pemukiman.pdf

86
Volume 4 No. 2 Septeember 2009 ISSN : 1907 – 4352 Akreditasi No. 222/AU1/P2MBI/08/2009 JURNAL PERMUKIMAN Model Pengembangan Hunian Vertikal Menuju Pembangunan Perumahan Berkelanjutan Oleh : Tito Murbaintoro, M. Syamsul Ma’arif, Surjono H. Sutjahjo, Iskandar Saleh Peningkatan Peran Lembaga Lokal Dalam Rangka Pembangunan Permukiman Di Perdesaan Oleh : Aris Prihandono Pembangunan Rumah Susun Dalam Mendukung Aktivitas Ekonomi Perkotaan (Studi Kasus Kota Bandung) Oleh : Heni Suhaeni Infrastruktur Pecinan yang Mudah Diakses Mendukung Pariwisata yang Aksesibel Oleh : Inge Komardjaja Komparasi Nilai Partial –OTTV pada East-Wall Berbasis U-Value = 2,6 dengan U- Value = 1,6 Oleh : Wied Wiwoho Winaktoe Analisa Data Variabel Sosial Bidang Permukiman Oleh : Yulinda Rosa Keefektifan Pengolahan Antara Abu Terbang dengan Karbon Aktif terhadap Kebutuhan Oksigen Kimia (KOK), Warna dan Logam Berat Air Lindi Sampah Oleh : Tibin R. Prayudi Jurnal Permukiman Vol. 4 No. 2 Hal. 72-154 Bandung September 2009 ISSN : 1907- 4352

Transcript of pemukiman.pdf

  • Volume 4 No. 2 Septeember 2009 ISSN : 1907 4352Akreditasi No. 222/AU1/P2MBI/08/2009

    JURNALPERMUKIMAN

    Model Pengembangan Hunian Vertikal Menuju Pembangunan PerumahanBerkelanjutanOleh : Tito Murbaintoro, M. Syamsul Maarif, Surjono H. Sutjahjo, Iskandar Saleh

    Peningkatan Peran Lembaga Lokal Dalam Rangka Pembangunan Permukiman DiPerdesaanOleh : Aris Prihandono

    Pembangunan Rumah Susun Dalam Mendukung Aktivitas Ekonomi Perkotaan (StudiKasus Kota Bandung)Oleh : Heni Suhaeni

    Infrastruktur Pecinan yang Mudah Diakses Mendukung Pariwisata yang AksesibelOleh : Inge Komardjaja

    Komparasi Nilai Partial OTTV pada East-Wall Berbasis U-Value = 2,6 dengan U-Value = 1,6Oleh : Wied Wiwoho Winaktoe

    Analisa Data Variabel Sosial Bidang PermukimanOleh : Yulinda Rosa

    Keefektifan Pengolahan Antara Abu Terbang dengan Karbon Aktif terhadapKebutuhan Oksigen Kimia (KOK), Warna dan Logam Berat Air Lindi SampahOleh : Tibin R. Prayudi

    JurnalPermukiman

    Vol. 4 No. 2 Hal.72-154

    BandungSeptember

    2009

    ISSN : 1907-4352

  • JURNAL PERMUKIMANVolume 4 No. 2 September 2009

    PELINDUNGPEMIMPIN REDAKSI

    DEWAN PENELAAH NASKAHKetuaAnggota

    MITRA BESTARI

    REDAKSI PELAKSANA

    ISSN : 1907 4352

    Kepala Pusat Litbang PermukimanKepala Bidang Standar dan Diseminasi

    Prof. R. Dr. Suprapto, MSc. FPE. (Bidang Fisika dan KeselamatanBangunan, Pusat Litbang Permukiman)

    1. Lasino, ST. APU. (Bahan Bangunan, Pusat LitbangPermukiman)

    2. Andriati Amir Husin, MSi. (Bahan Bangunan, Pusat LitbangPermukiman

    3. Ir. Nurhasanah S., MM. (Teknologi dan ManajemenLingkungan, Pusat Litbang Permukiman)

    4. Dr. Anita Firmanti, MT. (Bahan Bangunan, Pusat LitbangPermukiman

    5. Ir. Arief Sabaruddin, CES. (Perumahan dan Permukiman,Pusat Litbang Permukiman

    6. Dra. Inge Komardjaja, Ph. D. (Permukiman dan Aksesibilitas,Pusat Litbang Permukiman)

    7. Ir. Lya Meilany S., MT. (Teknologi dan ManajemenLingkungan, Pusat Litbang Permukiman

    8. Ir. Silvia F. Herina, MT. (Rekayasa Teknik Sipil, Pusat LitbangPermukiman)

    9. Dra. Sri Astuti, MSA. (Bangunan dan Lingkungan, PusatLitbang Permukiman

    10. Ir. Maryoko Hadi, MT. (Struktur dan Konstruksi, Pusat LitbangPermukiman

    1. Prof. R. Dr. Ir. Bambang Subiyanto, M. Agr. (BahanBangunan, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia)

    2. Ir. Iswandi Imran, MASc. Ph. D. (Rekayasa Struktur, InstitutTeknologi Bandung)

    3. Dr. Ir. Tri Padmi (Teknik Lingkungan, Institut TeknologiBandung)

    4. Ir. Indra Budiman Syamwil, MSc. Ph. D. (Perumahan danPermukiman, Institut Teknologi Bandung)

    Drs. Duddy D. Kusumo, MBA., Dra. Roosdharmawati, Adang Triana

    Jurnal PermukimanTelah diterbitkan sejak tahun 1985 dengan nama Jurnal Penelitian Permukiman.

    Tahun 2006 berubah nama menjadi Jurnal Permukiman dengan jumlah terbitan 3 (kali) dalam setahunyaitu pada bulan Mei, September, dan November

  • JURNAL PERMUKIMAN ISSN : 1907 4352Volume 4 No. 2 September 2009

    Daftar Isi

    Model Pengembangan Hunian Vertikal Menuju Pembangunan Perumahan Berkelanjutan ..Oleh : Tito Murbaintoro, M. Syamsul Maarif, Surjono H. Sutjahjo, Iskandar Saleh

    Peningkatan Peran Lembaga Lokal Dalam Rangka Pembangunan Permukiman Di Perdesaan ..Oleh : Aris Prihandono

    Pembangunan Rumah Susun Dalam Mendukung Aktivitas Ekonomi Perkotaan (Studi Kasus KotaBandung) Oleh : Heni Suhaeni

    Infrastruktur Pecinan yang Mudah Diakses Mendukung Pariwisata yang Aksesibel ..Oleh : Inge Komardjaja

    Komparasi Nilai Partial OTTV pada East-Wall Berbasis U-Value = 2,6 dengan U-Value = 1,6 Oleh : Wied Wiwoho Winaktoe

    Analisa Data Variabel Sosial Bidang Permukiman Oleh : Yulinda Rosa

    Keefektifan Pengolahan Antara Abu Terbang dengan Karbon Aktif terhadap Kebutuhan OksigenKimia (KOK), Warna dan Logam Berat Air Lindi Sampah .Oleh : Tibin R. Prayudi

    Hal.

    72 - 87

    88 - 101

    102 - 109

    110 - 120

    121 - 127

    128 - 140

    141 - 148

  • JURNAL PERMUKIMAN ISSN : 1907 4352Volume 4 No.2 September 2009

    Pengantar Redaksi

    Sebagai pembuka kami menyajikan tulisan mengenai pembangunan model pengembangan hunian vertikalmenuju pembangunan perumahan berkelanjutan dan implikasinya terhadap kebijakan pembangunan perumahanbagi masyarakat berpenghasilan rendah. Tulisan ini disampaikan oleh Tito Murbaintoro, M. Syamsul Maarif,Surjono H. Sutjahjo, dan Iskandar Saleh dengan judul Model Pengembangan Hunian Vertikal MenujuPembangunan Perumahan Berkelanjutan.

    Upaya pembangunan perumahan dan permukiman yang melibatkan kapasitas dan kapabilitas lembaga-lembagaformal harus disertai langkah seleksi karena terkait dengan internalisasi muatan baru. Beberapa kriteria dapatdijadikan referensi dalam pemilihan lembaga yaitu : tingkat kemapanan, kondisi unsur-unsur kelembagaan, danefektivitas organisasi. Tulisan ini berjudul Peningkatan Peran Lembaga Lokal Dalam Rangka PembangunanPermukiman Di Perdesaan yang ditulis oleh Aris Prihandono.

    Heni Suhaeni memaparkan hasil penelitiannya dalam tulisan yang berjudul Pembangunan Rumah Susun DalamMendukung Aktivitas Ekonomi Perkotaan dengan konsep dasarnya adalah penataan ruang yang menghasilkankualitas lingkungan perkotaan yang sehat dengan penggunaan lahan yang efisien.

    Infrastruktur Pecinan yang Mudah Diakses Mendukung Prinsip Pariwisata yang Aksesibel menjadi bahan tulisanInge Komardjaja dimana pecinan mempunyai potensi besar menjadi kawasan pariwisata, serta berpegang pulapada prinsip pariwisata yang aksesibel maka wisatawan lokal dan mancanegara yang menyandang cacat akantertarik mengunjungi pecinan.

    Wied Wiwoho Winaktoe menyajikan hasil penelitian mengenai Komparasi Nilai Partial_OTTV pada East-WallBerbasis U-Value = 2,6 dengan U-value = 1,6. OTTV sebagai prosedur standar konservasi energi yangdikukuhkan sebagai prosedur vital dalam praktik rancang bangun.

    Guna mendapatkan pembangunan perumahan dan permukiman yang berkelanjutan diperlukan analisa sosialdengan menggunakan dua metode analisa : deskriptif dan induktif. Yulinda Rosa membahas masalah tersebutdalam tulisannya yang berjudul Metode Analisa Data Variabel Sosial Bidang Permukiman.

    Tulisan penutup dalam edisi ini, Tibin R. Prayudi membahas tentang Keefektifan Pengolahan Antara AbuTerbang dengan Karbon Aktif terhadap Kebutuhan Oksigen Kimia (KOK), Warna dan Logam Berat Air LindiSampah. Penggunaan abu terbang dan karbon aktif dalam dosis tertentu dapat menurunkan kandungan KOK,warna dan logam berat air buangan rumah tangga.

    Alamat RedaksiPusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman, Badan Litbang Dep. Pekerjaan Umum

    Jl. Panyaungan, Cileunyi Wetan, Kab. Bandung 40393 PO Box 812 Bandung 40008, IndonesiaTelp. 022-7798393 (4 saluran), Fax. 022-7798392, Email : [email protected]

    AkreditasiJurnal Permukiman ditetapkan sebagai Majalah Berkala Ilmiah : TERAKREDITASI C

    Nomor : No. 222/AU1/P2MBI/08/2009Berdasarkan Kutipan Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia

    Nomor : 816/D/2009 Tanggal 28 Agustus 2009(Masa berlaku hingga Agusrus 2010)

  • Abstrak

    UDC69.058.4Mur Murbaintoro, TitoM Model pengembangan hunian vertikal menuju

    pembangunan perumahan berkelanjutan/Tito Mur-baintoro et.al. --Jurnal Permukiman. --Vol. 4 No. 2September 2009.--Hal. 72-87. -- Bandung : Pusat Pe-nelitian dan Pengembangan Permukiman, 2009.76 hlm : ilus; 25 cmAbstrak : hlm. 72ISSN : 1907-4352I. SETTLEMENT II. BUILDING 1. Maarif, M. Syamsul2. H. Sutjahjo, Sujono 3. Saleh, Iskandar 4. Judul

    Pengembangan hunian vertikal merupakan salah satualternatif strategi memenuhi kebutuhan perumahan bagimasyarakat terutama Masyarakat Berpenghasilan Rendah(MBR), mengurangi backlog, dan mengoptimalkanpemenuhan Ruang Terbuka Hijau (RTH). Berkaitan haltersebut dilakukan kajian model pengembangan hunianvertikal di Kota Depok. Penelitian bertujuan untukmembangun model pengembangan hunian vertikal menujupembangunan perumahan berkelanjutan dan implikasinyaterhadap kebijakan pembangunan perumahan bagi MBR.

    Kata kunci : Hunian vertikal, RTH, MBR, backlog,berkelanjutan

    UDC69.058.4Pri Prihandono, Arisp Peningkatan peran lembaga lokal dalam rangka

    pembangunan permukiman di perdesaan/Aris Pri-handono.--Jurnal Permukiman.--Vol. 4 No. 2 Sep-tember 2009.--Hal. 88-101.--Bandung : Pusat Pe-litian dan Pengembangan Permukiman, 2009.76 hlm : ilus; 25 cmAbstrak : hlm. 88ISSN : 1907-4352I. SETTLEMENT II. ECONOMIC 1. Judul

    Pelibatan kelembagaan lokal dalam pembangunanpermukiman sangat relevan, namun perlu seleksi. Lembagaharus memenuhi kriteria : tingkat kemapanan, kondisiunsur kelembagaan, efektivitas organisasi. Internalisasiperan baru dilakukan melalui pemberdayaan namun harusmemperhatikan tipe kelembagaan dan kinerjanya. Bentukpemberdayaan dapat berupa asistensi, fasilitasi, ataupromosi. Sedangkan materi pemberdayaan meliputi materiumum, inti dan penunjang.

