pemodelan 2 dimensi cekungan sumatra bagian selatan dengan metode gravitasi

25
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Salah satu metode yang umumnya dilakukan untuk eksplorasi awal terhadap suatu sumberdaya alam di bawah permukaan bumi yaitu dengan cara menginterpretasikan profil dua dimensi ataupun benda tiga dimensi berdasarkan atas data anomali medan gravitasi yang biasa disebut Anomali Bougeur. Variasi medan gravitasi di permukaan bumi yang kita gunakan merupakan data gravitasi yang hanya dipengaruhi oleh variasi denstias batuan bawah permukaan. Walaupun variasi medan gravitasi ini sangatlah kecil, namun dengan peralatan yang memiliki ketelitian tinggi, variasi gravitasi dapat di ukur dari satu titik ke titik yang lainnya sehingga dapat dipetakan menjadi peta kontur. Sekarang ini suda dikembangkan metode pengukuran data medan gravitasi dari satelit, lengkap dengan data topografinya. Salah satunya adalah Geodetic Sattelite (GEOSAT) dimana datanya dapat kita unduh di www.topex.ucsd.edu Data yang diperoleh digunakan untuk memetakan anomali medan gravitasi global di permukaan bumi, termasuk di atas permukaan laut. Berbagai deposit alam seperti batubara, zinc, bauksit, dan beberapa mineral logam lainnya yang sulit dideteksi menggunakan metode geolistrik, ternyata dapat dengan mudah dideteksi menggunakan metode gravitasi citra satelit ini. Pertimbangan lain dari pemanfaatan data anomali medan gravitasi citra satelit ini adalah biayanya lebih murah daripada pengukuran langsung di lapangan, yang dapat menelan dana puluhan bahkan ratusan juta rupiah. Blake (1989) menyebutkan bahwa daerah Cekungan Sumatera Selatan merupakan cekungan busur belakang berumur Tersier yang terbentuk sebagai akibat adanya interaksi antara Paparan Sunda (sebagai bagian dari lempeng kontinen Asia) dan lempeng Samudera India. Daerah cekungan ini meliputi daerah seluas 330 x 510 km 2 , dimana sebelah barat daya dibatasi oleh singkapan Pra-Tersier Bukit Barisan, di sebelah timur oleh Paparan Sunda (Sunda Shield), sebelah barat dibatasi oleh Pegunungan Tigapuluh dan ke arah tenggara dibatasi oleh Tinggian Lampung. Terletak pada 104 o 45’ – 105 o BT dan 3 o 30’ – 3 o 45’ LS Batuan sedimen tertua yang tersingkap di blok Sinamar yang terletak pada tepi

description

tugas metode penelitian

Transcript of pemodelan 2 dimensi cekungan sumatra bagian selatan dengan metode gravitasi

Page 1: pemodelan 2 dimensi cekungan sumatra bagian selatan dengan metode gravitasi

1    

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Salah satu metode yang umumnya dilakukan untuk eksplorasi awal terhadap

suatu sumberdaya alam di bawah permukaan bumi yaitu dengan cara

menginterpretasikan profil dua dimensi ataupun benda tiga dimensi berdasarkan atas

data anomali medan gravitasi yang biasa disebut Anomali Bougeur. Variasi medan

gravitasi di permukaan bumi yang kita gunakan merupakan data gravitasi yang hanya

dipengaruhi oleh variasi denstias batuan bawah permukaan.

Walaupun variasi medan gravitasi ini sangatlah kecil, namun dengan peralatan

yang memiliki ketelitian tinggi, variasi gravitasi dapat di ukur dari satu titik ke titik

yang lainnya sehingga dapat dipetakan menjadi peta kontur.

Sekarang ini suda dikembangkan metode pengukuran data medan gravitasi dari

satelit, lengkap dengan data topografinya. Salah satunya adalah Geodetic Sattelite

(GEOSAT) dimana datanya dapat kita unduh di www.topex.ucsd.edu

Data yang diperoleh digunakan untuk memetakan anomali medan gravitasi

global di permukaan bumi, termasuk di atas permukaan laut. Berbagai deposit alam

seperti batubara, zinc, bauksit, dan beberapa mineral logam lainnya yang sulit

dideteksi menggunakan metode geolistrik, ternyata dapat dengan mudah dideteksi

menggunakan metode gravitasi citra satelit ini. Pertimbangan lain dari pemanfaatan

data anomali medan gravitasi citra satelit ini adalah biayanya lebih murah daripada

pengukuran langsung di lapangan, yang dapat menelan dana puluhan bahkan ratusan

juta rupiah.

