PENDIDIKAN BIOLOGI FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU …eprints.ums.ac.id/39316/20/NASKAH PUBLIKASI.pdf ·...

16
UJI KUALITAS YOGHURT DENGAN PENAMBAHAN BAHAN LOKAL PATI UMBI GARUT (Maranta arundinaceae) PADA KONSENTRASI STARTER DAN LAMA FERMENTASI YANG BERBEDA NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Biologi Disusun oleh: RORO FITRI HANDAYANI A 420 110 102 PENDIDIKAN BIOLOGI FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA TAHUN 2015

Transcript of PENDIDIKAN BIOLOGI FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU …eprints.ums.ac.id/39316/20/NASKAH PUBLIKASI.pdf ·...

UJI KUALITAS YOGHURT DENGAN PENAMBAHAN BAHAN LOKAL PATI

UMBI GARUT (Maranta arundinaceae) PADA KONSENTRASI STARTER DAN

LAMA FERMENTASI YANG BERBEDA

NASKAH PUBLIKASI

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1

Program Studi Pendidikan Biologi

Disusun oleh:

RORO FITRI HANDAYANI

A 420 110 102

PENDIDIKAN BIOLOGI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

TAHUN 2015

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

Jl. A. Yani Tromol Pos I – Pabelan, Kartasura Telp. (0271) 717417, Fax : 7151448 Surakarta 57102

Surat Persetujuan Artikel Publikasi Ilmiah

Yang bertanda tangan di bawah ini pembimbing skripsi/tugas akhir:

Nama : Dr. Siti Chalimah, M. Pd

NIP/NIK : 0716125901

Telah membaca dan mencermati naskah artikel publikasi ilmiah, yang merupakan ringkasan

skripsi/tugas akhir dari mahasiswa:

Nama : Roro Fitri Handayani

NIM : A 420 110 102

Program Studi : Pendidikan Biologi

Judul Skripsi : UJI KUALITAS YOGHURT DENGAN PENAMBAHAN BAHAN

LOKAL PATI UMBI GARUT (Maranta arundinaceae) PADA KONSENTRASI

STARTER DAN LAMA FERMENTASI YANG BERBEDA

Naskah artikel tersebut, layak dan dapat disetujui untuk dipublikasikan.

Demikian persetujuan dibuat, semoga dapat dipergunakan seperlunya.

Surakarta, 15 Maret 2015

Pembimbing,

Dr. Siti Chalimah, M. Pd

NIK. 200.1340

UJI KUALITAS YOGHURT DENGAN BAHAN LOKAL PATI UMBI GARUT

(Maranta arundinaceae) PADA KONSENTRASI STARTER DAN LAMA

FERMENTASI YANG BERBEDA

Roro Fitri Handayani, A 420 110 102, Program Studi Pendidikan Biologi, Fakultas

Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2015, 63

halaman.

ABSTRAK

Salah satu inovasi yoghurt dengan penambahan bahan lokal pati umbi garut. Pati

umbi garut mengandung kadar karbohidrat yang tinggi sebagai olahan minuman yoghurt.

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pH dan kadar gula reduksi serta kualitas dan daya

terima masyarakat pada yoghurt pati umbi garut. Metode penelitian ini Rancangan Acak

Lengkap (RAL) dengan dua faktor. Faktor pertama yaitu volume starter (5 ml, 7 ml, dan 9

ml) dan faktor kedua lama fermentasi (4 jam, 8 jam, dan 12 jam) dengan ulangan 3 kali

ulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi starter dan lama fermentasi

berpengaruh terhadap pH dan kadar gula reduksi yoghurt pati umbi garut. pH tertinggi

pada konsentrasi starter 5 ml dan lama fermentasi 4 jam (KaLa) yaitu 6,04, sedangkan pH

terendah konsentrasi starter 9 ml dan lama fermentasi 12 jam (KcLc) yaitu 5,26. Kadar

gula reduksi tertinggi pada konsentrasi starter 9 ml dan lama fermentasi 12 jam (KcLc)

sebanyak 0,24%, sedangkan kadar gula reduksi terendah pada konsentrasi starter 5 ml dan

lama fermentasi 4 jam (KaLa) sebanyak 0,10%. Yoghurt pati umbi memiliki rasa kurang

asam, aroma kurang sedap, warna putih pucat, tekstur lembut, kekentalan kurang kental dan

mayoritas panelis suka rasanya.

Kata kunci: Yoghurt, Pati Umbi Garut, Fermentasi, pH, Gula Reduksi

YOGURT QUALITY TEST WITH ADDITIONAL OF LOCAL MATERIALS

ARROWROOT STARCH TUBER (Maranta arundinaceae) IN VARIATION OF

STARTER CONCENTRATION AND LENGTH FERMENTATION.

Roro Fitri Handayani, A 420 110 102, Biology Education Program, Faculty of

Education and Teacher Training, Muhammadiyah University of Surakarta, 2015, 63

sheet.

