pendekatankonselingtraitnfactorspembahasan-130612215925-phpapp01
-
Upload
bernardpranavasta -
Category
Documents
-
view
13 -
download
0
description
Transcript of pendekatankonselingtraitnfactorspembahasan-130612215925-phpapp01
PENDEKATAN KOSENLING TRAIT N FACTORS
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pendekatan trait & factor merupakan pendekatan konseling yang berpusat
pada konselor, dan konselor lebih berperan aktif dalam membantu klien. trait
adalah suatu ciri yang khas bagi seseorang dalam berpikir, berperasaan, dan
berprilaku, seperti intelegensi (berpikir), iba hati (berperasaan), dan agresif
(berprilaku). Konseling Trait-Factor berpegang pada pandangan yang sama dan
menggunakan tes-tes psikologis untuk menanalisis atau mendiagnosis seseorang
mengenai ciri-ciri dimensi/aspek kepribadian tertentu, yang diketahui mempunyai
relevansi terhadap keberhasilan atau kegagalan seseorang dalam jabatan dan
mengikuti suatu program studi. Namun, dikarenakan konselor trait & factor
mendapat predikat sebagai “Directivist” yang dianggap memaksakan
keinginannya atas klien yang tidak memiliki daya. Maka diharapkan dengan
adanya makalah ini, konselor dalam melaksakan konseling melalui pendekatan
konseling trait & factor, tidak salah arah dan memaksakan diri dalam membantu
masalah klien.
Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam makalah ini yaitu
Apa konsep utama dari pendekatan konseling trait & factor?
Apa tujuan dari konseling trait & factor?
Apa peran konselor dan konseli dalam konseling trait & factor?
Bagaimana proses, teknik, dan tahap dari pendekatan konseling trait & factor?
Apa kelebihan dan kelemahan dari pendekatan konseling trait & factor?
Tujuan
Tujuan disusunnya makalah ini tidak lain yaitu untuk membantu para calo
konselor dalam memahami, mengetahui, dan mengerti tentang pendekatan
konseling trait & factor sehingga tidak salah atau asal-asalan dalam membantu
klien yang mengalami masalah.
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. KONSEP UTAMA TRAIT & FACTOR
Model pendekatan Trait & Factors dalam konseling memiliki beberapa
nama lain. Pendekatan ini sering dikenal dengan nama pendekatan rasional,
dengan demikian masuk pada kelompok aspek kognitif. Minnesota Point Of View
dalam konseling sering digunakan untuk menunjuk pendekatan trait & factors
yang pada dasarnya dikaitkan dengan sumber pengenalnya yaitu University of
Mennesota, tempat dimana Edmund Griffith Williamson sebagai tokoh pendiri
utamanya mengembangkan model konseling tersebut. Selain itu teori trait &
factor disebut juga “Directive Counseling” yaitu konseling yang berpusat pada
konselor, dan konselor lebih berperan aktif dalam membantu klien.
Ancangan trait & factor mulanya merupakan ancangan konseling
vokasional, tatapi pada perkembangannya menjadi lebih peduli pada
perkembangan total individu, bukan pada masalah-masalah vokasional saja.
seiring perkembangan konseling trait & factor, Pepensky & Pepinsky (Burks,
1979) mengidentifikasikannya menjadi tiga tahap. Tahap pertama, ditandai
dengan kepedulian ancangan ini pada cara-cara untuk mengukur atribusi klien,
seperti aptitude, abilities, interests, attitude, dan personality yang menjadi
predictor bagi keberhasilan seseorang dalam pendidikan dan jabatn. Tahap kedua
merupakan tahap pengembangan model proses konseling, dan konsep diagnosis
yang berdifferensiasi diperluas, mencakup masalah-masalah penyesuaian klien
diluar pendidikan dan jabatan. Williamson, pada tahun 40-an tersebut
menganjurkan agar konselor klinik mendiagnosa siswa yang normal dan tidak dan
mendiagnosa dalam seluruh latar kehidupan klien. Tahap ketiga, yang
kulminasinya pada tahun-tahun setelah perang dunia II, dikenal sebagai masa
studi faktorisasi, studi analisa factor diterapkan bagi mempelajari macam-macam
sifat individu.
