Pendahuluan - Joy Kumaat | make small world · Web viewDominasi pasang surut, mengakibatkan...

26
I. PENDAHULUAN I.1 Aksiologi Ekosistem Pesisir Ekosistem pesisir dan laut merupakan ekosistem alamiah yang produktif, unik dan mempunyai nilai ekologis dan ekonomis yang tinggi. Selain menghasilkan bahan dasar untuk pemenuhan kebutuhan pangan, keperluan rumah tangga dan industri yang dalam konteks ekonomi bernilai komersial tinggi, ekosistem pesisir dan laut juga memiliki fungsi-fungsi ekologis penting, antara lain sebagai penyedia nutrien, sebagai tempat pemijahan, tempat pengasuhan dan tumbuh besar, serta tempat mencari makanan bagi beragam biota laut. Di samping itu, ekosistem pesisir dan laut berperan pula sebagai pelindung pantai atau penahan abrasi bagi wilayah daratan yang berada di belakang ekosistem ini (Bengen, 2002). Tata ruang sebagai wujud struktural ruang dan pola penggunaannya secara terencana atau tidak dari bagian permukaan bumi di laut dan pesisir, dikenal selama ini sebagai objek dalam memenuhi berbagai kebutuhan manusia. Selain mengandung beraneka ragam sumber daya alam dan jasa lingkungan yang telah dan sementara dimanfaatkan manusia, ruang laut dan pesisir menampilkan berbagai isu menyangkut keterbatasan dan konflik dalam penggunaannya. Untuk mengharapkan keberlanjutan manfaat ruang laut dan pesisir, berbagai upaya sadar selayaknya digiatkan dalam suatu rangkaian penataan ruang. Secara normatif, penataan ruang dipahami sebagai suatu rangkaian proses perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang yang dialokasikan menjadi kawasan lindung dan kawasan budidaya (UU Nomor 24 Tahun 1992). Perencanaan tata ruang memungkinkan

Transcript of Pendahuluan - Joy Kumaat | make small world · Web viewDominasi pasang surut, mengakibatkan...

Page 1: Pendahuluan - Joy Kumaat | make small world · Web viewDominasi pasang surut, mengakibatkan pelumpuran sehingga pada waktu penggenangan akan terbentuk beting-beting lumpur sedangkan

I. PENDAHULUAN

I.1 Aksiologi Ekosistem Pesisir

Ekosistem pesisir dan laut merupakan ekosistem alamiah yang produktif, unik dan

mempunyai nilai ekologis dan ekonomis yang tinggi. Selain menghasilkan bahan dasar untuk

pemenuhan kebutuhan pangan, keperluan rumah tangga dan industri yang dalam konteks

ekonomi bernilai komersial tinggi, ekosistem pesisir dan laut juga memiliki fungsi-fungsi

ekologis penting, antara lain sebagai penyedia nutrien, sebagai tempat pemijahan, tempat

pengasuhan dan tumbuh besar, serta tempat mencari makanan bagi beragam biota laut. Di

samping itu, ekosistem pesisir dan laut berperan pula sebagai pelindung pantai atau penahan

abrasi bagi wilayah daratan yang berada di belakang ekosistem ini (Bengen, 2002). Tata

ruang sebagai wujud struktural ruang dan pola penggunaannya secara terencana atau tidak

dari bagian permukaan bumi di laut dan pesisir, dikenal selama ini sebagai objek dalam

memenuhi berbagai kebutuhan manusia.  Selain mengandung beraneka ragam sumber daya

alam dan jasa lingkungan yang telah dan sementara dimanfaatkan manusia, ruang laut dan

pesisir menampilkan berbagai isu menyangkut keterbatasan dan konflik dalam

penggunaannya. Untuk mengharapkan keberlanjutan manfaat ruang laut dan pesisir, berbagai

upaya sadar selayaknya digiatkan dalam suatu rangkaian penataan ruang.  Secara normatif,

penataan ruang dipahami sebagai suatu rangkaian proses perencanaan, pemanfaatan dan

pengendalian pemanfaatan ruang yang dialokasikan menjadi kawasan lindung dan kawasan

budidaya (UU Nomor 24 Tahun 1992).  Perencanaan tata ruang memungkinkan fungsi dan

manfaat ruang tersebut dapat berkelanjutan dinikmati oleh manusia.  Hal ini menjadi semakin

penting karena ruang laut dan pesisir peka terhadap gangguan sehingga setiap kegiatan

pemanfaatan dan pengembangan di mana pun juga di wilayah ini, secara potensial dapat

merupakan sumber kerusakan bagi ekosistem-ekosistem di wilayah ini (Dahuri et al, 2001).

Wilayah pantai dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa tipe. Sejarah perkembangan

pengklasifikasian pantai di awali tahun 1930 oleh Francis Shepard kemudian mengalami

beberapa kali perubahan pada tahun 1948, 1963 dan terakhir di perbaharui pada tahun 1973

dimana klasifikasi ini menjadi standart dan dipakai oleh U.S Army of Engineers (1998)

sebagai dasar untuk membuat klasifikasi pantai. Pantai berlumpur sendiri secara genetik di

golongkan sebagai marine deposition coast. Secara harafiah di ambil dari bahasa inggris

adalah mudflat atau salt marshes yang berbentuk delta (deltaic) atau pantai secara gradien

datar dan memiliki pengaruh gelombang kecil (U.S Army Of Engineers, 1998; Delgado et al,

2002).

User, 11/26/07,
Bengen, D.G. 2002. Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir dan Laut serta Prinsip Pengelolaannya. PK-SPL. IPB, Bogor.
User, 01/01/04,
Influence of Hydrodynamics and Sedimentary Characteristics of Barqueiro Ria on Arealonga Beach Dynamics I. Delgado; J. Alcántara-Carrió; I. Alejo; I. Alonso and M. Louzao
User, 11/19/07,
DEPARTMENT OF THE ARMY EC 1110-2-292 U.S. Army Corps of Engineers CECW-EH Washington, DC 20314-1000 Circular No. 1110-2-292 31 March 1998 Coastal Engineering Manual Part III Chapter 1 COASTAL SEDIMENT PROPERTIES
User, 11/26/07,
Dahuri, R., J.Rais, S.P.Ginting, dan M.J. Sitepu, 2001.  Pengelolaan wilayah pesisir dan lautan secara terpadu. Edisi Kedua. P.T. Pradnya Paramita.  Jakarta.
User, 11/26/07,
Undang-Undang Republik Indonesia No.  24  Tahun  1992.  Tentang Penataan Ruang.  Jakarta.
Page 2: Pendahuluan - Joy Kumaat | make small world · Web viewDominasi pasang surut, mengakibatkan pelumpuran sehingga pada waktu penggenangan akan terbentuk beting-beting lumpur sedangkan

Peran ekosistem pantai berlumpur di wilayah pesisir tergambar oleh kehadiran

ekosistem lainnya seperti ekosistem hutan mangrove dan ekosistem delta yang saling

memiliki keterkaitan antara satu dengan lainnya. Adanya aktivitas fauna dan flora serta

keadaan hydrodinamika air laut seperti kejadian pasang dan surut (tidal), arus pasang surut

(tidal current), gelombang (waves), distribusi salinitas dan transport sedimen merupakan

suatu keadaan in situ dari ekosistem ini (Sunarto, 2002).