ABSTRACT

One of the innovations of yogurt with the addition of local ingredients arrowroot

starch tuber. Arrowroot starch tubers contain high levels of carbohydrates as processed

yogurt drinks. The purpose of this study to determine the pH and reducing sugar levels as

well as the quality and acceptance of the community in yogurt arrowroot starch tuber. This

research method completely randomized design (CRD) with two factors. The first factor is the

volume of the starter (5 ml, 7 ml, and 9 ml) and the second factor fermentation time (4 hours,

8 hours, and 12 hours) with 3 replications replications. The results showed that the

concentration and length of fermentation starter affect the pH and reducing sugar content of

yogurt arrowroot starch tuber. The highest pH at a concentration of 5 ml starter and

fermentation time 4 hours (Kala) is 6.04, while the lowest pH 9 ml starter concentration and

fermentation time 12 hours (KcLc) is 5.26. The highest reducing sugar levels at a

concentration of 9 ml starter and fermentation time 12 hours (KcLc) of 0,24%, while the

lowest reduction sugar at a concentration of 5 ml starter and fermentation time 4 hours

(Kala) of 0,10%. Tuber starch yogurt has less acidic flavor, aroma less savory, pale white

color, soft texture, viscosity is less viscous and the majority of panelists like the taste.

Key words: Yoghurt, Arrowroot Starch Tuber, fermentation, pH, Sugar Reduction

A. PENDAHULUAN

Di Indonesia banyak sekali dijual olahan susu fermentasi, salah satunya adalah

yoghurt. Yoghurt memiliki nilai gizi yang lebih besar daripada susu segar karena terjadi

pemadatan protein susu sehingga nilai gizi-gizi yang lain juga ikut meningkat. Yoghurt

baik untuk kesehatan terutama bagi seseorang yang menjalankan diet (Wahyudi, 2008).

Menurut Joseph (2011), umumnya bakteri S. thermophillus, tumbuh sangat baik

pada pH 6,5 dan pertumbuhannya terhenti pada keasaman pH 4,2 - 4,4. Bakteri L.

bulgaricus tumbuh sangat baik pada pH 5,5 dan pertumbuhannya terhenti pada keasaman

pH 3,8 - 3,8. Bakteri S. thermophillus dan ini L. bulgaricus mempunyai suhu optimum

untuk pertumbuhannya dan menyukai suasana agak asam (pH 5,5). Suhu optimum bagi

pertumbuahan S. thermophilus adalah 37°C dan L. bulgaricus 45°C.

Lama waktu fermentasi akan berpengaruh terhadap metabolit primer yang dihasilkan

dalam proses fermentasi seperti asam laktat dan alkohol. Semakin lama waktu

fermentasi, mikroba berkembang biak dan jumlahnya bertambah sehingga kemampuan

untuk memecah substrat/glukosa yang ada menjadi asam laktat dan alkohol semakin

besar. Pada saat substrat mulai habis (fase decay/ menuju kematian), mikroba

menghasilkan aktivitas antibakteri untuk mempertahankan kondisi fisiologis (Kunaepah,

2008).

Pati garut merupakan polimer karbohidrat yang disusun dalam tanaman oleh

interaksi antarmolekul protein pembentuk gluten, yaitu dengan ikatan hydrogen dan

ikatan disulfida maupun ikatan ionik. Pati garut dapat dimanfaatkan sebagai bahan

substitusi terigu dalam pengolahan pangan. Pada tepung garut, diketahui memiliki

kandungan amilosa sebesar 25,94% (Mustofa, 2012).

Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophillus merupakan dua

bakteri yang bekerja secara simbiotis. Hasil metabolisme kedua bakteri yang berperan

membentuk cita rasa yoghurt adalah asam laktat, asetal dehida, asam asetat, dan diasetil

(Bahar, 2008). Lama fermentasi akan berpengaruh terhadap metabolit primer yang

dihasilkan dalam proses fermentasi seperti asam laktat dan alkohol. Hal ini disebabkan

semakin lama fermentasi, mikroba berkembang biak dan jumlahnya bertambah sehingga

kemampuan untuk memecah substrat/glukosa yang ada menjadi asam laktat dan alkohol

semakin besar. Pada saat substrat mulai habis (fase decay/menuju kematian), mikroba

menghasilkan aktivitas antibakteri untuk mempertahankan kondisi fisiologis (Kunaepah,

2008).

Umbi garut (rimpang) berwarna putih ditutupi dengan kulit yang bersisik

berwarna coklat muda, berbentuk silinder. Umbi garut dapat dijadikan sumber

karbohidrat alternatif untuk menggantikan tepung terigu karena kandungan patinya yang

tergolong besar, terutama yang berumur 10 bulan setelah tanam. Rimpang segar

mengandung air 69–72%, protein 1,0–2,2%, lemak 0,1%, pati 19,4–21,7%, serat 0,6–

1,3% dan abu 1,3–1,4%. Tepung garut per 100 gr memiliki kandungan air 11,9%, protein

0,14%, lemak 0,84%, karbohidrat 85,20%, dan amilosa 25,94% (Widjanarko, 2010).

