PENAFSIRAN (BANGSA) DALAM - N PEMBACAAN MU AMMAD...

91
PENAFSIRAN (BANGSA) DALAM - N PEMBACAAN MUAMMAD SYA Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag) Oleh Muhamad Isrop NIM: 1112034000078 PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR‟ĀN DAN TAFSIR FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1439 H./ 2018 M

Transcript of PENAFSIRAN (BANGSA) DALAM - N PEMBACAAN MU AMMAD...

Page 1: PENAFSIRAN (BANGSA) DALAM - N PEMBACAAN MU AMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40388/1/MUHAMAD... · A. Latar Belakang Masalah Kata bangsa dalam bahasa Arab

PENAFSIRAN (BANGSA) DALAM - N

PEMBACAAN MUḤAMMAD SYA

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana

Agama (S.Ag)

Oleh Muhamad Isrop

NIM: 1112034000078

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR‟ĀN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM

NEGRI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1439 H./ 2018 M

Page 2: PENAFSIRAN (BANGSA) DALAM - N PEMBACAAN MU AMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40388/1/MUHAMAD... · A. Latar Belakang Masalah Kata bangsa dalam bahasa Arab

O

l

e

h

M

u

h

a

m

a

d

I

s

r

o

p

N

I

M

:

1

1

1

2

0

3

4

0

0

0

0

7

8

Page 3: PENAFSIRAN (BANGSA) DALAM - N PEMBACAAN MU AMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40388/1/MUHAMAD... · A. Latar Belakang Masalah Kata bangsa dalam bahasa Arab
Page 4: PENAFSIRAN (BANGSA) DALAM - N PEMBACAAN MU AMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40388/1/MUHAMAD... · A. Latar Belakang Masalah Kata bangsa dalam bahasa Arab
Page 5: PENAFSIRAN (BANGSA) DALAM - N PEMBACAAN MU AMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40388/1/MUHAMAD... · A. Latar Belakang Masalah Kata bangsa dalam bahasa Arab

ABSTRAK

Penafsiran Syu‟ȗb Dalam al-Qur‟ān:

Pembacaan Hermeneutika Muḥammad Syaḥrȗr

Skripsi ini membahas tentang penafsiran konsep Syu‟ȗb dalam al-

Qur‟ān menurut pemikiran Muḥammad Syaḥrȗr. Pembacaan hermeneutika

Muḥammad Syaḥrȗr terhadap konsep tersebut belum ada yang membahas,

di tengah pentingnya kontribusi pemikiran yang bersangkutan atas wacana

bangsa secara umum.

Dengan menggunakan metode deskriptif analitik, penulis berusaha

menjawab masalah penelitiannya, yaitu: bagaimana Muḥammad Syaḥrȗr

menafsirkan surāh al-Hujrāt/49:13, dengan menggunakan pendekatan

pembacaan modern yang ditawarkannya.

Penelitian ini menemukan bahwa M. Syahrȗr berkontribusi pada

sistimatisasi pembentukkan suatu bangsa. Menurut pemikir lain suatu

bangsa terbentuk apabila sekumpulan kelompok manusia mampu

membangun sejarah dan tujuan hidup bersama. Pemikir lain menambahkan

unsur kepemilikkan bahasa dan adat istiadat yang sama. Sementara M.

Syahrȗr melihat bahwa suatu bangsa terbentuk secara evaluatif mulai dari

kumpulan manusia yang hidup bersama tapi belum mempunyai ikatan dan

tujuan yang sama seperti kumpulan orang yang dikategorikan memiliki

kebudayaan primitif. Kelompok ini disebut oleh Syahrȗr sebagai ummat.

Kelompok tersebut berkembang menjadi qabȋlah. Qabȋlah ini dicirikan telah

memiliki bahasa yang mereka gunakan sehari-hari. Apabila sejumlah

qabȋlah bersatu dan bersepakat untuk hidup bersama dengan peradaban

yang mereka miliki maka mereka ini menurut Syahrȗr disebut Syu‟ȗb

(bangsa). pandangan Syahrȗr menarik untuk dibahas karena Ia

menjelaskannya secara lebih alamiah.

i

Page 6: PENAFSIRAN (BANGSA) DALAM - N PEMBACAAN MU AMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40388/1/MUHAMAD... · A. Latar Belakang Masalah Kata bangsa dalam bahasa Arab

KATA PENGANTAR

Segala puji dan rasa syukur penulis haturkan pada zat ilahi Rabbi yang

mahakuasa yang telah memberikan kesehatan, rahmat dan kesejahteraan

bagi para hamba-Nya, serta menurunkan lembaran-lembaran yang

tersucikan, lembaran yang sangat interpretatif dengan lafal dan makna

sebagai sumber pengetahuan yang senantiasa perlu kita jamah. Shalawat dan

salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muḥammad SAW, sahabat-

sahabatnya dan kepada semua pengikutnya sampai akhir zaman. Amma

Ba‟du.

Studi ini bagian kecil untuk mendorong umat Islam supaya bisa

menjadi berkualitas, seperti halnya para „Ulama´(ilmuan) dan Nabi

terdahulu. Di samping itu, mungkin dalam tulisan ini masih ada kekurangan

mohon bagi yang berkepentingan memberikan kritik dan sarannya. Karena

penulis sangat terbuka dan mengucapkan terimakasih.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis mengalami berbagai ujian

yang menyita waktu dan materi, serta desakan berbagai hal. Penulisan

skripsi ini sungguh bukanlah hal yang sepele, melalui mekanisme proses

yang mengharuskan menggunakan frame ijtihād (fokus), mujāhadah

(perjuangan jasmani dan rohani), jihȃd (memperbaiki sisi jelek pribadi),

sabar (tidak putus asa), dan tawakal (optimis berhasil). Seperti melacak dan

mencari bahan pustaka, serta kebutuhan berfikir bahkan sikap al-„ajalah

(segala sesuat yang disegerakan). Namun, karena sadar akan tanggungjawab

seorang akademisi, penulis merasa bahagia. Sehingga dapat menyelesaikan

penulisan skripsi ini. Tentunya, tugas akhir ini dapat terselesaikan berkat

ii

Page 7: PENAFSIRAN (BANGSA) DALAM - N PEMBACAAN MU AMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40388/1/MUHAMAD... · A. Latar Belakang Masalah Kata bangsa dalam bahasa Arab

kontribusi dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis

menyampaikan penghargaan dan terimakasih kepada:

1. Bapak Prof. Dede Rosyada, selaku Rektor UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta. Yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk

menempuh studi di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Prof. Masri Mansoer, MA., selaku Dekan Fakultas

Ushuluddin beserta jajarannya. Yang telah memberikan kesempatan

kepada penulis untuk bergelut di dalam bidang keilmuan

Ushuluddin.

3. Ibu Dr. Lilik Umi Kutsum, MA. Selaku Ketua Jurusan Ilmu al-

Qur‟an dan Tafsir, dan Ibu Dra. Banun Binaningrum M.Pd selaku

sekertaris jurusan.

4. Dosen pembimbing Skripsi, yakni Kusmana, MA. Ph.D. Yang telah

memberikan komentar dan catatan dalam penulisan skripsi ini,

dengan ketulusan hatinya memberikan bimbingan dan arahannya

sehingga, penulis dapat mengatasi kesulitan dalam penyelesaian

skripsi ini.

5. Seluruh Dosen Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta, yang telah memberikan banyak ilmu dan bimbingan kepada

penulis.

6. Orang tua, Ema Iroh dan Apa M. Taopik, yang telah mencurahkan

kasih sayangnya dan do‟a sepanjang waktu. Senantiasa berusaha

memberikan yang terbaik buat anak-anaknya. Penulis merasa

beruntung dididik dengan pendidikan ketuhanan yang mereka bina.

iii

Page 8: PENAFSIRAN (BANGSA) DALAM - N PEMBACAAN MU AMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40388/1/MUHAMAD... · A. Latar Belakang Masalah Kata bangsa dalam bahasa Arab

7. Para sahabat-sahabat Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia

(PMII), Forum Mahasiswa Alumni Turus (Format), sahabat-sahabat

Tafsir Hadis angkatan 2012, dan semua pihak yang tidak dapat

penulis sebutkan di sini satu persatu, yang telah memberikan ilmu

dan pengalaman berorganisasi, serta membantu dan memberikan

dorongan dan dukungan yang tulus kepada penulis.

8. Serta semua pihak yang telah membantu penulis baik dari segi

materi maupun in materi.

Semoga Allah SWT selalu memberkahi dan membalas semua

kebaikan pihak-pihak yang turut serta membantu penyelesaian skripsi ini.

Sebagai penutup, semoga studi ini bermanfaat. Penulis memohon ampunan

kepada Allah SWT yang maha pengampun. Sadaqa allahu al-„Azim,

percaya pada janji tuhan itu niscaya (semua perkataan-Nya Benar).

Amȋn yȃ Allȃh yȃ Rabb al-lȃmȋn.

Jakarta, Maret 2018

Muhamad Isrop

iv

Page 9: PENAFSIRAN (BANGSA) DALAM - N PEMBACAAN MU AMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40388/1/MUHAMAD... · A. Latar Belakang Masalah Kata bangsa dalam bahasa Arab

DAFTAR ISI

ABSTRAK ............................................................................................... i

KATA PENGANTAR ............................................................................. ii

DAFTAR ISI............................................................................................ v

PEDOMAN TRANSLITERASI ............................................................

vii BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ............................................................ 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ........................................ 9

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .................................................. 9

D. Tinjauan Pustaka ....................................................................... 9

E. Metodologi Penelitian................................................................ 11

F. Sistematika Penulisan ................................................................ 13

BAB II BANGSA: TEORI DAN TAFSIR

A. Pengertian Bangsa .................................................................... 15

B. Teori ......................................................................................... 20

1. Teori Klasik ......................................................................... 20

1.1. Teori Bangsa Menurut Aristoteles ............................... 20

1.2. Teori Bangsa Menurut Ibnu Khaldun .......................... 21

2. Teori Modern ....................................................................... 23

2.1. Teori Bangsa Menurut Ernest Renan........................... 23

2.2. Teori Bangsa Menurut Soekarno ................................. 23

C. Bangsa (Syu‟ȗb) dalam al-Qur‟ān ............................................ 26

1. Tafsir Surāh al-Hujrāt Ayat 13 ............................................ 26

a. Teks dan Terjemah......................................................... 26

b. Asbab Nuzul ................................................................. 26

c. Tafsir Ayat .................................................................... 27

1. Tafsir Klasik-Pertengahan......................................... 27

2. Tafsir Modern............................................................ 28

D. Kajian Bangsa (Syu‟ȗb) dalam Pemikir Islam.......................... 30

v

Page 10: PENAFSIRAN (BANGSA) DALAM - N PEMBACAAN MU AMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40388/1/MUHAMAD... · A. Latar Belakang Masalah Kata bangsa dalam bahasa Arab

BAB III MUḤAMMAD SYAHRȖR: RIWAYAT HIDUP DAN

PEMIKIRAN

A. Riwayat Hidup ...................................................................33

1. Pendidikan dan Karir ....................................................33

2. Karya-karya Muḥammad Syahrȗr.................................37

B. Pemikiran Muḥammad Syahrȗr.........................................40

1. Kajian Islam ..................................................................40

2. Pembacaan Hermeneutik...............................................45

BAB IV BANGSA (SYU‟ȖB) DALAM AL-QUR‟ĀN MENURUT

MUḤAMMAD SYAHRȖR

A. Makna Bangsa (Syu‟ȗb)............................................................ 53

B. Bangsa (Syu‟ȗb) dalam al-Qur‟ān ............................................ 55

C. Faktor-Faktor Terbentuknya Bangsa (Syu‟ȗb) ......................... 58

D. Perbedaan Bangsa (Syu‟ȗb), Ummat, Qaumiyyȃh dan Negara 60

E. Signifikansi Makna Syu‟ȗb di Indonesia .................................. 68

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan...................................................................................... 72

B. Rekomendasi ............................................................................ 73

DAFTAR PUSTAKA

vi

Page 11: PENAFSIRAN (BANGSA) DALAM - N PEMBACAAN MU AMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40388/1/MUHAMAD... · A. Latar Belakang Masalah Kata bangsa dalam bahasa Arab

PEDOMAN TRANSLITERASI

Transliterasi Arab-Latin yang digunakan dalam skripsi ini

berpedoman pada buku pedoman penulisan skripsi yang terdapatdalam buku

Pedoman Akademik Program Strata 1 tahun 2012-2013 UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

a. Padanan Aksara

Huruf Arab Huruf Latin Keterangan

tidak dilambangkan ا

B Be ب

T Te ت

Ts te dan es ث

J Je ج

ḥ ha dengan titik di bawah ح

Kh ka dan ha خ

D De د

Dz de dan zet ذ

R Er ر

Z Zet ز

S Es س

Sy es dan ye ش

ṣ es dengan titik di bawah ص

ḍ de dengan titik di bawah ض

ṭ te dengan titik di bawah ط

ẓ zet dengan titik di bawah ظ

„ عkoma terbalik di atas hadap

kanan

Gh ge dan ha غ

F Ef ف

Q Ki ق

K Ka ك

vii

Page 12: PENAFSIRAN (BANGSA) DALAM - N PEMBACAAN MU AMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40388/1/MUHAMAD... · A. Latar Belakang Masalah Kata bangsa dalam bahasa Arab

L El ل

M Em م

N En ن

W We و

H Ha ه

Apostrof ء

Y Ye ي

b. Vokal

Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal dalam bahasa Indonesia,

terdiri dari vocal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong.

Untuk vocal tunggal, ketentuan alihaksaranya adalah sebagai berikut:

TandaVokal Arab TandaVokal Latin Keterangan

◌ A Fathah

◌ I Kasrah

◌ U Dammah

Ada pun untuk vokal rangkap, ketentuan alihaksaranya adalah

sebagai berikut:

TandaVokal Arab TandaVokal Latin Keterangan

◌ ي Ai a dan i

◌ و Au a dan u

Vokal Panjang

Ketentuan alihaksara vokal panjang (madd), yang dalam bahasa

Arab dilambangkan dengan harakat dan huruf, yaitu:

TandaVokal Arab TandaVokal Latin Keterangan

viii

Page 13: PENAFSIRAN (BANGSA) DALAM - N PEMBACAAN MU AMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40388/1/MUHAMAD... · A. Latar Belakang Masalah Kata bangsa dalam bahasa Arab

Ā a dengan garis di atas

Ī i dengan garis di atas ى ي

ى وū u dengan garis di atas

Kata Sandang

Kata sandang, yang dalam system aksara Arab dilambangkan dengan

huruf, yaitu ال , dialihaksarakan menjadi hurup /l/, baik diikuti huruf

syamsiyyah maupun huruf qamariyyah. Contoh: al-rijâl bukan ar-rijâl, al-

diwân bukan ad-diwân.

Syaddah (Tasydîd)

Syaddah atau tasydîd yang dalam system tulisan Arab dilambangkan

dengan sebuah tanda (◌), dalam alihaksara ini dilambangkan dengan huruf,

yaitu dengan menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah itu. Akan

tetapi, hal ini tidak berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu

terletak setelah kata sandang yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyyah.

Misalnya, kata روة ,tidak ditulis ad-darûrah melainkan al-darûrah الرض

demikian seterusnya.

Ta Marbûtah

Berkaitandenganalihaksaraini, jikahurufta marbûtahterdapatpada

kata yang berdirisendiri, makahuruftersebutdialihaksarakanmenjadihuruf /h/

(lihatcontoh 1 di bawah). Hal yang sama juga berlaku jika ta marbûtah

tersebut diikuti oleh kata sifat (na‟t) (lihat contoh 2). Namun, jika huruf ta

marbûtah tersebut diikuti kata benda (ism), maka huruf tersebut

dialihaksarakan menja dihuruf /t/ (lihat contoh 3).

Contoh:

ix

Page 14: PENAFSIRAN (BANGSA) DALAM - N PEMBACAAN MU AMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40388/1/MUHAMAD... · A. Latar Belakang Masalah Kata bangsa dalam bahasa Arab

No TandaVokal Latin Keterangan

Tarîqah رطيقة 1

ااجلمعة ايمالسإل ة 2al-Jâmi‟ah al-Islâmiyyah

Wahdat al-wujûd وحدة اولجود 3

Huruf Kapital

Meski pun dalam sistem tulisan Arab huruf kapital tidak dikenal,

dalam alihaksara ini huruf kapital tersebut juga digunakan, dengan

mengikuti ketentuan yang berlaku dalam Ejaan Yang Disempurnakan

(EYD) bahasa Indonesia, antara lain untuk menuliskan permulaan kalimat,

huruf awal, nama tempat, nama bulan, nama diri, dan lain-lain. Penting

diperhatikan, jika nama diri didahului oleh kata sandang, maka yang ditulis

dengan huruf capital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal

atau kata sandangnya. (Contoh: Abû Hâmid al-Ghazâlî bukan Abû Hâmid

Al-Ghazâlî, al-Kindi bukan Al-Kindi).

Beberapa ketentuan lain dalam EYD sebetulnya juga dapat

diterapkan dalam alihaksara ini, misalnya ketentuan mengenai huruf cetak

miring (italic) atau cetak tebal (bold). Jika menurut EYD, judul buku itu

ditulis dengan cetak miring, maka demikian halnya dalam alihaksaranya.

Demikian seterusnya.

Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama tokoh yang berasal

dari dunia Nusantara sendiri, disarankan tidak dialihaksarakan meskipun

akar katanya berasal dari bahasa Arab. Misalnya ditulis Abdussamad al-

Palimbani, tidak „Abd al-Samad al-Palimbânî; Nuruddin al-Raniri, tidak

Nûr al-Dîn al-Rânirî.

x

Page 15: PENAFSIRAN (BANGSA) DALAM - N PEMBACAAN MU AMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40388/1/MUHAMAD... · A. Latar Belakang Masalah Kata bangsa dalam bahasa Arab

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kata bangsa dalam bahasa Arab berasal dari kata Sya‟uba yang

bermakna “perkumpulan kelompok” (tajammu‟) atau sempalan (firqah).1

Sya‟b, syu‟bah, dan insyi‟ab, adalah istilah yang mempunyai arti bahwa

bangsa manusia di planet bumi ini terbagi dalam berbagai cabang

(syu‟bah). Setiap cabang merupakan satu bangsa tersendiri. Artinya mereka

memisahkan diri dalam berbagai kelompok, dan kelompok itu merupakan

cabang dari kumpulan manusia.2

Abdullah Yusuf Ali menjelaskan kata sya‟b dengan nation.3

Untuk

membantu memahami kata sya‟b. Ia menggunakan dua pendekatan :

pertama, pendekatan sejarah, yang menjelaskan tentang sya‟b turun

berkenaan dengan persepsi masyarakat Arab tentang kemuliaan status sosial

berupa diskriminasi antara budak dan non budak, antara kulit putih dan kulit

hitam dalam kasus Bilal bin Rabah.4

Kedua, dengan pendekatan sistematis,

ayat tersebut memiliki kandungan pokok berikut: a. Seruan Allah kepada

manusia secara universal bahwa Allah menciptakan manusia dari seorang

laki-laki dan seorang perempuan, b. Konsekuensi logis dari penciptaan,

yakni perkembangan dan penyebaran manusia menjadi Syu‟ȗb dan qaba‟il,

c. Sesuai dengan makna dasar kata Syu‟ȗb yakni manusia berkumpul pada

1 Muhammad Syahrur, Tirani islam, Genealogi Masyarakat dan

Negara.Penerjemah Saifuddin Zuhri dan Badrus Syamsul (Yogyakarta:LkiS 1994), h. 88. 2

Ali Syariati, Ummah dan Imamah, Suatu Tinjauan Sosiologis, terj. Afif

Muhammad (Bandung: Pustaka Hidayat), h. 47. 3

Abdullah Yusuf Ali, The Meaning of The Holy Qur‟an (Maryland, Amana

Corporation, 1992), h.85. 4

Qamaruddin Saleh, Asbabun Nuzul: Latar Belakang Historis Turunnya Ayat- aayat Al-Qur‟an, (Bandung: CV. Diponogoro, 1996), cet. 18, h. 75.

1

Page 16: PENAFSIRAN (BANGSA) DALAM - N PEMBACAAN MU AMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40388/1/MUHAMAD... · A. Latar Belakang Masalah Kata bangsa dalam bahasa Arab

satu rumpun keturunan tertentu dan tersebar dalam berbagai kelompok

sosial dan mereka diharapkan saling mengenal, d. Kemuliaan manusia

ditentukan oleh tingkat ketakwaan.

Berdasarkan pendekatan di atas, Syu‟ȗb dapat diartikan sebagai

kelompok sosial yang besar, yang memiliki tradisi atau berinteraksi satu

dengan yang lainnya untuk saling mengenal, dan menggunakan bahasa

tertentu yang membedakan dari kelompok sosial lainnya. Sedangkan

pengertian bangsa menurut Grosby adalah wilayah komunitas dari tanah

kelahiran.5

Paham bangsa pada dasarnya belum dikenal pada masa turunnya al-

Qur‟ān. Paham ini baru muncul dan berkembang di Eropa sejak akhir abad

ke-18, dan baru dikenalkan oleh umat Islam setelah kehadiran Napoleon ke

Mesir pada tahun 1798 M.6

Ketika itu Napoleon bermaksud menyingkirkan

kekuasaan Mamlik dan untuk itu Ia menonjolkan bahwa Mamlik adalah

orang-orang Turki yang berbeda keturunannya dengan orang-orang Mesir.

Oleh karena itu, para pakar berbeda pendapat tentang unsur-unsur yang

harus terpenuhi untuk menamai suatu kelompok manusia sebagai suatu

bangsa. Demikian pula berbeda pendapat tentang ciri-ciri mutlak harus

terpenuhi dalam mewujudkan suatu bangsa.

Secara antropologis, dalam realitasnya perbedaan suku, bangsa dan

agama sesuatu yang tidak bisa dipungkiri dan dihindarkan. Hal ini adalah

keniscayaan sebagai hukum alam. Perbedaan bangsa, warna kulit dan

bahasa di dalam al-Qur‟ān dengan tegas menyatakan :

5 Steven Grosby, Nasionalisme (Surabaya: Portico, Cet.1, 2010), h. 11. 6

Perpustakaan Nasional RI, al-Qur‟an dan Kenegaraan: Tafsir al-Qur‟an Tematik (Jakarta: Lajnah Pentashihan al-Qur‟an, 2011), h. 21.

Page 17: PENAFSIRAN (BANGSA) DALAM - N PEMBACAAN MU AMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40388/1/MUHAMAD... · A. Latar Belakang Masalah Kata bangsa dalam bahasa Arab

Dan di antara kekuasaan-Nya ialah menciptakan langit dan bumi dan berlainan bahasamu dan warna kulitmu. Sesungguhnya yang demikian itu benar-benar terdapat tanda tanda bagi orang yang mengetahui” (ar-Rum: 22).

7

Pandangan Al-Qur‟ān terhadap perbedaan diletakkan dalam bingkai

untuk menunjukkan prinsip persamaan (egalitarianisme), persatuan dan

persaudaraan universal. Dengan hal tersebut, manusia dapat melakukan

kerjasama, dialog keterbukaan sekalipun terdapat banyak perbedaan.

Perbedaan yang ada bukan dimaksud untuk menunjukkan superioritas

masing-masing terhadap yang lain, melainkan saling mengenal dan

menghargai keragaman. Kita memang berbeda tetapi perbedaan sebagai titik

awal untuk menyatu, sehingga komitmen dan partisipasi dalam bangsa perlu

diperbaharui dalam menyikapi perbedaan keragaman.

