PENDIDIKAN CINTA DALAM SYAIR BURDAH KARYA IMAM...
Transcript of PENDIDIKAN CINTA DALAM SYAIR BURDAH KARYA IMAM...
PENDIDIKAN CINTA DALAM SYAIR BURDAH
KARYA IMAM BUSHIRI
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi
Persyaratan Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Oleh:
Farhan Fuadi
NIM. 11140110000035
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2020
vi
ABSTRAK
FARHAN FUADI 11140110000035. PENDIDIKAN CINTA DALAM SYAIR
BURDAH KARYA IMAM BUSHIRI. Program Studi Pendidkan Agama Islam,
Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta 1441 H / 2020 M
Tujuan penelitian ini 1) untuk mendeskripsikan tentang pendidikan cinta
yang terkandung dalam Syair Burdah Karya Imam Bushiri, 2) untuk
mendeskripsikan urgensi pendidikan cinta, dan 3) Untuk mendeskripsikan
implementasi pendidikan cinta dalam menumbuhkan rasa cinta antar sesama
manusia.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian
yang digunakan adalah penelitian kepustakaan/library research. Sumber data
penelitian dalam penelitian ini Qashidah Burdah karya Imam Bushiri.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa 1) Pendidikan cinta
yang terkandung dalam Qashidah Burdah karya Imam Bushiri terdiri dari tiga
nilai besar yaitu Pendidikan Cinta kepada Rasulullah, Menahan Hawa Nafsu, serta
berakhlakul karimah kepada setiap orang yang dicintai, 2) Peran cinta kepada
rasulullah dalam pendidikan karakter adalah sebagai landasan siswa agar
mengenal kepribadian dan akhlak Rasulullah sehingga dapat meneladani akhlak
dan tingkah laku Rasulullah dalam kehidupan sehari-hari, 3) Pendidikan cinta
kepada sesama manusia dan menanamkan sikap lemah lembut dapat dilakukan
dengan metode keteladanan yaitu guru atau orang tua memberikan teladan kepada
anak sehingga tertanam nilai-nilai kecintaan dalam kehidupan sehari-hari. Metode
berikutnya dapat dilakukan dengan pendekatan praktik dengan melibatkan segala
unsur dalam lembaga pendidikan sehingga dapat tercipta kebiasaan untuk bersikap
lemah lembut kepada sesama manusia.
Kata Kunci : Pendidikan Cinta, Dalam Syair Burdah Karya Imam Bushiri
vii
ABSTRACT
FARHAN FUADI 11140110000035. EDUCATION OF LOVE IN THE
BURDAH POETRY OF THE WORKS OF IMAM BUSHIRI. Islamic
Education Study Program, Faculty of Tarbiyah and Teacher Training, Syarif
Hidayatullah State Islamic University Jakarta 1441 H / 2020 M.
The purpose of research is 1) to describe about the education of love that is
contained in the poem Burdah Karya Imam Bushiri , 2) to describe the urgency of
education in love , and 3) To describe the implementation of the education of love
in the growing sense of love between fellow human beings.
Research is using approach qualitative with the type of research that is
used is the study of literature / library research. The source of research data in this
study is Qashidah Burdah by Imam Bushiri .
Based on the results of the research can be concluded that 1) Education of
love which is contained in Qashidah Burdah works of Imam Bushiri consists of
three grades Great namely Education of Love for the Prophet , Holding Eve Lust ,
and berakhlakul karimah to every person who loved , 2) The role of love to the
prophet in character education is as a foundation for students to get to know the
personality and character of the Prophet so that they can imitate the character and
behavior of the Prophet in everyday life , 3) Education of love to fellow human
beings and instilling a gentle attitude can be done by exemplary methods ie the
teacher or parents give role models for children so that the values of love are
embedded in everyday life. The next method can be done with approach to
practice by involving all elements of the institution of education so as to create a
habit to be weak gentle to fellow humans.
Keywords : Education Love , In the poem Burda Karya Imam Bushiri
viii
KATA PENGANTAR
بسم الله الرحمن الرحيمSegala puji bagi Allah yang telah melimpahkan rahmat, taufiq dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan segala
kekurangannya. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah keharibaan
Baginda Nabi Muhammad SAW yang telah membawa manusia dari zaman
kegelapan kepada zaman terang-benderang.
Skripsi yang berjudul “Pendidikan Cinta dalam Syair Burdah Karya
Imam Bushiri” ini penulis susun dalam rangka memenuhi salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan
Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Menyadari bahwa halangan serta rintangan yang begitu berat terhadap
suksesnya penulis dalam menyelesaikan skripsi ini bukan semata-mata karena
usaha penulis sendiri, melainkan tidak lepas dari bantuan beberapa pihak.
Oleh karena itu sudah menjadi kepatutan untuk penulis sampaikan
penghargaan yang tulus dan terima kasih yang tak terhingga kepada:
1. Prof. Dr. Hj. Amany Burhanuddin Umar Lubis, Lc. MA., selaku
Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. Sururin, M.Ag selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan (FITK).
3. Drs. Abdul Haris, M.Ag dan Drs. Rusdi Jamil, M.Ag selaku Ketua
dan Sekretaris Jurusan Pendidikan Agama Islam. Semoga
kebijakan yang telah dilakukan selalu mengarah kepada
kontinuitas eksistensi mahasiswanya.
4. Dr. Dimyati, M.Ag selaku pembimbing skripsi yang telah
memberikan perhatian, bimbingan, nasehat, kritik dan saran, serta
motivasi yang besar dalam proses penulisan skripsi ini.
ix
5. Seluruh dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan yang telah
memberikan ilmunya sehingga penulis dapat memahami berbagai
materi perkuliahan.
6. Orang tua penulis, Bapak M. Yasin serta Ibu Sumarsih tercinta,
yang tidak bosan-bosannya memberi nasihat, do’a yang tulus
setiap waktu serta dorongan motivasi kepada penulis hingga
selesainya skripsi ini.
7. Teman-teman seperjuangan jurusan PAI angkatan 2014,
khususnya sahabat PUKIS (PAI B) dan Putri Komala Adik kelas
di PAI yang selalu ada untuk menemani membimbing dan terus
memberikan semangat kepada penulis untuk menyelesaikan
skripsi ini sampai dengan proses wisuda.
8. Para guru dari penulis yaitu Ustadz Syahrullah, Ustadz Ahmad
Wasi’, selaku pembiming ruhani yang senantiasa mendo’akan
penulis.
9. Kakak-adikku tersayang, Yazid Awlawi dan Wildan Mukarrom
yang selalu memberikan semangat kepada penulis, semoga kita
bisa menjadi qurrota a’yun bagi kedua orang tua kita.
10. Semua pihak yang tidak penulis sebutkan satu persatu yang telah
berjasa membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Penulis berharap semoga amal baik dari semua pihak yang telah
membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini mendapat balasan pahala
dan rahmat Allah SWT. Dan semoga apa yang telah ditulis dalam skripsi ini
dapat bermanfaat bagi semua pihak. Âmîn Yâ Robbal `Âlâmîn.
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاتهJakarta, 25 Februari 2020
Farhan Fuadi
x
DAFTAR ISI
ABSTRAK ...................................................................................................... vi
KATA PENGANTAR .................................................................................. viii
DAFTAR ISI .................................................................................................... x
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1
A. Latar Belakang ...................................................................................... 1
B. Identifikasi Masalah .............................................................................. 6
C. Pembatasan Masalah ............................................................................. 7
D. Rumusan Masalah ................................................................................. 7
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................................. 7
1. Tujuan Penelitian ............................................................................ 7
2. Manfaat Penelitian .......................................................................... 7
BAB II KAJIAN TEORETIK ........................................................................ 9
A. Acuan Teori ......................................................................................... 9
1. Pendidikan ....................................................................................... 9
a. Pengertian Pendidikan .............................................................. 9
b. Tujuan Pendidikan .................................................................. 11
2. Cinta .............................................................................................. 13
a. Pengertian Cinta ...................................................................... 13
b. Tingkatan Cinta ....................................................................... 19
3. Syair Burdah ................................................................................. 21
a. Pengertian Syair ...................................................................... 21
b. Pengertian Burdah ................................................................... 22
c. Fungsi Syair Burdah ................................................................ 24
B. Penelitian yang Relevan .................................................................... 26
xi
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ................................................... 28
A. Objek dan Waktu Penelitian................................................................ 28
B. Metode Penelitian................................................................................ 28
1. Jenis Penelitian .............................................................................. 28
2. Sumber Data .................................................................................. 29
3. Analisis Data ................................................................................. 29
C. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data .................................... 30
1. Teknik Pengumpulan Data ............................................................ 30
2. Teknik Pengolahan Data ............................................................... 31
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ............................. 32
A. Biografi Imam Bushiri ........................................................................ 32
B. Pendidikan Cinta yang Terkandung di Syair Burdah Karya Imam
Bushiri ................................................................................................ 36
1. Pendidikan Cinta Kepada Rasulullah ............................................ 37
2. Menahan Diri darri Ambisi (Nafsu) .............................................. 44
3. Akhlaqul Karimah ......................................................................... 48
C. Urgensi Pendidikan Cinta ................................................................... 54
D. Implementasi Pendidikan Cinta dalam Menumbuhkan Rasa Cinta
Antar Sesama Manusia ........................................................................ 63
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................ 71
A. Kesimpulan ......................................................................................... 71
B. Saran .................................................................................................... 72
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 73
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sastra lisan merupakan sastra yang penyampaiannya secara lisan dari
seorang pencerita kepada seseorang atau sekelompok pendengar. Sastra lisan
memberikan nilai-nilai positif kepada pendengarnya. Pesan yang terkandung
di dalamnya memang menghendaki olah pikir untuk memahaminya. Bahasa
kias yang digunakan begitu halus. Penyampaiannya terasa sederhana tetapi
memiliki falsafah yang tinggi.1
Seni atau kesenian adalah salah satu unsur dari kebudayaan. Menurut
Aristoteles, kesenian pada dasarnya adalah untuk mendidik perasaan manusia
supaya menjadi halus dan peka dalam menghadapi rangsangan dan tantangan.2
Adapun ciri dari karya sastra yang sangat khas dan penting adalah fungsinya
sebagai sistem komunikasi. Memang benar karya sastra dihasilkan melalui
imajinasi dan kreativitas sebagai hasil kontemplasi secara individual yang
ditunjukkan untuk menyampaikan suatu pesan kepada orang lain, sebagai
komunikasi.3
Sastra dan agama juga tidak dapat dipisahkan, hal ini tercermin dari
bagaimana Allah menyampaikan ajaran-Nya berupa agama Islam kepada
manusia melalui Rasul-Nya dalam bentuk Al-Qur‟an yang didalamnya
termuat dengan menggunakan bahasa dan sastra yang sangat indah. Kemudian
Rasul menyampaikannya dengan menggunakan bahasa yang baik dan dengan
gaya sastra atau bahasa yang indah dan mudah dipahami. 4Syair cinta Rasul
merupakan salah satu cara atau langkah seorang muslim atau orang yang
beragama Islam dalam menyampaikan kerinduannya, kecintaanya kepada
sosok Nabi Muhammad saw..
1 Atmazaki, Ilmu Sastra: Teori Dan Terapan, (Padang: Angkasa Raya, 2005), h.134.
2 Khoirun Rosyadi, Pendidikan Profetik, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), h. 124.
3 Nyoman Kutha Ratna, Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra dari Strukturalistik
hingga Posstrukturalisme Perspektfi Wacana Naratif, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004),
h. 297-298. 4 Akhmad Muzakki, Kesusastraan Arab: Pengantar Teori dan Terapan, (Yogyakarta :Ar-
Ruzz, 2006), h. 84.
2
Dalam dunia Islam banyak sekali Penyair yang terkenal, baik dari masa
permulaan Islam maupun sampai masa sekarang, salah satu penyair yang
terkenal adalah Abu Abdillah Syarafuddin Muhammad bin Sa‟id bin
Hammad ad-Dalashiy al-Bushiri yang lebih dikenal dengan nama Imam
Bushiri yaitu salah satu penyair abad ketujuh Hijriah. Di samping seorang
penyair, Imam Bushiri juga merupakan seorang ulama yang arif lagi
bijaksana dan seorang ahli tasawuf yang masyhur di masanya.5
Ada banyak sekali kitab-kitab maulid, ada yang berbentuk puisi, prosa,
dan syair. Di antara yang masyhur di Indonesia adalah Syair Burdah karya
Imam Muhammad al-Bushiri, Syair Diba‟iyyah karya Syekh Abd Ar-Rahman
ibn ad-Diba‟i Asy-Syaibani, Syair Syaraf Al-Anam karya Syekh Ahmad ibn
Al-Qasim Al-Hariri, Syair al-Barzanji karya Syekh Ja‟far ibn Hasan
Al-Barzanji, Syi‟iran Maulid karya Muhammad al-„Azab. Kelima syair ini
biasanya dicetak dalam satu kitab, yaitu Majmu‟ah al-Mawalid wa Ad‟iyah
(Koleksi Syair-syair Maulid dan Doa-doa). Dari kelima syair diatas Burdah-
lah yang paling menarik perhatian. Syair Burdah merupakan pelopor yang
menghidupkan kembali penyusunan syair-syair pepujian kepada Nabi
Muhammad saw.. Ia adalah Syair Al-Mada‟ih An-Nabawiyyah paling awal
pasca terjadinya kekosongan yang sangat panjang. Barulah syair-syair
Al-Mada‟ih lainnya muncul setelahnya.
Burdah sendiri berasal dari bahasa Arab : البردة قصيدة dan merupakan
qasidah (lagu-lagu) yang berisi syair tentang pujian/shalawat kepada Nabi
Muhammad saw.. Syair tersebut ditulis oleh Imam Bushiri dari Mesir. Syair
Burdah sendiri telah ditulis pada abad ke 13 Masehi yakni pada masa transisi
perpindahan kekuasaan Dinasti Ayyubiyah ke Dinasti Mamluk.6 Syair ini
terdiri dari sepuluh bagian yang masing-masing mengusung tema dan maksud
5 Moh. Tolchah Mansoer, Sajak-Sajak Burdah Imam Muhammad Al-Bushiri,
(Yogyakarta: Adab Press, 2006), h. 8. 6 Fadhil Munawwar Mashur, “Resepsi Kasidah Burdah Al bushiri dalam masyarakat
pesantren”, Jurnal Humaniora Vol. 18. No. 2, 2006, h. 102.
3
berbeda. Seperti pada bagian satu yang mengungkapkan tentang pengaduan
cinta.
Syair Burdah awalnya diciptakan oleh Imam Bushiri saat menderita sakit
yang cukup parah dan berkepanjangan.7 Pada saat masa-masa sulit menjalani
penyakit lumpuh yang dideritanya, Imam Bushiri menggubah syair yang
ditujukan kepada Nabi Muhammad saw. dengan tujuan memohon syafa‟at
kepada Allah Swt. supaya disembuhkan dari segala penyakit yang dideritanya
selama ini. Hingga pada suatu malam, usai melantunkan Syair Burdah yang
dibuatnya, Imam Bushiri tertidur, dalam tidurnya, ia bermimpi bertemu
dengan Nabi Muhammad saw. dan memberikan Imam Bushiri sebuah surban
(burdah) yang kemudian diletakkan pada tubuh Bushiri yang sakit. Saat
terbangun dari tidurnya, Imam Bushiri merasakan keajaiban yang tidak ia
sangka-sangka, karena penyakit yang ia derita selama bertahun-tahun tiba-
tiba sembuh sama sekali. Keajaiban yang dialami oleh Imam Bushiri
tersebutlah yang menjadi alasan utama terhadap penamaan Syair Burdah itu
sendiri. Keajaiban yang dialami oleh Imam Bushiri sendiri berkembang dari
zaman ke zaman hingga muncul kepercayaan bahwa syair Burdah memiliki
kekuatan supranatural.
Syair Burdah merupakan salah satu cara untuk mengungkapkan kecintaan
muslim terhadap utusan Allah yaitu Nabi Muhammad saw. yang dilakukan
dengan cara melantunkan puisi kepada Rasullah, sesuai dengan tuntunan
Allah dalam Al-Quran yang mengajarkan dan menganjurkan kepada umat
Islam, sebagaimana yang tertera dalam Surah Al-Ahzab ayat 56:
كتو ى ومله ي ها النبي على يصلون ان الله ﴾۶۵الأحزاب : ﴿اتسليم وسلموا عليو صلوا اهمن وا الذين يها
“Sungguh Allah dan para malaikat bershalawat atas Nabi. Hai orang
beriman, bershalawatlah atasnya dan berilah salam kepadanya
dengan sehormat-hormatnya salam.” (Q.S Al-Ahzab/33: 56).8
7 Ibid.,h. 102
8 Kementrian Agama Republik Indonesia, Mushaf Al-Qur‟an dan Terjemah, (Jakarta: CV
Pustaka Jaya Ilmu, 2016), h. 427.
4
Syair Burdah merupakan salah satu cara untuk menanamkan pendidikan
cinta baik kepada Allah Swt. dan Nabi Muhammad saw.. Cinta kepada Allah
Swt. dan Nabi Muhammad saw. dilakukan dengan berbagai macam cara salah
satunya adalah dengan selalu memuji-muji orang yang dicintainya, sehingga
orang yang mencintai tenggelam dalam ingatan sifat-sifat yang dicintainya
dan melupakan sifat-sifat dirinya sendiri serta perasaan yang dimilikinya
oleh karena itu, seseorang yang sedang dilanda cinta ia akan selalu memuji,
berdzikir atas Allah dan bershalawat atas Rasul-Nya.9
Dalam Al-Qur‟an cinta adalah sebagai fitrah manusia. dengan adanya rasa
cinta, manusia dapat memandang segala sesuatu menjadi indah. Allah Swt.
telah menerangkan kepada kita bahwa Allah Swt. telah memberi rasa cinta
kepada manusia sehingga manusia cenderung memandang segala sesuatu
menjadi indah. Banyak para sastrawan tertarik pada keindahan bahasanya
terutama dalam mathla‟ (awal bait Syair Burdah). Pernah sebagian sastrawan
ada yang mencoba menirukan syair Burdah yang ternyata sulit ditirukan.
Dalam ilmu sastra kepiawaian seorang penyair diukur dengan keindahan awal
dari syair (syakwa al-gharam) yang disusunnya.10
Dr. Zaki Mubarok, kritikus
sastra Arab yang semula menganggap remeh Burdah, ternyata berbalik
mengakui nilai-nilai estetika yang amat tinggi pada karya Imam Bushiri.11
Bahkan De Tascy, pengamat sastra Arab dari Universitas Sorbonne Prancis,
yang pertama kali menerjemahkan Burdah dalam bahasa Prancis, menyatakan
sampai saat ini belum ada penyair kontemporer Arab yang dapat menirukan
Syair Burdah.12
Puisi cinta Rasul Imam Bushiri ini sudah banyak diterjemahkan dalam
berbagai bahasa (India, Pakistan, Persia, Turki, Punjabi, Swahili, Urdu,
Indonesia, Inggris, Prancis, Spanyol, Jeman, dan Italia). Diantaranya adalah
Seorang sastrawan dari Belanda yaitu Uri (1861) orang yang pertama kali
9 Abdullah, Misteri Ajaran Ma‟rifat Ilmu Sejati, (Mitrapress, 2007), h. 209.
10 Muhammad Adib, Burdah: Antara Kasidah, Mistis dan Sejarah, (Yogyakarta: Pustaka
Pesantren), h. 33. 11
Muhammad Baharun, Burdah Madah Rosul Dan Pesan Moral, (Surabaya: Pustaka
Progresif, 1996), h. 19.
12
Ibid., h. 19.
5
menerjemahkan Burdah dalam bahasa Latin dengan judul Carmen Mysticum
Borda Dictum. Di Jerman, ada dua edisi terjemahan yaitu Funkelnde
Wandelsterne Zum Lobe des Besten Der Geschopfe oleh Von Rosenweig
(1824) dan Die Burda ein Lohgedicht of Muhammed terjemahan Rolfs dan
Behrnaver (1860). Di Prancis, selain De Tascy ada juga Redhouse (1881)
yang menerjemahkan Burdah dalam bahasa Prancis dengan judul The Burda.
Di Italia, diterjemahkan oleh Gabrielli (1901) dengan judul Al-Burdatain.
Imam Bushiri dalam Burdahnya, memberikan ungkapan dan kiasan cinta
yang ia alami dalam cinta dan rindu pada sang 'kekasih'. Seluruh tumpahan
rasa cinta dan rindu hanyalah untuk Nabi saw. atas segala sifat dan gejolak
cintanya. Imam Bushiri juga mengatakan, bahwa orang yang sudah jatuh
dalam taman cinta, ia tidak bisa lagi menghiraukan segala nasihat dan anjuran
dari orang lain, kecuali pada diri sang pujaan hati.
Sebagaimana Yang Terkandung Dalam Syair Burdah, Cinta dan
kerinduannya diungkapkan pada bait 4-7:13
م ضط ر م و و ن م م ج س ن م ي ا ب م م ت ك ن م ب ال ن ب أ الص ب س ي أ
Apakah sang kekasih kira bahwa tersembunyi cintanya.
Diantara air mata yang mengucur dan hati yang bergelora.
ل و ل م ان والعل ب ال ر ك ذ قت ل ر أ ل و ل ل ى ط ل عا ع م د ق ر ت ى ل و ا
Jika bukan karena cinta takkan kautangisi puing rumahnya.
Takkan kau bergadang untuk ingat pohon Ban dan „Alam.
م ق الس و ع م د ال ل و د ع ك ي ل ع و ت ب د ه ا ش م د ع ا ب ب ح ر ك ن ت ف ي ك ف
Dapatkah kau pungkiri cinta, sedang air mata dan derita.
Telah bersaksi atas cintamu dengan jujur tanpa dusta.
