Pendidikan Berwawasan Globalisasi

9
Pendidikan Berwawasan Globalisasi Oleh Rum Rosyid Pendidikan memiliki keterkaitan erat dengan globalisasi. Pendidikan tidak mungkin menisbikan proses globalisasi yang akan mewujudkan masyarakat global ini. Dalam menuju era globalisasi, Indonesia harus melakukan reformasi dalam proses pendidikan, dengan tekanan menciptakan sistem pendidikan yang lebih komprehensif dan fleksibel, sehingga para lulusan dapat berfungsi secara efektif dalam kehidupan masyarakat global demokratis. Untuk itu, pendidikan harus dirancang sedemikian rupa yang memungkinkan para peserta didik mengembangkan potensi yang dimiliki secara alami dan kreatif dalam suasana penuh kebebasan, kebersamaan dan tanggung jawab. Di samping itu, pendidikan harus menghasilkan lulusan yang dapat memahami masyarakatnya dengan segala faktor yang dapat mendukung mencapai sukses ataupun penghalang yang menyebabkan kegagalan dalam kehidupan bermasyarakat. Salah satu altematif yang dapat dilakukan adalah mengembangkan pendidikan yang berwawasan global. Premis untuk memulai pendidikan berwawasan gobal adalah bahwa informasi dan pengetahuan tentang bagian dunia yang lain harus mengembangkan kesadaran kita bahwa kita akan dapat memahami lebih baik keadaan diri kita sendiri apabila kita memahami hubungan dengan masyarakat lain dan isu-isu global sebagaimana dikemukakan oleh Psikolog Csikszentmihalyi dalam bukunya The Evolving Self: A Psychology for the Third Millenium, 1993, yang menyatakan bahwa perkembangan pribadi yang seimbang dan sehat memerlukan "an understanding of the complexities of an increasingly complex and interdependent world". A. Perspektif kurikuler Pendidikan berwawasan global dapat dikaji berdasarkan dua perspektif: Kurikuler dan perspektif Reformasi. Berdasarkan perspektif kurikuler, pendidikan berwawasan global merupakan suatu proses pendidikan yang bertujuan untuk mempersiapkan tenaga terdidik kelas menengah dan profesional dengan

Transcript of Pendidikan Berwawasan Globalisasi

Page 1: Pendidikan Berwawasan Globalisasi

Pendidikan Berwawasan GlobalisasiOleh Rum RosyidPendidikan memiliki keterkaitan erat dengan globalisasi. Pendidikan tidak mungkin menisbikan proses globalisasi yang akan mewujudkan masyarakat global ini. Dalam menuju era globalisasi, Indonesia harus melakukan reformasi dalam proses pendidikan, dengan tekanan menciptakan sistem pendidikan yang lebih komprehensif dan fleksibel, sehingga para lulusan dapat berfungsi secara efektif dalam kehidupan masyarakat global demokratis. Untuk itu, pendidikan harus dirancang sedemikian rupa yang memungkinkan para peserta didik mengembangkan potensi yang dimiliki secara alami dan kreatif dalam suasana penuh kebebasan, kebersamaan dan tanggung jawab. Di samping itu, pendidikan harus menghasilkan lulusan yang dapat memahami masyarakatnya dengan segala faktor yang dapat mendukung mencapai sukses ataupun penghalang yang menyebabkan kegagalan dalam kehidupan bermasyarakat. Salah satu altematif yang dapat dilakukan adalah mengembangkan pendidikan yang berwawasan global.   Premis untuk memulai pendidikan berwawasan gobal adalah bahwa informasi dan pengetahuan tentang bagian dunia yang lain harus mengembangkan kesadaran kita bahwa kita akan dapat memahami lebih baik keadaan diri kita sendiri apabila kita memahami hubungan dengan masyarakat lain dan isu-isu global sebagaimana dikemukakan oleh Psikolog Csikszentmihalyi dalam bukunya The Evolving Self: A Psychology for the Third Millenium, 1993, yang menyatakan bahwa perkembangan pribadi yang seimbang dan sehat memerlukan "an understanding of the complexities of an increasingly complex and interdependent world".

