PENDAHULUAN A. Latar...

28
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berbicara mengenai frekuensi dalam media penyiaran, maka kita tak akan lepas dari istilah frekuensi publik. Media penyiaran, dalam penyebarluasannya memang menggunakan medium gelombang elektromagnetik, yakni spektrum fekuensi gelombang radio. 1 Dengan kekhasan ini, media penyiaran layak disebut sebagai media yang berkarakter publik dan muncullah ungkapan “broadcasting is public”. Karakter publik dari media penyiaran dapat ditelusuri melalui pemahaman terhadap berbagai definisi penyiaran. Definisi atas penyiaran umumnya berangkat dari aspek teknologi atau teknis penyiaran dan atau merupakan penjabaran yang ada dalam perundangan atau regulasi baik di tingkat nasional maupun internasional. Misalnya, definisi dalam Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang penyiaran yang menyatakan: Penyiaran adalah kegiatan pemancarluasan siaran melalui sarana pemancaran dan/ atau sarana transmisi di darat, di laut, atau di antariksa dengan menggunakan spektrum frekuensi radio melalui udara, kabel, dan/ atau media lainnya untuk dapat diterima secara serentak dan bersamaan oleh masyarakat dengan perangkat penerima siaran. 2 Head dan Sterling (1987:3) menekankan bahwa penyiaran (broadcasting) adalah teknologi yang berbasis gelombang radio. Melihat bahwa spektrum 3 merupakan komoditi publik dan merupakan sumber daya, maka muncul satu teori yang berbicara “the spectrum as a public resource”, atau spektrum frekuensi gelombang radio sebagai barang kekayaan publik. Penyiaran berbasis spektrum gelombang radio disadari amat penting bagi penyelenggaraan komunikasi nirkabel dan diseminasi informasi pada masyarakat. Potensi kekuatan yang luar biasa ini kemudian memberi wewenang pada pemerintah untuk mengeluarkan regulasi yang mengatur 1 Gelombang elektromagnetik merupakan sebuah gejala alam yang bekerja dengan prinsip yang sama di wilayah manapun di bumi. Gelombang ini memiliki besaran fisika yang disebut frekuensi. 2 Pasal 1 ayat (2) dalam Bab I UU Nomor 32 tahun 2002 tentang Penyiaran. 3 Penggunaan istilah spektrum, gelombang, frekuensi dalam penelitian ini mengacu pada hal yang sama, yakni frekuensi gelombang radio yang digunakan di media penyiaran.

Transcript of PENDAHULUAN A. Latar...

Page 1: PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/76257/potongan/S1-2014...(broadcasting) adalah teknologi yang berbasis gelombang radio. Melihat ... 1 Gelombang elektromagnetik

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Berbicara mengenai frekuensi dalam media penyiaran, maka kita tak

akan lepas dari istilah frekuensi publik. Media penyiaran, dalam

penyebarluasannya memang menggunakan medium gelombang

elektromagnetik, yakni spektrum fekuensi gelombang radio.1 Dengan kekhasan

ini, media penyiaran layak disebut sebagai media yang berkarakter publik dan

muncullah ungkapan “broadcasting is public”.

Karakter publik dari media penyiaran dapat ditelusuri melalui

pemahaman terhadap berbagai definisi penyiaran. Definisi atas penyiaran

umumnya berangkat dari aspek teknologi atau teknis penyiaran dan atau

merupakan penjabaran yang ada dalam perundangan atau regulasi baik di

tingkat nasional maupun internasional. Misalnya, definisi dalam Undang-

Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang penyiaran yang menyatakan:

Penyiaran adalah kegiatan pemancarluasan siaran melalui sarana pemancaran dan/ atau sarana transmisi di darat, di laut, atau di antariksa dengan menggunakan spektrum frekuensi radio melalui udara, kabel, dan/ atau media lainnya untuk dapat diterima secara serentak dan bersamaan oleh masyarakat dengan perangkat penerima siaran.2

Head dan Sterling (1987:3) menekankan bahwa penyiaran

(broadcasting) adalah teknologi yang berbasis gelombang radio. Melihat

bahwa spektrum3 merupakan komoditi publik dan merupakan sumber daya,

maka muncul satu teori yang berbicara “the spectrum as a public resource”,

atau spektrum frekuensi gelombang radio sebagai barang kekayaan publik.

Penyiaran berbasis spektrum gelombang radio disadari amat penting

bagi penyelenggaraan komunikasi nirkabel dan diseminasi informasi pada

masyarakat. Potensi kekuatan yang luar biasa ini kemudian memberi

wewenang pada pemerintah untuk mengeluarkan regulasi yang mengatur

1 Gelombang elektromagnetik merupakan sebuah gejala alam yang bekerja dengan prinsip yang sama di wilayah manapun di bumi. Gelombang ini memiliki besaran fisika yang disebut frekuensi.2Pasal 1 ayat (2) dalam Bab I UU Nomor 32 tahun 2002 tentang Penyiaran.3 Penggunaan istilah spektrum, gelombang, frekuensi dalam penelitian ini mengacu pada hal yang sama, yakni frekuensi gelombang radio yang digunakan di media penyiaran.

Page 2: PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/76257/potongan/S1-2014...(broadcasting) adalah teknologi yang berbasis gelombang radio. Melihat ... 1 Gelombang elektromagnetik

2

tentang penggunaan frekuensi publik tadi, untuk dimanfaatkan sebesar-

besarnya bagi kepentingan rakyat. Adanya regulasi tentang penggunaan

frekuensi publik merupakan konsekuensi dari penyelenggaraan penyiaran yang

bergantung pada gelombang elektromagnetik. Terlebih, karena kanal-kanal

gelombang radio bersifat tetap dan terbatas, sementara jumlah penggunanya

terus bertambah.4

Dari sejumlah keterangan diatas, terkandung nilai-nilai dan karakter

penyiaran yang secara implisit mengaitkannya dengan kepentingan publik.

Spektrum frekuensi radio adalah gelombang elektromagnetik yang

dipergunakan untuk penyiaran dan merambat di udara serta ruang angkasa

tanpa sarana penghantar buatan, merupakan ranah publik dan sumber daya

alam terbatas.5

Dalam konteks pengaturan penyiaran, publik diartikan dalam dua

kerangka kerja, yaitu (1) khalayak, pemirsa, dan pendengar dan (2) partisipan

aktif yang memiliki dan mengontrol dunia penyiaran. Frekuensi yang

digunakan oleh lembaga penyiaran adalah milik warga negara dan sifatnya

terbatas yang dimiliki dan digunakan satu pihak, misalnya saluran 37 UHF6

sehingga pihak lain tidak bisa menggunakannya. Jika frekuensi tersebut tetap

dipakai akan terjadi noise pada output siaran yang bukan hanya merugikan

pemilik media tapi juga merugikan publik.7

Seperti yang telah diketahui, kebijakan-kebijakan di Indonesia bisa saja

menjadi saling bertentangan. Media massa bisa jadi merupakan sektor di mana

kontradiksi semacam ini paling jelas terlihat dan memiliki dampak yang

merugikan bagi banyak orang. Namun, hal ini tetap diabaikan, misalnya

Undang-Undang Penyiaran Nomor 32/2002 yang berupaya mengangkat

keberagaman konten dan kepemilikan media massa. Regulasi lain seperti

4 Siregar, Ashadi. 2001. Menyingkap Media Penyiaran: Membaca Televisi Melihat Radio. Yogyakarta: LP3Y. Hal.55 Pasal 1 ayat (8) dalam Bab I UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran6 Ultra High Frequency (UHF) merupakan gelombang elektromagnetik dengan frekuensiantara 300 MHz sampai dengan 3 GHz (3.000 MHz). Panjang gelombang berkisar dari satu sampai 10 desimeter atau sekitar 10 cm sampai 1 meter, sehingga UHF juga dikenal sebagai gelombang desimeter. Gelombang radio dengan frekuensi di atas pita UHF adalah super high frequency atau frekuensi super tinggi (SHF) dan extremely high frequency atau frekuensi ekstrem tinggi (EHF).Sedangkan sinyal frekuensi yang lebih rendah termasuk ke dalam very high frequency atau frekuensi sangat tinggi (VHF). Dalam http://id.wikipedia.org/wiki/Frekuensi_ultra_tinggi7Masduki. 2007. Regulasi Penyiaran: Dari Otoriter ke Liberal. Yogyakarta: LKiS. Hal. 16

Page 3: PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/76257/potongan/S1-2014...(broadcasting) adalah teknologi yang berbasis gelombang radio. Melihat ... 1 Gelombang elektromagnetik

3

Peraturan Pemerintah Nomor 49-52/2005 yang seharusnya mendukung UU

Penyiaran, justru merusak nilai-nilai tersebut dengan mengizinkan perusahaan

atau kelompok media untuk beroperasi hingga mencakup 75% dari total

provinsi di Indonesia. Hasilnya, tidak hanya semangat keberagaman media

yang tak tercapai, namun kontradiksi kebijakan ini, disengaja ataupun tidak,

juga menimbulkan konsekuensi buruk dalam perkembangan media massa di

Indonesia.8

Menyoal kebijakan penggunaan frekuensi, di Indonesia, penggunaan

frekuensi tersebut—termasuk oleh penyiaran—jelas diatur harus ditujukan bagi

kepentingan publik. Selain itu, juga harus ada jaminan melalui regulasi bahwa

pihak yang memperoleh lisensi untuk menggunakan gelombang udara harus

menghormati hak semua orang yang tidak dapat menguasainya (Siregar,

2001). 9 Undang-Undang Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002 menempatkan

frekuensi gelombang radio yang digunakan oleh televisi tak ubahnya tanah, air,

dan udara, yang merupakan milik publik dan untuk dimanfaatkan seluas-

luasnya bagi kepentingan publik.