1.2 Alur Pikir

Walaupun sudah banyak informasi dan literatur menceritakan keadaan-keadaan

alamiah di atas akan tetapi pembahasan keterkaitan antara rantai makanan, proses-proses

fisik dan aliran karbon di ekosistem pantai berlumpur belumlah dijalaskan secara spesisik

kebermaknaanya dalam suatu runutan dimensi ekosistem pesisir. Pembahasan makalah ini

dititikberatkan pada dimensi dinamika ekosistem pesisir yang majemuk dengan alur pikir

sebagai berikut:

Gambar 1. Bagan alir alur pikir rantai makanan, proses-proses fisik dan aliran karbon di ekosistem pantai berlumpur.

Page 3: Pendahuluan - Joy Kumaat | make small world · Web viewDominasi pasang surut, mengakibatkan pelumpuran sehingga pada waktu penggenangan akan terbentuk beting-beting lumpur sedangkan

II. TINJAUAN FILOSOFIS

II.1 Ekosistem Pantai Berlumpur

Pantai berlumpur dicirikan oleh ukuran butiran sedimen sangat halus dan memiliki

tingkat bahan organik yang tinggi, pantai ini pula banyak dipengaruhi oleh pasang surut yang

mengaduk sedimen secara periodik. Interaksi organisme dengan sedimen dan pengaruh

evaporasi perairan sangat tinggi di lingkungannya. Seperti yang terdapat di laut kuning,

Korea Selatan dan teluk Fundy di Amerika Utara adalah gambaran luasnya daerah kepesisiran

dengan dominasi sebagai daerah pengendapan lumpur (mud deposition) yang mengurung

daerah tersebut, sehingga menjadikan pantai berlumpur sebagai mintakat yang memiliki

pengaruh energi rendah seperti estuari dan lagoon juga sebagai daerah pemasukan air tawar

(influx freshwaters) dalam jumlah yang besar sehingga kompleksitas sedimen dominan adalah

berbutir halus (dominantly fine-grained sediments).

Bagaimanapun, pelumpuran yang terjadi di wilayah pantai tidak hanya disebabkan

oleh energi lingkungan rendah, akantetapi bahwa kelipahan sedimen seperti sedimen halus,

pengendapan lumpur dapat tetap berlaku dan bahkan pada pantai yang memiliki pengaruh

gelombang yang besar.

Gambar 2. Faktor pengontrol konsentrasi sediment di kolom air (Webster et al, 2003)

Selanjutnya, oleh Webster et al, 2003 membagi tidalflat kedalam 3 (tiga) model.

Pertama, subtidal., merupakan daerah di bawah pasang surut dan selalu terekspose

(kelihatan) daratannya karena tidak tertutup oleh genangan air. Sedimen akan membentuk

sabuk (belt) searah dengan garis pantai dimana pengaruh daerah intertidal sangat besar

sehingga sedimen dasar dari subtidal ini membentuk liang (burrowed) dan butiran

(pelletized). Aliran air juga, turut serta di dalam pergerakan sedimen memotong areal ini,

menjadikan ukuran butiran sedimennya bertambah halus. Penghalusan sedimen tersebut

terjadi karena dipindahkannya sedimen berukuran kasar (coarse sediment) oleh aliran sungai

Page 4: Pendahuluan - Joy Kumaat | make small world · Web viewDominasi pasang surut, mengakibatkan pelumpuran sehingga pada waktu penggenangan akan terbentuk beting-beting lumpur sedangkan

dan setelah mencapai muara sungai akan dikurung oleh kondisi pasang-surut daerahnya,

sehingga tidak mudah tertembus oleh pengaruh eksternal lainnya. Adanya proses ini,

mengakibatkan daerah muara sungai selalu terjadi pelumpuran .

Kedua, Zona Intertidal., merupakan zona yang berada di antara surut normal dan

pasang tinggi yang mana keterjadian pasang dan surutnya terjadi dua kali dalam sehari

(semidiurnal tides). Gabungan gaya yang mengangkut selama waktu transport, akan

mengakibatkan deposisi dimuara sungai, susunan lithologi pantai campuran pasir dan lumpur

terdapat dibagian tengah sedangkan pasir dominan berada paling datar (ujung) dari zona

intertidal. Transport sediment tersuspensi (melayang) di rataan intertidal, membentuk formasi

lumpur dan liat yang mempunyai keadaan bioturbasi, rekahan lumpur dan pelemahan arus.

Di daerah tengah dari rataan intertidal, terkover separuh siklus pasang surutnya memiliki

perioda penenggelaman sama dengan perioda pengangkutan sedimen pada setiap lapisan yang

terbentuk di rataan tersebut. Keadaan dinamis antara pasir dan lumpur akan saling bertukar

tempat akibat pengaruh aliran atau olakan gelombang dengan kecenderungan bahwa olakan

ini akan membawa material sedimen kelaut lapas (open sea). Pengangkutan dan pengendapan

pasir, adalah merupakan fenomena yang terjadi di zona intertidal pantai berlumpur, terindikasi

bahwa transport sedimen melayang dan didasar air umumnya aktiv pada saat pasang terendah.

Ketiga, Zona Supralittoral., merupakan zona di atas pasang naik sedangkan

sedimennya terdeposit ditunjukkan oleh adanya subareal dengan kondisi pada umumnya

memiliki waktu penggenangan selama terjadi badai (musim semi). Zone ini dibagi dengan

melihat kondisi alamiah pantai tersebut, yang mana diawali oleh tumbuhnya beberapa

vegetasi pantai berlumpur dan badan pasir. Storm-Driven di daerah supratidal ikut serta di

dalam mensuplai sedimen sehingga menciptakan lapisan sedimen hanya dalam beberapa jam.

Lapisan ini yang terbentuk akibat badai akan terjadi pengkayaan karbon oleh ganggang

organik, yang berkembang biak saat terjadi badai. Pada bagian lain dari daerah supralittoral

dominasi ganggang blue-green filamentous menjerat dan mengikat sedimen berbutir halus

lewat alga yang ada di daerah subtidal. Pengikatan sedimen oleh alga di daerah subtidal

sehingga terjadi penumpukan sedimen di muara sungai, disamping itupula banyaknya

sedimen diakibatkan oleh banjir. Dominasi pasang surut, mengakibatkan pelumpuran

sehingga pada waktu penggenangan akan terbentuk beting-beting lumpur sedangkan pada saat

surut akan mengalami pengeringan.

