PENCAIRAN BATUBARA PERINGKAT RENDAH (LIGNIT) MENJADI …

102
PENCAIRAN BATUBARA PERINGKAT RENDAH (LIGNIT) MENJADI BAHAN BAKAR CAIR MENGGUNAKAN METODE KATALITIK HIDROTERMAL SKRIPSI DEVI NUR INDRAWATI PROGRAM STUDI KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2018 M / 1439 H

Transcript of PENCAIRAN BATUBARA PERINGKAT RENDAH (LIGNIT) MENJADI …

Page 1: PENCAIRAN BATUBARA PERINGKAT RENDAH (LIGNIT) MENJADI …

PENCAIRAN BATUBARA PERINGKAT RENDAH (LIGNIT)

MENJADI BAHAN BAKAR CAIR MENGGUNAKAN

METODE KATALITIK HIDROTERMAL

SKRIPSI

DEVI NUR INDRAWATI

PROGRAM STUDI KIMIA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2018 M / 1439 H

Page 2: PENCAIRAN BATUBARA PERINGKAT RENDAH (LIGNIT) MENJADI …

PENCAIRAN BATUBARA PERINGKAT RENDAH (LIGNIT) MENJADI

BAHAN BAKAR CAIR MENGGUNAKAN METODE KATALITIK

HIDROTERMAL

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains

Program Studi Kimia

Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Oleh :

DEVI NUR INDRAWATI

1113096000049

PROGRAM STUDI KIMIA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2018 M/ 1439 H

Page 3: PENCAIRAN BATUBARA PERINGKAT RENDAH (LIGNIT) MENJADI …
Page 4: PENCAIRAN BATUBARA PERINGKAT RENDAH (LIGNIT) MENJADI …
Page 5: PENCAIRAN BATUBARA PERINGKAT RENDAH (LIGNIT) MENJADI …
Page 6: PENCAIRAN BATUBARA PERINGKAT RENDAH (LIGNIT) MENJADI …

ABSTRAK

DEVI NUR INDRAWATI. Pencairan Batubara Peringkat Rendah (Lignit)

Menjadi Bahan Bakar Cair Menggunakan Metode Katalitik Hidrotermal.

Dibimbing oleh HERMAN HIDAYAT dan ISALMI AZIZ.

Cadangan batubara peringkat rendah di Indonesia (lignit) sebesar 57%,

namun pemanfaatannya belum maksimal karena kandungan oksigen yang tinggi

sehingga nilai kalornya rendah. Meningkatkan pemanfaatan lignit dengan

mengkonversikannya menjadi bahan bakar cair menggunakan metode katalitik

hidrotermal menggunakan katalis NaOH serta air yang berfungsi sebagai pelarut

dan sumber donor hidrogennya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

pengaruh temperatur dan katalis yang digunakan terhadap yield yang dihasilkan.

Batubara jenis lignit yang digunakan berukuran 200 mesh sebanyak 100 gram,

direaksikan di dalam reaktor batch autoklaf berukuran 1 liter, dengan tekanan awal

nitrogen sebesar 0,5 MPa, ditambahkan 200 gram air dan 1 gram katalis NaOH.

Reaktor dioperasikan pada variasi temperatur 350, 370 dan 390˚C. Produk yang

dihasilkan berupa slurry dan gas. Produk slurry difraksinasi dengan distilasi vakum

kemudian dianalisis menggunakan GC-MS. Produk gas dianalisis menggunakan

GC-FID dan GC-TCD. Hasil percobaan menunjukkan yield minyak tertinggi

dihasilkan pada temperatur 390˚C dengan menggunakan katalis yaitu sebesar

60,80%. Analisis GC-MS menunjukkan bahwa senyawa cadalin memiliki

persentase tertinggi yaitu 30,85% , senyawa tersebut merupakan komponen dasar

penyusun bahan bakar solar.

Kata kunci : batubara, lignit, katalitik hidrotermal, bahan bakar cair

Page 7: PENCAIRAN BATUBARA PERINGKAT RENDAH (LIGNIT) MENJADI …

ABSTRACT

DEVI NUR INDRAWATI. Liquefaction of Low Rank Coals (Lignites) to Liquid

Fuel Using Catalytic Hydrothermal Method. Advised by HERMAN HIDAYAT

dan ISALMI AZIZ.

Reserve of low rank coals (lignites) in Indonesia amount to 57%, but the

utilization is not maximal yet because the highest contain of oxygen and sulphur

which decrease the caloric value. To increasing the utilization, lignites were

changed by catalytic hydrothermal method become liquid fuel using NaOH as

catalyst and water as solvent and hydrogen donor resource. The purpose of this

research is investigation oil yield depend on the effect of temperature and catalyst.

This experiments were carried out in a 1 L batch autoclave at 3 MPa (initial)

nitrogen pressure, added by lignite (105 gram), water (210 gram) and NaOH

catalyst (1 gram) in different temperatures at 350, 370 and 390˚C. Products which

produced in this experiment are slurry and gas. Slurry product were fractionated by

vacuum distillation then analyzed by GC-MS. Gas product were analyzed by GC-

FID dan GC-TCD. The experiment showed that the highest oil yield in temperature

390˚C with using catalyst is 60.80%. GC-MS analysys showed that cadalin has

highest percentage that is 30.85% , it can be potentially as diesel fuel.

Keyword: coal, lignite, catalytic hydrothermal, fuel liquid

Page 8: PENCAIRAN BATUBARA PERINGKAT RENDAH (LIGNIT) MENJADI …

viii

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Alhamdulillahi rabbil ‘alamin, puji syukur penulis panjatkan kepada Allah

SWT atas rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi penelitian

yang berjudul “Pencairan Batubara Peringkat Rendah (Lignit) menjadi Bahan

Bakar Cair menggunakan Metode Katalitik Hidrotermal”. Shalawat serta salam tak

lupa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat serta

pengikutnya yang memperjuangkan islam hingga akhir zaman.

Penulisan skripsi dapat terselesaikan berkat bantuan dan bimbingan dari

berbagai pihak. Penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr.Ir. Herman Hidayat selaku Pembimbing I yang telah memberikan bimbingan

dan arahan selama penyusunan skripsi ini.

2. Isalmi Aziz, M.T. selaku Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan

arahan selama penulisan skripsi ini.

3. Nurhasni, M.Si dan Nurmaya Arofah, M.Eng selaku penguji yang telah

memberikan saran dan masukan dalam penulisan skripsi penelitian.

4. Drs. Dede Sukandar, M.Si selaku Ketua Program Studi Kimia Fakultas Sains dan

Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

5. Dr. Agus Salim, M.Si selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

6. Dr. Siti Nurbayti, M.Si selaku Pembimbing Akademik dari penulis yang telah

memberikan masukan kepada penulis.

Page 9: PENCAIRAN BATUBARA PERINGKAT RENDAH (LIGNIT) MENJADI …

ix

7. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Teknologi UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmunya dengan sabar dan

ikhlas selama masa perkuliahan.

8. Septina, S.Si selaku Pembimbing Lapangan yang telah memberikan bimbingan

dan arahan selama penulisan skripsi penelitian ini.

9. Mas Tutur dan Pak Ade yang telah sabar membantu penulis dalam pengoperasian

reaktor selama penelitian.

10. Orangtua tercinta (Bapak Sukamto dan Ibu Giyanti) yang selalu mendoakan,

melimpahkan kasih sayang, memberikan dukungan moril serta materil kepada

penulis selama ini.

11. Om Didi yang sudah bahagia di Surga

12. Teman – teman Kimia angkatan 2013 atas kenangan indah selama masa kuliah.

13. Seluruh pihak yang telah memberikan dukungan baik secara langsung, moral,

maupun do’a, sehingga dapat terselesaikannya proses penyusunan skripsi ini.

Semoga skripsi ini bermanfaat bagi kemajuan ilmu pengetahuan.

Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

Ciputat, Januari 2018

Penulis

Page 10: PENCAIRAN BATUBARA PERINGKAT RENDAH (LIGNIT) MENJADI …

x

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ........................................................................................ viii

DAFTAR ISI .......................................................................................................... x

DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xiii

DAFTAR TABEL ............................................................................................... xv

DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xvi

BAB I ...................................................................................................................... 1

PENDAHULUAN .................................................................................................. 1

1.1. Latar Belakang ....................................................................................... 1

1.2. Rumusan Masalah .................................................................................. 5

1.3. Hipotesis .................................................................................................. 5

1.4. Tujuan Penelitian ................................................................................... 5

1.5. Manfaat Penelitian ................................................................................. 6

BAB II .................................................................................................................... 7

TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................ 7

2.1. Batubara ...................................................................................................... 7

2.1.1. Koalifikasi (Coalification) ..................................................................... 7

2.1.2. Bahan Penyusun Batubara ................................................................... 10

2.2. Proses Pencairan Batubara (Liquefaction) ............................................. 10

2.2.1. Direct Liquefaction .............................................................................. 10

2.2.2. Indirect Liquefaction............................................................................ 11

2.2.3. Hydrothermal liquefaction (HTL) ....................................................... 12

2.3. Katalis untuk Hydrothermal Liquefaction (HTL) .................................. 12

Page 11: PENCAIRAN BATUBARA PERINGKAT RENDAH (LIGNIT) MENJADI …

xi

2.3.1. Katalis Homogen untuk Hydrothermal Liquefaction (HTL) .............. 13

2.4. Mekanisme Pencairan Batubara ............................................................. 13

2.5. Kromatografi Gas ..................................................................................... 15

2.5.1. Prinsip kerja Kromatografi Gas ........................................................... 16

2.5.2. Jenis Detektor ...................................................................................... 16

2.6. GC-MS (Gas Cromatography Mass Spectrometry) .............................. 17

2.6.1. Prinsip dasar GC-MS ........................................................................... 17

2.7. Distilasi Vakum ......................................................................................... 18

BAB III ................................................................................................................. 19

METODE PENELITIAN ................................................................................... 19

3.1. Waktu dan Tempat .............................................................................. 19

3.2. Alat dan Bahan ......................................................................................... 19

3.2.1. Alat....................................................................................................... 19

3.2.2 Bahan .................................................................................................... 19

3.3. Diagram Alir Penelitian ....................................................................... 20

3.4. Prosedur Kerja ..................................................................................... 21

3.4.1. Preparasi Sampel Batubara ............................................................. 21

3.4.2. Analisis Karakteristik Kualitas Batubara ........................................ 21

3.4.2.1. Analisis Proksimat (ASTM D3172-13) ................................. 21

3.4.2.2. Analisis Ultimat (ASTM D3176-09) ..................................... 23

3.4.2.3. Analisis Total Sulfur (ASTM D4239-14) ............................. 23

3.4.3. Pengujian dengan menggunakan reaktor batch autoklaf 1 Liter

(Hidayat, 1998) .............................................................................................. 24

3.4.3.1. Pemasukan umpan (Feed Charging): .................................. 24

3.4.3.2. Memasang Penutup Autoklaf ............................................... 24

3.4.3.3. Tes Kebocoran........................................................................ 24

Page 12: PENCAIRAN BATUBARA PERINGKAT RENDAH (LIGNIT) MENJADI …

xii

3.4.3.4. Pengoperasian ........................................................................ 25

3.4.3.5. Pengambilan Sampel Gas ...................................................... 25

3.4.3.6. Pengambilan Produk Slurry ................................................. 25

3.4.3.7. Pengujian Distilasi Vakum (ASTM D1160) ........................ 26

3.4.4. Analisis Produk Gas (ASTM D 1945-03) ....................................... 27

3.4.5. Analisis Produk Cair (ASTM D5796-15) ....................................... 27

BAB IV ................................................................................................................. 28

HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................... 28

4.1. Karakteristik Batubara ....................................................................... 28

4.2. Pengaruh Temperatur Reaksi Terhadap Produk Hasil Pencairan

Katalitik Hidrotermal ..................................................................................... 30

4.3. Pengaruh Penambahan Katalis NaOH Terhadap Produk Minyak

Hasil Pencairan Katalitik Hidrotermal ......................................................... 35

4.4. Analisis Produk Gas ............................................................................. 36

4.5. Analisis Senyawa Kimia Dengan GC-MS .......................................... 40

BAB V ................................................................................................................... 46

PENUTUP ............................................................................................................ 46

5.1. Simpulan .................................................................................................... 46

5.2. Saran .......................................................................................................... 46

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 47

LAMPIRAN ......................................................................................................... 52

Page 13: PENCAIRAN BATUBARA PERINGKAT RENDAH (LIGNIT) MENJADI …

xiii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. (a) Struktur Batubara Lignit (Schulten dan Schnitzer,1993).

(b) Penampilan fisik batubara lignit (http://geology.com).....................8

Gambar 2. (a) Struktur batubara subbituminus (Schulten dan Schnitzer,1993).

(b) Penampilan fisik batubara lignit (http://geology.com).....................8

Gambar 3. (a)Struktur Batubara Bituminus (Schulten dan Schnitzer,1993).

(b) Penampilan Fisik Batubara Bituminus

(http://energyeducation.ca).....................................................................9

Gambar 4. (a) Struktur Batubara Antrasit (Schulten dan Schnitzer,1993).

(b) Penampilan Fisik Batubara Antrasit (http://geology.com)...............9

Gambar 5. Proses Direct Liquefaction (Bellman dkk, 2007)…………………….11

Gambar 6. Formasi Fasa Cair (Shinn, 1984)……………………………………14

Gambar 7. Reaksi Pemutusan Ikatan yang Lebih Kuat (Shinn,1984)…………..14

Gambar 8. Penyerangan oleh Hidrogen Menuju Peretakan (Shinn, 1984)……..15

Gambar 9. Skema Kerja Alat Kromatografi Gas (Eiceman, 2000) ............. ……16

Gambar 10. Skema GCMS (Masucci dan Caldwel, 2004)……………………….18

Gambar 11. Diagram Alir Penelitian……………………………………………20

Gambar 12. Grafik Perolehan Yield Hasil Katalitik Hidrotermal Batubara

Variasi Temperatur Tanpa Katalis…………………………………..30

Gambar 13. Grafik Perolehan Yield Hasil Katalitik Hidrotermal Batubara

Variasi Temperatur Dengan Katalis………………………………...31

Gambar 14. Interaksi antara air dan gugus fungsi oksigen pada batubara……...32

Gambar 15. Grafik Konsumsi H2O……………………………………………...35

Gambar 16. Grafik Perbandingan Yield Minyak Dengan dan Tanpa

Katalis NaOH………………………………………………………..35

Gambar 17. Reaksi Kondensasi (Yurum, 1992)…………………………………37

Gambar 18. Reaksi Pembentukan Gas CO (Yurum, 1992)…………………......39

Gambar 19. Reaksi pembentukan gas CH4 sebagai berikut (Yurum, 1992)……39

Page 14: PENCAIRAN BATUBARA PERINGKAT RENDAH (LIGNIT) MENJADI …

xiv

Gambar 20. Hasil Analisis GCMS……………………………………………...41

Gambar 21. Struktur Cadalin……………………………………………………43

Gambar 22. Struktur trans-3,5-dideutero hidroksi siklopentena………………..43

Gambar 23. Struktur 2,3-dimetilfenol…………………………………………..44

Gambar 24. Struktur o-cresol…………………………………………………...44

Gambar 25. Struktur 2-Methylundecane………………………………………..45

Page 15: PENCAIRAN BATUBARA PERINGKAT RENDAH (LIGNIT) MENJADI …

xv

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Kondisi Operasi Penelitian …………………………………………………24

Tabel 2. Analisis Proksimat Batubara (air dried basis)…………………............28

Tabel 3. Analisis Ultimat Batubara (air dried basis)…………………................29

Tabel 4. Hasil Analisa Gas dengan Instrumen GC-TCD………………………..37

Tabel 5. Hasil Analisa Gas dengan Instrumen GC-FID…………………………40

Tabel 6. Senyawa Hasil Analisis GCMS…………………….…………………..41

Page 16: PENCAIRAN BATUBARA PERINGKAT RENDAH (LIGNIT) MENJADI …

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Perhitungan Analisis Proksimat Batubara……………………………..52

Lampiran 2. Perhitungan Analisis Ultimat Batubara………………………..........55

Lampiran 3. Perhitungan Rasio Atom H/C dan O/C……………………………..56

Lampiran 4. Data Hasil Analisis Gas (GC-TCD)…………………………………...57

Lampiran 5. Data Hasil Analisis Gas (GC-FID)…………………………………….59

Lampiran 6. Perhitungan Mass Balance…………………………………………….65

Lampiran 7. Gambar Alat……………………………………………………………….83

Page 17: PENCAIRAN BATUBARA PERINGKAT RENDAH (LIGNIT) MENJADI …

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia memiliki beberapa potensi sumber daya energi fosil diantaranya

minyak bumi, gas dan batubara. Cadangan minyak bumi sebesar 3,6 miliar barel,

gas sebesar 100,3 TCF (Trillion Cubic Feet) dan cadangan batubara sebesar 32,27

miliar ton. Bila diasumsikan tidak ada penemuan cadangan baru, berdasarkan rasio

R/P (Reserve/Production) tahun 2014, maka minyak bumi akan habis dalam 12

tahun, gas 37 tahun, dan batubara 70 tahun. Melihat data tersebut, maka potensi

batubara di Indonesia menjanjikan untuk terus dikembangkan. Tingginya cadangan

batubara memungkinkan pemanfaatannya untuk sektor transportasi, industri dan

rumah tangga (Indonesia Outlook Energi, 2016).

Batubara terbentuk dari tumbuhan yang mengendap selama jutaan tahun,

yang dipengaruhi oleh faktor biologi, kimia dan fisika (Sukandarrumidi, 2009).

Firman Allah SWT dalam Al-Quran surat Az- Zumar ayat 21 berbunyi :

Artinya : “Apakah kamu tidak memperhatikan, bahwa sesungguhnya Allah

menurunkan air dari langit, maka diaturnya menjadi sumber – sumber air di bumi

kemudian ditumbuhkan-Nya dengan air itu tanam – tanaman yang bermacam -

macam warnanya, lalu menjadi kering lalu kamu melihatnya kekuning – kuningan,

kemudian dijadikan-Nya hancur berderai – derai. Sesungguhnya pada yang

Page 18: PENCAIRAN BATUBARA PERINGKAT RENDAH (LIGNIT) MENJADI …

2

demikian itu benar-benar terdapat pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai

akal.” (QS. Az – Zumar : 17).

Batubara di Indonesia mempunyai peranan penting bukan saja sebagai bahan

bakar dalam bidang transportasi, pembangkit listrik dan industri, tetapi juga sebagai

komoditas ekspor. Cadangan batubara Indonesia cukup besar, pada 1 Januari 2014

mencapai 32,27 miliar ton dan sekitar 57% merupakan batubara peringkat rendah

(lignit), yang sampai saat ini belum banyak dieksploitasi karena kandungan

panasnya rendah <4000 kkal/kg dan kandungan air cukup tinggi 10–30%. Melihat

hal tersebut, maka batubara peringkat rendah dapat dimanfaatkan sebagai sumber

bahan bakar cair yang dapat membantu meningkatkan suplai minyak bumi di

bidang transportasi (KESDM, 2015).

Berbagai metode konversi batubara peringkat rendah menjadi bahan bakar

cair seperti pirolisis dan karbonisasi sudah diterapkan namun memiliki kekurangan

yaitu yield produk cair yang dihasilkan masih rendah. Pirolisis menghasilkan yield

kurang dari 5% sedangkan karbonisasi menghasilkan yield sekitar 15 – 20%. Selain

itu, pirolisis dan karbonisasi membutuhkan biaya tambahan dalam menghilangkan

padatan dan air sehingga kurang ekonomis (Department Of Trade and Industry UK,

1999). Penelitian He, et.al. (2015) yaitu pirolisis batubara lignit Mongolia pada

temperatur 510˚C menghasilkan yield minyak sebesar 9%. Karbonisasi batubara

peringkat rendah pada temperatur 450˚C dengan tekanan 8,4 – 11,6 MPa yang

dilakukan oleh You, et.al. (2017) menghasilkan yield minyak sebesar 23,4% -

33,3%. Penggunaan pelarut organik dalam proses pencairan seperti methanol,

etanol, n-heksan, toluene, benzene, dan tetrahydrofuran (THF) memiliki beberapa

kendala yaitu bersifat toksik, mahal dan membutuhkan biaya tambahan dalam

Page 19: PENCAIRAN BATUBARA PERINGKAT RENDAH (LIGNIT) MENJADI …

3

pemisahan produk dari pelarutnya, sehingga perlu digunakannya alternatif pelarut

lain yang bersifat aman dan murah (Jiang et.al., 2016). Selain itu, dalam proses

pencairan batubara menggunakan katalis untuk meningkatkan yield minyak.

