Pemodelan Tingkat Kesejahteraan Penduduk Propinsi...

8
184 Prosiding Seminar Nasional MIPA 2016 Prosiding Seminar Nasional MIPA 2016 Prosiding Seminar Nasional MIPA 2016 Prosiding Seminar Nasional MIPA 2016 “Peran Penelitian Ilmu Dasar dalam Menunjang Pembangunan Berkelanjutan” “Peran Penelitian Ilmu Dasar dalam Menunjang Pembangunan Berkelanjutan” “Peran Penelitian Ilmu Dasar dalam Menunjang Pembangunan Berkelanjutan” “Peran Penelitian Ilmu Dasar dalam Menunjang Pembangunan Berkelanjutan” Jatinangor, 27 Jatinangor, 27 Jatinangor, 27 Jatinangor, 27-28 Oktober 2016 28 Oktober 2016 28 Oktober 2016 28 Oktober 2016 ISBN 978 ISBN 978 ISBN 978 ISBN 978-602 602 602 602-72216 72216 72216 72216-1-1 Pemodelan Tingkat Kesejahteraan Penduduk Propinsi Kalimantan Selatan dengan Pendekatan Geographically Weighted Regression (GWR) Dewi Sri Susanti*, Aprida Siska Lestia, Yuana Sukmawaty Program Studi Matematika, FMIPA, Universitas Lambung Mangkurat (UNLAM) Kampus UNLAM Jl. Ahmad Yani, Km. 36, Banjarbaru *E-mail: [email protected] Abstrak Geographically Weighted Regression (GWR) adalah salah satu metode yang cukup efektif untuk mengestimasi data yang memiliki spatial heterogenity (ketidakseragaman dalam lokasi/spasial). Pada dasarnya, parameter model dalam GWR dapat dihitung pada lokasi pengamatan dengan variabel dependen dan satu atau lebih variabel independen yang telah diukur di tempat-tempat yang lokasinya diketahui. Penggunaan matriks pembobot yang besarnya tergantung pada kedekatan antar lokasi, atau dengan kata lain semakin dekat suatu lokasi, bobot pengaruhnya akan semakin besar. Dalam paper ini, dilakukan pengembangan Geographically Weighted Regression (GWR) dalam memodelkan kesejahteraan penduduk di Provinsi Kalimantan Selatan. Saat menggunakan pembobot adaptive bi-square kernel diperoleh bahwa hanya variabel 3 (tiga) variabel yang berpengaruh secara spasial terhadap tingkat kemiskinan penduduk Provinsi Kalimantan Selatan, yakni tingkat melek huruf penduduk (X 1 ), angka partisipasi sekolah (X 3 ) dan persentase balita kekurangan gizi (X 5 ). Kata Kunci : Geographically Weigthed Regression (GWR), fungsi pembobot, kemiskinan Pendahuluan Tingkat kesejahteraan penduduk antar daerah mencakup berbagai aspek kehidupan yang sangat luas, namun tidak semua aspek-aspek tersebut yang dapat diukur. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS, 2000), kesejahteraan penduduk suatu wilayah dapat diukur melalui indikator kependudukan, kesehatan, pendidikan dan ketenagakerjaan. Kalimantan Selatan merupakan salah satu provinsi di Indonesia dengan luas wilayah 37.530,52 km 2 dan jumlah penduduk 3,9 juta jiwa memiliki kepadatan penduduk sekitar 101 jiwa/km 2 . Jika dibandingkan dengan wilayah provinsi lain yang ada di Pulau Kalimantan, dimana kepadatan penduduk Provinsi Kalimantan Barat sebesar 32 jiwa/km 2 , Provinsi Kalimantan Tengah sebesar sebesar 16 jiwa/km 2 , Provinsi Kalimantan Timur sebesar 26 jiwa/km 2 dan Provinsi Kalimantan Utara sebesar 8 jiwa/km 2 , Provinsi ini merupakan provinsi dengan kepadatan penduduk tertinggi. Akan tetapi, sebaran dan kepadatan penduduk menurut kabupaten/kota di Provinsi Kalimantan Selatan masih belum merata. Tingkat kepadatan penduduk merupakan indikasi awal terhadap kemampuan suatu wilayah dalam memberikan kesejahteraan terhadap penduduknya. Kota Banjarmasin memiliki kepadatan penduduk paling tinggi sebesar 9167,79 jiwa/km 2 , sedangkan Kabupaten Kotabaru merupakan wilayah yang kepadatan penduduknya paling rendah sebesar 33,38 jiwa/km 2 . Selain dari kepadatan penduduknya, kesejahteraan dapat dilihat dari banyaknya penduduk miskin. Kabupaten Balangan memiliki jumlah penduduk miskin paling rendah, sedangkan Kota Banjarmasin merupakan wilayah yang jumlah penduduk miskinnya paling tinggi. Namun, jika dilihat dari persentase penduduk miskinnya Kota Banjarmasin merupakan wilayah dengan persentase terendah kedua setelah Kabupaten Banjar, sedangan Kabupaten Balangan merupakan wilayah dengan persentase tertinggi ketiga setelah Kabupaten Hulu Sungai Selatan dan Kabupaten Hulu Sungai Selatan. Ini menunjukkan bahwa kasus kemiskinan ini dapat dipandang sebagai suatu fenomena dari keheterogenan spasial, yang biasanya ditunjukkan dengan kecenderungan masyarakat miskin mengelompok pada suatu wilayah tertentu. Keragaman geografis yang mempengaruhi kemiskinan dan besarnya tingkat kemiskinan sering disebabkan oleh faktor-faktor dengan dimensi spasial, seperti sumbangan sumber daya alam dan akses untuk layanan seperti kesehatan dan pendidikan. Pengukuran kemiskinan di Indonesia dilaksanakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) menggunakan pendekatan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Alhasil, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran (BPS, 2008). Dalam menjelaskan pola hubungan antara persentase penduduk miskin yang dipengaruhi oleh beberapa variabel pengukur kemiskinan dapat dengan menggunakan kurva regresi. Pendekatan

Transcript of Pemodelan Tingkat Kesejahteraan Penduduk Propinsi...

