lapkas alternatif

31
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kornea merupakan bagian anterior dari mata yang harus dilalui cahaya dalam perjalanan pembentukan bayangan di retina. Oleh karena itu kornea harus tetap jernih dan permukaannya rata agar tidak menghalangi proses pembiasan sinar. Kelainan yang bisa merusak bentuk dan kejernihan kornea dapat menimbulkan gangguan penglihatan yang hebat, terutama bila letaknya di sentral (daerah pupil), bila kelainan ini tidak diobati maka dapat terjadi kebutaan. 1,2 Kelainan kornea yang paling sering ditemukan adalah keratitis. Keratitis merupakan suatu proses peradangan kornea yang dapat bersifat akut maupun kronis yang disebabkan oleh berbagai faktor antara lain bakteri, jamur, virus atau karena alergi. Keratitis dapat dibagi menjadi beberapa golongan berdasarkan kedalaman lesi pada kornea (tempatnya), penyebab dan bentuk klinisnya. 3 Berdasarkan tempatnya keratitis secara garis besar dapat dibagi menjadi keratitis pungtata superfisialis, keratitis marginal dan keratitis

description

keratitis

Transcript of lapkas alternatif

16

BAB IPENDAHULUAN1.1 Latar BelakangKornea merupakan bagian anterior dari mata yang harus dilalui cahaya dalam perjalanan pembentukan bayangan di retina. Oleh karena itu kornea harus tetap jernih dan permukaannya rata agar tidak menghalangi proses pembiasan sinar. Kelainan yang bisa merusak bentuk dan kejernihan kornea dapat menimbulkan gangguan penglihatan yang hebat, terutama bila letaknya di sentral (daerah pupil), bila kelainan ini tidak diobati maka dapat terjadi kebutaan.1,2Kelainan kornea yang paling sering ditemukan adalah keratitis. Keratitis merupakan suatu proses peradangan kornea yang dapat bersifat akut maupun kronis yang disebabkan oleh berbagai faktor antara lain bakteri, jamur, virus atau karena alergi. Keratitis dapat dibagi menjadi beberapa golongan berdasarkan kedalaman lesi pada kornea (tempatnya), penyebab dan bentuk klinisnya.3Berdasarkan tempatnya keratitis secara garis besar dapat dibagi menjadi keratitis pungtata superfisialis, keratitis marginal dan keratitis interstitial. Berdasarkan penyebabnya keratitis digolongkan menjadi keratitis bakterialis, keratitis fungal, keratitis viral, keratitis akibat alergi. Kemudian berdasarkan bentuk klinisnya dapat dibagi menjadi keratitis sika, keratitis flikten, keratitis nurmularis dan keratitis neuroparalitik.3Pada keratitis sering timbul rasa sakit yang berat oleh karena kornea bergesekan dengan palpebra. Lesi pada kornea umumnya akan mengaburkan penglihatan apabila lesi terletak sentral dari kornea. Hal tersebut terjadi karena kornea berfungsi sebagai media untuk refraksi sinar dan merupakan media pembiasan terhadap sinar yang masuk ke mata. Fotofobia terutama disebabkan oleh peradangan pada iris. Keratitis akan memberikan gejala seperti mata merah, rasa silau, dan merasa kelilipan.4

