PENDIDIKAN KOMPARATIF

download PENDIDIKAN KOMPARATIF

of 17

description

tentang pendidikan komparatif antar negara

Transcript of PENDIDIKAN KOMPARATIF

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia, dan Anugerah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini. Kami berterima kasih pada Dr. Ch. Ismaniati, M.Pd selaku Dosen mata kuliah Pendidikan Komparatif yang telah memberikan tugas ini kepada kami.Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai Dimensi Kehidupan Masyarakat dan Penyelenggaraan Sistem Pendidikan.Penulis menyadari bahwa makalah ini masih memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu segala kritikan dan saran yang membangun sangat penulis harapkan agar dapat digunakan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya.Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa mendatang.

Yogyakarta, 2 November 2014

Penyusun

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .....1DAFTAR ISI 2BAB I. PENDAHULUANA. Latar Belakang ...3B. Rumusan Masalah ..3C. Tujuan 4BAB II. PEMBAHASANA. Perspektif Teoritik Hubungan Pendidikan dan Masyarakat ..5B. Kaitan Dimensi Sosial Masyarakat Dengan Pendidikan 7C. Kaitan Dimensi Ekonomi Masyarakat Dengan Pendidikan ...10D. Kaitan Dimensi Politik Masyarakat Dengan Pendidikan .13E. Teori Pengiring Pengembangan Pendidikan ..14BAB III. PENUTUPKesimpulan .18DAFTAR PUSTAKA 19

BAB IPENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANGSeiring dengan perkembangan zaman, terjadi perkembangan yang amat pesat hampir di berbagai lini kehidupan. Perkembangan yang berdampak positif dan negatif. Dibeberapa Negara di dunia mulai menyikapi perkembangan dengan memberi perhatian pada bidang pendidikan karena diharapkan dengan pendidikan yang berkualitas akan menciptakan negara yang berkualitas pula. Untuk mewujudkan satuan pendidikan yang berkualitas harus diawali dengan kesepakatan bersama dari para aktor pendidikan dalam hal ini para guru, kepala sekolah, dewan sekolah, dll untuk mendedikasikan dirinya dalam perbaikan dan peningkatan kualitas sekolah sehingga untuk itu semua dapat dicapai dengan inovasi pendidikan baikmelalui sumber-sumber kreatif dari dalam negeri maupun melalui studi komparansi pendidikan dengan negara lain yang dianggap lebih berhasil mengembangkan kulitas pendidikan. Dengan demikian lahirlah pendidikan komparatif sebagai disiplin ilmu yang mempelajari sistem pendidikan baik dalam satu negara maupun antar negara yang menyangkut sistem pendidikan formal; non formal; dan informal, teori dan praktekpendidikan serta, latar belakang ekonomi, politik, dll. Pemaparan diatas merupakan pengantar yang diharapkan dapat me-recall materi-materi yang sudah disampaikan.

B. RUMUSAN MASALAH1. Bagaimana hubungan Pendidikan dan Masyarakat dalam perspektif teoritik?2. Bagaimana kaitan dimensi sosial masyarakat dengan pendidikan?3. Bagaimana kaitan dimensi ekonomi masyarakat dengan pendidikan?4. Bagaimana kaitan dimensi politik masyarakat dengan pendidikan?5. Apakah teori pengiring pengembangan pendidikan?C. TUJUAN1. Untuk mendeskripsikan hubungan pendidikan dan masyarakat dalam perspektif2. Untuk menjelaskan kaitan dimensi sosial masyarakat dengan pendidikan3. Untuk menjelaskan kaitan dimensi ekonomi masyarakat dengan pendidikan4. Untuk menjelaskan kaitan dimensi politik masyarakat dengan pendidikan5. Untuk mendeskripsikan teori pengiring pengembangan pendidikan

