Pendidikan Di Indonesia (Tinjauan Historis)
Transcript of Pendidikan Di Indonesia (Tinjauan Historis)
8/20/2019 Pendidikan Di Indonesia (Tinjauan Historis)
http://slidepdf.com/reader/full/pendidikan-di-indonesia-tinjauan-historis 1/35
8/20/2019 Pendidikan Di Indonesia (Tinjauan Historis)
http://slidepdf.com/reader/full/pendidikan-di-indonesia-tinjauan-historis 2/35
PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9
2
diartikan sebagai pemberian pengetahuan dan keterampilan teknis untuk melakukan
pekerjaan-pekerjaan yang diarahkan oleh pemerintah kolonial, sehingga makna pendidikan
untuk mengembangkan kesadaran bagi pengembangan martabat manusia dan harga
dirinya sebagai manusia yang merdeka kurang memperoleh perhatian. Tentu saja hal ini
berbeda dengan teori pendidikan yang secara universal diakui bahwa tujuan pendidikanyang utama adalah untuk mengembangkan martabat manusia atau kepribadian yang sehat
dan seimbang.
Seperti yang disampaikan oleh Pestalozzi (seorang pendidik besar dari Swiss yang
hidup antara 1746-1827) dia menekankan tujuan utama pendidikan adalah untuk
mengembangkan kepribadian atau martabat manusia, bukan sekedar pemberian
pengetahuan dan keterampilan teknis pada anak untuk melakukan pekerjaan. Suatu
ungkapan yang menggambarkan pemikiran Pestalozzi sebagai berikut:
Yet, with the chaning world, Pestalozzi’s assertions have become more, not less
relevant. For by insisting that education began at birth, Pestalozzi recognized the
influence of the first years of a child’s life on his developing a balanced and healty
personality (Heafford H. R. 1967:85).
Dikatakan bahwa dengan dunia yang berubah, penjelasan Pestalozzi menjadi lebih
relevan, bukan kurang relevan. Dengan menekankan bahwa pendidikan mulai dari
kelahiran. Pestalozzi mengakui pengaruh tahun-tahun pertama dari kehidupan anak
terhadap perkembangan kepribadiannya yang sehat dan seimbang. Bagi anak-anak miskin
sebagaimana Pestalozzi mengabdikan dirinya untuk pengembangan meningkatkan derajat
sosial dan kemanusiaan dalam membantu mereka memperoleh kebahagiaan. Dia
menekankan pentingnya mengombinasikan suatu pendidikan umum dasar (basic general
education) dengan pendidikan vokasional (vocational education) yang memungkinkan
anak-anak miskin dapat tumbuh dalam kehidupan masyarakat yang bertanggung jawab.
Kehidupan masyarakat miskin tidak dapat berubah dengan baik hanya sekedar diberikan pengetahuan dan keterampilan untuk melakukan pekerjaan, tanpa mengembangkan derajat
kemanusiaannya atau mengembangkan kepribadiannya yang sehat dan seimbang. Sebab
perubahan kehidupan dan adaptasi terhadap situasi baru yang dihadapi dalam kehidupan
sangat ditentukan oleh kepribadian yang sehat dan kreatif, bukan sekedar pemilikan
pengetahuan dan keterampilan teknikal yang memungkinkan mereka menjadi budak dalam
kehidupan sosial.
Untuk meningkatkan derajat kemanusiaannya dan mengembangkan kepribadian
yang sehat dan seimbang bagi masyarakat miskin, Pestalozzi menekankan pentingnya
pendidikan umum untuk pengembangan kekuatan moral, intelektual dan psikal mereka
secara terpadu dan menyeluruh.
Dia menekankan: Education was infinitely preferable to charity because it enabled thepoor to help
themselves, and more important, because only through it was there the hope of
altering the attitude of the poor to their lives. It was necessary to change them
inwardly, not merely to improve their extermal circumstance (Heafford M. R.
1967:80).
Pendidikan adalah lebih baik dari pada kebaikan pada orang lain, karena dengan
pendidikan anak-anak miskin dapat menolong diri mereka sendiri, dan lebih penting,
karena hanya melalui pendidikan akan terdapat harapan untuk perubahan sikap anak
miskin terhadap kehidupan mereka. Adalah penting mengubah mereka dari dalam, bukan
hanya sekedar mengembangkan lingkungan eksternal mereka.
Teori pendidikan yang digunakan dalam kebijakan pendidikan pada masa kolonial,menurut pendapat saya cenderung menggunakan pendidikan untuk memberikan
8/20/2019 Pendidikan Di Indonesia (Tinjauan Historis)
http://slidepdf.com/reader/full/pendidikan-di-indonesia-tinjauan-historis 3/35
PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9
3
pengetahuan dan keterampilan praktis untuk melakukan pekerjaan yang diarahkan oleh
pemerintah kolonial, sehingga mereka dapat memperoleh tenaga kerja yang cakap dan
murah. Pendidikan semacam itu yang tidak menaruh perhatian pada pengembangan derajat
martabat kemanusiaan dan harga diri untuk membangun kepribadian yang sehat dan
kreatif. Lembaga pendidikan atau persekolahan pada masa kolonial lebih menekankantugas mengajar dan melatih murid sebagai calon tenaga kerja tang terampil, yang
lulusannya dibutuhkan oleh sistem birokrasi, administrasi, perkebunan dan perdagangan
pemerintah kolonial.
Tulisan ini bertujuan untuk memahami perkembangan ilmu pendidikan dan
peranan lembaga pendidikan, sekolah dan lainnya, dalam konteks kesejarahan di
Indonesia. Konteks kesejarahan dalam arti memahami konteks masa lalu dan
keterkaitannya dengan masa sekarang, di mana ilmu pendidikan dan agen atau
kelembagaannya, persekolahan dan lainnya, diwarnai oleh situasi dan kondisi yang
mengelilinginya. Di depan telah diuraikan secara ringkas situasi atau kondisi pendidikan
pada masa kolonial Belanda dan uraian selanjutnya diarahkan pada pemahaman
perubahan-perubahan yang terjadi dan keterkaitannya dengan problem pendidikan
sekarang.
Perubahan-perubahan yang Terjadi dan Keterkaitannya dengan Perjuangan
KemerdekaanPendidikan pada masa kolonial yang secara ringkas telah diuraikan, cenderung
menggunakan arti pendidikan secara sempit untuk memberikan pengetahuan dan
keterampilan praktis untuk melakukan pekerjaan yang diarahkan bagi kepentingan
pemerintah kolonial, tidak semuanya berjalan sesuai dengan keinginan pemerintah
kolonial. Terjadi suatu ironi atau penyimpangan seperti yang dilukiskan oleh Shiraishi
Takashi, seorang peneliti Jepang, bahwa pendidikan yang bersifat hirarkis di zamankolonial Belanda dan sedikit memberi kesempatan belajar bagi anak pribumi
menghasilkan produk yang berbeda dari apa yang diharapkan oleh pemerintah kolonial ini.
Dia melukiskan bahwa anak-anak pribumi yang memiliki kesempatan belajar di
sekolah dasar Belanda di tingkat kabupaten, belajar ke sekolah menengah pertama di ibu
kota propinsi, dan di sekolah menengah atas atau sekolah profesi di Batavia (ibu kota
Negara) dan Bandung, atau bahkan belajar ke Universitas di negeri Belanda. Mereka
mengalami perjalanan kepergian, yang bermula dari Desa menuju pusat pemerintahan,
perjalanan yang berangkat dari pinggiran kekaisaran Belanda dan sering kali berakhir pada
titik pusat pemerintahan. Arti penting perjalanan kepergian ini adalah bukan untuk
penemuan identitas sebagai orang Jawa atau Aceh, tetapi justru penemuan identitas
sebagai penduduk pribumi, “sebagai kita” yang dibawa bersama oleh sejarah kolonialBelanda. Hanya masalah waktu saja “kita pribumi” berubah menjadi “kita bangsa
Indonesia” (Shiraishi Takashi, 1986:44).
Perubahan dari “kita pribumi” menjadi “kita bangsa Indonesia” adalah merupakan
awal terbentuknya gerakan kebangkitan kebangsaan dan lebih jauh terbentuknya kemauan
atau tekad untuk mendirikan Negara kebangsaan Indonesia. Berdirinya organisasi Budi
Utomo yang digerakkan oleh para pemuda terpelajar adalah ,merupakan wujud tumbuhnya
kesadaran “kita bangsa Indonesia” jauh mendorong datangnya perjuangan untuk
mewujudkan Negara kebangsaan Indonesia (Kuntoro, 2006:135).
Tidak lama setelah Budi Utomo didirikan, maka diikuti kesadaran yang lebih luas
di kalangan masyarakat pribumi, kesadaran akan pentingnya pendidikan bagi pribumi,
pergulatan pendidikan sebagai instrument penting bagi penyebaran kesadaran kebangsaan bagi masyarakat umum (pribumi) mulai mengambil tempat. Bagi para pemuda dan
8/20/2019 Pendidikan Di Indonesia (Tinjauan Historis)
http://slidepdf.com/reader/full/pendidikan-di-indonesia-tinjauan-historis 4/35
PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9
4
terpelajar yang tergabung dalam organisasi Budi Utomo ini memandang arti penting
pendidikan secara luas,untuk membangun kesadaran baru, kesadaran kebangsaan dan
kebudayaan sebagai identitas diri atau jati diri masyarakat pribumi yang dihadapkan dalam
perbedaan dengan penjajah yang berkuasa. Apa yang lebih diutamakan makna pendidikan
adalah bukan makna pendidikan dalam arti sempit untuk menyampaikan pengetahuan danketerampilan teknis untuk melakukan pekerjaan dalam kehidupan bagi para murid setelah
tamat sekolah, tetapi makna lebih luas bagi pengembangan kesadaran sebagai bangsa yang
memiliki jati diri yang merdeka dengan kebudayaan dan cita-citanya sendiri.
Hal ini yang menjadi dasar atau titik awal berkembangnya sekolah dasar yang
digerakkan oleh pribumi sendiri, yang seolah-olah dihadapkan dengan sekolah-sekolah
yang diselenggarakan oleh pemerintah kolonial. Beberapa organisasi sosial
kemasyarakatan mendirikan sekolah swasta (partikulir) yang menjadi alternatif pendidikan
bagi pribumi di samping sekolah negeri yang diatur oleh pemerintah kolonial Belanda.
Semenjak itu sekolah untuk pribumi menyebar luas menjangkau daerah-daerah di luar
kota. Banyak ahli berpendapat bahwa terdapat dua pasang kekuatan yang muncul sebagai
gerakan pendidikan yang dikembangkan oleh masyarakat pribumi pada awal abad ke-20.
Pertama adalah gerakan pendidikan yang lahir dari kebutuhan pendidikan yang tumbuh
dari kelompok agama (terutama islam), dan kedua gerakan pendidikan yang tumbuh dari
tujuan politik kemerdekaan (Shigeo Nishimura dalam Sodiq A. Kuntoro, 2006:136). Dua
gerakan pendidikan yaitu Muhammadiyah (1912) yang diprakarsai KH. Achmad Dahlan
dan Taman Siswa (1922) yang diprakarsai oleh Ki Hajar Dewantara merupakan
representasi dari kekuatan tersebut di atas, seolah-olah merupakan dua saudara kembar di
mana yang pertama mengembangkan pendidikan bagi pribumi berbasis dasar nilai
keagamaan (islam), yang kedua mengembangkan pendidikan bagi pribumi berbasis dasar
kebudayaan bangsa (Jawa). Keduanya bermuara yang sama membangun makna
pendidikan secara luas untuk membangun kesadaran kebangsaan dengan dasar keagamaandan kebudayaan, membangun jati diri bangsa yang dihadapkan dengan sekolah-sekolah
yang diatur oleh pemerintah kolonial Belanda.
Kebijakan pemerintah kolonial menjauhkan anak-anak pribumi yang masuk di
sekolah Belanda dari kehidupan agama. Sebagaimana dilukiskan oleh beberapa penulis
bahwa terdapat perasaan aneh (keganjilan) di mata masyarakat jika ada seorang anggota
pamong praja pergi ke masjid untuk mengikuti ibadah sholat jum’at (Sri Suthiatiningsih
dan Sutrisno Kutoyo ed. 1980/1981;93). Pendidikan yang diselenggarakan oleh
pemerintah kolonial cenderung menjauhkan anak-anak dari kehidupan agama dan
kebudayaan masyarakat pribumi, dan mereka lebih dibawa ke arah budaya baru (Belanda)
yang dianggap lebih modern. Keterpisahan anak muda dari kehidupan agama dan
kebudayaan sendiri inilah yang menimbulkan keprihatinan bagi tokoh-tokoh pemudaterdidik yang memiliki cita-cita membangun bangsa yang merdeka.
Para pendiri Muhammadiyah memperhatikan keadaan yang menyedihkan secara
ekomomi, politik, sosial dan budaya yang disebabkan oleh penjajahan dan kehidupan
agama yang kurang sesuai dengan Qur’an dan Hadist yang menyebabkan sikap fatalistik
dan statis, yaitu menerima keadaan buruk dan penderitaan sebagai pemberian. Untuk
mengatasi keadaan ini maka diperlukan kebangkitan kesadaran agar masyarakat memiliki
kepercayaan diri (self-reliance) untuk mengubah dirinya. Bagi orang yang taat beragama
kembali pada ajaran Qur’an dan Hadist diyakini sebagai cara membangun kembali jati diri
(self-identity) dan kepercayaan diri, keberanian untuk berjuang melawan penindasan serta
mempunyai kemauan untuk membangun kemerdekaan (Sodiq A.Kuntoro, 2006:137-138).
Berdirinya Muhammadiyah menampilkan corak pendidikan keagamaan yangmodern yang berbeda dengan corak pendidikan pemerintah kolonial ternyata memperoleh
8/20/2019 Pendidikan Di Indonesia (Tinjauan Historis)
http://slidepdf.com/reader/full/pendidikan-di-indonesia-tinjauan-historis 5/35
PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9
5
sambutan yang baik dari masyarakat pribumi. Masyarakat tertarik pada sekolah
Muhammadiyah karena di sekolah itu diajarkan ilmu pengetahuan ilmiah seperti
matematika, fisika, biologi, kimia dan kainnya, sebagai alat untuk memahami kehidupan
dunia di mana manusia harus memenuhi kebutuhan material untuk hidupnya, dan juga
diajarkannya pendidikan agama sebagai dasar meningkatkan keimanan dan ketaqwaanyang merupakan nilai-nilai pengabdian kepada Tuhan.
Keberhasilan sekolah Muhammadiyah pada tahun-tahun permulaan berdirinya
dinyatakan oleh Mitsuo Nakamura (peneliti jepang) bahwa di kotagede Yogyakarta
walaupun pada tahun 1910-an sekolah rakyat ongko loro (sekolah dasar kelas dua) negeri
sudah ada tetapi hanya sedikit orang Kota Gede yang tertarik memasukkan anaknya ke
sekolah ini. Sebaliknya sekolah rakyat ongko loro Muhammadiyah yang didirikan di
sebuah pendapa rumah pribadi memperoleh sumbangan dari masyarakat dan menerima
pendaftaran sejumlah besar laki-laki dan perempuan. Karena keberhasilan sekolah-sekolah
yang telah ada pada tahun 1920-an maka Kota Gede didirikan juga HIS Muhammadiyah
yang ternyata dapat mengalahkan sekolah negeri yang didirikan oleh pemerintah kolonial
Belanda (Sodiq A.Kuntoro, 2006:139).