A. Perspektif kurikuler Pendidikan berwawasan global dapat dikaji berdasarkan dua perspektif: Kurikuler dan perspektif Reformasi. Berdasarkan perspektif kurikuler, pendidikan berwawasan global merupakan suatu proses pendidikan yang bertujuan untuk mempersiapkan tenaga terdidik kelas menengah dan profesional dengan meningkatkan kemampuan individu dalam memahami masyarakatnya dalam kaitan dengan kehidupan masyarakat dunia, dengan ciri-ciri: a) mempelajari budaya, sosial, politik dan ekonomi bangsa lain dengan titik berat memahami adanya saling ketergantungan, b) mempelajari berbagai cabang ilmu pengetahuan untuk dipergunakan sesuai dengan kebutuhan lingkungan setempat, dan, c) mengembangkan berbagai kemungkinan berbagai kemampuan dan keterampilan untuk bekerjasama guna mewujudkan kehidupan masyarakat dunia yang lebih baik.   Oleh karena itu, pendidikan berwawasan global akan menekankan pembahasan materi yang mencakup: a) adanya saling ketergantungan di antara masyarakat dunia, b) adanya perubahan yang akan terus berlangsung dari waktu ke waktu, c) adanya perbedaan kultur di antara masyarakat atau kelompok-kelompok dalam masyarakat oleh karena itu perlu adanya upaya untuk saling memahami budaya yang lain, d) adanya kenyataan bahwa kehidupan dunia ini memiliki berbagai keterbatasan antara lain dalam ujud ketersediaan barang-barang kebutuhan yang jarang, dan, e) untuk dapat memenuhi kebutuhan yang jarang tersebut tidak mustahil menimbulkan konflik-konflik.  

Page 2: Pendidikan Berwawasan Globalisasi

Berdasarkan perspektif kurikuler ini,pengembangan pendidikan berwawasan global memiliki implikasi ke arah perombakan kurikulum pendidikan. Mata pelajaran dan mata kuliah yang dikembangkan tidak lagi bersifat monolitik melainkan lebih banyak yang bersifat integratif. Dalam arti mata kuliah lebih ditekankan pada kajian yang bersifat multidispliner, interdisipliner dan transdisipliner.   B. Perspektif reformasi Berdasarkan perspektif reformasi, pendidikan berwawasan global merupakan suatu proses pendidikan yang dirancang untuk mempersiapkan peserta didik dengan kemampuan dasar intelektual dan tanggung jawab guna memasuki kehidupan yang bersifat sangat kompetitif dan dengan derajat saling ketergantungan antar bangsa yang amat tinggi. Pendidikan harus mengkaitkan proses pendidikan yang berlangsung di sekolah dengan nilai-nilai yang selalu berubah di masyarakat global. Oleh karena itu sekolah harus memiliki orientasi nilai, di mana masyarakat kita harus selalu dikaji dalam kaitannya dengan masyarakat dunia.   Implikasi dari pendidikan berwawasan global menurut perspektif reformasi tidak hanya bersifat perombakan kurikulum, melainkan juga merombak sistem, struktur dan proses pendidikan. Pendidikan dengan kebijakan dasar sebagai kebijakan sosial tidak lagi cocok bagi pendidikan berwawasan global. Pendidikan berwawasan global harus merupakan kombinasi antara kebijakan sosial disatu sisi dan disisi lain sebagai kebijakan yang mendasarkan pada mekanisme pasar. Oleh karena itu, sistem dan struktur pendidikan harus bersifat terbuka, sebagaimana layaknya kegiatan yang memiliki fungsi ekonomis.   Kebijakan pendidikan yang berada di antara kebijakan sosial dan mekanisme pasar, memiliki arti bahwa pendidikan tidak semata ditata dan diatur dengan menggunakan perangkat aturan sebagaimana yang berlaku sekarang ini, serba seragam, rinci dan instruktif. Melainkan, pendidikan juga diatur layaknya suatu Mall, adanya kebebasan pemilik toko untuk menentukan barang apa yang akan dijual, bagaimana akan dijual dan dengan harga berapa barang akan dijual. Pemerintah tidak perlu mengatur segala sesuatunya dengan rinci.   Di samping itu, pendidikan berwawasan global bersifat sistemik organik, dengan ciri-ciri fleksibel-adaptif dan kreatif-demokratis. Bersifat sistemik-organik berarti sekolah merupakan sekumpulan proses yang bersifat interaktif yang tidak dapat dilihat sebagai hitam-putih, melainkan setiap interaksi harus dilihat sebagai satu bagian dari keseluruhan interaksi yang ada.   Fleksibel-Adaptif, berarti pendidikan lebih ditekankan sebagai suatu proses learning dari pada teaching. Peserta didik dirangsang memiliki motivasi untuk mempelajari sesuatu yang harus dipelajari dan continues learning. Tetapi, peserta didik tidak akan dipaksa untuk mempelajari sesuatu yang tidak ingin dipelajari. Materi yang. dipelajari bersifat integrated, materi satu dengan yang lain dikaitkan secara padu dan dalam open-system environment. Pada pendidikan ini karakteristik individu mendapat tempat yang layak.  