BAB IIPEMBAHASAN

A. PERSPEKTIF TEORITIK HUBUNGAN PENDIDIKAN DAN MASYARAKATSemua bangsa dewasa ini berusaha meningkatkan mutu pendidikannya menjadi lebih baik dari waktu ke waktu. Berbagai upaya telah mereka dilakukan melalui aneka cara, baik melalui rekonstruksi fondasi filosofi dan ideologi, revisi orientasi, penyempurnaan organisasi, maupun perbaikan operasional praktisinya. Beberapa bentuk nyata yang telah mereka dilakukan terkait dengan upaya peningkatan mutu antara lain adalah melalui penyempurnaan regulasi atau perundang-undangan, peningkatan mutu pendidik dan tenaga kependidikan, pembaharuan kurikulum, peningkatan kelengkapan media dan sarana prasarana pendidikan, optimalisasi dukungan manajerial pendidikan, penambahan besaran pendanaan pendidikan, penyempurnaan alat evaluasi hasil belajar, dan lain-lain, yang kesemuanya itu bertujuan untuk meningkatkan mutu penyelenggaraan pendidikan.Upaya peningkatan mutu pendidikan oleh semua bangsa di dunia, termasuk Indonesia, berangkat dari adanya keprihatinan mereka akan mutu pendidikan yang masih rendah. Persoalan rendahnya mutu pendidikan, misalnya yang terjadi di Indonesia, disebabkan antara lain oleh mutu dan distribusi tenaga kependidikan yang kurang memadai, kurangnya sarana dan prasarana pendidikan, kurikulum yang kurang sesuai, dan lingkungan belajar yang tidak mendukung (Fasli Jalal & Dedi Supriadi, 2001). Sehingga aneka persoalan tadi secara bertahap dieliminir melalui langkah-langkah sistematis dan taktis dengan landasan pemikiran yang matang.Dalam rangka meningkatkan mutu penyelenggaraan pendidikan ini, I.L. Kandel merekomendasikan perlunya perhatian dari pelaku pendidikan terhadap hal-hal yang kelihatannya tidak tampak (intangible) akan tetapi memiliki pengaruh terhadap penyelenggaraan pendidikan (Imam Barnadib, 1994). Hal-hal yang tidak tampak tetapi memiliki andil yang cukup besar dalam penyelenggaraan pendidikan tersebut antara lain berupa ideologi, pandangan hidup, keyakinan, orientasi nilai pun pula mitos-mitos historis yang berisi cerita kepahlawanan yang hidup dan dipercaya secara turun temurun dalam suatu bangsa.Ideologi sebagai salah satu faktor intangible memiliki pengaruh luar biasa dalam penyelenggaraan pendidikan di suatu bangsa. Ideologi menurut Sargent dalam bukunya Contemporary Political Ideologies (William F. ONeil, 2001), diartikan sebagai sistem nilai atau keyakinan yang diterima sebagai fakta atau kebenaran oleh masyarakat atau kelompok tertentu. Ideologi berupaya menggambarkan mengenai karakteristik-karakteristik umum tentang alam dan masyarakat; serta keterkaitan antar hakikat dunia dengan hakekat moral, politik, dan panduan-panduan perilaku lainnya yang bersifat evaluatif. Edward Stevens dan George H. Wood (1987) secara lebih khusus menyebut praktek pendidikan dipengaruhi dan ditentukan oleh apa yang disebutnya sebagai cita-cita sosial (social ideals).Melalui ideologi atau cita-cita sosial tersebut penyelenggaraan pendidikan baik yang ada di jalur sekolah maupun luar sekolah ingin dikembangkan dan ditingkatkan mutunya untuk dapat memainkan peran-peran yang diharap. Misalnya apakah peran legitimasi atau peran reformasi dari keberadaan lembaga pendidikan. Peran legitimasi dalam arti bahwa proses pendidikan dapat melestarikan atau melanggengkan formasi sosial yang ada (status quo), sedangkan peran reformasi dimaksudkan bahwa pendidikan dapat membangun atau bahkan merubah tatanan sosial menuju yang lebih baik. Kedua peran pendidikan tersebut beserta seluk beluk penyelenggaraan pendidikan di suatu bangsa sangat dipengaruhi oleh ideology milikinya.Sebagai contoh, bangsa Indonesia memiliki ideologi dengan nama ideology Pancasila, bangsa lain yang menganut faham agama sebagai pandangan hidupnya meyakini ideologi agama yang dianut. Baik Pancasila maupun agama sebagai pandangan hidup yang dianut oleh masing-masing penganutnya merupakan kekuatan besar yang mempengaruhi penyelenggaraan pendidikan.Adapun untuk konteks dunia, faktor-faktor intangible yang mempengaruhi upaya-upaya penyelenggaraan pendidikan antara lain adalah pemikiran-pemikiran hasil keputusan dari beberapa konferensi internasional tentang pendidikan, seperti konferensi Internasional pendidikan yang pernah disponsori oleh UNESCO yang terjadi di Karachi (1960), Santiago (1962), Addis Ababa (1965), Soul (1966), Vancouver (1967), Dublin (1968) Abidjan (1969), Sydney (1970), Jamaika (1971), London (1972), Naerobi (1973), Singapura (1974) dan tempat-tempat lain yang berlangsung kemudian yang pada akhirnya menghasilkan resolusi-resolusi. Salah satu bunyi resolusi terpenting dari beberapa konferensi tersebut adalah agar di Afrika dan Asia dilaksanakan adanya pendidikan universal atau yang dikenal dengan istilah pendidikan untuk semua (education for all).Beberapa konferensi internasional tentang pendidikan yang telah diselenggarakan tersebut merupakan komitmen dunia internasional terhadap upaya peningkatan mutu dan perluasan penyelenggaraan pendidikan. Hal ini jelas dapat mempengaruhi potret penyelenggaraan pendidikan di beberapa negara terutama negara berkembang.

