PENDAHULUAN - sinta.unud.ac.id 1 ab.pdf · makna yang bertalian erat dengan nilai dan norma yang...

23
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Selama ini konflik dunia bersumber dari aspek ideologi dan ekonomi. Namun, lebih jauh sumber konflik pada masa yang akan datang tidak hanya bersumber dari kedua aspek itu, tetapi pada aspek budaya khususnya benturan budaya barat dan timur (Huntington, 1996: iv). Hal ini sejalan dengan kajian budaya (culture studies) yang mengkaji kebudayaan yang menghegemoni kelompok-kelompok kebudayaan lain yang berbeda kearifan lokalnya serta nilai-nilai yang dijadikan acuan dalam menghadapi tantangan kehidupan pada era globalisasi sekarang ini. Konflik antara hak- hak masyarakat adat atas tanah dan negara telah berlangsung sejak lama 1 , walaupun Undang-Undang No. 5, Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria yang dikenal dengan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) menyatakan bahwa hukum agraria bersumber pada hukum adat 2 . Pascareformasi kegiatan sawitnisasi dilakukan semakin gencar di Kalimantan Tengah, khususnya oleh pemerintah kabupaten sebagai upaya untuk meningkatkan PAD. Namun, di pihak lain dampak dari kegiatan sawitnisasi ini menimbulkan banyak konflik vertikal antara masyarakat adat dengan pemerintah dan pengusaha perkebunan. Dampak lainnya yang 1 Mochamad Tauchid, Masalah Agraria sebagai Masalah Penghidupan dan Kemakmuran Rakyat Indonesia. Bagian Kedua (Jakarta: Tjakrawala, 1953), hal.17 2 Konflik ini terjadi di beberapa daerah di Indonesia, misalnya Kalimantan Tengah, Irian Jaya, Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, Maluku, Riau, Aceh, Ambon, dan Sumatra Utara. Hutan Indonesia, Edisi 7 Tahun II, Maret 2000, hal. 15--17.

Transcript of PENDAHULUAN - sinta.unud.ac.id 1 ab.pdf · makna yang bertalian erat dengan nilai dan norma yang...

Page 1: PENDAHULUAN - sinta.unud.ac.id 1 ab.pdf · makna yang bertalian erat dengan nilai dan norma yang berlaku di tengah masyarakat Dayak, terutama pengusaha dan pemerintah yang mendomisasi

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Selama ini konflik dunia bersumber dari aspek ideologi dan

ekonomi. Namun, lebih jauh sumber konflik pada masa yang akan datang

tidak hanya bersumber dari kedua aspek itu, tetapi pada aspek budaya

khususnya benturan budaya barat dan timur (Huntington, 1996: iv). Hal ini

sejalan dengan kajian budaya (culture studies) yang mengkaji kebudayaan

yang menghegemoni kelompok-kelompok kebudayaan lain yang berbeda

kearifan lokalnya serta nilai-nilai yang dijadikan acuan dalam menghadapi

tantangan kehidupan pada era globalisasi sekarang ini. Konflik antara hak-

hak masyarakat adat atas tanah dan negara telah berlangsung sejak lama1,

walaupun Undang-Undang No. 5, Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar

Pokok-Pokok Agraria yang dikenal dengan Undang-Undang Pokok Agraria

(UUPA) menyatakan bahwa hukum agraria bersumber pada hukum adat2.

Pascareformasi kegiatan sawitnisasi dilakukan semakin gencar di

Kalimantan Tengah, khususnya oleh pemerintah kabupaten sebagai upaya

untuk meningkatkan PAD. Namun, di pihak lain dampak dari kegiatan

sawitnisasi ini menimbulkan banyak konflik vertikal antara masyarakat adat

dengan pemerintah dan pengusaha perkebunan. Dampak lainnya yang

1 Mochamad Tauchid, Masalah Agraria sebagai Masalah Penghidupan dan KemakmuranRakyat Indonesia. Bagian Kedua (Jakarta: Tjakrawala, 1953), hal.172 Konflik ini terjadi di beberapa daerah di Indonesia, misalnya Kalimantan Tengah, IrianJaya, Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, Maluku, Riau, Aceh, Ambon, dan SumatraUtara. Hutan Indonesia, Edisi 7 Tahun II, Maret 2000, hal. 15--17.

Page 2: PENDAHULUAN - sinta.unud.ac.id 1 ab.pdf · makna yang bertalian erat dengan nilai dan norma yang berlaku di tengah masyarakat Dayak, terutama pengusaha dan pemerintah yang mendomisasi

2

sangat parah adalah rusaknya hutan dan segala ekosistemnya yang selama

ini menjadi pendukung eksistensi kebudayaan masyarakat setempat. Tanah

masyarakat sebagai sumber penghidupan sehari-hari dan pendukung

kegiatan ritual adat banyak dijual kepada investor. Akibatnya mereka

semakin miskin dan kehilangan hak-hak atas tanah. Pembangunan industri

kelapa sawit menyebabkan perubahan dalam unsur-unsur kebudayaan,

khususnya kebudayaan Dayak, Kelompok elite yang terkait dalam konflik

dan sengketa sawit di atas sama-sama menunjukkan bentuk, fungsi, dan

makna yang bertalian erat dengan nilai dan norma yang berlaku di tengah

masyarakat Dayak, terutama pengusaha dan pemerintah yang mendomisasi

masyarakat adat Dayak. Kebijakan dan peraturan pemerintah tentang sektor

agroindusti setelah diimplemtasikan banyak mengakibatkan konflik. Di

pihak lain, para pengusaha sawit pun mengabaikan masyarakat adat. Hal ini

dapat dilihat sebagai upaya mempertahankan dominasi kelompok dominan.

Di tengah kemapanan atau keberterimaan masyarakat Dayak terhadap

dominasi kelompok dominan ini yang bercirikan kapitalisme yang

kemudian dapat disebut sebagai ideologi penghegemoni, terutama dalam

kebijakan dan peraturan mainstream, pada awal tahun 2010 keberadaaan

ritual maniring hinting dipandang bertentangan, berlawanan, atau bertolak

belakang dengan kebudayaan pengusaha dan pemerintah.