Page 5: Pendahuluan - Joy Kumaat | make small world · Web viewDominasi pasang surut, mengakibatkan pelumpuran sehingga pada waktu penggenangan akan terbentuk beting-beting lumpur sedangkan

Gambar 3. Klasifikasi wilayah pesisir ( Webster et al, 2003)

II.2 Rantai Makanan Pantai Berlumpur

Rantai makanan adalah perpindahan energi makanan dari sumber daya tumbuhan

melalui seri organisme atau melalui jenjang makan (tumbuhan-herbivora-carnivora). Pada

setiap tahap pemindahan energi, 80%–90% energi potensial hilang sebagai panas, karena itu

langkah-langkah dalam rantai makanan terbatas 4-5 langkah saja. Dengan perkataan lain,

semakin pendek rantai makanan semakin besar pula energi yang tersedia

(http://id.wikipedia.org/wiki/rantai_makanan).

Ada dua tipe dasar rantai makanan:

1. Rantai makanan rerumputan (grazing food chain). Misalnya: tumbuhan-herbivora-

carnivora.

2. Rantai makanan sisa (detritus food chain). Bahan mati mikroorganisme (detrivora =

organisme pemakan sisa) predator.

Suatu rantai adalah suatu pola yang kompleks saling terhubung, rantai makanan di dalam

suatu komunitas yang kompleks antar komunitas, selain daripada itu, suatu rantai makanan

adalah suatu kelompok organisma yang melibatkan perpindahan energi dari sumber utamanya

(yaitu., cahaya matahari, phytoplankton, zooplankton, larval ikan, kecil ikan, ikan besar,

binatang menyusui). Jenis dan variasi rantai makanan adalah sama banyak seperti

jenis/spesies di antara mereka dan tempat kediaman yang mendukung mereka. Selanjutnya,

rantai makanan dianalisa didasarkan pada pemahaman bagaimana rantai makanan tersebut

User, 11/27/07,
I.T. Webster, P.W. Ford, B. Robson, N. Margvelashvili, J. Parslow. 2003. Conceptual models of the hydrodynamics, fine sediment dynamics, biogeochemistry and primary production in the Fitzroy Estuary. Draft Final Report For Coastal CRC Project CM-2 October 2003. CSIRO Land and Water GPO Box 1666, Canberra 2601. 53 p.
Page 6: Pendahuluan - Joy Kumaat | make small world · Web viewDominasi pasang surut, mengakibatkan pelumpuran sehingga pada waktu penggenangan akan terbentuk beting-beting lumpur sedangkan

memperbaiki mekanisme pembentukannya (gambar 4). Ini dapat lebih lanjut dianalisa sebab

bagaimanapun jenis tunggal boleh menduduki lebih dari satu tingkatan trophic di dalam suatu

rantai makanan ( Krebs 1972 in Johannessen et al, 2005).

Gambar 4. Rantai makanan di wilayah pesisir (Long, 1982 in Johannessen et al, 2005)

Dalam bagian ini, diuraikan tiga bagian terbesar dalam rantai makanan (Johannessen et al,

2005) yaitu: phytoplankton, zooplankton, dan infauna benthic. Sebab phytoplankton dan

zooplankton adalah komponen rantai makanan utama dan penting, dimana bagian ini berisi

informasi yang mendukung keberadaan organisme tersebut. Sedangkan, infauna benthic

adalah proses yang melengkapi pentingnya rantai makanan di dalam ekosistem pantai

berlumpur. Selanjutnya, pembahasan ini penekananya pada bagaimana mata rantai antara

rantai makanan dan tempat berlundungnya (tidal flat; pantai berlumpur).

II.2.1 PHYTOPLANKTON

Pertumbuhan phytoplankton di wilayah pantai berlumpur diatur dengan suatu interaksi

antara matahari, hujan, bahan gizi, dan gerakan massa air, serta convergensi yang di akibatkan

oleh arus laut. Sampai jumlah tertentu produksi phytoplankton tergantung pada cuaca,

dengan pencampuran dan stratifikasi kolom air yang mengendalikan produktivitas utama.

Percampuran massa air vertikal yang kuat mempunyai suatu efek negatif terhadap

produktivitas, dengan mengurangi perkembangan phytoplankton maka terjadi penambahan

energi itu sendiri dan penting bagi fotosintesis. Bagaimanapun, pencampuran vertikal adalah

juga diuntungkan karena proses penambahan energi, yang membawa bahan gizi (nutrient)

dari air menuju ke permukaan di mana mereka dapat digunakan oleh phytoplankton.

User, 11/27/07,
Johannessen, J.W., MacLennan, A., and McBride, A, 2005. Inventory and Assessment of Current and Historic Beach Feeding Sources/Erosion and Accretion Areas for the Marine Shorelines of Water Resource Inventory Areas 8 & 9, Prepared by Coastal Geologic Services, Prepared for King County Department of Natural Resources and Parks, Seattle, WA.
User, 11/27/07,
Johannessen, J.W., MacLennan, A., and McBride, A, 2005. Inventory and Assessment of Current and Historic Beach Feeding Sources/Erosion and Accretion Areas for the Marine Shorelines of Water Resource Inventory Areas 8 & 9, Prepared by Coastal Geologic Services, Prepared for King County Department of Natural Resources and Parks, Seattle, WA.
Page 7: Pendahuluan - Joy Kumaat | make small world · Web viewDominasi pasang surut, mengakibatkan pelumpuran sehingga pada waktu penggenangan akan terbentuk beting-beting lumpur sedangkan

II.2.2 ZOOPLANKTON DAN HETEROTROPHS LAIN

Zooplankton dan heterotrophs lain (suatu tingkatan organisma trophic sekunder yang

berlaku sebagai consumer utama organik) di dalam kolom air mengisi suatu relung ekologis

penting sebagai mata rantai antara produksi phytoplankton utama dan produktivitas ikan. Ikan

contohnya, dengan ukuran panjang antara 50 - 200 milimeter, seperti; ikan herring juvenile

dan dewasa, smelt, stickleback, sand lance, dan ikan salem dewasa, minyak ikan, hake,

pollock, lingcod, sablefish, dan ikan hiu kecil, memperoleh bagian terbesar gizi mereka dari

zooplankton dan heterotrophs lain. Penambahan konsumen utama ini adalah mangsa utama

untuk sculpins, rockfish, ikan hiu, burung, dan paus ballen (Strimbling and Cornwel, 1997).