B. KAITAN DIMENSI SOSIAL MASYARAKAT DENGAN PENDIDIKANBahwa penyelenggaraan pendidikan dalam masyarakat tidaklah semata-mata suigeneri, maka perlu kiranya memperhatikan aspek-aspek di luar pendidikan. Aspek di luar pendidikan tersebut merupakan aspek-aspek kehidupan masyarakat yang selalu bersinggungan dengan pendidikan. Paling tidak ada tiga aspek penting kehidupanmasyarakat yang selalu bersinggungan dengan pendidikan, yaitu yang meliputi sosial, ekonomi, dan politik.Dimensi sosial masyarakat adalah salah satu dimensi kehidupan yang ada dalam masyarakat yang memuat tata struktur dan tata kultur hubungan antar individu warga masyarakat dan juga kelompok dalam merajut kehidupannya secara kolektif. Sebagai sebuah komunitas sosial dan kultural kolektif, maka masyarakat selalu mengalami perubahan dari waktu ke waktu, baik secara evolutif maupun revolutif. Beberapa teori telah menjelaskan tentang perubahan masyarakat yang bergerak dari kondisi tradisional menuju modern atau dari kondisi agraris menuju pada industrial.Salah satu tokoh yang menjelaskan perkembangan sosial masyarakat dari kondisi tradisional menuju kepada kondisi modern adalah Daniel Lerner. Menurutnya, ada lima ciri masyarakat dikatakan telah mencapai taraf sosial modern (Imam Barnadib,1987), yaitua) Memiliki pertumbuhan ekonomi sampai pada taraf tertentu, atau setidak tidaknya pertumbuhan yang memadai untuk produksi dan konsumsi secara teratur.b) Adanya partisipasi warga masyarakat dalam pemerintahan secara demokratis.c) Adanya kemampuan berpikir yang rasional dan realistik dari warga masyarakat.d) Adanya mobilitas masyarakat dalam arti fisik, psikhis, dan sosial.e) Adanya transformasi pengetahuan, kecakapan, dan ketrampilan kepada warga masyarakat, sehingga mereka mampu berfungsi secara efektif dalam tata masyarakat.

