dapat dijadikan cermin bahwa kebijakan pemerintah yang birokratis-

sentralistik terhadap suatu paham ternyata membawa efek negatif bagi

24

Tentang penggunaan gelar ini penulis pernah mengusulkan tertulis kepada Komite

Reformasi Pendidikan dan Pusat Pengkajian dan Pelayanan Informasi Sekretariat Jenderal

DPR RI pada diskusi tanggal 20 Maret 2001 agar sebaiknya gelar akademik cukup

dicantumkan dalam ijazah dan tidak perlu dicantumkan dalam nama, kecuali Doktor. 25

Informasi lebih lengkap baca antara lain Kompas, 13 Desember 2001 26

Merupakan madzhab resmi yang dianut negara mulai tahun 827 dan dibatalkan

oleh al-Mutawakkil pada tahun 848. Madzhab ini antara lain berpendapat bahwa al-Qur’an

tidak qadim. Paham adanya qadim selain Allah digolongkan sebagai syirk. Bagi al-

Makmun, orang yang mempunyai paham syirk tidak dapat dipakai untuk menempati posisi

penting dalam pemerintahannya. Oleh karenanya, al-Makmun melalui para gubernurnya

mengadakan berbagai ujian terhadap para pemuka masyarakat tentang paham ini.

Page 11: PENDIDIKAN YANG MEMBERDAYAKANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47537/1/03.5 Pendidikan yang...kehidupan masyarakat. Berbagai faktor saling berkaitan seperti ekonomi,

Ada karena Berubah

137

masyarakat dan pemerintah Abbasiyah sendiri. Kasus serupa juga pernah

terjadi di Indonesia ketika adanya kewajiban mengikuti penataran P427

bagi

semua lapisan masyarakat. Kewajiban semacam ini akhirnya membawa

dampak yang negatif karena dinilai sebagai pemaksaan suatu paham dan

kehendak penguasa.

Dalam sejarahnya, budaya militerisme dan feodalisme dalam

praktiknya juga membawa efek yang tidak mendukung lahirnya lembaga

pendidikan yang berdaya. Sistem militer adalah sistem komando-hierarkis,

suatu sistem instruktif atas-bawah. Apa yang dikehendaki oleh komandan

itulah yang harus dijalankan oleh bawahan tanpa boleh mempertanyakan

baik keabsahan, validitas, kebenaran maupun relevansi dari perintah

tersebut. Menjadi bawahan berarti menjadi budak atau pelaksana bisu dan

buta. Sistem dan pola serupa juga berlaku dalam dunia belajar-mengajar.

Istilah belajar-mengajar yang mestinya menuntut adanya proses dialogis

antara siswa-guru, pada kenyataannya tidak berjalan seperti yang

dimaksudkan oleh istilah itu. Guru adalah komandan dan murid adalah

bawahan. Guru akan tersinggung apabila murid terlalu banyak bertanya atau

mempertanyakan perintah dan instruksi yang diberikan guru kepadanya.

Metode yang dipakai dalam pola pendi-dikan semacam ini pastilah ceramah.

Tugas murid ada-lah menelan tanpa mengunyah.

Lebih parah lagi, sistem dan pola militerisme ini masih dilengkapi

dengan budaya feodalisme yang begitu kuat men-cengkeram masyarakat.

Pola feodalisme cenderung berarti atasan/komandan tidak bisa salah,

sebaliknya bawahan selalu salah. Semangat yang sama juga seringkali

melandasi pola pendidikan kita. Guru berada di kelas dengan jiwa "father

knows best". Guru tahu segalanya dan murid tidak tahu apa-apa. Guru tidak

bisa salah dan sebaliknya murid selalu salah. Murid tidak didorong untuk

mengembangkan kreativitasnya dengan mengoptimalkan daya imajinasi dan

inovasinya me-lainkan cukup menghafalkan. Dengan demikian mereka tidak

akan pernah menjadi manusia yang mandiri, tetapi pengekor.

Tentu saja pola dan sistem ini tidak hanya berlaku dalam hubungan

guru-siswa, tetapi juga antara kepala sekolah-guru, antara yayasan-guru-

guru dan kepala sekolah. Dalam banyak kasus sering terbentuk suatu

jaringan yang sangat menindas. Dalam suatu sistem dan pola pendidikan

27

Kewajiban adanya Penataran P4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan

Pancasila) didasarkan atas ketetapan MPR No. II/ MPR/ 1978.