Blake (1989) menyebutkan bahwa daerah Cekungan Sumatera Selatan

merupakan cekungan busur belakang berumur Tersier yang terbentuk sebagai akibat

adanya interaksi antara Paparan Sunda (sebagai bagian dari lempeng kontinen Asia)

dan lempeng Samudera India. Daerah cekungan ini meliputi daerah seluas 330 x 510

km2, dimana sebelah barat daya dibatasi oleh singkapan Pra-Tersier Bukit Barisan, di

sebelah timur oleh Paparan Sunda (Sunda Shield), sebelah barat dibatasi oleh

Pegunungan Tigapuluh dan ke arah tenggara dibatasi oleh Tinggian Lampung.

Terletak pada 104o 45’ – 105o BT dan 3o 30’ – 3o 45’ LS

Batuan sedimen tertua yang tersingkap di blok Sinamar yang terletak pada tepi

Page 2: pemodelan 2 dimensi cekungan sumatra bagian selatan dengan metode gravitasi

2    

barat cekungan adalah batuan Formasi Sinamar dan Formasi Rantauikil. Sedangkan di

blok Bukit Bakar-Bukit Duabelas yang terletak pada deposenter adalah batuan

Formasi Lahat, diikuti Formasi Talangakar, Baturaja, Gumai, Airbenakat, Muaraenim,

dan diakhiri endapan Formasi Kasat

Penelitian yang telah dilakukan tersebut belum memberikan informasi mengenai

lapisan dan kedalaman kandungan bitu men padat sehingga penelitian lanjutan perlu

dilakukan untuk memberikan informasi yang lebih lengkap dan akurat.

Perbedaan densitas lapisan-lapisan batuan bawah permukaan, menghasilkan

variasi medan gravitasi yang terukur di permukaan bumi. Perbedaan medan gravitasi

di antara satu titik terhadap titik lainnya di permukaan bumi disebut sebagai anomali

medan gravitasi. Oleh karena itu pendugaan terhadap struktur geologi bawah

permukaan kawasan Cekungan Sumatra Selatan dapat dilakukan dengan

memanfaatkan data anomali medan gravitasi. Data anomali medan gravitasi diproses

melalui beberapa tahap sesuai prosedur pengolahan data dalam survei gravitasi. Data

yang dihasilkan, selanjutnya dimodelkan dengan bantuan perangkat lunak

Grav2DC for Windows digunakan untuk melakukan praduga pemodelan hingga

diperoleh profil 2D lapisan batuan bawah permukaan daerah penelitian. Hasil

interpretasi tersebut memberikan suatu gambaran kondisi struktur geologi bawah

permukaan yang dapat digunakan untuk menafsirkan jenis batuan dasar, lapisan

lapisan batuan bawah permukaan, bitumen padat batubara, dan struktur geologi

lainnya yang berkembang di kawasan Cekungan Sumatra Selatan.

1.2 PERUMUSAN MASALAH

Metoda yang digunakan dalam pemodelan gayaberat secara umum dibedakan

kedalam dua cara, yaitu pemodelan kedepan (forward modelling) dan inversi

(inverse modelling). Prinsip umum kedua pemodelan ini adalah meminimumkan

selisih anomali perhitungan dengan anomali pengamatan, melalui metoda kuadrat

terkecil (least square), teknik matematika tertentu, baik linier atau non linier dan

menerapkan batasan–batasan untuk mengurangi ambiguitas. Menurut (Talwani,

1959), pemodelan ke depan untuk menghitung efek gayaberat model benda bawah

permukaan dengan penampang berbentuk sembarang yang dapat diwakili oleh suatu

poligon bersisi- dinyatakan sebagai integral garis sepanjang sisi-sisi poligon. n

Pulau Sumatra sendiri memiliki keaktifan tektonik yang cukup tinggi, begitu

pula di sekitar cekungan Sumatra Selatan. Dengan menggunakan metode Talwani ini

Page 3: pemodelan 2 dimensi cekungan sumatra bagian selatan dengan metode gravitasi

3    

penulis mencoba meneliti keberadaan cekungan Sumatra Selatan dengan

menggunakan data anomali gravitasi.

1.3 TUJUAN PENELITIAN

Tujuan dari penulisan ini adalah :

1. Mengolah dan menganalisa data gravitasi hasil pengukuran di lapangan.

2. Menentukan harga anomali gravitasi di wilayah cekungan Sumatra Selatan dan

mempelajari pola anomalinya.

3. Memahami konsep pemodelan gravitasi dua dimensi metode Talwani.

4. Membuat model penampang dua dimensi denga n software pemodelan gravitasi

berbasis metode Talwani (GRAV2D).

1.4 BATASAN MASALAH

Ruang Lingkup atau batasan yang didefinisikan dalam penelitian ini adalah :

1. Pada penelitian ini menitikberatkan pada pembahasan dan analisa dengan

menggunakan gaya berat pada daerah penelitian.