184

Prosiding Seminar Nasional MIPA 2016Prosiding Seminar Nasional MIPA 2016Prosiding Seminar Nasional MIPA 2016Prosiding Seminar Nasional MIPA 2016 “Peran Penelitian Ilmu Dasar dalam Menunjang Pembangunan Berkelanjutan”“Peran Penelitian Ilmu Dasar dalam Menunjang Pembangunan Berkelanjutan”“Peran Penelitian Ilmu Dasar dalam Menunjang Pembangunan Berkelanjutan”“Peran Penelitian Ilmu Dasar dalam Menunjang Pembangunan Berkelanjutan”

Jatinangor, 27Jatinangor, 27Jatinangor, 27Jatinangor, 27----28 Oktober 201628 Oktober 201628 Oktober 201628 Oktober 2016 ISBN 978ISBN 978ISBN 978ISBN 978----602602602602----72216722167221672216----1111----1111

Pemodelan Tingkat Kesejahteraan Penduduk Propinsi

Kalimantan Selatan dengan Pendekatan

Geographically Weighted Regression (GWR)

Dewi Sri Susanti*, Aprida Siska Lestia, Yuana Sukmawaty

Program Studi Matematika, FMIPA, Universitas Lambung Mangkurat (UNLAM)

Kampus UNLAM Jl. Ahmad Yani, Km. 36, Banjarbaru

*E-mail: [email protected]

Abstrak

Geographically Weighted Regression (GWR) adalah salah satu metode yang cukup efektif untuk

mengestimasi data yang memiliki spatial heterogenity (ketidakseragaman dalam lokasi/spasial). Pada

dasarnya, parameter model dalam GWR dapat dihitung pada lokasi pengamatan dengan variabel dependen

dan satu atau lebih variabel independen yang telah diukur di tempat-tempat yang lokasinya diketahui.

Penggunaan matriks pembobot yang besarnya tergantung pada kedekatan antar lokasi, atau dengan kata

lain semakin dekat suatu lokasi, bobot pengaruhnya akan semakin besar. Dalam paper ini, dilakukan

pengembangan Geographically Weighted Regression (GWR) dalam memodelkan kesejahteraan penduduk

di Provinsi Kalimantan Selatan. Saat menggunakan pembobot adaptive bi-square kernel diperoleh bahwa

hanya variabel 3 (tiga) variabel yang berpengaruh secara spasial terhadap tingkat kemiskinan penduduk

Provinsi Kalimantan Selatan, yakni tingkat melek huruf penduduk (X1), angka partisipasi sekolah (X3) dan

persentase balita kekurangan gizi (X5).

Kata Kunci : Geographically Weigthed Regression (GWR), fungsi pembobot, kemiskinan

Pendahuluan

Tingkat kesejahteraan penduduk antar daerah

mencakup berbagai aspek kehidupan yang sangat

luas, namun tidak semua aspek-aspek tersebut yang

dapat diukur. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS,

2000), kesejahteraan penduduk suatu wilayah dapat

diukur melalui indikator kependudukan, kesehatan,

pendidikan dan ketenagakerjaan. Kalimantan

Selatan merupakan salah satu provinsi di Indonesia

dengan luas wilayah 37.530,52 km2 dan jumlah

penduduk 3,9 juta jiwa memiliki kepadatan

penduduk sekitar 101 jiwa/km2. Jika dibandingkan

dengan wilayah provinsi lain yang ada di Pulau

Kalimantan, dimana kepadatan penduduk Provinsi

Kalimantan Barat sebesar 32 jiwa/km2, Provinsi

Kalimantan Tengah sebesar sebesar 16 jiwa/km2,

Provinsi Kalimantan Timur sebesar 26 jiwa/km2

dan Provinsi Kalimantan Utara sebesar 8 jiwa/km2,

Provinsi ini merupakan provinsi dengan kepadatan

penduduk tertinggi. Akan tetapi, sebaran dan

kepadatan penduduk menurut kabupaten/kota di

Provinsi Kalimantan Selatan masih belum merata.

Tingkat kepadatan penduduk merupakan indikasi

awal terhadap kemampuan suatu wilayah dalam

memberikan kesejahteraan terhadap penduduknya.

Kota Banjarmasin memiliki kepadatan penduduk

paling tinggi sebesar 9167,79 jiwa/km2, sedangkan

Kabupaten Kotabaru merupakan wilayah yang

kepadatan penduduknya paling rendah sebesar

33,38 jiwa/km2.

Selain dari kepadatan penduduknya,

kesejahteraan dapat dilihat dari banyaknya

penduduk miskin. Kabupaten Balangan memiliki

jumlah penduduk miskin paling rendah, sedangkan

Kota Banjarmasin merupakan wilayah yang jumlah

penduduk miskinnya paling tinggi. Namun, jika

dilihat dari persentase penduduk miskinnya Kota

Banjarmasin merupakan wilayah dengan persentase

terendah kedua setelah Kabupaten Banjar,

sedangan Kabupaten Balangan merupakan wilayah

dengan persentase tertinggi ketiga setelah

Kabupaten Hulu Sungai Selatan dan Kabupaten

Hulu Sungai Selatan. Ini menunjukkan bahwa

kasus kemiskinan ini dapat dipandang sebagai suatu

fenomena dari keheterogenan spasial, yang

biasanya ditunjukkan dengan kecenderungan

masyarakat miskin mengelompok pada suatu

wilayah tertentu. Keragaman geografis yang

mempengaruhi kemiskinan dan besarnya tingkat

kemiskinan sering disebabkan oleh faktor-faktor

dengan dimensi spasial, seperti sumbangan sumber

daya alam dan akses untuk layanan seperti

kesehatan dan pendidikan. Pengukuran kemiskinan

di Indonesia dilaksanakan oleh Badan Pusat

Statistik (BPS) menggunakan pendekatan konsep

kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic

needs approach). Alhasil, kemiskinan dipandang

sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk

memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan

makanan yang diukur dari sisi pengeluaran (BPS,

2008).

Dalam menjelaskan pola hubungan antara

persentase penduduk miskin yang dipengaruhi oleh

beberapa variabel pengukur kemiskinan dapat

dengan menggunakan kurva regresi. Pendekatan

185

Prosiding Seminar Nasional MIPA 2016Prosiding Seminar Nasional MIPA 2016Prosiding Seminar Nasional MIPA 2016Prosiding Seminar Nasional MIPA 2016 “Peran Penelitian Ilmu Dasar dalam Menunjang Pembangunan Berkelanjutan”“Peran Penelitian Ilmu Dasar dalam Menunjang Pembangunan Berkelanjutan”“Peran Penelitian Ilmu Dasar dalam Menunjang Pembangunan Berkelanjutan”“Peran Penelitian Ilmu Dasar dalam Menunjang Pembangunan Berkelanjutan”

Jatinangor, 27Jatinangor, 27Jatinangor, 27Jatinangor, 27----28 Oktober 201628 Oktober 201628 Oktober 201628 Oktober 2016 ISBN 978ISBN 978ISBN 978ISBN 978----602602602602----72216722167221672216----1111----1111

kurva regresi yang sering digunakan adalah

pendekatan regresi parametrik, yang diasumsikan

bentuk kurva regresi diketahui (seperti linier,

kuadratik, kubik) dan residual harus identik,

independen, homogenitas dan berdistribusi normal.