م ن الع و ك ي د ى خ ل ع م ار ه ب ال ل ث نى م ض ة و ر ب طي ع د خ ج و ال ت ب ث أ و
Kesedihanmu timbulkan dua garis tangis dan kurus lemah.
Bagaikan bunga kuning di kedua pipi dan mawar merah.
13
Moh. Tolchah Mansoer, op. cit., h. 4-5
6
Makna atau kandungan dalam Syair Burdah dapat dijadikan sebagai media
yang dapat membantu orang tua dalam menanamkan rasa cinta kepada Allah
dan Rasulullah saw. kepada anak sejak dini. Hal tersebut dimaksudkan agar
anak-anak mengetahui tentang sosok Nabi Muhammad saw. serta meneladani
Rasulullah saw. sebagai panutan dalam menjalani kehidupan. Adapun
langkah-langkah untuk menanamkan rasa cinta yang kuat anak untuk
Rasulullah saw. adalah 1) memperkenalkan sejak dini tentang sosok Nabi
Muhammad saw. 2) menceritakan tentang kehidupan Rasulullah saw., 3)
mengajarkan sunah-sunah yang diajarkan oleh Rasulullah saw. dalam
kehidupan sehari-hari.
Syair Burdah karya Imam Bushiri, memiliki unsur-unsur Al-Qur‟an dan
sunnah sebagaimana dzikir dan shalawat Nabi. Isi dari Syair Burdah dapat
digunakan untuk menanamkan nilai-nilai. Seorang yang menikmati lantunan
Syair Burdah dan menghayati makna yang terkandung didalamnya terkadang
sering merasakan adanya perasaan nyaman dalam jiwanya, sehingga dapat
menumbuhkan rasa cinta baik kepada Allah, Rasul, dan sesama manusia
dalam kehidupan sehari-hari.
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan penulis tertarik dan
termotivasi mengangkat sebuah skripsi yang berjudul “Pendidikan Cinta
dalam Syair Burdah Karya Imam Bushiri”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penulis
mengidentifikasikan masalah sebagai berikut:
1. Hilangnya rasa saling cinta di masyarakat pada zaman sekarang ini karna
saling caci maki (caci maki atau mencaci) dan menghujat antar sesama.
2. Masih sedikitnya halaqah, majlis, dan kajian yang membedah Syair Burdah
Karya Imam Bushiri.
7
C. Pembatasan Masalah
Dari identifikasi masalah di atas maka pembatasan masalah pada penelitian
ini dibatasi hanya pada salah satu bait yang mengandung Pendidikan Cinta
yang terdapat di dalam Syair Burdah Imam Karya Bushiri pada pasal 1-10
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah diatas, maka penulis merumuskan
masalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah pendidikan cinta yang terkandung dalam Syair Burdah
Karya Imam Bushiri?
2. Mengapa seseorang harus memiliki cinta kepada Rasulullah?
3. Bagaimana mengimplementasikan pendidikan cinta (tambahin Rasulullah
ga si ka? Jadi „pendidikan cinta Rasulullah‟) dalam menumbuhkan rasa
cinta antar sesama manusia?
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Ada beberapa tujuan yang ingin penulis capai dalam penelitian ini, di
antaranya adalah:
1. Tujuan Penelitian
a. Untuk mendeskripsikan tentang pendidikan cinta yang terkandung
dalam Syair Burdah Karya Imam Bushiri
b. Untuk mendeskripsikan urgensi pendidikan cinta kepada Rasulullah
yang harus dimiliki seseorang.
c. Untuk mendeskripsikan implementasi pendidikan cinta dalam
menumbuhkan rasa cinta antar sesama manusia
2. Manfaat Penelitian
a. Bagi penulis pribadi dapat menambah rasa kecintaan terhadap Allah
Swt. dan Rasulullah saw..
b. Secara umum dapat menambah wawasan tentang karya-karya besar
sastra Islam serta dapat menghidupkan tradisi-tradisi para ulama.
8
c. Diharapkan pula penelitian ini berguna untuk memberikan kontribusi
terhadap perkembangan dunia pendidikan khususnya pendidikan Islam
9
BAB II
KAJIAN TEORETIK
A. Acuan Teori
1. Pendidikan
a. Pengertian Pendidikan
Menurut M. Ngalim Purwanto, istilah pendidikan semula berasal dari
bahasa Yunani yaitu Paedagogie yang berarti bimbingan yang diberikan
kepada anak.14
Dalam Kamus Bahasa Inggris istilah ini diterjemahkan
dengan Education yang berarti pendidikan.15
Dalam Kamus Bahasa Arab
istilah ini sering diterjemahkan dengan tarbiyah yang berarti pendidikan.16
Pendidikan berasal dari kata didik, lalu kata ini mendapat awalan
“men-” sehingga menjadi mendidik, artinya memelihara dan memberi
latihan. Dalam memelihara dan memberi latihan diperlukan adanya ajaran,
tuntunan dan pimpinan mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran.
Pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan manusia untuk
mengembangkan potensi manusia lain atau memindahkan nilai dan norma
yang dimilikinya kepada orang lain dalam dasar masyarakat. Proses
pemindahan nilai dan norma itu dapat dilakukan dengan berbagai cara,
diantaranya melalui:
1) Pengajaran
Proses pemindahan nilai dan norma berupa (ilmu) pengetahuan
dariseorang guru kepada murid atau murid-muridnya dari suatu
generasi ke generasi berikutnya.
2) Pelatihan
Dilaksanakan dengan jalan membiasakan seseorang melakukan
pekerjaan tertentu untuk memperoleh keterampilan mengerjakan
14
M. Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 1994), Cet. III, h. 36. 15
Andreas Halim, Kamus Lengkap 10 Milyar, (Surabaya: Sulita Jaya, 1999), h. 997. 16
Mahmud Yunus, (Jakarta: PT. Mahmud Yunus Wa Dzuriyyah), h. 1378
10
suatu pekerjaan.17
Dalam Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab 1 Pasal 1,
dinyatakan bahwa “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana
untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk
memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.”18
Dalam pengertian dasar, pendidikan adalah proses menjadi yakni
menjadikan seseorang menjadi dirinya sendiri yang tumbuh sejalan dengan
bakat, watak, kemampuan dan hati nuraninya secara utuh. Pendidikan tidak
dimaksudkan untuk mencetak karakter dan kemampuan peserta didik sama
seperti gurunya. Proses pendidikan diarahkan pada proses berfungsinya
semua potensi peserta didik secara manusiawi agar mereka menjadi dirinya
sendiri yang mempunyai kemampuan dan kepribadian unggul. Oleh karena
itu pendidikan tidak boleh menjadikan manusia asing terhadap dirinya dan
asing terhadap hati nuraninya. Pendidikan tidak boleh melahirkan sikap,
pemikiran dan perilaku semu. Pendidikan tidak boleh menjadikan manusia
berada diluar dirinya. Pendidikan harus mampu menyatukan sikap,
pemikiran, perilaku, hati nurani, dan keimanan menjadi satu kesatuan yang
utuh.19
Berdasarkan beberapa pengertian tentang pendidikan diatas, dapat
disimpulkan bahwa pendidikan merupakan suatu proses dalam
mengembangkan potensi manusia menjadi pribadi manusia yang dewasa
dan memiliki pengetahuan, keterampilan, kecerdasan, akhlaq yang baik
17
Muhammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2005), h. 179-180. 18
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional RI, Undang-
Undang Sistem Pendidikan Nasional;Undang-Undang RI No.20 Tahun 2003, (Jakarta: Sinar
Grafika, 2009), h. 39. 19
Dedi Mulyasa, Pendidikan Bermutu dan Berdaya Saing, (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2011), h. 2.
11
serta mandiri melalui kegiatan pembelajaran diharapkan tercapai dengan
sempurna.
b. Tujuan Pendidikan
Pendidikan merupakan bagian dari sebuah proses untuk mencapai
suatu tujuan. Sesungguhnya pendidikan secara umum adalah untuk
memperbaiki adat istiadat masyarakat dan mengetahui tingkah laku
masyarakat baik ilmunya maupun perbuatannya dan mempunyai sikap
kebangsaan. Hal itu diperuntukkan untuk pertumbuhan anak baik jasadnya
ruhnya dan akhlaknya sesuai dengan kemampuannya.
Tujuan pendidikan merupakan suatu komponen yang penting dalam
dunia pendidikan, karena hal tersebut berkaitan dengan sesuatu yang harus
dituju demi tercapainya segala sesuatu yang diharapkan. Suatu tujuan yang
hendak dicapai oleh pendidikan pada hakikatnya adalah suatu
perwujudan dari nilai-nilai ideal yang terbentuk dalam pribadi manusia yang
diinginkan. Tujuan-tujuan diperintahkan oleh tujuan-tujuan akhir yang pada
esensinya ditentukan oleh masyarakat dan dirumuskan secara singkat dan
padat, seperti kematangan dan integritas atau kesempurnaan pribadi dan
terbentuknya kepribadian muslim. Hal ini merupakan cita-cita paedagogis
atau dunia cita-cita yang ditemukan sepanjang sejarah hampir di semua
negara.20
Adapun tujuan pendidikan nasional Indonesia menurut UU Nomor 4
Tahun 1950 adalah “Membentuk manusia susila yang cakap, warga negara
yang demokratis dan manusia bertanggung jawab terhadap kesejahteraan
masyarakat dan tanah air”.21
Dan tujuan pendidikan menurut UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional yaitu sebagai berikut, “Pendidikan Nasional
berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
20
Hamdani Ihsan dan Fuad Ihsan, Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: Pustaka Setia,
2001), h. 59. 21
Muhammad Rifai, Politik Pendidikan Nasional, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011),
h. 45.
12
bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggungjawab”.22
Menurut Abuddin Nata, “Ketika pendidikan dihubungkan dengan
Tuhan, maka tujuan pendidikan yang utama adalah membentuk manusia
agar beriman kepada Allah Swt. yang dilanjutkan dengan berbuat amal
saleh, yakni amal yang sesuai dengan kehendak Allah Swt.”.23
Lebih lanjut Abuddin Nata mengatakan, “Ketika pendidikan
dihubungkan dengan filsafat manusia, maka tujuan pendidikan dapat
dirumuskan sebagai usaha untuk mewujudkan manusia seutuhnya, yaitu
manusia yang tergali, terbina dan terlatih potensi intelektual, spiritual,
emosional, sosial dan fisiknya, sehinga dapat menolong dirinya, masyarakat,
bangsa dan negaranya”.24
John Dewey merumuskan, “Tujuan pendidikan untuk diarahkan
pada upaya melahirkan manusia yang terbina seluruh potensi dirinya,
terutama potensi intelektual dan keterampilannya, sehingga ia dapat
melaksanakan tugas-tugas di masyarakat, dan menjadi orang yang dapat
menolong dirinya, masyarakat, bangsa dan negaranya”.25
Berdasarkan pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa tujuan
pendidikan adalah untuk membentuk kepribadian peserta didik yang
berakhlakul karimah, berbudi pekerti, berwawasan luas, mandiri,serta dapat
member i manfaat bagi dirinya sendiri, keluarga, masyarakat, bangsa dan
Negara.
22
Ibid., h. 48 23
Abuddin Nata, Pemikiran Pendidikan Islam & Barat, (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2012), h. 51. 24
Ibid., h. 89. 25
Ibid., h. 218.
13
2. Cinta
a. Pengertian Cinta
Cinta merupakan sebuah nama yang sangat mudah untuk diucapkan.
Cinta bisa berasal dari obsesi untuk mendapatkan sesuatu. Cinta kasih
bersumber pada ungkapan perasaan yang didukung oleh unsur karsa, yang
dapat berupa tingkah laku dan pertimbangan dengan akal yang
menimbulkan tanggung jawab. Cinta adalah sebuah ungkapan rasa sayang
dan simpati kita kepada seseorang. Kata cinta juga diberikan dari kita
kepada Sang Pencipta, sebagai tanda kalau kita amat membutuhkan dan
menyanjungnya.26
Cinta adalah sebuah perasaan yang ingin membagi bersama atau
sebuah perasaan afeksi terhadap seseorang. Apabila dirumuskan secara
sederhana, cinta kasih adalah perasaan kasih sayang, kemesraan, belas
kasihan, dan pengabdian yang diungkapkan dengan tingkah laku yang
bertanggung jawab. Tanggung jawab artinya akibat yang baik, positif,
berguna, saling menguntungkan, menciptakan keserasian, dan kebahagiaan.
Ada beberapa pengertian cinta menurut para tokoh Islam yaitu
diantaranya sebagai berikut:
a) Menurut Rabi‟ah Al-Adawiyah
Cinta adalah ungkapan kerinduan dan gambaran perasaan
yang terdalam. Siapapun yang merasakannya, niscaya akan
mengenalnya. Namun siapa yang mencoba untuk menyifatnya, pasti
akan gagal, atau cinta seorang hamba kepada Tuhannya yaitu Allah
Swt. atau cinta itu adalah rindu dan pasrah seorang hamba kepada
Allah, seluruh ingatan dan perasaan hanya kepada-Nya. Cinta suci
dan murni yang merupadan puncak tasawuf menurut Rabi‟ah lebih
tinggi daripada rasa takut (khawf) pengharapan (raja‟). Cinta suci
murni itu tidak mengharapkan apa-apa.27
b) Menurut Ibnu Daud Azh-Zhahiri
26
Mawardi dan Nur Hidayati, IAD-ISD-IBD, (Bandung: CV.Pustaka Setia, 2009), h. 167. 27
M. Ishoma El Saha dan Saiful Hadi, Sketsa Al-Qur‟an (Tempat, Tokoh, Nama, dan
Istilah dalam Al-Qur‟an), (PT. Lista Fariska Putra, 2005) h. 404.
14
Ada beberapa penyair yang berpendapat mengenai cinta
bahwa cinta pada mulanya terjadi dari penglihatan dan pendengaran.
Kemudian bila Allah menghendaki kita untuk dapat selalu mengingat
apa yang mungkin diakibatkan oleh pendengaran dan penglihatan.
Lantas kenapa bisa terjadi cinta dan bagaimana? Bagi orang awam
keberadaan cinta tidak terlalu menjadi perhatian mereka, sedangkan
bagi orang-orang yang ahli dalam cinta mereka selalu
mempertanyakan sebab musababnya.
Imam Muhammad Ibnu Daud Azh-Zhahiri berpendapat
bahwa cinta yang hakiki adalah tidak berpikir untuk mencintai selain
kekasihnya dan tidak mengharapkan ketenangan kecuali dari orang
yang telah menyiksanya.
c) Imam Ibnu Hazm
Cinta adalah sesuatu yang permulaanya seperti sebuah senda
gurau dan akhirnya merupadan keseriusan. Karena keagungannya,
arti cinta sangat rumit untuk digambarkan, tidak ada nada yang dapat
menemukan hakikatnya cinta kecuali setelah bersusah payah (dengan
pengorbanan), cinta itu pertautan antara bagian-bagian jiwa yang
terbagi pada asal unsurnya yang luhur, cinta itu kesepadatan rohani
dan pencampuran jiwa.
Imam Ibnu Hazm berpendapat bahwa cinta adalah suatu rasa
emosional yang ada dalam diri manusia yang harus ditunjukan
dengan pengorbanan.
d) Cinta Menurut Imam Jauzi
Cinta adalah kecondongan jiwa yang sangat kuat kepada satu
bentuk yang sesuai dengan tabi‟atnya, maka jika pemikiran jiwa itu
kuat mengarah kesana, ia akan selalu mengharapkan. Oleh karena itu
biasanya penyakit baru yang selalu muncul bagi orang yang sedang
jatuh cinta.
Para ahli dibidang ilmu hikmah yang telah mengatakan
bahwa cinta tidak adan terjadi kecuali bagi yang memiliki kesamaan
15
dan cinta itu berkurang atau bertambah sesuai dengan kadar
kecocokan.
e) Imam Ibnu Qayyim
Imam Ibnu Qayyim mengatakan bahwa faktor yang
mendorong dalam masalah cinta terkadang yang dimaksud adalah
perasaan yang diikuti kehendak dan ketertarikan. Hal ini ada dalam
diri seseorang yang sedang jatuh cinta terkadang juga sebagai sebab
yang karenanya dapat ditemukan cinta dan perasaan tergantung
dengannya.
Cinta bahasa arabnya ialah Mahabbah berasal dari kata
“Habbah” yang berarti benih-benih/biji yang jatuh ke bumi di
padang pasir. Mahabbah dikatakan berasal dari kata itu karena dia
merupakan sumber kehidupan. Sebagaimana benih itu tersebar di
gurun pasir, tersembunyi di dalam tanah, dihujani oleh terpaan angin,
hujan dan sengatan matahari, disapu oleh cuaca panas dan dingin,
benih-benih itu tidak rusak oleh perubahan musim, namun justru
tumbuh berakar, berbunga dan berbuah. Demikian halnya cinta
sejati, tak lapuk dengan sengatan mentari dan guyuran hujan, tak
lekang oleh perubahan musim dan tak hancur berantakan oleh
terpaan angin.
f) Jalaluddin Rumi
Cinta adalah api yang akan mengubahku menjadi air kalau
aku sebuah batu yang keras. Jalaluddin Rumi berpandangan bahwa
tiadanya cinta kasih di dalam diri membuat manusia menjadi keras
bagaikan sebuah batu yang melahirkan suatu watak dan tindakan.
Dengan adanya cinta kasih akan melahirkan kemurahan hati
(sakhaa), rasa malu (hayaa), kesabaran (shabr), lapang dada
(musaamahah), merasa cukup (qanaa‟ah), kecermatan, ketelitian,
16
kesenangan dalam menolong orang lain, (musaa‟adah), keceriaan
(zharf), dan ikhlas.28
Jalaluddin Rumi yang menjadikan cinta sebagai tema sentral
ajarannya, memandang cinta sejati atau cinta Ilahi hanya dapat
dicapai mealui perantara yaitu segala hal selain-Nya. Ketika manusia
mencintai selain-Nya sesungguhnya mereka juga mencintai-Nya,
karena yang terlihat adalah pantulan dari yang sejati. Namun, ketika
manusia mencintai selain-Nya, cinta tersebut dimaksudkan untuk
mencapai kepada cinta yang sejati yaitu cinta Ilahi.29
g) Imam Bushiri
Imam Bushiri adalah pengarang Syair Burdah. Pemilik nama
lengkap Abu Abdillah Syaraf ad-Din Muhammad bin Sa‟idibn
Hammad ibn Muhsin ibn Abdillah ibn Shanhaj ibn Mallal al-
Bushir.30
Imam Bushiri memiliki beberapa penyebutan terhadap
namanya, yaitu al-Bushiri dan al-Bushairy. Jika dilihat dari tanah
kelahirannya yaitu di “Bushir”, maka pantas pantas saja jika
namanya Bushiri. Kehidupan intelektualnya dimulai dengan
menghafal Al-Qur‟an kemudian pergi ke Kairo untuk mempelajari
agama, ilmu-ilmu kebahasaan, sastra Arab, sejarah Islam terutama
sirah nabawiyah, ilmu tasawuf, juga mempelajari karya orang
Yahudi dan Nasrani. Imam Bushiri dikenal mempunyai kehebatan
dalam seni tulis Arab dan bidang sastra Arab berupa prosa dan puisi,
Imam Bushiri tumbuh dalam lingkungan keluarga miskin dalam
kondisi yang memprihatinkan dan penderitaan yang terus dialami
mendorong dirinya untuk menekuni dunia tasawuf dan kondisi ini
juga yang mempengaruhi jiwa dan perasaannya dalam menciptakan
karya sastra.
28
Annemarie Schimmel, Menyingkap yang Tersembunyi:Misteri Tuhan dalam Puisi-puisi
Mistis Islam, (Bandung: Mizan, 2005), Cet. I, h. 158. 29
Jalaluddin Rumi, Fihi ma Fihi, (Surabaya: Risalah Gusti, 2002), h. 45. 30
Muhammad Adib, Burdah: Antara Kasidah, Mistis, dan Sejarah, (Yogyakarta: PT
LkiS Printing Cemerlang, 2009), h. 11.
17
Menurut Imam Bushiri nilai cinta Rasul dalam Syair Burdah
karya Imam Bushiri terdapat beberapa nilai yang tertuang dalam
indikator mencintai Rasulullah saw. yaitu dengan cara mengenali
Rasulullah saw., meneladani akhlak beliau (meniru pribadi baik
beliau), mematuhi dan menaati segala perintah dan larangan beliau,
menyesuaikan dengan cintanya (tidak berlebihan dan tidak pula
melupakan), memuliakan Rasulullah saw., dan bershalawat untuk
Rasulullah saw., rindu berjumpa dengan beliau.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Mahabah ialah
perasaan kasih sayang, lupa akan kepentingan diri sendiri karena
mendahulukan cintanya kepada Allah.31
Kata mahabbah berasal dari
kata ahabba, yuhibbu, mahabatan, yang secara harfiah berarti
mencintai secara mendalam, atau kecintaan, cinta yang mendalam.
Dalam Mu‟jam al-falsafi, Jamil Shaliba mengatakan, mahabbah
adalah lawan dari al-bughd yakni cinta adalah lawan dari benci.
mahabbah dapat pula berarti al-wudd, al-mawaddah, yakni kasih
atau sayang. Selain itu, mahabbah dapat pula berarti kecenderungan
pada sesuatu yang sedang berjalan dengan tujuan untuk memperoleh
kebutuhan baik yang bersifat material maupun spiritual, seperti
cintanya seseorang yang kasmaran (termabuk cinta) pada sesuatu
yang dicintainya, orang tua kepada anaknya, sesorang kepada
sahabat-sahabatnya, suatu bangsa terhadap tanah airnya, atau
seorang pekerja kepada pekerjaannya.32
h) Imam Al-Ghazali
Imam Al-Ghazali mendefinisikan mahabbah sebagai “Cinta
adalah suatu kecondongan naluri terhadap suatu hal yang
menyenangkan”. Menurut Imam Al-Ghazali, kadar cinta itu
ditentukan oleh tiga faktor, yakni:
31
Tim Pustaka Phoenix, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Baru, (Jakarta: PT. Media
Pustaka Phoenix, 2012), h. 549. 32
Hamzah Tualeka dkk, Akhlak Tasawuf, (Surabaya: IAIN SA Press, 2011), h. 317.