    Kata kunci : Tipe lembaga, seleksi, pemberdayaan

    UDC69.032.2Suh Suhaeni, Henip Pembangunan rumah susun dalam mendukung

    aktivitas ekonomi perkotaan studi kasus kota Bandung/Heni Suhaeni.-- Jurnal Permukiman. --Vol. 4No. 2 September 2009.--Hal. 102-109.--Bandung :Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman,2009.76 hlm : ilus; 25 cmAbstrak : hlm. 102ISSN : 1907-4352I. MULTISTOREY BUILDINGS 1. Judul

    Pembangunan rumah susun dalam mendukung aktivitasekonomi perkotaan dapat dijalankan dengan carapembangunannya harus mampu mewadahi kebutuhanruang bagi semua kelompok penduduk perkotaan yangselama ini tinggal, bekerja, membentuk dan membangunaktivitas ekonomi di kota tersebut.

    Kata kunci : Penataan ruang, aktivitas ekonomi, perkotaan

    UDC338.48Kom Komardjaja, Ingei Infrastruktur pecinan yang mudah diakses men-

    dukung prinsip pariwisata yang aksesibel/Inge Komardjaja.-- Jurnal Permukiman.-- Vol. 4 No. 2 September2009.-- Hal. 110-120.--Bandung : Pusat Penelitiandan Pengembangan Permukiman, 2009.76 hlm : ilus; 25 cmAbstrak : hlm. 110ISSN : 1907-4352I. TOURIST II. DISABLED PEOPLE 1. Judul

    Pecinan perlu ditata berdasarkan perencanaan yangmatang dan pelaksanaan yang cermat. Dengan berprinsippada pariwisata yang aksesibel, wisatawan lokal danmancanegara yang menyandang cacat tertarik untukmengunjungi pecinan. PBB mengatakan para penyandangcacat mempunyai hak yang sama dengan mereka yangtidak cacat untuk berwisata. Penelitian ini menggunakanmetode kualitatif untuk dapat mengidentifikasi problempenyandang cacat. Pecinan yang ramah cacat mendukungprinsip accessible tourism.

    Kata kunci : Penyandang cacat, keterbatasan mobilitas,pecinan, pariwisata, aksesibilitas

    UDC69.721Win Winaktoe, Wied Wiwohok Komparasi nilai partial ottv pada east wall berba-

    sis u-value=2,6 dengan u-value=1,6/Wied WiwohoWinaktoe.-- Jurnal Permukiman.-- Vol. 4 No. 2 Sep-tember 2009.-- Hal. 121-127.-- Bandung : Pusat Pe-nelitian dan Pengembangan Permukiman, 2009.76 hlm : ilus; 25 cm

    UDC613.87Ros Rosa, Yulindam Metode analisa data variabel sosial bidang permu

    kiman/Yulinda Rosa.-- Jurnal Permukiman.-- Vol. 4No. 2 September 2009.-- Hal. 128 -140.-- Bandung :Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman,2009.76 hlm : ilus; 25 cm

  • Abstrak : hlm. 121ISSN : 1907-4352I. BUILDINGS II. ARCHITECTURE 1. Judul

    Dinding-timur pada iklim tropika-lembab dipersyaratkanuntuk memiliki nilai u-value=2,0 yang sebenarnya sulittercapai karena struktur dinding yang popular (plester-bata-plester) cenderung memiliki u-value=2,6. Prosedurriset menghasilkan temuan : model dinding u-value=2,6(partial OTTV=21,28 W/m), u-value=1,6 (partialOTTV=12,95 W/m). Konklusi u-value < 2 menghasilkanpartial OTTV lebih kecil ketimbang u-value > 2.Kata kunci : Termal, transmitansi, u-value, dinding, OTTV

    Abstrak : hlm. 128ISSN : 1907-4352I. SOCIAL II. DESCRIPTIVE ANALYSIS 1. Judul

    Data variabel sosial bidang permukiman merupakan datakualitatif. Analisa deskriptif dilakukan dengan terlebihdahulu membuat distribusi frekuensi. Beberapa metodeyang biasa digunakan dalam pembuatan frekuensi variabelsosial, diantaranya adalah dengan menggunakan nilai skorkumulatif dari seluruh item yang digunakan untukmengukur variabel tersebut dan metode srtrugles.

    Kata kunci : Variabel sosial, data kualitatif, kuesioner,analisa deskriptif, skor, kumulatif

    UDC54.188Pra Prayudi, Tibin Rk Keefektifan pengolahan antara abu terbang de-

    ngan karbon aktif terhadap kebutuhan oksigen kimia(KOK) warna dan logam berat air lindi sampah/TibinR. Prayudi.-- Jurnal Permukiman.-- Vol. 4 No. 2 Sep-tember 2009.-- Hal. 141- 148.-- Bandung : Pusat Pe-nelitian dan Pengembangan Permukiman, 2009.76 hlm : ilus; 25 cmAbstrak : hlm. 141ISSN : 1907-4352I. CHEMISTRY II. OXYGEN 1. Judul

    Penelitian eksperimental dilakukan di laboratorium, denganpengadukan abu terbang dan karbon aktif dengan air lindisampah pada kecepatan 100 rpm selama satu jam, padadosis 15, 25, 35, 50, 100 dan 150 mg/liter. Hasil penelitianmenunjukkan bahwa dengan pemakaian abu terbang akanlebih efektif dalam menurunkan KOK, warna, Zn, dan CUair lindi, sedangkan karbon aktif lebih efektif dalammenurubkan Fe air lindi.

    Kata kunci : Abu terbang, karbon aktif, air lindi, kebutuhanoksigen kimia (KOK)

  • Abstract

    UDC69.058.4Mur Murbaintoro, TitoM Model of the development of vertical residential

    for the sustainable of housing development /Tito Mur-baintoro et.al. --Jurnal Permukiman. --Vol. 4 No. 2September 2009.--Page. 72-87.-- Bandung : ResearchInstitute for Human Settlements, 2009.76 pages : ilus; 25 cmAbstract : page 72ISSN : 1907-4352I. SETTLEMENT II. BUILDING 1. Maarif, M. Syamsul2. H. Sutjahjo, Sujono 3. Saleh, Iskandar 4. Title

    Vertical residential development is one of the alternativestrategies to meet the need of housing for people,especially low income people, decrease the backlog andoptimizing the need of open green space. Relating to thatreason, the study on model of the development of verticalresidential was carried out in Depok city. The research waspurposed to create a model of the development of verticalresidential for the sustainable of housing development andits impact to the housing development policy for the lowincome people.

    Keywords : Vertical residential, open green space, lowincome people, backlog, model, sustainable

    UDC69.058.4Pri Prihandono, Arisp Improving the role of local institution in term of

    settlement development in rural area/Aris Prihandono--Jurnal Permukiman.--Vol. 4 No. 2 September 2009.--Page. 88-101.--Bandung : Research Institute forHuman Settlements, 2009.76 pages : ilus; 25 cmAbstract : page 88ISSN : 1907-4352I. SETTLEMENT II. ECONOMIC 1. Title

    Involvement the local institution in developing settlementsis relevant very much to current sitation. However, itrequires stick selection. The criteria of selection include :level of establishment, condition of organizationcomponents, effectiveness of organization. Internalizationof the new roles can be carried out through empowermentof the local level institution. Nevertheless, it must taketypes of the institution and its performance intoconsideration. Nature of the empowerment can beassistance, facilitation, and promotion. While substances ofempowerment consist of general, major, and minor one.

    Keywords : Institution types, selection, empowerment

    UDC69.032.2Suh Suhaeni, Henip Development of multistorey to support urban eco

    nomy activity case study of Bandung/Heni Suhaeni. --Jurnal Permukiman.-- Vol. 4 No. 2 September 2009.--Page 102-109.--Bandung : Research Institute forHuman Settlements, 2009.76 pages : ilus; 25 cmAbstract : page 102ISSN : 1907-4352I. MULTISTOREY BUILDINGS 1. Title

    Multistorey development can support the activities of urbaneconomy if development of multi-storey is able toaccommodate all different groups of people with multilevels of socio-economy and live, work, shape and developeconomy activities in such urban area.

    Keywords : Spatial planning, economy activity, urban

    UDC338.48Kom Komardjaja, Ingei The easily accessed infrastructure of Chinatown

    espouses the principle of accessible tourism/Inge Ko-mardjaja.-- Jurnal Permukiman.-- Vol. 4 No. 2 Sep-tember 2009.-- Page 110-120.-- Bandung : ResearchInstitute for Human Settlements, 2009.76 pages : ilus; 25 cmAbstract : page 110ISSN : 1907-4352I. TOURIST II. DISABLED PEOPLE 1. Title

    Revitalizing Chinatown has to be done from a well-prepared planning and accurate implementation. Carryingout the principle of accessible tourism may attract local andforeign disabled tourists. The UN declares that disabledpeople have the same right as the non-disabled people tovisit tourist sites. This study has employed the qualitativemethod to identify the real problems of disabled people.Chinatown that is disabled-friendly espouses the principleof accessible tourism.

    Keywords : Disabled people, limited mobility, Chinatown,tourism, accessibility

    UDC69.721Win Winaktoe, Wied Wiwohok Comparasion between the east-walls partial-

    OTTV at u-value of 2.6 and u-value of 1.6/Wied Wi-woho Winaktoe.-- Jurnal Permukiman.-- Vol. 4 No. 2September 2009.-- Page 121-127.-- Bandung :Research Institute for Human Settlements, 2009.76 pages : ilus; 25 cmAbstract : page 121

    UDC613.87Ros Rosa, Yulindam Method analysis variable data of the structured

    social settlement/Yulinda Rosa.-- Jurnal Permukiman.-- Vol. 4 No. 2 September 2009.-- Page 128 -140.--Bandung : Research Institute for Human Settlements,2009.76 pages : ilus; 25 cmAbstract : page 128

  • ISSN : 1907-4352I. BUILDINGS II. ARCHITECTURE 1. Title

    East wall at hot-humid climate is required to have u-valueof 2.0 which is actually difficult to achieve considering thepopular walls structure (plaster-brick-plaster) tends tohave u-value of 2.6. The finding of this research : wall withu-value of 2.6 produces partial OTTV of 21.28 W/m andu-value of 1.6 produces partial OTTV of 12.95 W/ m. Theconclusion is that the lower the u-value is then the smallerpartial OTTV would be.

    Keywords : Thermal, transmittance, u-value, wall, OTTV

    ISSN : 1907-4352I. SOCIAL II. DESCRIPTIVE ANALYSIS 1. Title

    Variable data of the structured social settlement isqualitative data. Descriptive analysis is done by firstmaking a frequency distribution. Some methods use increating the frequency distribution of social variables suchas using the value of the cumulative score of all items usedthe measure these variables, and the struggles method.

    Keywords : Social variable, qualitative data, questionnaire,descriptive analysis, cumulative score

    UDC54.188Pra Prayudi, Tibin Rk Leachate treatment effectively between fly ash

    and activated carbon on chemical oxygen demand,colour and heavy metal from leachate/Tibin R. Prayu-di.-- Jurnal Permukiman.-- Vol. 4 No. 2 September2009.-- Page 141- 148.-- Bandung : Research Institu-te for Human Settlements, 2009.76 pages : ilus; 25 cmAbstract : page 141ISSN : 1907-4352I. CHEMISTRY II. OXYGEN 1. Title

    The batch experiments were run in different glass flask of500 ml capacity using the string speed on 100 rpm. Aknown volume of sample was treated with different dosesof fly ash or activated carbon 15, 25, 35, 50, 100, and 150mg/litre. The result could be concluded that fly ash is moreeffective adsorbent for decreasing COD, colour, Zn and Cuconcentration in leachate but activated carbon is moreeffective for decreasing Fe concentration in leachate.