Page 3: Pendidikan Berwawasan Globalisasi

Kreatif-demokratis, berarti pendidikan senantiasa menekankan pada suatu sikap mental untuk senantiasa menghadirkan sesuatu yang baru dan orisinil. Secara paedogogis, kreativitas dan demokrasi merupakan dua sisi dari mata uang. Tanpa demokrasi tidak akan ada proses kreatif, sebaliknya tanpa proses kreatif demokrasi tidak akan memiliki makna.   Untuk memasuki era globalisasi pendidikan harus bergeser ke arah pendidikan yang berwawasan global. Dari perspektif kurikuler pendidikan berwawasan global berarti menyajikan kurikulum yang bersifat interdisipliner, multidisipliner dan transdisipliner. Berdasarkan perspektif reformasi, pendidikan berwawasan global menuntut kebijakan pendidikan tidak semata sebagai kebijakan sosial, melainkan suatu kebijakan yang berada di antara kebijakan sosial dan kebijakan yang mendasarkan mekanisme pasar. Oleh karena itu, pendidikan harus memiliki kebebasan dan bersifat demokratis, fleksibel dan adaptif.

Menuju Masyarakat InformasiPerkembangan masyarakat dunia pada umumnya dan Indonesia pada khususnya mau tidak mau akan menuju kepada masyarakat informasi (informatical society) sebagai kelanjutan atau perkembangan dari masyarakat industri atau modern. Pemerintah telah bertekat untuk mensukeskan pembangunan nasionalnya agar pada tahun 2025 nanti masyarakat Indonesia tergolong sebagai masyarakat yang berbasis pengetahuan (knowledge based-society atau KBS). Masyarakat yang demikian dicirikan oleh masyarakat yang menyadari akan kegunaan dan manfaat informasi. Dalam KBS masyarakat telah memiliki pengetahuan dan kemampuan untuk mengakses dan memanfaatkan informasi serta menjadikan informasi sebagai nilai tambah dalam peningkatan kualitas kehidupan’.

Jika masyarakat modern memiliki ciri-ciri rasional, berorientasi ke depan, bersikap terbuka, menghargai waktu, kreatif, mandiri dan inovatif, maka pada masyarakat informasi ciri-ciri tersebut belum cukup. Pada masyarakat informasi, manusia selain harus memiliki ciri-ciri masyarakat modern pada umumnya, juga harus memiliki ciri-ciri lain, yaitu menguasai dan mampu mendaya gunakan arus informasi, mampu bersaing, terus menerus belajar (serba ingin tahu), mampu menjelaskan, imajinatif, mampu mengubah tantangan menjadi peluang, dan menguasai kemampuan menggunakan berbagai metode dalam memecahkan berbagai masalah yang dihadapi. KBS semakin diperlukan karena hal-hal sbb: (a). Semakin besarnya permintaan tenaga kerja terdidik (skill workers) yang menuntut adanya pendidikan sepanjang hayat. (b). Semakin besarnya pemanfaatan ICT yang berdampak pada proses produksi (proses produksi yang cepat, biaya produksi yang murah, diperlukan skill workers yang ICT-literate). (c). Semakin besarnya tuntutan wawasan global untuk mengetahui perkembangan ekonomi dunia (perdagangan, investasi asing, knowledge transfer). (d). Semakin besarnya kerjasama internasional dan karenanya sangat dibutuhkan network yang berskala internasional, dan (e). Semakin pentingnya R&D dan kegiatan lain yang melahirkan inovasi.