Namun, dalam menentukan strategi

penanggulangan kemiskinan, pada dasarnya akan

lebih efektif jika dilakukan dengan pendekatan

spasial, yang berarti perlu ada upaya pendekatan

analisis yang melibatkan unsur lokasi (spasial)

untuk mengolah data kesejahteraan penduduk.

Anselin (1998) menyatakan karena dalam

pengamatan di suatu lokasi bergantung pada

pengamatan di lokasi lain yang berdekatan

(neighbouring) sehingga segala sesuatu adalah

saling berhubungan, dimana sesuatu yang lebih

dekat akan lebih berpengaruh daripada sesuatu

yang jauh. Anselin & Getis (1992) menyatakan

bahwa untuk mendapatkan informasi pengamatan

yang dipengaruhi oleh ruang atau lokasi dapat

dilakukan langkah analisis menggunakan metode

spasial.

Geographically Weighted Regression (GWR)

adalah salah satu metode yang cukup efektif untuk

mengestimasi data yang memiliki spatial

heterogenity (ketidakseragaman dalam spasial)

(Leung, Mei & Zhang, 2000). Ide dasar GWR

adalah bahwa parameter dapat dihitung dimanapun

pada area studi dengan variabel dependen dan satu

atau lebih variabel independen yang telah diukur di

tempat-tempat yang lokasinya diketahui. Dalam

GWR digunakan unsur matriks pembobot yang

besarnya tergantung pada kedekatan antar lokasi.

Semakin dekat suatu lokasi, bobot pengaruhnya

akan semakin besar. Untuk itu dalam penelitian ini,

akan mengembangkan Geographically Weighted

Regression (GWR) dalam memodelkan

kesejahteraan penduduk di Provinsi Kalimantan

Selatan.

Pemerintah Indonesia memiliki beberapa model

kesejahteraan dan kemiskinan: misalnya, Badan

Pusat Statistik (BPS) yang mengukur kemiskinan

dengan fokus konsumsi dan Badan Koordinasi

Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) yang

berfokus pada kesejahteraan keluarga.

Lembaga-lembaga internasional, seperti United

Nations Development Programme (UNDP) juga

memperhatikan isu pengembangan manusia, yang

didefinisikan sebagai harapan hidup, tingkat melek

huruf, pendidikan, dan tingkat daya beli per kapita.

Sehingga memahami kesejahteraan dan kemiskinan

merupakan langkah pertama untuk mengurangi

kemiskinan.

Dari berbagai penelitian mengenai

kesejahteraan yang telah dilakukan

mengindikasikan bahwa banyak sekali faktor yang

mempengaruhi kesejahteraan penduduk sehingga

perlu dilakukan identifikasi faktor yang paling

berpengaruh agar nantinya dapat digunakan untuk

perencanaan pembangunan sehingga pembangunan

lebih terarah pada peningkatan kesejahteraan

masyarakat. Guna melihat karakteristik

kesejahteraan penduduk dan melihat faktor yang

paling berpengaruh pada suatu wilayah maka perlu

dibuat suatu pemodelan berdasarkan faktor-faktor

yang mempengaruhinya, dan selanjutnya dilakukan

evaluasi ketepatan klasifikasi penduduk miskin

berdasarkan faktor-faktor yang berpengaruh.

Berdasarkan permasalahan yang tersebut di

atas, dan masih terbuka luasnya kesempatan untuk

melakukan penelitian lanjut berkaitan dengan

pemodelan penduduk miskin maka fokus

permasalahan dalam paper ini adalah menentukan

bagaimana model kemiskinan suatu wilayah yang

didasarkan pada dimensi kesehatan, sosial,

ekonomi dan pendidikan berbasis Geographically

Weighted Regression (GWR).

Tinjauan Pustaka

2.1 Geographically Weighted Regression (GWR)

Data spasial mempunyai pengertian sebagai

suatu data yang mengacu pada posisi, obyek, dan

hubungan di antaranya dalam ruang bumi. Posisi

lokasi dari suatu pengamatan memungkinkan

adanya hubungan dengan pengamatan lain yang

berdekatan. Hubungan antar pengamatan tersebut

dapat berupa persinggungan antar pengamatan

maupun kedekatan jarak antar pengamatan. Adanya

efek spasial merupakan hal yang sering terjadi

antara suatu wilayah dengan wilayah lainnya. Efek

spasial yang terjadi antar wilayah dapat dibagi

menjadi dua jenis, yaitu spatial dependence dan

spatial heterogeneity (Anselin & Getis, 1992).

Pada analisis spasial, seringkali data

digambarkan dalam suatu unit geografis tertentu

dan diestimasi menggunakan satu persamaan

regresi global. Hal tersebut berakibat pada

terbentuknya estimasi parameter global yang

diasumsikan untuk diterapkan secara sama pada

setiap area penelitian (Zhao, Chow & Liu, 2005).

GWR adalah salah satu metode yang digunakan

untuk mengestimasi data yang memiliki spatial

heterogeneity (keragaman spasial). GWR akan

menghasilkan estimasi parameter lokal, dimana

masing-masing area penelitian akan memiliki

parameter yang berbeda (Brunsdon, Fotheringham

& Charlton, 1998).

Pada model GWR, diasumsikan bahwa

masing-masing lokasi pengamatan dalam satu

wilayah terregional memiliki koordinat spasial.

Koordinat spasial pada lokasi pengamatan ke-i

dilambangkan dengan ( )ii vu , . Persamaan umum

GWR (Fotheringham, Brunsdon & Charlton, 2002)

adalah sebagai berikut:

( ) ( ) nixvuvuy iijiij

p

iiii ,...,2,1,,,

10 =+Σ+=

=εββ d

imana iy adalah nilai variabel dependen pada

186

Prosiding Seminar Nasional MIPA 2016Prosiding Seminar Nasional MIPA 2016Prosiding Seminar Nasional MIPA 2016Prosiding Seminar Nasional MIPA 2016 “Peran Penelitian Ilmu Dasar dalam Menunjang Pembangunan Berkelanjutan”“Peran Penelitian Ilmu Dasar dalam Menunjang Pembangunan Berkelanjutan”“Peran Penelitian Ilmu Dasar dalam Menunjang Pembangunan Berkelanjutan”“Peran Penelitian Ilmu Dasar dalam Menunjang Pembangunan Berkelanjutan”

Jatinangor, 27Jatinangor, 27Jatinangor, 27Jatinangor, 27----28 Oktober 201628 Oktober 201628 Oktober 201628 Oktober 2016 ISBN 978ISBN 978ISBN 978ISBN 978----602602602602----72216722167221672216----1111----1111

pengamatan ke-i, ijx adalah nilai variabel

independen ke-j pada pengamatan ke-i, ( )ii vu ,0β

adalah konstanta/intercept pada pengamatan ke-i,

( )iij vu ,β adalah nilai fungsi variabel

independen jx pada pengamatan ke-i, p adalah

jumlah variabel independen, ( )ii vu , adalah titik

kordinat lokasi pengamatan ke-i, dan ε adalah

random error yang diasumsikan berdistribusi

),0( 2IσN dengan ( )T

nεεε ,...,, 21=ε dan I

adalah matriks identitas.