Kalau pada awal modernisasi suatu negara mempunyai penduduk yang bekerja di sektor agraris adalah sekitar 85%, maka bila ingin sampai menjadi negara modern adalah dengan cara bertahap mengurangi profesi penduduk agraris sebesar 5% per tahun menuju profesi perdagangan dan jasa. Hal ini berarti bahwa modernisasi secara wajar pada negara tersebut membutuhkan waktu 17 tahun. Oleh karena itu untuk mempercepat upaya modernisasi di beberapa negara agraris, dibutuhkan banyak investasi sosial termasuk pendidikan.Beberapa negara yang sekarang sudah tergolong mencapai kemajuan social sebagaimana terlihat pada negara-negara maju di Eropa, tidaklah mereka raih secara tiba-tiba. Usaha-usaha pengembangan telah banyak mereka lakukan dalam jangka waktu yang cukup lama, sehingga saat ini mereka mengalami pertumbuhan sosial dan peradaban yang cukup tinggi.Menurut Ronald Inglehart (1997), tumbuhnya masyarakat menjadi masyarakat modern berhubungan erat dengan perubahan nilai kultural yang berawal dari sistem nilai yang dimiliki sebelumnya. Sistem nilai lama yaitu nilai survival (survival values) meliputi nilai-nilai konservatif serta nilai-nilai yang berorientasi kepada masa lalu dimiliki oleh negara-negara yang secara sosial masih tertinggal, sedangkan sistem nilai baru yaitu nilai ekspresi diri (self-expression values) antara lain meliputi kepercayaan interpersonal, toleransi, proaktif, kreatif, dan partisipasi dalam pengambilan keputusan membawa masyarakat kea rah kemajuan secara sosial.Pendapat di atas didukung oleh Harrison (1992) yang berpendapat bahwapembangunan sosial masyarakat sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai kultural dasar masyarakatnya (societys basic cultural values). Fukuyama (1995) juga berpendapat bahwa kemampuan masyarakat dalam berkompetisi di pasar global dipengaruhi oleh kepercayaan sosial (social trust). Kesemuanya itu, merefleksikan adanya asumsi bahwa masyarakat dewasa ini ditandai oleh perbedaan ciri-ciri kultural yang telah berlangsung dalam waktu lama, dimana ciri-ciri tersebut selanjutnya akan memiliki dampak penting pada penampilan kemajuan sosial masyarakat.Sistem nilai masyarakat akan dapat menggerakkan mereka sebagai modal pembangunan manakala dilandasi dengan kesadaran sosial. Kesadaran ini menjadi penting mengingat dengan bekal kesadaran seorang individu atau kelompok masyarakat dapat memanfaatkan sistem nilai yang dimilikinya secara bertangungjawab untuk kemaslahatan masyarakat seluas-luasnya, sehingga akan menjadi pemicu luar biasa dalam menggerakkan pembangunan sosial. Persoalannya adalah bagaimana kesadaran itu dapat dimunculkan? Bagaimana pula mengusahakan kesadaran agar dapat mempengaruhi perilaku sosial masyarakat menuju pada tatanan sosial yang lebih baik? Pada sisi inilah sesungguhnya peran pendidikan amat dibutuhkan. Pendidikan memiliki peran vital dalam menanamkan nilai-nilai perubahan sosial menuju pada sistem baru yang lebih baik. Hilangnya kesadaran individu atau anggota kelompok masyarakat akan hal tersebut akan berakibat fatal.Beberapa dampak dari sikap gegabah individu dan anggota masyarakat sebagai akibat dari ketiadaan kesadaran sosial sebagai anti klimak dari kemajuan peradaban adalah merebaknya aneka problem sosial, seperti: HIV/aids, kriminalitas, perlombaan senjata nuklir, polusi, inflasi, dan krisis energi. Hal ini sebagaimana diprihatinkan oleh Fritjof Capra (1997) terhadap kondisi masyarakat modern dewasa ini. Aneka problem sosial menurut Fritjof Capra (1997) tersebut memperoleh intensitasnya justru ketika kemajuan peradaban umat manusia mencapai puncakya.Aneka problem sosial yang bersifat global dewasa ini disamping disebabkan dari ekses kemajuan ipteks yang terkadang kurang memperhatikan keseimbangan sosio-ekologis, namun yang lebih penting sebenarnya adalah merosotnya moralitas manusia yang terkadang agak kelewat batas melewati kewajaran sehingga mengarah kepada perilaku moral yang bersifat destruktif. Oleh karena itulah, peran pendidikan amat penting untuk meluruskan kembali perilaku moral manusia (Muhammad Abdurrahman, 2003).

