Pendidikan Pkn Raditya Surya Kencana

11
1 PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA, ASAS ETIKA POLITIKDAN ACUAN KRITIK IDEOLOGI 1. Pengantar Sebagian besar dari kehidupan kita, termasuk kehidupan berbangsa dan bernegara, atau kehidupan politik, kita lewatkan atas dasar “commonsense” atau yang kerapkali disebut sebagai “akal sehat”. “Common sense” adalah pengetahuan sehari-hari,yang tidak kita pertanyakan kebenarannya tetapi kita andaikan “benar”,taken for granted . Tetapi salah satu ciri khas manusia adalah “mempertanyakan Ia tidak puasdengan “common sense”, ia terdorong untuk mengangkat apa yang dialami menjadi pertanyaan. Begitu kita mengajukan “pertanyaan”, “interro gating” kita mengatasi“common sense”.Mempertanyakan,interrogating adalah awal dari perkembangan ilmu pengetahuan dan filsafat. Ilmu pengetahuan mempertanyakan se gala sesuatu termasukmanusia sampai batas tertentu atau dalam perspektif tertentu, yaitu perspektifinstrumental. Ilmu pemgetahuan mempertanyakan dan mencari jawaban atas pertanyaannya untuk digunakan bagi kepentingan manusia.Filsafat mempertanyakan segala sesuatu, khusu snya yang menyangkut “nasib”diri manusia, lebih jauh dari ilmu pengetahuan. Mempertanyakan siapakah dan apakahaku ini adalah awal dari filsafat manusia, dimana manusia ingin memperoleh makna daridirinya. “Pahamilah dirimu” demikian kata Sokrates. Mempertanyakan manusia berartimencari jalan bagaimana manusia mencapai tujuan hidupnya, yaitu semakin menjadimanusiawi. Dalam pengertian ini bila filsafat harus mati, kemanusian akan meredup taklama kemudian. Berhenti bertanya hanya akan berakibat kemandekan dan berhentinya perkembangan.Dalam kaitan

description

neo

Transcript of Pendidikan Pkn Raditya Surya Kencana

Page 1: Pendidikan Pkn Raditya Surya Kencana

 

 1

PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA, ASAS ETIKA POLITIKDAN ACUAN KRITIK IDEOLOGI

1. Pengantar

Sebagian besar dari kehidupan kita, termasuk kehidupan berbangsa dan bernegara, atau kehidupan politik, kita lewatkan atas dasar “commonsense” atau yang

kerapkali disebut sebagai “akal sehat”. “Common sense” adalah pengetahuan sehari-hari,yang tidak kita pertanyakan kebenarannya tetapi kita andaikan “benar”,taken for granted . Tetapi salah satu ciri khas manusia adalah “mempertanyakan Ia tidak puasdengan “common sense”, ia terdorong untuk mengangkat apa yang dialami menjadi pertanyaan. Begitu kita mengajukan “pertanyaan”, “interrogating” kita mengatasi“common sense”.Mempertanyakan,interrogating  adalah awal dari perkembangan ilmu pengetahuan dan filsafat. Ilmu pengetahuan mempertanyakan segala sesuatu termasukmanusia sampai batas tertentu atau dalam perspektif tertentu, yaitu perspektifinstrumental. Ilmu pemgetahuan mempertanyakan dan mencari jawaban atas pertanyaannya untuk digunakan bagi kepentingan manusia.Filsafat mempertanyakan segala sesuatu, khususnya yang menyangkut “nasib”diri manusia, lebih jauh dari ilmu pengetahuan. Mempertanyakan siapakah dan apakahaku ini adalah awal dari filsafat manusia, dimana manusia ingin memperoleh makna daridirinya. “Pahamilah dirimu” demikian kata Sokrates. Mempertanyakan manusia berartimencari jalan bagaimana manusia mencapai tujuan hidupnya, yaitu semakin menjadimanusiawi. Dalam pengertian ini bila filsafat harus mati, kemanusian akan meredup taklama kemudian. Berhenti bertanya hanya akan berakibat kemandekan dan berhentinya perkembangan.Dalam kaitan ini filsafat tidak hanya merupakan “disiplin (ilmu) yangmempertanyakan”, tetapi juga „disiplin (ilmu) yang membebaskan”. Dalam arti apa?2Manakala kita mengangkat pertanyaan, kita dibebaskan dari jawaban yang tidakdipertanyakan, yaitu jawaban berdasarkan “common sense”semata, yang diandaikan benar.Dalam setiap pertanyaan kita mengatakan “tunggu sebenar”: ada yang lebih dari ini atau itu. Bahkan ada “ekses” dari realitas, yang tidak tertampung dari suatu konsepyang sekarang kita miliki, “ada yang lebih” yang terbelenggu oleh berbagai struktur yang melilit kita.