18
(1) Cinta tidak akan terjadi tanpa proses pengenalan
(ma‟rifah) dan pengetahuan.
(2) Cinta terwujud sesuai dengan tingkat pengenalan dan
pengetahuan.
(3) Manusia tentu mencintai dirinya.33
Selain itu sebab-sebab tumbuhnya cinta dalam diri kepada Allah
adalah dikarenakan oleh berbagai hal yang disebutkan dalam berbagai hal
dibawah ini :
(1) Cinta kepada diri sendiri, kekekalan, kesempurnaan, dan
keberlangsungan hidup.
(2) Cinta kepada orang yang berbuat baik.
(3) Mencintai diri orang yang berbuat baik meskipun
kebaikannya tidak dirasakan.
(4) Cinta kepada setiap keindahan.
(5) Kesesuaian dan keserasian
Kata mahabbah tersebut selanjutnya digunakan untuk
menunjukkan suatu paham atau aliran cinta ketuhanan dalam ilmu
tasawuf. Dalam kaitan ini, maka yang menjadi obyek mahabbah lebih
tertuju kepada Allah.
Dari sekian banyak arti mahabbah sebagaimana telah dikemukakan
diatas, tampaknya, ada juga yang cocok dengan arti mahabbah yang
dikehendaki dalam tasawuf, yaitu mahabbah yang artinya adalah kecintaan
mendalam secara ruhiyah-qalbiyah kepada tuhan (Allah).
Mahabbah (kecintaan) Allah kepada hamba yang mencintai-Nya
itu selanjutnya dapat mengambil bentuk iradah dan rahmat Allah yang
diberikan kepada hambanya dalam bentuk pahala dan nikmat yang
melimpah. Mahabbah berbeda dengan ar-raghbah, karena mahabbah
adalah cinta yang tanpa dibarengi dengan harapan pada hal-hal yang
33
Imam al-Ghazali, Ihya Ulumuddin Maa Muqaddimah Fi at-Tasawwuf al-Islami wa
Dirasah Takhliliyyah Lisyakhsiyyah al-Ghazali wa Falsafah fi al-Ihya Jilid IV, (Kediri: Dar al-
Ummah, t.th), h. 228.
19
bersifat duniawi, sedangkan ar-raghbah adalah cinta yang disertai
perasaan rakus, keinginan yang kuat dan ingin mendapatkan sesuatu,
walaupun harus mengorbankan segalanya. Mahabbah kepada Allah berarti
mencintai Allah karena keagungan Allah, sedangkan ar-raghbah
kepada Allah yaitu mencintai Allah untuk mendapatkan mendapatkan
hadiah (surga) dari Allah.
Apabila dilihat dari pengertian pendidikan yang telah dibahas
sebelumnya, pendidikan adalah suatu proses dalam mengembangkan
potensi manusia menjadi pribadi manusia yang dewasa dan memiliki
pengetahuan, keterampilan, kecerdasan, akhlaq yang baik serta mandiri
melalui kegiatan pembelajaran diharapkan tercapai dengan sempurna
sedangkan cinta adalah ungkapan perasaan yang didukung oleh unsur
karsa, yang dapat berupa tingkah laku dan pertimbangan dengan akal yang
menimbulkan tanggung jawab. Sedangkan cinta adalah sebuah ungkapan
perasaan (kasih sayang) dan simpati yang diberikan kepada seseorang.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pendidikan cinta adalah
sebuah proses mengembangkan potensi dalam hal ini ungkapan rasa
sayang dan simpati kita kepada seseorang.
b. Tingkatan Cinta
Imam Ibnu Rajab Al-Hambali membagi derajat (tingakatan) cinta
kepada Rasulullah saw. menjadi dua tingakatan, dengan demikian jika
seseorang menyempurnakan dua tingkatan ini seorang akan memiliki
kecintaan yang sempurna kepada sunnah Rasulullah saw. yang ini
merupakan tanda kesempurnaan iman dalam dirinya. Adapun dua tingkatan
tersebut adalah:
a) Tingkatan Yang Fardhu (Wajib)
Pada tingkatan pertama yakni tingkatan yang fardhu „wajib
yaitu kecintaan kepada Rasulullah saw. yang mengandung konsekuensi
menerima dan mengambil semua petunjuk yang dibawa oleh
Rasulullah saw. dari sisi Allah dengan (penuh rasa) cinta, ridha,
hormat dan patuh, serta tidak mencari petunjuk dari selain jalan
20
(sunnah) Rasulullah saw. secara utuh. Kemudian, mengikuti dengan
baik agama yang Rasulullah saw. sampaikan dari Allah, dengan
membenarkan semua berita yang beliau sampaikan, menaati semua
kewajiban yang beliau perintahkan, maninggalkan semua perbuatan
haram yang dilarangnya, serta menolong dan berjihad (membela)
agamanya, sesuai dengan kemampuan unutk (mengahadapi) orang-
orang yang menentangnya. Tingkatan ini harus dipenuhi (oleh setiap
muslim) dan tanpa keimanan (seseorang) tidak akan sempurna.
b) Tingkatan Fadhl (Keutamaan/Kemuliaan)
Pada tingkatan kedua yakni tingkatan fadhl yaitu kecintaan
(kepada Rasulullah saw. yang mengandung konsekuensi meneladani
Rasulullah saw. dengan baik, mengikuti sunnah Rasulullah saw.
dengan benar, dalam tingkah laku, adab (etika), ibadah-ibadah sunnah
(anjuran), makan, minum, pakaian, pergaulan yang baik dengan
keluarga, serta semua adab Rasulullah saw. yang sempurna dan akhlak
beliau yang suci. Demikian juga memberikan perhatian (besar) untuk
memahami sejarah dan perjalanan hidup Rasulullah saw., rasa senang
dalam hati dengan mencintai, mengagungkan dan memuliakan
Rasulullah saw., senang mendengarkan ucapan (hadits) Rasulullah
saw., dan selalu (mendahulukan) ucapan Rasulullah saw., di atas
ucapan selain Rasulullah. Dan termasuk yang paling utama dalam
tingkatan ini adalah meneladani Rasulullah saw. sikap zuhud beliau
terhadap dunia, mencukupkan diri dengan hidup seadanya (sederhana)
di dunia, dan kecintaan Rasulullah saw. kepada (balasan yang
sempurna) di akhirat (kelak).”34
3. Syair Burdah
a. Pengertian Syair
Syair, seringkali kita mendengar istilah tersebut dalam buku-buku
34
Ibn Rajab al-Hanbali, Istinsyaq Nasim Al Uns Istinsyaq Nasim Al-Uns Min Nafahat
Riyat Al-Quds, ( Maktab Al Islami, 1411 H ) h. 34-35.
21
sejarah kebudayaan bangsa Arab terutama pra Islam. Istilah tersebut
secara etimologis diambil dari asal kata شعورا شعرا يشعر شعر yang berarti
mengetahui, merasakan, sadar, mengomposisi atau mengubah sebuah
syair. Sedangkan menurut Jurji Zaidah, syair berarti nyanyian (al-ghina),
lantunan (insyadz), atau melagukan (tartil). Asal kata ini telah hilang dari
bahasa Arab, namun masih ada dalam bahasa lain seperti syuur dalam
bahasa Ibrani yang berarti suara, nyanyian, melantunkan lagu. Kata syair
berasal dari شير (syir) yang artinya syair atau nyanyian-nyanyian yang
terdapat dalam kitab Taurat juga menggunakan nama ini.35
Secara terminologi, dalam Ensiklopedi Islam disebutkan bahwa
syair adalah ucapan yang atau susunan kata yang fasih yang terikat dengan
rima (pengulangan bunyi) dan matra (unsur irama yang berpola tetap) dan
biasanya mengungkapkan imajinasi yang indah dan berkesan memikat.
Dalam bahasa Melayu/Indonesia, satu koplet syair biasanya terdiri dari
empat baris yang berahiran sama yaitu a,a,a,a. Sementara Ibnu Rasyiq
lebih mempertegas adanya unsur kesengajaan, sebagaimana ia berkata:
“Sesungguhnya syi‟ir terdiri dari empat hal, yaitu lafadz, wazan, makna
dan qafiah. Ini batasan syi‟ir, karena ada sebuah ungkapan yang berirama
dan berqafiah tetapi tidak dapat dikatakan syi‟ir, karena tidak dibuat-buat
dan tidak dimaksud syi‟ir seperti Al-Qur‟an dan Hadits nabi.”36
Puisi dalam bahasa Arab biasa dikenal dengan “Syi‟ir/syair”.
Dalam sejarah kesusasteraan Arab, syair digunakan untuk
menggambarkan keadaan hidup masyarakat di kala itu, di mana mereka
sangat fanatik dengan kabilah atau suku mereka, sehingga syair-syair
yang muncul tidak jauh dari pembanggaan kabilah masing-masing.
Di Indonesia, syair adalah jenis puisi lama yang tiap baitnya
terdiri atas empat larik yang bersajak sama, isinya merupakan kisahan
35
Akhmad Muzakki, op. cit., h. 41. 36
Wargadinata, Wildana dan Fitriani, Laily, Sastra Arab dan Lintas Budaya, (Malang:
UIN Malang Press, 2008), h. 25.
22
yang mengandung unsur mitos maupun sejarah, atau merupakan ajaran
falsafah/agama.37
Kehadiran sajak atau rima inilah yang memberi
kekhasan karya sastra puisi dibandingkan dengan karya sastra lain.
b. Pengertian Burdah
Burdah adalah karya sastra Arab (pujian untuk Nabi
Muhammad saw.) yang digubah oleh Imam Bushiri, nama lengkapnya
Abu Abdillah Syarafuddin Muhammad bin Said bin Hammad ash-
Shanhaji, lahir pada tahun 1213 M atau 608 H di Dalaash Maroko dan
dibesarkan di Desa Bushir Mesir.38
Burdah atau nama populernya Syair
Burdah biasanya berada di dalam satu kitab yang dinamakan kitab
Barzanji, nama kitab ini di ambil dari nama pengarangnya yaitu Syekh
Ja‟far Al-Barzanji bin Hasan bin Abdul Karim (1690-1766). Ja‟far di
lahirkan di Madinah dan menghabiskan hidupnya di sana.39
Secara bahasa, kata Burdah mengandung banyak arti yaitu
selimut, sorban, selendang, atau kain wol hitam yang biasa dipergunakan
untuk berselimut.40
Sedangkan versi yang lain mengatakan bahwa kata
Burdah memiliki arti baju (jubah) kebesaran khalifah yang merupakan
atribut utama khalifah yang dapat membedakan antara khalifah dengan
para pejabat negara lainnya, teman-teman, dan masyarakat pada
umumnya. Sedangkan secara istilah, Burdah adalah sebuah nama Syair.41
yang digubah oleh Imam Bushiri dengan jumlah bait sebanyak 160 bait.42
Syair Burdah karya Imam Bushiri adalah salah satu bentuk
syair yang paling masyhur di kalangan masyarakat. Syair ini dibuat
sebagai wujud penghormatan terhadap Nabi Muhammad saw. agar
beliau mendapat syafa‟at di yaumul qiyamah. Syair Burdah memiliki
37
Hasanuddin, Ensiklopedi Sastra Indonesia, (Bandung: Titian Ilmu Bandung, 2007),
h.782. 38
Mohammad Tolchah Mansoer, Op.cit., h. 14.
39
Tata Septayuda Purnama, Khazanah Peradaban Islam, (Jakarta: Tinta Medina, 2011),
h. 139.
40
Khairi, Islam & Budaya Masyarakat, (Yogyakarta: Fajar Pustaka, 2010), h. 230.
41
Ibid., h. 229.
42
Khairi, loc.cit., h. 230
23
bait yang berjumlah 160. Syair Burdah dinilai oleh para sastrawan Arab
sangat bernilai tinggi gaya bahasa, bentuk-bentuk bait, serta alur
pemikirannya yang telah berpengaruh kepada banyak para sastrawan.43
Pengaruh tersebut tidak hanya di kalangan sastrawan saja, namun juga
pada masyarakat awam karena bait-baitnya banyak dibaca dalam
upacara peringatan maulid Nabi dan hari-hari besar Islam lainnya,
tidak terkecuali di Indonesia, terutama di Pesantren Salaf dan di
kampung-kampung.
Syair Burdah biasanya dibaca dalam acara pembacaan shalawat
atau dhiba‟. Kebanyakan yang menggunakan Syair Burdah ini
membacanya dengan cara melantunkan melalui lagu-lagu, baik yang
berasal dari lagu yang sudah ada dengan mengganti liriknya, maupun
membuat lagu sendiri.
Sehingga dapat disimpulkan Syair Burdah karya Imam Bushiri
adalah salah satu bentuk syair yang paling masyhur di kalangan
masyarakat. Syair ini dibuat sebagai wujud penghormatan terhadap nabi
Muhammad saw. agar beliau mendapat syafa‟at di yaumul qiyamah.
c. Fungsi Syair Burdah
Syair Burdah mempunyai beberapa fungsi dalam pelafalannya,
diantara fungsi dari Syair Burdah ini diantaranya:44
1) Fungsi Burdah bagi Sang Penyair
Analisis struktur isi Syair Burdah menunjukkan bahwa karya
yang ia buat ditujukan oleh pengarangnya untuk mengekspresikan
rasa cinta yang dalam kepada Nabi saw.. Selanjutnya ungkapan rasa
cinta tersebut dimaksudkan oleh Imam Bushiri sebagai sarana
(wasilah) untuk mendapatkan kesembuhan dari penyakit stroke yang
dialaminya, syafa‟at Nabi dan ampunan Allah.
43
Khariri. Estetika Qashidah al-Burdah Karya al-Bushiri, Jurnal Ibda Vol. 6, No. 2,
2007, h. 270. 44
Nihayah, Ulin, Konsep Seni Qasidah Burdah Imam Al Bushiri Sebagai Alternatif
Menumbuhkan Kesehatan Mental, Jurnal Ilmu Dakwah, Vol. 34, No.1, 2014
24
2) Fungsi Burdah bagi masyarakat Arab.
Pada masyarakat Arab yang mengamalkan Syair Burdah,
karya ini memiliki fungsi manfaat dan hiburan. Fungsi manfaat dari
karya ini mencakup aspek agama, spiritual dan pendidikan. Berkaitan
dengan aspek spiritual, Syair Burdah difungsikan untuk
menyembuhkan penyakit rohani, jasmani dan penolak bala.
Pengalamannya diintegrasikan pada pelaksanaan shalat fardu atau
dikaitkan kepada bilangan dan waktu tertentu, misalnya hari dan
malam Jum‟at. Sehubungan dengan aspek kependidikan, pembacaaan
Syair Burdah difungsikan sebagai kegiatan ekstra kulikuler bagi para
pelajar dan sebagai salah satu buku ajar dalam bidang akhlak dan
sejarah. Manfaat selanjutnya yaitu pembacaan Syair Burdah
difungsikan oleh para pembacanya untuk mendapatkan kenikmatan
dan hiburan melalui irama, pilihan kata dan keindahan bahasanya
3) Fungsi Syair Burdah bagi masyarakat dan pesantren.
Fungsi Syair Burdah bagi masyarakat dan Pesantren,
mempunyai fungsi sama seperti masyarakat Arab, yaitu berupa fungsi
manfaat mencakup agama, spiritual dan pendidikan.
a) Pertama, Fungsi keagamaan Syair Burdah dapat diketahui
melalui pengamalan matan Burdah secara keseluruhan sebagai
amal ibadah. Pengalaman mereka didasarkan atas alasan
bahwa Burdah itu selaras dengan Al-Qur‟an dan sunnah serta
didorong oleh kecintaan kepada Nabi dan rasa hormat kepada
ulama (Imam Bushiri). Mereka memandang Imam Bushiri
sebagai wali Allah yang layak untuk diminta barakanya.
Disamping itu, bait-bait Syair Burdah tertentu diamalkan
secara integral dengan ibadah shalat fardu. Bait ke-79,
misalnya dibaca sebanyak tiga kali setelah shalat maghrib
dengan tujuan untuk memperoleh kekuatan dalam beragama.
b) Kedua, fungsi spiritual tampak dalam khasiat faedah yang
dikandung Syair Burdah. Bait-bait Syair Burdah memiliki tiga
25
fungsi spiritual yaitu: mengobati penyakit rohaniah,
jasmaniah, dan sebagai penolak bala. Untuk memperoleh
khasiat tersebut, Syair Burdah yang dilakukan dengan kaitan
perkembangan individu, upacara-upacara keagamaan,
pertanian, perdaganagan, kegiatan amar ma‟ruf nahi mungkar,
pengobatan, permintaan keputusan dari Allah bagi yang sakit
keras dan hal – hal yang magis.
c) Ketiga, fungsi pendidikan pada Syair Burdah ini dengan
memberikan pengajaran kepada santri dan masyarakat, baik
secara langsung maupun tida langsung. Ia (Syair Burdah)
dipandang sebagai salah satu sumber ajaran Islam dalam hal
mencintai Nabi dan memujinya, serta mengetahui berbagai
mukjizatnya.
d) Keempat, fungsi hiburan dapat diketahui oleh masyarakat
Indonesia untuk menghibur diri, menggairahkan santri atau
jama'ah dan menyenangkan pihak pengundang. Karena itu
masyarakat Indonesia membaguskan suaranya,
mengimprovisasikannya, dan memvariasikannya.
B. Penelitian yang Relevan
Berikut ini peneliti sajikan beberapa penelitian terdahulu yang
menyangkut tentang nilai-nilai pendidikan. Penelitian-penelitian tersebut
digunakan sebagai acuan dan referensi untuk memahami nilai-nilai pendidikan
yang akan menjadi objek dalam penelitian ini. Hasil penelitian yang relevan
dengan penelitian ini diantaranya sebagai berikut:
Penelitian pertama, dilakukan oleh M. Fanji Aferoes dengan Skripsinya
yang berjudul “Nilai Pendidikan Islam dalam Puisi “Sujud” Karya Gus Mus”
(Skripsi UIN 2017). Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji nilai pendidikan
Islam yang terdapat dalam puisi “Sujud” karya Gus Mus, sehingga masyarakat
mengetahui dan dapat mengimplementasikan nilai pendidikan Islam dalam
kehidupan sehari-hari. Metode yang digunakan dalam penelitian ini ialah
metode kualitatif. Dalam penelitian ini peneliti menganalisis puisi “sujud”
26
karya Gus Mus tersebut dengan nilai pendidikan Islam. Hasil penelitian yang
dilakukan dapat disimpulkan bahwasanya nilai pendidikan yang dipesankan
Gus Mus dalam puisinya yang berjudul “Sujud” adalah nilai keimanan, nilai
ketakwaan, nilai tawadhu‟, dan nilai tawakal.45
Penelitian kedua, dilakukan oleh Sayyidina Luthfir Rahman dengan
skripsinya yang berjudul “Nilai-Nilai Akhlak yang Terkandung dalam Kitab
Simtud Duror Karangan Al-Habib Ali Bin Muhammad Bin Husein Al-
Habsyi” (Skripsi UIN 2017). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai-
nilai akhlak dan bait-bait yang berisi tentang biografi Nabi Muhammad saw.
dalam kitab Simtud Duror karangan Al-Habib Ali bin Muhammad bin Husain
Al-Habsyi. Jenis penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Hasil
penelitian ini menunjukkan Nilai-nilai akhlak yang terkandung di dalam kitab
Simtud Duror: pertama, akhlak kepada Allah Swt. di antaranya memuji nama-
Nya, mengharap ridho, bersyukur. Kedua, akhlak kepada makhluk baik
manusia maupun selain manusia (hewan, tumbuh-tumbuhan dan sumber daya
alam) di antara akhlak kepada manusia adalah akhlak kepada Nabi
Muhammad saw., akhlak kepada orang tua dan akhlak terhadap diri sendiri.
Penulis mendapatkan hasil penelitiannya berupa, pertama akhlak kepada Allah
Swt. yaitu menyucikan dan memuji asma-Nya, memohonkan ridho, dan
bersyukur, kedua akhlak kepada Rasulullah saw. yaitu membacakan shalawat
ketika disebutkan namanya, ketiga akhlak kepada diri sendiri yaitu malu, jujur,
zuhud, tekad kuat, lemah lembut, dan dermawan, keempat berkeluarga yaitu
memilih pasangan hidup yang baik, adil, dan kasih sayang, kelima akhlak
bermasyarakat yaitu memenuhi undangan tanpa membeda-bedakan dan
berkata jujur walaupun dalam bergurau.46
Penelitian ketiga, dilakukan oleh Safitri Romadhoni dengan skripsinya
yang berjudul “Pendidikan Akhlak Dalam Shalawat Burdah Karya Imam Al-
45
M. Fanji Aferoes, “Nilai Pendidikan Islam dalam Puisi “Sujud” Karya Gus Mus”,
Skripsi pada UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jakarta, 2017, h.i, tidak dipublikasikan. 46
Sayyidina Luthfir Rahman, “Nilai-nilai Akhlak yang Terkandung dalam Kitab Simtud
Duror Karangan Al-Habib Ali Bin Muhammad Bin Husaeni Al-Habsyi”, Skripsi pada UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, Jakarta, 2017, h. i, tidak dipublikasikan.