Secara singkat dikatakan oleh Mitsua Nakamura sampai akhir tahun1930-an
sekolah Muhammadiyah sudah tersebar luas hampir ke seluruh kota besar dan kecil di
Jawa, dan hampir berkembang ke semua pusat kota-kota besar Hindia Timur Belanda.
Menurut beberapa ahli apa yang penting disumbangkan oleh pendidikan Muhammadiyah
tersebar secara meluas itu antara lain: 1) Membangkitkan kesadaran nasional Indonesia
melalui corak islam, 2) Menyebarkan ideologi pembaharuan islam secara luas, 3)
Meningkatkan penyebaran pengetahuan praktis sains modern (Sodiq A. Kuntoro,
2006:140).
Taman Siswa didirikan pada tahun 1922 sepuluh tahun sesudah Muhammadiyah
oleh Ki Hajar Dewantara seorang keturunan bangsawan Jawa. Berbeda degan KH.Achmad Dahlan (Pendiri Muhammadiyah) yang banyak menyerap nilai-nilai agama islam
dalam memajukan pendidikan dan kehidupan sosial, Ki Hajar Dewantara terpengaruh oleh
pandangan baru pendidikan di Barat dan menguraikan teori pendidikannya dengan
menggunakan nilai-nilai budaya bangsa (Jawa). Dari sudut teori pendidikannya dapat
dikatakan dia terpengaruh oleh teori pendidikan “Montessori” yang meletakkan
penghargaan kemerdekaan jiwa anak,kebebasan dalam belajar, perhatian ada minat dan
kebutuhan anak. Dalam teori ini tugas guru bukan memberi pengetahuan pada anak, tetapi
hanya membimbing belajar anak sesuai dengan minat dan kebutuhan perkembangannya
yang sudah diberikan sebagai kodrat alam. Kekerasan, hukuman dan paksaan tidak
seharusnya dipakai dalam mendidik anak yang mengharapkan berkembangnya jiwa yang
merdeka. Teori semacam ini biasa disebut “child centered education” atau pendidikan berpusat pada anak, yang berbeda dengan pendidikan konvensional yaitu pendidikan yang
berpusat pada guru, seolah-olah guru yang berperan dominan, sangat sepihak menentukan
bahan ajar (materi pelajaran) dan menyampaikan pada siswa di mana siswa menerima
secara pasif apa saja yang diberikan oleh guru.
Karena murid harus menerima begitu saja apa yang diberikan guru maka murid
berkembang sebagai manusia (pribadi) yang tidak kreatif dan menjadi pribadi yang
tergantung pada pikiran atau pendapat orang lain. Sementara pendidikan yang berpusat
pada siswa menekankan bahwa belajar sebagai proses yang aktif dari siswa untuk mencari
dan mengembangkan pengetahuan. Anak diharapkan dengan potensi bawaan yang dimiliki
mengembangkan kepribadiannya, mencari dan mengembangkan ilmu pengetahuan sesuai
dengan tendensi alami yang ada dalam dirinya.
8/20/2019 Pendidikan Di Indonesia (Tinjauan Historis)
http://slidepdf.com/reader/full/pendidikan-di-indonesia-tinjauan-historis 6/35
PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9
6
Teori pendidikan di barat itu secara sadar dirumuskan dengan menggunakan basis
nilai-nilai budaya Jawa. Dalam budaya Jawa mengasuh anak dengan jiwa merdeka itu
biasa disebut sebagai momong, among atau ngemong. Ki Hajar Dewantara menteorikan
pendidikan Taman Siswa sebagai pendidikan “sistem among” dengan tugas guru “Tut
Wuri Handayani”, artinya untuk mengasuh anak dengan jiwa merdeka maka gurumembimbing dari belakang, di mana anak aktif bermain dan belajar sedang pendidik
berada di belakangnya untuk memotivasi, membimbing dan mengarahkan. Dapat
dikatakan konsep ngemong mempunyai arti bahwa anak memperoleh kemerdekaan untuk
bermain dan belajar sesuai dengan minat dan kebutuhannya, sedang orang dewasa hanya
bertugas membantu dan membimbingnya kearah perkembangan yang baik.
Menurut para ahli seperti Kenji Tsuchia (1992) seorang peneliti Jepang :
Dewantara tampaknya tidak hanya sekedar tertarik pada aktivitas pendidikan secara murni,
tetapi juga terpanggil pada pergulatan politik nasional, sehingga dia menggunakan
pendidikan sebagai instrument penting bagi usaha membangkitkan kesadaran kebangsaan
dan kemerdekaan bangsa melalui membangun sistem pendidikan sebagai bentuk
“tandingan” dari sistem pendidikan pemerintah kolonial.
Dalam membangun sistem pendidikan dia terpengaruh oleh teori pendidikan
Montessori yang mungkin dia pelajari pada waktu dia berada atau diasingkan di negeri
Belanda. Tetapi teori pendidikan yang menghargai kemerdekaan anak secara universal itu
dikembangkan dalam diri anak pribumi untuk membangun semangat merdeka yang
dihadapkan pada sistem penjajahan yang dialami pada waktu itu. Seolah-olah Dewantara
menyiapkan pendidikan pribumi sebagai pendidikan rakyat ata bangsa dengan
mempersenjatai murissd jiwa merdeka sebagai kekuatan untuk berjuang membebaskan diri
dari system kolonialisme. Disini nampaknya dia menggunakan teori kritis pendidikan
untuk menentang sistem penjajahan dan membangun gerakan pembebasan untuk
memperoleh kemerdekaan. Untuk membangun sistem pendidikan yang merdeka “sistemamong” Ki Hajar Dewantara tertarik pada sistem pendidikan tradisional yang telah ada
seperti padepokan, pondok, asrama dan pesantren yang menjadi lembaga pendidikan yang
bersifat mandiri dan sering juga berhadapan dengan kekuatan penguasa. Menurut
Dewantara sistem pendidikan nasional seharusnya tidak mengikuti sistem pemerintah
kolonial, tetapi lebih tepat menggunakan sistem pondok dan asrama. Dia memuji sistem
tradisional, asrama, pondok dan pesantren sebagai contoh sistem sekolah yang bagus bagi
sistem pendidikan nasional (Kenji Tsuchia,1992:113-114).
Tampaknya Ki Hajar Dewantara menolak sistem pendidikan barat (kolonial) yang
diterima masyarakat pribumi, karena tidak bebas dari pengaruh politik kolonial. Taman
Siswa merumuskan cita-cita pendidikannya untuk mewujudkan jiwa merdeka dan
semangat nasional sebagai penolakan terhadap sistem pendidikan kolonial. Azas pendidikan Taman Siswa adalah : 1) azas kemerdekaan, 2) azas berdiri diatas kekuatan
sendiri, 3) azas kekeluargaan, 4)azas kebudayaan nasional.
Kemerdekaan Indonesia yang merupakan hasil perjuangan dan revolusi nasional
yang panjang yang dilakukan masyarakat pribumi suatu perjuangan menghapuskan
penjajahan dan mendirikan Negara bangsa yang merdeka dan berdaulat, telah dicapai
dengan proklamasi kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945. Dengan berdirinya
Negara bangsa Indonesia maka diberlakukan Undang-Undang Dasar (UUD) Republik
Indonesia, satu hari setelah proklamasi kemerdekaan, di mana secara resmi sistem
pemerintah kolonial dihapus dan diganti dengan sistem pemerintahan yang ditentukan oleh
bangsa sendiri. Dalam sistem pemerintahan kolonial, karakteristik yang menonjol adalah
pertama, aparatur Negara, kebijaksanaan dasar pemerintah, dan pejabat tinggi pemerintahan semua ditentukan oleh pemerintah Belanda (Netherlands), kedua tugas
8/20/2019 Pendidikan Di Indonesia (Tinjauan Historis)
http://slidepdf.com/reader/full/pendidikan-di-indonesia-tinjauan-historis 7/35
PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9
7
utama Negara bukan untuk memelihara keamanan dan kesejahteraan rakyat yang dijajah
tetapi untuk menjaga keamanan dan kesejahteraan bangsa Belanda.
Sejalan dengan perubahan sistem pemerintahan sesudah proklamasi kemerdekaan,
sistem pendidikan juga mengalami perubahan, di mana pendidikan nasional diletakkan
sejalan dengan dasar dan cita-cita Negara bangsa Indonesia. Pancasila sebagai dasar danfalsafah Negara digunakan dan diletakkan sebagai landasan ideal pendidikan. Undang-
undang Pendidikan No.4 Tahun 1950 yang diumumkan pada 5 April1950 tetap
mencantumkan Pancasila. Bab III pasal 4 undang0undang tersebut menyatakan sebagai
berikut: pendidikan dan pengajaran berdasarkan atas azas-azas yang termaktub dalam
Pancasila, Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia, dan atas kebudayaan
kebangsaan Indonesia. Dapat dikatakan sesudah Negara bangsa Indonesia berdiri maka
satu kesatuan sistem pendidikan yang seragam berlaku secara nasional dilaksanakan
dengan meletakkan Pancasila sebagai landasan idealnya (Kuntoro, 2006:150).
Apa arti penting dari satu sistem pendidikan nasional ini adalah adanya
penghargaan semua warga Negara Indonesia untuk memperoleh pendidikan yang sama,
tanpa membedakan kelas sosial dan kelompok sosial dalam masyarakat. dalam UUD 1945
bab XIII pasal 31 ayat 1 dinyatakan : tiap warga Negara berhak mendapat pengajaran.
Atas dasar hal tersebut maka kesempatan belajar harus diberikan pada semua warga
Negara dari semua kelas sosial dan kelompok sosial. Selanjutnya undang-undang
pendidikan tahun 1950 bab XI pasal 17 menyatakan tiap warga Negara Republik
Indonesia mempunyai hak yang sama untuk diterima menjadi murid suatu sekolah. jika
memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan untuk pendidikan dan pengajaran pada sekolah
itu.
Pengalaman Historis dan Problem Pendidikan yang Kita Hadapi Sekarang
Di atas sudah disampaikan secara ringkas tinjauan historis perkembangan ilmu pendidikan dan lembaga pendidikan (persekolahan) di Negara kita, dan dalam tulisan ini
uraian selanjutnya dipusatkan pada pembahasan tentang keterkaitan dengan problem
pendidikan yang kita hadapi sekarang.
Menurut pendapat saya problem pendidikan yang muncul dalam pendidikan
persekolahan kita sekarang tidak dapat dipisahkan dari pengalaman sejarah pada masa
pemerintahan kolonial cenderung menggunakan teori pendidikan yang sempit untuk
memberikan pengetahuan dan keterampilan praktis untuk melakukan pekerjaan yang
diarahkan dan dibutuhkan oleh pemerintah kolonial.
Bagi masyarakat pribumi golongan elit yang memiliki hubungan dekat dengan
pemerintah kolonial, seperti anak Bupati diberi kesempatan sedikit untuk mengikuti
pendidikan sekolah Belanda, yang menggunakan bahasa Belanda sebagai bahasa pengantar pembelajaran dan menerapkan budaya hidup orang Belanda. Mereka
dipersiapkan sebagai pribumi yang dapat dipercaya menjadi tenaga administratif dalam
birokrasi pemerintah kolonial yang setia pada penguasa kolonial. Sementara mayoritas
pribumi tidak memperoleh pendidikan atau beberapa sekedar memperoleh pendidikan
sekolah dasar kelas dua yang dapat membaca dan menulis secara tehnikal dan mereka
dipersiapkan sebagai pekerja kasar yang menjadi pelayan yang baik dalam kehidupan
sosial pemerintah kolonial.
Sebagaimana di depan yang telah diuraikan menurut Pestalozzi tujuan utama
pendidikan adalah mengembangkan martabat kemanusiaan, mengembangkan kepribadian
yang sehat dan seimbang di mana kekuatan intelektual, moral dan psikal berkembang
secara utuh terkait satu dengan lain. Dia menekankan tujuan pendidikan bukan sekedar pemberian pengetahuan dan keterampilan teknis untuk dapat melakukan pekerjaan, sebab
8/20/2019 Pendidikan Di Indonesia (Tinjauan Historis)
http://slidepdf.com/reader/full/pendidikan-di-indonesia-tinjauan-historis 8/35
PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9
8
tanpa pengembangan harga diri, dan martabat kemanusiaan, atau kepribadian yang sehat
maka orang (individu) dengan pengetahuan dan keterampilan teknis saja mereka dapat
menjadi budak dalam kehidupan sosial. Menurut Pestalozzi pendidikan yang tepat bagi
orang miskin adalah mengembangkan derajat martabat manusia dan harga diri untuk
terbentuknya kepribadian yang sehat dan kreatif yang memungkinkan mereka mengubahkehidupannya dari dalam (inward ) dan dapat menolong diri mereka sendiri.
Pendidikan pada pemerintahan kolonial yang menekankan penyiapan tenaga kerja
bagi kepentingan kelompok penjajah kurang dapat menghasilkan warga Negara (individu)
yang terdidik, dengan pengetahuan luas yang memiliki kesadaran akan hak-hak dan
tanggung jawab kemanusiaan bagi kehidupan bersama, sebagaimana dibutuhkan dalam
kehidupan demokratis masyarakat modern.
Tampaknya sesudah dicapai kemerdekaan dan terbentuk pemerintahan Republik
Indonesia yang berdaulat untuk melindungi dan mengembangkan keamanan dan
kesejahteraan semua warga Negara, kita dihadapkan problem ketenagaan untuk mengisi
jabatan birokrasi pemerintahan, tenaga ahli yang dibutuhkan dalam bermacam-macam
profesi (guru, dokter, insinyur dan lainnya), tenaga pembangunan dalam bermacam-
macam bidang, dan tenaga teknis yang terampil dalam industri dan pembangunan fisik.
Pemenuhan tenaga kerja ini tentu saja tidak dapat dilepaskan dari tugas pendidikan,
sekolah dan perguruan tinggi (universitas) untuk menghasilkan lulusan yang memiliki
pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan dalam semua sektor pembangunan.
Namun yang menjadi persoalan adalah tugas pendidikan sekolah dan universitas
(perguruan tinggi) bukan sekedar terbatas pada menghasilkan tenaga kerja atau tenaga
professional yang dibutuhkan oleh pembangunan dalam bermacam-macam bidang, tetapi
juga harus mencakup tugas bagi pengembangan kepribadian ( personality) dari warga
Negara yang memiliki pengetahuan luas dan karakter yang baik, memiliki kesadaran akan
hak-hak dan tanggung jawab kemanusiaan dalam kehidupan demokratis. Disamping duatugas diatas yaitu pengembangan tenaga kerja yang dibutuhkan bagi pembangunan dan
pendidikan kewarganegaraan, masih terdapat tugas ketiga bagi pendidikan tinggi yaitu
pengembangan ilmu pengetahuan untuk mencari dan menemukan kebenaran ( search for
truth).
Dalam tradisi pendidikan tinggi (universitas) di Eropa dan Amerika tugas
pendidikan tinggi untuk pengembangan ilmu pengetahuan dalam rangka mencari
kebenaran atau kejelasan yang memberi pencerahan kehidupan masyarakat adalah menjadi
tugas tertinggi. Secara klasik pendidikan tinggi di barat memiliki peran sebagai menara
gading, di mana sejumlah elite, ilmuwan berkumpul secara sukarela di kampus melakukan
penelitian-penelitian, kajian-kajian untuk mencari dan menemukan kebenaran yang
digunakan untuk memberikan pencerahan terhadap problem-problem kehidupanmasyarakat.