2. Data yang digunakan adalah data gaya berat yang di unduh melalui satelit

GEOSAT www.topex.ucsd.edu

3. Analisis ini difokuskan pada pemodelan lapisan permukaan pada cekungan

Sumatra Selatan

1.5 METODOLOGI PENELITIAN

1. Perumusan masalah dan masalah dan pengumpulan data melalui

www.topex.ucsd.edu

2. Studi literatur mengenai aplikasi metode gravitasi, teknik pemodelan gravitasi

menggunakan metode tilwani dan geologi regional di daerah penelitian. Studi

literatur ini dilakukan dengan mencari pustaka yang dapat mempermudah dalam

penelitian ini, seperti jurnal, buku dan paper.

3. Pengolahan data gaya berat, yang meliputi :

• Proses koreksi, yaitu pengolahan data gaya berat hingga dihasilkan nilan

Complete Bouger Anomaly (CBA).

• Trend Surface Analysis, yaitu metode pencocokan permukaan, yang

perhitungannya menggunakan bantuan software Surfer8 dan Microsoft

Page 4: pemodelan 2 dimensi cekungan sumatra bagian selatan dengan metode gravitasi

4    

Excel untuk mendapatkan nilai anomali Residual. Nilai-nilai anomali ini

kemudian digambarkan dalamsuatu peta dengan menggunakan Surfer8.

Lalu pada peta anomali Residual dilakukan pemilihan lintasan yang akan

dibuat pemodelannya.

• Analisa Spketrum, yaitu menganalisa spektrum gaya berat

• Gravity forward modeling, yaitu tahapan pembuatan model penampang

bawah permukaan berdasarkan data gaya berat dengan menggunakan

GRAV2D, salah satu software pemodelan gravitasi dua dimensi berbasis

metode Talwani. menggunakan metode til

4. Interpretasi, yaitu analisa hasil pengolahan data seta model struktur permukaan

yang terlad dibuat

5. Pengambilan kesimpulan dan saran

1.6 SISTEMATIKA PENULISAN

Dalam penelitian ini penulis menggunakan sistematika sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Pada bab ini membahas tentang latar belakang yang mendasari penulisan

tugas akhir ini, perumusan masalah yang digunakan, maksud dan tujuan,

batasan masalah penulisan ini, metodologi penelitian, dan sistematika

penulisan.

BAB II : LANDASAN TEORI

Bab ini membahas secara singkat tentang teori-teori yang mendasari pada

tugas akhir ini, yaitu meliputi teori dasar gravitasi, percepatan, gravitasi

normal, densitas batuan rata-rata, koreksi harga gravitasi, anomali Bouger,

anomali Residu, interpretasi gravitasi, dan metode Talwani.

BAB III : METODOLOGI PENELITIAN

Pada bab ini dibahas mengenai metode yang dilakukan penulis untuk

menyelesaikan permasalahan yang akan dibahas pada bab selanjutnya

BAB IV : ANALISA DATA

Page 5: pemodelan 2 dimensi cekungan sumatra bagian selatan dengan metode gravitasi

5    

Babi ini berisi tentang data yang yang digunakan dalam pengolahan data

serta membahas tentang perhitungannya, yaitu terdiri atas data penelitian,

analisa data.

BAB V : HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab ini membahas tentang hasil dari pengolahan data, terdiri dari anomali

gravitasi di sekitar cekungan Sumatra Selatan, dan hasil pemodelan

GRAV2D.

BAB VI : KESIMPULAN

Bab ini secara singkat membahas tentang kesimpulan dari hasil

perhitungan dan analisa data dari tugas akhir ini.

Daftar Pustaka

BAB II

Page 6: pemodelan 2 dimensi cekungan sumatra bagian selatan dengan metode gravitasi

6    

TEORI DASAR

2.1. TEORI DASAR MEDAN GAYA BERAT

2.1.1. Hukum Newton Tentang Gravitasi

Prinsip dasar fisika yang mendasari metoda gravitasi adalah hukum

Newton mengenai gaya tarik gravitasi yang menyatakan bahwa gaya tarik

antara dua benda dengan masa m1 dan m2 berjarak r adalah :

Gambar 2.1 Gaya tarik menarik antar 2 buah benda

……….……………………….………(2.1)

Dimana :

F = gaya antara dua partikel bermasa m1 dan m2

r = jarak antara dua massa

G = konstanta gravitasi universal (6.672 x 10-11 Nm2/Kg2)

m1 = massa benda 1

m2 = massa benda 2

(Halliday et al., 2001; Tipler, 1998)

2.1.2. Percepatan Gravitasi

Percepatan gravitasi bumi adalah percepatan yang dimiliki benda yang

jatuh karena pengaruh gaya beratnya

.......................................................................(2.2)

dengan m=massa benda, M=massa bumi dan R=jari-jari bumi atau jarak benda

ke pusat bumi maka bentuk percepatan gravitasi dinyatakan

Page 7: pemodelan 2 dimensi cekungan sumatra bagian selatan dengan metode gravitasi

7    

……………..………………………………………….(2.3)

2.1.3. Potensial Gravitasi

Karena medan bersifat konservatif maka medan gravitasi dinyatakan

sebagai suatu potensial skalar U(r) :