    Keywords : Fly ash, activated carbon, leachate, chemicaloxygen demand (COD)

  • Indeks Subyek(Subject Index)

    AAbu terbang = 141, 142, 143, 144, 147, 148Accessibility = 110Activated carbon = 141Air lindi = 141, 142, 144, 145, 147, 148Aksesibilitas = 110, 111, 113Aktivitas ekonomi = 102, 104, 105, 107, 108, 109Analisa deskriptif = 128, 130, 131, 137

    BBacklog = 72, 76, 77, 82Berkelanjutan = 72

    CChemical oxygen demand (COD) = 141, 142Chinatown = 110, 114Cumulative score = 128

    DData kualitatif = 128Descriptive analysis = 128Dinding = 121, 122, 123Disabled people = 110

    EEconomy activity = 102Empowerment = 88

    FFly ash = 141, 143, 144

    HHunian vertikal = 72, 74, 76, 77, 78, 80, 81, 82, 83, 85

    IInstitution types = 88

    KKarbon aktif = 141, 142, 143, 147, 148Keterbatasan mobilitas = 110Kebutuhan oksigen kimia (KOK) = 141, 144, 147, 148Kuesioner = 128, 129, 130

    LLeachate = 141Limited mobility = 110Low income people = 73

    MMBR (Masyarakat Berpenghasilan Rendah) = 72Model = 72

    OOTTV = 121, 122, 123, 124, 125, 126Open green space = 73

    PPariwisata = 110, 111, 114, 118Pecinan = 110, 111, 112, 113, 115, 116Pemberdayaan = 88, 91, 92, 94, 96Penataan ruang = 102, 103Penyandang cacat = 110, 111, 112, 113, 115, 116, 117,118, 119Perkotaan = 102, 103, 104, 108, 109

    QQualitative data = 128Questionnaire = 128

    RRTH (Ruang Terbuka Hijau) = 72, 73, 74, 75, 76, 77, 82,84, 85, 86

    SSeleksi = 88Selection = 88Skor kumulatif = 128, 133, 137Social variable =128Spatial planning = 102,Sustainable = 73, 82, 85

    TTermal = 121, 122Thermal = 121,Tipe lembaga = 88Tourism = 110Transmitansi = 121, 122Transmittance = 121

    UUrban = 102U-value = 121, 124, 125, 126

    VVariabel sosial = 128, 129, 130Vertical residential = 73

    WWall = 121

  • PEDOMAN UNTUK PENULIS

    UMUM Redaksi menerima naskah karya ilmiah IPTEK bidang Permukiman, baik dari dalam maupun di

    luar lingkungan Pusat Litbang Permukiman Naskah belum pernah diterbitkan di media cetak lainnya Penulis bertanggung jawab sepenuhnya terhadap isi tulisan Naskah disampaikan ke redaksi dalam bentuk naskah tercetak hitam putih sebanyak 3 rangkap Penelaah berhak memperbaiki naskah tanpa mengubah isi dan pengertiannya dan akan

    berkonsultasi dahulu dengan penulis apabila dipandang perlu untuk mengubah isi naskah Jika naskah disetujui untuk diterbitkan, penulis harus segera menyempurnakan dan

    menyampaikannya kembali ke redaksi beserta file-nya dengan program MS-Word palinglambat satu minggu setelah tanggal persetujuan

    Naskah yang dimuat menjadi milik Pusat Litbang Permukiman Naskah yang tidak dapat dimuat akan diberitahukan kepada penulis dan naskah tidak akan

    dikembalikan, kecuali ada permintaan lain dari penulis

    NASKAHBahasa : Naskah ditulis dalam Bahasa Indonesia dilengkapi dengan abstrak dan kata kunci dalam BahasaIndonesia dan Bahasa Inggris.

    Format : Jumlah halaman naskah maksimum 10 halaman tercetak dalam kertas putih ukuran B5 padasatu permukaan dengan satu spasi. Naskah yang ditulis terbagi atas 2 kolom yang terpisah oleh jaraktengah 1 cm. Pada semua tepi kertas disisakan ruang kosong minimal 2 cm. Jenis huruf yang digunakanTahoma.

    Judul (14 pt, Capital, bold) dan Sub Judul (12 pt, bold) : Judul dibuat tidak lebih dari dua baris danharus mencerminkan isi tulisan. Nama, instansi dan alamat (instansi dan e-mail) penulis dicantumkan dibawah judul.

    Abstrak (9 pt, Italic) : Abstrak dibuat tidak lebih dari 200 kata yang memuat metodologi yang digunakan,temuan-temuan pokok hasil penelitian, serta mengungkapkan konklusi dan rekomendasi pokok. Abstrakdilengkapi dengan kata kunci.

    Isi Naskah (9 pt) : Susunan isi naskah meliputi : Pendahuluan, Tinjauan Pustaka, Metoda Penelitian,Hasil, Analisis dan Pembahasan, Kesimpulan dan Saran, Daftar Pustaka.

    Tabel : Judul tabel dan keterangan ditulis dengan jelas dan singkat. Tabel harus diberi nomor. Nomordan judul tabel diletakkan pada posisi center. Tabel harus diberi nomor. Antara judul tabel dan kalimatsebelumnya dan juga antara tabel dan judul tabel diberi jarak satu spasi

    Gambar dan Foto : Gambar dan foto harus diberi nomor, judul atau keterangan dengan jelas. Ukurangambar dan foto disesuaikan dengan besar kolom. Nomor, judul atau keterangan gambar dan fotodiletakkan pada posisi center. Gambar dan foto harus mempunyai ketajaman yang baik, ukurannyadapat diperbesar dan diletakkan ditengah kertas, memotong kolom. Antara gambar/foto dan judul atauketerangan gambar/foto diberi jarak satu spasi.

    Daftar Pustaka : Daftar pustaka ditulis sesuai dengan urutan menurut abjad nama pengarang denganmencantumkan tahun penerbitan, judul terbitan, penerbit, dan kota terbit.

    Pustaka berupa judul buku :Sukandarrumidi, 2006, Batubara dan Pemanfaatannya, Gajah Mada University Press,Yogyakarta

    Pustaka berupa majalah/jurnal ilmiah/prosiding :Saayman, H.M. and J.A. Oatley, 1976, Wood Adhesive from Wattle Bark Extract, For Prod, J.26: 27-33

  • 72 Jurnal Permukiman Vol. 4 No. 2 September 2009

    MODEL PENGEMBANGAN HUNIAN VERTIKAL MENUJUPEMBANGUNAN PERUMAHAN BERKELANJUTAN

    Tito Murbaintoro1, M. Syamsul Maarif2, Surjono H. Sutjahjo2, Iskandar Saleh1E-mail : [email protected]

    1) Kementrian Negara Perumahan Rakyat Republik Indonesia, Jl. Raden Patah I/1 Kebayoran Baru-Jakarta Selatan2) Guru Besar Sekolah Pasca Sarjana-Institut Pertanian Bogor, Jl. Darmaga, Bogor 16680

    Tanggal masuk naskah: 21 Januari 2009, Tanggal disetujui: 09 Agustus 2009

    AbstrakPengembangan hunian vertikal di Kota Depok merupakan salah satu alternatif strategi memenuhikebutuhan perumahan bagi masyarakat terutama Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR),mengurangi backlog, dan mengoptimalkan pemenuhan Ruang Terbuka Hijau (RTH). Penelitian inibertujuan untuk membangun model pengembangan hunian vertikal menuju pembangunan perumahanberkelanjutan dan implikasinya terhadap kebijakan pembangunan perumahan bagi MBR. Metode analisisdata yang digunakan meliputi analisis deskriptif, analisis statistika, analisis finansial, analisis input-output(I-O), dan analisis sistem dinamik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masyarakat Kota Depokmemiliki potensi minat yang besar terhadap hunian vertikal namun tingkat keterjangkauan terutamaMBR masih sangat rendah. Untuk meningkatkan keterjangkauan masyarakat dalam memiliki hunian,maka peran pemerintah sangat diperlukan terutama dalam pemberian bantuan dan insentif kepemilikanhunian. Pembangunan perumahan juga memberikan dampak ganda (multiplier effect) terhadappembangunan di Kota Depok dan daerah sekitarnya. Dampak tersebut antara lain tingginyapembangunan perumahan, meningkatnya pendapatan masyarakat, dan tingginya tingkat penyerapantenaga kerja akibat pembangunan perumahan. Peningkatan kebutuhan jumlah hunian, serta backlogperumahan di Kota Depok menunjukkan kecenderungan pertumbuhan mengikuti kurva eksponensialpada tahun simulasi 2001 sampai tahun 2025. Untuk memenuhi kebutuhan rumah bagi masyarakat diKota Depok khususnya MBR dengan mempertimbangkan kemampuan masyarakat dan mempertahankanketersediaan lahan RTH pada tingkat tertentu, skenario yang dapat dilakukan adalah memanfaatkanRTH sampai pada luasan 5000 ha, dengan mendorong pertumbuhan hunian vertikal melalui subsidibunga sebesar 8% dan subsidi uang muka sebesar Rp 10.000.000 Rp 13.000.000.

    Kata kunci : Hunian vertikal, RTH, MBR, backlog, model, dan berkelanjutan

    AbstractVertical residential development in Depok city is one of the alternative strategies to meet the need ofhousing for people, especially low income people, decrease the backlog and optimizing the need of opengreen space. The research was purposed to create a model of the development of vertical residential forthe sustainable of housing development and its impact to the housing development policy for the lowincome people. The methods used to analyze the data were descriptive analysis, statistical analysis,financial analysis, input-output (I-O) analysis and dynamic system analysis. The result of the researchshowed that people in Depok city had great interest in having vertical residential, however theaffordability of low income people, were still low. To increase the peoples purchasing power,participation of the government is greatly necessary especially in form of incentive and housing subsidy.Housing development also resulted in multiplier effects for the development of Depok city and itssurrounding area, such as the high supply of housing, increasing of people income, and the higherabsorption level of manpower related the housing development. The increasing number of shelters

  • Model Pengembangan Hunian (Tito Murbaintoro) 73

    need as well as housing backlog in Depok city tended to grow similarly with the exponential curve in thesimulation years of 2001-2025. To meet the need of housing in Depok city, especially for the low incomepeople, with consideration to their ability and maintaining the open green space at certain level, thescenario that could be done is utilization of the open green space up to 5000 ha, with support to thevertical residential growth through subsidizing the interest of 8% as well as down payment in the rangeof Rp 10,000,000 to Rp 13,000,000.

    Keywords : Vertical residential, open green space, low income people, backlog, model, sustainable

    PENDAHULUANPemenuhan kebutuhan rumah bagi setiapkeluarga (shelter for all) dan pengembanganperumahan yang berkelanjutan (sustainablehousing development) sudah menjadi agendaglobal yang harus diwujudkan oleh setiapnegara. Persoalan lain yang sangat mendasaradalah pemenuhan kebutuhan rumah yangterjangkau oleh masyarakat berpenghasilanrendah (MBR). Hal ini juga menjadi perhatianberbagai pemangku kepentingan di duniasebagaimana dicanangkan pada The 12thSession of the Commission on SustainableDevelopment (CSD 12) tanggal 14-30 April 2004di New York, yakni to achieve significantimprovements in the living conditions of thepoorest population groups, in particular sluminhabitants, by the year 2020 (Butters, 2003).

    Perwujudan pembangunan perumahan danpermukiman berkelanjutan, tidak dapatdilepaskan dari pembangunan perkotaan secarakeseluruhan, apalagi bila dikaitkan denganketersediaan lahan yang merupakansumberdaya alam yang tidak terbarukan. Salahsatu indikator pembangunan berkelanjutan yangdimotori oleh United Nations Centre for HumanSettlements (UNCHS) adalah memberikanrekomendasi tentang bagaimana menetapkanindikator lingkungan untuk pembangunanperumahan, permukiman dan perkotaan.Indikator lingkungan perkotaan yang terkaitdengan sustainibilitas lingkungan perkotaanadalah terpenuhinya luas ruang terbuka(km2)/% (Junaidi, 2000). Ketersediaan ruangterbuka hijau (RTH) merupakan salah satuindikator utama penelitian dalam melakukananalisis pembangunan perumahan berkelanjutan.Indikator lain adalah tingkat keterjangkauan

    masyarakat untuk menyewa atau membelihunian serta pendapat masyarakat tentanghunian yang diminati. Hal ini terkait dengan tigapilar konsep pembangunan berkelanjutan yaknipembangunan yang telah mempertimbangkansecara seimbang tiga dimensi berkelanjutanyaitu ekologi/lingkungan, ekonomi dan sosial(Munasinghe, 1993).

    Sejalan dengan upaya pembangunanperumahan, permukiman dan perkotaanberkelanjutan Kementerian Negara LingkunganHidup (Meneg LH) bekerjasama dengan UNDP(United Nations Development Programme) telahmenerbitkan Agenda 21 Sektoral (nasional),yaitu agenda permukiman untuk pengembangankualitas hidup secara berkelanjutan yang salahsatunya mengamanatkan perlu upayamelindungi masyarakat dari praktek-praktekspekulasi dan monopoli penguasaan tanah(Meneg LH, 2000). Ini menunjukkan komitmenpemerintah dan seluruh masyarakat Indonesiauntuk mewujudkan pembangunan perumahan,permukiman dan perkotaan berkelanjutan.

    Beberapa pemikiran tersebut diatas sudahbarang tentu memberikan konsekuensi logispada pengendalian pembangunan perumahandan permukiman di perkotaan agar dapatmemenuhi persyaratan kota yang termasukkategori kota berwawasan lingkungan(sustainable city) antara lain : tetap terjagaketersediaan ruang terbuka hijau yang cukup dikawasan perkotaan (sustainable land useplanning and management serta sustainablehousing and urban development), terpenuhinyakebutuhan hunian yang layak dan terjangkaubagi seluruh masyarakat (affordable low costhousing) dan terwujudnya kehidupan sosialkemasyarakatan yang harmonis dan efisien

  • 74 Jurnal Permukiman Vol. 4 No. 2 September 2009

    (compact city) melalui pengembangan hunianvertikal. Pengembangan hunian vertikal di kotabesar dan metro sudah menjadi kebutuhan yangsangat mendesak, problem ketersediaan lahanmerupakan faktor pendorong bagi berbagaipemangku kepentingan untuk segeramemikirkan pola pengembangan perumahandan permukiman yang selama ini masihdidominasi oleh pengembangan hunian tapak(landed). Sudah banyak terjadi perubahanfungsi lahan pertanian produktif menjadikawasan perumahan yang pada gilirannya akanmengakibatkan degradasi lingkungan.

