Penatalaksanaan

8
E. Penatalaksanaan Keberhasilan penatalaksanaan pada sarkopenia sangat bergantung pada latihan fisik, gaya hidup, dan pola makan. Latihan fisik memberikan dampak positif pada sarkopenia terutama yang berkaitan dengan kondisi penyakit kronis seperti diabetes mellitus, hipertensi, dan penyakit jantung koroner. Pengaturan pola makan sebaiknya tetap dikombinasikan dengan program latihan fisik, mencakup latihan tahanan dan peregangan. Faktor psikologis pada pasien dengan sarkopenia dan frailty syndrome juga penting, sehingga terapi suportif psikologis diperlukan pada penatalaksanaan sarkopenia. 1 1. Latihan dan aktivitas fisik Latihan fisik dibedakan menjadi dua jenis latihan yaitu latihan aerobik dan latihan tahanan. Dalam latihan aerobik, sejumlah besar otot bergerak secara ritmis dalam waktu yang cukup lama sedangkan pada latihan tahanan adalah menitikberatkan pada daya tahan dalam melawan beban seperti pada olahraga angkat berat. 2 Latihan tahanan merupakan pilihan yang dapat digunakan untuk pencegahan dan penanggulangan sarkopenia. Program 2 minggu latihan tahanan dengan 60-90 % kekuatan maksimum pada otot kuadrisep

description

management

Transcript of Penatalaksanaan

E. PenatalaksanaanKeberhasilan penatalaksanaan pada sarkopenia sangat bergantung pada latihan fisik, gaya hidup, dan pola makan. Latihan fisik memberikan dampak positif pada sarkopenia terutama yang berkaitan dengan kondisi penyakit kronis seperti diabetes mellitus, hipertensi, dan penyakit jantung koroner. Pengaturan pola makan sebaiknya tetap dikombinasikan dengan program latihan fisik, mencakup latihan tahanan dan peregangan. Faktor psikologis pada pasien dengan sarkopenia dan frailty syndrome juga penting, sehingga terapi suportif psikologis diperlukan pada penatalaksanaan sarkopenia.11. Latihan dan aktivitas fisikLatihan fisik dibedakan menjadi dua jenis latihan yaitu latihan aerobik dan latihan tahanan. Dalam latihan aerobik, sejumlah besar otot bergerak secara ritmis dalam waktu yang cukup lama sedangkan pada latihan tahanan adalah menitikberatkan pada daya tahan dalam melawan beban seperti pada olahraga angkat berat.2 Latihan tahanan merupakan pilihan yang dapat digunakan untuk pencegahan dan penanggulangan sarkopenia. Program 2 minggu latihan tahanan dengan 60-90 % kekuatan maksimum pada otot kuadrisep terbukti meningkatkan kecepatan sintestis protein sampai 100%.3 Latihan tahanan pada usia lanjut adalah meningkatnya kadar hormon yang akan meningkatkan IGF-1 plasma. IGF-1 plasma mempunyai efek anabolik yaitu merangsang sintestis protein dan selanjutnya menimbulkan hipertrofi otot. 4 Latihan tahanan merupakan stimulus hipertrofi otot yang jauh lebih kuat dibandingkan latihan aerobik (endurance). Kekuatan otot dan massa otot atlet angkat berat yang berusia lanjut lebih baik dibandingkan perenang.5 Latihan kekuatan otot pada lanjut usia perlu diawasi secara ketat. Pengawasan yang dilakukan menyangkut intensitas, lama, dan frekuensi latihan. Intensitas beban dimulai dari yang paling ringan misalnya 1 kg kemudian sedikit demi sedikit ditingkatkan. Lakukan 2-3 set dari setiap macam latihan, seminggu berlatih 2-3 kali dengan paling sedikit satu hari istirahat. Sebelum melakukan latihan penderita kiranya menjalani pemeriksaan medis terlebih dahulu. Pemeriksaan ini diperlukan untuk mengetahui penyakit yang merupakan kontraindikasi dalam melakukan latihan beban. Berdasarkan American College of Sports Medicine, penderita dalam melaksanakan latihan harus sesuai dengan petunjuk tenaga medis, jika terdapat kondisi yang tidak stabil, seperti: diabetes yang tidak terkontrol, hiperetensi, hernia, katarak, dan perdarahan retina. Sedangkan latihan beban harus dihindari oleh pasien dengan irama jantung tidak teratur, gangguan kognitif berat dan demensia. 62. NutrisiSebagian besar kaum lanjut usia tidak memenuhi asupan protein yang dianjurkan sehngga terjadi pengurangan massa otot dan gangguan fungsional. Rekomendasi terbaru asupan protein yaitu 0,8 g/kg/hari, di mana hampir 40 % pada orang lanjut usia (>70 tahun) tidak memenuhinya. Meskipun begitu, pada pasien lanjut usia dengan gangguan keseimbangan nitrogen, angka kecukupan gizi untuk protein yang dibutuhkan dapat menjadi lebih tinggi untuk mempertahankan kekuatan ototnya. 7

3. Terapi HormonalProses penuaan akan diikuti dengan penurunan level hormon-hormon esensial pada tubuh terutama hormone pertumbuhan (growth hormone) dan testosteron. Kekurangan atau minimalnya hormon testosteron berpengaruh pada berkurangnya massa dan kekuatan otot serta penurunan densitas tulang. Pada akhirnya akan berdampak pada peningkatan risiko keterbatasan fungsional, disabilitas, fraktur dan risiko jatuh. Menopause juga berhubungan dengan penurunan densitas tulang dan penurunan kekuatan otot. 8 Growth hormone menstimulasi pertumbuhan pada fase awal kehidupan dan ini dibutuhkan untuk pemeliharaan otot dan tulang pada masa dewasa. Meskipun seseorang memiliki pola makan dan latihan yang baik tanpa adanya kadar hormon pertumbuhan yang adekuat sulit untuk mempertahankan kekuatan otot. Pada orang lanjut usia terjadi ketidakseimbangan sekresi hormon pertumbuhan. Berbagai penelitian yang melibatkan percobaan dengan terapi pengganti hormon melaporkan insidensi berbagai efek samping contohnya retensi cairan, ginekomastia, dan hipotensi ortostatik. 8

4. Vitamin DKadar vitamin D menurun seiring dengan bertambahnya usia dan kadar vitamin D pada kutan pada orang lanjut usia lebih rendah 4x kadar orang dengan usia muda. Vitamin D memiliki peranan pada sintesis protein otot dan mendorong pengambilan kalsium melalui membran sel. Kadar vitamin D yang rendah biasanya berdampak pada kelemahan otot, kesulitan bangun dari tempat duduk, kesulitan menaiki tangga, dan masalah keseimbangan. Beberapa sumber makanan yang mengandung vitamin D antar lain: ikan, hati sapi, telur, dan sereal. 2Pemberian suplemen vitamin D pada orang lanjut usia masih menjadi kontroversi mengenai keamanannya, di mana dapat meningkatkan risiko nefrolithiasis dan hiperkalsemia.95. KreatinKreatin berperan penting dalam metabolisme protein dan metabolisme seluler. Kreatin meningkatkan ekspresi faktor transkripsi miogenik seperti miogenin dan faktor regulasi miogenik yang akan meningkatkan massa dan kekuatan otot. Suplementasi kreatin akan meningkatkan kadar fosfokreatin otot. Hal tersebut akan meningkatkan kemampuan untuk melakukan latihan dengan intensitas tinggi, yang akan mendorong terjadinya proses sintesis protein otot. 2Kreatin sebagai bahan alami makanan terutama terdapat pada produk daging dengan asupan harian rata-rata 2 gram per hari. Masih terdapat pertentangan mengenai suplementasi keratin karena dapat meningkatkan risiko terjadinya nefritis interstitial sehingga menjadi perhatian khusus pada pemberian terhadap orang lanjut usia. Kreatin saat ini bukan menjadi rekomendasi terapi sarkopenia. 2

Dapus. 1. Bauer JM, Sieber CC. Sarcopenia and frailty: a clinicians controversial point of view. Exp Gerontol 2008;43:674-8.2. Burton AL, Sumukadas D. Optimal management of sarcopenia. Clinical interventions in Aging 2010:5:217-228.3. Basey EJ. Exercise for the elderly: an update. http:ageing.oxfordjournals.org/content/31/suppl_2/3.full/pdf.4. Baumgartner et al. Epidemiology of sarcopenia among the elderly in New Mexico. http: aje.oxfordsjournal.org/content/147/8/755.full/pdf.5. Fiatarone et al. Insulin-like growth factor 1 in skeletal muscle after weight-lifting exercise in frail elders. Am J Physiol.1999:40:277.6. Mukhtar D. 2008. Resistance training (anabolic exercise) dalam pencegahan dan penanggulangan sarkopenia pada usia lanjut. http: isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/41082535 1829-8443.pdf7. Houston DK, Nicklas BJ, Ding JZ, Harris TB, Tylavsky FA, Newman AB. Dietary intake is associated with lean mass change in older community-dwelling adults: the health aging and body composition (The Health ABC Study) study. Am J Clin Nutr. 2008;87:150155.8. Papadakis MA, Grady D, Black D, et al. Growth hormone replacement in healthy older men improves body composition but not functional ability. Ann Intern Med. 1996;124:708716.9. Mowe M, Haug E, Bohmer T. Low serum calcidiol concentration in older adults with reduced muscular function. J Am Geriatr Soc. 1999; 47:220226.