27
Bushiri” (Skripsi IAIN Surakarta 2017). Tujuan dalam penelitian ini adalah
untuk mengidentifikasi Pendidikan Akhlak Dalam Shalawat Burdah Pasal III
tentang Sanjung Puji untuk Sang Nabi Karya Imam Al-Bushiri. Penelitian ini
menggunakan pendekatan kualtitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
Shalawat Burdah dalam artian kata sepotong kain menyelimuti badan atau
selendang tetapi yang dimaksud dengan burdah di sini adalah syair syair yang
mengandung pujian, sholawat, peristiwa isra dan mikraj, jihad, mukjizat, dan
akhlak budi pekerti nabi kita Muhammad saw yang baik. Adapun Pendidikan
Akhlak yang terkandung dalam shalawat burdah diantaranya adalah 1) Taat
kepada Allah Swt., 2) sabar, 3) shiddiq, 4) sopan santun, 5) lemah-lembut, 6)
dermawan, 7) ramah-tamah.47
Setelah penulis melihat dari penelitian yang sudah ada, skripsi ini
memiliki perbedaan dari skripsi yang sudah ada dan ditulis oleh penulis-
penulis sebelumnya, dan yang membedakannya adalah objek penelitiannya,
dalam skripsi ini adalah Pendidikan Cinta dalam Syair Burdah Karya Imam
Bushiri.
47
Safitri Romadhoni, “Pendidikan Akhlak dalam Shalawat Burdah Karya Imam Al-
Bushiri”, Skripsi pada IAIN Surakarta, Surakarta, 2017, h. xi, tidak dipublikasikan.
28
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Objek dan Waktu Penelitian
Menurut Sugiyono objek penelitian adalah “Sesuatu atribut atau sifat atau
nilai dari orang, objek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang
diterapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulannya.”48
Dalam penelitian ini objek penelitiannya adalah pendidikan cinta yang
terdapat dalam Syair Burdah di mana di dalam Syair Burdah itu sendiri
mengandung pendidikan cinta. Sedangkan waktu penelitian berisi penjelasan
kapan penelitian dilakukan (semester, tahun pelajaran) dan lamanya penelitian
dilakukan dalam penelitian kualitatif tempat penelitian biasa disebut latar atau
setting penelitian. Latar berisi penjelasan secara rinci situasi sosial meliputi
lokasi, tempat aktivitas atau tokoh saat diteliti.49
Penelitian yang berjudul
“Pendidikan Cinta dalam Syair Burdah Karya Imam Bushiri” ini dilaksanakan
dengan pengaturan waktu sebagai berikut: 5 April 2018 sampai dengan
selesai digunakan untuk pengumpulan data mengenai sumber-sumber
tertulis yang diperoleh dari buku, jurnal, dan internet mendukung penelitian
terutama yang berkaitan tentang pendidikan cinta dan Syair Burdah.
B. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Metode penelitian dapat diartikan sebagai cara ilmiah untuk
mendapatkan data yang valid dengan tujuan dapat ditemukan,
dikembangkan dan dibuktikan suatu pengetahuan tertentu.50
48
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta,
2016), h. 38.
49
Pedoman Penulisan Skripsi (Jakarta: FITK UIN Syarief Hidayatullah Jakarta, 2015),
h. 61.
50
Sugiyono, loc.cit., h. 6.
29
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu data yang
diperoleh (berupa kata-kata, gambar dan perilaku) tidak dituangkan dalam
bentuk bilangan atau angka melainkan tetap dalam bentuk kualitatif,
sifatnya menganalisa dan memberi pemaparan mengenai situasi yang
diteliti dalam bentuk naratif.51
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kepustakaan
(library research) yakni mengumpulkan, menelaah mengkaji data atau
karya tulis ilmiah yang bertujuan dengan objek penelitian atau
pengumpulan data yang bersifat kepustakaan.52
2. Sumber Data Penelitian
Untuk mendapatkan data yang valid, maka diperlukan sumber
penelitian yang valid pula. Dilihat dari sumber datanya, maka penelitian
ini menggunakan data primer dan data sekunder. Sumber data penelitian
adalah data yang diperoleh langsung dari objek yang diteliti dalam ini
adalah Syair Burdah. Sedangkan data sekunder merupakan data yang
mendukung data primer, yaitu buku-buku dan literatur yang relevan
dengan penelitian ini. Data sekunder yang digunakan peneliti dalam
penelitian ini adalah buku, jurnal dan sumber literatur lainnya
mengkaji tentang pendidikan terkait konsep pendidikan Islam.
3. Analisis Data
Analisis data merupakan proses sistematis pencarian dan
pengaturan transkripsi wawancara, catatan lapangan dan materi-materi lain
yang telah terkumpul untuk meningkatkan pemahaman peneliti mengenai
materi-materi tersebut dan untuk memungkinkan peneliti menyajikan apa
yang sudah ditemukannya kepada orang lain.53
51
S. Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Jakarta: Rineka cipta, 2007), h. 39. 52
Nana Syaodih, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007),
h. 60-61. 53
Emzir, Metodologi Penelitian Kualitatif: Analisis Data, (Jakarta: Raja Grafindo
Persada,2011), h. 85.
30
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik analisis data
(content analysis) dalam bentuk deskriptif, yaitu berupa catatan informasi
faktual yang menggambarkan segala sesuatu apa adanya dan mencakup
penggambaran secara rinci dan akurat terhadap berbagai dimensi yang
terkait dengan semua aspek yang diteliti.54
Maka, disini penulis
menggambarkan permasalahan yang dibahas dengan mengambil materi
materi yang relevan dengan permasalahan yang dikaji, kemudian dianalisis
dan dipadukan menjadi suatu kesimpulan utuh.
C. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data
1. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian kepustakaan, metode yang digunakan untuk
mengumpulkan data penelitian berupa data-data kepustakaan yang telah
dipilih, dicari, disajikan dan dianalisis. Sumber data penelitian ini mencari
data-data kepustakaan yang substansinya membutukan tindakan
pengolahan secara filosofis dan teoritis. Studi pustaka di sini adalah studi
pustaka tanpa disertai uji empirik.55
Data yang disajikan adalah data yang
berbentuk kata yang memerlukan pengolahan supaya ringkas dan
sistematis.56
Pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah
dengan mengumpulkan buku-buku tentang nilai, pendidikan dan ṭahārah.
Kemudian dipilih, disajikan dan dianalisis serta diolah supaya ringkas dan
sistematis.
Penelitian ini merupakan library research, seluruh pengumpulan
datanya menggunakan studi kepustakaan yaitu dengan jalan membaca,
mengkaji, mempelajari literatur yang ada kaitannya dengan masalah yang
akan dibahas. Dalam hal ini, teknik yang digunakan adalah record.
54
Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik dan Ilmu
Sosial Lainnya, (Jakarta: Kencana, 2008), h. 159. 55
Muhadjir Noeng, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Yogyakarta: Rake Sarasin, 1998),
h. 159. 56
Ibid., h. 29.
31
Rekord (dokumentasi) adalah menghimpun data-data yang menjadi
kebutuhan penelitian dari berbagai dokumen yang ada baik berupa buku,
artikel, jurnal dan lainnya sebagai data penelitian.
2. Teknik Pengolahan Data
Analisis adalah serangkaian upaya sederhana tentang bagaimana
data penelitian pada gilirannya dikembangkan dan diolah ke dalam
kerangka kerja sederhana.57
Data yang sudah terkumpul kemudian
dianalisis untuk mendapatkan informasi, namun terlebih dahulu data
tersebut diseleksi atas dasar reliabilitasnya. Dalam penelitian ini
menggunakan teknik analisi data berupa analisis isi (content analysis).
Analisis isi merupakan analis ilmiah tentang isi pesan suatu data terkait
dengan Syair Burdah karangan Imam Bushiri.
57
Zed, Mestika, Metode Penelitian Kepustakaan, (Jakarta: Yayasan Obor. Indonesia,
2004,) h. 70.
32
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Biografi Imam Bushiri
Imam Bushiri merupakan seorang penyair dan tokoh tasawuf yang
terkenal di Alexandria Mesir.58
Ibn Hajar Al-Haitami menyebut beliau
sebagai As-Syaikh, Al-Imam, Al-„Arif, Al-Kamil, Al-Hamam, Al-
Mutafannin, Al-Muhaqqiq, Al-Baligh, Al-Adib, Al-Mudaqqiq, Imamus
Syu‟ara‟, Asy‟arul „Ulama‟, Balighul Fushaha‟ dan Afshahil Bulagha‟.59
Sebutan-sebutan tersebut memperlihatkan bahwa Ibn Hajar mengenal
Imam Bushiri sebagai sosok yang mendalam ilmunya, memiliki derajat
tertentu dalam ma‟rifat billah dan memiliki keluasan ilmu dalam bidang
sastra Arab. Imamus Syu‟ara‟ memperlihatkan bahwa Imam Bushiri
adalah pemuka para ahli syair di masanya, dan Asy‟arul Ulama‟
menunjukkan bahwa ilmu yang beliau dalami tidak terbatas soal yang
berhubungan dengan bahasa Arab, tapi juga agama Islam.
Meskipun Imam Bushiri terkenal di daerah Alexandria, akan tetapi
sebenarnya Imam Bushiri merupakan tokoh kelahiran Maghrib atau yang
saat ini lebih dikenal dengn Maroko. Imam Bushiri dilahirkan dengan
nama asli Abu Abdullah Muhammad bin Sa‟ad bin Hammad bin
„Abdullah As-Kabila Bani Habnun dari Maroko. Penyebutan nisbat
Al-Bushiri pada nama Sonhaji Al-Bushiri pada tanggal 1 Syawal 608.60
Imam Bushiri dibesarkan di sebuah daerah di Mesir bernama Bushair,
salah satu daerah kekuasaan Bani Suwaif. Daerah Bushair merupakan
daerah asal Ibu dari Imam Bushiri dan merupakan tempat dibesarkannya
Imam Bushiri.61
58
Ali Najib „Athuwi, Al-Bushiri Sya‟ir al-Madaikh an-Nubuwah, (Beirut : Dar al-Kitab
al-„Ilmiyah, 1995), h. 79. 59
Ahmad bin Muhammad bin Hajar al-Haitami, al-Mankh al-Makiyah Fi as-Syarkh al-
Hamziyah, Jilid III, (Beirut : Dar al-Khawi, 1998), h. 342. 60
Ali Najib „Athuwi, loc. cit., h. 87. 61
Ibid, h. 87.
33
Imam Bushiri awalnya belajar menghafal Al-Qur‟an kepada ayahnya
sendiri serta mempelajari ilmu pengetahuan dasar lainnya di Masjid
Syaikh Abd Az-Zhahir.62
Kemudian Imam Bushiri pergi ke Kairo Mesir
untuk memperdalam ilmu agama, ilmu-ilmu tentang Arab dan
kesusastraan. 63
Imam Bushiri di Kairo menjadi sastrawan dan Penyair
yang handal. Kemahirannya dalam bidang sastra syair melebihi Penyair
pada zamannya.64
Basam Muhammad Barud dalam Al-„Umdah Syarah
Burdah menyatakan bahwa Imam Bushiri adalah sosok yang tegas, cerdas
dan memiliki tulisan yang bagus. Imam Bushiri memiliki tulisan yang
bagus dan memperoleh pekerjaan di Kairo serta beberapa tempat lain. Ia
juga pernah bekerja menjadi semacam sekertaris di Balbais, wilayah dekat
Mesir.65
Dia adalah seorang murid sufi besar, Imam As-Syadzili dan
penerusnya yang bernama Abdul Abbas Al-Mursi-anggota Tarekat
Syadzaliyyah. Imam Bushiri juga menganut madzhab Syafi‟i yang
merupakan mayoritas di Mesir. Imam Bushiri pada mulanya bekerja
sebagai penyalin naskah-naskah. Kemudian mengalami pengembaraan
spiritual sebagai peniti tasawuf. Dia menjadi murid setia Syekh Abdul
Abbas Al-Mursi, pemegang mata rantai Tarekat Syadzaliyah pasca
wafatnya Syekh Abdul Hasan Asy-Syadzali. Ajaran tasawuf dari Syekh
Abdul Abbas Al-Mursi begitu berkesan dalam mengubah pandangan hidup
Imam Bushiri untuk menjadi seorang sufi.66
Imam Bushiri dikenal dekat dengan Syaikh Abbas Al-Mursi, yang
dikenal sebagai seorang wali qutb dan murid utama dari Imam Abu Hasan
As-Syadzili, pendiri tarikat syadziliyah. Hal ini mempengaruhi diri Imam
62
Masykuri Abdurrahman, Burdah Imam al-Bushairy:Kasidah Cinta dari Tepi Nil untuk
Sang Nabi, (Sidogiri: Pustaka Sidogiri, 2009), h. XIX. 63
Irfan Firdaus, 37 Biografi Tokoh Muslim Dunia Paling Berpengaruh, (Yogyakarta:
Laras Media Prima, 2014), h. 213. 64
Tolchah Mansoer, Sajak al Burdah dan al-Imam Muchammad al Bushiriy,
(Yogyakarta: Menara Kudus, 1974), h. 11. 65
Bassam Muhammad Barud, al-„Umdah Fi as-Syarkh al-Burdah, (Beirut : Dar al-Fatkh
Li an-Nasr, 2004), h. 23.
66 Masykuri Abdurrahman, op. cit., h. XX.
34
Bushiri dan membentuknya sebagai seorang sastrawan sekaligus sufi.
Imam Bushiri tidak hanya pandai menyusun kata-kata indah, tapi juga
mengisi kata-kata tersebut dengan muatan-muatan rasa cinta kepada Allah
dan Rasul-Nya. „Ali Mubarak berkata: Imam Bushiri dan Ibn Athaillah as-
Sakandari adalah murid Abil Abbas Al-Mursi. Beliau menganugrahkan
pada Imam Bushiri kepiawaian bersyair, dan pada Ibn Athaillah, pemilik
kitab Al-Hikam, kepiawaian bernarasi.
Imam Bushiri juga pernah memegang jabatan waliyul-hisbah
(semacam badan pengawas pelaksanaan syariat). Hal ini menunjukkan
betapa hebatnya Imam Bushiri terutama dalam hal Fikih, sebab jabatan
hisbah biasanya selalu dipegang oleh orang-orang yang mengerti betul
mengenai seluk beluk hukum Islam (fikih).67
Imam Bushiri hidup pada masa perpindahan kekuasaan Dinasti
Ayyubiyah ke Dinasti Mamluk Bahriyah. Pada saat itu terjadi pergolakan
politik yang terus menerus terjadi dengan disertai kemerosotan akhlak.68
Hampir setiap suksesi kepemimpinan selalu diwarnai oleh kudeta,
kekerasan, dan pertumpahan darah. Itulah sebabnya, masa kekuasaan
masing-masing Sultan, baik dari Dinasti Bani Ayyub maupun Dinasti
Mameluk, rata-rata cukup singkat. Hanya beberapa saja di antaranya yang
berkuasa cukup lama. Ditambah lagi, perang melawan tentara Salib terus
berkecambuk sejak 1096. Akhirnya para elit politik lebih berkonsentrasi
untuk merebut ataupun mempertahankan kekuasaan. Rakyat relatif tidak
terurus dan terjerat oleh kesulitan ekonomi. Kondisi semakin parah
menyusul diberlakukannya aturan wajib militer. Rakyat diwajibkan konon
dipaksa ikut berperang melawan tentara Salib.69
Meskipun Imam Bushiri hidup pada masa yang penuh dengan
pergolakan politik, namun kondisi tersebut tidak menyurutkan Imam
Bushiri untuk menciptakan karya-karya yang monumental. Imam Bushiri
adalah Penyair yang sangat produktif. Secara garis besar, karya-karya
67
Ibid., h. XX. 68
Fadhil Munawwar Mansur, op. cit. 69
Muhammad Adib, op. cit., h. 8.
35
sastranya terklasifikasi menjadi dua kategori. Pertama, karya sastra yang
bernuansa keagamaan, terutama yang mengetengahkan sejarah hidup dan
shalawat Nabi Muhammad saw.. Beberapa contoh karyanya antara lain:70
1. Al-Kawakib ad-Durriyyah fi Madh Khair al-Bariyyah yang
kemudian dikenal dengan nama Burdah.
2. Al-Qashidah al-Muhammadiyyah, syair berjumlah 15 bait yang
menjadi salah satu tembang dalam album pertama grup Langitan
pada sekitar 1997.
3. Al-Hamziyyah fi al-Mada‟ih an-Nabawiyah, berjumlah sekitar 427
bait, sehingga dianggap sebagai salah satu karya terbesar Imam
Bushiri.
4. Dzakhr al-Ma‟ad fi Wazn Banat Su‟ad, syair ini berjumlah 204
bait yang dia gubah sebagai pembanding syair Banat Su‟ad
gubahan Ka‟ab ibn Zuhair yang sangat lgendaris.
5. Al-Qashidah al-Mudhariyyah fi ash-Shalah „ala Khair al-
Bariyyah, berjumlah sekitar 39 bait.
6. Hukm al-Hawa, syair berjumlah 30 bait yang memuat tentang
bahaya menuruti hawa nafsu.
Kedua, karya sastra kategori umum, misalnya yang memuat keluhan
hati, ekspresi kebahagiaan, dan pujian atau kritik terhadap seseorang.
Berikut beberapa karyanya:71
1. Katab Al-Masyib, syair berjumlah sekitar 141 yang
mengekspresikan rasa kagumnya terhadap dua guru Tarekat
Syadzaliyyah yang dianutnya, yaitu al-Hasan asy-Syadzili (w. 656)
dan Abu al-Abbas al-Mursi (w. 686).
2. Asy Ba‟d Maut, syair berjumlah empat bait yang memuat
kegelisahannya setelah disiarkan telah meninggal dunia oleh
seseorang.
70
Ibid., h. 18 71
Ibid.
36
3. Mustakhdimun wa Syayathin, syair berjumlah empat bait yang
digubahnya sebagai reaksi setelah keledai kesayangannya hilang
dicuri orang.
4. Fadhluk Awwal, syair berjumlah lebih dari 150 bait yang
menuturkan rasa kagumnya terhadap Sultan al-Izz Aibak
(w. 1227), penguasa Damaskus, atas beragam prestasinya dalam
bidang pendidikan.
Setelah menjalani kehidupan selama sekitar 82 tahun, pada penghujung
abad ke-13 M, tepatnya pada 1925, Imam Bushiri menghembuskan nafas
terakhirnya dengan tenang di Iskandaria. Konon jenazahnya dikebumikan
di dekat bukit al-Mughaththam, berdekatan dengan makan Muhammad ibn
Idris AsySyafi‟i (w. 820), tokoh sentral Madzhab Syafi‟i.72
B. Pendidikan Cinta yang Terkandung di Syair Burdah Karya
Imam Bushiri
Syair Burdah merupakan salah satu syair yang terkenal di
Indonesia dan banyak dilantunkan oleh masyarakat Indonesia dalam
berbagai macam kegiatan keagamaan seperti Maulid Nabi, kegiatan
pengajian ataupun kegiatan-kegiatan keagamaan lainnya. Burdah dibuat
oleh Imam Bushiri dengan syair-syair yang berisi pujian kepada Nabi,
dengan maksud memohon syafaatnya.
Syair Burdah terdiri atas 160 bait yang ditulis dengan uslub (gaya
bahasa) yang puitis, menarik, lembut dan elegan. Imam Bushiri
menggambarkan kehidupan Nabi Muhammad saw. ke dalam bentuk bait-
bait puisi yang bisa dibaca dengan berbagai irama yang sangat indah dan
merdu. Dengan upaya ini, Imam Bushiri telah berhasil menanamkan
kecintaan umat Islam kepada junjungan Nabi Muhammad saw. sehingga
syairnya masih terus dibaca oleh umat Islam hingga saat ini.
72
Ibid.
37
Selain rasa kasih sayang dan kecintaan yang mendalam terhadap
Nabi Muhammad saw. juga terdapat nilai-nilai sastera, sejarah dan moral
dalam syair tersebut. Dengan Syair Burdah ini, Imam Bushiri ingin
mengajak manusia, khususnya umat Islam untuk kembali mencontoh
kehidupan Nabi saw. yang uswatan hasanah (suri teladan yang baik).
Dengan kata lain, selain pendidikan untuk mencintai Rasulullah saw. juga
digambarkan sejarah hidup dan nilai-nilai moral yang terkandung dalam
kehidupan Rasulullah saw. sehingga umat Islam dapat meneladani
kehiudpan Rasulullah dalam kehidupan sehari-hari. Adapun pendidikan
cinta yang terkandung dalam Syair Burdah dapat dijelaskan sebagaimana
berikut:
1. Pendidikan Cinta Kepada Rasulullah
Sebagai syair cinta Rasul, sudah jelas bahwa yang dibicarakan
adalah sosok Rasulullah saw. yang tidak asing lagi bagi kita semua. Beliau
adalah Nabi terakhir sekaligus sulthan al-anbiya‟ wa al-mursaliin.
Kekaguman yang diungkapkan dalam Syair Burdah merupakan apresiasi
terhadap sosok Nabi Muhammad saw. yang begitu besar pengaruhnya bagi
umat manusia. Beliau adalah sebaik-baiknya ciptaan, manusia yang paling
baik akhlaknya, berbudi pekerti halus, santun. Melalui berbagai pujian dan
sanjungan yang dilantunkan oleh Imam Bushiri dalam Syair Burdah
karangannya tersebut diharapkan pembacanya dapat menimbulkan rasa
cinta kepada Rasulullah. Dengan demikian, maka tujuan utama dari
penyusunan Syair Burdah karangan Imam Bushiri adalah untuk
menanamkan rasa cinta kepada Rasulullah. Di awal bait, Imam Bushiri
tentunya tidak lupa bershalawat sebagai esensi dari syair shalawat sendiri
dan di bait pembuka mengungkapkan pengharapannya pada syafaat
Rasulullah.
