Pendidikan Non Formal sebagai Upaya Peningkatan Ekonomi Anak ...
Transcript of Pendidikan Non Formal sebagai Upaya Peningkatan Ekonomi Anak ...
Pendidikan Non Formal sebagai Upaya Peningkatan Ekonomi Anak
Jalanan Oleh Yayasan Pesantren Islam Boarding School of Cipete (YPI
BSC) Al-Futuwwah, Cipete Utara, Jakarta Selatan
Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Dakwah dan Komunikasi
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial Islam (S. Sos. I)
Oleh
Mursalih
NIM 101054022778
Dibawah Bimbingan
Dra. Rini Laili Prihatini, M. Si.
NIP 150 275 288
JURUSAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2008
Pendidikan Non Formal Sebagai Upaya Peningkatan Ekonomi Anak
Jalanan Oleh Yayasan Pesantren Islam (YPI) BSC Al-Futuwwah,
Cipete, Jakarta Selatan
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial Islam (S. Sos. I)
Oleh
MURSALIH
NIM 101054022778
JURUSAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2008
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi berjudul Pendidikan Non Formal Sebagai Upaya Peningkatan Ekonomi Anak
Jalanan Oleh Yayasan Pesantren Islam Boarding School of Cipete ( YPI BSC ) Al-
Futuwwah, Cipete Utara, Jakarta Selatan telah diujikan dalam sidang munaqasyah
Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada 01 Desember
2008. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sosial
Islam (S.Sos.I) pada Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam.
Jakarta, 01 Desember 2008
Sidang Munaqasyah
Ketua Merangkap Anggota Sekretaris Merangkap Anggota
Drs. H. Mahmud Jalal, MA Wati Nilamsari, M. Si
NIP 150 202 342 NIP 150 293 223
Anggota,
Penguji I Penguji II
Dr. Ilyas Ismail, MA Dra. Mahmudah Fitriyah ZA, M. Pd
NIP 150 286 373 NIP 150 282 125
Pembimbing,
Dra. Rini Laili Prihatini, M.Si
NIP 150 275 288
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .................................................................................... i
DAFTAR ISI .................................................................................................. iv
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... vii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ........................................................ 1
B. Pembatasan dan Rumusan Masalah ........................................ 7
C. Tujuan Penelitian.................................................................... 8
D. Manfaat Penelitian.................................................................. 8
E. Sistematika Penulisan ............................................................. 9
BAB II KERANGKA TEORI
A. Pemberdayaan Masyarakat ..................................................... 11
1. Pengertian Pemberdayaan Masyarakat .............................. 11
2. Proses Pemberdayaan ....................................................... 13
3. Strategi Pemberdayaan ..................................................... 14
4. Tujuan-tujuan Pemberdayaan ........................................... 17
B. Pendidikan Non Formal.......................................................... 19
1. Azas Pendidikan Non Formal ........................................... 19
2. Tugas – tugas Pendidikan Non Formal ............................. 21
3. Sifat – sifat Pendidikan Non Formal ................................. 21
4. Syarat – syarat Pendidikan Non Formal ............................ 22
C. Lembaga Swadaya Masyarakat............................................... 23
1. Pengertian Lembaga Swadaya Masyarakat........................ 23
2. Sejarah Lahirnya Lembaga Swadaya Masyarakat.............. 26
3. Karakteristik dan Ciri-ciri Lembaga Swadaya Masyarakat 28
4. Klasifikasi Lembaga Swadaya Masyarakat ....................... 29
D. Ekonomi................................................................................. 32
1. Pengertian Ekonomi ......................................................... 32
2. Masalah Pokok Dalam Perekonomian............................... 33
3. Penanggulangan Kemiskinan ............................................ 34
4. Mengembangkan Perekonomian Berbasis Kemasyarakatan
36
E. Anak Jalanan .......................................................................... 38
1. Pengertian Anak Jalanan................................................... 38
2. Kategori Anak Jalanan...................................................... 39
3. Faktor dan Sebab-sebab Lahirnya Anak Jalanan ............... 41
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Lokasi Penelitian .................................................................... 43
B. Model dan Desain Penelitian................................................... 44
C. Penetapan Subyek Penelitian .................................................. 44
D. Tehnik Pengambilan Data ....................................................... 45
E. Sumber Data........................................................................... 46
F. Fokus Penelitian ..................................................................... 46
G. Analisa Data ........................................................................... 47
BAB IV TEMUAN LAPANGAN
A. Temuan Lapangan atau Gambaran Umum YPI BCS Al-Futuwwah
............................................................................................... 49
1. Latar Belakang berdirinya YPI BCS Al-Futuwwah........... 49
2. Letak Geografis ................................................................ 56
3. Visi dan Misi YPI BCS Al-Futuwwah .............................. 57
4. Program Pendidikan Non Formal...................................... 58
5. Struktur Organisasi YPI BCS Al-Futuwwah ..................... 62
B. Analisa Data Lapangan ........................................................... 65
1. Pelaksanaan Program Pendidikan Non Formal oleh YPI BCS Al-
Futuwwah ......................................................................... 65
2. Faktor-faktor Pendukung dan Penghambat Program Pendidikan
Non Formal....................................................................... 80
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ............................................................................ 85
B. Saran ...................................................................................... 87
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB I
A. Latar Belakang Masalah
Perubahan-perubahan sosial yang serba cepat sebagai dampak kensekuensi
modernisasi, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) mempunyai
dampak pada kehidupan masyarakat. Perubahan sosial tersebut telah
mempengaruhi masyarakat. Tidak semua anggota masyarakat mampu beradaptasi
dengan perubahan-perubahan tersebut yang pada gilirannya menimbulkan
masalah-masalah sosial.
Diantara masalah–masalah sosial yang terjadi sebagai dampak dari
perubahan sosial yaitu kehadiran anak jalanan yang pada umumnya tidak terdidik
dan tanpa keahlian tertentu. Pusat-pusat keramaian tidak luput dari anak jalanan,
mereka menjamur memenuhi jalan atau tempat-tempat strategis yang banyak
dikunjungi masyarakat seperti mal, swalayan, perempatan jalan, tempat ibadah dan
lain-lain.
Fenomena anak jalanan, khususnya di kota-kota besar seperti Jakarta
hampir sama dengan fenomena pelacuran, pengangguran dan pengemis yang
tumbuh subur bak jamur dimusim hujan terutama setelah Negara kita dilanda krisis
ekonomi sejak penghujung 1998. Terkait dengan masalah kemiskinan, terlepas
kemiskinan kultural maupun kemiskinan struktural, yaitu masalah keterbelakangan
dalam pendidikan terutama di Negara-negara berkembang seperti Indonesia.
Anak jalanan adalah anak yang menghabiskan sebagian besar waktunya
untuk mencari nafkah dan atau berkeliaran di jalanan atau tempat-tempat umum
lainnya.1 Anak jalanan cenderung lepas dari pembinaan keluarga, sekolah dan
pemerintah sebagai lembaga yang bertanggung jawab penuh terhadap pertumbuhan
dan perkembangan mereka. Tanpa disadari munculnya anak jalanan menimbulkan
berbagai masalah seperti:
1. Mengganggu ketertiban dan keamanan orang lain.
2. Dapat membahayakan keselamatan diri anak itu sendiri.
3. Memberi peluang untuk terjadinya tindak kekerasan.
4. Memberikan kesan yang kurang menguntungkan pada keberhasilan
usaha pembangunan khususnya pembangunan dibidang pada
kesejahteraan sosial.2
Di jalanan mereka berinteraksi dengan nilai dan norma yang jauh berbeda
dengan apa yang ada di lingkungan keluarga dan sekolah. Keberadaan yang tidak
menentu tersebut pada akhirnya sangat potensial untuk melakukan tindakan
kriminal, mengganggu lalu lintas, membuat bising penumpang, mengganggu
pemandangan dan keindahan taman. Mereka berkerja apa saja asal menghasilkan
uang, seperti pengamen jalanan, tukang koran, semir sepatu, ojek payung sampai
pada pemulung.
Dengan penghasilan jauh dari standar umum minimal, keberadaan mereka
telah menimbulkan persoalan lain dalam bentuk tidak adanya tempat tinggal
karena biaya kost rumah yang tidak mungkin mereka dapat untuk membayarnya,
ini dikarenakan mereka tidak mempunyai skill atau keterampilan serta
1 J. Soetomo, Petunjuk Teknis: (Pemantauan, Evaluasi dan Pelaporan untuk Pembinaan Kesejahteraan Anak Jalanandi 12 Provinsi, (Jakarta: Dep Sos RI, 1999), h. iii
2 Makmur Sanusi, Anak Jalanan, Permasalahan dan Rencana Penanganannya, Dalam Majalah
Penyuluhan Sosial, (Jakarta: Edisi Khusus Hari Anak Jalanan, 23 Juli 1997), h. 24
produktivitas kerja yang tinggi yang dapat diharapkan untuk dapat memenuhi
kebutuhan hidup yang layak.
Oleh karenanya harus ada keinginan yang kuat untuk mengembangkan sisi
positifnya yaitu mereka mempunyai semangat kerja yang tinggi untuk berkerja
tetapi produktivitas mereka rendah, maka dengan berbagai pembinaan mental,
spiritual dan skill atau keterampilan yang pada akhirnya mereka dapat hidup layak
walaupun dengan tingkat pendidikan yang rendah tetapi mereka mempunyai
motivasi dan produktivitas yang tinggi.
Sesuai dengan firman Allah yang dijelaskan dalam Al-qur’an bahwa nasib
seseorang pada hakikatnya adalah tergantung pada orang itu sendiri (sesuai dengan
do’a dan usahanya).
� ���� ��� � � ������� ��� ��������
����� !"� ������� ���
�#%&'()*"+��
Artinya: Sesungguhnya Allah tidak akan merubah keadaan suatu kaum
sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. (Q.
S. Ar – Ra’du: 11).3
Dalam rangka memenuhi kabutuhan hidup dan merbah nasib atau keadaan
maka setiap manusia diwajibkan untuk berusaha atau bekerja. Allah SWT telah
memerintahkan kepada setiap hamba-Nya untuk selalu berusaha dan berdo’a,
karena perubahan nasib seseorang tergantung dengan apa yang mereka usahakan.
Motivasi kerja yang tinggi pada kahirnya akan menimbulkan produktivitas kerja
yang tinggi adalah merupakan hal yang fitrah dalam diri manusia yang telah
diputuskan oleh kebutuhan manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Islam
mempertajam, mempersiapkan dan mendorong kemauan manusia ini agar tercapai
kebutuhan yang ingin dicapai oleh manusia.
3 Al – Qur’an dan Terjemah (Ayat pojok bergaris), Departemen Agama RI, Th. 1998 h. 199
,-./0" !�.1�☺3�� 40 5�67�8 9��
��:�;10<⌧> ?�@.��B0C0"
�D��EF�G�☺HI�0" ! J�"KL0 :M�B0"
�N;O�� �P�1Q�� �1HR��HI�
S�TQU%VWI�0" �:��X� Y�Z�R�8
��☺�� G�:[E:\ �D�.1�☺G.� Artinya: Dan katakanlah: “ Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya
serta oran-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dankamu akan
dikembalikan kepada Allah yang mengetahui akan yang ghaib dan yang
nyata, lalu diberitakanya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan. (Q. S. At – Taubah: 105).4
Dari ayat di atas dapat dijadikan sebagai salah satu dasar dalam motivasi
kerja kepada seluruh umat manusia, agar manusia dapat menghasilkan sesuatu
sesuai dengan apa yang diinginkannya karena hanya dengan produktivitas yang
tinggi semua keinginan dapat diraih dan menghindari dari sifat bermalas-malasan
dan berpangku tangan kepada uluran orang lain.
Dalam rangka merealisasikan keinginan di atas perlu adanya lembaga yang
menangani dan mempunyai perhatian terhadap masalah tersebut. Dalam hal ini
adanya lembaga-lembaga yang dapat menanganinya adalah lembaga swadaya
masyarakat atau lebih dikenal dengan nama LSM. Pada umumnya LSM
mempunyai konsep dalam hal pemberdayaan anak jalanan. Konsep tersebut secara
tidak langsung adalah merupakan konsep pengembangan masyarakat yang pada
prinsipnya adalah merupakan suatu gerakan yang dirancang untuk meningkatkan
taraf hidup keseluruhan komunitas melalui partisipasi aktif dan jika
memungkinkan berdasarkan inisiatif masyarakat. Hal ini meliputi berbagai
kegiatan pembangunan ditingkat distrik, baik dilakukan oleh pemerintah maupun
lembaga-lembaga non pemerintah, pengembangan masyarakat harus dilakukan
4 Ibid, h. 162
melalui gerakan-gerakan yang kooperatif dan harus berhubungan dengan
pemerintah lokal terdekat.5
Dalam upaya pemberdayaan masyarakat dalam hal ini anak jalanan yang
diarahkan pada produktivitas kerja Didik J Rachbini mengemukakan bahwa
“dalam pandangan mengenai sumber daya manusia, konteks yang diberdayakan
bukan soal kuantitatifnya, melainkan kualitatifnya. Setiap usaha untuk membangun
sumber daya manusia juga akan selalu dikaitkan dengan pengembangan
kualitatifnya”.6 Senada dengan hal tersebut, Horison dan Myers mengemukakan
bahwa, pemberdayaan adalah suatu proses peningkatan pengetahuan manusia,
keahlian dan keterampilan dan semua orang yang berada dalam lingkungan
masyarakat.7
Berbicara masalah pemberdayaan anak jalanan, Yayasan Pesantren Islam
Boarding School of Cipete (YPI BSC) Al-Futuwwah) adalah salah satu dari sekian
banyak LSM atau lembaga sosial yang mempunyai konsep atau orientasi program
dalam hal pemberdayaan anak jalanan yang dikemas dalam pendidikan non formal,
khususnya untuk meningkatkan produkivitas kerja yang mengarah pada
peningkatan taraf ekonomi mereka. Hal tersebut dapat meringankan beban hidup
mereka dan dapat hidup mandiri. Hal ini sejalan dengan GBHN 1988 yang
menjelaskan bahwa pembangunan di daerah perlu didorong peningkatan partisipasi
msyarakat, termasuk peranan LSM.8
5 Isbandi Rukminto Adi, Pembangunan Masyarakat dan Intervensi Komunitas Pengantar Pada
Pemikiran dan Pendidikan Praktis. (Jakarta: Fakultas Ekonomi UI, 2001), Cet ke I, h. 135 6 Didik J. Rachbini, Pengembangan Ekonomi dan Sumber Daya Manusia, (Jakarta: PT. Grafindo,
2001), Cet ke I h. 131. 7 Soekidjo Noto Atmojo, Pengembangan Sumber Daya Manusia, (Jakarta: Rineka Cipta, 1998) cet
ke 2 h.1 8 Drs. Sudjatmo, Semangat Kerjasama dan Keterbukaan Itu Perlu, (LP3S: Prisma no. 4, 1998), h.
57
Ada beberapa hal yang menjadi alasan pengambilan YPI BSC Al–
Futuwwah sebagai objek penelitian adalah. Pertama, untuk menjawab
permasalahan–permasalahan di atas diantaranya yaitu rendahnya produktivitas
kerja anak jalanan. Berdasarkan hal tersebut peneliti tertarik dengan pola
pemberdayaan anak jalanan yang diprioritaskan untuk meningkatkan taraf ekonomi
anak jalanan yang dikemas dalam program pendidikan non formal yang dilakukan
oleh YPI BSC Al-Futuwwah. Adapun program-programnya seperti pembelajaran
komputer, pemberantasan buta huruf, menyablon, berwira usaha dan keterampilan–
keterampilan lainnya. Jika dipandang bahwa anak didik mereka sudah siap untuk
bekerja maka YPI BSC Al-Futuwwah siap untuk menyalurkan ke berbagai bidang
pekerjaan, ini dikarenakan sudah terjalinnya hubungan kerja sama antara YPI BSC
Al-Futuwwah dengan beberapa perusahaa dan juga memberikan modal usaha bagi
anak didik yang ingin berwirausaha.
Kedua, selain itu YPI BSC Al–Futuwwah adalah lembaga yang menerima
bantuan tetapi menolak adanya intervensi dari pihak donatur dalam pengambilan
kebijakan mengenai pelaksanaan program pemberdayaan anak jalanan.
Ketiga, YPI BSC Al-Futuwwah dalam upaya peningkatan kadar keimanan
anak jalanan, YPI BSC Al-Futuwwah mempunyai beberapa program religi,
diantaranya majlis dzikir yang dilaksanakan setiap malam minggu, pengajian
malam kamis yaitu pengajian al-qur’an dan tajwid serta qiyamul lail dan
muhasabah.9
Berdasarkan pada ajaran agama Islam yang mengajarkan bahwa manusia
harus berusaha dengan tangan sendiri dan tidak selalu bergantung pada pemberian
9 Wawancara pribadi dengan M. Sanwani Naim (Pimpinan Yayasan Pesantren Islam BSC Al –
Futuwwah), Jakarta Januari 2006
orang lain, maka lembaga ini cukup berhasil dalam membina anak jalanan menjadi
tenaga terampil yang terdidik dengan menciptakan unit–unit usaha mandiri sebagai
profesi, karena anak–anak tidak mungkin terus - menerus hidup di jalanan.
Berangkat dari permasalahan di atas, penulis tertarik untuk meneliti
lembaga tersebut dengan berbagai program pendidikan non formal yang ada di
lembaga tersebut, maka dalam penelitian ini mengambil judul “Pendidikan Non
Formal Sebagai Upaya Peningkatan Ekonomi Anak Jalanan Oleh Yayasan
Pesantren Islam Boarding School of Cipete (YPI BSC) Al-Futuwwah, Cipete,
Jakarta Selatan”.
B. Batasan dan Rumusan Masalah
Pembatasan program YPI BSC Al-Futuwwah sangatlah luas, maka peneliti
membatasi masalah ini pada peraan yang dilakukan oleh YPI BSC Al – Futuwwah
dalam menjalankan program pendidikan non formal dalam meningkatkan ekonomi
anak jalanan. Adapun perumusan masalah penelitian ini adalah:
1. Bagaimanakah pelaksanaan program pendidikan non formal dalam upaya
peningkatan taraf ekonomi anak jalanan yang dilaksanakan oleh YPI BSC Al-
Futuwwah?
2. Faktor apa saja yang mempengaruhi tingkat keberhasilan dan kegagalan dalam
pelaksanaan program yang dilakukan oleh YPI BSC Al–Futuwwah?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan pembatasan dan perumusan masalah di atas, maka tujuan dari
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui dan menganalisis pelaksanaan program pendidikan non
formal bagi anak jalanan sebagai upaya peningkatan taraf ekonomi anak
jalanan yang dilaksanakan oleh YPI BSC Al -Futuwwah.
2. Untuk mengetahui dan menganalisis tingkat keberhasilan dan kegagalan
dalam pelaksanaan program yang dilaksanakan oleh YPI BSC Al-Futuwwah.
D. Manfaat Penelitian
1. Untuk pengembangan ilmu pengetahuan diharapkan penelitian ini dapat
menjadi tambahan referensi dan peningkatan wawasan akademis dalam bidang
pengembangan masyarakat Islam serta kersejahteraan sosial khususnya yang
terkait dengan pemberdayaan anak jalanan.
2. Penelitian ini diharapkan juga dapat memberikan masukan bagi LSM-LSM
atau Yayasan, khususnya YPI BSC Al-Futuwwah dalam merancang dan
memperbaiki program pemberdayaan anak jalanan yang sedang berjalan untuk
kedepan yang lebih baik.
3. Selain itu penelitian ini juga diharapkan dapat diketahui masyarakat umum,
baik masyarakat yang ada disekitar YPI BSC Al-Futuwwah ataupun berbagai
kalangan yang tertarik dan peduli terhadap anak jalanan guna memberikan
kontribusi baik moriil maupun materil guna terlaksananya program tersebut.
E. Sistematika Penulisan
BAB I : Pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah, pembatasan dan rumusan
masalah, tujuan dan manfaat penelitian serta sistematika penulisan.
BAB II : Kerangka teori yang menjelaskan tentang pemberdayaan masyarakat,
pendidikan non formal, lembaga swadaya masyarakat dan anak jalanan.
Penjelasan tentang pemberdayaan meliputi pengertian pemberdayaan
masyarakat, proses pemberdayaan, strategi pemberdayaan dan tujuan-tujuan
pemberdayaan. Penjelasan tentang pendidikan non formal meliputi azas
pendidikan non formal, tugas-tugas pendidikan non formal, sifat-sifat
pendidikan non formal dan syarat-syarat pendidikan non formal. Sementara
penjelasan tentang lembaga swadaya masyarakat meliputi pengertian lembaga
swadaya masyarakat, sejarah lahirnya LSM, karakteristik dan cirri-ciri LSM
dan klasifikasi lembaga swadaya masyarakat. Penjelasan tentang ekonomi
meliputi pengertian ekonomi, masalah pokok dalam perekonomian,
penanggulangan kemiskinan dan mengembangkan perekonomian berbasis
kemasyarakatan Dan tentang anak jalanan meliputi pengertian anak jalanan,
kategori anak jalanan dan faktor dan sebab-sebab lahirnya anak jalanan.
BAB III : Metodologi penelitian yang meliputi lokasi penelitian, model dan desain
penelitian, penetapan subyek penelitian, teknik pengambilan data, sumber
data, definisi operasional, fokus penelitian dan analisa data.
BAB IV : Temuan lapangan dan analisa data. Temuan lapangan meliputi gambaran
umum YPI BCS Al-Futuwwah, latar belakang berdirinya, visi dan misi, letak
geografis dan struktur organisasi YPI BCS Al-Futuwwah. Analisa data
lapangan meliputi pelaksanaan program pendidikan non hormal oleh YPI BCS
Al-Futuwwah dan faktor-faktor pendukung dan penghambat program
pendidikan non formal.
BAB V : Penutup yang meliputi : Kesimpulan dan Saran
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pemberdayaan Masyarakat
1. Pengertian Pemberdayaan Masyarakat
Sebelum penulis memaparkan pengertian tentang pemberdayaan, penulis
terlebih dahulu menjelaskan tentang penggunaan kata pengembangan dan
pemberdayaan. Kata pengembangan adalah terjemahan dari istilah asing yaitu
development, sedangkan kata pemberdayaan yaitu empowerment. Secara teknis
istilah pemberdayaan dapat disamakan atau setidaknya diserupakan, bahkan dua
istilah ini dalam batas-batas tertentu bersifat interchangeable atau dapat
dipertukarkan.10
Pemberdayaan (empowerment) berasal dari bahasa Inggris dengan kata
dasar power yang berarti kemampuan berbuat, mencapai, melakukan atau
memungkinkan. Awalan “em” berasal dari bahasa Latin dan Yunani yang berarti
didalamnya, oleh karena itu pemberdayaan dapat berarti kekuatan dalam diri
manusia, suatu sumber kreativitas yang ada didalam setiap manusia yang secara
luas tidak ditentukan oleh orang lain.
