PENCIPTAAN ADAM DALAM Al-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50293... ·...

87
PENCIPTAAN ADAM DALAM Al-QUR’AN (KAJIAN KRITIS ATAS PENAFSIRAN ṬABĀṬABĀ’Ī) Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag) Disusun Oleh: Muhammad Solihin NIM: 1113034000153 PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1441 H / 2020 M

Transcript of PENCIPTAAN ADAM DALAM Al-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50293... ·...

Page 1: PENCIPTAAN ADAM DALAM Al-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50293... · 2020. 2. 17. · Mentri Pendidikan dan Kebudayaan R.I. Nomer. 1987 dan Nomer: 0543b/U

PENCIPTAAN ADAM DALAM Al-QUR’AN

(KAJIAN KRITIS ATAS PENAFSIRAN ṬABĀṬABĀ’Ī)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin

Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh

Gelar Sarjana Agama (S.Ag)

Disusun Oleh:

Muhammad Solihin

NIM: 1113034000153

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1441 H / 2020 M

Page 2: PENCIPTAAN ADAM DALAM Al-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50293... · 2020. 2. 17. · Mentri Pendidikan dan Kebudayaan R.I. Nomer. 1987 dan Nomer: 0543b/U
Page 3: PENCIPTAAN ADAM DALAM Al-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50293... · 2020. 2. 17. · Mentri Pendidikan dan Kebudayaan R.I. Nomer. 1987 dan Nomer: 0543b/U
Page 4: PENCIPTAAN ADAM DALAM Al-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50293... · 2020. 2. 17. · Mentri Pendidikan dan Kebudayaan R.I. Nomer. 1987 dan Nomer: 0543b/U
Page 5: PENCIPTAAN ADAM DALAM Al-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50293... · 2020. 2. 17. · Mentri Pendidikan dan Kebudayaan R.I. Nomer. 1987 dan Nomer: 0543b/U

ii

ABSTRAK

Muhammad Solihin

Penciptaan Dalam Al-Qur’an (Kajian Kritis Atas Penafsiran

Ṭabāṭabā’ī)

Dari beberapa penafsiran yang penulis teliti tentang penafsiran

penciptaan Adam sebagai khalifah, penulis menemukan perbedaan yang

mendasar. Beberapa penafsiran tersebut hanya fokus pada penciptaan yang

dikaitkan dengan penciptaan Adam yang berkaitan dengan terjadinya

penciptaan secara fisik, baik itu penciptaan dari tanah sampai kepada

peniupan ruh. Oleh karena itu penulis tertarik untuk menyajikan penafsiran

yang berbeda dengan terfokus kepada penafsiran Adam atas kritis penafsiran

Ṭabāṭabā’ī dalam tafsirnya yaitu Tafsir Al-Mīzan Fī Tafsīr Al-Qur’an.

Penulis mengunakan metode penelitian sebagai dasar penulis yaitu

dengan menggunakan (Library research) atau metode pengumpulan data

kepustakaan. Penelitian ini dilakukan dengan teknik pengumpulan data,

dengan cara mencari, mengamati, dan menelaah sumber-sumber terkait.

Seperti beberapa penafsiran, buku-buku, skripsi, jurnal, artikel, tesis atau

sumber-sumber yang lainnya yang berkaitan dengan tulisan ini.

Berdasarkan hasil penelian, penulis menjelaskan bahwa kritis atas

penafsiran penciptaan Adam ini bukan karena seolah-olah penulis ingin

mengkritisi penafsiran secara langsung, namun penulis menemukan

perbedaan pentafsiran dikalangan mufassir tergantung kepada keilmuan dan

latar belakang ideologi yang berbeda dari kalangan mufassir tersebut. Namun

dari segi keilmuan akan menimbulkan khazanah penafsiran yang begitu luas,

sehingga menjadi tolak ukur dalam memperkenalkan penafsiran dikalangan

mendatang yang mengkaji tentang penciptaan. Perbedaan dalam penafsiran

ini akan membawa para pembacanya untuk menemukan kembali fungsi

mengapa khalifah diciptakan.

Kata Kunci: Adam, Penciptaan, Khalifah.

Page 6: PENCIPTAAN ADAM DALAM Al-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50293... · 2020. 2. 17. · Mentri Pendidikan dan Kebudayaan R.I. Nomer. 1987 dan Nomer: 0543b/U

iii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillāhirabbilal’āmīn segala puji bagi Allah Sang Pencipta

alam semesta yang menyayangi semua makhluk ciptaan-Nya. Dengan segala

taufik dan hidayah-Nya penelitian ini berjudul “PENCIPTAAN ADAM

DALAM AL-QUR’AN (KAJIAN KRITIS ATAS PENAFSIRAN

ṬABĀṬABĀ’Ī)” dapat selesai. Kepada-Nya penulis meminta pertolongan

dan memohon segala kemudahan dari urusan yang dihadapi. Semoga Allah

senantiasa memberikan pertolongan kepada hamba-Nya. Shalawat serta

salam semoga selalu tercurahkan kepada baginda al-Alamin, baginda

Rasulullah saw. beserta para keluarga, sahabat dan para pengikutnya.

Sebagai karya yang mempunyai banyak kekurangan, terutama di

dalam penelitian ini terdapat banyak kesalahan, dikemudian hari ditemukan

oleh para peneliti yang menela’ah penelitian ini. Penulis menyadari bahwa

penelitian ini tidak akan selesai tanpa ada usaha yang terus menerus, do’a

dan semangat yang tak henti-hentinya diberikan kepada penulis, serta

bantuan dari keluarga, sahabat, teman kumpul, seperantauan, seperjuangan,

organisasi, senior, maupun dosen pembimbing yang telah memberikan

masukan hingga skripsi ini dapat terselesaikan. Semoga Allah senantiasa

memberikan keberkahan yang melimpah dan mendapatkan balasan kebaikan

atas do’a-do’a mereka. Amin.

Penulis menyadari bahwa penelitian ini tak luput dari kontribusi lembaga

dan orang-orang tertentu yang membantu penulis, baik secara moral atau

materil. Atas segala bantuan tersebut, penulis ingin menyampaikan ungkapan

terima kasih yang sedalam-dalamnya, khususnya kepada:

1. Ibu Prof. Hj. Amany Lubis, M.A selaku Rektor UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

Page 7: PENCIPTAAN ADAM DALAM Al-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50293... · 2020. 2. 17. · Mentri Pendidikan dan Kebudayaan R.I. Nomer. 1987 dan Nomer: 0543b/U

iv

2. Bapak Dr. Yususf Rahman, M.A selaku Dekan dan Dosen

Pembimbing Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak Dr. Eva Nugraha, M.Ag selaku ketua Jurusan Ilmu al-Qur’an

dan Tafsir serta bapak Fahrizal Mahdi MIRKH selaku Sekertaris

Jurusan Ilmu al-Qur’an dan Tafsir UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Bapak Dr. Isa Salam, MA. selaku dosen pembimbing akademik, serta

seluruh Dosen Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

yang meluangkan waktu dan bimbingannya serta memberikan penulis

berbagai macam ilmu.

5. Kedua Orang Tua penulis Bapak H. Saleh dan Ibu Husna dan saudara

penulis Hermansyah, Syafi’i yang selalu memberikan kasih sayang,

motivasi, keteladanan, bimbingan, pendidikan, dan pengajaran

kehidupan serta senantiasa mendo’akan penulis untuk mencapai

kesuksesan dimasa depan, sehingga penulis bisa sampai pada tahap

sekarang ini. Tidak lupa kepada keluarga tercinta yang berada di

pulau Lombok dan pulau Sumbawa yang memberikan semangat

kepada penulis dan terus menjaga silaturrahmi antar keluarga.

Semoga Allah senantiasa menjaga dan melindunginya.

6. Sahabat-sahabat penulis yang selalu ada dalam senang maupun susah,

teman ngopi M. Hamim, M. Fadel, M. Sadam, Faris Rasyid, Faqih,

Salman, Nurul Orok, Rio Blo, Iqbal Syahid, Irul Iyung, Aslakhul

Dul, serta teman makan bareng Nindy, Ganis, Tati, Echa, Echi,

Azizah, Ulfah Qutul, ka Adi, Ka Doko dan teman seperantauan yang

telah berbagi ilmu, pengalaman dan pengetahuan kepada penulis.

7. Teman-teman penulis angkatan 2013/2014, teman teman organisasi

HMI KOMFUF Cabang Ciputat, tongkrongan PIUSH, organisasi

pripordial IMSAK Jakarta, organisasi IRMAFA, forum diskusi Saung

dan keluarga besar Kenduri Cinta TIM. semoga kita dibeikan

Page 8: PENCIPTAAN ADAM DALAM Al-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50293... · 2020. 2. 17. · Mentri Pendidikan dan Kebudayaan R.I. Nomer. 1987 dan Nomer: 0543b/U

v

kesuksesan dan semagat dalam menjalani kehidupan. Serta teman-

teman seperjuangan di pondok pesantren Al-Halimy yang tak henti-

hentinya meberikan motivasi kepada penulis untuk lebih giat lagi

dalam belajar untuk para guru-guru penulis, TGH (Tuanguruhaji) di

pondok.

8. Rekan-rekan kerja penulis dalam membangun potensi dalam berkarya

dan mengembangkan keilmuan.

9. Terakhir untuk orang-orang yang bertemu dan mengenal penulis,

berdiskusi bareng, bertukar pikiran bareng penulis.

Semoga Allah membalasnya dengan kebaikan dan sebaik-baik

balasan. Amiin...

Jakarta, 16 Desember 2019

Muhammad Solihin

Page 9: PENCIPTAAN ADAM DALAM Al-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50293... · 2020. 2. 17. · Mentri Pendidikan dan Kebudayaan R.I. Nomer. 1987 dan Nomer: 0543b/U

vi

PEDOMAN TRANSLITERASI

Pedoman transliterasi hasil keputusan bersama (SKB) Mentri Agama dan

Mentri Pendidikan dan Kebudayaan R.I. Nomer. 1987 dan Nomer:

0543b/U/1987.

1. Padanan Aksara

Huruf Arab Huruf Latin Keterangan

Tidak di lambangkan Tidak di lambangkan ا

B Be ب

T Te ت

Ṡ Es dengan titik di atas ث

J Je ج

Ḥ Ha dengan titik di bawah ح

Kh Ka dan Ha خ

D De د

Ż Zet dengan titik di atas ذ

R Er ر

Z Zet ز

S Es س

Sy Es dan Ye ش

Ṣ Es dengan titik di bawah ص

Ḍ De dengan titik di bawah ض

Ṭ Te dengan titik di bawah ط

Ẓ Zet dengan titik di bawah ظ

Page 10: PENCIPTAAN ADAM DALAM Al-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50293... · 2020. 2. 17. · Mentri Pendidikan dan Kebudayaan R.I. Nomer. 1987 dan Nomer: 0543b/U

vii

ʻ_ Apostrof terbaik ع

G Ge غ

F Ef ف

Q Qi ق

K Ka ك

L El ل

M Em م

N En ن

W We و

H Ha ه

Apostrof ’_ ء

Y Ye ي

2. Vocal

Vokal terdiri dari dua bagian, ialah vokal tunggal dan vokal rangkap,

transliterasi vokal tunggal sebagai berikut:

Tanda Vokal Vokal Latin Keterangan

A Fathah ا

I Kasrah ا

U Ḍammah ا

Page 11: PENCIPTAAN ADAM DALAM Al-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50293... · 2020. 2. 17. · Mentri Pendidikan dan Kebudayaan R.I. Nomer. 1987 dan Nomer: 0543b/U

viii

Berikut ini adalah vokal rangkap berupa gabungan antara harakat dan

hurup.

Tanda Vokal Vokal Latin Keterangan

ـ ي Ai a dan i

Au a dan u ـ و

3. Vokal panjang

Ketentuan alih aksara vokal panjang bahasa arab dilambangkan dengan

harkat dan huruf, yaitu:

Tanda Vokal Vokal Latin Keterangan

Ā a dengan topi di atas ا

Ī i dengan topi di atas ا

Ū u dengan topi di atas ا

4. Kata Sandang

Kata sandang dilambangkan dengan huruf ال dialih aksara menjadi ‘I’

baik di sandangkan dalam huruf syamsiyah maupun di sandangkan

dengan huruf qamariyah. Contoh: al-ẓikr bukan az-ẓikr.

5. Syaddah (Tasydīd)

Syaddah atau Tasydīd dalam sistem tulisan arab dilambangkan dengan

sebuat tanda Tasydīd ( ), dalam translit ini dilambangkan dengan perulangan

huruf (konsonan ganda) yang di beri tanda Tasydīd. Contoh:

Page 12: PENCIPTAAN ADAM DALAM Al-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50293... · 2020. 2. 17. · Mentri Pendidikan dan Kebudayaan R.I. Nomer. 1987 dan Nomer: 0543b/U

ix

بن ا ين ا rabbanā : ر ق najjaīnā : ن ج al-ḥaqq : ا لح

6. Huruf Kapital

Meskipun dalam sistem tulisan Arab huruf capital tidak dikenal, dalam

alih aksara ini huruf kapital tersebut juga digunakan, dengan mengikuti

ketentuan yang berlaku dalam Ejaan Bahasa Indonesia (EBI), antara lain

untuk menuliskan permulaan kalimat, huruf awal nama tempat, nama bukan,

nama diri, dan lain-lain. Jika nama diri didahukui oleh kata sandang, maka

yang ditulis dengan huruf capital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan

huruf awal atau kata sandang. Contoh: Abȗ Hâmid al-Ghazâlî bukan Abȗ

Hâmid Al-Ghazâlî, al-Kindi bukan Al-Kindi.

Beberapa ketentuan lain dalam EBI sebetulnya juga dapat diterapkan

dalam alih aksara ini, misalnya ketentuan mengenai huruf cetak miring

(italic) atau cetak tebal (bold). Jika menurut EBI, judul buku itu ditulis

dengan cetak miring, maka demikian halnya dalam alih aksaranya, demikian

seterusnya.

Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama tokoh yang berasal

dari dunia Nusantara sendiri, disarankan tidak dialihaksarakan meskipun

akar katanya berasal dari bahasa Arab. Misalnya ditulis Abdussamad al-

Palimbani tidak’Abd al-Samad al-Palimbânî; Nuruddin al-Raniri, tidak Nȗr

al-Dîn al-Rânîrî.

7. Cara penulisan kata

Setiap kata, baik kata kerja, kata benda, maupun huruf ditulis secara

terpisah. Berikut contohnya dengan berpedoman pada ketentuan-ketentuan

diatas:

Page 13: PENCIPTAAN ADAM DALAM Al-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50293... · 2020. 2. 17. · Mentri Pendidikan dan Kebudayaan R.I. Nomer. 1987 dan Nomer: 0543b/U

x

كز لن االذ ن ز Innā naḥnu nazzalnā al-żikra إ نان حن

اٱلنب ي ون Yaḥkumu bihā al-nabiyyūna ي حك م ب ه

Istuḥfiẓū ٱست حف ظ وا

8. Singkatan

Huruf Latin Keterangan

Swt. Subḥanahu wa ta‘ālā

Saw. Ṣalla Allāh ‘alaihi wa sallam

QS. Quran Surat

M Masehi

H Hijriah

Page 14: PENCIPTAAN ADAM DALAM Al-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50293... · 2020. 2. 17. · Mentri Pendidikan dan Kebudayaan R.I. Nomer. 1987 dan Nomer: 0543b/U

xi

DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN ....................................................................... i

ABSTRAK ................................................................................................. ii

KATA PENGANTAR .............................................................................. iii

PEDOMAN TRANSLITERASI ............................................................. vi

DAFTAR ISI............................................................................................. xi

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................... 1

A. Latar Belakang ................................................................................ 1

B. Batasan Masalah.............................................................................. 5

C. Rumusan Masalah ........................................................................... 6

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ....................................................... 6

E. Metode Penelitian............................................................................ 6

F. Tinjauan Kajian Terdahulu ............................................................. 7

G. Sistematika Penulisan ..................................................................... 9

BAB II KIPRAH PERJALANAN HIDUP ṬABĀṬABĀ’Ī ................ 11

A. Biografi Muhammad Husein Ṭabāṭabā’ī ....................................... 11

B. Guru-guru dan Muridnya .............................................................. 17

C. Karir dan Karya-karya Ṭabāṭabā’ī ................................................ 18

D. Pandangan Ulama Terhadap Ṭabāṭabā’ī ....................................... 22

E. Metode dalam Penafsiran .............................................................. 24

BAB III ANALISIS PENAFSIRAN TERHADAP AYAT-AYAT

PENCIPTAAN ........................................................................................ 31

A. Penafsiran Ulama Klasik ............................................................... 31

1. Tafsir Ibnu Katsir ....................................................................... 31

2. Tafsir Ath-Thabari...................................................................... 39

Page 15: PENCIPTAAN ADAM DALAM Al-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50293... · 2020. 2. 17. · Mentri Pendidikan dan Kebudayaan R.I. Nomer. 1987 dan Nomer: 0543b/U

xii

B. Penafsiran Ulama Kontemporer .................................................... 42

1. Tafsir Al-Azhar .......................................................................... 42

2. Tafsir Al-Misbah ........................................................................ 45

BAB IV KONSEP PENCIPTAAN ADAM DALAM TAFSIR

ṬABĀṬABĀ’Ī ......................................................................................... 52

A. Proses Penciptaan Adam Dalam Al-Qur’an .................................. 52

B. Tahap Penciptaan Adam ............................................................... 56

C. Khalifah di Bumi ........................................................................... 62

BAB V PENUTUP ................................................................................. 65

A. Kesimpulan ................................................................................... 65

B. Saran-saran .................................................................................... 66

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 67

Page 16: PENCIPTAAN ADAM DALAM Al-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50293... · 2020. 2. 17. · Mentri Pendidikan dan Kebudayaan R.I. Nomer. 1987 dan Nomer: 0543b/U

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Allah menganugrahkan manusia dengan status spiritual yang tinggi dan

diberikan kepercayaan untuk mewakilinya sekaligus mengemban amanah

untuk dipercayai pada suatu misi menjadi khalifah atau wakil di bumi dan

mencerminkan kualitas-kualitasnya.1 Kisah penciptaan manusia di dalam

al-Qur’an yang dimulai dari suatu pemberitahuan dari Allah kepada para

malaikatnya. Sebagaimana firman Allah swt. dalam al-Qur’an yaitu.

ك ال رب قفسد فيها واذ جعل فيها من ي

تا ا

وال ق

ليفة

رض خ

ي جاعل فى ال

ة ان

ك ى

مللل

مون وعل

عل ت

م ما ل

علي ا

ال ان

ك ق

س ل

د قح بحمدك ون

سب حن ن

ء ون

ما

م ويسفك الد

سم دم ال

نتم ا

ء ان ك

ؤل

ء ه سما

وني با

بـنال ا

قة ف

ك ى

ل ى ال

م عرضهم عل

ها ث

لء ك

ا

حكيم عليم ال

ت ال

نك ا متنا ان

ما عل

ال

نام ل

عل

نك ل وا سبح

الدقين ق ص

“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat:

"Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka

bumi." Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan

(khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya

dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan

memuji Engkau dan mensucikan Engkau?"Tuhan berfirman:

"Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."

QS.2:30-32.

Pemaparan penciptaan dalam al-Qur’an telah melahirkan berbagai

pemahaman pada orang yang membacanya, terutama ketika cerita itu

1Zulfan Taufik, Dialektika Islam Humanis, Pembacaan Ali Sharia’ati,

(Ciputat: Onglam Books, 2015), 61.

Page 17: PENCIPTAAN ADAM DALAM Al-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50293... · 2020. 2. 17. · Mentri Pendidikan dan Kebudayaan R.I. Nomer. 1987 dan Nomer: 0543b/U

2

menyisakan ruang-ruang yang perlu diisi imajinasi. Sejak lama muncul

pencerita yang berusaha menghubungkan antara cerita yang terdapat

dalam al-Qur’an dengan daya tangkap manusia selalu ingin lebih banyak

dari apa yang tersurat. Jadilah cerita tentang Nabi Adam yang disangkakan

berasal dari kitab al-Qur’an yang mengandung bagian-bagian yang tidak

masuk akal. Ketika itu ditelusuri dalam al-Qur’an sendiri, ternyata tidak

terdapat pijakan disitu.2

Sebelum ada ruang dan waktu, tidak ada satupun yang menyertai

Allah. Ia ingin menciptakan makhluk atau benda-benda alam. Maka

berkatalah Ia: “Jadilah” pada saat itu pula apa yang ia inginkan terwujud:

ruang dan waktu, langit dan bumi, planet, bintang, binatang melata, dan

segala wujud yang ditampakkan oleh kemampuan tersembunyi yang tidak

diketahui. Kemudian Allah menginginkan untuk mewujudkan makhluk

berakal yang memiliki pengetahuan, ialah manusia. Barangkali inilah

makna yang terdapat dalam hadis qudsi yang telah dihafalkan sejak kecil,

dan dikatakan oleh Allah swt. tentang dirinya sendiri: “Aku adalah harta

yang tersembunyi Aku ingin dikenal, sehingga Aku menciptakan makhluk.

Melaluinya, ketahuilah Aku.3

Pendapat bahwa Adam merupakan simbol manusia, dapat juga dilihat

kecocokanya secara etimologis bahwa istilah ‘Adam’ berasal dari bahasa

Ibrani yang berarti tanah, manusia. Sebagaimana yang dikatakan oleh Ibn

Faris, dinamakan Adam karena diciptakan dari permukaan bumi/tanah

(adamat al-ard). Istilah tersebut lazimnya berfungsi sebagai kata benda

kolektif yang lebih mengacu pada manusia (spesies) daripada manusia

laki-laki. Rifaat Hasan juga mengatakan bahwa di dalam al-Qur’an, istilah

2Abdus Shabur Syahin, Penciptaan Nabi Adam: Mitos atau Realitas

(Yogyakarta: Elsaq Press, 2004), x. 3Abdus Shabur Syahin, Penciptaan Nabi Adam: Mitos atau Realitas, 1.