Di sisi lain, perbedaan suku dan bangsa terkadang menjadi konflik

horizontal (individu vs Individu) dan vertikal (Negara vs Negara). Konflik

terjadi akibat rasa fanatisme suku (etnosentris) yang berlebihan yang

berujung pada faham kesukuan yang eksklusif, menganggap dirinya suku

yang unggul atau rasis (racism).8

Munculnya fenomena konflik atas nama etnis, suku, bangsa dan

agama melahirkan sikap radikalisme yang berdampak pada upaya

perpecahan sebagai agama, bangsa dan negara. Mereka berbicara atas nama

7

Kementerian Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemah (Jakarta: PT. Citra Kharisma

Bunda, 2009),h. 571. 8

Dalam Kamus filsafat, rasisme (racism) adalah membenarkan perbedaan warna kulit, ketidaksamaan sosial, eksploitasi dan peperangnan diantara orang-orang yang pada kenyataanya termasuk suku atau ras yang berbeda. Lihat, Lorens Bagus, Kamus Filsafat (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1996), h. 932.

Page 18: PENAFSIRAN (BANGSA) DALAM - N PEMBACAAN MU AMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40388/1/MUHAMAD... · A. Latar Belakang Masalah Kata bangsa dalam bahasa Arab

kepentingan kelompok, dengan mengorbankan kepentingan yang lebih

besar, yaitu: persatuan dan kesatuan.

Padahal al-Qur‟ān telah menegaskan pentingnya persatuan dan

kesatuan dengan menunjukkan dari keturunan yang sama-satu (QS. An-

Nisā‟/4: 1). Selain itu, al-Qur‟ān menyatakan dengan tegas bahwa tidak ada

paksaan dalam memeluk agama (surāh al-Baqarāh/1: 256). Dan bagi umat

Islam untuk berpegang teguh pada agama Allah, dan janganlah bercerai-

berai (surāh al-„Imrān/3: 103). Rasa perasatuan dan kesatuan tergusur dan

terkikis oleh fanatisme agama, suku dan bangsa yang menjadi idiologi

dominan dan menyebabkan virus perpecahan di kalangan suku dan bangsa.

Lebih-lebih dalam hubungan antar agama yang seiman, juga terjadi

perpecahan yang berujung pada sikap saling bermusuhan.

Kenyataan di atas menunjukan bahwa umat Islam belum mampu

secara tepat menangkap pesan-pesan al-Qur‟ān dan hadis tentang

masyarakat sebagaimana mestinya, termasuk di dalamnya Syu‟ȗb (bangsa)

sehingga belum mampu mengimplementasikan dan membumikan pesannya

dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Untuk itulah penggalian

konsep Syu‟ȗb dalam Qur‟ān akan sangat diperlukan sekali guna

merumuskan konsep yang utuh dan menyempurnakan cara pandang yang

masih sepihak terhadap pesan al-Qur‟ān.

Term yang digunakan dalam al-Qur‟ān yang menunjuk makna

bangsa memiliki varian yang beragam yaitu ummah, qaum, Syu‟ȗb, dan

qabȋlah. Kosa kata yang digunakan al-Qur‟ān secara bahasa dapat kita lacak

perbedaan akar katanya yang berimplikasi pada penekanan makna yang

Page 19: PENAFSIRAN (BANGSA) DALAM - N PEMBACAAN MU AMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40388/1/MUHAMAD... · A. Latar Belakang Masalah Kata bangsa dalam bahasa Arab

terkandung di balik teks dan kata. Hal ini terkait dengan prinsip bahwa kata-

kata dalam al-Qur‟ān tidak ada yang sinonim (asinonimitas). Satu kata

hanya mempunyai satu makna.9

Untuk memahami wawasan al-Qur‟ān tentang terma bangsa, salah

satu pertanyaan yang dapat muncul adalah, kata apakah yang sebenarnya

dipergunakan oleh kitab suci al-Qur‟ān untuk menunjukkan konsep bangsa ?

apakah Syu‟ȗb, qaum, atau ummah.

Kata qaum dan qaumiyyah, sering dipahami dengan arti bangsa dan

kebangsaan Arab. Kebangsaan Arab dinyatakan oleh orang-orang Arab

dewasa ini dengan istilah al-Qaumiyyah al-„Arȃbiyyah. Pusat Bahasa Arab

Mesir pada tahun 1960, dalam buku Mu‟jam al-Wasith menerjemahkan

bangsa dengan kata ummah.

Namun penulis menunjuk pada kata Syu‟ȗb yang terdapat pada surāh

al-Hujrāt/49: 13.

Artinya: “ Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari

seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu

berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-

mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu

9Metodologi ini dipaparkan dengan jelas dalam corak tafsir sastrawi (al-Tafsir al-

Bayani) yang dikembangkan oleh Amin al-Khulli. Ia merupakan tokoh mufasir

kontemporer yang memperlopori lahirnya tafsir gaya baru, yaitu tafsir sastrawi, yang

prinsipnya adalah bahwa al-Qur‟an adalah kitab sastra terbesar. Metode tafsir ini lalu

dikembangkan oleh murid sekaligus istrinya, Aisyah Abd al-Rahman Bint al-Syati kedalam

empat metodologi. Pertama, menafsirkan al-Qur‟an dengan al-Qur‟an, kedua, munasabah

antar ayat maupun antar surat, ketiga, metode yang berpegang pada prinsip bahwa ibrah itu

sesuai dengan bunyi teks, bukan dengan asba al-Nuzul, keempat, keyakinan bahwa kata-

kata di dalam al-Qur‟an tidak ada sinonim (sinonimitas). Baca muhammad Yusron,

“Mengenal Pemikiran Bint al-Syati‟ Tentang al-Qur‟an” dalam kumpulan tulisan dosen

Tafsir Hadis, UIN Sunan Kalijaga, Muhammad Yusron (Dkk), Studi Tafsir Kontemporer

(Yogyakarta: TH-Press, 2006), h. 25.

Page 20: PENAFSIRAN (BANGSA) DALAM - N PEMBACAAN MU AMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40388/1/MUHAMAD... · A. Latar Belakang Masalah Kata bangsa dalam bahasa Arab

disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.”

10

Dalam ayat ini, kata Syu‟ȗb yang diterjemahkan sebagai “Bangsa”

seperti ditemukan dalam terjemahan al-Qur‟ān yang disusun oleh

Departemen Agama RI.

Terkait konsep Bangsa (Syu‟ȗb), penulis mengangkat salah satu

pemikiran yang dianggap fenomenal. Pemikiran yang tertuang dalam karya-

karyanya mengandung pro kontra,11

dialah Dr. Ir. Muḥammad Syahrȗr.

Tokoh yang lahir di Damaskus ini adalah seorang insinyur yang meraih

gelar master dan doktoralnya dalam bidang perminyakan dan tehnik

bangunan. Di sini timbul tanda tanya besar, karena jika dilihat dari

background pendidikannya tidak memiliki kualitas seorang mufasir, jika

melirik pada kriteria yang di sebutkan oleh Imam al-Suyūti. Kendatipun

demikian di sisi lain ia banyak tertarik tentang linguistik dan ilmu-ilmu

humaniora, salah satu teman sekaligus guru diskusinya adalah Dr. Ja‟far

Dikk al-Bāb.12

Sebagai seorang yang ahli dalam bidang linguistik kontroversial, Ia

banyak mengeluarkan teori-teori bahkan pemaknaan baru yang tak pernah

terbetik dalam nalar pemikiran lain. Tentunya dikarenakan rujukan terhadap

kamus Maqȃyȋs Lughāh karya Ibn al-Farisi, sebuah kamus yang dianggap

10 Kementerian Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemah (Jakarta: PT. Citra Kharisma

Bunda, 2009),h. 744. 11

Setiap pemikiran selayakya disikapi dengan kepala dingin, betapapun berbedanya dengan kita. Hanya dengan demikianlah, kita bisa mengambil jarak untuk mengkaji dan melakukan refleksi secara mendasar terhadap apa yang tertuang dalam setiap gagasan, khususnya yang terdapat dalam buku-buku Syahrur. Lihat, Muhammad Syahrur, prinsip dan Dasar Hermeneutika al-Qur‟an Kontemporer, terj. Sahiron Samsuddin, MA

dan Burhanuddin (Yogyakarta: eLSAQ press, 2004), cet ke I, h. xi. 12

Muhammad Syahrur, Tirani Islam,h. X.

Page 21: PENAFSIRAN (BANGSA) DALAM - N PEMBACAAN MU AMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40388/1/MUHAMAD... · A. Latar Belakang Masalah Kata bangsa dalam bahasa Arab

syadz (Asing), yang berpijak pada la tarȃduf fi al-kalimȃt, (tidak adanya

sinonimitas dalam tiap kata), yang telah banyak memberinya inspirasi untuk

mengeluarkan sebuah makna kata baru, dalam memahami bahasa

masyarakat dan negara.

Dalam hal ini Muḥammad Syaḥrȗr ikut mewarnai pergulatan

intelektual muslim tentang konsep negara dan bangsa, Syaḥrȗr melakukan

sebuah eksplorasi jauh; melacak genealogi negara dalam al-Qur‟ān.

Menurutnya pertama-tama manusia berkembang sebagai keluarga, belum

ada suku atau klan. Perkembangan selanjutnya manusia berkembang

menjadi sebuah klan yang menghimpun antar keluarga, dan dari klan ini

lahirnya sebuah suku. Dari komunitas suku, manusia berkembang menjadi

komunitas bangsa (Syu‟ȗb).13

Perkembangan-perkembangan ini memiliki karakteristik dan

konsekuensinya sendiri. Dalam hal ini, perkembangan manusia itu

mengarah pada kemajuan, bukan kemunduran. Misalnya, tipologi awal

manusia menyerupai hewan; dan di masa lalu moralitas pun berkembang

sesuai dengan tahapannya (misalnya masalah zina belum ada pengharaman

dalam wahyu (al-Qur‟ān), di masa Adam dan Ibrahim. Dalam hal ini,

Syaḥrȗr sedang menolak keras mereka yang mengatakan bahwa

perkembangan dunia sekarang ini ada dalam posisi bejat, amoral dan

mundur ketika mengarah kepada konsep negara dan bangsa.

Dalam perkembangan peradaban, konsep bangsa adalah konsep

tertinggi yang lebih berperadaban, setelah melampaui keluarga, klan, dan

13 Muhammad Syahrur, Tirani Islam,h. 84.

Page 22: PENAFSIRAN (BANGSA) DALAM - N PEMBACAAN MU AMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40388/1/MUHAMAD... · A. Latar Belakang Masalah Kata bangsa dalam bahasa Arab

suku. Islam dalam hal ini, datang di tengah-tengah peradaban manusia yang

juga masih bersandarkan kesukuan. Karena itu, moralitas-moralitas dan

legalitas hukum yang diciptakannya sesuai dengan perkembangannya, tidak

lebih. Hanya saja, moralitas-moralitas dan dan legalitasnya berkembang

sesuai dengan masa umat Islam, bahkan pasca Nabi. Tujuannya untuk

menyesuaikan “isi” dengan bentuk legalnya, atau menyesuaikan antara

perubahan dan substansinya.

Menurut Syahrȗr, Syu‟ȗb adalah sekumpulan manusia ( yȃ ayuhȃ an-

nȃs) yang berakal, mereka mempunyai bahasa yang berafiliasi dengan satu

qaum ataupun lebih. Mereka mempunyai naluri serupa, namun berbeda

kebudayaan. Syu‟ȗb, dimana didalamnya tercakup ummah ataupun umam,

maknanya lebih umum daripada definisi ummat dan qaumiyyah. Sebab,

makna Syu‟ȗb sendiri sebenarnya telah mencakup makna keduanya, dan ia

mengandung makna yang tidak tercakup dalam makna keduanya.14

Berdasarkan uraian di atas penulis akan mencoba memaparkan

sekaligus menjelaskan ide-ide yang dikemukakan oleh Muḥammad Syahrȗr

dengan judul “PENAFSIRAN SYU‟ȖB DALAM AL-QUR‟ĀN:

PEMBACAAN HERMENEUTIKA MUḤAMMAD SYAḤRȖR”

14 Syahrur, Tirani Islam, h.88-89.

Page 23: PENAFSIRAN (BANGSA) DALAM - N PEMBACAAN MU AMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40388/1/MUHAMAD... · A. Latar Belakang Masalah Kata bangsa dalam bahasa Arab

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Dari pemaparan penulis di atas, penulis memfokuskan

pembahasannya pada Qs. al-Hujrat ayat 13 yang berkaitan dengan syu”ub

(Bangsa), dan pemikiran menurut Muḥammad Syahrȗr.

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan masalah yang telah dibatasi, penulis merumuskan

masalah sebagai berikut:

Bagaimana Muḥammad Syaḥrȗr menafsirkan Qs. al-Hujrāt/49:13

dalam kaitannya dengan wacana Syu‟ȗb (bangsa) ?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Secara umum penelitian ini menjelaskan bagaimana pandangan

Muḥammad Syahrȗr khususnya mengenai konsep bangsa (Syu‟ȗb). Secara

khusus dalam penulisan ini bertujuan untuk: pertama. Mengidentifikasi

sumbangan pemikiran Muḥammad Syaḥrȗr dalam wacana Syu‟ȗb (bangsa)

Kedua, mengetahui dan menjelaskan makna bangsa yang digunakan di

dalam al-Qur‟ān. Ketiga, mengetahui dan mendeskripsikan pandangan para

tokoh terhadap bangsa.

Manfaat dari penelitian ini adalah memberikan sumbangan berarti

bagi studi pemikir Islam khususnya yang berbicara tentang Syu‟ȗb (bangsa)

di dalam al-Qur‟ān.

D. Tinjauan Pustaka

Dari pengamatan penulis, sampai saat ini penulis belum

menemukan sarjana lain yang telah membahas pandangan Syaḥrȗr tentang

Page 24: PENAFSIRAN (BANGSA) DALAM - N PEMBACAAN MU AMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40388/1/MUHAMAD... · A. Latar Belakang Masalah Kata bangsa dalam bahasa Arab

Syu‟ȗb. adapun penelitian sebelumnya banyak membahas tentang konsep

Syu‟ȗb secara terpisah atau pemikiran Islam Syaḥrȗr secara umum.

Dalam tinjauan pustaka di sini, penulis meninjau dari beberapa hal

berikut: pertama, sejauh penulis dapat ketahui karya-karya ilmiah yang ada,

tidak menyoroti pemikiran Muḥammad Syahrȗr tentang konsep bangsa

(Syu‟ȗb).15

Kedua, beberapa karya ilmiah yang membahas tentang konsepsi

bangsa (Syu‟ȗb), tetapi tidak memfokuskan hanya kepada konsep bangsa

saja. Antara lain : Membumikan al-Qur‟ān karya M. Quraish Shihab, tahun

2010,16

Tirani Islam: Genealogi Masyarakat dan Negara karya Muḥammad

15 Misalnya, Ahmad Azhar Fitriyanto menulis tentang “Menggugat Diskriminasi

Jender: Model Pemahaman Syahrȗr atas Ayat-Ayat Jender” (2004). Muhammad

NurKholis menulis tentang “Rekontruksi Konsep Iman dan Islam: model Pemahamad M

Syahrȗr” (2004), Muhammad Musadad menulis tentang “Kontekstualisasi al-Qur‟an

Menurut Fazlur Rahman dan Muhammad Syahrȗr”(2005), Sobrun menulis tentang “Aurat

Perempuan Dalam Perspektif Muhammad Syahrȗr”(2006). Noor Rohman menulis

tentang, Konsep Kepemimpinan (Qiwamah) Perempuan dalam al-Qur‟an; Analisis Tafsir

Muhammad Syahrȗr”. Tahun 2009.Irfan Soleh menulis tentang “Aurat Perempuan

Diamata Pengkritik Muhammad Syahrȗr” tahun 2010. Ahmad Zaki Mubarak menulis

tentang ”Pendekatan Strukturalisme Linguistik dalam Tafsir al-Qur‟an “ala” Muhammad

Syahrȗr” tahun 2007. Kholilurrahman dalam skripsinya “Taraduf (Sinonim) dalam al-

Qur‟an: Telaah Pemikiran Muhammad Syahrȗr dalam Al-Kitab wa al-Qur‟an” tahun

2007. M. Sahlan menulis tentang “Pemikiran Muhammad Syahrȗr tentang Sistem

Pembagian Harta Waris” dengan kode 2228. Fahrur Razi dalam Skripsinya “Wasiat dan

Waris dalam al-Qur‟an Perspektif Muhammad Syahrȗr” dengan Kode 812 PPST. Arif

Furqon menulis tentang “Metodologi Fiqih Islam Kontemporer Menurut Muhammad

Syahrȗr” dengan kode 1070 PPST. M. Tohar al-Abza dalam Skripsinya “Kontekstualisasi

al-Qur‟an: Studi Kriti atas Metodologi dalam Pandangan Muhammad Syahrȗr tentang

Asbab an-Nuzul dalam Pembacaan al-Qur‟an” dengan kode 1092 PPST. 16

dalam bukunya ini beliau membahas tentang karakter terpenting bagi suatu bangsa atau kelompok yang unggul. Buku tersebut menyinggung paham kebangsaaan menurut al-Qur‟an dengan menunjuk pada kata Ummah dan Ashabiyah, namun di sini tidak dijelaskan secara terperinci keta syu‟ub dengan makna dalam konteks Arab saat al-Qur‟an diturunkan.

Page 25: PENAFSIRAN (BANGSA) DALAM - N PEMBACAAN MU AMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40388/1/MUHAMAD... · A. Latar Belakang Masalah Kata bangsa dalam bahasa Arab

Syahrȗr, Tahun 2003,17

Muqaddimah karya Ibn Kholdun, tahun 1986,18

dan

Ummah dan Imammah: suatu tinjauan sosiologis karya Ali Syari‟ati.19

E. Metodologi Penelitian

Metodologi adalah bagian epistemologi20

yang mengkaji perihal

urutan langkah-langkah yang ditempuh supaya pengetahuan yang diperoleh

memenuhi ciri-ciri ilmiah. Terkait dengan hal ini, metodologi juga dapat

dipandang sebagai bagian dari logika yang mengkaji kaidah penalaran yang

tepat.21

Metodologi merupakan ekspresi mengenai cara bekerja pikiran

supaya menjadi terarah, sistematis dan objektif. Dalam kajian ini, penulis

menggunakan penelitian kualitatif, yaitu penelitian yang bermaksud untuk

memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian (baca:

Historis faktual), misalnya perilaku persepsi, motivasi, tindakan, dll secara

holistik, dan dengan cara deskriptif dalam bentuk kata-kata dan bahasa,

pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan

berbagai metode ilmiah.22

Pengertian penelitian kualitatif bisa

disederhanakan sebagai data penelitian yang tidak berbentuk angka, atau

17

Dalam buku ini beliau menjelaskan bagaimana perkembangan dan pertumbuhan

masyarakat dan negara yang awalnya dari keluarga berkembang menjadi bangsa, 18

Menjelaskan tentang konsep ashabiyat diposisikan dalam kerangka dan bagunan awal berdirinya negara dan kekuasaan serta perkembangannya, fokus buku ini, menganalisanya dari aspek sosiologis dan historis, bukan dari sudut pandang al-Qur‟an.

19 yang membicarakan spektrum dan beberapa pengertian tentang ummat. Dalam

penjelasan nya tidak ada sebutan ummat tanpa adanya imammah. Namun penjelasan buku

ini lebih menonjol pemahaman hubungan ummat dengan kepemimpinan. 20

Epistemologi adalah sebuh cabang ilmu filsafat yang secara khusus mengkaji teori ilmu pengetahuan, meliputi kajian tentang hakikat ilmu, sumber ilmu, metode, dan uji kebenaran(verifikasi). Lihat, Abdul Mustakim, Epistimologi Tafsir Kontemporer (LkiS Group, 2010), h. 10. Lihat juga, Jujun S.Suriasumantri, Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar

Populer (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2003), h. 119. 21

Rizal Mustansyir dan Misnal Munir, Filsafat Ilmu (yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001), h. 107. Lihat Juga, Muhammad Syahrȗr, Prinsip dan Dasar Hermeneutika, h. xvi-

xvii. 22

Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009), cet. Ke-26, h. 6.

Page 26: PENAFSIRAN (BANGSA) DALAM - N PEMBACAAN MU AMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40388/1/MUHAMAD... · A. Latar Belakang Masalah Kata bangsa dalam bahasa Arab

tidak diangkakan. Sebab, dalam menganalisis data menggunakan kata-kata.

Menurut Jujun S. Suriasumantri, Sifat pokok penelitian kualitatif adalah

mengembangkan konsep-konsep baru yang bersifat mendasar dan teoritis.

Dalam proses pengumpulan data, penulis menggunakan library

research (studi kepustakaan) yaitu penelitian yang cara kerjanya

menggunakan data dan informasi dari berbagai macam materi dan literatur

baik berupa buku, majalah, surat kabar, naskah, catatan, ensiklopedi,

dokumen, serta karya ilmiah yang berupa makalah ataupun artikel yang

relevan dengan obyek penelitian, baik dari sumber primer maupun

sekunder.23

Untuk data primer penulis merujuk pada kitab Dirȃsȃt Islȃmiyyah

Mu‟ȃṣirah fi ad-Daulȃh wa al-Mujtama yang diterjemahkan dengan judul

Tirani Islam: Genealogi Masyarakat dan Negara, dan al-Kitab wa al-

Qur‟ān karya Muḥammad Syahrȗr. Untuk data sekunder penulis

menggunakan buku-buku, kamus, artikel, makalah yang berkaitan dengan

kajian yang dibahas.

Selanjutnya, setelah data terkumpul maka data dianalisis untuk

mendapatkan konklusi. Metode analisis yang digunakan dalam pembahasan

skripsi ini adalah Metode Deskriptif Analitik. Metode deskriptif yaitu suatu

metode yang bermaksud untuk menggambarkan data-data dalam menguji

atau menjelaskan sebuah hipotesa guna menjawab pertanyaan penelitian.

Sedangkan analitis yaitu sebuah tahapan guna menguraikan atau menafsiran

data-data yang telah terkumpul dan tersusun secara sistematis. Jadi metode

23 Sutrisno Hadi, Metodologi Research (Yogyakarta: Rake Sarasin, 1996), h. 03.

Page 27: PENAFSIRAN (BANGSA) DALAM - N PEMBACAAN MU AMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40388/1/MUHAMAD... · A. Latar Belakang Masalah Kata bangsa dalam bahasa Arab

deskriptif analitik yaitu sebuah metode pembahasan untuk memaparkan data

yang telah tersusun dengan melakukan kajian dan tafsiran terhadap data

tersebut. 24

Sebagai pedoman penulisan skripsi ini, penulis menggunakan buku

Pedoman Penulisan Skripsi yang diterbitkan oleh Biro Akademik dan

Kemahasiswaan Universitas Islam Negri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

2012.25

F. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah dan lebih sistematisnya pembahasan skripsi

ini, maka berikut ini penulis jelaskan dalam sistematika penulisan.

Secara garis besar Skripsi ini terdiri dari lima bab tiap bab dibagi

menjadi sub bab, dan setiap sub bab mempunyai pembahasan masing-

masing yang mana antara satu dan yang lainya saling berkaitan. Adapun

lima bab yang dimaksud adalah sebagai berikut :

Bab Pertama. Pendahuluan. Dalam pembahasan ini berisikan Latar

Belakang Masalah, Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian,

Tinjauan Pustaka, Metodologi Penelitian, dan Sistematika Penulisan.

Bab Kedua. Penggambaran secara umum tentang Konsep Bangsa:

Teori dan Tafsir, yang meliputi: Pengertian Bangsa, teori, Syu‟ȗb (Bangsa)

dalam al-Qur‟ān, dan Kajian Bangsa (Syu‟ȗb) dalam Pemikir Islam.

