PENDIDIKAN AKAL DALAM...

79
PENDIDIKAN AKAL DALAM AL-QUR’AN SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Tugas dan Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Ilmu Pendidikan Agama Islam Oleh: AGUS SETYABUDI NIM: 053111310 FAKULTAS TARBIYAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG 2012

Transcript of PENDIDIKAN AKAL DALAM...

Page 1: PENDIDIKAN AKAL DALAM AL-QUR’ANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/139/jtptiain--agussety... · BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AKAL DAN PENDIDIKAN AKAL ... tidak jarang menggugat

PENDIDIKAN AKAL DALAM AL-QUR’AN

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Tugas dan Syarat

guna Memperoleh Gelar Sarjana

dalam Ilmu Pendidikan Agama Islam

Oleh:

AGUS SETYABUDI

NIM: 053111310

FAKULTAS TARBIYAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO

SEMARANG

2012

Page 2: PENDIDIKAN AKAL DALAM AL-QUR’ANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/139/jtptiain--agussety... · BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AKAL DAN PENDIDIKAN AKAL ... tidak jarang menggugat

ii

PERNYATAAN KEASLIAN

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Agus Setyabudi

NIM : 053111310

Jurusan / Program Studi : Pendidikan Agama Islam

menyatakan bahwa skripsi ini secara keseluruhan adalah hasil penelitian / karya saya

sendiri, kecuali bagian tertentu yang dirujuk sumbernya.

Semarang, 14 Februari 2012

Saya yang menyatakan,

Agus Setyabudi

NIM. 053111310

Page 3: PENDIDIKAN AKAL DALAM AL-QUR’ANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/139/jtptiain--agussety... · BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AKAL DAN PENDIDIKAN AKAL ... tidak jarang menggugat

iii

NOTA PEMBIMBING Semarang, 14 Februari 2012

Kepada

Yth. Dekan Fakultas Tarbiyah

IAIN Walisongo

di Semarang

Assalamu’alaikum wr. wb

Dengan ini diberitahukan bahwa saya telah melakukan bimbingan, arahan dan

koreksi naskah skripsi dengan:

Judul : PENDIDIKAN AKAL DALAM AL-QUR‟AN

Nama : Agus Setyabudi

NIM : 053111310

Jurusan : Pendidikan Agama Islam

Saya memandang bahwa naskah skripsi tersebut sudah dapat diajukan kepada

Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo untuk diujikan dalam sidang munaqasah.

Wassalamu’alaikum wr.wb.

Pembimbing I

Dr. H. Ruswan, M.A.

NIP. 19680424 199303 1004

Page 4: PENDIDIKAN AKAL DALAM AL-QUR’ANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/139/jtptiain--agussety... · BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AKAL DAN PENDIDIKAN AKAL ... tidak jarang menggugat

iv

NOTA PEMBIMBING Semarang, 14 Februari 2012

Kepada

Yth. Dekan Fakultas Tarbiyah

IAIN Walisongo

di Semarang

Assalamu’alaikum wr. wb

Dengan ini diberitahukan bahwa saya telah melakukan bimbingan, arahan dan

koreksi naskah skripsi dengan:

Judul : PENDIDIKAN AKAL DALAM AL-QUR‟AN

Nama : Agus Setyabudi

NIM : 053111310

Jurusan : Pendidikan Agama Islam

Saya memandang bahwa naskah skripsi tersebut sudah dapat diajukan kepada

Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo untuk diujikan dalam sidang munaqasah.

Wassalamu’alaikum wr.wb.

Pembimbing II

Drs. Mahfud Junaedi, M.Ag.

NIP. 19690320 199803 1004

Page 5: PENDIDIKAN AKAL DALAM AL-QUR’ANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/139/jtptiain--agussety... · BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AKAL DAN PENDIDIKAN AKAL ... tidak jarang menggugat

v

KEMENTERIAN AGAMA R.I.

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO

FAKULTAS TARBIYAH

Jl. Prof. Dr. Hamka (Kampus II) Ngaliyan Semarang

Telp. 024-7601295 Fax 7615387

PENGESAHAN

Naskah skripsi dengan:

Judul : PENDIDIKAN AKAL DALAM AL-QUR’AN

Nama : Agus Setyabudi

NIM : 053111310

Jurusan : Pendidikan Agama Islam

Program Studi : Pendidikan Agama Islam

telah diujikan dalam sidang munaqasah dan dinyatakan LULUS oleh Dewan Penguji

Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang dan dapat diterima sebagai salah satu

syarat memperoleh gelar sarjana dalam Ilmu Pendidikan Islam.

Semarang, 7 Juni 2012

DEWAN PENGUJI

Ketua,

H. Amin Farih, M.Ag.

NIP: 19710614 200003 1002

Sekretaris,

Hj. Nur Asiyah, S.Ag., M.S.I.

NIP: 19710926 199803 2002

Penguji I,

Dr. H. Raharjo, M.Ed.St.

NIP: 19651123 199103 1003

Penguji II,

Nadhifah, S.Th.I., M.S.I.

NIP: 19750827 200312 2003

Pembimbing I,

Dr. H. Ruswan, M.A. NIP. 19680424 199303 1004

Pembimbing II,

Drs. Mahfud Junaedi, M.Ag.

NIP. 19690320 199803 1004

Page 6: PENDIDIKAN AKAL DALAM AL-QUR’ANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/139/jtptiain--agussety... · BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AKAL DAN PENDIDIKAN AKAL ... tidak jarang menggugat

vi

ABSTRAK

Judul : PENDIDIKAN AKAL DALAM AL-QUR’AN

Penulis : Agus Setyabudi

NIM : 053111310

Skripsi ini membahas tentang pendidikan akal dalam Al-Qur‟an. Kajiannya

dilatarbelakangi oleh adanya fenomena-fenomena mutakhir, yang seiring semakin

canggihnya sains dan teknologi, menggiring paradigma manusia kepada

kecenderungannya untuk menomor-duakan “Yang Transendental.” Studi ini

dimaksudkan untuk menjawab: (1) Bagaimana hakikat akal dalam Al-Qur‟an? (2)

Bagaimana konsep pendidikan akal yang ada dalam Al-Qur‟an?

Kedua permasalahan tersebut dibahas dengan menggunakan metode riset

kepustakaan (library research) dengan mengumpulkan data melalui sumber primer

dan sekunder, kemudian dianalisis menggunakan metode maudlu’i sebelum

dilanjutkan dengan content analysis.

Kajian ini menunjukkan bahwa hakikat akal dalam Al-Qur‟an adalah sebuah

potensi untuk berpikir yang dapat mengikat atau menghalangi seseorang terjerumus

dalam dosa atau pelanggaran dan kesalahan. Oleh karena itu, pendidikan akal dalam

Al-Qur‟an dirumuskan sebagai suatu usaha atau upaya untuk mengembangkan dan

membina potensi akal dalam berolah pikir agar mencapai kehidupan yang baik dan

benar di dunia dan akhirat berdasarkan prinsip keesaan Allah SWT, baik uluhiyah

maupun rububiyah. Langkah-langkahnya yaitu mengosongkan akal dari berbagai

“kebenaran-kebenaran”, membuka dan membangkitkan semua potensi indera,

bersikap kritis, tidak memaksakan potensi akal diluar kemampuannya serta

melakukan tindakan koherensi dan korespondensi.

Hasil kajian ini diharapkan dapat menjadi bahan informasi dan konfirmasi

bagi para mahasiswa, para tenaga pengajar dan peneliti, serta semua pihak yang

berkepentingan terhadap kajian ini, baik dari khalayak umum, maupun lingkungan

Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang sendiri.

Page 7: PENDIDIKAN AKAL DALAM AL-QUR’ANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/139/jtptiain--agussety... · BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AKAL DAN PENDIDIKAN AKAL ... tidak jarang menggugat

vii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT atas kasih sayang-Nya yang

senantiasa melimpah. Shalawat salam semoga selalu tercurah kepada Nabi

Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabat.

Skripsi dengan judul “Pendidikan Akal dalam Al-Qur‟an” ini disusun bukan

hanya sekedar untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam memperoleh gelar

Sarjana Pendidikan Agama Islam (S.Pd.I.) pada Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo

Semarang. Bagi penulis, skripsi ini juga merupakan hasil awal pencarian penulis

terhadap satu dari sekian banyak misteri dunia dan manusia. Meski demikian, tiada

kata puas setelah penulis menyelesaikan skripsi ini. Sebab, di sana-sini terasa masih

ada yang kurang, mengingat masih terlalu banyak yang belum diketahui oleh penulis.

Dalam proses itu, tentu saja penulis banyak sekali merepotkan banyak pihak,

baik dari sisi materi maupun rohani. Oleh karena itu, wajib rasanya penulis

menghaturkan rasa terima kasih sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Dr. H. Ruswan, M.A. selaku Pembimbing I dan Bapak Drs. Mahfud

Junaedi, M.Ag. selaku Pembimbing II, yang senantiasa menyediakan waktu

pentingnya untuk mengarahkan penulis selama penyusunan skripsi ini sampai

usai.

2. Para bapak serta ibu dosen beserta segenap staf serta karyawan di IAIN

Walisongo Semarang, khususnya di lingkungan Fakultas Tarbiyah, yang telah

turut memperluas wacana penulis dan memudahkan penulis dalam

menyelesaikan skripsi ini.

3. Ayahanda tercinta M. Muthalib (Alm) dan Ibunda tercinta Sri Mulyati, yang

dengan kesungguhan dan keikhlasan hati telah memberikan segala yang

dipunya. Dan yang paling penting, setiap hembusan nafasnya, penulis yakini,

penuh do‟a agar anak-anaknya, termasuk penulis, dapat mengemban sebagai

khalifah-Nya.

4. Saudara-saudara penulis tercinta: Saiful Anwar beserta istrinya Khoirul

Ummah, Nur Alfiyah beserta suaminya Ikhsan, Himmatul „Aliyah, M.

Misbahul Munir, M. Farih, yang berkat kesabaran dan ketabahannya akhirnya

Page 8: PENDIDIKAN AKAL DALAM AL-QUR’ANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/139/jtptiain--agussety... · BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AKAL DAN PENDIDIKAN AKAL ... tidak jarang menggugat

viii

penulis mampu menyuguhkan sedikit tawa. Dan tak lupa keluarga besar

Simbah Kasnawi dan Kasiyan, yang selama ini telah banyak memberikan

dukungan dalam beragam bentuk dan rupa.

5. Sahabat-sahabat seperjuangan di Padepokan Damai: Hasan Joko Purnomo

sekeluarga, Mbak Tini sekeluarga, Yulianto sekeluarga, Arif Fatihul Khoir

beserta Ida-nya, Harbrian Agustiyono, Agus Hakim, Yopi Hartanto, Slamet

Nugroho yang telah menunjukkan citarasa dunia.

6. Sahabat-sahabat di lintas jalan: M. Abdul Chakim, Edi Eko Riyanto, Andhika

Agustiyono, Asbach Pratama, Firma Arizona, Suminto, Ichsan Fuadi, Ajid

Farkhani, Asnal Matholib sekeluarga, Agung Banyubening beserta 20B-nya,

yang tanpa lelah melahirkan inspirasi.

7. Prof. Abu Su‟ud, Bapak Suprayitno, Bapak Franciscus Sriyoto, Atho‟ Silmi

beserta keluarga besar KH. Abdullah Dzikron, Firmansyah, Ahmad Rifa‟i, M.

Sholihin, Ajib Taufan, M. Sibaril Majdi, Rusdiyanto dan M. Aqil, yang telah

berhasil menggairahkan penulis untuk terus mencari makna.

8. Teman-teman angkatan 2005, khususnya PAI C, M. Syakur, Taufiq Akbar,

Dwi M. Husein, Farid Ma‟ruf, Tajus Syarofi, Ipung, Sriyanto, Eddy Sa‟dan,

Sutarjo, Khomsatul Fawaid, Fauzan beserta Rajawali-nya, dan semuanya saja

yang tak pernah berhenti memacu penulis untuk segera menyusul mereka

dalam berbakti pada negeri.

9. Terkhusus, untuk seseorang yang hingga kini belum mampu penulis pahami

walau tidak jarang ia datang dengan sejuta ilham.

Hanya kata matur suwun yang mampu penulis berikan. Semoga Allah SWT

membalas kebaikan-kebaikan mereka. Akhirnya, penulis mohon adanya evaluasi

terhadap skripsi ini atas banyaknya kekurangannya di sana-sini. Semoga ada manfaat

pada skripsi yang sederhana ini. Amin.

Semarang, 14 Februari 2012

Penulis,

Agus Setyabudi

NIM. 053111310

Page 9: PENDIDIKAN AKAL DALAM AL-QUR’ANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/139/jtptiain--agussety... · BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AKAL DAN PENDIDIKAN AKAL ... tidak jarang menggugat

ix

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .................................................................................. i

PERNYATAAN KEASLIAN .................................................................... ii

NOTA PEMBIMBING .............................................................................. iii

PENGESAHAN ......................................................................................... v

ABSTRAK ................................................................................................. vi

KATA PENGANTAR ............................................................................... vii

DAFTAR ISI .............................................................................................. ix

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ......................................................... 1

B. Rumusan Masalah .................................................................. 7

C. Tujuan Penelitian ................................................................... 7

D. Manfaat Penelitian ................................................................. 7

E. Kajian Pustaka ........................................................................ 7

F. Penegasan Istilah .................................................................... 9

G. Metode Penelitian ................................................................... 10

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AKAL DAN PENDIDIKAN AKAL

A. Akal ........................................................................................ 13

1. Pengertian Akal ................................................................ 13

2. Diskursus Tentang Akal ................................................... 15

3. Peran Akal dalam Kehidupan ........................................... 18

4. Keterbatasan Akal ............................................................ 23

B. Pendidikan Akal

1. Pengertian Pendidikan Akal ............................................. 25

2. Unsur-unsur Dasar Pendidikan Akal ................................ 27

a. Tujuan Pendidikan Akal ............................................ 27

b. Materi Pendidikan Akal ............................................ 29

c. Metode Pendidikan Akal ........................................... 29

Page 10: PENDIDIKAN AKAL DALAM AL-QUR’ANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/139/jtptiain--agussety... · BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AKAL DAN PENDIDIKAN AKAL ... tidak jarang menggugat

x

BAB III HAKIKAT AKAL DALAM AL-QUR’AN

A. Istilah „Aql dalam Al-Qur‟an ................................................. 32

B. Objek Akal dalam Al-Qur‟an ................................................. 35

C. Orang Berakal dalam Al-Qur‟an ............................................ 46

D. Hakikat Akal dalam Al-Qur‟an .............................................. 53

BAB IV ANALISIS PENDIDIKAN AKAL DALAM AL-QUR’AN

A. Pengertian Pendidikan Akal dalam Al-Qur‟an ...................... 55

B. Tujuan Pendidikan Akal dalam Al-Qur‟an ............................ 56

C. Materi Pendidikan Akal dalam Al-Qur‟an .............................. 58

D. Metode Pendidikan Akal dalam Al-Qur‟an ............................ 58

BAB V KESIMPULAN

A. Kesimpulan ............................................................................. 62

B. Saran-Saran ............................................................................ 62

C. Penutup .................................................................................... 63

DAFTAR PUSTAKA

RIWAYAT HIDUP

Page 11: PENDIDIKAN AKAL DALAM AL-QUR’ANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/139/jtptiain--agussety... · BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AKAL DAN PENDIDIKAN AKAL ... tidak jarang menggugat

BAB I

PENDIDIKAN AKAL DALAM AL-QUR’AN

A. Latar Belakang

Pada zaman dahulu, ketika manusia masih hidup pada taraf primitif, wilayah

mitos dan super-natural lebih menguasai dan dominan daripada wilayah rasio (akal).

Pengetahuan dan kepercayaan seperti seseorang tidak mempan ditembak atau

ditusuk, munculnya lintang kemukus sebagai tanda akan datangnya bencana, kaisar

Jepang adalah keturunan dewa Matahari, adanya “penunggu” pada sebuah pohon,

dan lain sebagainya, pada waktu itu masih dapat ditemukan dalam masyarakat luas.

Namun, seiring perkembangan taraf pemikiran, kebudayaan dan peradaban manusia,

ranah akal semakin menjadi lebih dominan. Sebagai gantinya, manusia

mengandalkan akalnya untuk menjelaskan segala fenomena-fenomena tersebut.1

Peran akal bagi kebudayaan dan peradaban manusia memang sangat besar.

Keberadaan ilmu pengetahuan yang menjadi salah satu bagian dari hasilnya

menunjukkan adanya indikasi tersebut. Pasalnya, dengan menggunakan potensi

akalnya untuk berpikir, awalnya manusia melahirkan disiplin ilmu pengetahuan yang

dinamakan filsafat. Oleh karena itu, sering dikatakan bahwa filsafat merupakan ibu

dari segala ilmu. Namun, karena semakin kompleksnya persoalan-persoalan hidup

yang berbentuk dan bersifat praktis, konkret dan pragmatis, maka secara kuantitatif

berbagai jenis ilmu pengetahuan khusus lahir dengan objek studi yang berbeda-

beda.2

Ilmu pengetahuan atau sains yang merupakan produk akal tidak hanya

menjadikan apa yang dinamakan takhayul atau mitos sering terabaikan, tetapi ia juga

tidak jarang menggugat agama (wahyu). Hal ini karena, teori sains gaya Barat, yang

berlaku saat ini, tidak dapat merumuskan visinya mengenai kebenaran dan realitas

1 Fenomena-fenomena ini sering disebut dengan mitos yaitu penjelasan atas fakta yang tidak

ada kebenarannya, hanya diduga atau dipercaya begitu saja. Ada juga yang disebut legenda yaitu

cerita rakyat yang berdasarkan mitos. Lihat. Amin Suyitno, dkk., “Ilmu Alamiah Dasar (IAD)”,

(Handout), (Semarang: 2002), hlm. 3.

2 Suparlan Suhartono, Filsafat Ilmu Pengetahuan; Persoalan Eksistensi dan Hakikat Ilmu

Pengetahuan, (Yogyakarta: Ar-Ruzz, 2005), hlm. 21.

Page 12: PENDIDIKAN AKAL DALAM AL-QUR’ANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/139/jtptiain--agussety... · BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AKAL DAN PENDIDIKAN AKAL ... tidak jarang menggugat

1

berdasarkan pengetahuan yang diwahyukan, tetapi mengandalkan pemikiran yang

lahir dari tradisi-tradisi rasional dan sekular Yunani dan Romawi, serta dari

spekulasi-spekulasi metafisis para pemikir yang menganut paham evolusi kehidupan

dan penjelasan psikoanalitik tentang kodrat manusia.3 Akibat dari pemikiran teori

sains yang seperti ini, pada taraf yang lebih ekstrem, sebagaimana yang dikatakan

Lenin: “Sebagai konsekuensi ilmiah, agama harus ditumpas dengan kekerasan.”4

Dari kebingungan intelektual inilah kemudian Friederich Nietzsche (1844-1900)

lewat aksi “orang gilanya” dengan lantang memproklamirkan bahwa Tuhan telah

mati.

Keberanian Nietzsche ini keluar akibat kegelisahan mendalamnya yang tengah

menyaksikan Dunia Barat mengalami krisis begitu akut bagi kehidupan manusia,

yaitu suatu keterasingan hidup (alienasi).5 Manusia secara tidak langsung dipaksa

untuk mengikuti utopia kemajuan-kemajuan yang hanya didasarkan pada akal yang

terungkap dalam ilmu pengetahuan, teknologi dan ambisinya untuk mengeksploitasi

dan menguasai alam yang seringkali mengabaikan nilai-nilai spiritual (agama).6

Fenomena yang terjadi pada masa Nietzsche ini, tampaknya berlanjut sampai

saat ini. Kemajuan sains yang semakin pesat secara otomatis membawa serta

teknologi pada perkembangan yang sangat menakjubkan dunia. Dengan teknologi,

segala kebutuhan manusia menjadi mudah terpenuhi. Terlebih pada masa sekarang

ini hampir dapat dikatakan bahwa tidak ada manusia yang dapat terlepas dari peran

teknologi dalam usaha pemenuhan kebutuhannya, baik yang primer, sekunder

maupun tersier. Apa yang dahulu mungkin hanya ada dalam angan-angan dan impian

manusia, saat ini teknologi dapat mengantarnya kepada kenyataan.

3 C. A. Qadir, Filsafat dan Ilmu Pengetahuan dalam Islam, (Jakarta: Yayasan Obor

Indonesia, t.t.), hlm. 3.

4 Amin Suyitno, dkk., “Ilmu Alamiah Dasar (IAD)”, hlm. 7.

5 Alienasi berasal dari kata bahasa Latin yang berarti pemisahan dalam arti yang sangat

mendalam. Seorang yang mengalami alienasi, menurut arti kata asli, adalah orang yang terpisah dari

akalnya sendiri, orang yang telah kehilangan akalnya, ataupun orang yang tidak waras (madman).

Menurut Karl Marx kata ini untuk memberi nama kepada semacam perpecahan internal manusiawi.

Lihat Konrad Kebung, Esai Tentang Manusia: Rasionalisasi dan Penemuan Ide-ide, (Jakarta: Prestasi

Pustaka, 2008), hlm. 137-138.

6 Konrad Kebung, Esai Tentang Manusia: Rasionalisasi dan Penemuan Ide-ide, hlm. 30.

Page 13: PENDIDIKAN AKAL DALAM AL-QUR’ANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/139/jtptiain--agussety... · BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AKAL DAN PENDIDIKAN AKAL ... tidak jarang menggugat

2

Realitas inilah yang kemudian menyebabkan sebagian manusia beranggapan

bahwa sains dan teknologi-lah yang dapat membantu dan menyelesaikan semua

problematika kehidupan, bahkan yang dapat merealisasikan impian-impian manusia.