Page 18: PENCIPTAAN ADAM DALAM Al-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50293... · 2020. 2. 17. · Mentri Pendidikan dan Kebudayaan R.I. Nomer. 1987 dan Nomer: 0543b/U

3

Adam dalam dua puluh satu kasus, mengacu pada umat manusia. Di sini

penting untuk dicatat bahwa, kendatipun istilah Adam sebagian besar tidak

mengacu pada manusia secara khusus, tetapi benar-benar menunjuk pada

manusia dengan cara yang khusus.4

Jika mayoritas ulama salaf telah sepakat bahwa Adam adalah

makhluk dan sesuatu yang diciptakan pertama, maka sebenarnya sebagian

mereka telah manganut teori yang jauh dari hal tersebut. Mereka

menggambarkan makhluk ini sebagai wujud yang membentang di

sepanjang zaman, sebelum Adam, barang kali sampai pada jutaan tahun.

Yang penting, seseorang yang mengikuti teori ini tidak boleh dianggap

bodoh dibandingkan dengan pengikut teori yang lain. Karena telah muncul

pendapat-pendapat yang saling bertentangan satu dengan yang lain,

sehingga menemukan dan melihat bagaimana Allah menyinari matahati

para ilmuan terdahulu hingga pendapat-pendapat mereka sampai ke masa

pra-sejarah diatas bumi ini yang beragam mengikuti keragaman imajinasi

sehingga apa yang diperhitungkan adalah mereka ini berpijak pada bukti-

bukti materil, bahkan murni imajinasi yang ditunjukkan oleh

kecenderungan logis mereka kepada bukti-bukti tersebut dalam konteks

dunia.5

Ṭabāṭabā’ī menerangkan dalam tafsirnya kenapa manusia dikirim ke

dunia sebagai khalifah di bumi dan ciri-ciri khusus atas kualitas

kehalifahanya, sehingga Ṭabāṭabā’ī memberikan ciri-ciri khusus dalam

penafsirannya. Ada proses yang berbeda yang dilakukan oleh Adam as.

sehingga akibat dari proses itu bukan sebuah dosa dan Allah tidak

4Zulfan Taufik, Dialektika Islam dan Humanisme: Pembacaan Ali Shari’ati,

59. 5Abdus Shabur Syahin, Penciptaan Nabi Adam: Mitos atau Realitas, 34.

Page 19: PENCIPTAAN ADAM DALAM Al-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50293... · 2020. 2. 17. · Mentri Pendidikan dan Kebudayaan R.I. Nomer. 1987 dan Nomer: 0543b/U

4

menghukumi Adam as. Dua sisi ini terlihat kontradiktif.6 Sebagaimana

misi utama diciptakan manusia mempunyai tujuan yang jelas. Ada tiga

misi utama yang diberikan pertanggung jawaban dalam penciptaannya,

yaitu misi utama untuk beribadah (al-Zariyat/51:56), misi fungsional

sebagai khalifah (al-Baqarah/2:30), dan misi bekerja untuk memakmurkan

bumi (Hud/11:61).7

Asumsi yang dibangun oleh seluruh umat manusia bahwa benar

ummat manusia adalah sebagai khalifah atau wakil administratif yang

diberikan oleh Allah,8 Sejalan dengan pandangan pemikiran Ali Shari’ati

bahwa konsep adanya Adam merupakan sebuah simbol, pendapat ini

pararel dengan interpretasi pemikiran Muhammad Iqbal yang mengatakan

bahwa kisah Adam dalam teks-teks ayat al-Qur’an bukanlah kisah nyata

dalam sejarah umat manusia terdahulu. Akan tetapi Istilah Adam yang

tertera dalam bebarapa ayat-ayat al-Qur’an bukan dimaksudkan sebagai

atau menunjuk pada nama seseorang atau individu manusia yang konkreat.

Melainkan istilah Adam tersebut hanyalah merupakan sebuah konsep.9

Mengapa tema ini sangat menarik untuk dibahas, penulis ingin

memaparkan pendapat tentang penciptaan dari sudut pandang Muhammad

Husain Ṭabāṭabā’ī. Seperti yang di gambarkan dalam bukunya, yang

mengindikasikan bahwa ada satu mahkluk sebelumnya yang pernah

menghuni bumi sebelum adanya umat manusia.10 Terlebih beberapa

pendapat tentang penciptaan Adam, sangatlah berbeda dengan pandangan

6 Ibn Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, Jilid 1, (Bogor: Pustaka Imam Asy-Syafi’i,

2004), 111. 7 Kementrian Agama RI, Penciptaan Manusia Dalam Perspektif Al-qur’an

dan Sains, (Jakarta: Kementrian Agama RI, 2012), 2. 8 Muhammad Husain Ṭabāṭabā’ī, Tafsir Al-Mizan, jilid 1, terj. Ilyas Hasan

(Jakarta: Penerbit Lentera, 2010), 235. 9 Zulfan Taufik, Dialektika Islam dan Humanisme: Pembacaan Ali Shari’ati,

59. 10 Muhammad Husain Ṭabāṭabā’ī, Tafsir Al-Mizan, 237.

Page 20: PENCIPTAAN ADAM DALAM Al-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50293... · 2020. 2. 17. · Mentri Pendidikan dan Kebudayaan R.I. Nomer. 1987 dan Nomer: 0543b/U

5

ulama kontemporer saat ini. Tulisan ini akan membuktikan penafsiran al-

Qur’an yang memiliki karakter berbeda dengan penafsir yang lainnya.

Untuk itu, penulis ingin memaparkan beberapa penafsiran dari tiga

ayat al-Qur’an yang menggambarkan karakteristik pendapat Muhammad

Husain Ṭabāṭabā’ī tentang ayat-ayat penciptaan Adam. Ayat-ayat tersebut

adalah mulai dari Surat al-Baqarah ayat 30,31,32.

Berdasarkan konteks di atas, penulis mencoba menganalisa

pergeseran panafsiran terhadap ayat-ayat al-Qur’an. Maka dari itu, penulis

memberi judul dalam tulisan ini yaitu: PENCIPTAAN ADAM DALAM

AL-QUR’AN (KAJIAN KRITIS ATAS PENAFSIRAN

ṬABĀṬABĀ’Ī) pembahasan ini berawal dari asumsi penulis bahwa

terjadi perkembangan penafsiran dari satu penafsiran ke panafsiran yang

lain, karena kondisi sosial ekonomi dan budaya yang melingkupi

penafsiran.

B. Batasan Masalah

Seperti yang dikemukakan dalam latar belakang yang ada di atas,

maka perlu adanya batasan masalah agar penulisan ini lebih terarah dan

tidah jauh dari tema yang diangkat. Untuk itu penulis membatasi masalah

dalam penelitian ini dengan mengkaji penafsiran Muhammad Husain

Ṭabāṭabā’ī yang terdapat pada ayat-ayat tentang penciptaan Adam. Maka

untuk menghindari bias dalam pemaknaan tidak melebar, perlu ada

batasan masalah yang akan menjadi pokok pembahasan.

Adapun pokok pembahasan yang akan dikaji pada pembahasan ini

yaitu:

Page 21: PENCIPTAAN ADAM DALAM Al-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50293... · 2020. 2. 17. · Mentri Pendidikan dan Kebudayaan R.I. Nomer. 1987 dan Nomer: 0543b/U

6

Bagaimana Muhammad Husain Ṭabāṭabā’ī dalam menafsirkan

penciptaan Adam pada QS. Al-baqarah: 30,31,32.

C. Rumusan Masalah

Dari batasan masalah yang sudah ditetapkan di atas, maka Penulis

rumusan masalah dari tulisan ini adalah sebagai berukut: Bagaimana

penafsiran tentang proses penciptaan Adam dan apa saja kelemahan dari

penafsiran Ṭabāṭabā’ī.

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Berdasarkan batasan dan rumusan masalah yang diatas, tujuan pokok

dari penelitian ini untuk mengetahui bagaimana pendapat Muhammad

Husain Ṭabāṭabā’ī dalam memaparkan tafsirannya tentang penciptaan

manusia khususnya Nabi Adam dan mengetahui apa saja kelemahan dari

tafsiran tersebut.

Adapun tujuan membahas skripsi ini adalah bagaimana pandangan

Muhammad Husain Ṭabāṭabā’ī dalam Menafsirkan Ayat-ayat Penciptaan

Adam? Apakah ada perbedaan dan persamaan dengan mufassir yang lain,

ulama kontemporer, dan bagaiman kaitan diantara penafsiarannya?

Manfaat dari penelitian ini adalah menemukan keterhubungan tentang

penafsiran Muhammad Husain Ṭabāṭabā’ī yang membahas tentang

penciptaan Adam dan dapat menganalisa setiap hal yang berkaitan

tentang penciptaan yang dijelaskan oleh al-Qur’an.

E. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan telaah pustaka (library research).

Penelitian kepustakaan memperoleh data dan informasi dari buku, jurnal,

Page 22: PENCIPTAAN ADAM DALAM Al-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50293... · 2020. 2. 17. · Mentri Pendidikan dan Kebudayaan R.I. Nomer. 1987 dan Nomer: 0543b/U

7

skripsi, arsip, dokumen dan tulisan lainnya yang berkaitan tengan tema

yang sedang diteliti. Ada dua jenis dalam penelitian ini yaitu: data primer

dan sekunder. Data primer adalah sumber kepustakaan yang berasal dari

sumber utama yang digunakan dalam penelitian ini. Sedangkan data

sekunder adalah data pendukung yang berkaitan dengan tema penelitian

ini. Adapun data primer dalam penelitian ini adalah mufassir kontemporer

Muhammad Husain Ṭabāṭabā’ī al-Mīzan Fī Tafsīr al-Qur’an, juz. 1

diterbitkan di Lebanon, Bairut, 1998. Sedangkan data skunder adalah

buku-buku dan tulisan-tulisan yang berkaitan dengan penciptaan Adam

antara lain: Dialaektika Islam dan Humanisme, Pembacaan Ali Syari’ati

yang diterbitkan oleh Ongklam Books, Kementrian Agama RI Tahun

2012, Penciptaanm Manusia Dalam Perspektif Al-Qur’an dan Sains, M.

Quraish Shihab, Mukjizat Al-Qur’an Ditinjau dari Aspek Kebahasaan

Isyarat Ilmiah dan Pemberitaan Gaib, Cet. III dan beberapa sumber lain

yang mendukung.

Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode deskriptif-

komparatif, yaitu metode yang menjelaskan data apa adanya dan

mengkomprasikannya dengan data yang lain. Selain menggunakan

deskriptif-analitif, penulis juga melakukan analisis kebahasaan dan

penafsiran. Teknis penulisan dalam penelitian ini merujuk pada buku

pedoman penulisan skripsi, tesis dan disertasi.11

11 Hamid Nasuhi, dkk., “Pedoman Penulisan (Skripsi, Tesis dan Disertasi)”

dalam Tim Penyusun, Pedoman Akademik Unuversitas Ilam Negri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta 2013-2014, (Jakarta: Biro Administrasi Akademik dan

Kemahasiswaan Unuversitas Islam Negri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, 2012),

379-436.

Page 23: PENCIPTAAN ADAM DALAM Al-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50293... · 2020. 2. 17. · Mentri Pendidikan dan Kebudayaan R.I. Nomer. 1987 dan Nomer: 0543b/U

8

F. Tinjauan Kajian Terdahulu

Sebelum penulis beberapa tahun kebelakang, sudah ada yang mengulas

tentang proses penciptaan dari sudut pandang al-Quran hadis agama

maupun sains, namun penulis belum menemukan tulisan yang membahas

secara spesifik tentang penafsiran Ulama Syiah tentang penciptaan.

Adapun yang membahas tentang penciptaan Adam yang peneliti temukan

diantara tulisan karya ilmiah yaitu:

1. Nidaa Ulhusna; skripsi Ushuluddin 2013, Konsep penciptaan Alam

Semesta (Study Komparatif Antara Tafsir Ilmi Penciptaan Jagat Raya

Kementrian Agama RI Dengan Stephen Hawking), Membandingkan

Penciptaan Alam Semesta menurut Stephen Hawking dengan tafsir Ilmi

Penciptaan Jagat Raya Kementrian Agama RI.

2. Nur’aeni; proses Penciptaan Manusia dalam al-Qur’an (sebuah

kajian tematik tentang NUTFAH DAN ‘ALAQAH), kajian tentang

penciptaan yang hanya fokus terhadap kata-kata NUTFAH DAN

‘ALAQAH yang terkait di dalam al-Qur’an.

3. Lesmadona Ferutama, Skripsi; Konsep Manusia dalam Perspektif

Ali Syari’ati. Kajian ini tentang bagaimana penciptaan menurut sudut

pandang Ali Syari’ati? Dan Sejauh mana landasan filosofis dan teologis

mempengaruhi pemahaman Ali Syari’ati terhadap konsep Manusia

(insan).

4. Mustholih; Tujuan Hidup Manusia dalam al-Quran. Kajian ini

lebih menekankan kepada pengklasifikasian pada tema-tema al-Qur’an

yang dibuat olehnya tentang nama-nama manusia dan tujuan

diciptakannya manusia dan konsep manusia yang sempurna pada ayat Q.S.

al-Ahzab ayat 72, Q.S. al-Dzariat ayat 56, Q.S. al-Baqarah ayat 30, dan

Q.S. Ali ‘Imran ayat 110.

Page 24: PENCIPTAAN ADAM DALAM Al-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50293... · 2020. 2. 17. · Mentri Pendidikan dan Kebudayaan R.I. Nomer. 1987 dan Nomer: 0543b/U

9

5. Cici Zulaika; Ushuluddin 2018, Penciptaan Alam Menurut Imam

Al-Ghazali, Pandangan penciptaan dari pemikiran Imam Al-Ghazali yang

terpokus pada penciptaan alam yang bersumber kepada kekuatan Tuhan

yang Maha Pencipta.

6. Mursidah; Ushuluddin 2018, Konsep Penciptaan Alam Menurut

Ibn Rusyd, skripsi ini membahas tentang konsep penciptaan alam.

Pertama, ayat-ayat yang dikutip Ibn Rusyd tentang ayat-ayat penciptaan

alam. Kedua, pemikiran Ibn Rusyd tentang keqadiman alam. Ketiga,

penciptaan dari ada (al-Khalq min al-Syay’).

7. Dani Cahya Rahayu; Ushuluddin 2015 Peniupan Ruh Pada

Manusia (Studi Komparatif Penafsiran Fakhr al-Din al-Razi dan Tantawi

Jauhari), Pandangan skripsi ini membahas tentang bagaimana pendapat

Fakhr al-Din al-Razi dan Tantawi Jauhari tentang konsep peniupan Ruh

pada manusia yang merupakan tahap akhir sebuah penciptaan dalam kitab

al-Jawahir fi tafsir al-Qur’an danMafatih al-Ghaib? Dan apa persamaan

dan perbedaan mendasar dari setiap tafsir terdahulu terhadap konsep

peniupan Ruh pada manusia.

G. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan skripsi ini disusun berdasarkan bab per bab.

Pertanyaan-pertanyaan yang telah disusun di atas akan menjadi kerangka

acuan dan gagasan utama masing-masing bab. Skripsi ini terdiri dari lima

bab yaitu:

Bab I adalah pendahuluan. Dalam pendahuluan ini membahas tentang

latar belakang masalah, batasan dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat,

metodelogi penulisan dan penelitian, sistematika penulisan dan kajian

pustaka.

Page 25: PENCIPTAAN ADAM DALAM Al-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50293... · 2020. 2. 17. · Mentri Pendidikan dan Kebudayaan R.I. Nomer. 1987 dan Nomer: 0543b/U

10

Bab II adalah Tinjauan umum ini tentang kiprah Muhammad Husain

Ṭabāṭabā’ī yang membahas tentang penafsiran.

Bab III adalah penafsiran penciptaan Adam dalam al-Qur’an,

penafsiran penciptaan ini akan terfokus pada surat al-Baqarah ayat 30 – 32

dari kalangan mufassir.

Bab IV adalah kritis atas penafsiran Muhammad Husain Ṭabāṭabā’ī

tentang penafsiran penciptaan Adam (al-Baqarah ayat 30-32).

Bab V adalah penutup yang berisi kesimpulan dan saran-saran yang

diakhiri daftar putaka. Kesimpulan yang akan menerangkan secara singkat

berbagai hal yang penting yang menjadi jawaban dari permasalahan,

sedangkan saran-saran adalah berisi tentang hikmah yang dapat diambil

dari kajian ilmiah, agar dapat memunculkan penelitian yang lebih lengkap.

Page 26: PENCIPTAAN ADAM DALAM Al-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50293... · 2020. 2. 17. · Mentri Pendidikan dan Kebudayaan R.I. Nomer. 1987 dan Nomer: 0543b/U

11

BAB II

KIPRAH PERJALAN HIDUP ṬABĀṬABĀ’Ī

Salah satu mufassir yang menceritakan kejadian penciptaan Adam

berlatar belakang dari kejadian para malaiakat mengajukan pertanyaaan

terhadap Allah tentang kejadian khalifah dalam tafsir al-Mizan. Penafsiran

tersebut memberikan pemahaman dalam kandungan ayat al-Qur’an dari

sudut pandang yang berbeda dan dengan ketelitian yang mendalam,

sehingga menjadikan penafsiran tersebut begitu mudah dalam

memahaminya. Oleh sebab itu, pada bab ini penulis mencoba menggali

pemikiran Ṭabāṭabā’ī dalam menafsirkan al-Qur’an, terlebih dalam

menelusuri biografi singkat kehidupan penulis, serta perjalanan

intelektualnya dan metode dalam kitab tafsirnya, serta segala sesuatu yang

berkaitan dengannya.

A. Biografi Muhammad Husein Ṭabāṭabā’ī

Ṭabāṭabā’ī memiliki nama lengkap Allamah 1 Sayyid 2 Muhammad

Husein bin al-Sayyid 3 Muhammad Husein bin al-Mirza ‘Ali Asghar

Syaikh al-Islam Ṭabāṭabā’ī al-Tabrizi al-Qadhi, beliau dilahirkan pada

tanggal 29 Dzulhijjah 1321 H/ 1903 M di kota Tabriz, beliau dilahirkan

dari keluarga yang terkenal dengan ilmu dan

1 Allamah adalah ungkapan atau gelar kehormatan dalam bahasa Arab Persia

dan bahasa –bahasa Islam lainya yang berarti “sangat terpelajar, atau sangat pandai,”

Lihat: Syaarif Ali bin Muhammad al-Jurjan, al-Ta’rifat (Jakarta: Dar al-Kutub al-Islam,

2012), 163. 2 Kata Sayyid adalah gelar yang menunjukkan bahwa ia keturunan Nabi

Muhammad. Lihat: Syarif Ali bin Muhammad Juraini, al-Ta’rifat, 132 3 Sayyid adalah gelar yang menunjukan bahwa beliau keturunan Nabi

Muhammad, Lihat: Syaarif Ali bin Muhammad al-Jurjan, al-Ta’rifat (Jakarta: Dar al-

Kutub al-Islām, 2012), 132.

Page 27: PENCIPTAAN ADAM DALAM Al-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50293... · 2020. 2. 17. · Mentri Pendidikan dan Kebudayaan R.I. Nomer. 1987 dan Nomer: 0543b/U

12

kemuliannya di kota Tabriz.4 Beliau dilahirkan dari keluarga yang selama

empat belas generasi melahirkan sarjana-sarjana islam terkemuka, 5

kakeknya al-Sayyid Muhammad Husein adalah seorang murid terbaik dari

pengarang kitab al-Zawir dan Syaikh Musa Kasyif al-Ghita. Jika diruntut

sampai ke atas, nasab beliau dan keluargannya bersambung hingga kepada

sayyidina ‘Ali bin Abi Thalib.6

Pada tahun 1911 sampai 1917, beliau mulai belajar al-Qur’an. Selama

masa beliau belajar selam tujuh tahun (1918-1925), beliau mulai

mempelajari ilmu bahasa Arab, melakukan kajian islam, dan teks-teks

klasik agama Islam yang seluruhnya beliau habiskan di kota kelahirannya,

Tibriz.7

Dalam perkembangan keilmuannya, Ṭabāṭabā’ī tidak pernah

meninggalkan negrinya di Persia. Kota-kota Persia seperti Qum, Tabriz,

dan Taheran adalah beberapa kota yang membentuk karakter keilmuan

Ṭabāṭabā’ī.8 Ketiga kota ini dianggap sebagai sebagai kota suci di Iran,

yang telah melahirkan banyak ulama besar dan para mujahid dari zaman

persia sampai masa Iran.9

Tibriz adalah kota kelahiran Ṭabāṭabā’ī, di kota ini beliau pertama kali

menerima pendidikan dari sanak saudara dan keluarganya yang terkenal

4 ‘Ali al-Alwi, Tasdir al-Mīzan fī Tafsir al-Qur’an (Beirut: Mu’assasah al-

A’lamili al-Matbu’ah, 1973), 3. 5 Sayyid Muhammad ‘Ali Iyazi, al-Mufassirun hayatuhum wa manhajuhum, 1”

ed. (Taheran” Wazarat al-Irsyad al-Islami, 1212 H), 704. 6 Evra willya, “Ṭabāṭabā’ī dan Tafsir al-Mizan” dalam Hubungan Antar Umat

Beragama Menurut Ṭabāṭabā’ī dalam tafsir al-Mizan, (Disertasi S3 Pascasarjana.,

Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008), 23. 7 Husnul Hakim IMZI, Ensiklopedi Kitab-kitab Tafsir, Kumpulan Kitab-Kitab

Tafsir dari Masa Klasik Sampai Masa Kontemporer (Depok: Lingkar Studi al-Qur’an,

2013), 185. 8 Khairunnas, “Pengaruh Pemikiran Husain Ṭabāṭabā’ī dalam Tafsir al-Misbah”,

Jurnal Ushuluddin, vol. 17, No.2 (juli 2011): 25. 9 Evra willya , ‘Ṭabāṭabā’ī dan Tafsir al-Mizan”, 25.

Page 28: PENCIPTAAN ADAM DALAM Al-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50293... · 2020. 2. 17. · Mentri Pendidikan dan Kebudayaan R.I. Nomer. 1987 dan Nomer: 0543b/U

13

sebagai keturunan ulama, beliau juga menguasai bahasa arab kuno dan

ilmu-ilmu keislaman pada kali pertama menerima pendidikan dasar di kota

ini. 10 ayah Ṭabāṭabā’ī sendiri sangat berkeinginan menjadikan

Thabathaba’i mengikuti tradisi keluarganya yaitu menjadi seorang ulama.