............................................................................(2.4)

……….........................................................................(2.5)

Dimana U(r) merupakan Potensial Gravitasi dari masa 1

2.2. SPHEROID DAN GEOID

Bentuk bumi saat ini telah diketahui (dari hasil satelit dan pengukuran geodesi

spheroid.Cembung di ekuator dan pepat di kutub. Perbedaan jejari Δr, menghasilkan

“pemampatan kutub”

Secara teoritis hal ini dimungkinkan, dengan asumsi:

• bumi sebagai massa fluida

• bumi berotasi pada sumbu polarnya

• rapat massa bumi bertambah terhadap kedalaman (3 gr/cc di permukaan

sampai dengan 12 gr/cc di pusat bumi, meskipun variasinya tidak uniform)

Permukaan dari bentuk teoritis ini, merupakan suatu ekuipotensial medan gravitasi +

acp. Harga-harga gravitasi pada semua titik permukaan bumi “spheroid referensi”

Permukaan ini berkaitan dengan permukaan “mean sea level” yang menghilangkan

efek massa daratan yang “berlebih” dan mengisi “kekosongan” samudra. Jadi ini

merupakan permukaan ekuipotensial (mean sea level). Gaya gravitasi di semua tempat

akan normal terhadap permukaan ini, atau garis unting-untingnya vertikal terhadap

permukaan ini.

Page 8: pemodelan 2 dimensi cekungan sumatra bagian selatan dengan metode gravitasi

8    

Gambar 2.2 a. Perbedaan posisi geoid dan sheroid, b. Efek masa batuan yang mempengaruhi

posisi geoid. (Telford et al, 1990)

Formula yang diadopsi oleh IUGG pada 1930, g pada semua titik spheroid ini:

..........(2.6)

Dimana :

g0 = gravitasi ekuator = 978,0490 gal

α = 0,005288.4

φ = lintang geografis

β = -0,0000059

Rumusan di atas berlaku jika dianggap tidak terjadi undulasi di permukaan bumi,

kenyataannya:

- Elevasi daratan benua rata-rata ≅ 500 m

- Elevasi pulau maximum dan depresi samudra ≅ ±9000 m

Memperhatikan aspek-aspek data di atas, geodesis mengambil geoid sebagai average

sea level. Geopotensial dan geoid tidak pernah segaris;

- di samudra geoid lebih rendah daripada geopotensial

- di benua geoid lebih tinggi daripada geopotensial

(keduanya terjadi karena tertarik oleh massa batuan)

2.3. KOREKSI MEDAN GAYA BERAT

Page 9: pemodelan 2 dimensi cekungan sumatra bagian selatan dengan metode gravitasi

9    

Pada dasarnya, dalam pemodelan struktur lapisan permukaan bumi yang

diperlukan adalah variasi grafitasi dari variasi densitas pada lapisan di bawah

permukaan bumi, namun hasil pembacaan dari pengukuran alat gravitasi bukan hanya

didapatkan dari faktor densitas saja namun beberapa faktor lainnya. Besar nilai

gravitasi bergantung kepada lima factor yaitu lintang, elevasi, topografi daerah sekitar

pengukuran, pasang surut bumi dan variasi densitas di bawah permukaan (Telford et

al, 1990).

Dalam metode gravitasi ini diperlukan koreksi untuk mendapatkan nilai

gravitasi yang hanya dipengaruhi oleh variasi densitas di bawah permukaan bumi.

Koreksi tersebut meliputi :

2.3.1. Koreksi Pasang Surut Bumi (Earth-Tide Correction)

Koreksi ini dimaksudkan untuk mengoreksi data gravitasi dari pengaruh

benda angkasa. Benda angkasa yang cukup berpengaruh dalam pembacaan alat

gravimeter yaitu matahari dan bulan. Kedua benda angkasa tersebut dapat

menimbulkan tarikan terhadap bumi sehingga terjadinya pasang surut muka air

laut. Pasang surut muka air laut tersebut akan mempengaruhi pembacaan pada

alat gravimeter, dimana posisi bumi terhadap bulan dan matahari cukup

berpengaruh terhadap perubahan pembacaan nilai gravitasi di lapangan

(Gambar ).

Gambar 2.3 Koreksi pasang surut bumi. (Teynolds,1997)

Perubahan gravitasi akibat efek pasang surut diberikan oleh persamaan

Longman, I.M., 1959, yakni:

Page 10: pemodelan 2 dimensi cekungan sumatra bagian selatan dengan metode gravitasi

10    

…(2.7)

Dimana:

= Koreksi pasang surut

p = Sudut zenith bulan

q = Sudut zenith matahari

M = Massa bulan

S = Massa matahari

d = Jarak antara pusat bumi dengan bulan

D = Jarak antara pusat matahari dengan bumi

Koreksi dilakukan dengan cara mengurangi nilai gravitasi lapangan

terhadap besar nilai koreksi pasang surut bumi. Perubahan gravitasi akibat

pasang surut ini berkisar antara 0.2-0.3 mgal. Pada bulan penuh atau mati,

perubahan gravitasi 0.05 mgal/jam dan pada bulan seperempat kurang dari

0.05 mgal/hari.