Bab Ketiga. Menerangkan sekilas tentang biografi Muḥammad

Syahrȗr dan Pemikirannya, yang meliputi: Riwayat Hidup, Pendidikan dan

Karir, Karya, dan Pemikiran.

24 Komaruddin, Kamus Riset (Bandung: Angkasa, 1989), h.23. 25

Mohammad Matsna HS, dkk., Pedoman Akademik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, 2012-2013.

Page 28: PENAFSIRAN (BANGSA) DALAM - N PEMBACAAN MU AMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40388/1/MUHAMAD... · A. Latar Belakang Masalah Kata bangsa dalam bahasa Arab

Bab Keempat. Membahas tentang Bangsa (Syu‟ȗb) dalam al-Qur‟ān

Menurut Muḥammad Syahrȗr yang meliputi: Makna Bangsa

(Syu‟ȗb),Sejarah Terbentuknya Bangsa (Syu‟ȗb), Tujuan, Perbedaan bagsa

(Syu‟ȗb), Ummat, Qaumiyyah dan Negara dan signifikansi makna Syu‟ȗb di

Indonesia.

Bab Kelima. Merupakan Penutup, berisi tentang Kesimpulan, yang

merupakan jawaban atas persoalan dalam skripsi ini. Di samping itu di

jelaskan pula tentang saran-saran dan rekomendasi.

Page 29: PENAFSIRAN (BANGSA) DALAM - N PEMBACAAN MU AMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40388/1/MUHAMAD... · A. Latar Belakang Masalah Kata bangsa dalam bahasa Arab

BAB II

BANGSA: TEORI DAN TAFSIR

A. Pengertian Bangsa

Bangsa mempunyai dua pengertian, pengertian antropologis-

sosiologis, dan politis.1

Dalam pengertian antropologis-sosiologis, bangsa

adalah suatu masyarakat yang merupakan suatu persekutuan hidup yang

berdiri sendiri dan masing-masing anggota persekutuan hidup tersebut

merasa satu kesatuan ras, bahasa, agama, sejarah dan adat istiadat. Dalam

pengertian antropologis dapat pula anggota satu bangsa ini tersebar di

beberapa negara. Adapun yang dimaksud bangsa dalam pengertian politik

adalah masyarakat dalam suatu daerah yang sama dan mereka tunduk

kepada kedaulatan negaranya sebagai suatu kekuasaan tertinggi ke luar dan

ke dalam.

Para ahli kebangsaan menyatakan bahwa kehidupan berbangsa

mensyaratkan adannya “kehendak untuk bersatu”. Dengan kata lain,

kehidupan berbangsa terjadi karena masing-masing warga negara merasa

dirinya satu kesatuan yang tak terpisahkan, baik disebabkan kesatuan

geografis, nasib, maupun tujuan. Kesadaran berbangsa seharusnya

melahirkan kesadaran sosial, di mana masing-masing warga senantiasa

terikat dengan tatanan sosial tempatnya berada. Karena itu, sistem hukum

dan sistem sosial memiliki arti sangat penting bagi setiap individu, karena

1 Aminuddin Nur, Pengantar Studi Sejarah Pergerakan Nasional (Jakarta:

Pembimbing Massa, 1967) h. 87.

15

Page 30: PENAFSIRAN (BANGSA) DALAM - N PEMBACAAN MU AMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40388/1/MUHAMAD... · A. Latar Belakang Masalah Kata bangsa dalam bahasa Arab

16 16

didalamnya menyangkut hak dan kewajiban yang diperoleh dan

dilaksanakan.2

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Bangsa adalah

kelompok masyarakat yang bersamaan asal keturunan, adat, bahasa, dan

sejarahnya, serta berpemerintahan sendiri.3

Definisi-definisi bangsa berkisar

mulai dari yang menekankan faktor-faktor obyektif seperti bahasa, agama,

dan adat istiadat, wilayah dan institusi, sampai definisi-definisi yang

sepenuhnya menekankan faktor-faktor subyektif seperti sikap, persepsi,

sentimen. Contoh definisi yang menekankan faktor-faktor obyektif datang

dari Joseph Stalin: „Suatu bangsa terbentuk secara historis, merupakan

komunitas rakyat stabil yang terbentuk dengan dasar kesamaan bahasa,

wilayah, kehidupan ekonomi, serta persamaan psikologis yang terwujud

dalam budaya yang sama. Contoh definisi yang lebih subjektif mengenai

bangsa berasal dari Benedict Anderson: Bangsa adalah suatu komunitas

politik yang dibayangkan secara inheren terbatas sekaligus berkedaulatan.4

Definisi-definisi ini tidak diragukan lagi menetapkan ciri-ciri penting

konsep bangsa, namun kedua definisi tersebut tetap dapat dipertanyakan.

Karena definisi „objektif‟ mempunyai sifat spesifik, mereka nyaris selalu

mengabaikan sejumlah kasus bangsa yang telah diterima secara luas,

kadang-kadang seperti disengaja. Seperti ditunjukan oleh Max Weber

2 Kementerian Agama RI, Tafsir al-Qur‟an Tematik: Etika Berkeluarga,

Bermasyarakat, dan Berpolitik ( Jakarta: Kementerian Agama RI, 2012), h. 85. 3

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Pusat Bahasa, 2008), h. 134.

4 Anthony D. Smith, Nasionalisme: Teori Ideologi dan Sejarah (Jakarta, Penertbit

Erlangga, 2002), h. 13.

Page 31: PENAFSIRAN (BANGSA) DALAM - N PEMBACAAN MU AMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40388/1/MUHAMAD... · A. Latar Belakang Masalah Kata bangsa dalam bahasa Arab

17 17

(1948),5

kriteria bangsa yang murni objektif adalah bahasa, agama, wilayah

dan sebagainya. Sebaliknya, pada umumnya definisi subjektif terlalu

melebar dalam melihat kasus-kasusnya. Penekanan pada sentimen,

kehendak, imajinasi dan persepsi sebagai kriteria bangsa dan kepemilikan

nasional membuat definisi ini sulit membedakan bangsa dengan kolektivitas

jenis lainnya seperti agama, suku, negara kota, dan kerajaan. Akibatnya,

muncul tambahan-tambahan pandangan sebjektif yang serupa itu pula.

Secara umum, solusi yang diterapkan adalah memilih kriteria yang

meliputi spektrum „objek-subjek‟. Strategi ini telah menghasilkan banyak

definisi yang menarik dan berguna. Namun demikian, kebanyakan

mahasiswa dalam bidang ini setuju dalam dua hal: pertama, bangsa

bukanlah negara kedua, bukan pula suatu komunitas etnik.

Bangsa bukan negara karena konsep negara berkaitan dengan

kegiatan institusional, sedangkan aktivitas bangsa bercirikan suatu jenis

komunitas. Konsep negara dapat ditetapkan sebagai himpunan institusi-

institusi otonom, yang berbeda dengan institusi yang lainnya, memiliki

monopoli yang sah untuk melakukan pemaksaan dan perampasan di wilayah

bersangkutan. Hal ini berbeda dengan konsep bangsa, bahwa bangsa adalah

komunitas yang dirasakan dan dijalani, dengan anggota yang berbagi tanah

air serta budaya bersama.

Terdapat tumpang tindih antara bangsa dan komunitas etnik karena

keduanya sama-sama menjadi bagian dari kelompok fenomena yang sama

(identitas budaya kolektif). Tetapi bangsa bukanlah komunitas etnik, karena

5

Riris K. Toha Sarumpaet (ed.), Krisis Budaya? Oasis Guru Besar Fakultas Ilmu

Pengetahuan Budaya UI (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia 2016), h.287.

Page 32: PENAFSIRAN (BANGSA) DALAM - N PEMBACAAN MU AMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40388/1/MUHAMAD... · A. Latar Belakang Masalah Kata bangsa dalam bahasa Arab

18 18

biasanya komunitas etnik tidak mempunyai rujukan politik, dan dalam

banyak hal, juga kekurangan budaya publik, bahkan kekurangan dimensi

teritorial, karena, komunitas etnik belum tentu memerlukan kepemilikan

fisik di dalam wilayah historisnya. Sementara itu, bangsa bangsa harus

mempunyai tanah air sendiri, setidak-tidaknya untuk jangka panjang

tertentu. Untuk menyatakan kemerdekaan dan agar diakui, bangsa juga perlu

mengevolusikan suatu budaya publik dan berkeinginan untuk menentukan

diri sendiri. Di pihak lain, bangsa belum tentu perlu memiliki negara

berdaulat sendiri, yang diperlukan hanyalah aspirasi untuk mendapatkan

otonomi yang dibarengi kekuasaan fisik dan tanah airnya.

Pengertian utama dari bangsa dan yang paling sering dikemukakan

dalam literatur adalah pengertian politis. Pengertian ini menyamakan rakyat

dan negara menurut pengertian revolusi Amerika dan Perancis, suatu

penyamaan yang biasa dijumpai dalam ungkapan-ungkapan seperti negara-

bangsa (Nation-State), Perserikatan Bangsa-Bangsa (United Nations), atau

retorika para presiden akhir abad ke 20. Bangsa adalah kelompok para

warganegara yang kedaulatan kolektifnya membentuk suatu negara yang

merupakan ekspresi politik mereka. Apapun pengertian lain dari bangsa

tersebut, unsur kewarganegaraan dan partisipasi atau pilihan masa selalu ada

dalam istilah itu.

Di dalam Islam “bangsa dan suku-suku” sebagai pemberi identitas,

dan dengan demikian meletakkan fondasi pluralitas. Di sini penulis

mengutip satu firman Allah yang menjadikan manusia pelbagai bangsa;

Page 33: PENAFSIRAN (BANGSA) DALAM - N PEMBACAAN MU AMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40388/1/MUHAMAD... · A. Latar Belakang Masalah Kata bangsa dalam bahasa Arab

19 19

Artinya: “Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal- mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal” (QS. Al-Hujrat/49:13).

6

Dalam ayat ini Allah menampilkan kata Syu‟ȗb dan qaba‟il dan

tidak menyebut kata umam atau qaumiyyah. Dua term ini (umam dan

qaumiyyah) telah tercakup dalam term Syu‟ȗb.7

Menurut Mujahid, Qatadah dan adh-Dhahhak, Syu‟ȗb, adalah „nasab

yang jauh‟, sementara Qabȋlah (suku) adalah nasab yang dekat.8

Adapun

dari Ibnu „Abbas r.a. diriwayatkan dua pendapat. Pertama, Syu‟ȗb dipakai

untuk non Arab, yang dalam kalimat sahabat Nabi itu diwakili sebutan

maula: budak dan mantan budak (asing). Sementara itu qabȋlah untuk

kelompok Arab. Berdasarkan itu, al-Qusyairi mengenakan Syu‟ȗb untuk

mereka yang oleh orang Arab tidak dikenal asal keturunannya, seperti

kelompok Hindi, Turki, dan seterusnya. Kedua, Ibnu Abbas juga

menganggap Syu‟ȗb sebagai jumma‟: himpunan asal segala sesuatu.9

Tengku M Hasby Ash-Shiddiqy dalam Tafsir al-Qur‟ān al-Majid

“ANNUR” menyatakan bahwa ayat ini, Allah SWT telah menjadikan kamu

berbangsa-bangsa dan bersuku-suku adalah supaya kamu saling mengenal,

6

Kementerian Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemah (Jakarta: PT. Citra Kharisma

Bunda, 2009),h. 744. 7 Muhammad Syahrȗr, Tirani Islam, h. 88. 8

Imam at-Thābari, Tafsir at-Thābari( Beirut: Daar al-Kutub al-„Alamiyyah,1994)

juz 17. h. 768. 9.Imam al-Thābari, Tafsīr al-Thābari, h. 769

Page 34: PENAFSIRAN (BANGSA) DALAM - N PEMBACAAN MU AMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40388/1/MUHAMAD... · A. Latar Belakang Masalah Kata bangsa dalam bahasa Arab

20 20

bukan untuk bermusuhan. Jelasnya Allah SWT menjadikan kamu terdiri

dari beberapa bangsa dan warna kulit adalah supaya kamu lebih tertarik

untuk saling berkenalan. Inilah dasar demokrasi yang benar dalam Islam

yang menghilangkan kasta-kasta dan perbedaan-perbedaan bangsa. Masih

adanya perbedaan rasial (apartheid), sangat ditentang oleh agama.10

Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa bangsa adalah

kelompok masyarakat yang bersamaan asal keturunan, adat, bahasa, dan

sejarahnya, serta mempunyai pemerintahan sendiri dan mempunyai sejarah

dan tujuan yang sama.

B. Teori

1. Teori Klasik

1.1 Teori Bangsa Menurut Aristoteles

Aristoteles (w.322 SM)11

adalah seorang pemikir politik empiris-

realis, berbeda dengan Plato yang dijuluki idealis-utopianis. Bisa dikatakan

bahwa pemikiran Aristoteles (Aristotelianism) merupakan suatu bentuk

pemberontakan terhadap gagasan Plato (Platonism). Itu tampak, misalnya,

dari cara keduanya melihat realitas dan metodologi filsafatnya. Dalam

merumuskan teori-teori politik, Aristoteles menggunakan metode induktif

dengan bertitik dari fakta-fakta „nyata‟ atau empiris. Sedangkan Plato,

menggunakan metode deduktif dan merumuskan teorinya berdasarkan

kekuatan imajinatif pikiran.12

10 M. Hasbi As-Shiddiqy, Tafsir al-Qur‟an al-Majid “ANNUR” (Semarang,

Pustaka Rizqi, 1995), Cet. Ke 2. H.3792. 11 K. Bertens, Sejarah Filsafat Yunani (Manado: PT. Kanisius, 1999), h. 154. 12

Ahmad Suhelmi, Pemikiran Politik Barat. Kajian Sejarah Pemikiran Negara, Masyarakat dan Kekuasaan (jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2001), h. 43-44.

Page 35: PENAFSIRAN (BANGSA) DALAM - N PEMBACAAN MU AMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40388/1/MUHAMAD... · A. Latar Belakang Masalah Kata bangsa dalam bahasa Arab

21 21

Aristoteles melahirkan karya besar di bidang pemikiran

ketatanegraan, yaitu Politics: The Athenian Constitution. Buku ini

merupakan kumpulan kuliah-kuliahnya di Lyceum, pusat studi yang

didirikannya. Dalam karya ini Aristoteles membahas konsep-konsep dasar

dalam ilmu politik, asal mula negara, negara ideal, warga negara ideal,

pembagian kekuasaan politik, keadilan dan kedaulatan, penguasa yang ideal,

catatan penelitian tentang konstitusi dan analisa terhadap instabilitas negara,

revolusi kaum miskin dan uraian tentang cara-cara memelihara stabilitas

negara.

Menurut Aristoteles terbentuknya sebuah Negara karena adanya

manusia saling membutuhkan, manusia bukanlah makhluk yang bisa hidup

tanpa manusia lain. Itu sebabnya dalam kehidupan bermasyarakat dan

negara selalu terjadi ketergantungan antara individu dalam masyarakat.13

Aristoteles setuju dengan Sokrates dan Plato dalam menolak

pendirian kaum Sofis bahwa negara itu berdasarkan adat kebiasaan bukan

berdasarkan Kodrat. Buat Aristoteles, negara tidak berasal dari suatu

inisiatif dari pihak manusia, tetapi menurut kodratnya manusia hidup dalam

negara. Dalam buku Politica Aristoteles mengatakan bahwa manusia

menurut kodratnya merupakan zoon politikon (manusia adalah makhluk

sosial).14

1.2 Teori Bangsa Menurut Ibnu Khaldun

Menurut Ibn Khaldun manusia diciptakan sebagai makhluk politik

atau sosial, yaitu mahluk yang selalu membutuhkan orang lain dalam

13 Ahmad Suhelmi, Pemikiran Politik Barat (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka

Utama, 2007),h. 45. 14

K. Bartens, Sejarah Filsafat Yunani (Yogyakarta: Pt. Kanisius, 2016) h. 200.

Page 36: PENAFSIRAN (BANGSA) DALAM - N PEMBACAAN MU AMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40388/1/MUHAMAD... · A. Latar Belakang Masalah Kata bangsa dalam bahasa Arab

22 22

mempertahankan hidupnya. Maka dari itu, sesungguhnya organisasi

kemasyarakatan umat manusia adalah suatu keharusan. Para filosof telah

melahirkan kenyataan ini dengan perkataan mereka yaitu manusia adalah

bersifat politis menurut tabiatnya. Ini berarti, ia memerlukan satu organisasi

kemasyarakatan, yang menurut filosof dinamakan “kota”.15

Ibnu Khaldun telah membedakan antara masyarakat dan negara.

Khaldun berpendapat bahwa berhubungan dengan tabiat dan fitrah

kejadiannya, manusia itu memerlukan masyarakat. Artinya bahwa manusia

itu memerlukan kerjasama antara sesamanya untuk dapat hidup, baik untuk

memperoleh makanan maupun mempertahankan diri.16

Suatu bangsa menurut Ibnu Khaldun terbentuk melalui kelompok

dominan (al-ashabiyyah) yang berkuasa terhadap yang lainnya dari masa

kanak-kanak, dewasa masa tua hingga mati. Umur suatu bangsa juga sama

dengan umumnya umur seorang manusia. Suatu umat atau kerajaan yang

mulai tumbuh dari puing-puing reruntuhan dari umat sebelumnya

berkembang mulai dengan fase nomad (tidak menetap) sebagai fase kanak-

kanak bagi manusia, setelah itu datang fase kelebihan dari kebutuhan pokok

yang menimbulkan kemajuan yang merupakan fase kedewasaan. Kemudian

datang fase kejenuhan dimana orang tenggelam dalam kemewahan dan

kemaksiatan serta tidak ada kemajuan untuk berjuang. Fase ini adalah fase

kerentanan yang akhirnya sampai pada suatu titik yang disebut ajal, dan

sejak itu hancurlah umat atau kerajaan tersebut.17

15 Ibn Khaldun, Muqaddimah penerj. Ahmadie Thoha ( Jakarta: Penerbit Pustaka

Firdaus, 2011), h. 71. 16 Khaldun, Muqaddimah, h. X. 17

Khaldun, al-Muqaddimah, h.134-135

Page 37: PENAFSIRAN (BANGSA) DALAM - N PEMBACAAN MU AMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40388/1/MUHAMAD... · A. Latar Belakang Masalah Kata bangsa dalam bahasa Arab

23 23

2. Teori Modern

2.1 Teori Bangsa Menurut Ernest Renan

Menurut Renan (w. 1892 M) bangsa itu adalah satu jiwa yang

melekat pada sekelompok manusia yang merasa dirinya bersatu, karena

mempunyai nasib dan penderitaan yang sama di masa lampau dan

mempunyai cita-cita yang sama di masa depan.18

Renan tidak menyinggung-nyinggung persamaan ras, keturunan,

agama, bahasa, tradisi politik sebagai syarat untuk dapat terwujudnya suatu

bangsa melainkan cukup dengan persamaan sejarah dan cita-cita saja.

Seberapa jauh apa yang dikatakan Renan adalah masuk akal, karena

jika kita lihat bangsa Swiss menggunakan tiga bahasa tetapi mereka tetap

merasa satu bangsa, demikian juga bangsa Amerika Serikat tetap merasa

satu bangsa walaupun terdiri dari berbagai ras dan agama.

Ernest Renan mengatakan bahwa Negara kebangsaan adalah jiwa,

satu perinsip spirit. Dua hal yang sebenarnya satu, membentuk jiwa, satu

perinsip spirit itu. Yang satu ialah warisan sejarah yang menjadi kepunyaan

bersama yang kedua persetujuan hakekat mengenai keinginan untuk hidup

bersama dan kemauan untuk selanjutnya meneruskan pusaka bersama

sebaik mungkin.19

2.2 Teori Bangsa Menurut Soekarno

Soekarno (w. 1970 M) sebagai seorang intelektual indonesia yang

aktif berpolitik sejak masa mudanya dan pendiri sebuah partai nasional,

18 Ernest Renan, Apakah Bangsa Itu, penerj. Sunario (Bandung: Penerbit

Alumni,1994),h.51 19

Ahmad Rustandi, Dkk. Islam Marxisme, Liberalisme, Nasionalisme ( Bandung: Jajaran Universitas Islam Nusantara, 1977), h.91.

Page 38: PENAFSIRAN (BANGSA) DALAM - N PEMBACAAN MU AMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40388/1/MUHAMAD... · A. Latar Belakang Masalah Kata bangsa dalam bahasa Arab

24 24

memiliki konsep kebangsaan sendiri. Pada tanggal 1 juni 1945 Soekarno

menyampaikan pidatonya yang sangat bersejarah yang kemudian dikenal

dengan hari lahirnya Pancasila. Dalam pidatonya itu Soekarno mengutip

Renan, bahwa Syarat bangsa ialah kehendak akan bersatu, Orang-orangnya

merasa diri satu, dan mau bersatu.20

Pada waktu itu sebenarnya bukanlah pertama kali Soekarno

menyampaikan konsepnya tentang kebangsaan. Pada tahun 1926 dalam

karyanya yang sangat terkenal “Nasionalisme, Islamisme dan Marxisme”

Soekarno menulis

“...Bangsa itu menurut pujangga ini adalah satu nyawa, satu azas akal, yang terjadi dua hal. Pertama: rakyat itu dulunya harus bersama menjalani satu riwayat. Kedua, rakyat itu sekarang harus mempunyai kemauan, keinginan, hidup menjadi satu. Bukannya jenis (Ras), bukannya bahasa, bukannya agama, melainkan perasaan butuh, bukan pula batas negri yang menjadikan bangsa itu.

21

Dalam karyanya itu, ia juga mengutip pendapat Otto Bauer yang

berpendapat: “bangsa itu adalah suatu persamaan perangai yang terjadi dari

persatuan hal ihwal yang telah di jalani oleh rakyat itu”.22

Walaupun Soekarno mengutip pendapat Otto Bauer yang dekat

dengan pengertian antropologis, tetapi Soekarno dengan tegas membedakan

pengertian antropologis dan bangsa dalam pengertian politik. Soekarno

menulis: “paham ras (jenis) itu adalah suatu paham biologis, sedangkan

nasionaliteit itu suatu paham sosiologis (ilmu pergaulan hidup).23

20 Soekarno, Lahirnya Pancasila. Dalam Mr. Soepardo dkk., Manusia dan

Masyarakat Baru Indonesia, (Civics) (Jakarta: Balai Pustaka, 1962). h. 298. 21 Soekarno, Dibawah Bendera Revolusi ( jakarta: Penerbit Panitya, 1965), h. 2. 22 Soekarno, Di Bawah Bendera Revolusi, h. 3. 23

Soekarno, Di Bawah Bendera Revolusi, h. 7.

Page 39: PENAFSIRAN (BANGSA) DALAM - N PEMBACAAN MU AMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40388/1/MUHAMAD... · A. Latar Belakang Masalah Kata bangsa dalam bahasa Arab

25 25

Soekarno sebenarnya tidak hanya mengutip dari pendapat Renan dan

Bauer, tetapi ia juga mengkritik keduanya dan memberi makna baru

terhadap nasionalisme dengan menambahkan unsur yang ketiga yaitu

hubungan orang dan tempat, yang dengan bahasa populernya yaitu

“patriotisme”.24

Tentang patriotisme, Soekarno menjelaskan:

“Renan menentukan hubungan manusia dengan manusia, yaitu antara keinginan dengan keinginan. Otto Bauer demikian juga, menentukan hubungan nasibnya manusia dengan nasibnya manusia. Tetapi Renan dan Otto Bauer tidak menentukan hubungan manusia dengan bumi. Dimana ia hidup, dimana ia ditumbuhkan, dimana ia menjadi manusia utama, ialah tanah air dan dimana ia kemudian berani membela tanah air yang memberikan kepada ia segala kemungkinan untuk hidup.”