Perlawanan atau resistensi melalui ritual maniring hinting mulai

tersebar dengan cepat hampir ke seluruh masyarakat Dayak tidak dapat

menghindari terjadinya benturan. Pemerintah yang selama ini merasa

berperan dalam menjaga keamanan dan stabilitas pembangunan melakukan

Page 3: PENDAHULUAN - sinta.unud.ac.id 1 ab.pdf · makna yang bertalian erat dengan nilai dan norma yang berlaku di tengah masyarakat Dayak, terutama pengusaha dan pemerintah yang mendomisasi

3

tekanan terhadap ritual maniring hinting yang dilakukan oleh masyarakat

adat Dayak. Tekanan dilakukan melalui legitimiasi institusi adat yang

didirikan. Tidak ketinggalan dalam hal ini pemuka agama Hindu

Kaharingan, yakni basir, pisor, dan damang menggunakan ajaran agama

sebagai alat pencekalan atau pengekangan terhadap ritual maniring hinting.

Konflik tersebut berkembang sedikitnya karena tiga faktor, yaitu

perbedaan persepsi, kebutuhan akan lahan, serta ketiadaan harmonisasi dan

sinkronisasi antara hukum adat dan hukum positif. Pertama, ada perbedaan

konsep dalam menginterpretasi antara masyarakat dan negara mengenai hak

tanah (Rajaguguk, 1983: 26). Dalam sudut pandang formal, negaralah yang

mempunyai hak menguasai atas tanah berdasarkan Pasal 33 ayat (3)

Undang-Undang Dasar 1945. Sebaliknya, masyarakat adat berpendapat

bahwa mereka memiliki hak ulayat atas tanah berdasarkan hak ulayat,

secara “privat.” Kedua, isu energi alternatif (bio fuel) meyebabkan

kebutuhan pembanguan ekonomi meningkat. Energi alternatif tersebut

adalah energi bio diesel. Bahan baku utamanya adalah minyak mentah

kelapa sawit atau yang lebih dikenal dengan nama crude palm oil (CPO).

Bio diesel ini merupakan energi alternatif yang ramah lingkungan. Selain

itu, sumber energinya dapat terus dikembangkan. Hal itu sangat berbeda

dengan minyak bumi. Jika cadangannya sudah habis, tidak dapat

dikembangkan kembali. Ketiga, ketiadaan harmonisasi antara hukum positif

dan hukum adat serta belum ditemukan pola yang tepat dalam mengatasi

sengketa tanah yang akan memicu konflik yang berkepanjangan.

Page 4: PENDAHULUAN - sinta.unud.ac.id 1 ab.pdf · makna yang bertalian erat dengan nilai dan norma yang berlaku di tengah masyarakat Dayak, terutama pengusaha dan pemerintah yang mendomisasi

4

Pasal 33 ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945 sebagai landasan acuan

dalam pemanfaatan kekayaan alam di Indonesia berbunyi “Bumi dan air dan

kekayaan yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan digunakan

untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.” Sementara itu, Pasal 3 Undang-

Undang No. 5, Tahun 1960 (UUPA) menyatakan bahwa “Hak-hak

masyarakat hukum adat sepanjang menurut kenyataan masih ada, harus

sedemikian rupa sesuai dengan kepentingan nasional dan negara.”

Rumusan yang terdapat dalam; Pasal 3 UUPA No. 5, Tahun 1960

tersebut menimbulkan perbedaaan interpretasi yang multitafsir dan sarat

akan kepentingan politik. Sehubungan dengan itu, akan sulit ditentukan

apakah keberadaan suatu masyarakat hukum adat tertentu memenuhi

persyaratan ini atau tidak, tanpa mengetahui masyarakat hukum adat yang

mana yang dimaksud tersebut. Di samping itu, apa yang dimaksud dengan

kepentingan nasional dan negara, serta siapa sebenarnya yang dapat

menentukan kepentingan nasional dan negara menjadi rancu.

Masyarakat adat berpendapat bahwa mereka memiliki hak ulayat

atas tanah tersebut sebelum negara Indonesia ada. Bagaimana

mengharmoniskan hukum negara (positif) dengan hukum adat dan

menempatkan hukum negara dan adat menjadi suatu hubungan yang

harmonis dalam menjawab dan menyelesaian berbagai konflik lahan yang

terjadi di sejumlah daerah di tanah air harus dapat memadukan unsur hukum

dan sosial budaya (Fitzpatrick dalam Davidson, Jamie S., 2010: 143).

Berdasarkan data statistik Departemen Pertanian RI tahun 2013

menunjukan rata-rata pertumbuhan luas lahan perkebunan kelapa sawit pada

Page 5: PENDAHULUAN - sinta.unud.ac.id 1 ab.pdf · makna yang bertalian erat dengan nilai dan norma yang berlaku di tengah masyarakat Dayak, terutama pengusaha dan pemerintah yang mendomisasi

5

tahun 2009-2013 mencapai 4 % per tahun sedangkan produksinya mencapai

6 % per tahun. Pada tahun 2013, Indonesia telah memiliki lahan sawit seluas

9,1 juta hektar dengan produksi tandan buah segar (TBS) sebanyak 24,4 juta

ton. Berdasarkan Data Statistik Pertanian 2013, hampir setiap pulau besar

Indonesia telah memiliki perkebunan sawit, dimana pulau Sumatera

memiliki areal terluas yang mencapai hampir 6 juta hektar atau 65% dari

luas perkebunan di Indonesia, kemudian disusul pulau Kalimantan 31%,

pulau Sulawesi 3%, dan Papua 1%. Untuk pulau Jawa, perkebunan sawit

yang tersedia merupakan perkebunan tua yang bakal menghadapi

persaingan kebutuhan lahan dengan sektor lain.

Kalimantan Tengah juga merupakan salah satu provinsi yang kaya

dengan sumberdaya alam. Tidak heran bahwa di wilayah ini ada banyak

korporasi yang mendapat izin untuk melakukan eksploitasi sumberdaya

alam. Dari luas total Kalimantan Tengah, 12,7 juta hektar atau 87 persen

sudah dikuasai korporasi, terutama korporasi perkebunan, kehutanan, dan

pertambangan (Walhi 2013). Sekda Provinsi Kalimantan Tengah (2012)3

mencatat bahwa per Juli 2012, jumlah konflik sengketa lahan/perkebunan di

Kalimantan Tengah terjadi sebanyak 332 kasus. Pada tahun 2008 BPN

mencatat bahwa konflik tanah di Indonesia menjadi hampir 8.000-an, baik

berskala besar maupun kecil. Pada tahun 2008 KPA mencatat 1.753 konflik

mengakibatkan 1.189.482 KK menjadi korban (http://www.deptan.go.id).