Secara terminology pemberdayaan adalah mengembangkan diri dari
keadaan tidak atau kurang berdaya menjadi berdaya, guna mencapai kehidupan
yang lebih baik. Pemberdayaan pada intinya membahas bagaimana individu,
kelompok atau komunitas berusaha mengontrol kehidupan mereka sendiri dengan
10 Nanih Machendrawaty dan Agus Ahmad Syafe’I, Pengembangan Masyarakat Islam Dari
Ideologi Strategi Sampai Tradisi, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2001), h. 41
keinginan mereka. Pemberdayaan juga dapat diartikan suatu proses yang relativ
terus berjalan untuk terus meningkat kepada perubahan.11
Pemberdayaan bisa diartikan sebagai perubahan kepada arah yang lebih
baik, dari yang tidak berdaya menjadi berdaya. Pemberdayaan terkait dengan
upaya meningkatkan hidup ketingkat yang lebih baik. Pemberdayaan adalah
meningkatkan kemampuan dan rasa percaya diri untuk menggunakan daya yang
dimiliki tentunya dalam menentukan tingkatan kearah yang lebih baik lagi.12
Istilah pemberdayaan yang dipakai oleh T. Hani Handoko adalah
“Pengembangan” yaitu usaha jangka panjang untuk memperbaiki pemecahan
masalah dan melakukan pembaharuan.13
Dalam Ensiklopedi Indonesia, daya adalah kemampuan melakukan sesuatu
atau kemampuan untuk bertindak.14
Dalam pengertian lain, pemberdayaan atau pengembangan atau tepatnya
pengembangan sumber daya manusia adalah upaya horizon pilihan bagi
masyarakat. Ini berarti masyarakat diberdayakan untuk melihat dan memilih
sesuatu yang bermanfa’at bagi dirinya. Dengan memakai logika ini, dapat
dikatakan bahwa masyarakat yang berdaya adalah yang dapat memilih dan
mempunyai kesempatan untuk mengadakan pilihan-pilihan.15
11 Isbandi Rukminto Adi, Pemberdayaan Pengembangan Masyarakat dan Intervensi Komunitas
(Jakarta, Fakultas UI, 2000), Cet ke 1, h 12
Gunawan Sumadiningrat, Pengembangan Daerah dan Pemberdayaan Masyarakat, Jakarta, Bina
Rena Pariwara, 1997), Cet ke 1, edisi II, h. 165 13
T. Hani Handoko, Manajemen, edisi II, (Yogyakarta, 1997), Cet ke XI, h. 337 14
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta, Balai
Pustaka, 1997), Cet ke 1, h. 667 15
Ibid, h. 42
Dengan paparan diatas, jelaslah bahwa proses pemberdayaan pada akhirnya
akan menyediakan sebuah ruang kepada masyarakat untuk mengadakan pilihan-
pilihan. Sebab manusia atau masyarakat yang dapat memajukan pilihan-pilihan dan
memilih dengan jelas adalah masyarakat yang mempunyai kualitas.
Amrullah Ahmad mengatakan bahwa “pengembangan masyarakat Islam
adalah system tindakan nyata yang menawarkan alternatif model pemecahan
masalah ummah dalam bidang ekonomi, sosial dan lingkungan dalam perspektif
Islam”.16
2. Proses Pemberdayaan
Pemberdayaan tidak terjalin secara tiba-tiba, tetapi diawali dengan proses.
Pemberdayaan seseorang atau masyarakat dapat dilakukan melalui 3 tahap:
1) Menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi seseorang
atau masyarakat berkembang.17
Hal ini dapat dilakukan melalui membangun kepercayaan melalui sharing,
membantu orang memahami bidang yang ia tekuni.18
2) Memperkuat potensi atau daya yang dimiliki masyarakat. Dalam rangka ini
diperlukan langkah-langkah lebih positif dan nyata, penyediaan berbagai
masukan (input), serta pembukaan akses kepada berbagai peluang yang
akan membuat diri semakin berdaya memanfa’atkan peluang.19
16 Amrullah Ahmad, Strategi Dakwah di Tengah Era Reformasi Menuju Indonesia Baru dalam
Memasuki Abad 21, (Bandung, 1999), h. 9 17
Gunawan Sumadiningrat, Op Cit, h. 165 18
Ken Blanchad, Pemberdayaan: Bukan Perubahan Sekejap, Edisi II, (Yogyakarta : Amara
Book’s, 2002), Cet ke 1, h. 124 19
Gunawan Sumadiningrat, Op Cit, h. 165
Hal ini dilakukan dengan cara memberikan pelatihan yang diperlukan.20
3) Memberdayakan mengandung pula arti melindungi. Pemberdayaan secara
pasti dapat diwujudkan, tetapi perjalanan tersebut tidaklah berlaku bagi
mereka yang lemah semangat. Dalam proses pemberdayaan harus dicegah
yang lemah menjadi bertambah lemah.21 Contohnya dengan memberikan
dorongan dan semangat untuk berubah.22
3. Strategi Pemberdayaan
Pada hakikatnya strategi pemberdayaan masyarakat bukan merupakan hal
baru. Usaha pengembangan masyarakat terutama dilandasi oleh ajaran keagaman,
nilai-nilai kebangsaan dan kebudayaan tradisional seperti semangat gotong royong.
Pengembanganan masyarakat dimasa lalu berkaitan dengan konteks
memperjuangkan kemerdekaan, sedangkan pada masa sekarang kegiatan
pemberdayaan masyarakat berorientasi pada partisipasi pembangunan dalam
konteks transformasi sosial.
Elliot mengemukakan bahwa 3 strategi pendekatan yang dipakai dalam
proses pemberdayaan masyarakat.
1) The Walfare Approach, yaitu bentuk memberikan bantuan kepada
kelompok-kelompok tertentu, misalnya mereka yang terkena musibah
bencana alam dan pendekatan ini tidak dimaksudkan untuk
memberdayakan rakyat dalam menghadapi proses politik dan kemiskinan
rakyat.
20 Ken Blanchad, Op Cit, h. 124 21
Gunawan Sumadiningrat, Op Cit, h. 165 22
Ken Blanchad, Op Cit, h. 124
2) The Development Approach, terutama memusatkan pada pembangunan
peningkatan kemandirian, kemampuan dan keswadayaan masyarakat.
3) The Empowerment Approach, yan melihat kemiskinan sebagai akibat
proses politik dan berusha memberdayakan atau melatih rakyat mengatasi
ketidakberdayaannya.23
Ketiga pendekatan ini kemudian diadopsi oleh kebanyakan LSM di
Indonesia dalam proses pemberdayaan masyarakat. Dalam hal ini Kartasasmita
mengemukakan bahwa upaya pemberdayaan masyarakat harus dilakukan melalui
tiga tahap:
1) Menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat
untuk berkembang, kondisi ini didasarkan pada asumsi bahwa setiap
individu dan masyarakat memiliki potensi untuk mengorganisasikan dirinya
sendiri dan potensi kemandirian tiap individu perlu diberdayakan.
2) Memperkuat potensi atau daya yang dimiliki oleh rakyat dengan
menetapkan langkah-langkah nyata, menampung berbagai masukan dan
menyediakan prasarana dan fasilitas yang dapat diakses oleh lapisan
masyarakat yang paling bawah.
3) Memberdayakan rakyat dalam arti melindungi dan membela kepentingan
masyarakat lemah. Dalam proses pemberdayaan harus dicegah jangan
sampai lemah bertambah lemah atau makin terpinggirkan dalam
menghadapi yang kuat. Oleh karena itu, perlindungan dan pemihakan
kepada yang lemah amat mendasar sifatnya dalam konsep pemberdayaan
rakyat, melindungi dan membela harus dilihat sebagai upaya untuk
23 Ibid, h. 150
mencegah terjadinya persaingan yang tidak seimbang dan eksploitasi atas
yang lemah.24
Dalam hal itu Ismawan Prijono mengemukakan lima strategi
pengembangan dalam rangka pemberdayaan rakyat sebagai berikut:
1) Program pengembangan sumber daya manusia
2) Program pengembangan kelembagaan kelompok
3) Program pengembangan modal swasta
4) Program pengembangan usaha produktif
5) Program pengembangan informasi tepat guna.25
4. Tujuan-tujuan Pemberdayaan
Pemberdayaan merupakan uapaya meningkatkan harkat lapisan
masyarakat dan pribadi manusia, upaya ini meliputi:
Pertama, mendorong, memotivasi, meningkatkan kesadaran akan
potensinya dan menciptakan iklim atau suasana untuk berkembang.
Kedua, memperkuat daya, potensi yang dimiliki dengan langkah-langkah
positif memperkembangkannya.
Ketiga, penyediaan berbagai masukan dan pembukaan akses peluang-
peluang. Upaya yang dilakukan adalah peningkatan taraf pendidikan,
24 Ibid, h. 151
25 Prijono Onny S dan Pranarka A. M. W., pemberdayaan: Konsep, Kebijakan dan Implementasi,
CSIS, (Jakarta: 19960, h. 106
derajat kesehatan, akses kepada modal, teknologi tetap guna, informasi
lapangan kerja dan pasar dengan fasilitas-fasilitasnya.26
Pemberdayaan bukanlah penguatan individu (orang-perorangan), tetapi
juga pranata (system dan strukturnya), pembaharuan kelembagaan, penanaman
nilai, peranan masyarakat didalamnya, khususnya dalam pengambilan keputusan
dan perencanaan, sekaligus merupakan pembudayaan demokrasi, demikian pula
advokasi atau pembelaan yang lemah terhadap yang kuat dan persaingan yang
tidak sehat. Pemberdayaan tidak boleh membuat masyarakat menjadi tergantung
pada pemberian, apa yang dinikmati harus dihasilkan oleh usaha sendiri, dengan
demikian manusia menjadi semakin mandiri dan tumbuh harga diri.
Adapun tujuan pemberdayaan masyarakat pada dasarnya sebagai berikut:
1) Membantu mengembangkan manusia yang otentik dan integral dari
masyarakat lemah, rentan, miskin, marjinal dan kaum kecil, seperti petani,
buruh tani, masyarkat miskin perkotaan, masyarakat ada yang terbelakang,
kaum muda pencari kerja, kaum cacat dan kelompok wanita yang
didiskriminasikan.
2) Memberdayakan kelompok-kelompok masyarakat secara rasional ekonomis
sehingga mereka dapat lebih mandiri dan dapat memenuhi kebutuhan hidup
mereka, namun sanggup berperan serta dalam pengembangan masyarakat.27
B. Pendidikan Non formal
26 I. Nyoman Sumaryadi, Perencanaan Pembangunan Daerah Otonom dan Pemberdayaan
masyarakat, (Jakarta: Citra Utama, 2005), h. 114
27 Ibid, h. 115
Jenis kegiatan yang dapat dilaksanakan dalam Pendidikan Luar Sekolah
sebagai suatu sub system pendidikan disamping pendidikan informal juga
pendidikan non formal yang akhir-akhir ini berkembang pesat.
Yang dimaksud pendidikan non formal adalah pendidikan yang teratur
dengan sadar dilakukan tetapi tidak terlalu mengikuti peraturan-peraturan yang
tetap dan ketat.28
Dalam pendidikan non formal ini dibicarakan beberapa hal yaitu:
1. Asas pendidikan non formal
Seperti pendidikan formal, pendidikan non formal mempunyai asas-asas
yang menjadi pedoman bagi siapa saja yang terlibat dalam kegiatan
pendidikan ini.
1) Asas Inovasi
Asas ini merupakan asas penting dalam penyelenggaraan pendidikan
non formal, sebab setiap penyelenggaraan pendidikan non formal harus
merupakan kegiatan bagi si terdidik dan merupakan hal yang diperlukan
atau dibutuhkan.
Dalam inovasi ini, maka dapat dikemukakan norma nilai, metode,
teknik-teknik kerja, cara-cara berorganisasi, cara-cara berpikir dan lain-
lain yang merupakan kebutuhan bagi anak didik.
2) Asas Penentuan dan Perumusan Tujuan Pendidikan Non Formal
28 Soelaiman Joesoef, Konsep Dasar Pendidikan Luar Sekolah, (Jakarta: Bumi Aksara, 1992), Cet.
Ke 1, h. 79
Berbicara tentang perumusan tujuan, berarti mempersoalkan tuntutan
minimal apa yang harus dipenuhi agar si terdidik dapat melaksanakan
hak dan kewajiban sebagai manusia sehingga memiliki kehidupan yang
layak.
Penentuan dan perumusan tujuan, tidak bisa dilepaskan dari: jenis dan
tingkatan pengetahuan, sikap serta jenis dan tingkat keterampilan yang
harus dikuasai oleh seorang anggota masyarakat.
3) Asas Perencanaan dan Pengembangan Program Pendidikan non formal
a. Perencanaan harus bersifat komprehensif. Hal ini berarti bahwa
program atau kegiatan yang dikerjakan dapat memenuhi kebutuhan
individu atau masyarakat karena tujuan-tujuan tersebut telah
mencerminkan dan mencakup semua jenis kebutuhan individu,
masyarakat dan nasional.
b. Perencanaan harus bersifat integral, yang berarti perencanaan yang
memuat jenis program pendidikan formal dan non formal yang
terkoordinasi dan termotivasi, sehingga sehingga jenis program
pendidikan masing-masing tidak bertentangan satu sama lain.
c. Perencanaan harus memperhitungkan aspek-aspek kuantitatif dan
kualitatif. Pada umumnya sementara orang beranggapan bahwa dalam
penyelenggaraan pendidikan non formal cenderung untuk
memperoleh anak didik yang sebanyak-bayaknya. Anggapan diatas
tentunya lebih baik dan lebih dapat diterima bila didalam lapangan
pendidikan non formal pun harus mampu meningkatkan kualitas
perlajar serta kualitas kerja seseorang.
2. Tugas-tugas pendidikan non formal
Tugas pendidikan non formal adalah membantu kualitas dan martabat
sebagai individu dan warga Negara yang dengan kemampuan dan
kepercayaan pada diri sendiri harus dapat mengendalikan perubahan dan
kemajuan.
Tugas ini tentunya sejalan dengan tugas yang telah digariskan dalam
GBHN dan Pendidikan Nasional kita sehingga masing-masing tugas
pendidikan akan saling menunjang satu sama lain.
3. Sifat-sifat pendidikan non formal
Sifat-sifat yang dimaksud adalah:
1) Pendidikan non formal lebih fleksibel
2) Pendidikan non formal lebih efektif dan efisien untuk bidang-bidang
pelajaran tertentu.
3) Pendidikan non formal bersifat quick yielding artinya dalam waktu
yang singkat dapat digunakan untuk melatih tenaga kerja yang
dibutuhkan, terutama untuk memperoleh tenaga yang memiliki
kecakapan.
4) Pendidikan non formal sangat instrumental artinya pendidikan yang
bersangkutan bersifat luwes, mudah dan murah serta dapat
menghasilkan dalam waktu yang relatif singkat.
4. Syarat-syarat pendidikan non formal
Bila diingat sifat-sifat pendidikan non formal diatas, tampaknya sangat
mudah pendidikan non formal tersebut dilaksanakan dan dapat mencapai
hasil seperti yang diharapkan. Akan tetapi tidak demikian prakteknya,
karena dalam pelaksanaan pendidikan non formal harus memenuhi syarat-
syarat dalam pelaksanaan sebagai berikut:
1) Pendidikan non formal harus jelas tujuannya
2) Ditinjau dari segi masyarakat, program pendidikan non formal harus
menarik baik hal yang akan dicapai maupun cara-cara
melaksanakannya.
3) Adanya integrasi pendidikan non formal dengan program-program
pembangunan masyarakat.29
C. Lembaga Swadaya Masyarakat
1. Pengertian Lembaga Swadaya Masyarakat
Definisi NGO (Non Government Organization) didapat dari pemikiran
praktisi pembangunan dan konsep para akademisi. Sedangkan istilah NGO muncul
dipelopori oleh PBB pada pertengahan tahun 1970-an.
Di Indonesia NGO dikenal dengan istilah LSM atau Lembaga Swadaya
Masyarakat yang merupakan pengganti dari ORNOP atau Organisasi Non
Pemerintah atau terjemahan dari NGO. Penggantian istilah dari ORNOP ke LSM
dilakukan pada suatu lokakarya diselenggarakan oleh Bina Desa, April 1978.30
Istilah ORNOP yang kemudian diganti menjadi LSM sebagai terjemahan
NGO itu mulai dapat kritikan dari beberapa aktivis LSM. Menurut mereka istilah
LSM sudah merupakan bentuk penjinakan terhadap NGO dan oleh karenanya
mereka lebih menghendaki menyebut kembali nama lembaganya sebagai
organisasi non pemerintah atau ORNOP. Sedangkan pemerintah tetap menyebut
29 Ibid, h. 85
30 Zaim Saidi, Secangkir Kopi Max Havelar , LSM dan Kebangnkitan Masyarakat, (Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama, 1995), cet ke 1, h. 9
LSM sebagai terjemahan dari NGO karena didalamnya terkandung nilai swadaya
atau adanya prinsip “Self Determination” yang pada intinya mendorong LSM
untuk menentukan sendiri apa yang harus mereka lakukan dalam kaitannya dalam
mengatasi persoalan yang dihadapi, sehingga LSM mempunyai kesadaran penuh
dalam membentuk masa depan mereka. Dibandingkan dengan istilah ORNOP yang
diterjemahkan oleh pemerintah sebagai organisasi yang anti pemerintah.
Definisi Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) menurut Intruksi Mentri
Dalam Negeri No. 8 tahun 1990 tentang Pembinaan Lembaga Swadaya
Masyarakat adalah sebagai berikut:
Lembaga Masyarakat dalam intruksi ini adalah organisasi / lembaga yang
dibentuk oleh anggota masyarakat warga Negara Republik Indonesia
secara suka rela atas kehendak sendiri dan berniat serta bergerak dibidang
kegiatan tertentu yang ditetapkan oleh lembaga sebagai wujud partisipasi
masyarakat dalam upaya meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan
masyarakat yang menitik beratkan pada pengabdian secara swadaya.31
Dari pengertian diatas dapat diuraikan bahwa Lembaga Swadaya
Masyarakat ini bersifat secara swadaya, jadi tidak dibayar dan bekerja sesuai
dengan keinginannya sendiri tanpa adanya paksaan dari orang lain. Karena
bergerak dibiang sosial, anggota masyarakat tersebut benar-benar menginginkan
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang membutuhkan.
Selain pengertian Lembaga Swadaya Masyarakat yang terdapat dalam
Intruksi Mentri Dalam Negeri sebagaimana yang tertera diatas, almarhum Surino
Mangun Pranoto seorang tokoh Taman Siswa yang semasa hidupnya beliau banyak
berkecimpung dalam organisasi kemasyarakatan menyatakan bahwa:
31 Intruksi Mentri Dalam Negeri no. 8 tahun 1990, Tentang Pembinaan Lembaga Swadaya
Masyarakat.
Lembaga Swadaya Masyarakat bukan hanya sebuah organisasi, melainkan
lebih bercermin pada gerakan kemanusiaan yang membina swadaya
masyarakat dengan pola dasar membangun sumber daya manusianya.32
Kalau Surino Mangun Pranoto berpendapat bahwa Lembaga Swadaya
Masyarakat bukan hanya sebuah organisasi sosial, melainkan lebh bercermin pada
gerakan kemanusiaan, lain halnya dengan pendapat Soetjipto Wirosarjono tentang
defines Lembaga Swadaya Masyarakat. Beliau menyatakan sebagai berikut:
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) sebagai organisasi kemasyarakatan
yang bergerak atas motivasi dan swadaya yang bangkit dari solidaritas
sosial.33
Menurut Arief Budiman seperti yang dikutip David Korten mendefinisikan
LSM secara umum yaitu:
Organisasi non pemerintah dapat didefinisikan dalam pengertian segala
macam organisasi yang bukan milik pemerintah dan bertujuan bukan
mencari keuntungan.34
Dari pengertian-pengetian Lembaga Swadaya Masyarakat diatas, maka
dapat ditarik kesimpulan bahwa LSM merupakan:
1) Lembaga yang bergerak menangani masalah-masalah sosial yang
berkembang di masyarakat dan mendapat perhatian khusus.
2) Lembaga ini bersifat sosial, tidak mencari keuntungan, jadi tanpa ada
pemungutan biaya, oleh karena itu diharapkan keterlibatan masyarakat
untuk berperan secara aktif turut serta ambil bagian dalam rangka
memajukan kehidupannya.
2. Sejarah Lahirnya LSM Indonesia
32 Abdullah Syarwani, LSM, Partisipasi Rakyat dan Usaha Menumbuhkan Keswadayaan, (Jakarta:
LP3S, 1992), Cet ke 1, h. 69 33
Soejipto Wirosarjono, Apa Yang Dapat Dilakukan LSM dibidang Kependudukan, (Jakarta, LP3S,
1990), Cet ke 1, h. 139 34
David Korten, Menuju abad 21, (Jakarta, Yayasan Obor Indonesia, 2001), Cet ke 1, h. vvii
Di Indonesia pergerakan NGO atau LSM dapat dilihat dari kemunculan
Boedi Oetomo yang merupakan organisasi pertama, yang lahir dari tangan-tangan
terpelajaran khususnya kaum terpelajar muda dari rantau, memberikan sumbangan
yang penting dalam merumuskan cita-cita kemauan bangsa.35
Perkembangan LSM yang begitu pesat terlihat dalam kurun waktu 1970-an
terdapat perhatian yang meningkat dalam usaha pengembangan masyarakat
(Community Development) olah NGO, sebagai bagian dari kritik terhadap
ketidakmeratan pembangunan dan mencari strategi alternatif atau kebutuhan pokok
yang dapat menguntungkan secara lebih langsung mayoritas kaum miskin.36
LSM atau NGO Indonesia juga mengalami perkembangan yang pesat sejak
era 1970-an, hal ini dapat dijelaskan seiring dengan dijalankannya pembangunan
berencana oleh pemerintah orde baru dengan maksud ikut serta melaksanakan
pembangunan diluar sektor Negara.
Pada era tersebut LSM lebih memilih untuk bekerja menggunakan teori
pertumbuhan ekonomi sesuai dengan kebijakan pemerintah orde baru yang pada
saat itu menjadikan ekonomi sebagai “panglima” dan tidak satupun LSM ditahun
1970-an tersebut yang benar-benar menolak konsep dasar dan gagasan
pembangunan yang diterapkan orde baru, karena anggapan atau persepsi dasar
LSM yang lebih berorientasi menjaga keberlangsungan organisasinya dengan
berlindung terhadap penguasa orde baru dari pada benar-benar sebagai organisasi
sukarela yang berpihak pada masyarakat.
35 Zamroni, Pendidikan Untuk Demokrasi Masyarakat, (Yogyakarta, Tiara acana Yogya, 1995), Cet
ke 1, h. 37 36
Jhon Clark, NGO dan Pengembangan Masyarakat, (Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 1995),
Cet ke 1, h. 37
Perkembangan LSM yang begitu pesat terlihat pada tahun 1985 yakni
jumlah LSM masih sekitar 3.225 organisasi. Tahun 1990 jumlah LSM meningkat
menjadi 8.720 organisasi yang tercatat sebagai LSM, itu baru yang tercatat dan
terdaftar, sementara LSM yag tidak mau mendaftarkan dirinya juga tidak sedikit.37
Tumbuh menjamurnya puluhan ribu LSM di era reformasi merupakan
fenomena yang menarik untuk dicermati. Pertumbuhan LSM itu disatu sisi
dianggap simbol kebangkitan masyarakat didalam memperjuangkan hak-haknya.