Page 12: PENDIDIKAN YANG MEMBERDAYAKANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47537/1/03.5 Pendidikan yang...kehidupan masyarakat. Berbagai faktor saling berkaitan seperti ekonomi,

Pendidikan yang Memberdayakan

138

semacam itu sulit diharapkan lahirnya suatu generasi muda yang kreatif,

inovatif dan mandiri. Apalagi kalau keluarga dan masyara-katnya juga

mempraktikkan sistem dan pola hubungan yang sejenis. Yang dihasilkan

tidak lain adalah generasi muda pem-beo yang tidak pernah mampu

berkreasi dan berinovasi secara mandiri.28

Reformasi pendidikan seperti yang didialogkan di atas tentunya juga

dapat dipraktikkan dalam hubungan antara lembaga pendidikan dengan para

siswa atau mahasiswa. Perlu dipikirkan lebih jauh bahwa adanya sekat-sekat

Fakultas, Jurusan/Program Studi yang terlalu ketat sejak awal sekolah atau

kuliah cenderung dapat memasung potensi siswa atau mahasiswa untuk

berkembang lebih jauh. Apalagi para siswa atau mahasiswa pemula diduga

belum memiliki kemampuan dan pertimbangan yang matang tentang

keahlian yang ingin didalami. Sebaiknya perlu dipikirkan kembali bahwa

penen-tuan Fakultas, Jurusan/Program Studi setelah seseorang maha-siswa

menyelesaikan 50% atau lebih ilmu-ilmu dasar pada perguruan tinggi yang

dimasuki. Jika demikian maka penen-tuan Fakultas, Jurusan/Program Studi

baru dapat dilakukan setelah mahasiswa kuliah pada semester empat atau

lima.

Pemilihan mata kuliah yang tertera dalam kurikulum sebaiknya berupa

mata kuliah wajib yang minim dan yang mayoritas adalah mata kuliah

pilihan. Jumlah mata kuliah wajib sebaiknya ditetapkan antara 25-30% dari

seluruh beban studi yang diwajibkan. Jika beban seluruh mata kuliah

bernilai 144 sks maka mata kuliah wajibnya hanya mencapai 36-44 sks,

sedangkan mata kuliah pilihan bisa mencapai 100–108 sks. Tentu saja harus

diingat bahwa pemilihan mata kuliah didasar-kan kepada keahlian akhir

yang akan didalami. Berdasarkan pertimbangan ini dapat diketahui bahwa

pada dasarnya penentuan Fakultas, Jurusan/Program Studi bagi seseorang

mahasiswa dapat diduga setelah lulus mata kuliah pilihan seni-lai 36-42 sks.

Berdasarkan penghitungan ini diharapkan maha-siswa akan lebih yakin

dalam penentuan Fakultas, Jurusan/ Program Studi.

Diakui bahwa kebijakan yang demikian memerlukan administrasi

yang canggih, sistem komputerisasi yang prima, bermental baja untuk tidak

berebut mahasiswa, dan toleransi yang tinggi jika suatu Program Studi tidak

mendapatkan peminat.

28

Bandingkan dengan uraian Mungki A. Sasmita Reformasi dan Pendidikan dalam

http://www.bpkpenabur.or.id

Page 13: PENDIDIKAN YANG MEMBERDAYAKANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47537/1/03.5 Pendidikan yang...kehidupan masyarakat. Berbagai faktor saling berkaitan seperti ekonomi,

Ada karena Berubah

139

Lembaga pendidikan yang demikian agaknya dapat dikatakan lebih

memberdayakan dibanding memperlakukan para mahasiswa sebagai

penerima dawuh berupa paket jadual dan paket mata kuliah seperti yang

terjadi sampai sekarang pada umumnya di perguruan tinggi.

Perspektif Islam

Banyak ayat al-Quran yang dapat dipahami sebagai isyarat pentingnya

perilaku pemberdayaan. Di antara indikator suatu pemberdayaan adalah

adanya suasana dialogis dalam berbagai kegiatan termasuk pendidikan.

Jumlah ayat al-Quran mencapai 6000 lebih dalam 114 surat. Walau belum

ditemukan hasil penelitian secara keseluruhan, tetapi informasi dari Muhbib

setidaknya dapat dijadikan salah satu indikator. Muhbib – melalui tesis

Magisternya – berkesimpulan bahwa ayat-ayat yang berkaitan dengan kisah

Nabi Ibrahim mayoritas bergaya bahasa dialog.29

Surat-surat pendek dalam

al-Quran banyak juga dijumpai ayat-ayat yang bernuansa dialog.30

Hal ini

dapat dipahami bahwa al-Quran mendukung adanya suasa-na dialogis dalam

bermasyarakat termasuk di dalamnya kegiatan pendidikan. Perlu juga

dicermati bahwa ayat pertama yang turun kepada Nabi Muhammad Saw

adalah اقزأ(bacalah!). Ayat ini dapat dinilai sebagai pemicu lahir dan ber-

kembangnya tradisi tulisan, sebagai ganti dari tradisi lisan yang saat itu

sangat berkembang. Tradisi tulis menulis merupakan cikal bakal dinamika

keilmuan.