Turunan dari semangat ini dinyatakan dengan lebih tegas pada Pasal 34

ayat (4): “Isi siaran wajib dijaga netralitasnya dan tidak boleh mengutamakan

kepentingan golongan tertentu”. Selaras dengan Undang-Undang Penyiaran,

dalam Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Penyiaran (P3SPS)

Pasal 11 ayat (2) dinyatakan bahwa: “Lembaga penyiaran wajib menjaga

independensi dan netralitas isi siaran dalam setiap program siaran”.

8 Nugroho, Y., Siregar, MF., Laksmi, S. 2012. Mapping Media Policy in Indonesia.Report Series. Engaging Media, Empowering Society: Assessing media policy and governance in Indonesia through the lens of citizens’ rights. Research collaboration of Centre for Innovation Policy and Governance and HIVOS Regional Office Southeast Asia, funded by Ford Foundation.. Jakarta: CIPG and HIVOS. Hal.2 9 Ashadi Siregar. Etika Siaran Televisi. Makalah disampaikan pada Seminar Konsep dan Pola Siaran Televisi Indonesia, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, tanggal 2 Juni 1990

Page 4: PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/76257/potongan/S1-2014...(broadcasting) adalah teknologi yang berbasis gelombang radio. Melihat ... 1 Gelombang elektromagnetik

4

Ditambah lagi dengan Peraturan KPU yang hanya memperbolehkan

partai politik melakukan kampanye di media massa pada 21 hari sebelum masa

tenang.10

Bila merujuk pada Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program

Siaran (P3SPS), ada begitu banyak pertimbangan melalui peraturan perundang-

undangan mengenai pedoman perilaku penyiaran. Salah satu bunyi aturan

tersebut adalah pemilik lembaga penyiaran atau kelompoknya itu dilarang

memanfaatkan lembaga penyiaran secara tidak berimbang atau hanya untuk

kepentingan kelompoknya. Belum lagi, jika didukung dengan peraturan

perundang-undangan yang lain. Undang-Undang Penyiaran Nomor 32/2002

pun jelas-jelas mengatur bahwa isi siaran wajib dijaga netralitasnya dan tidak

boleh mengutaman kepentingan golongan tertentu.

Setelah memahami dasar tentang posisi frekuensi dan penggunaannya

bagi publik, sekarang marilah melihat secara empiris apa yang terjadi di

lingkup penyiaran di Indonesia. Dalam konteks Indonesia saat ini, lembaga

yang ditunjuk sebagai penyelenggara penyiaran adalah Komisi Penyiaran

Indonesia (KPI). KPI berstatus sebagai Lembaga Negara Independen, yang

pada praktiknya mencakup tiga kegiatan, yakni regulasi/pengaturan,

pengawasan, dan pengembangan.

Kegiatan regulasi atau pengaturan ini yang membuat KPI dapat disebut

sebagai regulator penyiaran, walaupun pada praktiknya mengenai izin

penyiaran juga melibatkan pemerintah dan negara. 11 Sebagai regulator

penyiaran, KPI secara ideal memiliki posisi yang penting dalam mengontrol

dan mengawasi jalannya kegiatan penyiaran. Karenanya, soal pengaturan

penggunaan frekuensi publik juga menjadi tugas dan wewenang yang harus

dijalankan oleh KPI.

Secara fundamental, KPI sebenarnya sudah memiliki satu komponen

dasar untung menjalankan fungsi dan kodratnya sebagai regulator penyiaran,

yakni Undang-Undang Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002.Kemudian secara

implementatif, KPI juga memiliki Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar

10 Peraturan KPU Nomor 16 Tahun 2014. Diunduh dari ttp://www.kpu.go.id/dmdocuments/6e5784e1a35de80b7e794d1fd566ca62.pdf 11 Dalam Pasal 33 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran

Page 5: PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/76257/potongan/S1-2014...(broadcasting) adalah teknologi yang berbasis gelombang radio. Melihat ... 1 Gelombang elektromagnetik

5

Program Siaran (P3SPS) yang seharusnya menjadi pedoman bagi para pelaku

industri penyiaran. UU Penyiaran dan P3SPS tersebut seharusnya bisa menjadi

senjata ampuh bagi KPI. Artinya, posisi KPI (seharusnya) sudah jelas dan

cukup kuat dalam mengatur penggunaan frekuensi publik.

Kemudian, berkaitan dengan penggunaan frekuensi publik jelang

Pemilu 2014, muncul nota kesepahaman (Memorandum of Understanding)

antara KPI dan Bawaslu. Nota kesepahaman yang isinya mengatur iklan

kampanye Pemilu ini muncul dan diperbaharui setiap lima tahun sekali,

menjelang masa Pemilu. Tujuan dibentuknya nota kesepahaman ini adalah

untuk menyamakan pemahaman tentang pengawasan pemberitaan, penyiaran

dan iklan kampanye Pemilihan Umum antara Badan Pengawas Pemilihan

Umum dan Komisi Penyiaran Indonesia. Namun, munculnya nota

kesepahaman ini sempat dianggap memperlemah posisi KPI dalam

menjalankan tugasnya sebagai regulator penyiaran.

Dalam ketentuan kampanye melalui media televisi, KPI menetapkan

bahwa iklan partai politik tak boleh disiarkan lebih dari 10 kali dalam sehari.

Akan tetapi, fakta-fakta yang terjadi di lapangan sangat memprihatinkan.

Berdasarkan informasi awal dari KPI, maka Bawaslu menyampaikan

perkembangan pengawasan dan proses pengawasan terhadap dugaan

pelanggaran iklan kampanye peserta Pemilu yang melebihi spot sebagaimana

diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012, yakni:12

1) Partai NasDem, dengan dugaan pelanggaran memiliki 12 spot iklan

kampanye dalam sehari di Metro TV. Perkembangan penanganan

pelanggarannya adalah sebagai berikut:

a. Klarifikasi NasDem tanggal 24 Maret 2014 pukul 11.00 WIB, namun

tidak hadir.

b. Klarifikasi Metro TV tanggal 24 Maret 2014 pukul 15.00 WIB,

dihadiri oleh Putra Nababan, M. Efendi dan Firdaus Hidayat

2) Partai Golkar, dengan dugaan pelanggaran memiliki 15 spot iklan

kampanye dalam sehari di ANTV dan 16 Spot iklan kampanye dalam

12 Diunduh dari http://www.bawaslu.go.id/jdownloads/2014/laporan-pengawasan-tgl-25-03-2014.pdf

Page 6: PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/76257/potongan/S1-2014...(broadcasting) adalah teknologi yang berbasis gelombang radio. Melihat ... 1 Gelombang elektromagnetik

6

sehari di Indosiar. Perkembangan penanganan pelanggarannya adalah

sebagai berikut:

a. Klarifikasi Golkar tanggal 24 Maret 2014 pukul 11.00 WIB, ada

Pengurus DPP Partai Golkar yang hadir, tetapi tidak menyampaikan

klarifikasi terkait kasus tersebut.

b. Klarifikasi ANTV tanggal 24 Maret 2014 pukul 15.00 WIB, namun

tidak hadir.

c. Klarifikasi INDOSIAR tanggal 24 Maret 2014 pukul 11.00 WIB,

namun tidak hadir.

3) Partai Hanura, dengan dugaan pelanggaran memiliki 15 spot iklan

kampanye dalamsehari di Global TV, 13 spot di RCTI, dan 13 spot di

MNC TV. Perkembangan penanganan pelanggarannya adalah sebagai

berikut:

a. Klarifikasi Hanura tanggal 24 Maret 2014 pukul 09.00 WIB tetapi

tidak hadir

b. Klarifikasi Global TV tanggal 24 Maret 2014 pukul 09.00 WIB,

tetapi tidak hadir.