Masyarakat mulai kritis dan mampu menampilkan wacana tandingan terhadap
kebijakan yang disodorkan pemerintah.38
Dari segi kuantitas, LSM berkembang begitu pesat dan sangat
mengesankan, namun dari segi kualitas perlu dipertanyakan peranan mereka
sebagai salah satu bentuk organisasi masyarakat sipil. Hal ini senada dengan
pendapat Mansour Fakih sebagai berikut:
Jika dalam masa tahun 1970-an kebanyakan kegiatan LSM lebih
difokuskan sebagaimana bekerja dengan rakyat ditingkat akar rumput
dengan melakukan kerja pengembangan masyarakat (Community
Development), maka dalam tahun 1980-an bentuk perjuangannya menjadi
lebih beragam, dari perjuangan lokal hingga jenis advokasi baik tingkat
nasional maupun tingkat internasional. Sejumlah aktivis LSM bahkan mulai
mengkhususkan diri melakukan kerja advokasi politik untuk perubahan
kebijakan yang dalam banyak manifestasinya dilakukan dengan membuat
pelbagai statement politik, lobi, petisi, protes dan demonstrasi.39
3. Karakteristik dan Ciri-ciri LSM
LSM memiliki beberapa karakteristik yang penting seperti yang
dikemukakan oleh Williams:
37 Info Bisnis, Bisnis Miliaran LSM, Edisi 96, September 2001
38 Hamid Abidin, kritik dan Otokritik LSM (Membongkar Kejujuran dan Keterbukaan LSM
Indonesia, (Jakarta: Piramedia, 2004), Cet ke 1, h. 3 39
Mansour Fakih, Masyarakat Sipil Untuk Transformasi Sosial (Pergolakan Ideologi LSM
Indonesia), (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), Cet ke III, h. 5
1) Organisasi dibentuk bukan atas inisiatif pemerintah (terkecuali LSM Merah
seperti yang akan dijelaskan nanti) dan berorientasi non profit
2) Bebas dari pemerintah dan organisasi lainnya dalam menyusun prioritas
kegiatannya.
3) Membatasi kegiatannya terutama pada kesejahteraan sosial, kesehatan,
pendidikan dan pembangunan masyarakat.40
Meskipun kemudian Elbridge membagi LSM di Indonesia pada dua
kategori: Pertama yang dilabeli “Development”. Tipe ini mengacu pada
organisasi-organisasi yang dianggap konsentrasi pada program pengembangan
masyarakat. Sedang yang kedua disebut sebagai “Mobilication”, adalah kegiatan
LSM yang terpusat pada pendidikan dan mobilisasi rakyat miskin sekitar human
rights.41
Hal lain yang menjadi ciri LSM adalah bahwa mereka bergerak erat
kaitannya dengan masalah pembangunan. Apakah reaksi terhadap pembangunan
ataupun dalam rangka menyempurnakan pendekatan pembangunan, sebagai kritik
bahkan dalam mencari alternatif dari pemberdayaan pembangunan dan
keterkaitannya dengan pemerintah sangat penting. Hal ini untuk menghindari
penggunaan istilah tersebut kepada organisasi lain seperti lembaga riset,
kepramukaan, PKK, organisasi keagamaan, organisasi dagang, organisasi olah raga
maupun partai politik, meskipun mereka ini juga memiliki karakter non
pemerintah.42
4. Klasifikasi LSM
40 Glen William, Community Participation and the Roe of Voluntary Agencies in Indonesia, (LP3S:
Prisma No. 4, 1998), h. 59 41
Mansour Faqih, Studi Lapangan LSM di Indonesia, (Bandung: Indecode De Unie,1993),h.1 42
Mansour Faqih, Op Cit, h. 1
Mengenai klasifikasi LSM menurut Jhon Clark, seperti tercermin dari
perkembangan sejarah mereka secara umum dapat dibedakan kedalam enam aliran
pemikiran yaitu:
1) Agen Penyantun dan Kesejahteraan, misalnya seperti Catholik Relief
Service ataupun berbagai masyarakat misionaris lainnya.
2) Organisasi Pengembangan teknologi, NGO yang melaksanakan program
mereka untuk mempelopori pendekatan baru atau perbaiki pendekatan-
pendekatan yang sudah ada dan cenderung untuk tetap mengkhususkan diri
pada bidang yang mereka pilih.
3) Kontraktor Pelayanan Umum, NGO yang sebagian besar didanai
pemerintah dan agen pemberi bantuan resmi, NGO ini dikontrak untuk
melaksanakan komponen dari program resmi karena dirasakan bahwa
ukuran dan fleksibelitas mereka akan membantu melaksanakan tugas secara
lebih efektif daripada departemen pemerintah.
4) Agen Pengembangan Masyarakat, NGO ini menaruh perhatian pada
kemandirian, pembangunan sosial dan demokrasi lapisan bawah.
5) Organisasi Pengembangan Masyarakat bawah, NGO yang anggotanya
adalah masyarakat miskin dan tertindas dan yang berupaya membentuk
suatu proses pembangunan masyarakat.
6) Kelompok Jaringan Advokasi. Organisasi yang tergabung dengan aliran ini
biasanya tidak memiliki proyek tetapi keberadaan mereka terutama untuk
melakukan pendidikan dan lobi.43
43 Jhon Clark, Op Cit, h. 43
Sedangkan menurut David Korten, identitas LSM tersebut dapat dilihat
melalui pengelompokan LSM yakni sebagai berikut:
1) Organisasi Sukarela (Voluntary Organzation atau VO) yang melakukan
misi sosial, terdorong oleh suatu komitmen kepada nilai-nilai yang sama.
2) Organisasi Rakyat (People’s Service atau PO) yang mewakili kepentingan
anggotanya, mempunyai pimpinan yang bertanggung jawab kepada
anggota dan cukup mandiri.
3) Kontraktor Pelayanan Umum (Public Service Contractor atau PSC) yang
berfungsi sebagai usaha tanpa laba berorientasi pasar untuk melayani
kepantingan umum.
4) Lembaga Swadaya Masyarakat Pemerintah (Government Non Government
atau NGO) dibentuk oleh pemerintah dan berfungsi sebagai alat kebijakan
pemerintah.44
Pendapat lain yang dikemukakan oleh DR. Kartorus Sinaga dalam Info
Bisnis, bahwa di Indonesia ada tiga bentuk LSM, yaitu:
1) LSM Plat Merah. LSM yang dibentuk pemerintah untuk menyerap dana dari
funding lalu dikantongi mereka sendiri, untuk mendukung atau melegitimasi
kegiatan dari pemerintah itu sendiri, tanpa mengembangkan suatu kritik
terhadap pemerintah, LSM ini idealismenya sangat rendah tidak
mengekspresikan kegiatan yang sesungguhnya, tapi manajemen mereka yang
sangat rapi.
2) LSM Plat Kuning. LSM ini terlihat menjai kontraktor dari sosial development,
misalnya menjadi subkontraktornya Bank Dunia, ADB, UNDP dan lain
44 David Korten, Op Cit, h. 5
sebagainya. Biasanya mereka pintar berpikir dan mengembangankan proposal
bagus, tetapi tidak berakar di masyarakat. Ketika diimplementasikan
kegiatannya, mereka bingung mau kemana. Dipihak lain mereka harus
berkolaborasi dengan pemerintah untuk mendapatkan dana atau memenangkan
tender.
3) LSM Plat Hitam. LSM ini kita katakan murni swasta seperti YLBHI, PHBI,
LP3S, Cides. Mereka mempunyai idealisme dalam pengalaman di LSM. Hanya
saja jumlah orang seperti ini sangat kecil dan dalam prakteknya mereka dijauhi
bahkan dicaci maki oleh pemerintah karena berseberangan terus dengan politik
pemerintah.45
D. Ekonomi
1. Pengertian Ilmu Ekonomi
Ilmu ekonomi adalah suatu bidang ilmu pengetahuan yang sangat luas
liputannya. Dalam usaha memberikan gambaran ringkas mengenai bidang
studi ilmu ekonomi, define ilmu tersebut selalu dihubungkan kepada keadaan
ketidakseimbangan di antara (i) kemampuan faktor-faktor produksi untuk
menghasilkan barang dan jasa, dan (ii) keinginan masyarakat mendapatkan
barang dan jasa. Oleh sebab itu setiap individu, perusahaan atau masyarakat
harus selalu membuat pilihan-pilihan.
Berbagai ahli ekonomi selalu mendefinisikan ilmu ekonomi
berdasarkan kepada kenyataan tersebut. Sebagai contoh. Professor P. A.
Samuelson, salah seorang ahli ekonomi terkemuka di dunia – yang menerima
45 Info Bisnis, Op Cit, h. 21
Nobel untuk ilmu ekonomi pada tahun 1970 – memberikan definisi ilmu
ekonomi sebagai berikut:
Ilmu ekonomi adalah suatu studi mengenai individu-individu dan
masyarakat membuat pilihan, dengan atau tanpa uang, dengan
menggunakan sumber-sumber daya yang terbatas – tetapi dapat digunakan dalam berbagi cara- untuk menghasilkan berbagai jenis barang dan jasa dan
mendistribusikannya untuk kebutuhan konsumsi, sekarang dan di masa datang, kepada berbagai individu dan golongan masyarakat.46
2. Masalah Pokok Dalam Perekomian: Masalah Kekurangan
Mengapa individu-individu, perusahaan-perusahaan dan masyarakat
secara keseluruhannya perlu memikirkan cara yang terbaik untuk memenuhi
kebutuhan ekonomi? Ahli-ahli ekonomi menjawab pertanyaan seperti itu
dengan menerangkan tentang maslah scarity, yaitu masalah kelangkaan atau
kekurangan. Kelangkaan atau kekurangan tersebut berlaku sebagai akibat dari
ketidakseimbangan diantara kebutuhan masyarakat dengan faktor-faktor
produksi yang tersedia dalam masyarakat.
Kebutuhan masyarakat yang dimaksud adalah keinginan masyarakat
untuk memperoleh dan mengkonsumsi barang dan jasa. Keinginan ini dapat
dibedakan kepada dua bentuk, yaitu keinginan yang disertai oleh kemampuan
untuk membeli barang dan jasa yang diingini dan keinginan yang tidak
disertai oleh kemampuan membeli.47
Masalah kekurangan Didalam masyarakat faktor-faktor produksi yang
tersedia adalah relative terbatas. Kemampuannya untuk memproduksikan
barang dan jasa adalah jauh lebih rendah daripada jumlah keinginan di
masyarakat tersebut.48
46 Sadono Soekirno, Pengantar Teori Mikro Ekonomi, (Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2001),
Cet ke 16 h. 9 47 Ibid, h. 5 48
Ibid, h. 7
3. Penanggulangan Masalah Ekonomi
Upaya penanggulangan penanggulangan masalah ekonomi telah lama
menjadi perhatian dalam proses pembangunan. Beberapa kebijakan yang
secara tidak langsung dalam upaya memerangi kemiskinan antara lain adalah,
(1) merangsang pertumbuhan ekonomi daerah, terutam pedesaan dengan dana
bantuan INPRES dan BANPRES, (2) penyebaran sarana sosial, seperti
pendidikan, kesehatan, air bersih, keluarga berencana, perbaikan lingkungan
dan lain-lain, (3) memperluas jangkuan sarana keuangan dengan mendirikan
beberapa institusi kredit, seperti KUPEDES, KURK, BKK, KCK, (4)
peningkatan sarana produksi pertanian, khususnya insfrastruktur (irigasi), (5)
pengembangan beberapa program pengembangan wilayah.49
Dibalik itu masih ada beberapa persoalan yang masih perlu mendapat
perhatian. Pengangguran, anak jalanan, dan rendahnya kualitas hidup belum
mengalami perubahan yang berarti.
Tanpa mengurangi arti penting upaya penanggulangan kemiskinan
telah dans sedang dilakukan adalah penting untuk memikirkan alternatif
pendekatan tang mungkin dapat membantu keberhasilan penerapan kabijakan
yang telah ada selama ini.
Upaya yang perlu dipikirkan pertama-tama adalah berusaha
merumuskan kebijakan yang dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi
mereka dan memanfaatkan sumber daya yang tersedia disekitar mereka. Salah
satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan memperkuat kemampuan
masyarakat dan individu (self-consciousness) dengan meningkatkan
49 Tadjuddin Noer Effendi, Sumber Daya Manusia Peluang Kerja dan Kemiskinan, (Yagyakarta: PT. Tiara Wacana Yogya), Cet. ke II, h. 265
kemampuan ekonomi juga diikuti upaya meningkatkan kesadaran politik,
sosial dan hokum lewat menimbulkan kesadaran tentang hak-hak mereka.50
Selain itu perlu ada kebijakan realokasi dana yang dapat merangsang
pertumbuhan ekonomi regional, merangsang peningkatan pendapatan dan
perluas peluang kerja (aktivitas kerja). Untuk mencapai sasaran itu perlu ada
upaya mendekatkan penduduk miskin pada akses pasar dan pelayanan sarana
keuangan. Hal ini dapat dilakukan dengan pendekatan yang lebih menekankan
pada peningkatan akses dan kemudahan pada pasar. Artinya, kendala-kendala
yang dapat menghalangi perluasan pasar, seperti sistem monopoli perlu
dihapuskan. Promosi pembangunan dipusatkan pada pengembangan ekonomi
rakyat.
4. Mengembangkan Perekonomian Berbasis Kerakyatan
Salah satu persoalan serius yang dihadapi bangsa ini adalah tingkat
kesenjangan ekonomi yang terlampau lebar, serta tingkat kemiskinan yang
semakin tinggi. Krisis ekonomi yang berkepanjangan saat ini telah dengan
sukses mengantar bangsa Indonesia sebagai salah satu bangsa miskin di dunia.
Untuk itu, upaya-upaya pengembangan dan pemberdayaan ekonomi rakyat
menjadi hal yang mendesak dan tidak bisa ditunda-tunda lagi.
Menurut Goenawan Sumodiningrat (Membangun Perekonomian
Rakyat, 1998), kalau dilihat dari segi penyebabnya, kesenjangan dan
kemiskinan dapat dibedakan menjadi kesenjangan dan kemiskinan natural,
50 Ibid, h.266
kesenjangan dan kemiskinan kultural serta kesenjangan dan kemiskinan
struktural.
Dengan demikian, upaya pengembangan dan pemberdayaan
perekonomian rakyat, perlu diarahkan untuk mendorong terjadinya perubahan
stuktural. Hal itu bisa dilakukan dengan cara memperkuat kedudukan dan
peran ekonomi rakyat dalam konstelasi perekonomian nasional.
Perubahan structural ini bisa meliputi proses perubahan dari pola
ekonomi tradisional ke arah ekonomi modern, dari ekonomi lemah ke
ekonomi tangguh, dari ekonomi subtansial ke ekonomi pasar, dari
ketergantungan kepada kemandirian, dari konglongmerat ke rakyat.51
Bekaitan dengan langkah-langkah di atas maka pilihan kebijakan
hendaklah dilaksanakan dalam beberapa langkah strategis berikut:
1) Pemberian peluang atau akses yang lebih besar kepada asset produksi. Di
antara asset produksi yang paling mendasar adalah akses kepada
sumber dana.
2) Memperkuat posisi transaksi dan kemitraan usaha ekonomi rakyat.
3) Meningkatkan pelayanan pendidikan dan kesehatan dan dalam upaya
menciptakan sumber daya manusia yang kuat dan tangguh.
4) Kebijakan ketenagakerjaan yang mendorong munculnya tenaga kerja yang
terampil, menguasai keterampilan dan keahlian hidup, serta tenaga
kerja mandiri dengan bekal keahlian wirausaha.
51 Nanih Machendrawaty dan Agus Ahmad Syafe’i, Pengembangan Masyarakat Islam dari Ideologi, Strategi sapai Tradisi, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2001), Cet ke 1, h. 70.
5) Pemerataan pembangunan antar daerah. Untuk itu pemerintah haus secara
pro aktif memberikan sejumlah kemudahan, seperti bantuan kredit
lunak untuk pengusaha kecil, mengadakan penyuluhan dan pelatihan.52
E. Anak Jalanan
1. Pengertian Anak Jalanan
Batasan mengenai pengertian anak jalanan bermacam-macam, tergantung
siapa yang memberi batasan dan untuk apa.
Menurut Direktorat Bina Sosial DKI yang termasuk anak jalanan adalah:
anak yang berkeliaran di jalan raya sambil bekerja, mengemis atau menganggur.
Usianya berkisar dari bayi (dibawa orang tuanya mengemis) sampai batas usia
remaja. Tidak semuanya merupakan anak jalanan yang terlantar, meskipun
sebagian besar adalah anak yang mempunyai tempat tinggal tetap dan orang tua
yang tidak ada di Jakarta.53
Sedangkan menurut A. Soedijar Z. A. anak jalanan adalah anak usia 7
tahun samapi 15 tahun, yang bekerja di jalan raya dan tempat-tempat umum
lainnya yang dapat mengganggu ketentraman dan keselamatan orang lain serta
membahayakan dirinya sendiri.54
Demikian pula batas yang digunakan oleh Departemen Sosial dan United
Nations Development Programme (UNDP) merumuskan definisi anak jalanan
52 Ibid, h. 71
53 Dirjen Bina Sosial, Diskusi Badan Koordinasi Kesejahteraan Sosial, (Jakarta: Dep Sos, 1989)
54 A. Soedijar. Z. A. Profil Anak Jalanan di DKI, (Jakarta: media Informatika, 1989), h. 33
sebagai anak-anak yang menghabiskan sebagian besar waktunya untuk berkeliaran
dan mencari nafkah di jalanan dan tempat-tempat umum lainnya.55
Dari kutipan diatas, penulis menyimpulkan bahwa anak jalanan adalah
anak yang berusia 7 samapi 15 tahun yang bekerja di jalanan dan hidup terlantar
karena tidak memiliki tempat tinggal tetap dan orang tuanya tidak berada atau
bertempat tinggal di Jakarta sehingga mengganggu ketertiban umum dan
keselamatan orang lain dan dirinya sendiri.
2. Kategori dan Ciri-ciri Anak Jalanan
Mengenai kategori anak jalanan, Departemen Sosial RI
mengklasifikasikan berdasarkan frekuensi hubungan sosial dengan orang tua atau
keluarga, yaitu:
1) Anak yang hidup atau tinggal di jalanan, sudah putus sekolah dan tidak
ada hubungan dengan keluarganya (Children of the Street).
2) Anak yang bekerja di jalanan, sudah putus sekolah dan berhubungan
tidak teratur dengan keluarganya, yakni pulang kerumahnya secara
periodic (children on the Street).
3) Anak yang rentan menjadi anak jalanan, masih sekolah maupun sudah
putus sekolah dan masih berhungan teratur atau tinggal dengan orang
tuanya (Vurnerable to be Street Children).56
Sedangkan kriteria anak yang rentan di jalanan, berdasarkan Pedoman
Penyelenggaraan Pembinaan Anak Jalanan melalui Rumah Singgah (Departemen
Sosial 1998) adalah sebagai berikut:
55 Tata Sudrajat, Hasil Lokakarya Nasional Anak Jalanan, (Jakarta: YKAI, 1995)
56 Hasil Penelitian Dep Sos dan UNDP, (Jakarta: YKAI, 1996)
1) Setiap hari bertemu dengan orang tuanya
2) Berada di jalanan sekitar empat jam sampai enam jam untu bekerja
3) Tinggal atau tidur bersama orang tua atau wali
4) Masih sekolah
5) Pekerjaan anak adalah menjual koran, majalah, alat tulis, kantong plastik,
menyemir sepatu, mengamen dan lain sebagainya adalah untuk
memenuhi kebutuhan hidup sendiri dan kebutuhan orang tua.57
Adapun cirri-ciri fisik dan psikis anak jalanan pada umumnya yang
mudah dikenali sebagai berikut:
1) Ciri-ciri fisik:
a. Warna kulit kusam
b. Rambut kemerah-merahan
c. Kebanyakan berbadan kurus
d. Pakaian tidak terurus
2) Ciri-ciri Psikis:
a. Mobilitas tinggi
b. Acuh tak acuh
c. Penuh curiga
d. Sangat sensitif
e. Berwatak keras
f. Kreatif
g. Semangat hidup tinggi
h. Berani menanggung resiko
57 Arnetty Utsman, Kebijakan Pemerintah Dalam Penanganan Anak Jalanan, Semi Lokakarya
penanganan anak Jalanan, (Jakarta: 20 April 2000)
i. Mandiri58
3. Faktor atau Sebab-sebab Lahirnya Anak Jalanan
Menurut Alva Handayani, sebab munculnya anak jalanan berkaitan dengan
tiga hal penyebab yaitu:
1) Tingkat Mikro (Immediate Cause) adalah faktor yang berhubungan secara
langsung antara anak dan keluarga. Pada anak jalanan murni (Children of
the Street), faktor ekonomi bukan merupakan hal yang utama. Anak
biasanya sengaja lari dari keluarganya, keinginan berpetualang atau karena
diajak teman. Mereka datang dari keluarga yang memiliki masalah
psikologis seperti tidak diterima keluarga atau orang tua, konflik dan
perpecahan rumah tangga, salah asuh atau kekerasan di keluarga, kesulitan
berhubungan dengan kelurga atau tetangga atau juga terpisah dari orang
tua.
2) Tingkat Meso (underlying Cause) adalah faktor yang ada di masyarakat.
Pada tingkat masyarakat, sebab yang dapat diidentifikasi adalah bahwa
pada masyarkat miskin anak-anak adalah asset untuk meningkatkan
ekonomi kelurga. Oleh karena itu anak-anak diajarkan bekerja dan jika
diperlukan anak terpaksa meninggalkan bangku sekolah.
3) Tingkat Makro (Basic Cause) adalah faktor yang berhubungan dengan
struktur makro. Pada tingkat struktur masyarakat, sebab yang dapat
diidentifikasi secara ekonomi adalah adanya peluang pekerjaan sektor
informal yang tidak terlalu membutuhkan modal dan keahlian yang besar.