Burks dan Stefflre menambahkan tahap perkembangan ke empat, yaitu
tahap teoritik dan filosofik. Seiring berkembangnya ancangan client-centered
(yang sekarang menjadi person centered), konselor trait & factor mendapat
2
predikat sebagai “Directivist” yang dianggap memaksakan keinginannya atas
klien yang tidak memiliki daya. Mereka juga dikritik berkenaan dengan kurang
netralnya terhadap nilai (value). Pada waktu itu, Williamson menulis banyak
artikel yang dimaksudkan agar konselor tidak ragu-ragu dalam memengaruhi
siswa yang mengarah pada system nilai yang kehidupan intelektualnya dominan.
Ia mengatakan bahwa tidak ada kriterium tunggal bagi kehidupan yang baik,
tetapi ada berbagai pilihan bagi pilahan yang rasional.
Model konseling Williamson bersifat rasional, logis dan intelektual, tetapi
dasar falsafahnya bukan dengan istilah personalisme, individu individu didekati
satu sosok yang utuh dan secara keseluruhan perlu dipertimbangkan:
perkembangan intelek, sosial, emosional, dan kewarganegaraannya. Menurut
Williamson, individu dapat berkembang secara optimal hanya mungkin melalui
pendidikan, termasuk pandangan optimis dalam pendidikan, dan konseling pada
hakikatnya sama dengan pendidikan, tujuan yang ingin dicapai melalui
pendidikan juga merupakan tujuan konseling. Pendidikan maupun konseling harus
diarahkan untuk membantu perkembangan individu seoptimal mungkin secara
keseluruhan, bukan salah satu aspek saja, misalnya intelek saja.
Ancangan ini memberikan perhatian utama pada sifat-sifat (traits) yang
unik pada setiap individu. Traits adalah kategori-kategori yang digunakan untuk
memberikan (mendeskripsikan) perbedaan individu dalam bertingkah laku (Burks,
1979). Batasan lain mengenai trait, pada dasarnya memiliki definisi sama tetapi
dalam rumusan berbeda, dikemukakan oleh Eysenck. Ia mengartikan sifat sebagai
prinsip pengatur yang dapat disimpulkan melalui pengamatan perilaku.
Williamson sendiri mengatakan bahwa kepribadian terdiri dari system sifat atau
factor yang saling bergantung, seperti kemampuan, minat, sikap, dan temperamen.
Untuk mengetahui macam sifat pada individu dan pengaruh terhadap
perilakunya, ancangan trait & factor menggunakan metode-metode sebagai
berikut:
a. Metode bivariate, lazim berupa eksperimen
b. Metode multivariate, melalui analisis factor
c. Metode klinik, pengamatan dan penyimpulan dalam suatu wawancara.
3
B. HAKIKAT MANUSIA
Menurut Williamson ada 5 hal pokok mengenai hakikat manusia yang
diantaranya yaitu:
1. Manusia dilahirkan dengan membawa potensi baik dan buruk. Tidak ada
individu yang lahir membawa potensi baik semata dan sebaliknya juga tidak
ada individu yang lahir semata-mata penuh dengan muatan sifat yang buruk.
Kedua sifat itu dimiliki oleh manusia, tetapi sifat mana yang akan
berkembang tergantung pada interaksinya dengan manusia lain atau
lingkungannya. Williamson berkata bahwa makna hidup adalah mencari
kebenaran, kebaikan, dan menolak atau paling tidak mengontrol keburukan
atau kejahatan. Tingkat menjadi manusia yang utuh (full human being)
ditentukan oleh derajat kewaspadaan dan kontrol diri seseorang yang dicapai
dan dikembangkan dalam hubungannya dengan orang lain.
2. Manusia bergantung dan hanya akan berkembang secara optimal ditengah-
tengah masyarakatnya. Manusia memerlukan bantuan orang lain dalam
mengembangkan potensi dirinya (aktualisasi diri) dan tidak dapat hidup
sepenuhnya dengan melepaskan diri dari masyarakat.
3. Manusia ingin mencapai kehidupan yang baik (good life). Memperoleh
kehidupan yang baik dan lebih baik lagi merupakan kepedulian setiap orang.