C. KAITAN DIMENSI EKONOMI MASYARAKAT DENGAN PENDIDIKANDimensi ekonomi masyarakat adalah salah satu dimensi kehidupan yang ada dalam masyarakat yang memuat pola produksi, distribusi, dan konsumsi individu serta kelompok dalam rangka mencapai kemakmurannya. Kehidupan ekonomi masyarakat dapat dipilah menjadi tiga, yakni ekonomi atas, eknomi menengah, dan ekonomi bawah. Ekonomi atas dihuni oleh individu atau kelompok yang tergolong kaya raya, ekonomi menengah dihuni oleh individu atau kelompok yang tergolong sedang, dan ekonomi bawah dihuni oleh individu atau kelompok yang tergolong miskin atau melarat.Kelompok masyarakat yang sudah mencapai taraf kemajuan ekonomi memiliki kemantapan pola produksi, distribusi, dan konsumsi. Usaha-usaha untuk mewujudkan kondisi kemajuan ekonomi ini dilakukan dengan bantuan banyak modal, termasuk diantaranya adalah modal sumberdaya manusia yang memiliki peran amat besar. Sebaliknya kondisi ekstrim yang tergambar pada kelompok masyarakat yang masih berada pada tingkat ekonomi rendah dengan keterlilitan kemiskinan, belum bisa berkembang antara lain disebabkan rendahnya mutu sumberdaya manusianya.Usaha pengembangan ekonomi masyarakat tentulah berlandaskan pada sistem ekonomi yang dicita-citakan. Dewasa ini ada sejumlah sistem ekonomi yang dianut di dunia, yaitu sistem ekonomi: kapitalisme, sosialisme, Pancasilaisme, serta sistem ekonomi berdasarkan agama. Sekarang ini, sistem ekonomi yang dibangun di luar dari sistem kapitalisme telah banyak mengalami kegagalan. Seperti sistem ekonomi sosialisme yang sudah puluhan tahun dilakukan di negara Rusia dan beberapa Negara Eropa Timur, ternyata kurang ada peningkatan berarti. Sedangkan sistem ekonomi berdasarkan ajaran agama nampaknya belum pernah dicobakan secara meluas di suatu Negara. Satu-satunya yang paling berkembang dan banyak dilakukan di banyak negara adalah sistem ekonomi kapitalisme. Bahkan dalam beberapa sidang AFTA dan APEC telah disepakati pemberlakuan FreeTrading di beberapa kawasan dunia, termasuk di kawasan Asia Pasifik.Kemajuan ekonomi masyarakat dapat dilihat dari kemajuan sektor industri. Kemajuan industri berkembang dari kondisi indsutri kecil atau industri rakyat berkembang menjadi industri besar atau industri modern. Industri kecil atau industry rakyat ditandai dengan ciri-ciri antara lain: modal kecil, produksi banyak menggunakan pekerjaan non mesin atau banyak menggunakan tenaga manusia, memakai peralatan dan teknik sederhana, produksi dilakukan di rumah, dan umumnya upah pekerja rendah. Sedangkan. Industri besar ditandai dengan ciri-ciri antara lain: modal yang digunakan besar, biaya berasal dari pemerintah, swasta nasional, patungan atau modal asing, menggunakan mesin modern dalam berproduksi, dan tenaga kerja yang digunakan merupakan tenaga kerja terdidik, serta umumnya upah pekerja tinggi.

Dilihat dari tenaga kerjanya, industri masyarakat dapat digolongkan menjadi empat yaitu:1. Industri rumah tangga (home industry), yaitu industri yang dikerjakan oleh pekerja yang sjumlah sedikit, antara 1 sampai 4 orang.2. Industri kecil (small industry), adalah industri yang dikerjakan oleh pekerja antara 5 sampai 19 orang.3. Industri sedang atau industri menengah (middle industry), adalah industri yang mempunyai tenaga kerja antara 20-99 orang.4. Industri besar (big industry), adalah industri yang mempunyai pekerja lebih dari 100 orang (Mc Cawley, 1981).

Sedangkan industri dilihat dari tingkat pendidikan tenaga kerjanya, dapat dibagi menjadi: (1) industri dengan tenaga kerja terdidik (skilled labour); (2) Industri dengan tenaga kerja terlatih (trained labour); (3) Industri dengan tenaga kerja tidak terdidik dan terlatih (unskilled labour and untrained labour); dan (4) Industri dengan tenaga kerja yang tidak memerlukan pendidikan maupun latihan terlebih dahulu alias sudah terdidik dan terlatih.Untuk menumbuhkan kemajuan industri pada khususnya yang kemudian berlanjut pada menumbuhkan kemajuan ekonomi masyarakat, diperlukan beberapa variable baik internal maupun eksternal ekonomi. Variabel internal ekonomi seperti berupa regulasi ekonomi yang efektif, keluasan jaringan, ketercukupan modal, adopsi teknologi, tenaga kerja terampil, dan infrastrtuktur perbankan yang mendukung. Namun demikian tidak kalah pentingnya adalah variabel eksternal ekonomi antara lain berupa iklim usaha yang kondusif, sistem politik stabil, keamanan yang terjamin, serta sistem penyelenggaraan pendidikan bermutu yang menjamin munculnya lulusan-lulusan bermutu pula. Dengan demikian dunia pendidikan memiliki andil tidak kecil dalam menopang upaya peningkatan kehidupan ekonomi masyarakat.Pada bagian lain, penyelenggaraan pendidikan juga tidak luput dari pengaruh eksternal pendidikan. Dalam rangka meningkatkan mutu penyelenggaraan pendidikan, Isaac Leon Kendel memandang perlu adanya perhatian terhadap hal-hal yang sesungguhnya tidak tampak (intangible) tetapi berpengaruh terhadap pendidikan (Imam Barnadib, 1994). Hal-hal yang tidak tampak tetapi memiliki andil yang cukup besar dalam penyelenggaraan pendidikan antara lain kondisi ekonomi masyarakat.Ibarat dalam pertunjukkan wayang kulit, seorang dalang memiliki peran penting mempengaruhi, mengatur, dan mengarahkan jalannya pertunjukan tersebut. Tanpa dalang pertunjukan wayang tidak akan ada. Ibarat pentas sandiwara, sosok sutradara memegang peran penting dalam mengatur alur cerita dan hiruk pikuk seru tidaknya cerita, sehingga menarik tidaknya pementasan tersebut untuk ditonton tergantung dari suntradara. Sehingga baik dalang maupun sandiriwara sangat menentukan dalam pertunjukan wayang kulit maupun pementasan sandiwara.

