Pendidikan Alternatif -- Anak Kurang Beruntung
-
Upload
cutiegadget -
Category
Education
-
view
790 -
download
2
description
Transcript of Pendidikan Alternatif -- Anak Kurang Beruntung
Pendidikan Alternatif :Anak Kurang Beruntung
Siapa
“ Anak-anak yang berada di batas marginal, anak-anak yang
tertekan secara sosial maupun budaya, didiskriminasi
berdasarkan etnisnya, berada dalam konflik orangtua “
(Phuyal et all, 2005)
Anak Kurang Beruntung
Dalam Mangungsong, 2011
• Martin :
“ Semua anak yang memiliki hambatan belajar,
langsung atau tidak langsung tersisisihkan atau
ditolak kesempatannya untuk berpartisipasi
secara optimal dalam aktivitas belajar yang
dilaksanakan dalam setting formal atau non
formal“
• Irwanto :
anak dari keluarga dengan tingkat sosek
rendah
anak perempuan cenderung diharapkan
untuk berhenti sekolah, membantu urusan
rumah tangga, bekerja penuh waktu dan
menikah
Karakteristik:
Tidak pernah masuk
sekolah
Putus sekolah
Tinggal di panti asuhan
Terjangkit/terkena
HIV/AIDS
Tinggal di daerah konflik
Tinggal di daerah terpencil
Meninggalkan rumahnya
Harus bekerja untuk
menambah penghasilan
Memiliki Keterbatasan fisik
Karakteristik di Indonesia
• Anak yang di dearah pedalaman
• Aktif secara ekonomi dan bekerja lebih dari 4
jam/hari
• Anak perempuan yang menikah sebelum 17
tahun
Penyebab
Faktor Penyebab
Keluarga
• Kepala keluarga yang berasal
dari tingkat pendidikan formal
yang rendah
• Kepala keluarga yang lebih
muda usianya
• Orangtua tunggal terutama
ibu tunggal
• Orangtua yang tidak bekerja
Lingkungan Sekitar
Rumah yang tidak adekuat
(besarnya)
Lingkungan rumah yang tidak aman
(unsafe neighborhood)
Lingkungan rumah yang tidak
memiliki komunitas sosial maupun
sekolah yang memadai
Lingkungan rumah yang kurang
memberi stimulasi bagi anak
Penanganan
• Dengan menggunakan
berbagai pendekatan :
pendekatan sosial budaya,
managerial
• Model belajar dipadukan
dengan Life Skill Education
pengambilan keputusan
Pemecahan masalah
Berpikir kreatif, kritis
Ketrampilan fungsional
Ketrampilan berkomunikasi
Kesadaran diri
• Belajar mengenal huruf membaca,
• Mengenal angka berhitung,
• Bagaimana menghindar dari ancaman kekerasan dan bahaya
lainnya,
• Bagaimana mengolah usaha, menghitung hasil usaha,
meningkatkan pendapatan, dan memperoleh pemberian
kredit/modal, bahan, alat
• Bagaimana memasarkan hasil usaha/kerajinan
Agar anak-anak itu tidak hanya belajar tapi juga memperoleh penghasilan
Pendidikan Anak Kurang Beruntung Menurut Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan
Program pendidikan dasar dan baca tulis:
• Ditjen Dikdasmen
Model sistem guru kunjung
SMP Terbuka
• Diklusepora/Dikmas
Program Pemberantasan Buta
Huruf
Kejar Paket A setara SD
Kejar Paket B Sertara SLTP
Program Vokasi
• Diklusepora/Dikmas
Kejar Usaha
• Kementrian Ketenagakerjaan
Vocational Training Center
• Kementrian Sosial
Training sebagai bagian dari
rehabilitasi sosial
Anak yang Tumbuh dalam Kemiskinan
• Pertumbahan pra-kelahiran
• Nutrisi yang kurang baik
• Akses terbatas dalam mendapatkan fasilitas kesehatan
• Pengaruh lingkungan tetangga yang berbahaya
Umumnya pretasi rendah
Resiko putus sekolah besar
Rendah diri dan rentan depresi
Kurang dalam keterampilan akademik dasar
Kelebihan: Memiliki pengetahuan dunia kerja , Ahli pada pekerjaan rumah tangga seperti memasak dan menjaga adik
DampakKarakteristik :
Program Penanganan Anak yang Tumbuh dalam Kemiskinan
Memberikan pengalaman-pengalaman nyata (contoh :
field trip)
Memberikan materi pelajaran yang gratis
Memfasilitasi dengan adanya program after school
Memberikan kemungkinan adanya kegiatan pada siswa
Tetap menghargai siswa
Anak yang Tidak Memiliki Tempat Tinggal
Anak-anak yang tidak memiliki
tempat tinggal biasanya
memiliki perasaan bingung dan
tidak aman, terutama apabila
mereka bergabung pada
sekolah-sekolah umum yang
ada.