Bapak yang bekerja keras untuk mencari nafkah, karyawan berlomba-lomba
memeroleh kenaikan pangkat dan sebagainya menjadi cermin bahwa manusia
ingin memeroleh kehidupan yang baik.
4. Manusia banyak berhadapan dengan “pengintrodusir” konsep hidup yang
baik, yang menghadapkannya pada pilihan-pilihan. Dalam keluarga, individu
berkenalan dengan konsep hidup yang baik yang diajarkan oleh orang tuanya.
Di sekolah, dia memperoleh konsep hidup yang baik dari gurunya, dan di
masyarakat, dia memperolehnya dari teman dan masyarakat yang lain.
Banyaknya pengintrodusir tersebut mungkin mengahalangi individu dalam
proses pencariannya. Dan adalah mungkin bahwa pencarian itu sendiri
ternyata menjadi kehidupan yang baik, kemauan berusahanya itu sudah
merupakan kebaikan.
5. Hubungan manusia berkaitan dengan konsep alam semesta (the universe).
4
Dari pernyataan Wiliamson tentang hakikat manusia, masih ada lagi
pokok-pokok hakikat manusia yang lain. Pokok-pokok hakikat manusia tersebut
diantaranya:
1. Manusia adalah makluk yang unik
2. Manusia memiliki sejumlah kesamaan sifat yang umum
3. Aktif dan berpotensi.
C. HAKIKAT KONSELING
Hakikat konseling menurut Williamson bahwa konseling lebih luas
daripada psikoterapi. Alasannya, psikoterapi sering dibatasi oleh: (1) aspek
perkembangan pribadi yang bersifat emotional, (2) sering kali konflik diri
dipandang terlepas dari kehidupan nyata klien, sering kali terbatas pada penilaian
klien terhadap pengalaman-pengalaman pribadinya dan bukan actual behaviornya
di dalam situasi sosialnya. Sebaliknya, konseling memberikan perhatian pada
interaksi pribadi dengan lingkungan sosial dan kebudayaan. Konseling
memperhatikan keduanya, baik isi penyesuaian diri maupun sikap individu
terhadap penyesuaian dirinya. Konseling berusaha memadukan pendidikan,
bimbingan vokasional, dinamika kepribadian dalam hubungan antar pribadi.
Williamson mengajukan batasan konseling yang bermacam-macam
sebagai hasil dari perkembangan konsepsinya.
a. Konseling adalah satu proses yang bersifat pribadi dan individu yang
dirancang untuk membantu untuk mempelajari bahan ajaran (subject materi)
di sekolah, seperti mengembangkan sifat-sifat kewarganegaraan, nilai-nilai
sosial, pribadi dan kebiasaan yang baik, dll.
b. Konseling adalah bantuan yang bersifat individual, personal yang diliputi
oleh suasana permisif dalam mengembangkan keterampilan dan mencapai
self-understanding dan self-direction yang secara sosial dibenarkan.
c. Konseling adalah suatu jenis khusus dari hubungan kemanusiaan yang relatif
singkat antara “mentor” (konselor) yang mempunyai pengalaman luas dalam
masalah perkembangan manusia beserta cara/teknik memfasilitasinya dengan
“learning” (klien) yang menghadapi kesulitan dalam usahanya mengarahkan
dan membina perkembangannya lebih lanjut.
5
d. Konseling adalah suatu cara/teknik untuk memfasilitasi individu bagi
mendapatkan identitasnya, mempermudah keinginanya memahami diri
sendiri, dan dalam mewujudkan aspirasinya.