Upaya harmonisasi hubungan pemerintah, investor, dan masyarakat

dipandang mendesak agar di kemudian hari tidak terjadi konflik lahan yang

3 Jarias, Siun, 2013. “Tanah Adat Dan Hak-Hak Adat Di Atas Tanah Di KalimantanTengah”.Makalah disampaikan pada Seminar Nasional Penyelesaian Sengketa Tanah Adat.FH Unpar. Palangka Raya.

Page 6: PENDAHULUAN - sinta.unud.ac.id 1 ab.pdf · makna yang bertalian erat dengan nilai dan norma yang berlaku di tengah masyarakat Dayak, terutama pengusaha dan pemerintah yang mendomisasi

6

menimbulkan aksi-aksi kekerasan serta tindakan main hakim sendiri seperti

yang terjadi dalam kasus warga Dayak Ngaju di Kecamatan Mantangai,

Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah. Mereka menuntut pemerintah

mengakui hak kelola masyarakat. "Kembalikan tanah kami," kata Tanduk,

salah seorang tokoh masyarakat. Wilayah yang dihuni menjadi bagian dari

Proyek Pengembangan Lahan Gambut (PLG) satu Juta hektare. Setelah

proyek ini gagal, kawasan tersebut dieksploitasi oleh 23 perusahaan kelapa

sawit seluas 380 ribu hektare dan proyek konservasi BOS Mawas dengan

luas 377 ribu hektare. Seluas 120 ribu hektare untuk proyek percontohan

Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation (REDD)

oleh Kalimantan Forest and Climate Partnership

(http://www.tempo.co/Read/ News/2011/10/25/173363090/Masyarakat

Dayak Ngaju–Tuntut–Hak–Kelola-Hutan nasional|Tempo.co).

Keberadaan PT Indo Muro Kencana (IMK) di area Situs Cagar

Budaya (SCB) Gunung Puruk Kambang yang diprotes oleh masyarakat adat

sejak tahun 2000 dan Dewan Adat Dayak (DAD) Kabupaten Murung Raya

(Mura), Provinsi Kalimantan Tengah seakan sia-sia malah berbagai aksi

teror, intimidasi, dan rekayasa konflik horizontal dilakukan oleh perusahaan

atas dukungan aparat pemerintah dan kepolisian. Sampai sekarang

perusahaan tambang emas tersebut masih melakukan eksplorasi di sekitar

wilayah itu. Masyarakat lokal tidak bisa menambang karena lokasi tambang

rakyat telah diberikan kepada perusahaan PT Indo Muro Kencana (IMK)

Straits adalah perusahaan yang seratus persen sahamnya dimiliki Aurora

Gold dari Australia. Masyarakat telah menambang cukup lama jauh sebelum

Page 7: PENDAHULUAN - sinta.unud.ac.id 1 ab.pdf · makna yang bertalian erat dengan nilai dan norma yang berlaku di tengah masyarakat Dayak, terutama pengusaha dan pemerintah yang mendomisasi

7

perusahaan datang. Pemerintah dengan dukungan perusahaan membiarkan

upaya menghancurkan rumah, menutup tambang lokal dengan

menggunakan aparat keamanan dan alat berat tanpa konsultasi dan

kompensasi (Sitomorang, 2007: 112).

Perusahaan PT Indo Muro Kencana juga terus melakukan

penambangan emas di areal cagar budaya Bukit Puruk Kambang yang

memiliki nilai sakral bagi warga Dayak Siang di Kabupaten Murung Raya.

Situs Cagar Budaya Puruk Kambang merupakan tempat yang dimitoskan

oleh masyarakat adat Dayak Siang sebagai tempat yang menjadi awal mula

manusia Dayak Tanah Siang turun dari langit di bukit itu melalui kendaraan

emas (palangka bulau) untuk turun ke dunia atau ke bumi

(http://www.kaltengpos.web.id. DAD Sebut PT IMK Bandel).

Lorna Howarth, seorang kontributor editor untuk majalah

Resurgence & Ecologist menyoroti bagaimana hutan seluas tiga belas juta

hektare di Provinsi Kalimantan Tengah atau sekitar 78% dari luas provinsi

tersebut kini berubah menjadi kawasan konsesi lewat berbagai bentuk izin

pengelolaan yang dikeluarkan, baik oleh pemerintah lokal maupun

Kementerian Kehutanan. Pemberian izin ini sekaligus melanggar prinsip

Free, Prior & Informed Consent (FPIC), suatu hak masyarakat adat untuk

menentukan bentuk-bentuk kegiatan yang diinginkan pada tanah mereka.

Hak ini memberikan kekuatan kepada masyarakat adat untuk memperoleh

informasi (informed) sebelum (prior) sebuah program atau proyek

pembangunan dilaksanakan dalam wilayah mereka (http//: the

ecologist.org).

Page 8: PENDAHULUAN - sinta.unud.ac.id 1 ab.pdf · makna yang bertalian erat dengan nilai dan norma yang berlaku di tengah masyarakat Dayak, terutama pengusaha dan pemerintah yang mendomisasi

8

Pada 29 Juni 2006 disepakati Deklarasi PBB tentang Hak-Hak

Masyarakat Asli/Masyarakat Adat (United Nations Declaration on the

Rights of Indigenous Peoples). Deklarasi ini bersifat progresif (sustainable)

karena mengakui landasan-landasan penting dalam perlindungan,

pengakuan, dan pemenuhan hak-hak masyarakat adat. Deklarasi ini berisi

pengakuan, baik terhadap hak individu maupun hak kolektif masyarakat

adat, hak atas identitas budaya, hak atas pendidikan, kesehatan, bahasa, dan

hak-hak dasar lainnya. Deklarasi ini mengakui hak masyarakat adat untuk

menentukan nasib sendiri (self-determination) dan pengakuan terhadap hak

masyarakat adat atas tanah, wilayah dan sumber daya alam, dan partisipasi

dalam pembangunan.

Deklarasi tersebut bersifat tidak mengikat (not-legally binding).