على حبيبك خير اللق كلهم بدا ۞مولي صل وسلم دائما أ
الذي ت رجى شفاعتو ۞ لكل ىول من الأىوال مقتحم ب ىو البي
38
Terlepas dari ungkapan cinta kepada Rasulullah, pada bait di atas
Imam Bushiri seolah sedang berbincang dengan Allah. Beliau memohon
kepada Allah agar shalawat dan salam tetap tercurah kepada kekasih-Nya
yang merupakan makhluk terbaik, kemudian dilanjut dengan pujian
kepada Rasulullah.
Cinta kepada rasulullah merupakan sifat yang harus dimiliki oleh
seluruh umat Islam di seluruh dunia karena cinta kepada Rasulullah
merupakan bentuk kecintaan (Mahabbah) yang harus dimiliki oleh setiap
umat Islam di seluruh dunia. Imam Al-Ghazali menyatakan dalam kitab
Ihya‟ Ulum ad-Din bahwa kecintaan umat Islam kepada Allah dan
Rasulullah merupakan bentuk kecintaan yang hukumnya fardhu „ain.73
Lebih lanjut, Imam Al-Ghazali menjelaskan bahwa syarat utama dari
munculnya rasa cinta bagi setiap manusia adalah mengetahui orang yang
dicintainya. Oleh karena itu, maka seseorang tidak disifati atau dianggap
mencintai apabila tidak mengenal dengan baik sosok yang dicintainya.74
Imam Al-Gazali sebagai seorang sufi mengatakan bahwa
mahabbah adalah kecenderungan hati kepada sesuatu.75
Jika dipahami
pernyataan tersebut, maka mahabbah manusia ada beberapa macam karena
kecenderungan hati diantara setiap orang berbeda-beda. Ada yang
cenderung kepada harta, ada kepada sesamanya dan ada pula kepada
Allah. Kecenderngan mereka tidak terlepas dari pemahaman dan
penghayatan serta pengalamannya terhadap ajaran agama. Namun
demikian, bagi Imam Al-Gazali tentunya yang dimaksud adalah
kecenderungan kepada Tuhan karena bagi kaum sufi mahabbah yang
sebenarnya bagi mereka hanya mahabbah kepada Tuhan. Hal ini dapat
dilihat dari ucapannya bahwa “Barang siapa yang mencintai sesuatu tanpa
73
Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al-Ghazali, Ihya‟ Ulum ad-Din, (Beirut : Dar
Ibn Hazm, 2005), h. 1657. 74
Ibid., h. 1659.
75 Ibid., h. 1657.
39
kaitannya dengan al-mahabbah kepada Tuhan adalah suatu kebodohan dan
kesalahan karena hanya Allah yang berhak dicintai”.76
Berdasarkan penjelasan Imam Al-Ghazli di atas, maka dapat
diketahui bahwa syarat yang paling penting untuk mencintai Rasulullah
adalah harus mengenali sosok dan kepribadian Rasulullah terlebih dahulu
agar muncul rasa cinta dan kekaguman terhadap sosok Rasulullah. Oleh
karena itu Imam Bushiri menggambarkan keagungan sosok dan akhlak
Rasulullah dalam Syair Burdah karangannya untuk mengenalkan sosok
mulia tersebut kepada manusia serta agar muncul rasa cinta kepada
Rasulullah.
Ketika seseorang sudah mengenali sosok dan kepribadian
Rasulullah sebagai syarat utamanya, maka perlu meneladani sosok dan
kepribadian beliau serta amal sholeh yang beliau kerjakan, baik yang wajib
maupun yang sunnah. Dalam mencintai sesuatu tentu tidak hanya sekedar
ucapan saja, tentu ada hal-hal yang perlu kita buktikan dengan perbuatan,
apalagi dalam hal ini tentang mencintai Rasulullah. Mengikuti segala
macam perilaku serta karakteristiknya dan mencontoh segala sikap yang
ada dalam teladan yang sempurna tersebut adalah wujud dari mencintai
Rasulullah sebenar-benarnya cinta. Tidak sampai disana, kewajiban taat
dan patuh pada semua sunnah yang diperintahkannya termasuk dalam
wujud kasih sayang yang nyata. Sebagaimana Allah berfirman dalam
Surah An-Nisa ayat 69:
ن ٱلنب عليهم م عم ٱلل ديقي ومن يطع ٱلل وٱلرسول فأولهائك مع ٱلذين أن ۦن وٱلص
هدااء لحي وحسن أولهائك رفيقا وٱلش وٱلصه
“Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul(Nya), mereka
itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi
nikmat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-
76
Ibid., h. 1657.
40
orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Dan mereka
itulah teman yang sebaik-baiknya” (Q.S An-Nisa: 69).77
Ayat ini menjelaskan bahwa pahala yang akan diperoloeh jika
seseorang menaati Allah Swt. dan Rasul-Nya. Shiddiqin pada ayat ini
dimaksud dengan orang-orang yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya,
sedangkan derajat mereka berada di bawah maqam para Nabi. Menurut
riwayat dari Ikrimah, seorang anak muda datang kepada Nabi, lalu berkata
“Ya Nabi Allah, hanya sedang di dunia ini kami akan dapat melihat
engkau. Kalau sudah di akhirat, tentu kami tidak akan dapat melihat
engkau lagi sebab tempatmu di surga tentu derajat yang tinggi sekali.”
Turunlah ayat ini, menerangkan bahwa orang yang taat kepada Allah dan
Rasul, tempatnya tidak akan diletakkan dibawah, melainkan akan bertemu
lagi dengan Nabi Muhammad saw. yang dicintai. Bukan saja dengan Nabi-
nabi bahkan juga bersama dengan apa yang diperintahkan Allah, dengan
yakin, percaya dan jujur, tidak pernah berbelah hati dan tidak pernah ragu.
Laksana Ibrahim menerima Tauhid, aksana Maryam, ibu Isa seketika
diterangkan kepadanya bahwa dia akan hamil dengan tidak mealui jalan
biasa, bahkan laksana Abu Bakar as-Shiddiq, sampai mendapat gelar “as-
Shiddiq” sebab tulusnya menerima apa saja yang dikatakan Rasulullah.
Dan bersama pula syuhada‟ yaitu orang-orang yang telah mati syahid,
telah memberikan kesaksian atas kebenaran agama Allah dengan segenap
pengorbanan yang ada padanya.78
Dengan demikian orang yang taat kepada Allah dan Rasul,
meskipun tidak mencapai nubuwwat, Allah telah sediakan bersama orang-
orang yang mulia.79
Imam Bushiri menggambarkan kecintaan yang dimilikinya dengan
ungkapan ratapan (ar-ratsa‟) dan kerinduan yang dimiliki karena tidak
dapat bertemu dengan Rasulullah. Dalam bait-bait awal disebutkan bahwa
77
Kementrian Agama Republik Indonesia, Mushaf Al-Qur‟an dan Terjemah, (Jakarta:
CV. Pustaka Jaya Ilmu, 2016), h. 90. 78
Hamka, Tafsir al-Azhar, (Singapura: Pustaka Nasional Pte Ltd, 2007), h. 1301. 79
Ibid., h. 1302.
41
Imam Bushiri selalu menangis setiap malam karena mengingat sosok yang
selalu dirindukan yaitu Rasulullah.
Penggambaran kerinduan yang dimiliki oleh Imam Bushiri tersebut
digambarkan pada bait-bait awal Syair Burdah ke 3, 4 dan 5 sebagaimana
berikut:
ن يك إن ق لت اكففا هتا وما لقلبك إن ق لت استفق يهم ۞ فما لعي
ب أن الب ما ب ي منسجم منو ومضط رم ۞ منكت م أيسب الص
وى ل ترق دمعا علي ط لل ول أرقت لذكر البان والعل م ۞ لول ا
Artinya:
Mengapa kedua air matamu tetap meneteskan airmata? Padahal
engkau telah berusaha membendungnya. Apa yang terjadi dengan
hatimu? Padahal engkau telah berusaha menghiburnya.
Apakah diri yang dirundung nestapa karena cinta mengira bahwa
api cinta dapat disembunyikan darinya. Diantara tetesan airmata
dan hati yang terbakar membara.
Andaikan tak ada cinta yang menggores kalbu, tak mungkin engkau
mencucurkan air matamu. Meratapi puing-puing kenangan masa
lalu berjaga mengenang pohon ban dan gunung yang kau rindu.
Dari kutipan bait Syair Burdah di atas, digambarkan bahwa Imam
Bushiri mengungkapkan kerinduan yang mendalam yang dimilikinya
sehingga dengan sendirinya menyebabkan air mata mengalir dari mata
Imam Bushiri. Kutipan di atas menggambarkan ungkapan kerinduan
seorang umat Islam terhadap pribadi Rasulullah yang telah meninggal
dunia beberapa abad sebelumnya sehingga membuat kerinduan yang
sedemikian besar.
Kerinduan merupakan bagian dari bentuk cinta yang dimiliki oleh
seseorang. Seseorang belum dapat dikatakan mencintai apabila tidak
42
timbul rasa rindu ketika seorang yang dicintainya tersebut tidak berada
dihadapannya. Al-Qardhawi menjelaskan bahwa cinta kasih adalah ruh
kehidupan dan pilar lestarinya umat manusia. Jika kekuatan gaya grafitasi
dapat menahan bumi dan bintang-bintang untuk tidak saling berbenturan,
maka cinta kasih itulah yang menjadi kekuatan penahan terjadinnya
benturan di antara sesama manusia yang membawa kehancuran, sehingga
lahirnya ucapan bahwa seandainya cinta dan kasih sayang itu berpengaruh
dalam kehidupan manusia maka tidak lagi diperlukan peraturan yang
membatasi.80
Mencintai Rasulullah saw. merupakan prioritas kedua setelah cinta
kepada Allah Swt. Allah adalah sumber dari segala cinta dan merupakan
muara dari seluruh cinta. Karenanya Allah-lah yang pertama harus
dicintai, dan setelahnya adalah Rasulullah saw. Firman Allah Swt. dalam
Q.S. al-Taubah ayat 24:
ارة قل إن كان آبؤكم وأب ناؤكم وإخوانكم وأزواجكم وعشيرتكم وأموال اق ت رف تموىا وت
صوا ن الل ورسولو وجهاد ف سبيلو ف ت رب تشون كسادىا ومساكن ت رضون ها أحب إليكم م
ل ي هدي القوم الفاسقي۞ بمره ي والل ه يت الل حت
Katakanlah: "jika bapa-bapa, anak-anak, saudara-saudara, isteri-
isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan,
perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal
yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya
dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah
mendatangkan keputusan-Nya". Dan Allah tidak memberi petunjuk
kepada orang-orang yang fasik. (QS. At-Taubah: 24)
Ayat di atas mengindikasikan bahwa indikator keimanan seseorang
dapat diukur dari seberapa cinta seseorang tersebut terhadap Allah dan
Rasul-Nya. Dengan kata lain seseorang yang tidak memiliki kecintaan dan
kerinduan terhadap Rasulullah saw. maka keimanannya masih perlu
80
Yūsuf al-Qardawi, al-Īmān wa al-Ḥayāt, terj. Jazirotul Islamiyah, Merasakan
Kehadiran Tuhan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999), h. 140-141.
43
dipertanyakan mengingat kecintaan terhadap Rasulullah merupakan salah
satu tanda-tanda keimanan seseroang. Imam Ar-Razi dalam tafsir Mafatih
Al-Ghaib menyatakan bahwa ayat ini merupakan jawaban atas ayat
sebelumnya yaitu Surat At-Taubah Ayat 23 yang melarang manusia untuk
mengikuti leluhur ataupun pendapat orang-orang terdahulu yang mengarah
kepada kekufuran dan pada ayat 24 tersebut diturunkan kewajiban untuk
lebih mengutamakan Allah dan Rasul-Nya dibandingkan apapun di dunia
ini. Menurut Ar-Razi, kecintaan kepada Allah dan Rasulnya merupakan
tanda-tanda keimanan yang harus dimiliki oleh setiap muslim. Kecintaan
tersebut ditunjukan dengan mentaati segala perintah Allah dan Rasul-Nya
serta menjauhi larangan Allah dan Rasul-Nya semampu mungkin, bahkan
apabila perintah tersebut dianggap bertentangan dengan pendapat kaum
atau keluarga terdekat seorang muslim.81
Berdasarkan pendapat Imam Ar-Razi di atas dapat diketahui bahwa
kecintaan seseorang dengan Rasulullah merupakan tanda keimanan yang
harus dimiliki oleh setiap umat Islam tanpa terkecuali. Tanda kecintaan
terhadap Rasulullah tersebut dapat ditunjukan dengan kerinduan yang
mendalam kepada Rasulullah serta meneladani perbuatan dan menjalankan
segala perintah yang disampaikan oleh Rasulullah yang berkaitan dengan
perbuatan wajib serta menjauhi segala perbuatan haram yang disampaikan
oleh Rasulullah melalui larangan-larangan Rasulullah.
Sejalan dengan pendapat Ar-Razi tersebut, Imam al-Qadhi „Iyadh
Al-Yahshubi berkata, “Ketahuilah, bahwa barangsiapa yang mencintai
sesuatu, maka dia akan mengutamakannya dan berusaha meneladaninya.
Kalau tidak demikian maka berarti dia tidak dianggap benar dalam
kecintaannya dan hanya mengaku-aku (tanpa bukti nyata). Orang yang
benar dalam (pengakuan) mencintai Rasulullah saw. adalah jika terlihat
tanda (bukti) kecintaan tersebut pada dirinya. Tanda (bukti) cinta kepada
Rasulullah saw. yang utama adalah sunnahnya, mengikuti semua ucapan
81
Abu Abdillah Muhammad Bin „Umar at-Taimi ar-Razi, Mafatikh al-Ghaib al-
Musammah Bi at-Tafsir al-Kabir, (Beirut : Dar Ihya‟ at-Turats al-„Araby, 1420 H),
Jilid XVI, h.17.
44
dan perbuatannya, melaksanakan segala perintah dan menjauhi
larangannya, serta menghiasi diri dengan akhlak yang beliau contohkan
dalam keadaan susah ataupun senang dan lapang ataupun sempit.82
Dalam Syair Burdah, Imam Bushiri pun mengungkapkan
penyesalan karena merasa seakan-akan beliau meninggalkan sunnah-
sunnah Rasulullah yang menjadi bukti kecintaan seseorang pada utusan
Allah yang mulia itu. Seperti pada bait 29 berikut ini :
ر من ورم ظلمت سنة من أحيا الظلم إل ۞ أن اشتكت قدماه الض
Kutinggalkan sunnah nabi,
yang selalu beribadah menghidupkan gulita malam
Hingga telapak kaki sakit, membengkak karena ibadah malam
2. Menahan Diri dari Ambisi (Nafsu)
Islam, suatu agama yang mengatur kehidupan sosial tidak hanya
berhubungan dengan Tuhan semata, akan tetapi memasukkan manusia dan
alam dalam unsur keimanan sehingga menciptakan suatu pondasi pola
pikir yang kuat dalam menentukan arah pola pikir kehidupan sosial.83
Sehingga Islam menjadi pedoman bagi manusia dalam menjalani segala
aspek kehidupan, dari mulai bangun tidur hingga tertidur kembali.
Namun, pada masa sekarang banyak manusia bahkan umat Islam
sendiri yang menjalani kehidupan kurang sesuai dengan pedoman atau
aturan-aturan dalam Islam. Manusia banyak melakukan kejahatan dan
kerusakan karena menuruti hawa nafsunya, sehingga mengakibatkan
kerusakan dan kejahatan bagi orang-orang lain dan dirinya sendiri. Nafsu
manusia seringkali mengajak kepada berbuat kejahatan dan kemaksiatan,
karna nafsu adalah musuh yang paling berbahaya. Petaka yang
82
Mohammad Mufid, Agar di Surga Bersama Nabi (Hidup Bahagia di Dunia dan di
Surga, (Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2015), h. 10. 83
Ahmad Syafii Maarif, Islam Dalam Bingkai KeIndonesiaan dan Kemanusiaan Sebuah
Refleksi Sejarah, (Bandung: Mizan pustaka, 2009), h. 26.
45
ditimbulkannya sangat menyengsarakan, sangat sulit disembuhkan dan
diobati.84
Dalam menempuh perjalanan hidup ini, peranan nafsu sangat
mempengaruhi, sehingga setiap manusia mempunyai berbagai keinginan.
Menurut Al-Ghazali, nafsu adalah arti dalam menghimpun kekuatan,
marah dan nafsu syahwat pada manusia.85
Menurut para ahli tasawuf,
nafsu adalah pokok yang menghimpun sifat-sifat yang tercela dari
manusia, lalu mereka mengatakan bahwa tidak boleh tidak melawan hawa
nafsu dan memecahkannya agar mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.
Maka perlu upaya mengatur nafsu yang bersarang pada setiap lubuk hati
manusia, sebab nafsu adalah musuh yang datang dari dalam diri sendiri.
Hawa nafsu merupakan salah satu musuh utama dan salah satu hal
yang paling sulit untuk ditaklukan oleh manusia karena nafsu merupakan
musuh yang tidak terlihat. Jika musuh dapat dilihat dan berada di luar diri
manusia, akan mudah untuk memeranginya, tapi bagaimana dengan nafsu
yang tersembunyi dalam diri manusia, yang senantiasa memperdayai dan
menghancurkan manusia dari dalam melalui keinginan-keinginan yang
condong kepada berbuat maksiat, dan tidak mungkin membunuhnya,
karena nafsu bagian dari diri manusia itu sendiri. Dengan demikian, maka
seseorang perlu mengendalikannya dengan kendali takwa, agar keberadaan
nafsu tetap ada.
Menahan hawa nafsu yang buruk merupakan salah satu bentuk
kecintaan kita kepada Rasulullah saw. karena banyak hadits ataupun sabda
Rasulullah yang mengindikasikan bahwa Nafsu Sayyi‟ah atau nafsu yang
buruk merupakan perkara yang harus dilawan oleh manusia. Sehingga
apabila seorang muslim mengaku dirinya cinta kepada Rasulullah maka
sudah seharusnya apabila seorang muslim tersebut menahan hawa
nafsunya agar tidak menjerumuskan kepada kesesatan.
84
Al-Ghazali, Minhajul Abidin, Terj. Moh. Syamsi Hasan, (Surabaya: Amelia, 2006), h.
91. 85
Imam al-Ghazali, op.cit., h. 1489.
46
Imam Bushiri menjelaskan mengenai keharusan seorang Muslim
untuk mengekang hawa nafsu yang dimilikinya dalam syair yang
digubahnya yaitu Syair Burdah. Menurut Imam Bushiri, bagi seseorang
yang sedang jatuh cinta maka seharusnya untuk dapat menahan hawa
nafsunya karena apabila nafsu tersebut dituruti maka akan mengakibatkan
pada keinginan untuk memuaskannya secara berlebihan. Imam Bushiri
menyatakan bahwa nafsu merupakan sesuatu yang diibaratkan seperti bayi
yang apabila tidak dikekang maka niscaya bayi tersebut akan terus
menyusu kepada ibunya hingga dia dewasa. Penjelasan mengenai
keharusan menjaga hawa nafsu tersebut digambarkan dalam kutipan bait
ke-17 berikut :
إن الطعام ي قوي شهوة النهم ۞ كسر شهوتا ل ت رم بلمعاصي ف
فل إن ت هملو شب على ۞ فس كالط فطم والن حب الرضاع وإن ت فطمو ي ن
Artinya :
Jangan kau berharap, dapat mematahkan nafsu dengan maksiat.
Karena makanan justru bisa perkuat bagi si rakus makanan lezat.
Nafsu bagaikan bayi, bila kau biarkan akan tetap suka menyusu.
Namun bila kau sapih, maka bayi akan berhenti sendiri.
Kutipan dari syair Imam Bushiri di atas menggambarkan betapa
pentingnya manusia untuk menjaga hawa nafsu yang dimilikinya karena
nafsu tersebut apabila dituruti secara berlebihan maka akan berdampak
pada munculnya sebuah keburukan. Pada dasarnya Nafsu menurut Ibn
Qayyim merupakan kecenderungan tabiat kepada sesuatu yang dirasa
cocok. Kecenderungan ini merupakan satu bentuk ciptaan yang ada dalam
diri manusia, sebagai urgensi kelangsungan hidupnya. Nafsu mendorong
47
manusia kepada sesuatu yang dikehendakinya baik itu kebaikan maupun
keburukan.86
Dengan demikian, maka dapat dipahami bahwa nafsu merupakan
segala kecenderungan tabiat kepada sesuatu yang dirasa cocok. Nafsu
dapat memiliki dua kemungkinan yaitu mengarah kepada kebaikan serta
mengarah kepada keburukan. Oleh karena itu, maka manusia
diperintahkan untuk mengekang hawa nafsu dan bukan diharuskan
menghilangkannya karena nafsu merupakan tabiat dasar yang dimiliki oleh
setiap manusia. Manusia tidak mungkin menghilangkan hawa nafsunya
akan tetapi dapat menahannya serta mengalihkan kepada bentuk yang lain
sehingga memunculkan kebaikan bagi sesama manusia.
Pendidikan untuk dapat menahan hawa nafsu merupakan hal yang
sangat penting untuk dilakukan dalam pendidikan cinta karena seseorang
yang sedang jatuh cinta memiliki kecenderungan untuk mempunyai hasrat
yang menggebu-gebu. Sebagaimana dijelaskan oleh Ibn Qayyim bahwa
akar kata dari Mahabbah adalah “Habbab” yang berarti air yang meluap
setelah turun hujan lebat, sehinggah al-mahabbah adalah luapan hati dan
gejolaknya saat dirundung keinginan untuk bertemu sang kekasih.87
Mengingat karakter cinta yang cenderung mendorong manusia
untuk melampiaskan perasaan dan hawa nafsunya secara berlebihan
tersebut, maka diperlukan usaha untuk menjaga hawa nafsu agar tidak
mendorong manusia kepada kesesatan. Karena ketika manusia dikuasai
oleh hawa nafsunya, ia akan terjatuh kedalam tingkatan yang terendah,
sehingga tidak ada tempat lagi selain bersama hewan. Tetapi apabila
mampu mengatasinya, maka akan mudah untuk mengatur dan
mengendalikannya.