Di muara sungai Duwamish (dengan kedalaman 4), ditemukan ikan salem muda memangsa

gammarid amphipods yang lebih besar dari ukuran tubuhnya. Selain itu, ikan salem juga

menyukai jenis Corophium salmonis dan Eogammarus confervicolus. Sebagai tambahan,

gammarid amphipods, dalam bentuk juvenille mengkonsumsi calanoid dan harpacticoid

copepods. Merah muda pemuda ikan salem, pada sisi lain, lebih menyukai harpacticoids yang

diikuti oleh calanoid copepods. Juvenille chinook mempercayakan kepada gammaridean

amphipods dan calanoid copepods sebagai betuk diet mereka. Di awali studi oleh Zedler

(1980), menunjukkan bahwa 85 sampai 92 % zooplankton di teluk adalah calanoid copepods.

Secara teknis, istilah zooplankton mengacu pada format hewan plankton, yang tinggal di

kolom air dan pergerakan utama semata-mata dikendalikan oleh keadaan insitu lingkungan

(current movement). Bagaimanapun, yang mereka lakukan akan mempunyai kemampuan

untuk berpindah tempat vertikal terhadap kolom air dan boleh juga berpindah tempat secara

horisontal dari pantai ke laut lepas sepanjang yaitu musim semi dan musim panas dalam

untuk mencari lokasi yang cocok untuk pertumbuhan mereka. Migrasi vertikal menciptakan

sonik lapisan menyebar ketika zooplankton bergerak ke permukaan pada malam hari dan

tempat yag terdalam pada siang hari. Pada daerah berlumpur dengan olakan gelombang

besar, migrasi vertical zooplankton akan terhalang. Sedangkan, migrasi horisontal musiman

mengakibatkan zooplankton akan mengalami blooming (pengkayaan).

II.2.3. INFAUNA DAN EPIFAUNA BENTHIC

Infauna Benthic (organisma yang tinggal di sedimen) dan epifauna (organisma yang

mempertahankan hidup di sedimen) adalah suatu kumpulan taxa berbeda-beda mencakup

clam, ketam, cacing, keong, udang, dan ikan. Sedangkan burrowers, adalah binatang pemakan

bangkai, pemangsa, dan pemberi makan/tempat makan sejumlah phytoplankton, zooplankton,

sedimen, detritus dan nutrient lainnya.

User, 11/27/07,
ZEDLER, J. B. 1980. Algal mat productivity: Comparisons in a salt marsh. Estuaries 3:122-131.
User, 11/27/07,
Strimbling, J.M and J.C. Cornwel. 1997. Identification of Important Primary Producers in a Chesapeake Bay Tidal Creek System Using Stable Isotopes of Carbon and Sulfur. Estuaries Vol. 20, No. 1, p. 77-95
Page 8: Pendahuluan - Joy Kumaat | make small world · Web viewDominasi pasang surut, mengakibatkan pelumpuran sehingga pada waktu penggenangan akan terbentuk beting-beting lumpur sedangkan

Mereka berperan penting dalam jaring makanan di pantai berlumpur, juga bertindak

sebagai konvertor untuk pembuatan bahan-bahan organik pada tingkatan trophic lebih tinggi,

sehingga menyokong peningkatan produktivitas alam bebas (wildlife) dan ikan. Di lain pihak,

ikan-ikan demersal, neretic, dan pemangsa terestrial contohnya elasmobranchs ( ikan hiu,

skates dan manta rays-pari), flatfish dan bottomdwelling jenis lainnya; shorebirds; mamalia

laut, termasuk ikan paus dan berang-berang laut; dan manusia. Dengan diuraikannya secara

rinci bagaimana berbagai rantai makanan terhubung ke dalam suatu jaringan makanan terpadu

pada benthic community dalam system dinamika pantai berlumpur adalah penting untuk di

jawab bahwa ekosistem pantai berlumpur ini berperan di dalam keseimbangan produktifitas

primer perairan.

Page 9: Pendahuluan - Joy Kumaat | make small world · Web viewDominasi pasang surut, mengakibatkan pelumpuran sehingga pada waktu penggenangan akan terbentuk beting-beting lumpur sedangkan

II.3 Proses-proses Fisik di Pantai Berlumpur

Fenomena pergerakan air dan aliran sedimen di daerah pesisir, lebih khusus untuk

dataran delta dan hutan mangrove adalah fenomena khusus dan spesifik. Genesa pantai

berlumpur oleh Sunarto (2002), tersusun oleh materi lebek/lumpur. Proses sedimentasi

dipantai dapat dibedakan menjadi deposisi dan siltasi (Simeoni et al, 2002). Deposisi

umumnya diartikan sebagai pengendapan sedimen lepas (klastik), sedangkan siltasi atau

pelumpuran diartikan sebagai pengendapan material lumpur atau sedimen lembek (Nittrouer

and Kravitz, 1996).

Proses hydro-physical yang terjadi di pantai berlumpur adalah suatu rejim dari seluruh

variabel kejadian dimana angka rata-rata menjadi penting sebagai acuan melihat pergerakan

air (current),dinamika pasang surut (tidal assymetri) dan energi gelombang (wave energy)

pada suatu musim (Carter, 2002). Pergerakan massa air ini banyak mempengaruhi

keberadaan organisme pantai berlumpur (Elliot et al, 1998). Pergerakan uni-directional,

multi-directional dan ocillatory, adalah tiga tipe yang berbeda pergerakan massa air di pantai

berlumpur dimana pergerakan air ini akan memberikan tekanan yang menguntungkan

keadaan lingkungan itu sendiri (Carter, 2002). Selain itu, selama badai (storm event) di

daerah pantai berlumpur akan menimbulkan perubahan ekstrim pembentukan energi dan arah

gelombang (Pethick, 1984; Dyer, 1998). Menurut Buller and McMannus (1979) pantai

berlumpur sangat sensitive terhadap pengaruh perubahan hydro-physical lingkungan perairan.

Sebagai contoh, aksi gelombang yang muncul secara periodik dapat merubah paras pantai

berlumpur secara fisik akibat diterjang badai, sehingga lumpur atau pasir akan terangkat

setinggi 20 cm. Seperti adanya kejadian badai, merupakan suatu mekanisme penting yang

dapat mengurutkan kembali sedimen (lumpur), sisa-sisa partikel kasar dan pelepasan kembali

kealam sedimen-sedimen yang telah tercemar (Buller and McManus, 1979).

Proses-proses fisik di pantai berlumpur merupakan suatu sistem yang saling kait-mengkait

antara sistem daratan dan lautan. Pada sistem di estuaria adalah merupakan contoh kasus

yang menarik, di karenakan pada sistem inilah pada umumnya tedapat pantai berlumpur.