Selain itu tidak dijumpai ayat-ayat dalam al-Quran yang menyuruh

agar para Nabi atau Rasul merasa sebagai manusia super sehingga berlaku

tidak adil atau diktator. Menurut ajaran al-Quran Nabi dan Rasul adalah

manusia biasa (Q.S. 14:10-11, 18:110, 21:8, 41:6) yang hidup berkeluarga

dan berketurunan (Q.S. 13:38). Mereka ini menerima wahyu dengan bahasa

kaumnya (Q.S. 14:4). Tugas mereka adalah menyampaikan amanat Tuhan

kepada manusia (Q.S. 5:99, 33:39) dan tidak menyuruh untuk menyembah

29

Ayat yang du=ijumpai mencapai 237 yang tersebar dalam 25 surat. Jumlah ayat

tersebut 83,12%nya (197 ayat dalam 13 surat) bergaya bahasa dialog. Ayat-ayat tersebut

mayoritas (89,85%) ayat (177 ayat dalam 11 surat) tergolong turun pada periode Mekkah.

Tema-tema dialog menyangkut kosmologi, sosial, pendidikan, dan eskatologi yang

merupakan perekat dan penguat ketauhidan. Lihat Muhbib, Konsep Dialog dalam al-Quran: Studi tentang Kisah Ibrahim AS, (Jakarta: Program Pascasarjana, 1997), h. 164.

30Perhatikan antara lain QS. 114:1, 113:1, 112:1, 109, 107, 105, 104:5, 101, 100:9,

97, 96, 95:8, 90, 88)

Page 14: PENDIDIKAN YANG MEMBERDAYAKANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47537/1/03.5 Pendidikan yang...kehidupan masyarakat. Berbagai faktor saling berkaitan seperti ekonomi,

Pendidikan yang Memberdayakan

140

dirinya (Q.S. 3:79-80) serta tidak semua Nabi diceritakan dalam al-Quran

(Q.S. 40:78). Al-Quran mengajarkan agar Nabi Muhammad Saw berlaku

lemah lembut, suka memberi maaf dan suka bermusyawarah (Q.S. 3:159,

42:38). Selain itu, al-Quran juga mengajarkan keadilan (Q.S. 4:135, 5:8,

6:152, 16:90, 17:35, 49:9) dan persamaan (Q.S. 49:13). Dalam kaitan

hubungan antar umat berbeda agama, al-Quran mengajarkan untuk tidak

saling memaksa (Q.S 2:256), 7:64, 10:99) dan sebaliknya diwajibkan

berbuat baik kepada mereka (Q.S. 60:8-9).

Dalam sejarahnya, Nabi Muhammad Saw memberdayakan para

sahabat dan bahkan musuhnya. Setidaknya Nabi telah menunjuk sebahagian

sahabatnya sebagai penulis wahyu. Dialog antara Nabi Muhammad Saw

dengan Mu’az ibn Jabal setelah diangkat sebagai Gubernur Yaman

merupakan contoh lain bagaimana Nabi memberdayakan shahâbatnya.

Menarik digarisbawahi bahwa kaum muslimin generasi pertama yang hidup

sezaman dan pernah bertemu dengan Nabi disebut sahabat. Sahabat artinya

mitra, bukan bawahan. Dengan kata lain Nabi memperlakukan para

sahabatnya sebagai mitra sejajar, egaliter dan berada dalam posisi dan relasi

yang demokratis.

Tidak lama sesudah berada di Yasrib (yang kemudian berubah nama

menjadi Madinah), Nabi Muhammad memper-maklumkan satu piagam yang

mengatur kehidupan dan hubungan antara komunitas-komunitas yang

majemuk baik yang beragama Islam maupun non Islam. Dalam berbagai

kejadian, Nabi Muhammad Saw juga sering melakukan konsultasi atau

musyawarah dengan para sahabatnya. Selain itu Nabi juga memberdayakan

para tawanan perang antara lain untuk meng-ajar membaca dan menulis.

Sesudah Nabi Muhammad Saw wafat, al-Quran dan al-Sunnah

ternyata mampu menjadi motivator bagi pengembangan ilmu pengetahuan.

Banyak ilmu yang lahir dan berkembang karena adanya al-Quran menjadi

motivator31

. Para khalifah setelah Khulafa al-Rasyidin banyak memberikan

31

Di bidang hukum tercatat nama-nama seperti: Imam Abu Hanifah (699-767),

Imam Malik (712-795), Imam Syafii (767-819), Imam Ahmad Ibn Hanbal (780-855 M). Di

bidang teologi tercatat nama-nama: Washil ibn Atha’ (81-131 H), Abu al-Huzail (135-235

H), al-Nazzam (185-221 H), al-Jubbai (w. 295 H), al-Asy’ari (873-935), al-Maturidi (w.

