pendekatakkonselingrealita-130612215448-phpapp01
-
Upload
bernardpranavasta -
Category
Documents
-
view
17 -
download
0
description
Transcript of pendekatakkonselingrealita-130612215448-phpapp01
PENDEKATAN KONSELING REALITA
BAB I
PENDAHULUAN
I. Latar belakang
Konseling Realita pada hakekatnya menentang pendekatan konseling lain
yang memperlakukan konseli sebagai individu yang sakit. Diketahui bahwa
konseling ini sangat popular di kalangan petugas bimbingan sekolah dan tempat-
tempat rehabilitasi. Di samping itu konseling realita memerankan konselor
sebagai guru yang menciptakan kondisi yang kondusif mengajar, dan memberi
contoh, serta mengajak konseli untuk menghadapi relita.
Oleh karena setiap orang, termasuk siswa, selalu dihadapkan pada
kenyataan (realita) hidup, maka pendekatan ini tepat untuk dipelajari dan dikuasai
untuk diterapkan oleh konselor. konselor mengajarkan tingkah laku yang
bertanggung jawab. Dengan demikian konselor yang berkesempatan
mempelajarinya akan memiliki kemampuan untuk melaksanakan konseling
individual berdasarkan pada pendekatan realita.
Dalam makalah ini, penyusun berusaha menjelaskan tentang konseling
realita yang di dalamnya meliputi tentang falsafah pendekatan konseling realita
dan proses konseling.
II. Rumusan Masalah
a. Bagaimana falsafah pendekatan konseling realita?
b. Bagaimana karakteristik konseling realita?
c. Bagaimana hakikat manusia dalam konseling realita?
d. Bagaimana pandangan tentang pribadi individu?
e. Bagaimana proses terapeutik dalam konseling realita?
III. Tujuan
a. Untuk mengetahui lebih jauh tentang falsafah konseling realita
b. Untuk mengetahui apa saja karakteristik dalam konseling realita
c. Untuk mengetahui lebih jauh tentang hakikat manusia
1
d. Untuk mengetahui pandangan pribadi individu
e. Untuk mengetahui lebih jauh tentang proses terapeutik dalam konseling realita
Falsafah Pendekatan Konseling Realita
Konseling realita dicetuskan oleh William Glasser yang lahir pada tahun
1925 dan menghabiskan masa kanak-kanak dan remajanya di Cliveland, Obio,
serta dikembangkan oleh Robert Wubbolding. Pertumbuhan Glasser relatif tanpa
hambatan, sehingga ia memahami dirinya sebagai lelaki yang baik. Glasser
meninggalkan kota kelahirannya setelah ia masuk ke perguruan tinggi.
Pada mulanya Glasser belajar di bidang teknik kimia di Universitas Case
Institute Of Technology. Pada usia 19 tahun ia dilaporkan sebagai penderita
shyness atau rasa malu yang akut. Ia kemudian mengikuti latihan psikiatri pada
Veterans Administration Center (Pusat Administrasi Veteran) di Los Angeles
Barat, melewatkan tahun terakhirnya di University of California di Los Angeles
pada tahun 1957, dan menggondol sertifikat pada tahun 1961.
Pada tahun 1956 glasser menjabat sebagai psikiatris pembimbing pada
Sekolah Putri di Ventura, sebuah sekolah untuk perawatan anak nakal milik
negara bagian California. Pengalaman ini lebih menebalkan lagi keyakinannya
betapa teknik dan konsep psikoanalitik itu tidak banyak manfaatnya, oleh
karenannya ia mulai mengembangkan dan bereksperimen dengan pendekatan
terapeutik yang berbeda, yang pada banyak seginya sangat berlawanan dengan
psikoanalisis gaya Freud. Pada tahun 1961 Glasser menerbitkan bukunya yang
pertama, Mental Health or Mental Illness? ( Kesehatan Mental atau Sakitnya
Mental?)yang memberi landasan pada terapi realitas.
Pada dasarnya, model ini telah dikembangkan pada1950-an dan 1960-an.