Oleh karena itu ayahnya memberikan pendidikan terbaik buat Ṭabāṭabā’ī

serta seorang saudaranya. Namun di tengah perjuangannya tersebut,

ayahnya meninggal dunia. Sepeningalan kedua orang tuanya, Ṭabāṭabā’ī

dan saudaranya di serahkan kepada seseorang pengembala, yang bertindak

sebagai seorang wali yang mengurusi segala keperluan mereka, untuk

meneruskan pendidikannya, keluarga menyerahkan tanggung jawab

urusan tersebut kepada seorang guru privat yang setiap hari datang ke

rumah.11

Pada usia 20 tahun Ṭabāṭabā’ī kemudian melanjutkan pendidikan di

Universitas Syi’ah yang terkenal di Najaf, Iran. 12 Di Universitas ini

kebanyakan mahasiswa hanya menekuni ilmu-ilmu naqliyah.

Thabathaba’i selain mempelajari ilmu-ilmu tersebut juga mempelajari

ilmu-ilmu di bidang aqliyah. Ṭabāṭabā’ī selain itu juga mempelajari ilmu-

ilmu ushul fikih dari dua gurunya yaitu syaikh Muhammad Husein al-

Na’ini dan syaikh Muhammad Husein al-Kamyani, beliau juga

mempelajari ilmu filsafat dari gurunya Sayyid Husein al-Badikubi, ilmu

matematika tradisional kepada gurunya Saayyid Abi al-Qasim al-

Khawansari, dan ilmu akhlak kepada al-Hajj Mizra ‘Ali al-Qadhi.13 Selain

itu beliau juga mempelajari filsafat Islam tradisional dari kitab al-Syif

Ibnu Sina, Asfar Mulla Sadra, dan ‘aqa Ali Mudarris Zanusi. Dalam

10 Ṭabāṭabā’ī, Tafsir al-Mizan: Mengupas Ayat-ayat Kepemimpinan, ter.

Syamsuri Rifa’i, (Jakarta: Firdaus, 1990), i. 11 Evra willya, ‘Thabathaba’i dan Tafsir al-Mizan”, 28. 12 Ṭabāṭabā’ī, Tafsir al-Mizan: Mengupas Ayat-ayat Kepemimpinan, i. 13 ‘Ali al-Alwi, Tasdir dalam al-Mizan fi Tafsir al-Qur’an, ii.

Page 29: PENCIPTAAN ADAM DALAM Al-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50293... · 2020. 2. 17. · Mentri Pendidikan dan Kebudayaan R.I. Nomer. 1987 dan Nomer: 0543b/U

14

bidang ilmu kabatinan Ṭabāṭabā’ī telah mencapai tingkat ma’rifah dan

kasyaf, beliau mempelajari ilmu tersebut dari gurunya Mizra ‘Ali al-

Qadhi, beliau juga telah menguasai kitab Fushush al-Hikam karya Ibnu

‘Arabi,14 disebutkan bahwa beliau tidak di bimbing gurunya selain dari

kalangan Syi’ah yang membimbing keilmuan beliau.15

Ṭabāṭabā’ī menghabiskan waktunya di kota Najaf selama 40 tahun, dari

tahun 1925 sampai tahun 1935 M. Setelah itu beliau kembali ke kampung

halamannya di kota Tibriz, karena faktor ekonomi. Di kota ini beliau tidak

dapat menghindar dari kebutuhan ekonomi untuk dapat bertahan hidup.

Mata pencaharian Ṭabāṭabā’ī selama di kota Tibriz adalah bertani.

Kehidupan bertani digeluti Ṭabāṭabā’ī selam 10 tahun, dan inilah masa-

masa yang kering dalam hidup beliau juga jauh dari kegiatan ilmiah dan

pemikiran.16 Tidak lama kemudian Ṭabāṭabā’ī berhijrah ke kota suci Qum

karena alasan politik. Qum adalah kota yang memiliki nilai-nilai sejarah

dan tempat yang disucikan di negara Iran dan dunia Islam. Qum kemudian

menjadi salah satu daerah tujuan utama para pencinta ilmu untuk

menyelami khazanah ilmu intelektual Islam klasik. Karena di Qumm,

seperti pada dua kota lainya Tibriz dan Najaf, berdiri beberapa perguruan

tinggi, Masjid, serta perkumpulan ilmiah untuk mengkaji warisan

peningglan islam.17

Tepatnya pada tahun 1945 M Ṭabāṭabā’ī pindah dari Tibriz ke kota

Qum, dengan modal pendidikan yang telah di gelutinya secara mendalam

dan keilmuan yang kuat dari berbagi aspek yang telah dibimbing oleh

14 Ṭabāṭabā’ī, Tafsir al-Mizan: Mengupas Ayat-ayat Kepemimpinan, i. 15 Khairunnas Jamal, “Pengaruh Pemikiran Husain Ṭabāṭabā’ī Dalam Tafsir

al-Misbah”, 205. 16 Evra willya, ‘Ṭabāṭabā’ī dan Tafsir al-Mizan”, 31. 17 Evra willya, ‘Ṭabāṭabā’ī dan Tafsir al-Mizan”, 27-28.

Page 30: PENCIPTAAN ADAM DALAM Al-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50293... · 2020. 2. 17. · Mentri Pendidikan dan Kebudayaan R.I. Nomer. 1987 dan Nomer: 0543b/U

15

guru-guru yang handal dalam bidangnya, kemudian Ṭabāṭabā’ī mulai

mengajar di kota ini. Sebagai seorang Mujtahid, ia menitik beratkan pada

pengajaran Tafsir al-Qur’an, Filsafat, dan Taswwuf.18

Dengan ilmu beliau yang sangat luas dan penampilan yang sangat

sederhana, membuat beliau mempunyai daya tarik tersendiri, khususnya di

kalangan murid-muridnya. Ṭabāṭabā’ī telah mencetak murid-murid yang

menjadi ulama intlektual seperti Murtadha Mutahhari yaitu seorang tokoh

dikalangan Islam Syi’ah yang demikian terkenal dan tidak saja dari

kalangan Syi’ah tetapi juga dari kalangan masyarakat Sunni, beliau juga

merupakan seorang besar di Universitas Taheran, dan Sayyid Jalalluddin

Asytiyani yaitu guru besar di Universitas Masyhad. 19 Adapun murid-

murid yang lain yang juga terkenal adalah Sayyid Musa al-Shadr, Sayyid

al-Duktur Bahsyati, Sayyid al-Duktur Miftah, Syaikh al-Jawad al-Amȃli,

Syaikh Muhammadi, dan Syaikh Mishbah al-Yazdi.20

Dalam perjalanan hidupnya, Ṭabāṭabā’ī berhasil menjadi seorang ulama

besar di kalangan Syi’ah yangg cukup berpengaruh, selain dikenal sebagai

seorang mufassir al-Qur’an, beliau juga di kenal sebagai seorang tokoh

filosof Persia klasik pada abad 20. 21 Ali Iyazi mengatakan bahwa

Ṭabāṭabā’ī adalah satu dari hanya segelintir orang yang memberikan

sumbangan pemikiran keIslaman kontemporer dengan memberikan

mereka pemikiran secara mendalam, dan merupakan salah seorang

mufassir kontemporer Syi’ah Itsna ‘Asyariyyah.22

18 Ṭabāṭabā’ī, Tafsir al-Mizan: Mengupas Ayat-ayat Kepemimpinan, i. 19 Ṭabāṭabā’ī, Tafsir al-Mizan: Mengupas Ayat-ayat Kepemimpinan, i. 20 ‘Ali al-Alwi, “Tasdir” dalam al-Mizan fi Tafsir al-Qur’an, vol. 1, iv. 21 Salahuddin ahmed, a dictionary of Muslim Names, (New Delhi: Ranjeet

Nagar, 1999), 14. 22 Ali Iyazi, al-Mufassirûn Hayatuhum wa Manhȃjuhum, 704.

Page 31: PENCIPTAAN ADAM DALAM Al-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50293... · 2020. 2. 17. · Mentri Pendidikan dan Kebudayaan R.I. Nomer. 1987 dan Nomer: 0543b/U

16

Selain menulis, membimbing masyarakat, mengajarkan al-Qur’an dan

filsafat dengan melakukan kunjungan ke berbagai kota, beliau juga

mengajarkan tentang pengetahuan dan pemikiran keislaman kepada tiga

kelompok masyarakat yaitu: murid-murid tradisional yang menyebar ke

seluruh negri Iran, bahkan luar negri Iran sekalipun; kelompok mahasiswa

pilihan tentang ilmu ma’rifat dan tasawuf; dan orang-orang Iran

berpendidikan modern.23

Kepada mahasiswa-mahasiswa tertentu, Ṭabāṭabā’ī juga mengajarkan

pengetahuan yang mendalam mengenai ilmu ma’rifat dan seluk-beluk

perbandingannya, dimana dalam pertemuan tersebut, menghasilkan

diskusi atas teks-teks agama yang mengajarkan ilmu dan ajaran-ajaran

mistik, seperti Tao Te Ching, Upanishad dan Injil Yahya. Dalam kuliah-

kuliah tersebut Ṭabāṭabā’ī selalu berbuat perbandingan dengan tasawuf

dalam ajaran Islam.24

Usaha pembaharuan yang dilakukan Ṭabāṭabā’ī terlihat dari

keteguhannya dalam mengedepankan gagasan-gagasan filosofis Islam dan

menentang pemikiran-pemikiran materealistik yang pada saat itu mulai

membanjiri negara-negara Islam, termasuk Iran pada waktu itu. Dengan

komitmen yang demikian mendalam memegang nilai-nilai Islam,

Ṭabāṭabā’ī menggencerkan pemikiran filsafat dan spiritual Islam. Melalui

gagasan Mulla Sadra, beliau menentang filsafat dam pemikiran yang

berasal dari barat. Sebagaimana yang dikemukakan Sayyid Husein Nasr,

23 Dewi Murni, Kecerdasan Emosional Menurut Perspektif Al-Qur’an, Jurnal

Syahadah, Vol. V, No. 1, (April 2016), 6. 24 Ahmad Baidowi, Mengenal Thabathaba’i dan Kontroversi Nasikh Mansukh,

(Bandung: Nuansa Cendekia, 2005), 42.

Page 32: PENCIPTAAN ADAM DALAM Al-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50293... · 2020. 2. 17. · Mentri Pendidikan dan Kebudayaan R.I. Nomer. 1987 dan Nomer: 0543b/U

17

beliau merupakan salah seorang ulama yang sangat berperan bagi

kebangkitan kembali filsafat Islam tradisional di Iran.25

Kemudian Ṭabāṭabā’ī meninggal dunia pada tahun 1981 M. di kota

Qum, kabar meninggalnya tersebut, tersebar ke seluruh penjuru negeri.

Beliau dikuburkan di dekat pemakaman Sayyidah Fatimah al-ma’shumah

yaitu puteri dari imam Musa bin Ja’far.

B. Guru-guru dan Muridnya

Nama Allamah Ṭabāṭabā’ī sebagai ilmuan dan filosof dikenal bukan

hanya di Iran tapi juga di mancanegara. Banyak pemikir barat yang

datang ke Iran untuk bertemu dan berdiskusi dengan ulama besar ini, di

antaranya adalah pemikir terkenal di kalangan ilmuan Prancis, Henry

Corbin. Salah satu kelebihan yang ada pada diri Ṭabāṭabā’ī adalah

penguasaannya atas berbagai bidang disiplin ilmu. Ketekunan dalam

belajar telah membawanya menjadi salah satu ulama dan tokoh besar.26

Berikut nama-nama gurunya:

1. Miẓra Muhammad Husaini al-Naini (Ushul fiqh)

2. Syaikh Muhammad Husin al-Bimbani (Ushul fiqh)

3. Sayyid Abu Hasan Silwah (Ilmu Gramatikal)

4. Mizra ali al-Qadhi (Ilmu Tasawuf)

5. Sayyid Abu Qasim dan Husain al-Badikubi (Filsafat)

Dari beberapa bidang ilmu yang beliau pelajari, Ṭabāṭabā’ī lebih

tertarik pada pengetahuan-pengetahuan akliyah, oleh karena itu pemikiran

25 Ahmad Baidowi, Mengenal Thabathaba’i dan Kontroversi Nasikh mansukh,

41. 26 Purkon Hidayat, Politik Global dan Wacana Etika Religius Antara Tabatabai

dan Hamka, Jurnal ICMSES Volume 2, No 2, (Desember 2018), 138.

Page 33: PENCIPTAAN ADAM DALAM Al-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50293... · 2020. 2. 17. · Mentri Pendidikan dan Kebudayaan R.I. Nomer. 1987 dan Nomer: 0543b/U

18

Ṭabāṭabā’ī sangat dipengaruhi oleh gurunya Sayyid Abu al-Qasim dan

Mizra Ali al-Qadhi dalam bidang filsafat dan tasawuf.

Berikut murid-murid beliau:

1. Sayyid Abdullah Syirazi

2. Ayatullah Montazeri

3. Murtaḍā Muṭhārī

4. Ali Qouddusi

5. Dari para murid beliau yang terkenal dikalangan ulam Syi’ah maupun

Sunni adalah Murtaḍā Muṭhārī, banyaknya tulisan-tulisan beliau yang

tersebar luas di Indonesia.27

C. Karir dan Karya-karya Ṭabāṭabā’ī

Ṭabāṭabā’ī sebagai mana yang dikemukakan oleh Sayyed Hosein

Nasr, merupakan seorang ulama berbagai bidang disiplin ilmu

pengetahuan maupun keagamaan, juga meliputi Fikih, ushul fiqh, tasawuf

sampai kepada ilmu matematika dan filsafat sekalipun. Sebagai seorang

filosof, kecendrungannya terhadap filsafat bahkan sangat mewarnai

karya-karta intelektualnnya, termasuk kitab tafsirnya sendiri, Al-Mīzan fī

Tafsīr al-Qur’ān. Oleh Muhammoud Ayyub, kitab tafsir tersebut bahkan

dinilai sebagai karya yang selain bersifat filsafat juga bersifat hukum,

teologi, mistik, sosial dan ilmiah bahkan moderat dan polemis.

Sebenarnya bukan hal yang mengherankan apa bila karya Ṭabāṭabā’ī

sangat di warnai filsafat, mengingat, selain bahwa beliau adalah seorang

filosof, dan beliau juga seorang ulama yang dididik dari keluarga

beraliran Syi’ah. Sedangkan dalam Syi’ah, filsafat memperoleh posisi

27 Sayyid Ḥusein naṣr, Islam Syi’ah: Asal-usul dan Perkembangannya,

terj. Djohan Efendi (Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 1989), 22.

Page 34: PENCIPTAAN ADAM DALAM Al-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50293... · 2020. 2. 17. · Mentri Pendidikan dan Kebudayaan R.I. Nomer. 1987 dan Nomer: 0543b/U

19

yang sangat cukup penting sebagai salah satu cara untuk memahami

Islam. Sebagian besar karya beliau bahkan merupakan karya-karya

kefilsafatan.28

Ketika beliau memulai pelajaran-pelajaran dengan gramatika dan

sintaksis, ia begitu tetarik dan tak mampu betul-betul memahaminya.

Selama empat tahun beliau belum terlalu paham tentang ilmunya.

Seketika anugerah ilahi menyentuh dan mengubahnya, sehingga beliau

begitu antusias terhadap pelajaran dan tak sabar untuk mempelajari hal-

hal yang baru.29

Ṭabāṭabā’ī menggoreskan kepribadiannya yang mulia dengan mengisi

setiap waktunya dengan keilmuan, perjuangan, dan menulis beberapa

buku. Leluasan wawasan intlektual Ṭabāṭabā’ī tampak dengan karya-

karya besar yang telah ditulisnya, karya-karya tersebut ada yang berupa

buku, kitab, dan esai.30 Berikut ini adalah karangan-karangan beliau yang

di tulis ketika belajar di Najaf:

1. Resale dar Borhan (Risalah [Monografi] tentang Penalaran)

2. Resele dar Moghalata (Risalah tentang Sofistri)

3. Resale dar Tahiti (Risalah tentang Analisis)

4. Resale dar Tarkit (Risalah tentang Susunan)

5. Resale dar E’tebariyat (Risalah tentang Gagasan-gagasan mengenai

Asal-Usul Manusia)

28 Ahmad Baidowi, Mengenal Ṭabāṭabā’ī dan Kontroversi Nasikh mansukh,

(Bandung: Nuansa Cendekia, 2005), 45. 29 ‘Allamah sayyid Muhammad Husain Ṭabāṭabā’ī, Inilah Islam: Upaya

Memahami Islam Secara Mudah, terj. Ahsin Muhammad (Jakarta: Sadra Pres, 2011),

11. 30 ‘Ali al-Alwi, “Tasdir” dalam al-Mizan fi Tafsir al-Qur’an, vol. 1, v.

Page 35: PENCIPTAAN ADAM DALAM Al-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50293... · 2020. 2. 17. · Mentri Pendidikan dan Kebudayaan R.I. Nomer. 1987 dan Nomer: 0543b/U

20

6. Resale dar Nobovvat va Manamat (Risalah tentang Nubuat dan

Mimpi-mimpi).

Selain itu beliau juga membuat karya-karya selama tinggal di Tibriz.

Karya-karya itu antara lain adalah:

1. Resale dar Nonovvat va Manat (Risalah tentang Nubuat dan Mimpi-

mimpi)

2. Resale dar Asma’ va Safat (Risalah tentang Nama-nama dan Sifat-

sifat)

3. Resale dar Af’al (Risalah tentang Perbuatan-perbuatan [ilahiah])

4. Resale dar Vasa’et Miyan-e Khoda-e Khoda va Ensan (Risalah

tentang Perantaraan antara Tuhan dan Manusia)

5. Resale dar Ensan Qabl ad-Donya (Risalah tentang Manusia Sebelum

Kehidupan di Dunia

6. Resale dar Ensan fi’d-Donya (Risalah tentang Manusia di Dunia)

7. Resale dar Ensan Ba’d ad-Donya (Risalah Tentang Manusia Sesudah

Kehidupan di Dunk)

8. Resale dar Velayat (Risalah tentang Wilayah)

9. Resale dar nobovvat (Risalah tentang Kenabian)

(Dalam risalah-risalah ini, dibuat perbandingan antara bentuk

pengetahuan rasional dengan bentuk pengetahuan naratif Ketab-e Selsela-

ye Tabattata’i dar Azarbayjan [Kitab Silsilah Thabathaba’i di

Azerbaijan]).

Berikut adalah karya-karya yang di tulis di Qum:

1. Tafsir Al-Mizan, diterbitkan ke dalam 20 jilid. Di dalam karya ini, Al-

Qur’anul Karim dijelaskan dengan cara yang belum pernah dilakukan

orang sebelumnya, penafsiran ayat dengan ayat yang lainya.

Page 36: PENCIPTAAN ADAM DALAM Al-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50293... · 2020. 2. 17. · Mentri Pendidikan dan Kebudayaan R.I. Nomer. 1987 dan Nomer: 0543b/U

21

2. Ushu-e Falsafe (Ravesh-e Re’alism) (Prinsip-prinsip filsafat [Metode

Realisme]). Karya ini membahas tentang filsafat-filsafat Barat dan

filsafat Timut, lima jilid.

3. Anotasi untuk Kifayat Al-Ushul

4. Anotasi untuk Mulla Sadra, Al-Asfar Al-Arba’ab, diterbitkan ke

dalam sembilan jilid.

5. Veby, ya Sho’ure-e Marmuz (Wahyu atau Kesadaran Mistik).

6. Do Resale dar Velayat va Hokumat-e Eslami (Dua Risalah tentang

Pemerintah Islam dan Wilayah)

7. Mosabeha-ye Sal-e 1338 ba Propesor Korban, Mostashreq-e

Faransavi (Wawancara-wawancara tahun 1959 dengan Professor

Henry Corbin, Orientalis Prancis. Baru-baru ini diterbitkan kembali

dalam satu jilid dengan judul Shi’a [Syi’ah]).

8. Mosabaha-ye Sal-e 1339 va 1340 ba Profesor Korban. Wawancara-

wawancara tahun 1960 dan 1961 dengan Profesor Henry Corbin.

Diterbitkn dalam satu jilid dengan judul Resalat-e Tashayyo’ dar

Donya-ye Emruz (Misi Syi’ah di Dunia Masa Kini).

9. Resale dar E’jaz (Risalah tentang Mukjizat).

10. Ali wa Al-Fasafab Al-Ilahiyah (‘Ali dan Falsafat Ketuhanan). Juga

diterjemahkan dan diterbitkan dalam bahasa Parsi.

11. Shi’a dar Eslam (Islam Syi’ah).

12. Qor’an dar Eslam Qu’an dalam Islam.

13. Majmu’e-ye Maqalat, Porsheshha va Posokha, Bahsha-ye Motafarge-

ye ‘Elmi, Falsafi, va ... (Kumpulan artikel, pernyataan, dan jawaban,

serta diskusi keilmuan, filosofis, dan lain-lain).

Page 37: PENCIPTAAN ADAM DALAM Al-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50293... · 2020. 2. 17. · Mentri Pendidikan dan Kebudayaan R.I. Nomer. 1987 dan Nomer: 0543b/U

22

14. Sunan Al-Nabi (Sunah-Sunah Nabi). Diterbitkan ke dalam 400

halaman dengan disertai terjemahan dan kajian oleh Mohammad Hadi

Feqhi.31

Keseluruhan karya-karya Ṭabāṭabā’ī, sebagai mana yang diungkapkan

dalam majalah Shawt al-Ummah, mencapai sekitar 50 buah. Di antaranya

berupa artikel-artikel yang dimuat oleh media massa. Kitab beliau, Tafsir

al-Mizan yang terdiri dari 20 jilid merupakan karyanya yang paling besar

dan monumental, yang oleh Shawt al-Ummah dinilai sebagai tafsir al-

Qur’an yang paling Agung dan paling baik. Hal ini terlihat jelas dalam

berbagai kajian yang dilakukanya sebagaiman yang tertuang dalam

berbagai karyanya. Bahkan Islam Syi’ah misalnya, sangat

memperlihatkan keteguhan Ṭabāṭabā’ī berpegang pada mazhab Syi’ah.32

Di bidang akhlak praktis, Thabathaba’i meninggalkan karya yang di

beri judul Lubbul Lubab. Selain itu beliau juga menulis buku tentang

sejarah dan pesan moral Nabi Muhammad SAW yang berjudul Sunan al-

Nabi yang merupakan kumpulan materi pelajaran ahklak beliau.