menerima keberadaan anak-
anak tersebut mengajak siswa lain untuk
belajar pengalaman dari anak-anak homeless
Program Penanganan :
Anak Jalanan
Anak Jalanan :
• Children of the street
→ Anak-anak yang tidak memiliki rumah
yang hidup dan tinggal di jalanan
→ hidup sendiri dan lebih membutuhkan
dukungan psikologis
• Children on the street
→ Anak-anak yang bekerja di jalanan
(mengemis), dan pulang ke rumah pada
malam harinya
→ memiliki rumah untuk tinggal dan juga
keluarga
Anak yang mengabaikan
rumah, sekolah, dan
komunitasnya sebelum
usia 16 tahun dan terseret
pada kehidupan jalanan
yang nomaden.
Street-centered intervention
Family-centered intervention
Institutional-centered intervention
Community-centered intervention
4 Alternatif Penanganan Anak Jalanan
Penanganan Anak Jalan di Indonesia
• Memberikan intervensi di jalan Hal yang dapat dilakukan
antara lain adalah bermain, berdiskusi, pengajaran, ataupun
pemberian informasi
• Panti, merupakan pelayanan yang diadakan pada suatu
tempat untuk melakukan kegiatan tertentu.
• Keluarga dan masyarakat melibatkan keluarga dan
masyarakat untuk mencegah agar anak-anak tidak turun ke
jalanan
Model Penanganan Anak Jalanan di Indonesia
• Rumah singgah wahana perantara antara anak
jalanan dengan pihak-pihak yang akan memberikan
bantuan
• Mobil sahabat anak (MSA) mobil keliling untuk
menjangkau dan memberikan pelayanan pada anak
jalanan di tempat mereka berkumpul
• Pemberdayaan keluarga dan lingkungan
Program Pendidikan Anak Jalanan• Pengembangan diri
Mengajak anak untuk mengembangkan kemampuan
untuk menjaga dan rawat diri
Kemampuan berinteraksi
Kemampuan intelektual (bacam tulis, pikir, rencana, dll)
• Perlindungan diri
• Pengembangan keterampilan dan pekerjaan
Menemukan bakat minat
Komponen Pendukung Pendidikan Anak Jalanan
• Ada pendamping anak jalanan
sebagai kawan, keluarga, pembela,
role model
• Materi dan kurikulum
• Ada “Rumah belajar” : Bertemu,
belajar dan berkumpul dengan kakak
pembimbing
• Karakteristik fasilitator : Cinta anak,
ramah, adaptif, bisa dipercaya, pny
pengalaman, pny minat sosial
Anak yang Berasal Dari Keluarga yang Bercerai
Perilaku yang Tampak : Pasif, menarik diri
Agresif dan mengganggu
Program untuk Anak yang Mengalami Perceraian
• Menerima perilaku yang tidak biasanya
• Memahami perasaan mereka yang sedang
menghayati perasaannya
• Memahami dan mengimbangi dengan jadwal baru
• Mengawasi dan mengontrol perilaku yang
mengganggu di sekolah
Pekerja Anak
Pekerja Anak di Indonesia
Survey ILO (Int’l Labour Organization) pada tahun 2006 : • 4 juta anak usia 13 – 15 tahun di Indonesia tidak bersekolah. • 1,5 juta anak yang tidak bersekolah usia 10 – 14 tahun sudah
termasuk ke dalam angkatan kerja. • Pekerja anak telah diakui sebagai sebuah masalah di Indonesia.
Indonesia telah meratifikasi Konvensi ILO No.138 (usia minimum memasuki dunia kerja) dan No. 182 (penghapusan bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak).
• Akses ke dunia pendidikan di Indonesia menunjukkan peningkatan, namun masalah kemiskinan masih tetap menyebabkan anak-anak putus sekolah dan memasuki dunia kerja.