BAB IITINJAUAN PUSTAKA2.1 Anatomi dan Fisiologi Kornea2,3,4Kornea merupakan bagian selaput mata yang tembus cahaya, bersifat transparan, berukuran 11-12 mm horizontal dan 10-11 mm vertikal, tebal 0,6-1 mm. Indeks bias kornea 1,375 dengan kekuatan pembiasan 80%. Sifat kornea yang dapat ditembus cahaya ini disebabkan oleh struktur kornea yang uniform, avaskuler dan diturgesens atau keadaan dehidrasi relatif jaringan kornea yang dipertahankan oleh pompa bikarbonat aktif pada endotel dan oleh fungsi sawar epitel dan endotel. Endotel lebih penting daripada epitel dalam mencegah dehidrasi, dan cedera kimiawi atau fisik pada endotel jauh lebih berat daripada cedera pada epitel. Kerusakan sel-sel endotel jauh menyebabkan sifat transparan hilang dan edema kornea, sedangkan kerusakan epitel hanya menyebabkan edema lokal sesaat karena akan menghilang seiring dengan regenerasi epitel. Batas antara sclera dan kornea disebut limbus kornea. Kornea merupakan lensa cembung dengan kekuatan refraksi sebesar + 43 dioptri. Jika kornea oedem karena suatu sebab, maka kornea juga bertindak sebagai prisma yang dapat menguraikan sinar sehingga penderita akan melihat halo.Kornea bersifat avaskuler, maka sumber-sumber nutrisi kornea berasal dari pembuluh-pembuluh darah limbus, humor aquaeus dan air mata. Kornea superfisial juga mendapatkan oksigen sebagian besar dari atmosfer. Kornea dipersarafi oleh banyak serat saraf sensorik yang didapat dari percabangan pertama (oftalmika) dari nervus kranialis V yang berjalan supra koroid, masuk kedalam stroma kornea, menembus membran bowman dan melepaskan selubung schwannya. Bulbus Krause untuk sensasi dingin ditemukan didaerah limbus. Daya regenerasi saraf sesudah dipotong didaerah limbus terjadi dalam waktu 3 bulan. Kornea merupakan lapis jaringan yang menutup bola mata sebelah depan dan terdiri atas lima lapisan dari anterior ke posterior yaitu: lapisan epitel (yang bersambung dengan lapisan epitel konjungtiva bulbaris), membran bowman, stroma, membran descemet dan lapisan endotel.

Gambar 1. Anatomi Kornea5

1. EpitelLapisan epitel kornea tebalnya 50m berbentuk pipih berlapis tanpa tanduk, ada satu lapis sel basal dan sel polygonal. Sel bersifat fat soluble substance. Pada sel basal sering terlihat mitosis sel dan sel muda ini terdorong kedepan menjadi lapis sel sayap dan semakin maju kedepan menjadi sel pipih, sel basal berikatan erat dengan sel basal disampingnya dan sel polygonal didepannya melalui desmosom dan macula okluden. Ikatan ini menghambat pengaliran air, elektrolit dan glukosa melalui barrier. Sel basal menghasilkan membran basal yang saling melekat erat. Bila terjadi gangguan akan menjadi erosi rekuren. Ujung saraf kornea berakhir di epitel, oleh karena itu kelainan pada epitel akan menyebabkan gangguan sensibilitas korena dan rasa sakit dan mengganjal. Daya regenerasi epitel juga cukup besar. 2. Membran BowmanTerletak di bawah membran basal epitel kornea yang merupakan kolagen yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan stroma. Lapisan ini tidak mempunyai daya regenerasi. Kerusakan pada lapisan ini akan berakhir dengan terbentuknya jaringan parut.3. StromaStroma merupakan lapisan yang paling tebal dari kornea, mencakup sekitar 90% dari ketebalan kornea. Bersifat water soluble substance. Terdiri atas jaringan kolagen yang tersusun atas lamel-lamel, pada permukaannya terlihat anyaman yang teratur sedang dibagian perifer serat kolagen bercabang. Stroma bersifat higroskopis yang menarik air, kadar air diatur oleh fungsi pompa sel endotel dan penguapan oleh sel epitel. Terbentuknya kembali serat kolagen memakan waktu lama yang kadang-kadang sampai 15 bulan. Keratosit merupakan sel stroma kornea yang merupakan fibroblast terletak di antara serat kolagen stroma. Diduga keratosit membentuk bahan dasar dan serat kolagen dalam perkembangan embrio atau sesudah trauma.4. Membran DescemetMerupakan membran aselular yang tipis, kenyal, kuat dan bening, terletak dibawah stroma dan pelindung atau barrier infeksi dan masuknya pembuluh darah. Membran ini sangat elastis dan berkembang terus seumur hidup, mempunyai tebal 40 m.5. EndotelMerupakan lapisan kornea yang penting untuk mempertahankan kejernihan kornea, mengatur cairan didalam stroma kornea dan tidak mempunyai daya regenerasi, sehingga endotel mengkompensasi sel-sel yang mati dengan mengurangi kepadatan seluruh endotel dan memberikan dampak pada regulasi cairan, jika endotel tidak lagi dapat menjaga keseimbangan cairan akibat gangguan sistem pompa endotel, maka stroma akan bengkak karena kelebihan cairan (edema kornea) dan hilangnya transparansi (kekeruhan) akan terjadi. Dapat rusak atau terganggu fungsinya akibat trauma bedah, penyakit intraokuler dan usia lanjut. Lapisan endotel berasal dari mesotalium, terdiri atas satu lapis sel berbentuk heksagonal dengan tebal 20 -40 m yang melekat pada membran descmet melalui hemi desmosom dan zonula okluden. 2.1.Keratitis Numularis/ Dimmer2.1.1Definisi/ BatasanKeratitis adalah bentuk keradangan pada kornea. Keratitis dapat disebabkan oleh bakteri, jamur, atau virus. Keratitis adalah infeksi pada kornea yang biasanya diklasifikasikan menurut lapisan kornea yang terkena, yaitu keratitis superfisialis apabila yang mengenai lapisan epitel atau bowman dan keratitis profunda atau intertisialis (atau disebut juga keratitis parenkimatrosa) yang mengenai lapisan stroma. Keratitis numularis merupakan salah satu jenis keratitis superfisialis nonulseratif. Keratitis numularis biasanya banyak didapatkan pada petani (1; 3). Keratitis numularis disebut juga keratitis sawahica atau keratitis pungtata tropika. Keradangan kornea dengan gambaran infiltrat subepitelial berbentuk bulatan seperti mata uang (coin lesion) (1).