Kemajuan teknologi dalam tiga dasawarsa ini telah menampakkan pengaruhnya pada semua kehidupan individu, masyarakat dan negara. Dapat dikatakan bahwa tidak ada

Page 4: Pendidikan Berwawasan Globalisasi

orang yang dapat menghindar dari pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK). Peran Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) dalam ikut mewujudkan KBS telah dicanangkan dalam Visi dan Rencana Strategis (Renstra) Pendidikan Nasional dengan program yang dinamakan tiga pilar pembangunan pendidikan nasional. Visi Depdiknas adalah ’terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah’. Sementara tiga pilar pembangunan pendidikan nasional adalah (a). Pemerataan dan perluasan akses pendidikan; (b). Peningkatan mutu, relevansi, dan daya saing keluaran pendidikan; dan (c). Penguatan tata kelola, akuntabilitas, dan citra publik pendidikan.IPTEK bukan saja dirasakan individu, akan tetapi dirasakan pula oleh masyarakat, bangsa dan negara. Bila cita-cita menuju KBS ini dapat diwujudkan, maka tujuan pembangunan seperti yang diamanatkan dalam UUD-1945 yaitu ’mencerdaskan bangsa’ akan semakin dapat dicapai. Karena itulah maka kebijakan menuju KBS ini adalah (a). Mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu bagi seluruh rakyat Indonesia; (b). Membantu dan memfasilitasi pengembangan potensi anak bangsa secara utuh sejak usia dini sampai akhir hayat dalam rangka mewujudkan masyarakat belajar; (c). Meningkatkan kesiapan masukan dan kualitas proses pendidikan untuk mengoptimalkan pembentukan kepribadian yang bermoral; (d). Meningkatkan keprofesionalan dan akuntabilitas lembaga pendidikan sebagai pusat pembudayaan ilmu pengetahuan, keterampilan, pengalaman, sikap, dan nilai berdasarkan standar nasional dan global; dan (e). Memberdayakan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan berdasarkan prinsip otonomi dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Kehadiran IPTEK di negara-negara maju, sudah lama dirasakan pengaruhnya, karena pada negara-negara tersebutlah kemajuan itu mula-mula dicapai. Sebaliknya bagi negara-negara berkembang, pengaruh tersebut baru mulai dirasakan antara lain seperti dalam bidang informasi, buku-buku, media TV, radio, video, internet dan lain sebagainya. Namun demikian masih banyak kendala yang harus diperhatikan dan diselesaikan dalam menuju KBS ini yaitu, antara lain kendala yang berkaitan dengan (a). Konektivitas, dimana tidak semua daerah Indonesia terkoneksi dengan audio, video, komputer dan web-based technology; (b).Tersedianya SDM menguasai teknologi tersebut, (c). Isi pembelajaran yang digunakan, dan (d). Tersedianya kebijakan yang mendukung upaya-upaya menuju KBS.

Pada masyarakat informasi peranan media elektronika sangat memegang peranan penting dan bahkan menentukan corak kehidupan. Penggunaan teknologi elektronika seperti komputer, faksimile, internet dan lain-lain telah mengubah lingkungan informasi dari lingkungan yang bercorak lokal dan nasional, kepada lingkungan yang bersifat internasional, mendunia dan global. Pada era informasi, lewat komunikasi satelit dan komputer orang memasuki lingkungan informasi dunia. Peran media elektronik yang demikian besar akan menggeser agen-agen sosialisasi yang berlangsung secara tradisional seperti yang dilakukan orang tua, guru, pemerintah dan sebagainya. Komputer dapat menjadi teman bermain, orang tua yang akrab, guru yang memberi nasehat, juga

Page 5: Pendidikan Berwawasan Globalisasi

sewaktu-waktu dapat memberikan jawaban segera terhadap pertanyaan-pertanyaan eksistensial dan mendasar.

Kemajuan dalam bidang informasi tersebut pada akhirnya akan berpengaruh pada kejiwaan dan kepribadian masyarakat. Pada era informasi yang sanggup bertahan hanyalah mereka yang berorientasi ke depan, yang mampu mengubah pengetahuan menjadi kebijakan dan ciri-ciri lain sebagaimana dimiliki oleh masyarakat modern.Itulah gambaran masa depan yang akan terjadi, dan umat manusia mau tidak mau harus menghadapinya. Masa depan yang demikian itu selanjutnya akan mempengaruhi dunia pendidikan, baik dari kelembagaan, materi pendidikan, guru, metode, sarana dan prasarana dan lain sebagainya. Hal ini pada gilirannya menjadi tantangan yang harus dijawab oleh dunia pendidikan khususnya pendidikan Islam. Hal ini perlu dilakukan jika dunia pendidikan Islam ingin tetap bertahan secara fungsional dalam memandu perjalanan umat manusia.