2. Tiga Fungsi Filsafat

Ada begitu banyak pengertian mengenai filsafat dan cara berfilsafat serta corakfilsafat. Di depan sudah dikatakan bahwa filsafat itu berkembang dengan “mempertanyakan”, “interrogating”.Dalam kaitan dengan Pancasila, ada sedikitnya tigafungsi filsafat, yang saling terkait satu dengan lainnya.1)Pertama filsafat mempertanyakan dan mencari “dasar”. Sejak awal filsafat Yunanitelah dipertanyakan apakah “dasar” dari dunia kita, apakah “dasar” dari

Page 2: Pendidikan Pkn Raditya Surya Kencana

perubahan,apakah “dasar” dari persamaan dan perbedaan manusia, apakah “dasar” dari kebebasa manusia, apakah “dasar” dari kehidupan suatu “polis”?

 Kedua, filsafat mempertanyakan, mencari dan menemukan makna dari realitas

 disekelilingnya, asal dan tujuan hidup manusia. Seringkali dikatakan bahwa filsafatmempertanyakan nilai dari suatu realitas dan tindakan manusia. Maka filsafat dapatmencerahi kehidupan manusia.3 ) Ketiga, filsafat berfungsi pula sebagai kritik ideologiFilsafat berusaha untukmembuka selubung dari berbagai sistem pemikiran, yang membelenggu manusia,terutama kebebasannya. Pengetehuan dan kekuasaan saling berpautan. Marx telahmemberi contoh bagaimana melakukan suatu kritik ideologi terhadap ideologi kapitalis.Dari uraian di atas, Filsafat Pancasila dapat dilihat

 pertama

, sebagai eksplisitasisecara filosofis Pancasila sebagai dasar Negara;

kedua

, filsafat Pancasila sebagai etika politik;

ketiga

, filsafat Pancasila sebagai kritik ideologi, termasuk kritik terhadap distorsidan penyalahgunaan Pancasila secara ideologis.

3. Pancasila sebagai Dasar Negara

fungsi filsafat yang pertama adalah mempertanyakan dan menjawab “apakahdasar dari kehidupan berpolitik atau kehidupan berbangsa dan bernegara. Sangat lahtepat pertanyaan yang diajukan oleh Ketua BPUPKI, Dr. Radjiman Wediodiningrat dihadapan rapat BPUPKI bahwa“Negara Indonesia yang akan kita bentuk itu apadasarnya”? Soekarno menafsirkan pertanyaan itu sebagai berikut: “Menurut anggapansaya, yang diminta oleh Paduka tuan Ketua yang mulia ialah dalam bahasa Belanda:philosophische grondlsag‟dari pada Indonesia Merdeka. Philosophische grondslag  itulah fundamen, filsafat, pikiran yang sedalam-dalamnya, jiwa, hasrat yang sedalam-dalamnya untuk di atasnya didir ikan gedung Indonesia Merdeka.”1)Dasar Negara”dapat disebut pula “ ideologi negara”, seperti dikatakan oleh Mohammad Hatta:“Pembukaan UUD, karena memuatnya di dalamnya Pancasila sebagai ideologi Negara, beserta dua pernyataan lainnya yang menjadi bimbingan pula bagi politik negeriseterusnya, dianggap sendi daripada hukum tatanegara Indonesia. Undang-undang ialah pelaksanaan daripada pokok itu dengan Pancasila sebagai penyuluhnya, adalah dasarmengatur politik Negara dan perundang-undangan Negara, supaya terdapat Indonesiamerdeka seperti dicita-citakan: merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur”2) Kalau seringkali dikatakan