D. MASALAH DAN FAKTOR PENYEBAB
1. Jenis Masalah
Pengkategorian masalah yang selama ini banyak dikenal adalah
pengkategorian secara sosiologis dan psikologis. Pengkategorian secara
sosiologis, misalnya membagi macam-macam masalah seperti masalah
pendidikan, masalah keluarga, ekonomi, pergaulan dan sebagainya. Sedangkan
pengkategorian secara psikologis yang terkenal ada dua, yaitu model Bordin dan
model Pepinsky & Pepinsky. Pengkategorian masalah menurut Bordin adalah:
a. Dependence (bergantung)
b. Lack of information (kurang informasi)
c. Self-conflict (konflik diri)
d. Choice anxiety (takut memilih)
e. No problem (bukan masalah-masalah diatas)
Pengkategorian masalah menurut Pepinsky:
a. Lack of assurance (kurang percaya pada diri sendiri)
b. Lack of information (kurang informasi)
c. Dependence (bergantung)
d. Self-conflict (konflik diri)
2. Faktor Penyebab
Masalah-masalah yang telah dijabarkan di atas, dapat timbul karena faktor-
faktor internal maupun faktor eksternal. Adapun faktor internalnya antara lain:
- Individu banyak dipengaruhi kehidupan emosi, sehingga kemampuan berpikir
rasionalnya terhambat
- Potensi-potensinya kurang berkembang atau tidak mendapat kesempatan
berkembang secara penuh
- Kurang memiliki control
- Memiliki kekurangan tertentu, baik cacat fisik maupun mental, dan yang
merupakan faktor keturunan.
6
Sedangkan faktor eksternalnya antara lain yaitu
- Perlakuan orang tua: sikap orang tua yang terlalu menenkan, menolak
maupun melindungi merupakan sumber timbulnya masalah
- Kondisi lingkungan dan masyarakatnya (meliputi lingkungan fisik dan sosial)
- Pengalaman atau sejarah pribadi yang menimbulkan trauma
- Ada tidaknya kesempatan mengembangkan diri baik yang menyangkut
situasinya maupun pendukung (orangnya).
E. PRIBADI YANG IDEAL
Pribadi ideal adalah apabila pribadi tersebut mampu menggunakan
kemampuan berfikir rasionalnya untuk memecahkan masalah-masalah kehidupan
secara bijaksana. Selain itu pribadi yang bersangkutan dapat memahami kekuatan
dan kelemahan dirinya serta mampu dan mau mengembangkan segala potensinya
secara penuh (khususnya potensi baiknya), memiliki motivasi untuk
meningkatkan atau menyempurnakan diri, memiliki kontrol diri untuk menyeleksi
pengaruh yang baik dan buruk, dan dapat menyesuaikan diri ditengah-tengah
masyarakatnya sehingga dia dapat digolongkan sebagai masyarakat yang baik.
F. TUJUAN KONSELING
Menurut pendekatan Trait and factor konseling bertujuan sebagai berikut:
a. Self-clarification (kejelasan diri)
b. Self-understanding (pemahaman diri)
c. Self-acceptance (penerimaan diri)
d. Self-direction (pengarahan diri)
e. Self-actualization (perwujudan diri)
G. PERAN KONSELOR
Peranan konselor dalam proses konseling ini yaitu
- Dapat menempatkan diri sebagai seorang guru,
- Menerima sebagian tanggung jawab atas keselamatan klien (walaupun
penanggung jawab utamanya adalah klien yang bersangkutan),
- Bersedia mengarahkan klien ke arah yang lebih baik,
7
- Tidak netral sepenuhnya terhadap nilai (value),
- Yakin terhadap asumsi-asumsi konseling yang efektif (diuraikan
tersendiri).
H. PERAN KONSELI
Peranan konseli dalam proses konseling trait and factor ini yaitu
- Sedapat mungkin dating secara sukarela, tetapi jika klien tersebut
dikirim-berdasarkan pengalaman-tidak terlalu berbeda efektivitasnya
- Bersedia belajar memahami dirinya sendiri dan mengarahkan diri dengan
mengubah respon-responnya yang kurang tepat
- Menggunakan kemampuan berpikirnya untuk lebih memperbaiki dirinya
sehingga dapat mencapai kehidupan yang rasional dan memuaskan
- Bekerjasama dengan konselor dan bersedia mengikuti arahan konselor
dalam hal proses pengubahan.
I. SITUASI HUBUNGAN
Konseling trait and factors ditandai dengan ciri-ciri situasi hubungan
sebagai berikut:
a. Konseling merupakan suatu thinking relationship yang lebih mementingkan
peranan berpikir rasional, tetapi tidak meninggalkan aspek emosional
seseorang
b. Konseling berlangsung dalam situasi hubungan yang bersifat pribadi,
bersahabat, akrab, dan empatik
c. Konseling yang berlangsung dapat bersifat remidiatif maupun developmental
d. Setiap pihak (konselor-klien) melakukan perannya secara proporsional.