Di Negara kita perkembangan pendidikan tinggi, tidak dapat dibandingkan dengan
perkembangan pendidikan tinggi di Eropa, karena di Eropa perkembangan pendidikan
tinggi pertama dimulai abad pertengahan sampai revolusi industri, di mana perguruan
tinggi berkedudukan sebagai menara gading yang memberi kesempatan sekelompok elite
berkumpul untuk mencari kebenaran bagi kebenaran itu sendiri. Ini merupakan tahap
pertama berdirinya universitas di Eropa. Setelah revolusi industri tugas universitas untuk
pencarian kebenaran demi kebenaran, memberi peluang penekanan pada pengembangan
ilmu pengetahuan terapan dan teknologi, sehingga tugas pendidikan tinggi berkembang
menjadi pusat pendidikan tenaga ahli atau profesi. Ini merupakan tahap kedua
perkembangan tugas pendidikan tinggi di Eropa di mana tugas pendidikan tinggimembuka diri bagi tugas pendidikan tenaga ahli dan profesi. Gelombang ketiga terjadi
8/20/2019 Pendidikan Di Indonesia (Tinjauan Historis)
http://slidepdf.com/reader/full/pendidikan-di-indonesia-tinjauan-historis 9/35
PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9
9
pada abad 20 di mana pendidikan tinggi membuka pintu gerbangnya secara luas bagi
wanita dan bagi warga Negara sehingga tugas pendidikan tinggi berkembang untuk
pendidikan umum untuk pengembangan kepribadian menjadi warga Negara yang terdidik
(Nagai Michio, 1971: 7-8).
Tulisan ini tidak bermaksud membahas tugas pendidikan tinggi, tetapi karena diatas telah disinggung bahwa pendidikan kita (sekolah dan pendidikan tinggi) menghadapi
problem yang cenderung melakukan tugas menghasilkan tenaga kerja atau tenaga profesi,
sehingga melupakan tugas yang lebih utama melakukan pengembangan ilmu pengetahuan
bagi kemajuan ilmu pengetahuan dan pengembangan kepribadian dan karakter warga
Negara. Secara umum sekolah dan pendidikan tinggi sampai sekarang di Negara kita lebih
memusatkan perhatian pada menghasilkan lulusan yang segera dapat memasuki dunia
kerja, sehingga tugas penelitian untuk pengembangan kemajuan keilmuan dan tugas
mengembangkan pendidikan umum bagi pengembangan kepribadian dan karakter warga
Negara kurang diperhatikan.
PenutupSebagaimana di atas telah disampaikan bahwa menurut para ahli pendidikan
seperti Pestalozzi, tujuan utama pendidikan adalah mengembangkan harkat kemanusiaan
atau kepribadian dan pembentukan karakter anak, sedangkan pemberian pengembangan
pengetahuan dan keterampilan teknis untuk melakukan pekerjaan dalam kehidupan sehai
hari adalah tugas kedua yang melengkapi. Dia menekankan pendidikan bagi anak-anak
miskin yang diasuhnya dalam sekolah dan asrama adalah basic general education
(pendidikan umum dasar) dengan dilengkapi vocational education (pendidikan
vokasional) yang memungkinkan anak miskin dapat tumbuh dalam kehidupan yang
bertanggung jawab. Tidak diharapkan masyarakat miskin sekedar diberikan pengetahuan
dan keterampilan teknis,dengan melupakan pendidikan umum yang memberi pencerahan bagi kemanusiaan dan pengembangan kepribadian yang sehat, dimana mereka dapat
menjadi budak dalam kehidupan sosial.
Begitu juga tugas pendidikan tinggi yang cenderung menghasilkan lulusan yang
dibutuhkan sebagai tenaga kerja, dimana universitas kurang memperhatikan tugas
mengembangkan ilmu pengetahuan bagi kemajuan ilmu pengetahuan dan pencerahan
kehidupan manusia, serta kurang memperhatikan tugas pendidikan umum bagi
pembentukan warga Negara yang terdidik (berpengetahuan luas dan bermoral), dapat
menghasilkan kehidupan sosial yang banyak ketimpangan dan ketidakadilan sosial.
Seharusnya kita dapat memperbaiki pengalaman kesejarahan pendidikan pada masa
kolonial dan pengalaman pendidikan masa lalu yang kurang sesuai dengan kebutuhan
pendidikan masyarakat modern yang demokratis sekarang ini, terutama kehidupan globalyang membawa dampak perubahan kehidupan yang cepat, kompleks dan penuh resiko.
DAFTAR PUSTAKAHeafford, M. R. (1967). Pestalozzi, His Thought And Its Relevan Today. London: Methuen
& Co Ltd.
Hirst, Dearden P.H & Peters R.S (1975). A Critique of Current Educational Aims.
London: Routledge & Kegen Paul.
Kenji, Tsuchio. 1992. Demokrasi dan Kepemimpinan Kebangkitan Gerakan Taman Siswa.
Terjemahan H.G. Jassin: Pustaka.
Michio, Nagai. (1971). Higher Education in Japan. Terjemahan Jerry Dusembur. Tokyo:
Universityof Tkyo Press.
8/20/2019 Pendidikan Di Indonesia (Tinjauan Historis)
http://slidepdf.com/reader/full/pendidikan-di-indonesia-tinjauan-historis 10/35
PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9
10
Mitsuo, Nakamura. (1983). Bulan Sabit Muncul Dari Balik Pohon Beringin. Terjemahan
Yusron Asrofi, Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Shigeo, Nishimura.(1995). The Development of Pancasila Moral Education in Indonesia.
Jurnal Southeast Asian Studies, Vol.33. Kyoto: Center for Southest Asian Studies.
Shiraishi, Takashi.(1986). Uniformity and Oddity in Indonesian National Integretation:School Education Uniforms and Drakula. Jurnal East Asian Cultural Studies, Vol.
XXV, Tokyo: The Center for East Asian Cultural Studies.
Sodiq A. Kuntoro (2006). Menapak Jejak Pendidikan Nasional Indonesia, dalam Jurnal
UNY, Kearifan sang professor. Yogyakarta: UNY Press.
8/20/2019 Pendidikan Di Indonesia (Tinjauan Historis)
http://slidepdf.com/reader/full/pendidikan-di-indonesia-tinjauan-historis 11/35
PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9
11
MEMBANGUN INDONESIA MELALUI PENDIDIKAN
UNTUK DAYA SAING BANGSA PADA ERA GLOBAL1
Prof. Dr. Sutrisno, M.Ag
2
PendahuluanEkonom senior Jim O’Neill mempromosikan poros kekuatan terbaru dalam
perekonomian dunia. Ia memperkenalkan MINT (Meksiko, Indonesia, Nigeria, dan Turki)
sebagai kekuatan ekonomi dunia baru. Diantara alasan yang dikemukakan adalah (1)
jumlah penduduk yang masif, (2) bonus demografi dalam 20 tahun ke depan, (3) posisi
geografis yang strategis, dan (4) produsen komunitas. O’Neill memprediksi negara MINT
dapat menembus 10 negara dengan ekonomi terbesar seperti Cina, Amerika, dan Jepang,
pada 30 tahun mendatang. (Harian Republika, Kamis 9 Januari 2014 hlm. 1).
Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2015-2019
menargetkan Indonesia menjadi negara maju. Wakil Menteri Perencanaan pembangunan Nasional (PPN)/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Lukita Dinarsyah
Tuwo mengatakan Indonesia memiliki bonus demografi yang bisa mendukung Indonesia
menjadi negara maju. Jumlah penduduk usia produktif lebih banyak dari yang tidak
produktif. Jumlah penduduk usia produktif setiap tahunnya meningkat. Pada tahun 2020
Indonesia diperkirakan memiliki komposisi penduduk usia produktif mencapai 67, 7
persen. (Harian Republika, Rabu 19 Februari 2014 hlm.13)
Membangun Indonesia Melalui PendidikanDiantara argumen membangun daya saing bangsa Indonesia melalui pendidikan
adalah argumen secara filosofis-sosiologis dan demografis. Secara filosofis-sosiologis, pendidikan diasumsikan sebagai elevator sosial yang mampu memobilisasi warga
masyarakat secara vertikal menuju status sosial, ekonomi, kemanusiaan, dan peradaban
setinggi mungkin.
Secara demografis, berdasarkan Sensus Penduduk tahun 2010, pada periode 2010-
2035, Indonesia memiliki populasi usia produktif yang sangat luar biasa besarnya. Pada
tahun 2010, jumlah anak kelompok usia 0-9 tahun sebanyak 45,93 juta, sedangkan anak
usia 10-19 tahun berjumlah 43,55 juta jiwa. Nanti pada tahun 2045, mereka yang usia 0-9
tahun akan berusia 35-45 tahun, sedangkan yang usia 10-20 tahun akan berusia 45-54.
Warga negara dengan usia di seputar 35-54 itulah yang lazim memegang peran di suatu
negara. Populasi usia produktif tersebut akan menjadi bonus demografi (demographic
dividend ) manakala berkualitas. Sebaliknya, hal tersebut akan menjadi bencana demografi(demographic disaster ) manakala kualitasnya tidak memadai.
1 Makalah disampaikan pada seminar nasional pada tanggal 21 Juni 2014 di STKIP PGRI Pacitan,
Jawa Timur.2 Dosen Ilmu Pendidikan Islam pada Fakultas Tarbiyah dan Pasca Sarjanan UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta.
8/20/2019 Pendidikan Di Indonesia (Tinjauan Historis)
http://slidepdf.com/reader/full/pendidikan-di-indonesia-tinjauan-historis 12/35
PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9
12
100 tahun kemerdekaan"Bonus Demografi"
Demografi Sebagai Modal
SDMUsia Produktif
Melimpah
Kompeten
Tidak KompetenBeban
Pembangunan
Modal
PembangunanTransformasi Melalui Pendidikan
-Kurikulum
- PTK
-Sarpras
-Pendanaan
-Pengelolaan
Sudah menjadi kesepakatan bersama bahwa pendidikan adalah sesuatu yang penting
bagi perkembangan keberadaban manusia. Hampir berusia 70 tahun usia kemerdekaan
Indonesia. Akan tetapi kualitas sumber daya manusia Indonesia belum memadai, terutama
dalam persaingan dunia internasional pada era global. Hal itu salah satunya diakibatkan
oleh kualitas penyelenggara pendidikan berbagai jalur, jenjang, dan jenis pendidikan yang
ada di Indonesia belum memadai. Dua sisi, yakni rendahnya kualitas dan hasil pendidikan
sebenarnya diakibatkan pula oleh berbagai faktor, di antaranya kebijakan yang berlaku,
pengembangan kurikulum, pengadaaan dan pengembangan tenaga pendidikan, sistem
evaluasi, metode pembelajaran, sarana dan prasarana, bahkan landasan filosofis
pendidikan atau dalam arti sempit pada landasan berpikir proses pembelajaran.
Pendidikan Nasional Untuk Meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia
Pendidikan nasional seharusnya beorientasi pada kualitas, yaitu untuk meningkatkan
kualitas sumber daya manusia Indonesia. Perhatian ditujukan pada kualitas lulusan dari
lembaga pendidikan. Kesenjangan kualitas lulusan, baik antar daerah maupun antar
sekolah umum dan madrasah perlu menjadi perhatian. Lulusan madrasah dan daerah
tertentu nyaris tak ada yang bisa masuk ke perguruan tinggi (PT) favorit jika harus melalui
tes masuk. Jika ada perusahaan besar berinvestasi di daerah dan melakukan seleksi secara
obyektif untuk mendapatkan karyawan, nyaris tak ada lulusan lokal yang diterima.
Lulusan pendidikan Indonesia seringkali tidak mendapatkan pengakuan yang semestinya
ketika harus bersaing dengan lulusan pendidikan dari negara-negara maju.
Jika perhatian pendidikan Indonesia fokus pada kualitas lulusan, maka akan terjadi
perubahan mendasar pada kualitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia sebagai produk
dari sistim pendidikan. Sistim pendidikan yang terfokus pada upaya dapat menghasilkan
lulusan berkualitas, akan mendorong tumbuhnya berbagai karakter SDM yang positif
8/20/2019 Pendidikan Di Indonesia (Tinjauan Historis)
http://slidepdf.com/reader/full/pendidikan-di-indonesia-tinjauan-historis 13/35
PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9
13
seperti disiplin, jujur, dan lebih mengandalkan kemampuan sendiri, pola pikir yang lebih
logis dan ilmiah, serta terbiasa bekerja keras, dan tahan mental dalam menghadapi
kesulitan.
Indikator kemajuan di bidang pendidikan tidak lagi diukur dengan statistik angka
partisipasi murid, tetapi lebih pada tingkat literasi nasional seperti angka buta huruf, penguasaan baca tulis, dan berhitung pada murid kelas tiga dan enam, proporsi lulusan
SMP dengan nilai cemerlang. Orang akan cenderung membandingkan kualitas lulusan
dengan tahun sebelumnya maupun dengan negara lain (benchmarking ). Masyarakat tidak
akan menilai kualitas sekolah dari gedung megah dan fasilitas tambahan yang dimiliki
saja, melainkan dari proporsi kelulusannya yang berkualifikasi cemerlang.
Prinsip Penyelenggaraan Pendidikan Nasional:Berorientasi pada mutu lulusan, tanpa menghasilkan lulusan yang bermutu,
pendidikan bukanlah suatu investasi SDM melainkan justru pemborosan dari segi beaya,
tenaga dan waktu, serta akan menimbulkan masalah sosial. Yang dimaksud lulusan
bermutu ialah yang memiliki pengetahuan, ketrampilan, dan karakter pribadi/ watak yang
dapat diandalkan yang lulusannya diakui di tingkat nasional, regional dan internasional.
Ciri-ciri pendidikan yang beorientasi pada mutu lulusan adalah (1) keberhasilan
pendidikan tidak diukur dari angka partisipasi murid tetapi lebih pada tingkat literasi yang
dikuasai; (2) sekolah tidak diukur dari menterengnya fasilitas fisik serta proses kurikuler
yang dijalankan, melainkan dari kualitas dan kuantitas lulusannya; (3) standardisasi
kualitas lulusan secara nasional adalah lebih penting dari pada standardisasi kurikulum dan
sarananya; dan (4) adanya kepedulian yang tinggi terhadap mutu, yang manifestasinya
adalah dilakukannya manajemen mutu (quality control and quality assurance).
Adil dan non diskriminatif, dengan indikator sebagai berikut: 1) distribusi anggaran
belanja untuk pendidikan baik di pusat maupun di daerah harus lebih memihak kepadarakyat mayoritas yang kurang mampu; 2) perlu dilakukan pemetaan sekolah dari segi
kualitas pelayanan, yang dikaitkan dengan kesungguhan dalam mencapai lulusan yang
berkualitas; 3) alokasi anggaran lebih diutamakan bagi pengentasan sekolah/madrasah
yang miskin tapi serius dalam misi pendidikannya; 4) prinsip birokrasi pendidikan harus
lebih bersifat melayani murid dan guru. Murid yang mengalami proses belajar dan guru
yang mengalami proses mengajar, maka seluruh bentuk kebijakan maupun anggaran
hendaknya untuk membantu murid agar sukses belajar dan membantu guru agar sukses
mengajar; 5) murid dan guru yang miskin perlu mendapat prioritas pertolongan/ layanan.