Mula-mula model ini tidak mempunyai teori sistematik tetapi menekankan
individu bertanggung jawab untuk apa yang mereka lakukan. Pada mulanya
Glasser mulai mengajar teori kendali (control theory), yang mengkondisikan
bahwa semua orang mempunyai aneka pilihan tentang apa yang mereka lakukan.
Menjelang tahun 1965 pada waktu ia menerbitkan bukunya Terapi Realitas, dia
mampu menyatakan keyakinan dasarnya, yaitu bahwa kita semua
2
bertanggungjawab atas pilihan yang kita ambil untuk kemudian kita lakukan
dalam hidup ini dan bahwa dalam lingkungan terapeutik yang hangat dan tidak
bernada hukuman kita bersedia untuk belajar lebih banyak lagi untuk menentukan
pilihan yang lebih efektif, atau cara yang lebih bertanggungjawab terhadap
kehidupan kita ini.
Terapi realitas bertumpu pada ide sentral bahwa kita memilih sendiri
perilaku kita dan oleh karenanya bertanggungg jawab tidak hanya atas apa yang
kita lakukan tetapi juga atas bagaiman kita berpikir dan juga merasakan.
Pada 1996 Glasser meninjau kembali teori ini dan menamakannya teori
pilihan (choice theory), yang menyediakan suatu kerangka kerja tentang mengapa
dan bagaimana orang-orang berbuat. Teori Pilihan mempunyai kaitan dengan
dunia fenomena konseli dan menekankan cara pandang subjektif di mana konseli
merasa dan bereaksi kepada dunia mereka dari lokus evaluasi internal. Perilaku
dipandang sebagai usaha terbaik untuk mendapatkan apa yang kita inginkan.
Perilaku adalah penuh arti, dirancang untuk menutup senjang antara apa yang kita
inginkan dan apa yang kita rasa sedang menjadi pada kita. Perilaku spesifik selalu
diturunkan dari kesenjangan ini. Perilaku kita datang dari dalam, dan dengan
begitu kita memilih tujuan kita sendiri.
Karakteristik Konseling Realita
1. Antideterministik, menolak adanya determinan yang membatasi
perkembangan perilaku, sebaliknya, perkembangan perilaku yang bermacam-
macam adalah sangat dimungkinkan.
2. Menekankan pada problem solving, konseling pada akhirnya harus dapat
menemukan cara-cara mengatasi masalah.
3. Berorientasi pada tindakan (action), putusan yang diambil konseling harus
terwujud dalam perilaku nyata, tidak dianggap selesai pada tahap pemahaman
saja.
4. Bersifat aktif - direktif, dan didaktif, sehingga jelas bahwa kadar
pembelajaran dan pengarahan dalam konseling tinggi.
3
5. Reality therapy tidak menerima sakit mental; diasumsikan konselor tidak
terlibat dengan orang sakit mental yang tidak memiliki tanggung jawab atas
perilakunya.
6. Berorientasi pada masa kini dan akan datang
7. Tidak menekankan transferensi
8. Konselor mengajarkan realitas kepada klien mengenai cara-cara yang lebih
baik dalam meemnuhi kebutuhannya secara bertanggung jawab.
9. Konselor realitas menekankan pada aspek moral dari tingkah laku individu.
A. Hakikat Manusia
1. Karakter Manusia
a. Manusia adalah makhluk rasional (Rational Being)
b. Manusia memiliki potensi dan dorongan untuk belajar dan tumbuh
(growth force)
c. Manusia memiliki kebutuhan dasar (basic needs)
Dalam pandangannya Glasser mempunyai pandangan bahwa semua manusia
memiliki kebutuhan dasar, kebutuhan dasar manusia meliputi:
kebutuhan bertahan hidup (survival),
mencintai dan dicintai (love and belonging),
kekuasaan atau prestasi (power or achievement),
kebebasan atau kemerdekaan (freedom or independence),
dan kesenangan (fun) (Corey, 2005).