J. PROSES KONSELING
Peranan konselor menurut teori ini adalah memberitahukan konseli tentang
berbagai kemampuanya yang diperoleh konselor melalui testing. Berdasarkan
testing pula konselor mengetahui kelemahan dan kekuatan kepribadian konseli.
Pendekatan teori ini seri deisebut kognitif rasional karena peranan konselor dalam
konseling ialah memberitahukan, memberi informasi, dan mengarahkan konseli.
8
Williamson menyatakan bahwa hubungan konseling merupakan hubungan yang
sangat akrab, sangat bersifat pribadi dalam hubungan tatap muka, kemudian
konselor bukan hanya membantu individu atas apa saja yang sesuai dengan
potensinya, tetapi konselor harus mempengaruhi klien berkembang ke satu arah
yang terbaik baginya. Langkah-langkah dalam proses konseling ini yaitu (1)
Penyambutan dan topik netral; (2) Tahap Analisa; (3) Tahap sintesa; (4) Tahap
prognosa; (5) Pencarian alternatif; (6) Pengambilan keputusan; (7) Implementasi;
(8) Penutup.
K. TAHAP-TAHAP KONSELING
Tahap-tahap konseling pada konseling trait and factor meliputi:
1. Analisis
Analisis merupakan tahap atau langkah mengungkap data tentang diri
pribadi klien beserta lingkungannya. Tujuan tahap analisis adalah untuk
memperoleh pemahaman tentang diri siswa/klien dalam hubungannya dengan
syarat-syarat yang diperlukan untuk memperoleh penyesuaian diri baik untuk
masa sekarang maupun masa yang akan datang. Syarat data yang terkumpul harus
valid, relevan, dan komprehensif. Data yang dikumpulkan diklasifikasikan
menjadi dua macam:
a. Data vertical (menyangkut diri klien):
- Data fisik: kesehatan, ciri-ciri fisik, penampilan fisik, dsb.
- Data psikis: bakat, minat, sikap, cita-cita, hobi, kebiasaan, dsb.
b. Data Horisontal (berkaitan denga latar belakang atau lingkungan klien):
- Data keluarga, kehidupan di sekolah, tempat kerja, teman, dsb.
2. Sintesis
Sintesis merupakan tahap atau langkah menghimpun, menyeleksi, dan
menghubung-hubungkan atau menggolong-golongkan data yang disusun secara
ringkas tetapi tetap komprehensif sehingga diperoleh pemahaman yang lebih jelas
tentang diri klien.
3. Diagnosis
Diagnosis merupakan tahap mempertegas hakikat masalah dan
menemukan faktor penyebabnya.
9
4. Prognosis
Prognosis memperkirakan kemungkinan yang akan terjadi pada masa yang
akan datang atau konsekuensi bila ada perubahan atau tidak ada perubahan pada
diri klien.
5. Konseling
Konseling merupakan tahap mengembangkan alternatif pemecahan
masalah, menentukan, dan melaksanakannya. Dalam kaitan ini ada lima sifat
konseling, yaitu :
1. Belajar terpimpin menuju pengertian diri
2. Mendidik/mengajar kembali untuk mencapai tujuan kepribadiannya dan
penyesuaian hidupnya.
3. Bantuan pribadi agar klien mengerti dan terampil dalam menerapkan prinsip
dan teknik yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari.
4. Konseling yang mencakup hubungan dan teknik yang bersifat
menyembuhkan
5. Mendidik kembali yang sifatnya sebagai katarsis atau penyaluran
6. Follow-up
Follow-up merupakan tahap menentukan langkah-langkah lanjutan
berdasarkan telaah atas pelaksanaan alternatif yang telah dipilih.