Akibatnya, ranah super-natural dan agama menjadi ter-marginal-kan. Hanya pada

saat-saat tertentu sajalah, dimana sains dan teknologi sudah tidak dapat menjalankan

fungsinya sebagaimana mestinya, kemudian manusia merapat kepada yang super-

natural dan agama. Pemikiran dan keadaan seperti ini, menurut Sayyed Hossein

Nasr, terutama dialami oleh sebagian umat manusia yang tengah atau telah mengikuti

proses modernisasi.7

Dalam pandangan Islam, potensi akal sangat diperhatikan. Hal ini dapat kita

lihat pada kitab suci Al-Qur‟an yang sering menyebutkan term al-„aql dan

derivasinya. Menurut Muhammad Abduh sebagaimana yang dikutip oleh A. Sadali,

bahwasanya anugerah yang diberikan Allah SWT kepada manusia meliputi: hidayah

insting, hidayah indera-indera dan perasaan, hidayah akal, hidayah agama, hidayah

taufiq atau inayah.8

Anugerah yang pertama (insting) dan kedua (indera dan perasaan) disamping

dimiliki oleh manusia juga dimiliki oleh hewan atau binatang. Sedangkan hidayah

akal, agama dan taufiq, diantara makhluk-makhluk Allah SWT di dunia ini, hanya

manusia-lah yang dikaruniai. Oleh karena itu, dalam ilmu mantiq (logika) ditemukan

rumusan tentang manusia dari hewan, yaitu al-insanu hayawanun-nathiq, manusia

adalah hewan yang nathiq, yang mengeluarkan pendapat dan berkata-kata dengan

mempergunakan pikirannya.9 Tegasnya, manusia adalah hewan yang berpikir.

Dengan berpikir, berarti akal manusia eksis secara fungsional. Maka relevan jika

7 Kecenderungan ini mengakibatkan pengaruh yang buruk terhadap: pertama, pemikiran itu

sendiri, yang menjadi tidak berjiwa dan kotor sehingga lahirlah sekularisasi pemikiran. Kedua, bahasa.

Bahasa yang awalnya merupakan simbolik, sugestif dan provokatif menjadi prosaik dan matematis,

akibatnya bahasa kehilangan kekuatannya untuk mengangkat pikiran manusia mengatasi yang duniawi

dan memberikan kilasan-kilasan tentang yang transendental. Ketiga, moral. Moral menjadi tidak

permanen dan abadi dalam nilai-nilai. Sehingga manusia menciptakan nilai-nilai yang relatif dengan

mengindahkan wawasan tentang Yang Ilahi. Lihat. C. A. Qadir, Filsafat dan Ilmu Pengetahuan dalam

Islam, hlm. 4.

8 A. Sadali, dkk., Islam untuk Disiplin Ilmu Filsafat, (Jakarta: Bulan Bintang, 1988), hlm. 20.

9 Endang Saifuddin Anshari, Wawasan Islam; Pokok-Pokok Pikiran Tentang Paradigma dan

Sistem Islam, (Jakarta: Gema Insani Press, 2004), hlm. 8.

Page 14: PENDIDIKAN AKAL DALAM AL-QUR’ANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/139/jtptiain--agussety... · BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AKAL DAN PENDIDIKAN AKAL ... tidak jarang menggugat

3

seorang Rene Descartes (1596-1650) berkata cogito ergo sum (saya berpikir maka

saya ada).

Akal diberikan Allah SWT kepada manusia tidak lain sebagai kunci untuk

memperoleh petunjuk terhadap segala hal.10

Dengan potensi akal, Allah SWT

memerintahkan manusia untuk berpikir dan mengelola alam semesta serta

memanfaatkan sebesar-besarnya bagi kemaslahatan dan kesejahteraan hidupnya.11

Oleh karena itu, di bumi ini manusia mengemban tugas sebagai khalifah-Nya.

Dalam misinya ini, manusia tidak hanya dibekali dengan akal saja, tetapi juga

diberi tuntunan, bimbingan dan petunjuk berupa Al-Qur‟an. Oleh karena itu, Al-

Qur‟an dan akal, tidak mungkin bertentangan satu sama lain. Akal mempunyai

ranahnya sendiri, begitu pula wahyu (Al-Qur‟an). Keduanya seharusnya koheren dan

saling melengkapi. Dalam hal ini tepat sekali seperti yang dikatakan Albert Einstein

bahwa “Science without religion is blind, religion without science is limp”,12

yang

artinya sains tanpa agama adalah buta, agama tanpa sains adalah lumpuh.

Kata-kata Albert Einstein di atas mengandung makna bahwa agama (wahyu)

tanpa ditunjang oleh akal dapat mengakibatkan kehidupan ini menjadi tidak dinamis

dan stagnan (jalan ditempat). Sedangkan kedahsyatan akal tanpa bimbingan agama

(wahyu) bisa menyesatkan manusia dan membinasakan nilai-nilai, norma-norma

serta hukum-hukum universal. Hal ini menunjukkan bahwasanya sains yang

notabene produk akal bersifat tidak bebas nilai dan mempunyai tanggung jawab

moral kepada Tuhan, kemanusiaan dan kealaman.

Senada dengan itu, Usman Abu Bakar dan Surohim menyatakan bahwasanya

secara fungsional keberadaan manusia memiliki tiga dimensi, yaitu:13

1. Ketuhanan. Dimensi ini akan menumbuhkan sikap ideologi, idealisme, cita-cita

dan perjuangan.

10

Wahbah Al-Zuhaili, Al-Qur’an dan Paradigma Peradaban, (Yogyakarta: Dinamika,

1996), hlm. 115.

11 Slamet Wiyono, Manajemen Potensi Diri, (Jakarta: Grasindo, 2004), hlm. 40.

12 Amin Suyitno, dkk., “Ilmu Alamiah Dasar (IAD)”, hlm. 6.

13 Usman Abu Bakar dan Surohim, Fungsi Ganda Lembaga Pendidikan Islam, (Respon

Kreatif Terhadap Undang-undang Sisdiknas), (Yogyakarta: Safira Insani Press, 2005), hlm. 122.

Page 15: PENDIDIKAN AKAL DALAM AL-QUR’ANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/139/jtptiain--agussety... · BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AKAL DAN PENDIDIKAN AKAL ... tidak jarang menggugat

4

2. Kemanusiaan. Dimensi ini akan menumbuhkan kearifan, kebijaksanaan,

kebersamaan, demokratis, egalitarian dan menjunjung tinggi HAM.

3. Kealaman. Sedangkan dimensi ketiga ini akan melahirkan semangat dan sikap

ilmiah, sehingga melahirkan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kesadaran yang

mendalam untuk melestarikannya.

Ketiga dimensi ini jika dapat terintegrasi dengan baik dan harmoni dalam diri

seseorang, maka tidak mungkin manusia akan mengalami kebingungan dan

kejanggalan secara intelektual.

Di dalam Al-Qur‟an terdapat ayat-ayat dalam berbagai bentuk yang bervariasi

terkait petunjuk penggunaan akal yang baik dan tepat. Diantara ayat-ayat tersebut

adalah QS. Ali Imran: 7.

Dia-lah yang menurunkan Al-Kitab (Al-Qur'an) kepada kamu. Diantara (isi)

nya ada ayat-ayat yang muhkamat, itulah pokok-pokok isi Al-Qur'an dan yang

lain (ayat-ayat) mutasyabihat. Adapun orang-orang yang dalam hatinya

condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti ayat-ayat yang

mutasyabihat daripadanya untuk menimbulkan fitnah dan untuk mencari-cari

ta‟wilnya, padahal tidak ada yang mengetahui ta‟wilnya melainkan Allah

SWT. Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: "Kami beriman

kepada ayat-ayat yang mutasyabihat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami." Dan

tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang

berakal. (QS. Ali Imran/3: 7).14

Selain terdapat dalam Al-Qur‟an, tuntunan penggunaan akal juga telah

diisyaratkan oleh Rasulullah SAW dalam hadits beliau yang artinya: “Berpikirlah

kamu tentang ciptaan-ciptaan Allah SWT dan jangan pikirkan tentang Zat Allah.”15

14

Departemen Agama RI., Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Semarang: CV. Toha Putra, 1971),

hlm. 76.

15 Yusuf Qardhawi, Al-Qur’an Berbicara tentang Akal dan Ilmu Pengetahuan, terj. Abdul

Hayyie Al-Kattani, dkk., (Jakarta: Gema Insani Press, 1996), hlm. 42.

Page 16: PENDIDIKAN AKAL DALAM AL-QUR’ANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/139/jtptiain--agussety... · BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AKAL DAN PENDIDIKAN AKAL ... tidak jarang menggugat

5

Al-Qur‟an dan Hadits di atas mengingatkan kepada manusia bahwa meskipun

potensi akal jika digunakan secara maksimal sangat mengagumkan, namun tidaklah

semua yang ada dapat dicernanya. Akal mempunyai keterbatasan-keterbatasan.

Masih ada beberapa hal yang hanya dapat didekati dan dijangkau melalui wahyu.

Oleh karena itu, sumber intelektualitas manusia, yakni akal, mesti harus diperhatikan

dalam berolah pikir serta diarahkan dan dididik agar dapat berjalan dan bekerja

secara tepat serta sesuai dengan ranah dan porsinya.

Hal tersebut bukanlah non sense mengingat apabila dilihat dari segi

kemampuan dasar paedagogis, manusia dipandang sebagai homo edukandum, yaitu

makhluk yang harus dididik.16

Oleh karena itu, agar tidak terjadi kesalahan dalam

mengarahkannya menjadi khalifah-Nya dan supaya dapat mengantarkan manusia

mencapai kehidupan yang baik dan benar di dunia dan akhirat, tentu Islam

mempunyai konsep tentang pendidikan akal.

Orang yang berakal, dalam pandangan Al-Qur‟an, sebagaimana yang

disebutkan dalam surat Ali Imran ayat 190-191, yaitu:

Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam

dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-

orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan

berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya

berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia,

Maha Suci Engkau, Maka peliharalah kami dari siksa neraka. (QS. Ali Imran/3:

190-191).17

Berpijak dari rumusan konsep di atas, maka penulis sangat tertarik untuk

mencoba memberikan sedikit deskripsi tentang hakikat akal yang ada dalam Al-

Qur‟an. Dari kerangka berpikir tersebut, penulis kemudian ingin menganalisis

16

Zuhairini, dkk., Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), hlm. 97.

17 Departemen Agama RI., Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm. 109-110.

Page 17: PENDIDIKAN AKAL DALAM AL-QUR’ANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/139/jtptiain--agussety... · BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AKAL DAN PENDIDIKAN AKAL ... tidak jarang menggugat

6

pendidikan akal yang ada didalamnya. Oleh karena itu, penulis mengangkat karya

tulis ini dengan judul “PENDIDIKAN AKAL DALAM AL-QUR’AN”.

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang di atas, ada beberapa permasalahan cukup menarik yang

akan dibahas dalam karya ini, yaitu:

1. Bagaimanakah hakikat akal dalam Al-Qur‟an?

2. Bagaimanakah konsep pendidikan akal yang ada dalam Al-Qur‟an?

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan latar belakang dan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini

bertujuan:

1. Mengetahui hakikat akal dalam Al-Qur‟an.

2. Mengetahui konsep pendidikan akal yang ada dalam Al-Qur‟an.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan mampu untuk:

1. Menambah dan meningkatkan wawasan yang lebih komprehensif dan holistik

mengenai hakikat akal dalam Al-Qur‟an.

2. Dimanfaatkan sebagai acuan dalam mendidik akal manusia.

3. Dapat diaplikasikan secara praktis dalam paradigma berpikir, sehingga sikap dan

tindakan keseharian sesuai dengan tuntunan Al-Qur‟an.

4. Menambah wacana dan khazanah keilmuan Islam tentang nilai-nilai yang

dikandung Al-Qur‟an.

E. Kajian Pustaka

Usaha untuk memahami dan menafsirkan Al-Qur‟an pada saat ini telah banyak

dilakukan dari berbagai perspektif, pendekatan dan tinjauan. Buku-buku sekarang ini

juga marak yang mengkaji tentang kandungan Al-Qur‟an dari berbagai sudut

pandang ilmu pengetahuan. Hal ini tentu sangat positif, karena dapat memperkaya

Page 18: PENDIDIKAN AKAL DALAM AL-QUR’ANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/139/jtptiain--agussety... · BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AKAL DAN PENDIDIKAN AKAL ... tidak jarang menggugat

7

khazanah keintelektualan dalam dunia Islam. Realitas ini dapat dilihat dengan

semakin banyaknya karya-karya tafsir, baik yang klasik maupun kontemporer.

Mengenai pembahasan tentang akal sendiri, penulis sudah sering sekali

menemukannya. Hal ini tentu saja sangat membantu penulis dalam menyelesaikan

karya tulis ini.

Diantara karya-karya yang relevan dengan kajian penulis di sini antara lain

yaitu: Pertama, buku Yusuf Qardhawi yang berjudul “Al-Qur’an Berbicara tentang

Akal dan Ilmu Pengetahuan.” Dalam buku ini disebutkan bahwa Al-Qur‟an memberi

petunjuk berkenaan dengan visi pemikiran dan ilmu pengetahuan, serta pembentukan

“akal ilmiah” yang bebas dan objektif.

Kedua, skripsi Muhammad Mahfudz, mahasiswa Fakultas Tarbiyah dengan

judul “Peran Akal dalam Surat Ali Imran Ayat 190-191 dan Implikasinya Terhadap

Pendidikan Islam.” Dalam karya ini disebutkan bahwa pendidikan yang baik adalah

pendidikan yang harus membina, mengarahkan dan mengembangkan potensi akal

pikirannya sehingga ia terampil dalam memecahkan berbagai masalah. Karena akal

mempunyai fungsi untuk tadzakkur dan tafakkur, maka pendidikan yang

mempertimbangkan akal akan membawa manusia ke arah peradaban yang lebih maju

dan intelektualitas yang selalu mengedepankan moral dan nilai-nilai untuk menuju ke

arah insan kamil.

Ketiga, buku karya M. Quraish Shihab dengan judul “Logika Agama;

Kedudukan Wahyu dan Batas-Batas Akal dalam Islam.” Di sini dipaparkan bahwa

ajaran Islam selalu sesuai dengan akal menyangkut hal-hal yang berada dalam

wilayah akal, karena Allah SWT memberi manusia potensi untuk mengetahuinya.

Ajaran Islam tidak bertentangan dengan akal menyangkut hal-hal yang tidak

terungkap secara jelas, karena hal tersebut tidak ranah akal. Kita bisa memperoleh

informasi tentang yang tidak diungkap dengan jalur pencerahan batin.

Yang membedakan ketiga karya di atas dengan skripsi ini yaitu skripsi ini lebih

menitikberatkan pada pendidikan akal yang terdapat dalam Al-Qur‟an yang mana

tidak didapatkan pada karya di atas secara eksplisit.

Page 19: PENDIDIKAN AKAL DALAM AL-QUR’ANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/139/jtptiain--agussety... · BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AKAL DAN PENDIDIKAN AKAL ... tidak jarang menggugat

8

F. Penegasan Istilah

Dalam rangka memberikan penjelasan dan penegasan istilah yang terdapat

dalam judul di atas, maka di sini disertakan definisi peristilahan yang dimaksud

untuk menghindari kesalahpahaman terhadapnya. Istilah-istilah tersebut yaitu:

1. Pendidikan

Pendidikan berasal dari kata dasar didik, yang berarti memelihara dan

memberi latihan (ajaran, pimpinan) mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran dan

perbuatan.18

Pendidikan adalah usaha atau upaya mengembangkan kemampuan atau

potensi individu sehingga bisa hidup secara optimal, baik sebagai pribadi maupun

sebagai anggota masyarakat, serta memiliki nilai-nilai moral sosial sebagai pedoman

hidup.19

2. Akal

Dalam Ensiklopedi Islam Indonesia, kata akal berasal dari bahasa Arab al-

„aql yang berarti mengikat, menahan, memahami dan bijaksana. Akal diartikan juga

sebagai daya berpikir yang ada dalam diri manusia dan merupakan salah satu daya

dari jiwa serta mengandung arti berpikir, memahami dan mengerti.20

3. Pendidikan Akal

Jadi, pendidikan akal adalah usaha atau upaya mengembangkan daya

berpikir, memahami dan mengerti sehingga bisa hidup optimal, baik sebagai pribadi

maupun sebagai anggota masyarakat, serta memiliki nilai-nilai moral sosial sebagai

pedoman hidup.

Berdasarkan pengertian istilah-istilah yang telah dijabarkan di atas, secara garis

besar dapat dipahami bahwa yang dimaksudkan penulis dengan judul “Pendidikan

Akal dalam Al-Qur‟an” adalah sebuah usaha untuk mengembangkan potensi akal

manusia sesuai dengan tuntunan Al-Qur‟an. Yaitu dengan mencari terlebih dahulu

hakikat akal dalam Al-Qur‟an dari interpretasi para mufassir secara seksama, yang

18

W. J. S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1991),

hlm. 40.

19 Nana Sudjana, Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum di Sekolah, (Bandung: Sinar

Baru, 1996, Cet. 3), hlm. 2.

20 Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve,

1993), hlm. 98.

Page 20: PENDIDIKAN AKAL DALAM AL-QUR’ANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/139/jtptiain--agussety... · BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AKAL DAN PENDIDIKAN AKAL ... tidak jarang menggugat

9

kemudian mengkajinya untuk memahami dan mengerti kandungannya tentang akal

dan menganalisisnya sehingga dapat menemukan pendidikan akal yang terdapat

didalamnya.

G. Metode Penelitian

Merujuk pada kajian di atas, penulis menggunakan metode yang relevan untuk

mendukung dalam pengumpulan dan penganalisisan data yang dibutuhkan dalam

penelitian ini. Metode-metode tersebut yaitu:

1. Metode Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data-data yang dibutuhkan, penulis menggunakan studi

pustaka (library research),21

yaitu dengan cara mengadakan studi secara teliti

literatur-literatur yang berkaitan dengan pokok permasalahan yang dibahas. Adapun

data tersebut digali dari dua sumber, yaitu:

a. Sumber Primer

Sumber primer adalah sumber-sumber yang memberikan data secara

langsung dari tangan pertama atau merupakan sumber asli.22

Dalam penelitian ini,

sumber data primernya yaitu Al-Qur‟an dan terjemahnya serta kitab-kitab tafsir

Al-Qur‟an, antara lain yaitu: tafsir Al-Azhar karya Hamka, tafsir Al-Misbah karya

M. Quraish Shihab dan tafsir Al-Qur’anul Majid An-Nur karya M. Hasbi Ash-

Shidieqy.

b. Sumber Sekunder

Sumber sekunder adalah sumber-sumber yang diambil dari sumber yang

lain yang tidak diperoleh dari sumber primer.23

Adapun sumber data sekunder

dalam penelitian ini yaitu buku-buku yang berkaitan dan relevan dengan

permasalahan dalam skripsi ini.

Selanjutnya, melalui metode studi pustaka (library research), maka langkah

yang ditempuh adalah dengan cara membaca, memahami serta menelaah buku-

21

Sutrisno Hadi, Metodologi Research, (Yogyakarta: Andi Offset, 1999), Jil. 1, hlm. 9.

22 Nasution, Metode Reseach Penelitian Ilmiah, (Jakarta: Bumi Aksara, 2001), hlm. 150.

23 Saifuddin Anwar, Metodologi Penelitian, (Yogyakarta: Pelajar Offset, 1998), hlm. 91.

Page 21: PENDIDIKAN AKAL DALAM AL-QUR’ANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/139/jtptiain--agussety... · BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AKAL DAN PENDIDIKAN AKAL ... tidak jarang menggugat

10

buku, baik berupa kitab-kitab tafsir maupun sumber-sumber lain yang berkenaan

dengan permasalahan yang ada, kemudian dianalisa.

2. Metode Analisis Data

Setelah pengumpulan data telah dilakukan dan data sudah terkumpul, maka

langkah selanjutnya adalah menganalisa data dengan menggunakan metode

maudlu’i, yaitu sebuah metode yang bertujuan untuk memperoleh petunjuk yang

utuh mengenai kandungan makna Al-Qur‟an, dengan menghimpun ayat-ayat Al-

Qur‟an dari berbagai surat yang memiliki topik atau tema yang sama atau saling

berkaitan dan sedapat mungkin diurutkan sesuai dengan urutan turunnya.24

Adapun langkah-langkah dalam metode tafsir Maudlu’i adalah sebagai

berikut:25

a. Menetapkan atau memilih masalah Al-Qur‟an yang akan dikaji.

b. Menelusuri dan menghimpun ayat-ayat yang berkaitan dengan masalah yang telah

ditetapkan.

c. Menyusun runtutan ayat sesuai dengan masa turunnya, disertai pula asbabun

nuzul-nya.

d. Memahami korelasi (munasabah) ayat-ayat tersebut di dalam surahnya masing-

masing.

e. Menyusun topik (tema bahasan) dalam kerangka yang sesuai, sistematis,

sempurna dan utuh.

f. Melengkapi atau didukung dengan hadits bila dipandang perlu untuk lebih

kesempurnaan pembahasannya.

g. Mempelajari ayat-ayat tersebut secara keseluruhan dengan jalan menghimpun

ayat-ayat yang mempunyai pengertian sama.

Dengan kerangka kerja metode di atas, maka dalam hal ini penulis

mengumpulkan seluruh ayat-ayat yang berhubungan dengan akal sebagai data

deskriptif, untuk selanjutnya melakukan analisis sesuai dengan isinya, atau sering

24

M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an; Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan

Masyarakat, (Bandung: Mizan, 1994), hlm. 74.

25 Muhammad Nur Ichwan, Memasuki Dunia Al-Qur’an, (Semarang: Lubuk Raya, 2001),

hlm. 267-268.

Page 22: PENDIDIKAN AKAL DALAM AL-QUR’ANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/139/jtptiain--agussety... · BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AKAL DAN PENDIDIKAN AKAL ... tidak jarang menggugat

11

disebut content analysis, yang merupakan analisis ilmiah terhadap data deskriptif

mengenai penafsiran akal dari para mufassir. Sebagaimana diungkapkan oleh Noeng

Muhajir, yang mengutip dari Albert Wijaya tentang content analysis, dengan

beberapa syaratnya, yaitu objektivitas, pendekatan sistematis, dan generalisasi.26

26

Noeng Muhadjir, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Yogyakarta: Rake Sarasin, 1996), hlm.

66.