Beberapa katalis dari golongan logam seperti nikel, molibdenum, kobal, Co-Mo,

Ni-Mo sering digunakan namun memiliki harga yang mahal dan mudah mengalami

deaktivasi katalis karena pengendapan senyawa anorganik yang terjadi selama

proses pencairan dalam reaktor (Meinds dan Kamphuis, 2012)

Hydrothermal liquefaction (HTL) merupakan teknik konversi batubara

ataupun biomasa menjadi bahan bakar cair secara termokimia. Metode ini termasuk

ke dalam direct liquefaction atau proses pencairan secara langsung yang

menggunakan air sebagai pelarut dan donor hidrogen serta menggunakan katalis,

yang berlangsung pada temperatur 250 – 400˚C dan tekanan sebesar 5 – 25 Mpa

(Jindal dan Jha,2015).

Sifat unik air pada temperatur dan tekanan tinggi berperan pada

hydrothermal liquefaction. Saat temperatur tinggi maka konstanta dielektrik air

menurun, yang dapat merubah sifat air menjadi nonpolar. Sehingga dapat lebih

mudah berinteraksi dengan senyawa hidrokarbon (Zhang, 2010). Air digunakan

dalam metode ini karena aman, tidak beracun, mudah didapat dan disediakan,

murah dan merupakan pelarut yang ramah lingkungan (Savage, 2009). Pada kondisi

kamar yaitu 25˚C, air tidak akan bereaksi dengan komponen organik pada batubara

maupun biomasa. Sifat air akan berubah menjadi lebih nonpolar dengan

peningkatan temperatur. Selain itu, air berperan dalam proses katalitik dengan

katalis asam maupun basa karena terjadi kenaikan derajat ionisasi pada saat

temperatur naik (Demirbas, 2011).

Page 20: PENCAIRAN BATUBARA PERINGKAT RENDAH (LIGNIT) MENJADI …

4

Nursanto, et.al. (2013) telah melakukan pencairan batubara peringkat

rendah dari Kalimantan Selatan pada temperatur 120˚C, tekanan awal 14 psi (0,099

MPa) dengan pelarut air 39 ml, katalis alumina 0,03 g dan NaOH 0,1 g sebagai

donor hidrogen. Pada waktu reaksi 30 menit menghasilkan yield minyak 48,60%

dan pada waktu reaksi 60 menit menghasilkan yield minyak sebesar 51,27%. Wang,

et.al. (2014) telah melakukan pencairan batubara peringkat rendah dari Cina dengan

menggunakan pelarut air pada temperatur reaksi 300˚C dengan tekanan awal 2 MPa

dengan waktu reaksi 30 menit menghasilkan yield minyak sebesar 6,7%. Variasi

temperatur yang digunakan dalam penelitian ini digunakan karena peneliti ingin

mengetahui hasil produk pencairan batubara peringkat rendah pada temperatur

subkritis, kritis dan superkritis air. Lei, et.al. (2010) telah melakukan pencairan

batubara peringkat rendah yang berasal dari Cina sebanyak 1 g, 1 g NaOH , waktu

reaksi selama 1 jam dengan temperatur 300˚C menghasilkan konversi sebesar 86%.

Penelitian ini menggunakan batubara jenis lignit dengan ukuran 200 mesh,

ukuran tersebut dipilih karena semakin kecil ukuran batubara maka luas permukaan

semakin besar. Semakin kecil ukuran partikel, maka jarak difusi akan semakin

pendek. Dengan demikian maka waktu yang diperlukan untuk mencapai konversi

batubara tidak lama (Guin et.al., 1976). Batubara tersebut direaksikan pada reaktor

batch autoklaf ukuran 1 liter dengan penambahan katalis NaOH dan tanpa

penggunaan katalis NaOH dengan variasi temperatur sebesar 350, 370 dan 390 ˚C,

waktu reaksi selama 60 menit. Produk yang dihasilkan dari pencairan batubara

berupa slurry dan gas. Produk slurry difraksinasi dengan distilasi vakum kemudian

dianalisis menggunakan GC-MS. Produk gas dianalisis menggunakan GC-FID dan

GC-TCD.

Page 21: PENCAIRAN BATUBARA PERINGKAT RENDAH (LIGNIT) MENJADI …

5

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian di atas, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah :

1. Bagaimanakah pengaruh temperatur terhadap yield produk yang dihasilkan?

2. Apakah katalis berperan aktif dalam reaksi katalitik hidrotermal ini ?

3. Bagaimanakah karakteristik produk yang dihasilkan ?

1.3. Hipotesis

Berdasarkan rumusan masalah penelitian tersebut, maka hipotesis dalam

penelitian ini adalah :

1. Temperatur berpengaruh terhadap yield, semakin tinggi temperatur maka

semakin tinggi yield minyak yang dihasilkan.

2. Katalis berperan dalam reaksi katalitik hidrotermal, karena dapat menurunkan

reaksi polimerisasi senyawa – senyawa radikal.

3. Karakteristik produk gas yang dihasilkan berupa gas H2, CH4 dan CO2

sedangkan produk cair yang dihasilkan berupa hidrokarbon aromatik dan

alifatik yang memiliki kemiripan sifat dengan komponen utama pada bahan

bakar minyak, misalnya senyawa n-alkana, iso-alkana, sikloalkana dan olefin.

1.4. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Menentukan pengaruh temperatur terhadap yield yang dihasilkan.

2. Menentukan pengaruh penggunaan katalis dan tanpa katalis dalam proses

pencairan batubara.

Page 22: PENCAIRAN BATUBARA PERINGKAT RENDAH (LIGNIT) MENJADI …

6

3. Menentukan senyawa yang dihasilkan menggunakan GC-MS, GC-FID dan GC-

TCD.

1.5. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, yaitu

meningkatkan nilai jual batubara peringkat rendah dengan mengkonversikannya

menjadi bahan bakar untuk transportasi dan industri.

Page 23: PENCAIRAN BATUBARA PERINGKAT RENDAH (LIGNIT) MENJADI …

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Batubara

Batubara secara umum adalah batuan organik yang memiliki sifat – sifat

fisika dan kimia yang kompleks yang dapat ditemui dalam berbagai bentuk. Analisa

unsur memberikan rumus empiris seperti C137H97O9NS untuk bituminus dan

C240H90O4NS untuk antrasit. Selain itu batubara juga diartikan sebagai sisa

tumbuhan dari zaman prasejarah yang berubah bentuk yang awalnya berakumulasi

di rawa dan lahan gambut. Batubara adalah batuan yang mudah terbakar dimana

50 – 70 % berat volumenya merupakan bahan organik yang merupakan material

karbonat (Speight,1994).

2.1.1. Koalifikasi (Coalification)

Koalifikasi (Coalification) adalah proses pembentukan tanah gambut

menjadi lignit, subbituminus, bituminus, semi-antrasit, antrasit dan meta-antrasit.

Coalification dapat disebut dengan peringkat batubara (Thomas,2013).

Reaksi pembentukan batubara dapat diperlihatkan sebagai berikut

(Sukandarrumidi, 2009) :

5(C6H10O5) (s) C20H22O4 (s) + 3CH4 (g) + 8H2O (l) + 6CO2 (g) + CO(g)

Selulosa lignit metana air

Page 24: PENCAIRAN BATUBARA PERINGKAT RENDAH (LIGNIT) MENJADI …

8

Klasifikasi batubara menurut Sukandarrumidi (2009), yaitu :

1. Lignit (brown coal)

Lignit (Gambar 1) memiliki warna coklat kehitaman, sangat rapuh,

kandungan karbon sedikit yang menyebabkan rendahnya heating value dari lignit,

nilai kalor rendah, kandungan air tinggi, kandungan abu banyak, kandungan sulfur

banyak dan apabila dibakar menghasilkan nilai kalor sebesar 1500 – 4500 kkal/kg.

(a) (b)

Gambar 1. (a) Struktur Batubara Lignit (Schulten dan Schnitzer,1993)

(b) Penampilan fisik batubara lignit (http://geology.com)

2. Subbituminus

Subbitumunus (Gambar 2) memiliki karakteristik diantara lignit dan

bituminus. Memiliki warna hitam, kurang kompak, kandungan karbon sedikit, nilai

kalor cukup tinggi, kandungan air, abu dan sulfur banyak, nilai kalor 3500 – 4611

kkal/kg.

(a) (b)

Gambar 2. (a) Struktur batubara subbituminus (Schulten dan Schnitzer,1993).

(b)Penampilan fisik batubara lignit (http://geology.com)

Page 25: PENCAIRAN BATUBARA PERINGKAT RENDAH (LIGNIT) MENJADI …

9

3. Bituminus

Bituminus (Gambar 3) memiliki warna hitam mengkilat, kurang kompak,

kandungan karbon relatif tinggi, nilai kalor tinggi 7000 – 8000 kkal/kg, kandungan

air, abu dan sulfur sedikit.

(a) (b)

Gambar 3. (a) Struktur Batubara Lignit (Schulten dan Schnitzer,1993)

(b) Penampilan fisik batubara lignit (http://energyeducation.ca)

4. Antrasit

Antrasit (Gambar 4) memiliki warna hitam sangat mengkilat, kompak,

kandungan karbon sangat tinggi, nilai kalor sangat tinggi 8300 kkal/kg, berat jenis

tinggi, kandungan volatile matter rendah, mudah dipecah, kandungan air, abu dan

sulfur sangat sedikit.

(a) (b)

Gambar 4. (a) Struktur Batubara Lignit (Schulten dan Schnitzer,1993)

(b) Penampilan fisik batubara lignit (http://geology.com)

Page 26: PENCAIRAN BATUBARA PERINGKAT RENDAH (LIGNIT) MENJADI …

10

2.1.2. Bahan Penyusun Batubara

Komposisi dan karakter setiap batubara ditentukan oleh akumulasi material

organik dan anorganik yang membentuknya. Batubara mengandung unsur-unsur

organik yang disebut maseral. Maseral terbagi atas tiga grup yaitu huminite

(vitrinite), exinite (liptinite) dan inertinite. Huminite (vitrinite) berasal dari material

berkayu, exinite (liptinite) berasal dari spora , kulit ari dan resin inertinite berasal

dari tanaman yang teroksidasi (Thomas, 2013).

2.2. Proses Pencairan Batubara (Liquefaction)

Pencairan batubara atau coal liquefaction adalah suatu proses konversi

batubara menjadi hidrokarbon cair melalui reaksi kimia. Proses pencairan batubara

dibagi menjadi dua kategori yaitu direct liquefaction dan indirect liquefaction.

(Tingchen,1982).

2.2.1. Direct Liquefaction

Direct liquefaction secara konvensional menggunakan proses dekomposisi

thermal secara kimia, dimana menggunakan batubara sebagai bahan baku mentah,

temperatur tinggi, tekanan hidrogen tinggi dan keberadaan katalis yang pada

akhirnya berubah menjadi hidrokarbon cair dengan kadar gas yang rendah karena

nitrogen, oksigen, sulfur dan gas – gas lain yang sudah dihilangkan secara kimia

pada proses tersebut. Direct liquefaction memiliki beberapa tahapan yaitu

penghancuran dan pengeringan batubara, persiapan slurry batubara,

hydroliquefaction, pemisahan produk cair dengan residu padatan, purifikasi dan

penyulingan produk cair (Tingchen,1982).

Page 27: PENCAIRAN BATUBARA PERINGKAT RENDAH (LIGNIT) MENJADI …

11

Direct liquefaction sama dengan proses hydrocracking pada penyulingan

petroleum menjadi gasoline dan bahan bakar diesel. Perjalanan prosesnya dapat

dilihat pada Gambar 5 (Bellman, 2007) :

Direct liquefaction secara khas menggunakan dua tahapan reaktor. Tahapan

pertama yaitu proses thermal dimana struktur batubara dihancurkan. Tekanan

hidrogen yang tinggi digunakan untuk menstabilkan fragmen batubara sehingga

tidak terjadi repolimerisasi menjadi batubara kembali. Mineral dalam batubara

berperan sebagai katalis dalam proses ini. Tahapan kedua yaitu memiliki persamaan

dengan proses hydrocracking. Cairan secara langsung meningkat menjadi bahan

bakar cair. Efisiensi thermal pada direct liquefaction sebesar 55% (Bellman, 2007).

2.2.2. Indirect Liquefaction

Indirect Liquefaction merupakan proses produksi bahan bakar cair dengan

beberapa tahapan. Tahapan pertama merupakan gasifikasi batubara. Gasifikasi

merubah batubara menjadi gas melalui oksidasi parsial karbon pada umpan

padatan. Pada produksi bahan bakar, oksidan merupakan penyedia oksigen dengan

kemurnian tinggi dan uap panas. Produk intermediet yang dihasilkan dari proses

gasifikasi disebut syngas. Syngas merupakan campuran gas yang mengandung

hidrogen (H2), karbon monoksida (CO), air dan uap air (H2O), karbon dioksida

(CO2) dan komponen pengotor lainnya dalam batubara (sulfur, nitrogen, abu

Gambar 5. Proses Direct Liquefaction

Page 28: PENCAIRAN BATUBARA PERINGKAT RENDAH (LIGNIT) MENJADI …

12

terbang). Reaksi syngas menjadi hidrokarbon (produk utama yang dihasilkan

berupa paraffin dengan rantai lurus) melaui sintesis Fischer-Tropsch (FT) dengan

katalis Fe atau cobalt dapat dilihat dibawah ini (Bellman, 2007) :

Syngas + Katalis Fe atau Co Hidrokarbon + H2O atau CO2

2.2.3. Hydrothermal liquefaction (HTL)

Hydrothermal liquefaction (HTL) merupakan teknik konversi secara

termokimia untuk konversi batubara ataupun biomasa menjadi bahan bakar cair.

Metode ini termasuk ke dalam direct liquefaction atau proses pencairan secara

langsung, dimana menggunakan air sebagai pelarut dan donor hidrogen serta

menggunakan katalis, pada temperatur 250-400˚C dan tekanan sebesar 5-25 Mpa

(Jindal dan Jha,2015).

Hydrothermal Liquefaction (HTL) memiliki beberapa keuntungan yaitu

tidak membutuhkan teknik penghilangan air seperti proses penguapan pada pirolisis

ataupun distilasi seperti pada proses lainnya. Tahapan penghilangan air ini

memerlukan energi yang sangat besar, sehingga dinilai kurang efisien (Peterson

et.al,2008).

2.3. Katalis untuk Hydrothermal Liquefaction (HTL)

Pada proses Hydrothermal Liquefaction (HTL) air bertindak sebagai

medium reaksi dan katalis. Tujuan pemberian katalis memberikan yield yang tinggi

berdasarkan berbagai macam umpan (feedstock), meningkatkan efisiensi gasifikasi,

menekan tar, mencegah formasi char. Untuk HTL katalis yang digunakan biasanya

berupa katalis homogen yang berasal dari garam alkali (Meinds dan Kamphuis,

2012).

Page 29: PENCAIRAN BATUBARA PERINGKAT RENDAH (LIGNIT) MENJADI …

13

2.3.1. Katalis Homogen untuk Hydrothermal Liquefaction (HTL)

Pada umumnya katalis homogen yang digunakan dalam HTL adalah garam

alkali seperti K2CO3, Na2CO3 dan NaOH. Garam alkali dapat meningkatkan

gasifikasi, meningkatkan yield minyak dan meningkatkan pH yang dapat

menurunkan dehidrasi monomer bahan baku yang digunakan (Toor,2011). Jika

reaksi dehidrasi dihambat maka kemungkinan reaksi dekarboksilasi terjadi. Reaksi

dekarboksilasi meningkatkan perbandingan H : C dari bahan baku yang digunakan

baik batubara maupun biomassa. Produk dari reaksi dekarboksilasi akan lebih

mudah terpolimerisasi menjadi tar dan char. Oleh karena itu, garam alkali secara

tidak langsung menghambat formasi char dan tar (Toor,2011). Keuntungan lainnya

menggunakan katalis homogen adalah tidak menimbulkan kokas dan deaktivasi.

Kerugian menggunakan katalis homogen adalah pemisahan katalis pada akhir

proses yang kompleks (Peterson,2008).

2.4. Mekanisme Pencairan Batubara

Pencairan batubara terjadi pengkonversian makromolekul batubara menjadi

molekul hidrokarbon yang lebih kecil yang dapat dipisahkan. Mekanisme pencairan

batubara terdapat tiga tahapan (Shinn, 1984).

Tahap pertama reaksi pencairan batubara adalah pembentukan fasa cair.

Molekul pada ikatan yang paling lemah seperti metilen dan benzileter mengalami

perengkahan termal membentuk fragmen radikal. Ketika fragmen radikal tersebut

ditambahkan hidrogen yang berasal dari pelarut atau katalis, maka akan terbentuk

molekul lebih kecil yang terlarut dalam pelarut atau dapat bergabung dengan

Page 30: PENCAIRAN BATUBARA PERINGKAT RENDAH (LIGNIT) MENJADI …

14

sendirinya sehingga jumlah fasa cair meningkat (Shinn, 1984). Mekanismenya

dapat dilihat pada Gambar 6.

Tahapan kedua adalah reaksi pemutusan ikatan yang lebih kuat seperti

ikatan aril –aril dalam cincin aromatis (Shinn, 1984). Mekanismenya dapat dilihat

pada Gambar 7.

Gambar 6. Formasi Fasa Cair (Shinn, 1984)

Gambar 7. Reaksi Pemutusan Ikatan yang Lebih Kuat (Shinn,1984)

Page 31: PENCAIRAN BATUBARA PERINGKAT RENDAH (LIGNIT) MENJADI …

15

Tahap ketiga disebut tahap retrogesif. Fragmen – fragmen radikal bebas

yang belum terstabilisasi dapat berekombinasi dengan molekul lainnya

menghasilkan ikatan yang stabil secara termal. Pengulangan dari reaksi

rekombinasi menghasilkan molekul besar yang lebih tahan lama terhadap

depolimerisasi (Shinn, 1984). Mekanismenya dapat dilihat pada Gambar 8.

2.5. Kromatografi Gas

Kromatografi gas adalah jenis umum dari kromatografi yang digunakan

dalam kimia analitik untuk memisahkan dan menganalisis senyawa yang dapat

menguap tanpa dekomposisi. Kromatografi gas dapat digunakan untuk pengujian

kemurnian zat tertentu atau memisahkan komponen yang berbeda dari campuran

(jumlah relatif komponen tersebut juga dapat ditentukan) dan dapat

mengindentifikasi suatu senyawa (Hendayana, 2006).

Gambar 8. Penyerangan oleh Hidrogen Menuju Peretakan (Shinn, 1984)

Page 32: PENCAIRAN BATUBARA PERINGKAT RENDAH (LIGNIT) MENJADI …

16

2.5.1. Prinsip kerja Kromatografi Gas

Gas pembawa (biasanya digunakan Helium, Argon atau Nitrogen) dengan

tekanan tertentu dialirkan secara konstan melalui kolom yang berisi fase diam.

Selanjutnya sampel diinjeksikan ke dalam injektor (injection port) yang suhunya

dapat diatur. Komponen – komponen dalam sampel akan segera menjadi uap dan

akan dibawa oleh aliran gas pembawa menuju kolom. Komponen-komponen akan

teradsorpsi oleh fase diam pada kolom kemudian akan merambat dengan kecepatan

berbeda sesuai dengan nilai konstanta dielektrik masing – masing komponen

sehingga terjadi pemisahan. Komponen yang terpisah kemudian akan menuju ke

detektor dan akan menghasilkan sinyal listrik yang besarnya proporsional dengan

komponen tersebut. Sinyal tersebut lalu diperkuat oleh amplifer dan selanjutnya

oleh pencatat (recorder) dituliskan sebagai kromatogram berupa puncak (peak)

(Yazid, 2005). Skema kerja kromatografi gas dapat dilihat pada Gambar 9.