Thabathaba’i juga menulis “Ringkasan Pelajaran Agama Islam dan

Hubungan Sosial dalam Islam” dalam upaya untuk mengenalkan agama

Islam secara singkat dan padat.33

D. Pandangan Ulama terhadap Ṭabāṭabā’ī

Pandangan Jalaluddin Rahmat mengemumakan pendapatnya bahwa

penafsiran al-Qur’an dengan al-Qur’an dinilai oleh para ulama sebagai

paling shahih. Para mufassir telah menyepakati bahwa menjelaskan ayat

31 ‘Allamah sayyid Muhammad Husain Ṭabāṭabā’ī, Inilah Islam: Upaya

Memahami Islam Secara Mudah, 13. 32 Ahmad Baidowi, Mengenal Ṭabāṭabā’ī dan Kontroversi Nasikh mansukh, 47. 33 Purkon Hidayat, Politik Global dan Wacana Etika Religius Antara Tabatabai

dan Hamka, 139.

Page 38: PENCIPTAAN ADAM DALAM Al-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50293... · 2020. 2. 17. · Mentri Pendidikan dan Kebudayaan R.I. Nomer. 1987 dan Nomer: 0543b/U

23

dengan alat yang lain dan kedua ayat itu saling menerangkan salah satu

diantara keduanya. Pendapat ini senada juga dengan pandangan al-

Asfahani, bahwa tidak semua ayat tidak bisa dipahami secara akal karena

ada ayat-ayat yang berkaitan dengan ayat-ayat yang lain. Khusus bagi

kalangan ulama Syi’ah, Fazlurrahman menilai bahwa Ṭabāṭabā’ī

meminimalkan subyektifitas.34 Bahkan Sayyed Husein nashr mengatakan

bahwa Ṭabāṭabā’ī merupakan lambang kepermanenan tradisi keserjanaan

pengetahuan Islam.35

Menafsirkan al-Qur’an dengan cara mangaitkan ayat yang satu

dengan yang lain (yang kemudian dikenal dengan penafsiran al-Qur’an

dengan al-Qur’an) yang oleh Ṭabāṭabā’ī dinilai sebagai cara yang valid

ini, pada dasarnya merupakan hal yang umum dikalangan mufassir, meski

dalam aplikasinya kemudian terjadi berbagai perbedaan pendapat, dan

Ṭabāṭabā’ī digolongkan sebagai para filosof dan pemikir besar yang di

dunia modern.36

Menurut Abu al-Qasīm Razzīqī bahwa tafsir yang di karang oleh

Ṭabāṭabā’ī memberikan sebuah pemahaman yang lebih baik dan intruksi

yang lebih efektif untuk sampai memahami pada makna yang tersirat

dalam teks yang paling tinggi kedudukannya dalam islam, kemudian

gagasan-gagasan materealistik telah sangat mendominasi, menjadi sebuah

kebutuhan besar bagi wacana rasional dan filosofis yang kemungkinan

mengelaborasikan prinsip-prinsip intelelektual dan doktrin dalam islam

34 Jalaluddin Rahmat, Pengantar Islam dan Tentang Modernitas (Bandung:

Mizan, 1989), 27. 35 Ahmad Baidowi, Mengenal Ṭabāṭabā’ī dan Kontroversi Nasikh mansukh, 1. 36 Ibn Taimiyah, Muqaddimah Fī Ushūl Tafsīr (Beirut: Dar al-Fikr, 1392), 93.

Page 39: PENCIPTAAN ADAM DALAM Al-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50293... · 2020. 2. 17. · Mentri Pendidikan dan Kebudayaan R.I. Nomer. 1987 dan Nomer: 0543b/U

24

dengan mengemukakan argument-argument rasional dalam rangka

mempertahankan posisi Islam.37

E. Metode dalam Penafsiran

Dalam Islam, keberadaan al-Qur’an menempati posisi sentral sebagai

sumber hukum yang utama. Ketinggian posisi al-Qur’an itu

menempatkannya menjadi satu pandangan hidup yang harus dijadikan

sebagai parameter dalam setiap aktivitas kehidupan umat Islam.

Pandangan inilah yang harus mendasari bahawa al-Qur’an menjadi mutlak

harus dipahami. Sebab, tanpa al-Qur’an itu bisa dipahami, maka mustahil

umat Islam akan berhasil mengamalkan pesan-pesan yang dikandungnya

secara utuh dan benar.38

Metode penafsiran yang digunakan oleh Ṭabāṭabā’ī dalam

menafsirkan al-Qur’an sejauh ini penulis dapat menyimpulkan sebagai

metode tahlili39, yaitu suatu metode yang digunakan oleh sebagian para

penafsir dalam menafsirkan al-Qur’an. Melalui penguraian makna yang

terkandung dalam ayat-ayat al-Qur’an dengan mengikuti tata tertib urutan

surat dan ayat-ayat al-Qur’an yang diikuti oleh sedikit banyak analisa

tentang kandungan ayat-ayat tersebut. 40

37 Abu al-Qasīm Razzīqī, Pengantar pada Tafsir al-Mizan, terj. Nurul Agustina

(Jakarta: Al-Hikmah,1991), 6. 38 Ahmad Baidowi, Mengenal Ṭabāṭabā’ī dan Kontroversi Nasikh mansukh

(Bandung: Nuansa Cendekia, 2005), 51. 39 Metode tahlili, berasal dari kata hallala yahallilu, Tahlili yang berarti

menguraikan atau menganalisi. Metode tahlili adalah tafsir yang menyoroti ayat-ayat al-

Qur’an dengan memaparkan segala makna dan aspek yang terkandung didalanya sesuai

urutan bacaan yang terdapat didalam al-Qur’an Mushaf Usmani. Tafsir ini disebut juga

dengan tajz’i (parsial). Lihat M. Quraish Shihab, Tafsir al-Qur’an al-Karim, 5. Lihat

juga: Manna al-Qatan, Sejarah Ulumul al-Qur’an (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1999), 172-

179. 40 Ahmad Izzan, Metodologi Ilmu Tafsir (Bandung: Tafakur, 2009), 103.

Page 40: PENCIPTAAN ADAM DALAM Al-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50293... · 2020. 2. 17. · Mentri Pendidikan dan Kebudayaan R.I. Nomer. 1987 dan Nomer: 0543b/U

25

Menafsirkan al-Qur’an dengan cara mengaitkan satu ayat dengan ayat

yang lainya (yang kemudian dikenal penafsiran al-Qur’an dengan al-

Qur’an) yang oleh Ṭabāṭabā’ī dinilai sebagai cara menafsirkan yang paling

valid ini pada dasarnya merupakan hal yang umum di kalangan mufassir,

meski dalam aplikasinya kemudian terjadi berbagai perbedaan. Beberapa

mufassir, seperti Ibn Taimiyah dan Al-Zamakhsyari menilai cara

penafsiran tersebut sebagai yang paling baik. Fazlur Rahman menilainya

sebagai cara yang dapat meminimalkan subyektifitas. Kalangan ulama

Syi’ah sendiri berpendapat, bahwa menafsirkan al-Qur’an dengan al-

Qur’an merupakan metode yang dipraktikkan oleh ahlul bait dan

karenanya harus diikuti.41

Ṭabāṭabā’ī dalam karya monumentalnya, tafsir al-Mīzan membahas

berbagai macam isu penting secara mendalam yang masih relevan hingga

kini. Ia menanggapi wawancara yang datang dari Timur dan Barat dan

menyampaikan pandangannya dengan baik, yang kadang disertai

kritikannya yang tajam.42 Sebagaimana ditegaskan sendiri oleh Ṭabāṭabā’ī

bahwa dalam menafsirkan al-Mizan menggunakan metode atau kaidah

tafsir al-Qur’an dengan al-Qur’an, konsisten termasuk menyangkut

masalah akidah dan kisah-kisah. Sementara metode penafsiran metode

tahlili ini menggunakan dua pendekatan sekaligus yaitu bi al-ma’tsur dan

bi al-ra’yi, adapun menurut ‘Ali al-Usi dan al-Iyazi. Jenis bi al-ma’tsurnya

al-mizan adalah dengan cara maudu’i.

Namun, jenis al-ma’tsurnya tafsir al-Mīzan berbeda, misalnya, dengan

tafsir al-Thabari. Hal ini, karena al-Mizan, sebagai kitab tafsir yang

bercorak syi’ah, juga di dasarkan pendapat oleh para imam yang diyakini

41 Ahmad Baidowi, Mengenal Ṭabāṭabā’ī dan Kontroversi Nasikh Mansukh, 57. 42 Jurnal ICMES Volume 2, No. 2 Desember 2018, 139.

Page 41: PENCIPTAAN ADAM DALAM Al-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50293... · 2020. 2. 17. · Mentri Pendidikan dan Kebudayaan R.I. Nomer. 1987 dan Nomer: 0543b/U

26

sebagai orang maksum.bahkan Ṭabāṭabā’ī juga menggunakan rasio untuk

memahami ayat, terutama ayat-ayat yang menuntutnya untuk dijelaskan

secara filosofis dan login, seperti masalah tauhid, ‘ishmah, keadilan

Tuhan, perbuatan manusia antara jabr dan qadr.43

Tafsir ini mulai disusun oleh Ṭabāṭabā’ī ketika beliau menetap dan

mengajar di Qum, tafsir ini ditulis bukan saja sebagai respon atas

permintaan para ulama untuk membangkitkan kajian ayat al-Qur’an saja,

akan tetapi yang lebih dominan pada waktu itu kajian filsafat dan fiqh, dua

ilmu ini masih menjadi primadona atau mahkota ilmu-ilmu rasional dan

ilmu-ilmu tradisional dimana antara ulama keduanyan saling bertentangan,

namun juga karna di Hamzah belum ada program kajian rafsir, permintaan

itu ditanggapi secara positif oleh Thabathaba’i dengan menggunakan

kajian tafsir dan filsafat setiap malam kamis yang dihadiri oleh sejumlah

murid yang kelak kemudian hari menjadi pewaris pandangan-

pandangannya.44

Adapun sistematika penulisan kitab tafsir ini mengikuti sistematika

tartib mushafi, yaitu menyusun tafsir berdasarkan susunan ayat-ayat dan

surat-surat dalam penyusunan mushaf al-Qur’an yang di awali dengan

surat al-Fatihah hingga diakhiri dengan surat al-Nas. 45 Secara umum,

sistematika yang dipakai oleh Ṭabāṭabā’ī di dalam kitab tafsirnya tidak

jauh berbeda dengan sistematika dalam karya-karya tafsir yang lainya.

‘Ali al-Awsi memetakan sistematika yang di pakai Ṭabāṭabā’ī dalam

menyusun kitab tafsirnya ini. Ṭabāṭabā’ī di dalam menafsirkan ayat-ayat

43 Husnul Hakim IMZI, Ensiklopedi Kitab-kitab Tafsir, Kumpulan Kitab-Kitab

Tafsir dari Masa Klasik Sampai Masa Kontemporer, 190. 44 Ṭabāṭabā’ī, Millah Ibrahimiyyah dalam Tafsir Al-Mizan Fi Tafsir al-Qur’an,

h. 87. 45 M. Zen Assegaf, Konsep Tawhid Ṭabāṭabā’ī dalam Tafsir al-Mizan

(Tangerang: Penerbit YPM, 2012), 7.

Page 42: PENCIPTAAN ADAM DALAM Al-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50293... · 2020. 2. 17. · Mentri Pendidikan dan Kebudayaan R.I. Nomer. 1987 dan Nomer: 0543b/U

27

membaginya menjadi kelompok tersendiri yang dipandang sebagai satu

topik, sehingga terkadang muncul satu ayat, atau beberapa ayat yang

lainya, bahkan sepuluh ayat atau lebih yang dirangkum menjadi satu

kelompok.46

Dalam penafsiranya Ṭabāṭabā’ī merujuk pada masa penafsiran priode

pertama yang menfsirkan ayat per ayat yang di jekaskan oleh ayat yang

lainya serta berhubungan dengat ayat-ayat yang di jelaskan dari beberapa

riwayat saja. Dengan begitu Ṭabāṭabā’ī mengambil nama al-Mizan

(dengan judul aslinya al-Mīzan Fī Tafsīr al-Qur’an), yang memiliki

pertimbangan makna suatu yang digunakan untuk mengukur penafsiran

pada masa itu. Oleh karena itu beliau menggabungkan corak penafsir pada

masa priode awal dan priode kedua untuk menjelaskan tafsir al-Qur’an

melalui penafsiran ayat per ayat yang kemudian dijelaskan lagi oleh

riwayat-riwayat pada masa sebelumnya.

Ṭabāṭabā’ī melihat pada zaman Rasulullah, seperti Ibnu Abbas,

Abdullah bi Umar, Ubay bin Ka’ab dan para penafsir lain pada masa

priode pertama, penafsiran pada masa itu tidak lebih menjelaskan ayat-

ayat sekalian dengan sastra dan asbab an-nuzul47, dan sedikit sekali yang

menjelaskan ayat dengan ayat, demikian juga sedikit yang menggunakan

riwayat dari Nabi tentang peristiwa sejarah, realita dan yang lain-lain.

46 ‘Ali al-Alwi, “Tasdir” dalam al-Mizan fi Tafsir al-Qur’an, vol. 1, viii. 47 Asbab an-nuzal adalah merupakan salah satu manifestasi kebijak sanaan Allah

dalam membimbing hamba-Nya. Dengan adanya asbab an-nuzul, akan lebih tampak

keabsahan al-Quran bebagai petunjuk yang sesuai dengan kebutuhan dan kesanggupan

manusia. Sebagai mana menurut al-Zarkasyi sebab turunya ayat al-Qur’an ada dua

kemungkinan: 1. Adanya pertanyaan yang ditujukan kepada Nabi; dan 2. Adanya

peristiwa tertentu yang bukan dalam bentuk pertanyaan. Kemungkinan yang pertama,

misalnya turunya atay 85 dari al-Isra’, dan yang kedua,misalnya, turunnya, ayat 113 dari

surat at’Taubah, Lihat: Nasruddin Baidan, Wawasan Baru Ilmu Tafsir (Yogyakarta,

Pustaka Pelajar. 2005), 132.

Page 43: PENCIPTAAN ADAM DALAM Al-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50293... · 2020. 2. 17. · Mentri Pendidikan dan Kebudayaan R.I. Nomer. 1987 dan Nomer: 0543b/U

28

Ṭabāṭabā’ī mengatakan bahwa setiap mufassir telah memandang al-

Qur’an dari sudut pandang intelektual yang menginterpretasikan

berdasarkan keinginan. Atas dasar itulah beliau mencoba mengangkat satu

corak penafsir bukan hanya dari satu kandungan al-Qur’an, akan tetapi

beliau menghubungkan satu ayat dengan ayat yang lainya maupun dari

riwayat satu ke yang lainnya, serta kisah-kisah yang berkaitan dengan ayat

yang di tafsirkan.48

Ṭabāṭabā’ī menjelaskan ayat dengan berpedoman kepada para pakar

dari berbagai pakar ilmu, seperti tafsir, hadis, tarikh, dan lain-lain, baik

yang bersumber dari para Imam Syi’ah Imamiyah, maupun dari kalangan

ulama sunni. Ini dimaksudkan untuk menyingkap sisi-sisi pembahasan

yang dikehendaki oleh tema tersebut dan menjaga kejujuran pandanganya

terhadap pandangan yang dibahas.

Misalnya tentang kedudukan basmallah, baik dalam surat al-Fatihah,

maupun surat-surat yang lainya. Ṭabāṭabā’ī mengambil beberapa riwayat

dari para imam, di antaranya:

عليه وسلم كان عن أمير المؤمنين عليه السلام أنها من الفاتحة وأن رسول الله صلي الله يقرؤها ويعدهاأيةمنها ويقول فاتحة الكتاب هي السبع المثاني

“Dari Amir al-Mu’minin (‘Ali bin Abi Thalib) as. Bahwasanya

basmalah termasuk dai surat al-Fatihah, dan Rasulullah Saw.

Selalu membacanya, serta menganggapnya sebagian darinya.

Beliau juga bersabda: ‘surat al-Fatihah adalah al-sab’ al-Masani’.”

Hadis tersebut menyatakan bahwa basmalah adalah salah satu ayat

dari al-Fatihah. Sementara, dalam beberapa riwayat yang lain menyatakan

bahwa basmalah juga termasuk salah satu ayat dari semua surat yang ada

dalam al-Qur’an, kecuali surat al-Bara’ah, dan ini tidak ada perselisihan

pendapat diantara mereka.

48 Muhammad Husain Ṭabāṭabā’ī, Al-Mizan Fi tafsir al-Qur’an, jilid 1 (Taheran:

Dar al-Kutub al-Islamiyah, 1392), 10.

Page 44: PENCIPTAAN ADAM DALAM Al-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50293... · 2020. 2. 17. · Mentri Pendidikan dan Kebudayaan R.I. Nomer. 1987 dan Nomer: 0543b/U

29

Selanjutnya, beliau juga mengambil beberapa riwayat dari ulama

sunni, diantaranya adalah riwayat Muslim, al-Daruqutni, dan Abu Daud.

Misalnya dalam riwayat Muslim:

الرحمن ورة فقرأ : بسم الله رسول الله صلي الله عليه وسلم: أنزل علي انفا س عن أنس قال ر(...الرحيم )انا أعطيناك الكوث

“Dari Anas, Rasulullah Saw. Bersabda: baru saja turun kepadaku satu

surat, lalu beliau membaca رالكوثبسم الله الرحمن الرحيم انا أعطيناك ”

Berdasarkan pada kedua hadis di atas, Ṭabāṭabā’ī memberikan

kesimpulan bahwa basmalah, baik di kalangan Syi’ah maupun sunni

sesuai dengan hadis yang diriwayatkan oleh Muslim di atas, bukan hanya

bagian dari surat al-Fatihah saja, namun ia termasuk dari salah satu ayat

dari seluruh surat yang ada dalam surat al-Qur’an selain surat al-Bara’ah.

Sementara, di kalangan ulama sunni terdapat perbedaan pendapat tentang

hukum basmalah ini, yang terbagi dalam tiga pendapat: pertama,

basmalah termasuk salah satu ayat dari al-Fatihah dan surat-surat yang

lain; kedua, basmalah bukan termasuk bagian dari ayat, baik al-Fatihah

maupun surat lainnya; ketiga, basmalah termasuk salah satu ayat al-

Qur’an, yang berfungsi untuk memisahkan antara satu surat dengan surat

yang lainnya, dan bukan termasuk salah satu ayat dari surat al-Fatihah.

Dalam teknik penafsirannya, Ṭabāṭabā’ī mengambil beberapa ayat,

lalu disusun dalam satu konteks bahasan. Selanjutnya dijelaskan tujuan

pokok dan kandungan globalnya, kemudian dijelaskan ayat per ayat.49

Kaitanya dalam memahami masalah dalam pemahaman ayat al-

Qur’an, Thabathaba’i berasumsi bahwa seluruh ayat al-Qur’an, tanpa

kecuali, bisa dipahami. Al-Qur’an yang merupakan hudan li al-ālamīn

bukanlah sebuah kitab suci yang sia-sia kehadirannya. Sebagai hudan li

al- ālamīn, tak satupun di antara ayat-ayat al-Qur’an yang maknanya tak

49 Husnul Hakim IMZI, Ensiklopedi Kitab-kitab Tafsir, Kumpulan Kitab-Kitab

Tafsir dari Masa Klasik Sampai Masa Kontemporer, 192.

Page 45: PENCIPTAAN ADAM DALAM Al-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50293... · 2020. 2. 17. · Mentri Pendidikan dan Kebudayaan R.I. Nomer. 1987 dan Nomer: 0543b/U

30

bisa diketahui. Dalam pandangan Ṭabāṭabā’ī, al-Qur’an berbicara kepada

manusia dengan bahasa yang sederhana dan jelas. Bukti bahwa al-Qur’an

itu sederhana dan jelas adalah bahwa, setiap orang yang bisa memahami

bahasa Arab dapat mengetahui makna ayat-ayatnya secara persis dan

mendalam sebagaimana ia mengetahui perkataan Arab.50

Ṭabāṭabā’ī melaui perenungan yang mendalam mengatakan bahwa

ada beberapa alasan mengapa menyembah berhala itu adalah bentuk

pelarangan, karena penyembahan semacam itu merupakan bentuk

kepatuhan kepada selain Allah, bukan berarti semata-mata menyembah

berhala namun bahkan menyembah syetan. Padahal Allah menyatakan

bahwa, alam a’had ilaikum yā banī ādam an ka ta’budū al-syayhān (Qs.

Yāsīn: 60). Dengan analisis yang lain diketahui bahwa tidak ada

perbedaan antara ketaatan pada diri sendiri dan ketaatan pada yang lain

karena mengikuti hawa nafsu merupakan satu buah penyembahan kepada

selain Allah, seperti firmannya, afarayta man ittakhadza ilāhah hawah

(Qs. Al-Jatṣiyah 23).51

50 Ahmad Baidowi, Mengenal Ṭabāṭabā’ī dan Kontroversi Nasikh mansukh, 52. 51 Ahmad Baidowi, Mengenal Ṭabāṭabā’ī dan Kontroversi Nasikh mansukh, 59.

Page 46: PENCIPTAAN ADAM DALAM Al-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50293... · 2020. 2. 17. · Mentri Pendidikan dan Kebudayaan R.I. Nomer. 1987 dan Nomer: 0543b/U

31

BAB III

ANALISIS PENAFSIRAN TERHADAP AYAT-AYAT

PENCIPTAAN

Pada bagian ini penulis akan membahas penafsiran ayat-ayat tentang

penciptaan adam dari beberapa kalangan ulama tafsir klasik hingga

modern yang kemudian akan memperlihatkan beberapa sudut pandang

diantara mereka. Selain itu, penciptaan Adam yang dimaksud pada bab ini

secara universal dalam pandangan ulama klasik dan modern yang merujuk

kepada penelitian-penelitian yang terkait dengan penafsiran penciptaan

adam.

