Pendidikan Terpadu

13
Pendidikan Terpadu: Sebuah harapan Oleh Rum Rosyid Pendidikan nasional selama ini tidak memiliki visi yang jelas tentang pemberdayaan manusia Indonesia sendiri. Memang hal ini tergantung pada sistem politik dan kebijakan pendidikan pemerintah, selama pemerintah lebih menitikberatkan pada pemanfaatan dan pengagung-agungan produksi impor maka produksi dalam negeri akan terus mengalami kemerosotan atau bahkan mati sama sekali. Politik ekonomi pemerintah selama ini tidak sejalan dengan politik pendidikannya, politik pendidikannya juga tidak sesuai dengan politik budayanya, demikian juga politik budayanya tidak sesuai dengan politik ideologinya. Atau dengan kata lain antara politik yang satu dengan politik yang lain tidak ada yang sejalan, seirama, dan senafas. Dari segi ideologi, nasionalisme adalah ideologi yang paling dominan, namun ketika berada dalam politik ekonomi dan politik militer berbeda karena lebih mementingkan kepentingan luar negeri dalam arti menggunakan teori-teori Barat dan persenjataan impor. Ini jelas menunjukkan tidak adanya keselarasan dan kesesusaian antara politik ideologi dan politik ekonomi maupun militer. Demikian juga yang terjadi dengan politik pendidikan dan politik lainnya tidak ada yang selaras. Pendidikan di Indonesia sampai saat ini masih berjalan secara parsial dan terpisah-pisah tanpa adanya kordinasi yang jelas dari pemerintah. Parsialisasi ini dapat dilihat dari banyaknya lembaga pendidikan yang berlindung atau didirikan oleh beberapa departemen, misalnya Departemen Pertahanan memiliki Akabri, Akpol dan sebagainya; Departemen Agama memiliki lembaga pendidikan agama, Departemen Keuangan memiliki lembaga pendidikan STAN, Departemen Dalam Negeri memiliki lembaga pendidikan STPDN dan sebagainya. Dasar pemikiran pendirian tersebut di satu sisi adalah untuk pemberdayaan sumber daya manusia masing- masing departemen, namun ada analisis lain yaitu sebagai lahan untuk mendapat anggaran lebih besar. Karena lembaga- lembaga pendidikan di masing-masing departemen merupakan sumber proposal proyek yang sangat strategis.

Transcript of Pendidikan Terpadu

Page 1: Pendidikan Terpadu

Pendidikan Terpadu: Sebuah harapanOleh Rum RosyidPendidikan nasional selama ini tidak memiliki visi yang jelas tentang pemberdayaan manusia Indonesia sendiri. Memang hal ini tergantung pada sistem politik dan kebijakan pendidikan pemerintah, selama pemerintah lebih menitikberatkan pada pemanfaatan dan pengagung-agungan produksi impor maka produksi dalam negeri akan terus mengalami kemerosotan atau bahkan mati sama sekali. Politik ekonomi pemerintah selama ini tidak sejalan dengan politik pendidikannya, politik pendidikannya juga tidak sesuai dengan politik budayanya, demikian juga politik budayanya tidak sesuai dengan politik ideologinya. Atau dengan kata lain antara politik yang satu dengan politik yang lain tidak ada yang sejalan, seirama, dan senafas. Dari segi ideologi, nasionalisme adalah ideologi yang paling dominan, namun ketika berada dalam politik ekonomi dan politik militer berbeda karena lebih mementingkan kepentingan luar negeri dalam arti menggunakan teori-teori Barat dan persenjataan impor. Ini jelas menunjukkan tidak adanya keselarasan dan kesesusaian antara politik ideologi dan politik ekonomi maupun militer. Demikian juga yang terjadi dengan politik pendidikan dan politik lainnya tidak ada yang selaras. Pendidikan di Indonesia sampai saat ini masih berjalan secara parsial dan terpisah-pisah tanpa adanya kordinasi yang jelas dari pemerintah. Parsialisasi ini dapat dilihat dari banyaknya lembaga pendidikan yang berlindung atau didirikan oleh beberapa departemen, misalnya Departemen Pertahanan memiliki Akabri, Akpol dan sebagainya; Departemen Agama memiliki lembaga pendidikan agama, Departemen Keuangan memiliki lembaga pendidikan STAN, Departemen Dalam Negeri memiliki lembaga pendidikan STPDN dan sebagainya. Dasar pemikiran pendirian tersebut di satu sisi adalah untuk pemberdayaan sumber daya manusia masing-masing departemen, namun ada analisis lain yaitu sebagai lahan untuk mendapat anggaran lebih besar. Karena lembaga-lembaga pendidikan di masing-masing departemen merupakan sumber proposal proyek yang sangat strategis.