Sehubungan dengan itu, sekarang sedang dirancang drafting konvensi

internasional tentang hak-hak masyarakat adat supaya bisa menjadi norma

mengikat bagi negara-negara pihak yang meratifikasinya. Deklarasi tersebut

berisi harapan dan konsep tentang pengakuan hak masyarakat adat yang

masih membutuhkan normalisasi, konsolidasi, dan stabilisasi. Di sinilah

tantangan bagi institusi politik (pemerintah) untuk membuat tindakan

hukum yang berkaitan dengan tanggungj awabnya di bidang HAM (Edy

Basko, Rafael, 2006), seperti suatu Undang-Undang Perlindungan terhadap

masyarakat adat.

Pada usaha perkebunan besar swasta (PBS) sawit terjadi konflik

antara masyarakat lokal dan pengusaha perkebunan sawit seperti terlihat

Page 9: PENDAHULUAN - sinta.unud.ac.id 1 ab.pdf · makna yang bertalian erat dengan nilai dan norma yang berlaku di tengah masyarakat Dayak, terutama pengusaha dan pemerintah yang mendomisasi

9

pada tabel 1.1 berikut ini. Konflik itu terjadi di salah satu kabupaten di

Provinsi Kalimantan Tengah yang paling padat dengan PBS.

Tebel 1.1Data Sebaran Konflik Perkebunan Sawit

di Kabupaten Kotawaringin Timur

No Perusahaan Lokasi Izin Luas Areal (HGU) Konflik1 PT Argo

Indomas(1996)

KecamatanDanauSembuluh

HGU 12.104 ha(12/HGU/BPN/98-6 April 1998)

- Konflik Tanah

2 PT MustikaSembuluh

KecamatanMentayaHilir (KualaKuayan)Kotim

SK-PelepasanKawasan

15.994 ha(895/Kpts-II/1996.4/11/1996)3 tahun 9 bulan

- Konflik Tanah

3 PT IndotrubaTimur

KecamatanPembuangHulu

Izin Prinsip 9.750 ha(895/Menhut-vii/97.8/8/1997)

- Konflik Tanah

4 PT SalawatiMakmur

KecamatanDanauSembuluh

Izin Prinsip 16.850 ha(487/MenhutbunII/98,8/4/1998)

- Penggusuran LahanMasyarakat

5 PT RanggauAmamSubur

KecamatanDanauSembuluh

Izin Prinsip 6,725 ha1625/MenhutbunII/96.11 Nop. 1996)

- Belum mendorong,tetapi sudahmenimbulkankonflik horizontal

6 PT SalonukLadang Mas

KecamatanDanauSembuluh

Izin Prinsip 12,715 ha(951/MenhutbunVII/97.26.8.97)

- Mendorong konflikhorizontal

7 PT SawitMasNugrahaPerdana

KecamatanDanauSembuluh

MenyampaikanPermohonan

12.000 ha(525/67/UT/1955.17/4/1955

- Konflik horizontal- Kasus tanah belum

tuntas

8 PT Suka JadiSawit Mekar

Desa Sebabi HGU 2005 - Pelanggaran tanahadat dan kebunmasyarakat

9 PT UnggulLestari

DesaTumbangBobi,KecamatanAntangKalang

Izin Lokasi 2005 - Penolakanmasyarakatterhadap lokasiperkebunan

10 PT HutanSawit Lestari

Desa DamarMakmur,KecamatanTualan HuludanCempagaHulu

HGU 6. 299.880 ha27-HGU-BPNRI-077-6-2007

- Pelanggran tanahadat

- Kebun masyarakat- Kasus tanah belum

tuntas

Sumber: YTT dan LMMDD-KT (2005--2012)

Page 10: PENDAHULUAN - sinta.unud.ac.id 1 ab.pdf · makna yang bertalian erat dengan nilai dan norma yang berlaku di tengah masyarakat Dayak, terutama pengusaha dan pemerintah yang mendomisasi

10

Sebagian besar konflik tersebut adalah konflik pertanahan yang

berkaitan dengan pelanggaran hak-hak masyarakat adat dan tanah-tanah

adat. PBS-PBS tersebut adalah pemegang hak guna usaha (HGU) selama

periode tertentu (25 tahun) yang berarti hak guna usaha atas tanah negara,

bukan pemilik/pembeli lahan secara permanen. Di sinilah konsep kebijakan

resmi (pemerintah) tentang kemitraan (patnership) sebagaimana tercantum

dalam pedoman revitalisasi perkebunan (karet, kakau, dan sawit).

Tiga dari perusahaan di atas, yaitu PT Hutan Sawit Lestari (HSL),

PT Agro Indo Mas, dan PT Mustika Sembuluh adalah PBS yang dijadikan

fokus karena kasus pelanggaran yang dilakukan oleh PBS itu telah

dilaporkan dan disidangkan oleh masyarakat adat setempat ke pengadilan.

PT HSL telah merekayasa dan mengkriminalisasi kegiatan adat dan

peralatan maniring hinting sebagai sebuah portal yang mengganggu dan

merugikan pihak perusahaan. Padahal, kegiatan itu beralaskan adat dan

tradisi, yang bisa dimaknai sebagai demonstrasi damai.Selain itu, telah

memenuhi izin dan ketentuan yang berlaku dalam rangka mengadakan

sebuah kegiatan adat yang bermakna penegasan hak dan sekaligus

bermakna membuka pintu musyawarah ke arah penyelesaian sengketa serta

kemitraan.

Untuk memperkuat hukum adat dan hak-hak keberadaan masyarakat

lokal yaitu masyarakat Dayak di Kalimantan Tengah, Provinsi Kalimantan

Tengah telah membuat pengakuan hukum yang pada saat sekarang sudah

dilembagakan dalam Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Tengah No. 16,

Tahun 2008 (Lembaran Daerah Provinsi Kalimantan Tengah Tahun 2008

Page 11: PENDAHULUAN - sinta.unud.ac.id 1 ab.pdf · makna yang bertalian erat dengan nilai dan norma yang berlaku di tengah masyarakat Dayak, terutama pengusaha dan pemerintah yang mendomisasi

11

No. 16). Peraturan itu ditetapkan pada 18 Desember 2008 tentang

Kelembagaan Adat Dayak di Kalimantan Tengah.