Sikap Orang Tua Pekerja AnakSurvey ILO terhadap ortu dengan sosek D dan E (pengeluaran total <Rp 600 rb/bulan) dengan anak usia sekolah 12 – 15 tahun :
• Kebanyakan ortu menganggap bahwa usia 17 tahun adalah usia minimum anak bekerja penuh waktu. Mayoritas ortu percaya bahwa mereka seharusnya tidak membolehkan anak bekerja karena bahaya yang mengancam kesehatan anak.
• Berapa jam kerja yang layak bagi anak di bawah 15 tahun menurut ortu? 3 jam atau kurang (37%) ;
4 jam (27%) ; 5 jam (19%) ; 6 jam atau lebih (15%).
• Tantangan utama dalam upaya untuk menghapus pekerja anak adalah kecenderungan ortu untuk menentukan apa yang dilakukan pekerja anak.
Faktor Masyarakat yang Memengaruhi Sikap Orang Tua Pekerja Anak
• Orang tua mengakui bahwa memiliki anak usia sekolah yang bekerja adalah hal biasa, namun mereka tidak yakin apakah anak suka bekerja atau tidak.
• Sebagian ortu mengakui bahwa pemerintah lokal berusaha mencegah pekerja anak, namun mereka membiarkan anak bekerja selama pekerjaan yang dimaksud aman bagi anak.
Jenis Pekerjaan yang Dilarang Ortu untuk Dilakukan Anak
•Sebagian besar ortu setuju bahwa anak di bawah usia 18 tahun tidak boleh bekerja di sektor terlarang, yaitu sektor prostitusi dan obat terlarang.
•Hanya sebagian kecil ortu yang menyatakan anak tidak boleh bekerja dengan menggunakan zat kimia, tidak boleh bekerja di perairan lepas pantai dan tidak boleh terlibat dalam pekerjaan mengangkat beban berat.
•Sedikit ortu setuju bahwa anak tidak boleh dilibatkan dalam pekerjaan yang berbahaya, seperti angkat berat dan kerja di kedalaman air.
•Orang tua yang tidak mengetahui adanya pesan penghapusan pekerja anak lebih permisif dalam membiarkan anak bekerja, bila dibandingkan dengan orang tua yang mengetahui pesan penghapusan pekerja anak.
Sebagian besar ortu setuju bahwa anak-anak di bawah usia 15 tahun boleh bekerja selama 4 jam atau lebih setiap harinya, namun penelitian menemukan bahwa bila anak bekerja 4 jam atau lebih akan mengurangi kehadiran anak di sekolah secara signifikan.
Jenis pekerjaan yang tidak boleh dilakukan oleh anak di bawah usia 18 tahun? (menurut ILO)
• Memproduksi dan menjual barang/obat ilegal. • Kerja di tempat hiburan, seperti
panti pijat atau lokalisasi. • Bekerja dengan waktu panjang
tanpa istirahat. • Kerja di malam hari. • Operasi mesin (mis: mesin jahit
atau generator listrik).• Operasi alat berat (mis: traktor).
• Kerja di ketinggian >2 m. • Kerja di kedalaman air. • Kerja angkat berat. • Kerja di lingkungan bising. • Kerja di lepas pantai. • Kerja di tempat yang
mengandung bahan kimia berbahaya.
Tingkat kesadaran ortu dalam partisipasi pendidikan
pekerja anak
• Banyak ortu ingin menyekolahkan anaknya ke sekolah, tapi karena tidak mampu mereka harus menghapus keinginan tersebut. • Ortu yang anaknya mengalami drop out
dari sekolah atau tidak pernah bersekolah cenderung tidak memiliki pandangan positif terhadap pendidikan. • Ortu yang memiliki anak yang
bersekolah formal cenderung bersifat positif terhadap pendidikan. • Biaya rata-rata untuk menyekolahkan
satu anak di SD dan satu anak di SMP untuk satu tahun (termasuk biaya transportasi dan seragam) bisa sama dengan 2 bulan upah minimum provinsi.
• Ortu memiliki pandangan bahwa anak laki-laki maupun perempuan memiliki kecepatan belajar yang sama. Namun, sebagian ortu berpendapat bahwa lebih penting bagi anak laki-laki untuk menyelesaikan sekolah setidaknya sampai setingkat SMP.