Hawa nafsu yang dilampiaskan secara berlebihan dapat berdampak
pada sebuah keburukan yang berbahaya bagi manusia. Untuk itu maka
86
Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, Taman Orang-Orang Jatuh Cinta dan Yang Memendam
Rindu, (Jakarta: Darul Falah, 1424 H), h. 436. 87
Ibn Qayyim al-Jauziyah, Raudah al-Muhibbin wa Nuzhat al-Musytaqin, (Beirut: Dar al
Kutub al-„Ilmiyyah, 1995), h. 15.
48
diperlukan upaya untuk menahan hawa nafsu agar dapat terkendali.
Sebagaiman disebutkan oleh Sa‟id Hawa bahwa untuk menahan hawa
nafsu maka dilakukan dengan tiga cara berikut :
a) Mencegah keinginan nafsu (syahwat). Karena kuda binal itu
akan melemah bila dikurangi makanan kesukaannya.
b) Memperberat beban muatannya dengan berbagai ibadah, karena
keledai jika ditambah muatannya dan dikurangi makannya akan
menjadi tunduk dan menurut.
c) Memohon pertolongan kepada Allah Azza wa Jalla, merapat
dan mendekat dengan penuh ketundukan kepada-Nya, agar Ia
menolong anda, jika tidak, maka Anda tidak akan bisa terlepas
dan terbebas daripadanya. Bukankah Anda telah mendengar
perkataan Nabi Yusuf a.s.
3. Akhlaqul Karimah
Dalam pribadi Rasulullah saw. terkumpul sifat-sifat sempurna bagi
manusia yang tidak pernah dimiliki oleh manusia selain beliau.
Diantaranya jiwa yang selalu ceria, akal yang cemerlang, perasaan yang
tajam, lisan yang fasih, cermat, dan teliti dalam pengamatan, ketekunan
dan kesungguhan diri, merawat perbuatan mulia serta menjauhi perbuatan
tercela.88
Rasulullah saw. adalah contoh teladan yang utama dalam
kehidupan muslim, Rasulullah saw. adalah top figur, satu-satunya teladan
yang dicintai, ditaati dan diikuti.
Salah satu teladan dari Rasulullah yang harus dimplementasikan
oleh setiap muslim di dunia adalah akhlak dan sifat lemah lembut yang
dimiliki oleh Rasulullah. Islam menganjurkan umatnya untuk bersikap
lemah lembut. Tumbuhnya sifat lemah lembut dalam diri manusia dapat di
awali dengan melatih diri menahan amarah, ambisi dan mudah
terprovokasi. Selain itu juga perlu untuk selalu berhusnudzon pada orang
lain dan lebih teliti terhadap segala informasi yang diterima, sehingga
88
Nabil Hamid al-Mu‟az. At-Tharaz ar-Rabbani, (Kairo : Dar at-Tauzi‟ wa an-Nashr,
2002), h.52.
49
meskipun mendapat perlakuan buruk tetap saja ada kesan baik terhadap
orang lain yang dapat kita ambil.
Jadi dapat disimpulkan bahwa lemah lembut adalah menahan diri
untuk tidak membalas dendam atas perlakuan buruk orang lain yang
menyakitkan hati dengan balasan yang sama bahkan bila perlu dibalas
dengan kebaikan dan kelembutan. Rasulullah saw. adalah sosok yang
penuh dengan kelembutan. Kelembutan beliau bagaikan bunga. Allah Swt.
mencintai kelembutan dan itu tercermin dari perilaku Rasulullah saw.
semasa hidup beliau.
Orang yang memiliki sikap lemah lembut akan disukai banyak
orang. Islam sangat menganjurkan pemeluknya untuk memiliki sikap
lemah lembut dalam pergaulan sehari-hari. Imam Bushiri mengambarkan
sifat lemah lembut yang dimiliki oleh Rasulullah dalam ungkapan syair
yang digubahnya pada bait ke 54 sebagaimana berikut :
بلسن مشتمل بلبشر متسم ۞ أكرم بلق نب زانو خل ق
والبحر ف كرم والدىر ف هم ۞ كالزىر ف ت رف والبدر ف شرف
Artinya :
Alangkah mulia budipekerti Rosulullah, yang menghiasi
kesempurnaan keanggunan-nya.
Keindahan yang dimiliki paras wajahnya tampak berseri.
Keanggunannya laksana bunga, dan kemuliaannya bagaikan
purnama.
Kedermawanannya laksana samudera, cita-citanya bagai
perjalanan masa.
Pada potongan bait ke 54 ini mengajarkan kepada kita bahwa
Rasulullah saw. adalah sosok yang penuh kelembutan. Pada bait tersebut
diibaratkan kelembutan Rasulullah saw. laksana bunga. Kelembutan
Rasulullah mencakup segala hal diantaranya yaitu lembut dalam bertutur
50
kata, lembut dalam memimpin, lembut dalam berdakwah dan lain
sebagainya.
Melalui kutipan bait Syair Burdah tersebut dapat diketahui bahwa
sifat lemah lembut merupakan salah satu identitas yang menjadi ciri
khusus Rasulullah saw.. Telah banyak riwayat dan kisah yang
menceritakan betapa Rasulullah saw. tetap memperlakukan orang-orang
disekitar Rasulullah dengan lemah lembut bahkan pada kaum musyrikin
yang dengan terang-terangan menghina pribadi Rasulullah dan agama
yang didakwahkan oleh Rasulullah. Sifat lemah lembut yang dimiliki oleh
Rasulullah tersebut memberikan penggambaran kepada kita bahwa
Rasulullah merupakan sosok pribadi yang penuh cinta kasih kepada
siapapun sehingga memperlakukan orang-orang disekitar Rasulullah
dengan penghormatan dan kelembutan.
Sifat lemah lembut yang ditunjukan oleh Rasulullah dalam setiap
dakwah yang dilakukan tersebut pada akhirnya menjadikan dakwah
Rasulullah dapat berhasil dan pada akhirnya berhasil menyebarkan Islam
di seluruh dunia. Lemah lembut adalah sifat yang terpuji di hadapan
Allah Swt. dan Rasul-Nya, bahkan di hadapan seluruh manusia. Fitrah
manusia mencintai kelembutan sebagai wujud kasih sayang. Oleh karena
itu, Allah Swt. mengingatkan Rasul-Nya:
م ولو كنت فظا غليظ القلب لن فضوا من حولك فبما رحة من الل لنت
Artinya :
“Maka dengan rahmat Allah-lah engkau menjadi lembut
terhadap mereka dan jika engkau keras hati niscaya mereka akan
lari dari sisimu.” (Ali „Imran: 159).
Imam Ar-Razi dalam tafsirnya menjelaskan bahwa dengan rahmat
Allah Swt. yang diberikan kepadamu dan kepada para sahabatmu, engkau
dapat bersikap lemah lembut terhadap mereka, merendah di hadapan
mereka, menyayangi mereka, serta kebagusan akhlakmu terhadap mereka.
51
Sehingga mereka mau berkumpul di sisimu, mencintaimu, dan
melaksanakan segala apa yang kamu perintahkan. Jika kamu memiliki
akhlak yang jelek dan keras niscaya mereka akan menjauhimu, karena
yang demikian itu akan menyebabkan mereka lari dan menjadikan mereka
murka terhadap orang yang memiliki akhlak yang jelek tersebut.89
Jika akhlak yang baik menyertai seorang pemimpin di dunia maka
akan menarik/memikat orang-orang menuju agama Allah dan akan
menjadikan mereka mencintai agama. Bersamaan dengan itu, pemilik
akhlak tersebut akan mendapatkan pujian dan pahala yang khusus. Jika
akhlak yang jelek melekat pada seorang pemuka agama, akan
menyebabkan orang lain lari dari agama dan akan membenci agama.
Bersamaan dengan itu, dia akan mendapatkan cercaan dan ganjaran dosa
yang khusus.
Kalau demikian Allah Swt. mengingatkan Rasul-Nya yang
ma‟shum (terbebas dari dosa-dosa), maka bagaimana lagi dengan selain
beliau (dari kalangan manusia). Bukankah termasuk kewajiban yang
paling wajib untuk mengikuti akhlak Rasulullah saw. dan bergaul bersama
manusia sebagaimana Rasulullah saw. bersama mereka dengan kelemah
lembutan, akhlak yang baik, kasih sayang, dalam rangka melaksanakan
perintah-perintah Allah Swt. dan menarik manusia ke dalam agama
Allah Swt.”
Di dalam kitab Bahjatun Nazhirin disebutkan, “(Betapa) tingginya
kedudukan lemah lembut dibanding akhlak-akhlak terpuji lainnya. Dan
orang yang memiliki sifat ini pantas baginya untuk mendapatkan pujian
dan pahala yang besar dari Allah subhanahu wa ta‟ala. Bila sifat lemah
lembut ini ada pada seseorang dan menghiasi dirinya maka akan menjadi
(indah) dalam pandangan manusia dan lebih dari itu dalam pandangan
Allah Swt. Sebaliknya jika memiliki sifat yang kasar, angkuh, dan keras
89
Abu Abdillah Muhammad Bin „Umar at-Taimi ar-Razi, Mafatikh al-Ghaib, op. cit.,
h. 405.
52
hati niscaya akan menjadikan dirinya jelek dan tercela di hadapan
manusia.”90
Sifat lemah lembut juga merupakan salah satu sifat yang
dianjurkan secara langsung oleh Rasulullah. Dalam sebuah Hadits yang
diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud disebutkan bahwa perhiasan yang
mampu memperindah akhlak seseorang. Dalam Hadits riwayat Abu
Dawud „Aisyah RA disebutkan bahwa :
، إل شا ي نو عائشة، ارفقي فإن الرفق ل يكن ف شيء قط إل زانو، ول نزع من شيء قط
Artinya :
Wahai „Aisyah berlemah lembutlah, Sesungguhnya lemah lembut
tidaklah ada pada sesuatu kecuali akan menghiasinya, dan
tidaklah dicabut dari sesuatu kecuali akan memperkeruhnya.
(HR. Abu Dawud, No. 2478)
Hadits ini menjelaskan bahwa kelembutan akan menjadi penghias
bagi sesuatu, sedangkan hilangnya kelembutan membuat suatu perkara
menjadi tidak lagi indah. Diantara perkara yang membutuhkan
kelembuatan adalah dakwah. Rasulullah saw. adalah contoh terbaik dalam
berdakwah, beliaulah manusia yang memiliki kelembutan kepada setiap
orang yang didakwahinya. Hari ini banyak di antara manusia yang
menolak dakwah Islam, salah satu sebabnya adalah hilangnya kelembutan
dalam dakwah tersebut.
Rasulullah saw. mendapatkan teguran dari Allah Swt. ketika suatu
hari beliau sedang berbicara dengan beberapa pembesar Quraisy dan
beliau berharap mereka mau memeluk Islam. Ketika beliau tengah-tengah
berbicara, tiba-tiba datanglah seorang buta yaitu Abdullah Ibnu Ummi
Maktum. Maka Abdullah Ibnu Ummi Maktum bertanya kepada Rasulullah
saw. mengenai sesuatu dan mendesak Rasulullah saw.. Namun, beliau
mengabaikan Abdullah Ibnu Ummi Maktum seraya bermuka masam dan
tetap berbicara dengan pembesar Quraisy.
90
Salaim Bin Ied Al-Hilali, Bahjatun Nadzirin Syarh Riyadhus Shalihin, (Bairut: Dar
Ibnu Al Jauzi, 2000), h. 683.
53
Kemudian, turunlah firman Allah Ta‟ala:
ى ﴿٣﴾ عبس وت ول ﴿١﴾أن جاءه الأعمى ﴿٢﴾وما يدريك لعلو ي زك
“Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling. Karena telah
datang seorang buta kepadanya. Tahukah kamu barangkali ia
ingin membersihkan dirinya (dari dosa)” (QS. „Abasa : 1-3).
Imam Al Baidhowi rahimahullah menjelaskan tentang ayat ini
bahwa penyebutan “seorang buta” sebagai pemberitahuan untuk
memberikan udzur kepadanya yang datang dan memotong pembicaraan
Rasulullah saw. dengan para pembesar tersebut. Selain itu juga sebagai
petunjuk bahwa orang buta itu lebih berhak untuk disikapi dengan lemah
lembut serta sebagai pengingkaran kepada Nabi Muhammad saw., seakan-
akan Allah berkata: “Dia (bermuka masam) dan berpaling dikarenakan
orang buta tersebut”.91
Dalil di atas memberikan pembelajaran yang besar bagi kita bahwa
kelembutan dan tidak bersikap memilih-milih kepada manusia merupakan
akhlak yang begitu penting dalam dakwah. Hal ini juga terlihat pada sikap
Rasulullah ketika ada yang menghujat Nuaiman karena memiliki
kebiasaan mabuk yang tak kunjung berhenti. Salah seorang sahabat
menghampiri Nuaiman dengan nada marah dan makian, lalu ia berkata,
“Kamu ini setiap hari bersama Rasul, tapi kelakuan mu tetap saja seperti
ini, apa tidak malu sama Rasul?”, sahabat yang lain menambahkan dengan
berkata, “Dasar kamu orang bejat, tidak pantas orang sepertimu mencintai
Rasul karena pasti akan dilaknat oleh Allah atas perbuatanmu ini” pada
waktu yang bersamaan Rasulullah lewat dan langsung menanyakan apa
yang sedang tejadi. Sahabat pun mencerotakan kejadian yang sebenarnya,.
Akan tetapi, pembenaran yang diceritakan para sahabat tidak lantas
91
Abu Muhammad al-Husain bin Mas‟ud al-Baghawi, Ma‟alim at-Tanzil Fi Tafsir al-
Qur‟an, (Beirut : Dar Ihya‟ at-Turats, 1420), Jilid V, h. 209
54
membuat Rasul memihak kepada merela. Rasul pun berkata, “Jangan
pernah lagi kalian menghujat dan melaknat Nuaiman, meski dia seperti ini
tetapi dia selalu membuat aku tersenyum, dia masih mencintai Allah dan
Aku, dan tidak ada hak bagi kalian melarang Nuaiman mencintai Allah
dan mencintaiku sebagai Rasul.” Setelah kejadian itu, para sahabat akhirna
membubarkan diri dan tidak lagi memarahi Nuaiman. Wallahu a‟lam.92
Dengan demikian, Rasul mengajarkan kepada kita agar tidak
membenci orang yang sedang dalam keburukan, karena kebencian kita
kepada orang yang sedang dalam keburukan tentu hanya akan
menghantarkannya lebih jauh masuk dalam keburukan tersebut (ini
tambahan kokom, bisa kaka tambah lagi kalo mau) dan bisa jadi seseorang
yang memiliki kekurangan dan terkesan diremehkan, Allah kehendaki
untuk mendapatkan hidayah, berbeda dengan mereka yang memilki
kedudukan di dunia. (Bisa ditambahin lagi ka endingnya)
C. Urgensi Pendidikan Cinta
Seseorang akan mencintai apa yang dicintai oleh kekasihnya, dan
membenci apa yang dibenci kekasihnya. Cinta (mahabbah) merupakan
sebuah keinginan atau hasrat yang begitu kuat terhadap sesuatu melebihi
kepada yang lain. Dalam hal ini Imam Al-Ghazali menyatakan bahwa
mahabbah adalah kecenderungan hati kepada sesuatu kecenderungan yang
dimaksud oleh Imam Al-Ghazali adalah kecenderungan kepada Tuhan.
Hal ini dapat dilihat dari ucapannya. Mencintai Rasulullah saw merupakan
prioritas kedua setelah cinta kepada Allah Swt. 93
Seorang muslim wajib mempercayai Allah Swt. dan para rasul-Nya
terutama kepada Rasulullah saw.. Mencintai Rasulullah saw. dapat
diungkapkan melalui dengan mengikuti sunnah-nya (ajaran, baik
perkataan, perbuatan, maupun sikapnya) dalam situasi dan kondisi apa
92
Hadi Mulono, Kisah Nuaiman, Sahabat Rasulullah yang Gemar Mabuk-mabukan,
2019, (https://www.google.com/amp/s/m.akurat.co/914039/kisah-nuaiman-sahabat-rasulullah-
yang-gemar-mabukmabukan), Diakses tanggal 26 Mei 2020 pukul 19.30. 93
Mansur Aliman, Muslimah Bahagia Dunia Akhirat, (Yogyakarta: Araska, 2016) h. 33.
55
pun. Tidak terdapat satupun sunnah-nya yang terlepas dari sunnah-nya
berarti berbuat kebajikan. Mengikuti sunnah-nya berarti berbuat kebajikan
dan itulah kekuatan yang paling agung di dunia ini, kekuatan kebajikan.
Meski kejahatan berada satu jengkal di atas kebajikan, namun kejahatan
akan senantiasa musnah. Apalagi didorong perasaan cinta kepada
Rasulullah saw. di akhirat kelak akan mendoakan posisi sederajat dengan
para sahabat.94
Selain itu bentuk kecintaan kita kepadanya, dapat diwujudkan cara
mengenali beliau, meneladani akhlaknya, patuh dan taat kepadanya,
menyesuaikan dengan cintanya, memuliakan beliau, bersholawat untuk
beliau serta selalu rindu ingin berjumpa beliau. Hal tersebut penting untuk
dilibatkan (implikasikan) dalam kehidupan dunia pendidikan agar dapat
mengembangkan potensi dalam diri setiap individu untuk memiliki jiwa
religius, kepribadian baik, memiliki kecerdasan, dan akhlak mulia seperti
yang ada dalam diri Rasulullah saw..
Adapun bentuk cinta terhadap Rasul yang terdapat dalam Syair
Burdah, yaitu seperti tertuang dalam bait ke 3:
ن يك إن ق لت اكففا هت ا قلبك إن ق لت استفق يه م ل وما ۞ فما لعي
Artinya :
Kenapa kedua matamu tetap meneteskan air mata? Padahal
engkau telah berusaha membendungnya.
Kenapa hatimu menjadi begitu gila? Padahal engkau telah
berupaya menyadarkannya
Pada bait ke-3 mengandung ungkapan cinta terhadap Rasulullah
yang begitu mendalam, sebesar apapun usaha untuk menutupi cintanya,
maka pada akhirnya bahasa tubuh akan menunjukkan tanda-tanda cinta
dengan sangat jelas. Di sini, bahasa tubuh yang dimaksud yaitu perbuatan
yang dilakukan seseorang ketika sedang sedang cinta terhadap sesuatu atau
94
Amin Syukur, Sufi Healing, (Terapi dalam Literatur Tasawuf), 2010, h. 115-116.
56
seseorang, hal tersebut akan nampak jelas meski ditutupinya karena
perilaku orang tersebut akan terlihat dengan sendirinya tanpa ia sadari
dalam dirinya.
Syair Burdah pada dasarnya berisi tentang pujian berupa syair-
syair kepada Nabi Muhammad saw.. Sama halnya dengan kitab maulid
yang lain, dalam Syair Burdah sang penyair juga banyak menggambarkan
tentang akhlak Rasulullah saw.. Tema-tema Syair Burdah disampaikan
untuk mengungkapkan perasaan cinta Imam Bushiri yang dalam kepada
Nabi saw. dalam bentuk untaian pujian. Pujian itu dimaksudkan agar
Imam Bushiri memperoleh syafaat Nabi dan ampunan Allah. Di samping
itu, pujian tersebut dimaksudkan agar para pembaca mengetahui berbagai
jenis mukjizat Nabi saw.. Kemudian pengetahuan itu diharapkan akan
semakin menambah kecintaan kepadanya, memujinya, dan meneladaninya.
Dalam Syair Burdah nilai-nilai akhlaknya terletak pada kandungan
Syair Burdah, yaitu taubat, zuhud, nafsu, khawf, raja‟, mahabbah yang
ditandai dengan syawq (rindu), dan Hakikat Muhammad atau Nur
Muhammad saw.. Sedangkan dalam ritual burdahan nilai-nilai akhlaknya
terletak pada inti ajarannya, yaitu sabar, ikhlas, tawakal. Akhlak-akhlak
tersebut merupakan ajaran-ajaran ketasawufan. merupakan sarana
pendidikan tasawuf bagi jamaah dan juga shalawat Burdah menurut
masyarakat yang setuju adalah mereka berkeyakinan bahwa dengan
membaca shalawat Burdah ini masyarakat mempunyai ikatan yang kuat
kepada Rasulullah saw., serta bisa membuat hati terasa tenang. Syair
Burdah juga memiliki dimensi mistik, karena oleh sebagian umat Islam,
Syair Burdah sering dijadikan sebagai wasilah untuk memperoleh syafa‟at
serta rahmat dari Allah Swt.
Dalam pendidikan, cinta kepada Rasul adalah hal penting yang
harus diajarkan kepada anak sejak dini agar seorang anak paham dalam
Islam mencintai Rasul berarti mentaati dan mengikuti segala yang
dilakukan beliau termasuk meniru kepribadian Rasulullah saw..
kepribadian Rasul dan implikasi peneladanannya dalam kehidupan sehari-
57
hari. Rasulullah saw. adalah sosok yang wajib diteladani secara syar‟i
dalam segala hal yang bersumber darinya, baik ucapan, perbuatan, maupun
taqriq beliau. Inilah satu-satunya jalan bagi orangorang mukmin untuk
mewujudkan kebahagiaan di dunia sekaligus akhirat. Kewajiban
meneladani Rasulullah saw. dengan mengikutinya dan memegang teguh
sunnah-sunnahnya, menurut keterangan Al-Qur‟an merupakan indikator
atau bukti nyata kecintaan yang tulus kepada Allah Swt. sebagai
konsekuensi keimanan yang sempurna kepada-Nya.