    Untuk menjawab persoalan tersebut penelitiantentang pengembangan hunian vertikal menujupembangunan perumahan berkelanjutan telahdilakukan di Kota Depok, Jawa Barat, Indonesiasejak 2004 yang lalu. Pemilihan Kota Depoksebagai lokus penelitian didasarkan padabeberapa pertimbangan antara lain : merupakansalah satu dari 15 kota besar di Indonesia yangpertumbuhannya sangat pesat antara tahun1990-2000 (Silas, 2001), sebagai salah satu kotapenyangga ibukota yang sangat strategis,tingkat penduduk komuter termasuk kategoritinggi, kondisi RTH dan kerusakan lahanpertanian masih belum terlalu parah, yaituterdapat 49 % RTH (Wihana, 2008), merupakanwilayah yang menjadi incaran pengembanganperumahan karena berada di selatan Jakarta,

    dan termasuk salah satu wilayah penangananBogor-Puncak-Cianjur (Bopuncur).

    Kerangka penelitian ini dirancang dalamkerangka teori pembangunan berkelanjutan,yang menyatakan bahwa konsep pembangunanyang seimbang adalah pembangunan yang telahmempertimbangkan tiga dimensi berkelanjutanyaitu ekologi/lingkungan, ekonomi dan sosial.Tujuan utama penelitian ini adalahmengembangkan model hunian vertikal menujupembangunan perumahan berkelanjutan danimplikasinya terhadap kebijakan pembangunanperumahan bagi MBR. Dalam menyusun modeltersebut, ada beberapa tujuan antara yangmendukung terwujudnya tujuan utamapenelitian ini yaitu : menganalisis tingkatmanfaat pengembangan hunian vertikal padasuatu wilayah kota dikaitkan denganketersediaan RTH, menganalisis tingkat minatmasyarakat untuk tinggal di hunian vertikal,menganalisis tingkat kelayakan finansialpengembangan hunian vertikal pada suatuwilayah kota, khususnya yang terjangkau olehMBR, menganalisis dampak pembangunanperumahan terhadap perekonomian daerah KotaDepok, mendisain model pengembangan hunianvertikal secara berkelanjutan. Secaradiagramatis kerangka pemikiran tersebut dapatdilihat pada gambar 1 berikut ini:

    Gambar 1. Pengembangan Hunian Vertikal Menuju Pembangunan Perumahan Berkelanjutan

  • Model Pengembangan Hunian (Tito Murbaintoro) 75

    Hasil penelitian telah memberikan gambarannyata tentang bagaimana pembangunanperumahan di kota besar dan metro harusditangani secara komprehensif. Hal lain yangjuga perlu mendapat perhatian adalahsumbangan pemikiran tentang arah kebijakanpembangunan perumahan yang harus ditetapkan oleh regulator di tingkat kota sertaimplikasinya kepada pembangunan perumahanbagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR)dan pembangunan perkotaan secarakeseluruhan.

    Pengembangan Hunian Vertikal padaSuatu Wilayah Kota Dikaitkan denganKetersediaan RTHPengembangan hunian vertikal pada suatuwilayah kota dikaitkan dengan ketersediaan RTHsangat terkait erat dengan indikatorpembangunan perumahan, permukiman danperkotaan. Oleh karena itu untuk menilai suatukota diperlukan indikator-indikator yang dapatdigunakan untuk mengukur tingkat kelayakansuatu kota, antara lain mengukur kinerja;mengkaji tren; memberi informasi; menetapkantarget; membandingkan kondisi atau tempat;peringatan dini; dan menyusun pilihan strategisdalam pembangunan kota (Banerjeen, 1996dalam Junaidi, 2000). Kajian indikatorpembangunan perkotaan di beberapa negaramenunjukkan bahwa salah satu indikator yangterkait dengan aspek lingkungan adalahketersediaan RTH yang memadai bagi pendudukkota. Indikator lingkungan perkotaan yangterkait dengan sustainibilitas lingkunganperkotaan adalah terpenuhinya luas ruangterbuka dalam km2 (Junaidi, 2000). Menurutpenelitian yang dilakukan oleh Zoeraini, fungsihutan kota sebagai bagian dari RTH dapatmenyerap hasil negatif dari kota antara lain :suhu kota, kebisingan, debu, dan hilangnyahabitat burung (Zoeraini, 2005). Belum adastandar baku yang mengatur tentang kebutuhanRTH di suatu kota, tetapi data empiris dibeberapa kota dunia menunjukkan bahwakebutuhan RTH di suatu kota antara 6-10m2/kapita (Ditjen Penataan Ruang, 2005).,Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang

    Penataan Ruang telah mengamanatkan untukmenyediakan RTH publik minimal 20 % dari luaskota dan RTH privat minimal 10 % dari luaskota.

    Secara umum kondisi RTH kota-kota diIndonesia menunjukkan tingkat ketersediaanyang belum optimal. Kurang optimalnyapemenuhan kebutuhan ruang terbuka hijau(RTH) dapat dilihat dari luas RTH di beberapakota di Indonesia yang mengalami penurunansecara signifikan dalam 30 tahun terakhir, dari35 % pada awal tahun 1970-an menjadi kurangdari 10 % terhadap luas kota secarakeseluruhan (Kirmanto, 2005). Apabila ditinjaudari kondisi kuantitas RTH di beberapa negara,rasio RTH kota-kota metro di Indonesia sangatjauh lebih rendah dibandingkan dengan kota-kota di Jepang (5 m2 / penduduk), Inggris (7-11.5 m2 / penduduk) dan Malaysia (2 m2 /penduduk). Fakta lain yang terkait denganketersediaan RTH adalah cukup tingginya lahanpertanian yang beralih fungsi menjadi kawasanperumahan dan permukiman serta industri. Dataempiris juga menunjukkan bahwa alih fungsilahan pertanian terbesar adalah wilayah JawaBarat yang merupakan salah satu lumbung padinasional (Hatmoko, 2004). Kondisi tersebut diatas merupakan konsekuensi dari lebih tingginyanilai ekonomi lahan (land rent) untuk industri,perumahan dan permukiman dibandingkanuntuk penggunaan lainnya (Barlowe, 1986).Disamping itu, pengembangan properti selamaini menggunakan konsep highest and best use(Grasskamp dalam Jarchow, 1991) yaitupemanfaatan lahan didasarkan pada kegunaanyang paling menguntungkan secara ekonomidan memiliki tingkat pengembalian usaha(return) yang lebih tinggi dibandingkan denganfungsi lain. Teori lain menyatakan bahwa dalamkonteks land economics, land value sangatdipengaruhi oleh hubungan komplementerantara land rent dengan transportation cost(Alonso, 1964). Kondisi tersebut dapat dilihatjuga dari tren kenaikan harga tanah di PerumPerumnas Depok pada tahun 1990 an, dalamwaktu dua tahun mencapai 75 % (Gandi, 1994dalam Winarso, 2001). Berdasarkan penelitian

  • 76 Jurnal Permukiman Vol. 4 No. 2 September 2009

    yang dilakukan selama 40 tahun terakhirpendapatan bersih tanah per m2 untuk realestate, 200 kali lipat dibandingkan untukpertanian (Agroindonesia, 2004). Disampingindikator sustainabilitas lingkungan perkotaanyang bersifat komprehensif, UNCHS juga telahmengembangkan indikator untuk lingkunganperumahan pada tahun 1993 (Junaidi, 2000).Indikator lingkungan perumahan antara lain :luas lantai per orang dan portofolio kreditperumahan. Dalam konteks luas lantai per orangdan ketersediaan RTH di suatu kota, makapengembangan hunian vertikal akan dapatmenjaga sustainabilitas lingkungan perkotaan.

    Kecenderungan berkurangnya RTH dan alihfungsi lahan pertanian produktif juga terjadi diKota Depok, tetapi menurut data yang diperolehdari pemerintah Kota Depok ketersediaan RTHdi Kota Depok sampai saat ini masih cukup baikyakni sekitar 49% dari seluruh wilayah KotaDepok. Kalau tidak dikendalikan secara dini,maka Kota Depok akan mengalami degradasilingkungan seperti halnya kota metro lain diIndonesia. Tren ketersediaan RTH Kota Depokselama kurun waktu lima tahun (2000-2005)menunjukkan penurunan yang cukup signifikanterutama untuk lahan pertanian sebagaimanadilihat pada Tabel 1.

    Tabel 1.Penurunan Lahan Pertanian Kota Depok Tahun 2000-2005

    Lahan Pertanian(Ha)

    Tahun

    2000 2001 2002 2003 2004 2005

    Sawah Teknis 926,58 931,00 931,00 907,00 907,00 785,00

    Sawah Non Teknis 401,68 401,00 401,00 380,00 380,00 187,50

    Perkebunan 1.527,35 1.501,05 1.420,30 1.357,65 1.285,12 1.272,80

    Sumber : Pemerintah Kota Depok, 2006 diolah

    Penurunan ketersedian RTH untuk lahanpertanian yang terdiri dari sawah teknis, sawahnon teknis dan perkebunan terus terjadi,walaupun pada awalnya cenderung mengalamipeningkatan seperti sawah teknis pada tahun2000 seluas 926,58 Ha meningkat menjadi931,00 Ha pada tahun 2001 dan bertahansampai tahun 2003, tetapi pada tahun 2004 luassawah teknis tersebut mengalami penurunan.Untuk sawah non teknis dan perkebunan sejaktahun 2000 cenderung mengalami penurunan.Tren penurunan luas RTH ini menunjukkanbahwa semakin lama luas RTH di Kota Depokakan semakin menurun yang disebabkan olehkebutuhan lahan untuk pengembanganperumahan dan kebutuhan lainnya seiringdengan tren pertambahan ijin lokasi dan ijinmendirikan bangunan di Kota Depok. BeruntungKota Depok masih memiliki kebijakanpenambahan taman kota yang setiap tahunnyameningkat sebagaimana dilihat pada tabel 2.

    Tabel 2.Ketersediaan RTH untuk Taman Kota

    Tahun 2000-2005Tahun Taman Kota (Ha)

    2000 12,05

    2001 12,36

    2002 18,35

    2003 22,16

    2004 26,57

    2005 61,75Sumber : Pemerintah Kota Depok, 2006 diolah

    Dilain pihak kebutuhan akan rumah di KotaDepok menunjukkan angka yang cukup besar.Pemenuhan kebutuhan rumah di suatu kotadapat dilihat dari backlog dan pertumbuhankebutuhan rumah akibat bertambahnya keluargabaru di suatu kota. Disamping itu, perludianalisis juga jumlah rumah tangga yangtermasuk kategori komuter. Kota Depok

  • Model Pengembangan Hunian (Tito Murbaintoro) 77

    termasuk kota yang tingkat pertumbuhanpenduduknya relatif tinggi, yaitu 3,7% pertahun. Hal ini menyebabkan pertumbuhankebutuhan rumah di Kota Depok cukup tinggi.Data BPS tahun 2003 menunjukkan bahwa dari234.733 rumah tangga, dengan tingkatpertumbuhan penduduk 3,7 % per tahun makaangka kebutuhan rumah per tahun kurang lebih10.375 unit rumah, disamping itu backlog rumahmenunjukkan angka cukup tinggi. Pertumbuhanjumlah penduduk yang mengakibatkanbertambahnya keluarga baru setiap tahunnyasebagaimana dilihat pada tabel 3.

    Tabel 3.Jumlah dan Tingkat Pertumbuhan Penduduk

    Kota Depok

    No. Sub PusatPengembangan

    JumlahPenduduk

    (Jiwa)

    PertumbuhanPenduduk

    (%/Tahun)

    1. Cimanggis 435.477 3,36

    2. Sawangan 214.601 5,29

    3. Limo 190.359 4,88

    4. Pancoran Mas 278.943 3,04

    5. Beji 201.363 6,45

    6. Sukmajaya 345.500 2,70Sumber: RTRW Kota Depok, 2000-2010

    Dengan tetap berupaya memenuhi kebutuhanrumah untuk seluruh keluarga disatu pihak danmenjaga kualitas lingkungan terutamaketersediaan ruang terbuka hijau sebagai salahsatu indikator lingkungan perkotaan yangberkelanjutan di lain pihak, maka modelpengembangan hunian vertikal perlu segeraditerapkan untuk kota-kota yang masih memilikiruang terbuka hijau yang cukup dan tingkatpertumbuhan kebutuhan rumah yang cukupsignifikan setiap tahunnya.

    Dengan pembangunan perumahan secaravertikal maka akan membantu mengurangi lajupengurangan lahan RTH. Pembangunan hunianvertikal dengan satuan luas lahan yang relatiflebih kecil dibandingkan dengan hunian tapakmemberi peluang untuk menyediakan rumahlebih banyak sehingga backlog dapat ditekan.Secara simulatif dengan memasukkan hunianvertikal dalam pembangunan perumahan di KotaDepok dapat menurunkan backlog hinggamencapai 8.207 unit rumah pada tahun 2025.Pada kondisi tersebut ketersediaan RTH dapatditekan yaitu sebesar 4.174 ha (20.83%). Hasilsimulasi model pengembangan hunian vertikal diKota Depok sebagaimana dilihat pada tabel 4.