25

Dalam pidato lahirnya pancasila itu, Soekarno mengatakan bahwa

patriotisme itu adalah kecintaan yang didasarkan kepada hubungan gaib

antara manusia dengan bumi.

Dengan demikian ia berpendapat bahwa nasionalisme itu dalam

hakikatnya mengecualikan segala pihak yang tak ikut mempunyai keinginan

hidup menjadi satu dengan rakyat.

Bagi Soekarno, bangsa, kebangsaan atau nasionalisme dan tanah air

merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat di pisahkan Ia memandang

semuanya sebagai “ibu Indonesia” yang memberikan seluruh isi alamnya

buat hidup kita semua.26

24 Ruslan Abdulgani, Nation and Character Building Republik Indonesia (jakarta:

Seksi Penerangan KOTI, 1965), h. 12. 25 Soekarno, Di Bawah Bendera Revolusi, h. 12. 26

Nazaruddin Syamsuddin, Soekarno, Pemikiran Politik dan Kenyataan Praktek (Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 1993), h. 38.

Page 40: PENAFSIRAN (BANGSA) DALAM - N PEMBACAAN MU AMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40388/1/MUHAMAD... · A. Latar Belakang Masalah Kata bangsa dalam bahasa Arab

26 26

C. Bangsa (Syu‟ȗb) dalam al-Qur‟ān

1. Tafsir Qs. al-Hujrat Ayat 13

a. Teks dan Terjemah

Artinya: “Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal- mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal”(Qs. al- Hujrat/49:13).

27

b. Asbab Nuzul

Salah satu upaya memahami al-Qur‟ān adalah dengan meninjau serta

mempelajari asbab an-nuzulnya. Dengan pemahaman asbab an-nuzul ini

maka seorang penafsir atau peneliti al-Qur‟ān akan lebih proporsional dan

kontekstual dalam analisanya.

Asbab an-Nuzul adalah sesuatu hal yang karenanya al-Qur‟ān

diturunkan untuk menerangkan status hukumnya, pada masa hal itu terjadi,

baik berupa peristiwa maupun pertanyaan.28

Tetapi tidak berarti bahwa

setiap ayat al-Qur‟ān ada asbab nuzulnya karena tidak semua ayat al-Qur‟ān

turun karena suatu peristiwa kejadian atau pertanyaan. Ada di antara ayat al-

Qur‟ān yang diturunkan sebagai permulaan, tanpa sebab mengenai aqidah,

iman, kewajiban Islam, dan syari‟at Allah dalam kehidupan pribadi dan

27 Kementerian Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemah (Jakarta: PT. Citra Kharisma

Bunda, 2009),h. 744. 28

Manna Khalil Qattan, Mabahits fi Ulumil Qur‟an (Studi Ilmu-Ilmu al-Qur‟an), terj. Muzakir AS (Jakarta: Pustaka Litera Antar Nusa, 2000), cet V, h. 100.

Page 41: PENAFSIRAN (BANGSA) DALAM - N PEMBACAAN MU AMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40388/1/MUHAMAD... · A. Latar Belakang Masalah Kata bangsa dalam bahasa Arab

27 27

sosial.29

Al-Ja‟bari menyebutkan al-Qur‟ān diturunkan dalam dua kategori:

yang turun tanpa sebab dan yang turun karena suatu peristiwa atau

pertanyaan.30

Dapat di katakan bahwa tidak semua ayat yang ada di dalam

al-Qur‟ān ada asbab Nuzulnya melainkan ayat ayat tertentu saja yang

terdapat asbab an-nuzulnya.

Dalam suatu riwayat ayat ini (Qs al-Hujrāt/49:13) turun ketika fathu

Mekkah, Bilal naik ke atas ka‟bah dan adzan. Berkatalah beberapa orang

“Apakah pantas budak hitam adzan di atas Ka‟bah ?”. Maka berkatalah

yang lainnya: “sekiranya Allah membenci orang ini, pasti Allah

menggantinya”. Ayat ini (Qs. al-Hujrat:13) turun sebagai penegas bahwa

dalam Islam tidak ada diskriminasi, dan yang paling mulia adalah yang

paling takwa.31

c. Tafsir Ayat

1. Tafsir Klasik-Pertengahan

Pada kitab Tafsir Jami‟ al-Bayȃn an-Ta‟wȋl Ayi al-Qur‟ān karya Abu

Ja‟far Muḥammad Bin Jarir ath-Thobari (w. 310 H) dalam surat al-Hujrat

ayat 13, Ia menafsirkan bahwasanya Allah telah menciptakan manusia dari

seorang laki-laki (yakni Adam), dan seorang Perempuan (yakni Hawa),

kemudian menjadikan umat manusia berpecah-pecah menjadi bangsa-

bangsa.32

29 Manna Khalil Qattan, Mabahits fi Ulumil Qur‟ȃn (Studi Ilmu-Ilmu al-Qur‟an),

terj. Muzakir AS (Jakarta: Pustaka Litera Antar Nusa, 2000), cet V, h. 109. 30

Al-Itqan, jilid 1, h.28. 31

Qamaruddin Shaleh, Asbabun Nuzul: Latar Belakang Historis Turunnya Ayat- Ayat Al-Qur‟an (Bandung: CV. Diponogoro, 1996), h. 475. 32

Abu Ja‟far Muhammad Bin Jarir ath-Thȃbari, Tafsir Jami‟ al-Bayȃn an-Ta‟wȋl Ayi al- Qur‟ān (Beirut: Dar al-Kutb al-„Alamiyyah,1994), juz.23 h. 767.

Page 42: PENAFSIRAN (BANGSA) DALAM - N PEMBACAAN MU AMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40388/1/MUHAMAD... · A. Latar Belakang Masalah Kata bangsa dalam bahasa Arab

28 28

Maksud dari bangsa-bangsa disini menurut al-Thābari adalah sebagian

ada yang ber-nasab dengan yang jauh sebagian lainnya dengan nasab yang

dekat. Orang yang bernasab yang jauh adalah bangsa-bangsa (satu bangsa),

sebagai contoh orang yang bernasab dekat adalah bangsa Mundhar dan

bangsa Rabi‟ah. Sedangkan orang yang bernasab dengan nasab yang dekat

adalah warga qabilah atau bisa di sebut suku. Seperti suku Tamim dan

Rabi‟ah.33

Sedangkan menurut Ibn katsīr (W. 1372 M.) dalam tafsir Ibn katsīr, Ia

menafsirkan bahwasanya Allah mengabarkan kepada manusia bahwasanya

Allah menciptakan mereka (manusia) dari satu jiwa, yakni Adam dan Hawa.

Kemudian menjadikan mereka syu‟ūb (berbangsa-bangsa). Ibn Katsir

menjelaskan bahwasanya syu‟ūb lebih umum dari qabilah atau disebut

dengan clan non Arab, sedangkan qabilah adalah clan Arab.34

2. Tafsir Modern

Dalam kajian surat al-Hujrāt ayat 13 ini, kitab tafsir al-Maraghi

karya Ahmad Musthafa bin Muḥammad bin Abdul Mun‟im al-Maraghi (w.

1952 M) menjelaskan bahwa ای أیاھ اانلس إان لخقمكان نم ذرك اونىث hai manusia,

sesungguhnya kami telah menciptakan kalian dari adam dan hawa. Maka

kenapa kamu saling mengolok-olok sesama kamu, sebagian kamu mengejek

sebagian yang lainnya, padahal kalian bersaudara dalam nasab dan sangat

33

Abu Ja‟far Muhammad Bin Jarir ath-Thȃbari, Tafsir Jami‟ al-Bayȃn an-Ta‟wȋl

Ayi al-Qur‟ān (Beirut: Dar al-Kutb al-„Alamiyyah,1994),Juz 23 h. 768. 34

Syaikh Ahmad Syakir, Mukhtashar Tafsir Ibnu Katsir (Jakarta, Darus Sunnah, 2014). h. 96.

Page 43: PENAFSIRAN (BANGSA) DALAM - N PEMBACAAN MU AMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40388/1/MUHAMAD... · A. Latar Belakang Masalah Kata bangsa dalam bahasa Arab

29 29

mengherankan bila saling mencela sesama saudaramu atau saling mengejek,

atau panggil memanggil dengan gelar yang jelek.35

Al-Maraghi dengan mengutip riwayat dari Abu Ubaidah

menceritakan bahwa tingkatan keturunan yang dikenal bangsa Arab ada

tujuh, yaitu: (1) syab (2) Qabilāh, (3) Imārah, (4) bat, (5) Fakh, (6) fasīlat,

(7) Asyirah. Masing-masing tingkatan tersebut tercakup dalam tingkatan

sebelumnya. Artinya, beberapa Qabīlah berada di bawah Sya‟b, Imarah di

bawah Qabīlah, Bat di bawah Imarah, fakh di bawah bath, dan seterusnya.36

Lebih jauh lagi, Al-Maraghi memberikan contoh khuzaimah adalah

Syu‟b, sedangkan Kinānah adalah Qabīlah, Quraisy adalah Imarah, Qusyai

adalah bat, „Abd Manāf adalah Fakh, Hasyim adalah Fashilah, dan al-„Abas

adalah Asyīrah.37

Sedangkan dalam tafsir fi Ẓilȃlil Qur‟ȃn karya Sayyid Qutb (W.1966

M ). Beliau tidak terlalu berkomentar tentang akar kata di dalam ayat Al-

Qur‟ān. Beliau hanya menafsirkan surat Qs al-Hujrāt/49:13 secara isi pokok

kandungan di dalam ayat. Menurutnya tujuan dijadikanya kamu berbangsa-

bangsa dan bersuku-suku adalah bukan untuk saling menjanggal dan

memusuhi, melainkan untuk saling mengenal dan hidup harmonis.

Perbedaan bahasa, warna kulit, watak, akhlak, potensi, dan kesiapan,

merupakan perbedaan yang tidak mesti berujung pada perselisihan dan

perpecahan. Selanjutnya, sayyid Qutb menuntut kerjasama untuk memikul

semua tugas dan memenuhi semua kebutuhan. Warna kulit, ras, bahasa,

35

Ahmad Musthofa al-Maraghi, Tafsir al-Marȃghi, terj. Anshori Umar Sitanggal

(Semarang: Toha Putra, 1993), cet. 3. H. 236. 36

Ahmad Musthofa al-Maraghi, Tafsir al-Marāghi (Mesir: Musthafa al-Bābi al- halabi, 1394/1979), juz XXVI, h.235.

37 Al-Marāghi, Tafsir al-Maraghi. h. 235

Page 44: PENAFSIRAN (BANGSA) DALAM - N PEMBACAAN MU AMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40388/1/MUHAMAD... · A. Latar Belakang Masalah Kata bangsa dalam bahasa Arab

30 30

tanah air dan lainnya tidak punya nilai didalam timbangan Allah. Yang ada

hanya satu timbangan yang dengannya nilai-nilai di tetapkan dan keutamaan

manusia di ketahui.38

D. Kajian Bangsa (Syu‟ȗb) dalam Pemikir Islam

Pada mulanya masyarakat Islam terdiri dari masyarakat orang-orang

mukmin di kota Makkah. Setelah melampaui perjuangan yang pahit dan

berkepanjangan, penganut-penganut Nabi Muhammad hijrah ke Yastrib,

Nabi Muḥammad berhasil menegakkan sebuah negara politik Islam yang

pertama. setelah nabi Muḥammad wafat, bentuk negara ini kemudian

dikenal sebagai kekhalifahan.

Sebelum kedatangan Islam orang-orang Arab tidak mengenal

konsep negara. Konsep ini bersumber dari pemikiran baru dan sangat

berbeda dari konsep-konsep semacamnya yang telah ada pada masa itu.

Negara Madinah tidak berdasarkan batas-batas geografis, ras, wana kulit,

atau nasionalitas. Negara ini mewakili kehendak bersama dari sebuah

masyarakat penganut Islam yang terorganisir dan tidak mengenal klan, suku,

dan nation yang disebut ummah. Ummah yang menegakan negara ini pada

hakikatnya bersifat supranasional dan satu-satunya kekuatan pemersatu

umat manusia yang berbeda-beda didalam tradisi, adat kebiasaan, ras, dan

nasionalitas adalah wahyu Allah yang disampaikan kepada mereka melalui

Nabi-Nya, yaknu Muḥammad Saw.39

Menurut al-Gozali, manusia adalah mahluk sosial yang tidak dapat

hidup tanpa bantuan orang lain. Di sinilah perlunya mereka hidup

38 Sayyid Qutb, Tafsir fi Ẓilȃlil Qur‟ȃn (Kairo: Darusy Syuruq, 1982), h. 288. 39

Qamaruddin Khan, Pemikiran Politik Ibnu Taimiah (Bandung, Penerbit Pustaka, 1971), h. 171.

Page 45: PENAFSIRAN (BANGSA) DALAM - N PEMBACAAN MU AMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40388/1/MUHAMAD... · A. Latar Belakang Masalah Kata bangsa dalam bahasa Arab

31 31

bermasyarakat dan bernegara. Namun demikian, lanjut al-Gozali, hidup

bermasyarakat bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan praktis duniawi,

melainkan juga untuk persiapan bagi kehidupan akhirat kelak..40

Menurut Quraish Shihab dalam mengkaji ayat tentang kebangsaan,

beliau lebih berpendapat kata bangsa yang lebih pantas untuk dipergunakan

oleh kitab suci al-Qur‟ān adalah kata Qaum dan Qaumiyah. Karna qaum dan

qaumiyah sering di pahami dengan arti bangsa dan kebangsaan. Kebangsaan

Arab dinyatakan oleh orang-orang arab dewasa ini dengn istilah Al-

Qaumiyāh al-Arabiyah.41

Paham kebangsaan adalah sesuatu yang bersifat

abstrak, tidak dapat di sentuh; bagaikan listrik, hanya diketahui gejala dan

unsur bukti keberadaannya, namun bukan unsur-unsurnya.

Menurut Quraish Shihab, ada beberapa unsur yang mendasari paham

Kebangsaan, yaitu: Pertama, Persatuan dan kesatuan. Kedua, asal

keturunan. Ketiga, bahasa. Keempat, Adat istiadat. Kelima, sejarah. Dan

keenam, cinta tanah air.42

Sementara Hamka menjelaskan bahwa terjadi berbagai bangsa,

suku, dan sampai kepada perincian yang lebih kecil, bukanlah mereka agar

bertambah lama bertambah jauh, melainkan supaya mereka saling

mengenal. Kalau kita perhatikan dengan seksama adakah menjadi

peringatan yang lebih dalam lagi bagi manusia yang silau matanya karena

terpesona urusan kebangsaan dan kesukuan sehingga mereka lupa bahwa

keduanya itu gunanya bukan untuk membanggakan suatu bangsa kepada

40

Muhammad Iqbal, dan Amin Husein Nasution, Pemikiran Politik Islam (Jakarta:

Kencana Prenada Media Group, 2013), h. 29. 41

M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur‟an (Jakarta: PT. Mizan Pustaka, 2013),h.436.

42Quraish Shihab, Wawasan al-Qur‟an.h. 429.

Page 46: PENAFSIRAN (BANGSA) DALAM - N PEMBACAAN MU AMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40388/1/MUHAMAD... · A. Latar Belakang Masalah Kata bangsa dalam bahasa Arab

32 32

bangsa yang lain. Kita di dunia bukan untuk bermusuhan, melainkan untuk

saling kenal mengenal dan hidup berbangsa-bangsa, bersuku-suku bisa saja

menimbulkan permusuhan dan pepeerangan, karena orang telah lupa

kepada nilai ketakwaan.43

Dapat di tarik suatu benang merah bahwa bangsa dalam pemikir

Islam tidak terlepas dari suatu generasi dan komunitas yang mempunyai

misi dan sejarah yang sama.

43 Hamka, Tafsir Al-Azhar (Jakarta, Pustaka Panjimas, 1988), cet I. h. 208-210.

Page 47: PENAFSIRAN (BANGSA) DALAM - N PEMBACAAN MU AMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40388/1/MUHAMAD... · A. Latar Belakang Masalah Kata bangsa dalam bahasa Arab

BAB III

MUḤAMMAD SYAHRȖR: RIWAYAT HIDUP DAN PEMIKIRAN

A. Riwayat Hidup

1. Pendidikan dan Karir

Muḥammad Syahrȗr sebagai pemikir muslim reformis-moderat1

yang menguasai bahasa Inggris dan bahasa Rusia, selain bahasa ibunya

sendiri, bahasa Arab. Dilahirkan di Salihiyyah Damaskus, Syiria, pada 11

maret 1938.2

Oleh orang tuanya dikirim bukan pada pondokan (Kuttab) atau

sekolah keagamaan lokal (madrasah), tetapi justru ia menjalani pendidikan

dasar dan menengahnya yakni ibtidai‟yyah, i‟dadiyyah, dan tsanawiyyah

diselesaikan di lembaga pendidikan „Abd al-Rahman al-Kawakib3

di

Kalmidan, tepatnya di pinggir kota sebelah selatan Damaskus yang berada

di luar batas dinding kota tua.4

Tamat pada tahun 1957. Ayahnya bernama

Dayb Ibn Dayb (almarhum) dan ibunya Siddiqah Bint Salih Filyûn

(almarhum). Syahrȗr menikah dengan „Azizah (al-marhum). Dari

pernikahan tersebut dikaruniai lima orang anak, yaitu Tariq (menikah

dengan Rihab), al-Lais ( menikah dengan Uligha), Basul (menikah dengan

1 Menurut Hasan Hanafi, Muhammad Syahrȗr, dan Muhammad Imarah, pemikiran

Islam Arab dapat dipetakan menjadi tiga. Pertama, aliran konservatif (sebagian orang

menyebutkan tradisional-konservatif), ciri yang menonjol dari aliran ini adalah berpegang

ketat secara tekstulis-literalis terhadap warisan pemikiran masa lalu (turas) dan cenderung

anti kemoderenan. Kedua, aliran progresif-skularis, aliran ini menyerukan skularisme,

modernisme, dan menolak semua warisan Islam, serta sikapnya yang “membeo” (taklid)

terhadap barat. Ketiga, aliran reformis-moderat, aliran ini menjadi sintesa kreatif dari dua

aliran sebelumnya, aliran ini mengajak umat Islam untuk kembali ke al-Qur‟an (dengan

membaca al-Qur‟an secara kontekstual dan berorientasi kepada masa depan), dan menerima

modernitas sejauh ia membawa kemaslahatan bagi umat. Lihat, Abdul Mustaqim,

Epistimologi Tafsir Kontemporer, h. 111-113. 2

Muhammad Syahrȗr, Dialektika Kosmos dan Manusia: Dasar-Dasar

Epistimologi Qur‟ani, trj. M. Firdaus (Bandung: Nuansa Cendikia, 2004), h. 5. 3

Masduki, “Usaha Pembaruan Ushul Fiqh Muhammad Syahrȗr,” al-Qalam, Vol.

25, No. 1 (Januari-April), h. 109 4 Abdul Mustaqim, Epistimologi Tafsir Kontemporer, h.94.

33

Page 48: PENAFSIRAN (BANGSA) DALAM - N PEMBACAAN MU AMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40388/1/MUHAMAD... · A. Latar Belakang Masalah Kata bangsa dalam bahasa Arab

34 34

Rosya), Masun (menikah dengan Ala), dan Rima (menikah dengan Lu‟ay).

Sedangkan cucu-cucu Syahrȗr diantaranya: Muḥammad, Sami, Kinan,

Yasmin, Hasyim dan Romi.5

Syahrȗr melanjutkan studinya dalam bidang teknik sipil (handasah

madaniyyah) di Saratow, dekat Uni Soviet (sekarang Rusia), pada maret

1957 atas beasiswa pemerintah setempat6

hingga berhasil meraih gelar

Diploma dalam teknik sipil pada tahun 1964.7

Selanjutnya, pada tahun 1968

oleh pihak Universitas ia dikirim ke Universitas College Irlandia di Dublin

untuk memperoleh gelar Magister dan Doktoralnya dalam spesialisasi

Mekanika Pertahanan dan Fondasi, hingga memperoleh gelar Master of

Science pada tahun 1969 dan gelar doktornya pada tahun 1972.8

Selanjutnya

ia kembali ke Syiria dan bergabung di Universitas Damaskus dan menjadi

mitra sebuah perusahaan teknik sipil.9

Syahrȗr juga mengajar di Fakultas

Teknik Sipil Universitas Damaskus dalam bidang Mekanika Pertahanan dan

Geologi.10

Bersama beberapa rekannya membuka biro Konsultasi Teknik.

Syahrȗr juga pernah menjadi tenaga ahli pada Al-Saud Consult Saudi Arab

pada tahun 1982-1983.11

5 Adreas Christmann, “Bentuk Teks Wahyu Tetap, tetapi kandungannya selalu

berubah: Tekstualitas al-Qur‟an dan Penafsirannya dalam buku al-Kitab wa al-Qur‟an karya

Muhammad Syahrȗr”. Pengantar dalam Muhammad Syahrȗr, Metodologi Fiqih Islam

Kontemporer, terj. Sahiron Syamsuddin dan Burhanuddin (Yogyakarta: Tiara Wacana,

2002), h.19. 6 Abdul Mustaqim, Epistimologi Tafsir Kontemporer, h. 92. 7

Muhadz Ali Jidzar, “Studi Pemikiran Konsep Sunnah Menurut Muhammad Syahrȗr: Sebagai Metode Istinbat Hukum Islam,” (Skripsi S1 Fakultas Syari‟ah, IAIN

Walisongo Semarang, 2011), h.34. Lihat juga, Syahrȗr, Taifif Munabi al-Irhab (Beirut: al-

Ahali, 2008), h. 19. 8

Christmann, “Bentuk teks Wahyu Tetap, tetapi kandungannya selalu Berubah: Tekstualitas dan Penafsirannya dalam al-Kitab wa al-Qur‟an Karya Muhammad Syahrȗr”, h.19.

9 Abdul Mustaqim, Epistimologi Tafsir Kontemporer, h. 94. 10 Masduki, “Usaha Pembaharuan Ushul Fiqih Muhammad Syahrȗr,” h.109. 11

Muhammad Syahrȗr, Dialektika Kosmos dan Manusia, h.5.

Page 49: PENAFSIRAN (BANGSA) DALAM - N PEMBACAAN MU AMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40388/1/MUHAMAD... · A. Latar Belakang Masalah Kata bangsa dalam bahasa Arab

35 35

Pada tahun 1995, Syahrȗr pernah diundang menjadi peserta

kehormatan dan terlibat dalam debat publik mengenai pemikiran keIslaman

di Libanon dan Maroko. Meski dasar pendidikan Syahrȗr adalah teknik,

namun hal ini bukan berarti bahwa ia sama sekali tidak mempunyai

perhatian terhadap wacana pemikiran keIslaman. Di kemudian hari sejarah

mencatat bahwa Syhrȗr akhirnya tertarik untuk mengkaji al-Qur‟ān dan

Hadis secara lebih serius dengan cara pendekatan filsafat bahasa dan

dibingkai dengan teori ilmu eksaktanya, bahkan ia juga menulis buku dan

artikel tentang pemikiran keIslaman.