Parameter yang dihasilkan pada model GWR

akan berbeda-beda pada masing-masing lokasi,

sehingga terdapat sebanyak n×k parameter yang

harus diestimasi, dimana n adalah jumlah lokasi

pengamatan dan k = p +1 adalah jumlah paramater

pada masing-masing lokasi pengamatan. Untuk

mengestimasinya, digunakan metode Weighted

Least Squares (WLS) yaitu dengan memberikan

penimbang/pembobot yang berbeda pada setiap

lokasi pengamatan.

2.2 Fungsi Pembobot Spasial

Matriks pembobot spasial pada GWR

merupakan matriks pembobot yang berbasis pada

kedekatan lokasi pengamatan ke-i dengan lokasi

pengamatan lainnya tanpa adanya hubungan yang

dinyatakan secara eksplisit (Fotheringham et.al.,

2002). Beberapa fungsi pembobot spasial

digunakan untuk menggambarkan hubungan antara

lokasi pengamatan ke-i dengan lokasi pengamatan

lainnya.

Salah satu cara untuk mengatasi masalah

diskontinuitas pada pembobot adalah dengan cara

membentuk ijw sebagai fungsi kontinu dari ijd .

Salah satu fungsi yang sering digunakan adalah

fungsi adaptive kernel yang memiliki bandwidth

yang berbeda pada masing-masing lokasi

pengamtan, diantaranya fungsi adaptive gaussian

kernel yang diusulkan oleh Brunsdon et al. (1998):

−=

2

2

1exp

i

ij

ijh

dw

dimana hi adalah parameter non negatif yang biasa

disebut sebagai bandwidth. Nilai pembobot dari

suatu data akan mendekati 1 jika jaraknya

berdekatan atau berhimpitan dan akan semakin

mengecil sehingga mendekati nol jika jaraknya

semakin jauh.

Salah satu alternatif pembobot lain adalah

fungsi adaptive bi-square kernel yang diusulkan

oleh Brundson et al (1998):

<

=

lainnyauntuk

untuk

0

1

22

iij

i

ij

ij

hdh

d

w

yang merupakan fungsi pembobot kontinu dan

menyerupai fungsi gaussian sampai jarak sejauh hi

dari lokasi pengamatan ke-i dan bernilai nol untuk

lokasi data yang memiliki jarak lebih besar

daripada hi. hi merupakan bandwidth yang

menunjukkan jumlah atau proporsi dari observasi

untuk dimasukkan pada estimasi regresi di lokasi

pengamatan ke-i.

2.3 Penentuan Bandwidth

Estimasi parameter pada GWR sebagian

bergantung pada fungsi pembobot yang dipilih

(Charlton & Fotheringham et.al., 2009). Pada

fungsi pembobot adaptive gaussian kernel tampak

bahwa jika nilai d bertambah besar maka nilai

bobotnya mendekati 0 atau model yang dihasilkan

akan mendekati model Ordinary Least Square

(OLS). Jika nilai d menunjukkan jarak terjauh antar

lokasi pengamatan, maka model yang dihasilkan

akan sama dengan model OLS yaitu yang disebut

dengan Model Regresi Global..

Jika nilai bandwidth (h) mendekati tak

terhingga, maka pembobot ( ijw ) yang dihasilkan

antar lokasi pengamatan akan mendekati angka

satu, sehingga parameter yang diduga akan seragam

dan model GWR yang dihasilkan akan mendekati

model OLS. Sebaliknya, jika nilai bandwidth

semakin kecil, pendugaan parameter akan semakin

tergantung pada lokasi pengamatan yang memiliki

jarak yang dekat dengan lokasi pengamatan kei,

sehingga nilai variansi yang dihasilkan akan

semakin besar. Permasalahan yang harus

diselesaikan adalah bagaimana menentukan nilai

bandwidth atau fungsi pembobot yang tepat pada

pemodelan GWR. Ada beberapa metode yang dapat

digunakan untuk pemilihan bandwidth.

Salah satu metode untuk mengatasi masalah

tersebut adalah dengan menggunakan pendekatan

cross validation (CV) yang diusulkan oleh

Brunsdon et al (1998) sebagai berikut:

( )2

1)(ˆ hyyCV ii

n

i≠

=−Σ=

dimana )(ˆ hy i≠ adalah nilai prediksi iy (fitted

value) dengan pengamatan ke-i dikeluarkan dari

proses prediksi. Dengan metode tersebut, pada saat

nilai bandwidth (h) sangat kecil, model akan

dikalibrasi hanya pada sampel yang berdekatan

dengan lokasi pengamatan ke-i , bukan pada pada

lokasi pengamatan ke-i itu sendiri. Bandwidth yang

optimum diperoleh jika nilai CV yang dihasilkan

adalah yang paling minimum (Fotheringham et.al.,

2002).

187

Prosiding Seminar Nasional MIPA 2016Prosiding Seminar Nasional MIPA 2016Prosiding Seminar Nasional MIPA 2016Prosiding Seminar Nasional MIPA 2016 “Peran Penelitian Ilmu Dasar dalam Menunjang Pembangunan Berkelanjutan”“Peran Penelitian Ilmu Dasar dalam Menunjang Pembangunan Berkelanjutan”“Peran Penelitian Ilmu Dasar dalam Menunjang Pembangunan Berkelanjutan”“Peran Penelitian Ilmu Dasar dalam Menunjang Pembangunan Berkelanjutan”

Jatinangor, 27Jatinangor, 27Jatinangor, 27Jatinangor, 27----28 Oktober 201628 Oktober 201628 Oktober 201628 Oktober 2016 ISBN 978ISBN 978ISBN 978ISBN 978----602602602602----72216722167221672216----1111----1111

2.4 Pemilihan Model Terbaik

Matriks pembobot yang dihasilkan dari

beberapa fungsi pembobot yang berbeda akan

menghasilkan model GWR yang berbeda pula.

Untuk melihat model yang terbaik, maka dilakukan

menggunakan nilai R2 (Fotheringham et.al., 2002):

w

ww

TSS

RSSTSSR

−=2

dimana w

TSS merupakan total sum of squares

yang sudah diberi pembobot geografis dan w

RSS

merupakan residual sum of squares yang sudah

diberi pembobot geografis:

( )2

1yywTSS jij

n

j

w −Σ==

dan

( )2

jjij

n

j

w yywRSS −Σ==

Model terbaik merupakan model yang memiliki

nilai R2 terbesar.