A. Penafsiran Ulama Klasik

1. Tafsir Ibn Katsīr

فسد جعل فيها من يتا ا

وال ق

ليفة

رض خ

ي جاعل فى ال

ة ان

ك ى

ملك لل ال رب

قفيها واذ

مون عل ت

م ما ل

علي ا

ال ان

ك ق

س ل

د قح بحمدك ون

سب حن ن

ء ون

ما

٣٠ويسفك الد

ؤل

ء ه سما

وني با

بـنال ا

قة ف

ك ى

ل ى ال

م عرضهم عل

ها ث

لء ك

سما

دم ال

م ا

وعل

نتم ء ان ك

دقين حكيم ٣١ص عليم ال

ت ال

نك ا متنا ان

ما عل

ال

نام ل

عل

نك ل وا سبح

ال ٣٢ق

“dan (ingatlah) ketika tuhanmu brtfirman kepada para malaikat,

“Aku Hendak Menjadikan khilafah dimuka bumi”. Mereka berkata

“Apakah Engkau hendak menjadikan seorang yang merusak dan

menumpahkan darah di sana, sedangkan kami bertasbih memuji-

Mu dan menyucikan nama-Mu?” Dia berfirman “Seungguh, Aku

mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.”

Ibn Katsir memulai pendaparnya dengan mengartikan bahwa Allah

Swt. menggambarkan perihal karunia yang dianugerahkan-Nya

Page 47: PENCIPTAAN ADAM DALAM Al-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50293... · 2020. 2. 17. · Mentri Pendidikan dan Kebudayaan R.I. Nomer. 1987 dan Nomer: 0543b/U

32

kepada Bani Adam,1 yaitu sebagai mahluk yang mulia dengan menyebut

keistimewaan di hadapan makhluk yang tinggi yaitu para malaikat

sebelum menciptakannya. Yakni suatu kaum yang akan menggantikan

satu sama lain, masa demi masa, dan generasi demi generasi, sebagaimana

yang difirmankan oleh Allah, “Dialah yang menjadikan kamu sebagai

khalifah-khalifah di bumi.” (fathir: 39) Oleh sebab itu penafsiran khalifah

yang benar itu seperti yang di atas, bukan pendapat orang yang

mengatakan bahwa Adam merupakan khalifah Allah di bumi dengan

berdalilkan firman Allah “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan khalifah

di bumi”.2

Allah Ta’ala berfirman,

ة ك ى

ملك لل ال رب

ق (٣۰)البقرة: واذ

“Ingatlah ketika Tuhan-Mu berfirman kepada para Malaikat. (Al-

Baqarah: 30)

Yakni yang dimaksud ialah ‘hai wahai Muhammad, ingatlah ketika

Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, dan ceritakanlah hal ini kepada

kaummu’.

Pengertian lahiriah Nabi Adam a.s. saat itu masih belum keliatan di

alam wujud. Karena jikalau sudah ada, berarti ucapan para malaikat yang

disitir oleh firman-Nya dinilai kurang sesuai, yaitu:

ء ما

فسد فيها ويسفك الد جعل فيها من يت (٣۰)البقرة: ا

1 Al-Imām Abī Al-Fidā’ Al-Hāfīz Ibn Katsīr Al-Dimasyqī, Tafsir Al-Qur’an Al-

Azīm, Juz I (Beirut: Maktabah Al-Nûr Al-‘Ilmiyyah,1992), 358. 2 Muhammad Nasib ar-Rifa’i, Taisīru al-Aliyyul Qadīr li Ikhtisāri Tafsir Ibn

Katsīr, jilid I (Jakarta: Gema Insani, 1999), 104

Page 48: PENCIPTAAN ADAM DALAM Al-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50293... · 2020. 2. 17. · Mentri Pendidikan dan Kebudayaan R.I. Nomer. 1987 dan Nomer: 0543b/U

33

“Mengapa engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang

yang akan berbuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah?

(Al-Baqarah: 30)”

Karena sesungguhnya mereka (para malikat) bermaksud bahwa di

antara jenis makhluk ini ada orang-orang yang melakukan hal tersebut,

seakan akan mereka mengetahui hal tersebut melalui ilmu yang khusus,

atau melalui apa yang mereka pahami dari watak manusia. Karena Allah

Swt. Memberitahukan kepada mereka bahwa Dia akan menciptakan

makhluk dari jenis manusia yang diciptakan dati tanah liat kering yang

berasal dari lumpur hitam. Atau mereka berpemahaman bahwa yang

dimaksud dengan khilafah ialah orang yang melerai persengketaan

diantara manusia, yaitu memutuskan hukum terhadap apa yang terjadi di

kalangan mereka menyangkut perkara-perkara penganiayaan, dan

melarang mereka melakukan perbuatan –perbuatan yng diharamkan serta

dosa-dosa.

Selanjutnya bahwa Ibnu Katsir mengatakan bahwa ucapan para

malaikat ini bukan dimaksudkan menentang atau memprotes Allah, bukan

pula karena dorongan dengki terhadap manusia, sebagaiman yang diduga

oleh sebagian para ulama tafsir. Sesungguhnya Allah Swt. mensifati para

malaikat; mereka tidak pernah mendahului firman Allah Swt., yakni tidak

pernah menanyakan sesuatu kepada-Nya yang tidak diizinkan bagi mereka

mengemukakannya.

Dalam ayat ini (diriwayatkan bahwa) ketika Allah memberitahukan

kepada mereka bahwa Dia akan menciptakan di bumi suatu makhluk –

menurut Qatadah-, para malaikat telah mengetahui sebelumnya bahwa

makhluk-makhluk tersebut gemar menimbulkan kerusakan padanya (di

bumi) maka mereka mengatakan:

Page 49: PENCIPTAAN ADAM DALAM Al-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50293... · 2020. 2. 17. · Mentri Pendidikan dan Kebudayaan R.I. Nomer. 1987 dan Nomer: 0543b/U

34

جعل فيه تء ا

ما

فسد فيها ويسفك الد (٣۰)البقرة: ا من ي

“Mengapa engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang

yang akan berbuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah?

(Al-Baqarah: 30)”

Pernyataan Ibn Katsir Sesungguhnya kalimat ini merupakan

pertanyaan meminta informasi dan pengetahuan tentang hikmah yang

terkandung di dalam penciptaan itu. Mereka mengatakan, “Wahai Tuhan

kami, apakah hikmah yang terkandung dalam penciptaan mereka, padahal

diantara mereka ada orang-orang yang suka membuat kerusakan di muka

bumi ini dan menumpahkan darah? Jika yang dimaksudkan agar Engkau

disembah,” yakni kami akan selau beribadah kepada-Mu, sebagaimana

yang akan disebutkan nanti. Dengan kata lain (seakan-akan para malaikat

mengatakan), “kami tidak melakukan sesuatu hal apapun dari itu

(kerusakan dan menumpahkan darah), maka mengapa Engkau tidak cukup

hanya dengan kami para malaikat saja?”3

Allah Swt. Berfirman menjawab pertanyaan tersebut:

مون عل ت

م ما ل

علي ا

(٣۰)البقرة: ان

“Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kalian ketahui.

(Al-Baqarah: 30)”

Dengan kata lain, Ibnu Katsir mengatakan seakan-akan Allah

bermaksud bahwa sesungguhnya Aku mengetahui hal-hal yang tidak

kalian ketahui menyangkut kemaslahatan yang jauh lebih kuat dalam

proses penciptaan dari jenis makhlu ini daripada kerusakan-kerusakan

yang kalian sebut itu. Karena sesungguhnya Aku akan menjadikan dari

kalangan mereka nabi-nabi dan rasul-rasul; diantara mereka akan

3 Al-Imām Abī Al-Fidā’ Al-Hāfīz Ibn Katsīr Al-Dimasyqī, Tafsir Al-Qur’an Al-

Azīm, 361.

Page 50: PENCIPTAAN ADAM DALAM Al-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50293... · 2020. 2. 17. · Mentri Pendidikan dan Kebudayaan R.I. Nomer. 1987 dan Nomer: 0543b/U

35

melahirkan para siddiqin, para syuhada, orang saleh, ahli ibadah, ahli

zuhud, para wali, orang-orang bertakwa, para muqarrabin, para ulama

yang mengamalkan ilmunya, orang-orang yang khusuk dalam beramal

saleh, dan orang-orang yang cinta kepada Allah Swt. Serta mengikuti jejak

para rasul-rasul-Nya.

Maksudnya, keberadaan iblis diantara kalian dan keadaan penciptaan

ini tidaklah sebagaimana yang kalian gambarkan itu. Menurut pendapat

yang lain, bahkan ucapan para malaikat tersebut disebutkan dalam firman-

Nya:

ك س ل

د قح بحمدك ون

سب حن ن

ء ون

ما

فسد فيها ويسفك الد جعل فيها من يت)البقرة: ا

٣۰)

“Mengapa engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang

yang akan berbuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah,

“padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan

menyucikan Engkau. (Al-Baqarah: 30)”

Ayat ini menggunakan makna permintaan mereka kepada Allah untuk

menghuni bumi sebagai ganti dari Bani Adam, lalu Allah Swt. berfrman

kepada mereka:

مون عل ت

م ما ل

علي ا

(٣۰)البقرة: ان

“Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kalian ketahui.

(Al-Baqarah: 30)”

Ibnu Katsir mengutip perkataan As-Saddi yang mengatakan,4 Allah

bermusyawarah dengan para malaikat tentang penciptaan Adam.

Demikian diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim As-Saddi mengatakan

4 Al-Imām Abī Al-Fidā’ Al-Hāfīz Ibn Katsīr Al-Dimasyqī, Tafsir Al-Qur’an Al-

Azīm,, 362.

Page 51: PENCIPTAAN ADAM DALAM Al-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50293... · 2020. 2. 17. · Mentri Pendidikan dan Kebudayaan R.I. Nomer. 1987 dan Nomer: 0543b/U

36

bahwa hal semisal diriwayatkan pula oleh Qatadah. Ungkapan ini

mengandung sikap gegabah jika tidak dikembaliakan kepada pengertian

pemberitahuan. Ungkapan Al-Hasan serta Qatadah dalam riwayat Ibnu

Jarir merupakan ungkapan yang lebih baik.

Firman Allah, “Khalifah” menurut As-Saddi yang di kutip oleh Ibnu

Katsir di dalam kitab tafsirnya, dari Abu Malik dan dari Abu Saleh, dari

Abu Abbas, juga dari Murrah, dari Ibnu Mas’ud serta dari sejumlah

sahabat, “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan khalifah di bumi.”

Mereka bertanya, “Wahai Tuhan kami, siapakah Khalifah tersebut?” Allah

berfirman, “kelak dia mempunyai keturunan yang suka membuat

kerusakan di muka bumi, saling mendengki, dan saling membunuh

sebagian dari mereka membunuh yang lain atau menumpahkan darah.”5

Selanjutnya Ibn Katsīr berpendapat bahwa sebagian ulama

mengatakan bahwa sesungguhnya para malaikat mengatakan, “mengapa

Engkau menjadiakan khalifah di muka bumi itu orang yang akan membuat

kerusakan padanya dan menumpahkan darah?” karena Allah telah

mengizinkan mereka menanyakan hal tersebut sesudah Allah

memberitahukan kepada mereka menanyaan hal tersebut sesudah Allah

memberitahukan kepada mereka bahwa hal itu akan terjadi di kalangan

Bani Adam. Lalu para malaikat bertanya kepada Allah Swt. dengan

ungkapan mengandung pengertian aneh terhadap hal tersebut, “mengapa

mereka berbuat durhaka terhadap-Mu, wahai Tuhan, padahal Engkaulah

yang menciptakan mereka?”.6

5 Al-Imām Abī Al-Fidā’ Al-Hāfīz Ibn Katsīr Al-Dimasyqī, Tafsir Al-Qur’an Al-

Azīm,, 363. 6 Al-Imām Abī Al-Fidā’ Al-Hāfīz Ibn Katsīr Al-Dimasyqī, Tafsir Al-Qur’an Al-

Azīm, 372

Page 52: PENCIPTAAN ADAM DALAM Al-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50293... · 2020. 2. 17. · Mentri Pendidikan dan Kebudayaan R.I. Nomer. 1987 dan Nomer: 0543b/U

37

ؤل

ء ه سما

وني با

بـنال ا

قة ف

ك ى

ل ى ال

م عرضهم عل

ها ث

لء ك

سما

دم ال

م ا

نتم ء ان وعل

ك

حكيم عليم ال

ت ال

نك ا متنا ان

ما عل

ال

نام ل

عل

نك ل وا سبح

الدقين ق -٣٢ )البقرة: ص

٣۱) “Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda)

seluruhnya, kemudian mengemukakan kepada para malaikat, lalu

berfirman, “Sebutkan lah nama benda-benda itu jika kalian

memang orang-orang yang benar!” Mereka menjawab, “Maha suci

Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah

Engkau ajarkan kepada kami, sesungguhnya Engkaulah Yang

Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana.” (Al-Baqarah: 31)

Hal ini merupakan sebutan yang dikemukakan oleh Allah swt. di

dalamnya terkandung keutamaan Adam atas malaikat berkat apa yang

telah di khususkan oleh Allah baginya berupa ilmu tentang nama-nama

segala sesuatu, sedangkan para malaikat tidak mengetahuinya. Hal ini

terjadi setelah para malaikat diperintahkan untuk bersujud kepada Adam.

Ibn Katsīr berpendapat bahwa Sesungguhnya bagian ini didahulukan

atas bagian tersebut (yang mengandung perintah Allah kepada para

malaikat untuk mersujud kepada Adam) karena bagian ini mempunyai

kaitan erat dengan ketidak tahuan para malaikat tentang hikmah

penciptaan khalifah, yaitu di saat mereka menanyakan hal tersebut.

Kemudian Allah Swt. memberitahukan bahwa Dia mengetahui apa yang

mereka ketahui. karena itulah Allah menyebutkan bagian ini sesudah hal

tersebut, untuk menjelaskan kepada mereka keutamaan Adam, berkat

kelebihan yang dimiliki atas mereka berupa ilmu pengetahuan tentang

nama-nama segala sesuatu. Untuk itu Allah Swt. berfirman, “Dan Dia

Page 53: PENCIPTAAN ADAM DALAM Al-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50293... · 2020. 2. 17. · Mentri Pendidikan dan Kebudayaan R.I. Nomer. 1987 dan Nomer: 0543b/U

38

mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya” (Al-

Baqarah: 31).7

Makna hal tersebut ialah bahwa Allah Swt. berfirman, “Sebutkanlah

kepada-Ku nama benda-benda yang telah Kukemukakan kepada kalian,

hai malaikat yang mengatakan, ‘Mengapa Engkau hendak menjadiakan

khalifah di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan dan

menumahkan darah? Apakah dari kalangan selain kami atau dari kalangan

kami? Padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan

senantiasa menyucikan Engkau,’ jika kalian memang orang-orang yang

benar dalam pengakuannya. Jika Aku menjadiakan khalifah-Ku di muka

bumi dari kalangan selain kalian, niscaya dia durhaka kepda-Ku, begitu

pula keturunannya, lalu mereka berbuat kerusakan dan menumpahkan

darah. Tetapi jika Aku menjadikan khalifah di bumi dari kalangan kalian,

niscaya kalian taat kepada-Ku dan mengikuti semua perintah-Ku. Apabila

kalian tidak mengetahui nama-nama mereka yang Kuketengahkan kepada

kalian dan kalian saksikan sendiri, berarti terhadap sumua hal yang belum

ada dari hal-hal yang akan ada –hanya belum diwujudkan- kalian lebih

tidak mengetahui lagi.” Mereka (para malaikat) menjawab:

حكيم عليم ال

ت ال

نك ا متنا ان

ما عل

ال

نام ل

عل

نك ل (٣٢)البقرة: سبح

“Mahasuci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa

yang engkau ajarkan kepada kami, sesungguhnya Engkau lah yang

Maha Mengetahui lagi maha Bijaksana. (Al-Baqarah: 23)

Ayat ini menerangkan tentang sanjungan para malaikat kepada

Allah dengan menyucikan dan membersihkan-Nya dari semua

pengetahuan yang dikuasai oleh seseorang dari ilmu-Nya, bahwa hal itu

7 Al-Imām Abī Al-Fidā’ Al-Hāfīz Ibn Katsīr Al-Dimasyqī, Tafsir Al-Qur’an Al-

Azīm, 380

Page 54: PENCIPTAAN ADAM DALAM Al-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50293... · 2020. 2. 17. · Mentri Pendidikan dan Kebudayaan R.I. Nomer. 1987 dan Nomer: 0543b/U

39

tidak ada kecuali menurut apa yang dikehendaki-Nya. Dengan kata lain

tidaklah mereka mengetahui sesuatu pun kecuali apa yang diajarkan oleh

Allah Swt. kepada mereka.8

2. Tafsir Al-Ṭabari

فسد جعل فيها من يتا ا

وال ق

ليفة

رض خ

ي جاعل فى ال

ة ان

ك ى

ملك لل ال رب

قفيها واذ

مون عل ت

م ما ل

علي ا

ال ان

ك ق

س ل

د قح بحمدك ون

سب حن ن

ء ون

ما

ويسفك الد

)٣۰رة:)البق

“Ingatlah ketika tuhanmu berfirman kepada para malaikat,

‘Sesungguhnya aku hendak menjadikan khalifah di muka bumi’.

Mereka berkata, ‘Apakah Engkau hendak menjadikan di bumi itu

siapa yang akan membuat kerukakan padanya dan menumpahan

darah, padahal kami senantiasa bertasbih dan memuji-Mu’? Tuhan

berfirman, “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu

ketahui”. (Qs. Al-Baqarah: 30)

Perwakilan Firman Allah: واذ قال ربك ”Dan ingatlah ketika Tuhanmu

berdirman.”

Aṭ-Ṭabari mengutip perkataan Abu Ja’far yang mengatakan bahwa

sebagian ahli bahasa dari Bashrah mengira bahwa firman-Nya: واذ قال ربك

maknanya adalah قال ربك (Tuhanmu berkata) dan اذ adalah huruf

tambahan yang maknanya dihilangkan. Pendapat ini berdalil dengan syair

Aswad bin Ya;far seperti berikut:

“Huruf اذ tidak memiliki keraguan, dan dunia mengganti kebaikan

dengan keburukan”

8 Al-Imām Abī Al-Fidā’ Al-Hāfīz Ibn Katsīr Al-Dimasyqī, Tafsir Al-Qur’an Al-

Azîm, 387.

Page 55: PENCIPTAAN ADAM DALAM Al-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50293... · 2020. 2. 17. · Mentri Pendidikan dan Kebudayaan R.I. Nomer. 1987 dan Nomer: 0543b/U

40

Kemudian Abdi Manaf bin Riba’ Al-Hudzali menyambung dengan

syairnya “Hingga mereka memasukkannya dalam Qutaidah, secara paksa

seperti pemilik unta yang mengusir unta yang nakal”

Kemudian Abu Ja’far berkata maknanya adalah sebaliknya, karena

huruf اذ berarti balasan dan menghindarkan waktu yang tidak diketahui,

maka dari itu tidak boleh dihapuskan, dan jika dihapuskan maka

maknanya tidak akan sesuai dengan yang dimaksudkan oleh penyair. Yang

di malsud oleh Aswad bin Ya’far dengan syairnya yang diatas adalah yang

sedang kita alami dan yang berlalu dari kehidupan kita. Ia mengisyaratkan

bahwa kehidupan yang sedang dilaminya tidaklah banyak bernilai dan

tidak diberikan kontribusi yang baik, karena dunia tidak semakin baik tapi

semakin memburuk.

kemudian makna yang ditulis oleh penyair Abdi Manaf bin Riba’

yang di kutip oleh al-Ṭabari jika huruf اذ dihilangkan maka maknanya

tidak akan sesuai dengan yang dimaksud oleh penyair. Maksudnya adalah

hingga ketika mereka memaksudkanya kedalam Qutaidah, mereka

memasukkanya dengan paksa. Namun ketika ia telah diindikasikan oleh

huruf اذ maka disembunyikan. Demikianlah kebiasaan orang Arab, yaitu

menyembunyikan sesuatu kata yang dianggap telah diindikasikan oleh

perkataan sebelumnya.9

Pendapat Abu Ja’far yang dikutitip oleh Al-Ṭabari ketika para

malaikat menjawab pernyataan Allah: “Sesungguhnya Aku hendak

menjadikan seorang khalifah dimuka bumi,” mereka tidak menisbatkan

kerusakan dan pertumpahan darah kepada khalifah-Nya di muka bumi,

9 Muhammad Ibn Jarīr Aṭ-Ṭabari, Jami’ al-Bayan Fī Tafsir Al-Qur’an (Beirut:

Dar al-Fikr, 1988), 518.

Page 56: PENCIPTAAN ADAM DALAM Al-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50293... · 2020. 2. 17. · Mentri Pendidikan dan Kebudayaan R.I. Nomer. 1987 dan Nomer: 0543b/U

41

akan tetapi mereka mengatakan: “mengapa Engkau hendak menjadikan

(khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan

menumpahkan darah,” dan mungkin saja Allah telah memberitahukan

kepada mereka bahwa khalifah tersebut akan memiliki keturunan yang

membuat kerusakan dan menumpahkan darah, sehingga mereka

mengatakan: wahai Tuhan kami, adakah Engkau hendak menjadikan

padanya orang yang membuat kerusakan dan menumpahkan darah?

Seperti kata Ibnu Mas’ud dan Ibnu Abbas juga sependapat dengannya. 10

Penakwilan firman-Nya: “mengapa Engkau hendak menjadikan

(khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan

menumpahkan darah,”

Jika ada yang bertanya: bagaimana malaikat dapat mengatakan hal ini

ketika itu Allah menginformasiakan bahwa Dia hendak menjadikan

seorang khalifah di muka bumi, padahal waktu itu sang khalifah belum

diciptakan apalagi keturunannya? Apakah mereka mengetahui yang ghaib

sehingga mengatakan demikian, ataukah sekedar prasangka? Jika

prasangka berarti ia mengatakan sesuatu yang tidak diketahuinya, dan ini

menyalahi sifat aslinya, atau bagaimana sebenarnya.