Peraturan Gubernur Kalimantan Tengah No. 13, Tahun 2009 (Berita

Daerah Provinsi Kalimantan Tengah Tahun 2009 No.13), ditetapkan pada

25 Juni 2009 tentang Tanah Adat dan Hak-Hak atas Tanah di Kalimantan

Tengah. Pasal 1 angka 37 Peraturan Daerah No. 16, Tahun 2008

menyebutkan bahwa masyarakat adat Dayak adalah semua orang dari

keturunan suku Dayak yang terhimpun, berkehidupan dan berbudaya

sebagaimana tercermin dalam semua kearifan lokalnya dengan bersandar

pada kebiasaan, adat istiadat, dan hukum adat.

Orang Dayak dikategorikan berdasarkan tempat tinggal di daerah

aliran sungai (DAS), seperti orang Kapuas, orang Katingan, orang Seruyan,

dan orang Barito. Mereka juga sering disebut dengan uloh Ngaju, bagi orang

Dayak yang tinggal di bagian hulu sungai dan uloh Ngawa untuk orang

yang tinggal di bagian hilir sungai. Kelompok masyarakat yang tinggal di

bagian hilir sungai ini umumnya lebih maju dibandingkan dengan

masyarakat yang tinggal di bagian hulu sungai. Terhadap orang luar Dayak,

mereka menyebutnya sebagai orang yang tidak menggunakan bahasa Dayak

(uloh habasa) sehingga dalam berkomunikasi biasanya mereka

menyesuaikan diri dengan lawan bicara, yaitu menggunakan bahasa

Indonesia atau bahasa Melayu Banjar (Usop, 2011: 12).

Selain melalui mitologi dan legenda, cara yang dapat dilakukan

untuk mengenal kesadaran sejarah pada masyarakat yang belum mengenal

tulisan adalah melalui sejarah lisan atau tradisi. Pada saat ini upacara

Page 12: PENDAHULUAN - sinta.unud.ac.id 1 ab.pdf · makna yang bertalian erat dengan nilai dan norma yang berlaku di tengah masyarakat Dayak, terutama pengusaha dan pemerintah yang mendomisasi

12

tradisional yang merupakan tradisi penyampaian pesan budaya yang telah

lama digunakan yaitu, jauh sebelum manusia mengenal tulisan masih terus

berlanjut. Sebagian besar masyarakat memelihara upacara tradisi itu untuk

keperluan berbagai kepentingan.

Masyarakat pendukung tradisi itu memelihara upacara tradisi

sebagai hal yang sudah “lumrah” atau biasa karena sejak lahir mereka telah

mengikuti kebiasaan itu. Misalnya, upacara Kematian Tiwah (Second

Burial) di Kalimantan Tengah, yang dilaksanakan oleh pemeluk Kaharingan

dalam mengantarkan roh ke langit ketujuh atau surga. Upacara Tiwah sudah

menjadi kebiasaan yang diwarisi dari nenek moyangnya sejak zaman

dahulu, yaitu sejak Kaharingan ada. Sejak tahun 1980 beralaskan

kepentingan kartu tanda penduduk (KTP), Kaharingan digabungkan ke

dalam kelompok agama Hindu sehingga dewasa ini sebagian menjadi

pemeluk Hindu Kaharingan dan sebagain lagi tetap menganut Dayak

Kaharingan atau agama Kaharingan (Usop, 2012).

Upacara atau tradisi yang dimaksud bukanlah upacara dalam

pengertian upacara yang secara formal sering dilakukan, seperti upacara

penghormatan bendera, melainkan upacara yang pada umumnya

mengandung nilai sakral oleh masyarakat pendukung kebudayaan tersebut.

Upacara merupakan serangkaian tindakan atau perbuatan yang terikat pada

aturan tertentu berdasarkan adat istiadat, agama, dan kepercayaan. Jenis

upacara dalam kehidupan masyarakat, antara lain upacara penguburan,

upacara perkawinan, dan upacara pengukuhan kepala suku. Upacara adat

adalah suatu upacara yang dilakukan secara turun-temurun yang berlaku di

Page 13: PENDAHULUAN - sinta.unud.ac.id 1 ab.pdf · makna yang bertalian erat dengan nilai dan norma yang berlaku di tengah masyarakat Dayak, terutama pengusaha dan pemerintah yang mendomisasi

13

suatu daerah. Dengan demikian, setiap daerah memiliki upacara adat

sendiri-sendiri, seperti upacara perkawinan, upacara labuhan, upacara camas

pusaka, dan sebagainya. Upacara adat yang dilakukan di daerah sebenarnya

juga tidak lepas dari unsur sejarah (http://www.sentra-

edukasi.com/2011/08/upacara-adat.html).

Hasil Musyawarah Besar Damang Kepala Adat se Kalimantan

Tengah yang diselenggarakan pada 23--24 Mei 2002 di Palangka Raya telah

merumuskan beberapa pokok pemikiran.Pertama, selama ini kurangnya

penghargaan terhadap adat dan hukum adat masyarakat Dayak sehingga

diperlukan upaya revitalisasi hukum adat yang berkaitan dengan eksistensi

lembaga damang sebagai lembaga adat yang telah dikenal khususnya bagi

masyarakat Kalimantan Tengah. Peran para kepala adat masyarakat adat

dalam membina dan mengembangkan hukum adat masyarakat Dayak pada

masa lalu cukup penting, tetapi karena proses sosial yang berlangsung

selama ini, perannya lebih banyak pada hal-hal seremonial. Kedua,

terjadinya keterpinggiran masyarakat adat sebagai akibat proses modernisasi

yang kurang berkelanjutan sementara pengembangan daya tahan masyarakat

belum cukup kuat mengintegrasikannya serta menyinkronisasikannya dalam

suatu bingkai jati diri yang tetap berlandaskan nilai-nilai adat yang relevan

pada masa kini. Ketiga, pada era demokratisasi, reformasi, dan otonomi

daerah telah muncul aspirasi masyarakat yang kian kuat untuk

pemberdayaan diri secara berkelanjutan. Keempat, masih ada nilai-nilai adat

yang relevan yang dapat direvitalisasi dapat membantu memperlancar

Page 14: PENDAHULUAN - sinta.unud.ac.id 1 ab.pdf · makna yang bertalian erat dengan nilai dan norma yang berlaku di tengah masyarakat Dayak, terutama pengusaha dan pemerintah yang mendomisasi

14

proses pemerintahan, pemberdayaan masyarakat dan lingkungan hidup,

serta proses pembanguan pada umumnya (Usop, 2011: 157--158).