Misalnya, 90% dari anggaran non-fisik hendaknya disalurkan secara langsung kepada
murid, guru, dan sekolah dalam berbagai bentuknya (beasiswa, block grant, insentif, buku,
alat belajar/ kerja, dsb); 6) tidak boleh ada diskriminasi antara sekolah negeri dan sekolahswasta baik dalam hal perlakuan maupun anggaran; 7) harus dibangun suatu sistim/
mekanisme birokrasi pendidikan yang dapat menjamin terwujudnya hal tersebut; 8)
berbagai jenis subsidi harus langsung kepada murid dan guru, bukan kepada program.
Pembebasan berbagai beaya tidak boleh berlaku secara umum tetapi hanya bagi murid dan
guru yang kurang mampu. Perlu kebijakan membebaskan beaya sekolah secara selektif,
dan segmen masyarakat yang mampu justru wajib turut serta membeayai pendidikan.
Demokratis, dengan indikator sebagai berikut: 1) murid memiliki kekebasan dalam
memilih mata pelajaran yang ingin dipelajari sesuai dengan cita-citanya; 2) pada tingkat
wajar sembilan tahun cukup empat atau lima pelajaran saja yang wajib dikuasai dengan
standar nasional. Selebihnya adalah pelajaran pilihan yang ketersediaannya sesuai
kebutuhan dan kemampuan; 3) pada tingkat SMA, paling banyak tiga pelajaran saja yangwajib dipelajari oleh semua murid; selebihnya adalah pilihan murid sesuai cita-citanya
8/20/2019 Pendidikan Di Indonesia (Tinjauan Historis)
http://slidepdf.com/reader/full/pendidikan-di-indonesia-tinjauan-historis 14/35
PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9
14
(sistim kredit). Murid yang ingin jadi dokter akan memilih himpunan mata-pelajaran yang
berbeda dengan yang ingin jadi ahli hukum, insinyur sipil, dan sebagai berikut, sesuai
persyaratan masuk yang ditetapkan oleh masing-masing jurusan di perguruan tinggi; 4)
yang ingin langsung berkerja, dapat memilih pelajaran aplikatif, kursus, dan pemagangan
yang dihargai kredit SKS-nya;5) pada tingkat pendidikan tinggi, yang dipilih oleh peserta didik adalah paket-paket
keahlian dan/atau kemahiran yang disediakan dalam bentuk program studi, baik pada jalur
akademik, vokasi, maupun profesi; 6) ijasah dan ujian dikaitkan dengan gelar dan/atau
profesi tertentu, dengan standar keahlian atau kemahiran yang ditetapkan oleh masyarakat
keahlian atau profesi; 7) guru bebas memilih pendekatan dan metoda mengajar sepanjang
dapat membuktikan telah mencapai tujuan yang dibebankan kepadanya dan tidak
melanggar etika serta aturan yang berlaku; 8) setiap kebijakan yang menyangkut
perubahan pada sistim, implementasinya harus bersifat partisipatif. Disosialisasikan
terlebih dahulu kelebihan/ manfaatnya serta syarat-syarat untuk mengikutinya, kemudian
ditawarkan sebagai suatu pilihan; 10) sekolah yang bersedia melaksanakan lebih awal,
diberi insentif. Sedangkan yang menyusul, diberi bantuan untuk mempersiapkan diri.
Tentu saja dengan target waktu dalam berapa tahun kebijakan tersebut akan terwujud
secara menyeluruh
Pendidikan untuk persatuanKesenjangan dalam bidang pendidikan, baik antar daerah maupun antar kelompok
masyarakat, merupakan ancaman bagi persatuan dan kesatuan bangsa. Terdapat dua jenis
kesenjangan dalam pendidikan yaitu dalam pelayanan dan kualitas. Kesenjangan dalam
pelayanan dapat diatasi dengan (a) pemetaan secara rinci tentang ketersediaan dan
keterjangkauan layanan pendidikan, misal kesenjangan antara madrasah dan sekolah
umum; (b) dibuat prioritas dalam penganggaran dan perlakuan baik antar daerah maupunantara sekolah umum dan madrasah; dan (c) pemetaan ini harus dilaksanakan oleh
lembaga professional yang independen. Kesenjangan kualitas lulusan pendidikan
sebagaimana tersebut di atas, jelas perlu dibuat kebijakan yang efektif untuk
menguranginya, baik kesenjangan antar daerah maupun antara lulusan madrasah dengan
sekolah umum.
Manajemen Pendidikan yang EfisienJika lulusan pendidikan tidak bermutu barangkali banyak kebocoran anggaran, atau
karena salah prioritas distribusi anggaran yang tidak langsung kepada murid dan guru.
Setiap ada kenaikan anggaran pendidikan bisa berarti pemborosan dan sia-sia, karena yang
menikmati adalah mereka yang berada di dalam sistim manajemen, bukan murid dan gurusebagai pelaku utama pendidikan. Oleh sebab itu, kenaikan anggaran pendidikan tidk
boleh diberikan tanpa syarat dan berdasarkan “daftar belanja” saja. Perlu restrukturisasi
sistim manajemen pendidikan. Sistem kridit semester (sks) lebih ekonomis. Karena, jika
tidak semua murid SMA harus menempuh pelajaran ilmu kimia, maka peralatan pelajaran
bahkan guru kimia yang dibutuhkan akan lebih sedikit. Bandingkan dengan saat ini di
mana setiap murid SMA wajib mempelajari ilmu kimia, meskipun kenyataannya tak
sampai 25% dari lulusan SMA yang memerlukan ilmu kimia dalam pekerjaannya nanti.
KKNI Menjadikan SDM Indonesia Unggul Untuk Memenangkan Persaingan Pada
Era Globalisasi
Era globalisasi ditandai oleh tingkat persaingan yang tinggi pada berbagai aspekkehidupan. Terutama persaingan pada aspek sumber daya manusia (SDM). Persaingan
8/20/2019 Pendidikan Di Indonesia (Tinjauan Historis)
http://slidepdf.com/reader/full/pendidikan-di-indonesia-tinjauan-historis 15/35
PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9
15
akan dimenangkan oleh bangsa yang memiliki SDM berkualitas. Salah satu upaya
Indonesia untuk menghadapi globalisasi, khususnya pasar bebas adalah dengan
mengeluarkan Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (Indonesian Qualification
Framwork).
Seiring denngan berbagai perubahan sosial, perkembangan ekonomi dan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam skala regional, nasional dan internasional (global) serta
berbagai perkembangan terbaru terkait dengan regulasi bidang pendidikan nasional
bahkan dengan berbagai nota kerjasama antar negara seperti ASEAN Economy
Community, GATS, APEC, AFTA, WTO, reginal convention serta recognition studies,
Diplomas and Degrees in Higher Education in Asia and Pasific dan sejenisnya dimana
Indonesia ikut menandatangani perjanjian kerjasama tersebut menjadi suatu variabel dan
faktor keniscayaan untuk dilakukan penataan dan perubahan pendidikan nasional.
Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) merupakan perwujudan mutu dan
jati diri Bangsa Indonesia terkait dengan sistem pendidikan nasional, sistem pelatihan kerja
nasional serta sistem penilaian kesetaraan capaian pembelajaran nasional, yang dimiliki
Indonesia untuk menghasilkan sumberdaya manusia nasional yang bermutu dan produktif.
Indonesia sudah memiliki KKNI untuk menghadapi tantangan dan persaingan global
pasar tenaga kerja nasional maupun internasional yang semakin terbuka. Pergerakan tenaga
kerja dari dan ke Indonesia tidak lagi dapat dibendung dengan peraturan atau regulasi yang
bersifat protektif. Ratifikasi yang telah dilakukan Indonesia untuk berbagai konvensi
regional maupun internasional, secara nyata menempatkan Indonesia sebagai sebuah
negara yang semakin terbuka dan mudah tersusupi oleh banyak sektor termasuk sektor
tenaga kerja atau sumberdaya manusia pada umumnya. Oleh karena itu, agar dalam jangka
pendek dan jangka panjang bangsa Indonesia mampu bergerak maju di arena ekonomi
global, maka pengakuan timbal balik dan setara antara kualifikasi dan capaian pembelajaran
yang dimiliki tenaga kerja Indonesia dengan negara asing menjadi butir-butir yang kritisdalam pengembangan suatu kerangka kualifikasi tenaga kerja nasional.
KKNI adalah kerangka penjenjangan kualifikasi kompetensi yang dapat
menyandingkan, menyetarakan dan mengintegrasikan antara bidang pendidikan dan
bidang pelatihan kerja serta pengalaman kerja dalam rangka pemberian pengakuan
kompetensi kerja sesuai dengan struktur pekerjaan di berbagai sektor. (Peraturan Presiden
Nomor 8 Tahun 2012 dan UU Pendidikan Tinggi Nomor 12 Tahun 2012). Sedangkan
Kerangka Kualifikasi Nasional bidang Pendidikan merupakan kerangka penjenjangan
kualifikasi yang dapat menyandingkan, menyetarakan, dan mengintegrasikan capaian
pembelajaran dari jalur pendidikan nonformal, pendidikan informal, dan/atau pengalaman
kerja ke dalam jenis dan jenjang pendidikan. (Peraturan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Nomor 73 Tahun 2013).
8/20/2019 Pendidikan Di Indonesia (Tinjauan Historis)
http://slidepdf.com/reader/full/pendidikan-di-indonesia-tinjauan-historis 16/35
PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9
16
• Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia,
yang selanjutnya disingkat KKNI, adalahkerangka penjenjangan kualifikasi kompetensiyang dapat menyandingkan, menyetarakan,dan mengintegrasikan antara bidangpendidikan dan bidang pelatihan kerja sertapengalaman kerja dalam rangka pemberianpengakuan kompetensi kerja sesuai denganstruktur pekerjaan di berbagai sektor.
• KKNI merupakan perwujudan mutu dan jati diri
Bangsa Indonesia terkait dengan sistempendidikan dan pelatihan nasional yang dimiliki
Indonesia
1
2
3
4
5
7
89
6
8/20/2019 Pendidikan Di Indonesia (Tinjauan Historis)
http://slidepdf.com/reader/full/pendidikan-di-indonesia-tinjauan-historis 17/35
PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9
17
Capaian Pembelajaran (learning
outcomes): internasilisasi dan akumulasi
ilmu pengetahuan, pengetahuan,
pengetahuan praktis,ketrampilan, afeksi,dan kompetensi yang dicapai melalui
proses pendidikan yang terstruktur dan
mencakup suatu bidang ilmu/keahlian
tertentu atau melalui pengalaman kerja.
Deskripsi Kualifikasi pada KKNI
merefleksikan capaian pembelajaran
(learning outcomes) yang peroleh
seseorang melalui jalur
• pendidikan
• pelatihan
• pengalaman kerja
• pembelajaran mandiri
The share of Science, Knowledge, Knowhow
and Skills in each IQF level may vary according
to the national qualification assessment
established by all concerned parties.
52
8/20/2019 Pendidikan Di Indonesia (Tinjauan Historis)
http://slidepdf.com/reader/full/pendidikan-di-indonesia-tinjauan-historis 18/35
PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9
18
53
Ruang Lingkup KKNIKKNI terdiri atas Sembilan level atau tingkatan. Dalam kaitan dengan pendidikan
tinggi, level KKNI dimulai dari level 3 (tiga) sampai level 9 (Sembilan). Level 3 (tiga)
setara dengan diploma 1; level 4 (empat) setara dengan diploma 2; level 5 (lima) setara
dengan diploma 3; level 6 (enam) setara dengan diploma 4 dan sarjana; level 7 (tujuh)
setara denngan pendidikan profesi; level 8 (delapan) setara denngan program magister;dan level 9 (Sembilan) setara denngan program doktor. Dengan demikian rumusan
kualifikasi pada setiap jenjang dalam KKNI menjadi bahan rujukan dan pertimbangan
dalam mengembangkan dan menyusun kurikulum baru pada program studi.
Deskripsi Generik KKNISesuai dengan ideologi Negara dan budaya Bangsa Indonesia, maka implementasi
sistem pendidikan nasional dan sistem pelatihan kerja yang dilakukan di Indonesia pada
setiap level kualifikasi mencakup proses yang menumbuhkembangkan afeksi sebagai
berikut: 1) bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; 2) memiliki moral, etika dan
kepribadian yang baik di dalam menyelesaikan tugasnya; 3) berperan sebagai warganegara yang bangga dan cinta tanah air serta mendukung perdamaian dunia; 4) mampu
bekerja sama dan memiliki kepekaan sosial dan kepedulian yang tinggi terhadap
masyarakat dan lingkungannya; 5) menghargai keanekaragaman budaya, pandangan,
kepercayaan, dan agama serta pendapat/temuan orisinal orang lain; 6) menjunjung tinggi
penegakan hukum serta memiliki semangat untuk mendahulukan kepentingan bangsa serta
masyarakat luas.
8/20/2019 Pendidikan Di Indonesia (Tinjauan Historis)
http://slidepdf.com/reader/full/pendidikan-di-indonesia-tinjauan-historis 19/35
PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9
19
Model Pencapaian Level KKNI melalui Berbagai Jalur
Maksud dan Tujuan KKNISebagai perwujudan mutu dan jati diri bangsa Indonesia dalam sistem pendidikan
nasional, sistem pelatihan kerja nnasional dan sistem pengakuan kompetensi nasional,
KKNI menjadi acuan pokok dalam penetapan kompetensi lulusan pendidikan akademik,
vokasi dan profesi.
Graduates
JENIS PENDIDIKAN SAAT INI
S3
S2
S1
SMUSMK
Sekolah MenengahKejuruan
Profesi
Spesialis
Subspesialis
S2(T)
D I
D III
D II
D IV
S3(T)
Oleh karena itu, KKNI dimaksudkan sebagai pedoman untuk: 1) menetapkan
kualifikasi capaian pembelajaran yang diperoleh melalui pendidikan formal, nonformal,
informal, pelatihan atau pengalaman kerja; 2) menetapakan skema pengakuan kualifikasicapaian pembelajaran yang diperoleh melalui pendidikan nasional formal, nonformal,
8/20/2019 Pendidikan Di Indonesia (Tinjauan Historis)
http://slidepdf.com/reader/full/pendidikan-di-indonesia-tinjauan-historis 20/35
PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9
20
informal, pelatihan atau pengalaman kerja; 3) menyetarakan kualifikasi antara capaian
pembelajaran yang diperoleh melalui pendidikan formal, nonformal, informal, pelatihan
atau pengalaman kerja; 4) mengembangkan metode dan sistem pengakuan kualifikasi
nasional sumber daya manausia dari Negara lain yang akan bekerja di Indodnesia; 5)
pengembangan KKNI mempunyai tujuan yang bersifat umum dan khusus.Adapun tujuan umum dari KKNI adalah: 1) meningkatkan komitmen pemerintah
dan masyarakat untuk menghasilkan sumber daya manusia Indonesia yang bermutu an
berdaya saing internasional; 2) mendorong peningkatan mutu dan aksesibilitas sumber
daya manusia Indodnesia ke pasar kerja nasional dan internasional; 3) membangun proses
pengakuan yang akuntabel dan transparan terhadap capaian pembelajaran yang diperoleh
melalui pendidikan formal, nonformal, informal, pelatihan atau pengalaman kerja yang
diakui oleh dunia kerja secara nasional dan/atau internasional; 4) meningkkatkan
kontribusi capaian pembelajaran yang diperoleh melalui pendidikan formal, nonformal,
informal, pelatihan atau pengalaman kerja dalam pertumbuhan ekonomi nasional; 5)
mendorong perpindahan pelajar, mahasiswa dan tenaga kerja antara Negara berbasis
kesetaraan kualifikasi; 6) menjamin terjadinya peningkatan aksesibilitas sumber daya
manusia Indonesia ke pasar kerja nasional dan internasional; 7) memperoleh pengakuan
Negara-negara lain baik secara bilateral, regional, maupun internasional tanpa
meninggalkan cirri dan kepribadian bangsa Indonesia; 8) memfasilitasi pengembangan
mekanisme mobilitas akademik untuk meningkatkan saling pengertian dan solidaritas dan
kerja sama pendidikan tinggi antar Negara di dunia. Salah satu indikator SDM berkualitas
adalah SDM yang memiliki teknologi tinggi. Tidak ada bangsa pada era globalisasi ini
yang mencapai kemajuan tanpa memiliki teknologi tinggi. Indonesia akan mencapai
kemajuan jika memiliki SDM yang memiliki teknologi tinggi. Bangsa Indonesia bisa
memenangkan persaingan pada era global jika bangsa Indonesia memiliki teknologi
tinggi.