58 Depsos RI, Modul Pelatihan Pelatih Pemberdayaan Anak Jalanan Melalui Rumah Singgah,
(Kerjasama Depsos RI dengan YKAI dalam PKS Anak Jalanan, 1999), h. 16
Untuk memperoleh uang yang lebih banyak mereka harus lebih lama
berada di jalanan dan karenanya harus meninggalkan bangku sekolah.59
59 Alva handayani, Melonjak Jumlah Anak Jalanan, (Jakarta: Pikiran Rakyat 10 Januari, 1999), h. 4
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Lokasi Penelitian
Penelitian ini mengambil lokasi di Yayasan Pesantren Islam Boarding
School of Cipete (YPI BSC) Al-futuwwah di kelurahan Cipete Utara, Kecamatan
Kebayoran Baru Jakarta Selatan. YPI BSC AL-Futuwwah adalah salah satu
lembaga yang fokus pada pemberdayaan anak jalanan, adapun alasan pemilihan
lokasi itu didasari oleh pertimbangan sebagai berikut:
1. Lokasi penelitian mudah dijangkau
2. YPI BSC Al-Futuwwah, adalah lembaga independen yang mempunyai
hubungan kerjasama dengan beberapa perusahaan dan instansi. Yayasan ini
dapat dengan mudah penyaluran tenaga kerja untuk anak jalanan yang
dengan sebelumnya diberi pendidikan non formal.
3. Orientasi program menitikberatkan pada pengembangan dan pemberdayaan
potensi anak jalanan yang ada disekitar yayasan.
4. Dalam rangka melaksanakan program, selain melakukan pemberdayaan
anak jalanan dalam bentuk pendidikan non formal, juga fokus dalam
pembinaan keagamaan (dakwah Islam).
B. Model dan Desain Penelitian
Model penelitian ini adalah dengan menggunakan pendekatan kualitatif.
Adapun desain penelitian yang penulis gunakan adalah desain deskriptif analisis.
Pendekatan kualitatif bertujuan untuk menggambarkan secara sistematis mengenai
faktor-faktor yang terkait dalam pelaksanaan program di lapangan dan hubungan
atau keterkaitan antar faktor tersebut. Baik yang mendukung atau menjadi
penghalang terhadap pelaksanaan program.
Dalam studi ini, peneliti berusaha untuk melihat dan menilai bagaimana
tingkat efektifitas atau keberhasilan, bagaimana prosesnya sejak awal pelaksanaan
sampai terlaksananya program. Penelitian ini juga ingin melihat faktor-faktor apa
saja yang mendukung dan menghambat pelaksanaan program serta keterkaitan
faktor-faktor tersebut. Dengan demikian akan terlihat bagaimana sebenarnya
program tersebut dilaksanakan dan bagaimana tanggapan anak jalanan terhadap
program tersebut serta bagaimana tingkat keberhasilan dan kegagalannya.
C. Penetapan Subyek Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah pengurus yayasan yang melaksanakan
program pendidikan non formal. Adapun pengambilan sampel penelitian kualitatif
ini adalah dengan teknik pengambilan sampel teoritis. Maksud sampel teoritis
adalah pengambilan data dikendalikan oleh konsep-konsep (pemahaman teoritis)
yang muncul dan berkembang sejalan dengan pengambilan data itu sendiri.
Penelitian kualitatif cenderung terbuka dalam desain dan metodenya, dalam arti
desain dan metode pengambilan data dapat dirubah dan disesuaikan dengan
konteks dan setting saat penelitian berlangsung.60
D. Teknik Pengambilan Data
60 E. Kristi Poerwandari, Pendekatan Kualitatif Dalam Penelitian Psikologi, (Jakarta: LP3S, UI,
1998), cet ke 1, h. 54
Teknik pengambilan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Wawancara Mendalam (Dept Interview)
Wawancara mendalam adalah suatu proses interaksi dan komunikasi antara
interviewer (pewawancara) dengan responden (orang yang diwawancarai)
dengan cara tanya jawab secara lisan dan bertatap muka langsung untuk
mendapatkan suatu keterangan dan data.61
2. Observasi
Observasi adalah usaha untuk memperoleh dan mengumpulkan data dengan
melakukan pengamatan terhadap suatu kegiatan secara akurat, serta
mencatat fenomena yang muncul dan mempertimbangkan hubungan antar
aspek dalam fenomena tersebut.62 Observasi dilakukan pada setiap kali
peneliti datang ke lokasi, yaitu sebelum dan sesudah wawancara dilakukan.
Peneliti berada di lokasi 2 kali setiap satu minggu, atau sesuai dengan
kesepakatan antara peneliti dengan pengurus yayasan.
3. Dokumentasi
Yaitu semua dokumen yang berhubungan dengan penelitian yang
bersangkutan perlu dicatat sebagai sumber informasi.63
Dalam hal ini
peneliti mengumpulkan, membaca dan mempelajari berbagai macam
bentuk data tertulis, termasuk gambar-gambar tentang pelaksanaan program
yang terdapat disekretariat YPI BSC Al-Futuwwah, serta data-data lain di
perpustakaan atau instansi terkait lainnya yang dapat dijadikan bahan
analisa untuk hasil dalam penelitian.
61 Wandi Bachtiar, Metodologi Penelitian Ilmu Dakwah, (Jakarta: Logos, 1997), h. 72
62 E. Kristi Poerwandari, Op Cit, cet ke 1, h. 62
63 W. Gulo, Metodologi Penelitian, (Jakarta: PT. Grasindo, 2005), Cet ke 4, h. 110
E. Sumber Data
Dalam penelitian ini, yang dijadikan sumber data adalah sebagai berikut:
1. Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari partisipan atau
sasaran penelitian, adalah pelaksana program terdiri dari pengurus yayasan
dan siswa binaan.
2. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari catatan-catatan lapangan
atau dokumen yang berkaitan dengan penelitian dari lembaga yang terkait.
F. Fokus Penelitian
1. Pendidikan Non Formal
a. Pendidikan non formal lebih fleksibel
b. Pendidikan non formal lebih efektif dan lebih efisien untuk bidang-
bidang serta sasaran tertentu.
c. Pendidikan non formal dalam waktu yang singkat dapat digunakan
untuk melatih tenaga kerja yang dibutuhkan.
d. Pendidikan non formal mudah, murah serta dapat menghasilkan yang
relative singkat.
2. Pemberdayaan Anak Jalanan
a. Tumbuhnya kesadaran
b. Kembalinya dalam lingkungan keluarga
1) Sikap dan perilaku anak dalam mengurus kebersihan dirinya sendiri
2) Mengikuti pelatihan secara rutin
3) Mengikuti pelatihan dan keterampilan sampai selesai.
c. Terbukanya peluang berusaha
G. Analisa Data
Berbeda dengan kuantitatif, metode kualitatif secara khusus berorientasi
pada eksplorasi, penemuan dan logika induktif. Dikatakan induktif karena peneliti
tidak memaksa diri untuk hanya membatasi penelitian pada upaya menerima atau
menolak dugaan-dugaannya, melainkan mencoba memahami situasi sesuai dengan
bagaimana situasi tersebut menmpilkan diri. Analisis induktif dimulai dengan
observasi khusus yang akan memunculkan tema-tema, kategori-kategori dan pola
hubungan diantara kategori-kategori tersebut.
Pendekatan induktif dapat melalui metode pengambilan data dengan
wawancara terbuka. Wawancara terbuka memungkinkan munculnya data yang
barangkali tidak dibayangkan sebelumnya, memungkinkan respomden
memberikan jawaban bebas yang bermakna baginya, tanpa harus membuatnya
terperangkap pada pilihan kondisi dan jawaban standar yang mungkin tidak sesuai
dengan konteks kehidupannya.64
BAB IV
TEMUAN LAPANGAN DAN ANALISA DATA
64 Op cit, h. 31
A. Temuan Lapangan / Gambaran Umum YPI BSC Al – Futuwwah
1. Latar Belakang Berdirinya YPI BSC Al-Futuwwah
Yayasan Pesantren Islam Boarding School of Cipete (YPI BSC) Al-
Futuwwah Jakarta Selatan didirikan oleh sekumpulan pemuda yang tergabung
dalam tim sepakbola yang berdomisili di lingkungan sekitar Cipete. Yayasan ini
berdiri pada tanggal 2 Juli 2000 dan bersekretariat di rumah salah satu
pengurusnya.
Awal berdirinya YPI BSC Al-Futuwwah, bermula dari timbulnya
kesadaran dalam diri para pemuda yang saat itu tergabung dalam tim sepakbola
yang mereka beri nama BSC (Batavia Sepakbola Club). Pada saat itu mereka
berpikir, kurang bermakna rasanya hidup mereka jika hanya nongkrong di suatu
tempat sambil merokok dan genjrang-genjreng main gitar, di samping rutinitasnya
bermain sepakbola.65
Kesadaran akan pentingnya memaknai hidup dengan hal-hal yang lebih
baik dan positif, dengan menggali semua potensi yang ada di dalam diri untuk
tujuan meningkatkan kualitas diri sebagai seorang pemuda penerus tongkat estafet
kepemimpinan. Terlebih di dalam Islam, mereka sebagai penerus dakwah
Rasulullah SAW dan sebagai khalifah di muka bumi, tentu harus sudah memiliki
kesiapan untuk ke arah itu dari sejak dini.
Atas dasar pemikiran dan kesadaran itulah, maka mereka mulai berbenah
diri. Pertemuan mereka yang tadinya hanya sekedar nongkrong dan bermain
sepakbola, setiap bulan sekali mereka sisipi dengan kegiatan pengajian dari rumah
ke rumah. Tema yang diangkat dalam pengajian adalah tema yang dekat dengan
65 Wawancara Pribadi dengan M. Sanwani Na’im, (Pimpinan YPI BSC Al-Futuwwah) Cipete,
Jakarta, 20 Mei 2008
kehidupan mereka sebagai pemuda dilihat dari kacamata Islam, tentunya dengan
gaya penyampaian dan pembahasan ala mereka, yaitu diskusi santai, tapi esensinya
tetap ada.
Diluar dugaan, ternyata animo pemuda terhadap kegiatan semacam ini
cukup besar. Jama’ah yang tadinya hanya mereka yang tergabung dalam Batavia
Sepakbola Club saja, mulai bertambah dengan turut bergabungnya pemuda dan
pemudi dari lingkungan sekitar Cipete.
Kegiatan pengajian semacam ini, di lingkungan sekitar tempat tinggal
mereka bisa dibilang masih jarang, bahkan belum ada. Kalaupun ada, pengajian itu
umumnya dihadiri dan diperuntukkan bagi para orang tua atau majlis ta’lim ibu-
ibu. Metode yang digunakan umumnya adalah monolog atau ceramah, di mana
para jama’ah seperti didoktrin dan harus mengiyakan setiap apa yang disampaikan
oleh da’i.
Hal semacam ini tentunya tidak masuk untuk kalangan pemuda. Pikiran
mereka saat itu belum memikirkan masalah surga-neraka. Hanya yang ada di
benak mereka saat itu adalah hura-hura dan hal-hal kesenangan saja, sehingga
mereka beranggapan kalau belum saatnya untuk mereka datang ke acara pengajian-
pengajian semacam itu.
Di YPI BSC Al-Futuwwah, pengajian yang dibentuk memang
diperuntukkan bagi mereka. Ini merupakan sarana bagi mereka untuk
mengekspresikan dan menggali potensi yang ada di dalam diri. Di sini mereka bisa
bebas berbicara dan menyampaikan apa yang ada di pikiran dan hati mereka. Tidak
melulu tentang surga dan neraka, wacana yang bertemakan sosiologi, psikologi,
juga antropologi pun tidak luput dari perhatian mereka, tentunya dengan tetap
memasukkan nilai-nilai keislaman dalam setiap penilaian dan pembahasannya.
Pengajian yang lebih mirip dengan forum diskusi seperti ini, ternyata cukup
diminati oleh para pemuda yang notabene mereka masih berada pada usia remaja.
Dengan mempertimbangkan animo jama’ah yang cukup besar, maka frekuensi
pengajian pun ditambah dari sebulan sekali menjadi dua minggu sekali, bahkan
kini setiap minggu ada kegiatan semacam ini.66
Fakta di lapangan membuktikan bahwa frekuensi pertemuan yang
diperbanyak, ternyata tidak mengurangi jumlah jama’ah yang datang. Paling tidak
setiap pertemuannya ada sekitar 30 - 40 orang jama’ah yang hadir.67
Usaha yang mereka lakukan tidak sia-sia. Pengajian yang diadakan setiap
minggunya ternyata membuahkan hasil. Paling tidak, mulai adanya perubahan ke
arah yang positif yang mereka lakukan setelah sering kali mengikuti kegiatan ini.
Kebiasaan-kebiasaan masa lalu yang kurang dan bahkan tidak bermanfaat mulai
mereka kurangi dan tinggalkan. Bahkan kini, mereka tanpa ragu dan takut lagi
untuk menyampaikan kebenaran dan mengingatkan yang lupa sekalipun kepada
orang yang lebih tua.
Kondisi ini terus berjalan stabil sampai pada terjadinya suatu peristiwa
yang cukup membuat mereka geram dan seperti “kebakaran jenggot”. Adalah
peristiwa kristenisasi massal yang dilakukan oleh para misionaris gereja terhadap
warga sekitar terutama pada anak-anak di bawah umur. Modus para misionaris itu
adalah pemberian sembako dan beasiswa bagi anak-anak usia sekolah yang mau
mengikuti ajaran mereka.68
66 Wawancara Pribadi dengan Fatulloh S.Pd, Sie. Bidang Pendidikan dan Dakwah YPI BSC Al-
Futuwwah, Cipete, Jakarta, 22 Mei 2008.
67
Wawancara Pribadi dengan M. Sanwani Na’im, Pimpinan YPI BSC Al-Futuwwah, Cipete,
Jakarta, 20 Mei 2008 68
Wawancara Pribadi dengan Umar Kamal, Sekretaris YPI BSC Al-Futuwwah, Cipete Jakarta, 18
Mei 2008.
Kondisi masyarakat di sekitar YPI BSC Al-Futuwwah ini adalah mereka
yang termasuk dalam golongan menengah ke bawah. Secara sosial, mereka yang
tinggal di lingkungan sekitar yayasan adalah mereka yang biasa dipandang sebelah
mata oleh orang kebanyakan. Lingkungannya pun bukan lingkungan yang agamis.
Misalnya banyak perjudian, mabuk-mabukkan, tindakan asusila dan perkataan
kotor adalah hal yang biasa setiap hari yang kerap dijumpai bahkan peristiwa
“MBA” (Married By Accident) sudah menjadi hal yang biasa.
Sedangkan dari sisi ekonomi, kehidupan mereka bisa dikatakan sangat jauh
dari pola kehidupan yang layak atau ideal. Tinggal di rumah petakan berukuran 3 x
4 m2 yang berdindingkan bilik dan triplek serta lantai tanpa ubin. Mata pencaharian
mereka umumnya sebagai pemulung, pembantu rumah tangga, supir, buruh dan
bahkan anak mereka sudah diharuskan mencari nafkah dijalanan.
Setidaknya dapat dibayangkan seperti apa kondisinya, sehingga wajar
ketika para misionaris gereja datang dengan membawa sembako dan beasiswa bagi
anak-anak, langsung mereka sambut dengan hangat. Mereka dengan suka rela
menuruti saja apa yang dikatakan oleh para misionaris tersebut, asalkan mereka
mendapatkan imbalan.
Pikiran yang ada di benak mereka pada saat itu adalah bagaimana caranya
mereka bisa mencukupi kebutuhan pokok yang mereka butuhkan setiap harinya.
Maka ketika ada orang yang hendak membagi-bagikan apa yang mereka butuhkan
dengan cuma-cuma, mereka menganggap itu adalah hal yang luar biasa. Padahal
dibalik itu semua, ada misi terselubung yang diemban oleh para misionaris, yaitu
kristenisasi massa. Tapi umumnya mereka tidak memahami maksud dan tujuan itu.
Ini dapat dimaklumi karena kondisi sosial masyarakat pada saat itu, disamping
miskin harta juga miskin ilmu pengetahuan dan wawasan keagamaan.69
Peristiwa kristenisasi ini ternyata mengharuskan para remaja yang saat itu
sudah mulai aktif dengan kegiatan pengajiannya untuk “melek mata”. Mereka
dipaksa untuk menyadari bahwa kristenisasi dengan modus pemberian sembako
dan beasiswa telah hampir membuat adik-adik mereka menggadaikan imannya.
Selain itu, mereka juga harus menyadari bahwa selain mereka, ada adik-adik
mereka yang seharusnya dibina, diarahkan dan ditanamkan nilai-nilai keagamaan
sedini mungkin, sehingga mereka tidak akan goyah bila ada ancaman datang yang
mengusik akidah mereka, kelak di kemudian hari.
Dari sinilah maka para remaja tersebut mulai melirik dunia anak-anak
sebagai lahan dakwah mereka, dengan asumsi bila adik-adik mereka sedari kecil
sudah dibekali dengan pendidikan agama yang memadai dan keterampilan atau
pembekalan hidup, maka di kemudian hari, diharapkan akan tumbuh sebagai
remaja yang berjiwa dan berpola pikir Islami dan dapat hidupmandiri tanpa teru
mengharapkan bantuan dari orang lain.
Adapun langkah konkret yang dilakukan untuk mewujudkan maksud
mereka itu adalah dengan melakukan Pengkaderan Santri Shubuh. Kegiatan
pembinaan bagi adik-adik usia sekolah dasar yang dilakukan setiap hari dari pukul
04.30 WIB – 05.30 WIB ini, awalnya mendapat respon yang bermacam-macam
dari warga sekitar. Bukan hal yang mudah untuk bisa merealisasikan kegiatan ini,
mengingat pada jam-jam tersebut belum banyak anak-anak usia sekolah dasar yang
sudah bangun.
69 , Wawancara Pribadi dengan Fatulloh S.Pd, Sie. Bidang Pendidikan dan Dakwah YPI BSC Al-
Futuwwah, Cipete, Jakarta, 22 Mei 2008
Sekalipun mereka sudah bangun dan mau mengikuti kegiatan tersebut,
adalah menjadi kendala bagi orang tuanya untuk mengantarkan mereka sampai ke
tempat kegiatan, di mana tempat kegiatan tersebut berjarak sekitar 200 m dari
pemukiman penduduk. Untuk bisa sampai ke tempat tersebut, mereka harus
melewati lapangan yang pada jam-jam (waktu) itu masih sangat gelap. Kondisi
seperti ini dapat dijadikan alasan oleh para orang tua untuk melegitimasi
kemalasannya mengantarkan anak-anak mereka. Di samping itu, ini juga menjadi
tantangan bagi para remaja untuk memutar otak, berpikir bagaimana caranya agar
kegiatan ini bisa terlaksana.
Teknik para misionaris untuk mendekati masyarakat dengan memberikan
sembako dan beasiswa, hasilnya bisa dibilang hampir mendekati kata sukses. Maka
tidak ada salahnya bila para remaja menggunakan teknik yang sama untuk
mendekati mereka, yaitu dengan pemberian beasiswa bagi santri yang rajin dan
tanpa absen datang ke kegiatan Pengkaderan Santri Shubuh dalam setiap bulannya.
Hasilnya cukup efektif. Setiap bulannya selalu ada peningkatan. Iming-
iming beasiswa ternyata mampu memotivasi para orang tua untuk mengantarkan
anak-anaknya, walaupun di shubuh hari. Alasan mereka pada saat itu adalah bukan
karena anak mereka butuh akan pengetahuan agama, tetapi karena mereka butuh
beasiswanya.70
Allah lah yang telah menyadarkan manusia semua dari kesalahan berpikir.
Dari yang semula hanya datang untuk mengantarkan anaknya mengaji guna
mendapatkan beasiswa, lambat laun mereka mulai berpikir, kalau ternyata mereka
pun membutuhkan ilmu agama seperti yang dilakukan oleh anak-anak mereka.
70 Wawancara Pribadi dengan M. Sanwani Na’im, Pimpinan YPI BSC Al-Futuwwah Cipete,
Jakarta, 20 Mei 2008
Rutinitas mengantarkan anaknya pada setiap shubuh, menimbulkan
kesadaran dalam diri orang tua. Kesadaran para orang tua tersebut direspon baik
oleh para pengurus YPI BSC Al-Futuwwah. Kini, selain memberikan binaan untuk
anak-anak usia sekolah dasar, mereka pun mempunyai lahan dakwah baru, yaitu
pada segmen orang tua.
Sejak saat itu berarti yayasan telah mampu memasuki berbagai segmen
dakwah dalam kehidupan sehari-hari, mulai dari anak-anak, remaja sampai orang
tua, yang kesemuanya bergerak di bidang pendidikan dan penggalian potensi diri.
Seiring berjalannya waktu dan peningkatan kesadaran pribadi masyarakat
akan pentingnya beribadah, para pengurus yayasan beserta warga sekitar
berinisiatif untuk mendirikan satu tempat ibadah sebagai fasilitas bagi mereka
untuk beribadah fardhu dan mengadakan berbagai kegiatan.
Akhirnya, atas kerja keras dan bantuan dari berbagai pihak serta atas izin
Allah SWT, pada pertengahan tahun 2003 berdirilah sebuah musholla yang sangat
minim luasnya dengan kondisi geografis yang sebenarnya kurang layak untuk
dijadikan sebuah tempat ibadah (karena kondisi awalnya musholla itu adalah
tempat pembuangan sampah warga sekitar yang berada di pinggir kali dan
bersebelahan dengan WC umum). Namun sejak berdirinya musholla, keadaannya
berubah. Sejak saat itu pula lah, sekretariat yayasan yang tadinya ada di rumah
salah satu pengurus, kini berpindah tempat ke musholla.
2. Letak Geografis YPI BSC Al-Futuwwah
Yayasan Pesantren Islam BSC Al-Futuwwah ini berlokasi di daerah
kelurahan Cipete Utara, Kecamatan Kebayoran Baru yang berjarak sekitar 3 - 4 km
dari kantor Walikota Jakarta Selatan. Untuk menuju YPI BSC Al-Futuwwah
tersebut dapat menggunakan kendaraan seperti mobil umum ataupun yang lainnya,
tetapi untuk masuk kelokasi masih harus berjalan kaki sekitar ± 100 meter.
Yayasan Pesantren Islam BSC Al-Futuwwah ini dibangun diatas tanah
wakaf yang berukuran ± 120-150 m3 dan sekarang menampung 125 orang anak
asuh, dan letak yayasan ini berada diantara pemukiman penduduk.
3. Visi, Misi dan Tujuan YPI BSC Al – Futuwwah
Karena yayasan ini memang konsen dalam mengupayakan perbaikan
akhlak dan perilaku kehidupan sehari-hari sebagaimana yang seharusnya menurut
Islam, maka visi, misi dan tujuan yang dibuat dan ditetapkannya pun tidak jauh
dari hal tersebut.
Adapun visi dari YPI BSC Al-Futuwwah adalah :
Membentuk Generasi Ummat Yang Berwawasan dan Berakhlak Islami Sesuai
nilai-nilai Al-Qur`an dan Hadist (QS. 13:11).71
Sedangkan misi dari YPI BSC Al-Futuwwah adalah :
1) Mempersiapkan remaja muslim dalam bingkai pengetahuan, wawasan dan
keterampilan yang kompetitif dalam menyikapi tantangan zaman yang kian
besar.
2) Membekali generasi muda Islam dengan ketangguhan mental dan spiritual.
3) Mengangkat kehidupan sosial-ekonomi masyarakat sekitar yayasan pada
tingkat kemakmuran dan kesejahteraan yang merata.
4) Menanamkan nilai-nilai ukhuwah islamiyah pada konteks yang aplikatif dan
implementatif sesuai al-Qur’an dan Hadits.