Page 23: PENDIDIKAN AKAL DALAM AL-QUR’ANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/139/jtptiain--agussety... · BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AKAL DAN PENDIDIKAN AKAL ... tidak jarang menggugat

12

BAB II

TINJUAN UMUM TERHADAP AKAL

DAN PENDIDIKAN AKAL

A. Akal

1. Pengertian Akal

Dalam struktur manusia, terdapat satu potensi yang dinyatakan dengan

beberapa kata, yaitu ratio (Latin), reason (Inggris dan Perancis), nous (Yunani),

verstand (Belanda), vernunft (Jerman), al-‘aql (Arab), buddhi (Sansekerta), dan akal

budi (satu perkataan yang tersusun dari bahasa Arab dan bahasa Sansekerta).1

Mengenai istilah “akal”, tidak jelas sejak kapan menjadi kosa kata dalam

bahasa Indonesia. Yang pasti, ia diambil dari bahasa Arab, yaitu aqala-ya’qilu-

‘aqlan dan sudah digunakan oleh orang Arab sebelum datangnya agama Islam, yang

berarti kecerdasan praktis (practical intelligence) yang ditunjukkan seseorang dalam

situasi yang berubah-ubah. 2

Akal menurut pengertian pra-Islam ini berhubungan dengan pemecahan

masalah. Sedangkan orang berakal menurut pendapat ini adalah orang yang memiliki

kecerdasan untuk menyelesaikan masalah setiap kali ia dihadapkan pada problem

dan selanjutnya dapat melepaskan diri dari bahaya yang ia hadapi. Hal ini bisa

dipahami dari kebiasaan orang Arab zaman jahiliyah, yang menyebut ‘aqil sebagai

orang yang dapat menahan amarahnya, dan oleh karena itu dapat mengambil sikap

dan tindakan yang berisi kebijaksanaan dalam mengatasi masalah yang dihadapinya.3

Secara etimologis, “akal” yang berasal dari bahasa Arab al-‘aql berarti rabth

(ikatan, tambatan), „uqul (akal pikiran), fahm (paham, mengerti), qalb (hati), al-hijr

(menahan), an-nahy (melarang), dan al-man’u (mencegah). Akal juga bisa berarti

1 Endang Saifuddin Anshari, Wawasan Islam; Pokok-Pokok Pikiran tentang Paradigma dan

Sistem Islam, (Jakarta: Gema Insani Press, 2004), Cet. 1, hlm. 15.

2 Taufiq Pasiak, Revolusi IQ/EQ/SQ Antara Neuro Sains dan Al-Qur’an, (Bandung: Mizan,

2002, hlm. 197.

3 Harun Nasution, Akal dan Wahyu dalam Islam, (Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia,

1986) hlm. 6-7.

Page 24: PENDIDIKAN AKAL DALAM AL-QUR’ANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/139/jtptiain--agussety... · BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AKAL DAN PENDIDIKAN AKAL ... tidak jarang menggugat

13

cahaya Robbani, yang dengannya jiwa dapat mengetahui sesuatu yang tidak dapat

diketahui oleh indera.4

Menurut Harun Nasution, kata ‘aqala mengandung arti mengerti, memahami

dan berpikir. Dengan pengaruh masuknya filsafat Yunani ke dalam filsafat Islam,

menurut Toshihiko Izutzu, kata al-‘aql mengandung arti yang sama dengan nous,

yaitu daya berpikir yang terdapat dalam jiwa manusia.5

Namun, istilah akal seringkali dikacaukan dengan term “otak”. Meskipun

keduanya merujuk adanya kesamaan, tetapi juga mengandung perbedaan yang

mendasar. Pengertian otak misalnya, adalah merujuk kepada materi (jaringan syaraf

yang sangat lembut) yang terdapat dalam tempurung kepala. Disamping dimiliki oleh

manusia, otak juga dimiliki oleh binatang. 6

Oleh karena itu, dapat saja seseorang

berotak tetapi tidak berakal, misalnya orang gila.

Sedangkan dalam Kamus Ilmu Al-Qur‟an disebutkan bahwa kata ‘aql searti

dengan akal, wisdom atau reason, yang mempunyai tugas berpikir atau memikirkan

atau menghayati dan melihat atau memperhatikan alam semesta.7 Kebanyakan ahli

tafsir mengartikan akal tidak hanya dengan arti pikiran semata, tetapi juga perasaan.8

Akal, menurut Endang Saifuddin Anshari, merupakan satu potensi dalam

ruhani manusia yang memiliki kesanggupan untuk mengerti sedikit secara teoritis

realitas kosmis yang mengelilinginya dan yang secara praktis dapat mengubah dan

mempengaruhinya.9 Sedangkan Musa Asy‟ari mengartikan akal sebagai daya ruhani

untuk memahami kebenaran yang bersifat mutlak dan kebenaran yang relatif.10

Hampir senada dengan yang lain, Imam Bawani menyimpulkan bahwa akal

4 Louis Ma‟luf, Al-Munjidu fil-Lugati wal-A’lam, (Beirut: Dar Al-Masyriq, 1986), hlm. 520.

5 Toshihiko Izutzu, Relasi Tuhan dan Manusia; Pendekatan Semantik Terhadap Al-Qur’an,

terj. Agus Fahri Husein, Supriyanto Abdullah dan Amiruddin, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1997),

hlm. 65.

6 Imam Syafi‟ie, Konsep Ilmu Pengetahuan dalam Al-Qur’an; Telaah dan Pendekatan

Filsafat Ilmu, (Yogyakarta: UII Press, 2000), hlm. 74.

7 Ahsin W. Al-Hafidz, Kamus Ilmu Al-Qur’an, (Jakarta: Amzah, 2006), Cet. 2, hlm. 27.

8 Kaelany HD, Islam dan Aspek-aspek Kemasyarakatan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2005), Cet.

2, hlm. 223.

9 Endang Saifuddin Anshari, Wawasan Islam, hlm. 16.

10 Musa Asy‟ari, Manusia Pembentuk Kebudayaan dalam Al-Qur’an, (Yogyakarta: Lembaga

Studi Filsafat Islam, 1992), hlm. 122.

Page 25: PENDIDIKAN AKAL DALAM AL-QUR’ANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/139/jtptiain--agussety... · BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AKAL DAN PENDIDIKAN AKAL ... tidak jarang menggugat

14

merupakan substansi ruhaniyah yang dengannya manusia dapat memahami dan

membedakan kebenaran dan kepalsuan.11

Dari beberapa pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa yang

dimaksud dengan akal adalah suatu potensi atau daya yang terdapat dalam jiwa

manusia sebagai alat untuk mengerti dan memahami segala sesuatu, baik yang

bersifat teologis, kosmologis maupun etis, serta yang secara praktis dapat merubah

dan mempengaruhinya.

2. Diskursus Tentang Akal

Dalam ajaran Islam, akal mempunyai kedudukan tinggi dan banyak dipakai

bukan hanya dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan kebudayaan semata, tetapi

juga dalam perkembangan ajaran-ajaran keagamaan Islam sendiri. Dalam Al-Qur‟an

banyak kita jumpai ayat-ayat yang memerintahkan kita untuk berpikir dan

menggunakan akal. Oleh karena itu, bukan tanpa alasan jika dikatakan Islam sebagai

agama rasional.12

Akan tetapi, menurut Harun Nasution, pemakaian kata rasional terhadap Islam

perlu ditegaskan ulang. Kerasionalan Islam bukannya kemudian percaya kepada

rasio semata-semata dan meninggalkan wahyu atau membuat akal lebih tinggi dari

wahyu. Karena dalam pemikiran Islam, baik dalam bidang filsafat ataupun ilmu

kalam, akal tetap tunduk pada wahyu, dan dipakai hanya untuk memahami teks-teks

suci tersebut.13

Banyak yang mengklaim bahwasanya kalangan filosof Islam dan kaum

Mu‟tazilah cenderung mengedepankan akal dari pada wahyu. Bagi Harun Nasution,

pendapat tersebut tidak beralasan. Yang dipertentangkan dalam sejarah pemikiran

Islam sebenarnya bukanlah akal dengan wahyu, melainkan penafsiran terhadap teks

wahyu. Sehingga bila kelihatan penafsiran yang jauh dari arti tekstual wahyu, dengan

penekanan pada arti metaforis, maka dianggap telah menolak wahyu.14

Meskipun

demikian ada beberapa orang dalam zaman Islam klasik yang dinilai terlalu

11

Imam Bawani, Segi-Segi Pendidikan Islam, (Surabaya: Al-Ikhlas, 1987), hlm. 203.

12 Harun Nasution, Akal dan Wahyu dalam Islam, hlm. 101.

13 Harun Nasution, Akal dan Wahyu dalam Islam, hlm. 101-102.

14 Harun Nasution, Akal dan Wahyu dalam Islam, hlm. 103.

Page 26: PENDIDIKAN AKAL DALAM AL-QUR’ANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/139/jtptiain--agussety... · BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AKAL DAN PENDIDIKAN AKAL ... tidak jarang menggugat

15

mendewa-dewakan akal dan mengacuhkan wahyu. Mereka kemudian tidak dianggap

sebagai muslim atau orang beragama lagi.

Salah seorang tokoh yang terkenal diantaranya adalah Abul Hasan Ahmad Ibnu

Yahya Ibnu Ishaq Al-Rawandiy (lahir 825 M). Ibn Al-Rawandiy berpendapat bahwa

akal-lah satu-satunya jalan untuk memperoleh pengetahuan, yang menentukan baik

dan buruk serta yang menjadi kriteria segala-galanya. Akal pulalah yang menguji

keperluan datangnya rasul. Ajaran-ajaran yang dibawa rasul tak boleh tidak harus

sesuai dengan akal. Akan tetapi, kalau sesuai dengan akal maka datangnya rasul tak

ada gunanya. Dan kalau tidak sesuai, maka kerasulan yang membawa ajaran itu tidak

benar.15

Tokoh lainnya adalah Muhammad Ibnu Zakariyya Al-Razi (865-925 M). Al-

Razi berpendapat bahwa akal dapat mengetahui dan bisa menentukan segalanya,

sehingga wahyu tidak diperlukan lagi. Al-Razi juga menolak kenabian dengan tiga

alasan, yaitu:16

a. Akal telah memadai untuk membedakan baik dan buruk, berguna dan tidak

berguna. Dengan akal, manusia telah mampu mengenal Tuhan dan mengatur

kehidupannya sendiri dengan baik, sehingga tidak ada gunanya seorang nabi.

b. Tidak ada pembenaran untuk pengistimewaan beberapa orang untuk membimbing

yang lain. Sebab, semua orang lahir dengan tingkat kecerdasan yang sama, hanya

pengembangan dan pendidikan yang membedakan mereka.

c. Ajaran para nabi ternyata berbeda. Jika benar bahwa mereka berbicara atas nama

Tuhan yang sama, mestinya tidak ada perbedaan. Tidaklah masuk akal rasul-rasul

itu dikirim Tuhan, karena mereka membawa kekacauan di dunia dan rasa benci

serta permusuhan di kalangan bangsa-bangsa.17

Kekuatan akal untuk mengetahui, menurut Muhammad „Abduh, pada setiap

orang mempunyai kekuatan yang berbeda-beda. Perbedaan ini dibagi menjadi dua,

yaitu akal khawwash dan akal „awwam. Akal khawwash adalah akal yang dapat

mencapai pengetahuan tentang Tuhan, sedangkan akal ‘awwam adalah akal yang

15

http://forum.swaramuslim.net/more.php?id=43638_0_15_0_M.

16 http://forum.swaramuslim.net/more.php?id=43638_0_15_0_M.

17 Harun Nasution, Akal dan Wahyu dalam Islam, hlm. 103-104.

Page 27: PENDIDIKAN AKAL DALAM AL-QUR’ANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/139/jtptiain--agussety... · BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AKAL DAN PENDIDIKAN AKAL ... tidak jarang menggugat

16

tidak bisa mencapai seperti apa yang dicapai oleh akal khawwash. Dengan adanya

dua macam akal ini, maka fungsi wahyu, jika diterima oleh akal ‘awwam, memiliki

fungsi informasi, sedangkan yang diterima oleh akal khawwash berfungsi sebagai

konfirmasi. Maksudnya adalah kalau akal khawwash melakukan penyelidikan

tentang hal-hal yang ingin diketahui, maka wahyu berfungsi sebagai alat untuk

membenarkan penyelidikan. Berbeda dengan akal ‘awwam ketika melihat wahyu,

maka wahyu itu merupakan informasi pertama kali yang ia ketahui.18

Menurut Ibnu Rusyd, akal dibagi menjadi tiga: Pertama akal demonstratif

(burhaniy) yang memiliki kemampuan untuk memahami dalil-dalil yang meyakinkan

dan tepat, menghasilkan hal-hal yang jelas dan penting serta melahirkan filsafat.

Kedua adalah akal logik (manthiqiy) yang sekedar mampu memahami fakta-fakta

argumentatif. Ketiga adalah akal retorik (khithabiy) yang mampu menangkap hal-hal

yang bersifat nasehat dan retorik, karena tidak dipersiapkan untuk memahami aturan

berpikir sistematis.19

Sedangkan menurut Al-Kindi, akal sebagai daya berpikir manusia dibagi

menjadi dua, yaitu akal praktis dan akal teoritis.20

Akal praktis adalah akal yang

menerima arti-arti yang berasal dari materi. Sedangkan akal teoritis adalah akal yang

menangkap arti-arti murni, yaitu arti-arti yang tidak pernah ada dalam materi, seperti

Tuhan, roh dan malaikat. Akal praktis memusatkan diri pada alam materi, sedangkan

akal teoritis sebaliknya bersifat metafisis, mencurahkan perhatian pada alam

immaterial.21

Hampir senada dengan pendapat di atas, Ruhullah Syams membedakan akal

sebagai berikut, yaitu:22

18

Yudian Wahyudi Asmin, Aliran dan Teori Filsafat Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995),

hlm. 119-122.

19 Poerwantana, Seluk Beluk Filsafat Islam, (Bandung: PT Rosdakarya, 1994), hlm. 207-210.

20 Pembagian akal menjadi akal teoritis dan akal praktis tidak hanya disepakati oleh para

filosof muslim saja. Para filosof yang mendengungkan idealisme Jerman juga mengakui pembagian

ini. Hal ini ditunjukkan mereka dalam masalah kebenaran universal dan individu, dan sanggahan

mereka terhadap para filosof empirisme Inggris. Lihat. Herbert Mercuse, Rasio dan Revolusi;

Menyuguhkan Kembali Doktrin Hegel untuk Umum, Terj. Imam Baehaqie, (Yogyakarta: Pustaka

Pelajar, 2004), Cet. 1, hlm. 15.

21 Sirajuddin Zar, Filsafat Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004), hlm 58-63.

22 http://www.al-shia.org/html/id/service/maqalat/001/01.html

Page 28: PENDIDIKAN AKAL DALAM AL-QUR’ANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/139/jtptiain--agussety... · BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AKAL DAN PENDIDIKAN AKAL ... tidak jarang menggugat

17

a. Akal insting, yaitu akal manusia pada awal penciptaannya, yakni akal yang masih

bersifat potensial dalam berpikir dan berargumen.

b. Akal teoritis, yaitu akal yang memiliki kemampuan untuk mengetahui sesuatu

yang ada dan tiada (bersifat ontologis).

c. Akal praktis, yaitu kemampuan jiwa manusia dalam bertindak, beramal dan

beretika sesuai dengan ilmu dan pengetahuan teoritis yang telah diperolehnya.

3. Peran Akal dalam Kehidupan

Menurut Muhammad Fuad Abd Al-Baqi, sebagaimana dinukil oleh Imam

Syafi‟ie, dalam kenyataannya, akal bukanlah wujud yang berdiri sendiri, melainkan

inheren dalam jati diri manusia. Oleh karena itu, akal merupakan pra-syarat adanya

manusia yang hakiki. Artinya, manusia belum dipandang sebagai layaknya manusia

apabila belum sempurna akalnya.23

Sebab, akal merupakan kemampuan khas

manusiawi yang secara potensial dapat didayagunakan untuk mendeskripsikan dan

memikirkan fenomena-fenomena serta melakukan penalaran yang akhirnya

mengantarkan manusia untuk mengambil keputusan dan melakukan suatu tindakan.

Tegasnya, manusia belum dianggap sebagai manusia jika belum menggunakan

potensi akalnya secara fungsional atau untuk berpikir.

Potensi akal yang digunakan untuk berpikir mempunyai fungsi-fungsi strategis

yang terletak dalam bidang-bidang:24

a. Pengumpulan ilmu pengetahuan (collecting the knowledge).

b. Memecahkan persoalan-persoalan yang kita hadapi (problem solving).

c. Mencari jalan-jalan yang lebih efisien untuk memenuhi maksud-maksud kita

(looking for the way).

Meskipun buah pikiran manusia tampak beragam, namun pada hakikatnya

upaya mereka dalam memperoleh pengetahuan didasarkan pada tiga masalah pokok,

yakni: apakah yang akan kita ketahui (ontologis)? bagaimanakah cara kita

23

Imam Syafi‟ie, Konsep Ilmu Pengetahuan dalam Al-Qur’an, hlm. 75.

24 Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: Al-Ma‟arif, 1980),

hlm. 110.

Page 29: PENDIDIKAN AKAL DALAM AL-QUR’ANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/139/jtptiain--agussety... · BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AKAL DAN PENDIDIKAN AKAL ... tidak jarang menggugat

18

memperolehnya (epistemologis)? dan apakah nilai pengetahuan tersebut bagi kita

(aksiologis)?25

Pertanyaan itu kelihatannya sederhana, namun mencakup permasalahan yang

sangat asasi. Berbagai pemikiran besar dalam sejarah peradaban manusia sebenarnya

merupakan serangkaian jawaban yang diberikan atas ketiga pertanyaan tadi. Adanya

perbedaan-perbedaan diantara mereka tidak lebih karena tidak adanya kesamaan

dalam penggunaan cara mereka dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut.

Dalam khasanah intelektual Barat, dikenal ada dua cara untuk memperoleh

pengetahuan:26

a. Rasionalisme yaitu pengetahuan hanya diperoleh dari rasio atau kesadaran kita.

Aliran ini dipelopori oleh Rene Descartes (1596-1650). Ia memulainya dengan

sebuah kesangsian atas segala sesuatu. Baginya, menyangsikan adalah berpikir

dan eksistensi dicapai dengan berpikir. Oleh karena itu, kemudian ia mengatakan

je pense donc je suis atau cogito ergo sum.27

Kesangsiannya ini sangat radikal,

tetapi hanya sebuah metode untuk menemukan dasar yang kokoh dari kebenaran.

b. Empirisme dipelopori oleh John Locke (1632-1704). Menurutnya, pada mulanya

rasio manusia itu bagaikan tabula rasa. Adapun seluruh isinya yang membentuk

ide-ide itu berasal dari pengalaman inderawi. Oleh karena itu, baginya sumber

pengetahuan adalah pengalaman.28

Perkembangan kegiatan akal (berpikir) manusia bila ditarik pada perjalanan

sejarahnya, setidak-tidaknya ada empat fase:29

a. Kosmosentris, yaitu alam semesta sebagai obyeknya, sebagaimana yang terjadi

pada zaman kuno.

25

Jujun S. Sumantri, Ilmu Dalam Perspektif, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1992), hlm.

2.

26 Suparlan Suhartono, Filsafat Ilmu Pengetahuan; Persoalan Eksistensi dan Hakikat Ilmu

Pengetahuan, (Jogjakarta: Ar-Ruzz, 2005), hlm. 109. Di samping rasio dan pengalaman inderawi,

para filsuf muslim juga mengakui intuisi.

27 F. Budi Hardiman, Filsafat Modern; Dari Machiavelli Sampai Nietzsche, (Jakarta: PT.

Gramedia Pustaka Utama, 2004), hlm. 38-39.

28 Suparlan Suhartono, Filsafat Ilmu Pengetahuan, hlm. 110.

29 Suyoto (Ed.), Postmodernisme dan Masa Depan Peradaban, (Yogyakarta: Aditya Media,

1994), hlm. 77.

Page 30: PENDIDIKAN AKAL DALAM AL-QUR’ANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/139/jtptiain--agussety... · BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AKAL DAN PENDIDIKAN AKAL ... tidak jarang menggugat

19

b. Teosentris, yaitu obyek pembicaraannya adalah Tuhan, sebagaimana terjadi

pada Abad Pertengahan.

c. Antroposentris, dominasi wacananya adalah seputar manusia, seperti halnya

pada zaman modern.

d. Logosentris, pusat pembicaraannya adalah bahasa dan terjadi pada abad

keduapuluh.

Dengan aktifitasnya berpikir, akal tidak hanya memberikan kemungkinan-

kemungkinan kepada manusia untuk memahami hal-hal yang dapat dihitung,

ditimbang, diukur dan yang dapat diselidiki sebagai obyek yang tampak,

sebagaimana paham positivisme logis. Lebih dari itu, dengan menggunakan akalnya

untuk berpikir, manusia menjadi sanggup untuk menjelajahi dunia ruhaniyahnya atau

agama.30

Dalam setiap agama, baik Yahudi, Kristen, Hindu, Buddha, Islam atau agama

apapun juga, harus berurusan dengan persoalan-persoalan yang mempunyai arti

paling hakiki bagi kehidupan manusia. Diantaranya yaitu masalah asal-usul alam

semesta, kodrat jiwa manusia dan tujuan akhirnya, lingkup dan batas-batas

kebebasan kehendak, kehidupan di akhirat, pahala serta siksaan. Selain agama,

permasalahan-permasalahan di atas juga merupakan kajian akal atau filsafat yang

dianggap sebagai masalah-masalah yang kekal dan tidak terpecahkan karena sifatnya

yang gaib.31

Diskusi mengenai akal dengan wahyu, science dengan agama, atau filsafat

dengan teologi sudah dimulai sejak abad Pertengahan dalam pelbagai ungkapan serta

cara hingga saat ini. Diskusi ini tidak hanya menyangkut pertanyaan apakah Tuhan

ada atau tidak sebagai obyek iman, atau apakah Tuhan dapat dimengerti atau tidak,

melainkan juga melingkupi segala sesuatu tentang manusia dan dunia dalam

hubungannya dengan Yang Ilahi.32

30

Endang Saifuddin Anshari, Wawasan Islam, hlm. 16.

31 C. A. Qadir, Filsafat dan Ilmu Pengetahuan dalam Islam, (Jakarta: Yayasan Obor

Indonesia, t.t.), hlm. 82.

32 Konrad Kebung, Esai Tentang Manusia; Rasionalisasi dan Penemuan Ide-Ide, (Jakarta:

Prestasi Pustaka, 2008), Cet. 1, hlm. 32.

Page 31: PENDIDIKAN AKAL DALAM AL-QUR’ANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/139/jtptiain--agussety... · BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AKAL DAN PENDIDIKAN AKAL ... tidak jarang menggugat

20

Diskusi ini terus terjadi tidak lain karena akal dan agama merupakan dua

anugerah yang hanya diberikan Tuhan kepada manusia yang kedua-duanya adalah

sarana dan sumber pencarian kebenaran yang paling hakiki bagi manusia. Oleh

karena itu, manusia sering disebut sebagai makhluk pencari kebenaran.