Perhatian Syahrȗr tentang kajian ilmu keIslaman sebenarnya telah

dimulai sejak berada di Dublin, Irlandia pada tahun 1970-1980 ketika

mengambil program magister dan doktor dalam bidang teknik sipil

(handasah al-madaniyyah) di Universitas Negri Irlandia. Disamping itu,

peranan temannya, Doktor Ja‟far Dik al-Bȃb juga sangat besar. Berkat

pertemuanya dengn Ja‟far pada tahun 1958 dan 1964, Syahrȗr dapat belajar

banyak tentang ilmu-ilmu bahasa (linguistik).12

Sejak itu, Syahrūr mulai

menganalisa ayat-ayat al-Qur‟ān dengan pendekatan baru. Setelah itu ia

mulai bergelut dan mendalami bidang linguistik, termasuk filologi, dan

menyalami beberapa pandangan-pandangan tokoh kenamaan seperti al-

Farā‟, Abū „Alī al-Fārisī, Ibn Jinni hingga Abd Qāhir al-Jurjāni.13

Dari tokoh-tokoh ini Syahrȗr mengetahui bahwa ucapan adalah

sarana pengungkapan makna dan dia menemukan linguistik Arab tidak

12 Muhammad Syahrȗr, Al-Kitab wa al-Qur‟an; Qirȃ‟ah mu‟ȃshirah (Syiria:

Syirkah al-Mathbu‟ah, 2000), h. 46-47. 13

Muḥamad Syahrūr, al-Islam wa al-Iman: Manzhumah al-Qiyām. Penejemah, M. Zaid Su‟di (Yogyakarta: IRCisoD, 2015), h.6.

Page 50: PENAFSIRAN (BANGSA) DALAM - N PEMBACAAN MU AMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40388/1/MUHAMAD... · A. Latar Belakang Masalah Kata bangsa dalam bahasa Arab

36 36

memiliki konsep sinonim (Muradif).14

Selain itu juga antara nahwu dan

balaghah tidak bisa dipisahkan, sehingga menurutnya, selama ini telah

terjadi kerancuan dan kesalahan fatal dalam pengajaran bahasa Arab di

berbagai sekolahan dan universitas.

Syiria, negara di mana Syahrȗr dilahirkan, adalah sebuah negara

yang mayoritas penduduknya adalah muslim. Seperti umumnya yang

dialami negara-negara Timur Tengah, Syiria juga pernah menghadapi

problema modernitas, khususnya benturan keagamaan dengan gerakan

modernitas Barat. Problema ini muncul karena disamping Syiria pernah

diinvasi oleh Prancis, juga dampak dari gerakan modernisasi Turki, dimana

Syiria pernah menjadi bagian dari dinasti Utsmaniyah di Turki. Problema ini

pada gilirannya memunculkan tokoh-tokoh semisal Jamaluddin al-Qasimi

(1866-1914) dan Thahir al-Jazairi (1852-1920) yang berussaha

menggalakakan reformasi keagamaan di Syiria.

Gagasan al-Qasimi ini selanjutnya diteruskan oleh Thahir al-Jazairi

beserta teman-temannya. Dan kali ini gagasan lebih mengarah pada upaya

untuk memajukan bidang pendidikan. Dari sinilah kemudian akan terlihat

bahwa iklim intelektual di Syiria setingkat lebih maju ketimbang negara-

negara muslim Arab lainnya yang masih memberlakukan hukum Islam

positif secara kaku, terutama dalam hal kebebasan berpendapat. Angin segar

bagi tumbuhnya imperium pemikiran di negara Syiria lebih nyata dan

menjanjikan ketimbang di negara-negara Arab lainnya. Sehingga lantaran

itu pulalah mengapa orang-orang liberal seperti Syahrȗr dapat hidup dengan

61.

14 Muhammad Syahrȗr, Prinsip Dasar Hermeneutika al-Qur‟an Kontemporer, h.

Page 51: PENAFSIRAN (BANGSA) DALAM - N PEMBACAAN MU AMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40388/1/MUHAMAD... · A. Latar Belakang Masalah Kata bangsa dalam bahasa Arab

37 37

leluasa di Syiria setelah mengemukakan ide-ide kreatifnya yang bagi banyak

negara muslim lainnya menjadi sangat terlarang dan tidak berhukum.

Dilihat dari latar belakang pendidikannya, secara formal Syahrȗr

belum pernah menempuh studi dalam bidang keIslaman. Namun Syahrȗr

belajar secara non formal dan otodidak tentang kajian keIslaman khususnya

dalam bidang penafsiran al-Qur‟ān. Hal ini dilakukan selama puluhan tahun.

Pemikiran-pemikiran tentang keIslaman perlu diapresiasi dengan kritis

untuk memperkaya khazanah keilmuan di dunia Islam.

2. Karya-Karya

Syahrȗr adalah seorang pemikir yang produktif, hal itu terbukti

dengan banyaknya tulisan yang dipublikasikan olehnya. Tulisannya tidak

hanya terkait dengan bidang spesialisasinya, tehnik fondasi bangunan, tetapi

juga tentang wacana keagamaan yang didefinisikan olehnya sebagai seri

“Qirȃ‟ah Mu‟ȃṣirah” yang semuanya diterbitkan oleh Dar al-Ahali li al-

Tibā‟ah wa al-Nasyr wa al-Tawzī‟. Damaskus, Syiria. kita dapat

menyaksikan karya-karya beliau diantaranya, ialah:

1) Di bidang tehnik antara lain:

a. Handasah al-Asasiyah (Tehnik Fondasi Bangunan) tiga

volume.

b. Handasah al-Turȃbiyah (Tehnik Pertahanan).

2) Di bidang keIslaman antara lain:

a. Al-Kitȃb wa al-Qur‟ān: Qira‟ah Mu‟ȃṣirah (1990)15

15 Tiga bab dari buku ini telah diterjemahkan dan diterbitkan ke dalam bahasa

Indonesia. Bab pertama buku ini telah diterjemahkan oleh Sahiron Syamsuddin dan

Burhanuddin dengan judul Prinsip dan Dasar Hermeneutika al-Qur‟an Kontemporer

(Yogyakarta: Elsaq Press, 2004). Dan bab kedua diterjemahkan oleh M. Firdaus dengan

Page 52: PENAFSIRAN (BANGSA) DALAM - N PEMBACAAN MU AMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40388/1/MUHAMAD... · A. Latar Belakang Masalah Kata bangsa dalam bahasa Arab

38 38

b. Dirȃsah Islȃmiyah mu‟ȃṣirah fi al-Daulah wa al-

Mujtama‟ (1994)16

c. Al-Islȃm wa al-Imȃn: Manẓȗmat al-Qiyȃmah (1996)17

d. Naḥw Uṣȗl Jadȋdah lil Fiqh al-Islȃmi; Fiqh al-Mar‟ah

(2000).18

e. Taifif Manȃbi‟ al-Irhȃb.19

Setelah terbit, al-Kitȃb wa al-Qur‟ān: Qirȃ‟ah Mu‟ȃṣirah

mengalami sukses luar biasa dan dinilai sebagai salah satu buku terlaris

(BestSeller) di Timur Tengah. Terbukti, buku tersebut terjual kurang lebih

20.000 eksemplar.20

Bahkan, Sultan Qaboos di Oman mendistribusikan

buku tersebut dikalangan para mentrinya dan merekomendasikan mereka

untuk membacanya. Para sarjana non muslim semisal Wael B. Hallaq, Dale

judul Dialektika Kosmos dan Manusia Dasar-dasar Epistimologi Qur‟ani (Bandung:

Nuansa, 2004). Sedangkan bab ketiganya telah diterjemahkan oleh Sahiron Syamsuddin

dan Burhanuddin Dzikri dengan judul Prinsip dan Dasar Hermeneutika Hukum Islam

Kontemporer (Yogyakarta: Elsaq, 2007). 16

Buku ini berisi tentang tema sosial politik ysng terkait dengan masyarakat dan Negara. Buku ini juga telah diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia oleh Saifuddin Zuhri dan Badrus Samsul Fata dengan judul Tirani Islam Genealogi Masyarakat dan Negara

(Yogyakarta: Lkis, 2003). 17

Pada buku ini Syarur berusaha mendengkontruksi tentang konsep klasik akan rumusan rukun Islam dan rukun iman berdasarkan al-Qur‟an yang lebih mengarah kepada makna universalitan Islam yang inklusif dalam konstalasi global. Dan ia juga membahas tentang Islam dan politik. Buku ini telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh M. Zaid Su‟di dengan judul Islam dan Iman Aturan-Aturan Pokok (Yogyakarta: Jendela, 2002).

18 Buku ini lebih sebagai penekanan proyek hermeneutika al-Qur‟annya. Serta ia

mengembangkan teori tersebut terutama yang berkaitan dengan metodologi Fiqh Islam Kontemporer. Buku ini telah diterjemahkan oleh Sahiron Syamsuddin dan Burhanuddin dengan judul metodologi Fiqh Islam Kontemporer (Yogyakarta: Elsaq, 2004).

19 Buku ini menjelaskan term-term atau kunci yang digunakan Muhammad

Syahrȗr dalam buku-buku Sebelumnya. Seperti, Tanzil Hakim, umm Kitab, al-Furqon dan

lainnya. Ia juga mengulas tentang masalah jihad dan perang (Qital), Amar ma‟ruf Nahi

Munkar, serta masalah maqasidu syari‟ah. 20

Sahiron Samsuddin, “metode Intratekstualitas Muhammad Syahrȗr Penafsiran al-Qur‟an”, dalam Abdul Mustakim dan Sahiron Samsuddin (Ed), Studi al-Qur‟an kontemporer; Wacana Baru berbagai metodologi tafsir, (Yogyakarta: Tiara Wacana 2002), cet.1. h.133.

Page 53: PENAFSIRAN (BANGSA) DALAM - N PEMBACAAN MU AMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40388/1/MUHAMAD... · A. Latar Belakang Masalah Kata bangsa dalam bahasa Arab

39 39

F. Eickelman, dan Peter Clark. Mengemukakan kekagumannya terhadap

pemikiran Muḥammad Syahrȗr yang kreatif dan inovatif.21

Pada Tahun 1999, Syahrȗr menerbitkan sebuah Booklet berjudul

Masru‟ Mitsȃq al-„Amal al-Islami yang dimaksudkan sebagai pedoman bagi

gerakan kebangkitan Islam (The Revival of Islam ) abad 21. Booklet ini oleh

Dale F. Eckelman dan Ismail Abu Shahadeh di terjemahkan kedalam bahasa

inggris dengan judul Islamist Charter: Proposal For an Islamic

Convenant.22

Disamping tulisan-tulisan Syahrȗr yang terkemas dalam bentuk

buku, Ia juga aktif menulis artikel yang dimuat dalam beberapa majalah,

jurnal maupun wabsitenya sendiri, seperti: “Reading the religious Text: a

New approch”; 23

The Devine Text and Pluralism in Moslem Society.”24

Dalam Muslim Politic Report (14 Agustus 1997); “Appliying The Concept

Of Limit to The Right of Muslim Woman”.25

“The Book And The

Qur‟an”.26” Islam In The 1995 Beijing World Conference on Women”

dalam Kuwait Newspaper;27

“Nahwu I‟adati Tartib Awȃliyat al-Tsaqafah

21 Sahiron Syamsuddin, Metode intelektualitas, h. 133. 22 Ahmad Zaki Mubarok, Pendekatan Strukturalisme Linguistik, h. 147-148. 23

Artikel ini telah diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia oleh Saifuddin Zuhri Quddsy dengan judul Pendekatan Baru dalam Membaca Teks Keagamaan. Dalam Sahiron Syamsuddin, Hermeneutika al-Qur‟an Mazhab Yogya (Yogyakarta: Islamika, 2003), h.

269. 24

Artikel ini telah diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia oleh Muhammad Zaki Husain dengan Judul Teks Ketuhanan dan Pluralisme dalam Masyarakat Muslim. Dalam Sahiron Syamsuddin, Hermeneutika al-Qur‟an, h.255.

25 Zaki Mubarok. Pendekatan Strukturalisme, h.148.

26 Artikel ini meerupakan kumpulan pokok-pokok produk pemikiran Syahrȗr yang

di edit oleh pihak Islam21.org. adapun sub judul yang termasuk dalam artikel ini adalah The Nature Of The Book, The Stright Petch, Quranic Limit, Women‟s Dress Code, Interes (Riba), dan What‟s Greater Than Salat?, Lihat Zaki Mubarak, Pendekatan Strukturalisme, h. 188.

27 Artikel ini telah diedit oleh Charles Kurzman dalam buku Liberal Islam: A

sourcerbook, dan telah diterjemahkn ke dalam bahasa Indonesia oleh Bahrul Ulum dan Heri

Page 54: PENAFSIRAN (BANGSA) DALAM - N PEMBACAAN MU AMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40388/1/MUHAMAD... · A. Latar Belakang Masalah Kata bangsa dalam bahasa Arab

40 40

al-„Arabiyȃh al-Islȃmiyȃh: Maqalah al-Islȃm wa al-imȃn”;”Haula al-

Qira‟ah al-Mu‟asirah lil Quran”;28

“Ta‟liq ala al-kutub wa al-Maqalat wa

al-Rudud allati Sudirat hawla al-Kitȃb wa al-Qur‟ān: Qira‟ah Mu‟ȃṣirah”.

Tulisan yang terakhir ini merupakan jawaban Muḥammad Syahrȗr terhadap

para pengkritiknya, yang ia sisipkan dalam bukunya yang kedua Dirasat

Islȃmiyȃh Mu‟ȃṣirah fi al-Daulȃh wa al-Mujtama‟.29

B. PEMIKIRAN MUḤAMMAD SYAHRȖR

1. Kajian Islam

Muḥammad Syahrȗr mengkritik konservatisme pemikiran Islam dan

berusaha untuk mendekonstruksi hegemoni pemikiran klasik yang masih

tertanam kuat dalam pengetahuan dan kesadaaran umat Islam. Sebab, nalar

klasik dengan segala karya yang telah dihasilkannya bukanlah produk

pemikiran yang semuanya bersifat sakral dan harus diterapkan dalam segala

ruang dan waktu. Hal ini disebabkan antara lain karena ada perbedaan jarak

waktu yang terlampau jauh antara dulu dan sekarang. Disamping itu juga

karena sebagian produk pemikiran klasik ada juga yang dirasakan sudah

kurang relevan dengan konteks sekarang, sehingga jika tidak dikaji ulang

secara kritis akan membahayakan masa depan umat Islam itu sendiri. Oleh

karena itu, dengan lantang ia menyerukan kepada segenap umat Islam untuk

mengkaji kembali pemikiran keIslaman selama ini sampai keakar-akarnya

Junaidi dengan judul Wacana Islam Liberal Pemikiran Islam Kontemporer Tentang Isu-Isu

Global (Jakarta: Paramadina, 2001) 28 Zaki Mubarak, Pendekatan Strukturalisme, h. 148. 29

Tulisan ini juga telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Burhanuddin Dzikri dengan judul “Mereka mengkritik Syahrȗr Menjawab” dan diikut

terbitkan dalam bagian catatan akhir buku Muhammad Syahrȗr, Prinsip dan Dasar

Hermeneutik, h. 289-306.

Page 55: PENAFSIRAN (BANGSA) DALAM - N PEMBACAAN MU AMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40388/1/MUHAMAD... · A. Latar Belakang Masalah Kata bangsa dalam bahasa Arab

41 41

yang paling dalam, yaitu sistem pemikiran (episteme) yang selama ini dianut

oleh umat Islam.30

Persoalan mendasar yang memunculkan kegelisahan Muḥammad

Syahrȗr untuk melakukan kajian keIslaman secara komprehensif dapat

dibedakan dalam dua dimensi yang saling terkait, yaitu realitas masyarakat

Islam kontemporer dan realitas doktrin tradisi (turats) dalam Islam. Syahrȗr

melihat bahwa komunitas muslim saat ini masih terpolarisasi dalam dua

kubu, yaitu:

Pertama, kelompok yang berpegang secara ketat pada arti literal dari

tradisi. Mereka berkeyakinan bahwa warisan tersebut menyimpan kebenaran

absolut. Apa yang cocok untuk komunitas pertama dari orang-orang muslim

di zaman Nabi Muḥammad SAW, juga cocok untuk semua orang muslim di

zaman apapun.

Kedua, kelompok yang cenderung menyerukan sekularisme dan

modernitas serta menolak semua warisan Islam, termasuk al-Qur‟ān sebagai

bagian dari tradisi yang diwarisi, yang hanya menjadi candu bagi pendapat

umum. Bagi mereka, ritual adalah gambar ketidakjelasan. Pemimpin dalam

kelompok ini adalah golongan Marxian, Komunis dan beberapa nasionalis

Arab.31

Menurut Syahrȗr, semua kelompok ini telah gagal memenuhi janji

mereka untuk menyediakan modernitas kepada masyarakatnya. Kegagalan

30

Lihat pengantar buku Muhammad Syahrȗr, Metodologi Fiqih Islam

Kontemporer. Penerjemah Sahiron Syamsuddin (Yogyakarta: elSAQ Press, 2004). 31

Kelompok kedua yang disebutkan oleh Syahrȗr ini belum jelas apakah mereka masih beragama Islam atau tidak. Karena apabila mereka telah benar-benar meninggalkan al-Qur‟an secara keseluruhan maka berarti mereka telah keluar dari Islam.

Page 56: PENAFSIRAN (BANGSA) DALAM - N PEMBACAAN MU AMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40388/1/MUHAMAD... · A. Latar Belakang Masalah Kata bangsa dalam bahasa Arab

42 42

dua kelompok inilah yang kemudian memunculkan kelompok ketiga,

dimana Syahrȗr mengklaim dirinya berada di dalamnya.32

Salah satu kontribusi Syahrȗr dalam kajian Islam kontemporer

adalah teori limit (Naẓariyyah al-Ḥudȗd) yang dibangunnya di atas metode

linguistik. Teori limit ini berdasarkan atas pemahaman terhadap dua istilah,

yaitu al-Ḥȃnif dan al-Istiqȃmah. Al-Ḥȃnif menggambarkan zaman atau

konteks waktu dan sejarah, sedangkan al-Istiqȃmah menggambaarkan

undang-undang atau batasan yang telah ditetapkan oleh Allah SWT. Al-

Ḥȃnif menunjukan dinamika dan gerakan, namun gerakan ini dibatasi

dengan batasan hukum yang telah ditentukan Allah Swt.33

Dengan

demikian, hubungan antara al-Hānif dengan al-Istiqāmah secara

keseluruhan bersifat dialektik, dimana yang tetap dan yang berubah

senantiasa saling terkait. Dialektika adalah kemestian untuk menunjukan

bahwa hukum itu adaptable terhadap konteks ruang dan waktu.

Teori Limit (Naẓariyyah al-Ḥudȗd) dikemukakan Syahrȗr

berlandaskan kepada surāh an-Nisā‟/6; 13-14, penggalan ayat tersebut

adalah “Tilka Hudȗdallȃh” menegaskan bahwa penetapan batas-batas

hukum (ḥudud) menjadi hak Allah semata, sedangkan Muḥammad dalam

hal ini bukanah seorang sari‟ (pembuat hukum) melainkan pelopor ijtihad

dalam Islam.34

Secara umum, teori batas ini menjelaskan bahwa dalam ketentuan

Allah yang disebutkan dalam al-kitab dan al-Sunnah terdapat batas bawah

32 Muhammad Syahrȗr, al-Kitab wa al-Qur‟an: Qira‟ah al-Muashiroh (Syria:

Syirkah al-Mathbu‟ah, 2000), h.34. 33

Syahrȗr, al-Kitab wa al-Qur‟an, h.449. 34

Syahrȗr, al-Kitab wa al-Qur‟an, h. 458

Page 57: PENAFSIRAN (BANGSA) DALAM - N PEMBACAAN MU AMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40388/1/MUHAMAD... · A. Latar Belakang Masalah Kata bangsa dalam bahasa Arab

43 43

dan batas atas bagi seluruh perbuatan manusia. Batas bawah merupakan

batas minimal yang dituntut oleh hukum dalam kasus tertentu, sedangkan

batas atas merupakan maksimalnya. Perbuatan hukum yang kurang dari

batas minimal tidak sah, demikian juga yang melebihi batas maksimal.

Ketika batas-batas ini dilanggar, maka hukuman harus dijatuhkan menurut

proporsi pelanggaran yang terjadi. Jadi manusia dapat melakukan gerak

dinamis dalam batas-batas yang telah ditentukan. Disinilah, menurut

Syahrȗr, letak kekuatan hukum Islam. Dengan memahami teori ini maka

akan dapat dilahirkan banyak ketentuan hukum. Karena itupula maka risalah

Muḥammad SAW dinamakan umm al-kitab karena sifatnya yang hanif

berdasarkan teori batas ini.35

Ada beberapa contoh yang masuk dalam batasan minimal, yaitu

dalam surāh An-Nisȃ‟/6:

35 M Amin Abdullah, Paradigma Alternatif Pengembangan Ushul Fikih dan

Dampaknya Pada Fikih Kontemporer, dalam Ainurrofiq, “Mazhab Yogya; Menggagas

Paradigma Fikih Kontemporer” (Yogyakarta: Ar-Ruz, 2002), h.136.

Page 58: PENAFSIRAN (BANGSA) DALAM - N PEMBACAAN MU AMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40388/1/MUHAMAD... · A. Latar Belakang Masalah Kata bangsa dalam bahasa Arab

44 44

batas minimal dalam pengharaman perempuan-perempuan untuk

dinikahi yang terdiri dari keluarga dan kerabat dekat. Contoh lain pada

surȃh al-Māidah/5:3

Dalam ayat ini Allah menetapkan batas minimal terhadap jenis-jenis

makanan yang dikonsumsi.

Selain itu, contoh yang masuk dalam batasan maksimal, yaitu dalam

surat al-Māidah/5: 38

yang menjelaskan tentang hukuman bagi pencuri. Atau dalam al-

Baqārah/1:178,

Allah menjelaskan bahwa hukuman maksimal bagi pembunuh yang tidak

beralasan adalah hukuman mati.

Page 59: PENAFSIRAN (BANGSA) DALAM - N PEMBACAAN MU AMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40388/1/MUHAMAD... · A. Latar Belakang Masalah Kata bangsa dalam bahasa Arab

45 45

2. Pembacaan Hermeneutika

Pemikiran hermeneutika Muḥammad Syaḥrȗr sejatinya di pengaruhi

dari beberapa aspek. Di antaranya, filsafat proses, metode historis linguistik,

dan juga unsur-unsur dari relativisme dan dialektika Hegel. Namun dari

semua itu, ada dua aspek yang paling nampak dalam pemikiran Syaḥrȗr

ialah filsafat proses dan metode historis linguistik.

Filsafat proses yang menjadi landasan pemikiran hermeneutik

Syaḥrȗr ini tampak ketika Ia membicarakan tentang konsep triodiknya yaitu

al-kaynȗnah (keadaan awal) , al-sairȗrah (keadaan menjadi) dan keadaan

jadi. Filsafati proses beranggapan bahwa segala yang ada dalam dunia ini

selalu berhubungan satu sama lain. Dan semuanya selalu dalam keadaan

berkembang dan dinamis tanpa pernah berhenti. Sebagai kondisi awal

(kaynȗnah). Syahrȗr berpendapat bahwasanya segala wujud yang material.

Segala sesuatu dalam keadaan kondisi awal (kaynȗnah) ini akan menuju

keadaan selanjutnya, yaitu keadaan menjadi atau progress (sayrȗrah)

kemudian keadaan jadi (sharȗrah).36

Dalam hal ini Syaḥrȗr meletakkan

segala sesuatu yang ada di dunia ini dalam posisi awal (kaynunah) termasuk

dalam pembahasan tentang al-Qur‟ān, hal ini berarti al-Qur‟ān beserta

maknanya akan selalu berubah dan berkembang mengikut perkembangan

zaman. Memang Syaḥrȗr tetap beranggapan bahwa teks al-Qur‟ān ialah teks

yang absolut yang mana langsung dari Allah, tetapi makna al-Qur‟ān selalu

berubah mengikuti perkembangan zaman serta bagaimana kondisi

36 Muhammad Syahrur, Nahwa Uṣȗl al-Jadidȃh Lil Fiqh al-Islȃmi (Damaskus: al-

Ahali li at-Thiba‟ah wa an Nasyr wa at Tauzi‟,2000),27.