Hasil dan Pembahasan

3.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan

Selatan

Provinsi Kalimantan Selatan terletak antara

114o 19’ 33” – 116o 33’ 28’’ Bujur Timur dan 1o 21’

49’’ – 1o 10’ 14’’ Lintang Selatan. Provinsi

Kalimantan Selatan terletak di bagian selatan Pulau

Kalimantan dengan batas-batas: sebelah barat

dengan Provinsi Kalimantan Tengah, sebelah timur

dengan Selat Makasar, sebelah selatan dengan Laut

Jawa dan sebelah utara dengan Provinsi Kalimantan

Timur. Lokasi ini (Gambar 1) cukup strategis untuk

menjadikan wilayah Kalimantan Selatan sebagai

wilayah perdagangan, sehingga kondisi ini

memperbesar kemungkinan terjadinya penambahan

jumlah penduduk akibat migrasi.

Gambar 1. Peta Kalimantan Selatan dan Pembagian Wilayah

Kota/Kabupaten

Jumlah penduduk provinsi ini pada tahun 2014

sebesar 3.922.790 jiwa dengan luas wilayah

37.530,52 km2. Rincian jumlah penduduk setiap

kota dan kabupaten tersaji dalam Tabel 1. Jumlah

penduduk yang begitu besar dan terus bertambah

setiap tahun tidak diimbangi dengan pemerataan

penyebaran penduduk. Selama ini sebagian besar

penduduk masih terpusat di Kota Banjarmasin,

karena lokasinya yang cukup memadai sebagai

pusat perdagangan. Tingkat kepadatan Kota

Banjarmasin menunjukkan nilai paling tinggi yaitu

sebesar 9.167 orang per km2. Dibandingkan dengan

tingkat kepadatan Propinsi Kalimantan Selatan

pada umumnya nilai tersebut jauh lebih tinggi

dengan rasio sebesar 1:88.

Melalui data sebaran kepadatan penduduk di

atas dapat diasumsikan bahwa pemerataan

kesejahteraan penduduk di wilayah Kalimantan

Selatan juga tidak merata. Hal ini dapat ditunjukkan

melalui penyebaran tingkat kemiskinan pada setiap

kota dan kabupaten.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik tahun

2014, rata-rata angka melek huruf sebesar 95,468%

dan rata-rata partisipasi sekolah untuk anak usia

7-12 tahun sebesar 97,292% yang cukup besar,

dapat dikatakan bahwa tingkat pendidikan di

provinsi ini cukup tinggi. Kesimpulan ini sejalan

dengan besarnya rata-rata angka putus sekolah yang

rendah pula, yakni hanya sebesar 3,746%.

Dari segi kesehatan, dapat dilihat bahwa besar

rata-rata angka kematian bayi sebesar 51,010%

dengan angka kematian bayi terbesar berada di

Kabupaten Barito Kuala dan angka kematian bayi

terendah berada di Kabupaten Tanah Laut.

Sedangkan rata-rata persentase balita kekurangan

gizi di Propinsi Kalimantan Selatan sebesar 26,4%

dengan persentase terendah sebesar 17,040%

berada di Kabupaten Tanah Laut dan persentase

tertinggi sebesar 35,550% berada di Kabupaten

Banjar.

Di bidang ketenagakerjaan, rata-rata angka

partisipasi kerja sudah cukup tinggi, yakni sebesar

71,830% sedangkan tingkat pengangguran terbuka

cukup kecil, yakni hanya 5,9%. Ini menunjukkan

kesejahteraan dalam pekerjaan sudah tinggi.

Rata-rata persentase penduduk miskin Provinsi

Kalimantan Selatan hanya sebesar 5,782% dari

total penduduk atau sebesar 188.032 jiwa

menunjukkan bahwa perlu kajian lebih lanjut

mengenai indikator kesehatan, pendidikan,

ketenagakerjaan serta kependudukan tersebut

dalam menjelaskan pengaruhnya terhadap tingkat

kesejahteraan penduduk secara keseluruhan dalam

konteks spasial.

Berdasarkan gambaran secara deskriptif, nilai

varians setiap data variabel cukup besar. Hal ini

mengindikasikan adanya keragaman data yang

cukup besar yang diakibatkan karena lokasi yang

berbeda-beda. Kondisi tersebut dinyatakan dengan

adanya heterogenitas spasial pada data. Jika

188

Prosiding Seminar Nasional MIPA 2016Prosiding Seminar Nasional MIPA 2016Prosiding Seminar Nasional MIPA 2016Prosiding Seminar Nasional MIPA 2016 “Peran Penelitian Ilmu Dasar dalam Menunjang Pembangunan Berkelanjutan”“Peran Penelitian Ilmu Dasar dalam Menunjang Pembangunan Berkelanjutan”“Peran Penelitian Ilmu Dasar dalam Menunjang Pembangunan Berkelanjutan”“Peran Penelitian Ilmu Dasar dalam Menunjang Pembangunan Berkelanjutan”

Jatinangor, 27Jatinangor, 27Jatinangor, 27Jatinangor, 27----28 Oktober 201628 Oktober 201628 Oktober 201628 Oktober 2016 ISBN 978ISBN 978ISBN 978ISBN 978----602602602602----72216722167221672216----1111----1111

dilakukan analisis menggunakan analisis regresi

pada data, maka model yang tepat adalah model

Geographically Weighted Regression (GWR).

3.2 Model Geographically Weighted Regression

(GWR)

Selanjutnya akan dibentuk model GWR untuk

mengukur faktor-faktor yang berpengaruh terhadap

tingkat kesejahteraan penduduk Kalimantan

Selatan. Tingkat Kesejahteraan Penduduk sebagai

variabel respon akan diwakili oleh data indeks garis

kemiskinan pada setiap kabupaten/kota. Gambar 2

menunjukkan pola sebaran kemiskinan pada setiap

kota/kabupaten di Provinsi Kalimantan Selatan

yang terlihat berbeda-beda secara spasial.

Perbedaan warna yang menonjol mengindikasikan

perbedaan tingkat kemiskinan pada setiap daerah.

Semakin gelap warna yang ditampilkan maka

semakin tinggi tingkat kemiskinan yang terukur

pada wilayah tersebut. Berdasarkan Gambar 2

dapat ditunjukkan bahwa tingkat kemiskinan

tertinggi terletak pada wilayah yang memiliki

kepadatan penduduk tertinggi dan wilayah

kabupaten yang baru terbentuk yaitu Kabupaten

Tanah Bumbu.