8/20/2019 Pendidikan Di Indonesia (Tinjauan Historis)
http://slidepdf.com/reader/full/pendidikan-di-indonesia-tinjauan-historis 21/35
PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9
21
KONFIGURASI PENDIDIKAN DI ERA GLOBAL
Dr. H. Maryono, M.M3
Dosen Prodi Pendidikan Sejarah STKIP PGRI Pacitan
PendahuluanPendidikan sebagai salah satu aspek penting dalam perkembangan suatu bangsa.
Hal itu dikarenakan pendidikan sebagai ujung tombak utama suatu bangsa dan negara
dalam meraih tujuannya. Sebagai ilustrasi, masyarakat yang tingkat pendidikannya rendah
tidak akan mempunyai kapasitas yang mumpuni untuk memajukan, bahkan meneruskan
kelangsungan eksitensi bangsa dan negaranya. Rendahnya tingkat pendidikan masyarakat
juga identik dengan keterbelakangan, kebodohan, dan pada ujungnya akan mengakibatkan
taraf hidup masyarakat rendah sehingga apabila terakumulasi akan memberatkan juga
bangsa dan negara yang bersangkutan.
Meningkakan mutu pendidikan berarti investasi. Dalam konteks ini investasi tidakselalu berhubungan dengan konsep-konsep ekonomi, dengan uang atau modal yang akan
menghasilkan keuntungan besar pada masa depan. Investasi ini dapat berupa pengetahuan,
kreativitas, dan ketrampilan, yang akan menambah nilai individual. Nilait ersebut yang
nantinya akan membawa seseorang, masyarakat, bahkan negara mempunyai nilai lebih
yang dapat dirasakan manfaatnya pada masa depan. Oleh karena itulah pendidikan dapat
dikatakan sebagai investasi masa depan suatu bangsa.
Keberlangsungan hidup bangsa berkaitan erat dengan pendidikan. Sejarah
perjalanan dunia membuktikan bahwa bangsa yang berhasil adalah bangsa yang mampu
berinvestasi pada bidang pendidikan. Suatu bangsa ingin lebih maju, digdaya, dan lebih
sejahtera pada masa depan maka harus berinvestasi dalam bidang pendidikan. Investasi
pada pendidikan akan berdampak pada penambahan value suatu bangsa. Melalui pendidikan, penguasaan teknologi dengan mudahnya dapat dikuasai sehingga negara
tersebut menjadi negara maju dan pada gilirnnya kesejahteraan rakyat dapat terlaksana.
Bangsa-bangsa yang maju dan unggul adalah bangsa-bangsa yang memiliki sistem
pendidikan yang baik, dan bangsa-bangsa yang memiliki sistem pendidikan yang baik
adalah bangsa-bangsa yang memiliki pemerintahan secara politis kebijaknnya untuk
memajukan pendidikan bangsanya. Mereka secara komprehensif dan konsisten
menggunakan kewenangan dan kekuasaan politik untuk memajukan pendidikan. Mereka
terus berupaya membuat berbagai peraturan perundang-undangan, kebijakan, dan
program-program pendidikan yang riil, yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan
masyarakat, sekadar retorik. Secara proporsional mampu memisahkan hakikat dasar
pendidikan. Ranah pendidikan tidak dimanfaatkan atau diperalat kepentingan-kepentingan politik atau untuk tujuan pencitraan (education for politics). Sebaliknya, mereka
menggunakan kekuasaan politik untuk berbuat yang terbaik untuk kemajuan pendidikan
( politics for education) demi kelangsungan hidup bangsanya.
Dengan pandangan tersebut, pendidikan juga suatu yang mahapenting bagi
Indonesia sebagai bangsa. Akan tetapi, kenyataannya sampai sekarang ini pendidikan
Indonesia masih tergolong rendah apabila dibanding dengan negara lain. Ini dibuktikanantara lain dengan data UNESCO (2000) tentang peringkat Indeks Pengembangan
Manusia ( Human Development Index), yaitu komposisi dari peringkat pencapaian
pendidikan, kesehatan, dan penghasilan per kepala yang menunjukkan, bahwa indeks
pengembangan manusia Indonesia makin menurun. Di antara 174 negara di dunia,
3 Ketua STKIP PGRI Pacitan masa bakti 2013-2017.
8/20/2019 Pendidikan Di Indonesia (Tinjauan Historis)
http://slidepdf.com/reader/full/pendidikan-di-indonesia-tinjauan-historis 22/35
PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9
22
Indonesia menempati urutan ke-102 (1996), ke-99 (1997), ke-105 (1998), dan ke-109
(1999) (Sumber: World Economic Forum - The Global Competitiveness Report tahun
2008-2009).
Masih gambaran pendidikan Indonesia, menurut survei Political and Economic
Risk Consultant (PERC), kualitas pendidikan di Indonesia berada pada urutan ke-12 dari12 negara di Asia. Posisi Indonesia berada di bawah Vietnam. Data yang dilaporkan The
World Economic Forum Swedia (2000), Indonesia memiliki daya saing yang rendah, yaitu
hanya menduduki urutan ke-37 dari 57 negara yang disurvei di dunia. masih berdasar
survei dari lembaga yang sama dan fakta yang ada Indonesia hanya berpredikat sebagai
follower bukan sebagai pemimpin teknologi dari 53 negara di dunia. Kualitas pendidikan
Indonesia yang rendah itu juga ditunjukkan data Balitbang (2003) bahwa dari ribuan SD
di Indonesia ternyata hanya delapan sekolah saja yang mendapat pengakuan dunia dalam
kategori The Primary Years Program (PYP). Demikian juga tataran SMP di Indonesia
ternyata juga hanya delapan sekolah yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The
Middle Years Program (MYP). Adapun klasifikasi SMA ternyata hanya tujuh sekolah saja
yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Diploma Program (DP)
(http://www.asiarisk.com/subscribe/indindex.html).
Harus diakui bahwa Indonesia mengalami ketertinggalan dari segi kualitas
pendidikan. Baik pendidikan formal maupun informal. Gambaran jelas didapat
setelahadanya pembandingan dengan negara lain. Pendidikan memang telah menjadi
penopang dalam meningkatkan sumber daya manusia Indonesia untuk pembangunan
bangsa. Oleh karena itu, semua komponen bangsa ini seharusnya dapat meningkatkan
sumber daya manusia Indonesia utamanya melalui pendidikan agar tidak kalah bersaing
dengan sumber daya manusia di negara-negara lain. Semua komponen harus sadar bahwa
peran pendidikandengan pembentukan karakter bangsa (nation and character building )
dalam rangka menjadi bangsa bermartabat adalah persoalan bangsa Indonesia dulu,sekarang, dan mendatang. Pembentukan karakter bangsa melalui pendidikanmerupakan
upayasepanjang zaman secara terus menerus dan berkelanjutan. Itulah pentingnya
pendidikan.
Pendidikan dan Daya Saing BangsaKata pendidikan yang dikenal dalam kosa kata bahasa Indonesia berasal dari kata
dasar didik dan mendapatkan afiksasi pen-an, sehingga menjadi pendidikan yang berarti
hal atau cara-cara mendidik (W.J.S Poerwadarminta, 1997: 250). Adapun berdasarkan ala
katanya, pendidikan berasal dari terminologi Yunani pedagogie yang berarti bimbingan
yang diberikan kepada generasi berikutnya, khususnya pada anak. Tercantum dalam UU
No. 20 tahun 2003 tentang Sistem pendidikan nasional, pendidikan adalah usaha sadar danterencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik
secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki spiritual keagaamaan dan
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat,bangsa, dan negara. Dalam konteks ini pendidikan juga
dapat didefinisikan sebagai serangkaian proses pembinaan dan pembimbingan kepada
generasi muda yang dilakukan secara terus menerus dan berkelanjutan agar tercapai
tujuannya. Sebagaimana dikemukakan Afifudin (2013: 13), pendidikan adalah proses
pembinaan dan bimbingan yang dilakukan oleh seseorang secara terus-menerus kepada
anak didik untuk mencapai pendidikan.
Pada era globalisasi ini bangsa Indonesia tidak dapat menghindarkan diri dari
persaingan yang universal karena Indonesia sudah termasuk salah satu desa dunia, yang pada saat ini antarwilayah geografis, kultural, maupun ideologi sudah tidak ada lagi
8/20/2019 Pendidikan Di Indonesia (Tinjauan Historis)
http://slidepdf.com/reader/full/pendidikan-di-indonesia-tinjauan-historis 23/35
PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9
23
batasan. Sisi ini berakibat pisau bermata dua, mempunyai sisi positif dan negatif bagi
Indonesia sebagai masyarakat dunia. Namun, dari sekian dampak itu yang berperan agar
Indonesia tetap bisa eksis dalam percaturan global adalah pendidikan.
Terkait hal di atas, Indonesia telah memiliki sebuah sistem pendidikan yang telah
diperkuat dengan UU No. 20 tahun 2003. Dapat diambil pengertian pembangunanIndonesia sekurang-kurangnya menggunakan empat strategi dasar: 1. Pemerataan
kesempatan memperoleh pendidikan; 2. Relevansi pendidikan; 3. Peningkatan kualitas
pendidikan; dan 4. Efisiensi pendidikan. Berdasar itu, ada hal yang penting dalam
pendidikan di Indonesia, yakni kualitas dan kesempatan pemerolehan pendidikan bagi
masyarakat Indonesia.
Sebenarnya, konsep pendidikan di Indonesia sudah jelas. Pendidikan yang ada
dituntut untuk bisa relevan dengan kebutuhan secara individual, kelompok, nasional,
bahkan global. Jika pendidikan di Indonesia tidak memenuhi relevansi, tidak kontekstual,
dan tidak berwawasan global maka pendidikan Indonesia tidak akan mampu
mengantarkan bangsa ini bersaing dalam tataran global. Di samping itu, masyarakat secara
kesuluruhan adalah elemen penting yang harus mempunyai kesamaan akses terhadap
pendidikan. Pendidikan tidak hanya didapat oleh kelompok tertentu, ternikmati oleh
segelintir masyarakat. Akan tetapi, ia harus mampu diperoleh oleh seluruh lapisan
masyarakat Indonesia tanpa terkecuali. Dua hal penting ini pada saat ini belum sepenhnya
diwujudkan oleh pemerintah sebagai pihak yang paling bertanggung jawab terhadap
pendidikan nasional.
Pada era sekarang daya saing bangsa, muncul dan semakin pesat selaras dengan
semakin derasnya arus globalisasi dan perdagangan bebas. Berkaitan dengan itu, Hatten
dan Resenthal (2000:5) menyatakan bahwa penguasan bidang ilmu dan teknologi dalam
kadar yang memadai sangat diperlukan agar masyarakat dapat meningkatkan kemampuan
kreativitas, pengembangan, dan penerapan iptek (ilmu pengetahuan dan teknologi) sebagaituntutan yang mutlak dalam kehidupan global. Tanpa penguasaan teknologi, suatu bangsa
hanya akan menjadi objek dan tidak pernah mejadi subjek aktif sebagai pelaku utama
globalisasi. Penguasaan teknologi yang menopang daya saing bangsa dapat diperoleh dari
berbagai cara, utamanya pendidikan.
Pada dasarnya pendidikan adalah mengembangkan potensi manusia. Manusia
harus mempunyai perubahan nilai setelah mendapatkan pendidikan. Dalam kerangka ini
pendidikan sebagai investasi yang mempunyai berbagai fungsi. Menurut Atmanti (2005:
36) pendidkan mempunyai beberapa fungsi, yakni fungsi teknis ekonomis, fungsi sosial-
kemanusiaan, fungsi politis, fungsi budaya dan fungsi kependidikan.
Dijelaskan bahwa fungsi teknis ekonomis, pendidikan dikaitkan dengan
pertumbuhan ekonomi. Orang yang memiliki tingkat pendidikan lebih tinggi akanmemiliki pekerjaan dan upah yang lebih tinggi dibanding dengan orang yang
pendidikannya lebih rendah. Fungsi sosial-kemanusiaan, pendidikan mempunyai
kontribusi terhdap perkembangan manusia dan hubungan sosial pada berbagai tingkat
sosial yang berbeda. Fungsi politis, pendidikan mampu menyumbangkan kondisi
perpolitikan yang berbeda pada tingkat sosial tertentu. Pendididan dapat mengarahkan
warga negara yang bertanggung jawab, mengerti hak dan kewajiban. Fungsi budaya,
pendidikan dapat mendukung peralihan dan perkembangan budaya. Adapun fungsi
kependidikan adalah merujuk pada sumbangan pendidikan yang mengarahkan pada
pemikiran belajar sepanjang hayat (life long learning). Dalam praktiknya pendidikan tidak
berdiri secara otonom. Pendidikan berinteraksi dengan dunia lain, utamanya dunia politik
dan ekonomi. Bahkan dunia lain tersebut berupaya keras untuk mendominasi dunia pendidikan (Zamroni, 1993: 147).
8/20/2019 Pendidikan Di Indonesia (Tinjauan Historis)
http://slidepdf.com/reader/full/pendidikan-di-indonesia-tinjauan-historis 24/35
PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9
24
Tuntutan terhadap peran pendidikan Indonesia sedemikian tinggi, tetapi
dalammeciptakan manusia Indonesia seutuhnya, pendidikan Indonesia belum mampu
sepenuhnya mampu mewujudkannya. Ada beberapa masalah pendidikan yang perlu segera
ditangani. Masalah itu antara lain: 1) Sekularisme Sebagai Paradigma Pendidikan;
2) Sarana dan Prasarana; 3) Kualitas Guru; dan 4) Rendahnya Relevansi Pendidikandengan Kebutuhan (Shiddiq Al-Jawi, 2006). Dengan masih banyaknya kelemahan dan
kekurangan pendidikan nasional, berbagai pihak perlu segera membenahi dan mereformasi
dunia pendidikan sebagai bentuk investasi sumber daya manusia yang diharapkan dapat
bersaing dalam era Global.