944 M), al-Bazdawi (421-493 H). Di bidang tasawuf dikenal nama-nama Rabiah al-

Adawiyah (714-801 M), Zu al-Nun al-Misri (w. 859 M), Abu Yazid al-Bustami (874-947

M), al-Hallaj (858-922), Ibn Arabi (1165-1240). Di bidang falsafat dikenal nama al-Kindi

(w. 870), al-Farabi (870-950), Ibn Miskawaih (930-1030), Ibn Sina (980-1037). Di bidang

Page 15: PENDIDIKAN YANG MEMBERDAYAKANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47537/1/03.5 Pendidikan yang...kehidupan masyarakat. Berbagai faktor saling berkaitan seperti ekonomi,

Ada karena Berubah

141

penghargaan yang sangat tinggi kepada para ilmuan. Di antaranya mereka

memberikan imbalan berupa emas seberat kertas hasil terjemahan32

.

Akan tetapi pendidikan di dunia Islam sesudah abad ke 12 dirasakan

kurang memberdayakan terhadap banyak hal. Al-Quran dan al-Sunnah tidak

dijadikan motivator penggerak bagi pemberdayaan. Al-Quran dan al-Sunnah

sudah lama ditinggal-kan oleh umat Islam33

. Yang dipelajari umat Islam

adalah selain al-Quran, melainkan ilmu-ilmu yang muncul karena motivasi

al-Quran. Pada umumnya yang dipelajari oleh umat Islam adalah Ulum al-

Quran, Tafsir, Fiqh dan semacamnya. Ilmu-ilmu ini sebetulnya lahir karena

adanya al-Quran. Ayat-ayat al-Quran cenderung dipahami menurut

pemahaman mufassirnya. Akibatnya para pengkaji tafsir tidak leluasa

mengembangkan makna ayat-ayat al-Quran. Para siswa dan mahasiswa

cenderung dipaksa untuk memahami teks tafsir dan bukannya didorong

untuk secara kreatif mengembangkan makna ayat al-Quran.

Para siswa dan mahasiswa tidak didorong berlatih melahirkan ulum al-

Quran yang baru. Yang ada hanya dipaksa memahami ulum al-Quran karya

orang lain. Para siswa dan mahasiswa tidak didorong dan diberi kesempatan

melahirkan pemikiran fiqh yang baru, yang ada hanya berkutat kepada

pemahaman pemikiran fiqh ulama terdahulu. Sebagai akibat dari pengajaran

yang demikian, kitab-kitab selain al-Quran cenderung menempati posisi

atas dalam pembelajaran dan al-Quran ditempatkan pada posisi di bawahnya

atau bahkan tidak sempat dikaji secara mendalam.

Sehubungan dengan hal tersebut Abû al-Hasan al-‘Amirî (w.

381H/992M) sangat menekankan untuk tidak mengadakan dikotomi

pembelajaran ilmu-ilmu hasil pemikiran dan ilmu-ilmu keagamaan34

. Oleh

ilmu pengetahuan dikenal nama Ibn Haitsam (965-1039), ibn Hayyan (721-815), al-

Khawarizmi (780-850 M), al-Mas’udi (w. 957), dan al-Razi (865-923 M). 32Bayt al-Hikmah Baghdad merupakan salah satu pusat kegiatan penerjemahan

ilmu-ilmu dari bahasa Yunani dan Suryani ke dalam Bahasa Arab. Pemimpinnya adalah

Hunayn ibn Ishaq. Lihat Philip K. Hittii, History of the Arabs, (London: The Macmillan

Press, 1974), h. 312. 33

Lihat juga komentar Abu al-Hasan ‘Ali al-Husnî al-Nadawi, Nah{w al-Tarbiyah al-Isla>miy>ah al-H{urrah fî> al-Huku>ma>t wa al-Bila>d al-Isla>miy>ah, (Beirut: Muassah al-Risa>lah,,

1958), h. 13-14 dan 89-90 34

Setidaknya ada 5 alasan yang dimajukan oleh al-Âmirî tentang ini: 1) Wahyu tidak

bertentangan dengan pendapat akal, 2) Al-Quran mendorong umat Islam untuk mempelajari

penciptaan alam, 3) Bahwa mempelajari penciptaan alam akan mendapatkan hukum

kausalitas, 4) Menambah keyakinan, 5) Bermanfaat secara nyata bagi kehidupan. Baca

Ahmad Abd al-Hamid Ghurab, Abu> al-H{asan al-A<miri> wa A<ra>’uh al-Tarbawiy>ah, dalam

Page 16: PENDIDIKAN YANG MEMBERDAYAKANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47537/1/03.5 Pendidikan yang...kehidupan masyarakat. Berbagai faktor saling berkaitan seperti ekonomi,

Pendidikan yang Memberdayakan

142

karena ilmu-ilmu selain al-Quran merupakan hasil ijtihad maka perlu

dikritisi agar tidak terjebak pada paham bahwa ilmu-ilmu tersebut sebagai

ilmu yang telah final dan absolut. Hal itu dikarenakan para ahli tersebut

bukanlah manusia ma’s{u>m35.