Implikasi dari parsialisasi dan terkesan miskordinasi sistem pendidikan nasional tersebut menyebabkan munculnya bibit-bibit egoisme masing-masing departemen. Kordinasi yang seharusnya menjadi salah satu strategi yang sangat penting menjadi terpental dengan parsialisasi tersebut. Oleh karena itu, barangkali layak dikemukakan di sini dilontarkan adanya ide Pendidikan Nasional Terpadu. Modus operandinya adalah dihilangkannya masing-masing lembaga pendidikan di departemen yang berbeda kemudian dijadikan menjadi satu payung. Namun sebelumnya harus dilakukan kesepakatan bersama secara mantap bahwa payung tersebut harus tetap mengakomodasi kepentingan dan aspirasi masing-masing departemen.

Untuk menyelaraskan perlu kiranya digagas politik pendidikan nasional terpadu yang mencakup dan sejalan dengan politik ideologi, politik pemerintahan, politik budaya, politik ekonomi, politik hukum, dan politik-politik lainnya. Hal ini dimaksudkan untuk memperjelas visi pendidikan nasioanl terpadu sebagai upaya untuk keluar dari keterpurukan multidimensional bangsa Indonesia ini.

Dengan konsep pendidikan nasional terpadu visi pendidikan nasional adalah jelas pemberdayaan manusia Indonesia dalam seluruh aspek kehidupan, seluruh sector

Page 2: Pendidikan Terpadu

kehidupan, seluruh disiplin keilmuan, seluruh lapisan masyarakat, seluruh strata sosial, seluruh kerangka ajaran agama, seluruh etnis bangsa, seluruh budaya bangsa, seluruh tradisi local masyarakat, dan seluruh harapana manusia Indonesia. Pendidikan nasional terpadu artinya memberikan kesempatan kepada masyarakat Indonesia seluruhnya untuk mengembangkan minat, bakat, potensi, kreativitas, dan keterampilannya yang kemudian didukung sepenuhnya dan diakui sepenuhnya oleh dunia industri serta pemerintah dengan aturan hukum yang jelas dan tegas. Pemberdayaan lewat pendidikan tentunya perlu dilakukan perombakan sistem pendidikan secara menyeluruh dimana tindakan-tindakan dan praktik-praktik penyelewengan sebagaiman dikemukakan di sub sebelumnya telah terbabat habis dalam proses pendidikan nasional. Kualitas alumni bukan hanya dinilai dari keberhasilan menduduki jabatan akan tetapi dinilai sejauh mana alumni tersebut telah memberikan sumbangan bagi pemberdayaan masyarakat. Inilah yang barangkali menjadi idaman manusia Indonesia seutuhnya dan para founding father negara Indonesia.

Pendidikan nasional selama ini tidak pernah bersahabat dengan dunia industri. Dunia industri seakan-akan berada di luar dunia pendidikan nasional. Padahal dunia industri dan pendidikan adalah dua pihak yang saling membutuhkan. Industri di sini mencakup seluruh jenis industri misalnya industri pertanian, industri kehutanan, industri kesehatan, industri olah raga, industri pendidikan, industri kelautan, industri komunikasi, industri transportasi, industri informasi, industri militer dan intelijen, industri budaya, industri arsitektur, industri keuangan, industri entertainment, industri hukum, industri media massa dan sebagainya. Simbiosis mutalisme di atas merupakan satu-satunya sarana yang paling strategis bagi peningkatan kualitas pendidikan nasional. Dengan adanya simbiosis mutualisme inilah yang kemudian memunculkkan konsep pendidikan nasional terpadu. Artinya segala kebutuhan kehidupan manusia Indonesia diupayakan dipenuhi dengan membuat penelitian yang kemudian memproduksinya. Semua ini dilakukan oleh putera-puteri Indonesia betapapun buruknya kualitas bila hal itu adalah produk dalam negeri harus dihormati dan harus dikembangkan oleh pendidikan yang ada dengan penelitian yang intensif. Atau dengan kata lain bahwa hasil penelitian yang dilakukan dan ditemukan oleh ilmuwan Indonesia harus direspons dan didukung sepenuhnya oleh dunia industri. Bukan hanya menerima jadi dari luar negeri, karena betatapun bagusnya produk luar negeri lambat laun akan menyengsarakan dan memiskinkan masyarakat Indonesia sendiri.