Mengenai hal diatas, lagi-lagi KPI sebagai pengawas penyiaran juga

tidak bisa berbuat banyak dalam menindak pemilik media. Kita patut bertanya

mengapa hal ini masih saja bisa terjadi. Banyak yang menduga bahwa masih

terdapat banyak celah bagi para konglomerat media untuk melanggar aturan

KPI, bahkan tak sedikit juga yang menilai bahwa ada sistem yang salah.Lalu,

dalam kasus ini, bagaimana sebenarnya peran KPI dalam mengawasi

penggunaan frekuensi milik publik?

B. Rumusan Masalah

“Bagaimana posisi KPI dalam mengawasi isi siaran berkaitan dengan

penggunaan frekuensi publik pada Pilpres 2014 setelah adanya nota

kesepahaman antara KPI dan Bawaslu tentang kerjasama pengawasan

pemberitaan, penyiaran, dan iklan kampanye Pemilihan Umum?”

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana sebenarnya posisi

Komisi Penyiaran Indonesia dalam mengawasi isi siaran berdasarkan

Page 7: PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/76257/potongan/S1-2014...(broadcasting) adalah teknologi yang berbasis gelombang radio. Melihat ... 1 Gelombang elektromagnetik

7

penggunaan frekuensi publik pada Pilpres 2014 setelah adanya nota

kesepahaman antara KPI dan Bawaslu tentang kerjasama pengawasan

pemberitaan, penyiaran, dan iklan kampanye Pemilihan Umum.

D. Manfaat Penelitian

Peneliti berharap hasil penelitian ini dapat digunakan untuk

memberikan satu pemecahan masalah dalam rangka meningkatkan kualitas isi

penyiaran televisi swasta di Indonesia agar berguna bagi publik, bukan bagi

para pemiliknya. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat menambah

wawasan ilmu pengetahuan tentang regulasi dan kondisi penyiaran di

Indonesia dewasa ini, baik bagi masyarakat umum maupun bagi kalangan

akademis, khususnya bidang Ilmu Komunikasi.

E. Kerangka Pemikiran

Berbagai permasalahan dan kasus yang terjadi pada penyelenggaraan

penyiaran di Indonesia menimbulkan anggapan bahwa kebijakan media gagal

meregulasi media itu sendiri sebagai sebuah industri. Artinya, kebijakan yang

ada tidak mampu mengatur prinsip ekonomi politik yang berorientasi pada

keuntungan yang diterapkan oleh media. Sementara itu, para pembuat

kebijakan dan pemerintah gagal mengatur batasan praktik yang tegas antara

monopoli dan oligopoli.13

Ketiadaan kebijakan yang secara khusus mempertimbangkan aspek

komersial industri media dan mengatur aktivitasnya merupakan salah satu

faktor yang memungkinkan ekspansi industri yang pesat, seperti apa yang

terjadi di Indonesia. Meskipun UU Penyiaran Nomor 32/2002 telah memuat

sejumlah batasan (Pasal 18) dan melarang kepemilikan silang, namun

Peraturan Pemerintah Nomor 50/2005 gagal mendukung kebijakan tersebut. 14

Di masa mendatang, kebijakan media perlu meletakkan dan

memperlakukan industri media dalam sektor khusus, dengan pertimbangan

bahwa industri ini mempergunakan sumber daya milik publik, sehingga tidak

13 (Nugroho, Siregar, and Laksmi, 2012) - Nugroho, Y., Siregar, MF., Laksmi, S. 2012. Mapping Media Policy in Indonesia.Report Series. Engaging Media, Empowering Society: Assessing media policy and governance in Indonesia through the lens of citizens’ rights. Research collaboration of Centre for Innovation Policy and Governance and HIVOS Regional Office Southeast Asia, funded by Ford Foundation. Jakarta: CIPG and HIVOS. Hal.914Ibid. Hal.9

Page 8: PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/76257/potongan/S1-2014...(broadcasting) adalah teknologi yang berbasis gelombang radio. Melihat ... 1 Gelombang elektromagnetik

8

seharusnya diberi kebebasan untuk memanfaatkannya demi kepentingan

pribadi. Oleh karena itu, perlu kiranya untuk melihat kondisi pertimbangan

kebijakan dan regulasi penyiaran yang berlaku di berbagai negara dan di

Indonesia sendiri, serta bagaimana regulator media penyiaran di Indonesia

menerapkan regulasi yang telah dibuat dalam menangani kasus

penyalahgunaan frekuensi publik.

1. Konsep Penyiaran dan Pengaturan Frekuensi

Penyiaran merupakan istilah yang sangat populer di kalangan

masyarakat. Namun, apa sebenarnya esensi dari kata tersebut?

Masduki menyatakan bahwa penyiaran adalah sebuah proses transmisi

kata dan/atau gambar yang menginformasikan sesuatu yang

dimengerti oleh publik, dan dalam jadwal yang telah diumumkan

sebelumnya, serta melalui suatu pita frekuensi oleh stasiun yang telah

mendapat ijin oleh pemerintah. Ia juga mengutip Minister of

Communication, Information Technology, and The Arts ke dalam

bukunya, penyiaran adalah;

The transmision of speech, music and/or picture informs that the general public can understand, on a regular and announced schedule, on a frequency band for whichi the public has receivers, by a station licensed by government for that purpose.15

Dalam konteks Indonesia, konsep penyiaran telah didefinisikan

secara legal formal oleh pemerintah. Konsepsi ini diterangkan dalam

Undang-undang Penyiaran Nomor 32 tahun 2002 pasal 1 ayat 2 yang

menyebutkan;

Penyiaran adalah kegiatan pemancarluasan siaran melalui sarana pemancaan dan/atau transmisi darar, di laut, atau di antariksa dengan menggunakan spektrum frekuensi radio melalui udara, kabel, dan/atau media lainnya untuk dapat diterima secara serentak dan bersamaan oleh masyarakat dengan perangkat penerima siaran.

15Minister of Communication, Information Tecnology and the Arts, pada penjelasan definisi broadcasting service pada Broadcasting Act 1992 dalam Masduki. Hal.2

Page 9: PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/76257/potongan/S1-2014...(broadcasting) adalah teknologi yang berbasis gelombang radio. Melihat ... 1 Gelombang elektromagnetik

9

Dalam mengkaji sistem penyiaran, Joseph R. Dominick

menggagas dua teori penting. Pertama, teori keterbatasan (the scarcity

theory). 16 Teori ini mencatat bahwa gelombang elektromagnetik

bersifat terbatas. Keterbatasan ini hanya mampu dipakai oleh stasiun

penyiaran secara terbatas sehingga hanya segelintir orang yang

menggunakannya. Artinya, meskipun Indonesia luas dan dapat di

petak-petakkan dalam begitu banyak “daerah siaran”, jumlah sumber

alam tidak akan bertambah atau berlebih. Oleh karena itu, teori

kelangkaan ini sampai menyimpulkan bahwa hanya sejumlah kecil

orang yang bisa dipilih untuk mendapat jatah spektrum. Mereka yang

beruntung dapat memakainya, tidak boleh menganggap spektrum

sebagai hak milik, tetapi hanya menjadi “trustee” atau “wakil” yang

bertanggungjawab kepada publik.

Kedua, teori keberadaan yang meresap (the pervasive presence

theory). Teori ini mengasumsikan bahwa media penyiaran sengat

dominan pengaruhnya terhadap masyarakat melalui pesan yang begitu

ofensif dan masuk pada wilayah pribadi, sehingga perlu diatur agar

semua kepentingan masyarakat bisa terwadahi dan terlindungi. Teori

ini mengharuskan peran negara melalui proses yang demokratis dalam

membuat regulasi yang mengatur isi media penyiaran.

Spektrum diposisikan sebagai sumber alam milik bersama yang

terbatas, yang harus dikelola dan diatur untuk sebesar-besar

kemakmuran rakyat, sesuai dengan konstitusi. Karena itu, alokasi

penggunaannya haruslah sedemikian rupa untuk mewujudkan

pelaksanaan demokrasi, sarana inti penunjang hak asasi manusia,

penyalur kebebasan berpendapat, dan milik seluruh bangsa Indonesia,

di seluruh daerah, sesuai dengan semangat reformasi yang melahirkan

sejumlah amandemen konstitusi, yang dirumuskan lebih lanjut oleh

UU Nomor 32 tahun 2002 tentang Penyiaran.