Aliran energi pada wlayah estuari mencakup aliran keluar dan aliran kedalam, yang dapat

merubah bentuk bentang alam dari sistem estuari tersebut (Towned, 2004). Secara umum

estuaria merupakan bagian dari pantai dimana aliran sungai bermuara. Terdapat berbagai cara

dalam mendefinisikan dan mengklasifikasi estuaria. Dimana, estuaria dipandang sebagai

daerah yang terjangkau oleh aliran pasang surut dari laut terbuka, terdapat gradien salinitas

dan densitas yang dihasilkan oleh proses pertemuan antara aliran air laut salinitas tinggi dan

air sungai bersalinitas rendah (Dyer, 1998.,Towned, 2004).

User, 11/27/07,
Towned, I. 2004. Coast and Estuary Behaviour Systems. ABP Marine Environmental Research Ltd. 19p.
User, 11/27/07,
Buller & McManus (1979). In: (ed. K.R. Dyer) Estuarine hydrography and Sedimentation. Estuarine and Brackish Water Sciences Association. Cambridge University Press.
User, 11/27/07,
Dyer, K.R. (1998). Estuaries - a physical introduction. 2nd Edition, John Wiley & Son, Chichester
User, 11/27/07,
Pethick, J. (1984). An introduction to coastal geomorphology. London, Arnold.
User, 11/27/07,
Elliot M, N. Nedwell. N.V. Jones, S.J. Read, N.D.Cutts, K.L.Hemingway. 1998. INTERTIDAL SAND AND MUDFLATS & SUBTIDAL MOBILE SANDBANKS An overview of dynamic and sensitivity characteristics for conservation management of marine SACs. Institute of Estuarine and Coastal Studies University of Hull Prepared by Scottish Association for Marine Science (SAMS) for the UK Marine SACs Project, Task Manager, A.M.W. Wilson, SAMS.151p.
User, 11/27/07,
Carter, R.W.G. 2002. Coastal Environments.. An introduction to the physical,ecological and cultural systems of coastlines. Academic Press. Amsterdam. 611 p.
User, 11/19/07,
Nittrouer, C.A. and Kravitz, J.H., 1996. STRATAFORM: a program to study the creation and interpretation of sedimentary strata on continental margins. Oceanography 9:146-152
User, 11/19/07,
Integrated Management Study of Comacchio Coast (Italy) Simeoni U.†, Atzeni P. , Bonora N.†, Borasio E.†, Del Grande C.‡, Gabbianelli G.‡, Gonella M. , Tessari U.†, Valpreda E.*, Zamariolo A.†
Page 10: Pendahuluan - Joy Kumaat | make small world · Web viewDominasi pasang surut, mengakibatkan pelumpuran sehingga pada waktu penggenangan akan terbentuk beting-beting lumpur sedangkan

Gambar 5. Model Sistemis Aliran di Daerah Estuari (Towned, 2004)

Disajikan pada model sistemik di atas (gambar 5) oleh Towned (2004), membagi atas

tiga (3) kompartement utama sebagai acuan terjadinya proses aliran di daerah estuari.

Kompartement pertama adalah: Marine System, dimana proses utama sebagai pengendali

gerak adalah tekanan (pressure) sehingga terbentuknya hembusan yang mengakibatkan angin

dan gelombang (Finlayson, 2005). Pusatnya adalah merupakan olakan yang berasal dari

pasang surut dan peningkatan massa air laut. Kompartemen selanjutnya adalah: Estuary,

terbagi atas dua bagian utama adalah dimensi butiran sedimen (granula) dan bentuk alamiah

estuaria, pengaruh utama yang terjadi pada sistem ini adalah prosess terjadinya aktivitas

pasang surut (tidal assymetri) sehingga terjadi gerakan aliran seperti current density dan

secondary circulation.

Lain halnya proses sistemis dinamika pergerakan sedimen di daerah estuari adalah

merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan di antara ketiga sistem yang ada di wilayah

pesisir. Contoh kasus pada gambar 6, memperlihatkan bahwa behaviour system dari pantai

berlumpur (Towned, 2004) di awali oleh pengaruh laut (marine system) dan daratan

(catchment basin). Sifat neutral bouyant pada sistem estuari mempengaruhi sifat aliran (arus)

baik dari darat maupun laut sehingga sedimen akan terkonsentrasi di muara sungai (Long et

al, 2000).

User, 11/30/07,
Long A.J, Scaife, R.G, Edwards, R.J. 2000. Stratigraphic architecture, relative sea level, and model estuaria developmentin southern England: new data from Southampton Water. Special Publication 175. Geology Society. London. 253 -280 p.
User, 12/02/07,
Finlayson D.P., 2005. Combined bathymetry and topography of the Puget Lowland. Digital Elevation Model (DEM) January 2005, School of Oceanography, University of Washington, Seattle, WA. Available: http://www.ocean.washington.edu/data/pugetsound/.
Page 11: Pendahuluan - Joy Kumaat | make small world · Web viewDominasi pasang surut, mengakibatkan pelumpuran sehingga pada waktu penggenangan akan terbentuk beting-beting lumpur sedangkan

Gambar 6. Model Sistemis Aliran Sedimen Halus di Daerah Estuari (Towned, 2004)

Demikianpula, proses yang terjadi di pantai berpasir, dimana proses keluar masuknya

air di dalam sistem karena adanya pengaruh dari tiga (3) model sistem yang ada. Pertama

adalah pada sistem laut (marine system), dominan di pantai berpasir adalah sedimen halus

menumpuk membentuk dan terakumulasi di wilayah estuari (Anthony dan Orford, 2002).

Morfodinamika pantai rendah (estuaria, pantai berpasir, berlumpur, lagoon) sudah dilakukan

banyak penelitian dengan menggunakan skala waktu tercatat di awali oleh : Sherman et al.,

1994; Hegge et al., 1996; Jackson, 1999; Lampe et al., 2003; Goodfellow dan Stephenson,

2005) dan juga untuk jangka waktu panjang sudah di mulai oleh Nordstrom dan Jackson,

1992; Benavente et al., 2000; dan Costas et al., 2005.

Dari analisis sistem yang di lakukan oleh Towned, didukung pula oleh Costas et al,

2005, bahwa distribusi sedimen mengarah kemuara akan memiliki ukuran butiran sediman

yang lebih kecil, sampai di bagian tengah daerah estuaria (mid – estuaria). Perbedaan yang

ditunjukkan oleh Allen, 1972 in Lampe et al, 2003 disebabkan karena di daerah estuaria

tersebut mengalami gangguan oleh adanya aktivitas manusia. Dimana umumnya daerah

estuaria sendiri adanya pemanfaatan berlebih dengan didirikannya banyak daerah industri.

Oleh karena itu, dinamika sifat fisik di wilayah pantai berlumpur merupakan suatu

fenomena tersendiri, walaupu telah mengalami banyak gangguan campur tangan manusia

akan tetapi wilayah ini sendiri belumlah mendapat perhatian khusus di dalam memanfaatkan

sebagai lahan potensial.