2.3.2. Koreksi Apung (Drift Correction)

Koreksi drift dilakukan sebagai akibat dari perbedaan pembacaan nilai

gravitasi di stasiun basis pada waktu yang berbeda. (Gambar ). Perbedaan

tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu terjadi guncangan pegas dan

perubahan temperatur pada alat gravimeter selama proses pengambilan data

dari satu stasiun ke stasiun terakhir.

Page 11: pemodelan 2 dimensi cekungan sumatra bagian selatan dengan metode gravitasi

11    

Gambar 2.4 Koreksi Drift. (Reynolds,1997)

Untuk menghilangkan efek ini, pengukuran dibuat dalam suatu lintasan

tertutup dimana pengukuran diawali pada titik base dan di akhri pada titik base

tersebut. Koreksi apung diberikan oleh persamaan :

……………………………………………..(2.8)

dengan :

DC = koreksi drift pada titik acuan pengamatan

gA = harga gravitasi di titik acuan pada waktu tA

gA’ = harga gravitasi di titik acuan pada waktu tA’ ( pada saat penutupan )

tA = waktu pengamatan di titik acuan saat awal

tA’ = waktu pengamatan di titik acuan saat penutupan kitaran

tn = waktu pengamatan di titik pengamatan n

2.3.3. Koreksi Lintang (Lintang Correction)

Berdasarkan Hukum Newton dapat ditunjukkan bahwa harga potensial

gravitasi tergantung pada jaraknya (fungsi jarak), makin besar harga r makin

kecil percepatan gravitasi yang ditimbulkan. Karena bumi berbentuk speroid,

maka harga percepatan gravitasi bersamaan dengan naiknya lintang tempat

pengamatan, makin kekutub makin besar percepatan gravitasinya. Dengan

menurunkan persamaan berikut akan diperoleh gradien utara-selatan sebagai

berikut :

Page 12: pemodelan 2 dimensi cekungan sumatra bagian selatan dengan metode gravitasi

12    

......................................................................(2.9)

2.3.4. Koreksi Udara Bebas (Free-air Correction)

Koreksi udara bebas merupakan koreksi yang disebabkan oleh pengaruh

variasi ketinggian untuk menarik bidang pengukuran (P) ke bidang geoid (P0)

(Gambar

Gambar 2.5 Koreksi Udara Bebas. (Wellenhof and Moritz, 2005)

Koreksi ini tidak memperhitungkan massa batuan yang terletak diantara P dan

P0. Perhitungan koreksi udara bebas (Free-air Correction) dilakukan dengan

cara (Rosid,2005):

Page 13: pemodelan 2 dimensi cekungan sumatra bagian selatan dengan metode gravitasi

13    

mgal (h dalam feet.............................(2.10)

mgal (h dalam meter) ......................(2.11)

2.3.5. Koreksi Bouger (BC)

Koreksi Bouger disebaban oleh massa yng terdapat di antara P (stasiun) dan P0

(bidang geoid) yang menimbulkan gaya tarik. Koreksi ini dilakukan dengan

menghitung tarikan gravitasi yang disebabkan oleh batuan berupa slab dengan

ketebalan H dan densitas rata rata (gambar

Gambar 2.6 Koreksi Bouger. (Wellnhof and Mortiz, 2005)

Besarnya koreksi Bouger diberikan oleh persamaan :

...............................................(2.12)

Dengan :

h = Ketinggian

= rapat massa (gram/cm3)

2.3.6. Korekasi Medan (Terrain Correction)

Keadaan topografi disekitar tempat pengamatan mempengaruhi

besarnya medan gravitasi pengamatan. Adanya perbedaan ketinggian tempat

pengamatan dengan sekitarnya mengakibatkan adanya perbedaan massa, baik

Page 14: pemodelan 2 dimensi cekungan sumatra bagian selatan dengan metode gravitasi

14    

disebabkan bukit-bukit ataupun lembah-lembahnya. Perbedaan massa tersebut

mengakibatkan pengurangan medan gravitasi pengamatan. Koreksinya selalu

ditambahkan dan disebut koreksi terrain atau juga disebut koreksi bouger yang

diperhalus. Prosedur untuk mendapatkan koreksi terrain adalah dengan

menghitung tarikan massa yang harus diisikan pada lembah-lembah disekitar

pengamatan maupun yang harus diambil dari bukit-bukit disekitar pengamatan

untuk mendapatkan topografi yang datar sempurna yang digunakan pada

perhitungan koreksi bouger.