2.1.2PatofisiologiOrganisme penyebabnya diduga virus yang masuk kedalam epitel kornea melalui luka kecil setelah terjadinya trauma ringan pada mata. Replikasi virus pada sel epitel diikuti penyebaran toksin pada stroma kornea menimbulkan kekeruhan / infiltrate yang khas berbentuk bulat seperti mata uang (1).Pada kornea terdapat infiltrat bulat-bulat subepitelial dan di tengahnya lebih jernih, seperti halo. Atau dapat juga memberikan gambaran bercak putih berbentuk bulat pada permukaan kornea dan biasanya multiple. Tes fluoresinnya (-) (1; 3).Kornea berfungsi sebagai membran pelindung dan jendela yang dilaluiberkas cahaya menuju retina. Sifat tembus cahayanya disebabkan strukturnya yang uniform, avaskuler dan deturgenes. Deturgenes, atau keadaan dehidrasi relative jaringan kornea dipertahankan oleh pompa bikarbonat aktif pada endotel dan oleh fungsi sawar epitel dan endotel. Endotel lebih penting daripada epitel dalam mekanisme dehidrasi dan cidera kimiawi atau fisik, pada endotel jauh lebih berat daripada cedera pada epitel. Kerusakan sel-sel endotel menyebabkan edema kornea dan hilangnya sifat transparan. Sebaliknya cedera pada epitel hanya menyebabkan edema lokal sesaat stroma kornea yang akan menghilang bila sel-sel epitel itu telah beregenerasi. Epitel kornea merupakan sawar yang andal bagi mikroorganisme yang akan masuk kornea. Tetapi apabila epitel terkena trauma dan rusak, maka membran Bowman menjadi kultur yang sangat baik untuk bermacam-macam mikroorganisme, terutama Pseudomonas Aeruginosa. Membran Descemet menahan mikroorganisme tetapi tidak terhadap jamur (2).Karena kornea merupakan bangunan yang avaskuler, maka pertahanan pada waktu peradangan tidak bereaksi dengan cepat, seperti jaringan lain yang mengandung banyak vaskularisasi. Sehingga badan kornea, wandering cells dan sel-sel lainnya yang terdapat di dalam stroma kornea akan segera bekerja sebagai makrofag yang kemudian akan disusul dengan terjadinya dilatasi dari pembuluh darah yang terdapat di limbus dan akan tampak sebagai injeksi perikornea. Kemudian akan terjadi infiltrasi dari sel-sel mononuklear, sel plasma dan sel polimorfonuklear yang akan mengakibatkan timbulnya infiltrat yang selanjutnya dapat berkembang dengan terjadinya kerusakan epitel dan timbulah ulkus (tukak) kornea (1; 2; 3).

2.1.3Anamnesis / Gejala KlinisPenderita mengeluh perasaan adanya benda asing dan fotofobia. Kekaburan terjadi apabila infiltrat pada stroma kornea berada pada aksis visual.Apabila penderita melihat sendiri adanya bercak putih pada matanya. Khas pada penderita ini tidak terdapat adanya riwayat konjungtivitis sebelumnya.Kelainan ini dapat mengenai semua umur, seringkali mengenai satu mata, tapi beberapa kasus mengenai kedua mata (1).