Akal dan agama, dalam setiap fase zaman tercatat mengindikasikan adanya

upaya untuk saling mendominasi satu sama lainnya. Di Barat, pada Abad

Pertengahan, agama sangat kokoh dengan otoritasnya (Gereja). Segala pemikiran

yang bertentangan dengan Gereja dibumihanguskan.33

Baru ketika masa renaisans

tiba kemudian akal mendapat tenaga untuk memberontaknya, yang dilanjutkan

dengan Reformasi Protestan. Renaisans dengan humanisme-nya merupakan gerakan

elit intelektual, sedangkan Reformasi adalah gerakan massa. Renaisans adalah

gerakan kebudayaan, sedangkan Reformasi adalah gerakan teologis dan politis.34

Dan akhirnya pada masa modern akal menempati tahtanya sebagai penguasa dengan

science-nya. Perlahan-lahan segala yang berbau agama terpinggirkan selama tidak

dapat dicerna oleh akal.35

Fenomena ini kemudian menarik Auguste Comte (1798-1857) memunculkan

hipotesis bahwa proses berpikir ketuhanan manusia pada dasarnya bersifat evolusif

melalui tahapan-tahapan sebagai berikut:

1) Teologis

Pada tahap ini dicirikan oleh mentalitas dan pemikiran yang cenderung

animistis dan antropomorfis, memandang segala sesuatu dengan kategori-

kategori tujuan, kehendak dan roh, dan mengkonsepsikan penjelasan tentang

eksistensi segala hal sepenuhnya berdasarkan tujuan terdalam atau roh yang

33

Galileo Galilei (1564-1642) dihukum oleh inkuisisi (dicukil matanya) karena lewat

teleskop temuannya pada tahun 1810 telah berhasil membuktikan kebenaran teori Copernicus (yang

lebih dulu dihukum) bahwa bumi mengitari matahari sebagai pusat semesta yang bertentangan dengan

teori Aristoteles dan Ptolemaeus yang lebih sesuai dengan dogma Gereja bahwa bumi adalah pusat

semesta. Lihat. F. Budi Hardiman, Filsafat Modern, hlm. 11-12.

34 F. Budi Hardiman, Filsafat Modern, hlm. 12.

35 Science telah memberi umat manusia berkah melimpah; kemudahan materi dan

memperluas cakrawala pikirannya. Tetapi juga mendatangkan kegelisahan jiwa yang hebat dan

hilangnya perhatian kita secara bertahap pada pedoman spiritual dan etika (kebenaran, kehormatan

dan keadilan) yang telah menjadi benteng kokoh setiap peradaban besar masa lalu. Lihat. J. Donald

Walters, Crises in Modern Thought; Menyelami Kemajuan Ilmu Pengetahuan dalam Lingkup Filsafat

dan Hukum Kodrat, terj. B. Widhi Nugraha, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2003), hlm. 1.

Page 32: PENDIDIKAN AKAL DALAM AL-QUR’ANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/139/jtptiain--agussety... · BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AKAL DAN PENDIDIKAN AKAL ... tidak jarang menggugat

21

dianggap terdapat pada segala sesuatu. Dengan kata lain, pemikiran pada masa

ini didominasi oleh agama dan orientasi ke Tuhan. Kehendak, entitas spiritual

serta kekuatan-kekuatan adalah penyebab fenomena, dan sebaliknya, semua

fenomena dihasilkan oleh tindakan langsung dari suatu ada yang adikodrati.

Tahap ini secara esensial bersifat otoriter dan militeristik.

Tahap ini, juga dirinci menjadi tiga tahap lagi, yaitu: tahap animisme,

politeisme dan monoteisme.36

Pada tahap animisme, semua benda dianggap

berjiwa, khususnya benda-benda yang dianggap sakral (suci atau keramat).

Dalam tahap politeisme dipercayai adanya banyak dewa di balik gejala-gejala

alam. Akhirnya, pada tahap monoteisme meyakini bahwa ada satu kekuatan atau

peran tunggal Ilahi di balik semua gejala alam.

2) Metafisik

Dalam fase ini, dimana kehendak-kehendak pada tahap pertama di-

depersonalisasi, dijadikan dalam bentuk abstraksi dan di-reifikasi sebagai

entitas-entitas seperti gaya, kausa dan esensi. Tahap ini secara fundamental

bersifat legal dan eklesiastik (adanya privilese kaum Gereja).

3) Positivistik

Perkembangan ini ditandai dengan adanya pemikiran manusia yang

menganggap bahwa peristiwa-peristiwa dijelaskan dalam term-term hubungan

dan urutan yang teramati, dan bentuk tertinggi dari pengetahuan dicapai dengan

mendeskripsikan hubungan-hubungan antar fenomena-fenomena. Manusia mulai

menolak untuk berspekulasi mencari arche (asal-muasal) realitas. Metode ilmiah

digunakan untuk menggali dan menemukan fakta-fakta empiris, serta membuat

prediksi berdasarkan hukum kausalitas (sebab-akibat). Sains memunculkan

prediksi, dan prediksi memunculkan aksi. Tahap ini dicirikan dengan

penggunaan matematika, logika, pengamatan, eksperimentasi dan kontrol,

sehingga aktifitas industri dan teknologi menjadi sebuah keniscayaan.

Hipotesis August Comte di atas ternyata dipatahkan oleh penemuan-penemuan

abad ke-20. Dari penelitian-penelitian para sarjana tentang kehidupan primitif di

36

http://ruhullah.wordpress.com/2008/09/22/evolusi-akal-budi-auguste-comte/

Page 33: PENDIDIKAN AKAL DALAM AL-QUR’ANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/139/jtptiain--agussety... · BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AKAL DAN PENDIDIKAN AKAL ... tidak jarang menggugat

22

Australia Tenggara, beberapa pulau di Samudera Pasifik dan Amerika Utara, serta

penelitian-penelitian arkeologi di Mesir, Irak dan Mohenjo-Daro, serta diperkuat oleh

penemuan-penemuan arkeologis di Lembah Aqaba di Hijaz dan kawasan Shamar di

Syiria Utara, diperoleh fakta bahwa kepercayaan paling awal manusia adalah

kepercayaan akan keesaan Tuhan.37

Bukan secara evolutif.

Tidak hanya sampai disitu, hubungan akal dan agama juga merambah pada

pemahaman tentang moralitas. Hal ini diungkapkan dengan apik oleh Dostoievsky

dalam Brothers Karamazov sebagaimana dinukil oleh Singkop Boas Boangmanalau,

“Kalau demi harmoni lalu anak-anak yang tak berdosa menjadi korban, dan kalau ini

merupakan prasyarat bagi terciptanya harmoni, maka karcis masuk surga yang

menjadi milikku wajib dikembalikan.”38

Di sini Dostoievsky mengajak untuk

menolak “keadilan” Tuhan yang tidak masuk akal tersebut. Keadilan Tuhan yang

absurd dan tak terpahamkan itu sangat jelas bertentangan dengan rasionalitas dan

moralitas.

Dari gambaran singkat diatas dapat ditarik pemahaman bahwasanya peran akal

dalam kehidupan sangat menentukan ke mana arah peradaban menghembus, karena

perannya sangat krusial dalam mengkaji hakikat-hakikat kehidupan seperti

metafisika, kosmologi dan etika.

4. Keterbatasan Akal

Dalam sejarah umat manusia, adanya pergolakan, baik yang bersifat konstruktif

maupun destruktif, tidak dapat terlepas dari peran akal dalam memahami dan

mengerti masalah-masalah yang sedang dihadapi manusia pada saat itu, termasuk

masalah tentang agama. Hal ini menunjukkan bahwa peran akal bagi manusia sangat

urgent bagi kehidupannya dalam membentuk dan merubah dunia. Sehingga sangat

relevan jika M. Iqbal menyatakan bahwa semua yang ada pada kita adalah hasil dari

apa yang kita pikirkan.39

37

Yunasril Ali, “Perspektif Al-Qur‟an Tentang Tuhan”, dalam Abuddin Nata, Kajian

Tematik Al-Qur’an Tentang Ketuhanan, (Bandung: Penerbit Angkasa, 2008), hlm. 15.

38 Singkop Boas Boangmanalau, Marx, Dostoievsky, Nietzsche: Menggugat Teodisi dan

Merekonstruksi Antropodisi, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2008), hlm.33.

39 Bagus Takwin, Filsafat Timur; Sebuah Pengantar ke Pemikiran-Pemikiran Timur,

(Yogyakarta: Jalasutra, 2003), hlm. 67.

Page 34: PENDIDIKAN AKAL DALAM AL-QUR’ANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/139/jtptiain--agussety... · BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AKAL DAN PENDIDIKAN AKAL ... tidak jarang menggugat

23

Meski keduanya, yakni akal dan agama, sama-sama digunakan untuk mencari

kebenaran yang fundamental, akan tetapi karena perspektif yang digunakan dalam

membahas hakikat sesuatu berbeda, di satu sisi secara filosofis, dan disisi yang lain

menggunakan pendekatan wahyu, maka konklusi yang dihasilkan dari keduanya

seringkali berbeda atau terlihat bertentangan. Oleh karena itu, akal dan agama sering

mengalami benturan yang menyebabkan kegoncangan dalam jiwa manusia. Hal ini

dikarenakan akal dan agama memiliki ranah yang berbeda. Wilayah akal adalah alam

fisik, sedangkan agama berbicara tentang alam metafisik atau wujud yang tidak

tampak oleh pandangan mata kita.

Meski akal bersifat rasional, namun menurut M. Quraish Shihab, dalam

rasionalitas ada tiga hal yang perlu diperhatikan, yaitu:40

a. Rasional, yaitu sesuatu yang terjangkau dan dibenarkan oleh akal, seperti

1+1+1= 3.

b. Irasional, yaitu sesuatu yang bertentangan dengan akal, seperti 1+1+1= 1.

c. Supra-rasional, yaitu hakikat sesuatu yang benar tetapi tidak dapat dijangkau

oleh akal, dan disinilah kedudukan agama.

Selain itu, hubungan antara akal dan agama tidak dapat dipahami secara

struktural, artinya hubungan atas-bawah, melainkan harus dipahami secara

fungsional. Akal sebagai subyek berfungsi untuk memecahkan masalah, sedangkan

agama memberikan wawasan moralitas atas pemecahan masalah yang diambil oleh

akal, serta untuk mentransformasikan hal-hal yang tidak dapat dijangkau oleh akal.41

Dari sini sudah terlihat bahwa akal dan agama harus saling mengakui dan tidak

boleh dipertentangkan. Begitu keduanya bertentangan, pasti salah satunya ada yang

keliru.

B. Pendidikan Akal

1. Pengertian Pendidikan Akal

Ada yang menyatakan bahwa kata “pendidikan” berasal dari bahasa Yunani,

yaitu pedagogi. Hal ini karena pada zaman Socrates hidup dikenal adanya sebuah

40

M. Quraish Shihab, Logika Agama; Kedudukan Wahyu dan Batas-Batas Akal dalam Islam,

(Jakarta: Lentera Hati, 2005), Cet. 1, hlm.

41 Imam Syafi‟ie, Konsep Ilmu Pengetahuan dalam Al-Qur’an, hlm. 76.

Page 35: PENDIDIKAN AKAL DALAM AL-QUR’ANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/139/jtptiain--agussety... · BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AKAL DAN PENDIDIKAN AKAL ... tidak jarang menggugat

24

jabatan sebagai paidagogos, yaitu budak “kerah putih” yang tugasnya menemani

pemuda yang sedang bersekolah sejak umur anak kelas satu SD sekarang.42

Namun,

dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia disebutkan, bahwa pendidikan berasal dari

kata dasar “didik” yang berarti memelihara dan memberi latihan (ajaran, pimpinan)

mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran dan perbuatan.43

Secara umum, pendidikan dapat diartikan sebagai usaha manusia untuk

membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai dalam masyarakat dan

kebudayaan.44

Dengan demikian, bagaimanapun sesederhana peradaban suatu

masyarakat, di dalamnya pasti terjadi atau berlangsung suatu proses pendidikan.

Oleh karena itu sering dinyatakan bahwa pendidikan telah ada sepanjang peradaban

umat manusia sebagai usaha untuk melestarikan hidupnya.

Menurut Kunaryo Hadikusumo, pendidikan adalah aktivitas dan usaha manusia

untuk meningkatkan kepribadiannya dengan jalan membina potensi-potensi

pribadinya, yaitu pikir, cipta, karsa dan budi nurani, panca indera serta

keterampilan.45

Pendidikan ialah bantuan yang diberikan dengan sengaja kepada

anak dalam pertumbuhan jasmani maupun ruhaninya untuk mencapai tingkat

dewasa.46

Sedangkan Nana Sudjana berpendapat bahwa pendidikan adalah usaha atau

upaya mengembangkan kemampuan atau potensi individu sehingga bisa hidup secara

optimal, baik sebagai pribadi ataupun sebagai anggota masyarakat, serta memiliki

nilai-nilai moral sosial sebagai pedoman hidupnya.47

42

Omi Intan Naomi (Peny), Menggugat Pendidikan; Fundamentalis, Konservatif, Liberal,

Anarkis, (Yogayakarta: Pustaka Pelajar, 2006), Cet. VI, hlm. xiv.

43 W. J. S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1991),

hlm. 40.

44 Zuhairini, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Akasara, 1995), hlm. 150.

45 Kunaryo Hadikusumo, dkk., Pengantar Pendidikan, (Semarang: IKIP Semarang Press,

1995), hlm. 22.

46 Amir Daien Indrakusuma, Pengantar Ilmu Pendidikan, (Surabaya: Usaha Nasional, 1973)

hlm. 27.

47 Nana Sudjana, Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum di Sekolah, (Bandung: Sinar

Baru, 1996), Cet. 3, hlm. 2.

Page 36: PENDIDIKAN AKAL DALAM AL-QUR’ANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/139/jtptiain--agussety... · BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AKAL DAN PENDIDIKAN AKAL ... tidak jarang menggugat

25

Manusia sebagai pelaku dan sasaran pendidikan memiliki alat yang inheren

dalam dirinya yang dapat digunakan untuk mencapai kebaikan dan kebenaran,

diantaranya yaitu akal. Mengacu pada prinsip penciptaan, maka dengan akal-lah

manusia berpotensi dan memiliki potensi untuk dididik dan mendidik.48

Namun, ketika diberikan kepada manusia sejak lahir, akal masih bersifat

potensi dasar yang belum aktual (siap pakai).49

Mengingat begitu berharga dan

pentingnya akal dalam kehidupan manusia, maka akal yang masih bersifat dasar ini

harus diaktualkan dengan bimbingan dan arahan yang tepat dan benar. Oleh karena

itu, potensi ini wajib untuk dididik.

Banyak tokoh dan ahli pendidikan yang telah merumuskan konsep pendidikan

akal, diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Abdullah Nasih Ulwan, mengatakan bahwa pendidikan rasio (akal) adalah

membentuk pola pikir peserta didik dengan segala sesuatu yang bermanfaat.50

2. Ayn Rand, berpendapat bahwa karena akal tidak bersifat otomatis atau instingtif

dalam berolah pikir, juga mengingat secara psikologis pilihan untuk berpikir

atau tidak adalah pilihan untuk fokus atau tidak, dan secara eksistensial pilihan

untuk fokus atau tidak adalah pilihan untuk sadar atau tidak, serta secara

metafisika pilihan untuk sadar atau tidak adalah pilihan untuk hidup atau mati,

maka pendidikan akal dapat secara definitif dirumuskan sebagai suatu usaha atau

upaya untuk menciptakan dan menumbuhkan kesadaran dan kefokusan untuk

tetap hidup.51

3. Muhammad Quthb, berpandangan bahwa Islam melakukan pembinaan akal

dengan pembuktian dan pencarian kebenaran.52

Pandangan ini lebih mengarah

pada aspek metodologis daripada definitif. Namun memberikan arah kepada kita

48

Jalaluddin, Teologi Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001), hlm. 47.

49 Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan (Suatu Analisa Psikologi dan Pendidikan),

(Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1992), hlm. 74.

50 Abdullah Nasih Ulwan, Pendidikan Anak dalam Islam, (Jakarta: Pustaka Amani, 1989),

Jilid I, hlm. 281.

51 Ayn Rand, Kebajikan Sang Diri: Konsep Baru Ego, Terj. A. Asnawi, (Yogyakarta: Ikon

Teralitera, 2003), hlm. 16.

52 Muhammad Quthb, Sistrem Pendidikan Islam, terj. Siaiman Harun, (Bandung: Al-

Ma‟arif,1993), hlm.130.

Page 37: PENDIDIKAN AKAL DALAM AL-QUR’ANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/139/jtptiain--agussety... · BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AKAL DAN PENDIDIKAN AKAL ... tidak jarang menggugat

26

bahwa membina berarti juga mendidik agar akal menjadi kreatif, berkembang

sewajarnya untuk meneliti kebenaran. Jadi membina akal berarti mendidik akal.

4. Daisaku Ikeda, mendasarkan pendidikan akal pada tujuan utama kehidupan

Buddha yaitu usaha atau upaya menumbuhkan dan menyempurnakan karakter

seseorang yang terwujud dalam perilaku dan tindakan yang humanis serta

menjunjung tinggi HAM dengan cara pelatihan religius.53

5. Imam Bawani, memformulasikan pendidikan akal sebagai berikut: mendidik

akal tidak lain adalah mengaktualkan potensi dasarnya.54

Potensi dasar itu sudah

ada sejak manusia itu lahir dalam bumi, tetapi masih berada dalam alternatif:

berkembang menjadi akal yang baik atau sebaliknya. Dengan pendidikan yang

baik maka akal yang masih berupa potensi itu akhirnya menjadi akal yang dapat

digunakan, tapi dengan pendidikan yang buruk, akal menjadi fatal akibatnya.

Karenanya pendidikan akal mempunyai arti yang penting.

Dari deskripsi singkat mengenai definisi akal dan pendidikan yang telah

disampaikan di atas, serta pengertian tentang pendidikan akal, maka dapat diambil

suatu kesimpulan bahwa pendidikan akal adalah suatu usaha atau upaya untuk

mengembangkan dan membina potensi akal manusia dalam rangka untuk

melestarikan kehidupannya dan mencapai kehidupan yang baik dan benar di dunia

dan akhirat.

2. Unsur-unsur Dasar Pendidikan Akal

a. Tujuan Pendidikan Akal

Sebagai suatu kegiatan yang terencana, pendidikan harus memiliki

kejelasan tujuan yang ingin dicapai. Para filosof muslim secara umum

menyatakan bahwa tujuan manusia adalah mengenal Tuhan melalui

pengetahuannya. Jalan pengetahuan itu dapat dilalui manusia dengan

mempergunakan akal atau kecerdasan. Jika pendidikan dimaksudkan sebagai

53

Daisaku Ikeda, Demi Perdamaian: Tujuh Jalur Menuju Keharmonisan Global, Terj. Rany

R. Moediarto, (Jakarta: PT. Bhuana Ilmu Popular, 2001), hlm. 19

54 Imam Bawani, Segi-Segi Pendidikan Islam, hlm. 208.

Page 38: PENDIDIKAN AKAL DALAM AL-QUR’ANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/139/jtptiain--agussety... · BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AKAL DAN PENDIDIKAN AKAL ... tidak jarang menggugat

27

jalan pencapaian maksud hidup tersebut, maka pendidikan haruslah merupakan

jalan pengetahuan.55

Menurut Ahmad D. Marimba sebagaimana yang dikutip oleh Abuddin

Nata, fungsi tujuan pendidikan ada empat, yaitu:56

1) Tujuan berfungsi mengakhiri usaha, yaitu suatu tujuan yang mengindikasikan

telah tercapainya semua yang telah ditetapkan sebelumnya.

2) Tujuan berfungsi mengarahkan usaha, yaitu suatu tujuan yang lebih bersifat

sebagai pembimbing dan pengarah (supervisor).

3) Tujuan dapat berfungsi sebagai titik pangkal untuk mencapai tujuan-tujuan

lain, yaitu tujuan yang merupakan refleksi dari tujuan-tujuan yang telah

dicapai.

4) Fungsi dari tujuan ialah memberi nilai (sifat) pada usaha itu.

Mengingat manusia secara kodrati adalah makhluk pencari kebenaran yang

bersifat hakiki karena eksisnya akal padanya, maka pendidikan akal mempunyai

tujuan-tujuan sebagai berikut:

1) Membentuk akal manusia yang sempurna, yaitu akal yang berwawasan

vertikal dan horizontal secara seimbang,57

sehingga dapat menghindari

fundamentalisme, sekularisme dan ateisme.

2) Menciptakan manusia yang berpikir progress, sehingga tidak jatuh dalam

dogmatisme dan stagnan serta mampu menghasilkan dan mengembangkan

ilmu pengetahuan dan teknologi.

3) Membentuk akal manusia yang bertanggung jawab serta menghargai nilai-

nilai dan hukum-hukum universal, sehingga mampu menciptakan sebuah

tatanan dunia yang dinamis dan harmonis.

Pada prinsipnya tujuan pendidikan akal adalah agar akal berkembang

secara optimal dalam batas kualitas yang paling maksimal menurut ukuran ilmu

55

Pengetahuan adalah konsekuensi dari jalan pengetahuan dalam arti jika menempuh dalam

pengetahuan, maka orang akan sampai ke pengetahuan. Lihat, Abdul Munir Mulkhan, Paradigma

Intelektual Muslim; Pengantar Filsafat Pendidikan Islam dan Dakwah, (Yogyakarta: Sipress, 1993),

hlm. 222.

56 Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), hlm. 45-

46.

57 A. Syafi‟ie, Pendidikan Islam di Indonesia, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1991), hlm. 35.

Page 39: PENDIDIKAN AKAL DALAM AL-QUR’ANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/139/jtptiain--agussety... · BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AKAL DAN PENDIDIKAN AKAL ... tidak jarang menggugat

28

dan ketakwaan secara seimbang, sehingga dengan ilmunya, manusia dapat

menjalankan fungsinya sebagai ‘abdun dan khalifatullah fil ‘ard.

b. Materi Pendidikan Akal

Pendidikan akal secara umum dapat dikatakan sebagai sebuah usaha sadar

yang mengarah kepada pengembangan dan pembinaan terhadap potensi dasar

yang dimiliki manusia, yaitu akal. Dalam aktifitasnya berpikir, akal memiliki

jangkauan yang luas. Karena, setiap yang ada atau mungkin ada di dunia ini,

baik yang dijumpai maupun yang tidak, semua dapat dipikirkannya, terlepas hal

itu masuk akal maupun tidak, atau pun diluar jangkauan akal. Oleh karena itu,

secara sistematis dan sesuai dengan tujuannya, materi pendidikan akal dapat

diklasifikasikan sebagai berikut:

1) Bidang metafisika58

, yaitu materi yang berhubungan dengan hakikat yang ada

dibalik alam fisik atau yang bersifat transenden (diluar jangkauan pengalaman

manusia). Dalam kategori ini adalah hal-hal seperti yang super-natural, Tuhan

dan agama.