D. KAITAN DIMENSI POLITIK MASYARAKAT DENGAN PENDIDIKANPerkembangan dalam bidang politik adalah proses-proses yang terjadi sedemikian rupa sehingga orang menghayati dan mengamalkan norma-norma dan nilai-nilai yang bersumber dari sistem politik yang berlaku. Dalam kaitan perkembangan bidang politik dengan sistem pendidikan, khususnya sistem persekolahannya James S. Coleman, berpendapat bahwa apa saja yang berada dalam negara perihal kewarganegaraan hendaklah juga berada di sekolah. Dengan kata lain, Coleman juga beserta tokoh lainnya berpendapat bahwa pendidikan adalah insitusi yang penting peranannya dalam hal pengembangan bidang politik.Selanjutnya Coleman mengemukakan bahwa peranan sistem persekolahandalam bidang politik dapat dibedakan menjadi tiga jenis:1. Sosialisasi politik, yaitu sistem persekolahan merupakan institusi untuk sosialisasi peserta didik terhadap budaya politik nasional.2. Seleksi dan latihan bagi kaum elit dalam bidang politik3. Integrasi dan pembangunan kesadaran politik nasional.

Sosialisasi politik merupakan proses yang memberikan kemungkinan bagi seseorang untuk mengalami internalisasi norma dan nilai suatu sistem politik. Sosialisasi politik sebenarnya bisa dilakukan oleh lembaga lain seperti keluarga, organisasi kemasyarakatan, organisasi sosial politik, dan media massa, namun sekolah merupakan salah satu agen sosialisasi politik yang terpenting.Melalui sekolah juga dapat dilakukan seleksi alamiah terhadap para calon elit politik melalui interaksi dan latihan berdemokrasi serta latihan kepemimpinan di lembaga-lembaga intra dan ekstra yang ada pada sekolah. Coleman menandaskan bahwa para elit kekuasaan di masyarakat sebagian telah kelihatan menonjol dan mendapat pendidikan persiapan ketika di sekolah.Sedangkan peran sekolah dalam integrasi politik dan kesadaran politik, disebabkan karena sekolah mengajarkan dan menanamkan nilai-nilai kebudayaan politik yang seharusnya digunakan sebagai pegangan siswa sebagai warga negara. Dengan demikian sekolah sudah membekali anak didiknya sedini mingkin mengenai integrasi dan kesadaran politik.Dari uraian di atas, baik menyangkut dimensi sosial masyarakat dan pendidikan, dimensi ekonomi masyarakat dan pendidikan, maupun dimensi politik masyarakat dan pendidikan, ketiganya jelas mengindikasikan adanya keterkaitan antara pendidikan dengan tiga aspek kehidupan masyarakat.