    Tabel 4.Tabel Simulasi Pembangunan Hunian Vertikal dalam Perencanaan Pembangunan Perumahan

    di Kota Depok

    Tahun

    Backlog RTH

    Tanpa rumahvertikal(Unit)

    Denganrumahvertikal(Unit)

    Tanpa rumahvertikal

    (Ha)

    Persenterhadap luas

    kota(%)

    Denganrumahvertikal

    (Ha)

    Persenterhadap luas

    kota(%)

    2001 100.753 100.753 9.833 49.07 9.833 49.07

    2005 111.759 104.806 9.215 45.99 9.278 46.30

    2010 120.766 101.162 8.272 41.28 8.445 42.14

    2015 124.686 87.238 7.103 35.45 7.426 37.06

    2020 118.645 57.498 5.671 28.30 6.191 30.90

    2025 102.410 8.207 4.061 20.27 4.174 20.83

  • 78 Jurnal Permukiman Vol. 4 No. 2 September 2009

    Tingkat Minat Masyarakat untukTinggal di Hunian VertikalMinat menghuni rumah bagi setiap individu dankeluarga tidak hanya dilihat bahwa merekatinggal secara fisik di rumah, tetapi merupakanproses pembentukan jatidiri manusia secarautuh dan merupakan tempat persemaiankeluarga dan budaya masyarakat. Oleh karenaitu menghuni rumah sangat terkait denganproses pembentukan ruang (Crowe, 1997),sehingga menghuni rumah merupakan fungsidari tempat/ lokasi, waktu dan temporal (secarafungsional dapat dirumuskan sebagai berikut :pembentukan ruang = f (place, locality, time,temporal)). Jadi sangat tergantung dari persepsidan makna yang dirasakan oleh manusia(Crowe, 1997 dalam Mas Santosa, 2001). Prosespembentukan ruang juga akan menemukankonflik antara tradisi dan modernitas sehinggapada gilirannya akan memudarkan identitas kotayang sangat terkait dengan aspek lokalitas(Correa, 2000 dalam Mas Santosa, 2001). Jadiidentitas kota sangat dipengaruhi oleh bentukkota (urbanform), kultur dan kepadatan kota.Pada beberapa pendapat terdahulu fenomenasosio kultural dan fisikal merupakan kekuatanyang membentuk arsitektur tradisional (Oliver,1987) dan pada kenyataannya arsitekturtradisional merupakan proses yang mampumenunjukkan interaksi antara manusia danlingkungannya, dan bentuk interaksi tersebutsecara gradual berubah karena terkait dengankonteksnya (Rapoport, 1994).

    Bertolak dari beberapa pemikiran tersebut,aspek sosial sebagai salah satu pilarpembangunan berkelanjutan menjadi salah satuunsur yang penting didalam menelitipengembangan hunian vertikal di kawasanperkotaan. Penelitian ini mengungkap seberapabesar minat masyarakat Kota Depok tinggal dihunian vertikal. Memperhatikan beberapa halpenting sebagaimana diuraikan diatas, penelitiantentang minat masyarakat Kota Depok untuktinggal di hunian vertikal dititik beratkan padatiga aspek yaitu persepsi, motivasi, dan lokasi.Hasil penelitian tentang persepsi masyarakatatas hunian vertikal menunjukkan bahwa

    mayoritas responden masyarakat Kota Depokmasih berpendapat bahwa rumah susun danapartemen merupakan bangunan yang sangatberbeda/ berbeda (>70%), rumah susun akanmenimbulkan kekumuhan baru (70,5%). Dilainpihak persepsi masyarakat bahwa tinggal dirumah susun dapat memberikan kepuasan(42%) dan sudah merasa memiliki/ menghunirumah (40%), memberikan peluang untuk dapatditingkatkan persepsi masyarakat ataskeberadaan rumah susun. Hasil penelitiantentang motivasi masyarakat untuk tinggal dihunian vertikal menunjukkan bahwa mayoritasresponden masyarakat Kota Depok memilikimotivasi yang sangat besar untuk tinggal dihunian vertikal bila dibandingkan dengan tinggaldi rumah tapak dengan kondisi rumah tapakyang kumuh (>70%), atau jauh dari tempatkerja/ sekolah, atau harga sewa rumah susunyang lebih murah daripada tinggal di rumahtapak sewa (>60%). Hasil penelitian tentanglokasi hunian vertikal yang diminati masyarakatmenunjukkan bahwa mayoritas respondenmasyarakat Kota Depok memiliki keinginanuntuk tinggal di rumah susun yang berada dekatdengan tempat kerja / sekolah (>70%), ataurumah susun ditengah kota (>60%), ataumemiliki akses kereta api/ jalan tol (>50%), dandikawasan yang tenang (76,3%) dibandingkandengan tinggal di hunian tapak yang memilikikarakteristik sebaliknya.

    Kenyataan tersebut diatas menunjukkan bahwapotensi masyarakat Kota Depok tinggal dihunian vertikal sangat besar apabilapengembangan hunian vertikal dilakukan secaraterencana dengan memperhatikan faktor-faktoryang mempengaruhi tingkat persepsi, motivasimasyarakat dan pemilihan lokasi hunian vertikal.Aspek lain yang masih harus menjadipertimbangan adalah kemiripan prosespembentukan ruang hunian vertikal bagi MBRdan proses pembentukan ruang kampung yangmemiliki ciri hampir sama yaitu didaerah yangberkepadatan tinggi, di lingkungan urban/perkotaan, mayoritas tumbuh secara informalkhususnya untuk masyarakat berpenghasilanrendah. Kampung merupakan wujud yang

  • Model Pengembangan Hunian (Tito Murbaintoro) 79

    menunjukkan suatu proses terbentuknya ruangdi daerah berkepadatan tinggi yang tumbuhsecara informal di lingkungan urban tropis,sehingga lokasi penetapan tatanan lingkunganpembentukan ruang mengikuti kepercayaan /kebiasaan yang sifatnya turun temurun (MasSantosa, 2001). Pada hunian tradisional, ruangutama yang berfungsi sebagai ruang keluargasangat mendominasi aktifitas anggota keluarga(Mas Santosa, 2001). Oleh karena itu konsepkampung susun menjadi sesuatu ide yang harusdikembangkan terutama untuk memfasilitasihunian vertikal bagi masyarakat berpenghasilanrendah.

    Tingkat Kelayakan dan KeterjangkauanPengembangan Hunian VertikalBagi Masyarakat BerpenghasilanRendahKebutuhan akan hunian harus disesuaikandengan kemampuan untuk memiliki ataumenyewa hunian yang ditunjukkan oleh tingkat

    keterjangkauan masyarakat untuk memilikirumah melalui kredit/ pembiayaan pemilikanrumah (KPR) atau membayar sewa. Aspek inisangat penting, tinjauan aspek ekonomi sebagaisalah satu pilar pembangunan berkelanjutanmejadi sangat penting untuk dikaji secaramendalam dan komprehensif. Oleh karena ituindeks keterjangkauan yang selama ini telahdikembangkan oleh beberapa lembaga dibeberapa negara menjadi salah satu hal yangpenting untuk dipertimbangkan. Indeksketerjangkauan (median multiple) yangmerupakan perbandingan antara median hargarumah (median house price) dan medianpendapatan keluarga setahun (medianhousehold income multiple) telah mengalamikenaikan secara tajam di beberapa negara(Wendell Cox and Hugh Pavletich, 2007).Idealnya median harga rumah 3 (tiga) kali ataukurang dari median pendapatan keluarga selamasetahun. Secara umum indeks keterjangkauandapat di bagi kedalam empat kategori, yakni :

    Indeks keterjangkauan (IK) =Median harga rumah

    Median penghasilan masyarakat pertahunDimana :

    IK < 3,0 = Hunian terjangkau oleh masyarakatIK 3,1 - 4,0 = Hunian agak terjangkau oleh masyarakatIK 4,1 - 5,0 = Hunian tidak terjangkau oleh masyarakatIK > 5,1 = Hunian sangat tidak terjangkau oleh masyarakat(Sumber : Brash, 2008 dan Sirmans, 1989)

    Kondisi tersebut menjadi menarik apabiladikaitkan dengan perkiraan perhitungan indeksketerjangkauan di negara kita. Untukmenghitung indeks keterjangkaun secaranasional membutuhkan analisis data secaranasional. Median penghasilan masyarakat secaranasional yang pernah diolah pada tahun 2002adalah sebesar Rp 950.000 (HOMI, 2002) danpada saat tersebut harga rumah yang berhakdisubsidi adalah Rp. 42 juta,-. Apabiladiasumsikan median harga rumah sebesar hargarumah yang dapat disubsidi, maka perkiraanangka indeks keterjangkauan masyarakatberpenghasilan rendah secara nasional adalah3,6 yang menunjukkan bahwa pemilikan rumah

    untuk masyarakat berpenghasilan rendah harusmendapat intervensi dari pemerintah dalambentuk subsidi perumahan atau subsidi silangdengan kompensasi harga kawasan komersialatau hunian komersial. Dengan data medianincome tahun 2004 (dengan asumsi kenaikanpendapatan sebesar 10%) sebesar Rp.1.045.000 dan harga rumah bersubsidi saat itusebesar Rp. 49 juta,- maka perkiraan angkaindeks keterjangkauan meningkat menjadi 3,9.Bila dikaitkan kondisi saat ini dengan hargarumah bersubsidi sebesar Rp. 55 juta,-, angkaindeks keterjangkauan diperkirakan meningkatmenjadi > 4. Hal ini menunjukkanperkembangan indeks keterjangkauan di

  • 80 Jurnal Permukiman Vol. 4 No. 2 September 2009

    Indonesia juga mengalami peningkatan secaranasional sebagaimana terjadi di beberapanegara yang berarti kemampuan masyarakatuntuk akses KPR semakin menurun.

    Selain melalui kredit/pembiayaan pemilikanrumah, pemenuhan kebutuhan hunian bagimasyarakat berpenghasilan rendah juga dapatdilakukan melalui program hunian sewa. Untukmengembangkan hunian vertikal sewa bagimasyarakat berpenghasilan rendah/rumah susunsederhana sewa (rusunawa) perlumempertimbangkan tingkat kelayakan investasirusunawa yang terjangkau oleh masyarakatberpenghasilan rendah. Ukuran tingkatkelayakan investasi secara finansial dapat dilihatdari beberapa indikator antara lain net presentvalue (NPV) yang merupakan nilai nettoinvestasi saat ini, internal rate of return (IRR)yang merupakan tingkat pengembalian yangdiinginkan dan payback period (PBP) yangmerupakan periode pengembalian investasi.Hasil simulasi investasi menunjukkan bahwapembangunan rumah susun sewa sederhana(rusunawa) untuk MBR yang diasumsikanmampu membayar sewa < Rp. 300.000,-/bulanmenghasilkan nilai IRR, NPV dan PBP yang tidakmenarik bagi investor, yakni IRR 9%, 6% dan -4% (untuk usia ekonomis 30, 20 dan 10 tahun),dengan payback period 13 tahun. Investasirusunawa baru menunjukkan angka yang cukupmenarik apabila tarif sewa menjadi > Rp.2.500.000,-/bulan yang menghasilkan nilai IRR,NPV dan PBP yang menarik bagi investor, yakniIRR 32%, 32% dan 29% (untuk usia ekonomis30, 20 dan 10 tahun), dengan payback period 4

    tahun. Kondisi ini tidak mungkin diterapkankepada MBR, oleh karena itu investasi rusunawamasih harus membutuhkan intervensipemerintah. Kondisi ini tidak jauh berbedadengan yang terjadi di Kota Depok, bahwa trenharga rumah dan pendapatan masyarakat KotaDepok masih menunjukkan bahwa masyarakatberpenghasilan rendah Kota Depok masihmembutuhkan intervensi dari pemerintah daerahmelalui kebijakan subsidi atau insentif di tingkatkota.

    Dampak Pembangunan Perumahanterhadap Perekonomian Daerah KotaDepokLingkungan perkotaan secara geografis, sosial-budaya, dan sosial ekonomi merupakankawasan yang sangat kompleks. Pertumbuhanpenduduk yang cukup tinggi di Kota Depokmenuntut penyediaan perumahan yang layakhuni yang tinggi pula. Dalam pembangunanperumahan ini, diharapkan memberikan dampakganda (Multiplier Effect) terhadap perekonomiandaerah terutama dari segi output, income, danemployment. Dampak pembangunanperumahan terhadap struktur ekonomi di KotaDepok dianalisis dari 36 sektor yang didasarkanpada transaksi domestik atas dasar hargaprodusen (juta rupiah) pada tahun 2006 yangditurunkan dari Tabel IO Nasional. Hasilpenelitian menunjukkan sebagai berikut :

    Nilai pengganda output, income danemployment tipe I dan II sebagaimana dilihatpada tabel 5.