d. Manusia memerlukan hubungan dengan orang lain
e. Manusia selalu menilai tingkah lakunya
f. Manusia terikat pada 3R
Responsibility (Tanggung Jawab)
Glasser mendefinisikan tanggung jawab sebagai kemampuan untuk memenuhi
kebutuhan dirinya dengan cara yang tidak merugikan, merampas atau
mengorbankan orang lain dalam memenuhi kebutuhan mereka. Sejauh individu
bertanggung jawab dalam perbuatannya, sesungguhnya dia telah mencapai
identitas sukses atau berhasil dan bermental sehat. Dan demikian pula sebaliknya,
4
jika manusia itu “sakit”dia akan membuat alasan-alasan atas perbuatannya yang
tidak bertanggung jawab.
Menurut Glasser, bukannya mental sehat yang menjadikan seseorang
bertanggung jawab, tetapi tanggung jawablah yang menjadikan orang sehat.
Reality (Realitas)
Realitas merupakan fenomena yang dapat diamati, fakta-fakta yang
tersusun dalam kenyataan. Realitas harus dipandang apa adanya, bukan menurut
persepsi tiap individu. Bahkan individu tidak dapat memenuhi kebutuhannya
merupakan realitas yang harus diterima.
Right (Kebenaran, Keputusan Baik Buruk)
Individu menilai perilakunya dengan melihat standar moral yang berlaku.
Dalam realitas masyarakat yang ada, telah terdapat standar moral yang merupakan
pembanding atas tingkah laku mereka dari segi benar-salah atau baik-buruk. Oleh
karena itulah keputusan atau pertimbangan moral dipandang sebagai pembimbing
perilaku manusia. Sehubungan dengan hal tersebut, Glasser menyatakan bahwa
dia tidak mengusulkan kode-kode moral tertentu dalam kehidupan, akan tetapi ada
prinsip-prinsip moral yang umumnya berlaku atau diterima kelompok masyarakat
mana pun.
2. Pandangan tentang Pribadi Individu
a. Pribadi Sukses
Adanya kemampuan mengevaluasi hidup
Bertindak dan berbuat secara efektif
Adanya kemampuan mengontrol perilakunya.
Adanya sikap 3R (right, responsibility, reality).
Selain itu, untuk mencapai success identity seorang individu memiliki dua
kebutuhan dasar yang harus dipenuhi, yaitu:
kebutuhan dicintai dan mencintai.
Kebutuhan akan pebergunaan dan keberhargaan
b. Pribadi Gagal
5
Penyimpangan perilaku seseorang berkaitan langsung dengan
ketidakmampuan dalam memenuhi kebutuhan dasar. Semakin menyimpang
perilaku seseorang menunjukan semakin besarnya kebutuhan dasar yang tidak
terpenuhi.
Perilaku malasuai dapat muncul dalam berbagai tingkat usia, tetapi
biasanya penyebabnya ditemukan pada awal masa kanak-kanak: 2- 5 tahun dan 5
– 10 tahun, masa anak dalam asuhan orang tua dan awal masuk sekolah.
Lingkungan seolah merupakan sumber lain bagi kegagalan anak. Sekolah menjadi
salah satu yang mungkin mengarahkan anak dalam kegagalan. Sebab sekolah
biasanya lebih banyak menunjukannya seperti ; menghukum anak bodoh, itu
wujud kurang perhatian secara pribadi kepada mereka. Glasser mengamati bahwa
banyak anak-anak yang membutuhkan cinta dan harga diri, yang semula memang
kurang sejak dari rumah, dan juga tidak ditemukan di sekolah, sehingga semakin
meningkatlah identitas kegagalannya.
Individu yang tidak dapat memenuhi kebutuhannya akan mengalami
penderitaan psikologis ( psychological pain ) yang merupakan tanda ia
bermasalah. Secara ingstingtif individu yang demikian akan berusaha mengatasi /
mereduksi penderitaannya melalui keterlibatan dengan invidu yang lain. Jika
berhasil maka penderitaannya dapat berkurang dan dapat dikatakan ia telah
menemukan cara yang baik dalam belajar memenuhi kebutuhannya secara efektif.