E. TEORI PENGIRING PENGEMBANGAN PENDIDIKANTelah banyak teori yang menjelaskan tentang pentingnya pengembangan pendidikan bagi perbaikan masyarakat. Dari teori-teori tersebut diantaranya adalah teori sumberdaya manusia (human resources theory) dari Theodore W. Schultz, teori modernisasi (modernization theory) dari Daniel Lerner, dan teori struktural-fungsional (structural-functional theory) dari Talcott Parsons (Imam Barnadib, 1987). Teori Sumberdaya manusia (human resources) yang dipelopori oleh T.W. Schultz menjelaskan bahwa perkembangan suatu masyarakat pada dasarnya berlandaskan pada investasi manusia (human investment). Dengan semakin berkualitasnya manusia sebagai penduduk bangsa akan mendorong meningkatnya produktifitas mereka. Peningkatan produktifitas akan mempengaruhi peningkatan penghasilan penduduk, sehinga pada gilirannya secara agregat dapat mengangkat masyarakat secara keseluruhan ke arah taraf yang lebih tinggi. Sehingga kuncinya adalah kualitas manusianya. Oleh karenanya, dalam konteks ini pendidikan memegang peranan sangat penting dalam rangka membangun masyarakat.Sedikit berbeda dengan teori sumberdaya manusia di atas, teori modernisasi (modernization theory) tidak saja menekankan pada peningkatan mutu sumberdaya manusianya akan tetapi juga menekankan peningkatan infrastruktur sosial menuju yang lebih modern. Infrastruktur sosial menuju yang lebih modern tersebut adalah Infrastruktur sosial yang antara lain meliputi: lembaga-lembaga sosial, alat-alat komunikasi, termasuk juga lembaga pendidikan.Dalam pendangan teori ini, banyak terjadi di negara-negara berkembang bahwa ada lembaga-lembaga modern yang diisi oleh manusia yang kualitasnya masih tradisional seperti manusia-manusia yang memiliki ciri-ciri kurang produktif, malas, kurang mampu bekerja secara profesional. Manusia-manusia dengan kualitas rendah atau tradisional tersebut banyak bekerja di pabrik-pabrik, stasiun TV, badan usaha swasta, dan birokrasi perkantoran pemerintah. Sebaliknya banyak pula manusia-manusia yang sudah dididik maju akan tetapi bekerja dan menjalankan kelembagaan yang alat-alat kelengkapannya masih tradisional. Oleh karena itu, menurut teori ini pembangunan masyarakat disamping perlu dimulai dengan upaya peningkatan sumberdaya manusia juga dengan penyediaan infrastruktur sosial yang lebih modern.Sedangkan teori Struktural-fungsional (structural-functional theory) yangdipelopori oleh Talcott Parsons, mengajarkan bahwa masyarakat sebenarnya terdiri atas kelompok-kelompok manusia yang mempunyai tempat dalam struktur dengan fungsinya masing-masing, yang kesemuanya saling berhubungan secara harmonis. Sehingga masyarakat akan berkembang manakala kelompok-kelompok tersebut ditingkatkan kedudukannya menurut struktur, peran, dan fungsi masing-masing secara harmonis pula. Bila tidak, maka menurutnya akan terjadi apa yang disebut keadaan Disequilibrium atau social disorder.Sudah barang tentu peranan pendidikan sangat penting dalam rangka pengembangan masyarakat sebagaimana inti dari teori ketiga ini. Ada beberapa tahap yang dapat dikembangkan, antara lain adalah: pertama, pendidikan universal berlandaskan kebijakan wajib belajar untuk semua warga masyarakat. Kedua, setelah diadakannya pendidikan universal, kemudian untuk memenuhi minat dan perhatian tiap kelompok maka dikembangkan kemampuannya baik yang bersifat akademik-ilmiah maupun kemampuan vokasional, teknologi, dan profesional. Dengan kedua tahapan inilah maka perkembangan masyarakat dapat ditingkatkan secara lebih efektif.Selain dari tiga teori yang telah disebutkan di atas, yakni teori sumberdayamanusia (human resources theory), teori modernisasi (modernization theory), dan teori strukturaL- fungsional (structural-functional theory), terdapat teori lain yang menjelaskan tentang fenomena yang sama, yaitu: teori mobilitas isi, teori alokasi, dan teori legitimasi (Imam Barnadib, 1987).Penjelasan inti dari teori-teori tersebut dapat dipaparkan sebagai berikut: teori mobilitas isi menjelaskan bahwa bila semua anak mengalami dan menikmati pendidikan yang teratur dan mempunyai sejumlah pengetahuan dan kecakapan lewat pendidikan, maka akan terangkatlah masyarakatnya. Sedangkan teori alokasi menyebutkan bahwa pendidikan itu lebih berfungsi sebagai pemilih, penyortir, dan penjatah dari pada hanya sebagai lembaga sosialisasi.Adapun teori legitimasi berpendaoat bahwa pendidikan itu sesungguhnya terbangun (constructed) secara sosial. Pendidikan dalam hal ini termasuk sekolah merupakan lembaga yang mencerminkan berbagai keadaan sosial (social setting), sehingga dalam menjalankan program pendidikannya, sekolah bukan hanya menjadi wahana sosialisasi, tetapi mampu mempengaruhi terjadinya perubahan atau peningkatan kualitas kehidupan dalam masyarakat. Teori legitimasi menghendaki agar pendididkan selalu mengusahakan kerujukan dengan masyarakat. Bila ini dilakukan, maka pendidikan tidak hanya mempertahankan kemapanan struktur masyarakat melainkan juga dapat berpengaruh ke arah perbaikan dan perkembangannya.