2.1.4Diagnosis/ Cara PemeriksaanPada keratitis numularis ditemukannya infiltrat yang bundar berkelompok dan tepinya berbatas tegas sehingga memberikan gambaran halo. Keratitis ini berjalan lambat yang sering terdapat unilateral pada petani sawah (2).

Anamnesis : Keluhan adanya benda asing, fotofobia, kadang-kadang disertai penglihatan kabur. Visus umumnya baik dan apabila infiltrat berada ditengah aksis visual maka pandangan dapat kabur.Pemeriksaan mata luar : Biasanya tidak terdapat hiperemi konjungtiva maupun hyperemia perikornea.Retroiluminasi : Tampak bercak putih bulat di bawah epitel kornea baik di daerah sentral atau perifer. Epitel di atas lesi sering mengalami elevasi dan tampak irregular. Umur bulatan infiltrate tidak selalu sama dan terdapat kecenderungan menjadi satu. Besar infiltrate bervariasi + 0,5 1,5 mm.Tes Fluoresin : Menunjukkan hasil negatif (-).Tes Sensibilitas kornea Baik (tidak menurun) (1).

Untuk melihat adanya defek pada epitel kornea dapat dilakukan uji fluoresin. Caranya, kertas fluoresin dibasahi terlebih dahulu dengan garam fisiologis kemudian diletakkan pada saccus konjungtiva inferior setelah terlebih dahulu penderita diberi anestesi lokal. Penderita diminta menutup matanya selama 20 detik, kemudian kertas diangkat. Defek kornea akan terlihat berwarna hijau dan disebut sebagai uji fluoresin positif.

Gambar 1. Keratitis Numularis

Diagnosis keratitis numularis relatif mudah, tanpa diperlukan pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan penunjang dapat membantu mengkonfirmasi kecurigaan klinis pada kasus dengan temuan yang kurang khas, antara lain dengan pengecatan dengan Giemsa yang menunjukkan sel raksasa multinuklear yang dihasilkan dari peleburan dari sel epitel kornea dan inklusi virus intranuklear (1).

2.1.5Diagnosis Banding1) E.K.C. (Epidemic Kerato Conjungtivitis) Epidemic keratoconjunctivitis merupakan penyakit infeksi mata yang disebabkan oleh adenovirus (serotype 8, 19, dan 37) (1). Didahulu konjungtivitis. Infiltrat lebih tebal dibandingkan infiltrate pada keratitis numularis (4).

2) Keratitis Pungtata Superfisial Nonulseratif Suatu peradangan akut, yang mengenai satu, kadang-kadang dua mata, mulai dengan konjungitivitis kataral, disertai dengan infeksi dari traktus respiratorius bagian atas. Disusul dengan pembentukan infiltrat yang berupa titik-titik pada kedua permukaan membran Bowman. Infiltrat tersebut dapat besar atau kecil dan dapat timbul hingga berratus-ratus. Infiltrat ini di dapatkan di bagian superfisial dari stroma, sedang epitel di atasnya tetap licin sehingga tes fluoresin (-) oleh karena letaknya di subepitelial.

Gambar 2. Keratitis Pungtata Superfisial non ulseratif

3) Keratitis Dendritik/ herpetik Keratitis herpes simpleks merupakan radang kornea yang disebabkan oleh infeksi virus herpes simpleks tipe 1 maupun tipe 2. Kelainan mata akibat infeksi herpes simpleks dapat bersifat primer dan kambuhan. lnfeksi primer ditandai oleh adanya demam, malaise, limfadenopati preaurikuler, konjungtivitis folikutans, bleparitis, dan 2/3 kasus terjadi keratitis epitelial. Kebanyakan kasus bersifat unilateral, walaupun dapat terjadi bilateral khususnya pada pasien-pasien atopi. Gejala spesifik pada keratitis herpes simpleks ringan adalah tidak adanya fotofobia. Infeksi herpes simpleks laten terjadi setelah 2-3 minggu paska infeksi primer dengan mekanisme yang tidak jelas. Virus menjadi inaktif dalam neuron sensorik atau ganglion otonom. Dalam hal ini ganglion servikalis superior, ganglion nervus trigeminus, dan ganglion siliaris berperan sebagai penyimpan virus. Namun akhir-akhir ini dibuktikan bahwa jaringan kornea sendiri berperan sebagai tempat berlindung virus herpes simpleks (1) (4).