    Tabel 5.Dampak Pembangunan Perumahan terhadap Struktur Pembangunan Ekonomi Total Output, Income,

    Employment, dan Value Added di Kota Depok

    KodeSektor Nama Sektor

    Dampak Pengganda (Multiplier Effect)Output Income Employment

    Tipe I Tipe II Tipe I Tipe II Tipe I Tipe II

    18 Perumahan DibangunPengembangan 1.302 1.368 1.367 1.438 1.543 1.641

    19 Perumahan PermanenSwadaya 1.297 1.363 1.361 1.431 1.542 1.640

    20 Perumahan Tidak Permanen 1.299 1.365 1.364 1.434 1.543 1.64131 Real Estate 1.220 1.276 1.295 1.362 1.473 1.639

  • Model Pengembangan Hunian (Tito Murbaintoro) 81

    Dampak output untuk empat sektor terbesarperumahan yaitu perumahan yang dibangunoleh pengembang, perumahan permanenswadaya, perumahan tidak permanen, dan realestate memiliki nilai output yang relatif samabaik pada pengganda tipe I maupun tipe IIdengan nilai output rata-rata lebih besar darisatu. Sektor perumahan yang dibangun olehpengembang memiliki nilai output yang lebihbesar kemudian diikuti oleh bentuk perumahanlainnya. Hal ini berarti bahwa dampakpembangunan perumahan terhadap output telahmemberikan keuntungan bagi pertumbuhanekonomi wilayah termasuk penciptaan lapangankerja bagi Kota Depok.

    Tenaga kerja dalam analisis I-O pada prinsipnyasama dengan definisi yang digunakan dalamsensus penduduk sejak tahun 1990, yaitupenduduk yang berumur 10 tahun ke atas yangbekerja dengan maksud memperoleh ataumembantu memperoleh penghasilan, sekurang-kurangnya satu jam secara tidak terputus dalamseminggu yang lalu (BPS, 2005). Tenaga kerjamerupakan salah satu faktor produksi yangmemiliki peran yang sangat penting. Tenagakerja memiliki hubungan linier dengan outputyang dihasilkan dalam suatu proses produksi,sehingga naik turunnya output disuatu sektorakan berpengaruh terhadap naik turunnyajumlah tenaga kerja di sektor tersebut.

    Tabel 5 menunjukkan nilai pengganda tenagakerja rata-rata lebih besar dari nilai satu baikdampak pengganda tipe I maupun tipe IIdengan nilai masing-masing 1,543 (tipe I) dan1,641 (tipe II) untuk perumahan yang dibangunpengembang, 1,542 (tipe I) dan 1,640 (tipe II)untuk perumahan permanen swadaya, dan1,543 (tipe I) dan 1,641 (tipe II) untukperumahan tidak permanen, serta 1,473 (tipe I)dan 1,639 (tipe II) untuk real estate. Hal iniberarti bahwa kebutuhan tenaga kerja di sektorperumahan sangat besar, baik tenaga kerjayang berasal dari dalam wilayah Kota Depokmaupun yang berasal dari luar wilayah KotaDepok.

    Model Pengembangan Hunian Vertikalsecara BerkelanjutanSistem merupakan agregasi obyek yang salingberinteraksi untuk mencapai tujuan tertentu(Maarif dan Tanjung, 2003). Pengertian lainsistem adalah suatu entitas yang terkait dengansuatu tujuan tertentu yang terdiri atas sub-subsistem yang saling terkait (Maarif dan Tanjung,2003). Pendekatan sistem sangat bermanfaatuntuk suatu pengambilan keputusan. Dalampendekatan sistem umumnya ditandai oleh duahal, yaitu : (1) mencari semua faktor pentingyang ada dalam mendapatkan solusi yang baikuntuk menyelesaikan masalah; (2) dibuat suatumodel kuantitatif untuk membantu keputusansecara rasional (Eriyatno, 2003). Model dapatdiartikan sebagai suatu perwakilan atau abtraksidari sebuah obyek atau situasi aktual, yangmemperlihatkan hubungan-hubungan langsungmaupun tidak langsung serta kaitan timbal balik(sebab akibat). Sebagai suatu abstraksi darisuatu realitas, maka wujud model dapat lebihkompleks atau kurang kompleks daripadarealitas itu sendiri. Lengkap tidaknya suatumodel bergantung pada apakah model tersebutdapat mewakili berbagai aspek dari realitas itusendiri. Dalam hal ini semakin dapat mewakilirealitas, maka suatu model dapat dikatakansemakin lengkap. Dasar utama pengembanganmodel adalah untuk menemukan peubah-peubah yang penting dan tepat dalammembangun model. Untuk menirukan perilakusuatu gejala atau proses dibuat simulasi model.Simulasi ini bertujuan untuk memahami gejalaatau proses tersebut, membuat analisis danmeramalkan perilaku gejala atau proses tersebutdi masa depan.

    Salah satu situasi aktual yang dapatdiabstraksikan melalui suatu pemodelan adalahpengembangan hunian vertikal di lingkunganperkotaan yang secara geografis, sosial-budaya,dan sosial ekonomi merupakan kawasan yangsangat kompleks untuk diramalkan gejala-gejalaatau proses yang akan terjadi dimasa yang akandatang khususnya di Kota Depok. Dalam modelpengembangan hunian vertikal tersebut,beberapa peubah-peubah yang saling

  • 82 Jurnal Permukiman Vol. 4 No. 2 September 2009

    berhubungan antara satu dengan lain baiklangsung maupun tidak langsung meliputipertumbuhan penduduk, ketersediaan lahan,kebutuhan rumah yaitu rumah tapak dan rumahvertikal (rusun dan apartemen), ketersediaanrumah, backlog, MBR, masyarakatberpenghasilan menengah (MBM), masyarakatberpenghasilan atas (MBA), subsidi rusun, danharga rumah, serta minat untuk memiliki rumah.Model pengembangan hunian vertikal di KotaDepok dibangun dalam tiga (3) sub model yaitusub model pertumbuhan penduduk dan RTH,dan sub model kebutuhan perumahan, dan submodel kebutuhan lahan hunian di Kota Depok.

    Hasil simulasi model menunjukkan bahwapenduduk Kota Depok akan meningkat terusdari 1.204.687 jiwa menjadi 2.487.515 jiwapada tahun 2025 dengan asumsi rata-ratatingkat kelahiran penduduk sebesar 4 %pertahun dan tingkat kematian rata-rata 1 %pertahun. Tingkat pertumbuhan penduduk KotaDepok yang semakin meningkat setiap tahunakan berimplikasi terhadap kebutuhanpenggunaan lahan dan kebutuhan rumah.

    Ketersediaan lahan di Kota Depok yang semakinterbatas akan menyebabkan ketersediaan lahantersebut menjadi faktor pembatas terhadaptingkat pertumbuhan penduduk Kota Depok.Dalam model dibatasi daya dukung lahansebesar 5000 jiwa/ha dan apabila melebihi darikapasitas tersebut maka perlu dilakukantindakan untuk mengatasi laju pertumbuhanpenduduk yang semakin meningkat. Sementaraitu dilihat dari tingkat kebutuhan rumahmenunjukkan ketidakseimbangan antara totalrumah yang tersedia dengan jumlah penduduk.Jumlah penduduk Kota Depok pada tahun 2001berjumlah 1.204.687 jiwa (BPS Kota Depok,2007) sedangkan total rumah yang tersediabelum mencapai jumlah KK yang membutuhkanunit rumah. Hal tersebut menyebabkanterjadinya backlog unit rumah dan ini akanterjadi peningkatan secara terus-menerussampai pada tahun 2025. Pertumbuhankebutuhan rumah yang sangat signifikan adalahrumah sederhana sehat (RSH) yang diikutidengan rumah menengah (RTM), selanjutnya

    rumah mewah (RTA). Pada kondisi eksisting,Kota Depok belum secara spesifikmengembangkan hunian vertikal. Oleh karenaitu pada simulasi kondisi eksisting jumlah rusundan apartemen tidak ada.

    Pada tahun 2001 belum terlihat pembangunanrumah tersebut di atas dan baru terlihat padatahun 2002 yang terus mengalami peningkatansampai pada tahun simulasi 2025, masing-masing RSH sebesar 134.369 unit, RTM sebesar123.883 unit, dan RTA sebesar 24.776 unit.Semakin meningkatnya kebutuhan rumahtersebut akan berdampak terhadap perluasankawasan terbangun dan semakin menurunnyaRuang Terbuka Hijau (RTH). Untukmengantisipasi semakin menurunnya RTH makapengembangan perumahan diarahkan padapengembangan hunian vertikal. Dalampengembangan hunian vertikal ini dipengaruhioleh minat masyarakat untuk tinggal di hunianvertikal. Sedangkan minat ini sangat dipengaruhioleh motivasi, persepsi, dan lokasi hunian.

    Untuk memenuhi kebutuhan rumah bagimasyarakat di Kota Depok khususnyamasyarakat berpenghasilan rendah (MBR)dengan mempertimbangkan kemampuanmasyarakat untuk memiliki rumah danmempertahankan ketersediaan lahan RTH, makaskenario terbaik yang dapat dilakukan adalahmemanfaatkan RTH sampai pada luasan 4000-5000 ha, dengan mendorong pertumbuhanhunian vertikal melalui subsidi bunga minimalsebesar 8% dan subsidi uang muka sebesar Rp10.000.000 Rp 13.000.000.

    IMPLIKASI KEBIJAKANSeluruh proses analisis dan simulasikomprehensif pengembangan hunian vertikalmenuju pembangunan perumahan yangberkelanjutan membawa implikasi dankonsekuensi logis kepada penentuan arahkebijakan pembangunan perumahan secaramenyeluruh di Kota Depok. Secara filosofiskerangka implikasi kebijakan tersebut dapatdikaitkan dengan pemikiran tentang spatialarrangement and sustainable development

  • Model Pengembangan Hunian (Tito Murbaintoro) 83

    (Haryadi, 1997). Kebijakan dan strategimerupakan intervensi dari pemerintah (pusat,propinsi, kabupaten/ kota) dalam sistemaktivitas di masyarakat agar dapat berjalanseimbang. Sebagaimana dipahami bersamabahwa sistem aktifitas dimasyarakat sangatdipengaruhi oleh gaya hidup yang bersumberpada kultur masyarakat. Dan semuanya itu tidakterlepas dari daya dukung lahan (land capacity).

    Ada beberapa pendekatan tentang analisisimplikasi kebijakan ini terutama yang berkaitandengan pengembangan hunian vertikal, antaralain : generic policies dan compact cities. Salahsatu pendekatan analisis kebijakan yangdigunakan pada penelitian ini adalah konsepkebijakan generik. Menurut Weimer dan Vining(1999), kebijakan generik (generic policies)adalah berbagai macam tindakan pemerintahyang dilakukan untuk memecahkan masalahyang dihadapi dan biasanya berupa suatustrategi umum. Karena masalah kebijakan

    biasanya bersifat kompleks dan kontekstual,maka kebijakan generik seharusnya berfikirsecara menyeluruh dan mendorong terwujudnyasuatu perspektif yang luas dan pada gilirannyaakan membantu mencari solusi yang berujungpada suatu keadaan yang spesifik untukmenghasilkan alternatif kebijakan yang dapatdilaksanakan secara berkelanjutan. Ada lima halpenting yang termasuk dalam kebijakan generik,yakni : i) peraturan perundangan; ii)pembebasan, fasilitasi dan simulasi pasar; iii)pajak dan subsidi; iv) penyediaan barangmelalui mekanisme nonpasar; v) asuransi danjaring pengaman.

    Dengan menggunakan pendekatan kebijakangenerik sebagaimana diuraikan diatas, makapenerapan kebijakan generik dalampengembangan hunian vertikal menujupembangunan perumahan berkelanjutan dapatdilihat pada tabel 6 dibawah ini:

    Tabel 6.Kebijakan Generik Pengembangan Hunian Vertikal Menuju Pembangunan

    Perumahan BerkelanjutanKelompokKebijakanGenerik

    Karakteristik Kebijakan Jenis Kebijakan Penerapan Kebijakan

    PeraturanPerundangan

    Kebijakan Konstitusi(constitutive policies)berisi pengaturan umumbagi masyarakat luas,semua mendapatkeuntungan bersama, yangmelanggar akanmenanggung resiko

    Konstitusi danRegulasi Umum

    Peraturan Daerah dan atau PeraturanWalikota tentang : Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Pengaturan arah kebijakan

    pembangunan kota Pembangunan hunian vertikal Ijin lokasi Ijin Mendirikan Bangunan Ijin Penghunian Bangunan Fee dampak pembangunan

    Pembebasan,Fasilitasi danSimulasi Pasar(Freeing,FacilitatingMarkets)

    Kebijakan Distribusi(distributive policies),berisi keputusan yangbersifat tidak memaksa(noncoercive decisions),dalam kondisi dan situasiyang stabil

    Deregulasi Legalisasi Privatisasi Alokasi Existing Goods Penciptaan Barang

    Baru yang dapatdipasarkan

    Simulasi Pasar

    Peraturan Daerah dan atau PeraturanWalikota tentang : Pengaturan kemitraan pemerintah,

    swasta dan masyarakat dalampembangunan perumahan

    Pengaturan pemanfaatan komponendan tenaga kerja lokal

    Pengaturan regionalisasi dan klasifikasijenis pekerjaan di bidang perumahan

    Pengaturan pendataan dan pencatatanhak property

  • 84 Jurnal Permukiman Vol. 4 No. 2 September 2009

    Lanjutan Tabel 6KelompokKebijakanGenerik

    Karakteristik Kebijakan Jenis Kebijakan Penerapan Kebijakan

    Subsidi dan Pajak Kebijakan Regulasi(iregulatory policies),berisi keputusan yangbersifat memaksa(coercive decisions),dalam kondisi yang kurangstabil