Selain itumedia penyiaran dikontrol ketat pada dua wilayah dan

alasan, yaitu (1) wilayah isi, yang dikontrol karena ada alasan politik

16Joseph R. Dominick dalam Masduki.Hal. 4

Page 10: PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/76257/potongan/S1-2014...(broadcasting) adalah teknologi yang berbasis gelombang radio. Melihat ... 1 Gelombang elektromagnetik

10

dan kultural, dan (2) wilayah infrastruktur terutama frekuensi,

dikontrol karena alasan teknologi dan ekonomi. 17 Wilayah ke dua

inilah yang akan menjadi bagian dan pembahasan penting dalam

penelitian ini. Karena dengan sisa frekuensi yang sangat kurang dari

jumlah stasiun siarannya, diperlukan regulasi yang pasti untuk

memberikan lisensi pada siapa yang sebenarnya berhak menggunakan

frekuensi tersebut. Pentingnya meregulasi frekuensi akan dijelaskan

pada poin berikutnya.

2. Pentingnya Meregulasi Frekuensi Penyiaran

Ada alasan yang sangat mendasar mengapa sebuah spektrum

frekuensi penting diregulasi. Secara teknis, spektrum frekuensi

merupakan sumber daya alam yang bersifat terbatas dan langka.

Sedangkan, publik yang memang berhak atas spektrum frekuensi ini

berjumlah sangat banyak dan melebihi sebaran frekuensi yang

ada.Publik juga diharapkan terrepresentasi dalam lembaga penyiaran.

Oleh karenanya, penggunaan spektrum frekuensi perlu

diregulasi.Seperti menurut UU Penyiaran No 32 Tahun 2002 pasal1

ayat 8, spektrum frekuensi radio adalah gelombang elektromagnetik

yang digunakan untuk penyiaran yang merambat di udara serta ruang

angkasa tanpa sarana penghantar buatan, merupakan ranah publik, dan

sumber daya alam terbatas. Kemudian hampir sama dengan kalimat

dalam UU tersebut, Masduki menyebutkan, frekuensi adalah salah

satu dari benda alam yang ada sepanjang masa tapi terbatas dan

memiliki sifat kelangkaan.18

Dalam studi komunikasi, frekuensi dikategorikan sebagai

barang milik pubik (public domain). Dalam hal ini, terdapat tiga

pemaknaan atas status frekuensi sebagai domain, yaitu (1) benda

publik, (2) milik publik, dan (3) ranah publik. Ketiganya mengandung

substansi yang sama dan menegaskan bahwa frekuensi sebagai entitas

yang menjadi wilayah kekuasaan publik. Untuk itu, pubik berhak

17Masduki. 2007. Regulasi Penyiaran: Dari Otoriter ke Liberal. Yogyakarta: LKiS. Hal.12 18Ibid. Hal.14-15

Page 11: PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/76257/potongan/S1-2014...(broadcasting) adalah teknologi yang berbasis gelombang radio. Melihat ... 1 Gelombang elektromagnetik

11

mendapat keuntungan sosial, yang artinya, melalui lembaga penyiaran

diharapkan kepentingan mereka dapat terakomodasi.19

Sudibyo juga mengemukakan bahwa salah satu prinsip yang

harus dipegang dan ditegakkan adalah bahwa frekuensi adalah milik

publik. Spektrum frekuensi radio di udara yang menjadi medium

penyiaran bukanlah milik pengusaha/perusahaan media penyiaran,

melainkan publik,20 seperti halnya dengan kekayaan hayati di daratan

dan di lautan yang bersifat terbatas, sehingga keberadaannya harus

dilindungi oleh negara sebagai representasi publik.

Muhammad Mufid menuliskan, ada tiga hal yang membuat

regulasi penyiaran dipandang penting. 21 Pertama, dalam iklim

demokrasi terdapat hak asasi manusia tentang kebebasan berbicara

(freedom of speech) yang menjamin kebebasan seseorang untuk

memperoleh dan menyebarkan pendapatnya tanpa ada intervensi,

meskipun itu dari pemerintah. Masalah keterbatasan frekuensi juga

menjadi pertimbangan penting kemudian. Tanpa regulasi, interfensi

sinyal niscaya akan terjadi. Regulasi akan menentukan siapa yang

berhak menyiarkan, dan siapa yang tidak. Dalam konteks demikian,

regulasi berperan sebagai mekanisme kontrol (control mechanism).

Kedua, demokrasi menghendaki adanya sesuatu yang menjamin

keberagaman politik dan kebudayaan, dengan menjamin aliran ide dan

posisi dari kelompok minoritas. Ketiga, alasan ekonomi. Tanpa

regulasi, akan terjadi konsentrasi kepemilikan bahkan monopoli

media. Sehingga, sinkronisasi diperlukan bagi penyusunan regulasi

media agar tidak berbenturan dengan berbagai kepentingan.

3. Model Regulasi Penyiaran Demokratis

Dalam konteks sejarah, penyiaran merupakan media massa yang

paling diatur atau diregulasi, serta menjadi media yang paling

bersistem. Oleh karena itu, sistem penyiaran berbasis pada konsep

kepentingan publik dan kelangkaan frekuensi yang mengartikan

19Ibid. Hal. 1520 Agus Sudibyo. 2003. Ekonomi Politik Media Penyiaran.Yogyakarta: Lkis. Hal.xvi-xvii21 Muhammad Mufid. 2005. Komunikasi dan Regulasi Penyiaran. Jakarta: Kencana. Hal.67

Page 12: PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/76257/potongan/S1-2014...(broadcasting) adalah teknologi yang berbasis gelombang radio. Melihat ... 1 Gelombang elektromagnetik

12

bahwa ada lebih banyak pencari lisensi dibandingkan dengan

frekuensi yang tersedia. Dalam hubungannya dengan model

pemerintahan suatu negara, Leen d’Haenens dalam Mufid22 membagi

model regulasi penyiaran menjadi lima, yaitu:

1) Model Otoriter

Tujuan dari model ini adalah menjadikan media penyiaran

sebagai alat negara. Radio dan televisi diarahkan untuk

mendukung kebijakan pemerintah dan melestarikan kekuasaan.

Ciri khas model ini adalah kuatnya lembaga sensor, terutama

masalah perbedaan.

2) Model Komunis

Walaupun sebagai subkategori dari model otoriter, model ini

memiliki semacam tritunggal fungsi yakni propaganda, agitasi,

dan organisasi. Model ini juga melarang adanya kepemilikan

swasta karena dianggap sebagai media kelas pekerja yang hanya

akan menjadi sarana sosialisasi, edukasi, informasi, motivasi,

dan mobilisasi.

3) Model Barat-Paternalistik

Model ini banyak digunakan di Eropa Barat. Disebut

paternalistik karena sifatnya yang top-down23, dimana kebijakan

media bukanlah apa yang audiens inginkan, tetapi keyakinan

penguasa bahwa kebijakan yang dibuat memang diinginkan dan

dibutuhkan oleh masyarakat.

4) Model Barat-Liberal

Perbedaan mendasar dengan model sebelumnya adalah pada

fungsi media komersialnya. Disamping sebagai media

komunikasi dan hiburan, media juga berfungsi untuk

mengembangkan hubungan yang penting dengan aspek lain

yang mendukung independensi ekonomi dan keuangan

5) Model Demokratis-Partisipan

Model ini dikembangkan oleh orang-orang yang mempercayai

22Ibid. Hal.7023 Istilah ini dimaknai sebagai sebuah gaya kepemimpinan birokrat kepada birokrat lain yang levelnya lebih rendah. Ide dan kebijakan berasal dari birokrat lebih tinggi dengan menganggap bahwa kebijakan inilah yang terbaik untuk birokrat level bawahnya.

Page 13: PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/76257/potongan/S1-2014...(broadcasting) adalah teknologi yang berbasis gelombang radio. Melihat ... 1 Gelombang elektromagnetik

13

media sebagai media yang penuh dengan kekuatan (the

powerful medium). Pada banyak hal, model ini banyak

dipengaruhi oleh mazhab kritis. Oleh karenanya, kemudian

banyak muncul media-media penyiaran alternatif.Selain itu,

model penyiaran ini bersifat dua arah (two-way communication).

Mengingat bahwa Indonesia menganut konsep negara

demokrasi, konsepsi tentang sistem penyiarannya pun sedikit banyak

terpengaruh dengan ideologi tersebut. Anggapan bahwa media adalah

suatu medium yang mempunyai kekuatan sehingga perlu diatur

sedemikian rupa demi menjaga terakomodasinya kepentingan

masyarakat luas, merupakan salah satu keyakinan disini.

Sebuah sistem media yang demokratis itu seharusnya

merepresentasikan semua kepentingan masyarakat secara signifikan.

Korporasi demokratis melibatkan sebuah proses tawar-menawar

melalui partai dan kelompok yang membawa ideologi dan

kepentingan sosial ke dalam sebuah konsensus, seperti yang dikatakan

oleh Hallin dan Mancini:

A democratic media system should represent all significant interest in society. Democratic corporatism involves a process of bargaining through which parties and group with distinc ideologies and social interest strive to reach concensus.