Adanya penyatuan payung pendidikan nasional dalam satu departemen. Departemen ini benar-benar bertanggung jawab secara nasional baik dalam hal kualitas, standar minimal lulusan, dan standar kesuksesan seorang alumni. Sebagai payung pendidikan secara nasional berarti dia memiliki kewenangan dalam menentukan berbagai komponen pendidikan. Departemen ini memiliki jaringan yang sangat kuat dengan berbagai departemen. Jaringan tersebut didasarkan pada hubungan saling mengisi dan bertanggung jawab. Artinya bahwa departemen pendidikan nasional terpadu ini harus memiliki ikatan structural, fungsional, emosional, dan intelektyal dengan departemen lain. Misalnya dengan Departemen Pertahanan, maka departemen pendidikan nasional terpadu ini bekerja sama secara intensif dalam hal penyelenggaraan pendidikan, penelitian dan pengembangan teknologi persenjataan militer. Kerja sama bentuk ini dimaksudkan untuk mnegurangi ketergantungan tekonologi militer kepada lura negeri. Penelitian yang

Page 3: Pendidikan Terpadu

intensif dengan dukungan dana yang cukup serta langsung dipraktikkan dalam departemen yang bersangkutan merupakan bentuk kerja sama yang saling menguntungkan dan memberdayakan.

Departemen pendidikan nasional yang terpadu dalam penelitian persenjataan tersebut bukan hanya berkaitan dengan persenjataan dengan teknologi tingkat menengah, akan tetaoi juga teknologi tingkat tinggi yang tentunya memerlukan para ahli militer, arsitektur, nuklir, fisika, elektro dan keahlian lain yang mendukung pengembangan persenjataan canggih. Demikian juga kerja sama dengan departemen lain misalnya departemen pertanian, keuangan, kesehatan dan sebagainya. Dengan demikian, departemen pendidikan nasional terpadu ini bukan berarti berada di atas departemen lainnya, akan tetapi merupakan satu-satunya departemen yang memiliki otoritas di bidang pendidikan, penelitian, dan pengembangan sebagai upaya untuk memberdayakan masyarakat Indonesia seluruhnya.

Kepercayaan tersebut merupkan modal yang sangat luar biasa ampuhnya bagi pencurahan perhatian kemajuan dan peningkatan kualitas pendidikan nasional. Kepercayaan yang saat ini menguap dari masing-masing pihak merupakan akibat secara tidak langsung dari terpecahnya konsentrasi pengelola pendidikan nasional. Di satu sisi departemen ini mengurusi dan bertanggung jawab terhadap kualitas pendidikan nasional, namun di sisi lain tidak mampu mengakses dan memberikan regulasi yang tegas terhadap lembaga yang ada di bawah naungannya. Kepercayaan tersebut bisa dimunculkan kembali jika pemerintah memilki political will yang kuat dan konsisten terhadap kualitas pendidikan nasional, karena pada dasarnya pemerintah Indonesia hanya ada satu dan berada di bawah kekuasaan satu presiden dan satu wakil presiden dengan bekerja sama dengan DPR. Apalagi menghadapi sistem pemerintahan Indonesai hasil pemilihan umum 2004 ini yang lebih menganut sistem presidensil, maka peemrintah mnemiliki kekuasaan yang luar biasa dalam menentukan hitam putih, merah biru, hijau kuningnya pendidikan nasional.