Jawabanya Ath-Thabari, para ulama berbeda pendapat dalam hal ini,

dan kami akan menyebut pendapat-pendapat mereka lalu menjelaskan

mana yang paling benar diantaranya.11

10 Muhammad Ibn Jarīr Aṭ-Ṭabari, Jami’ al-Bayan Fī Tafsir Al-Qur’an, 520. 11 Muhammad Ibn Jarīr Aṭ-Ṭabari, Jami’ al-Bayan Fī Tafsir Al-Qur’an, 526.

Page 57: PENCIPTAAN ADAM DALAM Al-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50293... · 2020. 2. 17. · Mentri Pendidikan dan Kebudayaan R.I. Nomer. 1987 dan Nomer: 0543b/U

42

B. PENAFSIR ULAMA KONTEMPORER

1. Tafsir Al-Azhar

فسد جعل فيها من يتا ا

وال ق

ليفة

رض خ

ي جاعل فى ال

ة ان

ك ى

ملك لل ال رب

قفيها واذ

مون عل ت

م ما ل

علي ا

ال ان

ك ق

س ل

د قح بحمدك ون

سب حن ن

ء ون

ما

ويسفك الد

(٣۰رة:)البق

“Ingatlah ketika tuhanmu berfirman kepada para malaikat,

‘Sesungguhnya aku hendak menjadikan khalifah di muka bumi’.

Mereka berkata, ‘Apakah Engkau hendak menjadikan di bumi itu

siapa yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahan

darah, padahal kami senantiasa bertasbih dan memuji-Mu’? Tuhan

berfirman, “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu

ketahui”. (Qs. Al-Baqarah: 30)

Artinya setelah Allah menyatakan maksud-Nya, maka malaikatpun

mohon penjelasan. Khalifah manakah lagi yang dihendaki oleh Tuhan

yang hendak menjadikan?.

Di dalam ayat terbayanglah oleh kita bahwa malaikat, sebagai

makhluk Ilahi, yang tentu saja pengetahuannya tidak seluas pengetahuan

Tuhan, meminta penjelasan, bagaimana agaknya corak khalifah itu

?apakah tidak mungkin terjadi dengan adanya khalifah, kerusakan yang

akan timbul dan penumpahan darahlah yang akan terjadi ? padahal alam

dengan kudrat kiradat Allah Ta’ala telah tentram, sebab mereka, malaikat,

telah diciptakan tuhan sebagai makhluk yang patuh, taat, tunduk, dan setia.

Bertasbih, bersembahyang mensucikan Allah.rupanya ada sedikit

pengetahuan dari malaikat itu bahwasanya yang akan diangkat menjadi

khalifah itu ialah satu jenis makhluk. Dalam jalan pendapat malaikat,

bilamana jenis makhluk itu telah ramai, mereka akan berebut kepentingan

diantara satu dengan yang lainnya. Kepentingan satu orang bahkan satu

golongan berebut dengan golongan yang lain, maka beradulah yang keras

Page 58: PENCIPTAAN ADAM DALAM Al-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50293... · 2020. 2. 17. · Mentri Pendidikan dan Kebudayaan R.I. Nomer. 1987 dan Nomer: 0543b/U

43

timbullah pertentangan dan dengan demikian timbullah kerusakan bahkan

pertumpahan darah. Dengan demikian ketentraman yang ada dengan

adanya makhluk, para malaikat yang patuh, taat serta setia, kemudian

menjadi hilang.

Pertanyaan dan kemuskilan itu kemudian dijawab oleh Allah:

‘Sesungguhnya aku lebih mengetahui apa yang tidak kamu ketahui”

Artinya, dengan jawaban itu, Allah Ta’ala tidak membantah pendapat

dari MalaikatNya, Cuma ingin menjelaskan bahwasanya pendapat dan

ilmu mereka tidaklah seluas dan sejauh pengetahuan Allah. Bahkan Tuhan

memungkiri bahwa kerusakan pun akan menimbulkan perpecahan dan

pertumpahan darah, akan tetapi ada maksud lain yang lebih jauh dari itu,

sehingga kerusakan dan pertumpahan darah hanyalah sebagai pelengkap

saja dan pembangunan dan pertumpahan darah hanyalah satu tingkat

perjalanan hidup saja didalam menuju kesempurnaan.

Dengan jawaban Tuhan yang seperti itu, malaikatpun senantiasa

meneriama dengan penuh khusuk dan taat. 12 “Dan telah diajarkanNya

kepada Adam nama-nama nya semuanya” (Al-Baqarah: 31).

Artinya diberilah oleh Allah kepada Adam itu semua

ilmu:“kemudian Dia kemukakan semuanya kepada malaikat. Lalu Dia

berfirman: beritakanlah kepadaKu nama-nama itu semua, jika adalah

kamu makhluk-makhluk yang benar.” (Al-Baqarah: 31).

Sesudahnya Adam dijadikan, kepadanya telah diajarkan oleh

Tuhan nama-nama yang dapat dicapai oleh kekuatan manusia, baik dengan

panca indra ataupun dengan akal, semuanya diajarkan kepadanya.

Kemudian Tuhan panggillah malaikat-malaikat itu dan Tuhan tanyakan

adakah mereka tahu nama-nama itu ? jika benar pendapat mereka selama

ini bahwa jika khalifah itu terjadi akan timbul bahaya kerusakan dan

12 Hamka, Tafsir al-Azhar, jilid 1 (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1986), 202.

Page 59: PENCIPTAAN ADAM DALAM Al-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50293... · 2020. 2. 17. · Mentri Pendidikan dan Kebudayaan R.I. Nomer. 1987 dan Nomer: 0543b/U

44

perumahan darah, sekarang cobalah jawab pertanyaan Tuhan : Dapatkah

mereka menunjukkan nama-nama itu? “Mereka menjawab : Maha Suci

Engkau! Tidak ada pengetahuan bagi kami, kecuali apa yang Engkau

ajarkan kepda kami. Karena sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Tahu,

lagi Maha Bijaksana.” (Al-Baqarah: 32).

Di sini nampak jawaban para malaikat yang mengakui kekurangan

mereka. Mereka tidak dibekali ilmu pengetahuan, kecuali apa yang

diajarkan Tuhan kepada mereka. Mereka memohon ampun dan karunia,

dan menyucikan Allah bahwasanya pengetahuan mereka tidak lebih dari

apa yang diajarkan juga. Yang mengetahui akan semua hanya Allah. Yang

bijaksana membagi-bagikan ilmu kepada barang siapa yang Dia

kehendaki.13

Dari beberapa penafsiran dalam konteks penciptaan adam, menjadi

sangat penting karena memberikan gambaran pandangan berbagai ulama

tafsir yang disebutkan diatas. Pembaca akan disuguhi pandangan seputar

penciptaan adam yang dikaitkan dengan penciptaan manusia pertama dari

berbagai macam ulama tafsir klasik hingga modern. Dengan pandangan-

pandangan tersebut, diharapkan mampu memudahkan pembaca dalam

mengintegrasikanya dengan al-Qur’an. Maka dengan landasan tersebut

penulis berusaha mencapai tujuan dengan menjadiakan al-Qur’an sebagai

landasan hidup dan menghubungkanya dengan kehidupan masa kini.

13 Hamka, Tafsir al-Azhar, 204.

Page 60: PENCIPTAAN ADAM DALAM Al-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50293... · 2020. 2. 17. · Mentri Pendidikan dan Kebudayaan R.I. Nomer. 1987 dan Nomer: 0543b/U

45

2. Tafsir Al-Misbah

ال قفسد فيها واذ جعل فيها من ي

تا ا

وال ق

ليفة

رض خ

ي جاعل فى ال

ة ان

ك ى

ملك لل رب

مون عل ت

م ما ل

علي ا

ال ان

ك ق

س ل

د قح بحمدك ون

سب حن ن

ء ون

ما

ويسفك الد

)٣۰)البقرة:

“Ingatlah ketika tuhanmu berfirman kepada para malaikat,

‘Sesungguhnya aku hendak menjadikan khalifah di muka bumi’.

Mereka berkata, ‘Apakah Engkau hendak menjadikan di bumi itu

siapa yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahan

darah, padahal kami senantiasa bertasbih dan memuji-Mu’? Tuhan

berfirman, “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu

ketahui”. (Qs. Al-Baqarah: 30)

Ada beberapa bagian ayat-ayat yang di kelompokkan oleh Quraish

Shihab, Salah satunya adalah Kelompok ayat ini dimulai dengan

menyampaikan keputusan Allah kepada para malikat tentang rencana-Nya

menciptakan manusia di bumi. Penyampaian kepada mereka penting,

karena malaikat akan dibebani sekian tugas menyangkut manusia. Dan

yang akan bertugas mencatat amal-amal manusia, ada yang bertugas

memeliharanya, ada yang membimbingnya, dan sebagiannya.

Penyampaian itu juga, kelak ketika diketahui manusia, akan mengantarnya

bersukur kepada Allah atas anugerah-Nya yang tersimpul dalam dialog

Allah dengan para malaikat’. Sesungguhnya Aku hendak menjadikan

khalifah di dunia, demikian penyampaian Allah swt. penyampaian ini bisa

jadi setelah melalui peoses penciptaan alam raya dan kesiapannya untuk

dihuni manusia pertama (Adam). Para malalaikat bertanya tentang makna

penciptaan tersebut.14 Mereka menduga bahwa khalifah ini akan merusak

dan menumpahkan darah. Dengan itu mungkin dengan pengalaman

mereka sebelum terciptanya manusia, dimana ada makhluk yang

14 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-

Qur’an, jilid 1 (Jakarta: Lentera Hati, 2002), 139.

Page 61: PENCIPTAAN ADAM DALAM Al-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50293... · 2020. 2. 17. · Mentri Pendidikan dan Kebudayaan R.I. Nomer. 1987 dan Nomer: 0543b/U

46

berprilaku demikian, atau bisa juga berdasarkan asumsi bahwa karena

yang akan ditugaskan menjadi khalifah bukan malaikat, maka pasti

makhluk itu berbeda dengan mereka yang selalu bertasbih dengan selalu

menyucikan Allah swt. Pertanyaan mereka juga bisa lahir dari penamaan

Allah terhadap makhluk yang akan dicipta itu dengan khalifah. Kata ini

mengesankan makna pelerai perselisihan dan menumpahkan darah. Bisa

jadi seperti dugaan malaikat sehingga muncul pertanyaan mereka.

Semua itu adalah dugaan, namun apapun latar belakangnya,yang pasti

mereka para malaikat bertanya kepada Allah, bukan karena keberatan

dengan rencana-Nya. Apakah, bukan “mengapa”, seperti dalam beberapa

terjemahan, Engkau akan menjadikan khalifah di bumi itu siapa yang

akan kerusakan dan menumpahan darah? Bisa saja bukan Adam yang

mereka maksud merusak dan menumpahkan darah, tetapi anak cucunya.

Rupanya mereka menduga bahwa dunia hanya dibangun dengan

tasbih dan tahmid, karena itu para malaikat melanjutkan pertanyaan

mereka: sedang kami menyucikan, yakni menjauhkan zat, sifat, dan

perbuatan-Mu dari segala yang tidak wajar bagi-Mu, sambil memuji-Mu

atas segala nikmat yang Engkau anugerahkan kepada kami, termasuk

mengilhami kami menyucikan dan memuji-Mu.15

Quraish Shihab menegaskan pada hal ini para malaikat menyucikan

terlebih dahulu, lalu kemudian baru memuji. Penyucian mereka itu

mencakup penyucian pujian yang mereka ungkapkan, sehingga pujian

tersebut tidak sesuai dengan kebesaran-Nya. Menggabungkan pujian dan

penyucian dengan mendahulukan penyucian, ditemukan banyak sekali

dalam ayat-ayat al-Qur’an.

15 M. Qurais Shihab, Tafsir al-Misbah: pesan, kesan dan keserasian Al-Qur’an,

139.

Page 62: PENCIPTAAN ADAM DALAM Al-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50293... · 2020. 2. 17. · Mentri Pendidikan dan Kebudayaan R.I. Nomer. 1987 dan Nomer: 0543b/U

47

Mendengar pertanyaan mereka, Allah menjawab singkat tanpa

membenarkan atau menyalahkan, karena memang akan ada di antara yang

diciptakan-Nya itu berbuat seperti yang didugakan oleh para malaikat.

Dan Allah langsung menjawab singkat dan tegas, “Sesunguhnya aku

mengetahui apa yang tidak kamu ketahui”

Dalam pandangan Quraish Shihab yang perlu dicatat bahwa kata

khalifah pada mulanya berarti yang menggantikan atau yang sudah (خلىففة)

datang sesudah siapa yang datang sebelumnya. Atas dasar ini , ada yang

memahami kata khalifah di sini dalam arti yang mengantikan Allah dalam

menegakkan kehendak-Nya dan menerapkan ketetapan–ketetapan-Nya,

tetapi bukan karena Allah tidak mampu atau menjadikan manusia

berkedudukan sebagai Tuhan. Tidak! Allah bermaksud dengan

pengangkatan itu untuk memuji manusia dan memberinya penghormatan.

Ada lagi yang memahaminya dalam arti yang menggantikan makhluk lain

dalam menghuni bumi ini.16

Allah swt. menyampaikan rencana-Nya kepada malaikat,

penyampaian itu boleh jadi ketika proses kejadian Adam sedang dimulai,

seperti halnya seorang yang sedang menyelesaikan satu karya sambil

berkata bahwa, “ini saya buat untuk si A”. hal ini menunjukkan bahwa

Allah tidak meminta pendapat kepada malaikat apakah Dia mencipta atau

tidak.

Ibn Asyur yang di kutip oleh Quraish Shihab lebih lanjut mengatakan

bahwa ayat ini oleh para mufassir dipahami sebagai semacam “permintaan

pendapat” sehingga ia merupakan pengajaran dalam bentuk

penghormatan. Seperti halnya keadaan seorang guru yang mengajar

16 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: pesan, kesan dan keserasian Al-Qur’an,

140.

Page 63: PENCIPTAAN ADAM DALAM Al-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50293... · 2020. 2. 17. · Mentri Pendidikan dan Kebudayaan R.I. Nomer. 1987 dan Nomer: 0543b/U

48

muridnya dalam bentuk tanya jawab, dan agar mereka membiasakan diri

untuk melakukan dialog menyangkut aneka persoalan.

Setelah menguraikan pendapat para mufassir sebagaimana dikutip di

atas, mengemukakan pendapatnya bahwa (استشارة( istisyarah/permintaan

pendapat itu, dijadikan demikian supaya ia menjadi satu subtansi yang

bersamaan dalam wujudnya dengan penciptaan manusia pertama, agar ia

menjadi bawaan dalam jiwa anak cucunya, karena situasi dan ide-ide yang

menyertai wujud sesuatu dapat berbekas dan menyatu antara sesuatu yang

wujud itu dengan situasi tersebut.17

ؤل

ء ه سما

وني با

بـنال ا

قة ف

ك ى

ل ى ال

م عرضهم عل

ها ث

لء ك

سما

دم ال

م ا

نتم وعل

ء ان ك

دقين (٣۱)البقرة: ٣١ص

“Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda)

seluruhnya, kemudian mengemukakan kepada para malaikat, lalu

berfirman, “Sebutkan lah nama benda-benda itu jika kalian

memang orang-orang yang benar!” Mereka menjawab, “Maha suci

Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah

Engkau ajarkan kepada kami, sesungguhnya Engkaulah Yang

Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (Al-Baqarah: 31)

Qurais Shihab meyakini bahwa Allah mengajar Adam nama-nama

seluruhnya, yakni memberinya potensi pengetahuan tentang nama-nama

atau kata-kata yang digunakan menunjuk benda-benda.

Ayat ini menginformasikan bahwa manuasia dianugerahi Allah

potensi untuk mengetahui nama atau fungsi dan karakteristik benda-benda,

misalnya fungsi api, fungsi angin, dan sebagainya. Dia juga dianugerahi

potensi untuk berbahasa. Sistem pengajaran bahasa kepada manusia (anak

kecil) bukan dimulai dengan mengajarkan kata kerja, tetapi

17 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: pesan, kesan dan keserasian Al-Qur’an,

142.

Page 64: PENCIPTAAN ADAM DALAM Al-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50293... · 2020. 2. 17. · Mentri Pendidikan dan Kebudayaan R.I. Nomer. 1987 dan Nomer: 0543b/U

49

mengajarkannya terlebih dahulu nama-nama. Ini Papa, ini mama, itu mata,

itu pena, dan sebagainya. Itulah sebagian makna yang dipahami oleh para

ulama dari firman Allah Dia mengajarkan Adam nama-nama

seluruhnya.18

Setelah pengajararan Allah dicerna oleh Adam as., sebagaiman dari

kata kemudian, Allah memaparkan benda-benda itu kepada para malaikat

lalu berfirman, “Sebutkan kepada-Ku nama-nama benda itu, jika kamu

orang yang benar dalam dugaan kamu bahwa kalian lebih wajar menjadi

khalifah”. Sebenarnya perintah ini bukan bertujuan penugasan menjawab,

tetapi bertujuan penugasan menjawab, tetapi bertujuan membuktikan

kekeliruan mereka.

Para malaikat yang ditanya itu secara tulus menjawab sambil

menyucikan Allah, Tidak ada pengetahuan bagi kami selain dari apa

yang telah Engkau ajarkan kepada kami, Sesungguhnya Engkaulah yang

Maha Mengetahui (lagi) Maha Bijaksana. Maksud mereka, apa yang

Engkau tanyakan itu tidak pernah Engkau ajarkan kepada kami. Engkau

tidak ajarkan itu kepada kami bukan karena Engkau tidak tahu, tetapi

karena ada hikmah dibalik itu.

Demikian jawaban malaikat yang bukan hanya mengaku tidak

mengetahui jawaban pertanyaan akan tetapi sekaligus mengakui

kelemahan mereka dan kesucian Allah swt. dari segala macam kekurangan

atau ketidakadilan, sebagaimana dipahami dari penutup ayat ini.19

18 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: pesan, kesan dan keserasian Al-Qur’an,

141. 19 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: pesan, kesan dan keserasian Al-

Qur’an, 144.

Page 65: PENCIPTAAN ADAM DALAM Al-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50293... · 2020. 2. 17. · Mentri Pendidikan dan Kebudayaan R.I. Nomer. 1987 dan Nomer: 0543b/U

50

Jawaban para malaikat Sesungguhnya Engkau Maha mengetahui

(lagi) maha Bijaksana, juga mengandung makna bahwa sumber

pengetahuam adalah allah swt. Dia Maha Mengetahui segala sesuatu,

termasuk siapa yang wajar menjadi khalifah, dan Dia Maha Bijaksana

dalam segala tindakan-Nya, termasuk menetapkan makhluk yang wajar

menjadi khalifah. Jawaban mereka ini juga menunjukkan kepribadian

malaikat dan dapat menjadi bukti bahwa pernyataan mereka pada ayat 31

di atas bukanlah keberatan sebagaimana diduga sementara orang.

Di antara ulama-ulama yang memahami pengajaran nama-nama

kepada Adam as. dalam arti mengajarkan kata-kata, ada yang berpendapat

bahwa kepada beliau dipaparkan nama-nama benda-benda itu, dan pada

saat yang sama beliau mendengar suara yang menyebut nama benda yang

dipaparkan itu. Ada juga yang berpendapat bahwa Allah mengilhamkan

kepada Adam as. nama benda itu pada saat dipaparkanya sehingga beliau

memiliki kemampuan untuk memberi kepada masing-masing benda nama-

nama yang membedakan dari benda-benda yang lain. Pendapat yang ini

lebih baik dari pendapat yang pertama. Ia pun tercakup oleh kata mengajar

karena mengajar tidak selalu dalam bentuk mendiktekan sesuatu atau

menyampaikan suatu kata atau ide, tetapi dapat juga dalam arti mengasah

potensi yang dimiliki peserta didik sehingga pada akhirnya potensi itu

terasah dan dapat melahirkan ilmu pengetahuan yang baru.20

Ucapan malaikat Sesungguhnya Engkau Maha Suci. Kata Engkau

yang mereka kemukakan sebelum menyampaikan ketidaktahuan mereka,

menunjukkan betapa tidak bermaksud membantah atau memproses

ketetapan Allah menjadikan Manusia sebagai khalifah di bumi dan

20 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: pesan, kesan dan keserasian Al-

Qur’an, 144.

Page 66: PENCIPTAAN ADAM DALAM Al-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50293... · 2020. 2. 17. · Mentri Pendidikan dan Kebudayaan R.I. Nomer. 1987 dan Nomer: 0543b/U

51

sekaligus sebagai pertanda “penyesalan” mereka atas ucapan atau kesan

yang ditimbulkan oleh pertannyaan itu.21

21 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: pesan, kesan dan keserasian Al-

Qur’an, 145.

Page 67: PENCIPTAAN ADAM DALAM Al-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50293... · 2020. 2. 17. · Mentri Pendidikan dan Kebudayaan R.I. Nomer. 1987 dan Nomer: 0543b/U

52

BAB IV

KONSEP PENCIPTAAN ADAM DALAM TAFSIR

ṬABĀṬABĀ’Ī

Pada bagian ini penulis akan menguraikan penafsiran Ṭabāṭabā‟ī yang

secara khusus tentang penciptaan Adam. Penafsiran ayat-ayat tentang

penciptaan Adam ini dilakukan dalam rangka mencari pembelajaran dan

hikmah yang terkandung di dalamnya, serta memperlihatkan kritik dari

berbagai pemikiran tafsir kasik hingga modern yang tidak bisa

terpisahkan. Selain itu, penulis akan membatasi pembahasan penafsiran

penciptaan adam dari segi penciptaan khalifah yang dikaitkan dengan

kejadian penciptaan manusia pertama. Pembatasan ini menjadi sangat

penting yang agar pembahasan yang ada di dalamnya memiliki sistematika

yang baik dan tidak keluar dari rumusan masalah yang ada di dalam bab

sebelumnya.