User, 12/02/07,
Costas S.; Alejo I.; Vila-Concejo A. and Nombela M.A., 2005. Persistence of storm-induced morphology on a modal low-energy beach: A case study from NW-Iberian Peninsula. Marine Geology, 224, 43–56.
User, 12/02/07,
Benavente J.; Garcia F.J. and L´opes-Aguayo F., 2000. Empirical model of morphodynamic beachface behaviour for low-energy mesotidal environments. Marine Geology, 167, 375–390.
User, 12/02/07,
Nordstrom K.F. and Jackson N.L., 1992. Two dimensional change on sandy beaches in meso-tidal estuaries. Zeitschrift f¨ur Geomorphologie, 36(4), 465–478.
User, 12/02/07,
Goodfellow B.W. and Stephenson W.J., 2005. Beach morphodynamics in a strongwind bay: a low-energy environment? Marine Geology, 214, 101–116.
User, 12/02/07,
Lampe R.; Nordstrom K.F. and Jackson N.L., 2003. Cross-shore distribution of longshore sediment transport rates on a barred non-tidal beach. Estuaries, 26(6), 1426–1436.
User, 12/02/07,
Jackson N.L., 1999. Evaluation of criteria for predicting erosion and accretion on an estuarine sand beach, Delaware Bay, New Jersey. Estuaries, 22(2A), 215–223.
User, 12/02/07,
Hegge B.; Eliot I. and Hsu J., 1996. Sheltered sandy beaches of southwestern Australia. Journal of Coastal Research, 12(8), 748–760.
User, 12/02/07,
Sherman D.J.; Nordstrom K.F.; Jackson N.L. and Allen J.R., 1994. Sediment mixing-depths on a low-energy reflective beach. Journal of Coastal Research, 10(2), 297– 305.
User, 12/02/07,
Anthony E.J. and Orford J.D., 2002. Between wave- and tide-dominated coasts: the middle ground revisited. Journal of Coastal Research, SI 36, 8–15. (ICS 2002 Proceedings).
Page 12: Pendahuluan - Joy Kumaat | make small world · Web viewDominasi pasang surut, mengakibatkan pelumpuran sehingga pada waktu penggenangan akan terbentuk beting-beting lumpur sedangkan

II.4. Aliran Karbon di Pantai Berlumpur

II.4.1. Sumber Karbon

Laut mengandung sekitar 36.000 gigaton karbon, dimana sebagian besar dalam bentuk

ion bikarbonat (Janzen, 2004). Karbon anorganik, yaitu senyawa karbon tanpa ikatan karbon-

karbon atau karbon-hidrogen, adalah penting dalam reaksinya di dalam air. Oleh Houghton

(2005) mendeskripsikan bahwa pertukaran karbon ini menjadi penting dalam mengontrol pH

di laut dan juga dapat berubah sebagai sumber (source) atau lubuk (sink) karbon (Meybeck,

1993 in Abril et al, 2002). Karbon siap untuk saling dipertukarkan antara atmosfer dan lautan.

Pada daerah upwelling, karbon dilepaskan ke atmosfer. Sebaliknya, pada daerah downwelling

karbon (CO2) berpindah dari atmosfer ke lautan. Pada saat CO2 memasuki lautan, asam

karbonat terbentuk:

CO2 + H2O ⇌ H2CO3 ......................................................................... (1)

Reaksi ini memiliki sifat dua arah, mencapai sebuah kesetimbangan kimia. Reaksi lainnya

yang penting dalam mengontrol nilai pH lautan adalah pelepasan ion hidrogen dan

bikarbonat. Reaksi ini mengontrol perubahan yang besar pada pH:

H2CO3 ⇌ H+ + HCO3− ........................................................................ (2)

Sumber karbon (carbon sink) diakibatkan oleh adanya produksi primer di daerah pesisir

termasuk fitoplankton, bentik mikroalga, rumput laut, kebun kelp, padang lamun, rawa pasang

surut dan hutan mangrove (Thom et al, 1993). Sumber kabon lainnya juga terdapat di

sepanjang pantai, adalah wilayah daratnya, estuari dan datang dari laut itu sendiri.

Gambar 7. Diagram dari siklus karbon. Angka dengan warna hitam menyatakan berapa banyak karbon tersimpan dalam berbagai reservoir, dalam milyar ton ("GtC" berarti Giga Ton Karbon). Angka dengan warna biru menyatakan berapa banyak karbon berpindah antar reservoir setiap

User, 11/19/07,
Thom, R.M, S.L.Blanton, D.L.Woodruff,G.D. Williams, A.B. Borde. 1993. Carbon Sinks in Nearshore Marine Vegetated Ecosystem. Pacific Northwest National Laboratory Marine Sciences Laboratory 1529 W. Sequim Bay Road Sequim, WA 98382. 20 p.
User, 11/19/07,
G. Abrila, M. Nogueira, H. Etchebera, G. Cabec¸ E. Lemaire and M. J. Brogueir. 2002. Behaviour of Organic Carbon in Nine Contrasting European Estuaries. Estuarine, Coastal and Shelf Science (2002) 54, 241–262
User, 11/19/07,
Houghton, R. A. (2005). The contemporary carbon cycle. Pages 473-513 in W. H. Schlesinger, editor. Biogeochemistry. Elsevier Science.
User, 11/19/07,
Janzen, H. H. (2004). Carbon cycling in earth systems—a soil science perspective. In Agriculture, ecosystems and environment, 104, 399 – 417.
Page 13: Pendahuluan - Joy Kumaat | make small world · Web viewDominasi pasang surut, mengakibatkan pelumpuran sehingga pada waktu penggenangan akan terbentuk beting-beting lumpur sedangkan

tahun. Sedimen, sebagaimana yang diberikan dalam diagram, tidak termasuk ~70 juta GtC batuan karbonat dan kerogen.

(Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/siklus_karbon)

Keberadaan karbon di pantai sumbernya oleh (Valiela, 1984) menggambarkan datang

dari adanya diffusi (dissolved), organisme laut yang sudah mati (particulate), dan sampah-

sampah di wilayah estuari serta berasal dari daratan. Kontribusi aliran karbon dari daratan

adalah C/N > 10, sedangkan dari perairan sendiri sebesar C/N < 6, penyebabnya tingginya

variasi tersebut diakibatkan oleh tingginya pasokan air tawar dari sungai dan sumber karbon

itu sendiri (Gattusso et al, 1998). Selanjutnya, sumber di dalam (internal sources) akibat

adanya proses dissolved dan particulate (gambar 6) dari karbon itu sendiri termasuk daur

ulang partikel, exudation from producers, terlepas sel yang patah dan kotoran-kotoran

konsumer (Valiela, 1984).