Begitu pula sebaliknya jika gagal mungkin dia akan mengalami penderitaan yang
lebih parah.
Gambaran perilaku malasuai dan penyebabnya
c.
d.
e.
6
Kegagalan orang tua dan sekolah untuk terlibat secara emosional
Self - involvement
Lingkaran kegagalan
Kebutuhan tak terpenuhi
f.
B. Konseling Realita
1. Konsep Utama
Penekanan konseling realitas adalah pada asumsi akan tanggung jawab
pribadi dan pada urusan terhadap kekinian. Konselor membantu konseli
memperoleh kekuatan psikologis untuk menerima tanggung jawab pribadi atas
hidup mereka dan membantu mereka belajar berbagai cara untuk memperoleh
kembali kendali hidup mereka dan untuk hidup lebih efektif. Konseli ditantang
untuk menguji apa yang mereka lakukan, pikirkan, dan rasakan untuk
mendapatkan gambaran jika ada suatu cara lebih baik bagi keberfungsian mereka.
Konseli melakukan evaluasi diri yang eksplisit atas tiap komponen perilaku untuk
menentukan dan memutuskan jika mereka ingin berubah.
2. Kondisi Pengubahan
a. Tujuan Konseling
Konseling realita membantu individu mencapai otonomi. Otonomi
merupakan keadaan kematangan yang menyebabkan orang mampu melepaskan
dukungan lingkungan dan menggantikannya dengan dukungan pribadi atau diri
sendiri (internal). Tujuan konseling keseluruhan model ini adalah untuk
membantu orang menemukan jalan lebih baik dalam memenuhi kebutuhan
mereka untuk: survival, cinta dan kepemilikan, kekuasaan/prestasi, kebebasan,
dan kesenangan. Pengubahan perilaku perlu menghasilkan kepuasan atas
kebutuhan dasar ini. Tujuan lain di samping perubahan tingkah laku meliputi
pertumbuhan pribadi, peningkatan, perbaikan lifestyle, dan pengambilan
keputusan yang lebih baik.
b. Peran Konselor
Motivator, yang mendorong klien untuk :
menerima dan memperoleh keadaan nyata,baik dalam perbuatan maupun
harapan yang ingin dicapainya;dan
7
Tidak mau belajar menerapkan 3R dan kurang memiliki ketrampilan verbal, sosial, dan intelektual
merangsang klien untuk mampu mengambil keputusan sendiri,sehingga klien
tidak menjadi individu yang hidup selalu ketergantungan yang dapat
menyulitkan dirinya sendiri.
Penyalur tanggung jawab, sehingga :
keputusan terakhir berada di tangan klien;
klien sadar bertanggung jawab dan objektif serta realistik dalam menilai
perilakunya sendiri.
Moralis;
Orang yang memegang peranan untuk menentukan kedudukan nilai dari
tingkah laku yang dinyatakan kliennya. Terapis akan memberi pujian apabila
klien bertanggung jawab atas perilakunya, sebaliknya akan memberi celaan bila
tidak dapat bertanggung jawab terhadap perilakunya.
Guru;
Orang yang berusaha mendidik klien agar memperoleh berbagai
pengalaman dalam mencapai harapannya.
Pengikat janji (kontraktor);
Artinya peranan terapis punya batas-batas kewenangan, baik berupa limit
waktu, ruang, lingkup, kehidupan klen yang dapat dijajagi maupun akibat yang
ditimbulkannya.
c. Peran Konseli
Praktek terapi realitas mulai dengan usaha konselor untuk menciptakan
lingkungan yang mendukung di mana klien dapat memulai membuat perubahan
dalam hidupnya. Konselor harus bisa terlibat dalam hidup kliennya dengan
menciptakan iklim saling mempercayai, dengan cara melalui kombinasi proses
mendengarkan dan mengajukan pertanyaan trampil serta mengeksplorasi
gambaran yang ada dalam benak klien berupa keinginannya, kebutuhannya, dan
persepsinya. Dengan demikian klien diharapkan dapat :
Mengevaluasi hidup
Bergerak ke arah yang lebih efektif
8
Bergerak maju melalui eksplorasi keinginan-keinginan kebutuhan, dan
persepsinya.