Gambar 3. Keratitis dendritik

4) Keratitis Disiformis Disebut juga sebagai keratitis sawah, karena merupakan peradangan kornea yang banyak di negeri persawahan basah. Penyebabnya adalah virus yang berasal dari sayuran dan binatang. Pada anamnesa umumnya ada riwayat trauma dari lumpur sawah. Pada mata tanda radang tidak jelas, mungkin terdapat injeksi silier. Apabila disertai dengan infeksi sekunder, mungkin timbul tanda-tanda konjungtivitis. Pada kornea tampak infiltrat yang bulat-bulat, di tengahnya lebih padat dari pada di tepi dan terletak subepitelial. Tes Fluoresin (-).3 Terletak terutama dibagian tengah kornea.

Gambar 4. Keratitis disiformis

2.1.6PenatalaksanaanKeratitis numularis dapat sembuh sendiri. Lesi pada kornea akan menghilang sampai 6 tahun dan menimbulkan bekas kecil (nebula kornea). Tidak ada pengobatan yang spesifik terhadap penyakit ini. Obat-obatan hanya diberikan untuk mencegah infeksi sekunder. Untuk terapi lokal diberikan salep antibiotika yang dapat dikombinasi dengan kortikosteroid.Kortikosteroid topical (misalnya : dexamethason) diberikan 3-4 kali sehati akan mengurangi keluhan penderita, diberikan sampai 5-7 hari dan pemberian dapat diulang sampai 4-6 minggu untuk mencegah timbulnya keluhan berulang (1; 2).

2.1.7Pencegahan Pencegahan yang dapat dilakukan agar tidak terserang keratitis numularis, terutama ditujukan untuk para petani adalah saat ke sawah sebaiknya menggunakan kacamata pelindung dan topi yang besar untuk melindungi mata secara tidak langsung dari pajanan sinar ultraviolet, benda asing dan bahan iritatif lainnya. Higienitas sanitasi lingkungan yang bersih juga sangat menentukan penyebaran penyakit ini (4).

2.1.8Prognosis Prognosis umumnya Ad bonam karena (self limiting disease), tergantung pada pengobatan yang cepat dan sejauh mana jaringan parut (sikatrik) kornea yang terbentuk. Keratitis ini bila sembuh bisa meninggalkan jaringan parut (sikatrik) yang ringan (4).

2.1.9KomplikasiKomplikasi dari keratitis numularis adalah bisa menyebabkan ulkus kornea jika tidak cepat diobati (4).

BAB IIIPENYAJIAN KASUS

1. Identitas PasienNama: Tn. HJenis Kelamin: Laki-lakiUsia: 55 tahunAlamat: Dusun Pasuk KayuSuku: MelayuPekerjaan: PetaniAgama: IslamTanggal Masuk RS: 3 Maret 2015Anamnesa dan pemeriksaan fisik dilaksanakan tanggal 3 Maret 2015

2. Anamnesis Keluhan UtamaSakit di sekitar mata apabila terkena sinar matahari

Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang dengan keluhan sakit di sekitar mata apabila terkena sinar matahari. Keluhan yang sama juga dirasakan apabila terkena angin. Sebelum keluhan tersebut dirasakan, pasien mengaku awalnya mata kiri terasa gatal dan berwarna merah. Pasien juga mengeluhkan silau dan mata berair apabila berada di tempat yang terang atau disinari dengan cahaya. Keluhan tersebut dirasakan kira-kira sejak 2 bulan yang lalu. Riwayat mual dan muntah disangkal. Mata yang terkena infeksi pada saat dilakukan pemeriksaan yaitu kedua mata.

Riwayat Penyakit DahuluSebelumnya pasien sudah dua kali datang ke poli mata RS Abdul Aziz dengan keluhan yang sama akan tetapi hanya mata kiri yang terinfeksi. Riwayat menderita penyakit mata lainnya disangkal. Riwayat kencing manis, tekanan darah tinggi, dan alergi juga disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga Riwayat anggota keluarga mengalami penyakit yang sama disangkal. Riwayat anggota keluarga menderita tekanan darah tinggi, kencing manis dan alergi disangkal.