Pendidikan memiliki keterkaitan erat dengan globalisasi. Untuk itu, pendidikan
harus dirancang sedemikian rupa yang memungkinkan subjeknya mengembangkan
suasana potensi yang dimiliki secara alami dan kreatif dalam penuh kebebasan,
kebersamaan dan tanggung jawab. Di samping itu, pendidikan harus menghasilkan
manusia yang dapat memahami masyarakatnya dengan faktor yang dapat mendukung
mencapai sukses ataupun penghalang yang menyebabkan kegagalan dalam kehidupan
bermasyarakat. Salah satu altematif yang dapat dilakukan adalah mengembangkan
pendidikan yang berwawasan global.
Bangsa Indonesia pada saat ini dapat dikatakan sedang mengalami krisis moral,
etika dan bahkan krisis terhadap religiusitas dalam beragama. Sehingga pembenahan
mekanisme pendidikan nasional mendesak untuk dapat dilakukan reformasi dan
restrukturisasi. Pemikiran ini berpijak pada tujuan pendidikan nasional, yang mengarahkan
pendidikan dengan tidak meninggalkan karakteristik bangsa yang bermartabat dan berbudi
luhur serta religius. Jika permasalahan tersebut di atasi, kemungkinan besar pendidikan
Indonesia akan dapat berfungsi secara komprehensif membawa bangsa Indonesia mampu
bersaing pada era global sejajar dengan pendidikan bangsa lain.
Berkaitan hal di atas, pendidikan merupakan komponen penting yang harusmendapat prioritas utama. Pendidikan diharapkan dapat berkontribusi bagi perkembangan
seutuhnya setiap orang, baik jiwa, raga, intelijensi, kepekaan, estetika, tangung jawab, dan
nilai-nilai spiritual. Melalui pendidikan, setiap orang hendaknya dapat diberdayakan untuk
berpikir mandiri dan kritis. Dalam dunia yang terus berubah dan diwarnai oleh inovasi
sosial dan ekonomi, pendidikan tampak sebagai salah satu kekuatan pendorong untuk
meningkatkan kualitas imajinasi dan kreativitas sebagai ungkapan dari kebebasan manusia
Karakter Manusia Aspek Penting Pendidikan IndonesiaBangsa Indonesia dikenal sebagai bangsa yang mempunyai sejarah keberadaban
yang panjang dan kompleks. Bahkan pada era masa lalu Indonesia adalah subjek yang
berperan penting dalam percaturan global. Dengan kata lain, Indonesia masa lalu sebagai pelaku aktif globalisasi. Pada rangkaian ini, Indonesia dapat memaksimalkan akar
budayanya dalam membangun pendidikannya, tidak harus berkiblat pada budaya asing
yang dianggap lebih maju atau lebih modern. Berkenaan dengan itu, konsep-konsep yang
ditawarkan oleh Ki Hajar Dewantara merupakan konsep yang pas bagi pendidikan
Indonesia. Pendidikan yang berkiblat penuh pada nilai-nilai asing hanya akan
menghasilkan manusia Indonesia yang tercerabut dari akar budayanya. Hal itu
dikarenakan, pada hakikatnya, persoalan-persoalan pendidikan dan pembangunan yang
terjadi di negara sedang berkembang, termasuk di Indonesia, secara mendasar berbeda
dengan problem yang ada di negara-negara Barat. Persoalan pendidikan di Indonesia
sangat erat kaitannya dengan falsafah dan budaya bangsa.
Manusia merupakan satu kesatuan. Terkait itu, Ki Hajar Dewantara melihatmanusia lebih pada sisi kehidupan psikologisnya. Menurutnya manusia memiliki daya
8/20/2019 Pendidikan Di Indonesia (Tinjauan Historis)
http://slidepdf.com/reader/full/pendidikan-di-indonesia-tinjauan-historis 25/35
PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9
25
jiwa yaitu cipta, karsa dan karya. Pengembangan manusia seutuhnya menuntut
pengembangan semua daya secara seimbang. Pengembangan yang terlalu menitikberatkan
pada satu daya saja akan menghasilkan ketidakutuhan perkembangan sebagai manusia.
Beliau mengatakan bahwa pendidikan yang menekankan pada aspek intelektual belaka
hanya akan menjauhkan peserta didik dari masyarakatnya. Pendidikan tidak diperbolehkanhanya bertitik pada pengembangan daya cipta, dan kurang memperhatikan pengembangan
olah rasa dan karsa. Jika hal itu berlanjut terus, akan menjadikan manusia kurang humanis
atau manusiawi.
Proses membentuk karakter manusia memerlukan peran pendidikan. Pendidikan
dapat menawarkan berbagai hal yang dapat dijadikan acuan untuk pengembangan potensi
yang ada dalam diri manusia, yang diantaranya meliputi karakter, peringai, atau watak.
Sebagaimana Jene (2002) berpendapat bahwa pendidikan dapat sebagai alat pembentukan
karakter, baik bagi para penjaga maupun bagi seluruh warga negara. Pendidikan karakter
bukanlah kegiatan baru, karena dalam melewati perjalanan waktu, pendidikan karakter
pada dasarnya sudah dilakukan oleh manusia.
Pendidikan karakter di Indonesia tidak hanya dilakukan di dalam ranah formal,
melainkan harus dilakukan dalam ranah informal maupun nonformal. Pendidikan karakter
sudah menjadi keharusan dan tanggung jawab bersama, seluruh komponen bangsa.
Pendidikan karakter dimaksudkan untuk membangun kualitas dan kearifan manusia unuk
mampu hidup pada zamannya. Penerapan pendidikan terhadap karakter hendaknya
mempertimbangkan empat hal, yaitu 1. Karakter itu dibiasakan bukan diajarkan apalagi
sebagai dogma; 2. Dilakukan secara bersama-sama oleh seluruh komponen; 3.
Mempertimbangkan suasana dalam rangkaian proses; 4.Suatu proses yang tidak
berkesudahan.
Penguatan karakter manusia senantiasa menjadi isu yang menarik jika
dihubungkan dengan pendidikan. Hampir sebagian besar masyarakat sepakat bahwa padasaat ini dan yang akan datang karakter manusia Indonesia harus menjadi fokus utama
pendidikan Indonesia. Hal itu wajar karena pembangunan yang tidak berdasarkan pada
manusia atau human oriented development hanya akan bersifat fisik semata dan tidak
akan menjadi pembangunan yang menyentuh tata nilai serta esensif. Pendidikan cukup
berkepentingan menempatkan karakter manusia sebagai fokusnya, karena pendidikan
dapat dominatif terhadap pembentukan performance manusia. Selain itu, alasan utama
perlunya pendidikan karakter adalah fenomena pergeseran nilai-nilai budi pekerti di
kalangan masyarakat dari akar budaya Indonesia.
Pengembangan pendidikan karakter dapat berdasar pada pilar penting. Berbagai
ahli sudah mendeskripsikan secara jelas pilar penting pendidikan karakter, salah satunya
adalah Marc R Major dalam The Teacher’s Survival Guide: Real Classroom Dilemmasand Practical Solutions. Menurut Major (2008:19) ada enam pilar penting pendidikan
karakter. Hal itu sebagai berikut. Trustworthiness (Keterpercayaan). Pilar ini mengandung
unsur-unsur kejujuran, reliabilitas, keberanian bertindak atas dasar kebenaran,
pembangunan reputasi yang baik; dan kesetiaan, baik pada keluarga, teman, dan negara.
Berikutnya, rasa hormat. Komponen yang ada di dalamnya adalah menghargai dan
memperlakukan orang lain dengan hormat; bertenggang rasa dan menerima berbagai
perbedaan; berperilaku baik dan menghindari kata-kata kasar; mempertimbangkan
perasaan orang lain; tidak mengancam, memukul atau mencederai orang lain; dan
menahan amarah, tidak menghina orang lain, dan tidak memaksakan ketidaksetujuan pada
orang lain. Ketiga, Bertanggung jawab. Bertanggung jawab dipahami dalam beberapa
perspektif seperti melaksanakan kewajiban, membuat perencanaan, ketangguhan, berusaha
8/20/2019 Pendidikan Di Indonesia (Tinjauan Historis)
http://slidepdf.com/reader/full/pendidikan-di-indonesia-tinjauan-historis 26/35
PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9
26
melakukan yang terbaik, pengendalian diri, disiplin, berpikir sebelum bertindak,
bertanggungjawab atas ucapan, perbuatan, dan sikap, dan menjadi teladan bagi orang lain.
Selain tiga hal di atas masih ada tiga lagi, yakni fairness (adil). Pengertian fairness
adalah kesediaan untuk bertindak adil bagi diri sendiri dan orang lain. Sebagai
indikatornya adalah oleh kesediaan untuk mengikuti aturan main, memberikan kesempatan pada diri sendiri dan orang lain, berpikiran terbuka (mau mendengar orang lain), tidak
memanfaatkan orang lain, tidak menyalahkan orang lain dengan semena-mena, dan
memperlakukan orang lain secara adil. Kelima adalah kepedulian. kepedulian ditandai
oleh keramahan/kebaikan hati, simpati dan empati, rasa terima kasih, kemauan memaafkan
orang lain, dan membantu orang yang tengah membutuhkan. Terakhir Citizenship (Rasa
Persatuan). Nilai-nilai rasa persatuan diwujudkan dalam bentuk kontribusi nyata untuk
membuat komunitas tempat ia berada menjadi lebih baik, bekerjasama dengan orang lain,
terlibat dalam kegiatan-kegiatan kemasyarakatan, terus mengikuti perkembangan
informasi, menjadi anggota masyarakat yang baik, mematuhi hukum dan perundang-
undangan, menghargai para pemimpin, peduli pada lingkungan, dan kesukarelaan.
Pembentukan karakter manusia melalui pendidikan memang tidak semudah
membalikan telapak tangan. Karena manusia yang berkarakter modal utama suatu bangsa
untuk tetap ada dan diperhitungkan di percaturan dunia, penguatan karakter manusia
Indonesia melalui pendidikan adalah suatu keharusan dan agar berhasil perlu adanya
tindakan sinergitas antarkomponen bangsa ini.
SimpulanBerdasarkan pembahasan tersebut di atas, dapat disimpulkan hal-hal berikut: 1)
tingkat mutu pendidikan suatu bangsa akan berbanding lurus dengan eksistensi bangsa
tersebut. Semakin baik kualitas pendidikan suatu bangsa akan berdampak pada kemapanan
suatu bangsa dalam percaturan dunia; 2) kondisi pendidikan Indonesia, baik ranah formal,informal, dan nonformal masih perlu ditingkatkan kualitasnya karena pada faktanya
kualitas yang ada masih kalah jika dibandingkan dengan bangsa lain. Oleh karena itu, jika
tidak segera berbenah, Indonesia akan semakin tertinggal; 3) dari sekian aspek kehidupan
manusia, penguatan karakter manusia melalui pendidikan merupakan suatu yang penting
karena pembangunan yang hanya berorientasi fisik semata tidak dapat menyentuh sisi
esensi manusia; 4) penguatan karakter manusia melalui pendidikan tidak dapat dilakukan
secara spasial, tetapi harus dilakukan secara menyeluruh oleh semua komponen bangsa
dan harus berkelanjutan.
Saran
Tripusat pendidikan, yakni keluarga, masyarakat, dan sekolah harus bersinergidalam berbagai aspek pendidikan dalam rangka mewujudkan tujuan dan keberlangsungan
pendidikan di Indonesia. Pendidikan Indonesia hendaknya dibangun dengan dasar akar
budaya Indonesia dan dikontekskan dalam paradigma pendidikan global.
DAFTAR PUSTAKA
Afifudin. 2013. Landasan Pendidikan. Bandung: Pustaka Setia.
Atmanti. 2005. “Invetasi Sumber Daya Manusia Melalui Pendidikan”. Dinamika
Pembangunan. Vo.2. No.1.
Dewantara, Ki Hadjar.1997. Bagian Pertama: Pendidikan. Yogyakarta: Majelis Luhur
Persatuan Taman Siswa.
Hatten, K.J. & Rosenthal, S.R. 2001. Reaching for the Knowledge Edge. New York:
Amrican Management Association.
8/20/2019 Pendidikan Di Indonesia (Tinjauan Historis)
http://slidepdf.com/reader/full/pendidikan-di-indonesia-tinjauan-historis 27/35
PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9
27
Major, Marc R. 2008. The Teacher’s Survival Guide: Real Classroom Dilemmas and
Practical Solutions. Maryland: Rowman & Littlefield Education.
Jane, Jeremias. 2002. “Pendidikan sebagai Kontrol Sosial dan Kebebasan Individu:
Diskursus mengenai Pendidikan menurut Plato. Majalah Filsagfat Driyakara. Th.
XXV Nomor 4, April 2002.Poerwadarminta, W.J.S.1997. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Solihin, Agus Imam. 1995. Investasi Modal Manusia Melalui Pendidikan: Pentingnya
Peran Pemerintah. Mini Economia 23, Jakarta, Halalaman: 6-20.
Zamroni. 1993. “Perkembangan Pendidikan dalam Bayang-Bayang Ekonomi: Perlunya
Kekuatan Nasional Pendidikan” dalam Prospektif. Volume 5 Nomor 3, Tahun 993.http://www.asiarisk.com/subscribe/indindex.html
World Economic Forum - The Global Competitiveness Report tahun 2008-2009.
8/20/2019 Pendidikan Di Indonesia (Tinjauan Historis)
http://slidepdf.com/reader/full/pendidikan-di-indonesia-tinjauan-historis 28/35
PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9
28
DEMOKRASI PENDIDIKAN
DAN MASA DEPAN KEBANGSAAN
Mukodi, M.S.I.
4
Dosen PBSI STKIP PGRI Pacitan
E-mail: [email protected]
Abstrak:
Bukan hanya bernegara dan berbangsa yang membutuhkan keadaban demokrasi, tapi
pendidikan juga sangat membutuhkan prinsip-prinsip demokrasi yang asali. Demokrasi
berprinsipkan transparansi, partisipatif, toleransi, keterbukaan pemikiran, dan keragaman ide
serta gagasan. Pun demikian halnya dengan pendidikan, meretas kultur dan alaminya dengan
hal itu. Terwujudnya pendidikan demokratis menjadikan proses pematangan akademik.
Ujungnya, berdampak pada terbentuknya manusia toleran, dan humanis. Muara akhirnya,
mewujudkan generasi Indonesia yang handal dan siap berkompetisi dalam percaturan duniaglobal.
Keyword: demokrasi, pendidikan, dan manusia.
PendahuluanFenomena terpenting yang mewarnai transformasi global di tiga dasawarsa ini
adalah menguatnya tuntutan demokratisasi, khususnya di negara-negara berkembang,
termasuk negara yang berpenduduk mayoritas Islam. Demokrasi telah menjadi diskursus
yang melibatkan hampir semua komponen masyarakat. Praktis, diskursus-diskursus lain
yang melawan kecenderungan ini menjadi termarginalkan (Masdar, 1999: 1).
Derasnya tuntutan demokratisasi dan maraknya diskursus demokrasi tidak lainkarena adanya anggapan bahwa demokrasi merupakan suatu sistem yang bisa menjamin
keteraturan publik dan sekaligus mendorong transformasi masyarakat menuju suatu
struktur sosial, politik, ekonomi dan kebudayaan yang lebih ideal. Ideal dalam arti,
manusiawi, egaliter dan berkeadilan. Demokrasi yang diyakini sebagai sistem yang paling
realistis dan rasional untuk mencegah suatu struktur masyarakat yang dominatif, refresif
dan otoritarian.