Page 60: PENAFSIRAN (BANGSA) DALAM - N PEMBACAAN MU AMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40388/1/MUHAMAD... · A. Latar Belakang Masalah Kata bangsa dalam bahasa Arab

46 46

masyarakat yang melikupinya dan interaksi masyarakat terhadap teks al-

Qur‟ān tersebut.

Selain itu, Syaḥrȗr juga terpengaruh oleh dialektika filsafat George

Wilhem Friedrich Hegel (1770-1831). Dalam perkembangannya, istilah

dialektika telah dikenal sebelumnya dan digunakan dalam konteks dan

pengertian yang berbeda-beda oleh setiap tokoh. Orang pertama yang

menggunakan istilah ini sebagai sebuah metode adalah Sokrates. Dalam

pemaknaan klasik Sokrates dialektika diartikan sebagai sebuah metode

untuk menemukan kebenaran dengan jalan dialog. Kemudian pada tahapan

selanjutnya, dialektika ini digunakan oleh Hegel dan dijadikan sebagai teori

untuk menjelaskan sejarah, kemudian pada abad ke-17, Karl Marx

mengambil dialektika Hegel sebagai landasan untuk merumuskan filsafat

matrealismenya.37

Dialektika Hegel mengandung tiga unsur, yaitu: pertama tesis,

adalah ide pertama yang menjadikan preposisi pertama. Yang dari tesis ini

kemudian memunculkan sesuatu yang menjadi lawannya, yaitu antitesis.

Kedua, antitesis, yaitu nagasi dari tesis yang pertama. Ketiga, sintesis yaitu

tesis lain yang muncul setelah terjadinya konflik antara kedua yang

berlawanan yang kemudian menghasilkan sebuah konpromi antara

keduanya. Selanjutnya, sintetis dengan sendirinya kembali menjadi tesis dan

37

Muhammad Syahrur, al-Kitab wa al-Qur‟‟an: Qira‟ah Mu‟ashirah. Penerjemah

M. Firdaus, Epistimologi Qur‟ani: Tafsir Ayat-Ayat al-Qur‟an berbasis Matrealisme,

Dialektika Historis (Bandung: Penerbit Marja, 2015), h. 21.

Page 61: PENAFSIRAN (BANGSA) DALAM - N PEMBACAAN MU AMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40388/1/MUHAMAD... · A. Latar Belakang Masalah Kata bangsa dalam bahasa Arab

47 47

mendapatkan sintetisnya kembali. Dialektika ini menjadi skema tetap bagi

perkembangan alam dan sejarah dalam keseluruhan.38

Dalam hal ini, Muḥammad Syaḥrȗr mengonstruksikan dialektika

sebagai landasan epistimologi alternatif bagi umat Islam. Syaḥrȗr membagi

dialektika menjadi dua. Pertama, dialektika yang sifatnya umum berlaku

untuk kosmos di luar kesadaran manusia. Dalam dialektika kosmos ini

terdapat dua bentuk, yaitu dialektika internal dan eksternal. Dialektika

internal-lah yang menyebabkan terjadi kehancuran bentuk. Sebagai

contohnya adalah batu yang selama ini di anggap benda padat yang tidak

berubah ternyata sesuai dengan penelitian ilmiah di dalamnya ada proses

dialektik.39

Kedua, dialektika yang berlaku untuk konteks manusia.

Dialektika tersebut termanifestasi dalam pemikiran manusia. Sebagaimana

dalam Qs al-Kahfi:54: wa kāna al-insānu akṣara syai‟in jadala.Bagi

Syahrūr, term al-rahman dan al-saytān dalam mushaf adalah bentuk dari

pemikiran manusia.

Muḥammad Syahrȗr yang didukung oleh guru linguistiknya, Ja‟far

Dakk al-Bab, menyatakan bahwa al-Qur‟ān merupakan kitab berbahasa

Arab otentik yang memiliki dua sisi kemukjizatan, sastrawi (al-ijȃz al-

balȃgȋ) dan ilmiah (al-ijȃz al-ilmȋ) untuk memahami aspek sastrawi al-

Qur‟ān perlu digunakan pendekatan deskriptif-signifikatif40

(al-Manhȃj al-

waṣfi al-wȃzifi), sedangkan aspek ilmiahnya harus dipahami dengan

38

Muhammad Syahrur, Dialektika Kosmos dan manusia (terj. Al-Kitab wa al-

Qur‟an, Qira‟ah Mu‟ashirah jilid 2). (Bandung, Penerbit Nuansa. 2004).h. 21. 39

Muhammad Syahrur, Dialektika Kosmos dan Manusia, h.22-23. 40

Signifikasi (Arab: al-manhaj al-wazifi) oleh Roland Barthes diidentikan dengan semiosis, yaitu suatu proses yang memandukan penanda dan petanda sehingga menghasilkan tanda. Kris Budiman, Kosa Kata Semiotik, (Yogyakarta: LkiS, 1999), h.107- 108.

Page 62: PENAFSIRAN (BANGSA) DALAM - N PEMBACAAN MU AMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40388/1/MUHAMAD... · A. Latar Belakang Masalah Kata bangsa dalam bahasa Arab

48 48

pendekatan historis ilmiah (al-manhȃj al-tȃrikhi al-„ilmi), yang keduanya

diletakkan dalam bingkai studi linguistik.

Muḥammad Syahrȗr mempunyai landasan teori baru berdasarkan

pada penolakan sinonimitas bahasa Arab. karenanya, Syahrȗr menolak

pendapat bahwa term Al-Kitāb41

adalah sinonim dari al-Qur‟ān. Menurut

Syahrȗr, al-Qur‟ān atau dalam bahasa Syahrȗr al-Kitȃb, terbagi kedalam

tiga macam: (1) Umm al-Kitȃb ( ayat-ayat muhkȃmat); yaitu ayat-ayat yang

menandai kerasulan Muḥammad, yang secara khusus didefinisikan juga

sebagai “Ummu al-Kitab” yang berarti induk al-Kitab. Ayat ini terkait

dengan tema ibadah, muamalah, akhlak, dan hudud serta hukum

kontemporer sesuai dengan perubahan kondisi sosial dan ekonomi manusia.

(2) al-Qur‟ān wa al-sab‟ al-matsȃni (ayat-ayat mutasyabihȃt ); yaitu ayat

akidah. Al-Kitab menyebutnya dengan istilah al-Qur‟ān dan al-sab‟u al-

matsȃni. Ayat ini hanya dapat dikaji dengan cara takwil karena sesuai

dengan ilmu pengetahuan yang relatif. (3) Tafsil al-kitȃb.42

Umm al-kitȃb,

yang di turunkan langsung dari Allah kepada Nabi Muḥammad selama 23

tahun dalam bentuk al-inzal dan al-tanzil secara tak terpisahkan,43

memuat

ayat-ayat yang berkaitan dengan al-suluk al-insani dalam bidang hukum dan

akhlak dan terbuka untuk dilakukan ijtihad (bukan dalam ibadah murni)

sesuai dengan situasi dan kondisi masyarakat tertentu.44

41 Yang dimaksud dengan istilah al-kitab ini adalah himpunan seluruh objek

pewahyuan yang disampaikan Allah kepada Muhammad yang mencakup bentuk tekstual

wahyu dan muatannya. Al-Kitab terdiri dari seluruh ayat-ayat yang terhimpun dalam

mushaf sejak dari surat al-fatihah hingga akhir surat an-Nas. Lihat, Muhammad Syahrȗr,

al-Kitab wa al-Qur‟an, h. 54. 42 Syahrȗr, al-Kitab wa al-Qur‟an, h. 51-61. 43 Syahrȗr, al-Kitab wa al-Qur‟an, h. 157-166. 44

Syahrȗr, al-Kitab wa al-Qur‟an, h. 37.

Page 63: PENAFSIRAN (BANGSA) DALAM - N PEMBACAAN MU AMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40388/1/MUHAMAD... · A. Latar Belakang Masalah Kata bangsa dalam bahasa Arab

49 49

Syahrȗr berpendapat bahwa Al-Qur‟ān berbeda dengan al-Kitab,

seperti terlihat dalam surat al-Hijr :1 بم نی ءان .yang artinya كلت اءیت الكتب ورق

“ini adalah (sebagian dari) ayat-ayat kitab (yang sempurna) yaitu (ayat-ayat)

al-Qur‟ān yang memberi penjelasan.” dalam linguistik Arab fungsi ataf

adalah untuk menunjukan adanya perbedaan atau untuk menunjukan antara

kata yang umum dan khusus. Ada dua kemungkinan pemahaman disini.

Pertama, al-Qur‟ān adalah sebuah entitas dan al-Kitab adalah entitas yang

lain. Namun persamaan diantara keduanya adalah sama-sama dari Allah.

Kedua, al-Qur‟ān adalah bagian dari al-Kitab dan penyandingan keduanya

berfungsi penunjukan yang khusus dari yang umum. Seperti Syahrȗr

menghendaki pemahaman yang kedua, hal ini terbukti ketika menyebut al-

Kitab, hudan lil al-muttaqȋn karena dalam al-Kitab tercantum hukum-

hukum ibadah, muamalah dan akhlak, yaitu kandungan yang mendorong

terciptanya ketakwaan, selain juga mengandung al-Qur‟ān. Dan ketika

menyebut al-Qur‟ān, Allah berfirman; Hudan lil an-nȃs. Seluruh orang

bertakwa adalah manusia, tetapi tidak seluruh manusia adalah orang yang

bertakwa.45

Berkaitan dengan al-Qur‟ān46

(dalam pengertian spesifik Syahrȗr),

salah satu bagian dari al-Mutasyȃbihat, yang diturunkan dalam dua bentuk

al-Inzȃl dan al-Tanzȋl secara terpisahkan oleh al-lawh al-mahfȗd dan dari

Imȃm Mubin berisi dua bagian. Bagian pertama adalah bagian yang tetap

45 Muhammad Syahrȗr, Prinsip Dasar Hermeneutika al-Qur‟an, h. 73-74. 46

Syahrȗr memahami al-Qur‟an sebagai himpunan aturan-aturan yang tersimpan dalam Lauh Mahfidz dan al-Imam al-Mubin. Lauh mahfudz berisi ketentuan umum yang mengatur alam semesta dan telah ditetapkan secara pasti sejak awal penciptaan sampai akhir masa dunia. Sedangkan al-iman al-mubin memuat ketentuan-ketentuan rinci bagi kejadian-kejadian alamiah dan arsip peristiwa-peristiwa historis. Lihat. Muhammad Syahrȗr, al-Kitab wa al-Qur‟an, h. 65.

Page 64: PENAFSIRAN (BANGSA) DALAM - N PEMBACAAN MU AMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40388/1/MUHAMAD... · A. Latar Belakang Masalah Kata bangsa dalam bahasa Arab

50 50

dan tidak pernah mengalami perubahan (al-Juz‟ al-Tsȃbit). Hal ini berupa

kaidah-kaidah umum yang mengatur semua alam semesta mulai dari awal

penciptaan sampai hari kiamat. Adapun bagian kedua adalah bagian yang

bisa berubah ( al-juz al-mutaghayyir) tergantung faktor-faktor alamiyah

objektif yang mempengaruhinya. Yang termasuk dalam kategori ini ialah

peristiwa-peristiwa alam yang spesifik, seperti perubahan angin, jenis

kelamin, gempa dll., dan peristiwa-peristiwa historis (al-Qasȃs).47

Bagi Syahrȗr, al-Qur‟ān adalah kitab yang senantiasa relevan untuk

setiap ruang dan waktu. Namun hal tersebut meniscayakan sebuah

pembacaan yang kreatif dan produktif sehingga ia benar-benar tampil

sebagai solusi alternatif problem sosial-keagamaan umat manusia

kontemporer. Hal senada juga sebelumnya telah dilontarkan oleh Ibnu

Kholdun sebagaimana dikutip Tholha Hasan sebagai kesimpulan dari kitab

Muqaddimah-nya bahwa “Tiada Masyarakat manusia yang tidak

berubah”.48

Dengan demikian, al-Qur‟ān akan senantiasa menemukan

maknanya di setiap zaman sebagai sebuah teks yang suci yang Shalihun li

kulli zaman wa makan (senantiasa aktual dalam setiap konteks waktu dan

ruang).

Syahrȗr berusaha mendialogkan teks al-Qur‟ān yang statis dan

terbatas dengan konteks perkembangan zaman yang dinamis dan tidak

terbatas. Selain itu, ia menganggap bahwa memperhatikan perkembangan

sejarah untuk memaknai teks suci sangat penting, karena sebuah teks

47 Abdul Mustakim dan Shiron Syamsuddin, Studi al-Qur‟an Kontemporer (

Yogyakarta, PT Tiara Wacana Yogya, 2002), h. 136. 48

Muhammad Tholha Hasan, Prospek Islam dalam Menghadapi Tantangan Zaman (jakarta: Lantabora press, 2005), h.18.

Page 65: PENAFSIRAN (BANGSA) DALAM - N PEMBACAAN MU AMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40388/1/MUHAMAD... · A. Latar Belakang Masalah Kata bangsa dalam bahasa Arab

51 51

memiliki konteks sosio-historis yang melikupinya, sehingga teks al-Qur‟ān

perlu ditafsirkan seiring dengan tantangan dan problem kontemporer, agar

tetap relevan untuk setiap zaman dan tempat.

Al-Qur‟ān memang tidaklah dinamis. Al-Qur‟ān bersifat absolut,

tetap dan tidak mungkin berubah. Namun yang perlu diperhatikan disini

adalah perbedaan antara al-Qur‟ān dan pemahaman terhadap al-Qur‟ān.

Jelas antara keduanya ada perbedaan. Al-Qur‟ān memang tidak berubah dan

tidak bisa diubah oleh siapapun, yang berhak atas terjadinya perubahan itu

hanyalah tuhan karena al-Qur‟ān merupakan produk-Nya. Sementara,

pemahaman terhadap al-Qur‟ān itu dinamis tidak absolut, berubah-ubah,

tergantung bagaimana kita memahami selaras dengan konteks zaman,

perkembangan ilmu pengetahuan, laju pemikiran dan peradaban manusia.

Selanjutnya Syahrȗr memposisikan Nabi dan Sunnah sebagai

penentu hukum (musyarri‟). Karena harus di pahami bahwa segala sesuatu

yang dilakukan Nabi merupakan sebetuk interaksi awal dalam

mengamalkan ajaran Islam pada abad ketujuh hijriyah.49

Peran Nabi adalah mengubah ajaran yang mutlak ke dalam bentuk

yang relatif (taḥwil al-mutlak ilȃ nasbi), dan menentukan segala sesuatu

dalam batasan yang ditentukan Allah pada penggal ruang dan waktu

tertentu, yaitu di Arab pada abad ketujuh Hijriah. Saat itu Nabi telah

menunjukkan prestasi yang luar biasa. Konsep ini menempatkan beliau

sebagai orang terkemuka dalam sejarah. Substansi perbuatan Nabi-lah yang

49 Muhammad Syahrȗr, Prinsip Dasar Hermenutika al-Qur‟an Kontemporer,

(Yogyakarta, eLSAQ Press, 2004), h. 50.

Page 66: PENAFSIRAN (BANGSA) DALAM - N PEMBACAAN MU AMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40388/1/MUHAMAD... · A. Latar Belakang Masalah Kata bangsa dalam bahasa Arab

52 52

harus kita tiru dan menjadi sunnahnya sepanjang waktu, yaitu mengubah

ajaran yang mutlak menjadi relatif.50

Nabi tidak pernah memasukan unsur hawa nafsu (keinginan sendiri)

dalam hukum, putusan, perkataan dan perbuatannya. Meski peran kenabian

yang diembannya telah mengantarkan beliau pada delarajat yang paling

tinggi, namun bagaimanapun juga tidak dapat dinyatakan bahwa seluruh

perkataan dan perbuatan beliau termasuk Wahyu.51

Pemahaman sunnah menurut Syahrȗr adalah merujuk kepada

kehidupan Muḥammad sebagai Nabi yang hidup di bumi Arab dengan

segala tantangan yang ada, yakni politik, budaya, dan sosial. Kalaupun

sebagian sahabat menganggap yang disamppaikan Nabi sebagai wahyu,

namun Nabi tidak terpengaruh dengan semua itu. Nabi pun tidak pernah

menyuruh agar pernyataanya ditulis. Anggapan sebagian bahwa penyebab

Nabi tidak membukukan pernyataanya (hadis) karena takut bercampur

dengan al-Qur‟ān.

Bagi Syahrȗr, sunnah Nabi berbeda dengan kitab-kitab hadits, baik

kitab-kitab musnad, shahȋh, sunan, mustadrak, maupun syarah-syarahnya.

Urgensi hadis nabi tergantung pada seberapa penting aspek yang dikandung

oleh hadis tersebut. Hadis-hadis tentang waris, anjuran menjaga anak yatim,

dan menjaga hak bertentangga jelas berbeda sama sekali arti pentingnya di

bandingkan dengan hadis yang berbicara tentang berdiam di mesjid,

menjilati jari setelah makan, menjahit sandal, dan menyulam pakaian.52

50 Syahrȗr, Prinsip Dasar Hermenutika al-Qur‟an, h. 51. 51 Syahrȗr, Al-Kitab wa al-Qur‟an, h. 545. 52

Mustaqim, Episitimologi Tafsir Kontemporer. h. 156

Page 67: PENAFSIRAN (BANGSA) DALAM - N PEMBACAAN MU AMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40388/1/MUHAMAD... · A. Latar Belakang Masalah Kata bangsa dalam bahasa Arab

BAB IV

BANGSA (SYU‟ȖB) DALAM AL-QUR‟ĀN MENURUT

MUḤAMMAD SYAHRȖR

A. Makna Bangsa (Syu‟ȗb)

Secara etimologi (bahasa) kata Syu‟ȗb terdiri dari tiga huruf, syin,

„aīn, dan ba.yang mengandung arti mengumpulkan, memisah-misahkan dan

juga memperbaiki.1

Atau juga bermakna perkumpulan kelompok atau

sempalan. Syu‟ȗb dalam pemahaman Muḥammad Syahrȗr adalah

sekumpulan manusia yang berakal. Mereka yang mempunyai bahasa dan

berafiliasi dengan satu qaum atau lebih. Mereka mempunyai naluri serupa,

namun berbeda kebudayaan.2

Sedangkan secara terminologi makna syu‟ub terbagi menjadi dua.

Makna syu‟ub yang dipahami pada masa klasik (sebelum abad 18) dan

makna syu‟ub pada masa modern setelah konsep negara bangsa (nation-

state) berkembang.

Pada masa klasik syu‟ūb dipahami sebagai kumpulan qabilāh-

qabilāh besar, sedangkan qabilāh merupakan induk dari berbagai macam

keluarga.3

Menurut Mujahid, Qatadah dan ad-dhahhak, syu‟ub adalah nasab

yang jauh, sementara qabilȃh adalah nasab yang dekat.4

Adapun Ibn Abbas

meriwayatkan dua pendapat. Pertama, syu‟ub dipakai untuk non Arab yang

1 Ibnu Faris, mu‟jam al-Maqāyis fĪ al-Lughāh (Beirut, Dār al-Fikr, 1994),h. 527. 2 Syahrȗr, Tirani Islam, h. 88. 3

Shahih Bukhari, j. 4, h. 177

3489 - حدنثا خالد نب دیزی اكلاھلي حدنثا أبو ركب، نع أبي صحین، نع دیعس نب جیبر، نع ابن عباس ريض ا

طون " قلبائل: الب وا م، عنھما، {وجعلنامك ا بوع وقبائل لتعارفوا} [ارجحلتا: 13]، اقل: " الشعوب: القبائل العاظ4

Abu Ja‟far Muhammad Bin Jarir ath-Thȃbari, Tafsir Jami‟ al-Bayȃn an-Ta‟wȋl

Ayi al-Qur‟ān (Jakarta: Pustaka Azam, 2009), h. 768.

53

Page 68: PENAFSIRAN (BANGSA) DALAM - N PEMBACAAN MU AMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40388/1/MUHAMAD... · A. Latar Belakang Masalah Kata bangsa dalam bahasa Arab

54 54

dalam kalimat sahabat nabi itu di wakili sebutan budak dan mantan budak.

Sementara itu qabilah untuk kelompok Arab. Berdasarkan itu, al-Qusairi

mengenakan syu‟ub untuk mereka yang oleh orang Arab tidak dikenal asal

keturunannya, seperti kelompok Hindi, Turki, dan seterusnya.

Sedangkan dalam terminologi modern Bangsa (Syu‟ȗb) adalah satu

jiwa yang melekat pada sekelompok manusia yang merasa dirinya bersatu,

karena mempunyai nasib dan penderitaan yang sama di masa lampau dan

mempunyai cita-cita yang sama dimasa depan. Selanjutnya Soekarno

mengartikan bangsa (Syu‟ȗb) sebagai satu nyawa, satu azas akal, yang

mempunyai sejarah dan keinginan untuk hidup bersama.5

Sementara menurut muḥammad Syahrȗr, Syu‟ȗb (bangsa) adalah

sekumpulan manusia yang berakal. Mereka mempunyai bahasa yang satu

dan berafiliasi dengan satu qaum ataupun lebih.6

Syu‟ȗb (bangsa) dalam bingkai pemahaman kemanusiaan merupakan

sekumpulan entitas yang bervariasi (Kumpulan ego = al-anȃ), terpisah dan

berbeda yang tidak bisa larut dalam bingkai masyarakat. Andaikan

karakteristik ini tidak ada, niscaya individu itu menjadi menjadi semata-m

ata kuantitas bilangan yang ada dalam kelompok, dan tidak bisa dibedakan

dari yang lainnya. bener-bener seperti pola prilaku binatang.

Sedangkan dalam makna sebaliknya, Syu‟ȗb merupakan

“penggabungan”. Syu‟ȗb merupakan gabungan entitas-entitas yang

beragam, lalu disatukan oleh hubungan kesadaran dan diikat oleh asas

kemaslahatan bersama yang dituangkan dalam bentuk sistem legislasi dan

5 Soekarno, Dibawah Bendera Revolusi ( jakarta: Penerbit Panitya, 1965), h. 2.

6 Muḥamad Syahrūr, Dirāsāt Islāmiyyah mu‟ashirah fi ad-Daulah wa al-Mujtan,

terjemahan Saifuddin Zuhri dan Badrus Syamsul (Yogyakarta: LKiS, 2003), h.88-89.

Page 69: PENAFSIRAN (BANGSA) DALAM - N PEMBACAAN MU AMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40388/1/MUHAMAD... · A. Latar Belakang Masalah Kata bangsa dalam bahasa Arab

55 55

hukum perundang-undangan. Sistem tanah air (wathan). Pada gilirannya,

hubungan tersebut diatur oleh kekuasaan yang dinamakan “negara”, yang

kekuasaannya meliputi zona-zona teritorial tanah air.