Jadi disini jelas terlihat bahwa di dalam sistem media

demokratis, semua kepentingan publik harus terepresentasi dalam

medianya. Hal ini penting, mengingat dalam penyiaran, lembaga

siaran menggunakan ranah publik berupa kanal frekuensi. Sehingga,

mau tak mau, apa yang dilakukan oleh lembaga penyiaran dapat

merepresentasian kepentingan publik. Serta, pada prosesnya nanti,

tawar-menawar untuk mencapai sebuah konsensus adalah hal mutlak

yang harus dilakukan, bukan keputusan sepihak.

Di negara demokratis, biasanya aturan main mengenai frekuensi

dibahas mendalam oleh parlemen dan pemerintah dengan memegang

teguh prinsip-prinsip keadilan, dan ditujukan sepenuhnya untuk

Page 14: PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/76257/potongan/S1-2014...(broadcasting) adalah teknologi yang berbasis gelombang radio. Melihat ... 1 Gelombang elektromagnetik

14

kepentingan publik. 24 Dalam konteks penelitian ini, pernyataan

Masduki tersebut sangat relevan, karena frekuensi merupakan hal

yang bersifat sangat penting dan esensial, sehingga penggunaannya

pun harus diatur dan diseleksi sedemikian rupa melalui tahapan-

tahapan yang cukup panjang.

4. Prinsip Dasar Penyiaran di Indonesia

Prinsip dasar penyelenggaraan penyiaran pada dasarnya

berkaitan dengan prinsip-prinsip penjaminan dari negara agar aktivitas

yang dilakukan oleh lembaga penyiaran memiliki dampak yang positif

bagi publik. Prinsip dasar penyelenggaraan penyiaran inilah yang

menjadi pegangan dalam pelaksanaan penyelenggaraan penyiaran di

Indonesia.

Dalam hal ini, publik harus memiliki akses yang memadai untuk

dapat terlibat, memanfaatkan, mendapat perlindungan, serta mendapat

keuntungan dari kegiatan penyiaran. Guna mencapai keberhasilan dari

prinsip ini, juga dibutuhkan prinsip lain, yang secara melekat

(embedded) menyokongnya, yakni prinsip keberagaman pemilikan

(diversity of ownership) dan keberagaman isi (diversity of content),

dan prinsip keterbukaan akses, partisipasi, serta perlindungan dan

kontrol publik.

Prinsip keberagaman kepemilikan berarti adanya keberagaman

pemilik yang tidak saling berhubungan satu sama lainnya. Prinsip ini

bertujuan agar tidak terjadi konsentrasi kepemilikan modal (capital)

dalam lembaga penyiaran, serta saat bersamaan diarahkan untuk

mendorong adanya perlibatan modal dari masyarakat luas di

Indonesia. Oleh karena itu, prinsip ini harus dipegang teguh dalam

rangka mencegah terjadinya monopoli dan oligopoli, menciptakan

sistem persaingan yang sehat, serta memiliki manfaat ekonomi bagi

masyarakat luas.

Prinsip keberagaman isi berarti adanya keberagaman isi (konten)

siaran yang sesuai dengan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar

24 Muhammad Mufid. 2005. Komunikasi dan Regulasi Penyiaran. Jakarta: Kencana.Hal.20

Page 15: PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/76257/potongan/S1-2014...(broadcasting) adalah teknologi yang berbasis gelombang radio. Melihat ... 1 Gelombang elektromagnetik

15

Program Siaran. Keberagaman isi bertujuan agar tidak terjadi

monopoli informasi yang dilakukan oleh pelaku industri penyiaran.

Prinsip keterbukaan akses, partisipasi, serta perlindungan dan

kontrol publik berarti membuka peluang akses bagi setiap warga

negara untuk menggunakan dan mengembangkan penyelenggaraan

penyiaran nasional. Undang-undang memberi hak, kewajiban dan

tanggungjawab serta partisipasi masyarakat untuk mengembangkan

penyiaran, seperti mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya,

mencari, memperoleh, memiliki dan menyimpan, mengolah dan

menyampaikan informasi di lembaga penyiaran serta

mengembangkan kegiatan literasi dan/atau pemantauan untuk

mengawasi dan melindungi publik dari isi siaran yang merugikan

mereka.

Melalui ketiga prinsip ini, negara diharapkan dapat melakukan

penjaminan terhadap publik melalui penciptaan iklim yang kompetitif

antar lembaga penyiaran agar bersaing secara sehat dalam

menyediakan informasi kepada publik dengan harapan bahwa

penggunaan frekuensi akan dimanfaatkan untuk sebesar-besarnya

kepentingan rakyat.

5. Demokrasi dan Hak Asasi Manusia Dalam Pembatasan

Kepemilikan dan Penggunaan Frekuensi

Jika kita melakukan pemetaan atas kepemilikan lembaga

penyiaran televisi di Indonesia, maka dapat diketahui latar belakang

perlunya mengatur pembatasan kepemilikan media. Salah satu alasan

yang telah disampaikan sebelumnya adalah untuk mencegah monopoli

informasi dan penguasaan terhadap pembentukan opini publik.

Kenyataan di lapangan bahwa penguasaan atas lebih dari satu

stasiun televisi oleh suatu badan usaha (dalam hal ini Hary Tanoe

dengan MNC Grupnya) menyebabkan alokasi frekuensi menjadi tidak

merata dan tidak adil. Jika melihat Undang-undang Penyiaran, maka

ditemukan alasan-alasan hukum adanya pembatasan kepemilikan

frekuensi.

Dalam konstitusi Undang-undang Dasar Tahun 1945, sudah

Page 16: PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/76257/potongan/S1-2014...(broadcasting) adalah teknologi yang berbasis gelombang radio. Melihat ... 1 Gelombang elektromagnetik

16

dengan tegas dinyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum.

UUD sebagai landasan konstitusional negara menjamin kemerdekaan

berpendapat dan memperoleh informasi dengan media apapun sebagai

perwujudan penghormatan atas HAM, sebagaimana diatur dalam

pasal 28 F UUD 1945 yang berbunyi:

Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.

Akan tetapi sebaliknya, kemerdekaan tersebut juga harus

seimbang antara kemerdekaan diri sendiri dan juga kemerdekaan

orang lain, sehingga tidak menyinggung hak orang lain. Dasar

internasional terkait kebebasan atas informasi sebagai HAM adalah

Pasal 19 Deklarasi Hak Asasi Manusia. Pasal ini menerangkan bahwa:

Setiap orang berhak atas kebebasan beropini dan berekspresi; hak ini meliputi kebebasan untuk memiliki opini tanpa intervensi serta untuk mencari, menerima, dan mengungkapkan informasi serta gagasan melalui media apapun dan tidak terikat garis perbatasan.

Alasan demokrasi menjadi dasar dalam penyusunan Undang-

undang Nomor 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran. Di Indonesia,

setiap individu memiliki kebebasan berbicara (freedom of speech),

untuk kemudian memperoleh dan menyebarkan pendapatnya tanpa

intervensi dari pemerintah. Namun pada saat bersamaan, berlaku pula

UU Nomor 36 Tahun 1999 tentang telekomunikasi yang membatasi

adanya batasan dalam menggunakan frekuensi gelombang radio.25

Dapat disimpulkan bahwa implementasi nilai-nilai demokrasi

dan HAM dalam industri dan pelaksanaan kegiatan penyiaran di

Indonesia juga menghendaki kriteria yang jelas, adil, merata, dan

seimbang dalam pengaturan akses media.26

25 Muhammad Mufid. 2007. Komunikasi dan Regulasi Penyiaran. Jakarta: Kencana. Hal. 6726 Leen d’Haenens. 2001. Western Broadcasting The Dawn of The 21st Century. New York: Mouten De Gruyter. Hal. 24-26

Page 17: PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/76257/potongan/S1-2014...(broadcasting) adalah teknologi yang berbasis gelombang radio. Melihat ... 1 Gelombang elektromagnetik

17

6. Keterbatasan Sumber Daya Dalam Pembatasan Kepemilikan

dan Penggunaan Frekuensi

Spektrum Frekuensi Radio merupakan sumber daya alam

terbatas. Dikatakan terbatas karena spektrum frekuensi merupakan

gelombang elektromagnetik yang merambat diudara serta ruang

angkasa tanpa sarana penghantar buatan dan tidak dapat dibuat atau

didaur ulang oleh manusia. Oleh karena itu, spektrum frekuensi

merupakan ranah publik yang berfungsi untuk penyiaran. Izin

kepemilikan frekuensi memiliki hak kebendaan dan memberikan hak

kepemilikan kepada pemegangnya. Hak tersebut dapat dipertahankan

terhadap setiap orang. Namun, spektrum ini tidak dapat dikuasai dan

atau dimiliki secara individual. Oleh karena itu, negara menguasai dan

mengaturnya sebagai sumber daya untuk dimanfaatkan sebesar-

besarnya bagi kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.