71 AD/ART YPI BSC Al-Futuwwah
5) Membiasakan dakwah pada tataran yang sederhana, dapat dilakukan oleh siapa
saja, di mana saja, dan berorientasi pada kebutuhan hakiki.72
Dari visi-misi yang disebutkan di atas, maka dapat dirumuskan bahwasanya
tujuan yang hendak dicapai oleh yayasan ini adalah :
a. Memasyarakatkan persepsi dan amaliah keislaman dalam kehidupan sehari-
hari.
b. Meningkatkan SDM umat Islam dalam segala bidang, sehingga mampu
memberi kontribusi terbaik bagi umat dan bangsa ini.
c. Membangun sistem pendidikan dan pembinaan umat yang relevan dengan
perjuangan Rasulullah SAW.
d. Dapat menjadi sarana atau wadah yang mampu memberi solusi atas segala
persoalan umat, menyejukkan dan memiliki semangat perubahan yang lebih
baik.73
4. Program-program Pendidikan Non Formal
a. Pelatihan Life Skill
Adalah pelatihan untuk ketangkasan, keterampilan dan kecerdasan emosional
menjadi seorang pmimpin agar dikemudian hari para santri yatim-piatu YPI
BSC Al-futuwwah mampu menyikapi dinamika zaman yang sudah nampak
tidak terkontrol akan maraknya krisis moral, akan tetapi pelatihan ini juga
mampu membangun kreativitas santri yang berguna untuk masyarakat sekitar
dengan contoh :Kaligrafi, perbengkelan, komputer dan membuat sandal bakyak
yang terbuat dari kayu dan kulit ban bekas
Adapun Waktu kegiatan ini dilakukan pada :
72 Ibid.,
73 AD/ART YPI BSC Al-Futuwwah
Hari : Setiap hari Rabu dan kamis
Waktu : 13.30 – 17.00 WIB
Sifat : Rutin
Sasaran : anak jalanan usia 15 Tahun keatas
Tutor / Guru : Farbanul Karim, Taufiqurrahman dan Irma
Materi Komputer : - Microsof Office
- Correl Draw
- Photo shop
Materi Perbengkelan : - Service Motor
- Steam Motor
b. Kursus-kursus meliputi kursus bahasa Inggris, bahasa jepang, dan bahasa arab.
Dan juga pelatihan-pelatihan perbengkelan, training cleaning service,
administasi Yang dilaksanakan pada :
Hari : Senin – Sabtu
Waktu : 14.30 WIB – 16.30 WIB
Sifat : Rutin
Sasaran : Anak jalanan usia sekolah dasar
Guru : Wati, Ken Litahayu,Ummy Rifqiyah
c. Taman Pendidikan Al – Qur’an
Adalah kegiatan belajar baca – tulis al Qur’an bagi anak usia SD – SMP. Selain
belajar baca- tulis al-Qur’an, santri juga diberikan materi tambahan tentang
tauhid, aqidah, akhlak dan praktek sholat.
Adapun waktu kegiatan ini dilakukan pada :
Hari : Senin – Jum’at
Waktu : 18.30 WIB - 19.30 WIB
Sifat : Rutin
Sasaran : Anak jalanan usia SD – SMP
Guru :Ust.Fahmi SQ, Iis Istianah S.H.I Fatulloh S.Pd,
d. AMT (Achievement Motivation Training)
Adalah kegiatan pemberian motivasi dan pengembangan diri, khususnya bagi
masyarakat sekitar yayasan yang bertujuan membentuk pribadi-pribadi yang
siap menjadi pemimpin maupun seorang muslim yang berpotensi sesuai
tuntunan al-Qur’an dan Hadits.
Adapun Waktu kegiatan ini dilakukan pada :
Hari : Rabu
Waktu : 20.00 – 22.00 WIB
Sifat : Rutin
Sasaran : Masyarakat umum74
Guru : M.Sanwani Na’im S.Sos
e. Majelis Ta’lim dan Tafsir Remaja
Adalah salah satu bentuk ta’lim bagi para remaja yang pada setiap
pertemuannya selalu mengangkat satu tema yang sedang aktual. Dibahas
dengan menggunakan bahasa sehari-hari, sehingga diharapkan dapat di-
74 Wawancara Pribadi dengan Taufk Rahman, Sei. Bidang Litbang YPI BSC Al-Futuwwah, dengan
Jakarta, 22 Desember 2007
mengerti oleh para jama’ahnya dengan sandaran pengkajian pada ayat-ayat al-
Qur’an.
Adapun Waktu kegiatan ini dilakukan pada :
Hari : Kamis
Waktu : 19.30 WIB – 22.00 WIB
Sifat : Rutin
Sasaran : Remaja dan Orang Tua
Guru : KH. Fatih Naim
f. PKBM (Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat)
Adalah sebuah kegiatan belajar-mengajar seperti yang umum dilakukan di
sekolah. Pelajaran yang diberikanpun sama, seperti ilmu pengetahuan alam,
ilmu pengetahuan sosial, matematika, bahasa Iandonesia, bahasa Inggris,
pendidikan agama dan kewarganegaraan. Bedanya adalah, kalau sekolah
diperuntukkan bagi masyarakat umum usia sekolah yang mampu bersekolah,
PKBM ini di peruntukkan bagi masyarakat umum usia sekolah yang tidak
bersekolah atau putus sekolah.
PKBM adalah semacam kegiatan belajar kejar paket A dan B, yang
pengajarnya adalah para pengurus yayasan. Tujuan dari kegiatan ini adalah
untuk memberantas kebodohan dan keterbelakangan ilmu pengetahuan. 75
Adapun Waktu kegiatan ini dilakukan pada :
Hari : Jum’at dan Minggu
Waktu : 19.00 WIB – 22.00 WIB
Sifat : Rutin
75 Wawancara Pribadi dengan Farhanul Karim, Sie Bid Pengkaderan & Organisasi YPI BSC Al-
Futuwwah, Cipete, Jakarta, 22 Desember 2007
Sasaran : Masyarakat umum usia sekolah yang tidak bersekolah atau
putus sekolah
Guru : M. Sanwani Naim S.Sos dan Umar Kamal
g. Penyaluran kerja bagi santri berprestasi
Dorongan yang kuat dalam beraktifitas rutin memberikan inspirasi mencari
formula dan metode terbaik dalam penerapannya. Sejalan dengan semakin
berkembangnya program ini membuat kreatifitas terbangun memenuhi
tuntutan, pembenahan dan penyempurnaan masih terus dilakukan, pada
gilirannya nanti akan muncul SDM anak jalanan yang kompetitif dan
berkualitas lebih baik untuk berperan membangun bangsa ini. 76
5. Struktur Organisasi YPI BSC Al - Futuwwah
Yayasan Pesantren Islam Boarding School of Cipete Al-Futuwwah dalam
menjalankan roda keorganisasiannya, dapat dilihat dalam struktur organisasi dan
dalam susunan kepengurusan periode tahun 2003-2008 dijabat oleh :
Ketua Umum : Muhammad Sanwani Na’im, S.Sos
Ketua I : Dra. Halimatussa’diyah
Ketua II : Hj. Maryam
Sekretaris : Umar Kamal
Bendahara : Fatmawati Mahfudz
1. Sie. Bidang Pendidikan dan Dakwah
a. Pengajian-pengajian : Fathulloh
b. TPA dan TPQ : Nurlaila
76 Wawancara Pribadi dengan Fatulloh S.P, Sie. Bidang Pendidikan dan Dakwah YPI BSC Al-
Futuwwah, Cipete, Jakarta, 1 Maret 2008
c. Sekolah Kejar Paket : Rizal Pahlevi
d. Pelatihan dan Kursus : Ken Lituhayu
2. Sie. Bidang Pengkaderan dan Organisasi : - Farhanul Karim
- Adi Damin
- Endang Pahlawi
3. Sie. Bidang Litbang
a. Evaluasi dan Penelitian : Taufik Rahman
b. Studi Banding : Sidratul Muntaha
c. Program : Mas’ud
STRUKTUR ORGANISASI YPI BSC AL-FUTUWWAH
CIPETE SELATAN, JAKARTA SELATAN
KETUA I
KETUA UMUM
PENGAWAS
BENDAHARA SEKRETARIS
KETUA II
PEMBINA
B. Analisa Data Lapangan
1. Pelaksanaan Program Pendidikan Non Formal oleh YPI BSC Al –
Futuwwah
Pendidikan non formal yang dilakukan YPI BSC Al-Fituwwah adalah
merupakan satu program yang harus dijalankan mengingat masyarakat yang ada
disekitar yayasan adalah termasuk masyarakat yang tergolong menengah kebawah
terutama dalam hal pendidikan dan ekonomi. Dapat dilihat banyak sekali anak-
anak mereka yang putus sekolah baik ditingkat SD atau SMP sehingga mereka
menjadi anak jalanan yang semata-mata hanya untuk meringankan beban ekonomi
keluarga dan dalam hal ekonomi mata pencaharian masyrakat sekitar yayasan pada
umumnya adalah pembantu rumah tangga, kuli bangunan dan ojek motor.
L I T B A N G
BIDANG - BIDANG
PENGKADERAN
DAN ORGANISASI PENDIDIKAN DAN
DAKWAH
Proses merancang dan menerapkan pendidikan non formal sebagai bentuk
kepedulian YPI BSC Al-Futuwwah dalam upaya meningatkan ekonomi anak
jalanan adalah suatu pilihan yang harus dilakukan, mengingat sebagai lembaga
sosial yang mempunyai tujuan utama adalah pemberdayaan masyarakat baik
pemberdayaan dalam hal ekonomi, sosial, budaya dan agama. Dala hal ini terutama
membuka rumah singgah dan panti asuhan bagi anak jalanan dan yatim-piatu.77
Konsep yang ditawarkan kepada anak-anak jalanan dan masyarakat
disekitar yayasan sebagai berikut:
1) Membuka pengetahuan dan kesadaran akan pentingnya kehadiran seorang
manusia dilahirkan kemuka bumi sebagai khalifah (pemimpin) seperti
dalam firman Allah SWT yang artinya “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman
kepada malaikat ; “Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah
dimuka bumi….”.(Al-Baqarah 2 : 30).78dan tiap-tiap diri dibekali dengan
potensi yang luar biasa untuk mengembangkan pribadi-pribadi yang
berhasil serta sukses.
2) “The Power Of Change” kekuatan suatu perubahan sesuai dengan Al-Qur’an pada surat Ar-Ra’d ayat 11 “Sesungguhnya Allah tidak akan
merubah nasib suatu kaum sebelum mereka yang mengubah keadaan (nasib) mereka sendiri.”79
Dan yang tidak kalah penting adalah Pendekatan hati nurani merupakan
pendekatan yang lebih menarik, tidak melukai perasaan dan mengutamakan sisi
kelebihan positif dan memperkecil ruang kesalahan yang negatif dalam setiap
pribadi anak. Memberikan pemahaman kepada mereka bahwa setiap manusia yang
hidup didunia ini haruslah berusaha, karena hanya dengan usahalah nasib
seseorang akan berubah ke arah yang lebih baik, artinya peningkatan tarap
77 M. Sanwani Na’im, Pimpinan YPI BSC AL-FUTUWWAH, Wawancara Pribadi, Jakarta 6 Maret
2008
78 AlQur’an dan Terjemahannya, (Madinah : Mujamma’khadim Haramain asy Syarifah al Malik
Fadh I. thiba’at al Mush-af asy Syarif, 1411), h. 23
79 Ibid h. 133
ekonomi harus senantiasa dilakukan yang semata-mata untuk memenuhi kebutuhan
hidup.
Adapun bentuk pendidikan non formal yang dilaksanakan oleh YPI BSC AL-
Futuwwah adalah meliputi ;
1) Pemberian beasiswa anak jalanan yang berprestasi, melalui perhatian secara
khusus dengan memperhatikan tingkat prestasi yang dimiliki anak jalanan
membuat mereka lebih merasa berarti dan mempunyai sikap optimis dalam
memandang masa depan mereka yang lebih cemerlang.
2) Menyentuh kecerdasan emosional orang tua dengan memberi perhatian
kepada anak mereka, sehingga memunculkan simpati yang mendalam
terhadap apa yang sedang dilakukan oleh yayasan.
3) Memberikan bekal kepada mereka yang dibentuk dalam program
pendidikan non formal yang dilaksanakan setiap hari. Dari beberarapa
kegiatannya adalah seperti pelatihan komputer, perbengkelan, clearing
service, pendidikan guru TPA/TK. Ini bertujuan agar mereka tidak lagi
mempunyai pemahaman bahwa hanya dengan berada dijalanan mereka
dapat makan, tetapi merubah pandangan mereka agar mereka mau bekerja
ditempat-tempat dan pekerjaan yang lebih layak dan pada akhirnya mereka
dapat hidup mandiri dan memenuhi kebutuhan hidup mereka.
4) Memberikan pelatihan-pelatihan keterampilan, seperti komputer,
perbengkelan, mengajar, pendidikan bahasa Inggris dan Arab. Ini semua
bertujuan agar setelah mereka selesai mengikuti pendidikan non formal
mereka sudah siap untuk bersaing dalam mencari pekerjaan, selain itu
mereka akan medapatkan sertifikat untuk menunjukan legalitas mereka 80
Memberi motivasi tinggi kepada anak jalanan bahwa setiap dari mereka
berhak meraih cita-cita terbaik, mencapai prestasi dan hidup layak Pembekalan
pengetahuan dan ketrampilan sejak usia dini melalui program beasiswa prestasi,
aktivitas dimulai sejak mendirikan sholat subuh dan pembentukan karakter pribadi
anak jalanan yang kreatif dan inovatif adalah wujud kongkret pengembangan
sumber daya mereka. Pembiasaan yang berlangsung secara kontinue setiap hari
hari, minggu, bulan dan tahun demi tahun berhasil mencerahkan pandangan hidup
mereka, sehingga muncul keinginan besar menjadi orang yang dapat hidup
mandiri, memiliki komitmen dan mempunyai obsesi menjadi manusia terbaik
dalam berbagai bidang kehidupan.
Program yang diterapkan dalam upaya peningkatan ekonomi anak jalanan
di YPI BSC AL-FUTUWWAH tidak hanya diperuntukkan untuk anak didik saja
tetapi juga ada pembekalan atau pendidikan untuk para tenaga pengajar yang
nantinya akan menjadi pemandu atau pendamping bagi anak jalanan. Program-
programnya meliputi
1. Pemberdayaan tenaga pengurus dan pengajar menanamkan motivasi dan
kesungguhan dalam memberi kontribusi terbaik kepada anak jalanan, baik
berupa dukungan moril maupun materil secara prinsip ikhlas penuh rasa
ketulusan dan kasih sayang. Disamping itu juga YPI BSC Al-Futuwwah
memberikan beasiswa kepada guru pengajar dan pengurus yayasan ke
80 Wawancara Pribadi dengan M. Sanwani Na’im, Pimpinan YPI BSC AL-FUTUWWAH, Cipete,
Jakarta 6 Mei 2008
beberapa perguruan tinggi dan lembaga pelatihan ketrampilan diantaranya
:
a) Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta
b) Bina sarana informatika (BSI) pondok labu
c) Lembaga dakwah Masjid Agung Al-Azhar
d) Lia, Fatmawati, Jakarta Selatan
e) PGTK At Taqwa, Bangka Jakarta Selatan
f) PGTK Darunnajah, Jakarta Selatan
g) PGTK Al-Hikmah, Jakarta Selatan.
h) Life Skill MHMMD Simpul Madani, ICMI Jakarta
i) ESQ Training, Jakarta
j) Dinamis Training, Jakarta
k) FKMT (forum komunikasi majlis ta’lim) Tingkat Propinsi DKI Jakarta
dan Walikotamadya Jakarta Selatan.
l) Lembaga pengembangan kemahasiswaan (LPK) Al-Azhar, Jakarta
m) Dan beberapa lembaga pendidikan dan pelatihan lainnya.
2. Membiasakan dan membudayakan pola pikir, sikap dan aktualisasi
akhlakul karimah dalam keseharian, menjadikan tauladan yang dapat
dicontoh oleh orang lain disekitar lingkungan yayasan .Budaya dan sikap
masyarakat yang awalnya individualistis, apatis dan liar dengan bebagai
macam kegiatan perjudian, mabuk-mabukan narkoba, sabung ayam, seks
bebas dan moralitas akhlak yang rendah, menjadi ciri khusus dilingkungan
masyarakat sekitar yayasan, jumlah penghuni mencapai ratusan kepala
keluarga dan keterbatasan tempat ibadah, dan sarana dakwah melengkapi
keterpurukan kondisi wilayah sekitar, ditambah lagi komunitas masyarakat
bawah dengan sanitas lingkungan yang buruk seperti tidak tersentuh
peradaban kota modern (Ibukota Jakarta).
Konsep yang pertama kali dimulai yayasan dalam membumikan nilai-nilai
keislaman adalah melalui jalinan pendekatan ukhuwah islamiyah,
menebarkan budaya salam dan saling empati, peduli kepada kepentingan
dan kebutuhan yatim-piatu. Membuka mushollah sederhana untuk
berjamaah serta mensyiarkan dakwah yang terus menerus tanpa kenal lelah
dan bertahan dari segala tantangan dan tekanan dari sebagian kelompok
masyarakat.
3. Menjembatani kepentingan antara anak jalanan yang mempunyai kemauan
belajar tinggi dengan donatur yang hendak beramal sehingga terciptanya
keserasian harapan yang akan diraih dan kenyataan yang diperoleh dalam
bentuk bantuan beasiswa serta perlengkapan belajar lainnya.
Program beasiswa kepada anak jalanan memiliki pengaruh signifikan
dalam mengubah paradigma masyarakat lingkungan sekitar yayasan.
Tingkat kepedulian terhadap potensi SDM generasi muda Islam menerobos
masuk kepada cara pandang positif untuk meraih masa depan yang lebih
baik dan sukses. Anak-anak putus sekolah dan pengangguran menjadi
berkurang, keinginan melanjutkan ke jenjang pendidikan dan keterampilan
tinggi menjadi kebutuhan, serta kebiasaan mengemis dibeberapa tempat
dan prapatan lampu merah dihilangkan secara menyeluru. Maka muncul
kompetisi meraih prestasi yang terbaik disekolah dan dilingkungan sekitar
yayasan.
Motivasi santri memberikan pengaruh dalam melayani donatur untuk
beramal dan berbagi kepada yatim-piatu. Setiap bulan 20 anak
mendapatkan bantuan beasiswa rutin, perlengkapan belajar santri dipenuhi
setiap 6 bulan sekali, termasuk keperluan kursus ketrampilan dan
pengembangan wawasan. Adapun data 20 anak yang mendapatkan
beasiswa sebagaimana terlampir.
4. Membekalan keterampilan dan pengetahuan, termasuk didalamnya
kedisiplinan yang tinggi menjadi target sasaran dalam pencapaian prestasi
santri yatim-piatu, mengingat persiapan regenerasi kepemimpinan kedepan
yang lebih kompetitif, cerdas intelektual, cerdas emosional dan cedas
spiritual.
Proses awal yang dilakukan menemui berbagai kendala, kesungguhan dan
usaha yang terus-menerus menjadi modal utama menerapkan program pembekalan
kepada anak didik, perlahan namun pasti, jumlah jamaah di mulai dari sekitar 17
orang, akhirnya mencapai 80 orang santri dalam shubuh berjamaah setiap hari.
Semangat spritualitas santri yatim-piatu semakin berkembang bersaman dengan
program shubuh berjamaah karena mempengaruhi kalangan orang tua, remaja,
anggota masyarakat dan tokoh masyarakat sekitar yayasan.
Kondisi dan keadaan yang ada pada diri manusia dapat diubah lebih baik
apabila ada kemauan yang besar dari tiap-tiap orang yang menginginkannya.
Begitu pula nasib yang menimpa anak jalanan adalah suatu proses yang
memunculkan makna dan hikmah tersendiri, bahwa kemandirian, kedewasaan serta
kesuksesan mesti diraih melalui kenyataan sebagai anak jalanan, perubahan besar
sudah harus dimulai dengan ikhtiar yang terus menerus, mengingat manusia
diwajibkan untuk berproses dalam usaha dan orientasi hasil mutlak kepunyaan
Allah SWT.
Dari hasil observasi penulis menilai bahwa telah terjadi proses
pemberdayaan di daerah cipete yang dilakukan oleh YPI BSC Al – Futuwwah
Jakarta.
Sesuai dengan toeri yang dikemukakan oleh T. Hani Handoko adalah “Pengembangan” yaitu usaha jangka panjang untuk memperbaiki
pemecahan masalah dan melakukan pembaharuan.81
Dalam pengertian lain, pemberdayaan atau pengembangan atau tepatnya
pengembangan sumber daya manusia adalah upaya horizon pilihan bagi
masyarakat. Ini berarti masyarakat diberdayakan untuk melihat dan memilih
sesuatu yang bermanfa’at bagi dirinya. Dengan memakai logika ini, dapat
dikatakan bahwa masyarkat yang berdaya adalah yang dapat memilih dan
mempunyai kesempatan untuk mengadakan pilihan-pilihan.
Dengan paparan diatas, jelaslah bahwa proses pemberdayaan pada akhirnya
akan menyediakan sebuah ruang kepada masyarakat untuk mengadakan pilihan-
pilihan. Sebab manusia atau masyarakat yang dapat memajukan pilihan-pilihan dan
memilih dengan jelas adalah masyarakat yang mempunyai kualitas.
Penulis menilai pemberdayaan yang dilakukan oleh YPI BSC Al-
Futuwwah dibuktikan dengan timbulnya kesadaran dari para pemuda untuk
memilih serta melakukan kegiatan yang lebih bermanfa’at seperti mengadakan
pengajian dan diskusi dari pada hanya sekedar nongkrong sambil merokok dan
genjrang-genjreng main gitar.
Kegiatan pengajian dan diskusi yang dilakukan oleh YPI BSC Al-
Futuwwah merupakan sistem tindakan nyata yang menawarkan alternatif model
81 T. Hani Handoko, Manajemen, edisi II, (Yogyakarta, 1997), Cet ke XI, h. 337
pemecahan masalah umat atau masyarakat, khususnya dalam bidang sosial dan
ekonomi
Kondisi masyarakat disekitar YPI BSC Al-Futuwwah yang kurang mampu
memang rawan terhadap kristenisasi. Hal ini merupakan tantangan bagi para
pemuda YPI BSC Al-Futuwwah untuk memberdayakan masyarakat kurang
mampu khususnya dibidang ekonomi.
Elliot mengemukakan bahwa 3 strategi pendekatan yang dipakai dalam proses pemberdayaan masyarakat.
1) The Walfare Approach, yaitu membentu memberikan bantuan kepada
kelompok-kelompok tertentu, misalnya mereka yang terkena musibah
bencana alam dan pendekatan ini tidak dimaksudkan untuk memberdayakan rakyat dalam menghadapi proses politik dan kemiskinan
rakyat. 2) The Development Approach, terutama memusatkan pada pembangunan
peningkatan kemandirian, kemampuan dan keswadayaan masyarakat. 3) The Empowerment Approach, yan melihat kemiskinan sebagai akibat
proses politik dan berusha memberdayakan atau melatih rakyat mengatasi ketidakberdayaannya.82
Penulis menilai dalam mengatasi kristenisasi yang terjadi di daerah cipete.