2.5.2. Jenis Detektor

Ada beberapa macam jenis detektor yaitu (Colon dan Baird, 2004) :

a. Thermal Conductivity Detector (TCD)

Thermal conductivity detector (TCD) bersifat universal dan memiliki sistem

deteksi non-destruktif . TCD digunakan untuk analisis komposisi gas seperti H2,

Gambar 9. Skema Kerja Alat Kromatografi Gas (Eiceman,2000)

Page 33: PENCAIRAN BATUBARA PERINGKAT RENDAH (LIGNIT) MENJADI …

17

N2, CO2, CH4, CS2, COS, H2S, SO2, NO dan NO2. Gas pembawa yang digunakan

dalam detektor TCD adalah hidrogen, helium atau argon. Gas – gas tersebut dipilih

karena memiliki konduktifitas panas yang tinggi. TCD memiliki sifat sensitif

terhadap fluktuasi temperatur yang dapat mempengaruhi kinerja detektor menjadi

kurang maksimal.

b. Flame Ionization Detector (FID)

FID merupakan detektor yang sangat stabil, tidak dipengaruhi oleh fluktuasi

temperatur dan tekanan serta aliran gas pembawa. Digunakan untuk menganalisis

komponen – komponen organik.

2.6. GC-MS (Gas Cromatography Mass Spectrometry)

Metode analisa menggunakan GC-MS (Gas Chromatography¬-Mass

Spectroscopy) dapat mengukur jenis dan kandungan senyawa dalam suatu sampel

baik secara kualitatif dan kuantitatif. Instrumen ini merupakan perpaduan dari dua

buah instrumen, yaitu Kromatografi Gas yang berfungsi untuk memisahkan

senyawa menjadi senyawa tunggal dan Spektroskopi Massa yang berfungsi

mendeteksi jenis senyawa berdasarkan pola fragmentasinya (Fowlis, 1998).

2.6.1. Prinsip dasar GC-MS

Sampel yang diinjeksikan ke dalam Kromatografi Gas akan diubah menjadi

fasa uap dan dialirkan melewati kolom kapiler dengan bantuan gas pembawa.

Pemisahan senyawa campuran menjadi senyawa tunggal terjadi berdasarkan

perbedaan sifat kimia dan waktu yang diperlukan bersifat spesifik untuk masing-

masing senyawa. Pendeteksian berlangsung di dalam Spektroskopi Massa dengan

mekanisme penembakan senyawa oleh elektron menjadi molekul terionisasi dan

pencatatan pola fragmentasi yang terbentuk dibandingkan dengan pola fragmentasi

Page 34: PENCAIRAN BATUBARA PERINGKAT RENDAH (LIGNIT) MENJADI …

18

senyawa standard yang diindikasikan dengan prosentase Similarity Index (SI)

(Fowlis, 1998). Skema alat GCMS dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10. Skema GCMS (Masucci dan Caldwel, 2004)

2.7. Distilasi Vakum

Distilasi vakum digunakan untuk komponen yang memiliki titik didih diatas

200˚C. Komponen – komponen tersebut sering mengalami dekomposisi termal jika

menggunakan distilasi pada tekanan atmosferik, karena temperatur yang digunakan

berkisar 350˚C. Kondisi vakum dimaksudkan agar titik didih dari setiap fraksi turun

dibandingkan dengan titik didihnya pada tekanan atmosfer, sehingga kemungkinan

terjadi cracking kecil (Pavia, 2005).

Page 35: PENCAIRAN BATUBARA PERINGKAT RENDAH (LIGNIT) MENJADI …

19

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan selama enam bulan, dimulai dari bulan Februari

sampai Agustus 2017. Penelitian dilakukan di Pusat Teknologi Sumberdaya Energi

dan Industri Kimia (PTSEIK)- BPPT Kawasan Puspiptek, Serpong.

3.2. Alat dan Bahan

3.2.1. Alat

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain reaktor batch

autoklaf ukuran 1 liter merek Kobelco, timbangan analitik merek AND, peralatan

gelas, distilasi vakum merek Kobelco, GC merek Hewlett Packard yang

dihubungkan dengan MS merek Quadrupole Hewlett Packard, CHN analyzer

merek Leco, sulfur analyzer merek Leco, GC-FID merek Shimadzu dan GC-TCD

merek Shimadzu, furnace merek Carbolite, oven merek Memmert, krusibel silika,

shieve shaker merek Rotap, crusher merek Yosida dan desikator.

3.2.2 Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah batubara peringkat

rendah yang berasal dari Sumatera Selatan, aquadest, NaOH teknis, gas He, gas N

dan gas Ar.

Page 36: PENCAIRAN BATUBARA PERINGKAT RENDAH (LIGNIT) MENJADI …

20

3.3. Diagram Alir Penelitian

Batubara

60 mesh (0,251 mm) 200 mesh (0,075 mm)

Analisis Proksimat Analisis Ultimat Reaktor Batch Autoklaf 1 L

Gas Slurry

GC-TCD GC-FID Distilasi Vakum

Residu Organik

Distilasi Vakum

Minyak

GC-MS Analisis Proksimat

Gambar 11. Diagram Alir Penelitian

Page 37: PENCAIRAN BATUBARA PERINGKAT RENDAH (LIGNIT) MENJADI …

21

3.4. Prosedur Kerja

3.4.1. Preparasi Sampel Batubara

Batubara dihancurkan dengan crusher, kemudian diayak dengan shieve

shaker untuk mendapatkan batubara lolos ayakan 60 mesh (0,251 mm) untuk

analisis proksimat dan ultimat. Serta batubara lolos ayakan 200 mesh (0,075 mm)

yang digunakan dalam proses pencairan batubara dengan reaktor batch autoklaf.

3.4.2. Analisis Karakteristik Kualitas Batubara

Analisis kualitas batubara yang dilakukan berdasarkan (ASTM, 2014)

meliputi :

3.4.2.1. Analisis Proksimat (ASTM D3172-13)

a. Analisis Kadar Air (ASTM D3173-11)

Krusibel silika ditimbang dan dicatat beratnya. Dimasukkan 1 gram sampel

batubara lolos ayakan 60 mesh (0,251 mm) ke dalam krusibel. Oven dihidupkan

dengan temperatur sebesar 105˚C. Setelah temperatur tercapai, krusibel

dimasukkan tanpa tutup ke dalam oven selama 60 menit. Setelah 60 menit, krusibel

dikeluarkan dari oven dan dimasukkan ke dalam desikator dalam keadaan tertutup.

Setelah ±15 menit, krusibel dikeluarkan dari desikator, lalu ditimbang dan dicatat

beratnya sampai bobot konstan. Kemudian oven dimatikan.

Perhitungan kadar air :

(𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑤𝑎𝑙 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙)−(𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑒𝑡𝑒𝑙𝑎ℎ 𝑑𝑖𝑝𝑎𝑛𝑎𝑠𝑘𝑎𝑛)

(𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑤𝑎𝑙 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙) x 100% …………………………(1)

b. Analisis Zat Terbang (ASTM D3175-11)

Page 38: PENCAIRAN BATUBARA PERINGKAT RENDAH (LIGNIT) MENJADI …

22

Krusibel silika ditimbang dan dicatat beratnya. Dimasukkan 1 gram sampel

batubara lolos ayakan 60 mesh (0,251 mm) ke dalam krusibel. Furnace dihidupkan

dengan temperatur sebesar 950 ˚C. Setelah temperatur tercapai, krusibel

dimasukkan dengan tutupnya ke dalam furnace selama 7 menit. Setelah 7 menit,

krusibel dikeluarkan dari furnace dan dimasukkan ke dalam desikator dalam

keadaan tertutup. Setelah ±15 menit, krusibel dikeluarkan dari desikator, lalu

ditimbang dan dicatat beratnya. Kemudian furnace dimatikan.

Perhitungan Zat Terbang :

(𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑤𝑎𝑙 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙)−(𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑒𝑡𝑒𝑙𝑎ℎ 𝑑𝑖𝑝𝑎𝑛𝑎𝑠𝑘𝑎𝑛)

(𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑤𝑎𝑙 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙) x 100% - kadar air……………..(2)

c. Analisis Kadar Abu (ASTM D3174-12)

Krusibel silika ditimbang dan dicatat beratnya. Dimasukkan 1 gram sampel

batubara lolos ayakan 60 mesh (0,251 mm) ke dalam krusibel. Krusibel dimasukkan

tanpa tutup ke dalam furnace dengan temperatur sebesar 105 ˚C selama 30 menit.

Lalu temperatur dinaikkan menjadi 550 ̊ C selama 60 menit. Selanjutnya temperatur

dinaikkan kembali hingga 750 ˚C selama 120 menit. Setelah 120 menit, krusibel

dikeluarkan dari furnace dan dimasukkan ke dalam desikator dalam keadaan

tertutup. Setelah ±15 menit, krusibel dikeluarkan dari desikator, lalu ditimbang dan

dicatat beratnya. Kemudian furnace dimatikan.

Perhitungan kadar abu :

(𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑏𝑢)

(𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑤𝑎𝑙 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙) x 100% ……………………………………………………(3)

Perhitungan Kadar Karbon :

(FC) = 100% - (kadar air + VM + A)…………………………………………(4)

Page 39: PENCAIRAN BATUBARA PERINGKAT RENDAH (LIGNIT) MENJADI …

23

dimana :

FC : Fixed Carbon

VM : Volatile Matter

A : Abu

3.4.2.2. Analisis Ultimat (ASTM D3176-09)

Batubara lolos ayakan 60 mesh (0,251 mm) ditimbang sebanyak 0,1 – 0,2

gram. Selanjutnya sampel dimasukkan ke dalam alat CHN Analyzer untuk

mengetahui komposisi karbon (C), hidrogen (H), nitrogen (N), total sulfur, kadar

air, kadar abu dan oksigen (O) dalam sampel dinyatakan dalam persen berat.

dimana :

%C dan %N yang keluar dari alat langsung dipakai

%H = %Halat – (0,1119 x %H2O)

%H2O dan % abu merujuk hasil analisis proksimat

%S merujuk hasil analisis total sulfur

%O = 100% - (%H2O - %abu - %C - %H - %N - %S)

3.4.2.3. Analisis Total Sulfur (ASTM D4239-14)

Batubara lolos ayakan 60 mesh (0,251 mm) ditimbang sebanyak 0,3 – 0,5

gram dan dimasukkan ke dalam krusibel. Lalu dimasukkan ke dalam alat Sulfur

Analyzer untuk mengetahui kadar total sulfur dalam sampel batubara.

dimana :

Kadar total sulfur dalam sampel akan dihitung oleh alat Sulfur Analyzer secara

otomatis yang dinyatakan dalam persen (%) bera

Page 40: PENCAIRAN BATUBARA PERINGKAT RENDAH (LIGNIT) MENJADI …

24

3.4.3. Pengujian dengan menggunakan reaktor batch autoklaf 1 Liter

(Hidayat, 1998)

Proses konversi batubara dilakukan di dalam reaktor batch autoklaf

berukuran 1 liter. Kondisi operasi pencairan batubara ditunjukkan pada Tabel 1 :

Tabel 1. Kondisi Operasi Penelitian

Kondisi Tanpa Katalis NaOH Dengan Katalis NaOH

1 gram

Berat batubara lolos

ayakan 200 mesh (0,075

mm)

100 gram 100 gram

Berat pelarut (aquadest) 200 gram 200 gram

Tekanan awal gas

nitrogen

0.5 MPa 0.5 MPa

Variasi temperatur reaksi a.350 ˚C

b. 370 ˚C

c. 390 ˚C

a.350 ˚C

b. 370 ˚C

c. 390 ˚C

Waktu reaksi 60 menit 60 menit

3.4.3.1. Pemasukan umpan (Feed Charging):

Bahan – bahan yang akan dimasukkan ke dalam reaktor ditimbang (batubara

lignit 100 gram, pelarut (aquadest) 200 gram dan katalis NaOH 1 gram).

Dimasukkan umpan tersebut ke dalam reaktor.

3.4.3.2. Memasang Penutup Autoklaf

Diolesi ring gasket dan bagian mulut penutup dengan pelumas silikon

(silicone grease). Diletakkan ring gasket antara penutup dan tubuh autoklaf.

Dipasang penutup autoklaf dengan mur dan kemudian dikencangkan. Dipasang

sambungan pipa – pipa gas ke autoklaf dan dikencangkan.

3.4.3.3. Tes Kebocoran

Diaduk bahan – bahan yang sudah berada dalam autoklaf. Dibuka katup gas

nitrogen untuk memasukkan gas tersebut. Dibuka katup buangan untuk

Page 41: PENCAIRAN BATUBARA PERINGKAT RENDAH (LIGNIT) MENJADI …

25

mengeluarkan gas nitrogen sampai tekanan di dalam autoklaf kembali pada tekanan

atmosfer. Kemudian ditutup kembali katup gasnya. Setelah itu dibiarkan selama 1

jam. Toleransi penurunan tekanan 1-2 MPa

3.4.3.4. Pengoperasian

Diatur tekanan awal hidrogen yaitu 0,5 Mpa. Dinyalakan pengaduk (500

rpm) dan pemanas. Diamati temperatur dan tekanan selama operasi berlangsung.

Holding time (waktu reaksi) dimulai pada temperatur mencapai suhu yang telah

divariasikan (350, 370 dan 390 ˚C) selama 60 menit. Setelah waktu reaksi selesai,

kedua heater dimatikan, kemudian kedua heater dibuka untuk pendinginan

menggunakan blower.

3.4.3.5. Pengambilan Sampel Gas

Dicatat tekanan, temperatur dan laju alir di gas meter pada kontrol panel.

Dibilas sampling bag dengan cara menghubungkan selang sampling bag ke selang

katup gas pada reaktor. Lalu dibuang gasnya. Kemudian dilakukan pengisian

sampling bag dengan gas. Diukur laju alir gas sebelum dan sesudah dilakukan

pengambilan gas.

3.4.3.6. Pengambilan Produk Slurry

Dibuka katup reaktor pada bagian bawah untuk mengeluarkan slurry.

Sampel yang masih tertinggal dalam reaktor, diambil menggunakan spatula.

Dibersihkan sampel yang menempel pada reaktor, pengaduk, spatula dan yang

berjatuhan di sekitar reaktor dengan lap yang sudah ditimbang.

Prosedur kerja 3.4.3.1 sampai 3.4.3.6 dilakukan kembali untuk umpan yang

tanpa menggunakan katalis NaOH.

Page 42: PENCAIRAN BATUBARA PERINGKAT RENDAH (LIGNIT) MENJADI …

26

3.4.3.7. Pengujian Distilasi Vakum (ASTM D1160)

Adapun langkah – langkah pengujian yang dilakukan dalam proses distilasi

meliputi :

a. Tahap persiapan

Ditimbang semua peralatan distilasi : dist, flask, flask cover, coloumn,

receiver, trap, capillary dan condensor. Dirangkai peralatan distilasi. Dimasukkan

produk slurry ke dalam pemanas distilasi.

b. Tahap Proses

Diatur temperatur kondensor pendingin (dalam pengujian digunakan air).

Dinyalakan pompa vakum, ditutup leak valve dan dibuka pump valve secara

perlahan sampai indikator vakum menunjukkan angka 10 mmHg. Pemanas

dihidupkan pada tegangan awal 35 volt. Tegangan dinaikkan dengan 5 volt setiap

15 menit. Pada temperatur gas 610C (1800C pada 1 atmosfir) maka aliran cairan

(kondensat) dipindahkan dari receiver 1 ke receiver 2. Proses distilasi dilanjutkan

sampai temperatur gas mencapai 1570C (3000C pada 1 atmosfir) maka aliran cairan

(kondensat) dipindahkan dari receiver 2 ke receiver 3. Proses distilasi dilanjutkan

kembali sampai temperatur gas mencapai 2610C (4200C pada 1 atmosfir) dan

ditahan untuk beberapa menit. Pemanas dimatikan dan suhu dibiarkan turun sampai

temperatur pemanas kurang dari 1000C. Dibuka leak valve secara perlahan hingga

terbuka penuh. Pompa vakum dimatikan dan power distilasi dimatikan, rangkaian

distilasi di biarkan dingin sampai suhu kamar. Hasil dan bagian – bagian peralatan

ditimbang. Dihitung yield dari masing-masing produk distilasi.

Page 43: PENCAIRAN BATUBARA PERINGKAT RENDAH (LIGNIT) MENJADI …

27

3.4.4. Analisis Produk Gas (ASTM D 1945-03)

Sampling gas dilakukan dengan mengalirkan gas dilewatkan gas meter

untuk mengukur volume gas di dalam autoklaf. Pengambilan sample gas dilakukan

pada suhu kamar (atau pada sekitar 50-60oC). Gas hidrokarbon (C1-C4) dideteksi

dengan menggunakan GC-FID (gas chromatography-Flame Ionized Detector),

dengan kolom Porapak- Q berukuran 2 m x 3 mm serta gas pembawa yaitu H2, N2,

Argon dan compress air. Temperatur detektor diatur sebesar 200˚C, temperatur

injektor sebesar 150 ˚C, temperatur coloumn oven sebesar 40 ˚C, heating rate 5

˚C/menit. Sedangankan gas CO, CO2, H2 dan CH4 dianalisa memakai GC-TCD (gas

chromatography-Thermal Conductivity Detector), kolom shincarbon berukuran 4

m x 3 mm dengan gas pembawa yaitu argon. Temperatur detektor diatur sebesar

100 ˚C.

3.4.5. Analisis Produk Cair (ASTM D5796-15)

Analisis produk cair menggunakan GCMS merek Shimadzu tipe QP 2010.

Kolom jenis film sol – gel dengan ketebalan 0,25 µm, panjang kolom 60,0 m dan

diameter sebesar 0,25 mm. Temperatur injektor diatur sebesar 280 ˚C. Temperatur

detektor diatur sebesar 280 ˚C. Gas pembawa menggunakan helium.

Page 44: PENCAIRAN BATUBARA PERINGKAT RENDAH (LIGNIT) MENJADI …

28

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1.Karakteristik Batubara

Batubara yang digunakan pada penelitian ini adalah batubara peringkat

rendah (lignit) berasal dari Sumatera Selatan. Sebelum dilakukan proses pencairan,

batubara tersebut dianalisa proksimat dan ultimatnya sesuai dengan ASTM (D3173-

11 untuk kadar air, D3175-11 untuk zat terbang, D3174-12 untuk kadar abu,

D3176-09 untuk analisis ultimat dan D4239-14 untuk analisis total sulfur). Hasil

analisa proksimat pada Tabel 2.

Tabel 2. Analisis Proksimat Batubara (air dried basis)

Kandungan zat terbang batubara (Tabel 2) yang digunakan dalam penelitian

ini paling besar. Kandungan zat terbang yang tinggi menunjukkan bahwa batubara

ini didominasi oleh struktur alifatik dan gugus fungsional eter ( - O - ) yang lemah

dan mudah putus ketika dipanaskan pada suhu tinggi (Talla et.al., 2013).

Batubara peringkat rendah memiliki beberapa gugus fungsional oksigen

seperti gugus hidroksil (OH-), karboksil (COOH), metoksil (OCH3) dan karbonil

(C=O) sehingga menghasilkan material yang bersifat hidrofilik yang menjadi

alasan utama batubara peringkat rendah memiliki kadar air yang tinggi. Batubara

peringkat rendah mengalami paling sedikit perubahan bentuk selama proses

Parameter Konsentrasi

Kadar Air 10,07%

Zat Terbang 59,07%

Kadar Abu 3,25%

Karbon Tetap 27,61%

Total 100%

Page 45: PENCAIRAN BATUBARA PERINGKAT RENDAH (LIGNIT) MENJADI …

29

pembentukan batubara, sehingga masih mengandung kadar air yang relatif tinggi.

Kadar air yang besar mengindikasikan porositas yang besar pula, dan semakin besar

porositas akan menguntungkan dalam proses pencairan dari segi kinetika karena

luas permukaan menjadi lebih besar sehingga kontak antara pelarut dengan pori –

pori batubara semakin besar dan mudah terkonversi sehingga meningkatkan

pembentukan minyak dan gas – gas hidrokarbon (Yu et.al., 2013).

Karbon tetap didefinisikan sebagai material yang tersisa, setelah

berkurangnya kadar air, zat terbang dan abu. Perbandingan nilai Karbon tetap

dengan zat terbang dapat digunakan untuk menentukan fuel ratio. Semakin tinggi

nilai fuel ratio maka nilai kalornya semakin tinggi pula. Nilai fuel ratio batubara

yang digunakan dalam penelitian adalah 0,47%. Batubara ini tergolong jenis lignit

atau batubara peringkat rendah, karena untuk jenis batubara peringkat rendah nilai

fuel ratio di bawah 0,5% (Sukandarrumidi, 2005).

Tabel 3. Analisis Ultimat Batubara (air dried basis)

Unsur hidrogen dan oksigen yang terkandung dalam batubara seperti pada

Tabel 3 digunakan untuk mengetahui rasio atom H/C dan O/C. Rasio atom H/C

pada batubara yang digunakan dalam penelitian ini adalah 0,83, sedangkan rasio

atom O/C sebesar 0,32. Perhitungan rasio atom H/C dan O/C dapat dilihat pada

Lampiran 3. Batubara dengan rasio atom H/C tinggi dan O/C rendah memiliki

keuntungan dalam proses katalitik hidrotermal karena dapat menghasilkan yield

minyak yang tinggi, pembentukan oksida karbon dan air yang rendah dengan

Komponen Konsentrasi

Karbon 57,07%

Hidrogen 3,97%

Nitrogen 0,77%

Oksigen 24,56%

Total Sulfur 0,31%

Page 46: PENCAIRAN BATUBARA PERINGKAT RENDAH (LIGNIT) MENJADI …

30

konsumsi hidrogen sedikit. Hal ini karena rasio H/C batubara yang semakin tinggi

maka akan semakin reaktif atau mudah terkonversi pada suhu rendah karena rasio

H/Cnya mendekati rasio H/C minyak. Rasio H/C minyak yaitu 1,3 (Talla et.al.,

2013).

Atom nitrogen dalam batubara sebagian besar tergabung pada cincin

heterosiklik seperti pirol dan piridin. Kadar nitrogen dapat mempengaruhi kualitas

produk hasil pencairan yaitu terbentuknya NH3 dalam fraksi minyak yang akan

menghasilkan gas NOx setelah terjadi pembakaran pada kendaraan (Furqon dan

Sugiyana, 2012) .

4.2.Pengaruh Temperatur Reaksi Terhadap Produk Hasil Pencairan

Katalitik Hidrotermal

Variasi temperatur menghasilkan produk – produk berupa residu organik,

minyak dan gas yang konsentrasinya berbeda ditunjukkan pada Gambar 12 dan 13.

Gambar 12. Grafik Perolehan Yield Hasil Katalitik Hidrotermal Batubara Variasi

Temperatur Tanpa Katalis

62,451,59 47,31

33,2542,82 48,76

4,35 5,59 3,93

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

350˚ 370˚ 390˚

Ko

nse

ntr

asi P

rod

uk

(%d

af)

Temperatur (˚C)

Yield Residu Organik (%daf) Yield Minyak (%daf) Yield Gas (%daf)

Page 47: PENCAIRAN BATUBARA PERINGKAT RENDAH (LIGNIT) MENJADI …

31

Gambar 13. Grafik Perolehan Yield Hasil Katalitik Hidrotermal Batubara Variasi

Temperatur Dengan Katalis

Produk – produk yang dihasilkan dari pencairan batubara peringkat rendah

rendah adalah residu organik, minyak dan gas. Residu organik, minyak dan gas

yang dihasilkan pada temperatur 350˚C tanpa katalis sebesar 62,4%, 33,25% dan

4,35%. Temperatur 370˚C tanpa katalis sebesar 51,59%, 42,82% dan 5,59%.

Temperatur 390˚C tanpa katalis sebesar 47,31%, 48,76% dan 3,93%. Sedangkan

residu organik, minyak dan gas yang dihasilkan pada temperatur 350˚C dengan

katalis sebesar 44,31%, 50,67% dan 5,02% Temperatur 370˚C dengan katalis

sebesar 48,19%, 45,81% dan 6,00%. Temperatur 390˚C dengan katalis sebesar

37,01% , 60,8% dan 2,19 %.

Berdasarkan hasil yang sudah dilakukan, secara keseluruhan dengan

meningkatnya temperatur reaksi maka yield minyak yang dihasilkan akan semakin

tinggi, diikuti dengan rendahnya yield residu organik dan yield gas. Sehingga dapat

dikatakan bahwa air pada temperatur tinggi berperan baik sebagai pelarut

komponen organik. Pada temperatur tinggi air memiliki viskositas dan konstanta

44,31 48,1937,01

50,67 45,8160,8

5,02 6,00 2,19

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

350˚ 370˚ 390˚

Ko

nse

ntr

asi P

rod

uk

(%d

af)

Temperatur (˚C)

Yield Residu Organik (%daf) Yield Minyak (%daf) Yield Gas (%daf)

Page 48: PENCAIRAN BATUBARA PERINGKAT RENDAH (LIGNIT) MENJADI …

32

dielektrik, hal tersebut dapat menjadikan air sebagai pelarut substansi organik.

Hidrogen dari air disumbangkan kepada batubara sehingga menstabilkan radikal

bebas. Air dapat menjalankan beberapa peran dalam pencairan dengan adanya

gugus fungsional oksigen pada batubara peringkat rendah yaitu sebagai katalis,

reaktan dan pelarut dengan adanya perlakuan temperatur (Liu et.al, 2016). Ion H+

dan OH- pada air bereaksi dengan lignit. Batubara lignit memiliki gugus karboksil

yang sangat melimpah, pada tahapan ini dekomposisi gugus karboksil pertama

terjadi. Gugus fungsional oksigen tergantikan oleh hidrogen yang berasal dari air.

Hidrolisis gugus fungsi oksigen dan pertukaran ion merupakan reaksi utama dalam

interaksi antara air dan batubara. Kereaktifan kimia gugus fungsi oksigen adalah

[COOH] > [R-O] > [AR-O-AR, Ar-O-C, C-O-C] > [C=O] > [Ar-OH]. Interaksi

antara air dan gugus fungsi oksigen pada batubara dapat dilihat pada Gambar 14 .

Hidrogen radikal digunakan untuk menstabilkan radikal bebas dan mencegah cross

linking (ikatan silang) selama proses pencairan batubara (Liu et.al., 2017).

Berdasarkan hasil penelitian yang sudah dilakukan, reaksi pencairan dengan

atau tanpa penambahan katalis dapat dilihat dengan semakin meningkatnya

temperatur maka yield minyak yang dihasilkan juga semakin meningkat. Pada

temperatur 350˚C, 370˚C dan 390˚C (tanpa penambahan katalis NaOH) yield

Gambar 14. Interaksi antara air dan gugus fungsi oksigen pada batubara

Page 49: PENCAIRAN BATUBARA PERINGKAT RENDAH (LIGNIT) MENJADI …

33

minyak yang dihasilkan secara berturut – turut sebesar 33,25 %, 42,82 % dan 48,76

%. Sedangkan pada temperatur 350˚C, 370˚C dan 390˚C (dengan penambahan

katalis NaOH) yield minyak yang dihasilkan secara berturut – turut sebesar 50,67

%, 45,81 % dan 60,8 %. Hal ini dapat dijelaskan bahwa perengkahan termal pada

temperatur rendah (350˚C) hanya sedikit hidrogen radikal yang dapat dihasilkan.

Hidrogen radikal yang dihasilkan tidak dapat bereaksi dengan fragmen radikal

bebas yang dihasilkan dari perengkahan batubara tersebut, sehingga yield

minyaknya rendah. Namun dengan semakin meningkatnya temperatur (>350˚C),

maka hidrogen radikal yang dihasilkan lebih banyak sehingga dapat menstabilkan

radikal bebas yang dihasilkan dari pemutusan rantai samping yang meningkat pula.

Semakin banyaknya hidrogen aktif, maka konsentrasi minyak meningkat (Zhao

et.al., 2015).

Hidrogen dalam pencairan batubara selain bersumber dari pelarut dapat juga

berasal dari reaksi water-gas shift. Pada temperatur air subkritis (<370˚C) dan

superkritis (>370˚C), hidrokarbon dengan air dapat terjadi reaksi water-gas shift,

dimana dari reaksi ini menghasilkan H2 secara in-situ. Reaksinya (Tan et.al., 2017):

CO(s) + H2O(l) CO2(g) + H2(g)

Sato, et. al (2003) melaporkan bahwa konversi produk cair hasil pencairan

batubara meningkat pada temperatur superkritis (>390˚C). Pada temperatur

superkritis terjadi pemutusan ikatan alifatik aromatik C-C (Tan et.al., 2017).

Yield minyak pada temperatur 370˚C (dengan penambahan katalis NaOH)

mengalami penurunan dibandingkan yield minyak pada temperatur 350˚C dan

390˚C (dengan penmabahan katalis NaOH). Hal ini sejalan dengan penelitian yang

dilakukan oleh Zhang et.al. (2010), yang berpendapat bahwa penggunaan katalis

Page 50: PENCAIRAN BATUBARA PERINGKAT RENDAH (LIGNIT) MENJADI …

34

basa dapat mengakatalisasi pembentukan uap dari senyawa hidrokarbon sehingga

membentuk gas hidrogen, dimana pesentase gas hidrogen pada temperatur 370˚C

dengan penambahan sebesar 27,7805%. Reaksinya sebagai berikut (Lillo et.al.,

2003):

6NaOH(s) + C(s) 2Na+(aq) + 3H2(g) + 2Na2CO3(aq)

Berdasarkan Gambar 12 dan 13 diatas, dapat dilihat bahwa hubungan antara

yield residu organik dengan yield minyak adalah berbanding terbalik. Pada

temperatur 350˚C (tanpa penambahan katalis NaOH) memiliki yield residu organik

paling tinggi diantara reaksi – reaksi lainnya yaitu sebesar 62,4% dengan perolehan

yield minyak paling rendah yaitu 33,25%. Sedangkan pada temperatur 390˚C

(dengan penambahan katalis NaOH) memiliki yield residu organik paling rendah

diantara reaksi – reaksi lainnya yaitu sebesar 37,01% dengan perolehan yield

minyak paling tinggi yaitu 60,8%. Maka dengan semakin meningkatnya perolehan

yield minyak maka yield residu organik yang dihasilkan semakin rendah. Residu

organik berasal dari reaksi retrogresif atau repolimerisasi radikal – radikal yang

tidak terstabilkan karenanya kurangnya molekul hidrogen aktif (Yan et.al., 2017).

Berdasarkan Gambar 15 dapat dilihat bahwa konsumsi H2O semakin

menurun dengan semakin meningkatnya temperatur reaksi 350˚C, 370˚C dan 390˚C

baik dengan dan tanpa penambahan katalis NaOH.

Page 51: PENCAIRAN BATUBARA PERINGKAT RENDAH (LIGNIT) MENJADI …

35

Gambar 15. Grafik Konsumsi H2O

Hal ini dapat terjadi kemungkinan karena hidrogen yang berasal dari air tidak

sepenuhnya digunakan untuk konversi batubara namun menjadi gas hidrogen

(Mas’ud, 2002).

4.3.Pengaruh Penambahan Katalis NaOH Terhadap Produk Minyak Hasil

Pencairan Katalitik Hidrotermal

Penambahan katalis dapat mempengaruh perolehan yield minyak yang

dihasilkan dari proses pencairan batubara peringkat rendah ditunjukkan pada

Gambar 16.

Gambar 16. Grafik Perbandingan Yield Minyak Dengan dan Tanpa Katalis

NaOH

4,7

3,91

1,37

0,13

1,09

-0,46-1

0

1

2

3

4

5

350˚ 370 ˚ 390˚

Ko

nsu

msi

H2O

(%

daf

)

Temperatur (˚C)

NON KATALIS KATALIS

50,6745,81

60.8

33,25

42.82

48.76

0

10

20

30

40

50

60

70

350˚ 370˚ 390˚

Ko

nse

ntr

asi M

inya

k (%

daf

)

Temperatur (˚C)

KATALIS NON KATALIS

Page 52: PENCAIRAN BATUBARA PERINGKAT RENDAH (LIGNIT) MENJADI …

36

Gambar 16 di atas dapat dilihat bahwa dengan adanya penambahan katalis

NaOH 1 gram dapat meningkatkan yield minyak hasil pencairan batubara peringkat

rendah (lignit). Penambahan katalis basa dapat menurunkan reaksi kondensasi dan

polimerisasi senyawa – senyawa radikal, sehingga dapat menghambat

pembentukan residu (Zhu et.al., 2015). Reaksi polimerisasi yang menghasilkan

residu dapat terjadi antara gugus karboksilat dengan gugus hidroksil sehingga

membentuk ikatan ester. Rendahnya konsentrasi residu dalam produk pencairan

dengan menggunakan katalis NaOH karena ion hidroksida dari katalis NaOH dapat

menentralisasi asam karboksilat yang dibentuk selama proses pencairan, sehingga

menghasilkan ion karboksilat. Reaksinya sebagai berikut (Deniel et.al., 2015):

RCO2H(s) + NaOH(s) RCO2- + Na+ + H2O(g)

Pada temperatur 390˚C dengan penambahan katalis menghasilkan yield

minyak yang paling tinggi, hal tersebut karena dengan adanya pengaruh temperatur

yang tinggi dan adanya penambahan katalis NaOH dapat mempercepat

penyerangan atom – atom oksigen sehingga mempercepat pemutusan struktur

molekul batubara menjadi molekul – molekul yang lebih sederhana (Zhang et.al.,

2010).

4.4.Analisis Produk Gas

Gas – gas yang dihasilkan melalui pencairan batubara peringkat rendah

secara katalitik hidrotermal dianalisis menggunakan GC-TCD yang hasilnya dapat

dilihat pada Tabel 4.

Page 53: PENCAIRAN BATUBARA PERINGKAT RENDAH (LIGNIT) MENJADI …

37

Tabel 4. Hasil Analisa Gas dengan Instrumen GC-TCD

Konsentrasi

Gas

(%)

350˚C

Non

Katalis

350˚C +

Katalis

370˚C

Non

Katalis

370˚C +

Katalis

390˚C

Non

Katalis

390˚C +

Katalis

H2 26,0852 26,1482 26,0956 27,7805 15,1248 13,7658

N2 40,1214 39,7299 38,3991 33,1934 45,8502 55,5311

CO 0,9607 0,8756 0,8757 0,2458 0,7122 0,1048

CH4 18,2706 17,1932 19,6005 23,3905 19,8924 16,4801

CO2 14,5621 16,0531 15,0291 15,3898 18,4203 14,1182

Berdasarkan Tabel 4 dapat dilihat bahwa hasil analisa instrumen GC-TCD

berupa gas – gas yang mudah menguap seperti H2, CO, CO2 dan CH4. Gas N2

menghasilkan konsentrasi tertinggi karena digunakan di dalam reaktor. Gas CO2

terbentuk akibat dari proses dekarboksilasi gugus asam karboksilat. Meningkatnya

temperatur dan dengan penambahan katalis NaOH maka konsentrasi gasnya

semakin meningkat. Namun pada temperatur 390˚C dengan penambahan katalis

terjadi penurunan konsentrasi gas CO2 yang kemungkinan disebabkan karena

terjadinya reaksi kondensasi. Kondensasi adalah reaksi penggabungan molekul

kecil untuk menghasilkan molekul yang lebih besar dengan disertai dengan

pelepasan molekul kecil seperti air (Yang et.al., 2016). Reaksinya dapat dilihat

sebagai berikut (Gambar 17) (Yurum, 1992) :

Gambar 67. Reaksi Kondensasi (Yurum, 1992)

Page 54: PENCAIRAN BATUBARA PERINGKAT RENDAH (LIGNIT) MENJADI …

38

Konsentrasi gas H2 meningkat dengan penambahan katalis NaOH dan

dengan semakin meningkatnya temperatur yaitu dari temperatur 350˚C dan 370˚C.

Hal tersebut karena meningkatnya temperatur dapat terjadi reaksi fragmentasi yang

menghasilkan gas H2 melalui reaksi water gas shift reaction (Deniel et.al, 2015).

Namun pada temperatur yang semakin tinggi yaitu 390˚C dengan dan tanpa katalis

menghasilkan konsentrasi yang rendah, dikarenakan semakin meningkatnya

temperatur maka tekanan pun meningkat sehingga peningkatan pembentukan gas

lebih kecil karena reaksi kondensasi (Zheng et.al., 2015).

Pembentukan gas CO disebabkan oleh perengkahan gugus – gugus karbonil

yang memiliki ikatan yang lebih kuat seperti aldehid dan keton (Shi et.al., 2107).

Pada temperatur 350˚C, 370˚C dan 390˚C dengan penambahan katalis NaOH,

konsentrasi gas CO semakin menurun hal ini terjadi karena katalis NaOH

mempercepat reaksi water gas shift sehingga menurunkan konsentrasi gas CO (Ge

et.al., 2107). Pada temperatur 350˚C, 370˚C dan 390˚C tanpa penambahan katalis

NaOH, seiring dengan meningkatnya temperatur reaksi konsentrasi gas CO juga

mengalami penurunan. Hal tersebut terjadi dapat dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu

pertama, CO dikonversikan menjadi senyawa – senyawa hidrokarbon dan senyawa

senyawa yang mengandung atom oksigen melalui reaksi hidrogenasi. Kedua, CO

dapat bergabung dengan heteroatom yang secara alami berada dalam batubara

menjadi molekul kecil ( contohnya CO dapat bergabung dengan radikal sulfur yang

terbentuk selama proses pencairan batubara dan berubah menjadi COS ). Ketiga,

adanya air yang berasal dari batubara dan air yang terbentuk selama proses

pencairan dapat bereaksi dengan CO dan membentuk CO2 melalui reaksi water gas

shift. Hal tersebut dapat menjadi faktor terbesar menurunnya konsentrasi CO dan

Page 55: PENCAIRAN BATUBARA PERINGKAT RENDAH (LIGNIT) MENJADI …

39

meningkatnya konsentrasi CO2 (Guo et.al., 2011). Reaksi pembentukan gas CO

dapat dilihat sebagai berikut (Gambar 18) sebagai berikut (Yurum, 1992) :

Gas CH4 yang terbentuk di dalam proses pencairan batubara dihasilkan dari

pemutusan ikatan alifatik yang terikat dengan gugus aromatis sebagai alifatik rantai

panjang atau dealkilasi senyawa alkil aromatik. Pada temperatur 350˚C, 370˚C dan

390˚C tanpa penambahan katalis NaOH, seiring meningkatnya temperatur reaksi

maka konsentrasi gas CH4 juga meningkat. Hal ini dapat dikatakan bahwa semakin

meningkatnya temperatur reaksi dapat mempercepat dekomposisi struktur alifatik

(Shi et al, 2017). Pada temperatur 370˚ dengan penambahan katalis NaOH

menghasilkan yield CH4 yang tinggi karena pada temperatur tersebut dan dengan

adanya katalis NaOH dapat mempercepat reaksi methanasi (Ge et.al., 2017). Pada

temperatur 350˚C dengan penambahan katalis NaOH konsentrasi CH4 lebih rendah

karena dapat dikatakan bahwa pada suhu tersebut reaksi metanasi belum optimal

karena suhunya dapat dikatakan rendah. Pada temperatur 390˚C dengan

penambahan katalis konsentrasi CH4 paling rendah karena dengan semakin

meningkatnya suhu maka terjadi reaksi kondensasi (Yang et.al., 2016). Reaksi

pembentukan gas CH4 dapat dilihat sebagai berikut (Gambar 19) (Yurum, 1992) :

Gambar 18. Reaksi Pembentukan Gas CO (Yurum, 1992)

Gambar 19. Reaksi pembentukan gas CH4 sebagai berikut (Yurum, 1992)

Page 56: PENCAIRAN BATUBARA PERINGKAT RENDAH (LIGNIT) MENJADI …

40

Seiring dengan naiknya temperatur reaksi maka konsentrasi gas – gas yang

dihasilkan semakin bertambah karena adanya dekomposisi dari fraksi cair (Shi

et.al, 2017). Sedangkan pada temperatur yang lebih tinggi yaitu 390˚C terjadi

penurunan konsentrasi gas karena terjadinya reaksi kondensasi (Yang et.al., 2016).

Tabel 5. Hasil Analisa Gas dengan Instrumen GC-FID

350˚C

Non

Katalis

350˚C +

Katalis

370˚C

Non

Katalis

370˚C +

Katalis

390˚C

Non

Katalis

390˚C +

Katalis

Konsentrasi

Gas C1-C3

(%) 0,3602 0,4134 0,4077 0,3873 0,4692 0,7152

Tabel 5 merupakan hasil analisa gas hidrokarbon ringan (C1 – C3)

menggunakan instrumen GC-FID. Setelah dibandingkan dengan standar mix gas

dapat diketahui bahwa pencairan batubara menghasilkan gas CH4 (metana), C2H4

(etilen) dan C2H6 (metilen) dan C3H8. Terbentuknya gas hidrokarbon ringan (C1-

C3) di dalam proses pencairan batubara dihasilkan dari pemutusan ikatan alifatik

yang terikat dengan gugus aromatis sebagai alifatik rantai panjang atau dealkilasi

senyawa alkil aromatik, dan biasanya memiliki konsentrasi lebih rendah

dibandingkan dengan konsentrasi gas lainnya seperti H2, CO dan CO2. Pada

temperatur reaksi 390˚C dan dengan penambahan katalis NaOH menghasilkan

konsentrasi gas tertinggi, hal ini dapat dikatakan bahwa temperatur tinggi dan

adanya katalis NaOH mempercepat pemutusan rantai alifatik (Shi et.al., 2017).

4.5.Analisis Senyawa Kimia Dengan GC-MS

Fraksi minyak hasil pencairan batubara diidentifikasi menggunakan GC-

MS dan diklasifikasikan menjadi 5 grup senyawa yaitu fenol, alkana rantai panjang,

ester, polisiklik aromatik hidrokarbon dan grup senyawa lainnya (keton, aldehid,

eter, benzene dan alkohol) (Miao,et.al., 2017).

Page 57: PENCAIRAN BATUBARA PERINGKAT RENDAH (LIGNIT) MENJADI …

41

Hasil analisis senyawa menggunakan GC-MS terhadap fraksi minyak hasil

pencairan batubara peringkat rendah (lignit) ditujukkan oleh kromatogram pada

Gambar 20 dan penjelasan senyawanya dapat dilihat pada Tabel 6 .

Gambar 20. Hasil Analisis GCMS

Tabel 6. Senyawa Hasil Analisis GCMS

Puncak Waktu

Retensi

(Menit)

Area Konsentrasi

(%)

Nama

1 3,946 259619289 18,64 Trans- 3,5 –

dideutero hidroksi

siklopentena

2 13,635 62377008 4,48 Fenol, 2-metil-

(CAS) o-cresol

3 14,625 39400740 2,83 Fenol, 2,3-dimetil-

(CAS) 2,3-

dimetilfenol

4 17,091 185179902 13,29 pent-1-in-3-en,-4-

metil-3-fenil

5 17,2017 17651653 1,27 Metil-3,6-

oktadekadionat

6 17.515 26979451 1.94 3-metil-1-(2,4,6-

trimetilfenil

7 17,787 54975300 3,95 Iisopropil 5(4H)-

OXO-3-(2,4,6-

trimetilfenil)-1,2,4-

oksadiazol

Page 58: PENCAIRAN BATUBARA PERINGKAT RENDAH (LIGNIT) MENJADI …

42

8 18,024 30603103 2,20 3,6- Asam

Oktadekadinoat,

metil ester (CAS)

metil-3,6-

oktadekadionat

9 18,282 48005608 3,45 4,6-dihidroksi-5-

nitro-2-(3-

iodostiril) pirimidin

10 18,396 21561223 1,55 3,6-oktadionat acid,

metil ester (CAS)

metil-3,6-

oktadionat

11 18,839 25338742 1,82 n-oktana

12 19,113 429800205 30,85 Naftalen, 1,6-

dimetill-4-(1-

metiletil)- (CAS)

Cadalin

13 19,517 19846659 1,42 Dimetiloktan

14 20,203 11703001 0,84 n-nonana

15 20,867 22539895 1,62 2,7-metiloktan

16 21,539 21575457 1,55 2-metilundekan

17 22,233 28732659 2,06 2-metilundekan

18 22,983 28983429 2,08 2-metilundekan

19 23,815 28319788 2,03 2-metilundekan

20 24,775 29784215 2,14 2-metilundekan

Berdasarkan hasil kromatogram tersebut dapat terlihat 3 puncak yang

memiliki konsentrasi tinggi, yaitu cadalin (30,85%), trans-3,5-dideutero hidroksi

siklopentena (18,64%) dan pent-1-in-3-en,-4-metil-3-fenil (13,29%).

Cadalin memiliki rumus formula C15H18 dengan berat molekul 198. Struktur

cadalin dapat dilihat pada Gambar 21. Cadalin merupakan salah satu turunan dari

naftalen yang termasuk dalam golongan sequisterpen dapat digunakan sebagai

komponen dasar penyusun bahan bakar solar (Wijaya dan Burhan, 2016). Dan hasil

analisis tersebut sama dengan hasil analisis GC-MS yang dilakukan oleh Wijaya

dan Burhan (2016) terhadap minyak pada produk hasil pencairan batubara

Kalimantan Timur.

Page 59: PENCAIRAN BATUBARA PERINGKAT RENDAH (LIGNIT) MENJADI …

43

Senyawa trans-3,5-dideutero hidroksi siklopentena termasuk golongan

alisiklik hidrokarbon yang banyak ditemukan juga pada fraksi minyak. Hal ini sama

dengan hasil identifikasi fraksi minyak hasil pencairan batubara Shenhua yang

dilakukan oleh Zhen-nan dan kawan – kawan pada tahun 2008. Trans-3,5-dideutero

hidroksi siklopentena memiliki berat molekul 100 dengan rumus formula

C5H6D2O2. Struktur trans-3,5-dideutero hidroksi siklopentena dapat dilihat pada

Gambar 22.

Senyawa pent-1-in-3-en,-4-metil-3-fenil merupakan derivate dari benzene,

yang mana rumus molekul senyawa tersebut adalah C12H12 dengan berat molekul

sebesar 156. Senyawa – senyawa yang terdapat di dalam fraksi minyak hasil dari

pencairan batubara tingkat rendah berpotensi sebagai minyak mentah yang jika

Gambar 21. Struktur Cadalin

Gambar 22. Struktur trans-3,5-dideutero hidroksi siklopentena

Page 60: PENCAIRAN BATUBARA PERINGKAT RENDAH (LIGNIT) MENJADI …

44

dilakukan penyulingan lebih lanjut maka akan menghasilkan bahan bakar cair

seperti solar (You et.al., 2017).

Zheng, et.al. (2016) menyatakan bahwa senyawa benzen dan derivatnya

serta hidrokarbon aromatik lainnya terbentuk melalui dekarboksilasi asam

karboksilat aromatik. Karena asam karboksilat aromatik dan ion – ionnya dapat

larut dalam air, hal ini perlu dilakukan analisa terhadap produk fase H2O.

Berdasarkan hasil analisa GCMS didapatkan hasil produk fase H2O yaitu berupa

senyawa fenol dan gugus fenolik. Senyawa fenol yang didapatkan dari produk

minyak hasil pencairan batubara lignit ini adalah 2,3-dimetilfenol (Gambar 23)

dengan konsentrasi 2,83% dan salah satu gugus fenoliknya adalah o-cresol (Gambar

24) dengan konsentrasi 4,48%.

Gambar 23. Struktur 2,3-dimetilfenol

Gambar 24. Struktur o-cresol

Page 61: PENCAIRAN BATUBARA PERINGKAT RENDAH (LIGNIT) MENJADI …

45

2-methylundecane (Gambar 25) merupakan grup senyawa terbanyak yang

muncul pada hasil analisa, namun memiliki konsentrasi yang rendah yaitu 1,55%,

2,06%, 2,08%, 2,03% dan 2,14%.

2-methylundecane termasuk golongan branched paraffin (paraffin bercabang) yang

merupakan gugus alkana asiklik dengan rumus formula C12H26. C11-C14 merupakan

fraksi kerosin, dimana melalui proses hidrogenasi atau hidroisomerisasi dapat

digunakan sebagai bahan bakar jet (Klerk, 2011).

Gambar 25. Struktur 2-Methylundecane

Page 62: PENCAIRAN BATUBARA PERINGKAT RENDAH (LIGNIT) MENJADI …

46

BAB V

PENUTUP

5.1. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa:

4. Temperatur tinggi berpengaruh terhadap yield minyak yang dihasilkan yaitu

pada temperatur 390˚C sebesar 60,80%

5. Katalis berpengaruh pada proses pencairan batubara, dengan penambahan

katalis menghasilkan yield minyak yang lebih banyak dibandingkan tanpa

menggunakan katalis yaitu pada temperatur 390˚C dengan katalis menghasilkan

minyak sebesar 60,80% sedangkan tanpa katalis sebesar 48,76%

6. Senyawa yang terkandung dalam minyak hasil pencairan batubara adalah

naftalen, 1,6-dimetill-4-(1-metiletil)- (CAS) Cadalin (rumus formula C15H18)

dengan konsentrasi tertinggi yaitu 30,85%. Senyawa tersebut merupakan salah

satu komponen dasar penyusun bahan bakar solar.

5.2. Saran

Pada penelitian ini disarankan untuk perlu dilakukan variasi konsentrasi

katalis agar dapat mengetahui kondisi terbaik.

Page 63: PENCAIRAN BATUBARA PERINGKAT RENDAH (LIGNIT) MENJADI …

47

DAFTAR PUSTAKA

ASTM. 2014. Standard Relating to Gaseous Fuels, Coal and Coke. Annual Book

of ASTM Standard, Section 05.05. American Society of Testing and

Materials, West Conshohocken, PA

ASTM D1160-03. 2014. Test Method for Distillation of Petroleum Products at

Reduced Pressure. Annual Book of ASTM Standard, Section 05.05.

American Society of Testing and Materials,West Conshohocken, PA

ASTM D1945-03. 2014. Standard Test Method for Analysis of Natural Gas by Gas

Cromatography. Annual Book of ASTM Standard, Section 05.05.

American Society of Testing and Materials,West Conshohocken, PA

ASTM D3173-11. 2014. Test Method for Moisture in the Analysis Sample of Coal

and Coke. Annual Book of ASTM Standard, Section 05.05. American

Society of Testing and Materials, West Conshohocken, PA

ASTM D3174-12. 2014. Test Method for Ash in the Analysis Sample of Coal and

Coke. Annual Book of ASTM Standard, Section 05.05. American Society

of Testing and Materials,West Conshohocken, PA

ASTM D3175-11. 2014. Test Method for Volatile Matter in the Analysis Sample

of Coal and Coke. Annual Book of ASTM Standard, Section 05.05.

American Society of Testing and Materials,West Conshohocken, PA

ASTM D3176-09. 2014. Practice for Ultimate Analysis of Coal and Coke. Annual

Book of ASTM Standard, Section 05.05. American Society of Testing and

Materials,West Conshohocken, PA

ASTM, D3302 / D3302M-12. 2014. Test Method for Total Moisture in Coal.

Annual Book of ASTM Standard, Section 05.05. American Society of

Testing and Materials, West Conshohocken, PA

ASTM D388. 2014. Classification of Coal by Rank. Annual Book of ASTM

Standard, Section 05.05. American Society of Testing and Materials,West

Conshohocken, PA

ASTM D4239-14. 2014. Standard Test Method for Sulfur in the Analysis Sample

of Coal and Coke Using High Temperature Tube Furnace Combustion.

Annual Book of ASTM Standard, Section 05.05. American Society of

Testing and Materials, West Conshohocken, PA

ASTM D5796-15. 2007. Standard Method of Determination of Benzene, Tolunene

and Total Aromatics in Finished Gasoline by Gas Chromatography/Mass

Spectrometry. Annual Book of ASTM Standard, Section 05.02. American

Society of Testing and Materials, West Conshohocken, PA

Bellman, D. 2007. Coal To Liquids And Gas. Working Document of the NPC

Global Oil & Gas Study. US : American Electric Power Co., Inc

Page 64: PENCAIRAN BATUBARA PERINGKAT RENDAH (LIGNIT) MENJADI …

48

Colon, L.A dan Baird, L.J. 2004. Detector In Modern Gas Cromatography. New

Jersey : John Wiley & Sons, Inc.,

Demirbas, A. 2011. Competitive Liquid Biofuels From Biomass. Applied Energy,

88, 17 – 28

Deniel, M., Haarlemmer, G., Roubaud, A., Hortala, W., dan Fages, J. 2015.

Hydrothermal Liquefaction of Food Processing Residues : Application To

Blackcurrant Pomace. 23rd European Biomass Conference And Exhibition

Departmen Of Trade and Industry UK. 1999. Technology Status Report Coal

Liquefaction. London

Eiceman, G.A. 2000. Instrumentation Of Gas Chromatography. Chichester : John

Wiley & Sons, Ltd

Fowlis, Ian A. 1998. Gas Chromatography Analytical Chemistry by Open

Learning. John Wiley & Sons Ltd

Furqon, M dan Sugiyana, D. 2012. Pengaruh Karakteristik Batubara Dan Proses

Pembakaran Pada Boiler Batubara Bubuk Terhadap Emisi NOx Di Industri

Tekstil. Arena Tekstil, Vol. 27, 1-5

Ge, Z., Guo, L., dan Jin, H. 2017. Hydrogen Production By Non – Catalytic Partial

Oxidation Of Coal In Supercritical Water : The Study On Reaction Kinetics.

Internation Journal of Hydrogen Energy, 1 -7

Guin, J., Tarrer, A., Taylor, L., Prather, Jr.J., Green, Jr.S. 1976. Mechanism of Coal

Particle Dissolution. Auburn : Department of Chemical Engineering,

Auburn University

Guo, Z., Bai, Z., Bai, J., Wang, Z., dan Li, W. 2011. Co-liquefaction Of Lignite

And Sawdust Under Syngas. Fuel Processing Technology, Vol. 92, 119 –

125

He, D., Guan, J., Hu, H dan Zhang, Q. 2015. Pyrolysis And Co-Pyrolysis Of

Chinese Longkou Oil Shale And Mongolian Huolinhe Lignite. Oil Shale,

Vol. 32, 151 - 159

Hendayana, Sumar. 2006. Kimia Pemisahan, Metode Kromatografi dan Elektrolisis

Modern. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya

Hidayat, H. 1998. Pengaruh Beberapa Variabel Proses Terhadap Distribusi

Produk Pencairan Batubara Peringkat Rendah. Tesis. Bandung : ITB

Indonesia Outlook Energi. 2016. Jakarta : Badan Pengkajian dan Penerapan

Teknologi

Jiang, X., Cui, H., Liu, M., Guo, Q., Xu, J., Yang, J., Yang, Y., dan Li, Y. 2016.

Extracting Coal Liquids From Direct Coal Liquefaction Residue Using

Subcritical Water. Energy & Fuels

Page 65: PENCAIRAN BATUBARA PERINGKAT RENDAH (LIGNIT) MENJADI …

49

Jindal, M.K dan Jha, M.K. 2015. Effects of Process Conditions On Hydrothermal

Liquefaction Of Biomass. IJCBS Research Paper Vol. 2 [Issue 8],

November 2015

KESDM. 2015. Neraca Gas Bumi Indonesia 2015-2030. Jakarta : Kementerian

Energi dan Sumber Daya Mineral

Klerk, A., 2011. Fischer – Tropsch Fuels Refinery Design. Energy Environ. Sci.

Vol. 4, 1177 – 1205

Lei, Z., Liu, M., Shui, H., Wang, Z dan Wei, X. 2010. Study On The Liquefaction

Of Shengli Lignite With NaOH/Methanol. Fuel Processing Technology,

Vol. 91, 783 – 788

Lillo, M.A., Cazorl, D dan Linares, A. 2003. Understanding Chemical Reactions

Between Carbons and NaOH and KOH An Insight Into The Chemical

Activation Mechanism. Carbon, 267 - 275

Liu, P., Wang, L., Zhou, Y., Pan, T., Lu, X., dan Zhang, D. 2016. Effect Of

Hydrothermal Treatment On The Structure And Pyrolisis Product

Distribution Of Xiaolongtan Lignite. Fuel, Vol. 164, 110 – 118

Liu, P., Wang, S., Zhou, Y., Pan, T., Le, J., dan Zhang, D. 2017. Free radical

Reaction Mechanism On Improving Tar Yield And Quality Derived From

Lignite After Hydrothermal Treatment. Fuel, Vol. 2017, 244 – 252

Masucci, J.A dan Caldwell, G.A. 2004. Modern Practice of Gas Chromatography:

Techniques for Gas Chromatography/Mass Spectrometry. New Jersey: John

Wiley & Sons, Inc

Mas’ud, M. 2002. Aktivitas Katalis Redmud Dibandingkan Katalis Dasar Besi

Pada Pencairan Batubara Muda Melalui Proses Hidrogenasi katalitik.

Depok : Universitas Indonesia. [SKRIPSI]

Meinds, T. G., dan Kamphuis, A.J. 2012. Valuable chemicals from hydrothermal

liquefaction of algae. Netherlands: Department of Chemical Engineering,

Faculty of Mathematics and Natural Sciences, University of Groningen,

Nijenborgh 4, 9747 AG Groningen

Miao, R., Zhang, Q., Shi, Y., Gu, J., Ning, P., dan Guan, Q. 2017. Liquefaction of

Lignite with Ru/C Catalyst in Supercritical Ethanol. RSC Advances, 1 – 44

Nursanto, E., Idrus, A., Amijaya, H., Pramumijoyo, S. 2013. Characteristics And

Liquefaction Of Coal From Warukin Formation, Tabalong Area, South

Kalimantan – Indonesia. J. SE Asian Appl. Geol, Vol. 5, 99 – 104

Peterson, A.A., Vogel, F., R.P, Lachance., M, Fröling., M.J, Antal dan J.W,

Tester. 2008. Energy Environ. Sci., 32-65

Sato,T., Adschiri, T., Arai, G.L., dan Rempel, F.T.T. Ng, Upgrading Of Asphalt

With And Without Partial Oxidation In Supercritical Water, Fuel, Vol. 82,

1231–1239

Savage, P.E. 2009. A Perspecive On Catalyst In Sub-and Supercritical Water.

Journal Of Supercritical Fluids, 47 (3), 407 – 414

Page 66: PENCAIRAN BATUBARA PERINGKAT RENDAH (LIGNIT) MENJADI …

50

Schulten, H.R dan Schnitzer, M. 1993. A State Of The Art Structural Concept For

Humic Substances. Naturwissenschaften. 80 : 29 – 30

Shi, Z., Jin,L., Zhou, Y., Li, Y., dan Hu, H. 2017. Effect Of Hydrothermal

Treatment On Structure And Liquefaction Behaviour Of Baiyinhua Coal.

Fuel Processing Technology, Vol. 167, 648 - 654

Shinn, J.H. 1984. Fuel, 1187

Speight, J.G. 1994. The Chemistry &Technology Of Coal, 2nd Edition,

Revised & Exp & ed. New York : Marcel Dekker Inc

Sukandarrumidi. 2005. Batubara dan Pemanfaatannya Pengantar Teknologi

Batubara Menuju Lingkungan Bersih. Yogyakarta : UGM – Press

Sukandarrumidi. 2009. Batubara dan Pemanfaatannya Pengantar Teknologi

Batubara Menuju Lingkungan Bersih. Yogyakarta : UGM – Press

Talla, H., Amijaya, H., Harijoko, A., dan Huda, M. 2013. Karakteristik Batubara

dan Pengaruhnya Terhadap Proses Pencairan. Reaktor, Vol. 14, No. 4

Tan, L., Erdenebaatar, O., Liu, G., Yamane, N., Ai, P., Otani, A., Yoneyama, Y.,

Yang, G., dan Tsubaki, N. 2017. Catalytic Cracking Of 4-(1-

Naphtylmethyl)Bibenzyl In Sub- And Supercritical Water. Fuel Processing

Technology, Vol. 160, 34 – 38

Thomas, L. 2013. Coal Geology 2nd ed. UK : John Wiley and Son Ltd.

Tingchen, L. 1982. Liquefaction Of Coal. Coal, Oil Shale, Natural Bitumen, Heavy

Oil And Peat, Vol. 1

Toor, S.S., L, Rosendahl dan A, Rudolf. 2011. Energy, ,Vol. 36, 2328-2342

Wang, b., Huang, Y dan Zhang, J. 2014. Hydrothermal Liquefaction Of Lignite,

Wheat Straw And Plastic Waste In Sub-Critical Water For Oil : Product

Distribution. Journal Of Analytical And Applied Pyrolysis, Vol. 110, 382 –

389

Wijaya, L.S dan Burhan, R.Y.P. 2016. Geokimia Organik Fraksi Aromatik Light

Oil Produk Pencairan Batubara Area (Pit) Bintang Sangatta Kalimantan

Timur. Journal Of Research and Technologies, Vol. 2

Yan, J., Bai, Z., Hao, P., Bai, J., dan Li, W. 2017. Comparative Study Of Low –

Temperature Pyrolisis And Solvet Treatment On Upgrading And Hydro-

liquefaction Of Brown Coal. Fuel, Vol. 199, 598 – 605

Yang, L., Mahmood, N., Corscadden, K., Xu, C., dan He, Q. 2016. Production Of

Crude Bio-Oil Via Direct Liquefaction Of Spent K – Cups. Biomass and

Bioenergy, 1 – 10

Yazid, E. 2005. Kimia Fisika untuk Paramedis. Yogyakarta: ANDI Press

You, Q., Wu, S., Wu, Y., Huang, S., Gao, J., Shang, J., Min, X., dan Zheng, H.

2017. Product Distributions And Characterizations For Integrated Mild –

Page 67: PENCAIRAN BATUBARA PERINGKAT RENDAH (LIGNIT) MENJADI …

51

Liquefaction And Carbonization Of Low Rank Coals. Fuel Processing

Technology, Vol. 156, 54 - 61

Yu, J., Tahmasebi, A., Han, Y., Yin, F., dan Li, X. 2013. A Review On Water In

Low Rank Coals : The Existence, Interaction With Coal Structure And Effct

On Coal Utilization. Fuel Processing Energy, Vol 106, 9 – 20

Yurum, Y. 1992. Clean Utilization Of Coal. Kluwer Academic Publisher, 85 - 96

Zhang, Y. 2010. Biofuels from Agricultural Wastes and By products. Edited by

Hans P. Blaschek, Thaddeus C. Ezeji and Jü rgen Scheffran. Blackwell

Publishing

Zhao, Q., Zhang, M., Cui, X., Dong, D., Wang, Q., dan Zhang, Y. 2015. Converting

Lignite To Caking Coal Via Hydro-modification In A Subcritical Water-

CO System. Fuel

Zhen-nan, G., Li-Iin, L., Xiao-man, Z, dan Wen-bo, L. 2008. The Composition

Analysis Of Coal – Derived Light Oil. Journal of Coal Science, Vol. 14,

136 - 139

Zheng, J., Zhu, M., dan Wu, H. 2015. Alkaline Hydrothermal Liquefaction Of

Swine Carcasses To Bio – Oil. Waste Management

Zheng, Q., Morimoto, M., dan Takanohashi, T. 2016. A Novel Process For The

Production Of Aromatic Hydrocarbons From Brown Coal In Water Medium

By Hydrothermal Oxidation And Catalytic Hydrothemal Decarboxylation.

Fuel, Vol. 182, 437 – 445

Zhu, Z., Toor, S.S., Rosendahl, L., Yu, D., dan Chen, G. 2015. Influence Of Alkali

Catalyst On Product Yield On Properties Via Hydrothermal Liquefaction

Of Barley Straw. Energy, Vol. 80, 284 – 292

http://geology.com/rocks/coal.shtml. Diakses pada tanggal 20 Februari 2017 pada

pukul 19.00

http://energyeducation.ca/encyclopedia/Bituminous_coal. Diakses pada tanggal 20

Februari 2017 pada pukul 19.00

Page 68: PENCAIRAN BATUBARA PERINGKAT RENDAH (LIGNIT) MENJADI …

52

LAMPIRAN

Lampiran 1. Perhitungan Analisis Proksimat Batubara

1. Kadar Air

A. Kondisi Sebelum Oven

No Berat krusibel + tutup

(gram)

Berat krusibel

+ tutup +

sampel (gram)

Berat sampel

(gram)

1 12,2373 13,2424 1,0051

2 12,2909 13,2942 1,0033

3 12,4406 13,4417 1,0011

B. Kondisi Setelah Oven

No Berat krusibel + tutup + sampel (gram) Berat sampel (gram)

1 13,1390 0,9017

2 13,1943 0,9034

3 13,3418 0,9012

a. Perhitungan

Rumus : berat awal sampel−berat akhir sampel

berat awal sampel x 100 %

C. Persentase Kadar Air

No Kadar Air

1 1,0051−0,9017

1.0051 x 100% = 10,2875%

2 1,0033−0,9034

1.0033 x 100% = 9,9571%

3 1,0011−0,9012

1,0011 x 100% = 9,9790%

Rata – rata = 10,0745%

Page 69: PENCAIRAN BATUBARA PERINGKAT RENDAH (LIGNIT) MENJADI …

53

2. Zat Terbang

D. Kondisi Sebelum Furnace

No Berat krusibel + tutup

(gram)

Berat krusibel

+ tutup +

sampel (gram)

Berat sampel

(gram)

1 12,2331 13,2385 1,0054

2 12,2809 13,2812 1,0003

3 12,4353 13,4353 1,0007

E. Kondisi Setelah Furnace

No Berat krusibel + tutup + sampel (gram) Berat sampel (gram)

1 12,5228 0,2897

2 12,6051 0,3242

3 12,7541 0,3138

a. Perhitungan

Rumus : berat awal sampel−berat akhir sampel

berat awal sampel x 100 %

F. Persentase Zat Terbang

No Zat Terbang

1 1,0054−0,2897

1,0054 x 100% = 60,8981%

2 1,0003−0,3242

1,0003 x 100% = 57,6326%

3 1,0007−0,3138

1,0007 x 100% = 58,6904%

Rata – rata = 59,0737%

3. Kadar Abu

G. Kondisi Sebelum Furnace

No Berat krusibel + tutup

(gram)

Berat krusibel

+ tutup +

sampel (gram)

Berat sampel

(gram)

1 12,2278 13,2330 1,0052

2 12,2716 13,2726 1,0010

3 12,4275 13,4275 1,0045

Page 70: PENCAIRAN BATUBARA PERINGKAT RENDAH (LIGNIT) MENJADI …

54

H. Kondisi Setelah Furnace

No Berat krusibel + tutup + sampel (gram) Berat abu (gram)

1 12,2605 0,0327

2 12,3034 0,0318

3 12,4607 0,0332

a. Perhitungan

Rumus : berat abu

berat awal sampel x 100 %

I. Persentase Kadar Abu

No Kadar Abu

1 0,0327

1,0052 x 100% = 3,2531%

2 0,0318

1,0010 x 100% = 3,1768%

3 0,0332

1,0045 x 100% = 3,3051%

Rata – rata = 3,2450%

4. Karbon Tetap

Rumus : 100% - (Moisture + Volatile Matter + Kadar Abu)%

a. 100% - (10,2875 + 60,8981 + 3,2531)% = 25,5613%

b. 100% - (9,9571 + 57,6326 + 3,1768)% = 29,2335%

c. 100% - (9,9790 + 58,6904 + 3,3051)% = 28,0255%

Rata – rata = 27,6068%

Page 71: PENCAIRAN BATUBARA PERINGKAT RENDAH (LIGNIT) MENJADI …

55

Lampiran 2. Perhitungan Analisis Ultimat Batubara

A. Perhitungan Analisis Ultimat Batubara

Parameters Value Unit Standard Method

Carbon 57,07 Weight % ASTM D 5373-14

Hydrogen 3,97 Weight % ASTM D 5373-14 Nitrogen 0,77 Weight % ASTM D 5373-14 Oxygen = (100 – C – H –

N – S – Air –

Abu)%

= (100 – 57,07 –

3,97 – 0,77 – 0,31

– 10,07 – 3,25)%

= 24, 56

Weight % ASTM D 5373-14

Total Sulfur 0,31 Weight % ASTM D 4239-14

Page 72: PENCAIRAN BATUBARA PERINGKAT RENDAH (LIGNIT) MENJADI …

56

Lampiran 3. Perhitungan Rasio Atom H/C dan O/C

1. Rasio Atom H/C

H : C =3,97

1 :

57,07

12 =

47,64

57,07 = 0,83

2. Rasio Atom O/C

O : C =24,56

16 :

57,07

12 =

294,72

913,12 = 0,32

Page 73: PENCAIRAN BATUBARA PERINGKAT RENDAH (LIGNIT) MENJADI …

57

Lampiran 4. Data Hasil Analisis Gas (GC-TCD)

A. Running 08 (390˚C - NON KATALIS)

CH PKNO TIME AREA HEIGHT CONC NAME

1 1 0,692 122571 49035 15,1248 H2

2 1,686 371567 68148 45,8502 N2

3 2,191 5772 1041 0,7122 CO

4 4,785 161207 11359 19,8924 CH4

5 12,948 149277 2431 18,4203 CO2

TOTAL 810393 132013 100

B. Running 11 (390˚C + KATALIS)

CH PKNO TIME AREA HEIGHT CONC NAME

1 1 0,689 113436 42879 13,7658 H2

2 1,677 457598 78047 55,5311 N2

3 2,184 864 172 0,1048 CO

4 4,795 135803 9803 16,4801 CH4

5 13,085 116340 2048 14,1182 CO2

TOTAL 824040 132949 100

C. Running 17 (350˚C NON KATALIS)

CH PKNO TIME AREA HEIGHT CONC NAME

1 1 0,707 249225 83734 26,0852 H2

2 1,687 383331 70466 40,1214 N2

3 2,192 9179 1628 0,9607 CO

4 4,781 174563 12131 18,2706 CH4

5 12,983 139130 2346 14,5621 CO2

TOTAL 955428 170305 100

D. Running 18 (370˚ NON KATALIS)

CH PKNO TIME AREA HEIGHT CONC NAME

1 1 0,706 247037 83622 26,0956 H2

2 1,677 363510 67820 38,3991 N2

3 2,176 8290 1486 0,8757 CO

4 4,73 185551 12813 19,6005 CH4

5 12,867 142275 2365 15,0291 CO2

TOTAL 946663 168106 100

E. Running 19 (350˚C + KATALIS)

CH PKNO TIME AREA HEIGHT CONC NAME

1 1 0,705 244709 82654 26,1482 H2

2 1,68 371814 68091 39,7299 N2

3 2,181 8194 1465 0,8756 CO

4 4,761 160903 11389 17,1932 CH4

5 12,87 150234 2457 16,0531 CO2

TOTAL 935854 166056 100

Page 74: PENCAIRAN BATUBARA PERINGKAT RENDAH (LIGNIT) MENJADI …

58

F. Running 20 (370˚C + KATALIS)

CH PKNO TIME AREA HEIGHT CONC NAME

1 1 0,712 279368 90994 27,7805 H2

2 1,699 333801 62561 33,1934 N2

3 2,207 2472 458 0,2458 CO

4 4,781 235221 15269 23,3905 CH4

5 13,147 154764 2453 15,3898 CO2

TOTAL 1005624 171734 100

Page 75: PENCAIRAN BATUBARA PERINGKAT RENDAH (LIGNIT) MENJADI …

59

Lampiran 5. Data Hasil Analisis Gas (GC-FID)

A. Running 08 (390˚C - NON KATALIS)

TOTAL

RT AREA HEIGHT KETERANGAN KONSENTRASI

(%)

4,125 2112541370 79784545.6 CH4 0,0635

14,474 26172713.3 866836.2 C2H4 0,0004

16,62 763618385.7 27915665.2 C2H6 0,0120

25,64 112664354.7 4134570.1 C3H8 0,0236

26,293 886472204.6 27805625.2 C3H8 0,1853

27,783 72349473.8 950333.2 C3H8 0,0151

31,711 1690338.8 49706.5 C3H8 0,0004

35,699 303978635.7 7663275.6 C3H8 0,0635

36,497 147814043.1 4004316.6 C3H8 0,0309

37,806 249596450.6 5693254.4 C3H8 0,0522

44,631 106472783.3 1558249.7 C3H8 0,0223

301,279 4783370754 160426378.3 0,4692

Gambar 26. Kromatogram GC-FID (390˚C - Non Katalis)

B. Running 11 (390˚C + KATALIS)

TOTAL

RT AREA HEIGHT KETERANGAN KONSENTRASI

(%)

4,317 1012812265 30914272.7 CH4 0,0304

14,467 20152057.6 675242.3 C2H4 0,0319

16,762 169231563.3 6275036.7 C2H6 0,2662

25,718 56323891.7 1980914.5 C3H8 0,0287

26,537 228140759.5 7254183 C3H8 0,1164

27,844 42915524.6 660215.1 C3H8 0,0219

34,117 83152087.2 590440.8 C3H8 0,0424

35,868 57363002.7 1640888.7 C3H8 0,0293

36,558 151685428 3726649.7 C3H8 0,0774

0.0 5.0 10.0 15.0 20.0 25.0 30.0 35.0 40.0 min-0.25

0.00

0.25

0.50

0.75

1.00

1.25

1.50

1.75

2.00

2.25

2.50uV(x10,000,000) Chromatogram

1/4

.12

5

2/1

4.4

74

3/1

6.6

20

4/2

5.6

40

5/2

6.2

93

6/2

7.7

83

7/3

1.7

11

8/3

5.6

99

9/3

6.4

97

10

/37

.80

6

11

/44

.63

1

Page 76: PENCAIRAN BATUBARA PERINGKAT RENDAH (LIGNIT) MENJADI …

60

37,932 88050544.7 1688765.8 C3H8 0,045

44,627 50279456 882088.8 C3H8 0,0256

304,747 1960106580 56288698.1 0,7152

Gambar 27. Kromatogram GC-FID (390˚C + Katalis)

C. Running 17 (350˚C NON KATALIS)

TOTAL

RT AREA HEIGHT KETERANGAN KONSENTRASI

(%)

4,087 2660496678 107024954.2 CH4 0,0800

14,361 50351753.9 1613338.7 C2H4 0,0008

16,631 289042175.5 10594578.9 C2H6 0,0045

25,609 112579164.7 4245757.2 C3H8 0,0272

26,37 450891292.8 14658938.7 C3H8 0,1090

27,81 17786253.3 410039.3 C3H8 0,0043

34,899 9912488.8 190939.5 C3H8 0,0024

35,767 75776628.6 2717510.4 C3H8 0,0183

36,407 315917365.1 7963036 C3H8 0,0764

37,833 112008431.8 2386143.3 C3H8 0,0271

44,56 42194744.9 738191.9 C3H8 0,0102

304,334 4136956977 152543428.1 0,3602

5.0 10.0 15.0 20.0 25.0 30.0 35.0 40.0 min

0.00

0.25

0.50

0.75

1.00

1.25uV(x10,000,000) Chromatogram

1/4

.31

7

2/1

4.4

67

3/1

6.7

62

4/2

5.7

18

5/2

6.5

37

6/2

7.8

44

7/3

4.1

17

8/3

5.8

68

9/3

6.5

58

10

/37

.93

2

11

/44

.62

7

Page 77: PENCAIRAN BATUBARA PERINGKAT RENDAH (LIGNIT) MENJADI …

61

Gambar 28. Kromatogram GC-FID (350˚C Non Katalis)

D. Running 18 (370˚ NON KATALIS)

TOTAL

RT AREA HEIGHT KETERANGAN KONSENTRASI

(%)

3,963 3834684534 165431902.6 CH4 0,1153

14,362 52309549.4 1649148 C2H4 0,0008

16,547 588134239.9 21062326 C2H6 0,0093

25,572 152285918 5914225.6 C3H8 0,0244

26,247 839732027.9 26217236.1 C3H8 0,1347

27,867 55498030.3 644287.1 C3H8 0,0089

33,818 30738591.1 335048.5 C3H8 0,0049

35,67 179795894.1 5630612.4 C3H8 0,0288

36,397 279315704.4 7494647.1 C3H8 0,0447

37,789 180991817.7 4274995.8 C3H8 0,0290

44,558 41480122.5 756712.6 C3H8 0,0066

302,79 6234966429 239411141.8 0,4077

5.0 10.0 15.0 20.0 25.0 30.0 35.0 40.0 min

0.0

1.0

2.0

3.0

4.0

5.0

6.0

uV(x1,000,000) Chromatogram

1/4

.08

7

2/1

4.3

61

3/1

6.6

31

4/2

5.6

09

5/2

6.3

70

6/2

7.8

10

7/3

4.8

99

8/3

5.7

67

9/3

6.4

07

10

/37

.83

3

11

/44

.56

0

Page 78: PENCAIRAN BATUBARA PERINGKAT RENDAH (LIGNIT) MENJADI …

62

Gambar 29. Kromatogram GC-FID (370˚C Non Katalis)

E. Running 19 (350˚C + KATALIS)

TOTAL

RT AREA HEIGHT KETERANGAN KONSENTRASI

(%)

4,03 2958552406 129986267.5 CH4 0,0890

14,353 60361363.8 1847651.6 C2H4 0,0010

16,629 287673224.5 10391450.7 C2H6 0,0045

19,302 68265.4 8638.3 C3H8 0,0000

25,604 130991921.6 4772185.3 C3H8 0,0270

26,361 495526864.9 15317207.5 C3H8 0,1021

27,826 86620303.3 947985.8 C3H8 0,0178

33,806 191622413 1348791.9 C3H8 0,0395

35,765 68816118.8 2515553.3 C3H8 0,0142

36,38 375485556 9291772.9 C3H8 0,0773

37,818 126734491.6 2606770.7 C3H8 0,0261

41,899 35822304.1 308382.3 C3H8 0,0074

44,554 36865981 667144 C3H8 0,0076

364,327 4855141214 180009801.8 0,4134

5.0 10.0 15.0 20.0 25.0 30.0 35.0 40.0 min-0.5

0.0

0.5

1.0

1.5

2.0

2.5

3.0

3.5

4.0

4.5

5.0uV(x10,000,000) Chromatogram

1/3

.96

3

2/1

4.3

62

3/1

6.5

47

4/2

5.5

72

5/2

6.2

47

6/2

7.8

67

7/3

3.8

18

8/3

5.6

70

9/3

6.3

97

10

/37

.78

9

11

/44

.55

8

Page 79: PENCAIRAN BATUBARA PERINGKAT RENDAH (LIGNIT) MENJADI …

63

Gambar 30.Kromatogram GC-FID (350˚C + Katalis)

F. Running 20 (370˚C + KATALIS)

TOTAL

RT AREA HEIGHT KETERANGAN KONSENTRASI

(%)

3,989 4121713315 170146848.9 CH4 0,1240

14,428 37727885.9 1183977.1 C2H4 0,0006

16,645 452085574.3 16349886.6 C2H6 0,0071

19,354 52860.4 7026.5 C3H8 0,0000

25,621 106674411.1 4113859.1 C3H8 0,0172

26,339 593814642.2 18949376.6 C3H8 0,0959

27,937 94013164.2 743296.7 C3H8 0,0152

34,71 156694655.6 1440247.4 C3H8 0,0253

35,719 177543781.4 4716525.7 C3H8 0,0287

36,448 237108137 5911274.4 C3H8 0,0383

37,814 177001167.8 3678586 C3H8 0,0286

44,569 40351870.7 744272 C3H8 0,0065

323,573 6194781466 227985177 0,3873

0.0 5.0 10.0 15.0 20.0 25.0 30.0 35.0 40.0 min

0.00

0.25

0.50

0.75

1.00

1.25uV(x10,000,000) Chromatogram

1/4

.03

0

2/1

4.3

53

3/1

6.6

29

4/1

9.3

02

5/2

5.6

04

6/2

6.3

61

7/2

7.8

26

8/3

3.8

06

9/3

5.7

65

10

/36

.38

0

11

/37

.81

8

12

/41

.89

9

13

/44

.55

4

Page 80: PENCAIRAN BATUBARA PERINGKAT RENDAH (LIGNIT) MENJADI …

64

Gambar 37. Kromatogram GC-FID (370˚C + Katalis)

5.0 10.0 15.0 20.0 25.0 30.0 35.0 40.0 min-0.25

0.00

0.25

0.50

0.75

1.00

1.25

1.50

1.75

2.00

2.25

2.50uV(x10,000,000) Chromatogram

1/3

.98

9

2/1

4.4

28

3/1

6.6

45

4/1

9.3

54

5/2

5.6

21

6/2

6.3

39

7/2

7.9

37

8/3

4.7

10

9/3

5.7

19

10

/36

.44

8

11

/37

.81

4

12

/44

.56

9

Page 81: PENCAIRAN BATUBARA PERINGKAT RENDAH (LIGNIT) MENJADI …

65

Lampiran 6. Perhitungan Mass Balance

RUNNING 08 (390˚ - NON KATALIS)

A. Umpan Masuk

Weight (gram)

Hari, Tanggal Feed Charging Teorities Actual

Senin. 08 Mei

2017 Batubara 100 102,20

Air 200 201,47

Total 300 303,67

B. Kuantitas Gas

Hari, Tanggal

Before Test : 0.5 Mpa

Gas Meter

Condition Initial Final

Senin. 08 Mei

2017

Temperatur (˚C) 26 26

Flow Rate (L) 36128,14 36132,77

After Test : 0.5 Mpa

Selasa. 09 Mei

2017

Temperatur (˚C) 26 26

After Test : Mpa 36132,77 36142,05

C. Produk Recovery

Berat Awal Berat Akhir Total Produk

Wadah 1892,5 2164,5 272

Lap 47,57 59,41 11,84

D. Report Operation Autoclave

WAK

TU

MENIT

KE- H1A H1B H2A H2B

TEMP.

LIQUID

PRESSURE

(Mpa)

KETERANGAN

11.02 0 29 29 29 30 26 0,5

11.12 10 179 163 178 169 43 0,6

11.22 20 270 269 234 249 91 0,7

11.32 30 354 308 356 329 179 1,0

11.42 40 389 343 392 366 215 1,8

11.52 50 423 382 429 406 243 3,2

12.02 60 449 410 458 439 279 6,0

12.12 70 450 413 461 442 299 8,0

12.22 80 450 417 461 444 315 10,2

12.32 90 450 420 462 445 322 11,2

12.42 100 449 422 462 447 331 13,2

12.52 110 450 423 462 448 342 15,4

13.02 120 450 425 462 449 357 18,0

13.12 130 450 427 463 450 363 19,8

13.22 140 450 429 463 451 365 20,6

13.32 150 450 430 463 452 365 21,2

13.42 160 461 441 473 462 364 21,4

13.52 170 460 439 473 462 368 22,1

14.02 180 460 440 473 462 370 22,7

Page 82: PENCAIRAN BATUBARA PERINGKAT RENDAH (LIGNIT) MENJADI …

66

14.12 190 470 452 483 472 377 24,1

14.22 200 470 452 483 473 380 24,9

14.32 210 470 452 483 474 383 25,5

14.42 220 470 453 483 474 386 26,2

14.52 230 470 454 483 474 389 26,7

14.57 235 470 454 483 474 390 26,8

HOLDING TIME

0 MIN

15.07 245 446 432 459 451 389 27,0

HOLDING TIME

10 MIN

15.17 255 449 437 459 452 384 26,3

HOLDING TIME

20 MIN

15.27 265 455 442 464 457 385 26,4

HOLDING TIME

30 MIN

15.37 275 460 446 469 462 388 26,8

HOLDING TIME

40 MIN

15.47 285 449 436 460 453 388 27,0

HOLDING TIME

50 MIN

15.57 295 455 442 464 457 386 26,8

HOLDING TIME

60 MIN

E. Hasil Distilasi Vakum

Hasil Berat (g)

Air 182

Minyak 14

Residu Padat 44

Total 240

F. Analisis Proksimat Residu Padat Hasil Distilasi

Residu Padat

Total Residu

Hasil

Distilasi

Residu

(organik) Abu

Ash Moisture Residu

(Organik)

Weight [g] 4.16 0 38.48 42.64 46.437 41.911 4.526

Cons[%W] 9.75 0.00 90.25 100.00

G. Hasil Gas

Gas Type Data of GC [% Vol] Norm. [ Vol] Volume [NL] Weight [g]

H2 13.393 12.89% 0.958 0.086

CO 0.623 0.60% 0.045 0.056

CO2 16.441 15.82% 1.176 2.310

CH4 17.675 17.01% 1.264 0.905

C2H4 0.041 0.04% 0.003 0.000

C2H6 0.033 0.03% 0.002 0.003

C3H8 0.827 0.80% 0.059 0.116

i-C4H10 n.d. n.d. n.d. n.d

n-C4H10 n.d. n.d. n.d. n.d

N2 54.877 52.81% 3.925 4.91

Page 83: PENCAIRAN BATUBARA PERINGKAT RENDAH (LIGNIT) MENJADI …

67

Total 103.910 100.00% 7.432 8.383

H. Masuk Mass Balance

daf Moist Abu Total

Batubara

Weight [g] 88,59 10,30 3,32 102,20

Solvent daf Moist Abu

Weight [g] 0,00 201,47 0,00 201,47

Katalis NaOH 0,00 gram (80%) daf Moist Abu

Weight [g] 0,00 0,00 0,00 1,15

88,59 211,77 3,32

Nitrogen N2

4,90 4,90

Total 308,57

I. Keluar Mass Balance

Parameter Berat (g)

Nitrogen 4,906

Gas-gas (selain N2) 3,477

Air 210,55

Minyak 43,20

Residu (organik) 41,911

Abu 4,526

SubTotal 98,020

Total 308,57

Perolehan Yield

Yield Gas = 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐺𝑎𝑠 (𝑔)

𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐵𝑎𝑡𝑢𝑏𝑎𝑟𝑎 ( 𝑑𝑎𝑓)(𝑔) 𝑥 100% =

3.477

88.59 𝑥 100% = 3.93 %𝑑𝑎𝑓

Yield Minyak = 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑀𝑖𝑛𝑦𝑎𝑘 (𝑔)

𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐵𝑎𝑡𝑢𝑏𝑎𝑟𝑎 ( 𝑑𝑎𝑓)(𝑔) 𝑥 100% =

43.20

88.59 𝑥 100% = 48.76 %𝑑𝑎𝑓

Yield Residu Organik = 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑅𝑒𝑠𝑖𝑑𝑢 𝑂𝑟𝑔𝑎𝑛𝑖𝑘 (𝑔)

𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐵𝑎𝑡𝑢𝑏𝑎𝑟𝑎 ( 𝑑𝑎𝑓)(𝑔) 𝑥 100% =

41.911

88.59 𝑥 100% = 47.31 %𝑑𝑎𝑓

Konsumsi H2O = (𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑀𝑜𝑖𝑠𝑡𝑢𝑟𝑒(𝑔)−𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐴𝑖𝑟 𝐾𝑒𝑙𝑢𝑎𝑟 𝑂𝑟𝑔𝑎𝑛𝑖𝑘 (𝑔))

𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐵𝑎𝑡𝑢𝑏𝑎𝑟𝑎 ( 𝑑𝑎𝑓)(𝑔) 𝑥 100%

=(211.77−210.55)

88.59 𝑥 100% = 1.37 %𝑑𝑎𝑓

Page 84: PENCAIRAN BATUBARA PERINGKAT RENDAH (LIGNIT) MENJADI …

68

RUNNING 11 (390˚ + KATALIS)

A. Umpan Masuk

Weight (gram)

Hari, Tanggal Feed Charging Teorities Actual Senin, 22 Mei 2017 Batubara 100 102,42

Air 200 210,2

NaOH 1 1,16

Total 300 313,78

B. Kuantitas Gas

Hari, Tanggal

Before Test : 0.5 Mpa

Gas Meter

Condition Initial Final

Senin. 22 Mei

2017

Temperatur (˚C) 30 27

Flow Rate (L) 36218.7 36218.745

After Test : 0.5 Mpa

Selasa. 23 Mei

2017

Temperatur (˚C) 29 28

After Test : Mpa 36218.7 36219.62

C. Produk Recovery

Berat Awal Berat Akhir Total Produk

Wadah 1893 2170 277

Lap 22.28 31.65 9.37

D. Report Operation Autoclave

WAK

TU

MENIT

KE- H1A H1B H2A H2B

TEMP.

LIQUID

PRESSURE

(Mpa)

KETERANGAN

14.10 0 30 31 30 31 28 0.5

14.20 10 269 240 268 255 95 0.7

14.30 20 282 251 281 267 107 0.8

14.40 30 324 288 325 307 150 1.0

14.50 40 365 324 368 346 203 1.6

15.00 50 407 362 413 390 244 3.3

15.10 60 434 391 441 419 262 4.5

15.20 70 459 421 467 448 282 6.3

15.30 80 470 435 475 460 308 9.3

15.40 90 470 440 476 465 336 13.7

15.50 100 470 441 477 465 340 14.4

16.00 110 470 442 477 466 354 17.7

16.10 120 470 445 478 467 366 20.6

16.20 130 470 446 478 467 365 21.2

16.30 140 475 453 483 472 365 21.4

16.40 150 475 453 484 473 370 22.5

16.50 160 474 453 484 473 373 23.2

17.00 170 480 461 488 479 380 24.5

17.10 180 480 461 488 479 382 25.1

17.20 190 480 462 489 480 384 25.6

17.30 200 480 463 489 480 387 26.1

17.40 210 480 463 489 481 389 26.6

Page 85: PENCAIRAN BATUBARA PERINGKAT RENDAH (LIGNIT) MENJADI …

69

17.43 213 480 464 489 481 390 26.7

HOLDING TIME

0 MIN

17.53 223 463 449 474 467 387 26.3

HOLDING TIME

10 MIN

18.03 233 470 456 479 472 388 26.6

HOLDING TIME

20 MIN

18.13 243 464 450 475 468 388 26.6

HOLDING TIME

30 MIN

18.23 253 465 452 475 468 387 26.5

HOLDING TIME

40 MIN

18.33 263 470 456 479 472 389 26.8

HOLDING TIME

50 MIN

18.43 273 464 451 474 468 388 26.7

HOLDING TIME

60 MIN

E. Hasil Distilasi

Hasil Berat (g)

Air 182

Minyak 49

Residu Padat 35,5

Total 231,5

F. Analisis Proksimat Residu Padat Hasil Distilasi

Residu Padat Total

Residu

Hasil

Distilasi

Residu

(organik) Abu

Ash Moisture Residu (Organik)

Weight [g] 3,43 0 29,28 32,71 36,701 32,857 3,844

Cons[%W] 10,47 0,00 89,53 100,00

G. Hasil Gas

Gas Type Data of GC [% Vol] Norm. [ Vol] Volume [NL] Weight [g]

H2 9.316 9.12% 0.528 0.048

CO 0.084 0.08% 0.005 0.006

CO2 10.963 10.73% 0.622 1.221

CH4 11.924 11.67% 0.676 0.484

C2H4 0.084 0.08% 0.005 0.000

C2H6 1.362 1.33% 0.077 0.104

C3H8 0.756 0.74% 0.043 0.084

i-C4H10 n.d. n.d. n.d. n.d

n-C4H10 n.d. n.d. n.d. n.d

N2 67.713 66.25% 3.839 4.798

Total 102.201 100.00% 5.794 6.745

Page 86: PENCAIRAN BATUBARA PERINGKAT RENDAH (LIGNIT) MENJADI …

70

H. Masuk Mass Balance

daf Moist Abu Total

Batubara

Weight [g] 88.78 10.32 3.32 102.42

Solvent

daf Moist Abu

Weight [g] 0.00 210.20 0.00 210.20

Katalis NaOH 1.16 gram (80%)

daf Moist Abu

Weight [g] 0.00 0.23 0.93 1.16

89.94 220.75 4.25

Nitrogen N2

4.80 4.80

Total 318.58

I. Keluar Mass Balance

Parameter Berat (g)

Nitrogen 4.798

Gas-gas (selain N2) 1.947

Air 221.16

Minyak 53.97

Residu (organik) 32.857

Abu 3.844

SubTotal 97.420

Total 318.58

Perolehan Yield

Yield Gas = 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐺𝑎𝑠 (𝑔)

𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐵𝑎𝑡𝑢𝑏𝑎𝑟𝑎 ( 𝑑𝑎𝑓)(𝑔) 𝑥 100% =

1.947

88.78 𝑥 100% = 2.19 %𝑑𝑎𝑓

Yield Minyak = 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑀𝑖𝑛𝑦𝑎𝑘 (𝑔)

𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐵𝑎𝑡𝑢𝑏𝑎𝑟𝑎 ( 𝑑𝑎𝑓)(𝑔) 𝑥 100% =

53.97

88.78 𝑥 100% = 60.80 %𝑑𝑎𝑓

Yield Residu Organik = 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑅𝑒𝑠𝑖𝑑𝑢 𝑂𝑟𝑔𝑎𝑛𝑖𝑘 (𝑔)

𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐵𝑎𝑡𝑢𝑏𝑎𝑟𝑎 ( 𝑑𝑎𝑓)(𝑔) 𝑥 100% =

32.857

88.78 𝑥 100% = 37.01 %𝑑𝑎𝑓

Konsumsi H2O = (𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑀𝑜𝑖𝑠𝑡𝑢𝑟𝑒 (𝑔)−𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐴𝑖𝑟 𝐾𝑒𝑙𝑢𝑎𝑟 𝑂𝑟𝑔𝑎𝑛𝑖𝑘 (𝑔))

𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐵𝑎𝑡𝑢𝑏𝑎𝑟𝑎 ( 𝑑𝑎𝑓)(𝑔) 𝑥 100%

=(220.75−221.16)

88.78 𝑥 100% = −0.46 %𝑑𝑎𝑓

Page 87: PENCAIRAN BATUBARA PERINGKAT RENDAH (LIGNIT) MENJADI …

71

RUNNING 17 (350˚ - NON KATALIS)

A. Umpan Masuk

Weight (gram)

Hari, Tanggal Feed Charging Teorities Actual

Rabu, 09 Agustus

2017 Batubara 100 100.01

Air 200 201.05

Total 300 301.06

B. Kuantitas Gas

Hari, Tanggal

Before Test : 0.5 Mpa

Gas Meter

Condition Initial Final

Rabu. 09 Agustus

2017

Temperatur (˚C) 27 27

Flow Rate (L) 36288.73 36288.54

After Test : 0.5 Mpa

Kamis. 10

Agustus 2017

Temperatur (˚C) 27 27

After Test : Mpa 36288.55 36292.04

C. Produk Recovery

Berat Awal Berat Akhir Total Produk

Wadah 3194 3462.5 232.5

Lap 37.7 46.49 8.79

D. Report Operation Autoclave

WAK

TU

MENIT

KE- H1A H1B H2A H2B

TEMP.

LIQUID

PRESSURE

(Mpa)

KETERANGAN

12.30 0 30 31 29 31 27 0.5

12.40 10 245 220 244 232 64 0.6

12.50 20 281 249 280 264 87 0.7

13.00 30 331 293 331 311 137 0.8

13.10 40 388 349 391 371 213 1.8

13.20 50 410 373 415 400 254 4.2

13.30 60 410 374 417 402 278 6.0

13.40 70 426 391 433 416 293 7.5

13.50 80 440 408 447 431 306 9.0

14.00 90 440 410 447 443 317 10.5

14.10 100 440 414 447 435 329 12.7

14.20 110 440 415 448 436 333 13.3

14.30 120 440 416 449 437 341 15.3

14.40 130 445 422 449 438 354 17.7

HOLDING TIME

0 MIN

14.50 140 445 423 449 439 360 19.6

HOLDING TIME

10 MIN

15.00 150 445 425 449 440 360 20.2

HOLDING TIME

20 MIN

15.10 160 445 426 449 441 360 20.7

HOLDING TIME

30 MIN

Page 88: PENCAIRAN BATUBARA PERINGKAT RENDAH (LIGNIT) MENJADI …

72

15.20 170 444 426 449 441 360 21.0

HOLDING TIME

40 MIN

15.30 180 445 427 449 441 360 21.1

HOLDING TIME

50 MIN

15.40 190 445 427 449 441 360 21.1

HOLDING TIME

60 MIN

E. Hasil Distilasi

Hasil Berat (g)

Air 0,1540

Minyak 3,5158

Residu Padat 51.5000

Total 55.1698

F. Analisis Proksimat Residu Padat Hasil Distilasi

Residu Padat

Total Residu Hasil

Distilasi

Residu

(organik) Abu

Ash Moisture Residu

(Organik)

Weight [g] 5,93 0 43,79 49,71 61,421 54,098 7,324

Cons[%W] 11,92 0,00 88,08 100,00

G. Hasil Gas

Gas Type Data of GC [% Vol] Norm. [ Vol] Volume [NL] Weight [g]

H2 27.025 26.57% 2.421 0.218

CO 0.855 0.84% 0.077 0.096

CO2 13.152 12.93% 1.178 2.315

CH4 16.427 16.15% 1.472 1.054

C2H4 0.002 0.00% 0.000 0.000

C2H6 0.009 0.01% 0.001 0.001

C3H8 0.483 0.47% 0.043 0.085

i-C4H10 n.d. n.d. n.d. n.d

n-C4H10 n.d. n.d. n.d. n.d

N2 43.751 43.02% 3.920 4.900

Total 101.704 100.00% 9.113 8.670

H. Masuk Mass Balance

daf Moist Abu Total

Batubara

Weight [g] 86.69 10.08 3.25 100.01

Solvent

daf Moist Abu

Weight [g] 0.00 201.05 0.00 201.05

Katalis NaOH 0.00 gram (80%)

Page 89: PENCAIRAN BATUBARA PERINGKAT RENDAH (LIGNIT) MENJADI …

73

daf Moist Abu

Weight [g] 0.00 0.00 0.00 0.00

86.69 211.13 3.25

Nitrogen N2

4.90 4.90

Total 305.96

I. Keluar Mass Balance

Parameter Berat (g)

Nitrogen 4.900

Gas-gas (selain N2) 3.769

Air 207.05

Minyak 28.82

Residu (organik) 54.098

Abu 7.324

SubTotal 98.912

Total 305.96

Perolehan Yield

Yield Gas = 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐺𝑎𝑠 (𝑔)

𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐵𝑎𝑡𝑢𝑏𝑎𝑟𝑎 ( 𝑑𝑎𝑓)(𝑔) 𝑥 100% =

3.769

86.69 𝑥 100% = 4.35 %𝑑𝑎𝑓

Yield Minyak = 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑀𝑖𝑛𝑦𝑎𝑘 (𝑔)

𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐵𝑎𝑡𝑢𝑏𝑎𝑟𝑎 ( 𝑑𝑎𝑓)(𝑔) 𝑥 100% =

28.82

86.69 𝑥 100% = 33.25 %𝑑𝑎𝑓

Yield Residu Organik = 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑅𝑒𝑠𝑖𝑑𝑢 𝑂𝑟𝑔𝑎𝑛𝑖𝑘 (𝑔)

𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐵𝑎𝑡𝑢𝑏𝑎𝑟𝑎 ( 𝑑𝑎𝑓)(𝑔) 𝑥 100% =

54.098

86.69 𝑥 100% = 62.40 %𝑑𝑎𝑓

Konsumsi H2O = (𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑀𝑜𝑖𝑠𝑡𝑢𝑟𝑒 (𝑔)−𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐴𝑖𝑟 𝐾𝑒𝑙𝑢𝑎𝑟 𝑂𝑟𝑔𝑎𝑛𝑖𝑘 (𝑔))

𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐵𝑎𝑡𝑢𝑏𝑎𝑟𝑎 ( 𝑑𝑎𝑓)(𝑔) 𝑥 100%

=(211.13−207.05)

86.69 𝑥 100% = 4.7 %𝑑𝑎𝑓

RUNNING 18 (370˚ - NON KATALIS)

A. Umpan Masuk

Weight (gram)

Hari, Tanggal Feed Charging Teorities Actual

Selasa, 15

Agustus 2017 Batubara 100 100.03

Air 200 201.48

Total 300 301.51

Page 90: PENCAIRAN BATUBARA PERINGKAT RENDAH (LIGNIT) MENJADI …

74

B. Kuantitas Gas

Hari, Tanggal

Before Test : 0.5 Mpa

Gas Meter

Condition Initial Final

Selasa, 15

Agustus 2018

Temperatur (˚C) 25 25

Flow Rate (L) 36292.045 36292.04

After Test : 0.5 Mpa

Rabu, 16 Agustus

2018

Temperatur (˚C) 26 26

After Test : Mpa 36292.04 36301.7

C. Produk Recovery

Berat Awal Berat Akhir Total Produk

Wadah 3193.5 3458.5 265

Lap 41.53 54.36 12.83

D. Report Operation Autoclave

WAKTU MENIT

KE- H1A H1B H2A H2B

TEMP.

LIQUID

PRESSURE

(Mpa)

KETERANGAN

12.50 0 33 33 38 34 25 0.5

13.00 10 114 111 115 109 27 0.5

13.10 20 273 241 271 256 82 0.7

13.20 30 362 322 363 341 178 1.1

13.30 40 403 366 406 389 230 2.5

13.40 50 437 399 442 427 269 5.3

13.50 60 459 421 465 449 294 7.6

14.00 70 465 430 467 451 310 9.6

14.10 80 465 433 467 452 322 11.3

14.20 90 465 436 471 458 337 13.9

14.30 100 465 437 471 460 339 14.7

14.40 110 465 437 472 461 348 16.6

14.50 120 465 439 473 462 362 19.2

15.00 130 475 451 483 472 366 20.7

15.10 140 486 462 492 482 366 21.2

15.17 157 490 465 495 484 370 22.2

HOLDING TIME

0 MENIT

15.27 167 456 437 470 459 372 22.7

HOLDING TIME

10 MENIT

15.37 177 460 443 469 461 373 23.2

HOLDING TIME

20 MENIT

15.47 187 441 425 452 445 373 23.2

HOLDING TIME

30 MENIT

15.57 197 461 447 464 458 373 23.4

HOLDING TIME

40 MENIT

16.07 207 438 425 449 443 372 23.2

HOLDING TIME

50 MENIT

16.17 217 445 432 454 448 373 23.4

HOLDING TIME

60 MENIT

E. Hasil Distilasi

Hasil Berat (g)

Air 0,1540

Page 91: PENCAIRAN BATUBARA PERINGKAT RENDAH (LIGNIT) MENJADI …

75

Minyak 3,5158

Residu Padat 49,0

Total 52,6698

F. Analisis Proksimat Residu Padat Hasil Distilasi

Residu Padat

Total Residu

Hasil

Distilasi

Residu

(organik) Abu

Ash Moisture Residu

(Organik)

Weight [g] 6,13 0 41,28 47,41 51,372 44,730 6,642

Cons[%W] 12,93 0,00 87,07 100,00

G. Hasil Gas

Gas Type Data of GC [% Vol] Norm.[ Vol] Volume [NL] Weight [g]

H2 26.001 25.87% 2.643 0.238

CO 0.869 0.86% 0.088 0.110

CO2 14.933 14.86% 1.518 2.982

CH4 19.365 19.27% 1.968 1.410

C2H4 0.001 0.00% 0.000 0.000

C2H6 0.016 0.02% 0.002 0.002

C3H8 0.521 0.52% 0.053 0.104

i-C4H10 n.d. n.d. n.d. n.d

n-C4H10 n.d. n.d. n.d. n.d

N2 38.799 38.60% 3.943 4.929

Total 100.505 100.00% 10.215 9.775

H. Masuk Mass Balance

daf Moist Abu Total

Batubara

Weight [g] 86.71 10.08 3.25 100.03

Solvent

daf Moist Abu

Weight [g] 0.00 201.48 0.00 201.48

Katalis NaOH 0.00 gram (80%)

daf Moist Abu

Weight [g] 0.00 0.00 0.00 0.00

86.71 211.56 3.25

Nitrogen N2

4.93 4.93

Total 306.44

Page 92: PENCAIRAN BATUBARA PERINGKAT RENDAH (LIGNIT) MENJADI …

76

I. Keluar Mass Balance

Parameter Berat (g)

Nitrogen 4.929

Gas-gas (selain N2) 4.846

Air 208.17

Minyak 37.13

Residu

(organik) 44.730

Abu 6.642

SubTotal 98.277

Total 306.44

Perolehan Yield

Yield Gas = 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐺𝑎𝑠 (𝑔)

𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐵𝑎𝑡𝑢𝑏𝑎𝑟𝑎 ( 𝑑𝑎𝑓)(𝑔) 𝑥 100% =

4.846

86.71 𝑥 100% = 5.59 %𝑑𝑎𝑓

Yield Minyak = 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑀𝑖𝑛𝑦𝑎𝑘 (𝑔)

𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐵𝑎𝑡𝑢𝑏𝑎𝑟𝑎 ( 𝑑𝑎𝑓)(𝑔) 𝑥 100% =

37.13

86.71 𝑥 100% = 42.82 %𝑑𝑎𝑓

Yield Residu Organik = 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑅𝑒𝑠𝑖𝑑𝑢 𝑂𝑟𝑔𝑎𝑛𝑖𝑘 (𝑔)

𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐵𝑎𝑡𝑢𝑏𝑎𝑟𝑎 ( 𝑑𝑎𝑓)(𝑔) 𝑥 100% =

44.73

86.71 𝑥 100% = 51.59 %𝑑𝑎𝑓

Konsumsi H2O = (𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑀𝑜𝑖𝑠𝑡𝑢𝑟𝑒(𝑔)−𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐴𝑖𝑟 𝐾𝑒𝑙𝑢𝑎𝑟 𝑂𝑟𝑔𝑎𝑛𝑖𝑘 (𝑔))

𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐵𝑎𝑡𝑢𝑏𝑎𝑟𝑎 ( 𝑑𝑎𝑓)(𝑔) 𝑥 100%

=(211.56− 208.17)

86.71 𝑥 100% = 3.91 %𝑑𝑎𝑓

RUNNING 19 (350˚ + KATALIS)

A. Umpan Masuk

Weight (gram)

Hari, Tanggal Feed Charging Teorities Actual

21 Agustus 2017 Batubara 100 100,06

Air 200 201,44

NaOH 1 1,18

Total 300 302,68

B. Kuantitas Gas

Hari, Tanggal

Before Test : 0.5 Mpa

Gas Meter

Condition Initial Final

Selasa, 15

Agustus 2018

Temperatur (˚C) 26 26

Flow Rate (L) 36218.74 36218.745

After Test : 0.5 Mpa

Rabu, 16 Agustus

2018

Temperatur (˚C) 26 26

After Test : Mpa 36218.745 36219.62

Page 93: PENCAIRAN BATUBARA PERINGKAT RENDAH (LIGNIT) MENJADI …

77

C. Produk Recovery

Berat Awal Berat Akhir Total Produk

Wadah 3193.5 3463.5 270.000

Lap 49.67 64.58 14.910

D. Report Operation Autoclave

WAKTU TEMP.

LIQUID

PRESSURE

(Mpa)

KETERANGAN

10.40 26 0.5

10.50 43 0.6

11.00 91 0.7

11.10 168 1.0

11.20 221 2.2

11.30 255 4.0

11.40 278 5.9

11.50 298 8.1

12.00 310 9.5

12.10 320 11.1

12.20 333 13.3

12.30 350 16.5

HOLDING TIME 0

MENIT

12.40 358 18.2

HOLDING TIME

10 MENIT

12.50 359 18.6

HOLDING TIME

20 MENIT

13.00 360 19.2

HOLDING TIME

30 MENIT

13.10 360 19.1

HOLDING TIME

40 MENIT

13.20 358 18.8

HOLDING TIME

50 MENIT

13.30 359 19.2

HOLDING TIME

60 MENIT

E. Hasil Distilasi

Hasil Berat (g)

Air 182

Minyak 14

Residu Padat 40,5

Total 236,50

Page 94: PENCAIRAN BATUBARA PERINGKAT RENDAH (LIGNIT) MENJADI …

78

F. Analisis Proksimat Residu Padat Hasil Distilasi Residu Padat

Total Residu Hasil

Distilasi

Residu

(organik) Abu Ash Moisture

Residu

(Organik)

Weight [g] 3,70 0 33,05 36,75 42,737 38,432 4,305

Cons[%W] 10,07 0,00 89,93 100,00

G. Hasil Gas

Gas Type Data of GC [% Vol] Norm. [ Vol] Volume [NL] Weight [g]

H2 24.616 24.48% 2.286 0.206

CO 0.844 0.84% 0.078 0.098

CO2 15.576 15.49% 1.447 2.843

CH4 16.696 16.61% 1.551 1.111

C2H4 0.002 0.00% 0.000 0.000

C2H6 0.008 0.01% 0.001 0.001

C3H8 0.535 0.53% 0.050 0.098

i-C4H10 n.d. n.d. n.d. n.d

n-C4H10 n.d. n.d. n.d. n.d

N2 42.268 42.04% 3.926 4.907

Total 100.545 100.00% 9.339 9.263

H. Masuk Mass Balance

daf Moist Abu Total

Batubara

Weight [g] 86.73 10.08 3.25 100.06

Solvent

daf Moist Abu

Weight [g] 0.00 201.44 0.00 201.44

Katalis

NaOH 1.18 gram (80%)

daf Moist Abu

Weight [g] 0.00 0.24 0.94 1.18

87.91 211.76 4.19

Nitrogen N2

4.91 4.91

Total 307.59

I. Keluar Mass Balance

Parameter Berat (g)

Nitrogen 4.907

Gas-gas (selain N2) 4.356

Page 95: PENCAIRAN BATUBARA PERINGKAT RENDAH (LIGNIT) MENJADI …

79

Air 211.65

Minyak 43.94

Residu (organik) 38.432

Abu 4.305

SubTotal 95.944

Total 307.59

Perolehan Yield

Yield Gas = 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐺𝑎𝑠 (𝑔)

𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐵𝑎𝑡𝑢𝑏𝑎𝑟𝑎 ( 𝑑𝑎𝑓)(𝑔) 𝑥 100% =

4.356

86.73 𝑥 100% = 5.02 %𝑑𝑎𝑓

Yield Minyak = 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑀𝑖𝑛𝑦𝑎𝑘 (𝑔)

𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐵𝑎𝑡𝑢𝑏𝑎𝑟𝑎 ( 𝑑𝑎𝑓)(𝑔) 𝑥 100% =

43.94

86.73 𝑥 100% = 50.67 %𝑑𝑎𝑓

Yield Residu Organik = 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑅𝑒𝑠𝑖𝑑𝑢 𝑂𝑟𝑔𝑎𝑛𝑖𝑘 (𝑔)

𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐵𝑎𝑡𝑢𝑏𝑎𝑟𝑎 ( 𝑑𝑎𝑓)(𝑔) 𝑥 100% =

38.432

86.73 𝑥 100% = 44.31 %𝑑𝑎𝑓

Konsumsi H2O = (𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑀𝑜𝑖𝑠𝑡𝑢𝑟𝑒(𝑔)−𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐴𝑖𝑟 𝐾𝑒𝑙𝑢𝑎𝑟 𝑂𝑟𝑔𝑎𝑛𝑖𝑘 (𝑔))

𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐵𝑎𝑡𝑢𝑏𝑎𝑟𝑎 ( 𝑑𝑎𝑓)(𝑔) 𝑥 100%

=(211.76−211.65)

86.73 𝑥 100% = 0.13 %𝑑𝑎𝑓

RUNNING 20 (370˚ + KATALIS)

A. Umpan Masuk

Weight (gram)

Hari, Tanggal Feed Charging Teorities Actual

23 Agustus 2017 Batubara 100 100,06

Air 200 210,11

NaOH 1 1,15

Total 300 311,32

B. Kuantitas Gas

Hari, Tanggal

Before Test : 0.5 Mpa

Gas Meter

Condition Initial Final

Selasa, 15

Agustus 2018

Temperatur (˚C) 26 26

Flow Rate (L) 36218,74 36218,745

After Test : 0.5 Mpa

Rabu, 16 Agustus

2018

Temperatur (˚C) 26 26

After Test : Mpa 36218,745 36219,62

C. Produk Recovery

Berat Awal Berat Akhir Total Produk

Wadah 3193.5 3458,5 265,000

Lap 39.51 57,05 17,540

Page 96: PENCAIRAN BATUBARA PERINGKAT RENDAH (LIGNIT) MENJADI …

80

D. Report Operation Autoclave

WAKTU TEMP.

LIQUID

PRESSURE

(Mpa)

KETERANGAN

10.30 25 0.5

10.40 39 0.6

10.50 90 0.7

11.00 158 0.9

11.10 222 2.2

11.20 263 4.7

11.30 275 5.7

11.40 305 8.9

11.50 320 11.0

12.00 339 14.2

12.10 366 20.9

12.20 366 21.2

12.30 365 21.5

12.40 370 22.5

HOLDING TIME 0

MENIT

12.50 372 23.1

HOLDING TIME 10

MENIT

13.00 371 23.1

HOLDING TIME 20

MENIT

13.10 372 23.4

HOLDING TIME 30

MENIT

13.20 371 23.4

HOLDING TIME 40

MENIT

13.30 372 23.6

HOLDING TIME 50

MENIT

13.40 373 23.9

HOLDING TIME 60

MENIT

E. Hasil Distilasi

Hasil Berat (g)

Air 182

Minyak 14

Residu Padat 44

Total 240

F. Analisis Proksimat Residu Padat Hasil Distilasi Residu Padat

Total Residu

Hasil

Distilasi

Residu

(organik) Abu Ash Moisture

Residu

(Organik)

Weight [g] 4,51 0 36,79 41,29 46,912 41,794 5,119

Cons[%W] 10,91 0,00 89,09 100,00

G. Hasil Gas

Gas Type Data of GC [% Vol] Norm. [ Vol] Volume [NL] Weight [g]

H2 27.574 27.42% 2.996 0.270

Page 97: PENCAIRAN BATUBARA PERINGKAT RENDAH (LIGNIT) MENJADI …

81

CO 0.229 0.23% 0.025 0.031

CO2 14.528 14.45% 1.579 3.102

CH4 22.082 21.96% 2.400 1.719

C2H4 0.001 0.00% 0.000 0.000

C2H6 0.013 0.01% 0.001 0.002

C3H8 0.389 0.39% 0.042 0.083

i-C4H10 n.d. n.d. n.d. n.d

n-C4H10 n.d. n.d. n.d. n.d

N2 35.735 35.54% 3.883 4.854

Total 100.551 100.00% 10.927 10.060

H. Masuk Mass Balance

daf Moist Abu Total

Batubara

Weight [g] 86.73 10.08 3.25 100.06

Solvent

daf Moist Abu

Weight [g] 0.00 210.11 0.00 210.11

Katalis NaOH 1.15 gram (80%)

daf Moist Abu

Weight [g] 0.00 0.23 0.92 1.15

87.88 220.42 4.17

Nitrogen N2

4.86 4.86

Total 316.18

I. Keluar Mass Balance

Parameter Berat (g)

Nitrogen 4.854

Gas-gas (selain N2) 5.206

Air 219.47

Minyak 39.73

Residu (organik) 41.794

Abu 5.119

SubTotal 96.705

Total 316.18

Page 98: PENCAIRAN BATUBARA PERINGKAT RENDAH (LIGNIT) MENJADI …

82

Perolehan Yield

Yield Gas = 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐺𝑎𝑠 (𝑔)

𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐵𝑎𝑡𝑢𝑏𝑎𝑟𝑎 ( 𝑑𝑎𝑓)(𝑔) 𝑥 100% =

5.206

86.73 𝑥 100% = 6.00 %𝑑𝑎𝑓

Yield Minyak = 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑀𝑖𝑛𝑦𝑎𝑘 (𝑔)

𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐵𝑎𝑡𝑢𝑏𝑎𝑟𝑎 ( 𝑑𝑎𝑓)(𝑔) 𝑥 100% =

39.73

86.73 𝑥 100% = 45.81 %𝑑𝑎𝑓

Yield Residu Organik = 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑅𝑒𝑠𝑖𝑑𝑢 𝑂𝑟𝑔𝑎𝑛𝑖𝑘 (𝑔)

𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐵𝑎𝑡𝑢𝑏𝑎𝑟𝑎 ( 𝑑𝑎𝑓)(𝑔) 𝑥 100% =

41.794

86.73 𝑥 100% = 48.19 %𝑑𝑎𝑓

Konsumsi H2O = (𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑀𝑜𝑖𝑠𝑡𝑢𝑟𝑒(𝑔)−𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐴𝑖𝑟 𝐾𝑒𝑙𝑢𝑎𝑟 𝑂𝑟𝑔𝑎𝑛𝑖𝑘 (𝑔))

𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐵𝑎𝑡𝑢𝑏𝑎𝑟𝑎 ( 𝑑𝑎𝑓)(𝑔) 𝑥 100%

=(220.42−219.47)

86.73 𝑥 100% = 1.09 %𝑑𝑎𝑓

Page 99: PENCAIRAN BATUBARA PERINGKAT RENDAH (LIGNIT) MENJADI …

83

Lampiran 7. Gambar Alat

Gambar 38. Reaktor Batch Autoklaf 1 L

Gambar 33. Sulfur Analyzer

Gambar 34. CHN Analyzer Gambar 35. GC- TCD

Gambar 36. GC-MS

Gambar 37. GC-FID

Gambar 98. Distilasi Vakum

Page 100: PENCAIRAN BATUBARA PERINGKAT RENDAH (LIGNIT) MENJADI …

BIODATA MAHASISWA

IDENTITAS PRIBADI

Nama Lengkap : Devi Nur Indrawati

Tempat Tanggal Lahir : Jakarta, 1 Mei 1994

NIM : 1113096000049

Anak ke : 1 dari 2 bersaudara

Alamat Rumah : Jl. AMD Babakan Pocis Gg. Mandor Rt

02/02 No. 9, Setu, Tangerang Selatan,

15315

Telp/HP. : 08999736478

Email : [email protected]

Hobby/ Keahlian (softskill) : Membaca

PENDIDIKAN FORMAL

Sekolah Dasar : SD Islam Al- Amanah

Lulus tahun 2006

Sekolah Menengah Pertama : SMPN 4 Kota Tangerang selatan

Lulus tahun 2009

SLTA/SMK : SMAN 8 Kota Tangerang selatan

Lulus tahun 2012

Perguruan Tinggi : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Masuk tahun 2013

PENDIDIKAN NON

FORMAL

Kursus/Pelatihan

1. Awareness Training of

HACCP

: No. Sertifikat AT-HACCP/12.2K16/RPT-

BOG/2908

2. Awareness Training of GMP : No. Sertifikat AT-GMP/12.2K16/RPT-

BOG/2933

Page 101: PENCAIRAN BATUBARA PERINGKAT RENDAH (LIGNIT) MENJADI …

3. Awareness Training of Food

Safety Management System

Based On ISO 22000:2005

: No. Sertifikat AT-FSMS/12.2K16/RPT-

BOG/2883

4. Emergency Response Plan

Awareness Training

: No. Sertifikat 0281/ERPA/ProTrain/17

5. Pengenalan Audit Internal

ISO/IEC 17025:2005

: No. Sertifikat QPM-066/11/2016

6. Pengenalan ISO/IEC

17025:2005

: No. Sertifikat QPM-066/11/2016

7. Pengenalan Audit Internal

ISO/IEC 9001:2015

: No. Sertifikat QPM-0101/PT/17-042

8. Pengenalan ISO/IEC

9001:2015

: No. Sertifikat QPM-0101/PT/17-016

PENGALAMAN

ORGANISASI

:

1. Himpunan Kimia UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta

Jabatan anggota Tahun 2013 sd 2014

PENGALAMAN KERJA :

1. Praktek Kerja Lapangan

(PKL)

: Badan Pengawas Obat dan Makanan

(BPOM), Laboratorium Pangan Pusat

Pengujian Obat dan Makanan Nasional

(PPOMN) / 2016 Judul PKL Penetapan

Kadar Bisphenol A dalam Galon

Polikarbonat Secara Kromatografi Cair

Kinerja Tinggi (KCKT) Detektor

Fluorescence

SEMINAR/LOKAKARYA

1. Peningkatan Kapasitas

Keilmuan dan Penelitian

Tahun 2014 Sertifikat Pemakalah ada

Page 102: PENCAIRAN BATUBARA PERINGKAT RENDAH (LIGNIT) MENJADI …

Bidang Biokimia dan

Bioteknologi Menuju

Kemandirian Bangsa

2. K3 Laboratorium Kimia dan

Pengenalan Android untuk

Pembelajaran Kimia di

Laboratorium

September/2014 Sertifikat Pemakalah ada

3. Pelatihan Kalibrasi dan

Perawatan pH Meter dan

Analitycal Balance

April/2015 Sertifikat Pemakalah ada