Spektrum elektromagnetik merupakan jantung lembaga

penyiaran televisi swasta. Spektrum ini digunakan sebagai media

penghantar untuk memancarkan program siaran televisi. Di berbagai

negara demokrasi, penggunaan spektrum ini diatur oleh suatu lembaga

yang diberi wewenang khusus di bidang penyiaran. Sebaliknya,

apabila penggunaannya tidak diatur, maka dampaknya akan terjadi

interferensi sinyal televisi karena kemungkinan terjadinya dua atau

lebih stasiun televisi berada di frekuensi yang sama lebih besar.

Kondisi diatas menjelaskan bahwa keterbatasan sumber daya

(frekuensi) juga menjadi salah satu dasar yang penting dalam

mengatur pembatasan kepemilikan dan penggunaan frekuensi.

Sumber daya yang dimaksud disini ialah frekuensi itu sendiri.

Frekuensi pada dasarnya tidak boleh dimiliki oleh seorang individu

atau badan usaha secara monopoli. Alasan utamanya adalah karena

jumlah frekuensi yang terbatas, maka tidak mungkin seluruh individu

atau badan usaha menggunakannya secara bersamaan untuk

menyiarkan sesuatu.

Oleh karena itu, Undang-undang Nomor 32 Tahun 2002 Tentang

Penyiaran telah mengatur bahwa setiap lembaga penyiaran wajib

memperoleh izin penyelenggaraan sebelum menyelenggarakan

Page 18: PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/76257/potongan/S1-2014...(broadcasting) adalah teknologi yang berbasis gelombang radio. Melihat ... 1 Gelombang elektromagnetik

18

kegiatannya.27 Izin penyelenggaraan kegiatan penyiaran inilah yang

menjadi kontrol bagi penggunaan frekuensi dalam kerangka

pemanfaatan bagi kepentingan publik dan pemenuhan hak publik atas

informasi yang berimbang. Hal ini dikarenakan frekuensi yang

merupakan ranah publik dan pemanfaatan sebesar-besarnya ditujukan

untuk kepentingan publik.

Maka dapat disimpulkan, sumber daya yang terbatas juga

merupakan salah satu alasan dan pertimbangan pokok perlunya

keterbatasan pemilikan atas lembaga penyiaran televisi.Selain itu,

pada dasarnya lembaga penyiaran hanya meminjam frekuensi yang

terbatas itu dari publik.

7. Posisi Komisi Penyiaran Indonesia dan Badan Pengawas

Pemilu Dalam Konteks Pelaksanaan Pemilu

Sebagai lembaga yang memiliki kaitan langsung dengan ranah

dan kepentingan publik, maka seyogyanya lembaga-lembaga

penyiaran baik radio maupun televisi dikelola dan diawasi kegiatan

penyelenggaraannya secara ketat. Dalam lingkup intern lembaga-

lembaga penyiaran memang terdapat sub bagian yang bertugas

melakukan pengelolaan dan pengawasan secara internal. Namun, kita

tak menutup mata terhadap realitas pengelolaan dan pengawasan

secara internal sangat berpotensi pada terjadinya pelbagai bentuk

penyimpangan mengingat adanya tabrakan kepentingan satu sama lain.

Oleh karena itu, perlu adanya bentuk pengelolaan dan pengawasan

lembaga-lembaga penyiaran secara eksternal dan independen

sehingga terbentuklah lembaga regulasi penyiaran.

Akan tetapi, kondisi menjadi sangat ironis ketika perangkat

hukum di Indonesia, baik peraturan perundang-undangannya maupun

penegak hukumnya, seperti tidak mempunyai batasan yang jelas

mengenai praktik pelaksanaan media yang ideal sebagaimana yang

diatur dalam undang-undang. Meskipun pada akhirnya sangat sulit

untuk melaksanakan sistem pers yang netral, akan tetapi peran hukum

27 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2002 Pasal 33 ayat (1)

Page 19: PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/76257/potongan/S1-2014...(broadcasting) adalah teknologi yang berbasis gelombang radio. Melihat ... 1 Gelombang elektromagnetik

19

secara nyata harusnya bisa tetap dijalankan sebagai konsekuensi logis

dari apa yang telah dirancang oleh lembaga hukum penyiaran itu

sendiri.

a. Komisi Penyiaran Indonesia Sebagai Lembaga Negara

Independen dan Ekstra Yudisial

Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) merupakan lembaga

regulasi penyiaran nasional Indonesia yang memegang peranan

penting dalam upaya pengelolaan dan pengawasan terhadap

segenap lembaga dan aktivitas penyiaran nasional Indonesia. KPI

dibentuk dan berdiri pada tahun 2002 dengan berdasarkan payung

hukum Undang-Undang (UU) Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002

yang mengisyaratkan penyiaran pada ranah publik harus dikelola

dan diawasi oleh lembaga independen yang bebas dari campur

tangan pemodal maupun kepentingan kekuasaan.

Berbeda dengan semangat dalam Undang-undang

penyiaran sebelumnya, yaitu Undang-undang Nomor 24 Tahun

1997 pasal 7 yang berbunyi "Penyiaran dikuasai oleh negara yang

pembinaan dan pengendaliannya dilakukan oleh pemerintah",

menunjukkan bahwa penyiaran pada masa itu merupakan bagian

dari instrumen kekuasaan yang digunakan untuk semata-mata

bagi kepentingan pemerintah.

Proses demokratisasi di Indonesia menempatkan publik

sebagai pemilik dan pengendali utama ranah penyiaran. Karena

frekuensi adalah milik publik dan sifatnya terbatas, maka

penggunaannya harus sebesar-besarnya bagi kepentingan publik.

Sebesar-besarnya bagi kepentingan publik artinya adalah media

penyiaran harus menjalankan fungsi pelayanan informasi publik

yang sehat. Informasi terdiri dari bermacam-macam bentuk,

mulai dari berita, hiburan, ilmu pengetahuan, dan lain sebagainya.

Dasar dari fungsi pelayanan informasi yang sehat adalah seperti

yang tertuang dalam Undang-Undang Penyiaran Nomor 32 Tahun

2002 yaitu Diversity of Content (prinsip keberagaman isi) dan

Diversity of Ownership (prinsip keberagaman kepemilikan).

Page 20: PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/76257/potongan/S1-2014...(broadcasting) adalah teknologi yang berbasis gelombang radio. Melihat ... 1 Gelombang elektromagnetik

20

Kedua prinsip tersebut menjadi landasan bagi setiap

kebijakan yang dirumuskan oleh KPI. Pelayanan informasi yang

sehat berdasarkan Diversity of Content (prinsip keberagaman isi)

adalah tersedianya informasi yang beragam bagi publik baik

berdasarkan jenis program maupun isi program. Sedangkan

Diversity of Ownership (prinsip keberagaman kepemilikan)

adalah jaminan bahwa kepemilikan media massa yang ada di

Indonesia tidak terpusat dan dimonopoli oleh segelintir orang

atau lembaga saja. Prinsip Diversity of Ownership juga menjamin

iklim persaingan yang sehat antara pengelola media massa dalam

dunia penyiaran di Indonesia.

Apabila ditelaah secara mendalam, Undang-Undang

Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran lahir dengan dua

semangat utama, pertama pengelolaan sistem penyiaran harus

bebas dari berbagai kepentingan karena penyiaran merupakan

ranah publik dan digunakan sebesar-besarnya untuk kepentingan

publik. Kedua adalah semangat untuk menguatkan entitas lokal

dalam semangat otonomi daerah dengan pemberlakuan sistem

siaran berjaringan.

Maka sejak disahkannya undang-undang tersebut, terjadi

perubahan fundamental dalam pengelolaan sistem penyiaran di

Indonesia. Perubahan paling mendasar dalam semangat undang-

undang tersebut adalah adanya limited transfer of authority dari

pengelolaan penyiaran yang selama ini merupakan hak ekslusif

pemerintah kepada sebuah badan pengatur independen

(Independent regulatory body) bernama Komisi Penyiaran

Indonesia (KPI). Independen dimaksudkan untuk mempertegas

bahwa pengelolaan sistem penyiaran yang merupakan ranah

publik harus dikelola oleh sebuah badan yang bebas dari

intervensi modal maupun kepentingan kekuasaan.