Ditilik secara historis, diskursus demokrasi telah melahirkan teoritisasi demokrasi.
Korelasi antara diskursus demokrasi dan tuntutan demokratisasi bersifat timbal balik atau
saling mempengaruhi kuatnya tuntutan demokratisasi menyebabkan maraknya diskursusdemokrasi atau maraknya diskursus telah mendorong dan menyadarkan komponen
masyarakat untuk mendukung gerakan pro demokrasi (Siswanto, 2006: Vol. 2).Gelombang demokratisasi menggelinding tidak saja dalam tata kenegaraan dan
pemerintahan, bahkan mulai menjalar hingga ke bilik-bilik pendidikan dan ruang kelas.
Prinsip-prinsip demokrasi pun dalam batas-batas tertentu mulai dipraktikkan di dunia
persekolahan. Hal itu terlihat dalam pelbagai suksesi kepemimpinan di level SD/MI,
SMP/MTs dan SMA/MA/SMK mulai melaksanakan prinsip-prinsip demokratis. Sebut
saja, prosesi pemilihan ketua kelas, ketua OSIS, PMR, Pramuka dan sejumlah
keorganisasian lainnya. Di level PTN/PTS pun demikian adanya, sivitas akademika mulai
menancapkan pilar-pilar demokrasi dalam kadar kearifan lokal masing-masing.
Namun, harus diakui ruang demokrasi belum sepenuhnya dipraktikkan secara
elegan. Kebebasan berfikir, kebebasan merumuskan, dan menyatakan pendapat yang
4 Kandidat Doktor Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta.
8/20/2019 Pendidikan Di Indonesia (Tinjauan Historis)
http://slidepdf.com/reader/full/pendidikan-di-indonesia-tinjauan-historis 29/35
PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9
29
berbeda belum membudaya. Keseragaman (homoginitas), keteraturan, dan kepatuhan pun
masih mengakar kuat di persekolahan. Selain itu, dunia persekolahan cenderung berkutat
di ranah kognitif, belum berkerak secara massif di ranah afektif, dan psikomotorik. Ada
memang lembaga pendidikan yang membuka kran demokrasi secara lebih longgar, tapi
jumlahnya relatif kecil.Di samping itu, tidak sedikit dunia persekolahan masih meneguhkan dinasti
kekerabatan dalam melakukan rekrutmen pegawai, karyawan dan tenaga kependidikan.
Praktis, sistem rekrutmen menjadi sangat kenyal dengan unsur like dislike (suka-tidak
suka), siapa yang membawa dan siapa yang merekomendasikan. Tak ayal lagi, dunia
persekolahan mulai di level rendahan hingga perguruan tinggi masih mementingkan unsur
subyektifitas daripada obyetifitas dalam memutuskan pelbagai kebijakan.
Padahal, esensi pendidikan adalah meneguhkan asas-asas keadilan, transparansi,
akuntabel, nirlaba , kesamaan hak dan kesamaan kesempatan. Lebih dari itu, memberikan
pengalaman kepada warga pembelajar agar dapat belajar mengetahui (learning to know),
belajar melakukan (learning to do), belajar menjadi, dan belajar hidup bersama (learning
to live together). Dalam konteks itu, artikel ini--dengan segala keterbatasannya--mencoba
mengungkap bilik-bilik demokrasi dalam pendidikan. Harapannya, artikel ini dapat
menempati ruang-ruang kosong konsep pendidikan di dunia persekolahan.
Pendidikan Demokratis: Kematangan AkademikAktifitas pendidikan pada hakikatnya bersumber pada landasan pendidikan. Walau
harus diakui, menyoal landasan pendidikan di Indonesia seolah menjadi hal yang sangat
muskil (Lengeveld dalam Dimyati, 2009: 148). Hal itu disebabkan karena secara empiris,
pendidikan merupakan peristiwa sosial sehari-hari yang kompleks, yang terkandung di
dalamnya hal interaksi multi-dimensi. Secara teknis, tindak pendidikan mencakup tiga sisi
tindakan berupa tindakan logis (berkenaan dengan isi pendidikan), tindakan strategis(berkenaan dengan upaya pencapaian tujuan), dan tindakan-tindakan institusional, baik
makro, maupun mikro.
Selain itu, secara teoritis, teoritasi tentang pendidikan yang didasarkan atas
penelitian keilmuan tidak banyak dilakukan; sebaliknya, teorisasi tentang pendidikan pada
kebudayaan Eropa yang didasarkan atas penelitian keilmuan banyak dilakukan. Secara
normatif, teorisasi berorientasi nilai kebudayaan lokal, nusantara, Indonesia, universal atau
religious. Di sisi lainnya, secara filosofis, tindak pendidikan menuntut pada satu sisi
adanya pengakuan tentang hakikat manusia; tuntutan tentang adanya hakikat manusia
yang relevan dengan tindak paedagogis tersebut telah dibuktikan dengan analisis
fenomenologis, bahwa “manusia adalah animal educandum” yang secara antropologis-
filosofis relevan dengan pandangan bahwa “manusia adalah makhluk individu, sosial,moral, beriman, berakal, dan berkepribadian”.
Aktifitas pendidikan pun sering kali direduksi dalam bentuk-bentuk yang lebih
sempit. Sebut saja, dunia persekolahan/ sekolah menjadi bentukan yang lebih kecil.
Sekolah pun dipersempit lagi dalam aktifitas pembelajaran di ruang kelas. Pembelajaran di
ruang kelas adalah bagian dari aktifitas pendidikan di sekolah. Praktis, pembelajaran di
kelas pun harus dikemas dengan suasana yang nyaman, egaliter, humanis dan bermakna.
Kondisi yang demikian itu, mendorong terwujudnya budaya akademik yang baik. Budaya
akademik yang baik berdampak langsung pada prestasi dan output yang baik.
Sebaliknya, proses pembelajaran yang otoriter, baik manajemen, interaksi atau
transaksi, proses kedudukan, maupun subtansinya tidak mungkin menghasilkan manusia
demokratis (Uno, 2011: 12). Ini maknanya bahwa membangun dunia pendidikan harusmenggunakan ruh demokratis. Praktis, pendidikan merupakan tangga menuju kehidupan
8/20/2019 Pendidikan Di Indonesia (Tinjauan Historis)
http://slidepdf.com/reader/full/pendidikan-di-indonesia-tinjauan-historis 30/35
PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9
30
demokrasi. Tanpa pendidikan yang baik warga Negara tidak dapat melaksanakan
kehidupan yang demokratis. Praktik pendidikan demokratis di Indonesia biasanya diretas
oleh sekolah-sekolah non formal, sekolah alam dan homeschooling , sebut saja SMP
Alternatif Qaryah Thayyibah.
SMP (QT) terletak di Desa Kalibening Kotamadia Salatiga. Sekolah inidilaksanakan di rumah salah satu penduduk desa dengan menggunakan sistem pendidikan
berbasis komunitas, artinya segala sesuatunya didasarkan pada kebutuhan komunitas.
Dengan demikian, pendidikan berbasis komunitas adalah satu solusi untuk masyarakat
Indonesia yang masih kental dengan kultur kekerabatan. Pendidikan yang berbasis
komunitas ini memiliki prinsip-prinsip dasar yang diterapkan yaitu: membebaskan,
keberpihakan, partisipatif, kurikulum berbasis kebutuhan, kerja sama, sistem evaluasi
berpusat pada subyek didik, serta kepercayaan diri.
Di samping itu, pendidikan ini berbasis pada alam. Penggunaan alam sebagai
media belajar diharapkan agar kelak siswa jadi lebih aware dengan lingkungannya dan
bisa mengaplikasikan pengetahuan yang dipelajari, tidak hanya sebatas teori saja. Meski
mengadopsi kurikulum nasional, SMP QT lebih menggunakan pendekatan pendidikan
yang membebaskan, artinya siswa diberi kebebasan untuk berperan aktif dalam kelas. Para
siswa adalah anak-anak dari buruh tani setempat yang begitu lantang berbicara di kelas.
Mereka berani mengemukakan pendapatnya sendiri. Tentunya sikap-sikap seperti ini
sangat baik sebagai modal mereka menjalani kompetisi kehidupan nanti (Suparwi, 2011:
3).
Selain itu, pendidikan non formal yang bisa dikatakan sebagai pendidikan yang
melaksanakan prinsip-prinsip demokratis adalah lembaga pesantren tradisional. Tidak
sedikit anggapan bahwa pesantren tradisional “dilabeli” sebagai lembaga pendidikan yang
kolot, sekterian, primordial, dan otoritatif. Anggapan-anggapan tersebut, tentunya tidak
sepenuhnya benar dan juga tidak sedikit yang salah. Pesantren mempunyai kekhasan dankeunikan tersendiri dalam menempa santrinya agar menjadi pribadi-pribadi yang unggul.
Cara, metode dan model pendidikannya pun berbeda satu sama lainnya.
Namun demikian, pada hakikatnya pesantren-pesantren tradisional telah
mempraktikkan nilai-nilai demokratis secara baik dan utuh. Hal ini dapat dilihat dengan
jelas mulai dari rekrutmen santri, proses pendidikan, dan luaran (alumni) yang tersebar di
masyarakat. Rekrutmen santri dilaksanakan dengan model terbuka. Setiap orang bisa
menjadi santri. Tidak ada batas waktu pendaftaran, usia latar belakang, dan status sosial.
Proses pendidikan diramu dengan racikan kurikulum mandiri ala sang kiai. Gambaran
demokratis ditunjukkan dalam mata pelajaran fiqih. Kitab fiqih merupakan kitab yang
mengajarkan pelbagai pandangan ulama dari berbagai madzab tentang hukum dan
kaidahnya, sehingga membentuk pola pikir santri yang pluralis dan toleran terhadap ragam perbedaan.
Alumni luaran pensantren pun pada umumnya mempunyai tanggung jawab yang
sama, antara pesantren satu dan lainnya, yakni dituntut menjadi manusia yang baik, dan
bermanfaat. Bermanfaat untuk dirinya sendiri, keluarga, bahkan masyarakat di sekitarnya.
Slogan pesantren yang sangat lazim didengung-dengungkan adalah “khoirunnnas
anfauhum linnas/ sebaik-baik manusia adalah manusia yang bermanfaat bagi sesama”,
“ballighu anni walau ayaat / sampaikan dariku, walau satu ayat”. Menjadi sangat rasional,
jika alumni pesantren di mana pun ia berada, berusaha menjadi pribadi yang bermanfaat,
tentunya dengan cara dan kekhasan yang dimilikinya. Biasanya alumni yang memiliki
tingkat keilmuan yang mumpuni meretas pesantren baru di desanya, atau menjadi
ustaz/kiai di kampungnya.
8/20/2019 Pendidikan Di Indonesia (Tinjauan Historis)
http://slidepdf.com/reader/full/pendidikan-di-indonesia-tinjauan-historis 31/35
PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9
31
Paradoksal memang realitas di atas tersebut, dengan kondisi di lapangan saat ini.
Tindak kekerasan dalam pendidikan justru kembali terjadi di tengah pelbagai elemen
memperjuangkan terwujudnya pendidikan humanis. Sebut saja, kasus terbaru soal cara
mendidik yang sadis dilakukan Oknum guru kelas VI di SDN Jati Mulya VII, Kecamatan
Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi, berinisial RS, diduga dengan sengaja telah memukulmurid satu kelas sebanyak 39 anak. Pemukulan ini dilakukan dengan menggunakan
penggaris besi, gara-gara para murid tidak hafal isi Pasal 18 ayat (1) UUD 1945. Kejadian
ini kontan membuat berbagai pihak mengecam perilaku oknum guru tersebut. Seorang
guru harusnya sabar dalam menyampaikan dan mencerdaskan siswanya justru bertindak
emosional, destruktif dan anarkis (http://edukasi.kompasiana.com/2013/08/31/).
Gara-gara melempar buah pepaya milik gurunya, MN, seorang murid sekolah
dasar--sebut saja Putra--mendapatkan tendangan dan tamparan.
(http://www.tribunnews.com/regional/2013/08/20/). Selain itu, DI, guru mata pelajaran seni
dan budaya SMK PGRI 3 Kota Bogor, mengaku memukul ke enam siswanya, karena kesal
mereka sering mengabaikan tugas yang telah diberikan. "Saya terpaksa melakukan itu(menempeleng, menjambak, dan menendang) karena kesal kelompok (6 orang) itu. Sudah
berkali-kali ditugaskan untuk memfoto copy dan menghafal bahan mata pelajaran, tapi
tidak dilaksanakan," kata Deden, kepada wartawan di Bogor,
(http://metro.sindonews.com/read/2013/04/02/31/733584).
Kasus tindak kekerasan dalam pendidikan seolah menjadi rentetan pristiwa yang
panjang. Hilang satu, tumbuh silih berganti. Dalam konteks itu, idealnya pendidikan lebih
berorientasi untuk mengembangkan potensi-potensi yang ada dalam diri peserta didik,sehingga ia mampu menjadi manusia berkualitas. Manusia berkualitas tentunya tidak
hanya identik dengan tingginya intelektualitas. Namun sejauh mana peserta didik tersebut
bisa menjadi pribadi yang mandiri. Pribadi yang mampu menciptakan kreasi-kreasi dalam
hidupnya, sehingga ia mampu menghadapi pelbagai perubahan di kemudian hari.Tindak kekerasan yang terjadi dalam dunia pendidikan, biasanya diakibatkan karena
adanya kesalahan yang diikuti dengan hukuman fisik. Misalnya peserta didik yang tidak
mengerjakan Pekerjaan Rumah (PR), atau terlambat datang, lantas dihukum berdiri di
depan kelas sampai jam pelajaran berakhir. Bahkan tak sedikit dari mereka harus berlari
mengelilingi lapangan, atau sampai kena pukul.
Dulu model hukuman (punishment) seperti ini memang sering kali dilakukan oleh
sang guru. Tujuannya, tak lain hanya memberikan efek jera kepada sang murid. Namun,
dalam konteks kekinian, model hukuman semacam ini sudah tak relevan lagi dipraktikkan.
Sebab proses pendidikan tidak harus dilakukan dengan cara-cara kekerasan. Pendidikan
saat ini lebih mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan. Posisi peserta didik, bukan lagi
sebagai obyek, tapi menjadi bagian dari subyek pendidikan itu sendiri (Mukodi, 2011: 17).Hal itu, seolah menegaskan tidak ada oposisi biner antara pendidik dan peserta didik.
Keduanya, sama derajatnya.
Lebih dari itu, semestinya proses pendidikan harus berbasis kemanusiaan.
Pendidikan yang dikembangkan melalui nilai-nilai kemanusiaan tentunya mengedepankan
media dialogis sebagai alat komunikasi. Melalui komunikasi yang intensif, pendidikan
dapat berjalan dengan baik. Tak heran, jika John Dewey, seorang tokoh pendidikan,
sekaligus penggiat demokrasi menegaskan bahwa: “…education consists primarily in
transmission through communication. Communication is a process of sharing experience
till it becomes a common possession. It modifies the disposition of both the parties who
partake in it”.