Dinamika perjuangan hak-hak masyarakat Dayak di Kalimantan

Tengah dalam wacana keterpinggiran atau marginalisasi atas tanah adat

tentang pemanfaatan lahan untuk perkebunan sawit, pertambangan (batu

bara dan emas), serta pemanfaatan kayu oleh pengusaha HPH berdampak

pada adanya gerakan kontra hegemoni dan perlawanan masyarakat adat

Dayak di Kalimantan Tengah dalam mempertahankan tanah adatnya.

Ketidakpuasan dan ketidakpastian dengan hukum positif menyebabkan

timbulnya gerakan-gerakan perlawanan (counter hegemony) yang bertujuan

untuk membela dan memperjuangkan harkat serta martabat untuk

menegakan hukum adat dan kearifan lokal yang sesuai dengan Pancasila

dan UUD 1945.

Kearifan lokal yang menghormati lingkungan dan HAM masyarakat

Dayak yang merupakan bagian dari kebudayaan Dayak dalam mengelola

dan mempertahankan hak ata tanah adalah membentangkan/mengencangkan

tali larangan (maniring hinting). Tradisi ini merupakan sebuah upacara

ritual yang diwariskan oleh para leluhur masyarakat Dayak dalam rangka

mempertahankan hak-hak kepemilikan atas tanah yang diserobot oleh

pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Ritual maniring hinting

dilaksanakan setelah cara-cara pendekatan penyelesaian secara persuasif

secara jalur hukum positif atau resmi, tetapi tidak membuahkan hasil.

Setelah tali larangan (pali) dibentang maka barang siapa yang membongkar

dan merusaknya akan dikenakan denda (singer) secara hukum adat dalam

Page 15: PENDAHULUAN - sinta.unud.ac.id 1 ab.pdf · makna yang bertalian erat dengan nilai dan norma yang berlaku di tengah masyarakat Dayak, terutama pengusaha dan pemerintah yang mendomisasi

15

masyarakat Dayak. Lewis mengatakan bahwa mahinting, tarinting, atau

hinting pali juga merupakan ritual keagamaan umat Hindu Kaharingan,

yang tidak dilakukan sembarangan, tetapi dalam konteks sosial/adat yang

diselenggarakan oleh masyarakat dalam mempertahankan hak tanahnya dari

pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.

Tradisi maniring hinting adalah ritual adat Dayak di Kalimantan

Tengah yang dianggap sakral yang dilakukan secara turun temurun yang

memiliki kekuatan-kekuatan magis yang tidak dilakukan sembarang orang.

Maniring hinting memerlukan tata cara tertentu dalam pelaksanaannya.

Tempat yang bisa di-maniring hinting adalah tanah leluhur, kuburan, tanah

garapan sendiri, tanah ulayat, dan tanah adat4 yang hanya dapat

dilaksanakan oleh pendeta Hindu Kaharingan berdasarkan izin dari lembaga

agama Hindu Kaharingan (Wawancara dengan Dawel Lenjun, Kuak,

Palangka Raya, 23 November 2012).

Jika maniring hinting dilaksanakan untuk tujuan keagamaan, maka

harus mendapat izin dari lembaga agama Hindu Kaharingan karena

pelaksanaan dan tata caranya harus dilaksanakan atau dipimpin oleh pemuka

agama Hindu Kaharingan, seperti pisor dan basir. Di pihak lain maniring

hinting yang dilaksanakan untuk kepentingan adat atau digunakan untuk

kepentingan masyarakat adat dalam hal ini mempertahankan hak-hak atas

tanah mereka cukup dipimpin oleh tokoh pemangku adat serta tokoh

4 Tanah ulayat adalah hak yang dimiliki atau melekat pada masyarakat hukum adat yangmemberikan wewenang kepada anggota masyarakatnya untuk menguasai seluruh tanah didaerah kekuasaanya dan digunakan untuk kepentingan masyarakat dan anggotanya. Dipihak lain tanah adat adalah tanah yang di atasnya berlaku aturan-aturan adat. Peruntukandan pemanfaatanya diatur oleh kepala adat sebagai pimpinan mereka

Page 16: PENDAHULUAN - sinta.unud.ac.id 1 ab.pdf · makna yang bertalian erat dengan nilai dan norma yang berlaku di tengah masyarakat Dayak, terutama pengusaha dan pemerintah yang mendomisasi

16

masyarakat seperti damang. Alasan dilaksanakannya maniring hinting bagi

masyarakat adat tidak dalam pelaksanaan ritual keagamaan Kaharingan,

tetapi bermakna untuk kepentingan memperjuangkan dan mempertahankan

hak-hak atas tanah mereka. Persepsi maniring hinting bagi masyarakat adat

Dayak Ngaju tidak hanya bermakna spiritual, tetapi juga bermakna sosial

budaya. Jadi, maniring hinting memiliki makna dan fungsi yang berbeda

dan kontekstual jika digunakan untuk hal-hal tertentu di luar ritual

keagamaan.

Maniring hinting dapat dikategorikan menjadi dua macam. Pertama,

maniring hinting pali yang dilakukan dalam upacara adat “Tiwah” yang

bertujuan untuk mengantarkan roh atau jiwa seseorang ke langit ketujuh

atau surga dalam keyakinan agama Hindu Kaharingan. Selama

penyelenggaraan upacara tersebut jika ada yang melanggar larangan atau

pali, seperti pantangan berkelahi dan perbuatan yang tidak terpuji di areal

upacara akan mendapatkan malapetaka dan dapat dikenakan hukum adat.

Kedua, maniring hinting adat yang dilakukan oleh masyarakat adat telah

disesuaikan untuk kepentingan mempertahankan hak-hak atas tanah mereka

dari orang-orang yang tidak bertanggung jawab dan melanggar perjanjian

serta kesepakatan. Dalam pelaksanaan maniring hinting roh-roh

dibangunkan untuk menyaksikan atau membenarkan secara magis bahwa

tanah yang di-maniringhinting-kan adalah memang benar milik masyarakat.