Diversifikasi tanaman lokal umbi garut menjadi minuman yoghurt berkualitas dan

tinggi vitamin akan meningkatkan nilai jual umbi garut. Yoghurt umbi garut ini bisa

menjadi salah satu alternatif dalam memanfaatkan melimpahnya produksi umbi garut.

Hasil penelitian Dian Eka Agestina (2013) menunjukkan bahwa variasi

konsentrasi starter dan lama fermentasi berpengaruh terhadap kadar vitamin C dan

glukosa pada yoghurt siwalan. Kadar vitamin C tertinggi pada perlakuan S3L2

(konsentrasi 7 ml dan lama fermentasi 6 jam) sedangkan kadar glukosa tertinggi pada

perlakuan S3L3 (konsentrasi 7 ml dan lama fermentasi 8 jam).

Hasil penelitian Mustofa (2012), menunjukkan bahwa pembuatan etanol dari pati

garut dengan penambahan ragi 0,6%; 0,8%; 1%; 1,2% dan 1,4% didapatkan etanol

dengan kadar alkohol tertinggi 11% yaitu pada variabel kelima dengan penambahan ragi

1,4% dan didapatkan etanol dengan kadar alkohol terendah adalah 5% yaitu pada

variabel pertama dengan penambahan ragi 0,6%.

Hasil penelitian Kumala (2003), kadar gula reduksi terbesar dicapai pada

konsentrasi susu skim 0%, 15%, dan 20% dengan madu 5% yaitu 1,32-1,39%, terkecil

pada yogurt kedelai dengan konsentrasi susu skim 0% dengan madu 0% dan 2,5% yaitu

0,6%. Meningkatnya konsentrasi susu skim (0%, 10%, 15%, dan 20%) akan

meningkatkan kadar gula reduksi pada yogurt kedelai dari 0,89%-1,11%.

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh konsentrasi starter dan lama

fermentasi terhadap pH, kadar gula reduksi, organoleptik dan daya terima masyarakat.

B. METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 15 sampai 24 Januari 2015 di

Laboratorium Biologi, pengujian pH dan kadar gula reduksi dilaksanakan di

Laboratorium Makanan dan Kosmetik Fakultas Farmasi Universtas Muhammadiyah

Surakarta.

Metode yang digunakan pada yaitu metode eksperimen dengan menggunakan

Rancangan Acak Lengkap (RAL) 2 faktor, yaitu konsentrasi Plain yoghurt (5 ml, 7 ml,

dan 9 ml) dan lama fermentasi (4 jam, 8 jam, dan 12 jam) masing-masing perlakuan

dilakukan 3 kali ulangan.

Bahan yang digunakan adalah susu segar 810 ml, susu skim 20 gr, pati umbi garut

30 gr dan gula pasir 40 gr serta Plain yoghurt Chimory. Alat yang digunakan adalah

kompor, panci, sendok, saringan, baskom, inkubator, pengaduk kayu, pengaduk kaca,

gelas ukur, beakerglass, gelas plastik, termometer, spet, kertas label, piring kecil,

timbangan digital, dan timbangan manual.

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah konsentrasi starter dan lama

fermentasi yang berbeda sedangkan variabel terikat adalah pH, kadar gula reduksi dan uji

organoleptik yoghurt pati umbi garut. Teknik pengumpulan data adalah dengan

eksperimen, observasi, dan kepustakaan. Eksperimen kadar gula reduksi dan pH yoghurt

pati umbi garut menggunakan metode Luff Schoorl menurut Sudarmadji (2010) dan

pengumpulan data uji organoleptik menggunakan metode observasi. Sedangkan teknik

analisis data yang terkumpul menggunakan analisis deskriptif kualitatif untuk menguji

mutu organoleptik dan deskriptif kuantitatif untuk menguji pH dan kadar gula reduksi

yoghurt.

C. Hasil dan Pembahasan

1. Analisis pH

Hasil penelitian pH, gula reduksi dan kualitas yoghurt melalui lama fermentasi

dengan interval waktu 4, 8, dan 12 jam dengan penambahan starter dengan

konsentrasi 5 ml, 7 ml, dan 9 ml pada yoghurt pati umbi garut sebagai berikut:

Tabel 1. Rerata pH dan Kadar Gula reduksi

Yoghurt Pati Umbi Garut

Perlakuan pH

awal

pH

akhir

Gula

reduksi

awal (%)

Gula

reduksi

akhir (%)