    Regulasi khusus Peraturan Daerah dan atau PeraturanWalikota tentang : Subsidi bunga/ uang muka Subsidi infrastruktur Insentif retribusi dan pajak daerah

    PenyediaanBarang melaluiMekanismeNonpasar

    Kebijakan Redistribusi(redistributive policies),berisi keputusan yangbersifat memaksa(coercive decisions),dalam kondisi yang tidakstabil

    Redistribusi Peraturan Daerah dan atau PeraturanWalikota tentang : Subsidi silang pembangunan

    perumahan Pengaturan pemanfaatan lahan untuk

    perumahan

    Asuransi danJaring Pengaman

    Kebijakan Redistribusi(redistributive policies),berisi keputusan yangbersifat memaksa(coercive decisions),dalam kondisi yang tidakstabil

    Redistribusi Peraturan Daerah dan atau PeraturanWalikota tentang : Subsidi premi asuransi KPR Pembangunan rumah susun sederhana

    sewa (rusunawa) bersubsidi Pembangunan rumah sosial (panti

    jompo, panti sosial dll)

    KESIMPULAN DAN SARANHasil penelitian telah memberikan gambarannyata tentang bagaimana pembangunanperumahan di kota besar dan metro harusditangani secara sistemik dan holistik dalamrangka mewujudkan pembangunan perumahanyang berkelanjutan. Dari penelitian ini dapatdisimpulkan beberapa hal sebagai berikut :1. Pembangunan perumahan yang didominasi

    oleh hunian tapak di suatu wilayahperkotaan, sangat berpengaruh padaketersediaan ruang terbuka hijau (RTH) danpada gilirannya akan mengabaikan konseppembangunan berkelanjutan. Adakecenderungan penurunan jumlah RTH yangsangat signifikan terutama untuk lahanpertanian. Secara simulatif, pembangunanhunian vertikal menjadi solusi alternatifuntuk dapat mempertahankan ketersediaanRTH disatu pihak dan pemenuhankebutuhan rumah bagi masyarakat dilainpihak.

    2. Minat masyarakat untuk tinggal di hunianvertikal merupakan proses pembentukanjatidiri manusia secara utuh dan sangatterkait dengan proses pembentukan ruangyang terkadang akan menimbulkan konflikantara tradisi dan modernisasi. Secarateoritis dan hasil penelitian di lapanganmenunjukkan bahwa minat menghunirumah dalam konteks pembentukan ruangsangat tergantung dari persepsi danmotivasi masyarakat serta lokasi hunian.Masih ada peluang cukup tinggi minatmasyarakat untuk tinggal di hunian vertikal,tetapi dibutuhkan perencanaan yangmatang dan terpadu. Konsep kampungsusun menjadi penting, karena diharapkanmenjadi model kombinasi pengembanganhunian vertikal secara fisik dan prosespembentukan jatidiri melalui pembentukanruang secara sosial.

    3. Pemenuhan kebutuhan hunian bagimasyarakat, sangat dipengaruhi oleh tingkatketerjangkauan masyarakat untuk menyewa

  • Model Pengembangan Hunian (Tito Murbaintoro) 85

    atau mimiliki rumah. Secara simulatif,kemampuan masyarakat untuk memenuhikebutuhan rumahnya membutuhkanintervensi pemerintah melalui bantuan/subsidi perumahan atau subsidi silangpengembangan kawasan perumahan danpermukiman.

    4. Pembangunan perumahan memberikandampak pengganda (multiplier effect)terhadap perekonomian kota. Dampaktersebut dilihat dari tingginya angkapermintaan dan penawaran terhadapperumahan, meningkatnya pendapatanmasyarakat dan terciptanya lapangan kerjabagi masyarakat kota.

    5. Pertumbuhan populasi penduduk kotamenunjukkan kecenderungan mengikutikurva eksponensial yang konsekuensinyaakan meningkatkan kebutuhan akan rumahbagi masyarakat, dilain pihak denganmeningkatnya kawasan terbangun melaluipembangunan perumahan akan mengurangiRTH. Secara simulatif melalui modelpengembangan hunian vertikal, makapembangunan dapat dikendalikan sesuaidengan skenario kebijakan yang ditetapkanoleh pemerintah kota setempat dan padagilirannya akan menjaga keseimbanganantara pemenuhan kebutuhan rumah bagisetiap keluarga (shelter for all) yangtejangkau (affordable) di satu sisi danpengembangan perumahan yang berkelanjutan(sustainable housing development) di sisilain. Dalam konteks pembangunanperumahan di perkotaan, pengembanganhunian vertikal diharapkan dapatmewujudkan kehidupan sosialkemasyarakatan yang harmonis dan efisien(konsep compact city).

    Memperhatikan hasil penelitian dan kebutuhanpemenuhan kebutuhan rumah di lokus penelitianyakni di Kota Depok, beberapa saran dapatdisampaikan sebagai pertimbangan dalammerumuskan kebijakan pembangunanperumahan di perkotaan. Saran ini akan dapatmemberikan inspirasi juga bagi kota-kota yangmemiliki karakteristik hampir sama untuk

    melakukan kajian dan perumusan kebijakanpembangunan perumahan di wilayahnya.1. Arah kebijakan pembangunan perkotaan

    perlu dipikirkan secara komprehensif, baikyang bersifat konstitusi dan regulasimaupun substantif antara lain dengan mulaimengembangkan konsep pembangunankota yang kompak (compact city)

    2. Penerapan ketentuan yang tegas atasperaturan perundang-undangan (lawenforcement) untuk menjamin kepastianhukum bagi para pemangku kepentingan dibidang perumahan, baik yang berkaitandengan Rencana Tata Ruang Wilayah Kotamaupun ketentuan teknis lainnya yangberimplikasi pada perijinan.

    3. Pengaturan kemitraan pemerintah, swastadan masyarakat harus dikembangkan secaraberkelanjutan agar minat investor danmasyarakat akan hunian vertikal meningkatsecara berkelanjutan. Hal ini dibutuhkankarena investasi di bidang perumahansangat membutuhkan peran berbagai pihakterutama investasi dari sektor swastatermasuk pengembangan konsep subsidisilang.

    4. Pengembangan hunian vertikal di suatu kotamasih membutuhkan peran dari pemerintah(pusat, propinsi dan kota) secara sinergisuntuk dapat membantu masyarakat yangberpenghasilan menengah bawah danberpenghasilan rendah dalam bentukbantuan /subsidi perumahan

    5. Minat masyarakat untuk tinggal di hunianvertikal masih perlu ditingkatkan seiringdengan upaya pemenuhan kebutuhanrumah secara vertikal melalui prosespemberdayaaan dan peningkatan kapasitaspengelola hunian vertikal agar lebihprofesional sehingga meningkatkan persepsimasyarakat terhadap hunian vertikal.

    6. Perlu penelitian lebih lanjut tentang :a. ukuran indeks keterjangkauan dengan

    pendekatan fraksi pendapatan danharga rumah, serta faktor pengeluaranrumah tangga atas biaya transport

    b. rumusan kebijakan operasional setiaptingkatan jajaran birokrasi di

  • 86 Jurnal Permukiman Vol. 4 No. 2 September 2009

    pemerintah kota selaku regulator dankebijakan pengembangan kerjasamadengan mitra kerja pemerintah kota

    c. posisi kontribusi sektor/bidangperumahan terhadap perekonomiansuatu kota

    d. pengembangan sumber pembiayaanperumahan di suatu kota denganmemperhatikan potensi lokal

    e. rencana rinci kawasan perumahan yangmemperhatikan optimalisasi ketersediaanRTH sesuai dengan standar yangdisepakati dan daya dukung lingkungandimasing masing bagian wilayah kota

    DAFTAR PUSTAKAArikunto, S. 2003. Manajemen Penelitian. Rineka

    Cipta. Jakarta.Badan Pusat Statistik. 2005. Kerangka Teori dan

    Analisis Tabel Input Output. Badan PusatStatistik. Jakarta.

    Butters, C. 2003. Sustainable HumanSettlements Challenges for CSD, workingpaper in the 12th Session of theCommission on Sustainable Development(CSD 12). NABU. New York.

    Ditjen Penataan Ruang. 2005. Kajian KonsepsiRuang Terbuka Hijau. Jakarta

    Djunaedi, A. 2000. Indikator IndikatorLingkungan Perkotaan : Belajar dariPengalaman Negara-negara Lain. PusatPenelitian Lingkungan Hidup, UniversitasGajah Mada. Yogyakarta.

    Eriyatno. 2003. Ilmu Sistem, Meningkatkan Mutudan Efektivitas Manajemen. Jilid Satu. EdisiKetiga. IPB Press. Bogor.

    Eryatno dan F. Sofyar. 2007. Riset Kebijakan,Metode Penelitian untuk Pascasarjana. IPBPress. Bogor. 79 hal.

    Hatmoko, W. 2004. Indonesia Bisa Kelaparan :Alih Fungsi Lahan Pertanian di JabarTertinggi. Pikiran Rakyat. 30 September.Jakarta.

    HOMI Project. 2002. Laporan Studi PasarPerumahan di Indonesia, DirektoratJenderal Perumahan dan Permukiman.Jakarta.

    Kantor Meneg Lingkungan Hidup. 2000. Agenda21 Sektoral - Permukiman, untukPengembangan Kualitas Hidup secaraBerkelanjutan. Proyek Agenda 21 Sektoral.Jakarta.

    Kirmanto, D. 2002. Pembangunan Perumahandan Permukiman yang BerwawasanLingkungan Strategis dalam PencegahanBanjir di Perkotaan, disampaikan dalamSeminar Peduli Banjir FOREST Jakarta 25Maret 2002.

    Kirmanto, D. 2005. Peran Ruang Publik DalamPengembangan Sektor Properti dan Kota.Departemen Pekerjaan Umum. Jakarta

    Maarif, M.S. 2003. Bahan Kuliah AnalisisKebijakan dan Kelembagaan Lingkungan,Program Studi PSL IPB.

    Maarif, M.S. dan H. Tanjung. 2003. Teknik-teknik Kuantitatif untuk Manajemen. Hal.164-168. Gramedia Widiasarana Indonesia.Jakarta.

    Pemerintah Kota Depok. 2004. IdentifikasiPemanfaatan Ruang Kota Depok. BadanPerencanaan Pembangunan Daerah. Depok.

    Peraturan Daerah Kota Depok. 2001. RencanaTata Ruang Wilayah Kota Depok 2000-2010. Depok.

    Peraturan Menteri Kehutanan, No. P-03/Menhut-V/2004 tentang Pedoman PembuatanTanaman Penghijauan Kota, GerakanNasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan.

    Peraturan Pemerintah Nomor 67 tahun 2005tentang Kerjasama Pemerintah denganBadan Usaha dalam PenyediaanInfrastruktur.

    Peraturan Pemerintah Nomor 80. 1999. KawasanSiap Bangun dan Lingkungan Siap Bangunyang Berdiri Sendiri. Jakarta.

    Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor63 Tahun 2002 tentang Hutan Kota.

    Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Depok. 2000-2010.

    Santosa, M. 2001. Lingkungan TropisBerkepadatan Tinggi : Lokalitas, Tradisi,dan Modernitas. Pusat Penelitian LigkunganHidup, Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.

    Silas, J. 2001. Toll Road and the Development ofNew Settlements, the Case of Surabaya

  • Model Pengembangan Hunian (Tito Murbaintoro) 87

    Compared to Jakarta. J Humanities andSocial Sciences of Southeast Asia andOceania. KITLV.

    Undang Undang No. 26 tahun 2007 tentangPenataan Ruang

    Undang-Undang R.I. Nomor 23 Tahun 1997tentang Lingkungan Hidup

    Undang-Undang R.I. Nomor 25 Tahun 2000tentang Propenas

    Undang-Undang R.I. Nomor 26 Tahun 2007tentang Penataan Ruang

    Undang-Undang R.I. Nomor 32 Tahun 2004tentang Pemerintahan Daerah

    United Nation for Environment Programme,2000. Agenda 21-Promoting Sustainable

    Human Settlement Development. Chapter7.

    Winarso, H. 2001. Access to Main Roads or LowCost Land Residential Land DevelopersBehaviour in Indonesia. J Humanities andSocial Sciences of Southeast Asia andOceania. KITLV.

    Winarso, H. dan B. Kombaitan. 2001. The LargeScale Residential Land DevelopmentProcess in Indonesia, The Case ofJabotabek. Paper prepared for WorldPlanning Schools Congress. Shanghai.

    www. Agroindonesia.com. Tanggal 21/12/2004Zoeraini, D.I. 2005. Tantangan Lingkungan dan

    Lansekap Hutan Kota. Bumi Akasara.Jakarta.