A. Proses Penciptaan Adam Dalam Al-Qur’an

Ṭabāṭabā‟ī menjelasakan dalam tafsirnya alasan utama manusia

dikirim ke dunia, dan urgensi keberadaan manusia sebagai khalifah (wakil

administratif) Allah untuk mendiami bumi ini, Ia ingin menjelasan secara

terperinci apa saja ciri-ciri atau aspek-aspek khusus dari kekhalifahan. Hal

ini menjadi penting karena tidak seperti kisah-kisah yang lain yang

diceritakan dalam al-Qur‟an.1

Dari beberapa pandangan para mufassir yang mengaitkan tentang

tema ini sangat menarik perhatian para ulama untuk mengkaji dari

berbagai macam aspek yang berkaitan tentang penciptaan manusia.

1 Muhammad Husain Ṭabāṭabā‟ī, Tāfsir Al-Mīzan: fī Tafsīr Al-Qur’an, terj Ilyas

Hasan (Jakarta: Lentera, 2010), 228.

Page 68: PENCIPTAAN ADAM DALAM Al-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50293... · 2020. 2. 17. · Mentri Pendidikan dan Kebudayaan R.I. Nomer. 1987 dan Nomer: 0543b/U
Page 69: PENCIPTAAN ADAM DALAM Al-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50293... · 2020. 2. 17. · Mentri Pendidikan dan Kebudayaan R.I. Nomer. 1987 dan Nomer: 0543b/U

53

Pandangan-pandangan itu menimbulkan berbagai macam perdebatan dari

kalangan ilmuan. Tidak hanya itu saja, berkaitan dengan akibat manusia

ini menimbulkan masalah yang sangat sulit dipecahkan. Beberapa

kalangan ulama ada yang memiliki satu pandangan dengan Darwinisme

yang mengatakan bahwa ibu bapak manusia itu berasal dari kera.2

Penciptaan bakal khalifah tersebut ditunjuk langsung oleh Allah swt.3

Maurice Bucaille mencoba menjelaskan dengan lebih lengkap asal usul

dan proses kejadian penciptaan manusia itu sendiri. Manusia sebagai

makhluk yang diciptakan oleh Tuhan dengan berbagai proses dan fase-

fase tertentu. Menurutnya di dalam al-Qur‟an telah diuraikan asal usul

kehidupan manusia secara umum. Al-Qur‟an memberikan ruang bagi

tranformasi pembentukan manusia yang dilakukan secara berulang-ulang,

menekankan fakta bahwa Tuhan membentuk manusia sesuai dengan yang

dikehendakinya.4

Ṭabāṭabā‟ī dalam tafsirnya menerangkan bahwa ketika Allah

mengatakan, “akankah Engkau tempatkan di sana mereka yang membuat

kerusakan didalamnya dan memuji kesucian-Mu?”: Para malaikat

mendengar pernyataan, “Aku mau menciptakan di bumi satu khalifah”,

dan pada saat itu malaikat menyimpulkan bahwa akan ada khalaifah yang

akan membuat kerusakan di bumi dan menumpahkan darah. Nampaknya

para malaikat memahami perilaku yang akan terjadi pada khalifah itu dari

kata-kata, “di bumi”. Bakal khalifah yang ditunjuk untuk mengisi bumi

tentunya diciptakan dari unsur-unsur meterial yang melekat pada diri

2 Maurice Bucaile, Dari Mana manusia Berasal? Antara ilmu pengetahuan,

Bibel dan Al-Qur’an, terj Rahmani Astuti (Bandung: Mizania, 2208), 191. 3 Muhammad Husain Ṭabāṭabā‟ī, Tāfsir Al-Mīzan: fī Tafsīr Al-Qur’an, 230.

4 Maurice Bucaile, Dari Mana manusia Berasal? Antara ilmu pengetahuan,

Bibel dan Al-Qur’an, 191.

Page 70: PENCIPTAAN ADAM DALAM Al-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50293... · 2020. 2. 17. · Mentri Pendidikan dan Kebudayaan R.I. Nomer. 1987 dan Nomer: 0543b/U

54

khalifah, yaitu keinginan dalam melakukan segala hal apapun dan

mengontrol amarah.5

Seperti yang kita ketahui bahwa bumi mempunyai tempat khusus

untuk memperjuangkan segala hal yang tiada henti dan tempat untuk

saling mengadu-domba satu dengan yang lain. Sumberdaya terbatas,

kesempatan untuk melakukan segala hal terbatas, namun khasrat dan

keinginan bakal khalifah tersebut tiada batas.6 Sehingga makhluk-makhluk

yang ada di bumi akan mengalami perubahan dan kehancuran, namun

bumi merupakan tempat dimana satu dengan yang lainnya tidak dapat

hidup tanpa satu kelompok yang sama ciri atau jenisnya.

Dengan mempertimbangkan bakal khalifah ini para malaikat

memahami bahwa apa yang akan diciptakan oleh Allah bukan satu jenis

saja, melainkan satu spesies kelas atau kelompok. Spesies dari kelompok,

kelas dan jenis lainnya akan hidup berdampingan bekerja sama dengan

yang lain.7 dengan demikian mereka harus membuat tatanan sosial atau

bentuk masyarakat. Dengan demikian mereka akan tidak terlepas dari

perbuatan menumpahkan darah dan membuat kerusakan.

Ṭabāṭabā‟ī menafsirkan para malaikat mengetahui khalifah ini akan

menempatkan satu tempat yang sama atau obyek untuk mengantikan

entitas yang lain, tidak bisa dibanyangkan jika khalifah tersebut adalah

bukan merupakan kopi akurat dari pendahulunya dalam segala bentuk

karakteristik, ciri-ciri dan jenis yang sama. Maka Allah menegaskan

bahwa akan menjadikan khalifah di bumi.8 Allah memiliki sifat yang

berbeda dengan para makluknya, dengan nama-nama terbaik, sifat-sifat

5 Muhammad Husain Ṭabāṭabā‟ī, Tāfsir Al-Mīzan: fī Tafsīr Al-Qur’an, 229.

6 Muhammad Husain Ṭabāṭabā‟ī, Tāfsir Al-Mīzan: fī Tafsīr Al-Qur’an, 229.

7 Muhammad Husain Ṭabāṭabā‟ī, Tāfsir Al-Mīzan: fī Tafsīr Al-Qur’an, 229.

8 Muhammad Husain Ṭabāṭabā‟ī, Tāfsir Al-Mīzan: fī Tafsīr Al-Qur’an, 229.

Page 71: PENCIPTAAN ADAM DALAM Al-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50293... · 2020. 2. 17. · Mentri Pendidikan dan Kebudayaan R.I. Nomer. 1987 dan Nomer: 0543b/U

55

teragung, terindah dan tertinggi, sehingga rahmat dan kuasanya

mempuanyai keistimewaan yang berbeda dengan makhluk-makhluk yang

lainnya, tidak mempunyai celah kekurangan, kelemahan, atau cacat

sedikitpun.

Sebelum menciptakan Adam, Allah terlebih dahulu menciptakan

langit, bumi, dan malaikat. Dan ketika itu Allah menciptakan makhluk lain

yang nantinya akan menghuni dan memelihara bumi sebagai tempat

tinggal untuknya. Sebelum Allah menciptakan Adam, Allah

memberitahukan rencana tentang penciptaan Adam tersebut kepada

malaikat. Rencana penciptaan itu menimbulkan tanggapan yang tidak

biasa dari malaikat bahwa akan ada makhluk yang akan membangkang

dan membuat kerusakan di bumi.9

Pernyataan para malaikat atas kejadian penciptaan khalifah yang akan

mendiami Bumi Allah, tidak lain hanya sebuah pertanyaan. Bukan sebuah

keberatan dan sebuah protes kepada Allah, melainkan mereka ingin

mengetahui kebenarannya. Para malaikat tidak diberikan pengetahuan

yang lebih, sehingga untuk mengetahui kejadian itu malaikat melayangkan

pertanyaan. Kemudian malaikat menegaskan keimanan mereka kepada

Allah, dan mereka percaya kepada-Nya10

Al-Qur‟an sebagai kitab suci agama Islam dan kitab suci agama-

agama Ibrahim menjelaskan kejadian penciptaan Adam dalam bentuk

kisah penciptaan.11

Setelah menciptakan Adam, Allah senantiasa

menghilangkan prasangka tidak baik terhadap sifat sinis malaikat terhadap

9 Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟an, Penciptaan Manusia Dalam Perspektif

Al-Qur’an dan Sains (Jakarta: Widya Cahaya, 2017), 18. 10

Muhammad Husain Ṭabāṭabā‟ī, Tāfsir Al-Mīzan: fī Tafsīr Al-Qur’an, 230. 11

Zulfan Taufik, Dialektika Islam Humanisme Pembacaan Ali Syari’ati

(Jakarta: Ongklam Books, 2015), 58.

Page 72: PENCIPTAAN ADAM DALAM Al-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50293... · 2020. 2. 17. · Mentri Pendidikan dan Kebudayaan R.I. Nomer. 1987 dan Nomer: 0543b/U

56

Adam, dan meyakinkan kepada malaikat akan hikmah dan kebenaran atas

kekhalifahan adam di bumi.12

Ilmu sosiologi melihat bahwasanya manusia adalah makhuk yang

tidak mampu hidup dengan sendirinya, memiliki hubungan yang bersifat

interdependensi baik secara langsung ataupun tidak langsung dengan jenis

yang lainnya, sehingga para ahli yang mendalami ilmu dibidang etika

menilai bahwa ciri-ciri yang membedakan manusia dengan manusia yang

lainya adalah pertanggung jawabannya. Manusia dituntut oleh akal, hati

nuraninya dan lingkungan sekitarnya. Tuhan tindak akan bertanggung

jawaban atasnya.13

B. Tahap Penciptaan Adam

Penunjukan bakal khalifah yang akan mendiami bumi ini tidak lain

adalah cara Allah agar khalifah bisa mewakili Allah dalam hal

memanjatkan pujian dan rasa syukur kepada-Nya dan menunjukkan

eksistensinya agar para khalifah mengagungkan dan menghormati-Nya.

Akan tetapi bumi alam yang ada di bumi tidak serta merta membiarkan

melakukan hal demikian dan akan menariknya agar melakukan kejahatan

dan penumpahan darah. Namun jika Allah menghendaki anugerah kepada

kita, maka kita akan mendapatkan gelar sebagai khalifah yang akan

mewakili Allah dalam mendiami bumi ini.14

Dalam tahap penciptaan Adam, Ṭabāṭabā‟ī mengatakan bahwa

seluruh umat manusia dijadikan sebagai khalifah atau wakil administratif

Allah. Untuk dapat dipahami bahwa ketika Allah berfirman sebagai

12

Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟an, Penciptaan Manusia Dalam

Perspektif Al-Qur’an dan Sains, 19. 13

M. Quraish Syihab, Membumikan Al-Qur’an, (Bandung: Mizan, 1999), 227. 14

Muhammad Husain Ṭabāṭabā‟ī, Tāfsir Al-Mīzan: fī Tafsīr Al-Qur’an, 230.

Page 73: PENCIPTAAN ADAM DALAM Al-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50293... · 2020. 2. 17. · Mentri Pendidikan dan Kebudayaan R.I. Nomer. 1987 dan Nomer: 0543b/U

57

berikut: Dan ingatlah (wahai kaum Ad!) ketika Dia menjadikan kamu

pengganti-pengganti kaum Nuh.(QS.al-A‟raf: 69); kemudian kami jadikan

kamu pengganti-pengganti di bumi setelah mereka. (QS. An-Naml: 14);

dan Dia menjadikan kamu pengganti-pengganti di bumi (QS. An-Naml:

63). Kata “pengganti yang diterjemahkan dalam dua surat ini sama

dengan kata yang diterjemahkan pada surah al-Baqarah ayat 30 sebagai

kata “khalifah” pada ayat tersebut.15

Dalam penciptaan adam, sebagian ulama berpendapat bahwa ayat

yang digunakan dalam surat al-Baqarah pada ayat 30 tersebut

menggunakan kata ja’ala (jā’ilun). Dengan kata lain Allah tidak

menggunakan kata khalaqa (khalīqun) dalam menciptakan adam, dalam

artian Allah hendak mejadikan (mengevolusikan) seorang manusia di

bumi, sebagai khalifah (pengganti) generasi sebelumnya.16

Dalam buku Umar Shihab, Kontekstualitas Al-Qur’an” Kajian

Tematik Atas Ayat-ayat Hukum dalam Al-Qur’an Ismail Haqy

mengatakan bahwa sebelum Adam diciptakan, bahkan sebelum ayat yang

dibahas di atas turun telah ada makhluk yang menghuni bumi, yang

disebut dengan Banu al-Jann (keturunan Jin). Dengan demikian maka

makhluk tersebut telah berbuat kerusakan dan minimbulkan pertumpahan

darah diantara mereka sehingga mereka punah di atas bumi ini.17

Bahkan

Abduh, dalam buku tersebut yang ditulis oleh Umar Shihab, mengatakan

bahwa makhluk yang di sebut dengan al-bann merupakan generasi

15

Muhammad Husain Ṭabāṭabā‟ī, Tāfsir Al-Mīzan: fī Tafsīr Al-Qur’an, 231. 16

Umar Shihab, Kontekstualitas Al-Qur’an” Kajian Tematik Atas Ayat-ayat

Hukum dalam Al-Qur’an, (Jakarta: Penamadani, 2005), 121. 17

Umar Shihab, Kontekstualitas Al-Qur’an” Kajian Tematik Atas Ayat-ayat

Hukum dalam Al-Qur’an, 122.

Page 74: PENCIPTAAN ADAM DALAM Al-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50293... · 2020. 2. 17. · Mentri Pendidikan dan Kebudayaan R.I. Nomer. 1987 dan Nomer: 0543b/U

58

pertama, sedangkan al-Jann merupakan generasi kedua, dan makhluk al-

nas (manusia) merupakan generasi ketiga yang mendiami bumi ini.18

Pernyataan Ṭabāṭabā‟ī dalam tafsirnya menyatakan bahwa Allah tidak

mengatakan bahwa bakal khalifah tidak melakukan kerusakan atau

pertumpahan darah, dan Dia juga tidak menolak atas pernyataan itu. Dan

para maliakat berargumen bahwa memanjatkan pujian dan

mengagungkan kebesaran-Nya. Para malaikat menyadari tindakan

keduanya, namun ada satu hal yang membuat para malaikat tidak bisa

mengemban amanah itu, yaitu tanggung jawab. Sedangkan bakal khalifah

yang akan mendiami bumi ini dapat memikulnya.19

Pembicaraan yang menyangkut mengenai penciptaan manusia sangat

berkaitan dengan tema studi Manusia: Asal-Usul dan Masyarakatnya,

Kali ini merupakan posisi yang sangat penting karena berbicara mngenai

perubahan dalam terminologi sejarah mengenai manusia. Ketika al-

Qur‟an membahas tentang manusia (insan atau basyar), Ia merupakan

salah satu tema utama yang dibicarakan, terutama mengenai asal-usul

kejadian dengan konsep dari penciptaan tersebut, kedudukan dan

masyarakat, serta tujuan hidup dari manusia tersebut. Hal tersebut

merupakan keharusan karena al-Qur‟an diyakini oleh para pemeluk kaum

muslimin sebagai firman Allah yang ditunjukkan kepada manusia.20

Manusia diberikan keistimewaan untuk menjaga amanah sebuah

rahasia Allah. Namun para malaikat dan sifat-sifatnya yang diberikan

oleh Allah kepadanya tidak mampu mengetahui dan memahaminya. Dan

18

Umar Shihab, Kontekstualitas Al-Qur’an” Kajian Tematik Atas Ayat-ayat

Hukum dalam Al-Qur’an, 122. 19

Muhammad Husain Ṭabāṭabā‟ī, Tāfsir Al-Mīzan: fī Tafsīr Al-Qur’an, 232. 20

Munzir Hitami, Revolusi Sejarah Manusia Peran Rasul sebagai Agen

perubahan, (Jogjakarta: LkiS, 2009), 31.

Page 75: PENCIPTAAN ADAM DALAM Al-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50293... · 2020. 2. 17. · Mentri Pendidikan dan Kebudayaan R.I. Nomer. 1987 dan Nomer: 0543b/U

59

Allah memberikan karunia itu agar mengimbangi dan meminimalisir akan

terjadi kerusakan dan penumpahan darah.21

sehingga bakal khalifah ini

bisa melakukan sesuatu yang bermanfaat agar mendapatkan gelar sebagai

wakil Allah yang mendiami bumi atau disebut sebagai khalifah.

Ṭabāṭabā‟ī memberiakan petunjuk lain untuk menjelaskan bahwa

adam sebagai wakil administratif atau khalifah yang akan mendiami

bumi. Dengan mengutip kejadian yang digambarkan pada ayat berikut:

“(para malaikat) sujud kecuali Iblis. Dia menolak dan memperlihatkan

keangkuhannya, dan dia adalah salah satu dari mereka yang kafir”.22

Terlihat bahwa Iblis kafir pada waktu itu, dan Iblis menolak untuk sujud

karena kekufurannya atas apa yang ia sembunyikan pada waktu itu.

Ketika moment sujudnya para malaikat dan penolakan atas sujudnya Iblis

itu terjadi, dan pada waktu itu juga Allah berfirman kepada mereka

“Tentu saja Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui”.23

Penjelasan

ini seketika menjelaskan alasan Allah dari kalimat sebelumnya menjadi,

“Sesungguhnya Aku mengetahui kegaiban (rahasia-rahasia) di langit dan

di bumi”24

Penciptaan yang digambarkan oleh al-Qur‟an cenderung ditafsirkan

sebagai salah satu proses sebagaimana pematung membuat patung.

Pemahaman seperti itu sejalan dengan peran budaya yang tercermin

dalam pandangan tentang penciptaan Adam. jika dikaitkan dengan kata

lain yang berbentuk jamak (athwār ) yang disebutkan dalam QS. Nuh, 14.

Jika kata athwār dapat ditafsirkan sebagai perkembangan janin dalam

rahim, maka kemungkinan kata tersebut adalah kata yang paling kuat

21

Muhammad Husain Ṭabāṭabā‟ī, Tāfsir Al-Mīzan: fī Tafsīr Al-Qur’an, 232. 22

QS. Al-Baqarah, 34. 23

QS. Al-Baqarah, 34. 24

QS. Al-Baqarah, 33.

Page 76: PENCIPTAAN ADAM DALAM Al-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50293... · 2020. 2. 17. · Mentri Pendidikan dan Kebudayaan R.I. Nomer. 1987 dan Nomer: 0543b/U

60

untuk menunjuk pada tahap pertumbuhan penciptaan manusia. Sehingga

kata athwār dapat dikatagorikan menjadi salah satu kunci yang menunjuk

proses penciptaan manusia.25

Tentu bukan karena sebuah argumen yang dapat meyakinkan Allah

untuk mengajarkan Adam sebuah nama-nama dan kemudian menjadi

bukti terhadap para malaikat.26

Namun Adam mendapatkan gelar sebagai

khalifah karena Adam diberikan pengetahuan tentang nama-nama, dan

Adam menginformasikannya kepada malaikat. Itulah penyebab para

malaikat melayangkan pujian “Maha Suci Engkau! Para malaikat tidak

diberikan pengetahuan kecuali apa yang diajarkan kepada kami”. Dan

mereka menerima itu.27

Al-Qur‟an menggambarkan proses penciptaan manusia, akan tetapi al-

Qur‟an hanya menyatakan bahwa penciptaan manusia berasal dari tanah.

Secara umum al-Qur‟an tidak menjelaskan bagaimana format penciptaan

Adam tersebut. Apakah pola penciptaan Adam dibentuk langsung dari

tanah atau melalui proses evolusi. Dari sini terdapat hikmah yang

terkandung dalam al-Qur‟an tidak langsung menjelaskan secara terinci

terhadap persoalan-persoalan untuk menjadi bahan pemikiran manusia.

Hal ini yang membuat manuasia untuk memikirkan dan menganalisa,

termasuk ayat yang dijadikan dasar dari teori-teori itu sendiri, sehingga

apapun hasil ilmiah yang telah dicapi oleh manusia tidak mengurangi

25

Munzir Hitami, Revolusi Sejarah Manusia Peran Rasul sebagai Agen

perubahan, (Jogjakarta: LkiS, 2009), 38. 26

Muhammad Husain Ṭabāṭabā‟ī, Tāfsir Al-Mīzan: fī Tafsīr Al-Qur’an, 233. 27

Muhammad Husain Ṭabāṭabā‟ī, Tāfsir Al-Mīzan: fī Tafsīr Al-Qur’an, 234.

Page 77: PENCIPTAAN ADAM DALAM Al-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50293... · 2020. 2. 17. · Mentri Pendidikan dan Kebudayaan R.I. Nomer. 1987 dan Nomer: 0543b/U

61

eksistensi manusia untuk mencapai tujuan menjadi makhluk yang mulia

disisi-Nya.28

Kisah penciptaan manusia di setiap surah dalam al-Qur‟an

mempunyai berbagai macam gambaran. Jika diambil garis besarnya,

kisah tersebut memiliki alur sebagai berikut: 1) pernyataan penciptaan

manusia; 2) perintah penghormatan kepada Adam; 3) godaan iblis ketika

diperintahkan untuk bersujud; 4) dosa adam; 5) pengampunan Adam; 6)

pengusiran iblis; 7) pilihan kepada manusia untuk memilih apakah

mengambil jalan yang lurus atau mengambil jalan kesesatan. Pada setiap

surah terdapat unsur penekanan dalam “peringatan”-Nya. Seperti kisah

yang terdapat dalam QS. Al-Baqarah 30-39 ditandai dengan dialog antara

Allah dengan para malaikat pada saat penciptaan dan pemberian

pengetahuan kepada adam, dan dialog setelah pengutukan iblis, serta do‟a

penyesalan Adam, lalu ditutup dengan peringatan atas godaan setan.29

C. Khalifah di Bumi

Penciptaan bakal khalifah menyangkut tujuan utamanya yaitu

memanjatkan pujian dan mengagungkan kesucian.30

Kisah yang

diceritakan oleh al-Qur‟an tentang kejadian manusia sebagai khalifah,

dimulai dari firman Allah kepada malaikat: “Sesungguhnya Aku akan

menjadikan seorang khalifah di muka bumi” ayat ini digambarkan oleh

cendikiawan muslim yaitu Ali Syari‟ati, menunjukkan bahwa betapa mulia

nilai kemanusiaan dalam kacamata Islam. Bahkan pada tempat

kemanusiaan itu muncul di Eropa pasca-Renaisans, tidak mampu

28

Umar Shihab, Kontekstualitas Al-Qur’an” Kajian Tematik Atas Ayat-ayat

Hukum dalam Al-Qur’an, 125. 29

Munzir Hitami, Revolusi Sejarah Manusia Peran Rasul sebagai Agen

perubahan, 110. 30

Muhammad Husain Ṭabāṭabā‟ī, Tāfsir Al-Mīzan: fī Tafsīr Al-Qur’an, 230.