BPS (2008) menyatakan bahwa terdapat 2 (dua)

komponen untuk mengukur tingkat kemiskinan

yaitu komponen internal dan komponen eksternal.

Komponen internal antara lain kondisi tempat

tinggal ketersediaan fasilitas kebersihan dan

kecukupan kebutuhan sandang pangan. Sedangkan

komponen eksternal antara lain kebijakan

pemerintah dan kesehatan balita. Kemiskinan juga

tidak lagi dipandang sebagai minimnya

kemampuan ekonomi tetapi juga diakibatkan

adanya kegagalan memperoleh hak-hak dasar

antara lain terpenuhinya kebutuhan kesehatan,

pendidikan dan pekerjaan yang layak baik bagi

laki-laki maupun perempuan. Sejalan dengan hal tersebut, model GWR akan

dibangun berdasarkan 9 (sembilan) variabel

prediktor yang diduga berpengaruh terhadap

tingkat kemiskinan (Y). Variabel pengaruh yang

terkait dengan tingkat pendidikan yakni tingkat

melek huruf (X1), angka putus sekolah di usia 7- 15

tahun (X2), angka partisipasi sekolah di usia 7-12

tahun (X3). Sedangkan variabel angka kematian

bayi (X4) dan persentase balita kekurangan gizi (X5)

digunakan untuk menunjukkan tingkat kesehatan

penduduk. Pemenuhan kebutuhan ekonomi

keluarga diwakili oleh variabel angka partisipasi

tenaga kerja (X6) dan tingkat pengangguran terbuka

(X7). Sedangkan faktor lingkungan ditunjukkan

dengan variabel kepadatan penduduk (X8) dan

rata-rata jumlah anggota rumah tangga (X9). Setiap

variabel akan diamati pada setiap kota/kabupaten

untuk menyatakan keberagaman spasial.

Adapun langkah-langkah untuk membangun

model ini dimulai dengan memilih bandwidth

optimum untuk mendapatkan elemen matriks

pembobot selanjutnya dilakukan pendugaan

parameter model. Langkah berikutnya adalah

menguji hipotesis untuk mengetahui tingkat

signifikansi model yang diperoleh. Selanjutnya

mendeskripsikan dugaan koefisien model GWR

pada setiap lokasi melalui peta tematik sebagai

dasar interpretasi penyebaran tingkat kesejahteraan

di wilayah Kalimantan Selatan.

Gambar 2. Pola sebaran kemiskinan di wilayah Kalimantan

Selatan

Dalam menentukan bandwidth optimum

terdapat beberapa pembobot yang dapat dipilih

untuk pemodelan GWR. Namun, penelitian ini

dibatasi hanya pada penggunaan pembobot

adaptive gaussian kernel dan fungsi adaptive

bi-square kernel. Bandwidth optimum diperoleh

dengan memilih nilai Cross Validation (CV) yang

rendah dan mempertimbangkan pengujian model

yang menunjukkan hasil signifikan. Dari hasil

pengolahan data menggunakan Software GWR4,

rentang nilai bandwidth diperoleh melalui proses

trial error pemilihan nilai single bandwidth sebesar

3 hingga 13. Rekapitulasi analisis data pada nilai

bandwidth yang berbeda-beda tertera pada Tabel 1.

Bandwidth optimum yang terpilih adalah

sebesar 12 dengan nilai CV sebesar 3,008 dan R2

sebesar 0.535. Nilai bandwidth ini dipilih karena

menghasilkan proses pengujian model yang

signifikan.

Berdasarkan hasil pemilihan bandwidth,

diperoleh model GWR yang paling signifikan

adalah model dengan variabel bebas banyaknya

penduduk yang bisa membaca atau melek huruf

(X1), angka partisipasi sekolah di usia 7-12 tahun

(X3) dan persentase balita kekurangan gizi (X5)

yang secara signifikan berpengaruh terhadap

variabel respon Y yaitu tingkat kemiskinan atau

persentase penduduk miskin. Dapat disimpulkan

bahwa tidak semua variabel memberikan pengaruh

secara spasial terhadap tingkat kemiskinan, hanya

variabel 3 (tiga) variabel tersebut yang berpengaruh

189

Prosiding Seminar Nasional MIPA 2016Prosiding Seminar Nasional MIPA 2016Prosiding Seminar Nasional MIPA 2016Prosiding Seminar Nasional MIPA 2016 “Peran Penelitian Ilmu Dasar dalam Menunjang Pembangunan Berkelanjutan”“Peran Penelitian Ilmu Dasar dalam Menunjang Pembangunan Berkelanjutan”“Peran Penelitian Ilmu Dasar dalam Menunjang Pembangunan Berkelanjutan”“Peran Penelitian Ilmu Dasar dalam Menunjang Pembangunan Berkelanjutan”

Jatinangor, 27Jatinangor, 27Jatinangor, 27Jatinangor, 27----28 Oktober 201628 Oktober 201628 Oktober 201628 Oktober 2016 ISBN 978ISBN 978ISBN 978ISBN 978----602602602602----72216722167221672216----1111----1111

secara spasial terhadap tingkat kemiskinan

penduduk. Dengan kata lain, faktor pendidikan dan

kesehatan yang memberikan pengaruh kuat

terhadap tingkat kemiskinan setiap daerah.

Tabel 1. Proses Pemilihan Single Bandwidth Optimal

Fungsi

Kernel Model CV R2

Band

width

Opti

mum

Hasil Uji

ANOVA

GWR

Adaptive

Gaussian

Y vs X1

– X9

Y vs X1,

X3, X5,

X6, X7

Y vs X1,

X3, X5,

X6

Y vs X4,

X5, X7

Y vs X1,

X3, X5

7,749

4,612

3,161

1,181

3,285

0,993

0,399

0,314

0,658

0,189

3

12

13

11

13

Terima

H0

Terima

H0

Terima

H0

Terima

H0

Terima

H0

Adaptive

Bi-Square

Y vs X1

– X9

Y vs X1,

X3, X5,

X6, X7

Y vs X1,

X3, X5,

X6

Y vs X4,

X5, X7

Y vs X1,

X3, X5

3,269

3,842

3,156

0,908

3,008

0,997

0,686

0,632

0,740

0,535

13

12

12

12

12

Terima

H0

Terima

H0

Terima

H0

Terima

H0

Tolak H0

Setelah diperoleh nilai bandwidth yang

optimum langkah selanjutnya adalah menentukan

matrik pembobot. Elemen matrik pembobot dengan

menggunakan fungsi adaptive gaussian kernel

adalah: 2

1exp

2 3.008

ij

ij

dw

= −

Sedangkan elemen matrik pembobot dengan

menggunakan fungsi adaptive bi-square kernel

adalah 2

2

1 , 3.0083.008

0 ,

ij

ij

ij

ij

dd

w

d lainnya

− < =

Matrik pembobot ini kemudian digunakan

untuk mengestimasi parameter tiap kabupaten dan

kota.