  • 88 Jurnal Permukiman Vol. 4 No. 2 September 2009

    PENINGKATAN PERAN LEMBAGA LOKAL DALAM RANGKAPEMBANGUNAN PERMUKIMAN DI PERDESAAN

    Oleh : Aris PrihandonoBalai Pengembangan Teknologi Perumahan Tradisional Makassar

    Jl. Urip Sumohardjo No. 32 (Komplek PDAM), Panaikang MakassarE-mail : [email protected]

    Tanggal masuk naskah: 20 Oktober 2008, Tanggal disetujui: 02 Juni 2009

    AbstrakPelibatan kelembagaan lokal tingkat desa dalam pembangunan perumahan dan permukiman sangatrelevan dengan situasi saat ini karena kapasitas dan kapabilitas lembaga-lembaga formal yang adasangat terbatas. Sekalipun demikian upaya tersebut harus disertai langkah seleksi yang hati-hati karenaterkait dengan internalisasi muatan baru. Hasil kajian adalah bahwa sejumlah kriteria dapat dijadikanreferensi dalam pemilihan lembaga, yakni: tingkat kemapanan, kondisi unsur-unsur kelembagaan, sertaefektivitas organisasi. Selanjutnya dilakukan penyusunan substansi dan metode pemberdayaan setelahtipe-tipe kelembagaan dan faktor yang berpengaruh terhadap kinerja lembaga diketahui. Bentukpemberdayaan dapat berupa asistensi, fasilitasi, atau promosi. Sedangkan materi pemberdayaanmeliputi tiga hal, yaitu materi umum, yakni materi yang diperlukan dalam proses peningkatan wawasanpengelola lembaga tanpa membedakan tipologi lembaga; materi inti adalah materi yang dikembangkansesuai dengan kebutuhan peningkatan kapasitas dan sinergi lintas program; materi penunjang adalahmateri dasar yang secara normatif harus sudah dikuasai oleh calon peserta.

    Kata Kunci : Tipe lembaga, seleksi, pemberdayaan

    AbstractThe involvement of the local institutions for housing development in rural areas is relevant to thecurrent situation because of limitation of authorized housing institutions capacity and capability inserving ordinary people. However, the involvement must be followed by strict selection due to it concernwith accommodation of new areas. The selection can refer to a number of criteria such as the level ofestablishment, condition of organization components, and effectiveness of the organization. Then,empowerment material must be formulated after the identification of the traditional types and factorsthat influence the performance of the organization. The empowerment can be materialized in the threeaspects, namely assistance, facilities, and promotion. The substance of empowerment includes thegeneral, main course, and supportive materials. The first one is the substance needed in promotingparticipants view without distinguishing the traditional institution type. The second one is the substancerequired to improve the capacity of the organization and synergy of programs. The last one is the basicmaterial that normatively must be mastered by participants.

    Keywords : Institution types, selection, empowerment

    PENDAHULUANPembangunan ekonomi yang memprioritaskanpertumbuhan sektor jasa dan industrimanufaktur secara cepat ternyata membawadampak yang tidak diinginkan antara lainpercepatan urbanisasi (punctuatedurbanization). Percepatan urbanisasi ini secara

    tidak terasa banyak menyerap sumber dayayang dimiliki perdesaan oleh kawasanperkotaan, baik sumber daya alam maupunsumber daya manusia (Sunarno, 2003).

    Proses urbanisasi yang tidak terkontrol berakibatpada terdesaknya lahan pertanian khususnyapada kawasan perdesaan yang berbatasan

  • Peningkatan Peran Lembaga (Aris Prihandono) 89

    langsung dengan kawasan perkotaan. Tingginyaangka urbanisasi menurut Survei PendudukAntar Sensus (SUPAS) 1998 telah mencapai40 %, padahal pada tahun 1995 baru mencapai37,5 %. Konversi kawasan pertanian menjadikawasan perkotaan merupakan konsekuensiyang tidak dapat dihindarkan lagi, dimanatingkat konversi ini di kawasan Pantai UtaraJawa (Pantura) mencapai 20% per tahun.

    Akibat yang cukup memprihatinkan dari kondisidi atas adalah Indonesia harus mengimporproduk-produk pertanian untuk memenuhikebutuhan dalam negerinya. Tercatat Indonesiaharus mengimpor kedelai sebanyak 1.277.685ton pada tahun 2000 dengan nilai nominalsebesar US$ 275 juta. Pada tahun itu jugaIndonesia ternyata juga harus mengimporsayur-sayuran senilai US$ 62 juta dan buah-buahan senilai US$ 65 juta.

    Menurut Sunarno (2003) kondisi tersebut harussegera diubah, paradigma pembangunan yangmemprioritaskan perkotaan sebagai satu-satunya mesin pembangunan yang handal harusdirevisi. Pembangunan perdesaan harus mulaididorong guna mendukung pertumbuhanekonomi yang seimbang, sekaligusmengeliminasi dampak urban bias yang telahterjadi selama ini.

    Jumlah desa yang secara administratif mencapai61.690 buah pada REPELITA VI saat ini sudahwaktunya untuk diberikan perhatian yangproporsional. Secara konseptual sebenarnyasudah cukup banyak teori yang dikembangkanuntuk tujuan pembangunan perdesaan, antaralain: Program Pengembangan Wilayah Terpadu(PPWT); Program Pengembangan KawasanSentra Produksi/ Kawasan Andalan (PPKSP/KA);Program Pengembangan Kawasan Tertinggal(PPKT); Program Pengelolaan KawasanPengembangan Ekonomi Terpadu (PPKAPET);Program Pengembangan Ekonomi Masyarakat diDaerah (PPEMD), serta Poverty Alleviationthrough Rural Urban Linkage (PARUL); DesaPusat Pertumbuhan (DPP); serta PembangunanAgropolitan.

    Secara keseluruhan program-program di ataslebih berorientasi pada peningkatanpertumbuhan ekonomi regional, khususnya padakawasan perdesaan. Dari aspek ke PU-an,Departemen Pekerjaan Umum telah mendukungprogram tersebut melalui penyediaan prasaranadasar, antara lain pembangunan prasaranajalan, irigasi, serta air bersih. Namun dari aspekperumahan secara spesifik nampaknya belumdiprogramkan.

    Pada pihak lain, jika suatu kawasan meningkatpertumbuhan ekonominya, maka secara alamiahpermintaan akan rumah juga meningkat.Permintaan tersebut tentu bervariasi dariwilayah satu ke wilayah yang lain, baik jumlahpermintaan, dimensi, bahan baku, disain,maupun harga rumahnya. Hingga saat inimasyarakat memenuhi sendiri keperluantersebut dan tidak ditemukan terjadinya konflikyang berarti karena lahan, dan kebutuhan laincukup tersedia. Dengan semakin berkembangnyajumlah penduduk dan semakin terbatasnyasumber-sumber yang diperlukan maka suatusaat pasti akan terjadi konflik. Namun sampaisejauh ini kemampuan lembaga perumahanformal dalam mengendalikan perumahan diperdesaan sangat minim. Jika demikian, makapertanyaan penelitian yang muncul adalah :lembaga apa yang dapat mengatur perumahandan permukiman di kawasan perdesaan selainlembaga formal tersebut ?

    PERUMUSAN MASALAHPenerapan berbagai program pembangunan dikawasan perdesaan diharapkan dapatmeningkatkan kesejahteraan masyarakatnyasecara keseluruhan. Kesejahteraan ini padagilirannya akan berimbas pada peningkatankebutuhan rumah pada kawasan yangbersangkutan. Dari aspek kelembagaan,lembaga perumahan daerah khususnyapemerintah daerah mempunyai kemampuanyang tidak memadai untuk menyediakanperumahan maupun mengendalikannya. Bahkanmenurut hasil penelitian Pusat LitbangPermukiman (2004) masih ada lembagaperumahan yang tidak mempunyai

  • 90 Jurnal Permukiman Vol. 4 No. 2 September 2009

    bagian/bidang yang menangani penyediaanperumahan, khususnya untuk masyarakatberpenghasilan rendah.

    Secara umum pelaksanaan program-programpembangunan ekonomi di perdesaan selalumemanfaatkan pengaruh yang kuat dari tokoh-tokoh masyarakat atau lembaga lokal yangsudah diakui keberadaannya oleh masyarakatsetempat. Jika dikaitkan dengan issu kebutuhanrumah sebagaimana di bahas pada alinea diatas, maka masalah yang dihadapai adalahbahwa lembaga-lembaga lokal yang ada masihberkiprah pada domain ekonomi dan sosial, danbukan berkiprah pada penyelenggaraanperumahan di wilayah perdesaan. Sehinggamuncul pertanyaan penelitian sebagai berikut : Seberapa besar keberadaan lembaga

    perumahan mampu mengantisipasipermintaan ?

    Seberapa besar potensi dan resikopemanfaatan lembaga ?

    TUJUAN PENELITIAN Mengetahui karakteristik lembaga-lembaga

    lokal dan nilai-nilai budaya yang mendukungpengendalian pembangunan perumahan dikawasan perdesaan

    Mendapatkan rumusan konsep pemberdayaanlembaga lokal di perdesaan dalampengendalian pembangunan perumahan danpermukiman di wilayahnya.

    TINJAUAN PUSTAKADalam pandangan ahli komunikasi, Rogers danShoemaker (1981), proses pemberdayaanmasyarakat dikenal sebagai difusi inovasi yangmenurutnya terdiri dari 4 (empat) tahap, yaitu: Pengenalan, dimana seseorang mengetahui

    adanya inovasi dan memperoleh beberapapengertian tentang bagaimana inovasi ituberfungsi;

    Persuasi dimana seseorang membentuk sikapberkenan atau tidak berkenan terhadapinovasi;

    Keputusan, dimana seseorang terlibat dalamkegiatan yang membawanya pada pemilihanuntuk menerima atau menolak inovasi;

    Konfirmasi, dimana seseorang mencaripenguat bagi keputusan inovasi yang telahdibuatnya. Pada tahap ini mungkin terjadiseseorang merubah keputusannya jika iamemperoleh informasi yang bertentangan.Secara diagramatis tahap-tahap tersebutdapat digambarkan sebagai berikut.

    Variabel Penerima:1. Sifat-sifat pribadi2. Sifat sosial3. Kebutuhan inovasi4. dan lain-lain

    Sistem Sosial:1. Norma/nilai budaya2. Toleransi3. Kesatuan komunikasi

    Ciri-ciri Inovasi dlmpengamatanpenerima1. Keuntungan2. Kompatibilitas3. Kompleksitas4. Trialabilitas5. Observabilitas

    Adopsi

    Terus mengadopsi

    Diskontinuansi

    Sumber Komunikasi

    PengenalanI

    PersuasiII

    KonfirmasiIV

    KeputusanIII

    Mengadopsi terlambat

    Menolak

    Tetap menolak

    Diagram 1. Proses Keputusan Inovasi (Rogers dan Shoemaker: 1981)

  • Peningkatan Peran Lembaga (Aris Prihandono) 91

    Pemberdayaan yang ideal sebenarnya akanterjadi seperti proses difusi tersebut. Namunpada masyarakat yang miskin khususnya aksesterhadap inovasi maupun sumber-sumber untukmengadopsi inovasi sangat terbatas. Olehkarena itu difusi inovasi harus diiringi olehlangkah lain yakni pemberdayaan individu daritahap yang paling esensial, seperti penyadaranakan kebutuhan hidupnya, menghimpun diriagar mempunyai kekuatan moral dan hukum,menggali sumberdaya modal internal daneksternal yang ada, dan sebagainya. Prosespendampingan dalam pemberdayaan ini menjadiicon yang sangat penting, karenapembelajaran untuk mengadopsi inovasi secarakolektif maupun individu akan lebih mudahditerima dengan cara pendampingan ini.

    Dalam konteks diskusi ini, maka yang dianggapsebagai penerima inovasi (adopter) adalahlembaga lokal yang dapat berupa lembagaformal di tingkat desa/kelurahan atau lembagaadat yang sudah mendapatkan legitimasimasyarakat, sehingga pengaruhnya terhadapkehidupan bersama dalam masyarakat yangbersangkutan tidak diragukan lagi. Secara lebihspesifik, lembaga termaksud terlibat di dalamkegiatan program-program pembangunanperdesaan, baik yang bersifat ekonomis, sosial,maupun keagamaan. Dengan demikian makaakan lebih mudah jika lembaga yang menjadisasaran penelitian ini adalah lembaga yangterlibat dalam program yang dikategorikanberhasil.

    Identifikasistruktur

    masalah perkimperdesaan

    Identifikasimodal sumber

    daya

    Identifikasikarakteristik

    fisik perdesaan

    Identifikasilembaga

    pembangunandi perdesaan

    dan nilaibudaya yang

    dianut

    Lingkupsubstansi dan

    prioritaspembangunan

    Indikasi polapengembanganlembaga dengan

    lingkup perumahanpermukiman

    Polapengembangan

    programpembiayaan /

    mobilisasi modal/efisiensi

    Indikasiprogram fisikperumahan

    Reorientasikegiatanlembaga

    Polapengembangankelembagaan

    Konseppengembangan

    pembiayaan

    Gambar 2. Model Alur Penyusunan Konsep Pemberdayaan Lembaga Perumahan di Perdesaan

  • 92 Jurnal Permukiman Vol. 4 No. 2 September 2009

    Tahap-tahap adopsi inovasi sebagaimana telahdiuraikan di atas akan lebih efektif jika diiringidengan tindakan pemberdayaan lembaga,karenanya perlu dirumuskan pedomanpemberdayaan yang mengacu pada akarpermasalahan serta kondisi sosial-ekonomi yangmelingkupi lembaga atau individu yangm