Keterangan

KaLa 7,10 6,04

##

0 0,10* Konsentrasi starter 5% dan fermentasi 4 jam

KbLa 7,10 5,83 0 0,12 Konsentrasi starter 7% dan fermentasi 4 jam

KcLa 7,10 5,87 0 0,11 Konsentrasi starter 9% dan fermentasi 4 jam

KaLb 7,01 5,48 0 0,13 Konsentrasi starter 5% dan fermentasi 8 jam

KbLb 7,01 5,45 0 0,16 Konsentrasi starter 7% dan fermentasi 8 jam

KcLb 7,01 5,54 0 0,19 Konsentrasi starter 9% dan fermentasi 8 jam

KaLc 6,99 5,38 0 0,18 Konsentrasi starter 5% dan fermentasi 12 jam

KbLc 6,99 5,40 0 0,23 Konsentrasi starter 7% dan fermentasi 12 jam

KcLc 6,99 5,26# 0 0,24**

Konsentrasi starter 9% dan fermentasi 12 jam

Keterangan : ##

: pH tertinggi **

: Kadar gula reduksi tertinggi # : pH terendah

* : Kadar gula reduksi terendah

Berdasarkan Tabel 1. menunjukkan bahwa perlakuan KaLa, KbLa dan KcLa

dengan konsentrasi starter 5 ml, 7 ml, dan 9 ml dengan lama waktu fermentasi 4 jam

memiliki pH rerata yaitu 6,04, 5,83, dan 5,87. Selanjutnya perlakuan KaLb, KbLb dan

KcLb dengan konsentrasi starter 5 ml, 7 ml dan 9 ml dengan lama waktu fermentasi 8

jam memiliki pH rerata 5,48, 5,45, dan 5,54. Perlakuan KaLc, KbLc dan KcLc dengan

konsentrasi starter 5 ml, 7 ml, dan 9 ml dengan lama waktu fermentasi 12 jam

memiliki pH rerata yaitu 5,38, 5,40 dan 5,26.

Hasil uji menunjukkan bahwa rerata pH tertinggi pada perlakuan KaLa dengan

konsentrasi starter 5 ml dan lama waktu fermentasi 4 jam. Rerata pH terendah pada

perlakuan KcLc dengan konsentrasi starter 9 ml dan lama waktu fermentasi 12 jam.

Perbedaan pH yoghurt pati umbi garut disebabkan karena terbentuknya asam laktat

yang dihasilkan oleh Streptoccus thermophilus dan Lactobacillus bulgaricus.

Terbentuknya asam laktat menyebabkan pH turun sampai 4,6 yang menyebabkan

protein tidak stabil dan susu menjadi suatu padatan (Bahar, 2008).

Adanya perbedaan pH dari ketiga perlakuan disebabkan karena semakin lama

proses fermentasi yoghurt maka kadar asam laktat yang dihasilkan oleh bakteri asam

laktat semakin tinggi. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Agestina (2013)

perlakuan S3L3 merupakan perlakuan yang tertinggi yaitu 21,300 mg, sehingga pada

perlakuan dengan penambahan starter 7 ml dan lama fermentasi 8 jam lebih baik.

Semakin lama yoghurt di fermentasi maka akan menaikkan glukosa, sehingga kadar

asam laktatnya tinggi.

Adanya asam laktat memberikan rasa asam pada yoghurt. Hasil fermentasi susu

ini mengubah tekstur susu menjadi kental. Hal ini dikarenakan protein susu

terkoagulasi pada suasana asam, sehingga terbentuk gumpalan (Krisno, 2011).

Menurut Joseph (2011), umumnya bakteri Streptococcus adalah penghasil asam

laktat, tumbuh sangat baik pada pH 6,5 dan pertumbuhannya terhenti pada keasaman

pH 4,2 - 4,4. Bakteri Lactobacilus tumbuh sangat baik pada pH 5,5 dan

pertumbuhannya terhenti pada keasaman pH 3,8 - 3,8. Bakteri asam laktat ini

mempunyai suhu optimum untuk pertumbuhannya dan menyukai suasana agak asam

(pH 5,5). Streptoccus thermophilus dibedakan dari genus streptococcus lainnya

berdasarkan pertumbuhannya pada suhu 45° C tidak tumbuh pada suhu 10° C. Bakteri

ini menyukai suasana mendekati netral dengan pH optimal untuk pertumbuhannya

adalah 6,5.

Faktor konsentrasi starter tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap pH

yoghurt pati umbi garut. Hal tersebut dimungkinkan karena bakteri asam laktat

bekerja optimal, sehingga hasilnya tidak berbeda jauh. Faktor lama waktu fermentasi

mempengaruhi pH yoghurt pati umbi garut. Pengaruh yang paling besar ditunjukkan

oleh rerata pH yang paling rendah.

Pengaruh antara konsentrasi starter dan lama fermentasi yang berbeda (interaksi)

mempengaruhi pH yoghurt pati umbi garut. Semakin banyak konsentrasi starter dan

lama fermentasi maka pH yoghurt menurun. Hal-hal yang mempengaruhi pH yoghurt

diantaranya adalah ketersediaan nutrisi, oksigen, konsentrasi starter, suhu, lama

fermentasi, dan volume substrat. Hal ini sesuai dengan penelitian Dewi, dkk (2004).