Model GWR mampu menjelaskan data spasial

yang tidak stasioner dalam parameter. Untuk

melihat signifikansi model GWR dengan pembobot

adaptive bi-square kernel perlu dilakukan uji

kesesuaian model. Statistik uji yang digunakan

adalah statistik uji F dengan bentuk hipotesisnya

sebagai berikut:

H0 : Tidak terdapat perbedaan antara Regresi

Global dengan GWR

H1 : Terdapat perbedaan antara Regresi Global

dengan GWR

Selanjutnya dilakukan analisis variansi untuk

menarik kesimpulan tentang hipotesis mana yang

sejalan dengan data hasil pengamatan. Hasil

analisis variansi disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Analisis Variansi (Anova) GWR dengan

Pembobot Adaptive Gaussian Kernel

Sumber

Keragaman SS DF MS F-hit

F-tab

(α=10

%)

Global Residual

GWR

Improvement

GWR Residual

14,295

7,438

6,858

9,000

2,081

6,919

3,575

0,991

3,61 3,463

Dari hasil uji kesesuaian model (goodness of fit)

diperoleh nilai F-hitung yang lebih besar dari

F-tabel dengan taraf signifikansi (α) sebesar 10%,

sehingga keputusan diambil untuk menolak

hipotesis nol. Dari pengujian hipotesis ini dapat

disimpulkan bahwa ada perbedaan antara model

regresi global dengan model regresi lokal GWR

dengan menggunakan pembobot adaptive

bi-square kernel. Dengan kata lain, faktor geografis

berpengaruh secara signifikan terhadap persentase

penduduk miskin dan faktor-faktor yang

mempengaruhinya yaitu banyaknya penduduk yang

bisa membaca atau melek huruf (X1), tingkat

partisipasi sekolah (X3) dan persentase balita

kekurangan gizi (X5).

Tabel 3. Penduga Koefisien Model GWR Adaptive Bi-Square

Kernel dengan Single Bandwidth Optimum Setiap

Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Selatan

No Kabupaten

/Kota

b0 b1 b3 b5

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

10.

11.

12.

13.

Tanah Laut

Kotabaru

Banjar

Barito Kuala

Tapin

Hulu Sungai

Selatan

Hulu Sungai

Tengah

Hulu Sungai

Utara

Tabalong

Tanah

Bumbu

Balangan

Kota

Banjarmasin

Kota

Banjarbaru

-7,765

26,359

27,038

-8,286

-8,321

-8,375

-8,407

-8,552

-8,552

-7,940

-8,529

-8,119

-8,001

-0,178

0,085

0,092

-0,184

-0,185

-0,185

-0,186

-0,188

-0,188

-0,180

-0,188

-0,182

-0,181

0,291

-0,278

-0,293

0,302

0,304

0,305

0,306

0,309

0,309

0,296

0,309

0,299

0,296

0,091

-0,100

-0,099

0,091

0,091

0,091

0,091

0,091

0,091

0,091

0,091

0,091

0,091

190

Prosiding Seminar Nasional MIPA 2016Prosiding Seminar Nasional MIPA 2016Prosiding Seminar Nasional MIPA 2016Prosiding Seminar Nasional MIPA 2016 “Peran Penelitian Ilmu Dasar dalam Menunjang Pembangunan Berkelanjutan”“Peran Penelitian Ilmu Dasar dalam Menunjang Pembangunan Berkelanjutan”“Peran Penelitian Ilmu Dasar dalam Menunjang Pembangunan Berkelanjutan”“Peran Penelitian Ilmu Dasar dalam Menunjang Pembangunan Berkelanjutan”

Jatinangor, 27Jatinangor, 27Jatinangor, 27Jatinangor, 27----28 Oktober 201628 Oktober 201628 Oktober 201628 Oktober 2016 ISBN 978ISBN 978ISBN 978ISBN 978----602602602602----72216722167221672216----1111----1111

Hal ini diperjelas dengan nilai koefisien setiap

variabel yang memiliki perbedaan cukup tajam

antar satu kota/kabupaten dengan kota/kabupaten

lainnya. Nilai-nilai koefisien setiap variabel atau

dugaan parameter model disajikan dalam Tabel 3.

Setelah dilakukan uji kesesuaian model, maka

perlu dilakukan pengujian parameter secara parsial.

Pengujian ini dimaksudkan untuk mengetahui

faktor-faktor yang berpengaruh terhadap persentase

penduduk miskin di setiap kabupaten/kota. Adapun

bentuk hipotesisnya adalah:

H0 : 8,...,2,1;0),( == kvu iikβ

H1 : paling sedikit ada satu ;0),( ≠iik vuβ

8,...,2,1=k

Secara umum besarnya parameter yang

dihasilkan berbeda-beda nilainya di setiap lokasi

penelitian. Namun demikian, secara statistik

perbedaan ini tidaklah cukup berarti sehingga

dapat dikatakan bahwa variabel X1, X3, dan X5

mempunyai pengaruh yang hampir sama terhadap

persentase di semua lokasi penelitian. Adapun nilai

statistik t-hitung untuk masing-masing parameter

untuk tiap lokasi dapat dilihat di lampiran. Jika

dilihat nilai t-hitung, hampir sebagian besar nilai

parameter yang dihasilkan signifikan seperti

terlihat di lampiran.

Gambar 3, 4 dan 5 menunjukkan pola sebaran

dugaan koefisien model GWR, daerah dengan

arsiran lebih gelap menunjukkan nilai koefisien

negatif yang artinya pertambahan nilai variabel

bebas akan menurunkan nilai variabel respon.

Sedangkan arsiran lebih terang menunjukkan nilai

koefisien positif yang artinya pertambahan nilai

variabel bebas akan menaikkan nilai variabel

respon.

Gambar 3. Visualisasi koefisien parameter b1 dari model pada

setiap Kota/Kabupaten di wilayah Kalimantan Selatan

Pada Gambar 3 secara umum dapat

diinterpretasikan bahwa meningkatnya jumlah

penduduk yang bisa membaca atau melek huruf

akan menurunkan tingkat kemiskinan di wilayah

tersebut. Kecuali di Kabupaten Kotabaru dan

Kabupaten Banjar, variabel ini memberikan

pengaruh yang tidak signifikan. Hal ini

kemungkinan disebabkan karena luasnya wilayah

kabupaten sehingga pemerataan kesejahteraan

penduduk tidak seimbang dengan ketersediaan

sarana pendidikan. Sejalan dengan pengaruh angka

partisipasi sekolah yang dapat dilihat pada Gambar

4. Pengaruh yang bermakna hanya pada Kabupaten

Kotabaru dan Banjar, dimana peningkatan tingkat

partisipasi sekolah memberikan pengurangan

terhadap tingkat kemiskinan.