YPI BSC Al – Futuwwah telah melakukan salah satu dari tiga strategi pendekatan
pemberdayaan masyarakat yang dikemukakan oleh Elliot. Dalam hal ini YPI BSC
Al – Futuwwah memakai strategi The Walfare Approach yaitu dengan cara
pemberian beasiswa bagi santri yang rajin dan tanpa absen datang mangikuti
kegiatan yang dilakukan setiap hari oleh yayasan.
Beberapa hal yang menjadi landasan dalam pelaksanaan pemberdayaan
anak jalanan yang dikemas dalam pendidikan non formal yang dilakukan oleh YPI
BSC Al – Futuwwah yaitu:
1) Tujuan – tujuan Pemberdayaan
82 Ken Blanchad, Pemberdayaan: Bukan Perubahan Sekejap, Edisi II, (Yogyakarta: Amara Book’s,
2002), Cet ke 1, h. 150
Pemberdayaan merupakan upaya meningkatkan harkat lapisan
masyarakat dan pribadi manusia, ini berarti masyarakat diberdayakan untuk
melihat dan memilih sesuatu yang bermanfa’at bagi dirinya dan pada akhirnya
proses pemberdayaan akan menyediakan sebuah ruang kepada masyarakat
untuk mengadakan pilihan-pilihan. Upaya ini meliputi:
Pertama, mendorong, memotivasi, meningkatkan kesadaran akan
potensinya dan menciptakan iklim atau suasana untuk berkembang.
Kedua, memperkuat daya, potensi yang dimiliki dengan langkah-langkah
positif memperkembangkannya.
Ketiga, penyediaan berbagai masukan dan pembukaan akses peluang-
peluang. Upaya yang dilakukan adalah peningkatan taraf pendidikan,
derajat kesehatan, akses kepada modal, teknologi tetap guna, informasi lapangan kerja dan pasar dengan fasilitas-fasilitasnya.83
Proses awal dalam rangka melaksankan kegiatan pendidikan non formal
yang sudah dilakukan YPI BSC Al -Futuwwah pada awalnya mereka yang
tadinya suka mengamen dan mengemis dijalan kita ajak ke yayasan lalu
diberikan pengarahan-pengarahan, dan kita berikan motivasi-motivasi hidup
yang pada akhirnya mereka merasa nyaman berada di yayasan dalam kegiatan
kehidupan sehari-hari lalu. Setelah itu mereka baru memahami akan
pentingnya masa depan yang lebih baik dibandingkan hidup dijalanan yang liar
yang pada akhirnya timbul kesadaran pada diri mereka dan merasa kehidupan
mereka harus ditata lebih baik lagi, akhirnya mereka punya suatu konsep
bahwa hidup ini harus produktif, harus kreatif dan mereka mulai berbenah diri
dengan meningkatkan kemampuan-kemampuan keterampilan dan pendidikan
yang untuk menunjang masa depan mereka.
83 I. Nyoman Sumaryadi, Perencanaan Pembangunan Daerah Otonom dan Pemberdayaan
masyarakat, (Jakarta: Citra Utama, 2005), h. 114
Dalam pelaksanaan pendidikan non formal kita memberikan pelatihan-
pelatihan keterampilan dan kursus-kursus, seperti kursus komputer,
perbengkelan juga elektronik dan bagi anak jalanan yang masih usia sekolah
kita berikan bea siswa supaya mereka juga dapat mengikuti pendidikan yang
lebih baik dan meninggalkan kebiasaan mereka menjadi anak jalanan, yang
pada akhirnya lambat laun mereka mengikuti program pendidikan wajib belajar
baik yang diadakan disekolah-sekolah formal maupun program kejar paket
yang kita laksanakan diyayasan.
2) Bekerja Sama Dengan Pihak Luar
Dalam upaya pemberian pendidikan yang maksimal untuk anak jalanan,
maka setiap lembaga harus mejalin kerjasama dengan lemaga atau instansi lain.
Ini dimaksudkan apabila dalam pelaksanaan program menemui hambatan-
hambatan atau kendala, maka dapat terselesaikan karena mendapat bantuan
dari pihak pihak lain. Seperti halnya masalah pendanaan yang merupakan
persyaratan mutlak yang harus ada, karena tanpa dana semua yang sudah
direncanakan akan sulit untuk direalisasikannya
Pendidikan non formal bersifat quick yielding artinya dalam waktu yang
singkat dapat digunakan untuk melatih tenaga kerja yang dibutuhkan, terutama
untuk memperoleh tenaga yang memiliki kecakapan.84
Dalam upaya penyaluran kerja bagi anak jalanan yang sudah mengikuti
program yang dilakukan yayasan, maka YPI BSC Al-Futuwwah bekerja sama
dengan beberapa perusahaan, instansi dan juga perumahan-perumahan, dimana
merupakan tempat penyaluran verja bagi anak didik. Diantaranya adalah RS.
84. Soelaiman Yoesoef, Konsep Dasar Pendidikan Luar Sekolah, (Jakarta: Bumi Aksara 1992), cet
ke 1, h. 85
Brawijaya (Women & Children Hospital) di daerah Cipete Utara, perusahaan di
daerah Mampang Prapatan, apartemen-apartemen dan sekolah-sekolah yang
membutuhkan tenaga kerja dari YPI BSC Al-Futuwwah, mulai dari Celeaning
Service, Office Boy, Perawat sampai tenaga administrasi dan bahkan ada yang
menjadi sekretaris diinstansi atau perusahaan swasta. Selain itu dalam hal
pendidikan, YPI BSC Al-Futuwwah kerjasama dengan suku dinas pendidikan
nasional.terutama dalam pengadaan buku kurikulum dalam kelompok belajar
kejar paket.
3) Masa Pendidikan Non Formal
Dalam pelaksanaanya masa pendidikan non formal yang dilakukan YPI
BSC AL-Futuwwah maksimal selama 3 tahun, terutama untuk anak jalanan
yang sudah nenasuki usia diatas 15 tahun, ini dimaksudkan agar setelah selesai
mengikuti program pendidikan non formal mereka diharapkan bisa langsung
mencari bekerja dalam usia yang relatif muda
Pendidikan non formal sangat instrumental artinya pendidikan yang
bersangkutan bersifat luwes, mudah dan murah serta dapat menghasilkan
dalam waktu yang relatif singkat.85
Dalam mengikuti pendidikan non formal yang dilaksanakan oleh YPI
BSC Al – Futuwwah ada batas waktu tertentu maksimal 3 tahun. Dan bagi
mereka yang sekolah formal seperti SMP setelah lulus kita sekolahkan sampai
SMA dan bagi yang telah lulus SMA langsung kita salurkan kerja ke tempat-
tempat tertentu yang memang kita sudah mengadakan kerja sama dan sesuai
dengan kemampuan anak jalanan dan itu sudah sebanyak 12 anak. Dan bagi
85 Ibid, 85
mereka yang putus sekolah kita haruskan masuk program wajib belajar kejar
paket A dan B.
4) Dana Operasional
Untuk dana operasional tidak diambil dari kas karena dana kas yang
ada kecil tapi yayasan ambil dari subsidi silang atau dari beberapa donator
yang masuk, lalu semua dana itu kita salurkan yang memang diperuntukkan
untuk memperkaya dan meningkatkan keterampilan anak jalanan yang
mengikuti program yayasan, selain itu juga pendanaan didapat dari Diknas
khususnya untuk kegiatan belajar kejar paket A dan B dan juga termasuk untuk
honor guru dan mereka semua (anak jalanan) digratiskan termauk buku-buku
dan subsidi yang semua itu untuk membantu kelancaran proses pendidikan
mereka.
Adapun anggaran yang dikeluarkan tiap bulan untuk pelaksanaan
program pendidikan non formal adalah 5 juta, digunakan untuk honor
volunteer/guru, konsumsi (makan), dsamping itu juga ada beberapa program
bea siswa dan pemberian perlengapan sekolah.
5) Hasil Dari Program Pendidikan Non Formal
Bagi mereka yang mengikuti program kejar paket A dan B akan
mendapat ijazah kesetaraan dan bagi mereka yang ikut program pembinaan
disini mereka mendapat sertifikat dan garansi dari kita untuk melamar
pekerjaan diperusahaan, bahwa anak didik ini adalah hasil binaan dari YPI
BSC AL-Futuwwah, dengan jaminan mereka mempunyai semangat, skill dan
etos kerja tinggi, jujur dan dan dapat menjaga nama baik yayasan dan
perusahaan dan mereka dapat diterima dibeberapa tempat yang memang sudah
bekerja sama dengan yayasan.
Pada akhirnya anak jalanan yang dibina di YPI BSC AL-Futuwwah,
mereka dapat perkejaan yang lebih baik dibanding sebelum mengikuti program
pendidikan non formal mereka hanya mengamen, ojek payung dan mengemis
tetapi setelah mengikuti pendidikan non formal mereka disalurkan ketempat-
tempat kerja yang memang sesuai dengan keahlian atau skill mereka,
diantaranya ada yang menjadi celeaning service, office boy dan perawat di RS.
Brawijaya dan ada juga sebagai pelayan dibeberapa rumah makan dan
beberapa dari mereka ada yang menjadi guru TK/TPA.
Hasil atau out yang bagi yayasan adalah sebenarnya YPI BSC AL-
Futuwwah adalah bengkel atau dapur untuk pemberdayaan umat, jadi yayasan
tidak mengambil untung secara materi atau selisih dari penghasilan mereka,
tidak satu sen pun diambil. Yang yayasan lakukan adalah pembinaan secara
terus menerus dan lillahi ta’ala tanpa mengambil keuntungan tertentu tapi
pahala-pahala itulah yang diharapkan, dengan menolong mereka Insya Allh
Allah akan membalasnya dengan cara yang lain dan kenyataannya yayasan ini
diperluas arealnya, mudah untuk dikembangkan dan masyarakat juga lebih
percaya kepada kita, secara moril masyarakat melihat yayasan lebih konkrit
karena mereka melihat ada hasilnya, Alhamdulillah masyarakat sekitar juga
tidak segan untuk membantu kita di yayasan dan setiap waktu mereka siap kita
hubungi untuk dapat diminta bantuannya.
Secara mentalitas atau budaya mereka dapat menghasilkan uang dengan
mudah maka habisnya pun akan cepat setiap hari. Dan setelah mereka ikut
program yayasan, tahu bagaimana sulitnya mencari uang dengan cara yang
benar dan mereka harus punya aktivitas dan harus membantu orang lain,
akhirnyamereka sudah mulai bisa kreatif, bisa meberikan pelayanan-pelayanan
kepada masyarakat yang nantinya mereka mendapat upah, ternyata dari cara itu
mereka lebih dapat memaknai bahwa bekerja itu lebih mengasyikan dan juga
ibadah. Dan merubah paradigma mereka yang tadinya hanya memikirkan
bagaimana dengan instan mendapatkan uang akhirnya mereka dapat berpikir
bagaimana caranya menata hidup yang lebih baik dengan cara bekerja yang
yang lebih layak dibanding harus mengamen atau mengemis dipinggir jalan.
2. Faktor-faktor Pendukung dan Penghambat Pendidikan Non Formal YPI
BSC Al-Futuwwah
a. Faktor Pendukung
ada beberapa hal yang menjadi faktor pedukung dan penghambat
selama pelaksanaan program pendidikan non formal dalam rangka upaya
peningkatan ekonomi anak jalanan yang dilakukan oleh YPI BSC Al-
Futuwwah yaitu:
Implementasi yang diterapkan dalam upaya peningkatan ekonomi anak jalanan
di YPI BSC AL-FUTUWWAH meliputi;
1) Pemberdayaan tenaga pengurus dan pengajar menanamkan motivasi
dan kesungguhan dalam memberi kontribusi terbaik kepada santri
yatim-piatu, baik berupa dukungan moril maupun materil secara prinsip
ikhlas penuh rasa ketulusan dan kasih sayang. Disamping itu juga YPI
BSC Al-Futuwwah memberikan beasiswa kepada guru pengajar dan
pengurus yayasan ke beberapa perguruan tinggi dan lembaga pelatihan
ketrampilan diantaranya :
a. Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta
b. Bina sarana informatika (BSI) pondok labu
c. Lembaga dakwah Masjid Agung Al-Azhar
d. Lia, Fatmawati, Jakarta Selatan
e. PGTK At Taqwa, Bangka Jakarta Selatan
f. PGTK Darunnajah, Jakarta Selatan
g. PGTK Al-Hikmah, Jakarta Selatan.
h. Life Skill MHMMD Simpul Madani, ICMI Jakarta
i. ESQ Training, Jakarta
j. Dinamis Training, Jakarta
k. FKMT (forum komunikasi majlis ta’lim) Tingkat Propinsi DKI
Jakarta dan Walikotamadya Jakarta Selatan.
l. Lembaga pengembangan kemahasiswaan (LPK) Al-Azhar, Jakarta
2) Secara umum respon masyarakat disekitar yayasan menerima baik
adanya program ini, hanya segelintir orang saja yang kurang
mendukung mungkin ini dikarenakan faktor kecemburuan sosial atau iri
hati, tapi hal tersebut dapat diatasi oleh YPI BSC dan mereka
menyadari bahwa disetiap perjuangan itu pasti kita menemukan dampak
dari orang yang tidak suka dan juga ada sebagian orang merasa tidak
siap menerima perubahan-perubahan itu diantaranya bagi anak yang
biasanya gampang diatur atau dilecehkan oleh mereka dan setelah kita
bina dengan baik akhirnya anak jalanan itu susah lagi diajak untuk
berbuat salah seperti judi, mabuk, ini dikarenakan anak jalanan tersebut
kami arahkan untuk berbuat sesuatu yang lebih baik. Secara garis besar
atau secara umum program-program ini diterima oleh masyarakat
sekitar yayasan.
3) Selain itu faktor pendukung lainnya adalah YPI BSC Al-Futuwwah
bekerja sama dengan Dik-Nas khususnya untuk pemberian bantuan
dalam bentuk buku-buku kurikulum untuk pelaksanaan program kejar
paket A dan B dan ada juga materi-meteri yang dibuat sendiri oleh
yayasan untuk memberikan pembekelan atau konsep diri, ini
dikarenakan mereka yang sebelumnya merupakan anak-anak tertinggal
maka kita memberikan motivasi-motivasi hidup, pelatihan-pelatihan,
life skill agar mereka siap menghadapi kahidupan dimasa mendatang.
4) Ada juga faktor pendukung berupa Fasilitas-fasilitas yang sudah ada di
yayasan yaitu: 5 unit komputer, peralatan kebersihan (Cleaning
service), out bond, alat-alat peraga untuk mengajar, dan juga bengkel
yang sudah kita sediakan untuk mereka praktik otomotif.
b. Faktor Penghambat
1) Kalau rintangan itu datangnya dari orang tua atau saudara dari anjal itu
sendiri yang merasa sudah nyaman berada dilingkungan yang gampang
mencari uang dijalanan, karena penghasilan mereka lumayan besar,
dengan cara mengemis, mengamen atau meminta-minta mereka bias
mendapatkan 30.000/hari. Masalah inilah yang menjadi rintangan
terberat, tetapi kita trus mencoba menjadikan hidup mereka lebih tertata
dan pada akhirnya menimbulkan perasaan yang menyenangkan dari
pihak orang tua dan keluarganya karena sebelumnya belum terbuka
bagaimana pentingnya seorang anak harus sekolah, produtif. Dan juga
pada awalnya rintangannya adalah harus membuka wawasan orang tua
mereka juga karena kita harus bersabar memberikan pemahaman
kepada orang tuanya bagaimana pentingnya belajar dan pentingnya
anak-anak mereka diberikan keterampilan-keterampilan dan lambat
laun kendala atau rintangan itu akhirnya bisa kita lewati dan anak
mereka pun kita berikan pelajaran-pelajaran akhlaq yang menunjukan
bahwa kita tidak hanya merubah mereka dalam hal mencari kerja
(ekonomi) tapi juga mengenai akhlaq dan ilmu pengetahuan agama
terus kita tanamkan dalam diri mereka.
2) Selain itu adalah masalah budaya karena mentalitas budaya mereka
yang sudah terbiasa menganggur atau berada dijalanan, sehingga
mereka memang harus kita berikan pencerahan terlebih dahulu, itu yang
menjadi salah satu kendala atau penghambat dalam pelaksanaan
program. Dibutuhkan waktu beberapa bulan untuk mengembalikan
kepercayaan diri mereka, dan memberikan motivasi kepada mereka
untuk relajar hidup yang lebih baik ini dikarenakan mereka terbiasa
hidup liar, hidup dijalanan dan ketika mereka kita ajarkan untuk hidup
teratut maka membutuhkan waktu yang cukup lama.
3) Selain itu juga yang menjadi penghambat pelaksanaan program hádala
masalah dana, tetapi selama mereka mempunyai kemauan dan
keseriusan maka yayasan akan mempresentasikan ke donator-donatur
untuk membantu program pendidikan non formal ini bahwa kita punya
anak didik yang mempunyai semangat untuk mengikuti program dan
ada keinginan dari mereka untuk hidup yang lebih.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses pelaksanaan dan menganalisa
tingkat kerberhasilan dan kegagalan pendidikan non formal yang telah dilakukan oleh
Yayasan pesantren BSC Al-Futuwah dalam upaya meningktkan ekonomi anak jalanan
di daerah Cipete Utara.
Sementara untuk mengetahui tingkat keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan
program tersebut dapat dilihat dari beberapa hal sebagai berikut:
1. Yayasan BSC Al-Futuwwah sudah menerapkan sistem pendidikan non formal
yang cukup profesional, sebab YPI BSC Al-Futuwwah menggunakan prinsip-
prinsip pengorganisasian, melaksanakan fungsi-fungsi manajemen dalam
merencanakan dan menjalankan strategi yang ditetapkan serta berusaha
meningkatkan sumber daya anak jalanan melalui berbagai pelatihan, pendidikan,
pembinaan dan pengembangan anak didik, dengan berbagai macam program
seperti :
a. Pelatihan Life Skill
b. Kursus bahasa dan komputer
c. Kajian intensif rutin mingguan dan bulanan
d. Penyaluran kerja bagi anak yang sudah lulus atau selesai mengikuti pendidikan
non formal.
Pelaksanaan program penddikan non formal yang dilakukan YPI BSC Al-
Futuwwah pada kehidupan sehari-hari anak jalanan, akhirnya memberikan dampak
yang cukup besar, yaitu Pertama mereka dapat meninggalkan kebiasaan mereka
yang sebelumnya selalu berada dijalanan untuk mencari uang yang pada akhirnya
hanya digunakan untuk hal-hal yang tidak berguna bagi mereka, seperti berjudi,
mabuk dan lain-lain. Kedua setelah mereka mengikuti pendidikan non formal,
mereka dapat meningkatkan kemampuan mereka baik dalam keilmuwan dan
beribadah.
2. Keberhasilan yang lain adalah dapat dilihat bagaimana proses yang dilakukan oleh
BSC Al-Futuwwah dalam menjalin kerjasama dengan berbagai pihak, baik untuk
mendukung pelaksanaan pendidikan ataupun dalam hal penyaluran kerja bagi anak
didik yang telah lulus. Ada beberapa perusahaan atau lembaga yang siap
menampung bagi anak jalanan yang telah mengikuti pendidikan non formal BSC
Al-futuwwah, diantaranya Hospital Women and Children (RS. Brawijaya),
Restoran di daerah Kemang dan TPQ/TK An-Nur Cipete Utara.
Disisi lain ada beberapa hal yang menjadi faktor kegagalan dari pelaksanaan
pendidikan non formal yaitu antara lain:
1. Kurangnya jumlah fasilitas untuk mendukung kegiatan pendampingan bagi anak
jalanan.
2. Kurangnya dana operasional yang mengakibatkan memperlambat pelaksanaan
pendidikan non formal, dalam hal ini masih sedikit donatur yang memberikan
bantuan dana operasional lembaga.
B. Saran-Saran
Untuk lebih meningkatkan efektifitas program pendidikan non formal di Yayasan
Pesatren Islam BSC Al-Futuwwah, Cipete Utara, peneliti mempunyai beberapa saran
sebagai berikut:
1. Lembaga
a. Perlu ditingkatkannya program yang suda hada sepeti Training of Trainer
(TOT) bagi para tutor atau guru. Hal ini dilakukan untuk mempersiapkan
tenaga pengajar yang lebih kompeten dibidangnya masing-masing dan
digarapkan nantinya melahirkan lulusan dari dari pendidikan non formal yang
diadakan oleh BSC al-Futuwwah dapat bersaing di dunia luar dalam hal ini
dalam mencari pekerjaan.
b. Fasilitas yang ada perlu ditambah jumlahnya mengingat semakin lama siswa
binaan yang mengikuti program pendidikan non formal semakin bertambah.
c. Kegiatan ini harus lebih disosialisasikan bahwa progran pendidikan non
formal ini tidak hanya diperubtukkan untuk anak jalanan di sekitar yayasan
saja tetapi juga untuk masyarakat umum yang kurang mampu (dhuafa) yang
berada diluar yayasan.
2. Perguruan Tinggi/Fakultas/Jurusan
Memperbanyak literatur serta buku referensi tentang ke PMI-an khususnya
tentang pemberdayaan anak jalanan dan pendidikan non formal. Selama ini buku
referensi masih sangat terbatas, akhirnya mahasiswa sulit untuk memperoleh
informasi.
Mengadakan praktikum jurusan / pemberdayaan masyarakat yang dilaksanakan
setiap semester yang ditujukan untuk mahasiswa PMI. Sebagai contoh menjalin
kerjasama dengan LSM yang fokus pada hal pada hal pemberdayaan masyarakat
pemulung, anak jalanan, pengusaha kecil dan lain-lain. Hal ini bertujuan agar
mahasiswa langsung dapar mempraktikan teori yang mereka dapat dibangku
perkuliahan.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah Syarwani, LSM, Partisipasi Rakyat dan Usaha Menumbuhkan Keswadayaan,
(Jakarta: LP3S, 1992), Cet ke I.
Al – Qur’an dan Terjemah (Ayat pojok bergaris), Departemen Agama RI).
Amrullah Ahmad, Strategi Dakwah di Tengah Era Reformai Menuju Idonesia Baru
Dalam Memasuki Abad 21, (Bandung, 1999).
Arnetty Utsman, Kebijakan Pemerintah Dalam Penanganan Anak Jalanan, Semi
Lokakarya Penanganan Anak Jalanan, (Jakarta: 20 April 2000).
David Korten, Menuju Abad 21, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2001), Cet ke I.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai
Pustaka, 1997), Cet ke I.
Departemen Sosial RI, Modul Pelatih Pemberdayaan Anak Jalanan Melalui Rumah
Singgah, (Kerjasama dengan YKAI dalam PKS Anak Jalanan, 1999).