2. Analisis Kadar Gula Reduksi

Gula reduksi adalah bentuk hasil dari penguraian polisakarida yang berupa

glukosa dan fruktosa yang mempunyai gugus reaktif untuk melakukan reaksi. Gugus

reaktif tersebut berupa aldehid atau keton bebas. Gula reduksi mempunyai

kemampuan mereduksi CU2+

(ion kupri) menjadi CU+ (ion kupro). Ion kupro tersebut

mampu mengubah reagen arsenomolibdat menjadi kompleks berwarna biru yang

stabil dan dapat dilihat dari warna biru tersebut (Poedjiadi, 2006).

Penentuan kadar gula reduksi menggunakan metode Luff Schoorl yang

ditentukan bukanlah kuprooksida yang mengendap tetapi dengan menentukan

kuprioksida dalam larutan sebelumdireaksikan dengan gula reduksi (titrasi blanko)

dan sesudah direaksikan dengan sampel gula reduksi (titrasi sampel). Penentuan

dengan titrasi menggunakan Na-tiosulfat. Selisih titrasi blanko dengan titrasi sampel

ekuivalen dengan kuprooksida yang terbentuk dan juga ekuivalen dengan jumlah gula

pereduksi yang ada dalam sampel (Sudarmadji, 1996).

Gula dalam bentuk monosakarida memiliki kemampuan mereduksi Cu2+

karena

adanya gugus aldehid pada glukosa dan keton pada fruktosa sehingga terbentuk

endapan Cu2O yang berwarna merah bata dengan bantuan pemanasan (Poedjiadi,

2006). Pada penelitian ini hanya menentukan kadar gula reduksinya saja, sehingga

komponen lain seperti komponen protein dengan seng sulfat akan terendapkan dan

dipisahkan dengan penyaringan. Begitu pula penambahan kalium heksasianoferat

dimaksudkan untuk mengikat komponen-komponen pengganggu lain dalam sampel

yoghurt pati umbi garut sehingga interferensinya dapat diminimalisir.

Berdasarkan Tabel 1. menunjukkan rerata kadar gula reduksi yoghurt pati umbi

garut yang berbeda-beda. Pada faktor lama fermentasi 4 jam dengan perlakuan KaLa,

KbLa dan KcLa berturut-turut memiliki kadar gula reduksi 0,103% b/b, 0,123% b/b,

dan 0,116% b/b. Pada faktor lama fermentasi 8 jam dengan perlakuan KaLb, KbLb,

dan KcLb berturut-turut memiliki kadar gula reduksi 0,125% b/b, 0,158% b/b,

0,190% b/b. Pada faktor lama fermentasi 12 jam dengan perlakuan KaLc, KbLc, dan

KcLc berturut-turut memiliki kadar gula reduksi 0,188% b/b, 0,228% b/b, 0,237%

b/b.

Kadar gula reduksi terendah pada perlakuan KaLa (konsentrasi starter 5% dan

fermentasi 4 jam) disebabkan singkatnya proses lama fermentasi dan konsentrasi

starter lebih sedikit, sehingga mempengaruhi kadar gula reduksi. Kadar gula reduksi

tertinggi pada KcLc (konsentrasi starter 9% dan fermentasi 12 jam) disebabkan proses

fermentasi paling lama dan konsentrasi starter lebih banyak, sehingga mempengaruhi

kadar gula reduksi.

Semakin lama proses lama fermentasi maka kadar gula reduksi yang terbentuk

akan lebih banyak. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Kumala (2003), bahwa kadar

gula reduksi tertinggi pada yogurt kedelai dengan konsentrasi madu 5% yaitu 1,28%.

Hal ini disebabkan meningkatnya kandungan fruktosa dan glukosa pada susu kedelai

setelah penambahan madu 5% dan juga proses fermentasi yang lebih optimum pada

perlakuan ini sehingga kadar gula reduksi pada yogurt kedelai tinggi. Kadar gula

reduksi pada yogurt kedelai dengan konsentrasi madu 2,5% lebih kecil daripada

konsentrasi madu 0% dan 5% yaitu sekitar 0,78%, disebabkan karena proses

fermentasi pada konsentrasi madu 2,5% kurang optimum sehingga kadar gula

reduksinya lebih sedikit.

Interaksi antara konsentrasi starter dengan lama fermentasi yang paling

berpengaruh terhadap kadar gula reduksi yang paling tinggi pada perlakuan KcLc

(konsentrasi starter 9% dan lama fermentasi 12 jam) yaitu 0,237% b/b dan pengaruh

interaksi paling rendah terhadap kadar gula reduksi terendah pada perlakuan KaLa

(konsentrasi starter 5% dan lama fermentasi 4 jam) yaitu 0,103% b/b.