Gambar 4. Visualisasi koefisien parameter b3 dari model pada

setiap Kota/Kabupaten di wilayah Kalimantan Selatan

Sedangkan pengaruh signifikan variabel

persentase balita kekurangan gizi terhadap tingkat

kemiskinan hanya terjadi di kabupaten dan kota

yang memiliki kepadatan penduduk tinggi (tampak

pada Gambar 5). Koefisien yang diperoleh bernilai

positif yang artinya semakin tinggi persentase balita

kekurangan gizi akan menunjukkan terjadinya

penambahan tingkat kemiskinan di

wilayah-wilayah tersebut. Pada wilayah Kabupaten

Banjar dan Kotabaru koefisien yang diperoleh

untuk variabel tersebut memberikan koefisien yang

tidak bermakna atau bernilai positif.

Gambar 5. Visualisasi koefisien parameter b5 dari model pada

setiap Kota/Kabupaten di wilayah Kalimantan Selatan

191

Prosiding Seminar Nasional MIPA 2016Prosiding Seminar Nasional MIPA 2016Prosiding Seminar Nasional MIPA 2016Prosiding Seminar Nasional MIPA 2016 “Peran Penelitian Ilmu Dasar dalam Menunjang Pembangunan Berkelanjutan”“Peran Penelitian Ilmu Dasar dalam Menunjang Pembangunan Berkelanjutan”“Peran Penelitian Ilmu Dasar dalam Menunjang Pembangunan Berkelanjutan”“Peran Penelitian Ilmu Dasar dalam Menunjang Pembangunan Berkelanjutan”

Jatinangor, 27Jatinangor, 27Jatinangor, 27Jatinangor, 27----28 Oktober 201628 Oktober 201628 Oktober 201628 Oktober 2016 ISBN 978ISBN 978ISBN 978ISBN 978----602602602602----72216722167221672216----1111----1111

Adanya perbedaan dugaan parameter model

yang cukup tajam antar kabupaten, maka dapat

dilakukan pengelompokkan kabupaten/kota

menjadi 2 kelompok. Kelompok pertama

beranggotakan Kabupaten Banjar dan Kabupaten

Kotabaru dengan model GWR sebagai berikut:

531 1.0286.0089.0699.26 XXXY −−+=

Sedangkan kelompok kedua beranggotakan

Kabupaten lainnya dengan model GWR sebagai

berikut:

531 091.0302.0184.0259.8 XXXY ++−−=

Kesimpulan

Berdasarkan hasil pemilihan bandwidth, dapat

disimpulkan bahwa hanya variabel 3 (tiga) variabel

tersebut yang berpengaruh secara spasial terhadap

tingkat kemiskinan penduduk Provinsi Kalimantan

Selatan, yakni tingkat melek huruf penduduk (X1),

tingkat partisipasi sekolah (X3) dan persentase

balita kekurangan gizi (X5). Dengan kata lain,

faktor pendidikan dan kesehatan yang memberikan

pengaruh kuat terhadap tingkat kemiskinan setiap

kabupaten/kota.

Setelah diperoleh nilai bandwidth yang

optimum langkah selanjutnya adalah menentukan

matrik pembobot. Elemen matrik pembobot dengan

menggunakan fungsi adaptive gaussian kernel

adalah: 2

1exp

2 3.008

ij

ij

dw

= −

Sedangkan elemen matrik pembobot dengan

menggunakan fungsi adaptive bi-square kernel

adalah 2

2

1 , 3.0083.008

0 ,

ij

ij

ij

ij

dd

w

d lainnya

− < =

Matrik pembobot ini kemudian digunakan

untuk mengestimasi parameter tiap kabupaten dan

kota. Selain itu, ada perbedaan antara model regresi

global dengan model regresi lokal GWR dengan

menggunakan pembobot adaptive bi-square kernel.

Dengan kata lain, faktor geografis berpengaruh

secara signifikan terhadap persentase penduduk

miskin dan faktor-faktor yang mempengaruhinya

yaitu banyaknya penduduk yang bisa membaca atau

melek huruf (X1), tingkat partisipasi sekolah (X3)

dan persentase balita kekurangan gizi (X5).

Adanya perbedaan dugaan parameter model

yang cukup tajam antar kabupaten, maka dapat

dilakukan pengelompokkan kabupaten/kota

menjadi 2 kelompok. Kelompok pertama

beranggotakan Kabupaten Banjar dan Kabupaten

Kotabaru dengan model GWR sebagai berikut:

531 1.0286.0089.0699.26 XXXY −−+=

Sedangkan kelompok kedua beranggotakan

kabupaten/kota lainnya dengan model GWR

sebagai berikut:

531 091.0302.0184.0259.8 XXXY ++−−=

Pada penelitian berikutnya perlu dilakukan

pengambilan data dengan skala yang lebih besar

untuk meningkatkan akurasi dalam proses

pendugaan model GWR.

Daftar Pustaka

Anselin, L., 1988, Spatial Econometrics: Methods

and Models, Kluwer Academic Publishers,

Dordrecht.

Anselin, L., Getis, A., 1992, Spatial Statistical

Analysis and Geographic Information

Systems, The Annals of Regional Science

26(1).

Badan Pusat Statistik. 2000., Pedoman Survei

Sosial Ekonomi Nasional 2000, Badan Pusat

Statistik, Jakarta.

Badan Pusat Statistik. 2008., Analisis dan

Penghitungan Tingkat Kemiskinan 2008,

Badan Pusat Statistik, Jakarta.

Brunsdon, C., Fotheringham, A.S., Charlton, M.,

1998, Geographically Weighted Regression: a

Method for Exploring Spatial Nonstationarity,

Geographical Analysis, Vol 28, 281-298.

Charlton, M., Fotheringham, A.S., 2009,

Geographically weighted regression: White

Paper, National Centre for Geocomputation.

Fotheringham, A.S., Brunsdon, C., Charlton, M.,

2002, Geographically Weighted Regression:

The Analysis of Spatially Varying

Relationships, John Wiley & Sons, Ltd., West

Sussex, England.

Leung, Y. Mei, C.L. dan Zhang, W.X. 2000.

Statistical Tests for Spatial Non-Stationarity

Based on the Geographically Weighted

Regression Model. Environment and Planning

A. Vol. 32, 9-32.

Zhao, F., Chow, L.F., Li, M.T.,Liu X., 2005, A

Transit Ridership Model Based on

Geographically Weighted Regression and

Service Quality Variables, Lehman Center for

Transportation Research, Florida International

University.