3. Pemeriksaan FisikKondisi Umum: BaikKesadaran: Kompos mentisTanda-tanda Vital: a. Tekanan darah: 120/80b. Nadi: 84 x/menitc. Frek. Napas: 18 x/menitd. Suhu: 36,7 C

4. Status Oftalmolgia. Visus:a. OD : 6/20b. OS: 6/20b. Pemeriksaan Luar

Tes lapang pandang (confrontation test) : a. OD: sama dengan pemeriksab. OS: sama dengan pemeriksa

ODOS

OrthoPosisi Bola Mataortho

Pergerakan (+), Ptosis (-), Lagoftalmos (-), Edema (-), hematom (-)PalpebraPergerakan (+), Ptosis (-), Lagoftalmos (-), Edema (-), hematom (-)

injeksi konjungtiva/siliaris (+)Konjungtivainjeksi konjungtiva/siliaris (+)

Infiltrat (+)KorneaInfiltrat (+)

Jernih, kedalaman cukupBilik mata depanJernih, kedalaman cukup

Reguler (normal), bulat, 3mm, Refleks pupil (+)Iris/pupilReguler (normal), bulat, 3mm, Refleks pupil (+)

JernihLensaJernih

Reflek (+)FundusReflek (+)

Tidak dilakukanTonometriTidak dilakukan

Gerak bola mata ke segala arah baikPergerakan bola mataGerak bola mata ke segala arah baik

NormalPalpasi TIONormal

5. ResumeSeorang pasien datang dengan keluhan nyeri pada daerah disekitar mata. Nyeri dirasakan saat terkena cahaya matahari dan angin. Selain itu pasien juga mengeluhkan rasa silau apabila mata terkena cahaya. Mata pasien tampak kemerahan dan berair apabila terkena cahaya.Sebelumnya pasien sudah mendapatkan pengobatan untuk penyakit yang diderita sebanyak dua kali di poli mata RS Abdul Aziz. Saat pemeriksaan dilakukan, kedua mata terinfeksi. Sebelumnya mata yang terinfeksi hanya pada mata kiri.

6. Diagnosis Diagnosis kerja: Keratitis Numularis Oculi Dextra SinistraDiagnosis banding: Konjungtivitis Uveitis Anterior7. Tatalaksana Cendo xytrol 3x1 tetes Na diclofenac 2x1 tablet Ranitidine 2x1 tablet

8. Prognosis Dubia ad bonam

BAB IVPEMBAHASANSeorang pasien datang dengan keluhan nyeri pada daerah disekitar mata. Nyeri dirasakan saat terkena cahaya matahari dan angin. Selain itu pasien juga mengeluhkan rasa silau apabila mata terkena cahaya. Mata pasien tampak kemerahan dan berair apabila terkena cahaya.Sebelumnya pasien sudah mendapatkan pengobatan untuk penyakit yang diderita sebanyak dua kali di poli mata RS Abdul Aziz. Saat pemeriksaan dilakukan, kedua mata terinfeksi. Sebelumnya mata yang terinfeksi hanya pada mata kiri. Riwayat menderita penyakit mata lainnya disangkal. Riwayat tekanan darah tinggi, kencing manis dan alergi disangkal.Dari anamnesis yang telah dilakukan menunjukkan bahwa pasien mengalami suatu infeksi di daerah mata sebelah kiri dan kanan dengan keluhan mata merah, silau (fotofobia), dan berair. Dari gejala yang timbul tersebut menunjukkan diagnosis mengarah ke diagnosis keratitis.Kornea memiliki banyak serabut nyeri, kebanyakan lesi kornea, superfisisalis maupun profunda (benda asing kornea, abrasi kornea, phlyctenule, keratitis interstisisal), menimbulkan rasa sakit dan fotofobia. Rasa sakit ini diperhebat oleh gesekan palpebra (terutama palpebra superior) pada kornea dan menetap sampai sembuh. Kornea berfungsi sebagai jendela bagi mata dan membiaskan cahaya, lesi pada kornea umumnya agak mengaburkan penglihatan, terutama apabila letaknya di pusat. Fotofobia pada penyakit kornea adalah akibat kontraksi iris yang radang. Pada kornea didapatkan adanya infiltrat berwarna putih keruh yang menyebabkan penglihatan pasien menjadi terganggu dan merasa silau.Terapi yang diberikan yaitu cendo xytrol. Obat ini memiliki kandungan dexamethason, neomysin sulfat dan polymiksin B sulfat. Cendo xytrol penggunaannya diindikasikan untuk pengobatan infeksi mata yang meradang seperti konjungtivitis akut atau kronis yang tak bernanah, blefarokonjungtivitis dan keratokonjungtivitis, keratitis superfisial, radang pada kornea bagian dalam, keratitis akne rosase, iridosiklitis, iritis akut yang ringan, blefaritis yang tak bernanah, skleritis, episkleritis, sklerokonjungtivitis, herpes zoster pada mata, pencegahan infeksi setelah operasi mata. Pemberian Na diklofenak ditujukan untuk mengurangi nyeri yang dirasakan pasien. Na diklofenak merupakan golongan obat non-steroid yang bekerja dengan cara menghambat sintesis prostaglandin. Selain berperan sebagai mediator nyeri, prostaglandin juga berperan dalam melindungi mukosa lambung. Oleh karena Na diklofenak dapat mengganggu perlindungan lambung, maka diberikan pula obat yang menjaga lambung seperti ranitidine.