Page 3: Pendidikan Pkn Raditya Surya Kencana

mengenai ideologi Pancasila, sebetulnya yangdimaksudkan tidak lain adalah Pancasila sebagai dasar Negara, sebagaimana dikatakanBung Hatta, “ideologiNegara”., yaitu prinsip-prinsip atau asas membangun Negara. Jadi Pancasila bukanlah suatu “doktrin” yang lengkap, yang begitu saja da pat dijabarkandalam tindakan, tetapi suatu orientasi, yang memberikan arah kemana bangsa dan negaraharus dibangun atau suatu dasar rasional, yang merupakan hasil konsensus mengenaiasumsi-asumsi tentang Negara dan bangsa yang akan dibangun.Karena masing-masing sila dari Pancasila akan diuraikan dalam rangkaian diskusidalam Kongres ini, maka kami hanya akan memberikan catatan kecil saja:1)

 Sila

Keruhanan Yang Maha Esa

dirumuskan dalam konteks politik:membangun Negara dan bangsa Indonesia, maka merupakan suatu prinsip politik, bukan suatu prinsip teologis. Implikasinya ialah bahwa Negara mengakui danmelindungi kemajemukan agama di Indonesia; Negara tidak menilai “isi” darisuatu agama. Penganut agama apapun wajib bersatu untuk membangun Negara

 

 8melengkapi kita dengan pra-pemahaman yang memungkinkan kita membuat penilaianmengenai dunia sosial Sejauh masyarakat memiliki kopi yang kurang lebih sama, maka pemahaman budaya mereka adalah pemahaman budaya bersama.10).

5. Pancasila Sebagai Acuan Kritik Ideologi

Agnes Heller membedakan “yang polit

ik 

” dengan “politik” (

Page 4: Pendidikan Pkn Raditya Surya Kencana

 politics)

. Istilah

“yang politik” menunjukkan domain, atau lingkup dimana deliberasi terjadi

, Sedangkan

istilah “politik” (

 politics

), merujuk kepada aktivitas yang terjadi dalam lingkup itu.11) Inimempunyai implikasi pada masalah sejauh mana

„ruang lingkup politik”

 (Apakah bataskekuasaan politik?, Siapa memiliki hak untuk melaksanakan kekuasaan politik itu? Isu-isu apa yang relevan bagi politik

Kalau dalam masa Yunani kuno “yang

sos

ial” dan“yang politik” terjadi tumpang tindih, sementara dalam modernitas hal i

tu tidak terjadi.

Para “founding fathers” sejak awal telah melakukan suatu “kritik ideologi”,

meskipun pada jaman itu model alternatif terhadap ideologi-ideologi besar (liberalismedan sosialisme) masih terbatas. Ada dua tradisi mengenai konsepsi mengenai

“yang

sos

ial” dan “yang politik”

 dan interaksi antara keduanya. Politik di dalam demokrasiliberal kapitalis didasarkan pada premis konsepsi mengenai individu sebagai unit utamamoral dan politik. Karenanya hak dan kebebasan didefinisikan lebih dalam kerangkaindividual. Hak-hak ini memberikan prioritas kepada kepentingan pribadi individual diatas kepentingan umum. Asumsinya ialah bahwa individu dengan usahanya sendiri dapatmemenuhi kebutuhannya tanpa terlalu banyak intervensi dari Negara. Namun dengan berkembangnya demokrasi dan kewarganegaraan, model liberal dianggap tidak memadai.Kritik terhadap ideologi demikian pada abad ke 19 dilontarkan oleh Marx, yangmenyatakan bahwa kewarganegaraan modern lebih menguntungkan individu

Page 5: Pendidikan Pkn Raditya Surya Kencana

dari kelas borjuis. Pada abad ke 20 negara-negara modern telah menyesuaikan diri dengan kritik ini

dengan memperluas “hak 

-hak sos

ial” pada kesehatan, kesejahteraan dan jaminan sosial.

 Namun Negara haruslah berintervensi dalam ekonomi dan masyarakat, lebih dari masasebelumnya .12}

Dengan demikian “yang politik” lebih masuk k 

e

dalam “yang sos

ial.