Cara menghitung besarnya tarikan massa tersebut dengan membuat

lingkaran-lingkaran konsentris dengan luasan bertambah besar dengan

bertambahnya jarak dari pusat lingkaran. Dimana titik pusat lingkaran adalah

tempat dimana akan dihitung koreksinya. Dan setiap luasan dibagi menjadi

beberapa komparteman oleh garis radial. Efek medan gravitasi dari setiap

kompartemen dihitung dari rumus:

gt =

(2.13)

Dengan :

gt = koreksi terrain

θ = sudut yang dibentuk oleh kompartemen dalam radian

γ = konstanta universal

ρ = rapat massa batuan

z = ketinggian bukit atau kedalaman lembah

= Zstasiun – Zrata-rata

r1 = jari-jari dalam

r2 = jari-jari luar

Page 15: pemodelan 2 dimensi cekungan sumatra bagian selatan dengan metode gravitasi

15    

Koreksi terrain merupakan jumlah tarikan dari seluruh komparten sehingga :

(2.14)

Dengan :

gt = koreksi terrain total

N = jumlah kompartemen

gti = koreksi terrain dari kompartemen ke-i

Dalam prakteknya untuk koreksi terrain digunakan tabel HAMMER (1939)

yaitu mengikuti aturan :

(2.15)

2.4. Trend Surface Analysis (TSA)

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, untuk melakukan intepretasi data gravitasi

data yang digunakan adalah data yang sudah berupa anomaly residual. Untuk

memisahkan anomali residual dan anomali regional dari anomaly Bouguernya,

digunakan metode Trend Surface Analysis. Prosesnya adalah dengan melakukan

pendekatan data anomali Bouguer dengan suatu persamaan polinomial. Abdelrahman

(1985) menyatakan bentuk persamaan polinomial tersebut adalah :

..........................................(2.16)

dengan :

n = 0.5 (p+1) (p+2) = banyaknya koefisien

p = Orde polinomial (p = 1, 2, 3, ...)

a(n-s),s = Koefisien polinomial

i = Indeks data (i= 1, 2, 3, ..., m)

Page 16: pemodelan 2 dimensi cekungan sumatra bagian selatan dengan metode gravitasi

16    

Koefisien polinomial tersebut dapat dihitung dengan meminimumkan jumlah kuadrat

dari selisih Anomali Bouguer dan Anomali Regional dengan cara kuadrat terkecil

(least square), dengan syarat jika differensial parsial terhadap setiap koefisien yang

tidak diketahui sama dengan nol atau dapat dituliskan sebagai berikut :

...........................................................(2.17)

Dari persamaan (2.14) dapat dibentuk matriks dengan dimensi n x n

Untuk mendapatkan harga-harga konstanta yang tidak diketahui digunakan

perhitungan eliminasi Gauss. Kemudian untuk memisahkan Anomali Regional dan

Anomali Residu digunakan persamaan sebagai berikut

......................................(2.18)

dengan :

L(xi ,yi ) = Anomali Lokal pada titik xi,yi

B(xi ,yi ) = Anomali Bouguer pada titik xi,yi

R(xi ,yi ) = Anomali Regional pada titik xi,yi

Untuk menentukan orde yang cocok dalam persamaan polinomial

dilakukan dengan memeriksa jumlah kuadrat lokal atau deviasinya serta

menghitung Variansi.

Page 17: pemodelan 2 dimensi cekungan sumatra bagian selatan dengan metode gravitasi

17    

...................................................................................(2.19)

dengan:

N = Banyaknya data

M = Orde Persamaan Polinomial

M

s 2 = Variansi

2.5. INTERPRETASI GRAVITASI

Dalam menentukan sebuah besaran tertentu dari anomali Bouguer yang telah

diperoleh, perlu adanya proses lanjutan yaitu interpretasi terhadap data tersebut.

Interpretasi gayaberat secara umum dibedakan menjadi dua yaitu interpretasi kualitatif

dan kuantitatif

2.6.1. Interpretasi Kualitatif

Interpretasi kualitatif dilakukan dengan mengamati data gayaberat berupa

anomali Bouguer. Anomali tersebut akan memberikan hasil secara global yang

masih mempunyai anomali regional dan residual. Hasil interpretasi dapat

menafsirkan pengaruh anomali terhadap bentuk benda, tetapi tidak sampai

memperoleh besaran matematisnya. Misal pada peta kontur anomali Bouguer

diperoleh bentuk kontur tertutup maka dapat ditafsirkan sebagai struktur

batuan berupa lipatan (sinklin atau antiklin). Dengan interpretasi ini dapat

dilihat arah penyebaran anomali atau nilai anomali yang dihasilkan.