Perlakuan KaLa (konsentrasi starter 5% dan lama fermentasi waktu 4 jam)

memiliki pH tertinggi tetapi kadar gula reduksinya rendah, sedangkan perlakuan pH

terendah dengan kadar gula reduksi tertinggi yaitu perlakuan KcLc (konsentrasi

starter 9% dan lama fermentasi 12 jam). Berdasarkan Tabel 1 perlakuan yang

memiliki pH tertinggi memiliki kadar gula reduksi terendah dan perlakuan yang

memiliki pH terendah memiliki kadar gula reduksi tertinggi. Hal ini disebabkan

semakin banyak kadar gula reduksi maka kadar asam laktat yang dihasilkan

meningkat sehingga pH menjadi turun atau rendah.

Kadar gula reduksi menunjukkan banyaknya gula sederhana (laktosa, glukosa,

dan lain-lain) yang telah dipecah dan digunakan oleh BAL untuk proses metabolisme.

Sifat pereduksi dari molekul gula ditentukan oleh ada tidaknya gugus hidroksil (OH)

bebas yang reaktif (Winarno, 2007).

Rendahnya pH yang dihasilkan karena kadar gula reduksi dalam yoghurt pati

umbi garut mengalami kenaikan. Hal ini dapat dikatakan bahwa BAL kurang dapat

memetabolisme gula-gula yang terdapat dalam produk. Bila semakin banyak gula-

gula yang dimetabolisme maka asam laktat yang dihasilkan akan semakin banyak

sehingga dapat menurunkan pH produk. Hal ini sesuai dengan pendapat Usmiati dan

Utami (2008) yang menyatakan bahwa, makin banyak glukosa yang dimetabolisme

maka produksi asam laktat lebih tinggi. Jumlah asam laktat yang tinggi dapat

meningkatkan keasaman dan menurunkan pH substrat.

Hal-hal yang mempengaruhi kadar gula reduksi diantaranya konsentrasi starter,

suhu, lama fermentasi, volume substrat, dan pH. Hal ini sesuai dengan penelitian

Dewi, dkk (2004) bahwa produksi gula reduksi maksimum diperoleh pada kandungan

Rhizopus oryzae yang lebih banyak hal ini menunjukkan bahwa telah terjadi aktifitas

hidrolisis pati maksimum sehingga didapatkan hasil yang lebih tinggi.

3. Analisis Organoleptik dan Daya Terima Masyarakat

Tabel. 2. Hasil Uji Organoleptik dan Daya Terima

Perlakuan Uji Organoleptik Nilai Keterangan

KaLa

(Konsentrasi

starter 5% dan

lama fermentasi

4 jam)

Rasa 2,40 kurang asam

Aroma 2,43 kurang sedap

Warna 2,17 putih pucat

Tekstur 2,80 lembut

Kekentalan 2,47 kurang kental

Daya terima 2,60 suka

KbLa

(Konsentrasi

starter 7% dan

lama fermentasi

4 jam)

Rasa 2,30 kurang asam

Aroma 2,37 kurang sedap

Warna 2,47 putih pucat

Tekstur 2,93 lembut

Kekentalan 2,47 kurang kental

Daya terima 2,53 suka

KcLa

(Konsentrasi

starter 9% dan

lama fermentasi

4 jam)

Rasa 2,17 kurang asam

Aroma 2,47 kurang sedap

Warna 2,13 putih pucat

Tekstur 2,70 lembut

Kekentalan 2,40 kurang kental

Daya terima 2,63 suka

KaLb

(Konsentrasi

starter 5% dan

lama fermentasi

8 jam)

Rasa 1,87 kurang asam

Aroma 1,90 kurang sedap

Warna 2,43 putih pucat

Tekstur 2,53 lembut

Kekentalan 2,77 kental

Daya terima 2,63 suka

(KbLb)

Konsentrasi

starter 7% dan

lama fermentasi

8 jam

Rasa 1,83 kurang asam

Aroma 2,13 kurang sedap

Warna 2,47 putih pucat

Tekstur 2,50 lembut

Kekentalan 2,80 kental

Daya terima 2,53 suka

KcLb

(Konsentrasi

starter 9% dan

lama fermentasi

8 jam)

Rasa 1,97 kurang asam

Aroma 2,30 kurang sedap

Warna 2,23 putih pucat

Tekstur 2,53 lembut

Kekentalan 2,77 kental

Daya terima 2,63 suka

KaLc

(Konsentrasi

starter 5% dan

lama fermentasi

12 jam)

Rasa 2,27 kurang asam

Aroma 2,33 kurang sedap

Warna 2,30 putih pucat

Tekstur 2,87 lembut

Kekentalan 3,00 kental

Daya terima 2,60 suka

KbLc

(Konsentrasi

starter 7% dan

lama fermentasi

12 jam)

Rasa 2,33 kurang asam

Aroma 2,33 kurang sedap

Warna 2,33 putih pucat

Tekstur 2,73 lembut

Kekentalan 2,93 kental

Daya terima 2,70 suka

KcLc

(Konsentrasi

Rasa 2,67 asam manis

Aroma 2,47 kurang sedap

Keterangan:

Uji organoleptik

1. Rasa:

1,00≥skor≤1,49=tidak asam manis

1,50≥skor≤2,49=kurang asam manis

2,50≥skor≤3,49=asam manis

3,50≥skor≤4,00=sangat asam manis

2. Aroma

1,00≥skor≤1,49=tidak sedap

1,50≥skor≤2,49=kurang sedap

2,50≥skor≤3,49=sedap

3,50≥skor≤4,00=sangat sedap

3. Warna

1,00≥skor≤1,49=putih

1,50≥skor≤2,49=putih pucat

2,50≥skor≤3,49=putih kekuningan

3,50≥skor≤4,00=kuning muda

4. Tekstur

1,00≥skor≤1,49=tidak lembut

1,50≥skor≤2,49=kurang lembut

2,50≥skor≤3,49=lembut

3,50≥skor≤4,00=sangat lembut

5. Kekentalan

1,00≥skor≤1,49=tidak kental

1,50≥skor≤2,49=kurang kental

2,50≥skor≤3,49=kental

3,50≥skor≤4,00=sangat kental

6. Daya terima

1,00≥skor≤1,49=tidak suka

1,50≥skor≤2,49=kurang suka

2,50≥skor≤3,49=suka

3,50≥skor≤4,00=sangat suka

a. Rasa

Rasa yoghurt pati umbi garut dengan konsentrasi dan lama fermentasi yang

berbeda pada Tabel 2. menunjukkan adanya perbadaan rasa. Perlakuan KcLc

memiliki rasa asam manis, hal ini disebabkan karena pada fermentasi 12 jam dan

dengan penambahan konsentrasi starter 9% bakteri bekerja optimal sehingga

menghasilkan kombinasi asam manis yang pas. Perlakuan KaLa (konsentrasi

starter 5% dan lama fermentasi 4 jam), KbLa (konsentrasi starter 7% dan lama

fermentasi 4 jam), KcLa (konsentrasi starter 9% dan lama fermentasi 4 jam), KaLb

(konsentrasi starter 5% dan lama fermentasi 8 jam), KbLb (konsentrasi starter 7%

dan lama fermentasi 8 jam, KcLb (konsentrasi starter 9% dan lama fermentasi 8

jam), KaLc (konsentrasi starter 5% dal lama fermentasi 12 jam), KbLc (konsentrasi

starter 7% dan lama fermentasi 12 jam) memiliki rasa kurang manis. Hal ini

dikarenakan dari perlakuan KaLa, KbLa, KcLa, KaLb, KbLb, KcLb, KaLc, dan

KbLc kadar gula reduksi yang dihasilkan lebih rendah dan memungkinkan

timbulnya rasa yang kurang asam manis.

Selain itu, rasa juga dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu senyawa kimia,

suhu, konsentrasi dan interaksi dengan komponen rasa yang lain.

b. Aroma

Berdasarkan hasil uji organoleptik (Tabel 2) faktor konsentrasi starter dan

lama waktu fermentasi tidak memberikan pengaruh terhadap aroma yang

starter 9% dan

lama fermentasi

12 jam)

Warna 2,30 putih pucat

Tekstur 2,77 lembut

Kekentalan 2,93 kental

Daya terima 2,80 suka

dihasilkan karena semua perlakuan menunjukkan rerata yang termasuk dalam

kategori yang sama yaitu kurang sedap. Pada dasarnya penambahan pati umbi

garut tidak memberi aroma yang khas. Pati garut memiliki aroma seperti pati pada

umumnya. Penambahan pati garut bertujuan untuk diversifikasi tanaman lokal,

menambah nutrisi bagi mikrobia dan pengaruh pemberian pati umbi garut terhadap

pH dan gula reduksi pada yoghurt.

c. Warna

Berdasarkan Tabel 2 menunjukkan rerata warna yoghurt yang sama yaitu putih

pucat. Perbedaan konsentrasi starter dan lama waktu fermentasi tidak memberikan

pengaruh terhadap warna yoghurt. Penambahan pati umbi garut tidak memberi

pengaruh terhadap warna yoghurt, karena pati umbi garut berwarna putih dan susu

segar yang digunakan sebagai bahan dasar juga berwarna putih, sehingga

kombinasi warna yang dihasilkan rerata sama.

d. Tekstur

Berdasarkan Tabel 2 semua sampel KaLa, KbLa, KcLa, KaLb, KbLb, KcLb,

KaLc, KbLc, dan KcLc memiliki rerata tekstur yang sama, yaitu lembut. Hal ini

dikarenakan penambahan pati garut menambah tekstur yoghurt, sehingga

menghasilkan tekstur yang lembut. Molekul penyusun pati adalah amilosa dan

amilopektin dengan perbandingan amilosa 25 % dan amilopektin 75% (Poedjiadi,

2006). Perbandingan berat amilosa dan amilopektin merupakan faktor terpenting

dalam penentuan mutu, rasa dan tekstur.

e. Kekentalan

Berdasarkan Tabel 2 kekentalan pada perlakuan KaLa, KbLa, dan KcLa

menunjukkan kurang kental. Hal ini disebabkan karena pada perlakuan tersebut

hanya difermentasi selama 4 jam dan dengan konsentrasi starter yang berbeda.