L. TEKNIK-TEKNIK KONSELING
Teknik-teknik dalam konseling trait and factor berpegang pada prinsip
adanya individual differences, maka dalam teknik konseling tidak ada teknik-
teknik tertentu yang cocok untuk setiap siswa. Teknik-teknik tertentu hanya cocok
untuk siswa tertentu dengan masalah tertentu pula. Oleh karena itu, dalam
membantu siswa, dituntut adanya fleksibilitas dan kecanggihan konselor dalam
membuat variasi teknik, bahkan terbuka bagi konselor membuat modifikasi-
modifikasi. Teknik-teknik konseling yang dikemukakan Williamson ada lima
macam yaitu
1. Establishing Rapport (Menciptakan Hubungan Baik)
Dalam menciptakan hubungan yang baik dengan konseli, konselor
perlu menciptakan suasana hangat, nyaman, menyenangkan, ramah dan akrab
10
(tetapi tidak perlu merendah, cukup pada posisi sejajar antara konselor
dengan klien), dan menghilangkan kemungkinan situasi yang bersifat
mengancam (seperti konselor dengan muka yang garang sehingga membuat
konseli merasa terancam).
Ada beberapa faktor penting dan terkait dengan keperluan penciptaan
rapport tersebut:
- Reputasi konselor, khususnya reputasi dalam kompetensi (competency
reputation), konselor harus memiliki nama baik dimata siswa,
- Penghargaan dan perhatian konselor terhadap individu,
- Kemampuan konselor dalam menyimpan rahasia (confidentiality),
termasuk kerahasiaan hasil-hasil konseling atas siswa-siswa terdahulu.
2. Cultivating Self-Understanding (Mempertajam Pemahaman Diri)
Konselor perlu berusaha agar klien lebih mampu memahami dirinya
yang mencakup segala kelebihan maupun kekurangannya, dan dibantu untuk
menggunakan kekuatan dan mengatasi kekurangannya. Untuk itu, dapat
dimengerti kalau misalnya konselor dituntut untuk menginterpretasikan data
klien, termasuk data hasil testing. Sudah barang tentu cara menerangkannya
harus dengan kata-kata sederhana yang jelas dan mudah difahami klien.
3. Advicing Or Planning A Program of Action (Memberi Nasehat Atau
Membantu Merencanakan Program Tindakan)
Dalam melaksanakan hal ini, konselor memulai dari apa yang menjadi
pilihan klien, tujuannya, pandangannya, dan sikapnya; kemudian
mengemukakan alternatif-alternatif untuk dibahas segi-segi positif dan
negatifnya, manfaat dan kerugiannya. Dalam hal ini, konselor menyampaikan
nasehat-nasehat secukupnya dengan pensikapan bahwa hal itu bersikap
sementara karena fakta dan data yang diketahui konselor, betapapun tetap
terbatas. Oleh karena itu, klien perlu didorong untuk menyampaikan ide-
idenya sendiri untuk dipertimbangkan dan konselor memberikan saran-saran
bagi pengambilan keputusan dan pelaksanaanya. Ada tiga cara dalam
memberikan nasehat yaitu
11
1. Dirrective Advice (nasehat langsung), dimana konselor secara terbuka
dan jelas menyatakan pendapatnya. Cara ini dilakukan apabila klien
memang tidak mengetahui betul apa yang harus diperbuat/diinginkan.
2. Persuasive, dilakukan apabila klien telah mampu menunjukan alas an yang
logis atas pilihan-pilihannya tetapi belum menentukan pilihan.
3. Eksplanatory (penjelasan), yang merupakan metode yang paling
dikehendaki dan memuaskan.
4. Carrying Out The Plan (Melaksanakan Rencana)
Mengikuti pilihan atau keputusan klien, konselor dapat memberikan
bantuan langsung bagi implementasi atau pelaksanaannya. Bantuannya antara
lain berupa, rencana atau program pendidikan dan pelatihan atau usaha-usaha
perbaikan lainnya yang lebih dapat menyempurnakan keberhasilan tindakan.
Contoh: apabila dalam keputusannya klien akan menemui gurunya, maka
klien diajak mendiskusikan kapan hal itu dilakukan, dimana, dengan cara apa,
dengan siapa dan sebagainya.
5. Refferal (Pengiriman Pada Ahli Lain)
Pada kenyataanya tidak ada konselor yang ahli dalam memecahkan
segala permasalahan siswa, yang karena itu konselor perlu menyadari
keterbatasan dirinya. Apabila konselor tidak mampu, konselor tidak
diperkenankan untuk memaksakan diriatau berbuat coba-coba. Konselor perlu
mengirimkan kliennya pada ahli lain yang lebih mampu.