Page 78: PENCIPTAAN ADAM DALAM Al-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50293... · 2020. 2. 17. · Mentri Pendidikan dan Kebudayaan R.I. Nomer. 1987 dan Nomer: 0543b/U

62

membayangkan kemulian manusian.31

Pertanyaan yang dilontarkan oleh

para malaikat bukanlah sebuah protes dan keberatan, dan mereka

sesungguhnya mengetahui kajadian sebenarnya.32

Muhammad Qathab dalam bukunya mengatakan bahwa manusia

adalah khalifah yang diperintahkan Allah untuk mendiami Bumi “ اني جاعل

,ini mengandung makna yang sangat global ”خليفة“ Kata .”في الارض خليفة

bentuk yang disebut sebagai khalifah itu adalah manusaia yang memiliki

kemampuan yang sangat berbeda dengan makhluk-makhluk lain yang

diciptakan oleh Allah, memiliki suatu kepentingan individu dalam

menjadikan kehidupan ini, serta memiliki peran penting sebagai khalifah

yang dipilih Allah untuk menjaga bumi. Oleh karena itu Allah membekali

manusia dengan prasarana dan berbagai pasilitas kekhalifahan.33

Lanjut

Muhammad Qathab menjelaskan ciri-ciri Manusia yaitu:

1. Manusia memiliki perbedaan dengan makhluk yang lainya.

2. Manusia dibekali daya kemampuan, yang tidak lain adalah

pengetahuan, kemauan, kemampuan meneriama wahyu, dan mengikuti

garis besar hidayahnya.

3. Manusia memiliki sifat yang lembut seperti mencintai kepada syahwat,

dan lupa kepada janji Allah dan petunjuk-petunjuknya.

31

Zulfan Taufik, Dialektika Islam Humanisme Pembacaan Ali Syari’ati, 60. 32

Muhammad Husain Ṭabāṭabā‟ī, Tāfsir Al-Mīzan: fī Tafsīr Al-Qur’an, 230. 33

Muhammad Qathab, Dirāsah al-Nafsi al-Insanīyah (Beirut: Dar al-Syaruq, tt),

29.

Page 79: PENCIPTAAN ADAM DALAM Al-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50293... · 2020. 2. 17. · Mentri Pendidikan dan Kebudayaan R.I. Nomer. 1987 dan Nomer: 0543b/U

63

4. Manusia memiliki suatu kebiasaan untuk melawan, menganggat

derajatnya sendiri ke tingkat yang tinggi, dan memiliki kemampuan

menjatuhkan dirinya ketingkat yang paling bawah.34

Ketika Allah memperkenalkan manusia sebagai khalifah kepada

malaikat. Kata khalifah artinya „yang menggantikan‟ atau „yang datang

sesudah sesudah siapa yang datang sebelumnya‟ bahkan ada yang

memahami kata khalifah ini dalam arti yang menggantikan Allah dalam

melakukan tindakan dan menetapkan ketetapan-ketetapan-Nya, akan tetapi

bukan karena Allah tidak mampu menjadikan manusia mempuyai

kedudukan sebagai Tuhan, melainkan hanya untuk menguji dan

memberikan penghormatan.35

Kebebasan manusia dalam berbuat dan bertindak akan mengantarkan

manusia itu untuk mencapai kualitas. Akan tetapi, kebebasan yang

dimaksud adalah tidak melepaskan diri dari sifat kerohanian dan akal

sehat, dengan melakukan upaya yang berlebih terhadap dirinya sendiri,

dengan melakukan dorongan untuk meninggalkan suatu yang negatif dan

naluri yang destruktif. Agar kebebasan yang diinginkan adalah upaya

untuk mewujudkan kualitas yang dinilai sebagai khalifah di bumi Allah

yang bertanggung jawab. Akan tetapi kualitas dan nilai manusia memiki

kemampuan untuk mengarahkan kebebasannya berdasarkan akal

pertimbangan yang dimilikinya berdasarkan karunia Allah, dan dibimbing

oleh cahaya iman yang menerangi nuraninya.36

34

Muhammad Qathab, Dirāsah al-Nafsi al-Insanīyah, 34. 35

Zulfan Taufik, Dialektika Islam Humanisme Pembacaan Ali Syari’ati, 60. 36

Umar Shihab, Kontekstualitas Al-Qur’an” Kajian Tematik Atas Ayat-ayat

Hukum dalam Al-Qur’an, 110.

Page 80: PENCIPTAAN ADAM DALAM Al-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50293... · 2020. 2. 17. · Mentri Pendidikan dan Kebudayaan R.I. Nomer. 1987 dan Nomer: 0543b/U

64

Allah menggunakan sebuah kalimat untuk menunjuk bakal khalifah

dengan mengajarkan mereka nama-nama.37

Sebagai bentuk kesiapan

bahwa khalifah yang akan mendiami bumi ini, dengan meyakinkan para

malaikat atas keunggulan Adam yang diajarkan nama-nama sesuatu oleh

Allah, akan tetapi tidak sedikitpun keraguan bahwa hal itu mengajarkan

pada gagasan tentang ilmu pengetahuan dan pendidikan yang diberikan

oleh Allah kepada Adam. simbol yang menunjukkan tentang nama-nama

tersebut adalah bentuk definisi dan konseptual benda. Allah mengajarkan

hal itu agar manusia bisa menggambarkan dan mampu memahami semua

kebenaran terhadap dunia.38

Salah satu tujuan utama diciptakannya manusia sebagai khalifah yang

dikutip oleh jurnal AL-MU‟ASYIRAH Vol. 13 dalam pandangan

Muhammad Qathab meliputi segala hal ataupun sangat luas, meliputi

segala macam aktivitas dalam menjalankan kehidupan demi kemakmuran

di bumi. Sebab manusia yang diberikan kelebihan oleh Allah sebagai

khalifah harus mengetahui seluruh sumberdaya yang ada di alam ini,

dengan menggunakan akal dan fikirannya untuk meningkatkan derajat

bagi kehidupan yang sesuai dengan kehendak Allah. Untuk itu manusia

perlu untuk melakukan cara yang sesuai dengan syariat yang di tentukan

oleh Allah agar tercapainya aturan Ilahi yang dirahasiakan di alam ini.39

37

Muhammad Husain Ṭabāṭabā‟ī, Tāfsir Al-Mīzan: fī Tafsīr Al-Qur’an, 230. 38

Zulfan Taufik, Dialektika Islam Humanisme Pembacaan Ali Syari’ati, 62. 39

Muhammad Thaib Muhammad, “Kualitas Manusia dalam Pandangan Al-

Qur‟an”. AL-MU’ASYIRAH Vol. 13, No. 1, (Januari 2016): 4.

Page 81: PENCIPTAAN ADAM DALAM Al-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50293... · 2020. 2. 17. · Mentri Pendidikan dan Kebudayaan R.I. Nomer. 1987 dan Nomer: 0543b/U

65

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan pemahaman pada uraian bab-bab yang telah dipaparkan

sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa penafsiran yang telah

dilakukan oleh Ṭabāṭabā’ī dalam penafsirannya tentang penciptaan Adam

dalam al-Qur’an merujuk kepada penafsiran yang dinilai sangat berwarna

dan mempunyai wawasan yang tinggi dalam menafsirkan al-Qur’an.

Demikian pula penafsiran yang dilakukan oleh Ṭabāṭabā’ī terhadap

penafsiranya tentang penciptaan Adam.

Penafsiran yang dilakukan oleh Ṭabāṭabā’ī pada ayat-ayat penciptaan

Adam, baik yang berkaitan tentang ayat-ayat turunnya kekhalifahan dan

penciptaan manusia secara umum serta perkembangan pemahaman yang

berkaitan tentang ayat-ayat penciptaan. Penafsiran Ṭabāṭabā’ī mencoba

memperluas pemahamannya sehingga dalam menafsirkan al-Qur’an

Ṭabāṭabā’ī melakukan perenungan yang sangat dalam dan mendapatkan

ketaatan yang tidak didasari oleh hawa nafsu.

Penulis menilai apa yang ditafsirkan oleh Ṭabāṭabā’ī berdasarkan

kepada apa yang menjadi dasar pada keilmuannya. Ṭabāṭabā’ī yang

bermazhab Syiah mempertahankan keilmuanya dalam menafsirkan ayat-

ayat al-Qur’an, sehingga menghasilkan berbagai pemahaman tertang ayat-

ayat yang ditafsirkan.

Dalam menafsirkan ayat yang bertemakan tentang penciptaan pada

bab-bab sebelumnya, Ṭabāṭabā’ī menggambarkan banyak perbedaan di

Page 82: PENCIPTAAN ADAM DALAM Al-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50293... · 2020. 2. 17. · Mentri Pendidikan dan Kebudayaan R.I. Nomer. 1987 dan Nomer: 0543b/U

66

kalangan mufassir. Yang menjadi dasar perbedaan di kalangan mufassir

ayat-ayat tersebut ditafsirkan dengan mazhab-mazhab yang berbeda. Oleh

karena itu penulis beranggapan bahwa Ṭabāṭabā’ī berbeda dengan

mufassir-mufassir yang lainnya dalam menafsirkan ayat tentang

penciptaan.

Perbedaan yang mendasari Ṭabāṭabā’ī dalam menafsirkan ayat-ayat

tentang penciptaan adalah ketika para malaikat melayangkan pertanyan

kepada Allah swt, dan ketika itu malaikat terburu-buru mengambil

kesimpulan bahwa khalifah yang akan diciptakan itu akan berbuat

kerusakan dan akan menumpahkan darah, sehingga penulis berkesimpulan

bahwa yang membedakan mufassir yang lain dengan apa yang ditafsirkan

Ṭabāṭabā’ī sangat berbeda.

Menarik dalam menganalisa penafsiran Ṭabāṭabā’ī tentang ayat

penciptaan adalah loyalitasnya sebagai mufassir menggunakan rasionalitas

dalam menafsirkan al-Qur’an. Pemahaman-pemahaman yang dibagun

dalam tafsirannya menggunakan argumentasi rasional dan filosofis,

sehingga memberikan ruang yang luas untuk memahaminya.

B. Saran-saran

Berdasarkan hasil dari penafsiran Ṭabāṭabā’ī tentang penafsiran

penciptaan adam dalam tafsirannya, penulis mengajukan beberapa saran

sebagai berikut.

1. Al-Qur’an yang begitu luas dalam memahaminya perlu ada berbagai

sudut pandang yang harus ditempuh oleh para pemikir, agar tidak

terfokus pada satu surat ini saja.

2. Dalam al-Qur’an terdapat ayat-ayat yang membahas mengenai

penciptaan, dan tujuan utamanya adalah agar manusia bisa mengambil

pembelajaran dari berbagai sudut pandang yang lain.

Page 83: PENCIPTAAN ADAM DALAM Al-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50293... · 2020. 2. 17. · Mentri Pendidikan dan Kebudayaan R.I. Nomer. 1987 dan Nomer: 0543b/U

67

3. Kepada peneliti yang lain agar disarankan jika ingin meneliti tentang

ayat ini agar membahas dengan lengkap dari dari awal turunyan ayat

ini, karena penulis hanya mengambil beberapa ayat saja dalam

melakukan penelitian ini.

4. Penafsiran yang dilakukan oleh Ṭabāṭabā’ī ini sudah dilakukan oleh

beberapa mufassir dan tokoh-tokoh agama lainnya, namun masih

banyak kekurangan dalam melakukan penafsiran atau kajian-kajian.

Sehingga peneliti selanjutnya memberikan argumentasi atau

pandangan yang berbeda dan mengembangkan kajian ini untuk

menambah wawasan keilmuan islam dan menjadiakan al-Qur’an

sebagai tolak ukur agar memudahkan pembaca dalam memahaminya.

5. Penulis berharap agar ada yang menelitian tentang bagaimana asal

mula penciptaan sehingga ayat ini dapat dipahami dengan mudah,

bukan hanya sekedar kutipan para ilmuan dan riwayat hadist-hadist

terdahulu.

6. Hasil penelitian ini masih jauh dari apa yang dibayangkan oleh para

pembacanya, karena keterbatasan pengetahuan penulis dan sumber-

sumber yang digunakan oleh penulis. Namun ini menjadi ruang yang

terbuka untuk para pemikir dalam melakukan penelitian dan

menjadikan tulisan ini sebagai objek peneliti selanjutnya.

Page 84: PENCIPTAAN ADAM DALAM Al-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50293... · 2020. 2. 17. · Mentri Pendidikan dan Kebudayaan R.I. Nomer. 1987 dan Nomer: 0543b/U

67

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Zainal. Filsafat Manusia Memahami Filsafat Manusia

Melalui Filsafat. Bandung: Rosdakarya, 2013.

Al-Hāfīz, Al-Imām Abī Al-Fidā’ Ibn Katsīr Al-Dimasyqī. Tafsir Al-

Qur’an Al-Azīm, Juz I. Beirut: Maktabah Al-Nūr Al-‘Ilmiyyah,

1992.

Ali, Yunasril. Manusia Citra Ilahi. Jakarta: Paramadina, 1997.

al-Qattān, Mannā. Studi Ilmu-ilmu Qur’an, terj. Muzakkir AS

Jakarta: Pustaka Firdaus, 1999

Amal, Taufik Adnan. Rekontruksi Sejarah Al-Qur’an. Jakarta:

Divisi Muslim Demokratis, 2011.

Amir, Mafri. Literatur Tafsir Indonesia. Cet. II. Ciputat: Mazhab

Ciputat, 2013.

Anwar, Rosihan Ilmu Tafsir, Cet. III. Bandung: CV Pustaka Setia,

2005.

Ar-Rifa’i, Muhammad Nasib. Taisiru al-Aliyyul Qadir li Ikhtisari

Tafsir Ibnu Katsir, jilid I, Jakarta: Gema Insani, 1999.

Assegap, M. Zen. Konsep Tauhid Thabathaba’i dalam Tafsir Al-

Mizan. Tangerang: Penerbit YPM, 2012.

Aṭ-Ṭabarī. Muhammad Ibn Jarir Jami’ al-Bayan Fī Tafīr Al-

Qur’an. Beirut: Dar al-Fikr, 1988.

Azra, Azyumardi. Histografi Islam Kontemporer Wacana, Aktual,

dan Aktor Sejarah. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2002.

Baidowi, Ahamad. Mengenal Thabathaba’i dan kontroversi

Nasikh Mansukh. Bandung: Nuansa Cendekia, 2005.

Bucaile, Maurice. Dari Mana manusia Berasal? Antara ilmu

pengetahuan, Bibel dan Al-Qur’an, terj Rahmani Astuti.

Bandung: Mizania, 2208.

Ferutama, Lesmadona. “Konsep Manusia dalam Perspektif Ali

Syari’ati” Skripsi S1., Universitas Islam Negri Syarif

Hidayatullah Jakarta, 2008.

Page 85: PENCIPTAAN ADAM DALAM Al-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50293... · 2020. 2. 17. · Mentri Pendidikan dan Kebudayaan R.I. Nomer. 1987 dan Nomer: 0543b/U

68

Hakim, Husnul IMZI. Ensiklopedi Kitab-kitab Tafsir Kumpulan

Kitab-kitab Tafsir dari Masa Klasik Sampai Masa

Kontemporer. Depok: Lingkar Studi al-Qur’an.

Hamka. Tafsir al-Azhar. Jakarta: Pustaka Panjimas, 1986.

Haryo, Agus Sudarmojo. Benarkah Adam Manusia Pertama?

Interpretasi Baru Ras Adam Menurut Al-Qur’an dan Sains.

Sleman: PT Bentang Pustaka, 2013.

Hitami, Munzir. Revolusi Sejarah Manusia Peran Rasul sebagai

Agen perubahan. Jogjakarta: LkiS, 2009.

Izzan, Ahmad. Metodelogi Ilmu Tafsir. Bandung: Tafakur, 2009.

Kementrian Agama RI Tahun 2012. Penciptaan Manusia Dalam

Perspektif Al-Qur’an dan Sains.

Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an. Penciptaan Manusia

Dalam Perspektif Al-Qur’an dan Sains. Jakarta: Widya

Cahaya, 2017.

Madjid, Nurcholis. Khazanah Intlektual Islam. Jakarta: Bulan

Bintang, 1987.

Muthahhri, Murtadha. Manusia dan Takdirnya. Bandung:

Paperbacks, 2011.

Nasher, Sayyid Hussein. Islam Syi’ah: Asal-usul dan

Perkembangannya. terj. Djohan Efendi Jakarta: Pustaka

Utama Grafiti, 1989.

Nasution, Harun. Islam Rasional: Gagasan dan Pemikiran.

Bandung: Mizan, 1996.

Nur’aeni. “Proses Penciptaan Manusia dalam al-Qur’an (sebuah

kajian tematik tentang NUTFAH DAN ‘ALAQAH),” Skripsi

S1., Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta,

2012.

Rahmat, Jalaluddin. Pengantar Islam dan Tentang Modernitas.

Bandung: Mizan, 1989.

Razzaqi, Ibnu al-Qasim. Pengantar pada Tafsir al-Mizan, terj.

Nurul Agustina, Jakarta: Al-Hikmah, 1991.

Page 86: PENCIPTAAN ADAM DALAM Al-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50293... · 2020. 2. 17. · Mentri Pendidikan dan Kebudayaan R.I. Nomer. 1987 dan Nomer: 0543b/U

69

Saleh, Hairus. “Filsafat Manusia (Studi Komparatif antara

Abdurrahman Wahid dan Murtadla Muthahhari),” Skripsi

S1., Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta,

2014.

Setiaji, Rahmat. “Proses Penciptaan Perempuan dalam Al-Qur’an

Studi perbandingan antara Penafsiran Ibnu Katsir dan

Muhammad Abduh tentang Q.S. An-Nisa ayat 1,” Skripsi

S1., Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta,

2012.

Shihab, M. Quraish. Tafsir al-Misbah: pesan, kesan dan

keserasian Al-Qur’an. Jakarta: Lentera Hati, 2002

-------, Membumikan Al-Qur’an. Bandung: Mizan, 1999.

-------, Mukjizat Al-Qur’an Ditinjau dari Aspek Kebahasaan

Isyarat Ilmiah dan Pemberitaan Gaib, Cet. III, Bandung:

Mizan, 2001.

Shihab, Umar. Kontekstualitas Al-Qur’an” Kajian Tematik Atas

Ayat-ayat Hukum dalam Al-Qur’an, Jakarta: Penamadani,

2005.

Thohir, Moch. “Perspektif Ibnu Katsir tentang Eksistensi Adam”

Skripsi S1., Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah

Jakarta, 2012.

Suharto, Gatot. Alam Manusia dan Tuhannya. Jakarta: Ajib

Publising, 2014.

Syafe’i, Imam. Manusia Ilmu dan Agama. Jakarta: Quantum Press,

2009.

Syahin, Abdus Shabur. Penciptaan Nabi Adam: Mitos atau

Realitas. Elsaq Press, 2004.

Syari’ati, Ali. Tentang Sosiologi Islam. terj. Saifullah Mahyudin,

Yogyakarta: Ananda, 1982.

-------. Ummah Imamah. terj. Muhammad Faishol Hasanuddin,

Jakarta: YAPI, 1990.

Page 87: PENCIPTAAN ADAM DALAM Al-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50293... · 2020. 2. 17. · Mentri Pendidikan dan Kebudayaan R.I. Nomer. 1987 dan Nomer: 0543b/U

70

Ṭabāṭabā’ī, Muhammad Husein. Inilah Islam Upaya Memahami

Islam Secara Mudah, terj. Ahsin Muhammad, Jakarta: Sadra

Pres, 2011.

-------. Millah Ibahim dalam Tafsir Al-Mizan Fii Tafsir Al-Qur’an,

-------. Tafsir Al-Mīzan: fī tafīr Al-Qur’an, terj Ilyas Hasan

Jakarta:Lentera,2010.

-------. Tafsir al-Mizan: Mengupas Ayat-ayat Kepemimpinan, terj.

Syamsul Rifa’i, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1990.

-------. Al-Mīzan Fī Tafsīr Al-Qur’an, jilid 1, (Taheran: Dar al-

Kutub al-Islamiyah, 1392).

Taimiyah, Ibnu. Muqaddimah Fi Ushul Tafsir. Beirut: Dar al-Filr,

1392.

Taufik, Zulfan. Dialektika Islam Humanisme Pembacaan Ali

Syari’ati. Jakarta: Ongklam Books, 2015.

Thaib, Muhammad. “Kualitas Manusia dalam Pandangan Al-

Qur’an”, AL-MU’ASYIRAH Vol. 13, No. 1, Januari 2016.

Ulhusna, Nidaa. “Konsep penciptaan Alam Semeste Study

Komparatif Antara Tafsir Ilmi Penciptaan Jagat Raya

Kementrian Agama RI Dengan Stephen Hawking,” Skripsi

S1., Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta,

2014.

Willya, Evra. Ṭabāṭabā’ī dan Tafsir al-Mizan” dalam Hubungan

Antar Umat Beragama Menurut Ṭabāṭabā’ī dalam Tafsir al-

Mizan, Disertasi S3 Pascasarjana, Universitas Islam Negri

Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008.

Zulaika, Cici. "Penciptan Alam Menurut Imam Al-Gazali" Skripsi

S1., Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta,

2018.