Pendapat serupa dimajukan oleh Abduh (1849-1905). Menurutnya,

ijtihad hendaknya dilakukan secara langsung terhadap ayat al-Quran dan al-

Hadis, sedangkan pendapat ulama terdahulu tidak mengikat karena mereka

tidak ma’shum.36

Pendapat al-‘Amirî dan Muhammad Abduh ini diakui

sulit dilaksanakan apabila pola pikir rasional tidak ditumbuh-kembangkan.

Oleh karena itu agar ilmu pengetahuan dapat berkembang, Harun Nasution

menekankan adanya perubahan sikap dari mental tradisional menjadi sikap

mental yang rasional37

Beberapa kebijakan pemerintah dan pendapat mayoritas umat Islam

Indonesia sejak kemerdekaan sampai sekarang juga dinilai turut menjadikan

pendidikan di kalangan umat Islam tidak berdaya dan memberdayakan38

.

Dikotomi pendidikan yang pernah dialami oleh umat Islam pada masa

sebelum kemerdekaan dipertajam menjadi lebih dikotomis dengan beberapa

kebijakan yang ada. Madrasah, pesantren, Perguruan Tinggi Agama

cenderung hanya sekedar dilirik, bukannya diperhatikan ketika menetapkan

kebijakan. Hal ini terlihat pada penetapan anggaran pendidikan,

pemanfaatan lulusan, dan kewenangan mema-sukkan ilmu-ilmu umum

(ilmu-ilmu rasional) di perguruan agama. Akibatnya pendidikan umum dan

pendidikan agama sama-sama tidak mampu memberdayakan ilmu yang

integratif yang sebetulnya bersumber dari Tuhan yang Satu. Dampak dari

kebijakan tersebut makna pendidikan Islam menyempit menjadi sekadar

pengajaran agama. Ilmu rasional dianggap sekuler dan diharamkan masuk ke

dalam kurikulum. Upaya A. Mukti Ali ketika menjadi Menteri Agama RI

misalnya, untuk mensejajarkan lulusan Madrasah dengan sekolah umum

pada tahun 1974 sampai dengan 1975 ternyata mendapat tantangan yang

Min A’la>m al-Tarbiyah al-Arabiy>ah al-Isla>miy>ah, Jilid II, Maktab al-Tarbiyah al-Arabi> li

Duwal al-Khali>j, 1988, h. 96-97. 35Ibid. h. 104. 36

Lihat uraian Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam: Sejarah Pemikiran dan Gerakan, (Jakarta: Bulan Bintang, 1975), h. 64.

37Baca antara lain pada Islam Rasional: Gagasan dan Pemikiran Prof. Dr. Harun

Nasution, (Bandung: Mizan, 1995), h. 146. 38

Tidak terlalu salah jika Abduh menyatakan bahwa Islam tidak dapat berkembang

disebabkan oleh pemeluknya sendiri )اإلسالم هحجوب بالوسلوين(

Page 17: PENDIDIKAN YANG MEMBERDAYAKANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47537/1/03.5 Pendidikan yang...kehidupan masyarakat. Berbagai faktor saling berkaitan seperti ekonomi,

Ada karena Berubah

143

luar biasa di kalangan umat Islam sendiri karena dinilai akan

menghancurkan lembaga pendidikan Islam. Tantangan masyarakat muncul

kembali ketika ia membuat kebijakan berupa pengiriman para dosen IAIN

ke Barat.39

Nasib serupa menimpa ketika sebahagian IAIN akan diubah

menjadi universitas.

Fazlur Rahman (w. 1998) sebagaimana dikutip Ensiklopedi Islam

untuk Pelajar, Jilid 5, h. 2, berpendapat bahwa sejarah pendidikan di dunia

Islam lebih mencerminkan sejarah pendidikan agama dan bukan pendidikan

Islam. Hal ini terutama tampak sejak abad ke-12, ketika sains, ilmu

kemanusiaan, dan ilmu sosial dikeluarkan dari kurikulum sekolah dan

universitas. Hal ini berawal dari disintegrasi ilmu pengetahuan dalam sistem

pemikiran Islam, ketika ilmu rasional dianggap berbahaya bagi agama dan

para sarjana yang mengembangkannya dimusuhi.

Penyempitan makna pendidikan Islam berlangsung hingga tingkat

pelembagaan dan metodenya, khususnya di kalangan kaum Sunni. Para

ulama mulai menarik garis tegas antara ilmu sekuler dan ilmu agama.