Gambar 8. Proses Dissolved dan Particulated di dalam sedimen (Jahnke, 2000)

Peristiwa ini akibat adanya peristiwa upwelling, oleh karena, terjadi resuspensi

partikel karbon yang mengendap di dasar perairan sehingga membentuk sumber baru dari

karbon itu sendiri (Webster et al, 2003).

II.4.2 Metabolisme Karbon

Proses metabolisme karbon di pantai berlumpur masih sangat minim informasinya,

umumnya hanya digambarkan bagaimana siklus karbon yang terjadi secara umum. Proses

metabolisme digambarkan oleh Thom et al, 1996, sebagai berikut:

GCP = NPP + AR + HR

dimana,

GCP = gross community productivity

User, 11/19/07,
Webster, I.T, P.W.Ford, B.Robson, N. Margvelashvilli, J. Parslow. 2003. Conceptual models of the hydrodynamics, fine sediment dynamics, biogeochemistry and primary production in the Fitzroy Estuary. Draft Final Report For Coastal CRC Project CM-2 October 2003. CSIRO Marine Research. 53p.
User, 11/20/07,
Jahnke, R. A., J. R. Nelson, R. L. Marinelli and J. E. Eckman, 2000. Benthic flux of biogenic elements on the Southeastern US continental shelf: influence of pore water advective transport and benthic microalgae, Cont. Shelf Res., 20, 109–127.
User, 11/19/07,
Gattuso J.-P, M. Frankignoulle and R. Wollast. 1998. CARBON AND CARBONATE METABOLISM IN COASTAL AQUATIC ECOSYSTEMS. Annu. Rev. Ecol. Syst. 1998. 29:405–34
User, 11/19/07,
Valiela, I. 1984. Marine Ecological Processes. Springer-Verlag.
Page 14: Pendahuluan - Joy Kumaat | make small world · Web viewDominasi pasang surut, mengakibatkan pelumpuran sehingga pada waktu penggenangan akan terbentuk beting-beting lumpur sedangkan

NPP = autotrophic net primary productivity

AR = respiration by autotrophs

HR = respiration by heterotrophs.

Hubungan dengan definisi di atas adalah:

CR = community respiration = AR + HR

GPP = gross primary productivity = NPP + AR.

Adalah penting untuk mengingat-ingat hubungan dan definisi ini ketika

mendiskusikan tentang sistem metabolisme. Mereka menjadi penting sekali mengenai

manfaat kalkulasi perubahan terus menerus karbon. Sebagai contoh, kapan sistem GPP > CR

adalah autotrophic dan suatu sumber karbon netto. Kapan sistem GPP< CR, adalah suatu

sumber karbon netto ditetapkan. Walaupun, untuk kepentingan mengevaluasi sumber

(source) dan lubuk (sink) karbon, kebanyakan studi hanya menyediakan sebagian dari ukuran

ini dan oleh karena itu, total perubahan terus menerus karbon tidak bisa dengan teliti dan

dihitung (Thom et al, 1995).

II.4.3. Carbon Fixation

Tumbuh-tumbuhan bentik di perairan secara kasar dihitung memiliki total 6% NPP

atau Net Primary Production (table 1), yang mana sistem kepesisiran juga termasuk di

dalamnya memiliki setengah produksi yang dihasilkan olehnya (Thom, 1993). Sedangkan

keterjadian upwelling terhadap produksi buana (global) carbon fixation (reaksi reduksi yang

membutuhkan energi) laut lepas hanya berkisar 7% (Abril dan Borges,2004). Sistem

kepesisiran ini mengidikasiakan tingginya produksi menuju nisbah rata-rata biomassa

musiman (P:B), yang bermakna bahwa perputaran dan eksport yang terjadi adalah relatif

penting pada skala global (Thom, 1990).

Julat nisbah P:B terbentang dari sekitar satu (1) sampai dengan tigaratus (300),

menunjukan bahwa biomassa akan digantikan satu atau akan diberikan 300 pada setiap waktu

terjadinya fiksasi karbon (Valiela, 1984). Sistem perakaran angiosperm juga, adalah

merupakan contoh bahwa dengan adanya akar yang dangkal dan dekat dengan sirkulasi air

tawar serta garis pantai menunjukkan bahwa kedua sistem ini memiliki tingkat produktifitas

tinggi dan menjadi pusat kegiatan sumberdaya perikanan (Thom et al, 1995). Laju julat siklus

pasang surut rawa pasang surut, hutan mangrove dan padang lamun terhadap NPP (total

produktivitas primer) cakupannya berkisar 300 – 1000 gC m-2 (Mann, 1982 in Thom et al,

User, 11/19/07,
Thom, R.M. 1990. Spatial and temporal patterns in plant standing stock and primary production in a temperate seagrass system. Botanica Marina 33:497-510.
User, 11/19/07,
Abril, G dan A.V. Borges. 2004. Carbondioxide and Methane Emmision from Estuaries. Environmetal Science Series. Springer, Berlin.pp 187-207.
Page 15: Pendahuluan - Joy Kumaat | make small world · Web viewDominasi pasang surut, mengakibatkan pelumpuran sehingga pada waktu penggenangan akan terbentuk beting-beting lumpur sedangkan

1995)). Sedangkan alga sudah termasuk rumput laut dan kebun kelp memiliki julat NPP

adalah sebesar 400 – 900 gC m-2y-1 (Mann, 1982 in Thom et al 1995).

Tabel 1. Total Net Primary Production (NPP) from World System (Valiela, 1984, modification)

Area 106

km2

NPP gCm-

2y-1

Tot.NPP1 X

106mTCy-1

% of Total

System

% of Total

Golbal

Marine Systems:

Open Ocean 332 46 15.355 74.1 24.1

Upwellings 0.4 185 74 0.4 0.1

Continental Shelf 27 111 2.997 14.5 4.7

Alga Beds & Reefs 0.6 925 555 2.7 0.9

Estuaries (exp. Marsh) 1.4 555 777 3.7 1.2

Tot. Marine 361.4 57 20.726 100.0 32.5

Continental System:

Terrestrial

Environmental

145 273 39.540 91.7 61.9

Swamp & Marsh 2 1.110 2.220 5.1 3.5

Lakes & Streams 2 148 296 0.7 0.5

Tot. Continental Shelf 149 289 43.112 100.0 67.5

Total Benthic

Aquaticegetation

3.552 5.6

i.e: alga beds, reefs, segrasses, mangroves, swamps and marshes1This is (NPP in gC m-2 y-1) x (area).

II.4.4 Pembatasan Karbon dan Pengkayaan CO2

Ketersediaan data yang sangat terbatas terhadap limitasi karbon dan pengkayaan CO2

hanya terdapat pada sistem Fotosintesa tumbuh-tumbuhan yang ada di daerah pantai.