Salah upaya menerapakan pendidikan cinta Rasul yaitu melalui
dakwah. Bentuk dakwah dengan Syair Burdah ini pada dasarnya
merupakan ajaran yang dilakukan oleh da‟i kepada mad‟u dalam
menerapkan nilai-nilai Islam dengan menunjukkan kecintaan kita kepada
Rasulullah saw.. Lantunan Syair Burdah mampu membuat seorang
menjadi terlena bahkan sangat menikmatinya. Seorang yang menikmati
lantunan Syair Burdah dan menghayati makna yang terkandung di
dalamnya terkadang sering merasakan adanya perasaan nyaman dalam
jiwanya. Oleh karena itu, santri yang sudah terkondisikan dengan lantunan
Syair Burdah bisa merasa nyaman dan tentram dengan perasaan cinta
kepada Rasulullah saw..
Syair Burdah biasanya dilantunkan dengan shalawat yang
merupakan rasa terima kasih kita kepada pribadi yang paling mulia, yang
mengiringi kita dan mengajarkan kita untuk mencapai kebahagiaan dan
keindahan nan abadi. Shalawat merupakan sebuah sarana untuk menambah
iman kita kepada Allah SWT... dan cinta kita kepada Nabi Muhammad
saw., serta mengetahui tentang sunnah-sunah Nabi Muhammad saw. agar
manusia mengamalkannya apa yang telah Rasul ajarkan kepada hambanya
untuk berbuat baik sesama dan sebagainya.
Uniknya, shalawat membantu para pelakunya mengikuti perilaku
(sunah) Rasulullah saw., tanpa paksaan. Ada kelembutan hati, yang
menggiring kerelaan. Membangkitkan kecintaan untuk dengan suka cita
mengikuti jejak beliau. Ada sebuah jalan yang membuat kesedihan dan
58
kesetiaan menjalani hidup ditemani shalawat. Semakin banyak seseorang
menyebut nama beliau dan berdo‟a untuk beliau, semakin cinta kepada
beliau akan kian meningkat, dan ini membantu orang untuk menaati
seluruh perintah-perintah beliau dan menjauhi semua larangan yang sudah
beliau peringatkan.
Hal yang lebih penting adalah kesadaran bahwa membaca shalawat
kepada Nabi saw. merupakan kewajiban moral dan keharusan nurani. Hal
ini paling tidak karena tiga hal: pertama, kaum mukmin diperintahkan
membaca shalawat, seperti dinyatakan dalam QS. Al-Ahzab :56.
وملئكتو يصلون عل (65النب ي أي ها الذين آمنوا صلوا عليو وسلموا تسليما ) ىإن الل
Artinya:
“ Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat
untuk Nabi saw.. Hai orang-orang yang beriman,
bershalawatlah kamu untuk Nabi saw. dan ucapkanlah salam
penghormatan kepadanya” (Q.S. Al-Ahzab:56).
Ayat tersebut menjelaskan kepada kita beberapa pengertian.
Pertama, Allah Swt. mengabarkan kedudukan yang tinggi dan mulia dari
salah seorang hamba dan Rasul-Nya, yaitu Nabi Muhammad saw.. Allah
Swt. juga memuji, menyanjung, memuliakan Rasulullah saw. dihadapan
makhluk-makhluk-Nya. Ini berarti bahwa betapa tinggi dan mulianya
kedudukan beliau di sisi Rabb al-Alamin. Kedua, bahwa Allah Swt. telah
memerintahkan penghuni alam al-a‟la (alam yang tinggi/langit), yaitu
para malaikat untuk bershalawat kepada Nabi saw. yang mulia. Ketiga,
bahwa Allah Swt. memerintahkan orang-orang beriman penghuni alam al-
sufla (bumi) supaya bershalawat dan mengucapkan salam kepada Nabi
saw. yang mulia. 95
Dengan selalu mengingat Nabi Muhammad saw. ini merupakan
bagian dari upaya untuk mengingat Allah Swt. yaitu dengan mencintai
95
Wildana Wargadinata, Spiritual Shalawat, (Malang: UIN-Maliki Press, 2010), h. 9.
59
Rasulullah saw., bentuk cintanya salah satunya adalah dengan membaca
shalawat. Shalawat bisa membentuk karakter cinta Rasul. Ketika
seseorang membaca shalawat itu menikmati, menghayati, apalagi sampai
mengetahui syair-syair atau mengetahui makna dari shalawat itu, maka
otomatis jadi paham sifat-sifatnya Rasulullah saw. seperti apa, sehingga
bisa mengambil hikmah, pelajaran dari shalawat tersebut.
Shalawat yang merupakan bentuk pengejawantahan dari rasa cinta
seorang muslim terhadap Nabi Muhammad saw.. Dalam
perkembangannya shalawat memiliki banyak ragam dan jenisnya, salah
satunya yakni Syair Burdah. Shalawat Burdah merupakan syair puji-pujian
yang ditujukan untuk Nabi Muhammad saw., pesan moral, nilai-nilai
spiritual dan semangat perjuangan.
Mencintai Rasulullah saw. adalah salah satu prinsip agama yang
sangat penting. Tiada iman bagi siapa yang tidak lebih mencintai Rasul
dari pada anaknya, orang tuanya dan manusia seluruhnya. Sebagai
keutamaan dari mencintai Rasul adalah yang menuntut sikap
meneladaninya dengan baik serta merealisasikannya dalam bentuk meniru
akhlaknya, etikanya, amalan-amalan sunnah-nya, makan dan minumnya,
berpakaiannya, perilakunya, adab-adab sempurna dan akhlak lahiriyahnya
yang lain. Begitu pun dalam bentuk bathiniyahnya, seperti
mengungkapkan cinta melalui perbuatan dan selalu merasa rindu kepada
beliau.
Rasa rindu merupakan wujud mahabbah kepada Rasulullah saw.
berarti memiliki keinginan untuk selalu bertemu dan berjumpa dengan
beliau. Efikasi dengan tema kerinduan ini mampu membuat seorang
muslim memahami makna rindu, kriteria rindu, dan pihak yang
dirindukan, yaitu kerinduan yang lahir dari cinta sejati kepada Allah dan
Rasulullah saw.. dengan cara yang selaras dengan akhlaq dan ajaran Islam.
Hal tersebut tampak bada bait ke 7, 8, 9 sebagai berikut:
60
ض نى رة و يك والعن م ۞ وأث بت الوجد خطي عب مثل الب هارم على خد
والب ي عتض اللذات بلل م ۞ ن عم سرى طيف من أىوى فأرقن
من إليك ولو أنصفت ل ت لم ۞ ذرة ي ل ئمي ف اوى العذري مع
Artinya :
Kerinduan menyisakan dua garis
Tangis di matamu dan kurus di tubuhmu
Bagai mawar kuning dan merah
Yang melekat di kedua pipimu
Bagaimana mungkin kau ingkari cinta
Sedang air mata dan tubuhmu yang melemah
Telah menjadi saksi paling jujur
Untuk cinta di hatimu
Memang benar bayangan orang yang aku cinta
Selalu hadir membangunkan tidurku
Cinta membuat suatu yang indah
Kerap berbaur dengan derita
Pada bait ke 7, 8, dan 9 ini menjelaskan tentang kerinduan terhadap
Rasulullah saw., orang yang sedang merindu tidak mungkin bisa
mengingkari rasa cintanya, dan air mata tak kunjung reda, tubuh pun jatuh
sakit, dan aliran air mata menggores dua garis di pipi, bagai sekuntum
mawar kuning dan merah. Hal tersebut menunjukkan kerinduan yang
mendalam bahkan hingga meneteskan air mata dan tubuh merasa sakit
karena sangat rindu dan memikirkannya, semua itu adalah tanda cinta.
Begitulah kiranya orang yang sedang dalam keadaan merindu orang yang
dicintainya, sulit tidur, selalu terbanyang-banyang, dan ingin segera
bahkan selalu berjumpa dengan yang dirinduinya.
61
Dalam pribadi Rasulullah saw., terkumpul sifat-sifat sempurna
bagi manusia yang tidak pernah dimiliki oleh manusia selain beliau.
Diantaranya jiwa yang selalu ceria, akal yang cemerlang, perasaan yang
tajam, lisan yang fasih, cermat, dan teliti dalam pengamatan, ketekunan
dan kesungguhan diri, merawat perbuatan mulia serta menjauhi perbuatan
tercela.96
Pada dasarnya, perasaan dan jiwa akan terikat oleh cinta terhadap
sosok yang berbuat kebaikan kepadanya. Allah Swt. telah mengalirkan
kebajikan bagi kita melalui tangan Rasulullah saw.. Di mana seluruh
kebajikan tidak dapat menandinginya. Melalui perantara beliau, kita dapat
mengenal Allah Swt. dan kita dapat mengetahui segala yang disenangi dan
dibenci oleh Allah Swt.
Maka sewajarnya bila seorang manusia mencintai sosok yang
mempersembahkan suatu kebaikan kepadanya sebanyak satu atau dua kali
dalam kehidupan dunia, atau menyelamatkannya dari kebinasaan dan
kerusakan yang masa sakitnya hanya sebentar dan tidak selamanya. Maka
sosok yang mempersembahkan kenikmatan surga yang tidak pernah
berhenti kepada seseorang yang tidak pernah berhenti kepada seseorang
dan menyelamatkannya dari azab neraka yang tidak akan musnah, dialah
sosok yang paling patut untuk dicintai.97
Pada bahasan Syair Burdah yang dikaji penulis berisikan tentang
kisah Rasul dimana secara keseluruhan dari inti pembahasan di dalamnya
adalah membahas keagungan dan pujian terhadap Rasulullah saw. yang
salah satunya menjelaskan tentang kepribadian rasul yang dapat diterapkan
dalam kehidupan sehari-hari, dan implikasi atau pengaruh Syair Burdah
dalam pendidikan yaitu dapat mengembangkan kekayaan ruhani dan nilai-
nilai moral. Makna syair yang bermanfaat dalam membentuk jiwa
religiusitas, mencintai Rasulullah saw., memahami akhlak Rasulullah saw.
dan adab (budi pekerti) terpuji beliau, memahami nilai-nilai moral dan
96
Nabil Hamid Al-Mu‟adz, Bagaimana Mencintai Rasulullah saw., (Mesir: Darut-Tauzi‟
wan-Nasyr al-Islamiyah, 2002), h. 52-53. 97
Ibid., h. 55.
62
aqidah yang benar. Fungsi pendidikan pada shalawat Burdah ini dengan
memberikan pengajaran kepada santri dan masyarakat, baik secara
langsung maupun tidak langsung. Ia dipandang sebagai salah satu sumber
ajaran Islam dalam hal mencintai Nabi dan memujinya, serta mengetahui
berbagai mukjizatnya. Pada pendidikan Islam juga telah diajarkan
bagaimana cara bertawasul, bagaimana seseorang sejak kecil juga telah
diajarkan menghafal rukun Iman yang salah satunya adalah cinta kepada
Rasul dan memaknainya dengan cara kita menaati perintah Allah dan
Rasul-Nya juga menjauhi larangan-Nya, melalui Syair Burdah inilah salah
satu cara mencintai rasul dengan puisi yang disajikan melalui bentuk syair
yang dapat dibaca dengan dinyanyikan.
Mencintai Rasulullah saw. juga dapat dilihat peranannya dalam
berbagai segi kehidupan seorang muslim serta memiliki implikasi terhadap
sikap hidupnya. Dengan demikian mencintai Rasul dapat berperan sebagai
landasan etik bagi seorang muslim dalam meyikapi hidup dan
kehidupannya di dunia dengan melihat hidup ini secara luas, yakni hidup
di dunia dan hidup di akhirat. Keyakinan seperti ini mewujudkan sikap
jiwa yang tenang dan damai yang merupakan dambaan setiap orang. Jiwa
yang tenang ini pula yang akan mengantarkannya kepada kebahagiaan
yang abadi.
Syair Burdah juga terdapat nilai-nilai tentang materi aqidah,
syariah dan akhlak, yang mana nilai-nilai tersebut bisa dijadikan sebagai
acuan dan penyampaian materi dalam pendidikan Islam, walaupun tidak
mencakup semuanya. Cakupan tentang materi aqidah dalam Syair Burdah
ialah rukun iman yang enam, materi syariah mencakup tentang shalat,
puasa, doa, dan jihad, sedangkan cakupan materi tentang akhlak ialah
akhlak kepada Allah, Rasul serta akhlak kepada diri sendiri. Dengan
demikian maka kandungan tentang nilai-nilai pendidikan Islam dalam
Syair Burdah tersebut masih memiliki kesesuaian (relevansi) dengan
pendidikan Islam baik dari segi tujuan (untuk membentuk manusia supaya
menjadi manusia yang sempurna (insan kamil) sebagai hamba Allah serta
63
sebagai 100 khalifah di muka bumi ini) maupun materi (akidah, syariah
dan akhlak). Oleh sebab itu, kasidah burdah bisa dijadikan sebagai salah
satu acuan ataupun rujukan dalam proses pendidikan Islam.
D. Implementasi Pendidikan Cinta Dalam Menumbuhkan
Rasa Cinta Antar Sesama Manusia
Pendidikan merupakan hal yang sangat tidak asing lagi untuk kita
dengar, Kita telah mengenyam pendidikan mulai dari usia belia sampai
sekarang, mulai dari sekolah dasar sampai jenjang kuliah serta mulai
tingkat non formal maupun tingkat formal. Dengan begitu dapat kita
ketahui bahwa pendidikan merupakan hal yang tidak dapat kita tinggalkan,
serta pendidikan tidak dapat lepas dari kehidupan kita sehari-hari bahkan
pendidikan akan ada pada setiap lini dalam sendi kehidupan manusia.
Sejalan dengan pendidikan, Islam juga mempunyai keinginan luhur
yang membawa umat manusia untuk bersikap lebih baik, lebih berakhlakul
kharimah. Islam memperbesar agamanya salah satunya juga melalui dunia
pendidikan. Dengan hal tersebut pembawa ajaran islam berusaha mendidik
setiap pengikutnyanya atau umatnya agar selalu patuh kepada Tuhannya
dan mau untuk menyembah tuhannya (Allah) serta untuk memberi
kesempurnaan akhlak kepada umat manusia. Islam sendiri tidak hanya
mengatur cara kita untuk mendapatkan kebahagiaan hidup di akhirat serta
cara untuk beribadah.
Allah Swt. mengutus Nabi Muhammad saw. adalah sebagai rahmat
bagi semua mahluk yang ada di muka bumi, karena beliau membawa
risalah yang dapat mengantarkan umat manusia menjadi bahagia baik di
dunia maupun di akhirat.98
Rahmat yang dibawa oleh Rasulullah tersebut
tidak hanya terbatas pada satu golongan atau komunitas tertentu saja, akan
tetapi berlaku bagi setiap manusia baik yang muslim maupun non-muslim,
meskipun ada sebagian ulama yang berpendapat dan menafsirkan ayat
98
Muhammad al-Amin bin Muhammad al-Mukhtar al-Jakni al-Syanqithi, Adlwa al-Bayan
fi Idlahi al-Qur‟an bi al-Qur‟an, (Kairo: Dar al-Hadits, 2005), Vol. IV, h. 488.
64
tersebut secara ekslusif, sehingga rahmat itu hanya khusus atau monopoli
bagi mereka yang beragama Islam. Untuk menjadikan Islam yang
rahmatan lil alamin maka diperlukan beberapa hal yang harus dipenuhi
dalam pendidikannya, diantaranya rasa cinta sesama manusia.
Nilai-nilai fundamental ini harus ditanamkan dalam pendidikan
Islam yang selama ini masih jauh belum terfikirkan dalam pendidikan
Islam. Untuk menuju pendidikan yang rahmatan lil‟alamin dibutuhkan
sebuah pendidikan Islam humanis yang menghargai pluralisme dan
multikulturalisme.99
Aspek perbedaan harus menjadi titik pijak dan titik
tekan dari setiap pendidik. Pendidik harus sadar betul bahwa masing-
masing peserta didik merupakan manusia yang unik yang tidak persis
sama rata, karena itu tidak boleh ada penyeragamanpenyeragaman dan
lembaga pendidikan harus memberikan ruang kepada peserta didiknya
agar mampu mengekspresikan perbedaan tersebut pada semua aspek
kehidupan. Oleh karena itu Islam mencoba menanamkan nilai-nilai sosial
sejak dini, agar kelak ketika peserta didik ketika telah lulus dari suatu
lembaga pendidikan mereka tidak terasingkan oleh lingkunngannya.
Untuk menumbuhkan rasa cinta sesama manusia dan hati yang
lembut pada peserta didik, maka dibutuhkan internalisasi nilai-nilai cinta
sesama manusia melalui berbagai metode dan upaya yang dapat dilakukan.
Adapun beberapa metode untuk menanamkan rasa cinta dan kasih sayang
kepada sesama manusia dapat dilakukan dengan cara sebagaimana berikut:
1. Metode Keteladanan (Uswatun Hasana)
Motivasi atau dorongan dan kehendak berbuat baik kepada
sesama manusia telah menjadi salah satu akhlak yang mulia
(mahmudah). Dorongan dan kehendak tersebut harus tertanam
sedemikian rupa, sebab pada setiap manusia dilarikan dengan
berbagai macam karakter dan perbedaan lainnya yang tidak dapat
dihindarkan. Oleh karena itu, untuk menanamkan sifat lemah
99
Muhaimin, Rekonstruksi Pendidikan Islam Dari Paradigma Pengembangan,
Manajemen Kelembagaan, Kurikulum Hingga Strategi Pembelajaran, (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2009), h. 314-315.
65
lembut dan mencintai sesama manusia maka pendidik ataupun
orang tua yang bertugas untuk membimbing siswa agar memiliki
siat cinta kasih kepada manusia diharuskan untuk memberikan
teladan yang baik kepada siswa agar pemahaman konsep cinta
kasih kepada manusia tersebut dapat terinternalisasi dengan baik.
Penanaman rasa cinta kasih kepada manusia dapat
ditanamkan sejak dini kepada anak melalui kegiatan memberikan
teladan yang baik kepada anak sehingga anak memiliki contoh
yang dapat ditiru dalam kehidupan sehari-hari. Dalam hal ini, peran
orang tua dan pendidik sangat penting untuk diterapkan. Seorang
guru dapat menanamkan sikap berbakti kepada orang tua melalui
materi-materi yang diajarkan di sekolah atau melalui kisah-kisah
tauladan yang disampaikan kepada anak sehingga anak dapat
memahami implementasi dari bersikap baik kepada orang tua
dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan peran orang tua dalam
internalisasi konsep cinta kasih sesama manusia dapat dilakukan
melalui kegiatan memberikan cntoh yang baik kepada anak melalui
metode uswatun hasanah. Metode uswatun hasanah merupaka
suatu cara atau jalan yang ditempuh seseorang dalam proses
pendidikan melalui perbuatan atau tingkah laku yang patut ditiru
(modeling). Namun yang dikehendaki dengan metode keteladanan
dijadikan sebagai alat pendidikan Islam dipandang keteladanan
merupakan bentuk prilaku individu yang bertanggung jawab yang
bertumpu pada praktek secara langsung.
Kebutuhan manusia akan teladan lahir dari gharizah (naluri)
yang bersemayam dalam jiwa manusia, yaitu taqlid (peniruan).
Ghaizah adalah hasrat yang mendorong anak, orang lemah, dan
orang-orang yang dipimpin untuk meniru prilaku orang dewasa,
orang kuat, dan pemimpin. Melalui metode Uswatun Hasanah yang
diberikan oleh orang tua maka seorang anak dapat dengan langsung
melihat dan mencontoh perbuatan tersebut dalam kehidupan sehari-
66
hari sehingga tidak mengherankan apabila dikemudian hari anak
tersebut akan menyerap contoh tersebut dan mengimplementasikan
dalam kehidupan sehari-hari.
Tugas keluarga dalam mendidik anak sangat berat dan
harus dibantu oleh sekolah. Tetapi kita harus ingat bahwa tidak
semua anak sedari kecilnya sudah menjadi tanggungan sekolah.
Janganlah kita salah tafsir bahwa anakanak yang sudah diserahkan
kepada sekolah untuk dididiknya adalah seluruhnya menjadi
tanggung jawab sekolah. Telah dikatakan bahwa kewajiban
sekolah adalah membantu keluarga dalam mendidik anak-anak.
Pendidikan keluarga adalah fundamen atau dasar dari pendidikan
anak selanjutnya. Hasil-hasil pendidikan yang diperoleh anak
dalam keluarga menentukan pendidikan anak itu selanjutnya baik
di sekolah maupun dalam masyarakat. sebenarnya pengaruh
orangtua dalam mendidik anak adalah sangat besar, sehingga
menentukan bagaimana sifat anak tersebut ketika besar kelak.
Prinsi-prinsip pelaksanaan metode keteladanan pada
dasarnya sama dengan prinsip metode pendidikan yakni
menegakkan “Uswah Hasanah”. Dalam hal ini Muhaimin dan
Abdul Mujib mengklasifikasikan prinsisp penggunaan metode
keteladanan sejalan dengan prinsip pendidikan Islam adalah :100
a) At-Tawassu‟ Fil Maqashid la fi Alat (Memperdalam tujuan
bukan alat)
Prinsip ini menganjurkan keteladanan sebagai tujuan bukan
sebagai alat. Prinsip ini sebagai antisipasi dari berkembangnya
asumsi bahwa keteladanan pendidik hanyalah sebuah teori atau
konsep tetapi keteladanan merupakan tujuan. Keteladanan yang
dikehendaki di sini adalah bentuk prilaku pendidik atau
pendidik yang baik. Karena keteladanan itu ada dua yaitu
100
Muhaimin dan Abdul Mujib, Pemikiran Pendidikan Islam, Kajian Filosofik dan
Kerangka Dasar Operasionalnya, (Bandung: Trigenda Karya, 1993), h. 241.