Mengeksplorasi perilaku total.
Menentukan perilaku baru.
Membuat rencana yang membawa ke arah perubahan.
Komitmen terhadap rencana yang telah dibuatnya.
3. Situasi Hubungan
Konseling realita didasarkan pada hubungan pribadi dan keterlibatan
antara klien dan konselor. Konselor dengan kehangatan, pengertian, penerimaan,
dan kepercayaan pada kapasitas orang untuk mengembangkan identitas berhasil,
harus mengomunikasikan dirinya kepada klien bahwa dirinya membantu. Melalui
keterlibatan prbadi dengan konselor, klien banyak belajar mengenai hidup
ketimbang memusatkan pada mengungkap kegagalan dan tingkahlaku yang tidak
bertanggungjawab. Konselor juga menunjukkan bantuannya melalui menolak
untuk memberikan celaan atau mengampuni klien. Konselor cukup membantu
melalui memandangnya atas dasar apa yang mereka dapat lakukan ketika
menghadapi realita hidup. Bersamaan dengan hubungan yang hangat ini
rintangan-rintangan akan terhindarkan.
4. Mekanisme Pengubahan
a. Prosedur atau Tahap-Tahap Konseling
Prosedur yang spesifik dari praktik konseling realitas ini oleh Wubbolding
diringkas dalam model "WDEP". Secara garis besar langkah atau prosedur
WDEP:
Langkah 1 : Keterlibatan (involvement: focus on personal)
Pengembangan Keterlibatan dalam tahap ini konselor mengembangkan
kondisi fasilitatif konseling, sehingga konseli terlibat dan mengungkapkan apa
yang dirasakannya dalam proses konseling
Langkah 2 : Eksplorasi Keinginan, Kebutuhan dan Persepsi (wants and
needs)
Dalam tahap eksplorasi keinginan, kebutuhan dan persepsi konselor
9
berusaha mengungkapkan semua kebutuhan konseli dan beserta persepsi konseli
terhadap kebutuhannya. Eksplorasi kebutuhan dan keinginan dilakukan terhadap
kebutuhan dan keinginan dalam segala bidang. Berikut ini beberapa pertanyaan
yang dapat digunakan untuk panduan mengeksplorasi kebutuhan dan keinginan
konseli.
Kepribadian seperti apa yang kamu inginkan?
Jika kebutuhanmu dan keluargamu sesuai, maka kamu ingin keluargamu
seperti apa?
Apa yang kamu lakukan seandainya kamu dapat hidup sebagaimana yang
kamu inginkan?
Apakah kamu benar-benar ingin mengubah hidupmu?
Apa keinginan yang belum kamu penuhi dalam kehidupan ini?
Langkah 3 : Eksplorasi Arah dan Tindakan (direction and doing).
Eksplorasi tahap ini dilakukan untuk mengetahui apa saja yang telah
dilakukan konseli guna mencapai kebutuhannya. Tindakan yang dilakukan oleh
konseli yang dieksplorasi berkaitan dengan masa sekarang. Tindakan atau
perilaku masa lalu juga boleh dieksplorasi asalkan berkaitan dengan tindakan
masa sekarang dan membantu individu membuat perencanaan yang lebih baik di
masa mendatang. Dalam melakukan eksplorasi arah dan tindakan, konselor
berperan sebagai cermin bagi konseli. Tahap ini difokuskan untuk mendapatkan
esadaran akan total perilaku konseli. Membicarakan perasaan konseli bisa
dilakukan asalkan dikaitkan dengan tindakan yang dilakukan oleh klien. Beberapa
bentuk pertanyaan yang dapat digunakan dalam tahap ini: “Apa yang kamu
lakukan?”, “Apa yang membuatmu berhenti untuk melakukan yang kamu
inginkan?”
