Pendidikan karakter antikorupsi

download Pendidikan karakter antikorupsi

If you can't read please download the document

Transcript of Pendidikan karakter antikorupsi

1. Pendidikan Karakter Antikorupsi:Upaya Menyikapi Realita Oleh I Putu Mas Dewantara Korupsimerupakan sebuah masalahpelik yangtiada habisnyadiperbincangkan di negeri rupiah ini. Mulai dari pemahaman mengenai apa itukorupsi, bentuk-bentuk tindakan korupsi sampai pada sanksi hukum tindakankorupsi. Namun, perbincangan dari waktu ke waktu itu belum berbuah maksimal.Masih sangat mudah dijumpai praktek-praktek korupsi di sekitar kita. Bahkan jikamau jujur, korupsi sudah dilakukan secara terang-terangan (masyarakat menyebutnyarahasia umum [?]). Mengadili orang-orang yang terlibat korupsi ternyata juga tidakmudah. Sebab para koruptor ternyata memiliki kekuatan yang luar biasa. Betapaterkejutnya publik saat seorang koruptor bisa ke luar tahanan dan menontonpertandingan olah raga di Bali. Hal ini menunjukkan bahwa korupsi telah melandatempat-tempat yang diharapkan mampu memberi efek jera pada para koruptor.Begitu besar kekuatan uang untuk membeli kebebasan para koruptor. Sebelum kasuske luarnya koruptor dari balik jeruji besi, negari ini juga pernah dihebohkan denganruang tahanan yang disulap bak hotel berbintang. AC, TV, DVD, dan perlengkapanlain menghiasi ruangan yang semestinya menciptakan renungan atas perbuatan yangtelah dilakukan. Melihat maraknya aksi korupsi siapa yang patut dipersalahkan?Pemerintah, lembaga hukum, ataukah dunia pendidikan yang belum mampumemberikan bekal keberanian dan kesetiaan akan kejujuran? Di sini pendidikansering menjadi komponen yang paling disoroti. Jika tujuan akhir pendidikan adalah membentuk manusia cerdas, berakhlakmulia, terampil dan seterusnya, maka semestinya rumusan itu dijadikan patokan ataualat ukur, sejauh mana bisa dicapai. Jika ternyata para lulusan pada jenjang tertentumasih menggambarkan penampilan yang belum sebagaimana dirumuskan dalamtujuan, maka apa salahnya segera dilakukan perbaikan dan bahkan perubahan. Apayang telah terjadi sudah selayaknya dijadikan renungan untuk memperbaiki kualitaspendidikan di negeri ini. 1 2. Menyikapi fenomena korupsi yang marak terjadi. Pendidikan pun melakukanpembenahan-pembenahan untuk menjawab tantangan derasnya arus korupsi. Salahsatu upaya yang dilakukan adalah perubahan kurikulum. Perubahan kurikulum yanggencar dibicarakan belakangan ini adalah masuknya pendidikan karakter antikorupsipada tingkat pendidikan prasekolah hingga perguruan tinggi pada tahun ajaran 2011ini. Kurikulum tersebut, menurut Mendiknas, Muhammad Nuh, nantinya akan masukdalam silabus-silabus mata pelajaran. Sedangkan pengajarnya adalah guru-guru yangtelah diberi training bagaimana mengajarkan pendidikan karakter antikorupsi.Penyebaran pendidikan antikorupsi ini pun akan dilakukan secara bertahap. Dalam pelaksanaannya, pendidikan karakter antikorupsi tidak berdiri sendirisebagai sebuah mata pelajaran, tetapi dengan memberikan penguatan pada masing-masing mata pelajaran yang selama ini dinilai sudah mulai kendur. Mendiknasmenganalogikan pendidikan budaya dan karakter bangsa sebagai zat oksigen yangmenjadi bagian dari manusia hidup. Manusia tidak akan hidup tanpa oksigen. Begitujuga dengan pendidikan budaya dan karakter bangsa, kita seakan mati jika tidakberlaku sesuai dengan budaya dan karakter bangsa. Karakter dan budaya bangsa itubegitu melekat dalam diri seseorang. Pendidikan antikorupsi sesungguhnya abstrak, bukan melalui logika saja.Pendidikan ini memerlukan tahap penalaran, internalisasi nilai dan moral, sehinggamata pelajarannya didesain tidak hanya menekankan aspek kognitif, melainkan lebihpada aspek afektif dan psikomotorik (http://www.riaumandiri.net). Menekankanbagaimana agar anak didik melakukan