Pada fermentasi 4 jam, bakteri asam laktat belum bekerja optimal.

Pada perlakuan KaLb, KbLb, dan KcLb memiliki kekentalan yang lebih kental

daripada perlakuan sebelumnya. Pada perlakuan ini sampel difermentasi selama 8

jam dan ditambahkan starter yang berbeda-beda. Pada fermentasi 8 jam, bakteri

asam laktat bekerja lebih optimal.

Pada perlakuan KaLc, KbLc, dan KcLc memiliki kekentalan yang paling

kental dari pada sampel sampel sebelumnya. Pada perlakuan ini sampel

difermentasi selama 12 jam dan dengan ditambahkan konsentrasi starter yang

berbeda. Pada fermentasi 12 jam, bakteri asam laktat bekerja paling optimal dari

semua sampel. Hal ini disebabkan karena pada proses fermentasi 12 jam, bakteri

bekerja optimal sehingga menghasilkan kekentalan yang tinggi.

f. Daya Terima

Berdasarkan Tabel 2 penilaian terhadap daya terima diakumulasi dari rasa,

aroma, warna, tekstur, kekentalan dan daya terima. Perlakuan perbedaan pemberian

starter dan lama waktu fermentasinya tidak mempengaruhi daya terima masyarakat

karena daya terima semua perlakuan menunjukkan ke kategori yang sama yaitu

suka.

D. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, penelitian ini dapat disimpulkan

bahwa dengan konsentrasi starter dan lama fermentasi yang berbeda dalam pembuatan

yoghurt pati umbi garut berpengaruh terhadap pH, kadar gula reduksi, organoleptik

dan daya terima masyarakat.

E. Ucapan Terimakasih

Ucapan terimakasih saya sampaikan kepada Ibu Siti Chalimah selaku dosen

pembimbing sudah membimbing saya dengan penuh kesabaran dari awal sampai

terselesaikanya skripsi ini, dan juga terima kasih untuk ilmu-ilmu baru yang

sudah diberikan.

F. Daftar Pustaka

Agestina, Eka Dian. 2013. “Kadar Vitamin C Dan Glukosa Pada Yoghurt Siwalan

(Borassus flabellifer Linn) Dengan Konsentrasi Starter Dan Lama Fermentasi

Yang Berbeda”. Skripsi. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Bahar, burhan. 2008. Kefir Minuman Susu Fermentasi Dengan Segudang Khasiat Untuk

Kesehatan. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Dewi, Chandra. 2004. Produksi Gula Reduksi Oleh Rhizopus oryzae dari subtrat

Bekatul. Surakarta: FMIPA Universitas Sebelas Maret.

Joseph, A. O. Olugbuyiro and J. E. Oseh. 2011. “Physico-Chemical And Sensory

Evaluation Of Market Yoghurt In Nigeria”. Pakistan Journal Of Nutrition. 10

(10): 914-918.

Kumala, Nevi Tri. 2003. “Pengaruh Konsentrasi Susu Skim dan Madu terhadap Kualitas

Hasil Yoghurt Kedelai (Glycine max (L.) Merr.) dengan Inokulum L. casei“.

Skripsi. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.

Kunaepah, Uun. 2008. “Pengaruh Lama Fermentasi Dan Konsentrasi Glukosa Terhadap

Aktivitas Antibakteri, Polifenol Total Dan Mutu Kimia Kefir Susu Kacang

Merah”. Tesis. Semarang: Universitas Diponegoro.

Mustofa, Alwi. 2012. “Pemanfaatan Pati Garut (Maranta arundinaceae) sebagai Bahan

Baku Pembuatan Bioetanol dengan Fermentasi Oleh S. cereviceae”. Skripsi.

Semarang: Universitas Diponegoro.

Poedjiadi, Anna. 2006. Dasar – Dasar Biokimia. Jakarta: UI Press.

Sudarmadji, Slamet. 2010. Prosedur Analisa untuk Bahan Makanan dan Pertanian.

Yogyakarta: LIBERTY YOGYAKARTA.

Wahyudi, A dan S. Samsundari. 2008. Bugar dengan Susu Fermentasi. Malang: UMM

Press.

Widjanarko, B. 2010. Arrowroot and its contains. http://www.lintasberita.com.

(Diakses pada tanggal 2 November 2014, pukul 19.14).

Winarno, F. G. dan I. E. Fernandez. 2007. Susu dan Produk Fermentasinya. Bogor: M-

BRIO PRESS.