2.6.2. Interpretasi Kuantitatif

Interpretasi kuantitatif dilakukan untuk memahami lebih dalam hasil

interpretasi kualitatif dengan membuat penampang gayaberat pada peta kontur

anomali. Teknik interpretasi kuantitatif mengasumsikan distribusi rapat massa

dan menghitung efek gayaberat kemudian membandingkan dengan gayaberat

yang diamati. Interpretasi kuantitatif pada penelitian ini adalah analisis model

bawah permukaan dari suatu penampang anomali Bouguer dengan

Page 18: pemodelan 2 dimensi cekungan sumatra bagian selatan dengan metode gravitasi

18    

menggunakan metoda poligon yang diciptakan oleh Talwani. Metoda tersebut

telah dibuat pada software GRAV2DC.

2.6. METODE TILWANI

Pada prinsipnya metode Talwani menggunakan n-sisi poligon untuk pendekatan

gambaran vertikal dari suatu benda dalam dua dimensi yang kemudian dihitung efek

gravitasi yang ditimbulkan oleh benda tersebut (Talwani et al., 1959). Ilustrasi

sederhana metode Talwani ini bisa dilihat pada gambar 5. Efek gravitasi yang

ditimbulkan oleh benda dua dimensi ini adalah sama dengan besar nilai integral garis

tertutup dari keseluruhan sisi poligon tersebut (Hubert, 1948). Persamaannya adalah

sebagai berikut :

.............................................................(2.20)

Gambar 2.6 Pendekatan poligon benda dalam dua dimensi metode Talwani

(Telford et al., 1976).

Dari gambar 5, pada sembarang titik di sisi BC didapatkan hubungan sebagai berikut:

atau

.............................(2.21)

Kemudian Integral garis tertutup BC dapat dinyatakan sebagai jumlah integral garis

tiap sisinya, sehingga dapat ditulis sebagai berikut :

...................................................(2.22)

Page 19: pemodelan 2 dimensi cekungan sumatra bagian selatan dengan metode gravitasi

19    

maka,

.......................................................(2.23)

dan Pada kasus umum, nilai Zi diberikan sebagai berikut

.....(2.24)

dimana :

Untuk keperluan komputasi, persamaan (2.21) ditulis dalam bentuk yang lebih

sederhana, dengan mensubstitusikan harga-harga sinφ, cosφ, tanφtan,cos,sin dengan

koordinat titik sudut poligon dalam x dan z, sebagai berikut :

...........(2.25)

Prinsip inilah yang kemudian dijadikan dasar dalam banyak software pemodelan

gravitasi baik pemodelan forward maupun inversi yang sekarang banyak

dikembangkan. Dan dalam studi ini akan digunakan GRAV2D, software pemodelan

forward gravitasi dua dimensi berbasis metode Talwani yang dikembangkan oleh

Soengkono (1991).

BAB III

METODE PENELITIAN

Page 20: pemodelan 2 dimensi cekungan sumatra bagian selatan dengan metode gravitasi

20    

3.1. DIAGRAM ALIR PENELITIAN

Seluruh metodologi penelitian ini digambarkan menjadi suatu diagram alir penelitian

yang ditunjukan pada Gambar 3.1

3.2. PERHITUNGAN ANOMALI BOUGEUR

Perumusan  Masalah,  Pengumpulan  Data  dan  Studi  Literatur  

Pengolahan  Data  Gaya  Berat  

Proses  Koreksi  Data  Gaya  Berat  

CBA  

Analisa  Spektrum  

Pemisahan  Anomali  Regional-­‐Residual  

Anomali  Regional   Anomali  Residual  

Data  Geologi  Regional  

Pemodelan  Struktur  Bawah  Permukaan  Berdasarkan  Data  Gaya  Berat  

Analisa  Pemodelan  Struktur  Bawah  Permukaan  Berdasarkan  Data  Gaya  Berat  

Kesimpulan  dan  Saran  

Page 21: pemodelan 2 dimensi cekungan sumatra bagian selatan dengan metode gravitasi

21    

Untuk mereduksi koreksi drift, survey ini dilakukan dengan loop atau

sistem pengamatan tertutup. Gravimeter yang akan digunakan untuk pengukuran ke

lapangan juga mengukur gravitasi pada stasiun base sebelum dan sesudah melakukan

pengukuran di lapangan. Kemudian data gravitasi pengukuran lapangan dikoreksi

dengan data gravitasi pengukuran base untuk mereduksi efek pasang surut. Nilai

gravitasi observasi didapatkan dari hasil pengukuran gravitasi relatif di lapangan

yang telah dikoreksi dengan koreksi drift dan koreksi pasang surut, ditambah dengan

nilai gravitasi absolut ini.

Selanjutnya koreksi udara bebas dan koreksi Bouguer didapatkan dengan

menggunakan persamaan (2.12). Setelah melakukan koreksi-koreksi diatas terhadap

nilai gravitasi observasi, maka didapatkan nilai anomali Bouguer. Anomali Bouguer

ini kemudian dipetakan dengan Surfer8 untuk melihat pola anomali yang ada di area

survey. Selanjutnya dari nilai anomali Bouguer ini akan dipisahkan antara anomali

Regional dan anomali Residualnya dengan menggunakan metode pencocokan

permukaan. Data anomali Bouger terlampir dan peta konturnya pada.