Interaksi antara peserta didik dengan pendidikan yang terjalin dengan harmoniakan menjamin budaya akademik yang baik. Budaya akademik yang terbangun dengan
8/20/2019 Pendidikan Di Indonesia (Tinjauan Historis)
http://slidepdf.com/reader/full/pendidikan-di-indonesia-tinjauan-historis 32/35
PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9
32
sendi-sendi kebaikan, nantinya melahirkan kematangan akademik. Kematangan akademik
berdampak positif terhadap output luaran pendidikan. Alhasil , luaran pendidikan yang
dihasilkan adalah pribadi-pribadi yang tangguh, ulet, tahan banting, tahan uji, pantang
menyerah, terampil, dan mudah beradaptasi dengan lingkungan sekitar.
Pendidikan Demokratis: Manusia ToleranPada prinsipnya, pendidikan demokrasi adalah proses di mana siswa berpartisipasi
dalam pengambilan keputusan yang akan mempengaruhi kehidupan sekolah. Lewat
partisipasi ini, para siswa akan berinteraksi dengan guru dan pendidik yang lain untuk
menciptakan kondisi pembelajaran yang baik. Megan Howey,--salah seorang tokoh dalam
pendidikan demokrasi--menyatakan bahwa pendidikan demokrasi merupakan suatu cara
yang jitu untuk memperkuat kebersamaan dan kerja sama dari seluruh komponen sekolah,
khususnya para guru, siswa dan orang tua siswa (Zamroni, 2011: 25).
Lebih lanjut, Zamroni (2011: 28) menjelaskan bahwa pendidikan demokrasi harus
menekankan pada empat aspek. Pertama, kurikulum dan pembelajaran pendidikan
demokrasi harus menyampaikan pesan-pesan atau isi yang penting dan bermakna. Siswa
didorong untuk mengembangkan critical thinking bersumber pada perpaduan teoritis dan
realitas sekitar agar dapat dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari.
Kedua, berkaitan dengan karakteristik pertama, maka materi pendidikan demokrasi
yang dibawa ke ruang-ruang kelas tidak hanya bersifat “pengetahuan teoritis murni”
melainkan dipadukan “controversial issues” yang tengah merebak di masyarakat. Dengan
kata lain, pembelajaran membuka simpul-simpul diskursus wacana sosio kemasyarakatan,
sehingga warga sekolah dapat menawarkan solusi alternatifnya.
Ketiga, pendidikan demokrasi memberikan pelayanan pembelajaran yang optimal
kepada siswa. Dalam kaitan pelayanan pembelajaran ini, John Dewey--filosof dan pionir
pendidikan demokrasi--menekankan bahwa pendidikan demokrasi mengimplementasikankurikulum yang fleksibel dan terbuka, sesuai dengan konteks lingkungan dan kebutuhan
siswa.
Keempat, dilaksanakannya pendidikan ekstra kurikuler yang berorientasi pada
penyiapan siswa menuju pribadi yang tangguh, dan bertanggung jawab. Kelima,
dikembangkannya partisipasi dalam pengelolaan sekolah. Keenam, dilaksanakannya
simulasi proses demokrasi di sekolah. Apa yang ada di masyarakat di sekolah, sesuai
dengan prinsip pendidikan. Sekadar contoh, jika di masyarakat ada sistem pemerintahan
dan lembaga pemerintahan, maka sekolah pun perlu dikembangkan sistem dan keberadaan
pemerintahan siswa.
Aspek-aspek tersebut di atas, sepertinya mudah dipahami, tapi sejatinya sulit
dilaksanakan, apalagi di Indonesia. Keragaman suku, bahasa, etnis, demografi, geografi,kultur, sistem politik, dan keunikan penduduk menjadikan konsep pendidikan demokrasi
sangat sulit diterapkan. Sekadar contoh, pada aspek kurikulum misalnya, ketercapaiannya
sulit terlaksana. Aspek kualitas sumberdaya Jawa dan luar Jawa jauh berbeda. Belum lagi,
aksesibilitas propinsi versus kabupaten. Kota versus desa. Sekolah unggulan versus non
unggulan. Sekolah favorit versus non favorit. Sekolah negeri vis a vis swasta. Strata
pringkat akreditasi (A, B dan C) pun menjadi pembeda. Semua itu, menjadi deret angka,
sulitnya terimplementasinya suatu kurikulum.
Meskipun demikian, perwujudan pendidikan demokratis harus diupayakan. Banyak
efek positif dari pendidikan demokratis. Salah satu buah dari pendidikan demokratis
adalah terwujudnya manusia toleran. Hal itu diejohwantakan melalui cinta kasih,
penghargaan, dan penerimaan keragaman pendapat. Lantas apa yang harus dilakukan agar benih-benih toleransi dapat teretas dalam dunia persekolahan?
8/20/2019 Pendidikan Di Indonesia (Tinjauan Historis)
http://slidepdf.com/reader/full/pendidikan-di-indonesia-tinjauan-historis 33/35
PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9
33
Demokrasi dalam Pendidikan: Membentuk Manusia HumanisPendidikan, khususnya pendidikan formal sistem persekolahan, disingkat dengan
sebutan sekolah, memiliki struktur, kultur dan proses. Disebut sekolah yang demokratis
manakala struktur, kultur dan proses sekolah itu mengandung nilai-nilai dan karakteristikdemokrasi. Seperti, terdapat kebebasan, kesetaraan, keseimbangan kekuasaan, keadilan,
musyawarah, toleransi dan partisipasi (Zamroni, 2011: 44).
Lebih lanjut dijelaskan, bahwa struktur sekolah bisa disebut demokratis apabila,
dalam struktur tersebut tidak ada dominasi satu bagian atas bagian yang lain tanpa kontrol
dari pihak manapun. Ketiadaan kontrol ini akan menjurus munculnya absolute power.
Sebab kekuasaan, terlepas dari besar dan kecil, dan dari siapa pun yang menguasainya
memiliki potensi untuk disalahgunakan. Power tends to corrupt. Absulute power-
absolutely. Karena itu, kekuasaan tidak boleh dipusatkan di salah satu tangan, lembaga,
daerah, ataupun kelompok orang (Mudasir, “desentralisasi pendidikan politik dan
demokrasi”. http://www.banyuasinkab.go.id/tampung/dokumen/dokumen-15-44).Sekolah yang demokratis adalah sekolah yang memiliki kultur demokratis. Kultur
merupakan totalitas, organisasi way of life, termasuk nilai-nilai, norma, lembaga, dan
karya yang diwariskan antar generasi. Kalau konsep ini diaplikasikan di sekolah, muncul
konsep kultur sekolah, yakni norma-norma, nilai-nilai, keyakinan, sikap, harapan-harapan,
dan tradisi yang ada di sekolah.
Kultur sekolah pun sangat menentukan pola perilaku warga sekolah, memilki
dampak yang luar biasa atas kinerja, dan mempengaruhi bagaimana warga sekolah,
berfikir, bersikap dan bertindak. Alih kata, kultur sekolah menempati peran yang strategis,
karena pembelajaran yang baik hanya dapat berlangsung pada sekolah yang memiliki
kultur positif. Kultur sekolah yang sehat akan berdampak pada kesuksesan siswa dan guru.
Terwujudnya manusia humanis dari produk pendidikan adalah pekerjaan beratyang menjadi bidang garapan semua Negara saat ini. Produk manusia humanis dapat
segera terwujud, jika struktur, proses dan kultur pendidikan menyehatkan manusia terdidik
yang hidup di dalamnya. Agar dapat membentuk, struktur pendidikan yang baik, tentu
harus ada sumber daya manusia yang berkualitas. Sumber daya manusia yang berkualitas
dapat tercipta, jika proses pendidikannya pun berkualitas pula. Struktur, dan proses
pendidikan yang baik akan rusak, jika kultur pendidikan tidak tercipta dengan baik.
Praktis, struktur, sumber daya manusia, dan kultur harus selaras dengan idealisasi
pendidikan yang demokratis.
Pertanyaannya, mana yang harus dibangun lebih awal? Jika, menggunakan
perspektif pemikiran John Dewey, kultur pendidikan lebih didahulukan. Hal ini didasarkan
pada pelbagai tulisan Dewey yang mengatakan, bahwa “…We never educate directly, butindirectly by means of the environment. Whether we permit chance environments to do the
work, or whether we design environments for the purpose makes a great difference. And
any environment is a chance environment so far as its educative influence is concerned
unless it has been deliberately regulated with reference to its educative effect ”.
Dengan demikian, lingkungan menjadi hal yang sangat penting dalam membangun
pendidikan. Banyak hal disemaikan dari lingkungan, dan peserta didik pun memungut
pelbagai pengalaman darinya. Komponen material kultur pendidikan pada hakikatnya
terbentuk dari lingkungan. Alhasil, lingkungan pendidikan membentuk kultur pendidikan.
Jika, lingkungannya baik, kultur pendidikannya juga menjadi baik. Sebaliknya, jika
lingkungannya buruk, buruk pula kultur pendidikannya.
8/20/2019 Pendidikan Di Indonesia (Tinjauan Historis)
http://slidepdf.com/reader/full/pendidikan-di-indonesia-tinjauan-historis 34/35
PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9
34
Menuju Ruang Demokrasi PendidikanHarus diakui praktik persekolah dalam dunia pendidikan acap kali dipenuhi dengan
tempelan kamuflase lipstik demokrasi. Kemerdekaan semu dalam berfikir, bersikap dan
bertindak. Meminjam bahasa Rendra dalam puisinya, “…ma bukan kematian yang ku
takutkan, tapi kehidupan yang tidak hidup yang ku takuti…” atau dalam bahasa Cak Nundisebut dengan istilah “matinya rasa.” Mati rasa merupakan bentuk ketidakpekaan
terhadap orang lain,--guru terhadap peserta didik, kepala sekolah terhadap warga sekolah
yang dipimpinnya, atau guru terhadap teman sejawat--sehingga menjadikan seseorang
menjadi apatis, pragmatis dan oportunis.
Padahal, pendidikan menurut Ki Hadjar Dewantara (1977: 95) adalah sebagai
berikut:
Pendidikan dan pengajaran yang terluhur adalah terkandung dalam kodrat alam.
Untuk mengetahui kodrat alam itu perlulah orang mempunyai wijsheid, atau
bersihnya budi, yang harus terdapat dari tajamnya angan-angan, halusnya rasa, dan
suci-kuatnya kemauan, yaitu sempurnanya cipta, rasa, karsa. Maksud pendidikan
itu ialah sempurnanya hidup manusia, hingga dapat memenuhi segala keperluan
hidup lahir dan batin yang kita dapat dari kodrat alam.
Kodrat alam dalam perspektif Ki Hadjar tentunya sama dengan pandangan John
Locke (1632-1704) yang beranggapan bahwa manusia bagaikan kertas yang belum
ditulisi. Hal ini pun diamini oleh Ivan Pavlov, John B. Watson, B.F. Skinner penggagas
aliran behaviorisme yang mendasarkan konsep stimulus respons. Mereka memandang
bahwa ketika dilahirkan pada dasarnya manusia tidak membawa apa-apa. Manusia akan
berkembang berdasarkan stimulasi yang diterimanya dari lingkungan sekitar (Ancok,
1994: 66). Lingkunganlah yang membentuk seseorang menjadi manusia seperti waktu
dewasa. Kodrat alam tentunya identik dengan kebebasan dan keteraturan.Kebebasan dan keteraturan dalam pendidikan dikemas dalam dialog interaktif yang
baik. Arenanya, jelas di bilik-bilik kelas dunia persekolahan. Praktis, sang guru sebagai
educator model (uswatun khasanah) di bilik-bilik kelas menjadi kuncinya. Jika, sang guru
pandai menyemaikan kebebasan, dan keteraturan, niscaya peserta didik akan tumbuh
kembang ke arah itu. Sebaliknya, jika sang guru gagal, gagal pula benih-benih kebebasan
dalam diri peserta didik. Hal ini diperkuat pula oleh Jane Roland Martin yang mengatakan
“ Education is primarily a process in which educators and educated interact, and such a
process is called education if and only if it issues or is intended to issue in the formation, in
the one being educated, of certain desired or desirable abilities, habits, dispositions, skills,
character traits, beliefs, or bodies of knowledge.”
Dalam konteks itu, demokrasi dalam pendidikan semestinya bisa segera diretas,dan dibudayakan. Hal ini menjadi sangat penting, dikarenakan dengan adanya sistem
pendidikan yang demokratis akan melahirkan generasi unggul yang toleran dan humanis.
Agar terjadinya percepatan sistem pendidikan yang demokratis diperlukan tela’ah
agregratif untuk mengurai benang kusut kultur pendidikan otoritatif. Telaah agregratif
merupakan pemecahan masalah secara berlapis dan berjenjang dari pelbagai perspektif
dalam memecahkan objek permasalahan (Baca, Muhadjir, 2002: 6).
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Proses pendidikan yang dilaksanakan dengan nilai-nilai demokratis berdampak pada
kematangan akademik. Nilai-nilai demokratis terinternalisasikan melalui paradigmaegalitarian, sikap dan perilaku yang open minded . Tidak mudah marah terhadap perbedaan
8/20/2019 Pendidikan Di Indonesia (Tinjauan Historis)
http://slidepdf.com/reader/full/pendidikan-di-indonesia-tinjauan-historis 35/35
PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9
pendapat, dan memahami pentingnya arti keragaman. Nilai-nilai demokratis inilah,
nantinya membentuk terlaksananya pendidikan demokratis.
Buah dari pendidikan demokratis, adalah terwujudnya manusia toleran dan humanis.
Toleransi dijabarkan melalui aktifitas pemikiran dan tindakan yang penuh cinta, kasih dan
sayang, tanpa memandang status identitas kemanusiaan. Prilaku humanis dipraktikkanmelalui kepekaan subyek didik terhadap sesama.
Saran
Grafik kuantitas kajian di bidang pendidikan, tidak semassif di bidang engeenering,
teknologi, kesehatan, dan ilmu sosial lainnya. Hal itu tentunya sudah berlangsung lama,
namun hingga kini kajian pendidikan tetap saja miskin produk. Oleh karena itu,
diharapkan para praktisi, penggiat dan peneliti dapat menggarap bidang-bidang
pendidikan, sehingga ilmu pendidikan nantinya kenyal teori dan kaya tawaran perbaikan
pendidikan.
DAFTAR PUSTAKAAncok, Djamaludin. 1994. Psikologi Islami Solusi Islam Atas Problem-Problem Psikologi.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Dimyati, Mohammad, “Landasan Pendidikan Analisis Keilmuan, Teorisasi dan Praktik”
dalam Kumpulan pidato Pengukuhan Guru Besar Universitas Negeri Malang.
Malang: IKIP Malang, 2009.
Dewey, John. Democracy and Education. A Penn State Electronic Classics Series
Publication.
----------------. Experience and Education. New York: Kappa Delta Pi, 1997.
Mukodi. 2011. Mendialogkan Pendidikan Kita: Sebuah Antologi Pendidikan. Yogyakrta:
Magnum Pustaka.
Muhadjir, Noeng. 2000. Kebijakan dan Perencanaan Sosial Pengembangan Sumber Daya Manusia Tela’ah Cross Discipline. Yogyakarta: rake Sarasin.
Roger, Marples. The Aims of Education. New York: Routledge, 1999.
Suparwi, Sri. Pendidikan Berbasis Alam: Refleksi atas pendidikan di Qaryah Thayyibah,
Kalibening, Kota Salatiga. STAIN Salatiga.
Tim Taman Siswa. 1977. Karya Ki Hadjar Dewantara Bagian Pertama. Yogyakarta:
Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa.