Penaklukan Krisnadi Yuliawan - asef.org · PDF filekelompok, dan klik politik cuma kenal...

1

Click here to load reader

Transcript of Penaklukan Krisnadi Yuliawan - asef.org · PDF filekelompok, dan klik politik cuma kenal...

Page 1: Penaklukan Krisnadi Yuliawan - asef.org · PDF filekelompok, dan klik politik cuma kenal bahasa penaklukan. Keberhasilan bagi satu kelompok adalah dengan ... yang menulis Don Quixote

82 GATRA 20 AGUSTUS 2005

Penaklukanbaru: globalisasi! Dengan globalisasi yang berbasiskepentingan dagang, semua orang dicita-citakan menjadipemenang. Perang, penaklukan, bakal jadi masa lalu. Inihubungan setara bagi semua, begitu janji mantra ini.

Benarkah? Bagi sebagian orang ramalan ini terbukti.Tapi, bagi sebagian lain, globalisasi tak lebih dari namalain penaklukan. Bagi kalangan ini, McDonaldisasi misal-nya, adalah bukti masih sahihnya politik zero sum game.Sukses selera kebudayaan penakluk adalah seberapa jauhmasyarakat lain “dipaksa” melepas tradisi lokalnya.

Belakangan, para pengusung globalisasi memperolehpukulan telak ketika terjadi serangan 11 September. Se-rangan ini membuktikan bahwa pembela globalisasi salahhitung. Yang kemudian naik daun adalah teori clash of civili-zations milik Huntington. Teori ini percaya, naluri pe-naklukan bakal memuncak menjadi perang antarperadaban.

Dendam Reconquista pun hidup lagi. Al-Qaeda, setelahbom Madrid, mengatakan, “Ini perang suci untuk mem-bebaskan Al-Andalus (Spanyol)”. Jose Marie Aznar, mantan

Perdana Menteri Spanyol sebaliknyamenuding Islam. “Ada yang ber-pendapat bom Madrid berhubungandengan dukungan Spanyol pada PerangIrak. Tapi, sumber persoalan ini jauhke belakang, sekitar 1.300 tahun yanglalu,” katanya.

Indonesia sebenarnya beruntung,sejarah bangsa ini jauh dari kisah penak-lukan agama. Islam dan Kristen masukke Nusantara relatif tanpa inquisition. Jikapun ada darah tertumpah, alasannya pastipolitik. “Indonesia bisa mengajari dunia.Negeri ini adalah role model masyarakatmulti-agama,” kata Kim Howell, menteriurusan persemakmuran Inggris, ketikaberpidato di ASEM Interfaith Dialoguedi Nusa Dua Bali, Juli lalu.

Benarkah Indonesia masih bisa jadiguru dunia? Tradisi lokal bangsa ini boleh jadi masih punyasisa kearifan itu. Tapi lihat, betapa jauh sengkarut bangsaini. “Perang” antar-agama kini jadi pemandangan sehari-hari. Perselisihan internal agama pun jadi biasa. Tiap kelas,kelompok, dan klik politik cuma kenal bahasa penaklukan.Keberhasilan bagi satu kelompok adalah denganmenimpakan kerugian bagi kelompok lain.

Dua tahun lalu, sebuah masjid akhirnya berdiri diAlhambra, Grenada, Spanyol. Pekik “Allahu Akbar” punterdengar lagi. Alhambra berjuang membuktikan bahwaclash of civilizations keliru. Bahwa conquista,penaklukan,bisaberganti menjadi convivencia, hidup damai bersama.

Tahun ini Indonesia memperingati ulang tahun ke-60kemerdekaan. Negeri ini juga masih harus membuktikan,bisakah ia menghilangkan logika penaklukan antarsaudarasendiri?

TAHUN ini dunia memperingati ulang tahun ke-400terbitnya Don Quixote, pelopor novel modern. Tapi, benarkahDon Quixote aslinya ditulis dalam bahasa Arab? MengapaCervantes, yang menulis Don Quixote dalam bahasa Spanyol,mengaku hanya sekadar menerjemahkan dari bahasa Arab?

Cervantes mengisahkan, suatu hari di Pasar Toledo, adaremaja menjual naskah tua berbahasa Arab. Ia tertarikmembeli dan memutuskan mencari seorang muslim untukmenerjemahkannya. “Tidaklah sulit untuk mencari,” tulisCervantes. Ia lalu membawa si penerjemah ke sebuah gerejadan memintanya bekerja di sana.

Manuskrip Arab itulah “Kisah Don Quixote de laMancha”, yang menurut Cervantes merupakan buah penasejarawan Arab, Cide Hamete Benengeli.

Belakangan, semua penelaah Don Quixote sepakat bahwatuturan di awal novel ini cuma lelucon Cervantes. Sebabmeski Cide itu panggilan hormat danHamete adalah versi lokal dari Hamid,“Benengeli” cuma punya satu arti, yaitu“terong”. Toh, Edward Rothstein menulisdi New York Times, kisah Benengelipenting untuk memahami Don Quixote.

Menurut Rothstein, di luar capaianliterernya, Don Quixote memberi infor-masi berharga mengenai berakhirnya ke-jayaan Islam di Spanyol. Sebab, ketikaCervantes menulis Don Quixote, sudah takseorang muslim pun bisa ditemukan diPasar Toledo.

Setelah pengusiran penguasa muslimterakhir pada 1492, kebudayaan Islam yangdominan di Spanyol selama delapan abaddihancurkan secara sistematis. Semua orangIslam dipaksa melepaskan agamanya. Pem-bantaian berlangsung tanpa bisa dicegah.Dan seluruh muslim lenyap dari Spanyol dalam hitungan tahun.

Lewat kisah manuskrip Benengeli, Cervantes sedangmenyindir. Pasar Toledo tempat warga Islam, Yahudi, danKristen berkumpul jelas hanya ada dalam imajinasinya. KaumMoor Islam, juga hanya muncul dalam lanskap Don Quixote.Di mata Rothstein, empati Cervantes terhadap kaum muslim,meski tak diragukan, ditunjukkan dengan hati-hati.

Cervantes tak punya pilihan. Ia hidup di masa ketikahubungan antarkebudayaan adalah zero sum game. Ke-untungan satu pihak setara dengan kerugian di pihak lawan.Jika satu kebudayaan berkuasa, kebudayaan yang taklukhanya punya satu pilihan: dimusnahkan. Reconquista 1492 diSpanyol pun jadi catatan hitam sejarah.

Belakangan, optimisme merebak bahwa pertumpahandarah dan pemusnahan ala Reconquista tak bakal lagi terjadi.Sebab, hubungan antarbangsa, antarperadaban punya mantra

Krisnadi Yuliawan

KOLOME

NG

GA

R Y

UW

ON

O S

.