2) Bidang kosmologis, yaitu materi tentang alam semesta sebagai sebuah sistem

rasional dan teratur.59

3) Bidang moralitas atau etis, yaitu materi mengenai etika atau norma-norma

serta nilai-nilai hidup, baik secara pribadi maupun bermasyarakat.

c. Metode Pendidikan Akal

Mengingat manusia adalah zoon policon (makhluk sosial), maka akal

manusia perlu dididik untuk menghadapi polemik yang terjadi pada dirinya

sendiri dan permasalahan-permasalahan yang ada di masyarakat. Oleh karena

58

Dalam pengertian ini, metafisika menjadi sinonim dengan teologi. Lihat juga Philipus Tule

(Ed.), Kamus Filsafat, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1995), hlm. 202. Menurut Sutan Takdir

Alisyahbana, metafisika dibagi menjadi dua golongan besar. Pertama, secara kuantitas terdiri dari

monisme, dualisme dan pluralisme. Monisme adalah suatu paham yang mengemukakan bahwa unsur

pokok segala yang ada di dunia adalah satu. Dualisme adalah suatu paham yang mengemukakan

bahwa unsur pokok segala yang ada di dunia ada dua, yaitu roh dan benda. Pluralisme adalah suatu

paham yang mengemukakan bahwa unsur pokok hakikat kenyataan ini banyak. Kedua, secara kualitas

yaitu spiritualisme dan materialisme. Spiritualisme yaitu aliran yang berpendapat bahwa hakikat itu

bersifat roh. Materialisme yaitu aliran yang berpendirian bahwa hakikat itu bersifat materi. Lihat.

Poerwantana, dkk., Seluk-beluk Filsafat Islam, (Bandung: Rosda, 1988), Cet. 1, hlm. 9.

59 Philipus Tule (Ed.), Kamus Filsafat, hlm. 65.

Page 40: PENDIDIKAN AKAL DALAM AL-QUR’ANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/139/jtptiain--agussety... · BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AKAL DAN PENDIDIKAN AKAL ... tidak jarang menggugat

29

itu, diperlukan cara dan metode yang tepat untuk mendidik akal manusia supaya

ia dapat berperan dengan baik dalam kehidupan di dunia ini.

Supaya akal manusia dapat berperan dengan baik, maka perlu adanya

pendidikan akal yang berdasarkan atas:60

1) Membebaskan akal dari semua kekangan dan belenggu. Bila akal kita selalu

terbelenggu menutup kemungkinan akal tidak akan berfungsi, yaitu berpikir

tentang sesuatu.

2) Membangkitkan indera dan perasaan yang merupakan pintu untuk berpikir.

Akal harus disuguhi ide-ide atau permasalahan yang ada.

3) Membekali berbagai macam ilmu pengetahuan yang bisa membersihkan

akal dalam meninggikan kriterianya.

Ada tiga langkah untuk membina akal agar berkembang dengan baik:61

1) Mengembangkan budaya membaca. Islam memandang membaca itu sebagai

budaya intelektual, sehingga di zaman sahabat, mereka yang pandai disebut

al-qurra’. Ayat Al-Qur‟an yang pertama kali pun dimulai dengan perintah

membaca.

2) Mengadakan banyak observasi. Dengan penjelajahan-penjelajahan

dimungkinkan lebih banyak menemukan realitas lingkungan bio-fisik,

lingkungan psikologis maupun sosio-kultural, dan akan memberikan

kekayaan informasi yang diperlukan.

3) Mengadakan penelitian dan perenungan. Hal ini dalam upaya menemukan

rahasia-rahasia alam dan ketajaman nalar.

Berdasarkan materi-materi dan tujuan pendidikan akal di atas, maka

metode pendidikan akal yang tepat yaitu:

1) Metode induksi, yaitu suatu metode penalaran dari bagian ke keseluruhan,

dari yang partikular ke yang lebih umum, dan dari yang individual ke yang

universal.

60

Muhammad Abdul Wahab Fayid, Al-Tarbiyah Fi Kitabillah, Pendidikan dalam Al-Qur’an,

(Semarang: Wicaksana, 1989), hlm. 11.

61 Muhammad Tholhah Hasan, Islam dan Masalah Sumber Daya Alam, (Jakarta: Lantabora

Press, 2005), hlm. 39-40.

Page 41: PENDIDIKAN AKAL DALAM AL-QUR’ANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/139/jtptiain--agussety... · BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AKAL DAN PENDIDIKAN AKAL ... tidak jarang menggugat

30

2) Metode deduksi, yaitu suatu metode penalaran sebagai kebalikan dari

metode induksi.

3) Metode kritis dialektis, yaitu suatu metode berpikir kritis yang terjadi dalam

diri manusia. Inti dari metode ini ialah bahwa kita mulai dengan mengkritik

segala hal yang telah diterima oleh orang banyak, kemudian kita berpikir

secara hati-hati.62

4) Metode korespondensi, yaitu metode yang mengatakan bahwa kebenaran

adalah kesesuaian antara suatu pernyataan mengenai suatu hal dengan hal

yang dimaksud.63

5) Metode koherensi, yaitu suatu metode yang berpandangan bahwa sesuatu

adalah benar jika secara konsisten ia dinyatakan benar oleh pernyataan

lainnya yang telah diketahui dan diterima sebagai benar.64

62

David Trueblood, Filsafat Agama, terj. M. Rasjidi, (Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1990),

hlm. 5-6.

63 Endang Saifuddin Anshari, Wawasan Islam, hlm. 11-12.

64 Endang Saifuddin Anshari, Wawasan Islam, hlm.

Page 42: PENDIDIKAN AKAL DALAM AL-QUR’ANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/139/jtptiain--agussety... · BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AKAL DAN PENDIDIKAN AKAL ... tidak jarang menggugat

31

BAB III

HAKIKAT AKAL DALAM AL-QUR’AN

A. Istilah ‘Aql dalam Al-Qur’an

Dalam Al-Qur‟an terdapat kurang lebih 49 kata „aql secara variatif yang

tersebar dalam 30 surat. Kecuali satu, semuanya berbentuk fi’il mudlori’. Secara rinci

dapat dipaparkan sebagai berikut:

.disebut sekali dalam QS. Al-Baqarah/2: 75 عقلوه .1

.disebut sekali dalam QS. Al-Mulk/67: 10 نعقل .2

disebut sekali dalam QS. Al-Ankabut/29: 43 يعقلها .3

.disebut sebanyak 24 kali dan dikemas dalam redaksi yang berbeda-beda تعقلون .4

a. لعلكم تعقلون sebanyak 8 kali.1

b. ان كنتم تعقلون sebanyak 2 kali, yaitu dalam QS. Ali Imran/3: 118 dan QS. Asy-

Syu‟ara‟/26: 28.

c. افال تعقلون sebanyak 13 kali.2

d. افلم تكونوا تعقلون hanya sekali, yaitu dalam QS. Yasin/36: 62.

.disebut sebanyak 22 kali dalam redaksi yang berbeda-beda يعقلون .5

a. يعقلون sebanyak 10 kali.3

b. ال يعقلون sebanyak 11 kali.4

c. افال يعقلون hanya sekali, yaitu dalam QS. Yasin/36: 68.

Menurut Yusuf Qardhawi, term تعقلون digunakan Al-Qur‟an agar kita

memikirkan ayat-ayat yang telah Allah SWT jelaskan, dan term يعقلون bersifat

menetapkan dan mengingkari. Sedangkan penggunaan dalam redaksi pertanyaan

negatif (istifham inkari) bertujuan memberikan dorongan dan membangkitkan

1 QS. Al-Baqarah/2: 73 dan 242, QS. Al-An‟am/6: 151, QS. Yusuf/12: 2, QS. An-Nur/24: 61,

QS. Al-Mu‟min/40: 67, QS. Az-Zukhruf/43: 3 dan QS. Al-Hadid/57: 17.

2 QS. Al-Baqarah/2: 44 dan 76, QS. Ali Imran/3: 65, QS. Al-An‟am/6: 32, QS. Al-A‟raf/7:

169, QS. Yunus/10: 16, QS. Hud/11: 51, QS. Yusuf/12: 109, QS. Al-Anbiya‟/21: 10 dan 67, QS. Al-

Mu‟minun/23: 80, QS. Al-Qashash/28: 60 dan QS. Ash-Shaffat/37: 138.

3 QS. Al-Baqarah/2: 164, QS. Ar-Ra‟d/13: 4, QS. An-Nahl/16: 12 dan 67, QS. Al-Hajj/22:

46, QS. Al-Furqan/25: 44, QS. Al-Ankabut/29: 35, QS. Ar-Rum/30: 24 dan 28, QS. Al-Jatsiyah/45: 5.

4 QS. Al-Baqarah/2: 170 dan 171, QS. Al-Maidah/5: 58 dan 103, QS. Al-Anfal/8: 22, QS.

Yunus/10: 42 dan 100, QS. Al-Ankabut/29: 63, QS. Az-Zumar/39: 43, QS. Al-Hujurat/49: 4 dan QS.

Al-Hasyr/59: 14.

Page 43: PENDIDIKAN AKAL DALAM AL-QUR’ANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/139/jtptiain--agussety... · BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AKAL DAN PENDIDIKAN AKAL ... tidak jarang menggugat

32

semangat, dan penggunaan redaksi ال يعقلون adalah sebagai cercaan terhadap mereka

yang tidak memanfaatkan akal atau menafikannya sehingga mereka statis, taqlid buta

dan ingkar.5

Tabel Ayat-Ayat ‘Aql

No Kata Arti Tempat Ayat Bentuk

Kata Kel. Ayat

ماض فعل Memahami QS. 2: 75 عقلواه 1 Madaniyah

Madaniyah مضارع فعل Berpikir Q.S. 2: 44 تعقلون 2

Madaniyah مضارع فعل Mengerti Q.S. 2: 73 تعقلون 3

Madaniyah مضارع فعل Mengerti Q.S. 2: 76 تعقلون 4

Madaniyah مضارع فعل Memahami Q.S. 2: 242 تعقلون 5

Madaniyah مضارع فعل Berpikir Q.S. 3: 65 تعقلون 6

Madaniyah مضارع فعل Memahami Q.S. 3: 118 تعقلون 7

Makkiyah مضارع فعل Memahami Q.S. 6: 32 تعقلون 8

Madaniyah مضارع فعل Memahami Q.S. 6: 151 تعقلون 9

Madaniyah مضارع فعل Mengerti Q.S. 7: 169 تعقلون 10

Makkiyah مضارع فعل Memikirkan Q.S. 10: 16 تعقلون 11

Makkiyah مضارع فعل Memikirkan Q.S. 11: 51 تعقلون 12

Madaniyah مضارع فعل Memahami Q.S. 12: 2 تعقلون 13

Makkiyah مضارع فعل Memikirkan Q.S. 12: 109 تعقلون 14

Makkiyah مضارع فعل Memahami Q.S. 21: 10 تعقلون 15

Makkiyah مضارع فعل Memahami Q.S. 21: 67 تعقلون 16

Makkiyah مضارع فعل Memahami Q.S. 23: 80 تعقلون 17

Madaniyah مضارع فعل Memahami Q.S. 24: 61 تعقلون 18

Makkiyah مضارع فعل Mempergunakan akal Q.S. 26: 28 تعقلون 19

Makkiyah مضارع فعل Memahami Q.S. 28: 60 تعقلون 20

Makkiyah مضارع فعل Memikirkan Q.S. 36: 62 تعقلون 21

Makkiyah مضارع فعل Memikirkan Q.S. 37: 138 تعقلون 22

Makkiyah مضارع فعل Memahami Q.S. 40: 67 تعقلون 23

Makkiyah مضارع فعل Memahami Q.S. 43: 3 تعقلون 24

Madaniyah مضارع فعل Memikirkan Q.S. 57: 17 تعقلون 25

Makkiyah مضارع فعل Memikirkan Q.S. 67: 10 نعقل 26

5 Yusuf Qardhawi, Al-Qur’an Berbicara tentang Akal dan Ilmu Pengetahuan, terj. Abdul

Hayyie Al-Kattani, dkk., (Jakarta: Gema Insani Press, 1996), hlm. 19-24.

Page 44: PENDIDIKAN AKAL DALAM AL-QUR’ANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/139/jtptiain--agussety... · BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AKAL DAN PENDIDIKAN AKAL ... tidak jarang menggugat

33

Makkiyah مضارع فعل Memahami Q.S. 29: 43 يعقلها 27

Madaniyah مضارع فعل Memikirkan Q.S. 2: 164 يعقلون 28

Madaniyah مضارع فعل Mengetahui Q.S. 2: 170 يعقلون 29

Madaniyah مضارع فعل Mengerti Q.S. 2: 171 يعقلون 30

Madaniyah مضارع فعل Mempergunakan akal Q.S. 5: 58 يعقلون 31

Madaniyah مضارع فعل Mengerti Q.S. 5: 103 يعقلون 32

Madaniyah مضارع فعل Mengerti Q.S. 8: 22 يعقلون 33

Makkiyah مضارع فعل Mengerti Q.S. 10: 42 يعقلون 34

يعقلون 35 Mempergunakan akal Q.S. 10: 100 مضارع فعل Makkiyah

Madaniyah مضارع فعل Berpikir Q.S. 13: 4 يعقلون 36

Makkiyah مضارع فعل Memahami Q.S. 16: 12 يعقلون 37

Makkiyah مضارع فعل Memikirkan Q.S. 16: 67 يعقلون 38

Madaniyah مضارع فعل Memahami Q.S. 22: 46 يعقلون 39

Makkiyah مضارع فعل Memahami Q.S. 25: 44 يعقلون 40

Makkiyah مضارع فعل Berakal Q.S. 29: 35 يعقلون 41

Makkiyah مضارع فعل Memahami Q.S. 29: 63 يعقلون 42

Makkiyah مضارع فعل Mempergunakan akal Q.S. 30: 24 يعقلون 43

Makkiyah مضارع فعل Berakal Q.S. 30: 28 يعقلون 44

Makkiyah مضارع فعل Memikirkan Q.S. 36: 68 يعقلون 45

Makkiyah مضارع فعل Berakal Q.S. 39: 43 يعقلون 46

Makkiyah مضارع فعل Berakal Q.S. 45: 5 يعقلون 47

Madaniyah مضارع فعل Mengerti Q.S. 49: 4 يعقلون 48

Madaniyah مضارع فعل Mengerti Q.S. 59: 14 يعقلون 49

B. Objek Akal dalam Al-Qur’an

Setelah mengetahui istilah-istilah akal dalam Al-Qur‟an, di sini penulis akan

menunjukkan implementasinya dalam Al-Qur‟an. Menurut Taufiq Pasiak,

implementasi akal dalam Al-Qur‟an berdasarkan objek kajiannya dapat

diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu metafisika, kosmologi dan etika.

Page 45: PENDIDIKAN AKAL DALAM AL-QUR’ANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/139/jtptiain--agussety... · BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AKAL DAN PENDIDIKAN AKAL ... tidak jarang menggugat

34

1. Metafisika

a. Keimanan.6 Diantara ayatnya yaitu QS. Yunus/10: 100.

Dan tidak ada seorangpun akan beriman kecuali dengan izin Allah SWT;

dan Allah SWT menimpakan kemurkaan kepada orang-orang yang tidak

mempergunakan akalnya. (QS. Yunus/10: 100).7

Ayat ini ada kaitannya dengan ayat sebelumnya (QS. Yunus/10: 99) yang

mengisyaratkan bahwa keimanan merupakan kebebasan manusia yang tidak boleh

dipaksakan. Sebab, Allah SWT hanya akan menerima iman yang tulus, tanpa

pamrih dan tanpa paksaan.8

Dan dalam ayat ini disebutkan bahwa iman yang demikian hanya bisa

diperoleh dengan kehendak dan kekuasaan Allah SWT semata. Maka Allah SWT

mengizinkan dan memudahkan iman kepada mereka yang memahami ayat-ayat-

Nya.9

Menurut Quraish Shihab, yang dimaksud dengan “izin Allah SWT” dalam

ayat ini adalah hukum-hukum kausalitas yang diciptakan-Nya dan yang berlaku

secara universal bagi seluruh manusia. Dalam hal ini Allah SWT telah

menciptakan manusia dengan memiliki potensi berbuat baik dan buruk, dan

menganugerahinya akal untuk memilih apa yang benar serta menganugerahi

kebebasan memilih apa yang dikehendakinya. Bagi yang menggunakan akalnya

secara baik, maka dia telah memperoleh izin Allah SWT untuk beriman.

Sedangkan yang enggan menggunakannya, Allah SWT akan menjadikan

6 QS. Al-Furqan/25: 44, QS. Asy-Syu‟ara‟/26: 28, QS. Yunus/10: 42 dan 100, QS. Hud/11:

51, QS. Yasin/36: 62, QS. Az-Zumar/39: 43, QS. Al-Anbiya‟/21: 67, QS. Ar-Rum/30: 28, QS. Al-

Ankabut/29: 35 dan 63, QS. Al-Baqarah/2: 73, 75, 76, 170, 171, dan 242, QS. Al-Anfal/8: 22, QS. Al-

Hasyr/59: 14, QS. Al-Hajj/22: 46, QS. Al-Maidah/5: 103.

7 Departemen Agama RI., Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm. 322.

8 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, Vol. 6,

hlm. 161.

9 Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Tafsir Al-Qur’anul Majid An-Nuur, Jil. 2,

(Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2000), hlm. 1856.

Page 46: PENDIDIKAN AKAL DALAM AL-QUR’ANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/139/jtptiain--agussety... · BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AKAL DAN PENDIDIKAN AKAL ... tidak jarang menggugat

35

kesesatan dan kekufuran dalam jiwanya yang kemudian mengantarnya menuju

murka-Nya.10

b. Akhirat.11

Diantara ayatnya yaitu QS. Al-An‟am/6: 32:

Dan tiadalah kehidupan dunia ini, selain dari main-main dan senda gurau

belaka. Dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang

yang bertaqwa. Maka tidakkah kamu memahaminya? (QS. Al-An‟am/6:

32).12

Menurut Hamka, yang dimaksud dengan permainan dan senda gurau

adalah perbuatan yang tidak tentu maksudnya dan tidak jelas tujuannya, baik

untuk mencari manfaat atau untuk menolak madlarat.13

Orang yang menggunakan

akalnya untuk memahami hal tersebut tentu tidak akan terpesona dan larut

didalamnya. Karena dibalik dunia ini ada masa depan yang lebih menjanjikan,

yaitu akhirat.

c. Wahyu.14

Diantara ayatnya yaitu QS. Yunus/10: 16.

Katakanlah: “Jikalau Allah SWT menghendaki, niscaya aku tidak

membacakannya kepada kamu dan Allah SWT tidak (pula)

memberitahukannya kepada kamu. Sesungguhnya aku telah tinggal

bersama kamu sekian lama sebelumnya. Maka apakah kamu tidak

memikirkan(nya)? (QS. Yunus/10: 16).15

10

M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, vol 6,

hlm. 162.

11 QS, Al-A‟raf/7: 169, QS. Al-Qashash/28: 60, QS. Yusuf/12: 109, QS. Al-An‟am/6: 32,

QS. Al-Mulk/67: 10.

12 Departemen Agama RI., Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm. 191.

13 Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Jakarta: PT. Pustaka Panjimas, 1983), Juz VII, hlm. 173.

14 QS. Yunus/10: 16, QS. Yusuf/12: 2, QS. Az-Zukhruf/43: 3, QS. Al-Anbiya‟/21: 10, QS.

Al-Baqarah/2: 44, QS. Ali Imran/3: 65.

15 Departemen Agama RI., Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm. 308.

Page 47: PENDIDIKAN AKAL DALAM AL-QUR’ANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/139/jtptiain--agussety... · BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AKAL DAN PENDIDIKAN AKAL ... tidak jarang menggugat

36

Pada ayat sebelumnya, kaum musyrikin mengusulkan agar nabi

Muhammad SAW mendatangkan Qur’an (bacaan) yang tidak mempersalahkan

kepercayaan mereka dan mengganti ancaman siksa dengan rahmat. Dengan

permintaan itu, mereka bermaksud merobohkan sendi-sendi dakwahnya. Sebab,

Muhammad SAW telah menyatakan bahwa Al-Qur‟an berasal dari Allah SWT,

bukan darinya. Jika dapat diganti, berarti hal itu membuktikan sebaliknya.16

Ayat ini merupakan hujjah bahwa Al-Qur‟an merupakan wahyu yang

benar-benar berasal dari Allah SWT melalui nabi Muhammad SAW. Pasalnya,

selama 40 tahun tinggal bersama mereka, beliau diketahui tidak dapat membaca

dan menulis. Selain itu, beliau juga dikenal sebagai orang yang dapat dipercaya

(al-amin). Hal yang demikian jelas ini tentu sangat aneh jika ada orang yang

memikirkannya mengingkari kebenaran Al-Qur‟an.

Menurut Quraish Shihab, ayat di atas sebenarnya menunjukkan bahwa

untuk mengetahui kebenaran ayat-ayat Al-Qur‟an, seseorang dapat

memperolehnya dengan jalan mempelajari sejarah hidup nabi Muhammad SAW.17

d. Ibadah. QS. Al-Maidah/5: 58.

Dan apabila kamu menyeru (mereka) untuk (mengerjakan) sembahyang,

mereka menjadikannya buah ejekan dan permainan. Yang demikian itu

adalah karena mereka benar-benar kaum yang tidak mau mempergunakan

akal. (QS. Al-Maidah/5: 58).18

Pada ayat sebelumnya, Allah SWT melarang menjadikan pengendali

urusan orang-orang beriman kepada orang-orang Yahudi, Nasrani dan musyrik.

Sebab, mereka tidak akan berhenti mempersulit dan mengolok-olok agama Allah

SWT, walaupun pada lahirnya mereka menunjukkan sikap bersahabat.19

16

Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Tafsir Al-Qur’anul Majid An-Nuur, Jil. 2,

hlm. 1786.