BAB IIIPENUTUP

KESIMPULANBahwa semua bangsa di dunia berusaha meningkatkan mutu pendidikannya menjadi lebih baik dari waktu ke waktu. Upaya meningkatkan mutu pendidikan oleh semua bangsa di dunia, termasuk Indonesia, berangkat dari adanya keprihatinan mereka akan mutu pendidikan yang masih rendah. Untuk itu, I.L. Kandel merekomendasikan perlunya perhatian dari pelaku pendidikan terhadap hal-hal yang kelihatannya tidak tampak (intangible) akan tetapi memiliki pengaruh terhadap penyelenggaraan pendidikan dalam rangka membangun pendidikan yang lebih baik.Ideologi sebagai salah satu faktor intangible memiliki pengaruh luar biasa dalam penyelenggaraan pendidikan di suatu bangsa. Melalui ideologi atau cita-cita social penyelenggaraan pendidikan baik yang ada di jalur sekolah maupun luar sekolah ingin dikembangkan dan ditingkatkan mutunya untuk dapat memainkan peran-peran yang diharap. Baik peran legitimasi ataupun peran reformasi dari keberadaan lembaga pendidikan.Faktor intangible lain yang mempengaruhi upaya-upaya penyelenggaraan pendidikan dunia antara lain adalah pemikiran-pemikiran hasil keputusan dari beberapa Konferensi Internasional tentang pendidikan yang disponsori UNESCO antara lain yang berlangsung di Karachi (1960), Santiago (1962), Addis Ababa (1965), Soul (1966), dan tempat lain yang akhirnya menghasilkan resolusi-resolusi. Salah satu resolusi penting dari Konferensi Internasional tersebut adalah agar di Afrika dan Asia dilaksanakan program pendidikan untuk semua (education for all).Pada bagian lain, penyelenggaraan pendidikan tidaklah sui generi, akan tetapi dipengaruhi oleh banyak hal. Beberapa aspek kehidupan masyarakat di luar pendidikan selalu bersinggungan dan mempengaruhi pendidikan. Paling tidak ada tiga aspek penting kehidupan masyarakat yang selalu bersinggungan dengan pendidikan, yaitu aspek sosial, ekonomi, dan politik. Proses hubungan keterkaitan antara pendidikan dengan masyarakat adalah hubungan interaktif-dialektis.Banyak teori yang menjelaskan tentang pentingnya pengembangan pendidikan bagi perbaikan masyarakat. Diantaranya adalah teori sumberdaya manusia (human resources theory) dari Theodore W. Schultz, teori modernisasi (modernization theory) dari Daniel Lerner, dan teori struktural-fungsional (structural-functional theory) dari Talcott Parsons (Imam Barnadib, 1987).Teori Sumberdaya manusia (human resources) menekankan perkembangan masyarakat berlandaskan pada investasi manusia (human investment) sehingga pendidikan memegang peranan sangat penting dalam rangka pembangunan masyarakat. Teori modernisasi (modernization theory) menekankan pada peningkatan mutu sumberdaya manusia serta infrastruktur sosial menuju yang lebih modern. Antara lain adalah lembaga-lembaga sosial, alat-alat komunikasi, termasuk jugalembaga pendidikan. Teori Struktural-fungsional (structural-functional theory) mengajarkan bahwa masyarakat terdiri atas kelompok-kelompok manusia yang mempunyai tempat dalam struktur dengan fungsi masing-masing dan saling berhubungan secara harmonis satu sama lain. Masyarakat akan berkembang manakala kelompok-kelompok tersebut ditingkatkan kedudukannya menurut struktur, peran, dan fungsi masing-masing secara harmonis pula, sehingga terwujud keadaanyang disebut social disorder.Teori lain dari ketiga teori di atas adalah teori mobilitas isi, alokasi, dan legitimasi (Imam Barnadib, 1987). Teori mobilitas isi menjelaskan bahwa bila semua anak mengalami dan menikmati pendidikan yang teratur dan mempunyai sejumlah pengetahuan dan kecakapan lewat pendidikan, maka kemajuan masyarakat akan terangkat. Teori alokasi menyebutkan bahwa pendidikan lebih berfungsi sebagai pemilih, penyortir, dan penjatah dari pada hanya sebagai lembaga sosialisasi. Sedang teori legitimasi berpendaoat bahwa pendidikan itu sesungguhnya terbangun (constructed) secara sosial yang mencerminkan berbagai keadaan sosial (social setting), sehingga sekolah bukan hanya menjadi wahana sosialisasi tetapi juga mampu mempengaruhi terjadinya perubahan atau peningkatan kualitas kehidupan dalam masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

3