sesuatu atau menghindari sesuatu untukmendapat pengharagaan sosial dari orang lain. Bagi anak-anak, proses penalaranmoral berkembang sejalan dengan proses belajar sendiri dan belajar dari lingkungan.Melalui pendidikan antikorupsi yang terarah dan efektif, terbuka kemungkinaninternalisasi nilai-nilai. Peran guru, orang tua, dan orang-orang di sekitar menjadikunci. Mereka harus memberi teladan berperilaku antikorupsi, terutama berperilakujujur sebagai dasar pembentukan karakter secara dini. Korupsi adalah masalah bersama yang penuntasannya tidak dapat dilakukanseketika. Kekuatan hukum dalam menimbulkan efek jera pun terkesan belummaksimal. Banyak pelaku tindak korupsi yang mendapat hukuman minim danbahkan lolos dari jerat hukum. Untuk itu, jalur pendidikan ditilik sebagai wahana2 3. terbaik untuk memutus arus korupsi dengan peningkatan moral generasi penerusnya.Rencana masuknya pendidikan karakter antikorupsi dalam kurikulum tentunyamendapat tanggapan beragam dari masyarakat. Ada yang pro dan ada juga yangkontra terhadap pelaksanaan program ini. Memerangi korupsi bukan cuma menangkapi koruptor. Sejarah mencatat, darisejumlah kejadian terdahulu, sudah banyak usaha menangkapi dan menjebloskankoruptor ke penjara. Era orde baru, yang berlalu, kerap membentuk lembagapemberangus korupsi. Mulai Tim Pemberantasan Korupsi di tahun 1967, KomisiEmpat pada tahun 1970, Komisi Anti Korupsi pada 1970, Opstib di tahun 1977,hingga Tim Pemberantas Korupsi. Nyatanya, penangkapan para koruptor tidakmembuat jera yang lain. Koruptor junior terus bermunculan bak jamur di musimhujan. Hasil survei bisnis yang dirilis Political & Economic Risk Consultancy atauPERC menyebutkan Dalam survei tahun 2010, Indonesia menempati peringkatpertama sebagai negara terkorup dengan mencetak skor 9,07 dari nilai 10. Angka ininaik dari 7,69 poin tahun lalu. Posisi kedua ditempati Kamboja, kemudian Vietnam,Filipina, Thailand, India, China, Malaysia, Taiwan, Korea Selatan, Makao, Jepang,Amerika Serikat, Hongkong, Australia, dan Singapura sebagai negara yang palingbersih (www.bisniskeuangan.kompas.com). Upaya pemerintah, dalam hal ini Kementrian Pendidikan Nasional(Kemendiknas) yang bekerja sama dengan KPK menyikapi realita korupsi yangmenjamur di negeri ini patutlah kita apresiasi positif. Pendidikan sebagai usaha sadaryang sistematis dan sistemis memang harus selalu bertolak dari sejumlah landasanatau azas-azas tertentu guna mewujudkan masa depan yang lebih baik (Tirtaraharjadan La Sulo, 2005). Lembaga pendidikan pun ditilik sebagai tempat terbaikmenyiapkap SDM yang bermoralitas tinggi. Hal ini sejalan dengan pandanganSocrates (469-399 SM) yang menyatakan bahwa tujuan pendidikan yang palingmendasar adalah membentuk individu menjadi lebih baik dan cerdas. Dengan katalain, pendidikan hendaknya diarahkan kepada kebajikan atau nilai individu yangmencakup dua aspek, yaitu intelektual dan moral (Aristoteles 348-322 SM). Memang sudah saatnya pendidikan kita disentuh oleh masalah-masalah realyang berlangsung di tengah-tengah masyarakat. Ketika korupsi menjalar bagai akar3 4. di setiap bidang kehidupan, maka sudah sepatutnya peserta didik yang akan menjadipenerus kehidupan bangsa diperkenalkan dengan permasalahan korupsi. Agar merekatahu betapa bahayanya tindakan korupsi bagi kelangsungan hidup bangsa sehinggamereka memiliki sikap tidak tergoda dengan tindak korupsi. Penanaman nilai-nilai luhur sejak dini diharapkan mampu menjadi pondasiyang kokoh bagi peserta didik dalam menyikapi realita kemerosotan moral yangterjadi di tengah masyarakat. Melalui pendidikan karakter antikorupsi jugadiharapkan munculnya rasa tanggung jawab untuk memberantas korupsi danmemberikan contoh pada masyarakat luas tidak hanya dari tuturan, tetapi jugamelalui perbuatan yang mencerminkan karakter yang