BAB VKESIMPULAN

Keratitis merupakan suatu infeksi pada kornea yang ditandai dengan adanya infiltrat yang disebabkan oleh beberapa faktor. Berdasarkan tempatnya keratitis secara garis besar dapat dibagi menjadi keratitis pungtata superfisialis, keratitis marginal dan keratitis interstitial. Berdasarkan penyebabnya keratitis digolongkan menjadi keratitis bakterialis, keratitis fungal, keratitis viral dan keratitis akibat alergi. Kemudian berdasarkan bentuk klinisnya dapat dibagi menjadi keratitis sika, keratitis flikten, keratitis nurmularis dan keratitis neuroparalitik.Gejala umum keratitis adalah visus turun mendadak, mata merah, rasa silau, dan merasa ada benda asing di matanya. Gejala khususnya tergantung dari jenis-jenis keratitis yang diderita oleh pasien. Gambaran klinik masing-masing keratitis pun berbeda-beda tergantung dari jenis penyebab dan tingkat kedalaman yang terjadi di kornea, jika keratitis tidak ditangani dengan benar maka penyakit ini akan berkembang menjadi suatu ulkus yang dapat merusak kornea secara permanen sehingga akan menyebabkan gangguan penglihatan bahkan dapat sampai menyebabkan kebutaan.

DAFTAR PUSTAKA

1. American Academy of Ophthalmology. External Eye Disease and Cornea. San Fransisco 2008-2009. p. 179-1902. Roderick B. Kornea. In: Vaughan & Asbury. Oftalmologi Umum Edisi 17. Jakarta: EGC. 2009. p. 125-149.3. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata edisi3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2002. p.1471784. Ilyas S. Anatomi dan Fisiologi Mata. Dalam : Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata.Edisi ketiga. Jakarta : Balai Penerbit FKUI ; 2008. h. 1-135. K.Weng Sehu et all. Opthalmologic Pathology. Blackwell Publishing. UK.2005. p.626. Mansjoer, Arif M. 2001. Kapita Selekta edisi-3 jilid-1. Jakarta: Media Aesculapius FKUI. Hal: 567. Thygeson P. "Superficial Punctate Keratitis". Journal of the American Medical Association.1997. 144:1544-1549. Available at : http://webeye. ophth.uiowa.edu/ dept/service/cornea/cornea.htm 8. Reed, KK. 2007. Thygeson's SPK photos. Nova Southeastern University College of Optometry 3200 South University Drive Ft. Lauderdale, Florida. Available at: http://www.fechter.com/Thygesons.htm.9. Skuta GL, Cantor LB, Weiss JS. Structure dan Function of the External Eyedan Cornea. In : Skuta GL, Cantor LB, Weiss JS. Basic and Cliniccal Science Cources: External Disease dan Cornea 2008-2009. Singapore: American Academy of Ophthalmology ; 2007. p.5-1410. Srinivasan M, et al. Distinguishing infectious versus non infectious keratitias. Indian Journal of Ophtalmology. 2006. 56:3; 50-6