Didik J. Rachbini, Pengembangan Ekonomi dan Sumber Daya Manusia, (Jakarta: PT.
Grafindo, 2001), Cet ke I.
Dirjen Bina Sosial, Diskusi Badan Koordinasi Kesejahteraan Sosial, (Jakarta: Dep – Sos, 1989).
Kristi Poerwandari, Pendekatan Kualitatif Dalam Penelitian Psikologi, (Jakarta: LP3S,
UI, 1998), Cet ke 1.
Glen William, Community Participation and the Roe of Voluntary Agencies In Indonesia, (Jakarta: LP3S Prisma No. 4, 1998).
Gunawan Sumadiningrat, Pengembangan Daerah dan Pemberdayaan Masyarakat,
(Jakarta, Bina Rena Pariwara, 1997), Cet ke 1.
Hamid Abidin, Kritik dan Otokritik LSM (Membongkar Kejujuran dan Keterbukaan LSM
Indonesia, (Jakarta: Piramedia, 2004), Cet ke I.
Hasil Penelitian Departemen Sosial dan UND, (Jakarta: YKAI, 1996).
Nyoman Sumaryadi, Perecanaan Pembangunan Daerah Otonom dan Pemberdayaan
Masyarakat, (Jakarta: Citra Utama, 2005).
Info Bisnis, Bisnis Milliaran LSM, Edisi 96, September 2001.
Intruksi Mentri Dalam Negeri No. 8, Tentang Pembinaan Lembaga Swadaya Masyarakat, 1990.
Isbandi Rukminto Adi, Pemberdayaan Pengembangan Masyarakat dan Intervensi
Komunitas (Jakarta, Fakultas UI, 2000), Cet ke I.
J. Soetomo, Petunjuk Teknis: (Pemantauan, Evaluasi dan Pelaporan untuk Pembinaan
Kesejahteraan Anak Jalanandi 12 Provinsi, (Jakarta: Dep Sos RI, 1999).
Jhon Clark, NGO dan Pengembangan Masyarakat, (Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya,
1995), Cet ke I.
Ken Blanchad, Pemberdayaan: Bukan Perubahan Sekejap, edisi II, (Yogyakarta: Amara Book’s, 2002), Cet ke I.
Makmur Sanusi, Anak Jalanan, Permasalahan dan Rencana Penanganannya, Dalam
Majalah Penyuluhan Sosial, (Jakarta: Edisi Khusus Hari Anak Jalanan, 23 Juli
1997).
Mansour Fakih, Masyarakat Sipil Untuk Transformasi Sosial (Pergolakan Ideologi LSM
Indonesia), (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), Cet ke III.
Nanih Machendrawaty dan Agus Ahmad Syafe’i, Pengembangan Masyarakat Islam Dari
Ideologi Strategi Sampai Tradisi, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2001).
Prijono Onny S dan Pranaka A. M. W, Pemberdayaan: Konsep, Kebijakan dan
Implemetasi, CSIS, (Jakarta: 1996).
Sadono Soekirno, Pengantar Teori Mikro Ekonomi, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001), Cet ke XVI.
Soedijar Z. A., Profil Anak Jalanan di DKI, (Jakarta: Media Informatika, 1989).
Soejipto Wirosarjono, Apa Yang Dapat Dilakukan LSM Dibidang Kependudukan,
(Jakarta: LP3S, 1990), Cet ke I.
Soekidjo Noto Atmojo, Pengembangan Sumber Daya Manusia, (Jakarta: Rineka Cipta,
1998), Cet ke II.
Soelaiman Joesoef, Konsep Dasar Pendidikan Luar Sekolah, (Jakarta: Bumi Aksara,
1992), Cet ke I.
T. Hani Handoko, Manajemen, edisi II (Yogyakarta, 1997), Cet ke XI.
Tadjuddin Noer Effendi, Sumber Daya Manusia, Peluang Kerja dan Kemiskinan
(Yogyakarta: PT. Tiara Wacana Yogya, 1995).
Tata Sudrajat, Hasil Lokakarya Nasional Anak Jalanan, (Jakarta: YKAI, 1995).
Wandi Bachtiar, Metodologi Penelitian Ilmu Dakwah, (Jakarta: Logos, 1997).
Zaim Saidi, Secangkir Kopi Max Havelar, LSM dan Kebangkitan Masyarakat, (Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama, 1995), Cet ke I.
Zamroni, Pendidikan Untuk Demokrasi Masyarakat, (Yogyakarta, Tiara Wacana Yogya,
1995), Cet ke I.
Lampiran
Hasil Wawancara Berkenaan Proses Prekrutan Anak Jalan untuk Mengikuti Program
Pedidikan Non Formal
Nama : M. Sanwani Na’im. S. Sos.
Jabatan : Pimpinan Yayasan
Tempat / Waktu : Yayasan Pesantren Islam BSC Al-Futuwwah / 05 July 2008
1. Bagaimana tahapan-tahapan pelaksanaan Pendidikan Non Formal yang
dilakukan oleh YPI BSC Al-Futuwwah khususnya dalam rangka peningkatan
ekonomi anak jalanan?
Kegiatan-kegiatan untuk non formal yang sudah dilakukan YPI BSC Al-Futuwwah
diantaranya mereka kita tarik yang tadinya suka mengamen dijalan, suka
mengemis dijalan kita tarik kedalam lalu kita adakan pengarahan-pengarahan,
ngobrol-ngobrol terus kita berikan suatu motivasi-motivasi yang pada akhirnya
mereka merasa nyaman berada dalam kegiatan kehidupan sehari-hari lalu setelah
itu mereka baru memahami akan pentingnya masa depan mereka yang lebih baik
dibandingkan mereka hidup dijalanan yang liar seperti itu. Akhirnya dengan cara
seperti itu mereka merasa kehidupan mereka harus ditata dan dengan cara ditata,
akhirnya mereka punya suatu konsep bahwa hidup ini harus produktif, harus
kreatif dan mereka merasa mulai berbenah diri dengan meningkatkan kemampuan-
kemampuan yang untuk menunjang masa depan mereka.
Lalu Diantara pelaksanaanya kita memberikan pelatihan-pelatihan, les-les dan
kursus-kursus, bagi mereka yang putus sekolah kita sarankan untuk diberikan
kursus-kursus keterampilan seperti komputer, perbengkelan juga elektronik dan
bagi yang masih usia sekolah tetapi menganggur menjadi anak jalanan kita support
pemberian bea siswa supaya mereka juga melakukan pendidikan yang lebih baik
dan pada akhirnya mereka menyadari dan langsung mau mendaftar sekolah dan
meninggalkan kebiasaan mereka menjadi anak jalanan pada akhirnya lambat laun
mengikuti program pendidikan wajib belajar baik yang diadakan di sekolah-
sekolah formal maupun program kejar paket yang kita laksanakan disini.
2. Dalam pelaksanaan pendidikan non formal di Yayasan Pesantren Islam BSC
Al-Futuwwah adakah pengklasifikasian terhadap anak jalanan? Jika ada
berdasarkan apa?
Yang kita klasifikasikan adalah jenjang pendidikan mereka yang terakhir, bagi
mereka yang jenjang pendidikannya lulus SD maka kita kelompokkan dengan
lulusan SD untuk ikut program kejar paket, begitupun dengan yang akhir
pendidikannya sampai jenjang SMP dan seterusnya. Dan bagi mereka yang putus
sekolah karena tidak punya biaya kita berikan beasiswa tapi mereka direkrut untuk
rajin dalam kegiatan-kegiatan kita, mereka boleh menerima beasiswa tetapi mereka
juga konsekuensinya harus benar-benar ikut program secara kesinambungan bukan
hanya sekolahnya saja tapi juga aktivitas sehari-hari, pembinaan sehari-hari bahkan
ibadah sehari-hari diawasi dan diarahkan semaksimal mungkin.
3. Berapa lama masa pendidikan non formal yang dilakukan oleh yayasan
pesantren BSC Al-Futuwwah?
Untuk anak jalanan, kita terus menerus tidak pernah ada kata berhenti, kalau masa
pendidikan mereka ada batas waktu tertentu maksimal 3 tahun. Bagi mereka yang
lulus SMP kita sekolahkan sampai SMA dan bagi yang telah lulus SMA langsung
kita salurkan ke tempat-tempat tertentu yang memang kita sudah mengadakan
kerja sama dan sesuai dengan kemampuan anak jalanan dan itu sudah sebanyak 12
anak. Dan bagi mereka yang putus sekolah kita haruskan masuk program wajib
belajar kejar paket A dan B.
4. Dalam rangka peningkatan taraf ekonomi anak jalanan, apakah YPI BSC Al-
Futuwwah bekerjasama dengan pihak lain? jika ya, dengan pihak mana? Sudah
berapa lama? Dalam bidang apa?
Ada beberapa perusahaan, instansi dan juga perumahan yang sudah terikat
kerjasama dengan kita dimana merupakan tempat penyaluran bagi anak didik kita
diantaranya didaerah bilangan Cipete seperti RS. Brawijaya (Women & Children
Hospital), perusahaan di daerah Mampang Prapatan, apartemen-apartemen dan
sekolah-sekolah yang membutuhkan tenaga kerja dari binaan BSC Al-Futuwwah
mulai dari Celeaning Service, Office Boy, Perawat sampai tenaga administrasi dan
bahkan ada yang menjadi sekretaris diinstansi atau perusahaan swasta. Selain itu
dalam hal pendidikan, kita juga kerjasama kita dengan kelompok belajar kejar
paket A dan B dan juga suku dinas pendidikan nasional
5. Bagaimana tingkat keberhasilan program pendidikan non formal sampai
sekarang?
Alhamdulillah tetap berjalan walaupun tingkat keberhasilannya maih terus kita
rintis dan kita merasa semua ini harus tetap diperjuangkan dan tidak kenal kata
berhenti, karena semakin hari ada lagi adik-adik mereka atau yang junior yang
harus kita bina terus menerus
6. Adakah persyaratan bagi anak jalanan untuk mengikuti pendidikan non
formal di BSC Al-Futuwwah? Jika ada apa saja?
Persyaratan yang utama bagi anak jalanan adalah kemauan, karena ujung tombak
dari kesuksesan dari seseorang adalah kemauan, kalau anak itu sudah mempunyai
kemauan berarti sudah 50% keberhasilan sudah diraih dan anak itu akan lebih
mudah dibekali atau dididik dan dapat menerima bentuk binaan kita, tetapi kalau
anak itu pandai tetapi tidak mempunyai kemauan maka kepandaiannya akan sia-
sia.
7. Dari manakah YPI BSC al-Futuwwah mendapatkan dana operasional?
Untuk dana operasional kita tidak ambil dari kas karena dana kas yang ada kecil
tapi kita ambil dari subsidi silang atau dari beberapa donator yang masuk lalu
semua dana itu kita salurkan yang memang diperuntukkan untuk memperkaya dan
meningkatkan keterampilan mereka, selain itu juga pendanaan didapat dari Diknas
khususnya untuk kegiatan belajar kejar paket A dan B dan juga termasuk untuk
honor guru dan mereka semua (anak jalanan) digratiskan termauk buku-buku dan
subsidi yang semua itu untuk membantu kelancaran proses pendidikan mereka
disamping itu juga untuk keterampilan-keterampilan, kursus-kursus juga kita
carikan donator untuk mereka.
8. Menurut anda, apa yang menjadi kendala dalam menjalani program
Pendidikan Non Formal bagi anak jalanan? Bagaimana menanggulanginya?
Kendala utamanya adalah masalah budaya karena mentalitas budaya itu mereka
yang sudah terbiasa menganggur atau berada dijalanan, sehingga mereka memang
harus kita “poles” terlebih dahulu, itu yang menjadi kendala utamanya. Jadi kita
membutuhkan waktu beberapa bulan untuk mengembalikan kepercayaan diri,
semangat mereka itu yang paling sulit ini dikarenakan mereka terbiasa hidup liar,
terbiasa hidup dijalanan dan ketika mereka kita ajarkan untuk hidup teratut maka
membutuhkan waktu yang cukup lama. Selain itu juga masalah dana, tetapi selama
mereka mempunyai kemauan dan keseriusan maka kitapun akan
mempresentasikan ke donator-donatur untuk membantu program Pormal Non
Formal bahwa kita punya anak didik yang mempunyai semangat hidup lebih baik.
9. Menurut anda, apa yang menjadi ancaman atau rintangan dalam menjalani
Pendidikan Non Formal bagi anak jalanan? bagaimana mengatasinya?
Kalau rintangan itu datangnya dari orang tua atau saudara dari anak jalanan itu
sendiri yang merasa sudah nyaman berada dilingkungan yang gampang mencari
uang dijalanan, karena penghasilan mereka lumayan besar, dengan cara mengemis,
mengamen atau meminta-minta mereka biasa mendapatkan 20ribu/hari. Masalah
inilah yang menjadi rintangan terberat, tetapi kita trus mencoba menjadikan hidup
mereka lebih tertata dan pada akhirnya menimbulkan perasaan yang
menyenangkan dari pihak orang tua dan keluarganya karena sebelumnya belum
terbuka bagaimana pentingnya seorang anak harus sekolah. Dan juga pada awalnya
rintangannya adalah harus membuka wawasan orang tua mereka juga karena kita
harus bersabar memberikan pemahaman kepada orang tuanya bagaimana
pentingnya belajar dan pentingnya anak-anak mereka diberikan keterampilan-
keterampilan dan lambat laun kendala atau rintangan itu akhirnya bisa kita lewati
dan anak mereka pun kita berikan pelajaran-pelajaran akhlaq yang menunjukan
bahwa kita tidak hanya merubah mereka dalam hal mencari kerja (ekonomi) tapi
juga mengenai akhlaq dan ilmu pengetahuan agama terus kita tanamkan dalam diri
mereka.
10. Bagaimana respon masyarakat sekitar terhadap program PNF yang
dilaksanakan oleh Yayasan BSC?
Sebenarnya secara umum respon masyarakat disekitar yayasan menerima baik
adanya program ini, cuma segelintir orang saja yang mungkin dikarenakan faktor
kecemburuan sosial atau iri hati, tapi intiya biasalah disetiap perjuangan itu pasti
kita menemukan dampak dari orang yang tidak suka dan juga ada sebagian orang
yang mungkin terlewati atau merasa kalah didalam memberikan masukan-masukan
kepada anak-anak yang sebelumnya berada dijalanan. Secara garis besar atau
secara umum kebaikan-kebaikan atau program-program diterima oleh masyarakat
dan hanya segelintir orang saja yang tidak siap menerima perubahan-perubahan itu
diantaranya bagi anak yang biasanya gampang diatur atau dilecehkan dan setelah
kita bina dengan baik akhirnya mereka susah diajak lagi untuk berbuat salah
seperti judi, mabuk, ini dikarenakan mereka kita arahkan untuk berbuat sesuatu
yang baik.
Lampiran
Hasil Wawancara Berkenaan dengan Pelaksanaan Program Pedidikan Non Formal
Nama : Fatulloh S. Pd.
Jabatan : Ketua Div. Pendidikan dan Dakwah
Tempat / Waktu : Yayasan Pesantren Islam BSC Al-Futuwwah / 08 July 2008
1. Dalam pelaksanaan Pendidikan Non Formal apakah YPI BSC Al-Futuwwah
membuat kurikulum tersendiri atau mengacu pada kurikulum yang sudah
ada?
Ada beberapa kurikulum yang sudah disediakan oleh Dik-Nas khususnya untuk
program kejar paket A dan B dan ada juga materi-meteri yang kita buat sendiri
untuk memberikan pembekalan atau konsep diri karena mereka yang sebelumnya
merupakan anak-anak tertinggal maka kita memberikan motivasi-motivasi hidup,
pelatihan-pelatihan, life skill agar mereka siap menghadapi kehidupan dimasa
mendatang.
2. Apa saja sarana dan fasilitas yang digunakan oleh BSC untuk menunjang
pelaksanaan Pendidikan Non Formal?
Fasilitas-fasilitas yang sudah ada adalah 5 unit computer, peralatan kebersihan
(Cleaning service), out bond, alat-alat peraga untuk mengajar, dan juga bengkel
yang sudah kita sediakan untuk mereka praktik otomotif
Bagi Yayasan adalah YPI BSC Al-Futuwwah itu sebenarnya bengkel atau dapur
untuk pemberdayaan umat, jadi kita tidak mengambil untung secara materi atau
mungkin selisih dari penghasilan mereka, tidak satu sen pun kita ambil. Yang kita
lakukan adalah pembinaan secara terus menerus dan Lillahi ta’ala saja tanpa
mengambil keuntungan tertentu tapi pahala-pahala itulah yang kita harapkan,
dengan menolong mereka mungkin Allah akan mebalasnya dengan cara yang lain
dan kenyataannya tempat kita ini diperluas, mudah untuk dikembangkan dan
masyarakat juga lebih percaya kepada kita, secara moril masyarakat melihat kita
lebih konkrit karena mereka melihat ada hasilnya, Alhamdulillah mereka juga tidak
segan untuk membantu kita diyayasan dan setiap waktu mereka siap kita hubungi
untuk dapat diminta bantuannya.
3. Sebelum mereka mengikuti program Pendidikan Non Formal penghasilan
mereka 20rb/hari dan berapa penghasilan mereka setelah mengikuti
Pendidikan Non Formal? apakah meningkat atau bahkan berkurang?
Sebenarnya secara ekonomi merekat tidak mendapatkan keuntungan sekaligus atau
secara instan, tetapi mereka dapat menata kehidupan mereka yang lebih baik dan
mereka dapat menabung walaupun secara kasat mata penghasilan mereka
berkurang, tetapi secara konkritnya mereka mendapatkan sesuatu yang lebih baik,
dengan mereka dapat mengatur keuangan, akhirnya mereka dapat hidup lebih
hemat dan dapat memenuhi kebutuhan hidup keluarga mereka dibanding ketika
mereka hidup dijalan yang secara instan mereka dapat penghasilan tetapi hanya
dihabiskan untuk hari itu juga, terkadang untuk berjudi, mabuk dan lain-lain
4. Menurut anda apa yang menjadi indikator atau tolok ukur meningkatnya
taraf ekonomi anak jalanan?
Secara mentalitas atau budaya mereka dapat menghasilkan uang dengan mudah
maka habisnya pun akan cepat setiap hari. Dan setelah mereka ikut program kita,
tahu bagaimana sulitnya mancari uang dengan cara yang benar dan mereka harus
punya aktivitas dan harus membantu orang lain mereka sudah mulai biasa kreatif,
biasa memberikan pelayanan-pelayanan kepada masyarakat yang nanti mereka
dapat upah, ternyata dari cara itu mereka lebih dapat memaknai bahwa bekerja itu
lebih mengasyikan dan juga lebih ibadah. Dan juga merubah paradigma mereka
yang tadinya hanya memikirkan bagaimana dengan instan mendapatkan uang
akhirnya mereka dapat berpikir bagaimana caranya menata hidup yang lebih baik.
5. Bagaimana pengawasan yang dilakukan oleh YPI BSC Al-Futuwwah
terhadap anak didik atau anak jalanan?
Bagi yang masih ikut program di yayasan kita awasi dengan melalui shubuh
berjamaah dan juga kegiatan tiap hari, selain mereka diberikan keterampilan-
keterampilan, pembekalan hidup dan motivasi mereka juga diajari ilmu
pengetahuan agama seperti pengajian al-qur’an, diskusi masalah fiqh dan forum
malam ahad. Dan bagi mereka yang sudah bekerja kita mempunyai beberapa
informasi yang kita jadikan satu, diantaranya kita adakan forum diskusi yang dapat
kita tampung aspirasi atau ide mereka, bahkan mereka dapat membantu atau
meringankan pengeluaran-pengeluaran diyayasan ini dengan cara urunan mereka
dapat membayar rekening listrik, membeli fasilitas belajar mengajar dan lain-lain
6. Berapa anggaran yang dialokasikan untuk program Pendidikan Non Formal
ini?
Anggaran yang dikeluarkan tiap bulan untuk pelaksanaan program adalah 5 juta
rupiah, digunakan untuk honor volunteer atau guru, konsumsi (makan), disamping
itu juga ada beberapa program beasiswa dan pemberian perlengkapan sekolah.
7. Setelah mengikuti Pendidikan Non Formal di YPI BSC Al-Futuwwah apakah
anak didik mendapatkan ijazah atau sertifikat sebagi tanda kelulusan?
Kalau sertfikat atau ijazah resmi tidak ada, tapi bagi mereka yang mengikuti
program kejar paket A dan B mereka mendapatkan ijazah kesetaraan dan bagi
mereka yang ikut program pembinaan disini mereka mendapat sertifikat dan
garansi dari kita untuk melamar pekerjaan diperusahaan, bahwa anak ini adalah
hasil binaan kita dengan jaminan mereka mempunyai semangat dan etos kerja
tinggi, jujur dan dan dapat menjaga nama baik yayasan dan perusahaan dan mereka
dapat diterima ditempat pekerjaan yang memang sudah bekerja sama dengan
yayasan kita.
8. Menurut anda, apakah Pendidikan Non Formal yang diselenggarakan oleh
Yayasan Pesantren Islam BSC Al-Futuwwah sudah sesuai dengan kebutuhan
anak jalanan?
Secara garis besar Insya Allah sudah karena banyak perubahan-perubahan besar
disamping mereka sudah dapat pekerjaan yang lebih layak, mereka juga sudah
dapat memperbaiki prilaku, pola berpikir, pergaulan dan juga secara ekonomi
mereka lebih berarti utuk keluarganya artinya mereka sudah dapat meringankan
beban orang tua dan juga membantu biaya sekolah adik-adik mereka.
9. Berapa jumlah anak jalanan yang dibina?
Jumlah anak didik sebanyak 40 anak, 70% anak laki-laki dan 30% anak
perempuan. Dan yang sudah bekerja berjumlah 12 anak dibeberapa perusahaan.
10. Kapan mulai perekrutan anak jalanan untuk diikuti program PNF?
Perekrutan dimulai semenjak tahun 2000, tapi efektif program Pendidikan Non
Formal ini berjalan baru dimulai pada tahun 2002.
11. Apa saja hasil atau out put yang sudah didapat baik oleh yayasan ataupun
anak jalanan dari Pendidikan Non Formal yang telah dijalani khususnya
dalam bidang ekonomi?
Bagi anak jalanan, mereka dapat perkejaan yang lebih baik dibanding sebelum
mengikuti program Pendidikan Non Formal mereka hanya mengamen, ojek
payung dan mengemis tetapi setelah mengikuti Pendidikan Non Formal mereka
disalurkan ketempat-tempat kerja yang memang sesuai dengan keahlian atau basic
mereka, diantaranya ada yang mjdi celeaning service, office boy, perawat di RS.
Brawijaya dan ada juga sebagai pelayan dibeberapa rumah makan atau catering
dan beberapa dari mereka ada yang menjadi guru TK/TPA.