ulet, jujur, toleran, dan lainsebagainya. Selama ini pendidikan mengenai nilai-nilai luhur sebenarnya telah terangkumdalam mata pelajaran agama dan pendidikan kewarganegaraan. Namun, hasil yangdigapai hanya sebatas kemampuan kognitif yang berfokuskan pada pencapaian nilaidalam selembar kertas. Pemahaman mengenai nilai luhur tersebut akan hilang ketikaanak didik ke luar dari pagar sekolah. Banyak kejadian dalam masyarakat yangmereka jumpai tidak sejalan dengan teori-teori yang ditanamkan sekolah, dan anakdidik tidak mampu menyumbangkan pemikirannya dalam mengatasi persoalan itu.J.H. Gunning (dalam Tirtaraharja dan La Sulo, 2005) berpendapat bahwa seharusnyapendidikan yang sehat mampu menunjukan titik temu atau menjembatani antara teoridan praktek. Abduhzen (2010) berpendapat bahwa strategi pendidikan kita pada berbagaitingkatannya sangat kurang menghiraukan pengembangan nalar sebagai basis sikapdan perilaku. Pembelajaran di sekolah kita lebih cenderung pada mengisi ataumengindoktrinasi pikiran. Akibatnya, apa yang diperoleh di sekolah seperti tidakberkorelasi dengan kehidupan nyata. Pendidikan harus mampu menciptakankeseimbangan dalam kehidupan peserta didiknya. Hal ini sejalan dengan ajaranfilsafat I Ching (kristalisasi marxisme di Tiongkok) yang memandang bahwa nilaiyang paling tinggi dalam kehidupan manusia adalah keseimbangan (Artadi, 2004). Agar pendidikan karakter antikorupsi dapat mencapai sasaran, beberapalangkah dapat dilakukan pemerintah dan Kemendiknas, seperti pelatihan-pelatihankepribadian kepada guru-guru untuk menanamkan sikap antikorupsi. Hasilnya nanti 4 5. terlihat dalam sikap keseharian guru dalam menjalankan tugasnya. Sikap-sikapantikorupsi yang ditunjukkan oleh guru tentu akan lebih tajam pemikiran siswamengenai korupsi dibandingkan dengan teori-teori hapalan mengenai tindak korupsi.Langkah lain yang dapat diambil untuk memaksimalkan tujuan pendidikan karakterantikorupsi adalah memberikan sanksi tegas kepada guru dan pegawai-pegawai dinaspendidikan yang melakukan tindakan korupsi. Sehingga dunia pendidikan terlepasdari tindakan korupsi yang akan berdampak pada penciptaan kondisi yangmendukung pelaksanaan pendidikan karakter antikorupsi. Melihat berbagai kendala yang membentang dalam pelaksanaan pendidikankarakter antikorupsi ini, maka sudah sepatutnyalah dilakukan perbaikan dalam tubuhinstitusi pendidikan terlebih dahulu. Agar jangan sampai rencana manis hanyaberbuah tawar atau tiada berguna. Guru sebagai ujung tombak pendidikan karakterantikorupsi haruslah merefleksi diri. Penanaman sikap luhur ini akan tercapai apabilaguru sanggup menjadi contoh sikap jujur, baik, bertanggung jawab, dan adil bagisiswanya. Bukan hanya pemberian teori mengenai ciri-ciri sikap jujur, baik,bertanggung jawab, dan adil yang sasaranya hanya hapalan semata. Edith Wharton(dalam Lewis, 2004) mengatakan bahwa ada dua cara untuk menyebarkan terang:menjadi lilinnya atau menjadi cermin yang memantulkannya. Lewis (2004)menyebut pemberian contoh-contoh sikap luhur itu sebagai kepemimpinan lewatteladan. Dalam kepemimpinan ini, seorang guru akan menjadi tolak ukur di manapeserta didik akan mengukur diri mereka sendiri. Guru akan menjadi inspirasi bagipeserta didiknya. Untuk dapat menjadi pemimpin yang mampu menerangi jalan pesertadidiknya, seorah guru hendaknya kembali memegang teguh trilogi kepemimpinanyang dicetuskan oleh Ki Hajar Dewantara, yakni ing ngarso sung tulodo, ing madyomangun karso, dan tut wuri handayani. Artinya, di depan guru sebagai pemimpinmesti memberi teladan, di tengah-tengah peserta didik, guru membangun semangatserta menciptakan peluang untuk berswakarsa, dari belakang guru mendorong danmengarahkan peserta didiknya. Trilogi inilah yang mungkin terlupakan dalamsistem pendidikan penanaman nilai di negeri ini. 5