M. KELEBIHAN DAN KELEMAHAN
Kelebihan:
1. Teori ciri dan sifat menerapkan pendekatan ilmiah pada konseling
2. Penekanan pada penggunaan data tes objektif, membawa kepada upaya
perbaikan dalam pengembangan tes dan penggunanya, serta perbaikan dalam
pengumpulan data lingkungan.
3. Penekanan yang diberikan pada diagnose mengandung makna sebagai
suatu perhatian terhadap masalah dan sumbernya mengarahkan kepada upaya
pengkreasian teknik-teknik untuk mengatasinya.
4. Penekanan pada aspek kognitif merupakan upaya menyeimbangkan
12
pandangan lain yang lebih menekankan afektif atau emosional.
Kelemahan:
a. Kurang diindahkan adanya pengaruh dari perasaan, keinginan, dambaan
aneka nilai budaya (cultural values), nilai-nalai kehudupan (personal values),
dan cita-cita hidup, terhadap perkembangan jabatan anak dan remaja
(vocational development) serta pilihan program/bidang studi dan bidang
pekerjaan (vocational choice).
b. Kurang diperhatikan peran keluarga dekat, yang ikut mempengaruhi
rangkaian pilihan anak dengan cara mengungkapkan harapan, dambaan dan
memberikan pertimbangan untung-rugi sambil menunjuk pada tradisi
keluarga; tuntutan mengingat ekonomi keluarga; serta keterbatasan yang
konkrit dalam kemampuan finansial, dan sebagainya.
c. Kurang diperhitungkannya perubahan-perubahan dalam kehidupan
masyarakat, yang ikut memperluas atau membatasi jumlah pilihan yang
tersedia bagi seseorang.
d. Kurang disadari bahwa konstelasi kualifikasi yang dituntut untuk mencapai
sukses di suatu bidang pekerjaan atau program studi dapat berubah selama
tahun-tahun yang akan datang.
e. Pola ciri-ciri kepribadian tertentu pasti sangat membatasi jumlah
kesempatan yang terbuka bagi seseorang, karena orang dari berbagai pola ciri
kepribadian dapat mencapai sukses di bidang pekerjaan yang sama.
13
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Pendekatan konseling trait & factor dikembangkan dan didirikan oleh E.G.
Williamson. adalah suatu ciri yang khas bagi seseorang dalam berpikir,
berperasaan, dan berprilaku, seperti intelegensi (berpikir), iba hati (berperasaan),
dan agresif (berprilaku). Teori Trait-Factor adalah pandangan yang mengatakan
bahwa kepsibadian seseorang dapat dilukiskan dengan mengidentifikasikan
jumlah ciri, sejauh tampak dari hasil testing psikologis yang mengukur masing-
masing dimensi kepribadian itu. Tujuan dari konseling trait & factor yaitu Self-
clarification (kejelasan diri), Self-understanding (pemahaman diri), Self-
acceptance (penerimaan diri), Self-direction (pengarahan diri), Self-actualization
(perwujudan diri).
Sedangkan tahap konselingnya yaitu analisis, sintesis, diagnosis,
prognosis, konseling, dan follow-up. Dan tekniknya adalah Establishing Rapport
(Menciptakan Hubungan Baik), Cultivating Self-Understanding (Mempertajam
Pemahaman Diri), Advicing Or Planning A Program of Action (Memberi Nasehat
Atau Membantu Merencanakan Program Tindakan), Carrying Out The Plan
(Melaksanakan Rencana), Refferal (Pengiriman Pada Ahli Lain).
14
DAFTAR RUJUKAN
http://apadefinisinya.blogspot.com/2009/02/teori-konseling-trait-factor.html,
Online pk. 18.10 (28/03/2011)
http://www.zonependidikan.co.cc/2010/05/konseling-trait-factor.html, Online pk.
18.10 (28/03/2011)
Lutfi & Sudjiono. 1991. Konseling Individu Trait And Factors. Malang: IKIP-
Malang.
15