Mereka menentang ilmu sekuler dan mengeluarkannya dari kurikulum

madrasah. Anak didik lebih banyak diminta menghafal teks baku

dibandingkan mengembangkan pemikiran kreatif. Dalam jangka panjang,

hal ini berakibat fatal: bukan saja disiplin ilmu rasional menjadi tidak

berkembang di dunia Islam, tetapi perkembangan pemikiran Islam secara

keseluruhan pun terhambat karena tidak ada tantangan serta dorongan

intelektual.

Pendidikan merupakan tuntunan pertumbuhan manusia sejak lahir

hingga tercapai kedewasaan jasmani dan rohani, dalam interaksi dengan

alam dan lingkungan masyarakatnya. Pendidikan merupakan proses yang

terus menerus, tidak berhenti. Di dalam proses pendidikan ini, keluhuran

martabat manusia dipegang erat karena manusia (yang terlibat dalam

pendidikan ini) adalah "subyek" dari -- pendidikan. Karena merupakan

subyek di dalam pendidikan, maka dituntut suatu tanggung jawab agar

tercapai suatu hasil pendidikan yang baik. Jika memperhatikan bahwa

manusia itu sebagai subyek dan pendidikan meletakkan hakikat manusia

39

Informasi lebih lengkap baca pada Ali Munhanif, Prof. Dr. A. Mukti Ali: Modernisasi Politik-Keagamaan Orde Baru, dalam Azyumardi Azra dan Saiful Umam

(Ed.), Menteri-menteri Agama RI: Biografi Sosial-Politik, (Jakarta: INIS, PPIM dan

Departemen Agama, 1998), h. 271-319.terutama mulai h. 311.

Page 18: PENDIDIKAN YANG MEMBERDAYAKANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47537/1/03.5 Pendidikan yang...kehidupan masyarakat. Berbagai faktor saling berkaitan seperti ekonomi,

Pendidikan yang Memberdayakan

144

pada hal yang terpenting, maka perlu diperhatikan juga masalah otonomi

pribadi. Maksudnya adalah, manusia sebagai subyek pendidikan harus bebas

untuk "ada" dan menjadi dirinya sendiri, yaitu manusia yang berpribadi dan

bertanggung jawab.

Melalui pendidikan manusia menyadari hakikat dan martabatnya di

dalam relasinya yang tak terpisahkan dengan alam lingkungannya dan

sesamanya. Itu berarti, pendidikan sebenarnya mengarahkan manusia

menjadi insan yang sadar diri dan sadar lingkungan. Dari kesadar-annya itu

mampu memperbarui diri dan lingkungannya tanpa kehilangan kepribadian

dan tidak tercerabut dari akar tradisinya. Sistem pendidikan yang ada

sekarang masih didominasi oleh manajemen top-down (dari atas ke bawah)

atau kalau meng-gunakan istilah Paulo Freire (seorang tokoh pendidik dari

Amerika Latin) adalah pendidikan gaya bank.40

Konsep pendidikan gaya bank mengakibatkan terjadinya kebekuan

berpikir dan tidak munculnya kesadaran kritis pada murid. Murid hanya

mendengarkan, mencatat, menghafal dan mengulangi ungkapan-ungkapan

yang disampaikan oleh guru, tanpa menyadari dan memahami arti dan

makna yang sesungguhnya. Inilah yang disebut Freire sebagai kebudayaan

bisu (the culture of silence). Kesadaran kritis merupakan titik tolak

pemikiran pendidikan yang memberdayakan. Tanpa kesadaran kritis, tak

mungkin pemberdayaan dapat dilakukan.

Dalam sejarahnya, sikap kritis dan/atau ketidak puasan atas

kekurangan dalam dunia pendidikan sangat diperlukan karena sikap serupa

ini akan dapat melahirkan keputusan-keputusan atau aksi-aksi baru yang

dinilai dapat mengatasi permasalahan yang muncul. Oleh karena

menyangkut hidup maka keputusan atau aksi baru yang ditetapkan tidak

dapat dianggap sesuatu yang final. Mengkritisi suatu perguruan tinggi

semisal IKIP, dapat melahirkan Universitas41

. Upaya mengkritisi pesantren

tradisional melahirkan pesantren modern. Upaya mengkritisi kedua model

pesantren tersebut melahirkan pesan-tren kilat. Upaya mengkritisi terhadap

40

Baca Paulo Friere, Pendidikan Kaum Tertindas, terjemahan Tim Redaksi, (Jakarta:

LP3ES, 1972). 41

Antara lain lihat Keppres No. 93 Tahun 1999 tgl. 4 Agustus 1999 berisi perubahan:

1) IKIP Yogyakarta menjadi Universitas Negeri Yogyakarta, 2). IKIP Surabaya menjadi

Universitas Negeri Surabaya, 3). IKIP Malang menjadi Universitas Negeri Malang, 4) IKIP

Ujung Pandang menjadi Universitas Negeri Makasar, 5) IKIP Jakarta menjadi Universitas

Negeri Jakarta, dan 6) IKIP Padang menjadi Universitas Negeri Padang.