Pendidikan nasional pada dasarnya adalah otak dari sebuah badan besar yakni negara Indonesia. Jika otak tersebut dipisah-pisah baik energi, potensi maupun kekuatannya, maka kinerja otak tersebut tidak akan bisa maksimal. Demikian juga dengan pendidikan nasional bila kekuatan, energi, dan potensinya dipisah-pisahkan ke masing-masing departemen, maka performancenya juga tidak akan bisa mencapai maksimal. Sebagai kekuatan utama dalam pendidikan nasional, maka pendidikan nasional terpadu ini mencakup seluruh disiplin keilmuan yang berkembang saat ini. Kinerjanya dapat ditentukan dengan target jangk apendek, jangka menengah, dan jangka panjang. Namun semua itu tidak boleh melupakan aspek moralitas yang menjadi kendali utama sistem pendidikan nasional terpadu ini. Sebab tanp adanya kendali moralitas yang tinggi, maka pemusatan kekuatan, potensi dan energi akan menjadi sasarn empuk bagi para "tikus-tikus intelektual" yang tidak mengenal tempat dan waktu itu. Dengan demikian, pemanfaatan departemen pendidikan sebagai muara satu-satunya seluruh proses pendidikan nasional menjadi mudah dimonitor. Tentunya semua ini didasarkan pada legislasi dan hukum yang jelasa dan mantap tidak interpretable dan multi tafsir.

Page 4: Pendidikan Terpadu

Pendidikan nasional terpadu secara politik merupakan strategi nasional pemerintah yang sedang berkuasa dalam rangka meningkatkan kualitas manusia Indonesia untuk melepaskan diri dari ketergantungan dalam bentuk apapun dari negara lain. Berdiri di atas kekuatan, kemampuan, kekayaan, sumber daya alam, dan keterampilan sendiri adalah visi politik pendidikan nasional terpadu. Dengan visi ini dimungkinkan adanya kebanggaan bagi para pengelola pendidikan karena benar-benar diperhatikan oleh dunia industri lainnya. Politik pembangunan infrastruktur, suprastruktur, dan superstruktur harus memberdayakan seluurh lapisan masyarakat baik secara sosial, politik, ekonomi, budaya, maupun ideologi melalui pendidikan.

Dengan menjadikan pendidikan nasional terpadu sebagai strategi nasional pemerintah, maka sebagai konsekuensi logis, konsekuensi, administrative, konsekuensi responsibiltas, dan konsekuensi politik pemerintah harus menyediakan dana anggaran sesuai dengan tuntutan konstitusi hadir amandemen yang mengamanatkan 20 persen dari total APBN. Komitmen pengucuran dana sedemikian besar tentunya dibarengi dengan ketatnya nilai moralitas bangsa sedemikian rupa sehingga para pengelola tidak lupa diri dengan bergelimangnya dana anggaran pendidikan nasional terpadu. Hal ini harus mulai dirintis dari proses pendidikan tingkat dasar, menengah, dan pendidikan tinggi. Moralitas bangsa adalah satu-satunya tolok ukur keberhasilan peningkatan kualitas pendidikan nasional terpadu. Karena dengan moralitas tinggi, maka kemungkinan bocornya anggaran dana akan dapat diminimalisir. Harapan ini bukan merupakan ilusi dan obsesi intelektual dan bersifat teoritik belaka, akan tetapi bila semua pihak memiliki komitmen bahwa siapa yang salah harus dipecat dan siapa yang jujur harus terus didukung, maka moralitas bangsa akan menjadi baik dan itu harus dimulai dari sekarang dan melalui jalur politik pendidikan nasional terpadu.

Politik pendidikan dalam rangka pemberdayaan seluruh masyarakat Indonesia dan penanaman moralitas merupakan sasaran dan tujuan utama pendidikan nasional terpadu. Moralitas bangsa merupakan landasan spiritual yang tidak mampu dibangun dalam waktu singkat. Penanaman moralitas bangsa harus dipupuk dan tidak pernah lengah sebentarpun dalam proses pendidikan. Oleh karena itu, pelakasanaan proses pendidikandari sejak tingkat dasar, menengah sampai perguruan tinggi harus senantiasa dikawal moralitas peserta didik. Peserta didik yang secara moral tidak lolos dan memiliki standar moral rendah tidak berhak mengenyam pendidikan lebih tinggi. Karena semua itu akan sangat merugikan masyarakat lainnya. Di saat yang sama pemberdayaan seluruh potensi, minat, bakat, kreativitas, dan keterampilan baik di bidang teknologi, budaya, tradisi, seni, intelektual, sastra dan sebagaianya haru smendapatkan prioritas utama dalam pendidikan. Sebagaimana diungkap di atas semua itu mendapat dukungan penuh dari politik pemerintah yang sedang berkuasa dan dunia industri yang terkait. Pemerintah terus mengawal kerja sama dan jaringan kerja antara lembaga pendidikan dengan dunia industri sebagai langkah untuk melepaskan diri dari ketergantungan terhadap negara lain. Sebagaimana juga diungkap di atas industri di sini mencakup industri dalam seluruh aspek kehidupan masyarakat dan bangsa.