Pergulatan dan perdebatan tentang manfaat maniring hinting inilah yang

menjadi perdebatan antara para tokoh agama Hindu Kaharingan dan para

tokoh masyarakat adat Dayak yang menurut mereka bahwa maniring hinting

Page 17: PENDAHULUAN - sinta.unud.ac.id 1 ab.pdf · makna yang bertalian erat dengan nilai dan norma yang berlaku di tengah masyarakat Dayak, terutama pengusaha dan pemerintah yang mendomisasi

17

tidak hanya milik orang Kaharingan, tetapi juga milik masyarakat adat yang

merupakan bagian dari kebudayaan dan peradaban Dayak di Kalimantan

Tengah (Wawancara dengan Usop, Palangka Raya, 5 Oktober 2012).

Istilah ‘adat’ dalam bahasa Indonesia memiliki arti ‘kebiasaan’ atau

‘tradisi’ dan mengandung konotasi tata tertib yang tenteram dan konsesus

atau suatu kesepakatan kearifan lokal yang berhadapan dengan kearifan

global/universal. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, istilah adat ini

serta merta memiliki arti yang diasosiasikan dengan makna menimbul

aktivisme, protes, dan konflik yang disertai kekerasan mungkin disebabkan

oleh peminggiran terhadap adat (Davidson dkk, 2010: 1). Sejak era

reformasi pasca lengsernya Presiden Soeharto pada tahun 1998 setelah

sepertiga abad berkuasa, berbagai komunitas dan kelompok etnis di

Nusantara secara terang-terangan, lantang, dan cenderung dengan kekerasan

menuntut haknya untuk melaksanakan unsur-unsur adat atau hukum adatnya

dalam wilayah kampung halaman mereka (Davidson dkk, 2010 : 1).

Makna tanah dikemukakan oleh Mathias Haryadi (dalam Erari,

1999: 27--28). Menurut Mathias haryadi, tanah memiliki tiga arti

fundamental. Pertama, tanah adalah tempat manusia mendirikan rumah. Di

atas tanah dan dalam rumah ia tinggal, manusia menemukan basis hidupnya.

Di sana ia menemukan identitasnya. Kedua, di atas tanah itu, manusia

berhubungan dengan hewan dan tumbuh-tumbuhan (lingkungan, air, udara,

dan lainnya). Hubungan itu tidak bisa dipisahkan. Ketiga, tanah memiliki

arti ekonomis yang sangat kaya, satu-satunya dan tak mungkin tergantikan.

Page 18: PENDAHULUAN - sinta.unud.ac.id 1 ab.pdf · makna yang bertalian erat dengan nilai dan norma yang berlaku di tengah masyarakat Dayak, terutama pengusaha dan pemerintah yang mendomisasi

18

Keterpenuhan sandang, pangan, dan papan menjadi dasar untuk

mengartikan makna dan fungsi tanah. Sebagian besar masyarakat Indonesia

masih tergantung pada tanah (hutan). Menurut Nababan (2003), dalam

kehidupan sehari-hari di daerah pedesaan (komunitas-komunitas masyarakat

adat) populasinya diperkirakan antara 50--70 juta orang masih tergantung

dan memiliki ikatan sosiokultural dan religius yang erat dengan lingkungan

(tanah) lokalnya. Mereka tergantung pada alam dan memiliki kedekatan,

ikatan yang erat dengan alam termasuk tanah.

Tekanan ekonomi dan politik yang dialami oleh masyarakat Dayak

akibat hegemoni atau dominasi peran negara dengan kewenangannya dalam

mengatur kehidupan masyarakat turut menimbulkan ketimpangan sosial dan

ekonomi. Salah satu di antaranya adalah kebijakan negara dalam

memberikan hak guna usaha (HGU) dan izin produksi kepada pengusaha

yang secara tidak langsung telah merugikan masyarakat seperti kehilangan

mata pencaharian dan hancurnya tatanan adat. Contohnya, musnahnya

kebun rotan, beje5, kebun karet, hutan adat, sungai, danau, dan tatanan sosial

yang berubah menimbulkan kejutan budaya serta korban ketidakadilan

lainnya. Sumber daya alam hanya diperlakukan oleh perusahaan sebagai

komoditas dan alat produksi, tanpa memperhatikan subsistem sosialkultural

yang seharusnya merupakan bagian dari sistem alam dan kehidupan.

Kondisi ini telah mendorong timbulnya protes kelompok masyarakat Dayak

5 Beje adalah sebuah kolam perangkap ikan yang dibuat oleh masyarakat (umumnya olehsuku Dayak) di pedalaman hutan Kalimantan Tengah. Beje umumnya berukuran lebar 2 m,kedalaman 1.5 m, dan panjang bervariasi bisa sampai ratusan meter jika dilakukanbersama-sama (bukan milik perorangan). Beje-beje akan tergenang oleh air luapan darisungai dan sekitarnya serta terisi oleh ikan -ikan alami pada musim penghujan. Kemudianair akan surut kembali pada musim kemarau. Beje-beje menjadi kolam-kolam tempatpembesaran ikan di dalamnya dan siap dipanen pada musim kemarau.

Page 19: PENDAHULUAN - sinta.unud.ac.id 1 ab.pdf · makna yang bertalian erat dengan nilai dan norma yang berlaku di tengah masyarakat Dayak, terutama pengusaha dan pemerintah yang mendomisasi

19

untuk melakukan perubahan terhadap kebijakan pemerintah tersebut dengan

mempertimbangkan kepentingan masyarakat lokal (Kartodiharjo, 2006: 4).

Pengambilalihan paksa areal hutan adat menjadi hutan negara adalah

salah satu kebijakan pemerintah yang amat dirasakan dampaknya oleh

masyarakat Dayak. Hutan memiliki arti penting bagi masyarakat Dayak

karena kemampuannya menyediakan kebutuhan masyatakat lokal sebagai

mata pencaharian hidup. Hutan yang tanahnya merupakan milik kelompok

masyarakat ini terpaksa direlakan untuk dijadikan areal perkebunan besar

swasta (PBS) serta pertambangan dan hak pengusahaan hutan (HPH) pada

zaman orde baru. Ketika reformasi bergulir gejolak konflik terus berlanjut,

bahkan kian intensif dan terbuka dengan kasus-kasus areal perkebunan

kelapa sawit banyak yang tumpang tindih dengan kawasan hutan. Termasuk

hutan lindung, taman nasional, dan kawasan konservasi lainnya

menyebabkan konflik dan perlawanan masyarakat adat khususnya di

Kalimantan Tengah kian bergejolak dan memerlukan jalan keluar yang tepat

dengan mempertimbangan unsur-unsur sosial budaya sebagai salah satu

pertimbangan dalam membuat kebijakannya.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka ada beberapa permasalahan yang

penting untuk dikaji, terutama berkaitan dengan tiga hal, yaitu sebagai

berikut.