Fase 4 : Evaluasi Diri (self evaluation)
Tahap ini dilakukan oleh konselor untuk mengevaluasi tindakan yang dilakukan
konseli dalam rangka memenuhi kebutuhan dan keinginannya: keefektifan dalam
memenuhi kebutuhan. Beberapa pertanyaan yang dapat digunakan untuk
memandu tahapan ini:
a. Apakah yang kamu lakukan menyakiti atau membantumu memenuhi
kebutuhan?
10
b. Apakah yang kamu lakukan sekarang seperti yang ingin kamu lakukan?
c. Apa perilakumu sekarang bermanfaat bagi kamu?
d. Apakah ada kesesuaian antara yang kamu lakukan dengan yang kamu
inginkan?
Setelah proses evaluasi diri ini diharapkan konseli dapat malakukan evaluasi diri
bagi dirinya secara mandiri.
Langkah 5 : Rencana dan Tindakan (planning)
Ini adalah tahap terakhir dalam konseling realitas. Di tahap ini konselor
bersama klien membuat rencana tindakan guna membantu konseli memenuhi
keinginan dan kebutuhannya. Perencanaan yang baik harus memenuhi prinsip
SAMIC3, yaitu:
a. Sederhana (simple)
b. Dapat dicapai (attainable)
c. Dapat diukur (measureable)
d. Segera dilakukan (immediate)
e. Keterlibatan konseli (involeved)
f. Dikontrol oleh pembuat perencanaan atau konseli (controlled by planner)
g. Komitmen (commited)
h. Secara terus-menerus dilakukan (continuously done)
Ciri-ciri rencana yang bisa dilaksanakan klien:
a. Rencana itu didasari motivasi dan kemampuan klien
b. Rencana yang baik sederhana dan mudah dipahami
c. Rencana berisi runtutan tindakan yang positif
d. Konselor mendorong klien untuk melaksanakan rencana secara independen
e. Rencana yang efektif dilaksanakan dalam kegiatan sehari-hari dan berulang-
ulang
f. Rencana merupakan tindakan yang berpusat pada proses, bukan hasil Sebelum
rencana dilaksanakan, dievaluasi terlebih dahulu apakah realistis dan dapat
dilaksanakan Agar klien berkomitmen terhadap rencana, rencana dibuat tertulis
dan klien bertanda tangan di dalamnya.
Langkah 6 : Evaluasi Pelaksanaan Rencana
11
Sebenarnya, pada langkah perencanaan, konseling dapat dikatakan
berakhir. Namun demikian dalam kenyataannya beberapa konseli tidak akan
melaksanakan rencananya . dalam hal ini konselor dapat menekankan kepada
konseli bahwa seharusnya mereka harus dapat bertanggung jawab atas rencana
yang telah dibuatnya sendiri.
b. Teknik-teknik dan Prosedur-prosedur utama
Terapi realitas bisa ditandai sebagai terapi yang aktif secara verbal.
Prosedur-prosedurnya difokuskan pada kekuatan-kekuatan dan potensi-potensi
klien yang dihubungkan dengan tingkah lakunya sekarang dan usahanya untuk
mencapai keberhasilan dalam hidup. Dalam membantu klien untuk menciptakan
identitas keberhasilan, terapis bisa menggunakan beberapa teknik sebagai berikut:
Terlibat dalam permainan peran dengan klien
Menggunakan humor
Mengkonfrontasi klien dan menolak dalih apapun
Membantu klien dalam merumuskan rencana-rencana yang spesifik bagi
tindakan
Bertindak sebagai model dan guru
Memasang batas-batas dan menyusun situasi terapi
Menggunakan “terapi kejutan verbal” atau sarkasme yang layak untuk
mengkonfrontasi klien dengan tingkah lakunya yang tidak realistis
Melibatkan diri dengan klien dalam upayanya mencari kehidupan yang lebih
efektif.