Kepustakaan

Page 5: Pendidikan Terpadu

Alif Lukmanul Hakim, Merenungkan Kembali Pancasila Indonesia, Bangsa Tanpa Ideologi , Newsletter KOMMPAK Edisi I 2007. http://aliflukmanulhakim.blogspot.com

Abdurrohim, Pendidikan Sebagai Upaya Rekonstruksi Sosial, posted by Almuttaqin at 11:41 PM , http://almuttaqin-uinbi2b.blogspot.com/2008/04/

Abdurrohim, Pendidikan Sebagai Upaya Rekonstruksi Sosial, posted by Almuttaqin at 11:41 PM , http://almuttaqin-uinbi2b.blogspot.com/2008/04/

Adnan Khan(2008), Memahami Keseimbangan Kekuatan Adidaya , By hati-itb September 26, 2008 , http://adnan-globalisues.blogspot.com/

Al-Ahwani, Ahmad Fuad 1995: Filsafat Islam, (cetakan 7), Jakarta, Pustaka Firdaus (terjemahan Pustaka Firdaus).

Ary Ginanjar Agustian, 2003: Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual ESQ, Berdasarkan 6 Rukun Iman dan 5 Rukun Islam, (edisi XIII), Jakarta, Penerbit Arga Wijaya Persada.

_________2003: ESQ Power Sebuah Inner Journey Melalui Al Ihsan, (Jilid II), Jakarta, Penerbit ArgaWijaya Persada.

A. Sonny Keraf, Pragmatisme menurut William James, Kanisius, Yogyakarta, 1987R.C. Salomon dan K.M. Higgins, Sejarah Filsafat, Bentang Budaya, yogyakarta, 2003 Avey, Albert E. 1961: Handbook in the History of Philosophy, New York, Barnas &

Noble, Inc.Awaludin Marwan, Menggali Pancasila dari Dalam Kalbu Kita, Senin, Juni 01, 2009Bernstein, The Encyclopedia of Philosophy Bagus Takwin. 2003. Filsafat Timur; Sebuah Pengantar ke Pemikiran Timur. Jalasutra.

Yogjakarta. Hal. 28Budiman, Hikmat , Lubang Hitam Kebudayaan , Kanisius, Yogyakarta : 2002 Chie Nakane. 1986. Criteria of Group Formation. Di jurnal berjudul. Japanese Culture

and Behavior. Editor Takie Sugiyama Lembra& William P Lebra. University of Hawaii. Hawai. p. 173

Center for Civic Education (CCE) 1994: Civitas National Standards For Civics and Government, Calabasas, California, U.S Departement of Education.    Dawson, Raymond, 1981, Confucius , Oxford University Press, Oxford Toronto,

Melbourne D. Budiarto, Metode Instrumentalisme – Eksperimentalisme John Dewey, dalam Skripsi,

Fakultas Filsafat UGM, Yogyakarta, 1982Edward Wilson. 1998. Consilience : The Unity of Knowledge. NY Alfred. A Knof.Fakih, Mansour, Dr, Runtuhnya Teori Pembangunan Dan Globalisasi . Pustaka Pelajar.

Yogyakarta : 1997 Fritjof Capra. 1982. The Turning of Point; Science, Society and The Rising Culture.

HaperCollins Publiser. London. Hadiwijono, H, Dr, Sari Sejarah Filsafat 2, Kanisius, Yogyakarta, 1980 Kartohadiprodjo, Soediman, 1983: Beberapa Pikiran Sekitar Pancasila, cetakan ke-4,

Bandung, Penerbit Alumni. Kelsen, Hans 1973: General Theory of Law and State, New York, Russell & Russell Lasiyo, 1982/1983, Confucius , Penerbit Proyek PPPT, UGM Yogyakarta

Page 6: Pendidikan Terpadu

--------, 1998, Sumbangan Filsafat Cina Bagi Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia , Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Pada Faklutas Filsafat UGM, Yogyakarta

--------, 1998, Sumbangan Konfusianisme Dalam Menghadapi Era Globalisasi , Pidato Dies Natalis Ke-31 Fakultas Filsafat UGM, Yogyakarta.