Page 20: PENDAHULUAN - sinta.unud.ac.id 1 ab.pdf · makna yang bertalian erat dengan nilai dan norma yang berlaku di tengah masyarakat Dayak, terutama pengusaha dan pemerintah yang mendomisasi

20

1 Bagaimanakah ideologi maniring hinting sebagai gerakan kontra

hegemoni masyarakat Dayak dalam mempertahankan hak-hak atas

tanah di Kotawaringin Timur?

2. Bagaimanakah pelaksanaan maniring hinting sebagai gerakan kontra

hegemoni di Kotawaringin Timur?

3. Apa makna perlawanan maniring hinting bagi masyarakat Dayak di

Kotawaringin Timur?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk memahami lebih dalam

tentang penyebab timbulnya gerakan kontra hegemoni masyarakat lokal

dalam mempertahankan hak masyarakat adat atas tanah di Kalimantan

Tengah khususnya di Kotawaringin Timur dalam konteks wacana

mempertahankan dan penguatan hukum adat dan kewibawaan kearifan

lokal. Dengan kata lain bagaimana sebuah kearifan lokal bermetamorfosis

menjadi sebuah gerakan perlawanan dalam mempertahankan hak-hak

masyarakat adat Dayak di Kotawaringin Timur melalui suatu proses

harmonisasi dan revitalisasi perkembangan hukum yang progresif.

1.3.2 Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus penelitian ini adalah seperti berikut.

1. Mengetahui ideologi maniring hinting sebagai gerakan kontra

hegemoni dalam mempertahankan hak-hak atas tanah masyarakat

Page 21: PENDAHULUAN - sinta.unud.ac.id 1 ab.pdf · makna yang bertalian erat dengan nilai dan norma yang berlaku di tengah masyarakat Dayak, terutama pengusaha dan pemerintah yang mendomisasi

21

Dayak. Dapatkah berhasil dan memiliki keberdayatahanan dalam

melestarikan dan memperjuangakan serta mempertahankan hak-hak

atas tanah masyarakat Dayak di Kotawaringin Timur.

2. Membahas proses-proses pelaksanaan maniring hinting dan

perubahan penyesuaian maniring hinting menjadi suatu alat

perlawanan (counter hegemony) masyarakat adat Dayak di

Kotawaringin Timur.

3. Menganalisis makna perlawanan maniring hinting bagi masyarakat

adat Dayak di Kotawaringin Timur. Dengan memperhatikan semua

data yang diperoleh di lapangan, maka akan diusahakan diadakan

kajian yang mendalam sehingga diperoleh jawaban mengenai hal-hal

yang terkait dengan permasalahan yang diajukan.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoretis

Secara teoretis, hasil penelitain ini diharapkan bermanfaat bagi

pengembangan ilmu yang holistik-integratif sesuai dengan keberadaaan

kajian budaya yang terkait dengan keterpinggiran hak masyarakat adat

dalam wacana penguatan hukum adat dan kearifan lokal di Kalimantan

Tengah khususnya di Kotawaringin Timur. Salah satu sisi penting posisi

teoretis dan konseptual kajian budaya adalah karakteristiknya yang bersifat

multidisipliner sehingga memberikan kontribusi untuk penelitian bagi

berbagai disiplin ilmu dan kebijakan publik. Selain itu, hasil penelitian ini

diharapkan bermanfaat bagi para akademis dan stakeholder karena dapat

Page 22: PENDAHULUAN - sinta.unud.ac.id 1 ab.pdf · makna yang bertalian erat dengan nilai dan norma yang berlaku di tengah masyarakat Dayak, terutama pengusaha dan pemerintah yang mendomisasi

22

dipakai sebagai acuan, referensi tentang arti penting hukum adat, kearifan

local, dan hak masyarakat adat dalam wacana penguatan hukum adat dalam

membuat kebijakan dan perda adat yang mengandung sinkronisasi,

harmonisasi, dan revitalisasi.

1.4.2 Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi beberapa pihak,

yakni sebagai berikut.

1. Bagi pelestarian kebudayaan dan penanggulangan keterpinggiran

hak masyarakat adat dalam konteks wacana penguatan hukum adat.

Selain itu hak adat ini diharapkan dapat meningkatkan eksistensi

keberadaan masyarakat adat dan menjadi momentum dalam upaya

menjaga keberadaan dan kebangkitan penegakan hak asasi terutama

hak-hak atas tanah adat.

2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan,

wawasan bagi masyarakat. Di samping itu dapat digunakan untuk

memahami lebih mendalam tentang penguatan hukum adat dalam

menanggulangi pelanggaran dan peminggiran hak masyarakat adat

dalam konteks wacana penguatan hukum adat atas hak-hak atas

tanahnya.

3. Hasil penelitian ini dapat dipakai oleh pemerintah sebagai bahan

pertimbangan dalam membuat kebijakan pemberian izin kepada

pengusaha untuk menguasai lahan milik masyarakat adat yang

menjadi sumber penghidupan mereka. Upaya penguatan hukum adat

Page 23: PENDAHULUAN - sinta.unud.ac.id 1 ab.pdf · makna yang bertalian erat dengan nilai dan norma yang berlaku di tengah masyarakat Dayak, terutama pengusaha dan pemerintah yang mendomisasi

23

dan kearifan lokal yang menyangkut hak atas tanah adat dan hak

masyarakat adat lebih diperhatikan agar tidak ada perampasan hak-

hak hidup masyarakat adat.

4. Di samping itu, hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai

proses transformasi, partisipasi, dan keterkaitan aktif semua pihak

dalam penegakan dan penguatan terhadap hak masyarakat adat atas

kepemilikan tanah.