Belajar dari masa lalu dimana pengelolaan sistem

penyiaran masih berada ditangan pemerintah, sistem penyiaran

sebagai alat strategis tidak luput dari kooptasi negara yang

dominan dan digunakan untuk melanggengkan kepentingan

Page 21: PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/76257/potongan/S1-2014...(broadcasting) adalah teknologi yang berbasis gelombang radio. Melihat ... 1 Gelombang elektromagnetik

21

kekuasaan. Sistem penyiaran pada saat itu tidak hanya digunakan

untuk mendukung hegemoni rezim terhadap publik dalam

penguasaan wacana strategis, tapi juga digunakan untuk

mengambil keuntungan dalam kolaborasi antara segelintir elit

penguasa dan pengusaha.

Terjemahan semangat yang kedua dalam pelaksanaan

sistem siaran berjaringan adalah, setiap lembaga penyiaran yang

ingin menyelenggarakan siarannya di suatu daerah harus

memiliki stasiun lokal atau berjaringan dengan lembaga

penyiaran lokal yang ada di daerah tersebut. Hal ini untuk

menjamin tidak terjadinya sentralisasi dan monopoli informasi

seperti yang terjadi sekarang. Selain itu, pemberlakuan sistem

siaran berjaringan juga dimaksudkan untuk merangsang

pertumbuhan ekonomi daerah dan menjamin hak sosial-budaya

masyarakat lokal.

Selama ini sentralisasi lembaga penyiaran berakibat pada

diabaikannya hak sosial-budaya masyarakat lokal dan minoritas.

Padahal masyarakat lokal juga berhak untuk memperolah

informasi yang sesuai dengan kebutuhan polik, sosial dan

budayanya. Disamping itu, keberadaan lembaga penyiaran

sentralistis yang telah mapan dan berskala nasional semakin

menghimpit keberadaan lembaga-lembaga penyiaran lokal untuk

dapat mengembangkan potensinya secara lebih maksimal.28

Sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 8 ayat (3) Undang-

undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, menegaskan

bahwa Komisi Penyiaran Indonesia mempunyai tugas dan

kewajiban sebagai berikut:

1. menjamin masyarakat untuk memperoleh informasi yang

layak dan benar sesuai dengan hak asasi manusia;

2. ikut membantu pengaturan infrastruktur bidang penyiaran;

3. ikut membangun iklim persaingan yang sehat antarlembaga

penyiaran dan industri terkait;

28 Lihat http://www.kpi.go.id/index.php/dasar-pembentukan

Page 22: PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/76257/potongan/S1-2014...(broadcasting) adalah teknologi yang berbasis gelombang radio. Melihat ... 1 Gelombang elektromagnetik

22

4. memelihara tatanan informasi nasional yang adil, merata, dan

seimbang;

5. menampung, meneliti, dan menindaklanjuti aduan,

sanggahan, serta kritik dan apresiasi masyarakat terhadap

penyelenggaraan penyiaran; dan

6. menyusun perencanaan pengembangan sumber daya manusia

yang menjamin profesionalitas di bidang penyiaran.

Melihat ketentuan dalam ketentuan tersebut, maka KPI

berkewajiban melakukan pengawasan dan mengontrol program-

program dari semua lembaga penyiaran. Disamping itu, Undang-

undang meberikan kebebasan seluas-luas bagi peranan

masyarakat untuk melakukan pemantauan terhadap program-

program penyiaran yang ada. Hal tersebut didukung dengan

proses pemiliham anggota KPI yang mendapat dukungan dari

masyarakat, sehingga diharapkan para anggota KPI mampu

menyelami dan memahami kondisi sosial di masyarakat.

Keberadaan KPI adalah bagian dari wujud peran serta

masyarakat dalam hal penyiaran, baik sebagai wadah aspirasi

maupun mewakili kepentingan masyarakat. Hal yang menarik

adalah kedudukan lembaga KPI baik dari sisi Hukum amupun

politik, dimana KPI diposisi dan didudukkan sebagai lembaga

kuasi negara atau auxilarry state institution. Posisi tersebut

menyetarakan posisi KPI dengan lembaga-lembaga lainnya

seperti KPK, Lembaga Arbitrase, BPSK, ataupun KPPU.29

Dalam rangka menjalankan fungsinya KPI memiliki

kewenangan menyusun dan mengawasi berbagai peraturan

penyiaran yang menghubungkan antara lembaga penyiaran,

pemerintah dan masyarakat. Pengaturan ini mencakup semua

daur proses kegiatan penyiaran, mulai dari tahap pendirian,

operasionalisasi, pertanggungjawaban dan evaluasi. Dalam

29 Marbun, Ricky. 7 April 2012. Peranan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dalam Menegakkan Hukum Penyiaran di Indonesia.Diunduh dari https://www.academia.edu/5625128/PERANAN_KOMISI_PENYIARAN_INDONESIA

Page 23: PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/76257/potongan/S1-2014...(broadcasting) adalah teknologi yang berbasis gelombang radio. Melihat ... 1 Gelombang elektromagnetik

23

melakukan kesemua ini, KPI berkoordinasi dengan pemerintah

dan lembaga negara lainnya, karena spektrum pengaturannya

yang saling berkaitan. Ini misalnya terkait dengan kewenangan

yudisial dan yustisial karena terjadinya pelanggaran yang oleh

UU Penyiaran dikategorikan sebagai tindak pidana. Selain itu,

KPI juga berhubungan dengan masyarakat dalam menampung

dan menindaklanjuti segenap bentuk apresiasi masyarakat

terhadap lembaga penyiaran maupun terhadap dunia penyiaran

pada umumnya.

Dengan demikian, KPI berhak mengeluarkan sebuah

pengaturan yang berkaitan dengan kegiatan penyiaran

sebagaimana ditegaskan dalam Undang-undang Penyiaran bahwa

KPI berhak mengeluarkan Standar Program Penyiaran dan

Pedoman Perilaku Penyiaran, dimana disebutkan bahwa Standar

Program Siaran adalah merupakan panduan tentang batasan-

batasan apa yang boleh dan tidak boleh dalam penayangan

program siaran. Sedangkan Pedoman Perilaku Penyiaran adalah

ketentuan-ketentuan bagi Lembaga Penyiaran yang ditetapkan

oleh Komisi Penyiaran Indonesia untuk menyelenggarakan dan

mengawasi sistem penyiaran nasional Indonesia.

Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa Standar

Program siaran ditujukan terhadap materi-materi dari program

yang akan ditayangkan atau disiarkan oleh Lembaga Penyiaran.

Sedangkan Pedoman Perilaku Penyiaran lebih menitikberatkan

pada pedoman perilaku secara administratif kepada Lembaga-

lembaga Penyiaran. Hal yang kemudian menjadi persoalan adalah

bahwa seringkali lembaga-lembaga penyiaran tersebut beberapa

diantaranya sering mendapat teguran karena menyiarkan suatu

program yang telah diberikan batasan-batasannya melalui Standar

Program Siaran.

Page 24: PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/76257/potongan/S1-2014...(broadcasting) adalah teknologi yang berbasis gelombang radio. Melihat ... 1 Gelombang elektromagnetik

24

b. Badan Pengawas Pemilu Dalam Pengawasan Pemilihan

Umum di Indonesia

Lembaga lain selain Komisi Penyiaran Indonesia yang

memiliki urgensi dalam konteks penelitian ini ialah Badan

Pengawas Pemilu (Bawaslu). Badan Pengawas Pemilihan Umum

(Bawaslu) merupakan lembaga penyelenggara pemilu yang

bertugas melaksanakan pengawasan pemilu di negara kesatuan

Republik Indonesia. Dalam Undang-Undang No. 15 Tahun 2011

tentang Penyelenggara Pemilu, Bawaslu dipimpin oleh 5 orang

anggota Bawaslu dari kalangan profesional yang memiliki

kemampuan dalam pengawasan terhadap pelaksanaan Pemilu di

Indonesia. Terlebih, mereka harus netral dan tidak menjadi

anggota partai politik tertentu.

Dalam melaksanakan tugasnya, Bawaslu didukung oleh

Kesekretariatan Jenderal yang dipimpin oleh seorang Sekretaris

Jenderal. Kedudukan Sekretaris Jenderal didukung oleh 4 kepala

biro yang terdiri dari Biro Administrasi, Biro Teknis Pengawasan

Penyelenggaraan Pemilu, dan Biro Hukum, Humas dan

Pengawasan Internal, serta 1 (satu) Biro Administrasi Dewan

Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).

Berdasarkan Undang-Undang No. 15 Tahun 2011

tentang Penyelenggara Pemilu, Bawaslu juga memiliki jajaran

yang bersifat permanen hingga tingkat Provinsi yang dikenal

dengan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi. Sedangkan

untuk tingkat kabupaten/kota hingga desa, masih bersifat ad hoc

(sementara).