McCoubrey & Nigel D White 1996: Textbook on Jurisprudence (second edition), Glasgow, Bell & Bain Ltd.

Mohammad Noor Syam 2007: Penjabaran Fislafat Pancasila dalam Filsafat Hukum (sebagai Landasan Pembinaan Sistem Hukum Nasional), disertasi edisi III, Malang, Laboratorium Pancasila.

---------2000: Pancasila Dasar Negara Republik Indonesia (Wawasan Sosio-Kultural, Filosofis dan Konstitusional), edisi II, Malang Laboratorium Pancasila. Murphy, Jeffrie G & Jules L. Coleman 1990: Philosophy of Law An Introduction to

Jurisprudence, San Francisco, Westview Press.mcklar(2008), Aliran-aliran Pendidikan, http://one.indoskripsi.com/node/ Posted July

11th, 2008 Nawiasky, Hans 1948: Allgemeine Rechtslehre als System der rechtlichen Grundbegriffe,

Zurich/Koln Verlagsanstalt Benziger & Co. AC.Notonagoro, 1984: Pancasila Dasar Filsafat Negara, Jakarta, PT Bina Aksara, cet ke-6.Radhakrishnan, Sarpavalli, et. al 1953: History of Philosophy Eastern and Western,

London, George Allen and Unwind Ltd.    Roland Roberton. 1992. Globalization Social Theory and Global Culture. Sage

Publications. London. P. 85-87Sudionokps(2008)Landasan-landasan Pendidikan, http://sudionokps.wordpress.comTitus, Smith, Nolan, Persoalan-Persoalan Filsafat, Bulan Bintang, Jakarta : 1984 UNO 1988: Human Rights, Universal Declaration of Human Rights, New York, UNO UUD 1945, UUD 1945 Amandemen, Tap MPRS – MPR RI dan UU yang berlaku. (1966;

2001, 2003)Widiyastini, 2004, Filsafat Manusia Menurut Confucius dan Al Ghazali, Penerbit

Paradigma, YogyakartaWilk, Kurt (editor) 1950: The Legal Philosophies of Lask, Radbruch, and Dabin, New

York, Harvard College, University Press.Ya'qub, Hamzah, 1978, Etika Islam , CV. Publicita, Jakarta Wilk, Kurt (editor) 1950: The Legal Philosophies of Lask, Radbruch, and Dabin, New

York, Harvard College, University Press.Andersen, R. dan Cusher, K. (1994). Multicultural and intercultural studies, dalam

Teaching Studies of Society and Environment (ed. Marsh,C.). Sydney: Prentice-Hall  

Banks, J. (1993). Multicultural education: historical development, dimensions, and practice. Review of Research in Education, 19: 3-49.

Boyd, J. (1989). Equality Issues in Primary Schools. London: Paul Chapman Publishing, Ltd.

Page 7: Pendidikan Terpadu

Burnett, G. (1994). Varieties of multicultural education: an introduction. Eric Clearinghouse on Urban Education, Digest, 98.

Bogdan & Biklen (1982) Qualitative Research For Education. Boston MA: Allyn BaconCampbell & Stanley (1963) Experimental & Quasi-Experimental Design for Research.

Chicago Rand McNellyCarter, R.T. dan Goodwin, A.L. (1994). Racial identity and education. Review of

Research in Education, 20:291-336.

Cooper, H. dan Dorr, N. (1995). Race comparisons on need for achievement: a meta analytic alternative to Graham's Narrative Review. Review of Educational Research, 65, 4:483-508.

Darling-Hammond, L. (1996). The right to learn and the advancement of teaching: research, policy, and practice for democratic education. Educational Researcher, 25, 6:5-Dewantara,

Deese, J (1978) The Scientific Basis of the Art of Teaching. New York : Colombia University-Teachers College Press

Eggleston, J.T. (1977). The Sociology of the School Curriculum, London: Routledge & Kegan Paul.

Garcia, E.E. (1993). Language, culture, and education. Review of Research in Education, 19:51 -98.