Bagaimanapun, sedikitnya ada lima (5) pembuktian menyatakan bahwa C-limitasi sedang

terjadi dan didominasi oleh tumbuhan-tumbuhan laut. Pertama, adalah adanya indikasi

bahwa c-limitasi umumnya dapat diperoleh dari hasil perbandingan antara C:N:P tumbuhan

laut (Atkinson dan Smith, 1983). Rata-rata antara C:N adalah 22, yang diduga 13% dari

spesies tumbuhan laut terekam perbandingannya antara C:N adalah 5 dan 10. Atkinson dan

Smith (1983) secara detail menerangkan bahwa rasio terendah perbandingan antara C:N

ditemukan di bawah kondisi terhadap tingginya konsentrasi nitrogen. Duarte (1992) juga

mendiskripsikan bahwa terdapat kandungan nutrient pada tumbuhan air dan mereka

menemukannya terlebih pada strata macrophytes seperti macroalga yang mempunyai kadar

User, 11/19/07,
Duarte, C.M. 1992. Nutrient concentration of aquatic plants: patters across species. Limnology and Oceanography 37:882-889.
User, 11/19/07,
Atkinson, M.J. and S.V. Smith. 1983. C:N:P ratios of benthic marine plants. Limnology and Oceanography 28:568-574.
Page 16: Pendahuluan - Joy Kumaat | make small world · Web viewDominasi pasang surut, mengakibatkan pelumpuran sehingga pada waktu penggenangan akan terbentuk beting-beting lumpur sedangkan

karbon yang rendah sedangkan lamun dan strata angiosperm memiliki tingkat nutrient yang

tinggi. Kejadian ini diakibatkan oleh physiological condition dari keterbatasan karbon di

pantai (Thom et al, 1995). Ke-dua, oleh Drake (1992) dan beberapa rekan kerjanya dalam

kurun waktu yang lama (sekitar 5 tahun) melakukan percobaan mengenai system pengkayaan

karbor di pantai menunjukkan bahwa C3 dari tumbuhan Scirpus olneyi menunjukkan

peningkatan tajam jika dibandingkan C4 pada tumbuhan Spartina patent di teluk Chesapeake.

Pada umumnya, laju produksi akan meningkat 30 – 80 % di bawah konsentrasi CO2 ganda.

Ke-tiga, pengkayaan CO2 dapat digunakan untuk meningkatkan produksi secara komersial

yaitu rumput laut dengan spesies gracilaria dan chondrus (Munfrod, press comm in Thom et

al, 1995). Ke-empat, sistem kebun kelp memiliki tingkat biomassa yang sangat tinggi, dan

apabila kehadiran kebun kelp signifikan di wilayah pantai akan meningkatkan perekrutan

senyawaan karbon pada masa perkembangannya (Foster and Shiel, 1985 in Thon et al, 1995).

Ke-lima, percobaan yang dilakukan oleh Bartelle in Thom, 1996) pendapatnya adalah

pembatasan CO2 pada spesies-spesies lamun dan kebun kelp setelah dievaluasi dilaboratorium

akan mengalami pengkayaan CO2 apabila ada pegaruh dari air laut dan proses fotosintesis di

pantai berlumpur khususnya dari spesies Zoostera marina (lamun) dan Nereocytis lutkeana

(kebun kelp).

User, 11/19/07,
Thom, R.M. 1996. CO2-enrichment effects on eelgrass (Zostera marina L.) and Bull kelp (Nereocystis Luetkeana (Mert.) P. & R.). Water, Air, and Soil Pollution 88:383-391.
User, 11/19/07,
Drake, B.G. 1992. The impact of rising CO2 on ecosystem production. Water, Air, and Soil Pollution 64:25-44.
Page 17: Pendahuluan - Joy Kumaat | make small world · Web viewDominasi pasang surut, mengakibatkan pelumpuran sehingga pada waktu penggenangan akan terbentuk beting-beting lumpur sedangkan

III. PENUTUP

Pantai berlumpur adalah merupakan salah satu wilayah yang berada di pesisir

memiliki cadangan niutrient yang melimpah. Walaupun, pantai ini sendiri belum banyak di

manfaatkan secara berkelanjutan, dimana fungsi pantai ini sendiri hanya merupakan bagian

kecil yang ada di sub-sub ekosistem wilayah pesisir. Cadangan karbon yang tersedia di pantai

berlumpur belum banyak terungkap, terbukti dari hasil penelusuran pustaka sangat sedikit

informasi yang diberikan oleh para peneliti. Akan tetapi ini bukan merupakan suatu

hambatan untuk di telaah lebih lanjut untuk di kaji berkenaan dengan issue global saat ini.

Yang menarik ditelusuri adalah proses sink dan source carbon di pantai berlumpur itu

sendiri, yang penulis ketahui bahawa untuk dilautan lepas atau samudera sudah banyak

ditelaah dan diinformasikan mengenai dua kasus tersebut.

Lainnya halnya dengan keberadaan fisik pantai berlumpur, proses dinamika yang

dimodelkan oleh Towned adalah merupakan jawaban bahwa wilayah pantai berlumpur adalah

artopogenik, dimana menunjukkan kekhasan alamiah di lihat adanya pengaruh aktiv antara

laut dan darat itu sendiri. Pelumpuran yang terjadi adalah merupakan proses panjang, sehinga

wilayah estuaria sendiri mengalami banyak tekanan baik secara natural maupun human

impact terhadap sistem tersebut.

Selanjutnya, food chain di pantai berlumpur sudah banyak di eksplorasi dari beberapa

literatur terbaca bahwa di pantai-pantai Eropa dan Amerika sudah banyak dilakukan

penelitian, seperti yang dilakukan oleh Webster dan kawan-kawan pada tahun 2003, dimana

mereka mengkaji pengaruh kolom air tawar dan air laut terhadap rantai makanan juga dengan

mengklasifikasikan setiap zona-zona pantai berlumpur itu sendiri. Kemudian oleh

Johannessen pada tahun 2005 mendefinisikan siklus Krebs yang berkembang sejak tahun

1972 dan disempurnakan walaupun dilakukan dala skala kecil untuk wilayah pantai

berlumpur dan pantai secara keseluruhan.

Di Indonesia sendiri, informasi-informasi mengenai diamika fisik pantai berlumpur,

siklus karbon dan rantai makanan masih sangat kurang. Walaupun demikian makalah ini

mencoba melengkapi kekurangan informasi tersebut, akantetapi bukan bertujuan dijadikan

sebagai bahan referensi ilmiah. Makalah ini di harapkan bisa menambah wawasan sesama

peneliti untuk didiskusikan lebih lanjut dengan melakukan berbagai kajian dan pendekatan

untuk menjawab semua pernyataan-pernyataan di atas yang adalah merupakan hasil

penelusuran waktu yang terbatas.