Dalam menjalankan tugasnya, Bawaslu memiliki dua

tugas yakni melaksanakan pencegahan dan penindakan terhadap

pelanggaran. Dari kedua tugas tersebut, Bawaslu lebih

mengedepankan pengawasan Pemilu berbasis pencegahan

terhadap berbagai potensi pelanggaran dalam Pemilu. Dalam

konteks pelaksanaan Pemilihan Umum 2014 sendiri, posisi

Bawaslu berfungsi dalam menerima laporan, menerima dugaan

Page 25: PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/76257/potongan/S1-2014...(broadcasting) adalah teknologi yang berbasis gelombang radio. Melihat ... 1 Gelombang elektromagnetik

25

pelanggaran, dan menindaklanjuti dengan memutus perkara atau

memberikan rekomendasi perkara kepada pihak lain yang terkait,

seperti KPI ataupun KPU.

F. Objek Penelitian

Yang menjadi objek penelitian dalam riset kualitatif ini adalah nota

kesepahaman antara KPI dan Bawaslu (Nomor 02/NK/BAWASLU/II/2013—

Nomor 03/NK/KPI/II/2013) tentang kerjasama pengawasan pemberitaan,

penyiaran, dan iklan kampanye Pemilihan Umum.

G. Metodologi Penelitian

1. Jenis Penelitian

Untuk studi kasus mengenai posisi KPI dalam mengatur

penggunaan frekuensi milik publik jelang Pilpres 2014, kaitannya

adalah dengan hukum media. Jenis penelitian yang digunakan disini

adalah eksploratif. Oleh karena itu, rumusan masalah yang digunakan

dalam penelitian ini adalah “bagaimana”, demi menjawab apa yang

menjadi pertanyaan terbesar dalam penelitian ini. Penelitian ini sendiri

berusaha untuk menggali data dan fakta yang ada di lapangan, baik

melalui narasumber maupun dokumen ataupun tekstual dengan

membuat deskripsi secara faktual, sistematis, dan juga akurat.

Berbagai data yang diperlukan akan dihimpun oleh peneliti,

bukan hanya sekedar untuk mendeskripsikan apa yang terjadi di

lapangan, namun juga mencari implikasi yang terjadi serta solusi

terbaik yang ditawarkan agar kasus serupa bisa diminimalisir dalam

penyiaran di Indonesia, dan juga solusi terbaik untuk kasus serupa

ataupun penelitian selanjutnya.

Dalam hal ini, peneliti akan terjun langsung ke lapangan dan

semuanya dilakukan di lapangan. Rumusan masalah, data sebagai

sumber teori, teori yang akan mempermudah pengolahan data,

maupun teori baru yang lahir dan berkembang nantinya akan

bersumber dari lapangan.

Page 26: PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/76257/potongan/S1-2014...(broadcasting) adalah teknologi yang berbasis gelombang radio. Melihat ... 1 Gelombang elektromagnetik

26

2. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

studi kasus, yang menggunakan salah satu atau lebih contoh untul

dianalisis secara mendalam, untuk mendeskripsikan keadaan

sesungguhnya terhadap tema besar yang akan diteliti. Berbagai

sumber data yang akan digunakan dalam penelitian ini berfungsi

untuk membantu peneliti dalam menguraikan dan menjelaskan secara

komprehensif berbagai fenomena yang diangkat dalam penelitian ini

secara sistematis.

Dalam kajian hukum media, metode studi kasus dianggap yang

paling tepat di ranah metodologi kualitatif. Pasalnya, fenomena yang

dikaji mengenai hukum media ini mempunyai sifat partikularistik

yang khas dan heruistik. Sifat penelitian ini adalah induktif, berangkat

dari fakta yang ada di lapangan, dan sangat memungkinkan

memunculkan hasil akhir yang deskriptif. Studi kasus menjadi metode

yang cocok untuk meneliti fenomena ini menjadi kajian yang menarik

dan tetap ilmiah.

Pada kajian mengenai hukum media ini, studi kasus sengaja

dipilih karena dalam metode studi kasus peneliti bisa mempelajari,

memahami, dan menginterpretasi suatu kasus dalam konteks yang

alamiah tanpa intervensi dari pihak luar. Schramm menambahkan,

diantara semua ragam studi kasus, kecenderungan yang paling

menonjol adalah upaya untuk menyoroti suatu atau seperangkat

keputusan, yakni mengapa keputusan itu diambil, bagaimana ia

diterapkan, dan apa hasilnya. Landasan inilah yang menjadi latar

belakang mengapa peneliti menggunakan metode studi kasus dalam

penelitian ini.

3. Metode Pengumpulan Data

Robert K. Yin dalam Studi kasus Desain dan Metode

menyebutkan, bukti atau data untuk keperluan penelitian studi kasus

bisa berasal dari enam sumber, yaitu dokumen, rekaman arsip,

wawancara, pengamatan langsung, observasi partisipan, dan

Page 27: PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/76257/potongan/S1-2014...(broadcasting) adalah teknologi yang berbasis gelombang radio. Melihat ... 1 Gelombang elektromagnetik

27

perangkat-perangkat fisik.30

a. Wawancara

Wawancara disini berfungsi sebagai instrumen penelitian yang

cukup mendukung dalam menjawab pertanyaan penelitian dan

juga untuk memperkuat data. Peneliti melakukan in-depth

interview oleh berbagai pihak yang mempunyai kapabilitas dan

kompetensi soal permasalahan penyiaran yang diteliti, yaitu S.

Rahmat M. Arifin, S. Si sebagai Komisioner KPI dalam bidang isi

siaran dan Moh.Nur.Huda, M.Si sebagai asisten ahli KPI.

b. Rekaman Arsip

Dalam penelitian ini peneliti akan turut serta menggunakan

pertimbangan melalui rekaman arsip mengenai hukum media.

Arsip yang akan diteliti adalah arsip-arsip regulasi berupa nota

kesepahaman yang dimaksud serta arsip-arsip yang ada di KPI

yang meliputi hasil pertemuan dan pembahasan rancangan

maupun evaluasi terhadap P3SPS tahun 2012 dan UU Nomor 32

Tahun 2002 tentang Penyiaran. Arsip-arsip tersebut akan diakses

di Sekretariat KPI Pusat.

c. Dokumentasi

Dokumen-dokumen yang akan menjadi sumber data dalam

penelitian ini adalah konsep-konsep kebijakan penggunaan

frekuensi publik yang terdapat pada Pedoman Perilaku Penyiaran

dan Standar Program siaran (P3SPS), Undang-undang Penyiaran

Nomor 32 Tahun 2002, serta studi literasi konseptual mengenai

broadcast media regulation dan media policymaking process

dalam buku “Law and The Media”.

4. Metode Analisis Data

Yin menyebutkan analisis bukti (data) terdiri atas pengujian,

pengkategorian, pentabulasian, ataupun pengombinasian kembali

bukti-bukti untuk menunjuk proposisi awal suatu penelitian. Dalam

30 Robert K. Yin. Studi Kasus Desain dan Metode.2002. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Hal. 18

Page 28: PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/76257/potongan/S1-2014...(broadcasting) adalah teknologi yang berbasis gelombang radio. Melihat ... 1 Gelombang elektromagnetik

28

strategi seperti ini, tiga teknik menganalisis hendaknya dipergunakan,

yakni penjodohan pola, pembuatan penjelasan, dan analisis deret

waktu.31

Senada dengan Yin, Miles dan Huberman menyebutkan analisis

dalam studi kasus setidaknya mencakup tiga kegiatan. Pertama,

reduksi data. Pada fase ini, peneliti akan terlebih dahulu memilah data

mana saja yang akan dipakai untuk penelitiannya, dan data mana yang

akan diabaikan. Kedua, penyajian data. Setelah data terpilah, maka

langkah selanjutnya adalah menyusun informasi berdasarkan

ketentuan yang sudah ditentukan oleh peneliti sendiri. Setelah itu,

yang ketiga adaah penarikan kesimpulan. Atas informaasi yang sudah

dipilah dan disusun, kemudian dijalin dengan pola-pola yang akan

menghubungkan sebagai kesimpulan.

5. Metode Penulisan Laporan

Strategi penulisan laporan pada metode studi kasus secara

sederhana dipilah menjadi beberapa macam, yaitu analisis linear,

komparatif, kronologis, pengembangan teori, struktur ketegangan, dan

tak beraturan. Namun berdasarkan analisis yang digunakan dalam

penelitian ini, dimana tidak hanya reduksi dan penyajian data yang

terlibat, namun juga analisis teks undang-undang, maka metode

penulisan laporan yang digunakan dalam penelitian ini adalah secara

kronologis.

Melalui penelitian ini, peneliti ingin melihat bagaimana alur

secara kronologis mengenai posisi KPI sebagai regulator penyiaran di

Indonesia yang secara fungsional seharusnya sudah kuat dengan

P3SPS dan UU Penyiaran, namun seolah mengalami keterhambatan

dengan adanya nota kesepahaman yang dibuat bersama Bawaslu.

31Ibid. Hal 133