Gordon, Thomas (1974) Teacher Effectiveness Training. NY: Peter h. WydenpubHasan, S.H. (1996). Local Content Curriculum for SMP. Paper presented at UNESCO

Seminar on Decentralization. Unpublished.

Hasan, S.H. (1996). Multicultural Issues and Human Resources Development. Paper presented at International Conference on Issues in Education of Pluralistic Societies and Responses to the Global Challenges Towards the Year 2020. Unpublished.

Henderson, SVP (1954) Introduction to Philosophy of Education.Chicago : Univ. of Chicago Press

Hidayat Syarief (1997) Tantangan PGRI dalam Pendidikan Nasional. Makalah pada Semiloka Nasional Unicef-PGRI. Jakarta: Maret,1997

Highet, G (l954), Seni Mendidik (terjemahan Jilid I dan II), PT.PembangunanKi Hajar (1936). Dasar-dasar pendidikan, dalam Karya Ki Hajar Dewantara Bagian

Pertama: Pendidikan. Yogyakarta: Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa.

Kemeny,JG, (l959), A Philosopher Looks at Science, New Hersey, NJ: Yale Univ.PressKi Hajar Dewantara, (l950), Dasar-dasar Perguruan Taman Siswa, DIY:Majelis LuhurKi Suratman, (l982), Sistem Among Sebagai Sarana Pendidikam Moral Pancasila,

Jakarta:Depdikbud

Page 8: Pendidikan Terpadu

Ki Hajar, Dewantara (1945). Pendidikan, dalam Karya Ki Hajar Dewantara Bagian Pertama: Pendidikan. Yogyakarta: Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa.

Ki Hajar, Dewantara (1946). Dasar-dasar pembaharuan pengajaran, dalam Karya Ki Hajar Dewantara Bagian Pertama: Pendidikan. Yogyakarta: Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa.

Kuhn, Ts, (l969), The Structure of Scientific Revolution, Chicago:Chicago Univ.

Langeveld, MJ, (l955), Pedagogik Teoritis Sistematis (terjemahan), Bandung, Jemmars

Liem Tjong Tiat, (l968), Fisafat Pendidikan dan Pedagogik, Bandung, Jurusan FSP FIP IKIP Bandung

Oliver, J.P. dan Howley, C. (1992). Charting new maps: multicultural education in rural schools. ERIC Clearinghouse on Rural Education and Small School. ERIC Digest. ED 348196.

Print, M. (1993). Curriculum Development and Design. St. Leonard: Allen & Unwin Pty, Ltd.

Raka JoniT.(l977),PermbaharauanProfesionalTenagaKependidikan:Permasalahan dan Kemungkinan Pendekatan, Jakarta, Depdikbud

Twenticth-century thinkers: Studies in the work of Seventeen Modern philosopher, edited by with an introduction byJohn K ryan, alba House, State Island, N.Y, 1964

http://stishidayatullah.ac.id/index2.php?option=com_contenthttp://macharos.page.tl/Pragmatisme Pendidikan.htmhttp://www.blogger.com/feeds/7040692424359669162/posts/defaulthttp://www.geocities.com/HotSprings/6774/j-13.htmlhttp://stishidayatullah.ac.id/index2.phphttp://macharos.page.tl/Pragmatisme Pendidikan, .htmhttp://www.blogger.com/feeds/7040692424359669162/posts/defaulthttp://www.geocities.com/HotSprings/6774/j-13.htmlAliran-Aliran Filsafat Pendidikan Modern, http://panjiaromdaniuinpai2e.blogspot.comKoran Tempo, 12 November 2005 , Revolusi Sebatang Jerami.http://www.8tanda.com/4pilar.htm di down load pada tanggal 2 Desember 2005 http://filsafatkita.f2g.net/sej2.htm di down load pada tanggal 2 Desember 2005 http://spc.upm.edu.my/webkursus/FAL2006/notakuliah/nota.cgi?kuliah7.htm l di down

load pada tanggal 16 November 2005 http://indonesia.siutao.com/tetesan/gender_dalam_siu_tao.php di down load pada tanggal

16 November 2005 http://storypalace.ourfamily.com/i98906.html di down load pada tanggal 16 November

2005 http://www.ditext.com/runes/y.html di down load pada tanggal 2 Desember 2005