4.2.3 Pemisahan Anomali Residu

Pada prinsipnya tingkat orde polinomial mencerminkan tingkat nilai efek

anomali gravitasi yang ditimbulkan regional wilayah survey. Orde satu

mencerminkan efek regional dari area yang sangat luas dan sangat dalam. Semakin

tinggi orde mencerminkan akumulasi nilai anomali gravitasi karena

diimplementasikan oleh suku-suku tinggi dari polinomial.

Dalam metode pencocokan permukaan, anomali Regional digambarkan

oleh suatu permukaan anomali dalam fungsi matematis. Permukaan tersebut

diperoleh dengan meminumkan selisih anomali Bouguer dengan anomali Regional

hasil perhitungan dengan kuadran terkecil (least square). Metode pencocokan

permukaan ini yang akan digunakan oleh penulis untuk memisahkan anomali

Regional dengan anomali Residu.

Dengan menggunakan persamaan umum (2.16) dan dideferensialkan

menjadi persamaan (2.17), lalu dari persamaan polinomial yang didapat kemudian

dibuat matrik dengan orde n x n. Untuk menentukan orde polinomial, maka terlebih

dahulu kita menghitung harga variansi. Dimana dari grafik variansi tersebut dapat

dilihat bahwa orde polinomial ditentukan dari grafik variansi yang tidak

Page 22: pemodelan 2 dimensi cekungan sumatra bagian selatan dengan metode gravitasi

22    

menunjukkan perubahan atau kenaikan harga yang berarti. Grafik dapat dilihat pada

lampiran 1. Berdasarkan grafik variansi, maka orde yang digunakan adalah orde tiga.

Sehingga persamaan polinomial yang digunakan yaitu

:

(3.1)  

Page 23: pemodelan 2 dimensi cekungan sumatra bagian selatan dengan metode gravitasi

23    

Page 24: pemodelan 2 dimensi cekungan sumatra bagian selatan dengan metode gravitasi

24    

dimana :

B = anomali Bouger pada titik xi,yi

X = Bujur titik pengamatan

Y = Lintang titik pengamatan

Dari persamaan yang telah didiferensialkan di atas lalu dibuat matriknya

untuk mencari harga dari setiap konstanta yang tidak diketahui. Berdasarkan

persamaan di atas, maka matrik yang dibuat adalah matrik dengan ordo 10 x 10.

Selanjutnya dengan menggunakan metode elimenasi Gauss kita dapat menghitung

harga setiap konstanta tersebut.

Tahap selanjutnya anomali Regional dapat dihitung dengan memasukkan

konstanta dari hasil perhitungan eliminasi Gauss ke dalam persamaan polinomial

orde tiga. Dengan menggunakan bantuan software Surfer 8, konstanta a, b, c, d, e, f,

g, h, i, dan j didapat:

Konstanta Nilai

a 2.9111328668558E-009

b 5.2877786365306E-007

c -6.6820495949508E-006

d 6.2619882978768E-005

e 2.1898625002612E-007

f 5.70609025165E-005

Page 25: pemodelan 2 dimensi cekungan sumatra bagian selatan dengan metode gravitasi

25    

g -0.00071739534861158

h 1.3580043163366E-005

i 0.0061567848579416

j 0.00040391985001132

Setelah didapat konstanta-konstanta tersebut, maka diperolehlah harga anomali

Residu (lokal) yang kemudian dibuat peta kontur anomalinya.

4.2.4 Penentuan Lintasan Pemodelan

Setelah mendapatkan nilai anomali residual kemudian ditentukan lintasan

yang akan dibuatkan pemodelan penampang vertikalnya. Pemilihan lintasan

didasarkan pada dua hal. Yang pertama adalah berdasarkan hipotesa indikasi struktur

yang ada dari pola anomali Residual. Yang kedua adalah berdasarkan data

penunjang yakni lintasan pemodelan mendekati lintasan-lintasan penampang struktur

geologi di wilayah cekungan Sumatra Selatan. Untuk studi ini ditentukan hanya satu

lintasan.

Kemudian dengan melakukan perintah digitize dan slice pada Surfer8,

maka didapatkan data koordinat titik-titik di sepanjang lintasan beserta nilai-nilai

residualnya. Cara yang sama dilakukan juga terhadap peta elevasi untuk

mendapatkan nilai elevasi pada titik-titik tersebut. Data koordinat titik-titik (jarak),

elevasi, serta nilai-nilai residual ini akan menjadi data masukan dalam pemodelan

GRAV2D.

4.2.5 Pemodelan GRAV2D

Setelah mendapatkan data masukan dari tiap lintasan berupa jarak, elevasi, nilai

anomali Residual serta densitas rata-ratanya, tahap selanjutnya adalah melakukan

pemodelan dengan GRAV2D.