Page 19: PENDIDIKAN YANG MEMBERDAYAKANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47537/1/03.5 Pendidikan yang...kehidupan masyarakat. Berbagai faktor saling berkaitan seperti ekonomi,

Ada karena Berubah

145

madrasah tradisional yang hanya mempelajari ilmu-ilmu agama melahirkan

madrasah modern yang mempelajari juga ilmu-ilmu umum. Upaya

mengkritisi Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (PTAIN) di Yogyakarta

dan Akademi Dinas Ilmu Agama (ADIA) di Jakarta, melahirkan Institut

Agama Islam Negeri (IAIN)42

melalui Peraturan Presiden No. 11 Tahun

1960. Kritik dan atau ketidakpuasan terhadap IAIN yang me-nyediakan

program studi keagamaan semata, melahirkan IAIN with wider mandate

(dengan mandat yang diperluas). Upaya mengkritisi berbagai IAIN cabang

melahirkan STAIN43

. Bisa jadi upaya mengkritisi IAIN with wider

mandateakan mucul Universitas Islam Negeri (UIN).

Hanya saja, upaya membuka kesadaran kritis ini sering dipahami oleh

pihak penguasa sebagai suatu "gerakan politik" ketimbang suatu gerakan

yang mencerdaskan rakyat. Karena itu, pada tahun 1964 Freire diusir oleh

pemerintah untuk meninggalkan Brazil. Pendidikan model ini merupakan

pendidikan yang membawa masyarakat dari kondisi "masya-rakat kerucut"

(submerged society) kepada masyarakat terbuka (open society).

Berdasarkan cermin Freire tersebut, perlu dicermati kembali hakekat

Islam sebagai agama yang diturunkan Allah untuk manusia. Pendidikan

42

Sampai sekarang tercatat 14 IAIN di seluruh Indonesia. 1) IAIN Sunan Kalijaga

Yogyakarta (berdiri 26-9-1951), 2) IAIN Syarif Hidaya-tullah Jakarta (1 Juni 1957), 3)

IAIN Ar-Raniri Banda Aceh (5-10-1963), IAIN Raden Fatah Palembang (13-11-1964), 5)

IAIN Antasari Banjarmasin (20-11-1964), 6) IAIN Sunan Ampel Surabaya (5-7-1965), 7)

IAIN Alauddin Ujung Pandang (10-11-1965), 8) IAIN Imam Bonjol Padang (21-11-1965),

9) IAIN Sultan Thaha Saifuddin Jambi (8-9-1967), 10) IAIN Sunan Gunung Jati Bandung

(8-4-1968), 11) IAIN Raden Intan Bandar Lampung (13-10-1968), 12) IAIN Walisongo

Semarang (1-4-1970), 13) IAIN Sultan Syarif Qasim Pekanbaru (16-9-1970), dan 14) IAIN

Sumatera Utara (19-11-1973). Baca Direktori Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri Tahun 2000/2001.

43Sampai sekarang tercatat 33 STAIN di seluruh Indonesia: 1) STAIN Ambon, 2)

STAIN Prof. Dr. Mahmud Yunus Batu Sangkar, 3) STAIN Bengkulu, 4) STAIN Syaikh

Djamil Jambek Bukittinggi , 5) STAIN Cirebon, 6) STAIN Curup, 7) STAIN Sultan Amai

Gorontalo, 8) STAIN Jember, 9) STAIN Kediri, 10) STAIN Kendari, 11) STAIN Kerinci,

12) STAIN Kudus, 13) STAIN Malang, 14) STAIN Manado, 15) STAIN Mataram, 16)

STAIN Jurai Siwo Metro, 17) STAIN Padang Sidempuan, 18) STAIN Palangkaraya, 19)

STAIN Palopo, 20) STAIN Datolarama Palu, 21) STAIN Pamekasan, 22) STAIN Pare-

pare, 23) STAIN Pekalongan, 24) STAIN Ponorogo, 25) STAIN Ponttianak, 26) STAIN

Purwokerto, 27) STAIN Salatiga, 28) STAIN Samarinda, 29) STAIN Maulana Hasanuddin

Serang, 30) STAIN Surakarta, 31) STAIN Ternate, 32) STAIN Tulungagung, dan 33)

STAIN Watampone. Pembentukan STAIN berdasarkan Keppres No. 11 Tahun 1997.

Semua STAIN ini secara serempak diresmikan pada 30 Juni 1997. Baca Direktori Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri Tahun 2000/2001.