Bias gender dalam pendidikan pekerja anak
Terlepas dari cukup tingginya kesadaran ortu, penting untuk meyakinkan ortu bahwa melanjutkan pendidikan dapat membuat anak mereka mempunyai penghasilan dan masa depan yang lebih baik.
Anak yang Ditelantarkan
Penelantaran merupakan
kegagalan penyediaan
kebutuhan dasar anak :
makanan, tempat tinggal,
pengawasan, medis, dan
pendidikan.
Taylor , Smiley dan Richard (2009) :
• Kegagalan ortu yang menyebabkan
kematian, gangguan fisik yang serius,
gangguan emosi, kekerasan seksual dan
eksploitasi
• Kegagalan dalam berperilaku yang
menimbulkan tampilnya risiko
kerusakan serius
Program Pengangan Anak yg Ditelantarkan
Tergantung kebutuhan, namun membutuhkan:
• Bahasa dan kemampuan membaca
• Kemampuan Matematika
• Kemampuan mengontrol sosial dan perilaku
• Keterlibatan Keluarga
Anak Korban Kekerasan
Mengalami penganiayaan fisik dari orang
tua dan orang lain secara terus menerus
atau berkala sehingga anak menjadi tidak
dirawat, terpelihara, dan tidak
dipertanggungjawabkan dengan baik oleh
orang yang seharusnya mengawasinya,
pemilik rumah, anggota keluarga yang
menyebabkan kesehatan dan
kesejahteraan anak menjadi terancam atau
beresiko terancam
DSM-IV, anak yang mengalami/pelaku kekerasan dapat dikategorikan
ke dalam conduct disorder
→ pola perilaku yang berulang dan menetap dimana terjadi kekerasan
pada hak dasar atau norma dan aturan sosial yang sesuai usianya
Anak yang biasa hidup dalam lingkungan yang keras, akan
merespon bentuk kekerasan dari lingkungan dengan kekerasan
pula dan perilaku ini dianggap tidak patologis tetapi sebagai
bentuk adaptasi dengan lingkungan
Bentuk Kekerasan
• Kekerasan fisik Injury fisik akibat
aktivitas fisik yang membuat anak
terluka
• Kekerasan seksual Aktivitas
pengalaman seksual yang tidak
menyenangkan dan berlebihan,
eksploitasi prostitusi dan atau
produksi pornografi
• Kekerasan emosi Perilaku yang
menyebabkan perkembangkan emosi
anak dan penghargaan diri terganggu
Kekerasan yang Dialami Anak
• Anak – Orangtua
• Anak – Teman sebaya
→Anak yang menjadi korban kekerasan dari teman
sebayanya antara lain : gay, LD, mengikuti
program/kurikuler tertentu, pendatang baru,
penampilan fisik yang dinilai aneh, siswa dengan
agama tertentu
Dampak Kekerasan Pada Anak
• Menarik diri dari siswa lain
• Depresi
• Menangis
• Penampilan yang tampak
berantakan
Hal yang Patut Diwaspadai : • Anak tidak memberikan alasan dari luka yang tampak seperti memar, lecet, luka
melepuh,
• Jumlah luka yang cukup banyak
• Luka bekas cakaran atau ikatan yang disebabkan oleh rokok, ikat pinggang
• Penjelasan mengenai luka yang tidak masuk akal
• Datang ke sekolah dengan penampilan yang tidak rapi dan bersih
• Tertidur di kelas
• Menunjukkan perilaku seksual yang tidak sesuai usianya
• Secara langsung/tidak langsung mengutarakan terjadi sesuatu yang tidak
semestinya
Program untuk Anak yang Mengalami Kekerasan
• Pendampingan terhadap korban
• Mengajarkan resolusi konflik
• Senior menjadi mentor bagi junior
Educational Disadvantage
Faktor yang menyebabkan kegagalan akademis
Kondisi awal beresiko (keterlambatan krn fisik dan mental sejak lahir)
Kondisi biologis beresiko (penyakit tertentu)
Kondisi lingkungan beresiko (ada KDRT, kemiskinan, dll)
Terkena Narkoba
Ketidakstabilan keluarga (perceraian, perpisahan)
Kemiskinan
Tidak ada tempat tinggal
Kekerasan di rumah
Kehamilan remaja