17 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, Vol. 6,

hlm. 41.

18 Departemen Agama RI., Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm. 170.

19 Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Tafsir Al-Qur’anul Majid An-Nuur, Jil. 2,

hlm. 1108.

Page 48: PENDIDIKAN AKAL DALAM AL-QUR’ANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/139/jtptiain--agussety... · BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AKAL DAN PENDIDIKAN AKAL ... tidak jarang menggugat

37

Ayat di atas merupakan salah satu contoh pelecehan dan olok-olokan

mereka, yakni apabila mu’adzin menyeru untuk sholat, yaitu mengumandangkan

adzan atau mengajak mereka sholat, mereka menjadikannya bahan ejekan dan

permainan. Selain itu, ketika mendengar adzan, mereka datang kepada Rasulullah

SAW dan berkata: ”Engkau telah membuat suatu tradisi baru yang tidak dikenal

oleh para nabi sebelumnya, seandainya engkau nabi, tentu engkau tidak

melakukan itu dan seandainya apa yang engkau lakukan ini baik, tentu para nabi

terdahulu telah melakukannya”.20

Orang yang menggunakan akalnya niscaya mereka akan menghormati

keyakinan dan kepercayaan orang lain walau tidak seagama dengan mereka,

apalagi ini adalah adzan, ajakan untuk menghadap Tuhan Yang Maha Esa yang

mana merupakan tujuan utama manusia diciptakan di dunia ini, yaitu untuk

beribadah kepada-Nya.

2. Kosmologi

a. Manusia.21

Diantara ayatnya yaitu:

Dia-lah yang menciptakan kamu dari tanah kemudian dari setetes air mani,

sesudah itu dari segumpal darah, kemudian dilahirkannya kamu sebagai

seorang anak, kemudian (kamu dibiarkan hidup) supaya kamu sampai

kepada masa (dewasa), kemudian (dibiarkan kamu hidup lagi) sampai tua,

diantara kamu ada yang diwafatkan sebelum itu. (Kami perbuat demikian)

supaya kamu sampai kepada ajal yang ditentukan dan supaya kamu

memahami(nya). (QS. Al-Mu‟min/40: 67).22

Ayat sebelumnya, Allah SWT melarang menyembah selain kepada-Nya

dan memerintahkan supaya tunduk kepada-Nya, sebab Dia-lah yang memiliki

20

M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, vol. 4,

hlm. 137.

21 QS. Yasin/36: 68, QS. Al-Mu‟min/40: 67.

22 Departemen Agama RI., Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm. 768.

Page 49: PENDIDIKAN AKAL DALAM AL-QUR’ANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/139/jtptiain--agussety... · BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AKAL DAN PENDIDIKAN AKAL ... tidak jarang menggugat

38

semua alam. Dan ayat ini merupakan salah satu dari bukti kekuasaan-Nya

tersebut, yakni menunjukkan bagaimana proses kejadian manusia hingga

wafatnya.23

Ibn „Asyur memahami kalimat la’allakum ta’qilun dalam arti agar

kejadian manusia seperti digambarkan ayat ini menjadi bukti tentang wujud dari

sang Kholiq Yang Maha Pencipta. Siapa yang memahami hakekat tersebut, maka

dia telah berada dalam jalan yang benar dan sesuai dengan tujuan pencipta-Nya,

sedang yang tidak memahaminya maka bagaikan tidak memiliki akal.24

Thabathaba‟i memahami maksud kata la’allakum ta’qilun dalam arti agar

kamu mengetahui kebenaran yang tertancap dalam diri kamu, maksudnya adalah

keyakinan akan keesaan Allah SWT yang merupakan fitrah dalam diri setiap

insan. Mengetahui hakekat itu merupakan tujuan penciptaan manusia dari segi

kehidupan ruhaninya, sebagaimana sampai kepada ajal yang ditentukan

merupakan tujuan kehidupan duniawinya secara lahiriah.25

b. Fenomena Alam.26

Diantara ayatnya yaitu:

Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam

dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi

manusia, dan apa yang Allah SWT turunkan dari langit berupa air, lalu

dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya dan Dia

sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan

23

Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Tafsir Al-Qur’anul Majid An-Nuur, Jil. 4,

hlm. 3631.

24 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, vol. 12,

hlm. 354.

25 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, vol. 12,

hlm. 354.

26 QS. Ash-Shaffat/37: 138, QS. Al-Jatsiyah/45: 5, QS. An-Nahl/16: 12 dan 67, QS. Al-

Mu‟minun/23: 80, QS. Ar-Rum/30: 24, QS. Al-Ankabut/29: 43, QS. Al-Baqarah/2: 164, QS. Al-

Hadid/57: 17, QS. Ar-Ra‟d/13: 4.

Page 50: PENDIDIKAN AKAL DALAM AL-QUR’ANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/139/jtptiain--agussety... · BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AKAL DAN PENDIDIKAN AKAL ... tidak jarang menggugat

39

yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda

(keesaan dan kebesaran Allah SWT) bagi kaum yang memikirkan. (QS.

Al-Baqarah/2: 164).27

Setelah dalam ayat sebelumnya Allah SWT menyebut ke-Esaan-Nya dan

hanya Dia-lah yang patut disembah, kemudian dalam ayat ini Dia menjelaskan

sebagian fenomena alam yang menunjukkan ke-Esaan dan kekuasaan-Nya.28

Dalam Tafsir Al-Mishbah dijelaskan bahwa ayat ini mengundang manusia

untuk berpikir dan merenung tentang sekian banyak hal: pertama, tentang

penciptaan langit dan bumi. Kedua, tentang pergantian malam dan siang. Ketiga,

tentang bahtera-bahtera yang berlayar di laut yang membawa apa yang berguna

bagi manusia. Keempat, tentang apa yang Allah SWT turunkan dari langit berupa

air. Kelima, tentang berbagai binatang yang diciptakan Allah SWT.29

Sekiranya manusia memperhatikan fenomena alam ini dengan perasaan

dan pandangan yang penuh penyelidikan bagaikan seseorang yang baru

mengunjungi alam ini, tentulah akan tergetar jiwanya dan terbukalah baginya

segala keajaiban alam yang menyelimutinya. Orang yang menggunakan akalnya

akan mengerti sumber dari segala keajaiban alam ini, yaitu Allah SWT.

3. Etika.30

Diantara ayatnya yaitu:

27

Departemen Agama RI., Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm. 40. Dalam suatu riwayat

dikemukakan bahwa kaum Quraisy berkata kepada Nabi Muhammad SAW: “Berdoalah kepada Allah

SWT agar Dia menjadikan bukit Shafa ini emas, sehingga kita dapat memperkuat diri melawan

musuh”. Maka Allah SWT menurunkan QS. Al-Maidah/5: 115 untuk menyanggupi permintaan

mereka dengan syarat apabila mereka kufur setelah dipenuhi permintaan mereka, maka Allah SWT

akan memberikan siksaan yang belum pernah diberikan-Nya di alam ini. Maka bersabdalah nabi

Muhammad SAW: “Wahai Tuhanku, biarkanlah aku dengan kaumku. Aku akan mendakwahi mereka

sehari demi sehari”. Maka turunlah ayat ini untuk menjelaskan mengapa mereka meminta bukit Shafa

menjadi emas jika mereka mengetahui banyak ayat-ayat yang luar biasa. Diriwayatkan oleh Ibnu Abi

Hatim dan Ibnu Marduwaih yang bersumber dari Ibnu „Abbas. Lihat. Q. Shaleh dan A. Dahlan,

Asbabun Nuzul: Latar Belakang Historis Turunnya Ayat-ayat Al-Qur’an, hlm. 46.

28 Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Tafsir Al-Qur’anul Majid An-Nuur, Jil. 1,

hlm. 256.

29 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah: Pesan Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, vol. 2,

hlm. 374-375.

30 QS. Al-An‟am/6: 151, QS. Ali Imran/3: 118, QS. An-Nur/24: 61, QS. Hujurat/49: 4, Al-

Baqarah/2: 44.

Page 51: PENDIDIKAN AKAL DALAM AL-QUR’ANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/139/jtptiain--agussety... · BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AKAL DAN PENDIDIKAN AKAL ... tidak jarang menggugat

40

Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaktian, sedang kamu

melupakan diri (kewajiban)mu sendiri, padahal kamu membaca Al-Kitab

(Taurat)? Maka tidakkah kamu berpikir? (QS. Al-Baqarah/2: 44).31

Walaupun secara lahiriah ditujukan kepada Bani Israel, ayat ini juga

ditujukan kepada semua manusia, khususnya tokoh-tokoh agama yang melakukan

hal-hal yang bertentangan dengan apa yang dianjurkannya.32

Bahaya para tokoh

agama ini yaitu ketika agama sudah menjadi perusahaan dan industri.

Menurut Quraish Shihab, ada dua hal dalam ayat ini yang menyebabkan

tokoh agama dikecam. Pertama, seseorang yang menyuruh orang lain berbuat baik

pastilah ia mengingatnya atau tidak mungkin melupakannya. Kedua, seseorang yang

membaca kitab suci pasti juga ingat apa yang ada didalamnya.33

Tindakan semacam ini akan memadamkan cahaya iman sehingga akan

membawa orang-orang untuk tidak percaya lagi kepada agama. Pasalnya, seseorang

yang berakal tidak akan mempercayai kebenaran suatu perkataan kecuali jika orang

yang berkata tersebut menjadi praktek hidup dalam kenyataan bagi perkataannya itu.

Selain menggunakan kata ‘aql, masih banyak ayat-ayat Al-Qur‟an yang

memerintah manusia untuk berpikir, yaitu: fakkara dan derivasinya, nadzara dan

derivasinya, dzakara dan derivasinya, serta faqiha dan derivasinya. Namun, semua

term ini tidak semuanya mengandung arti seperti term „aql secara etimologi, yaitu

memahami, mengerti sesuatu.34

a. Fakkara dan derivasinya.

Fakkara dari segi bahasa berarti memikirkan sesuatu.35

Dalam Al-Qur‟an

term fakkara dan derivasinya ini disebut sebanyak 18 kali. Diantara ayatnya yaitu

QS. Al-Baqarah/2: 219.

31

Departemen Agama RI., Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm. 16.

32 Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Tafsir Al-Qur’anul Majid An-Nuur, Jil. 1,

hlm. 100.

33 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah: Pesan Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, vol. 2,

hlm. 179.

34 Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia, (Jakarta: PT. Hidayat Agung, 1989), hlm. 275.

35 Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia, hlm. 322.

Page 52: PENDIDIKAN AKAL DALAM AL-QUR’ANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/139/jtptiain--agussety... · BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AKAL DAN PENDIDIKAN AKAL ... tidak jarang menggugat

41

Mereka bertanya kepadamu tentang khamr dan judi. Katakanlah: “Pada

keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia,

tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya”. Dan mereka bertanya

kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: “Yang lebih dari

keperluan”. Demikianlah Allah SWT menerangkan ayat-ayat-Nya

kepadamu supaya kamu berpikir. (QS. Al-Baqarah/2: 219).36

Ayat ini menjelaskan larangan minum khamr dan berjudi karena keduanya

dosa besar dan lebih banyak madlarat-nya daripada manfaatnya. Setelah

pelarangan itu, kemudian diteruskan dengan tata cara mengeluarkan harta, yaitu

yang lebih dari keperluan.

Dalam Tafsir Al-Mishbah disebutkan, ada yang berpendapat bahwa yang

dipikirkan dalam ayat ini yaitu tentang minuman khamr dan perjudian yang

madlarat-nya lebih banyak daripada manfaatnya. Ada juga yang berpendapat,

yang dipikirkan adalah bagaimana menjadikan dunia sebagai ladang untuk

akhirat, sehingga melakukan hal-hal yang banyak manfaatnya dan menghindari

yang lebih banyak madlarat-nya, atau bahkan menghindari bukan hanya yang

buruk tetapi juga yang tidak ada manfaatnya.37

Pemakaian term tafakkarun dalam ayat di atas dan ayat-ayat lainnya

memiliki arti untuk merenungkan hal-hal yang bersifat empiris dan terjangkau

oleh panca indera. Menurut Quraish Shihab, kata tafakkarun mengandung

pengertian untuk memfungsikan akal agar memikirkan dan menemukan jawaban

36

Departemen Agama RI., Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm. 53. Dalam suatu riwayat yang

dikemukakan oleh Ibnu Abi Hatim dari Sa‟id atau „Ikrimah yang bersumber dari Ibnu „Abbas,

bahwasanya segolongan sahabat, ketika diperintah untuk membelanjakan hartanya di jalan Allah

SWT, datang menghadap Rasulullah SAW dan berkata: “Kami tidak mengetahui perintah infaq yang

bagaimana dan harta yang mana yang harus kami keluarkan itu?” Maka Allah SWT menurunkan ayat

ini yang menegaskan masalah tersebut. Lihat. Q. Shaleh dan A. Dahlan, Asbabun Nuzul: Latar

Belakang Historis Turunnya Ayat-ayat Al-Qur’an, hlm. 71.

37 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah: Pesan Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, vol. 2,

hlm. 469.

Page 53: PENDIDIKAN AKAL DALAM AL-QUR’ANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/139/jtptiain--agussety... · BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AKAL DAN PENDIDIKAN AKAL ... tidak jarang menggugat

42

atas apa yang belum diketahui, serta merenungkan kekuasaan Allah SWT supaya

manusia mau beriman.38

b. Nadzara dan derivasinya.

Secara etimologi, term nadzara berarti memandang.39

Penggunaan term

nadzara dan derivasinya di dalam Al-Qur‟an terulang sebanyak 129 kali, namun

tidak semuanya mempunyai arti yang identik dengan „aql. Diantara ayatnya yang

mempunyai arti identik dengan „aql yaitu QS. Al-Hajj/22: 15.

Barangsiapa yang menyangka bahwa Allah SWT sekali-kali tiada

menolongnya (Muhammad SAW) di dunia dan akhirat, maka hendaklah ia

merentangkan tali ke langit, kemudian hendaklah ia melaluinya, kemudian

hendaklah ia pikirkan apakah tipu dayanya itu dapat melenyapkan apa

yang menyakitkan hatinya. (QS. Al-Hajj/22: 15).40

Ayat ini memberi pengertian bahwa musuh-musuh Islam tidak mempunyai

daya untuk mematahkan seruan Islam yang dibawa oleh nabi Muhammad SAW.

Orang yang menyangka bahwa Allah SWT tidak akan menolong Muhammad

SAW dan agama-Nya, maka hendaklah dia bunuh diri dengan menggunakan tali

yang diikatkan dibagian bangunan rumahnya. Kemudian memikirkan apakah apa

yang dilakukannya itu dapat menghilangkan rasa sakit hatinya.41

c. Faqiha dan derivasinya.

Faqiha secara etimologi berarti mengerti, faham akan sesuatu.42

Penggunaan term faqiha dan derivasinya di dalam Al-Qur‟an terulang sebanyak

20 kali. Namun yang mempunyai kesamaan arti dengan „aql diantaranya yaitu QS.

Al-A‟raf/7: 179.

38

M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, vol. 11,

hlm. 349-350.

39 Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia, hlm. 457.

40 Departemen Agama RI., Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm. 513-514.

41 Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Tafsir Al-Qur’anul Majid An-Nuur, Jil. 3,

hlm. 2669.

42 Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia, hlm. 321.

Page 54: PENDIDIKAN AKAL DALAM AL-QUR’ANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/139/jtptiain--agussety... · BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AKAL DAN PENDIDIKAN AKAL ... tidak jarang menggugat

43

Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan

dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak

dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah SWT) dan mereka

mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-

tanda kekuasaan Allah SWT), dan mereka mempunyai telinga (tetapi)

tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah SWT). Mereka

itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah

orang-orang yang lalai. (QS. Al-A‟raf/7: 179).43

Selain menjadi penjelasan mengapa seseorang tidak mendapat petunjuk

dan mengapa pula disesatkan oleh Allah SWT, ayat ini juga berfungsi sebagai

ancaman kepada mereka yang mengabaikan tuntunan pengetahuannya. Hati, mata

dan telinga orang-orang yang memilih kesesatan dipersamakan dengan binatang,

karena binatang tidak bisa menganalogikan apa yang ia dengar dan apa yang ia

lihat dengan sesuatu yang lain. Lebih dari itu, manusia yang diberi anugerah ‘aql

dianggap lebih buruk dari binatang, sebab dengan instingnya binatang saja akan

selalu mencari kebaikan dan menghindari bahaya. Sementara manusia yang sesat

justru menolak kebaikan dan kebenaran, malahan mereka mengarah kepada

bahaya yang tiada taranya. Setelah kematian mereka akan kekal di api neraka,

berbeda dengan binatang yang punah dengan kematiannya.44

Kata yafqahun, menurut Quraisy Shihab, biasanya digunakan untuk

pengetahuan yang mendalam menyangkut hal-hal yang tersembunyi. Dengan

demikian, ayat ini menilai orang munafik tidak mengetahui hal-hal yang

mendalam. Mereka hanya mengetahui hal-hal yang bersifat lahiriyah dan material.

43

Departemen Agama RI., Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm. 251-252.

44 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, vol. 5,

hlm. 313-314.

Page 55: PENDIDIKAN AKAL DALAM AL-QUR’ANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/139/jtptiain--agussety... · BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AKAL DAN PENDIDIKAN AKAL ... tidak jarang menggugat

44

Adapun yang bersifat spiritual maka mereka tidak dapat menghayati dan

merasakannya. Di sinilah sumber kesesatan dan kecelakaan mereka.45

d. Dzakara dan derivasinya.

Secara etimologi, dzakara berarti menyebut, mengingat.46

Dalam Al-

Qur‟an, dzakara dan derivasinya disebut sebanyak 292 kali. Namun yang artinya

identik dengan „aql adalah derivasinya yang tadzakkur. Penggunaan term

tadzakkur dalam Al-Qur'an terulang sebanyak 13 kali, diantaranya yaitu QS. Al-

Fathir/35: 37.

Dan mereka berteriak di dalam neraka itu: “Ya Tuhan kami, keluarkanlah

kami niscaya kami akan mengerjakan amal yang saleh berlainan dengan

yang telah kami kerjakan.” Dan apakah Kami tidak memanjangkan

umurmu dalam masa yang cukup untuk berpikir bagi orang yang mau

berpikir, dan (apakah tidak) datang kepada kamu pemberi peringatan?

Maka rasakanlah (adzab Kami) dan tidak ada bagi orang-orang yang

dzalim seorang penolongpun. (QS. Al-Fathir/35: 37).47

Ayat ini menggambarkan keadaan mereka yang mendustakan Allah SWT

dan rasul-Nya dengan meminta dikeluarkan dari api neraka dan berjanji tidak akan

mengulangi apa yang telah mereka kerjakan selama ini. Namun, disini Allah SWT

menolaknya dengan mempertanyakan umur mereka yang panjang yang tidak

digunakan selama itu.48

Redaksi tadzakkur mengandung pengertian perintah memikirkan sesuatu

dan pengambilan pelajaran dari tanda-tanda kekuasaan Allah SWT terhadap

orang-orang yang menyembah kepada selain-Nya, yang telah dijelaskan dalam

45

M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, vol. 5,

hlm. 677.

46 Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia, hlm. 134.

47 Departemen Agama RI., Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm. 701.

48 Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Tafsir Al-Qur’anul Majid An-Nuur, Jil. 4,

hlm. 3390.

Page 56: PENDIDIKAN AKAL DALAM AL-QUR’ANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/139/jtptiain--agussety... · BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AKAL DAN PENDIDIKAN AKAL ... tidak jarang menggugat

45

ayat-ayat-Nya, sebagaimana yang ditunjukkan oleh firman Allah SWT pada ayat

di atas.

Tabel Jumlah Ayat-Ayat tentang Akal

No Kata Jumlah

1 „Aql dan derivasinya 49 kali

2 Fakkara dan derivasinya 18 kali

3 Nadzara dan derivasinya 129 kali

4 Faqiha dan derivasinya 20 kali

5 Dzakara dan derivasinya 292 kali

6 Qalb dan derivasinya 168 kali

7 Ulul albab 16 kali

8 Ulin nuha 2 kali

C. Orang Berakal dalam Al-Qur’an

Al-Qur‟an tidak menyebut „aql sebagai potensi dan substansi dalam diri

manusia, dimana beberapa proses olah pikir berlangsung darinya. Namun, jika

melihat makna yang dimaksudkannya, Al-Qur‟an memuat istilah al-albab (bentuk

jamak dari lubbu yang berarti isi atau saripati sesuatu).49

Menurut Al-Biqa‟i, albab

adalah akal yang memberi manfaat kepada pemiliknya dengan memilah sisi

substansial dari kulitnya. Ia adalah sisi terdalam akal yang berfungsi menangkap

perintah Allah SWT dalam hal-hal yang dapat diindera dan dapat menyaksikan-Nya

melalui ayat-ayat-Nya.50

Dalam Al-Qur‟an kita dapat menemukan term albab yang terangkai dengan

term ulu (bentuk jamak dari dzu yang berarti mempunyai),51

sehingga menjadi ulul

albab.52

Sehingga ulul albab sering diartikan sebagai orang yang berakal.

49

Yusuf Qardhawi, Al-Qur’an Berbicara tentang Akal dan Ilmu Pengetahuan, terj. Abdul

Hayyie Al-Kattani, dkk., hlm. 30.

50 Yusuf Qardhawi, Al-Qur’an Berbicara tentang Akal dan Ilmu Pengetahuan, terj. Abdul

Hayyie Al-Kattani, dkk., hlm. 31.

51 Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia, hlm. 133.

52 Al-Qur‟an menyebut term ulul albab sebanyak 16 kali dalam 10 surat, yaitu QS. Shad: 29

dan 43, QS. Yusuf: 111, QS. Az-Zumar: 9, 18 dan 21, QS. Al-Mu‟min: 54, QS. Ibrahim: 52, QS. Al-

Page 57: PENDIDIKAN AKAL DALAM AL-QUR’ANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/139/jtptiain--agussety... · BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AKAL DAN PENDIDIKAN AKAL ... tidak jarang menggugat

46

Selain menggunakan term ulul albab untuk merepresentasikan orang yang

berakal, Al-Qur‟an juga menggunakan istilah ulin nuha. Nuha adalah bentuk jama‟

dari nuhyah, yaitu larangan, kepintaran, akal.53

Ulin nuha disebut dalam Al-Qur‟an

sebanyak 2 kali, yaitu dalam QS. Thaha/20: 54 dan 128.