B. Bangsa (Syu‟ȗb) dalam al-Qur‟ān

Term yang digunakan dalam al-Qur‟ān yang menunjuk makna

bangsa memiliki varian yang beragam yaitu ummah, qaum, Syu‟ȗb, dan

qabȋlah. Kosa kata yang digunakan al-Qur‟ān secara bahasa dapat kita lacak

perbedaan akar katanya yang berimplikasi pada penekanan makna yang

terkandung dibalik teks dan kata. Hal ini terkait dengan prinsip bahwa kata-

kata dalam al-Qur‟ān tidak ada yang sinonim (asinonimitas). Satu kata

hanya mempunyai satu makna.7

Berdasarkan penelusuran penulis dengan menggunakan metode kata

melalui kitab mu‟jam al-mufahras karya Muḥammad Fuadz „Abd al-Bāqi,

dengan menggunakan kata ع واب terdapat satu ayat pada surat al-Hujrāt/49:

11.8

Untuk mengungkapkan manusia sebagai kelompok, al-Qur‟ān

mengunakan beberapa term, seperti Sya‟b, qabȋlah, qawm. Kata sya‟b yang

terdiri dari huruf syȋn,-„ain-bȃ menunjuk pada dua arti yang berlawanan,

8

Metodologi ini dipaparkan dengan jelas dalam corak tafsir sastrawi (al-Tafsir al-

Bayani) yang dikembangkan oleh Amin al-Khulli. Ia merupakan tokoh mufasir

kontemporer yang memperlopori lahirnya tafsir gaya baru, yaitu tafsir sastrawi, yang

prinsipnya adalah bahwa al-Qur‟an adalah kitab sastra terbesar. Metode tafsir ini lalu

dikembangkan oleh murid sekaligus istrinya, Aisyah Abd al-Rahman Bint al-Syati kedalam

empat metodologi. Pertama, menafsirkan al-Qur‟an dengan al-Qur‟an, kedua, munasabah

antar ayat maupun antar surat, ketiga, metode yang berpegang pada prinsip bahwa ibrah itu

sesuai dengan bunyi teks, bukan dengan asba al-Nuzul, keempat, keyakinan bahwa kata-

kata di dalam al-Qur‟an tidak ada sinonim (sinonimitas). Baca muhammad Yusron,

“Mengenal Pemikiran Bint al-Syati‟ Tentang al-Qur‟an” dalam kumpulan tulisan dosen

Tafsir Hadis, UIN Sunan Kalijaga, Muhammad Yusron (Dkk), Studi Tafsir Kontemporer

(Yogyakarta: TH-Press, 2006), h. 25 8

Muhammad Fuadz al-Baqi, Mu‟zam al-Mufahras li Ahfadzil Qur‟an ( Mesir, Dar al-Qutb al-Mishiriyyah, 1363 H), h. 383.

Page 70: PENAFSIRAN (BANGSA) DALAM - N PEMBACAAN MU AMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40388/1/MUHAMAD... · A. Latar Belakang Masalah Kata bangsa dalam bahasa Arab

56 56

yaitu al-iftirȃq wa al-ijtimȃ.9

Kata al-ijtimȃ sendiri berarti berkumpul

karena kata sya‟b menunjuk pada pemisah dan pemilah antara anggota

kelompok dan bukan anggota kelompok. Adapun kata qabȋlah berarti banȗ

„abin wȃhid, 10

yakni satu kelompok orang yang berasal dari satu keturunan.

Masing-masing dari kedua kata tersebut disebutkan dalam al-Qur‟ān dalam

bentuk jamak pada suatu tempat. Yakni dalam surat al-Hujrāt/49: 13.

Sebagian mufasir menjelaskan kata asy-sya‟b sebagai komunitas terbesar

yang mengikat manusia, yang didalamnya terdapat subkelompok yang

disebut qabȋlah, dan qabȋlah terdiri dari sub-sub kelompok yang lebih kecil

yakni ummat. Dengan kata lain, qabȋlah merupakan komunitas kecil yang

menjadi anggota dari sya‟b.11

Sebagian yang lainnya menjelaskan kata sya‟b

sebagai kelompok non Arab dan qabȋlah sebagai kelompok Arab

sebagaimana satu pendapat yang dikutip oleh Ibnu Abbas dan Al-

Tahabarsyi.12

Menurut Muḥammad Syahrȗr, al-Qur‟ān telah memposisikan

rumpun (qabȋlah) dan bangsa (Syu‟ȗb) secara bergandengan, dan tidak

antara ummah dengan Syu‟ȗb. hal itu dikarenakan qabilȃh dan Syu‟ȗb itu

dalam kategori sejenis.13

9 Ahmad Ibnu Faris, Mu‟jam Maqāyis al-Lughāh, III, h.190-191. 10 Ibnu Manzhur, Lisan al-„Arab al-Muhith, III, h. 12. 11

Lihat, Abu as-Su‟ud ibn Muḥammad al-Imadi al-Hanāfi, Irsyad al-„aqla as- Ssalim ila Mazaya al-Kitab al-Karim, V (Riyadh, Maktabah ar-Riyadh al-Haditsah) h. 180;

az-zamakhsyari, al-Kasysyaf, III, h. 569. Dan Ibn Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, IV, h. 218. 12

Al-Fayruzabadi, Tanwir al-Miqbas min Tafsir Ibn Abbas, III, h. 569; dan Ibn

Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, IV. h. 218. 13

Ketika sekumpulan qabilȃh berusaha untuk bersatu, baik secara sukarela ataupun terpaksa, ranah kehidupan yang satu dengan yang lainnya, maka qabilȃh tersebut telah membentuk syu‟ub yang hidup dalam ranah kehidupan yang mempunyai zona teritorial: tanah air. Lihat. Syahrȗr, Tirani Islam, h. 90.

Page 71: PENAFSIRAN (BANGSA) DALAM - N PEMBACAAN MU AMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40388/1/MUHAMAD... · A. Latar Belakang Masalah Kata bangsa dalam bahasa Arab

57 57

Al-Marāghi dengan mengutip riwayat Abu Ubaidah menceritakan

bahwa tingkatan keturunan yang dikenal bangsa Arab ada tujuh, yaitu; (1)

Sya‟b, (2) Qabȋlah, (3) Imarah, (4) Bat, (5) Fakh, (6) Fasȋlah, (7) Asyȋrah.

Masing-masing tingkatan tersebut tercakup dalan tingkatan sebelumnya.

Artinya beberapa qabȋlah berada di bawah Syu‟ȗb. imȃrah berada di bawah

qabȋlah, bat berada di bawah imȃrah, fakh berada di bawah bat, fashilȃh

berada di bawah fakh dan Asyȋrah berada di bawah fasȋlah.14

Qs al-Hujrāt/49:13 :

13. Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal- mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.

15

Ayat ini dimulai dengan panggilan an-nas sebagai term global yang

mencakup semua term. Kata an-nas yang merupakan bentuk jamak dari al-

insan adalah terma yang umum digunakan oleh al-Qur‟ān (disebut 240 kali)

untuk menunjuk manusia secara global yang melampaui makna term-term

yang menunjuk kelompok manusia tertentu. Dalam hal ini, sistem relasi

antar term-term adalah : 16

14 Ahmad Musthofa, Tafsir Al-Maraghi, h. 235. 15

Kementerian Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemah (Jakarta: PT. Citra Kharisma

Bunda, 2009),h. 744. 16

Munzir Hitami, Revolusi Sejarah Manusia (Yogyakarta: LkiS Yogyakarta, 2009), h. 45-46.

Page 72: PENAFSIRAN (BANGSA) DALAM - N PEMBACAAN MU AMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40388/1/MUHAMAD... · A. Latar Belakang Masalah Kata bangsa dalam bahasa Arab

58 58

al insan

1

an-nas

2

syuub

qabilah

umat

Lingkaran pertama di atas menjelaskan manusia sebagai individu yang

kemudian membentuk komunitas dengan bermacam bentuk ikatan yang

biasanya disebut masyarakat yang tercermin dalam lingkaran ketiga.

Adapun lingkaran kedua merupakan term yang mencakup semua term

lainnya. Manusia dengan semua dimensinya, sesuai dengan konsep

penciptaan dalam al-Qur‟ān. Bukan mahluk yang muncul secara tiba-tiba.

Sedangkan lingkaran ketiga adalah term-term yang ada didalam alqur‟an.

ummat adalah sub kelompok manusia yang paling kecil, setelah itu adalah

qabȋlah yang terdiri dari kelompok-kelompok yang lebih kecil, dan Syu‟ȗb

adalah komunitas terbesar yang mengikat semua komunitas manusia.

C. Faktor-Faktor Terbentuknya Bangsa (Syu‟ȗb)

Syahrȗr menjelaskan faktor-faktor terbentuknya suatu bangsa

dengan menggunakan filsafat proses, dimana dalam melihat bahwa suatu

bangsa terbentuk pertama dengan meninggalkan pola kehidupan hewan

melalui kesadaran anak (setelah kematangan biologis) kedua orang tua.

Dengan demikian maka wilayah keluarga tahap awal menjadi meluas

dimana keluarga tersebut kemudian membentuk klan dengan keluarga-

Page 73: PENAFSIRAN (BANGSA) DALAM - N PEMBACAAN MU AMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40388/1/MUHAMAD... · A. Latar Belakang Masalah Kata bangsa dalam bahasa Arab

59 59

keluarga kecil lainnya. Wilayah klan meluas pula dengan bergabungnya

berbagai macam klan yang memiliki hubungan dekat untuk membentuk

sebuah rumpun (qabȋlah).

Ketika sekumpulan qabȋlah berusaha untuk bersatu, baik secara

sukarela ataupun terpaksa, ranah kehidupan yang satu dengan yang lainnya,

maka qabȋlah terebut telah membentuk Syu‟ȗb yang hidup dalam ranah

kehidupan yang mempunyai zona teritorial: tanah air. Dengan demikian,

tanah air dan Syu‟ȗb merupakan dua sisi mata uang yang tak terpisahkan,

sedangkan qaumiyyah dan ummat merupakan dua unsur yang tercakup

dalam definisi Syu‟ȗb.

Diagram evolusi terbetuknya Syu‟ȗb menurut Syaḥrȗr :

Ummat Qaumiyyah Syu‟ȗb (bangsa)

Pola manusia sama

dengan pola kehidupan

hewan, dan kemudian

berproses mejauhi

kehidupan hewan

tesebut. Akan tetapi

yang tersisa adalah

keserupaan prilaku.

Priode ini dinamakan

dengan “masa

prasejarah”.

Ummat yang kemudian

mempunyai

kebudayaan dan

bahasa. Karena bahasa

merupakan perangkat

(media) berfikir,

penalaran, dan

eksplanasi sebagai

karakteristik khas

manusia berakal

tertentu.

Ketika satu qaum

dengan qaum yang

lainnya berusaha untuk

bersatu. Maka qaum

tersebut telah

membentuk Syu‟ȗb

yang hidup dalam

ranah kehidupan yang

mempunyai zona

teritorial :tanah air.

Page 74: PENAFSIRAN (BANGSA) DALAM - N PEMBACAAN MU AMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40388/1/MUHAMAD... · A. Latar Belakang Masalah Kata bangsa dalam bahasa Arab

60 60

Adapun keberadaan bangsa dikarenakan dua hal: (1) individu itu

sebagai pribadi yang hidup terisolasi yang dapat menjaga dalam kebebasan

individunya, dan semua manusia sejalan dengan hukum-hukum sosial,

ekonomi, dan hak-hak asasi; (2) karena manusia menggabungkan

komunitasnya dalam bingkai kebudayaan mereka yang beragam (umam)

dan keragaman bahasa mereka (qaumiyyȃt).

Sedangkan menurut Quraish Shihab faktor-faktor terjadinya bangsa

antara lain adanya kesatuan dan persatuan, asal keturunan, bahasa, adat

istiadat, sejarah, dan cinta tanah air.17

D. Perbedaan Bangsa (Syu‟ȗb) dengan Ummat, Qaumiyyah dan Negara

Setelah kita mengetahui apa makna Syu‟ȗb, faktor terbetuknya, kini

penulis ingin memaparkan perbedaan Syu‟ȗb dengan term-term yg lainnya.

yakni qawm, ummah dan negara. kata Syu‟ȗb disebut didalam al-Qur‟ān

hanya satu kali, qabȋlah (dari qabail atau jamaknya qabȃil) hanya dua kali,

istilah ummah disebut sebanyak 64 kali dalam 24 surat, dan kata qawm

sangat banyak dipakai, yaitu 382 kali, yang artinya juga beberapa macam

seperti people, folk, heathen (penyembah berhala) dan enemy (musuh).

term-term tersebut akan dijelaskan secara lebih rinci di bawah ini :

1. Syu‟ȗb

Kata ini terdiri dari tiga huruf, syȋn, „aȋn, dan bȃ. Secara umum kata

yang tersusun dari ketiga huruf tersebut mengandung arti mengumpulkan,

memisah-misahkan, dan juga memperbaiki.18

Bentuk jamak dari kata

529.

17 Quraish Shihab, Wawasan al-Qur‟an (Bandung: PT. Mizan Pustaka, 2007),h.

18

Ibnu Fȃris, Mu‟jam al-Maqȃyȋs fȋ al-Lughȃh (Beirut: Dȃr al-Fikr, 1994), h. 527.

Page 75: PENAFSIRAN (BANGSA) DALAM - N PEMBACAAN MU AMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40388/1/MUHAMAD... · A. Latar Belakang Masalah Kata bangsa dalam bahasa Arab

61 61

tersebut adalah Syu‟ȗb. secara bahasa, kata tersebut mengandung arti suku

besar yang bernasab kepada suatu nenek moyang tertentu. Seperti suku

Rabi‟ah dan Mundhar.19

Syu‟ȗb menurut Syaḥrȗr adalah sekumpulan manusia berakal yang

mempunyai bahasa dan berafiliasi dengan satu qaum atau lebih. Mereka

mempunyai naluri serupa, namun berbeda kebudayaan. Syu‟ȗb maknanya

lebih umum dari ummah dan qaumiyyah. Karena didalamnya terdapat

ummah dan qaumiyyah. Sebab makna Syu‟ȗb sendiri telah mencakup makna

keduanya, dan makna Syu‟ȗb sendiri maknanya tidak tercakup dalam

makna keduanya.20

Dalam perkembangannya, Allah menyebutkan dalam Qs. al-

Hujrat/49:11 dzakarin wa untsa, lalu ada perubahan dalam perkembangan

komunitas manusia, kemudian menjadi Syu‟ȗb(bangsa), dan

qabȋlah(rumpun) melalui perkembangan yang sehat.

2. Ummat

Dalam al-Qur‟ān, istilah ummah disebut sebanyak 64 kali dalam 24

surat.21

Ummah mengandung banyak arti, seperti bangsa, masyarakat atau

kelompok keagamaan, waktu, juga pemimpin atau sinonim dengan imam.

Kebanyakan ayat yang mengandung kata ummat dengan beberapa

artinya itu, ternyata sebagian besar diturunkan dalam priode Makkah,

walaupun pada tahun-tahun akhir priode ini. Dari 24 surat yang memuatnya,

hanya empat surat saja yang memuat 11 ayat dan 13 kata umat yang turun di

19

Ahmad Musthafa al-Maraghi, Tafsȋr al-Marȃghi (Kairo: Mustafa al-Bȃbi al-

Halabi, 1394-1974), juz XXVI, h. 235. 20 Syahrur, Tirani Islam. h. 89 21

M. Dawam Rahardjo, Ensiklopedi al-Qur‟an (Jakarta: PARAMADINA, 1996), h. 482-483.

Page 76: PENAFSIRAN (BANGSA) DALAM - N PEMBACAAN MU AMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40388/1/MUHAMAD... · A. Latar Belakang Masalah Kata bangsa dalam bahasa Arab

62 62

madinah. Hampir semua kata ummah yang turun di Makkah itu

mengandung arti bangsa, bagian dari bangsa atau generasi dalam sejarah. 22

Secara terminologis, kata ummat berasal dari kata amma-yaummu

yang berarti menuju dan meneladani. Dari akar yang sama lahir antara lain

kata “umm” yang berarti “íbu” dan “Imam” yang maknanya “pemimpin”.23

dalam terma ummah, Beberapa penulis membedakan antara makna

religius dan makna sosial. Pengertian terma ummah dalam al-Qur‟ān

menggunakan makna yang berbeda. Terkadang bermakna masa atau waktu

terdapat dalam QS. Yusuf/12: 45, pola atau metode terdapat dalam Qs. az-

zukhuf/43:22, al-imam (Pemimpin atau pemuka), al-ummi atau juga

bermakna komunitas agama secara umum. Pada masa kini, terma tersebut

diartian dengan komunitas Islam, sebab diyakini memiliki kandungan

makna religius ketimbang makna sosio-historis.

Makna-makna ummah yang disebut dalam al-Qur‟ān dapat dilihat

secara sederhana dalam bagan model konseptual di bawah ini :

Binatang- Binatang

Imam Jin &

Manusia

ummah

Waktu Manusia

Agama Tauhid

h.486.

429.

22 Dawam Rahardjo, Ensiklopedi al-Qur‟an (Jakarta: PARAMADINA, 1996),

23

Quraish Shihab, Wawasan al-Qur‟an (Bandung: PT. Mizan Pustaka, 2007),h.

Page 77: PENAFSIRAN (BANGSA) DALAM - N PEMBACAAN MU AMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40388/1/MUHAMAD... · A. Latar Belakang Masalah Kata bangsa dalam bahasa Arab

63 63

Ibnu Khaldun (1332-1406 M) menganalisis terma tersebut dengan

pendekatan sosiologis. Dia mengartikulasikan bahwa ummah memiliki

kandungan makna yang berhubungan erat dengan konsep group, people

(rakyat) atau ras, dengan sedikit dikesampingkan faktor bahasa. Baginya

terma ummah merupakan sebuah fenomena baru yang memiliki cakupan

lebih luas dari dinasti atau negara.24

Istilah ummat menurut Ali Syariati berasal dari kata “amma” artinya

bermaksud (qasada) dan berniat keras („azimah). Pengertian ini terdiri atas

tiga arti yakni: gerakan, tujuan, dan ketetapan hati yang sadar. Dan

sepanjang kata “amma” itu pada mulanya mencakup arti “kemajuan”, maka

tentunya Ia memperlihatkan diri sebagai kata yang terdiri atas empat arti,

yaitu: usaha, gerakan, kemajuan dan tujuan.25

Atas dasar ini, ummah

menurut Ali Syari‟ati adalah masyarakat yang hijrah, atau kumpulan orang

yang semua individunya sepakat dalam tujuan yang sama dan masing-

masing membantu agar bergerak ke arah dan tujuan yang diharapkan atas

dasar kepemimpinan yang sama.

Sedangkan Muḥammad Syahrȗr berpendapat bahwa Pola kehidupan

manusia sama dengan pola kehidupan hewan, dan kemudia berproses

menjadi manusia dan mulai menjauhi pola kehidupan hewan tersebut. Akan

tetapi yang tersisa adalah keserupaan perilaku. Periode ini dinamakan

dengan “masa prasejarah”, dan tidak mempunyai evolusi tertentu untuk

membentuk prilaku sadar yang berbeda antara satu ummat dengan ummat

24Abdul Fatah, Kewargaan dalam Islam: Tafsir Baru Tentang Konsep Ummat

(Yogyakarta: Lembaga pengkaji Agama dan Masyarakat (LPAM), 2004), 74-75. 25

Ali Syariati, Ummah dan Imammah (Bandung: Pustaka Hidayah, 1995), h.50.

Page 78: PENAFSIRAN (BANGSA) DALAM - N PEMBACAAN MU AMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40388/1/MUHAMAD... · A. Latar Belakang Masalah Kata bangsa dalam bahasa Arab

64 64

yang lainnya. dari situ Allah berfirman: bahwa pada awalnya manusia

adalah satu ummat.26

Bersama dengan proses evolusi sejarah, telah terjadi perbedaan

perilaku manusia (individu) munuju komunitas manusia (kumpulan

manusia) disebabkan oleh perkembangan (evolusi) pengetahuan, syari‟at

(hukum-hukum), dan adat istiadat. Maka terbentuklah ummat. Ini adalah

rahasia keagungan tuhan semesta alam sebagaimana dalam firman Allah :

Manusia dahulunya hanyalah satu umat, Kemudian mereka

berselisih. kalau tidaklah Karena suatu ketetapan yang Telah ada

dari Tuhanmu dahulu, Pastilah Telah diberi Keputusan di antara

mereka, tentang apa yang mereka perselisihkan itu. (Qs.

Yunus/10:19)

Kata ummat dalam terma kontemporer adalah “kebudayaan”, yaitu

mata rantai perkembangan secara terus menerus yang menghubungkan

priode sejarah klasik, pertengahan, dan modern.

Dapat disimpulakan bahwa terma ummat itu adalah istilah yang

sangat umum yang bisa berlaku pada hewan yang bersifat instingtif (al-

ghȃrizȋ), dan kemudian berubah menjadi perilaku individu manusia.

Selanjutnya, menjadi perilaku sadar (pada tahap transisi) dari pola kehidupan

hewan pada pola kehidupan masyarakat,, bersamaan dengan munculnya

keluarga dan ranah kehidupan (al-majȃl al-hayawani), dan memunculkan

ragam kesadaran berbudaya, syari‟at, adat istiadat, dan tradisi yang berbeda.

Komunitas manusia muncul pertama kali pada masa Nabi Nuh, dan

26 Syahrȗr, Tirani Islam. h.48.

Page 79: PENAFSIRAN (BANGSA) DALAM - N PEMBACAAN MU AMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40388/1/MUHAMAD... · A. Latar Belakang Masalah Kata bangsa dalam bahasa Arab

65 65

kemudian perbedaan ini berkembang bersamaan dengan diutusnya para Nabi

dan Rasul dan ajaran-ajaran yamg mereka bawa, seperti pengetahuan

hukum-hukum, aturan-aturan, dan norma-norma yang beragam.27

3. Qaumiyyah

Kata Qaum memiliki dua makna dasar, yaitu „kelompok manusia‟

dan „berdiri atau bangkit‟. Kata qaum dipergunakan untuk menunjukan

sekumpulan manusia yang bangkit untuk berperang membela sesuatu. Al-

Raghib al-Asfahani menjelaskan bahwa qwn seakar dengan qama-yaqumu-

qiaman yang berarti berdiri. Secara leksikal, qaumiyyah adalah kelompok

manusia yang dihimpun oleh suatu hubungan atau ikatan yang mereka

tegakan di tempat qawn tersebut berada.28

Menurut Syahrȗr faktor terbentuknya qaumiyyah adalah bahasa,

sebab baginya munculnya qaumiyyah itu bersaman dengan bahasa sebagai

media komunikasi antara pembicara dan pendengar.29

Syahrȗr menyebutkan terma qaum sebagai tahapan lebih lanjut

(tinggi) atas terma ummat. Syahrȗr juga mengartikan terma qaumiyyah

menjadi tiga. Yaitu:

a. komunitas laki-laki. Indikasi ini menunjukkan bahwa terma

qaumihi dan terma qaum sebagaimana dalam ayat QS. al-Hujrat [49]:1130

hanya berlaku pada laki-laki.

27 Syahrȗr, Tirani Islam. h.55. 28 Ali Nurdin, Quranic Society, h.82-83. 29 Syahrȗr, Tirani Islam, h.60. 30

Lihat al-Qur‟an dan Terjemah Kementerian Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemah (Jakarta: PT. Citra Kharisma Bunda, 2009),h. 744.

Page 80: PENAFSIRAN (BANGSA) DALAM - N PEMBACAAN MU AMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40388/1/MUHAMAD... · A. Latar Belakang Masalah Kata bangsa dalam bahasa Arab

66 66

b. komunitas manusia berakal, baik laki-laki maupun perempuan

pada kondisi sosial masyarakat tertentu. Sebagaimana firman Allah yg

terdapat pada QS. Nuh [31]:1-2.