Page 20: PENDIDIKAN YANG MEMBERDAYAKANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47537/1/03.5 Pendidikan yang...kehidupan masyarakat. Berbagai faktor saling berkaitan seperti ekonomi,

Pendidikan yang Memberdayakan

146

pemberdayaan atau pembebasan yang digelindingkan oleh Freire sebetulnya

telah diterapkan oleh Nabi Muhammad dalam strategi gerakan dakwah

Islam menuju transformasi sosial. Gerakan dakwah pada masa Nabi

dipraktikkan sebagai gerakan pembebasan dari eksploitasi, penindasan,

dominasi dan ketidakadilan dalam segala aspeknya Nabi, dalam kerangka

dakwah Islam untuk pemberdayaan dan pembebasan umat, tidak langsung

menawarkan Islam sebagai sebuah ideologi yang normatif, melainkan

sebagai pengakuan terhadap perlunya memperjuangkan secara serius

problem bipolaritas spiritual-material kehidupan manusia, dengan

penyusunan kembali tatatan yang telah ada menjadi tatanan yang tidak

eksploitatif, adil dan egaliter. Islam dengan pilar ال ال اال هللا adalah agama

pemberdayaan dan pembebasan karena Islam memberikan penghargaan

terhadap manusia secara sejajar, mengutama-kan kemanusiaan, menjunjung

tinggi nilai-nilai demokrasi dan keadilan, mengajarkan berkata yang hak dan

benar, dan mengasihi yang lemah dan tertindas. Ayat Al Qur'an, diantaranya

mengajarkan وزيد أن ومه دء الذيه استضافا ف األرض وجاءم أئمة وجاءم الارثيه

(5)القصص: "...Kami bermaksud memberikan karunia kepada orang-orang

tertindas di bumi. Kami akan menjadikan mereka pemimpin dan pewaris

bumi..." (QS. 28:5).

Sikap kritis dan tidak puas seperti gambaran di atas tidak harus

dipahami sebagai pemikiran yang negatif. Sikap semacam ini justru perlu

dikembangkan agar terjadi perkem-bangan pemikiran di berbagai bidang.

Penutup

Untuk rekonseptualisasi dan sosialisasi pendidikan yang berdaya dan

memberdayakan akhirnya orasi ini ditutup dengan beberapa catatan sebagai

berikut:

1. Pendidikan yang masih berbasis birokrasi harus sudah diganti dengan

sistem pendidikan yang berorentasi pada kebutuhan masyarakat.

2. Pendidikan harus menumbuhkan jiwa independensi, menggerakkan

(encourage) pernyataan diri (self expression), dan mengajar

siswa/mahasiswa untuk hidup dalam harmoni dengan menghargai

adanya perbedaan-perbedaan. Ke depan sistem pendidikan harus berubah

dari instruksional menjadi motivasional berprestasi, berkreasi dan

berbudi pekerti.

Page 21: PENDIDIKAN YANG MEMBERDAYAKANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47537/1/03.5 Pendidikan yang...kehidupan masyarakat. Berbagai faktor saling berkaitan seperti ekonomi,

Ada karena Berubah

147

3. Sistem pendidikan yang membebani para siswa/mahasiswa dengan

jumlah mata pelajaran/mata kuliah yang terlalu banyak dan sifatnya

repetitif di semua kelas maupun semester hingga menyerap waktu,

membuat proses belajar berpikir menjadi mandul/beku/statis.

4. Proses belajar dengan terlalu banyak memberi tekanan pada menghafal

dan multiple choice tanpa mempertanyakan mengapa tidak banyak

membantu pembentukan kepribadian.

5. Peranan pendidikan sebagai sarana pemberdayaan (empowerment) harus

secara sadar menyiapkan peserta didik dalam kehidupan masyarakat

baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat. Dengan kata

lain, pendidikan berfungsi sebagai sarana pemberdayaan individu dan

masyarakat guna menghadapi masa depan. Pemberdayaan hanya

mempunyai makna jika proses pemberdayaan menjadi bagian dan fungsi

dari kebudayaan.

6. Pendidikan Islam yang berdaya dan memberdayakan akan terwujud

apabila:

a. Memiliki visi, misi, dan orientasi strategis ke depan yang jelas.

b. Memiliki legitimasi sosial, intelektual dan moral yang kuat.

c. Berbasis pada masyarakat dan meresponi tuntutan zaman.

d. Dikelola dengan manajemen modern yang profesional, rasional,

terbuka, akuntabel, humanis, memiliki akses, kerjasama dan

kemitraan global.

Terima kasih, semoga bermanfaat. Âmîn.

والسالم عليكن وزحوة هللا وبسكاته

Page 22: PENDIDIKAN YANG MEMBERDAYAKANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47537/1/03.5 Pendidikan yang...kehidupan masyarakat. Berbagai faktor saling berkaitan seperti ekonomi,

Pendidikan yang Memberdayakan

148