Inilah salah satu makna “akhir dari

ideologi

”, seperti dikemukakan oleh Da

niel Bell. Takada lagi ideologi yang

murni, melalu “liberal” atau melulu “sosialis”

. Pancasila danUUD 1945 mencari keseimbangan dan perpaduan antara keduanya.

 

 9

Dinamika Pancasila terletak dalam ketegangan antara “ideologi” dan “utopia”

.Pancasila sebagai ideologi memberi arah pembangunan sistem sosial dan politik. Sistemyang dibangun tidak pernah merupakan perwujudan utuh dari Pancasila, maka selalu bisa

dikritik. Bisa terjadi juga Pancasila Pancasila sebagai “ideologi” membenarkan dan

meneguhkan sistem yang dibangun untuk kepentingan kelompok tertentu, sehinggamenjadi mandeg. Maka atas dasar Pancasila itu pula dapat dilakukan kritik. Mungkin

dapat dikatakan dari perspektif ini Pancasila merupakan “utopia”. Utopia dapat bersifat“subversif”, menggoncangkan sistem

Page 6: Pendidikan Pkn Raditya Surya Kencana

-sistem yang dibangun berdasarkan orientasiideologi. Utopia dapat menciptakan kreatifitas dengan imaginasi sosialnya. 1)Sebagai kesimpulan, Pancasila dapat dikembangkan menjadi filsafat dalam tiga arah:1)

 

S

ebagai “Filsafat Pancasila”, yang merupakan refleksi kritis atas dasar hidup

 bernegara.2)

 

S

ebagai “Etika Politik” yang merupakan refleksi kritis atas nilai

-nilai etis yangterkandung dalam Pancasila.3)

 

S

ebagai “Kritik Ideologi” yang merupakan refleksi kritis dalam mengevaluasi

 berbagai ideologi lainnya.

 

 10

Catatan

1.

 

Soekarno,

“Lahirnja Pantja Sila” dalam:

Tjamkan Pantja Sila

. DepartemenPenerangan R.I, 1964.2.

 

Page 7: Pendidikan Pkn Raditya Surya Kencana

Mohammad Hatta, Pengertian Pancasila. Jakarta: Idayu Press, 1977, h. 1,sebagaimana dikutip oleh Todung Mulya Lubis

“Pancasila, Globalisasi, dan HakAsasi Manusia, “

dalam:

 Restorasi Pancasila. Mendamaikan Politik Identitas dan Modernitas.

 Penyunting, Irfan Nasution dan Ronny Agustinus, Jakarta:Perhimpunan Pendidikan Demokrasi, 2006, h. 332..3.

 

J.-

M. Domenach, “The Ubiquity of Violence,”

 International Social Science Journal 

, 30 (1978), h.719..4.

 

B. R. O‟G.,Anderson, “ Indonesian Nationalism Today and in the Future,”

 Indonesia

 67 (April 1999).5.

 

Alain Touraine,

What is Democracy

” Boulder, Colorado: Westview Press, 1997,

h. 72.6.

 

David Held,

 Models of Democracy

. Cambridge: Polity Press, 1998, h. 295-297.7.

 

Page 8: Pendidikan Pkn Raditya Surya Kencana

David Held,

 Ibid.

, 308.

 

H. Arend,

The Human Condition

. Chicago and London: The University ofChicago Press, 1998, h. 198.9.

 

Giorgio Agamben,

 Homo Sacer: Sovereign Power and Bare Life

. Standford:Standford University Press,1998. Uraian mengenai pandangan Agamben, kami

ambil dari: Andrew Norris, “Giorgio Agamben and the Politics of the LivingDead”,

 Diacritics,

 Vol.30, No. 4 (winter, 2000), h. 38-3910.

 

Lihat mengenai ini: J.M.Balkin,

Cultural Software. A Theory of Ideology

. NewHaven & London: Yale University, 1998.11.

 

Jame

s Martin, “The Social and the Political”, dalam:

 Fidelma Ashe, et alii,

Contemporary Social & Political Theory

. Buckingham, Philadelphia: OpenUniversity Press, 1999, h.15612.

 

Page 9: Pendidikan Pkn Raditya Surya Kencana

James Martin,

op.cit 

., h.161-162.13.

 

Lihat Fred Dallmayr,

 Dialogue Among Civilization.