Orang berakal diidentifikasikan dalam Al-Qur‟an sebagai berikut:

1. Orang yang beriman. Sebagaimana firman Allah SWT:

Allah SWT menyediakan bagi mereka adzab yang keras, maka bertaqwalah

kepada Allah SWT hai orang-orang yang mempunyai akal: (yaitu) orang-

orang yang beriman. Sesungguhnya Allah SWT telah menurunkan peringatan

kepadamu. (QS. Ath-Thalaq/65: 10).54

Ayat di atas menyebutkan bahwa ciri seorang yang mempunyai akal adalah

orang yang beriman. Dan di sana juga disebutkan perintah untuk bertaqwa baginya.

Hal ini karena sebaik-baik bekal adalah taqwa. Firman Allah SWT:

Dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah SWT

mengetahuinya. Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah

taqwa dan bertaqwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal. (QS. Al-

Baqarah/2: 197).55

2. Orang yang selalu ingat kepada Allah SWT serta memikirkan segala ciptaan-

ciptaan-Nya. Firman Allah SWT:

Baqarah: 179, 197 dan 269, QS. Ali Imran: 7 dan 190-191, QS. Ar-Ra‟d: 19, QS. Ath-Thalaq: 10, QS.

Al-Maidah: 100.

53 Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia, hlm. 472.

54 Departemen Agama RI., Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm. 947.

55 Departemen Agama RI., Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm.hlm. 48.

Page 58: PENDIDIKAN AKAL DALAM AL-QUR’ANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/139/jtptiain--agussety... · BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AKAL DAN PENDIDIKAN AKAL ... tidak jarang menggugat

47

Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya

malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu)

orang-orang yang mengingat Allah SWT sambil berdiri atau duduk atau

dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit

dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini

dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, Maka peliharalah kami dari siksa neraka”.

(QS. Ali Imran/3: 190-191).56

3. Orang yang berpikir kritis terhadap semua perkataan, pendapat maupun teori yang

ada. Sehingga dengan demikian, dapat mengetahui mana yang benar dan tidak.

Sehingga pendapat yang benarlah yang diikuti. Sebagaimana firman Allah SWT:

Yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik

diantaranya. Mereka itulah orang-orang yang telah diberi Allah SWT

petunjuk dan mereka itulah orang-orang yang mempunyai akal. (QS. Az-

Zumar/39: 18).57

56

Departemen Agama RI., Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm. 109-110. Dalam suatu riwayat

yang dikemukakan oleh Ath-Thabarani dan Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Ibnu „Abbas bahwa

orang Quraisy datang kepada orang Yahudi untuk bertanya: “Mukjizat apa yang dibawa Musa kepada

kalian?” Mereka menjawab: “Tongkat dan tangannya terlihat putih bercahaya”. Kemudian mereka

bertanya kepada kaum Nasrani: “Mukjizat apa yang dibawa „Isa AS kepada kalian?” Mereka

menjawab: “Ia dapat menyembuhkan orang buta sejak lahir hingga dapat melihat, menyembuhkan

orang berpenyakit sopak dan menghidupkan orang mati”. Kemudian mereka menghadap Nabi

Muhammad SAW dan berkata: “Hai Muhammad, coba berdoalah engkau kepada Tuhanmu agar

gunung Shafa ini dijadikan emas”. Lalu Rasulullah SAW berdoa. Maka turunlah ayat ini sebagai

petunjuk untuk memperhatikan apa yang telah ada, yang akan lebih besar manfaatnya bagi orang yang

berakal. Lihat. Q. Shaleh dan A. Dahlan (ed.), Asbabun Nuzul; Latar Belakang Historis Turunnya

Ayat-ayat Al-Qur’an, hlm. 125.

57 Departemen Agama RI., Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm. 748. Diriwayatkan oleh

Juwaibir yang bersumber dari Jabir bin „Abdillah bahwasanya setelah turun ayat Laha sab’atu

abwab… (Jahanam itu mempunyai tujuh pintu…) sebagaimana dalam QS. Al-Hijr: 44, datanglah

seorang laki-laki Ansar menghadap Nabi Muhammad SAW dan berkata: “Ya Rasulullah, aku

mempunyai tujuh hamba yang telah aku merdekakan seluruhnya untuk ke tujuh pintu neraka”. Ayat

ini turun berkenaan dengan peristiwa tersebut. Lihat. Q. Shaleh dan A. Dahlan (ed.), Asbabun Nuzul;

Latar Belakang Historis Turunnya Ayat-ayat Al-Qur’an, hlm. 465.

Page 59: PENDIDIKAN AKAL DALAM AL-QUR’ANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/139/jtptiain--agussety... · BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AKAL DAN PENDIDIKAN AKAL ... tidak jarang menggugat

48

4. Berani mengatakan kebenaran. Firman Allah SWT:

Katakanlah: “Tidak sama yang buruk dengan yang baik, meskipun banyaknya

yang buruk itu menarik hatimu, maka bertaqwalah kepada Allah SWT hai

orang-orang berakal, agar kamu mendapat keberuntungan”. (QS. Al-

Maidah/5: 100).58

Firman Allah SWT:

Katakanlah: “Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-

orang yang tidak mengetahui?” Sesungguhnya orang yang berakal-lah yang

dapat menerima pelajaran. (QS. Az-Zumar/39: 9).59

Orang yang mempunyai akal atau ulul albab akan selalu menimbang-

nimbang segala sesuatu, baik menurut akal atau syari‟at. Dengan pemikiran dan

pertimbangan yang matang terhadap segala sesuatu, ulul albab akan mendapat

keberuntungan dalam kehidupannya di dunia dan akhirat. Karena apa yang

diperintahkan oleh Allah SWT pasti baik secara akal, sebaliknya, apa yang dilarang

oleh Allah SWT pasti juga buruk menurut akal.60

5. Orang yang menyerahkan permasalahan diluar kemampuannya kepada Allah

SWT dengan berpegang pada Al-Qur‟an. Sebagaimana firman-Nya:

58

Departemen Agama RI., Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm.hlm. 179.

59 Departemen Agama RI., Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm.hlm. 747.

60 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasihan Al-Qur’an, Vol. 3,

hlm. 215.

Page 60: PENDIDIKAN AKAL DALAM AL-QUR’ANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/139/jtptiain--agussety... · BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AKAL DAN PENDIDIKAN AKAL ... tidak jarang menggugat

49

Dia-lah yang menurunkan Al-Kitab (Al-Qur‟an) kepada kamu. Diantara

(isi)nya ada ayat-ayat yang muhkamat,61

itulah pokok-pokok isi Al-Qur‟an

dan yang lain (ayat-ayat) mutasyabihat.62

Adapun orang-orang yang dalam

hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti ayat-ayat yang

mutasyabihat daripadanya untuk menimbulkan fitnah dan untuk mencari-cari

ta‟wilnya, padahal tidak ada yang mengetahui ta‟wilnya melainkan Allah

SWT. Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: “Kami beriman

kepada ayat-ayat yang mutasyabihat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami.”

Dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang

yang berakal. (QS. Ali Imran/3: 7).63

Ayat di atas menyebutkan bahwa persoalan-persoalan ghaib tidak dapat

diketahui oleh akal manusia. Oleh karena itu, seorang ulul albab akan menyerahkan

masalah tersebut kepada Allah SWT dengan berpegang kepada Al-Qur‟an.

6. Orang yang memperhatikan ayat-ayat-Nya, baik qauliyah maupun kauniyah.

Firman Allah SWT:

Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah

supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran

orang-orang yang mempunyai pikiran. (QS. Shaad/38: 29).64

61

Ayat yang muhkamat ialah ayat-ayat yang terang dan tegas maksudnya, dapat dipahami

dengan mudah.

62 Termasuk dalam pengertian ayat-ayat mutasyabihat: ayat-ayat yang mengandung beberapa

pengertian dan tidak dapat ditentukan arti mana yang dimaksud kecuali sesudah diselidiki secara

mendalam; atau ayat-ayat yang pengertiannya hanya Allah SWT yang mengetahui, seperti ayat-ayat

yang berhubungan dengan yang ghaib, misalnya ayat-ayat yang mengenai hari kiamat, surga, neraka

dan lain-lain.

63 Departemen Agama RI., Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm. 76. Diriwayatkan bahwa kaum

Nasrani Najran bertanya kepada Rasulullah SAW: “Bukankah anda mengatakan tentang Almasih

bahwa dia adalah kalimat Allah dan ruh-Nya?” Mereka bermaksud hendak menjadikan pernyataan ini

sebagai alat untuk menetapkan atau membenarkan kepercayaan mereka tentang Isa AS bahwa beliau

bukan manusia, melainkan ruh Allah, menurut pemahaman mereka. Sementara itu, mereka

meninggalkan ayat-ayat yang pasti dan muhkam yang menetapkan ke-esa-an Allah SWT secara

mutlak dan meniadakan dari-Nya sekutu dan anak dalam bentuk apa pun. Maka turunlah ayat ini yang

mengungkapkan usaha mereka yang hendak memperalat nash-nash yang samar dan dapat

menimbulkan bermacam-macam gambaran, dan meninggalkan nash-nash yang murni pasti. Lihat.

Sayyid Quthb, Tafsir Fi Zhilalil Qur’an: Di Bawah Naungan Al-Qur’an, Terj. As‟ad Yasin, dkk., Jil.

3, hlm. 48.

64 Departemen Agama RI., Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm. 736.

Page 61: PENDIDIKAN AKAL DALAM AL-QUR’ANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/139/jtptiain--agussety... · BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AKAL DAN PENDIDIKAN AKAL ... tidak jarang menggugat

50

Diantara ayat-ayat Al-Qur‟an yang memerintah ulul albab untuk

memperhatikan ayat-ayat qauliyah-Nya yaitu:

(Al-Qur‟an) ini adalah penjelasan yang cukup bagi manusia, dan supaya

mereka diberi peringatan dengannya, dan supaya mereka mengetahui

bahwasanya Dia adalah Tuhan yang Maha Esa dan agar orang-orang yang

berakal mengambil pelajaran. (QS. Ibrahim/14: 52).65

Untuk menjadi petunjuk dan peringatan bagi orang-orang yang berpikir. (QS.

Al-Mu‟min/40: 54).66

Sedangkan yang memerintah untuk memikirkan ayat-ayat kauniyah-Nya

yaitu firman Allah SWT:

Apakah kamu tidak memperhatikan, bahwa sesungguhnya Allah SWT

menurunkan air dari langit, maka diaturnya menjadi sumber-sumber air di

bumi kemudian ditumbuhkan-Nya dengan air itu tanam-tanaman yang

bermacam-macam warnanya, lalu menjadi kering lalu kamu melihatnya

kekuning-kuningan, kemudian dijadikan-Nya hancur berderai-derai.

Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat pelajaran bagi

orang-orang yang mempunyai akal. (QS. Az-Zumar/39: 21).67

7. Orang yang dapat mengambil pelajaran dari sejarah. Firman Allah SWT:

Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-

orang yang mempunyai akal. Al-Quran itu bukanlah cerita yang dibuat-buat,

65

Departemen Agama RI., Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm. (388).

66 Departemen Agama RI., Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm. 766.

67 Departemen Agama RI., Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm.hlm. 748.

Page 62: PENDIDIKAN AKAL DALAM AL-QUR’ANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/139/jtptiain--agussety... · BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AKAL DAN PENDIDIKAN AKAL ... tidak jarang menggugat

51

akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan

segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman.

(QS. Yusuf/12: 111).68

8. Orang yang dapat mengambil pelajaran dari hukum-hukum. Firman-Nya:

Dan dalam qishash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-

orang yang berakal, supaya kamu bertaqwa. (QS. Al-Baqarah/2: 179).69

9. Orang yang mengambil pelajaran dari fenomena yang menakjubkan. Firman Allah

SWT:

Dan Kami anugerahi dia (dengan mengumpulkan kembali) keluarganya dan

(Kami tambahkan) kepada mereka sebanyak mereka pula sebagai rahmat dari

Kami dan pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai pikiran. (QS.

Shaad/38: 43).70

10. Orang yang mengikuti segala perintah dan larangan Allah SWT. Firman Allah

SWT:

Adakah orang yang mengetahui bahwasanya apa yang diturunkan kepadamu

dari Tuhanmu itu benar sama dengan orang yang buta? Hanyalah orang-orang

yang berakal saja yang dapat mengambil pelajaran, (yaitu) orang-orang yang

memenuhi janji Allah SWT dan tidak merusak perjanjian, dan orang-orang

yang menghubungkan apa-apa yang Allah SWT perintahkan supaya

68

Departemen Agama RI., Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm.hlm. 366.

69 Departemen Agama RI., Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm.hlm. 44.

70 Departemen Agama RI., Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm. 738.

Page 63: PENDIDIKAN AKAL DALAM AL-QUR’ANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/139/jtptiain--agussety... · BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AKAL DAN PENDIDIKAN AKAL ... tidak jarang menggugat

52

dihubungkan, dan mereka takut kepada Tuhannya dan takut kepada hisab

yang buruk, dan orang-orang yang sabar karena mencari keridhaan Tuhannya,

mendirikan shalat, dan menafkahkan sebagian rezki yang Kami berikan

kepada mereka, secara sembunyi atau terang-terangan serta menolak

kejahatan dengan kebaikan; orang-orang itulah yang mendapat tempat

kesudahan (yang baik). (QS. Ar-Ra‟d: 19-22).71

11. Orang yang dapat mencapai hikmah. Firman Allah SWT:

Allah SWT memberikan hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al-Quran

dan As-Sunnah) kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang

diberi hikmah, sungguh telah diberi kebajikan yang banyak. Dan tak ada yang

dapat mengambil pelajaran kecuali orang-orang yang berakal. (QS. Al-

Baqarah/2: 269).72

D. Hakikat Akal dalam Al-Qur’an

Dari sedikit deskripsi tentang akal di atas, dapat disimpulkan bahwa yang

dimaksud akal dalam Al-Qur‟an yaitu potensi untuk berpikir yang mengikat atau

menghalangi seseorang terjerumus dalam dosa atau pelanggaran dan kesalahan. Oleh

karena itu, bisa saja seseorang memiliki daya pikir yang sangat cemerlang, tetapi ia

dinilai tidak berakal, karena ia melakukan aneka dosa dan pelanggaran. Sejalan

dengan makna ini, sebagaimana ketika Al-Qurthubi menafsirkan QS. Ath-Thur/52:

32, diriwayatkan bahwa salah seorang sahabat nabi Muhammad SAW berkata

kepada beliau: “Alangkah berakalnya si A yang Nasrani itu.” Nabi Muhammad SAW

menjawab: “Tidak! Seorang kafir tidaklah berakal. Tidakkah engkau mendengar

firman Allah SWT QS. Al-Mulk/67: 10.73

71

Departemen Agama RI., Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm. 372.

72 Departemen Agama RI., Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm. 67.

73 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, vol. 14,

hlm. 353.

Page 64: PENDIDIKAN AKAL DALAM AL-QUR’ANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/139/jtptiain--agussety... · BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AKAL DAN PENDIDIKAN AKAL ... tidak jarang menggugat

53

Dan mereka berkata: “Sekiranya kami mendengarkan atau memikirkan

(peringatan itu) niscaya tidaklah kami termasuk penghuni-penghuni neraka

yang menyala-nyala.” (QS. Al-Mulk/67: 10).

Seseorang yang tidak menggunakan potensi akalnya untuk menghalanginya

terjerumus dari dosa, pelanggaran dan kesalahan, Al-Qur‟an tidak menamainya orang

yang berakal. Itulah yang juga diakui oleh para penghuni neraka sebagaimana

terbaca dalam QS. Al-Mulk/67: 10 di atas. Meski demikian, Al-Qur‟an tidak pernah

menyebut “orang yang berakal” dengan menggunakan bentuk fa’il dari kata ‘aql.

namun, Al-Qur‟an menggunakan istilah ulul albab dan ulin nuha.

Sebagai potensi untuk berpikir, jangkauan akal sangat luas. Tidak hanya pada

ranah yang empiris semata. Melainkan juga yang abstrak, termasuk yang metafisika.

Namun, cara memikirkan antara yang empiris dan yang abstrak atau metafisika tidak

sama. Hal ini akan penulis coba menggalinya pada bab selanjutnya.

Page 65: PENDIDIKAN AKAL DALAM AL-QUR’ANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/139/jtptiain--agussety... · BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AKAL DAN PENDIDIKAN AKAL ... tidak jarang menggugat

54

BAB IV

ANALISIS

PENDIDIKAN AKAL DALAM AL-QUR’AN

Berangkat dari uraian yang telah dikemukakan dan dipaparkan pada bab-bab

sebelumnya, maka pada bab ini penulis akan mencoba menganalisisnya sehingga

mendapatkan garis besar terhadap pendidikan akal yang ada dalam Al-Qur‟an.

A. Pengertian Pendidikan Akal dalam Al-Qur’an

Dalam QS. An-Nahl: 78 Allah SWT berfirman:

Dan Allah SWT mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak

mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan

hati, agar kamu bersyukur. (QS. An-Nahl: 78).1

Menurut Al-Maraghi, kata af’idah dalam ayat di atas mempunyai arti akal.

Sebab, dengan akalnya, manusia dapat memahami dan membedakan antara petunjuk

dan kesesatan, antara yang baik dan buruk, serta antara yang benar dan salah.2 Ayat

ini menunjukkan dengan jelas bahwasanya ketika keluar dari rahim ibunya, manusia

tidak mempunyai pengetahuan apa pun. Manusia hanya dibekali oleh Allah SWT

tiga potensi, yaitu pendengaran, penglihatan dan akal untuk memperoleh

pengetahuan. Oleh karena itu, agar sarana untuk memperoleh pengetahuan tersebut

dapat terarah dengan baik, maka Allah SWT memberikan bimbingan dan tuntunan

berupa kitab petunjuk, yaitu Al-Qur‟an.

(Al-Qur‟an) Ini adalah penjelasan yang sempurna bagi manusia, dan supaya

mereka diberi peringatan dengan-Nya, dan supaya mereka mengetahui

1 Departemen Agama RI., Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm. 413.

2 Ahmad Mushthafa Al-Maraghî, Tafsir Al-Maraghi, Terj. Bahrun Abu Bakar, dkk.,

(Semarang: Toha Putra, 1992), Juz. XIV, hlm. 211.

Page 66: PENDIDIKAN AKAL DALAM AL-QUR’ANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/139/jtptiain--agussety... · BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AKAL DAN PENDIDIKAN AKAL ... tidak jarang menggugat

55

bahwasanya Dia adalah Tuhan yang Maha Esa dan agar orang-orang yang

berakal mengambil pelajaran. (QS. Ibrahim/14: 52).3

Oleh karena itu, dalam perspektif Al-Qur‟an, pendidikan akal adalah suatu

usaha atau upaya untuk mengembangkan dan membina potensi akal manusia agar

memperoleh pengetahuan dalam rangka untuk mencapai kehidupan yang baik dan

benar di dunia dan akhirat berdasarkan prinsip keesaan Allah SWT, baik uluhiyah

maupun rububiyah.

B. Tujuan Pendidikan Akal dalam Al-Qur’an

Menurut Einstein, dalam otak manusia terdapat apa yang dinamakan dengan

godspot, yaitu sebuah titik yang tidak dapat diisi dengan suatu apa pun, kecuali oleh

cahaya ketuhanan. Hal ini mungkin yang dimaksud oleh Al-Qur‟an sebagai fitrah

manusia untuk bertuhan sebagaimana yang telah terjadi pada masa primordial

manusia. Firman Allah SWT:

Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari

sulbi mereka dan Allah SWT mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka

(seraya berfirman): “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab: “Betul

(Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi”. (Kami lakukan yang demikian itu)

agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya kami (Bani Adam)

adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)”. Atau agar

kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya orang-orang tua kami telah

mempersekutukan Tuhan sejak dahulu, sedang kami ini adalah anak-anak

keturunan yang (datang) sesudah mereka. Maka apakah Engkau akan

membinasakan kami karena perbuatan orang-orang yang sesat dahulu?” (QS.

Al-A‟raf/7: 172-173).4

3 Departemen Agama RI., Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm. 388.

4 Departemen Agama RI., Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm. 250.

Page 67: PENDIDIKAN AKAL DALAM AL-QUR’ANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/139/jtptiain--agussety... · BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AKAL DAN PENDIDIKAN AKAL ... tidak jarang menggugat

56

Ayat ini menginformasikan kepada kita bahwasanya semenjak masih berada

dalam kandungan, manusia sudah diberi tahu oleh Allah SWT bahwa Dia-lah Tuhan

semesta alam. Sehingga dengan demikian, manusia tidak dapat berkilah ketika kelak

berada di akhirat jika selama hidup di dunia tidak mengakui-Nya atau bahkan

menafikan eksistensi-Nya.

Bagi manusia yang mengakui eksistensi-Nya, tentu saja tidak cukup hanya

dengan pengakuan semata. Sebab, Allah SWT menciptakan manusia tidak lain

hanyalah agar manusia melayani-Nya.

Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka

mengabdi kepada-Ku. (QS. Adz-Dzariyat/51: 56).5

Pelayanan tersebut tidak hanya bermakna secara ritual (vertikal), melainkan

juga bersifat kealaman dan kemanusiaan (horisontal) sehingga manusia dapat

mengemban amanat-Nya sebagai khalifah di bumi ini untuk mewujudkan rahmat

bagi seluruh alam.

Dengan demikian, tujuan pendidikan akal dalam Al-Qur‟an dapat dirumuskan

sebagai berikut:

1. Untuk meyakini adanya Tuhan.

2. Untuk mengetahui bahwa hanya Allah SWT yang berhak disembah (uluhiyah).

3. Untuk memahami bahwa pencipta alam semesta adalah Allah SWT (rububiyah).

4. Untuk menunjukkan bahwa ada dunia lain selain dunia sekarang ini (akhirat)

5. Untuk membimbing dan mengantar manusia sebagai khalifah-Nya sehingga dapat

hidup bahagia di dunia dan akhirat.

5 Departemen Agama RI., Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm. 862.

Page 68: PENDIDIKAN AKAL DALAM AL-QUR’ANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/139/jtptiain--agussety... · BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AKAL DAN PENDIDIKAN AKAL ... tidak jarang menggugat

57

C. Materi Pendidikan Akal

Materi pendidikan akal dalam Al-Qur‟an mencakup tiga hal, yaitu:

1. Metafisika

Metafisika disini mencakup hal-hal yang bersifat gaib. Diantaranya yang

disebutkan dalam Al-Qur‟an yaitu masalah ketuhanan, malaikat, syaitan, akhirat,

wahyu, dan lainnya yang tidak bersifat fisik dan diluar jangkauan indera.