Lampiran
Hasil Wawancara Berkenaan dengan Pelaksanaan Program Pedidikan Non Formal
Nama : Farhanul Karim
Jabatan : Ketua Div. Pengkaderan
Tempat / Waktu : Yayasan Pesantren Islam BSC Al-Futuwwah / 08 July 2008
h. Pelatihan Life Skill
Adalah pelatihan untuk ketangkasan, keterampilan dan kecerdasan emosional
menjadi seorang pmimpin agar dikemudian hari para santri yatim-piatu YPI
BSC Al-futuwwah mampu menyikapi dinamika zaman yang sudah nampak
tidak terkontrol akan maraknya krisis moral, akan tetapi pelatihan ini juga
mampu membangun kreativitas santri yang berguna untuk masyarkat sekitar
dengan contoh :
Kaligrafi yang membuat kesejukan bagi yang melihatnya.
Membuat sandal bakyak yang terbuat dari kayu dan kulit ban bekas
Adapun Waktu kegiatan ini dilakukan pada :
Hari : Rabu (minggu ke-1)
Waktu : 13.30 WIB – 15.00 WIB
Sifat : Rutin
Sasaran : Para santri yatim-piatu
i. Kursus-kursus meliputi kursus bahasa Inggris, bahasa jepang, bahasa arab dan
komputer. Dan juga pelatihan-pelatihan perbengkelan, training cleaning
service, administasi Yang dilaksanakan pada :
Hari : Senin – Sabtu
Waktu : 14.30 WIB – 16.30 WIB
Sifat : Rutin
Sasaran : Anak usia sekolah dasar
j. Taman Pendidikan Al – Qur’an
Adalah kegiatan belajar baca – tulis al Qur’an bagi anak usia SD – SMP. Selain
belajar baca- tulis al-Qur’an, santri juga diberikan materi tambahan tentang
tauhid, aqidah, akhlak dan praktek sholat.
Adapun waktu kegiatan ini dilakukan pada :
Hari : Senin – Jum’at
Waktu : 15.30 WIB - 17.00 WIB
Sifat : Rutin
Sasaran : Anak usia SD – SMP
k. AMT (Achievement Motivation Training)
Adalah kegiatan pemberian motivasi dan pengembangan diri, khususnya bagi
masyarakat sekitar yayasan yang bertujuan membentuk pribadi-pribadi yang
siap menjadi pemimpin maupun seorang muslim yang berpotensi sesuai
tuntunan al-Qur’an dan Hadits.
Adapun Waktu kegiatan ini dilakukan pada :
Hari : Rabu
Waktu : 13.00 WIB – 15.00 WIB
Sifat : Rutin
Sasaran : Masyarakat umum86
l. Majelis Ta’lim dan Tafsir Remaja
86 Wawancara Pribadi dengan Taufk Rahman, Sei. Bidang Litbang YPI BSC Al-Futuwwah, dengan
Jakarta, 22 Desember 2007
Adalah salah satu bentuk ta’lim bagi para remaja yang pada setiap
pertemuannya selalu mengangkat satu tema yang sedang aktual. Dibahas
dengan menggunakan bahasa sehari-hari, sehingga diharapkan dapat di-
mengerti oleh para jama’ahnya dengan sandaran pengkajian pada ayat-ayat al-
Qur’an.
Adapun Waktu kegiatan ini dilakukan pada :
Hari : Rabu – Kamis
Waktu : 19.30 WIB – 22.00 WIB
Sifat : Rutin
Sasaran : Remaja
m. PKBM (Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat)
Adalah sebuah kegiatan belajar-mengajar seperti yang umum dilakukan di
sekolah. Pelajaran yang diberikanpun sama, seperti ilmu pengetahuan alam,
ilmu pengetahuan sosial, matematika, bahasa Iandonesia, bahasa Inggris,
pendidikan agama dan kewarganegaraan. Bedanya adalah, kalau sekolah
diperuntukkan bagi masyarakat umum usia sekolah yang mampu bersekolah,
PKBM ini di peruntukkan bagi masyarakat umum usia sekolah yang tidak
bersekolah atau putus sekolah.
PKBM adalah semacam kegiatan belajar kejar paket A dan B, yang
pengajarnya adalah para pengurus yayasan. Tujuan dari kegiatan ini adalah
untuk memberantas kebodohan dan keterbelakangan ilmu pengetahuan. 87
Adapun Waktu kegiatan ini dilakukan pada :
Hari : Jum’at dan Minggu
87 Wawancara Pribadi dengan Farhanul Karim, Sie Bid Pengkaderan & Organisasi YPI BSC Al-
Futuwwah, Cipete, Jakarta, 22 Desember 2007
Waktu : 19.00 WIB – 22.00 WIB
Sifat : Rutin
Sasaran : Masyarakat umum usia sekolah yang tidak bersekolah atau
putus sekolah
n. Penyaluran kerja bagi santri berprestasi
Dorongan yang kuat dalam beraktifitas rutin memberikan inspirasi mencari
formula dan metode terbaik dalam penerapannya. Sejalan dengan semakin
berkembangnya program ini membuat kreatifitas terbangun memenuhi
tuntutan, pembenahan dan penyempurnaan masih terus dilakukan, pada
gilirannya nanti akan muncul SDM anak jalanan yang kompetitif dan
berkualitas lebih baik untuk berperan membangun bangsa ini. 88
88 Wawancara Pribadi dengan Fatulloh S.P, Sie. Bidang Pendidikan dan Dakwah YPI BSC Al-
Futuwwah, Cipete, Jakarta, 1 Maret 2008
DAFTAR ANAK JALANAN
1. Nama : Alfin 6
Nama : Ayu Wulandari
TTL : Semarang, 12 September 1988 TTL : Semarang, 16 Oktober 1991
Pendidikan : SDN 14/ Kelas II Pendidikan : SDN 14 Pagi/ Kelas V
Pekerjaan : Cleaning Service Pekerjaan : Pelayan Restoran
Gaji / Honor ; Rp. 850.000,- Gaji / Honor : Rp. 800.000,-
2. Nama : Ahmad Aziz 7
Nama : Arif Setiawan
TTL : Kediri, 11 Agustus 1991 TTL : Jakarta, 22 Juni 1989
Pendidikan : - - - Pendidikan : SMPN 250/ Kelas I
Pekerjaan : Cleaning Service Pekerjaan : Cleaning Service
Gaji / Honor ; Rp. 850.000,- Gaji / Honor : Rp. 850.000,-
3. Nama : Ari Bowo
8 Nama : Mulyono
TTL : Indramayu, 27 Mei 1990 TTL : Tegal, 1 Desember 1989
Pendidikan : SDN 14 Pagi/ Kelas III Pendidikan : SDN 14 Pagi/ Kelas II
Pekerjaan : Gardener Pekerjaan : Cleaning Service
Gaji / Honor : Rp. 850.000,- Gaji / Honor : Rp. 850.000,-
4 Nama : Ahmad 9 Nama :
Arianto
TTL : Surabaya, 11 Januari 1989 TTL : Pekalongan, 4 April 1990
Pendidik : SDN 14 Pagi/ Kelas III Pendidikan : SDN 05/ Kelas IV
Pekerjaan : Sablon Pekerjaan : Gardener
Gaji / Honor : Rp. 750.000,- Gaji / honor : Rp. 850.000,-
5 Nama : Aziz Muslim 10 Nama :
Aisyah
TTL : Sumedang, 10 Agustus 1990 TTL : Jakarta, 2 Juni 1990
Pendidikan : SDN 14 Pagi/ Kelas IV Pendidikan : SDN 14/ Kelas I
Pekerjaan : Guru TPA An-Nur Pekerjaan : Guru TPA An-Nur
Gaji / Honor ; Rp. 750.000,- Gaji / Honor : Rp. 750.000,-
11 Nama : Astuti
17 Nama : Dana Saputra
TTL : Surabaya, 10 April 1989 TTL : Solo, 24 Maret 1994
Pendidikan : MTS Tholibin/ Kelas I Pendidikan : SMPN 250/ Kelas I
Pekerjaan : Guru TPA An-Nur Ukuran Baju : M
Gaji / Honor : Rp. 750.000,-
12 Nama : Abdul 18 Nama : Eva
TTL : Nama TTL : Jakarta, 19 Februari 1998
Pendidikan : MTSN 3/ Kelas 1 Pendidikan : SDN 13 Pagi/ Kelas III
Pekerjaan : Cleaning Service Ukuran Baju : M
Gaji / Honor : Rp. 850.000,-
13 Nama : Arini Fasya
19 Nama : Dedi Setiawan
TTL : Jakarta, 3 Maret 1999 TTL : Wonogiri, 11 Oktober 1998
Pendidikan : SDN 14 Pagi/ Kelas I Pendidikan : SDN 14 Pagi/ Kelas III
Ukuran Baju : 8 Ukuran Baju : L
14 Nama : Amanda
20 Nama : Dian Wibisono
TTL : Jakarta, 12 Mei 2003 TTL : Jakarta, 9 Nopember 1999
Pendidikan : - - - Pendidikan : SDN 07 Pagi/ Kelas III
Ukuran Baju : 5 Ukuran Baju : 8
15 Nama : Bagas Setiawan
21 Nama : Dwi Damayanti
TTL : Jakarta, 6 Juni 1997 TTL : Jakarta, 1 Nopember 1996
Pendidikan : SDN 05 Pagi/ Kelas VI Pendidikan : SDN 14 Pagi/ Kelas V
Ukuran Baju : 10 Ukuran Baju : 11
16 Nama : Budi Waluyo
22 Nama : Fauzi Shiddiq
TTL : Jakarta, 11 Nopember 1994 TTL : Jakarta, 13 Agustus 1998
Pendidikan : SMPN 250/ Kelas I Pendidikan : MI AHDI/ Kelas IV
Ukuran Baju : 13 Ukuran Baju : 10
23 Nama : Fachrul Riadi 29 Nama : Hermawan Aris Susanto
TTL : Tangerang, 18 Februari 1997 TTL : Boyolali, 24 Januari 1995
Pendidikan : SDN 14 Pagi/ Kelas VI Pendidikan : SDN 14 Pagi/ Kelas VI
Ukuran Baju : 11 Ukuran Baju : 12
24 Nama : Fachrul Rozi 30 Nama : Hartati
TTL : Bandung, 9 September 1996 TTL : Jakarta, 14 Juni 1995
Pendidikan : SDN 14 Pagi/ Kelas IV Pendidikan : SDN 14 Pagi/ Kelas VI
Ukuran Baju : 11 Ukuran Baju : 12
25 Nama : Fachri Satria Aji 31 Nama : Hasanah
TTL : Purwokerto, 16 Juni 1997 TTL : Jakarta, 21 Januari 1994
Pendidikan : SDN 14 Pagi/ Kelas IV Pendidikan : SMP 250/ Kelas II
Ukuran Baju : 10 Ukuran Baju : 13
26 Nama : Fajar Afriansyah
32 Nama : Hasbulloh
TTL : Jakarta, 23 April 1999 TTL : Jakarta, 7 Juli 1994
Pendidikan : SDN 07 Pagi/ Kelas II Pendidikan : SDN 07 Pagi/ Kelas VI
Ukuran Baju : 7 Ukuran Baju : 14
27 Nama : Fitriyati
33 Nama : Hanafi Nurmahdi
TTL : Jakarta, 5 Maret 1995 TTL : Jakarta, 14 Mei 1998
Pendidikan : SDN 07 Pagi/ Kelas VI Pendidikan : SDN 14 Pagi/ Kelas III
Ukuran Baju : 12 Ukuran Baju : 9
28 Nama : Gilang Pratama
34 Nama : Indra Saputra
TTL : Bandung, 21 Juni 1996 TTL : Jakarta, 5 September 1996
Pendidikan : SDN 13 Pagi/ Kelas V Pendidikan : SDN 14 Pagi/ Kelas V
Ukuran Baju : 11 Ukuran Baju : 11
35 Nama : Istiqomah
TTL : Jakarta, 18 Juli 1997
Pendidikan : MI AL-IHSAN/ Kelas IV
Ukuran Baju : 10
36. Nama : Ilham Kholid
TTL : Jakarta, 13 Nopember 1997
Pendidikan : MI AL-IHSAN/ Kelas IV
Ukuran Baju : 13
37. Nama : Khoirul Anwar
TTL : Jakarta, 11 April 1998
Pendidikan : SDN 05 Pagi/ Kelas IV
Ukuran Baju : 9
38. Nama : Kholillah
TTL : Jakarta, 20 September 1995
Pendidikan : SDN 14 Pagi/ Kelas VI
Ukuran Baju : 11
39. Nama : Khoirudin
TTL : Jakarta, 28 Februari 1997
Pendidikan : SDN 14 Pagi/ Kelas IV
Ukuran Baju : 10
40. Nama : Khoirullah
TTL : Jakarta, 5 maret 1994
Pendidikan : SMP 250/ Kelas I
Ukuran Baju : 13
47 Nama : Mudasir 53 Nama : M. Reza Arfianto
TTL : Jakarta, 9 September 1994 TTL : Tegal, 25 Agustus 1997
Pendidikan : SMP 12/ Kelas I Pendidikan : SDN 14 pagi/ Kelas V
Ukuran Baju : 13 Ukuran Baju : 10
48 Nama : Nia Puji Saputri 54 Nama : Meka Perclana Putra
TTL : Jakarta, 25 Juni 1994 TTL : Boyolali, 27 juli 1994
Pendidikan : SDN 13 Pagi/ Kelas VI Pendidikan : SMPN 250/ Kelas II
Ukuran Baju : 13 Ukuran Baju : 14
49 Nama : Ulfa
55 Nama : Merlin Apferawan
TTL : Jakarta, 15 juni 1998 TTL : Panongan, 20 April 1995
Pendidikan : SDN 14/ Kelas IV Pendidikan : SDN 13 Pagi/ Kelas V
Ukuran Baju : 8 Ukuran Baju : 11
50 Nama : Novia Ariestarini
56 Nama : Mimi Utami
TTL : Jakarta, 7 Nopember 1994 TTL : Jakarta, 21 April 1994
Pendidikan : SMP 250/ Kelas III Pendidikan : SMP 12/ Kelas III
Ukuran Baju : 13 Ukuran Baju : 13
51 Nama : Nurhalimah
57 Nama : Mohammad Ariffudin
TTL : Jakarta, 27 Agustus 1996 TTL : Jakarta, 2 September 1994
Pendidikan : SDN 13 Pagi/ Kelas VI Pendidikan : SDN 05 pagi/ Kelas VI
Ukuran Baju : 11 Ukuran Baju : 13
52 Nama : Nurul Hasanah
58 Nama : Joko Julianto
TTL : Jakarta, 11 Nopember 1994 TTL : Jakarta, 3 Juli 1999
Pendidikan : SMP 250/ KELAS II Pendidikan : SDN 13 pagi/ Kelas II
Ukuran Baju : 13 Ukuran Baju : 8
59 Nama : Lilis 65 Nama : Ramsah
TTL : Majalengka, 11 Februari 2000 TTL : Jakarta, 23 Oktober 1994
Pendidikan : SDN 13 PAGI KELAS II Pendidikan : SMP 250/ Kelas II
Ukuran Baju : 7 Ukuran Baju : 13
60. Nama : Lutui Remana Jusuf 66 Nama : Rosita
TTL : Malang, 10 Maret 1995 TTL : Garut, 3 Januari 1997
Pendidikan : SDN 05 pagi/ Kelas VI Pendidikan : SDN 05 Pagi/ Kelas IV
Ukuran Baju : 13 Ukuran Baju : 10
61 Nama : Maladih
67 Nama : Ridzki Amelia
TTL : Jakarta, 2 Februari 1998 TTL : Jakarta, 18 September 1995
Pendidikan : SDN 14 Pagi/ Kelas III Pendidikan : SDN 14 Pagi/ kelas VI
Ukuran Baju : 10 Ukuran Baju : 12
62 Nama : Mayadi Raka Siwi
68 Nama : Reza Purwanto
TTL : Garut, 7 mei 1997 TTL : Pekalongan, 24 Agustus 1989
Pendidikan : SDN 14 Pagi/ Kelas IV Pendidikan : Kejar Paket B BSC Al-Futuwwah
Ukuran Baju : 10 Ukuran Baju : 14
63 Nama : Putri Amelia
69 Nama : Rani Putri
TTL : Klaten, 14 September 2001 TTL : Blitar, 3 Agustus 2001
Pendidikan : SDN 13/ Kelas I Pendidikan : SDN 14/ Kelas 1
Ukuran Baju : 5 Ukuran Baju : 6
64 Nama : Ramadhani
70 Nama : Rismawati
TTL : Jakarta, 17 Maret 2002 TTL : Jakarta, 26 April 1999
Pendidikan : - - - Pendidikan : SDN 05 Pagi/ Kelas II
Ukuran Baju : 5 Ukuran Baju : 8
71 Nama : Romelih 77 Nama : Sri Lestari
TTL : Jakarta, 15 Februari 1990 TTL : Jakarta, 29 Mei 1995
Pendidikan : Kejar Paket B BSC Al-Futuwwah Pendidikan : Kejar Paket A BSC AL-FUTUWWAH
Ukuran Baju : 15 Ukuran Baju : 13
72 Nama : Royanah
78 Nama : Silvina
TTL : Jakarta, 17 Desember 1999 TTL : Jakarta, 21 Januari, 2002
Pendidikan : SDN 07/ Kelas III Pendidikan : - - -
Ukuran Baju : 8 Ukuran Baju : 5
73 Nama : Fauzan Abadi
79 Nama : Sri Pujian Ningsih
TTL : Jakarta, 13 Maret 1998 TTL : Purworejo, 11 Maret 1996
Pendidikan : SDN 05/ Kelas IV Pendidikan : SDN 07 pagi/ Kelas V
Ukuran Baju : 8 Ukuran Baju : 13
74 Nama : Sigit Santoso
80 Nama : Syapna Ariandini
TTL : Jakarta, 25 Juli 1992 TTL : Jakarta, 31 Agustus 1997
Pendidikan : Kejar Paket B BSC Al-Futuwwah Pendidikan : SDN 05 pagi/ Kelas IV
Ukuran Baju : 14 Ukuran Baju : 10
75 Nama : Supriatin
81 Nama : Ujang Abdul Rohman
TTL : Jakarta, 19 September 2001 TTL : Bogor, 18 April 1994
Pendidikan : - - - Pendidikan : SMPN 250/ Kelas II
Ukuran Baju : 5 Ukuran Baju : 13
76 Nama : Sofyan Hadi
82 Nama : Uswah Matizi
TTL : Brebes, 13 September 2001 TTL : Jakarta, 31 Agustus 1994
Pendidikan : - - - Pendidikan : SLB A PTN
Ukuran Baju : 5 Ukuran Baju : 13
83 Nama : Sahrul
89 Nama : Ramdhoni
TTL : Jakarta, 13 Maret 1999 TTL : Jakarta, 5 Agustus 2001
Pendidikan : SDN 13 pagi/ Kelas II Pendidikan : MI AL-IHSAN/ Kelas I
Ukuran Baju : 8 Ukuran Baju : 6
84 Nama : Siti Anissa Khodijah
90 Nama : Taufik Hidayat
TTL : Tegal, 27 Agustus 1998 TTL : Bogor, 24 September 1996
Pendidikan : SDN 05 pagi/ Kelas III Pendidikan : MI AHDI/ Kelas VI
Ukuran Baju : 9 Ukuran Baju : 11
85 Nama : Siti Mafpruhatunnisah
91 Nama : Yeni Afriyani
TTL : Jakarta, 19 April 1998 TTL : Jakarta, 22 April 1997
Pendidikan : SDN 07 pagi/ Kelas III Pendidikan : SDN 07 pagi/ Kelas IV
Ukuran Baju : 9 Ukuran Baju : 10
86 Nama : Rizlyatul Qibtiah
92 Nama : Yuni Shara
TTL : Jakarta, 9 Agustus 1999 TTL : Jakarta, 24 juli 1997
Pendidikan : MI AL-IHSAN/ Kelas II Pendidikan : SDN 14 Pagi/ Kelas IV
Ukuran Baju : 8 Ukuran Baju : 10
87 Nama : Siti Rahmah 93 Nama : Yuyun Yuniah
TTL : Jakarta, 12 Maret 1995 TTL : Jakarta, 12 September 1994
Pendidikan : MI AL-IHSAN/ Kelas VI Pendidikan : SMP 250/ Kelas II
Ukuran Baju : 11 Ukuran Baju : 12
88 Nama : Uswatun Hasanah 94 Nama : Ajeng Rahayu
TTL : Jakarta, 12 Februari 1997 TTL : Blora, 24 Februari 1995
Pendidikan : MI AL-IHSAN/ Kelas V Pendidikan : SDN 07 pagi/ Kelas VI
Ukuran Baju : 10 Ukuran Baju : 11
95 Nama : Zikro Amalia 101 Nama : Fadillah Akbar
TTL : Jakarta, 16 Oktober 1997 TTL : Jakarta, 13 Januari 1997
Pendidikan : MI AL-IHSAN/ Kelas IV Pendidikan : SDN 13 pagi/ Kelas IV
Ukuran Baju : 10 Ukuran Baju : 10
96 Nama : Pirmansyah
102 Nama : Fitria Wulansari
TTL : Brebes, 19 Agustus 1994 TTL : Klaten, 20 Oktober 1994
Pendidikan : Kejar Paket A BSC AL-
FUTUWWAH
Pendidikan : SMPN 250/ kelas I
Ukuran Baju : 12 Ukuran Baju : 12
97 Nama : Putri Miranti Nurrachmalia
103 Nama : Ruwi Hasanah
TTL : Tegal, 22 September 1997 TTL : Jakarta, 4 Februari 1994
Pendidikan : SDN 05 Pagi/ Kelas IV Pendidikan : MTS Darul Ma’arif / Kelas I
Ukuran Baju : 10 Ukuran Baju : 14
98 Nama : Mun’im
104 Nama : Alya
TTL : Jakarta, 15 Oktober 1998 TTL : Jakarta, 15 Juni 1998
Pendidikan : SDI AL-IHSAN/ Kelas III Pendidikan : MI Al-IHSAN/ Kelas V
Ukuran Baju : 9 Ukuran Baju : 9
99 Nama : Calvin
105 Nama : Ahmad Fatih
TTL : Jakarta, 2 Juli 2000 TTL : Jakarta, 13 Januari 2001
Pendidikan : SDN 14/ Kelas I Pendidikan : SDN 07/ Kelas V
Ukuran Baju : 7 Ukuran Baju : 10
100 Nama : Rina Suji Maulana Sari
106 Nama : Ramadhan
TTL : Jakarta, 12 April 1997 TTL : Jakarta, 13 Juli 1999
Pendidikan : SDN 07 Pagi/ Kelas IV Pendidikan : SDN 05/ Kelas II
Ukuran Baju : 10 Ukuran Baju : 8
107 Nama : Syaiful
TTL : Jakarta, 20 mei 2000
Pendidikan : SDN 07/ Kelas 06
Ukuran Baju :
108 Nama : Buchori
TTL : Jakarta, 10 Januari 1997
Pendidikan : SDN 05/ Kelas V
Ukuran Baju : 10
109 Nama : Aisyah
TTL : Jakarta, 12 April 1998
Pendidikan : SDN 13/ Kelas V
Ukuran Baju : 11