67
keteladanan baik (uswah hasanah) dan keteladanan jelek
(Uswah sayyi‟ah). Dengan melaksanakan apa yang dikatakan
merupakan tujuan pendidikan keteladanan (uswatun hasanah).
b) Mura‟atul Isti‟dad Wa Thab‟I (Memperhatikan pembawaan
dan kecenderungan peserta didik)
Sebuah prinsip yang sangat memperhatikan pembawaan
dan kecenderungan peserta didik. Dengan memperhatikan
prinsip ini, maka seorang pendidik hendaknya memiliki sifat
yang terpuji, pandai membimbinng anak-anak, taat beragama,
cerdas, dan mengerti bahwa memberikan contoh pada mereka
akan mempengaruhi pembawaan dan tabiatnya. Sebuah prinsip
yang sangat memperhatikan pembawaan dan kecenderungan
peserta didik. Dengan memperhatikan prinsip ini, maka
seorang pendidik hendaknya memiliki sifat yang terpuji, pandai
membimbinng anak-anak, taat beragama, cerdas, dan mengerti
bahwa memberikan contoh pada mereka akan mempengaruhi
pembawaan dan tabiatnya.101
c) Min al-Mahsus Ila al-Ma‟qul (sesuatu yang bisa diindra ke
rasional)
Tidak dapat dipungkiri bahwa setiap manusia merasa lebih
mudah memahami sesuatu yang dapat ditangkap oleh panca
indranya. Sementara hal-hal yang bersifat hissi atau rasioal
apalagi hal-hal yang bersifat irasional, kemampuan akal sulit
untuk menangkapnya. Oleh karena itu prinsip berangsur-angsur
merupakan prinsip yang sangat perlu diperhatikan untuk
memilih dan mengaplikasikan sebuah metode dalam proses
pendidikan. Inti pemakaian prinsip ini dalam metode
keteladanan adalah pengenalan yang utuh terhadap peserta
101
Herry Noer Aly, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Logos Wacana Ilmu, 1999),
h. 180.
68
didik berdasarkan umur, kepribadian, dan tingkat kemampuan
mereka. Sehingga prinsip tersebut dapat menegakkan “uswah
hasanah” (contoh tauladan yang baik) terhadap peserta didik.
Prinsip yang diterapkan dari pembahasan yang indrawi menuju
pembahasan yang rasional ini dalam kontek keteladanan adalah
keteladanan merupakan sebuah bentuk prilaku seseorang yang
dapat dilihat dan ditiru. Bentuk aplikasi dari rasional atas
keteladanan adalah menciptakan sebuah prilaku yang
mencerminkan nilai-nilai yang menjunjung norma agama.
Dengan keteladanan dijadikan sebuah metode dalam
pendidikan Islam memberi stimulus pada peserta didik untuk
berbuat setelah mengetahui kenyataan bahwa apa yang ajarkan
dan dilakukan oleh pendidik memberikan makna yang baik dan
patut contoh.
2. Metode Praktik (at-Tajribiyah)
Pendidikan akhlak dapat diintegrasikan dalam pembelajaran
pada setiap mata pelajaran, antara lain melalui mata pelajaran
Pendidikan Agama Islam. Materi pembelajaran yang berkaitan
dengan norma atau nilai-nilai pada setiap mata pelajaran perlu
dikembangkan, dieksplisitkan, dikaitkan dengan konteks
kehidupan sehari-hari. Dengan demikian pembelajaran akhlak tidak
hanya pada tataran kognitif, tetapi menyentuh pada internalisasi
dan pengamalan nyata dalam kehidupan peserta didik sehari-hari di
masyarakat. Integrasi yang dimaksud meliputi pemuatan nilai-nilai
ke dalam substansi pada semua mata pelajaran dan pelaksanaan
kegiatan pembelajaran yang memfasilitasi dipraktik-kannya nilai-
nilai dalam setiap aktivitas pembelajaran di dalam dan di luar
kelas. Pendidikan akhlak ini sangat penting diterapkan di sekolah
maupun lembaga sosial lainnya agar terbentuk tatanan nilai dan
norma-norma sosial keagamaan yang baik sekaligus merupakan
jawaban dari aksi-aksi kekerasan dalam dunia pendidikan, dan ini
69
memfilter siswa dari perilaku-perilaku negatif. Pendidikan akhlak
akan memperluas wawasan para pelajar tentang nilai-nilai moral
dan etis yang membuat mereka semakin mampu mengambil
keputusan yang secara moral dapat dipertanggungjawabkan
Pendidikan akhlak di sekolah adalah upaya yang terencana
untuk memfasilitasi peserta didik mengenali, peduli, dan
menginternalisasi nilai nilai karakter secara terintegrasi dalam
proses pembelajaran semua mata pelajaran, kegiatan pembinaan
kesiswaan, dan pengelolaan sekolah pada semua bidang urusan.
Dalam pendidikan akhlak di sekolah, semua komponen
(stakeholders) harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen
pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran
dan penilaian, kualitas hubungan, penanganan atau pengelolaan
mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas atau
kegiatan ko-kurikuler, pemberdayaan sarana prasarana,
pembiayaan, dan ethos kerja seluruh warga dan lingkungan
sekolah. Semua komponen di sekolah harus saling mendukung dan
bahu membahu secara kesadaran penuh untuk menanamkan nilai-
nilai pendidikan akhlak dimulai dari diri sendiri maupun
lingkungan sekolah bahkan masyarakat secara luas.
Melalui pendidikan akhlak diharapkan peserta didik mampu
secara mandiri meningkatkan dan menggunakan pengetahuannya,
mengkaji dan menginternalisasi serta mempersonalisasi nilai-nilai
karakter dan akhlak mulia sehingga terwujud dalam perilaku
sehari-hari.
Syair Burdah dapat dijadikan salah satu media pendidikan cinta
kepada Allah Swt. dan Nabi Muhammad saw.. Cinta dapat ditimbulkan
dengan cara selalu memuji-muji orang yang dicintainya, sehingga orang
yang mencintai tenggelam dalam ingatan sifat-sifat dirinya sendiri, serta
perasaan yang dimilikinya. Hal ini juga berlaku untuk mencintai Allah
70
Swt. dan Rasul-Nya. Dengan doa dan shalawat, kecintaan itu akan terus
tumbuh.
Penggunaan gaya bahasa yang sangat indah pada Syair Burdah
dapat menyentuh hati bahkan membuat orang yang mendengarnya dapat
menetaskan air mata. Secara tidak langsung dapat membuat kecintaan
seseorang kepada Rasulullah semakin mendalam. Apalagi jika tidak hanya
sekedar membacanya saja, melainkan tahu makna dari yang dibaca. Hal ini
juga dapat membuat seseorang semakin terus meningkatkan sunnah
Rasulullah saw. Namun pada umumnya, kebanyakan orang kurang
mengetahui apa maksud dari yang dibacanya. Alangkah baiknya dapat
menjiwai dari apa yang dibaca. Dengan menjiwai tiap baitnya, makna
yang dimiliki pada tiap Sayair Burdah akan semakin mendalam mencintai
Rasulullah saw.
71
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan sebagaimana telah
disebutkan, maka hasil dari penelitian ini dapat disimpulkan sebagaimana
berikut :
1. Pendidikan cinta yang terkandung dalam Syair Burdah karya
Imam Bushiri terdiri dari tiga nilai besar yaitu pendidikan cinta
kepada Rasulullah, menahan hawa nafsu, serta berakhlakul
karimah kepada setiap orang yang dicintai maupun yang
dibenci.
2. Pentingnya memiliki cinta kepada Rasulullah yaitu sebagai
landasan seseorang dalam mengenal kepribadian dan akhlak
Rasulullah, sehingga seseorang dapat meneladani akhlak dan
tingkah laku Rasulullah dalam kehidupan sehari-hari.
3. Pendidikan cinta kepada sesama manusia dan menanamkan
sikap lemah lembut dapat dilakukan dengan metode
keteladanan yaitu guru atau orang tua memberikan teladan
kepada anak sehingga tertanam nilai-nilai kecintaan dalam
kehidupan sehari-hari. Metode berikutnya dapat dilakukan
dengan pendekatan praktik dengan melibatkan segala unsur
dalam lembaga pendidikan sehingga dapat tercipta kebiasaan
untuk bersikap lemah lembut kepada sesama manusia.
72
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan, maka saran yang
diberikan adalah :
1. Bagi orang tua diharapkan untuk menanamkan pendidikan cinta
kepada sesama manusia sejak dini dan memberikan contoh akhlak
yang baik, sehingga anak dapat meniru tauladan yang baik dari
orang tua.
2. Bagi pendidik diharapkan pendidikan akhlak dikemas dengan
format pendidikan yang menyenangkan agar siswa dapat lebih
mudah meresapi nilai-nilai akhlak yang terkandung dalam Islam.
3. Bagi siswa diharapkan selalu menjaga akhlak yang mulia kepada
siapapun, terutama bagi sesama manusia.
73
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah. Misteri Ajaran Ma‟rifat, Ilmu Sejati. Jakarta: Mitrapress, 2007.
Abdurrahman, Masykuri. Burdah Imam al-Bushairy:Kasidah Cinta dari Tepi Nil
untuk Sang Nabi. Sidogiri: Pustaka Sidogiri, 2009.
Adib, Muhammad. Burdah: Antara Kasidah, Mistis, dan Sejara. Yogyakarta: PT
Lkis Printing Cemerlang, 2009.
_______________. Burdah: Antara Kasidah, Mistis, dan Sejarah. Yogyakarta:
Pustaka Pesantren, 2013.
Aferoes, M. Fanji. “Nilai Pendidikan Islam dalam Puisi “Sujud” Karya Gus Mus”,
Skripsi pada UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: 2017. tidak dipublikasikan.
Ahmad, S.M. Islam Dalam Bingkai KeIndonesiaan dan Kemanusiaan Sebuah
Refleksi Sejarah. Bandung: Mizan pustaka, 2009.
Al-Amin, Muhammad bin Muhammad al-Mukhtar al-Jakni al-Syanqithi. Adlwa
al-Bayan fi Idlahi al-Qur‟an bi al-Qur‟an, Vol. IV. Kairo: Dar al-Hadits,
2005.
Ali, Muhammad Daud. Pendidikan Agama Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2005.
Aliman, Mansur. Muslimah Bahagia Dunia Akhirat. Yogyakarta: Araska, 2016.
„Athuwi, Ali Najib. Al-Bushiri Sya‟ir al-Madaikh an-Nubuwah. Beirut : Dar al-
Kitab al-„Ilmiyah, 1995.
Atmazaki. Ilmu Sastra: Teori Dan Terapan. Padang: Angkasa Raya, 2005.
at-Tafsir al-Kabir, Jilid XVI, (Beirut : Dar Ihya‟ at-Turats al-„Araby, 1420 H),
Barud, Bassam Muhammad. al-„Umdah Fi as-Syarkh al-Burdah. Beirut : Dar al-
Fatkh Li an-Nasr, 2004.
Bungin, Burhan. Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik
dan Ilmu Sosial Lainnya, Jakarta: Kencana, 2008.
Baharun, Muhammad. Burdah Madah Rosul Dan Pesan Moral. Surabaya:
Pustaka Progresif, 1996.
74
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional RI,
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional;Undang-Undang RI No.20
Tahun 2003. Jakarta: SinarGrafika, 2009.
Emzir. Metodologi Penelitian Kualitatif: Analisis Data. Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2011.
Firdaus, Irfan. Biografi Tokoh Muslim Dunia Paling Berpengaruh. Yogyakarta:
Laras Media Prima, 2014.
Al-Ghazali, Imam ahmad. Ihya' Ulum ad-Din, Beirut: Dar al-Fikr, Juz VII. 1980.
Al-Ghazali, Abu Hamid Muhammad bin Muhammad. Ihya‟ Ulum ad-Din. Beirut :
Dar Ibn, 2006.
Al-Ghazali. Minhajul Abidin, Terj. Moh. Syamsi Hasan. Surabaya: Amelia, 2006.
Al-Ghazali, Imam. Ihya‟ Ulumuddin Ma„a Muqaddimah Fi at-Tasawwuf al-
Islami wa Dirasah Takhliliyyah Lisyakhsiyyah al-Ghazali wa Falsafah fi
al-Ihya‟, Kediri: Dar al-Ummah, Jilid IV.
Halim, Andreas. Kamus Lengkap 10 Milyar. Surabaya: Sulita Jaya, 1999.
Al-Haitami, Ahmad bin Muhammad bin Hajar. Al-Mankh al-Makiyah Fi as-
Syarkh al-Hamziyah, Beirut : Dar al-Khawi, Jilid III, 1998.
Al-Hanbali, Ibn Rajab. Istinsyaq Nasim Al Uns Istinsyaq Nasim Al-Uns Min
Nafahat Riyat Al-Quds. Maktab Al Islami 1411 H.
Hamka. Tafsir Al-Azhar. Singapura: Pustaka Nasinal Pte Ltd, 2007.
Hasanuddin. Ensikolpedi Sastra Indonesia. Bandung: Titian Ilmu Bandung, 2007.
Aly, Herry Noer. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: PT. Logos Wacana Ilmu, 1999.
Al-Hilali, Salaim Bin Ied. Bahjatun Nadzirin Syarh Riyadhus Shalihin. Bairut:
Dar Ibnu, 2002.
Al-Husain, Abu Muhammad bin Mas‟ud al-Baghawi. Ma‟alim at-Tanzil Fi Tafsir
al-Qur‟an. Beirut : Dar Ihya‟ at-Turats, Jilid V, 1420.
Ihsan, Hamdani., dan Ihsan, Fuad. Filsafat Pendidikan Islam. Bandung: Pustaka
Setia, 2001.
Al-Jauziyyah, Ibnu Qayyim. Taman Orang-Orang Jatuh Cinta dan Yang
Memendam Rindu. Jakarta: Darul Falah, 1424 H.
75
_________________________. Raudah al-Muhibbin wa Nuzhat al-Musytaqin.
Beirut: Dar alKutub al-„Ilmiyyah, 1995.
Kementrian Agama Republik Indonesia. Mushaf Al-Qur‟an dan Terjemah.
Jakarta: CV. Pustaka Jaya Ilmu, 2016.
Khairi. Islam & Budaya Masyarakat. Yogyakarta: Fajar Pustaka, 2010.
Khariri. Estetika Qashidah al-Burdah Karya al-Bushiri, Jurnal Ibda, Vol. 6, No. 2,
P3M STAIN Purwokerto, 2007,
Maarif, Ahmad Syafii. Islam Dalam Bingkai KeIndonesiaan dan Kemanusiaan
Sebuah Refleksi Sejarah. Bandung: Mizan pustaka, 2009.
Mashur, Fadhil Munawwar. “Resepsi Kasidah Burdah Al bushiri dalam
masyarakat pesantren”, dalam Humaniora Vol. 18. No. 2, 2006.
Mansoer, Tolchah. Sajak al-Burdah dan al-Imam Muchammad al Bushiriy.
Yogyakarta: Menara Kudus, 1974.
Mansoer, Moh. Tolchah. Sajak-Sajak Burdah Imam Muhammad Al-Bushiri.
Yogyakarta: Adab Press, 2006.
Margono, S. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Rineka cipta, 2007.
Mawardi dan Hidayati. Nur. IAD-ISD-IBD. Bandung: Cv.Pustaka Setia, 2009.
Mufid, Mohammad. Agar di Surga Bersama Nabi: Hidup Bahagia di Dunia dan
di Surga. Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2015.
Muhaimin dan Mujib, Abdul. Pemikiran Pendidikan Islam, Kajian Filosofik dan
Kerangka Dasar Operasionalnya. Bandung: Trigenda Karya, 1993.
Muhaimin. Rekonstruksi Pendidikan Islam Dari Paradigma Pengembangan,
Manajemen Kelembagaan, Kurikulum Hingga Strategi Pembelajaran.
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2009.
Muhammad, Abu Abdillah Bin „Umar at-Taimi ar-Razi. Mafatikh al-Ghaib al-
Musammah Bi at-Tafsir al-Kabir, Beirut : Dar Ihya‟ at-Turats al-„Araby,
Jilid XVI, 1420 H.
Mulono, Hadi. Kisah Nuaiman, Sahabat Rasulullah yang Gemar Mabuk-
mabukan.2019.(https://www.google.com/amp/s/m.akurat.co/914039/kisah-
nuaiman-sahabat-rasulullah-yang-gemar-mabukmabukan). Diakses tanggal
26 Mei 2020 pukul 19.30.
76
Mulyasa, Dedi. Pendidikan Bermutu dan Berdaya Saing. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2011.
Muzakki, Akhmad. Kesusastraan Arab; Pengantar Teori dan Terapan.
Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2006.
Al-Mu‟adz, Nabil Hamid. Bagaimana Mencintai Rasulullah saw.. Mesir: Darut-
Tauzi‟ wan-Nasyr al-Islamiyah, 2002.
_____________________. At-Tharaz ar-Rabbani. Cairo : Dar at-Tauzi‟ wa an-
Nashr, 2002.
Nata, Abuddin. Pemikiran Pendidikan Islam & Barat. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2012.
Nihayah dan Ulin. Konsep Seni Qasidah Burdah Imam Al-Bushiri sebagai
Alternatif Menumbuhkan Kesehatan Mental. Jurnal Ilmu Dakwah. Vol. 34,
No. 1, ISSN 1693-8054, 2014.
Noeng, Muhadjir. Metodologi Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Rake Sarasin,
1998.
Purnama, Tata Septayuda. Khazanah Peradaban Islam. Jakarta: Tinta Medina,
2011.
Purwanto, M. Ngalim. Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 1994.
Pedoman Penulisan Skripsi. Jakarta: FITK UIN Syarief Hidayatullah Jakarta,
2015.
Rahman, Sayyidina Luthfir. “Nilai-nilai Akhlak yang Terkandung dalam Kitab
Simtud Duror Karangan Al-Habib Ali Bin Muhammad Bin Husaeni Al-
Habsyi”, Skripsi pada UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: 2017. tidak
dipublikasikan.
Ratna, Nyoman Kutha. Teori, Metode dan Teknik Penelitian Sastra dari
Strukturalistik hingga Posstrukturalisme Perspektfi Wacana Naratif.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004.
Rifai, Muhammad. Politik Pendidikan Nasional. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media,
2011.
Rumi, Jalaluddin. Fihi ma Fihi. Surabaya: Risalah Gusti, 2002.
77
Rosyadi, Khoirun. Pendidikan Profetik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004.
Romadhoni, Safitri. “Pendidikan Akhlak dalam Shalawat Burdah Karya Imam Al-
Bushiri”, Skripsi pada IAIN Surakarta: 2017. tidak dipublikasikan.
Saha, M. Ishoma El., Dan Hadi, Saiful. Sketsa Al-Qur‟an: Tempat, Tokoh, Nama,
dan Istilah dalam Al-Qur‟an. PT. Lista Fariska Putra, 2005.
Schimmel, Annemarie. Menyingkap yang Tersembunyi: Misteri Tuhan dalam
Puisi-puisi Mistis Islam. Bandung: Mizan, Cet. I, 2005.
Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta,
2016.
Syaodih, Nana. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya,
2007.
Syukur, Amin. “Sufi Healing: Terapi dalam Literatur Tasawuf”, Jurnal
Walisongo, Vol. 20, No. 2, 2012.
Tim Pustaka Phoenix. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Baru. Jakarta: PT.
Media Pustaka Phoenix, 2012.
Tualeka, Hamzah., dkk. Akhlak Tasawuf. Surabaya: IAIN SA Press, 2011.
Wargadinata., Wildana dan Fitriani, Laily. Sastra Arab dan Lintas Budaya.
Malang: UIN Malang Press, 2008.
Wargadinata, Wildana. Spiritual Shalawat. Malang: UIN-Maliki Press, 2010.
Yunus, Mahmud. Kamus Arab Indonesia. Jakarta: PT Mahmud Yunus Wa
Dzuriyyah, 2002.
Al-Qardawi, Yūsuf. al-Īmān wa al-Ḥayāt. Merasakan Kehadiran Tuhan, Terj.
Jazirotul Islamiyah,. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999.
Zed, Mestika, 2004, Metode Penelitian Kepustakaan, Jakarta: Yayasan Obor.
Indonesia
78
79
80
81
82
83
84
85
86
87
BIODATA PENULIS
Farhan Fuadi, lahir di Jakarta, 23 September
1996. Penulis tinggal di Provinsi DKI Jakarta
tepatnya di Jakarta Barat. Penulis memulai
pendidikan di TKA Nur Sholehah pada tahun
2001. Kemudian melanjutkan ke tingkat Sekolah
Dasar pada tahun 2002 di SDN 01 Pagi Kelapa
Dua. Setelah lulus dari SD penulis melanjutkan
pendidikannya ke tingkat Madrasah Tsanawiyah
Negeri pada tahun 2008 di MtsN 12 Jakarta dan
Madrasah Aliyah Negeri pada tahun 2011 di
MAN 19 Jakarta. Setelah lulus MAN penulis melanjutkan berkuliah S1 pada
tahun 2014 di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta mengambil
Program Studi Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan.
Selama mengikuti masa perkuliahan penulis aktif mengikuti beberapa organisasi
intra kampus, diantaranya pada tahun 2015 menjadi pengurus Himpunan
Mahasiswa Jurusan (HMJ) Pendidikan Agama Islam Departemen Kesenian dan
Olahraga dan tahun 2017 menjadi pengurus Senat Mahasiswa (SEMA) Fakultas
Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Komisi Pengawasan. Selain itu penulis juga aktif di
organisasi ekstra kampus diantaranya Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia
(PMII) dan Forum Komunikasi Mahasiswa Betawi (FKMB) pada tahun 2015.