2. Kosmologi

Dalam Al-Qur‟an sangat jelas dan banyak sekali ayat yang menyebutkan

anjuran untuk memikirkan dan memahami alam semesta, baik yang sudah diketahui

maupun belum terungkap. Dan materi ini merupakan kajian ilmiah atau sains.

3. Etika

Hal abstrak yang menjadi materi alam selain yang metafisika yaitu etika.

Etika Al-Qur‟an yaitu etika yang didasarkan pada prinsip ketuhanan, kealaman dan

kemanusiaan. Dan banyak ayat-ayat yang menunjukkan akan hal tersebut.

D. Metode Pendidikan Akal dalam Al-Qur’an

Sebagaimana telah dipaparkan pada bab sebelumnya, bahwasanya ranah akal

dalam berolah pikir sangatlah luas. Tidak hanya terbatas pada yang empiris saja,

melainkan juga yang abstrak atau metafisika dan etika. Oleh karena itu, berdasarkan

materi pendidikan akal sebagaimana telah disebutkan dalam bab II, juga paparan

ayat-ayat tentang akal sebagaimana dalam bab III, di sini penulis menemukan

langkah-langkah pendidikan akal yang ada didalamnya.

1. Mengosongkan akal

Untuk mengetahui kebenaran, langkah yang tepat pertama kali yaitu tidak

taqlid buta pada sesuatu yang sudah ada dan mapan, sekalipun hal itu merupakan

pandangan mayoritas. Hal ini bisa kita lihat dalam QS. Al-Baqarah: 170.

Dan apabila dikatakan kepada mereka: “Ikutilah apa yang telah diturunkan

Allah SWT,” mereka menjawab: “(Tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa

yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami”. “(Apakah

Page 69: PENDIDIKAN AKAL DALAM AL-QUR’ANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/139/jtptiain--agussety... · BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AKAL DAN PENDIDIKAN AKAL ... tidak jarang menggugat

58

mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak

mengetahui suatu apapun, dan tidak mendapat petunjuk?”. (QS. Al-Baqarah:

170).6

Dari ayat di atas kita dapat memahami bahwa Al-Qur‟an tidak menghendaki

adanya taqlid terhadap kebiasaan yang sudah menjadi tradisi dan adat atau budaya

tanpa menyeleksinya terlebih dahulu. Dengan kata lain, langkah awal dalam

membentuk akal sehat yaitu mengosongkan akal dari berbagai “kebenaran” yang

telah diterimanya, meskipun “kebenaran” itu menjadi pandangan hidup mayoritas

orang.

2. Membuka dan membangkitkan semua potensi indera

Setelah akal kosong dari “kebenaran-kebenaran”, semua potensi yang dimiliki

manusia harus dibuka dan dibangkitkan untuk dimanfaatkan secara maksimal, baik

penglihatan, pendengaran, penciuman, perasa dan lain-lainnya. Hal ini tidak lain agar

menjadi bahan akal dalam berolah pikir. Sebagaimana disebutkan dalam ayat di atas

QS. QS. An-Nahl: 78.

3. Bersikap kritis

Setelah bahan-bahan didapat, akal harus menimbang-nimbangnya penuh hati-

hati dengan bersikap kritis-dialektis. Setiap bahan yang didapat dipertanyakan dalam

diri sendiri lalu mempertanyakan pendapat-pendapat yang sudah mapan untuk

kemudian dipikirkan sendiri dengan penuh kehati-hatian. Firman Allah SWT dalam

Yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik

diantaranya. Mereka itulah orang-orang yang telah diberi Allah SWT petunjuk

dan mereka itulah orang-orang yang mempunyai akal. (QS. Az-Zumar/39: 18).7

6 Departemen Agama RI., Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm. 41.

7 Departemen Agama RI., Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm. 748.

Page 70: PENDIDIKAN AKAL DALAM AL-QUR’ANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/139/jtptiain--agussety... · BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AKAL DAN PENDIDIKAN AKAL ... tidak jarang menggugat

59

4. Tidak memaksakan potensi akal yang diluar kemampuannya

Dalam bersikap kritis, tentu ada hal-hal yang tidak dapat diterima oleh akal,

atau lebih tepatnya tidak dapat dicerna oleh akal. Jika terjadi hal yang demikian,

bukan berarti hal tersebut tidak benar. Akan tetapi hal tersebut bukanlah ranah akal.

Misalnya hal-hal yang bersifat metafisik. Meski demikian, akal kita tetap dapat

memikirkannya namun bukan langsung pada objek metafisiknya, melainkan melalui

dengan apa yang ada untuk mengantarkan kepadanya. Hal ini tampak pada QS. Ali

Imran: 7.

Dia-lah yang menurunkan Al-Kitab (Al-Qur‟an) kepada kamu. Diantara

(isi)nya ada ayat-ayat yang muhkamat, itulah pokok-pokok isi Al-Qur‟an dan

yang lain (ayat-ayat) mutasyabihat. Adapun orang-orang yang dalam hatinya

condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti ayat-ayat yang

mutasyabihat daripadanya untuk menimbulkan fitnah dan untuk mencari-cari

ta‟wilnya, padahal tidak ada yang mengetahui ta‟wilnya melainkan Allah

SWT. Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: “Kami beriman

kepada ayat-ayat yang mutasyabihat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami.” Dan

tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang

berakal. (QS. Ali Imran/3: 7).8

Hadits nabi yang diriwayatkan oleh Abu Nu‟aim melalui Ibnu „Abbas yang

berbunyi “Berpikirlah tentang makhluk Allah SWT dan jangan berpikir tentang

Allah SWT”,9 juga mengisyaratkan bahwasanya hal-hal yang metafisik seperti Tuhan

merupakan kajian diluar akal.

8 Departemen Agama RI., Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm. 76.

9 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, hlm. 309.

Page 71: PENDIDIKAN AKAL DALAM AL-QUR’ANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/139/jtptiain--agussety... · BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AKAL DAN PENDIDIKAN AKAL ... tidak jarang menggugat

60

5. Koherensi dan korespondensi

Setelah mengetahui bahwasanya hal-hal yang metafisik tidak dapat dijangkau

oleh akal, sesuai dengan hadits nabi di atas, maka untuk mengetahui kebenaran yang

metafisik akal dapat mendapatinya lewat berpikir secara korespondensi-koherensi.

Hal ini dicontohkan dengan apik oleh Al-Qur‟an sebagaimana dalam QS. Yunus/10:

16.

Katakanlah: “Jikalau Allah SWT menghendaki, niscaya aku tidak

membacakannya kepada kamu dan Allah SWT tidak (pula)

memberitahukannya kepada kamu. Sesungguhnya aku telah tinggal bersama

kamu sekian lama sebelumnya. Maka apakah kamu tidak memikirkannya?

(QS. Yunus/10: 16).10

Korespondensi dalam ayat ini yaitu bahwa nabi Muhammad SAW adalah

seorang yang ummi (tidak bisa baca tulis) dan sudah tinggal lama bersama mereka

selama itu. Sedangkan koherensi dalam ayat ini yaitu bahwa nabi Muhammad SAW

merupakan orang yang kejujurannya telah terbukti dan diketahui oleh banyak orang.

Oleh karena itu merupakan hal yang tidak masuk akal jika Al-Qur‟an yang

dibacakannya adalah suatu kebohongan.

10

Departemen Agama RI., Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm. 308.

Page 72: PENDIDIKAN AKAL DALAM AL-QUR’ANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/139/jtptiain--agussety... · BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AKAL DAN PENDIDIKAN AKAL ... tidak jarang menggugat

61

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari uraian bab demi bab yang telah penulis deskripsikan dapat diambil

kesimpulan sebagai berikut:

1. Hakikat akal dalam Al-Qur’an yaitu potensi untuk berpikir yang mengikat atau

menghalangi seseorang terjerumus dalam dosa atau pelanggaran dan kesalahan.

Oleh karena itu, bisa saja seseorang memiliki daya pikir yang sangat cemerlang,

tetapi ia dinilai tidak berakal, karena ia melakukan aneka dosa dan pelanggaran.

2. Pendidikan akal dalam Al-Qur’an yaitu suatu usaha atau upaya untuk

mengembangkan dan membina potensi akal manusia agar memperoleh

pengetahuan dalam rangka untuk mencapai kehidupan yang baik dan benar di

dunia dan akhirat berdasarkan prinsip keesaan Allah SWT, baik uluhiyah maupun

rububiyah. Adapun langkah-langkahnya yaitu mengosongkan akal dari berbagai

“kebenaran-kebenaran”, membuka dan membangkitkan semua potensi indera,

bersikap kritis, tidak memaksakan potensi akal diluar kemampuannya serta

melakukan tindakan koherensi dan korespondensi.

B. Saran-saran

Dari hasil kajian yang telah dilakukan ini, penulis bermaksud memberikan

saran-saran:

1. Pendidikan akal ini sebenarnya sangat urgen dan wajib ditindaklanjuti, sebab hal

ini selaras dengan keadaan manusia masa kini yang sebagian besar tengah hanyut

dalam budaya pop.

2. Mengingat sains dan teknologi semakin canggih dalam memenuhi kebutuhan

manusia mendapatkan akses informasi-informasi, maka pendidikan akal

diharapkan mampu digunakan sebagai solusi yang tepat sebagai filter.

Page 73: PENDIDIKAN AKAL DALAM AL-QUR’ANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/139/jtptiain--agussety... · BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AKAL DAN PENDIDIKAN AKAL ... tidak jarang menggugat

62

C. Penutup

Akhirnya, penulis tidak dapat berkata apa-apa kecuali puja dan puji kepada

Allah SWT dengan penuh rasa syukur, serta shalawat dan salam kepada nabi

Muhammad SAW atas selesainya penulisan skripsi ini.

Satu hal yang penting, skripsi ini sangat jauh dari kebenaran. Oleh karena itu,

penulis harapkan pelurusannya dengan kritik yang benar pula. Meski demikian,

penulis tetap berdoa semoga skripsi ini mampu memberi manfaat bagi yang

membacanya. Amin.

Page 74: PENDIDIKAN AKAL DALAM AL-QUR’ANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/139/jtptiain--agussety... · BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AKAL DAN PENDIDIKAN AKAL ... tidak jarang menggugat

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Wahab Fayid, Muhammad, Al-Tarbiyah Fi Kitabillah, Pendidikan dalam Al-

Qur’an, Semarang: Wicaksana, 1989.

Abu Bakar, Usman, dan Surohim, Fungsi Ganda Lembaga Pendidikan Islam,

(Respon Kreatif Terhadap Undang-undang Sisdiknas), Yogyakarta: Safira

Insani Press, 2005.

Ali, Yunasril, “Perspektif Al-Qur’an Tentang Tuhan”, dalam Abuddin Nata, Kajian

Tematik Al-Qur’an Tentang Ketuhanan, Bandung: Penerbit Angkasa, 2008.

Al-Zuhaili, Wahbah, Al-Qur’an dan Paradigma Peradaban, Yogyakarta: Dinamika,

1996.

Anwar, Saifuddin, Metodologi Penelitian, Yogyakarta: Pelajar Offset, 1998.

Asy’ari, Musa, Manusia Pembentuk Kebudayaan dalam Al-Qur’an, Yogyakarta:

Lembaga Studi Filsafat Islam, 1992.

Bawani, Imam, Segi-Segi Pendidikan Islam, Surabaya: Al-Ikhlas, 1987.

Boas Boangmanalau, Singkop, Marx, Dostoievsky, Nietzsche: Menggugat Teodisi

dan Merekonstruksi Antropodisi, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2008.

D. Marimba, Ahmad, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, Bandung: Al-Ma’arif,

1980.

Daien Indrakusuma, Amir, Pengantar Ilmu Pendidikan, Surabaya: Usaha Nasional,

1973.

Departemen Agama RI., Al-Qur’an dan Terjemahnya, Semarang: CV. Toha Putra,

1971.

Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, Jakarta: Ichtiar Baru Van

Hoeve, 1993.

Hadi, Sutrisno, Metodologi Research, Yogyakarta: Andi Offset, 1999.

Hadikusumo, Kunaryo, dkk., Pengantar Pendidikan, Semarang: IKIP Semarang

Press, 1995.

Hamka, Tafsir Al-Azhar, Jakarta: PT. Pustaka Panjimas, 1983, Juz VII.

Hardiman, F. Budi, Filsafat Modern; Dari Machiavelli Sampai Nietzsche, Jakarta:

PT. Gramedia Pustaka Utama, 2004.

Page 75: PENDIDIKAN AKAL DALAM AL-QUR’ANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/139/jtptiain--agussety... · BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AKAL DAN PENDIDIKAN AKAL ... tidak jarang menggugat

HD, Kaelany, Islam dan Aspek-aspek Kemasyarakatan, (Jakarta: Bumi Aksara,

2005.

http://forum.swaramuslim.net/more.php?id=43638_0_15_0_M.

http://ruhullah.wordpress.com/2008/09/22/evolusi-akal-budi-auguste-comte/

http://www.al-shia.org/html/id/service/maqalat/001/01.html

Ikeda, Daisaku, Demi Perdamaian: Tujuh Jalur Menuju Keharmonisan Global, Terj.

Rany R. Moediarto, Jakarta: PT. Bhuana Ilmu Popular, 2001.

Intan Naomi, Omi, (Peny), Menggugat Pendidikan; Fundamentalis, Konservatif,

Liberal, Anarkis, Yogayakarta: Pustaka Pelajar, 2006.

Izutzu, Toshihiko, Relasi Tuhan dan Manusia; Pendekatan Semantik Terhadap Al-

Qur’an, terj. Agus Fahri Husein, Supriyanto Abdullah dan Amiruddin,

(Yogyakarta: Tiara Wacana, 1997), hlm. 65.

Jalaluddin, Teologi Pendidikan, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001.

Kebung, Konrad, Esai Tentang Manusia: Rasionalisasi dan Penemuan Ide-ide,

Jakarta: Prestasi Pustaka, 2008.

Langgulung, Hasan, Manusia dan Pendidikan (Suatu Analisa Psikologi dan

Pendidikan, Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1992.

Ma’luf, Louis, Al-Munjidu fil-Lugati wal-A’lam, Beirut: Dar Al-Masyriq, 1986.

Mercuse, Herbert, Rasio dan Revolusi; Menyuguhkan Kembali Doktrin Hegel untuk

Umum, Terj. Imam Baehaqie, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004.

Muhadjir, Noeng, Metodologi Penelitian Kualitatif, Yogyakarta: Rake Sarasin, 1996.

Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Teungku, Tafsir Al-Qur’anul Majid An-Nuur, Jil.

2, Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2000.

_______, Tafsir Al-Qur’anul Majid An-Nuur, Jil. 1, Semarang: Pustaka Rizki Putra,

2000.

_______, Tafsir Al-Qur’anul Majid An-Nuur, Jil. 3, Semarang: Pustaka Rizki Putra,

2000.

_______, Tafsir Al-Qur’anul Majid An-Nuur, Jil. 4, Semarang: Pustaka Rizki Putra,

2000.

Munir Mulkhan, Abdul, Paradigma Intelektual Muslim; Pengantar Filsafat

Pendidikan Islam dan Dakwah, Yogyakarta: Sipress, 1993.

Page 76: PENDIDIKAN AKAL DALAM AL-QUR’ANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/139/jtptiain--agussety... · BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AKAL DAN PENDIDIKAN AKAL ... tidak jarang menggugat

Mushthafa Al-Maraghî, Ahmad, Tafsir Al-Maraghi, Terj. Bahrun Abu Bakar, dkk.,

Semarang: Toha Putra, 1992), Juz. XIV.

Nasih Ulwan, Abdullah, Pendidikan Anak dalam Islam, Jakarta: Pustaka Amani,

1989.

Nasution, Harun, Akal dan Wahyu dalam Islam, Jakarta: Penerbit Universitas

Indonesia, 1986.

Nasution, Metode Reseach Penelitian Ilmiah, Jakarta: Bumi Aksara, 2001.

Nata, Abuddin, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997.

Nur Ichwan, Muhammad, Memasuki Dunia Al-Qur’an, Semarang: Lubuk Raya,

2001.

Pasiak, Taufiq, Revolusi IQ/EQ/SQ Antara Neuro Sains dan Al-Qur’an, Bandung:

Mizan, 2002.

Poerwadarminta, W. J. S., Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka,

1991.

Poerwantana, dkk., Seluk Beluk Filsafat Islam, Bandung: PT Rosdakarya, 1994.

Qadir, C. A., Filsafat dan Ilmu Pengetahuan dalam Islam, Jakarta: Yayasan Obor

Indonesia, t.t.

Qardhawi, Yusuf, Al-Qur’an Berbicara tentang Akal dan Ilmu Pengetahuan, terj.

Abdul Hayyie Al-Kattani, dkk., Jakarta: Gema Insani Press, 1996.

Quthb, Muhammad, Sistrem Pendidikan Islam, terj. Siaiman Harun, Bandung: Al-

Ma’arif,1993.

Quthb, Sayyid, Tafsir Fi Zhilalil Qur’an: Di Bawah Naungan Al-Qur’an, Terj. As’ad

Yasin, dkk., Jil. 3.

Rand, Ayn, Kebajikan Sang Diri: Konsep Baru Ego, Terj. A. Asnawi, Yogyakarta:

Ikon Teralitera, 2003.

S. Sumantri, Jujun, Ilmu Dalam Perspektif, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1992.

Sadali, A., dkk., Islam untuk Disiplin Ilmu Filsafat, Jakarta: Bulan Bintang, 1988.

Saifuddin Anshari, Endang, Wawasan Islam; Pokok-Pokok Pikiran tentang

Paradigma dan Sistem Islam, Jakarta: Gema Insani Press, 2004.

Shaleh, Q., dan A. Dahlan, Asbabun Nuzul: Latar Belakang Historis Turunnya Ayat-

ayat Al-Qur’an.

Page 77: PENDIDIKAN AKAL DALAM AL-QUR’ANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/139/jtptiain--agussety... · BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AKAL DAN PENDIDIKAN AKAL ... tidak jarang menggugat

Shihab, M. Quraish, Logika Agama; Kedudukan Wahyu dan Batas-Batas Akal dalam

Islam, Jakarta: Lentera Hati, 2005.

_______, Membumikan Al-Qur’an; Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan

Masyarakat, Bandung: Mizan, 1994.

_______, Tafsir Al-Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, vol. 2, Jakarta:

Lentera Hati, 2002.

_______, Tafsir Al-Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, vol. 4, Jakarta:

Lentera Hati, 2002.

_______, Tafsir Al-Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, vol. 5, Jakarta:

Lentera Hati, 2002.

_______, Tafsir Al-Misbah: Pesan Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, vol. 12,

Jakarta: Lentera Hati, 2002.

_______, Tafsir Al-Misbah: Pesan Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, vol. 14,

Jakarta: Lentera Hati, 2002.

_______, Tafsir Al-Mishbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, vol. 11,

Jakarta: Lentera Hati, 2002.

Sudjana, Nana, Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum di Sekolah, Bandung:

Sinar Baru, 1996.

Suhartono, Suparlan, Filsafat Ilmu Pengetahuan; Persoalan Eksistensi dan Hakikat

Ilmu Pengetahuan, Yogyakarta: Ar-Ruzz, 2005.

Suyitno, Amin, dkk., “Ilmu Alamiah Dasar (IAD)”, (Handout), Semarang: t.p., 2002.

Suyoto (Ed.), Postmodernisme dan Masa Depan Peradaban, Yogyakarta: Aditya

Media, 1994.

Syafi’ie, A., Pendidikan Islam di Indonesia, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1991.

Syafi’ie, Imam, Konsep Ilmu Pengetahuan dalam Al-Qur’an; Telaah dan

Pendekatan Filsafat Ilmu, Yogyakarta: UII Press, 2000.

Takwin, Bagus, Filsafat Timur; Sebuah Pengantar ke Pemikiran-Pemikiran Timur,

Yogyakarta: Jalasutra, 2003.

Tholhah Hasan, Muhammad, Islam dan Masalah Sumber Daya Alam, Jakarta:

Lantabora Press, 2005.

Trueblood, David, Filsafat Agama, terj. M. Rasjidi, Jakarta: PT. Bulan Bintang,

1990.

Page 78: PENDIDIKAN AKAL DALAM AL-QUR’ANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/139/jtptiain--agussety... · BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AKAL DAN PENDIDIKAN AKAL ... tidak jarang menggugat

Tule, Philipus, (Ed.), Kamus Filsafat, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1995.

W. Al-Hafidz, Ahsin, Kamus Ilmu Al-Qur’an, Jakarta: Amzah, 2006.

Wahyudi Asmin, Yudian, Aliran dan Teori Filsafat Islam, Jakarta: Bumi Aksara,

1995.

Walters, J. Donald, Crises in Modern Thought; Menyelami Kemajuan Ilmu

Pengetahuan dalam Lingkup Filsafat dan Hukum Kodrat, terj. B. Widhi

Nugraha, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2003.

Wiyono, Slamet, Manajemen Potensi Diri, Jakarta: Grasindo, 2004.

Yunus, Mahmud, Kamus Arab-Indonesia, Jakarta: PT. Hidayat Agung, 1989.

Zar, Sirajuddin, Filsafat Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004.

Zuhairini, dkk., Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1995.

Page 79: PENDIDIKAN AKAL DALAM AL-QUR’ANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/139/jtptiain--agussety... · BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AKAL DAN PENDIDIKAN AKAL ... tidak jarang menggugat

RIWAYAT HIDUP

A. Identitas Diri

1. Nama Lengkap : Agus Setyabudi

2. Tempat & Tgl. Lahir : Rembang, 15 Agustus 1985

3. NIM : 053111310

4. Alamat Rumah : Jl. Slamet Riyadi No. 7 Ds. Ngadem Rembang

HP : 085227748441

e-mail : [email protected]

website : http://www.padepokandamai.blogspot.com/

B. Riwayat Pendidikan

1. Pendidikan Formal

a. SD Negeri Ngadem Rembang lulus tahun 1998

b. MTs Mualimin Mualimat Rembang lulus tahun 2001

c. SMA Negeri 1 Rembang lulus tahun 2005

d. Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo

Semarang lulus tahun 2012

C. Karya Ilmiah

1. Pendidikan Akal dalam Al-Qur’an (Skripsi, 2012)

Semarang, 14 Februari 2012

Agus Setyabudi

NIM. 053111310