C. Kelemahan dan Kelebihan
1. Kekurangan
Tidak memberi penekanan cukup pada perasaan, ketaksadaran, nilai
terapis bermimpi, penempatan pemindahan/transferensi dalam konseling,
pengaruh trauma awal masa kanak-kanak, dan kekuatan masa lalu untuk
mempengaruhi kepribadian seseorang. Ada suatu kecenderungan model ini untuk
mengurangi peran yang rumit dari lingkungan sosial dan budaya seseorang dalam
membentuk perilaku. Mungkin ini lebih merupakan tritmen yang berorientasi
gejala dan mengabaikan suatu explorasi isu emosional yang lebih dalam.
12
2. Kelebihan
Jantung konseling Realitas terdiri atas menerima tanggung jawab pribadi
dan pemerolehan kendali yang lebih efektif. Setiap orang mempunyai tanggung
jawab pada hidup mereka bukannya menjadi korban keadaan di luar kendali
mereka. Model Konseling ini mengajar konseli untuk memusatkan pada apa yang
mereka mampu dan ingin lakukan saat ini untuk mengubah perilaku mereka.
Teori ini terdiri dari konsep sederhana dan jelas serta prinsip-prinsipnya
dapat digunakan oleh orang tua, para guru, pelayan/pejasabantuan, pendidik, para
manajer, konsultan, para penyelia, karyawan kemasyarakatan, dan konselor.
13
PENUTUP
A. Kesimpulan
Konseling merupakan proses belajar yang menekankan dialog rasional
dengan konseli. Konselor secara verbal aktif mengajukan banyak prtanyaan
tentang situasi kehidupan konseli sekarang. konselor menggunakan petanyaan
pada seluruh proses konseling untuk membantu konseli menyadari
tingkahlakunya, membuat pertimbangan nilai atas tingkahlakunya, dan
membangun rencana pengubahan tingkahlaku.
Disamping mengajukan pertanyaan-pertanyaan konselor secara verbal
aktif dalam berbagai cara. Konselor mengikat konseli dengan percakapan yang
menarik dan menyenagkan, yang kadang-kadang tidak berhubungan dengan
masalah konseli saat itu; konselor menggunakan humor, diskusi, sebagai bagian
penting dari konseli. Konfrontasi verbal kadang-kadang juga digunakan,
khususnya bila konselor menerima tiada ampunan. Sebaliknya, diam yang
berkepanjangan antara konselor dan konseli merupakan kejadian yang jarang
terjadi dalam konseling ini. Glasser memandang cara ini (diam) sebagai teknik
konseling yang kurang berpengaruh. Glasser mengharapkan konselor secara
verbal aktif sebagai hal yang diperlukan untuk tetap terlibat dengan konseli.
B. Saran
Konselor dalam menggunakan konseling realita ini sebaiknya juga
menggunakan konseling yang lainnya, agar konseling yang dijalankan dapat
berjalan dengan baik dan tidak bergantung pada konseling realita saja.
14
SUMBER RUJUKAN
Corey, Gerald. 1999. Teori dan Praktek Konseling & Psikoterapi. Bandung:
Rafika Aditama
Corey, Gerald. 2005. Teori dan Praktek Konseling & Psikoterapi. Bandung:
Rafika Aditama
Fauzan, Lutfi dan Sudjiono. 1991. Modul Reality Therapy Sebagai Pendekatan
Rasional dalam Konseling Kelompok. IKIP Malang
Fauzan, Lutfi. 1994. Pedekatan-Pendekatan Konseling Individual. Malang: Elang
Emas
http://inunkchubb.blogspot.com/2010/05/reality- konselling.html?zx=a5a1a3f5e72d0df, diakses dan diunduh pada Senin, 28 Maret 2011, pukul 13.58
http://smphasyimasyari.blogspot.com/2009/05/model-model-konseling.html, diakses dan diunduh pada, Senin 28 Maret 2011, pukul 13.57
http://www.lailil.co.cc/2010/12/terapi-realita.html, diakses dan di unduh pada Senin, 28 Maret 2011, pukul 13.59 WIB
15