Produsen-produsen teknologi informasi, piranti lunak komputer dan alat-alat elektronik, Perusahaan-perusahaan media cetak (termasuk buku untuk bahan ajar) turut andil dalam membangun kapling diatas hubungan barang dagangan semata dari bagian integral system pendidikan nasional yang secara kongkrit hakekatnya sudah diskriminatif karena tidak memihak rakyat kecil yang merupakan penghuni mayoritas negeri ini. Denyut nadi dunia pendidikan nasional saat ini semakin tidak stabil dengan disahkan UU BHP, karena nilai-nilai yang berkembang dalam prakteknya hanyalah berorientasi penumpukan modal dan pengembangan modal yang akan di pertahankan mati-matian dalam di tengah iklim globalisasi yang berkembang tidak adil karena monopolistik atas kekuasan pasar.

Disitulah kita semua pada masa yang akan datang melihat kenyataan kongkrit dengan gamblang bahwa sesungguhnya wajah dunia pendidikan nasional di era globalisasi dengan pasar bebasnya yang meminggirkan nilai kemanusian yang hakiki. Sekali lagi kita tidak bisa menutup mata bahwa atas fakta yang menunjukkan bahwa angka kemiskinan dan penganguran mencapai lebih kurang 40 Juta Jiwa, sebuah angka yang cukup fenomenal, kondisi itu berpeluang memunculkan kebodohan. Betapa tidak, saat ini biaya pendidikan di Indonesia tidak pernah gratis alias sangat mahal dan otomatis semakin memberatkan beban hidup rakyat Indonesia yang mayoritas berpendapatan rata-rata 800 ribu/bulan atau sekitar 345 US Dollar dari total pendapatan perkapita rakyat Indonesia atau lebih tinggi satu tingkat dari Zimbabwe.

Tidak usah jauh-jauh membandingkan antara kualitas pendidikan di Indonesia dengan Negara maju, dengan India, Kuba dan Malaysia jika dibandingkan kualitasnya, pendidikan di Indonesia tertinggal jauh. Padahal persolan substansi dalam setiap pendidikan apapun bentuknya adalah untuk memajukan tingkat kebudayaan manusia sehingga bisa membangun sebuah peradaban manusia yang lebih maju.

Fenomena keburukan yang terjadi saat ini bukan saja masalah Ujian Nasional, namun yang terjadi juga adalah biaya sekolah dari tahun ketahun yang semakin meningkat. Saya sendiri sebagai generasi menyadari adanya lonjakan tingginya uang sekolah dari tahun ke tahun. Padahal berbagai janji manis seperti adanya dana BOS (Bantuan Operasional

Page 6: Pendidikan Berwawasan Globalisasi

Sekolah) akan membantu meringankan biaya sekolah, bahkan ada juga yang mengatakan dengan adanya dana bos maka pendidikan alhasil akan gratis. Apakah pendidikan saat ini di Indonesia gratis? Jangan mimpi pendidikan mau gratis. Realisasi dana pendidikan yang dialokasikan menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasalnya yang ke 49 bahwa 20% dari APBN dialokasikan untuk pendidikan. Namun dalam praktek pendidikan nasional yang berkembang di iklim kapitalisme yang monopolistik ternyata membuat masyarakat menerjemahkan Pertama, hanya soal kemampuan ekonomi peserta didik dalam segi pembiayaan saja artinya siapa yang sanggup membayar mahal ia yang akan mendapat “pendidikan berkualitas”.

Jelas hal tersebut sangatlah diskriminatif alias tidak demokratis akhirnya situasi itu mendasari kemunculan watak pragmatis perserta didik, disinilah ketidak-ilmiahan sistem pendidikan nasional saat ini. Kedua, bagaimanapun juga kaum kapitalis tidak akan pernah rela untuk melakukan alih tekhnologi kepada negeri-negeri yang menjadi sasaran pasarnya, sehingga banyak kasus terjadi hegemoni dan dominasi mereka bisa bertahan tak “tergoyahkan”, ia akan memperoleh pendidikan yang berkualitas. Atas hal tersebut kita bisa melakukan riset lebih mendalam atas kualitas para sarjana di Indonesia yang bisa menghasilkan penemuan-penemuan di bidang sains dan tekhnologi yang betul-betul berguna bagi massa rakyat di Indonesia.