Sesungguhnya kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya (dengan

memerintahkan): "Berilah kaummu peringatan sebelum datang

kepadanya azab yang pedih", Nuh berkata: "Hai kaumku,

Sesungguhnya Aku adalah pemberi peringatan yang menjelaskan

kepada kamu.(Qs. Nuh: 1-2).

c. Komunitas manusia berakal yang mempunyai satu bahasa

Sesungguhnya qaum memiliki dua prinsip dasar: (1) karakteristik subyektif

(dzat) sebagai sebuah keniscayaan bagi eksistensi qaum sampai terbetuknya

bahasa, yaitu adanya komunitas manusia yang menggunakan bahasa sebagai

perangkat pemikiran, alat komunikasi, dan bentuk kebudayaan bagi

komunitas ini melalui bahasa. (2) karakteristik obyektif (maudhu‟i), saat

kita letakkan bentuk mudhȃf pada terma qaum, seperti ungkapan “Qaum

(suku) Arab”. Hal ini menunjukan adanya eksistensi objektif terdiri dari

kuantitas manusia yang menggunakan bahasa Arab sebagai eksistensi

objektif bila dihubungkan dengan qaum-qaum lainnya.31

Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. dan jangan

pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan

itu lebih baik. dan janganlah suka mencela dirimu sendiri. jangan memanggil dengan

gelaran yang mengandung ejekan. seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk

sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, Maka mereka Itulah orang-orang yang

zalim. 31

Syahrȗr , Tirani Islam. h. 73

Page 81: PENAFSIRAN (BANGSA) DALAM - N PEMBACAAN MU AMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40388/1/MUHAMAD... · A. Latar Belakang Masalah Kata bangsa dalam bahasa Arab

67 67

4. Negara

Negara adalah sebuah lembaga kekuasaan yang dibentuk untuk

menyelenggarakan kepentingan bersama, yaitu keamanan, ketertiban

masyarakat, kestabilan hukum dan stabilitas politik.32

Istilah negara dalam berbagai bangsa antara lain: country (Eng), land

(Ger), Pays (Fre), Daulah (Arab). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

negara diartikan dengan : 1) Organisasi di suatu wilayah yang mempunyai

kekuasaan tertinggi yang sah dan ditaati oleh rakyat, 2) kelompok sosial

yang menduduki wilayah atau daerah tertentu diorganisir di bawah lembaga

politik dan pemerintahan yang efektif, mempunyai kekuasaan politik

berdaulat sehingga berhak menentukan tujuan nasionalnya.33

Keberadaan negara, seperti organisasi secara umum, adalah untuk

memudahkan anggota (rakyat) mencapai tujuan bersama atau cita-citanya.

Keinginan bersama ini dirumuskan dalam suatu dokumen yang disebut

dengan konstitusi, termasuk didalamnya nilai-nilai yang dijunjung tinggi

oleh rakyat sebagai anggota negaranya. Sebagai dokumen yang

mencantumkan cita-cita bersama sebagai maksud didirikannya negara.

kostitusi merupakan dokumen hukum tertinggi pada suatu negara.

Karenanya, dia juga mengatur bagaimana negara dikelola. Konstitusi di

Indonesia disebut dengan Undang Undang Dasar.34

476.

32 M. Dawam Rahardjo, Ensiklopedi al-Qur‟ȃn (Jakarta: Paramadin, 1996), h.

33 Hasan Alwi, Dkk, Kamus Besar Bahasa Indonesia (t,tp, Balai Pustaka, t.th.),

Cetakan Pertama, Edisi Tiga, h. 777. 34

Perpustakaan Nasional RI, al-Qur‟an dan Kenegaraan (Tafsir Tematik) (Jakarta: Laznah Pentashihan al-Qur‟an, 2011), h.22.

Page 82: PENAFSIRAN (BANGSA) DALAM - N PEMBACAAN MU AMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40388/1/MUHAMAD... · A. Latar Belakang Masalah Kata bangsa dalam bahasa Arab

68 68

Menurut Syahrȗr, negara adalah media pengungkapan dari realitas

tertentu yang di jadikan sebagai ranah kehidupan oleh bangsa tertentu

(terdiri dari multi-qaum dan multi-ummat, atau satu qaum dan satu ummat,

serta multi qaum dan satu ummat)secara institusional.35

Institusi yang

memiliki karakteristik subjektif dan objektif sekaligus, dalam kaitannya

dengan pola interaksi pengaruh mempengaruhi secara dialektis (timbal

balik).

Dalam pengertian yang telah di paparkan di atas, jelas sekali bahwa

term Syu‟ȗb, qaum, qabȋlah, ummat dan negara mempunyai pengertian dan

fungsi yang berbeda-beda tetapi saling terikat satu sama lain. Dimana

komunitas manusia pertama-tama adalah satu ummat kemudian mereka

menjadi berbagai ummat. Setelah mereka mempunyai bahasa tertentu

mereka menjadi qaumiyyah. Ketika satu qaum atau lebih mempunyai naluri

yang sama bersatu maka di sebut dengan Syu‟ȗb. kemudian mereka hidup

dalam satu tanah air berikut batasannya yang satu dan mempunyai sistem

sosial, ekonomi, dan politik yang satu. Hubungan yang bertujuan untuk

kemaslahatan bersama menumbuhkan sistem perpolitikan dan menjadi

sebuah negara.

E. Signifikansi Makna Syu‟ȗb di Indonesia

Syu‟ȗb(bangsa) dalam perspektif Muḥammad Syaḥrȗr adalah

gabungan entitas-entitas yang beragam, lalu disatukan oleh hubungan

kesadaran dan diikat oleh asas kemaslahatan bersama yang dituangkan

dalam bentuk sistem legislasi dan hukum perundang-undangan. Sistem ini

35

Syahrȗr, Tirani Islam, h.193.

Page 83: PENAFSIRAN (BANGSA) DALAM - N PEMBACAAN MU AMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40388/1/MUHAMAD... · A. Latar Belakang Masalah Kata bangsa dalam bahasa Arab

69 69

diberlakukan pada ranah kehidupan yang dinamakan tanah air

(wathan/state) pada gilirannya, hubungan tersebut diatur oleh kekuasaan

yang dinamakan negara, yang kekuasaanya meliputi zona teritorial tanah air.

Dalam sejarahnya Indonesia merupkan bekas jajahan porgis,

belanda, jepang. Dahulu Indonesia di kenal dengan sebutan hindia belanda.

Rangkaian pulau-pulau yang terletak di antara dua benua dan dua samudera.

Suku asli nya ras melayunesia. Unsur masyarakat yang membentuk bangsa

Indonesia terdiri atas bermacam-macam suku, adat istiadat, kebudayaan dan

agama yang berdiam dalam satu zona teritorial (negara).

Terdapat lebih dari 300 kelompok etnik atau suku bangsa di

Indonesia, atau tepatnya 1340 suku menurut sensus BPS tahun 2010. Suku

jawa adalah suku terbesar di Indonesia dengan jumlah mencapai 41% dari

total populasi. Orang Jawa kebanyakan berkumpul di pulau Jawa, akan

tetapi jutaan jiwa telah bertransmigrasi dan tersebar ke berbagai Nusantara.

Suku sunda, suku batak dan suku Madura adalah kelompok terbesar

berikutnya di negara ini. 36

Dari 1340 suku yang ada di Indonesia mempunyai bahasa masing-

masing. tetapi dari semua bahasa yang terdapat dalam suku tersebut hanya

ada satu bahasa yang telah di sepakati sebagai bahasa nasional, yaitu bahasa

indonesia. Pada prinsipnya, menurut pendekatan linguistik, asal-usul suatu

bangsa dapat ditelusuri melalui penyebaran bahasanya.

Makna bangsa menurut Muḥammad Syaḥrȗr tersebut sesuai dengan

konteks keIndonesiaan. Makna bangsa di Indonesia sendiri di pahami

36

Badan Pusat Statistik, Kewarganegaraan, Suku Bangsa, Agama dan Bahasa

Sehari-hari Penduduk Indonesia Hasil Sensus Penduduk 2010. (badan Pusat Statik. 2011)

diakses dari https://id.wikipedia.org/wiki/Suku_bangsa_di_Indonesia

Page 84: PENAFSIRAN (BANGSA) DALAM - N PEMBACAAN MU AMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40388/1/MUHAMAD... · A. Latar Belakang Masalah Kata bangsa dalam bahasa Arab

70 70

sebagai kelompok manusia yang bersamaan asal keturunan, adat istiadat,

bahasa, dan sejarahnya.37

Sebagaimana Funding father Indonesia Ir.

Soekarno merumuskan bangsa sebagai satu nyawa satu azas akal yang

terjadi dua hal, pertama, rakyat itu dulunya harus bersama menjalani satu

riwayat. Kedua, rakyat itu harus mempunyai kemauan, keinginan hidup

menjadi satu. Bukannya jenis (ras), bukannya bahasa, bukannya agama

melainkan perasaan butuh.

Syaḥrȗr juga menjadikan Bahasa sebagai pola hubungan kesadaran,

karena bahasa sendiri merupakan perangkat pemikiran dan alat komunikasi.

Dengan adanya keragaman bahasa, manusia dapat dibedakan menjadi

sebuah komunitas yang didasarkan kepada konsep konsep dasar bahasa,

dalam bahasa Syaḥrȗr disebut dengan qaumiyāh.38

Indonesia mempunyai suku-suku yang banyak, setiap suku

mempunyai bahasa masing-masing tetapi mereka telah menyepakati bahasa

yang satu, suku-suku itu kemudian berusaha untuk bersatu, baik secara

sukarela maupun terpaksa, ranah kehidupan yang satu dan yang lainnya,

maka suku-suku tersebut telah membentuk bangsa yang hidup dalam zona

teritorial: tanah air. Dengan demikian, bangsa dan tanah air merupakan dua

sisi mata uang yang tidak terpisahkan.

Indonesia adalah bangsa yang mempunyai pusat negara di Jakarta.

Dengan begitu setiap jengkal tanah yang ada di belahan Indonesia, yang

berada dalam kekuasaan Negara yang beribukota di Jakarta, dapat disebut

dengan tanah Air (wathan). Sedangkan seluruh manusia yang hidup di tanah

37 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Indonesia, h.134. 38

Syahrur, Tirani Islam.h.90.

Page 85: PENAFSIRAN (BANGSA) DALAM - N PEMBACAAN MU AMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40388/1/MUHAMAD... · A. Latar Belakang Masalah Kata bangsa dalam bahasa Arab

71 71

ini (yang berada di bawah kekuasaan negara) di sebut dengan Bangsa

(Syu‟ȗb). terlepas darimana suku dan apa bahasa mereka. Mereka hidup

dalam satu tanah air, berikut batasannya yang satu dan mempunyai sistem

sosial, ekonomi, dan politik yang satu juga. Hubungan yang terbangun

dalam individu bangsa adalah hubungan untuk kemaslahatan bersama, yang

pada gilirannya menumbuhkan sistem politik (negara).39

39 Syahrur, Tirani Islam. h.91.

Page 86: PENAFSIRAN (BANGSA) DALAM - N PEMBACAAN MU AMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40388/1/MUHAMAD... · A. Latar Belakang Masalah Kata bangsa dalam bahasa Arab

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pada bagian akhir penelitian ini, penulis berusaha mengambil

kesimpulan-kesimpulan sebagai cakupan dari semua pembahasan yang telah

penulis urai, disamping sebagai jawaban dari rumusan masalah mengenai

persoalan konsep Syu‟ȗb (bangsa).

Mufasir menjelaskan kata asy-sya‟b sebagai komunitas terbesar yang

mengikat manusia, yang didalamnya terdapat subkelompok yang disebut

qabȋlah, dan qabȋlah terdiri dari sub-sub kelompok yang lebih kecil yakni

Ummat. Dengan kata lain, qabȋlah merupakan komunitas kecil yang

menjadi anggota dari Syu‟ȗb. Sebagian yang lainnya menjelaskan kata

Syu‟ȗb sebagai kelompok non Arab dan qabȋlah sebagai kelompok Arab

sebagaimana satu pendapat yang di kutip oleh Ibnu Abbas dan Ath-

Tahabarsyi.

Menurut Muḥammad Syahrȗr Syu‟ȗb adalah sekumpulan manusia

yang berakal. Mereka mempunyai bahasa dan berafiliasi dengan satu qaum

atau lebih. Mereka mempunyai naluri serupa, namun berbeda kebudayaan.

Makna Syu‟ȗb lebih umum daripada makna ummat dan qaumiyyah. Sebab,

makna Syu‟ȗb sendiri sebenarnya telah mencakup makna keduanya. Dan ia

mengandung makna yang tidak tercakup dalam makna keduanya. Pada

awalnya manusia adalah satu ummat namun kemudian manjadi berbagai

ummat. Setelah manusia memiliki bahasa tertentu maka mereka telah

menjadi qaumiyyah. kemudian ketika sekumpulan qaumiyyah berusaha

bersatu secara sukarela ataupun terpaksa, ranah kehidupan yang satu dengan

72

Page 87: PENAFSIRAN (BANGSA) DALAM - N PEMBACAAN MU AMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40388/1/MUHAMAD... · A. Latar Belakang Masalah Kata bangsa dalam bahasa Arab

73

yang lainnya, maka qaumiyyah tersebut telah menjadi Syu‟ȗb yang hidup

dalam ranah kehidupan yang mempunyai zona teritorial: tanah air.

B. Rekomendasi

Dalam rangka melengkapi penelitian ini, penulis menganggap perlu

merekomendasikan untuk dijadikan bahan penelitian lanjut:

1. Penelitian studi al-Qur‟ān dengan model pendekatan

hermeneutika masih perlu digalakkan.

2. Setiap kata memiliki makna yang berlapis-lapis, sehingga

wajar Syaḥrȗr menolak sisi makna yang terkandung dalam

sebuah kata dalam kamus adalah statis, tetap dan tidak

berkembang sebagaimana awal pembentukannya.

Page 88: PENAFSIRAN (BANGSA) DALAM - N PEMBACAAN MU AMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40388/1/MUHAMAD... · A. Latar Belakang Masalah Kata bangsa dalam bahasa Arab

DAFTAR PUSTAKA

Abdulgani, Ruslan. Nation and Character Building Republik Indonesia.

Jakarta: Seksi Penerangan KOTI, 1965.

Abu al-Su‟ud ibn Muḥammad al-Imadi al-Hanāfi, Irsyad al-„aqla al-Salim

ila Mazaya al-Kitāb al-Karīm, V, Riyadh: Maktabah ar-Riyadh al-

Haditsah.

Syariati, ali, Ummah dan Imammah, Bandung: Pustaka Hidayah, 1995

Alwi, Hasan. Dkk, Kamus Besar Bahasa Indonesia, t,tp, Balai Pustaka, t.th.,

Cetakan Pertama, Edisi Tiga.

Amin, Muḥammad Abdullah, “Paradigma Alternatif Pengembangan Ushul

Fikih dan Dampaknya Pada Fikih Kontemporer”. Madzhab Yogya,

Menggagas paradigma Fikih Kontemporer, Yogyakarta: ar-Ruz, 2002.

Asa, Sya‟bah, Tafsir Ayat-Ayat Sosial Politik. Jakarta: PT. Gramedia

Pustaka Utama, 2000.

Badan Pusat Statistik, Kewarganegaraan, Suku Bangsa, Agama dan

Bahasa Sehari-hari Penduduk Indonesia Hasil Sensus Penduduk

2010. (badan Pusat Statik. 2011) diakses dari

https://id.wikipedia.org/wiki/Suku_bangsa_di_Indonesia

Bagus, Lorens. Kamus Filsafat, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1996.

Baqi, Muḥammad Fuad Abd, Mu‟zam al-Mufahras li Ahfadz Qur‟an,

Kairo: Dar al-Qutb al-Mishiriyyah, 1363 H.

Bertens, K. Sejarah Filsafat Yunani. Manado: PT Kanisius, 1999.

Budiman, Kris, Kosa Kata Semiotik, Yogyakarta: LkiS, 1999.

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:

Pusat Bahasa, 2008.

Fatah, Abdul, Kewargaan dalam Islam: Tafsir Baru Tentang Konsep

Ummat, Yogyakarta: Lembaga pengkaji Agama dan Masyarakat

(LPAM), 2004.

Fayruzabadi, Tanwir al-Miqbas min Tafsir Ibn Abbas, III.

Grosby, Stave, Nasionalisme. Surabaya: portico, cet 1, 2010.

Hadi, Sutisno, Metodologi Research. Yogyakarta: Rake Sarasin, 1996.

73

Page 89: PENAFSIRAN (BANGSA) DALAM - N PEMBACAAN MU AMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40388/1/MUHAMAD... · A. Latar Belakang Masalah Kata bangsa dalam bahasa Arab

74

Hamka, Tafsir al-Azhar. Jakarta: Pustaka Panjimas, 1988.

Hasan, Muḥammad Tholha, Prospek Islam dalam Menghadapi Tantangan

Zaman, jakarta: Lantabora press, 2005.

Hasbi, M. al-Shiddiqy.Tafsir al-Qur‟ān al-Majid “ANNUR”. Semarang:

Pustaka Rizki, 1995.

Hitami, Munzir, Revolusi Sejarah Manusia, Yogyakarta: LkiS Yogyakarta,

2009.

Iqbal, Muḥammad dan Husein Amin Nasution, Pemikiran Politik Islam.

Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013.

Ibn Fȃris, Mu‟jam al-Maqȃyȋs fȋ al-Lughȃh, Beirut: Dȃr al-Fikr, 1994

Ibn Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, IV. Mesir: Dar al-Kutb, 2000.

Kementerian Agama RI, Tafsir al-Qur‟ān Tematik: Etika Berkeluarga,

Bermasyarakat, dan Berpolitik. Jakarta: Kementrian Agama RI,

2012.

-----------, al-Qur‟ȃn dan Terjemahnya. Semarang, Toha Putera. 1989.

Khan, Qamaruddin, Pemikiran Politik Ibnu Taimiah. Bandung: Penerbit

Pustaka, 1971.

Kholdun, Ibn. Muqaddimah. Jakarta: Penerbit Pustaka Firdaus, 2011.

Komaruddin, Kamus Riset. Bandung: Angkasa, 1989.

Manzhur, Ibn, Lisan al-„Arab al-Muhith, III, h. 12.

Maraghi, Ahmad Musthofa, Tafsir al-Maraghi, terj. Semarang: Toha Putera,

1993.

Masduki, Usaha Pembaharuan Ushul Fikih Muḥammad Syaḥrȗr, “al-

Qalam”, Vol 25, No.1.

Moleong, J Lexy, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja

Rosdakarya,2009.

Mustakim, Abdul dan Sahiron Syamsuddin, Studi al-Qur‟ān Kontemporer,

Yogyakarta: PT Tiara Wacana Yogya, 2002.

Mustakim, Abdul. Epistimologi Tafsir Kontemporer, Yogyakarta: Lkis

group, 2010.

Mustansyir, Rizal dan Munir Misnal, Filsafat Ilmu, Yogyakarta: Pustaka

Pelajar. 2001.

Page 90: PENAFSIRAN (BANGSA) DALAM - N PEMBACAAN MU AMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40388/1/MUHAMAD... · A. Latar Belakang Masalah Kata bangsa dalam bahasa Arab

75

Nur, Aminuddin, Pengantar Studi Sejarah Pergerakan Nasional. Jakarta:

Pembimbing Massa, 1967.

Perpustakaan Nasional RI, al-Qur‟ān dan Kenegaraan (Tafsir Tematik),

Jakarta: Laznah Pentashihan al-Qur‟ān, 2011.

Qattan, Manna Khalil, Mabahits Fȋ ulȗm al-Qur‟ān (Studi Ilmu-Ilmu al-

Qur‟ȃn, Terj. Muzakir AS. Jakarta: Pustaka Litera Antar Nusa, 2000.

Qutb, Sayyid, Tafsir Fi Zhilalil Qur‟an, Kairo: Darusy Syuruq, 1982.

Rahardjo, M. Dawam, Ensiklopedi al-Qur‟ān, Jakarta: Paramadina, 1996.

Rustandi, Ahmad, Dkk. Islam, Marxisme, Liberalisme, Nasionalisme. Bandung: Jajaran Universitas Islam Nusantara, 1977.

Saleh, Qamaruddin. Asbabun Nuzul: Latar Belakang Historis Turunnya

Ayat-Ayat al-Qur‟ān. Bandung: CV Diponogoro, 1996, cet 18.

Shihab, M. Quraish, Wawasan al-Qur‟ān, Jakarta: PT. Mizan Pustaka,

2013.

Smith, D, Anthony, Nasionalisme Teori Idiologi dan Sejarah. Jakarta:

Penerbit Erlangga, 2002.

Soekarno, Dibawah Bedera Revolusi. Jakarta: Penerbit Panitya, 1965.

-----------. Lahirnya Pancasila, Jakarta: Balai Pustaka, 1962.

Suhelmi, Ahmad, Pemikiran Politik Barat, Kajian Sejarah Pemikiran

Negara, Masyarakat dan Kekuasaan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka

Utama, 2001.

Suriasumantri, Jujun, Filsafat Ilmu:Sebuah pengantar Populer. Jakarta:

Pustaka Sinar Harapan. 2003.

Suyuti,Jalaluddin. Al-itqan fi „Ulum al-Qur‟an, Jilid I. Beirut: Daar al-Kutb

al-„Ilmiyyah, 2003.

Syaḥrȗr, Muḥammad, al-kitab wa al-Qur‟ān qira‟ah mu‟asirah, Damaskus:

Al-Ahali, 1990.

----------, Dialektika Kosmos dan Manusia: Dasar-Dasar Epistimologi

Qur‟ani, Terj. M. Firdaus. Bandung: Nuansa Cendikia, 2004.

Page 91: PENAFSIRAN (BANGSA) DALAM - N PEMBACAAN MU AMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40388/1/MUHAMAD... · A. Latar Belakang Masalah Kata bangsa dalam bahasa Arab

76

-----------. Epistimologi al-Qur‟ān: Tafsir Konteporer Ayat-Ayat Al-Qur‟ān

Berbasis Materialisme Dialektika Historis.

----------. Nahwa Ushul al-Jadidah Lil Fiqh al-Islāmi, Damaskus: al-Ahali li

al-Thibā‟ah wa an Nasīr wa al-Tauzi‟,2000.

----------,prinsip dan Dasar Hermeneutika al-Qur‟ān Kontemporer, terj.

Sahiron Samsuddin, MA dan Burhanuddin, Yogyakarta: eLSAQ

press, 2004.

----------.Tirani Islam: Geneologi Masyarakat dan Negara. Yogyakarta:lkis,

2003.

Syakir, Ahmad Syaikh. Mukhtasar Tafsir Ibnu Katsīr. Jakarta, Darus

Sunnah, 2014.

Syamsuddin, Nazaruddin, Soekarno, Pemikiran Politik dan Kenyataan

Praktek. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1993.

Syamsuddin, Sahiron, dan Abdul Mustakim, Studi al-Qur‟ān Kontemporer;

Wacana Baru Berbagai Metodologi Tafsir. Yogyakarta: Tiara

Wacana, 2002.

----------, Shiron. Dan Burhanuddin. Metodologi Fikih Islam Kontemporer.

Yogyakarta: Tiara Wacana, 2002.

Syariati, Ali. ummah dan Imammah, Suatu Tinjauan Sosiologis. Terj. Afif

Muḥammad Bandung: Pustaka Hidayah, 1995.

Thobari, Imam, jami‟ al-Bayan Ta‟wili Ayi al-Qur‟ān, Jakarta: Pustaka

Azam, 2009.

Yusron, Muhammad, “Mengenal Pemikiran Bint al-Syāti‟ Tentang al-

Qur‟ān” dalam kumpulan tulisan dosen Tafsir Hadis, UIN Sunan

Kalijaga, Muhammad Yusron (Dkk), Studi Tafsir Kontemporer,

Yogyakarta: TH-Press, 2006.

Zamakhsyari, Tafsir al-Kasysyaf III, Beirut: Dar al-Fikr, 1977.